Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
II.1.1 Pengertian Koagulasi Flokulasi
Koagulasi flokulasi adalah salah satu proses kimia yang digunakan untuk
menghilangkan bahan cemaran yang tersuspensi atau dalam bentuk koloid. Dimana partikelpartikel koloid ini tidak dapat mengendap sendiri dan sulit ditangani oleh perlakuan fisik. Pada
proses koagulasi, koagulan dan air limbah yang akan diolah dicampurkan dalam suatu wadah
atau tempat kemudian dilakukan pengadukan secara cepat agar diperoleh campuran yang
merata distribusi koagulannya sehingga proses pembentukan gumpalan atau flok dapat terjadi
secara merata pula. Proses flokulasi dilakukan setelah setelah proses koagulasi dimana pada
proses koagulasi kekokohan partikel koloid ditiadakan sehingga terbentuk flok-flok lembut
yang kemudian dapat disatukan melalui proses flokulasi (Risdianto, 2007).
Penggoyahan partikel koloid ini akan terjadi apabila elektrolit yang ditambahkan dapat
diserap oleh partikel koloid sehingga muatan partikel menjadi netral. Penetralan muatan
partikel oleh koagulan hanya mungkin terjadi jika muatan partikel mempunyai konsentrasi
yang cukup kuat untuk mengadakan gaya tarik menarik antar partikel koloid. Proses flokulasi
berlangsung dengan pengadukan lambat agar campuran dapat membentuk flok-flok yang
berukuran lebih besar dan dapat mengendap dengan cepat. Keefektifan proses ini tergantung
pada konsentrasi serta jenis koagulan dan flokulan, pH dan temperatur (Risdianto, 2007).
II.1.2 Koagulasi
Koagulasi didefinisikan sebagai proses destabilisasi muatan koloid padatan tersuspensi
termasuk bakteri dan virus, dengan suatu koagulan. sehingga akan terbentuk flok-flok halus
yang dapat diendapkan, proses pengikatan partikel koloid dapat dilihat pada gambar 2.1.
Pengadukan cepat (flash mixing) merupakan bagian integral dari proses koagulasi. Tujuan
pengadukan cepat adalah untuk mempercepat dan menyeragamkan penyebaran zat kimia
melalui air yang diolah. Koagulan yang umum dipakai adalah alumunium sulfat, feri sulfat,
fero sulfat dan PAC (Risdianto, 2007).

II-1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar II.1 Proses Pengikatan Partikel Koloid Oleh Koagulan (CG).

Pengadukan cepat yang efektif sangat penting ketika menggunakan koagulan logam
seperti alum dan ferric chloride, karena proses hidrolisnya terjadi dalam hitungan detik dan
selanjutnya terjadi adsorpsi partikel koloid. Waktu yang dibutukan untuk zat kimia lain seperti
polimer (polyelectrolites), chlorine, zat kimia alkali, ozone, dan potassium permanganat, tidak
optimal karena tidak mengalami reaksi hidrolisis (Risdianto, 2007).
Tabel II.1 Waktu yang Diperlukan oleh Partikel untuk Mengendapkan dengan Jarak Satu Meter

Diameter Partikel (mm) Material


Waktu Pengendapan per 1 m
10
Kerikil
1 detik
1
Pasir
10 detik
0,1
Pasir halus
2 menit
0,01
Tanah liat
2 jam
0,001
Bakteri
8 hari
0,0001
Partikel koloid 2 tahun
0,00001
Partikel koloid 20 tahun
Menurut Siregar (2009), dari tabel terlihat bahwa partikel koloid sangat sulit
mengendap dan merupakan bagian yang besar dalam polutan, serta menyebabkan kekeruhan.
Untuk memisahkannya, koloid harus diubah menjadi partikel yang berukuran lebih besar
melalui proses koagulasi dan flokulasi. Koagulasi dan flokulasi dapat dilakukan melalui
beberapa tahapan proses sebagai berikut.
1. Penambahan koagulan/flokulan disertai pengadukan dengan kecepatan tinggi
dalam waktu yang singkat.
2. Destabilisasi dari sistem koloid.
3. Penggumpalan partikel yang telah mengalami destabilisasi sehingga terbentuk

Laboratorium Pengolahan Air Industri Kimia


Program Studi D3Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri - ITS

II -2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


microfloc.
4. Penggumpalan lanjutan untuk menghasilkan macrofloc yang dapat diendapkan,
disaring, atau diapungkan.
Menurut Risdianto (2007), jenis koagulan yang sering dipakai adalah:
a. Alumunium Sulfat (Alum)

Alumunium sulfat [Al2(SO4)3.18H2O] adalah salah satu koagulan yang umum


digunakan karena harganya murah dan mudah didapat. Alkalinitas yang ada di dalam
air bereaksi dengan alumunium sulfat (alum) menghasilkan alumunium hidroksida
sesuai dengan persamaan:
Al2(SO4)3.14H2O + 3 Ca(HCO3)2 3 CaSO4 + 2 Al(OH)3 + 6 CO2 + 14 H2O
Bila air tidak mangandung alkalinitas untuk bereaksi dengan alum, maka
alkalinitas perlu ditambah. Biasanya alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida
(Ca(OH)2) dengan reaksi:
Al2(SO4)3.14H2O + 3 Ca(OH)2 3 CaSO4 + 2 Al(OH)3 + 14 H2O
Alkalinitas bisa juga ditambahkan dalam bentuk ion karbonat dengan
penambahan natrium karbonat. Nilai pH optimum untuk alum sekitar 4,5-8,0.
b. Ferrous Sulfate (FeSO4)

Ferrous Sulfate membutuhkan alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida agar


menghasilkan reaksi yang cepat. Senyawa Ca(OH)2 dan NaOH biasanya ditambahkan
untuk meningkatkan pH sampai titik tertentu dimana ion Fe 2+ diendapkan sebagai
Fe(OH)3. Reaksinya adalah:
2FeSO4.7H2O + 2Ca(OH)2 + O2 2Fe(OH)3 + 2CaSO4 + 13H2O
Agar reaksi diatas terjadi, pH harus dinaikkan hingga 7.0 sampai 9,5. Selain itu,
ferrous sulfate digunakan dengan mereaksikannya dengan klorin dengan reaksi:
3FeSO4.7H2O + 1,5Cl2 Fe2(SO4)3 + FeCl3 + 21H2O
Reaksi ini terjadi pada pH rendah sekitar 4,0.
c. Ferric Sulfate dan Ferric Chloride

Reaksi sederhana ferric sulfate dengan alkalinitas bikarbonat alam membentuk


ferric hydroxide dengan reaksi:
Fe2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2
Laboratorium Pengolahan Air Industri Kimia
Program Studi D3Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri - ITS

II -3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Sedangkan reaksi ferric chloride dengan alkalinitas bikarbonat alami yaitu:
2FeCl3 + 3Ca(HCO3)2 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2
Apabila alkalinitas alami tidak cukup untuk reaksi, Ca(OH)2 ditambahkan
untuk membentuk hidroksida. Reaksinya adalah:
2FeCl3 + 3Ca(OH)2 2Fe(OH)3 + 3CaCl2
II.1.3 Flokulasi
Flokulasi merupakan proses pembentukan flok, yang pada dasarnya merupakan
pengelompokan/aglomerasi

antara

partikel

dengan

koagulan

(menggunakan

proses

pengadukan lambat atau slow mixing), Proses pengikatan partikel koloid oleh flokulan dapat
dilihat pada gambar II.2. Pada flokulasi terjadi proses penggabungan beberapa partikel
menjadi flok yang berukuran besar. Partikel yang berukuran besar akan mudah diendapkan
(Risdianto, 2007).

Gambar II.2 Proses Pengikatan Partikel Koloid Oleh Flokulan

Menurut Susanto (2008), tiga mekanisme utama flokulasi, yaitu:


1. Flokulasi Perikinetik

Merupakan penggumpalan yang diakibatkan oleh gerak acak Brown dari


molekul di dalam larutan. Ketika partikel-partikel bergerak di dalam air akibat gerak
Brown, partikel tersebut saling bertubrukan satu sama lain dan pada saat hubungan
itulah terjadi pembentukan partikel yang lebih besar dan selanjutnya terus menumpuk.
2. Flokulasi Ortokinetik

Merupakan penggumpalan yang diakibatkan oleh gradien kecepatan dalam


cairan. Proses ini membutuhkan pergerakan yang lambat dari partikel di dalam air.
Partikel akan dianggap bertubrukan bila jarak mereka dekat atau berada dalam daerah
Laboratorium Pengolahan Air Industri Kimia
Program Studi D3Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri - ITS

II -4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


yang masih mempunyai pengaruh terhadap partikel lain. Pada proses ini kecepatan
pengendapan dari partikel diabaikan. Untuk itu dibutuhkan pergolakan air atau gradien
kecepatan untuk menaikkan tumbukan antar partikel.
3. Pengendapan Diferensial

Merupakan terjadinya flokulasi akibat dari kecepatan pengendapan yang


berbeda karena adanya perbedaan ukuran partikel. Partikel besar akan lebih cepat
mengendap dibandingkan partikel kecil. Hal ini akan membantu flokulasi ortokinetik
karena gradien kecepatan yang dihasilkan menyebabkan penggumpalan lebih lanjut.
II.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Koagulasi-Flokulasi
Menurut Susanto (2008), dalam pengolahan air, untuk mencapai proses koagulasiflokulasi yang optimum diperlukan pengaturan semua kondisi yang saling berkaitan dan
mempengaruhi proses tersebut. Kondisi-kondisi yang mempengaruhi antara lain adalah pH,
suhu, konsentrasi koagulan dan pengadukan.
1. pH
Suatu proses koagulasi dapat berlangsung secara sempurna jika pH yang
digunakan berada pada jarak tertentu sesuai dengan pH optimum koagulan dan
flokulan yang digunakan
2. Suhu
Proses koagulasi dapat berkurang pada suhu rendah karena peningkatan
viskositas dan perubahan struktur agregat menjadi lebih kecil sehingga dapat lolos dari
saringan, sedangkan pada suhu tinggi yang mempunyai kerapatan lebih kecil akan
mengalir ke dasar kolam dan merusak timbunan lumpur.
3. Konsentrasi Koagulan
Konsentrasi koagulan sangat berpengaruh terhadap tumbukan partikel,
sehingga penambahan koagulan harus sesuai dengan kebutuhan untuk membentuk
flok-flok. Jika konsentrasi koagulan kurang mengakibatkan tumbukan antar partikel
berkurang sehingga mempersulit pembentukan flok. Begitu juga sebaliknya jika
konsentrasi koagulan terlalu banyak maka flok tidak terbentuk dengan baik dan dapat
menimbulkan kekeruhan kembali.

Laboratorium Pengolahan Air Industri Kimia


Program Studi D3Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri - ITS

II -5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


4. Pengadukan
pengadukan yang baik diperlukan untuk memperoleh koagulasi dan flokulasi
yang optimum. Pengadukan terlalu lamban mengakibatkan waktu pertumbuhan flok
menjadi lama, sedangkan jika terlalu cepat mengakibatkan flok-flok yang telah
terbentuk menjadi pecah kembali.
II.1.5 Jartest
Jartest adalah rangkaian test untuk mengevaluasi proses-proses koagulasi dan flokulasi
serta menentukan dosis pemakaian bahan kimia (Risdianto, 2007).

Gambar II.3 Jartest

II.1.6 Tujuan Jartest


Pada pengolahan air bersih atau air limbah dengan proses kimia selalu dibutuhkan
bahan kimia tertentu pula untuk menurunkan kadar polutan yang ada di dalam air atau air
limbah. Penambahan bahan kimia tidak dapat dilakukan sembarang, harus dengan dosis yang
tepat dan bahan kimia yang cocok serta harus memperhatikan pHnya (Risdianto, 2007).
Sehingga jartest bertujuan untuk menpotimalkan pengurangan polutan dengan :

mengevaluasi koagulan dan flokulan

menentukan dosis bahan kimia

mencari pH yang optimal 7

II.1.7 Metode pengujian koagulasi flokulasi dengan cara jartest


Standar nasional untuk metode pengujian koagulasi flokulasi dengan cara jartest
ditetapkan dalam SNI 19-6449-2000 termasuk prosedur umum untuk pengolaan dalam rangka
mengurangi bahan-bahan terlarut, koloid dan yang tidak mengendap dalam air dengan
Laboratorium Pengolahan Air Industri Kimia
Program Studi D3Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri - ITS

II -6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


menggunakan bahan kimia dalam proses koagulasi flokulasi, yang dilanjutkan dengan
pengendapan secara gravitasi (Risdianto, 2007).
Menurut Risdianto (2007), uji koagulasi flokulasi dilaksanakan untuk menentukan
dosis bahan-bahan kimia dan persyaratan yang digunakan untuk memperoleh hasil yang
optimum. Variabel-variabel utama yang dikaji sesuai dengan yang disarankan, termasuk :

Bahan kimia pembantu

pH

Temperatur

Persyaratan tambahan dan kondisi campuran


Metode uji ini digunakan untuk mengevaluasi berbagai jenis koagulan dan flokulan

pada proses pengolahan air bersih dan air limbah. Pengaruh konsentrasi koagulan dan flokulan
dapat juga dievaluasi dengan metode ini (Risdianto, 2007).
II.1.8 Koagulan Poli Aluminium Klorida (PAC)
PAC merupakan suatu bentuk polimer anorganik dengan bobot molekul tinggi. Pada
umumnya PAC dirumuskan dengan Aln(OH)mCl3n-m. Nama lain dari PAC adalah aluminium
klorida basa, aluminium klorida polibase, aluminium hidroksi klorida, aluminium oksi klorida
dan aluminium klorohidrat. Bentuk poli aluminium klorida dapat berupa cairan berwarna
jernih kekuningan atau serbuk berwarna kekuningan. Pada Tabel II.1 dapat dilihat komposisi
PAC sebagai koagulan (Susanto, 2008).
Tabel II.2 Spesifikasi PAC

Komposisi

Jumlah

Al2O3 (%)

10.3 0.3

Cl (%)

9.0 0.5

SO4 (%)

3.1 0.4

Fe (ppm)

max 0.006

As (ppm)

Max 0.5

Mn (ppm)

Max 10

Cd (ppm)

Max 0.3

Pb (ppm)

Max 1.0

Laboratorium Pengolahan Air Industri Kimia


Program Studi D3Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri - ITS

II -7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Hg (ppm)

Max 0.1

Cr (ppm)
Max 1.0
Menurut Susanto (2008), PAC sebagai koagulan memiliki sifat sebagai berikut :
1) Memiliki daya koagulasi yang kuat; PAC dengan kuat mengkoagulasikan zat-zat yang
tersuspensi atau yang secara koloid dalam air untuk menghasilkan gumpalan-gumpalan yang
mengendap dengan cepat sehingga memudahkan penyaringan.
2) Mudah dalam pemakaian; PAC dapat dengan mudah dipergunakan, disimpan dan ditakar.
Tangki penyimpanan yang kecil dapat dipergunakan untuk PAC dibandingkan dengan fero
sulfat yaitu suatu jenis koagulan lain karena PAC memiliki lebih banyak Al 2O3 aktif.
3) Lebih sedikit atau bahkan tanpa bantuan konsumsi alkali; Dengan menggunakan PAC sedikit
sekali pemakaian alkali atau bahkan tidak perlu, karena penurunan nilai pH air sangat kecil
atau bahkan dipertahankan pada titik netral walaupun dosis PAC cukup berlebihan.
4) Efektif dalam skala pH yang besar; PAC bekerja dalam skala pH yang lebih besar daripada zat
koagulan lain. PAC biasanya bekerja dalam skala pH 6-9, tetapi dalam beberapa kasus PAC
juga dapat bekerja dengan lebih baik dalam skala pH 5-8.
5) Daya kerjanya tidak menurun pada suhu rendah; Daya koagulasi PAC tidak dipengaruhi oleh
suhu air. Karena itu, efektivitas PAC yang tinggi dapat dipertahankan di daerah dingin.
6) Pembentukan gumpalan (flok) dengan cepat; PAC membentuk gumpalangumpalan lebih cepat
daripada fero sulfat, oleh sebab itu dapat memperpendek waktu pencampuran bagi
pembentukan gumpalan.
7) Baik dalam pengolahan air yang mengalir.; PAC secara khusus efektif baik teknis maupun
ekonomis dalam pengolahan air yang mengalir, air limbah dan lain-lain dengan tingkat
kekeruhan yang tinggi.

Laboratorium Pengolahan Air Industri Kimia


Program Studi D3Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri - ITS

II -8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.2 Aplikasi Industri


PERBANDINGAN EFISIENSI KOAGULAN POLY ALUMUNIUM CHLORIDE (PAC)
DAN ALUMUNIM SULFAT DALAM MENURUNKAN TURBIDITAS AIR GAMBUT
DARI KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
Ignasius D.A. Sutapa (2004)
Pendahuluan
Air di wilayah gambut merupakan sumber air baku yang potensial untuk diolah
menjadi air bersih, terutama di daerah-daerah pedalaman Kalimantan maupun Sumatera.
Masalah utama dalam mengolah air gambut berhubungan dengan karakteristik spesifik yang
dimilikinya. Adapun ciri-ciri air gambut adalah memiliki kadar pH yang rendah (34)
sehingga bersifat sangat asam, memiliki kadar organik yang tinggi, kadar besi dan mangan
tinggi, berwarna kuning atau coklat tua (pekat), serta tingkat kesadahan yang rendah.
Metodologi Penelitian
Dua jenis koagulan utama yang akan dikaji adalah aluminium sulfat (Al 2(SO4)3) dan
Poly Aluminium Chloride (PAC). Kedua jenis koagulan tersebut paling banyak dipakai dan
mudah diperolah di pasaran. Variasi konsentrasi koagulan akan diaplikasikan 0, 80, 120, 160,
dan 200 ppm. Alat yang digunakan pada proses koagulasi ini adalah jar test yang dapat diatur
kecepatan putar maupun waktu putarnya. Secara umum, penambahan koagulan dilakukan di
awal (t = 0 menit), diikuti dengan pengadukan cepat 100 RPM selama 2 menit untuk
homogenisasi larutan dan pengadukan lambat selama 10 menit untuk proses pembentukan flok
dan pengendapan. Kemudian akan diperoleh nilai kekeruhan dari menit ke-0 hingga ke-10.
Hasil dan kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi optimum dari koagulan PAC dan alumunium adalah
160 mg/l dengan efisiensi penurunan masing-masing sebesar 95% dan 96,17%. Berdasarkan
harga bahan baku terlihat penggunaan alumunium lebih ekonomis yakni Rp 19200/ bulan
untuk 30 m3 sedangkan PAC sebesar Rp 1600/hari untuk 1 m3 atau Rp 48000/bulan untuk
30m3. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan alumunium lebih efektif dan ekonomis
dari segi penurunan tingkat warna air gambut dan harga bahan yang lebih murah.

Laboratorium Pengolahan Air Industri Kimia


Program Studi D3Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri - ITS

II -9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Laboratorium Pengolahan Air Industri Kimia


Program Studi D3Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri - ITS

II -10

Anda mungkin juga menyukai