Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Baja merupakan suatu material yang sangat luas dalam penggunaannya. Hal ini
disebabkan karena keberadaannya yang mudah diperoleh, ketersediannya yang relatif
tinggi dan berbagai sifat lainnya yang dapat memenuhi kebutuhan dan aplikasinya . Pada
umumnya penggunaan baja adalah dikarenakan material tersebut mempunyai sifat dasar
yang lebih keras dibandingkan dengan material lainnya, karena pada aplikasinya baja
baja tersebut dapat menerima beban luar, baik itu beban tekan , geser ataupun puntir dan
tidak jarang pula menerima beban gesek yang akan menyebabkan keausan pada baja
tersebut. Sehubungan dengan itu diperlukan teknik atau proses khusus dalam ilmu logam
untuk mendapatkan baja dengan sifat yang sesuai dengan aplikasinya , yaitu melalui
proses perlakuan panas (heat treatment)
Proses perlakuan panas pada baja dilakukan dengan cara memanaskan material hingga
temperatur austenit, kemudian ditahan pada temperatur tersebut pada selang waktu
tertentu yang bertujuan untuk memberikan waktu pada baja agar semua bagiannya
berubah menjadi fasa austenit yang homogen .Kemudian selanjutnya didinginkan sampai
temperatur kamar dengan laju pendinginan tertentu. Laju pendinginan ini sangat
menentukan fasa akhir yang akan mempengaruhi kekerasan atau kekuatan baja tersebut .
laju pendinginan yang cepat akan mengakibatkan fasa austenit tidak akan berubah
menjadi ferit atau perlit , akan tetapi fasa austenit ini akan berubah menjadi fasa martensit
yang bersifat sangat keras.
Oleh karena itu kemampuan suatu baja untuk membentuk fasa martensit merupakan
suatu hal yang akan sangat membantu untuk mengetahui sejauh mana baja tersebut bisa
dikeraskan . kemampuan suatu baja untuk membentuk fasa martensit biasa dikenal
dengan sifat mampu keras atau hardenability. Setiap baja atau paduan ferrous lainnya
memiliki hardenability yang berbeda beda.

1.2. Tujuan
Praktikum jominy hardenability test ini, dilaksanakan dengan tujuan antara lain
sebagai berikut:
1. Mengetahui sifat mampu keras dari baja AISI 1045 dan AISI 4140
2. Membandingkan hasil pengujian dengan hasil teoritis.
3. Membandingkan hasi pengujian baja AISI 1045 dan AISI 4140
4. Mengetahui pengaruh unsur terhadap hasil pengujian.

1.3. Rumusan Masalah

1
Praktikum jominy hardenability test ini, dilaksanakan berdasarkan masalah- masalah
yang hendak dipecahkan, antara lain sebagai berikut:

1. Bagaimana sifat mampu keras dari baja AISI 1045 dan AISI 4140
2. Bagaimana hasil pengujian dengan hasil teoritis.
3. Bagaimana hasil pengujian baja AISI 1045 dan AISI 4140
4. Bagaimana pengaruh unsur terhadap hasil pengujian.

1.4. Manfaat
Ada beberapa manfaat yang dapat kita dapatkan setelah melakukan praktikum Jominy,
yaitu :
1. Dapat mengetahui sifat mampu keras dari baja AISI 1045 dan AISI 4140
2. Dapat membandingkan hasil pengujian dengan hasil teoritis.
3. Dapat membandingkan hasi pengujian baja AISI 1045 dan AISI 4140
4. Dapat mengetahui pengaruh unsur terhadap hasil pengujian.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Uji Jominy


Pada pengujian Jominy suatu batang bulat berukuran standar dipanaskan hingga
terbentuk austenit dan ujungnya diquench dengan semburan air dengan laju alir dan tekanan
sesuai spesifikasi, seperti terlihat pada Gambar 2.1 (a) Nilai kekerasan di sepanjang gradient

2
laju pendinginan ditentukan dengan alat uji kekerasan Rockwell, dan hasilnya diplot sebagai
kurva kemampukerasan (Gambar 2.1 b)

(a) (b)
Gambar 2.1 Uji Quench ujung (Jominy)

Ujung yang diquench didinginkan sangat cepat sehingga mencapai kekerasan


maksimum untuk kandungan karbon tertentu dari baja yang sedang diuji. Laju pendinginan
pada jarak tertentu dari ujung quench lebih lambat (Gambar 2.2) dan akibatnya nilai
kekerasannya juga lebih rendah (Gambar 2.1 b). Data laju pendinginan dari Gambar 2.2
umumnya berlaku untuk semua tipe baja karbon biasa dan baja paduan rendah, karena
memiliki nilai densitas, kapasitas panas, dan konduktivitas panas yang setara tiga sifat yang
mempengaruhi difusivitas termal.
Gambar 2.3 memperlihatkan kurva kemampukerasan untuk beberapa jenis baja yang
umum. Kurva ini merupakan plot dari kekerasan versus laju pendinginan. Laju dinyatakan
dalam oC/det di absis atas. Namun, umumnya kita lebih mudah menggunakan jarak dari ujung
yang diquench, atau Dqe (juga disebut jarak jominy), karena dapat diplot langsung dari data
laboratorium.

3
Gambar 2.2 Laju Pendinginan pada 700oC versusJarak, Dqc, dari Ujung yang Diquench pada
batang Jominy

Gambar 2.3 Kurva Kemampukerasan untuk Lima Jenis Baja dengan Komposisi Tertentu

4
Dapat diamati beberapa hal dari Gambar 2.3 Baja baja paduan rendah (SAE 4140 dan 4340)
mempunyai kemampukerasan yang lebih baik dibandingkan dengan baja karbon biasa (10xx)
yaitu untuk laju pendinginan tertentu, kekerasannya mendekati maksimum. Secara spesifik,
untuk baja kadar C 0,40 % kekerasan maksimumnya adalah sekitar 60 Rc. Pada Dqe = 10
mm (dimana LP/Laju Pendinginan = 25 oC/det), kekerasan baja 4340 dan 4140 masing
masing adalah 55 Rc dan 48 Rc, sedangkan kekerasan baja 1040 hanya 26 Rc. Seperti diduga
sebelumnya bahwa baja karbon tinggi lebih keras. (Vleck, 2004)

2.2 Kurva Hardenability dan Hardenability Band


Hardenability adalah kemampuan baja untuk dapat dikeraskan dengan
membentuk martensit. Hardenability menggambarkan dalamnya pengerasan yang
diperoleh dengan pengerasan, biasanya dinyatakan dengan jarak suatu titik di bawah
permukaan dimana strukturnya terdiri dari 50% martensit (dianggap bahwa pengerasan
terjadi bila terjadi martensit sebanayak 50%). Suatu baja dikatakan mempunyai
hardenability tinggi bila baja itu memperlihatkan tebal pengerasan (depth of hardening)
yang besar atau dapat mengeras pada seluruh penampang dari suatu benda yang cukup
besar.
Hardenability pada dasarnya tergantung pada diagram transformasi, karena itu ia
akan tergantung pada dua faktor utama yaitu komposisi kimia (kadar karbon dan unsur
paduan) austenit dan ukuran butir (grain size) austenit.
Kurva hardenability secara tipikal diwakili dalam Gambar 11.12. Titik quench adalah
didinginkan paling cepat dan memberikan kekerasan maksimum; 100% martensit adalah
produk di posisi ini untuk sebagian besar baja. Laju pendinginan menurun dengan jarak dari
titik quench, dan kekerasan juga menurun, seperti yang ditunjukkan dalam gambar. Dengan
mengurangi laju pendinginan, lebih banyak waktu diperbolehkan untuk difusi karbon dan
formasi dari proporsi yang lebih besar dari perlit lebih lembut, yang dapat dicampur dengan
martensit dan bainit. Dengan demikian, baja yang sangat hardenable akan mempertahankan
nilai kekerasan besar untuk jarak yang relatif lama; baja dengan hardenability rendah tidak
akan sama. Juga, masing-masing baja paduan memiliki kurva hardenability yang unik.
Kadang-kadang, akan lebih mudah untuk menghubungkan kekerasan terhadap laju
pendinginan daripada lokasi dari ujungquench dari standar spesimen Jominy. Laju
pendinginan [diambil di 700? C (1300? F)] ini biasanya ditampilkan pada sumbu horisontal
atas dari diagram pengerasan; skala ini disertakan dengan plot hardenability disajikan disini.

5
Gambar 2.4 hardenability plot Rockwell C
kekerasan sebagai fungsi jarak dari ujung quench

Gambar 2.5
korelasi
pengerasan dan
pendinginan terus menerus
Informasi untuk
paduan besi-karbon
eutektoid
Komposisi.
[Diadaptasi dari H.
Boyer (Editor), Atlas
dari isotermal
transformasi dan
pendinginan
transformasi
Diagram, Amerika
Masyarakat untuk Logam,
1977, hal. 376.]

Korelasi antara posisi dan laju pendinginan adalah sama untuk baja karbon polos dan
baja paduan lainnya karena laju perpindahan panas hampir independen dengan komposisi.
Pada kesempatan, laju pendinginan atau posisi dari ujung ditentukan dalam jarak Jominy,
satu unit jarak Jominy menjadi 1,6 mm.
Korelasi dapat ditarik antara posisi sepanjang spesimen Jominy dan transformasi
pendinginan kontinyu. Sebagai contoh, Gambar 11.13 adalah pendinginan terus menerus
diagram transformasi untuk paduan besi-karbon eutektoid yang ditumpangkan kurva
pendinginan pada empat posisi yang berbeda dan sesuai Jominy mikro yang dihasilkan untuk
masing-masing. Kurva hardenability untuk paduan ini juga termasuk.
Kurva hardenability selama lima paduan baja yang berbeda semua memiliki 0,40%
berat C, namun jumlah elemen paduan lainnya berbeda, ditunjukkan pada Gambar 11.14. satu
Spesimen adalah baja karbon biasa (1040); empat lainnya (4140, 4340, 5140, dan 8640)
adalah baja paduan. Komposisi dari empat baja paduan disertakan dengan gambar. Arti
penting dari nomor penunjukan paduan (misalnya, 1040) dijelaskan dalam Bagian 11.2.

6
Beberapa rincian yang perlu dicatat dari angka ini. Pertama, semua lima paduan memiliki
kekerasan yang sama pada ujung quench (57 HRC); kekerasan ini adalah fungsi kadar karbon
saja, yang sama untuk semua paduan ini.

Gambar 2.6 Kurva Hardenability selama lima paduan baja yang berbeda, masing-masing berisi 0,4 wt% C. komposisi paduan Perkiraan (wt
%) adalah sebagai berikut: 4.340-1,85 Ni, Cr 0,80, dan 0,25 Mo; 4.140-1,0 Cr dan Mo 0,20; 8640-,55 Ni, 0,50 Cr, dan 0,20 Mo; 5.140-0,85
Cr; dan 1040 adalah baja unalloyed. (Diadaptasi dari angka dilengkapi milik Republik Baja Corporation.)

Mungkin fitur yang paling signifikan dari kurva ini adalah bentuk, yang berhubungan dengan
hardenability. Pengerasan dataran karbon 1.040 baja rendah karena kekerasan menurun
drastis (sampai sekitar 30 HRC) setelah jarak Jominy relatif singkat. Dengan cara Sebaliknya,
penurunan kekerasan lainnya empat baja paduan yang jelas lebih bertahap. Sebagai contoh,
pada jarak Jominy dari 50 mm (2 in.), yang hardnesses dari 4340 dan 8640 paduan sekitar 50
dan 32 HRC, masing-masing; dengan demikian, dari dua paduan ini, 4340 lebih hardenable.
Sebuah waterquench spesimen baja karbon biasa 1040 akan mengeras hanya untuk dangkal
sebuah kedalaman di bawah permukaan, sedangkan untuk empat lainnya baja paduan tinggi
diquench kekerasan akan bertahan dengan lebih mendalam.
Profil kekerasan dalam Gambar 11.14 adalah indikasi dari pengaruh laju
pendinginan di mikro. Pada ujung quench, di mana laju pendinginan sekitar 600 C / s (1100 F
/ s), 100% martensit hadir untuk semua lima paduan. Untuk laju pendinginan kurang dari 70
C / s (125 F / s) atau Jominy menjauhkan lebih besar dari sekitar 6,4 mm, struktur mikro 1040
baja didominasi perlit, dengan beberapa ferit praeutektoid. Namun, struktur mikro dari empat
baja paduan terdiri terutama dari campuran martensit dan bainit; meningkat konten bainit
dengan penurunan laju pendinginan.

7
Perbedaan ini dalam perilaku pengerasan untuk lima paduan pada Gambar 11.14
adalah dijelaskan oleh kehadiran nikel, kromium, molibdenum dan dalam baja paduan.
Menunda elemen paduan dan / atau reaksi bainit austenit-ke-perlit, seperti dijelaskan
sebelumnya; ini memungkinkan lebih martensit terbentuk untuk laju pendinginan tertentu,
menghasilkan kekerasan yang lebih besar. Sumbu kanan Gambar 11.14 menunjukkan
persentase perkiraan martensit yang hadir di berbagai hardnesses untuk paduan ini.

Gambar 2.7 Kurva Hardenability untuk empat 8600 paduan seri kandungan karbon yang ditunjukkan. (Diadaptasi dari angka
dilengkapi milik Republik Steel Corporation.)

Kurva hardenability juga tergantung pada kadar karbon. Efek ini ditunjukkan pada
Gambar 11.15 untuk serangkaian baja paduan yang hanya konsentrasi karbon bervariasi.
Kekerasan di posisi Jominy meningkat dengan konsentrasi karbon.
Juga, selama produksi industri baja, selalu ada sedikit, tidak dapat dihindari variasi
dalam komposisi dan ukuran butir rata-rata dari satu batch yang lain. Hasil variasi di
beberapa pencar dalam data hardenability diukur, yang sering diplot sebagai band yang
mewakili nilai-nilai maksimum dan minimum yang akan diharapkan untuk paduan tertentu.
Seperti band hardenability adalah diplot pada Gambar 11.16 untuk 8640 baja. H berikut
spesifikasi penunjukan untuk paduan (misalnya, 8640 H) menunjukkan bahwa komposisi dan
karakteristik paduan sedemikian rupa sehingga kurva hardenability yang akan terletak dalam
band tertentu. (Callister, 2009)

8
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sifat Mampu Keras
Hal-hal yang mempengaruhi sifat mampu keras suatu material adalah:

1. Kecepatan pendinginan
Setelah logam dipanaskan, lalu dilakukan pendinginan cepat, maka logam akan menjadi
semakin keras. Proses pendinginan material dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

Annealing
Pemanasan material sampai suhu austenit (7270 C) lalu diholding kemudiandibiarkan dingin
didalam tungku. Proses ini menghasilkan material yanglebih lunak dari semula.

Normalizing
Pemanasan material sampai suhu austenit lalu diholding kemudian didinginkan di udara.

Quenching
Pemanasan material sampai suhu austenit lalu diholding kemudiandilakukan pendinginan
cepat, yaitu dicelupkan kedalam media. Medianyaadalah air, air garam dan oli. Proses ini
yang menghasilkan material yanglebih keras dari semula.

2. Komposisi kimia
Komposisi kimia menentukan Hardenability Band. Karena komposis material menentukan
struktur dan sifat material. Semakin banyak unsur kimia yang menyusun suatu logam, maka
makin keras logam tersebut

3. Kandungan karbon
Semakin banyak kandungan karbon dalam suatu material maka makin keras material tersebut.
Hal inilah yang menyebabkan baja karbon tinggi memiliki kekerasan yang tinggi setelah
proses pengerasan kerena akan membentuk martensit yang memiliki kekerasan yang sangat
tinggi.Untuk meningkatkan kadar karbon dari beberapa material dapat dilakukandengan
beberapa perlakuan, yaitu:

Carborizing
Yaitu proses penambahan karbon pada baja, dengan menyemprotkan karbon pada permukaan
baja.

Nitriding
Yaitu proses penambahan nitrogen untuk meningkatkan kekerasan material.

Carbonitriding
Yaitu proses penambahan karbon dan nitrogen secara sekaligus untuk meningkatkan
kekerasan material.

4. Ukuran butir
9
Semakin besar ukuran butir, maka tingkat mampu keras dari suatu logam semakin rendah.

5. Suhu pemanasan
Kemampuan keras lebih tinggi jika pemanasan dilakukan sampai suhu austenit

2.4 Kurva CCT dan TTT


2.4.1 Kurva TTT
Jenis diagram ini menunjukkan apa yang terjadi ketika baja diadakan pada suhu
konstan dalam waktu lama. Itu pengembangan struktur mikro dengan waktu dapat diikuti
dengan memegang spesimen kecil di timah atau garam mandi dan pendinginan mereka satu
per satu setelah meningkat kali memegang dan mengukur jumlah fase yang terbentuk di
mikro dengan bantuan mikroskop. Metode alternatif melibatkan menggunakan spesimen
tunggal dan dilatometer sebuah yang mencatat pemanjangan spesimen sebagai fungsi waktu.
Dasar untuk metode dilatometer adalah bahwa microconstituents mengalami perubahan
volumetrik yang berbeda (Tabel 3). Penjelasan menyeluruh dari metode dilatometric bisa
ditemukan di Ref 8.

ITh Diagram (Pembentukan Austenite). Selama pembentukan austenit dari mikro


asli ferit dan perlit atau martensit temper, volume (dan karenanya panjang) menurun dengan
pembentukan austenit padat fase (lihat Gambar. 3). Dari kurva elongasi, awal dan akhir kali
untuk pembentukan austenit, biasanya didefinisikan sebagai 1% dan transformasi 99%,
masing-masing, dapat diturunkan. Kali ini kemudian mudah diplot pada suhu-log diagram
10
waktu (Gambar. 4). Juga diplot dalam diagram ini adalah suhu AC1 dan Ac3. Di bawah AC1
ada austenit dapat membentuk, dan antara AC1 dan Ac3 produk akhir adalah campuran ferit
dan austenit. Perhatikan bahwa overheating yang cukup adalah diperlukan untuk
menyelesaikan transformasi dalam waktu singkat. Mikro asli juga memainkan peran besar.
Sebuah halus struktur didistribusikan seperti marah martensit lebih cepat berubah menjadi
austenit daripada, misalnya, saya feritik perlitik struktur. Hal ini terutama berlaku untuk baja
paduan dengan unsur-unsur paduan karbida pembentuk seperti kromium dan molibdenum.
Adalah penting bahwa tingkat pemanasan suhu terus menjadi sangat tinggi jika diagram
isotermal yang benar adalah yang akan diperoleh.

Gambar 2.8 Prosedur untuk menentukan pemanasan isotermal (ITh) diagram. Baris 1: Suhu terhadap waktu. Baris 2:
Pemulihan terhadap waktu. S merupakan awal dan akhir dari F transformasi mikro asli untuk austenit transformasi, masing-masing

11
Gambar. 2.9 isotermal diagram pemanas untuk AISI 4140 baja. Laju pemanasan untuk mencapai memegang suhu 1020 C / s (1835 F /
s). Antara Ac3 dan AC1, struktur akhir adalah campuran austenit dan ferit. A, austenit. sumber: Ref 9

Diagram IT (Penguraian Austenite). Prosedur dimulai pada suhu tinggi, biasanya di


kisaran austenitik setelah memegang sana cukup lama untuk mendapatkan austenit homogen
tanpa karbida larut, diikuti dengan pendinginan cepat suhu terus diinginkan (Gbr. 5). Contoh
dari diagram IT diberikan pada Gambar. 6. pendinginan ini dimulai dari 850 C (1560 F).
A1 dan A3 suhu ditunjukkan serta kekerasan. Di atas A3 tidak ada transformasi dapat terjadi.
Antara A1 dan A3 hanya ferit dapat terbentuk dari austenit. Pada Gambar. 6, serangkaian
kurva fraksi isovolume ditampilkan; biasanya hanya 1% dan 99% kurva direproduksi.
Perhatikan bahwa kurva C berbentuk. Hal ini khas untuk kurva transformasi. A-suhu yang
lebih tinggi set kurva berbentuk C menunjukkan transformasi perlit dan suhu yang lebih
rendah set menunjukkan transformasi untuk bainit. Di antara yang ditemukan yang disebut
austenit bay, umum pasti baja paduan rendah yang mengandung jumlah yang cukup dari
elemen paduan karbida pembentuk seperti kromium atau molibdenum. (ASM Metal
Handbook volume 4, 1991)

2.4.2 Kurva CCT


Perlakuan panas isotermal tidak yang paling praktis untuk melakukan karena paduan
harus cepat didinginkan sampai dan dipertahankan pada suhu tinggi dari tinggi suhu di atas
eutektoid tersebut. Kebanyakan perawatan panas untuk baja melibatkan pendinginan

12
kontinyu spesimen ke suhu kamar. Diagram Transformasi isotermal ini hanya berlaku untuk
kondisi suhu konstan; diagram ini harus dimodifikasi untuk transformasi yang terjadi karena
suhu terus berubah. Untuk pendinginan terus menerus, waktu yang dibutuhkan untuk reaksi
untuk memulai dan mengakhiri tertunda. Dengan demikian kurva isotermal dialihkan ke kali
lebih lama dan suhu yang lebih rendah, seperti ditunjukkan pada Gambar 10.25 untuk paduan
besi-karbon komposisi eutektoid.

Gambar 2.10 superimposisi isotermal dan pendinginan terus menerus


transformasi diagram untuk eutektoid paduan besi-karbon.
[Diadaptasi dari H. Boyer (Editor), Atlas dari isotermal transformasi
dan Pendinginan transformasi Diagram, Amerika Masyarakat untuk
Logam, 1977, hal. 376.

13
Gambar 2.11 cukup cepat dan pendinginan lambat kurva ditumpangkan
pada terus menerus pendinginan transformasi diagram untuk eutektoid
paduan besi-karbon.

Sebuah plot yang mengandung awal dimodifikasi tersebut dan berakhir kurva reaksi
disebut sebagai transformasi pendinginan kontinyu (CCT) diagram. Beberapa kontrol dapat
dipertahankan atas laju perubahan suhu tergantung pada lingkungan pendingin.
Dua kurva pendinginan sesuai tarif cukup cepat dan lambat ditumpangkan dan diberi label
pada Gambar 10.26, lagi untuk baja eutektoid. Transformasi dimulai setelah periode waktu
yang sesuai dengan persimpangan dari kurva pendinginan dengan kurva reaksi awal dan
menyimpulkan setelah melintasi transformasi selesai kurva. Produk mikrostruktur untuk
pendinginan cukup cepat dan lambat kurva tingkat pada Gambar 10.26 yang halus dan kasar
perlit, masing-masing.
Biasanya, bainit tidak akan terbentuk ketika paduan komposisi eutektoid atau, hal
ini, setiap baja karbon biasa terus didinginkan sampai suhu kamar. Hal ini karena semua
austenit akan berubah ke perlit pada saat bainit yang transformasi telah menjadi mungkin.
Wilayah yang mewakili austenite- transformasi perlit berakhir tepat di bawah hidung
(Gambar 10.26) seperti yang ditunjukkan oleh kurva AB. Untuk setiap kurva pendinginan
melewati AB pada Gambar 10.26, transformasi berhenti pada titik persimpangan; dengan
terus pendinginan, tidak bereaksi austenit mulai mengubah untuk martensit setelah melintasi
M (start) line.
Berkenaan dengan representasi dari transformasi martensit, M (start), M (50%), dan
M (90%) garis terjadi pada suhu yang sama untuk kedua isotermal dan continuous cooling
transformation diagrams.. Hal ini dapat diverifikasi untuk paduan besi-karbon komposisi
eutektoid dengan perbandingan pada gamabr 10.22 dan 10.25. (Callister, 2009)

2.5 Rangkuman ASTM A255

14
Standar pengujian yang digunakan dalam pengujian hardenability adalah ASTM
A255 untuk metode pengujian Jominy. Untuk pengujian kekerasan digunakan standar ASTM
E18 dengan menggunakan skala kekerasan Rockwell-C (HRc)

Gambar 2.12. Standar Pengujian Spesimen ASTM A 255

2.6 Baja AISI 1045


Baja karbon AISI 1045 merupakan salah satujenis baja karbon rendah (0,43 0,50 %C berat)
yang banyak digunakan dipasaran karena memiliki banyak keunggulan. Baja ini memiliki
karakteristik : sifat mampu mesin yang baik, wear resistance-nya baik, dan sifat mekaniknya
menengah. Dengan bantuan diagram fasa yang merupakan landasan untuk perlakuan panas
bagi logam, dan diagram fasa besi-karbon diberlakukan untuk baja. Memahami diagram fasa
15
menjadi sebuah tuntutan karena terdapatnya hubungan antara struktur mikro dengan sifat-
sifat mekanis suatu material, yang semuanya berhubungan dengan karakteristik diagram
fasanya. Diagram fasa juga memberikan informasi penting tentang titik leleh, titik kristalisasi,
dan fenomena lainnya.

2.6.1 Struktur Baja AISI 1045

AISI 1045 adalah baja karbon yang mempunyai kandungan karbon sekitar 0,43 - 0,50 dan
termasuk golongan baja karbon menengah. Baja spesifikasi ini banyak digunakan sebagai
komponen automotif misalnya untuk komponen roda gigi pada kendaraan bermotor.
Komposisi kimia dari baja AISI 1045 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Baja AISI 1040

KODE C% Si% Mn% Mo% P% S%

AISI 0,4 0,1 0,060 0,025 0,004 0,005

1045 0,43 0,3 0,90 - Max max

Baja AISI 1045 disebut sebagai baja karbon karena sesuai dengan pengkodean internasional,
yaitu seri 10xx berdasarkan nomenklatur yang dikeluarkan oleh AISI dan SAE (Society of
Automotive Engineers). Pada angka 10 pertama merupakan kode yang menunjukkan plain
carbon kemudian kode xxx setelah angka 10 menunjukkan komposisi karbon. Jadi baja AISI
1045 berarti baja karbon atau plain carbon steel yang mempunyai komposisi karbon sebesar
0,45%. Baja spesifikasi ini banyak digunakan sebagai komponen roda gigi, poros dan
bantalan. Psesuai dengan fungsinya harus mempu menahan keausan akibat bergesekan
dengan rantai. Ketahanan aus didefinisikan sebagai ketahanan terhadap abrasi atau ketahanan
terhadap pengurangan dimensi akibat suatu gesekan Avner (1974). Pada umumnya ketahanan
berbanding lurus dengan kekerasan.

2.6.2 Klasifikasi baja AISI 1045

Baja dengan kadar karbon medium mempunyai sifat mampu tempa, cold drawing,machining,
heat treating (termasuk flame hardening) serta mempunyai sifat ketahananterhadap aus yang
baik dengan melalui perlakuan flame atau induction hardening. Baja inimerupakan salah satu
bahan untuk pembuatan kapak, baut, poros, machinery parts, lightlystressed gears, pinions
forming dies, hydraulic shafting, pump shafts, piston rods dan lainlain.

Berikut merupakan komposisi kimia dari baja AISI 1045 :


Tabel 2.1 Komposisi (% berat) Baja AISI 1045
Kandungan Unsur % Berat
C 0.42 0.50
Mn 0.50 0.80
Mn Si Maks. 0.40
S Maks. 0.040
Cr + Mo + Ni Maks. 0.63
16
Kekuatan Tarik, u 580 kg/mm2
Kekuatan Luluh, y 305 kg/mm2 Material baja AISI 1045 memiliki
Perpanjangan (elongation) 16 % sifat mekanik sebagai berikut :
Tabel 2.2 Sifat-Sifat Mekanik Baja
AISI 1045

2.7 Material AISI 4140


Material AISI 4140 berdasarkan komposisi kimia tergolong dalam jenis baja chromium-
molybdenum steel. Kekuatan tarik AISI 4140 bisa mencapai 1650 MPa ( 240 ksi ) melalui
perlakuan panas quench dan temper konvensional. Baja ini juga dapat digunakan pada suhu
setinggi 480 C ( 900 F ), tetapi kekuatannya menurun dengan cepat dengan semakin
meningkatnya suhu. Material AISI 4140 dapat tersedia dalam bentuk bar, batang, tempa,
lembaran, plat, strip, dan coran. Aplikasi baja dengan material AISI 4140 digunakan untuk
banyak mesin kekuatan tinggi seperti: connecting rods, poros engkol, as roda, batang piston,
collet, kunci pas, dan sprockets.
Komposisi kimia material AISI 4140 ditunjukkan pada tabel.
Tabel 1 Komposisi kimia AISI 4140
C (%) 0.380.4
3
Mn (%) 0.751.0
0
Si (%) 0.200.3
5
Cr (%) 0.801.1
0
Mo (%) 0.150.2
5
P (%) 0.035
S (%) 0.04

2.7.1 Aplikasi Baja Karbon AISI 4140


Dalam bidang material baja carbon sedang AISI 4140 merupakan low alloy chromium-
molybdenum steels dengan kadar carbon sedang yang termasuk dalam kategori construction
steels, yang memiliki kandungan 0,38-0,43% C, 0,75-1,00% Mn, 0,15-0,30% Si, 0,80-1,10%
Cr dan tambahan unsur lain yaitu 0,15-0,25% Mo, 0,04 Sulfur dan 0,035 Posphor. Salah satu
aplikasi baja AISI 4140 ini digunakan sebagai sebuah produk pin piston orisinil. Baja ini
relatif tangguh, dengan kemampuan forging yang tepat guna, berkekuatan sedang, baik dalam
kondisi penganilan maupun spereoidisasi.

17
Berdasarkan aplikasinya baja jenis ini dikembangkan dengan tujuan untuk memiliki sifat
mekanik terutama kekerasan, kekuatan dan ketahanan terhadap aus. Dengan Penelitian ini
diharapkan akan didapat peningkatan kualitas pin piston imitasi terhadap piston orisinil (AISI
4140).

BAB III
METODOLOGI

3.1 Diagram Alir

18
MULAI

PREPARASI ALAT DAN BAHAN

MEMOTONG BAJA AISI MENGELAS BAJA AISI 1045


1045 DAN BAJA AISI 4140 DAN BAJA AISI 4140

PEMANASAN BAJA AISI 1045 PADA TEMPERATUR


8600C DAN DIHOLDING SELAMA 60 MENIT

PEMANASAN BAJA AISI 4140 PADA TEMPERATUR


87000C DAN DIHOLDING SELAMA 30 MENIT

SPESIMEN DI UJI JOMINY

SPESIMEN DIUJI
HARDNESS ROCKWELL C

ANALISIS DATA DAN


PEMBAHASAN

SELESAI

3.2 Metode Penelitian


Mempersiapkan specimen dan alat. Lalu memotong dan membubut baja sesuai standar
ASTM A255. Kemudian memanaskan baja pada 925 C dan menahannya. Lalu melakukan
pengujian jominy pada specimen. Menguji kekerasan specimen menggunakan Hardness
Rockwell C. Menganalisa data yang telah diperoleh dan membahasnya. Kemudian
menyimpulkan hasil analisa yang telah dilakukan.
3.3 Material

19
1. Baja AISI 4140 1 buah
2. Baja AISI 1045 1 buah

Gambar 3.3 Dimensi dan Ukuran Spesimen Jominy Test


3.4 Alat
1. Gergaji 1 buah
2. Mesin Furnace 1 buah
3. Mesin Penguji Jominy 1 set
4. Mesin Hardness Test 1 buah
5. Kertas amplas grade 180 sampai 2000 1 lembar/grade
3.5 Prosedur Percobaan
1. Pembuatan spesimen dengan ukuran pada gambar 3.1

Gambar 3.1 Spesimen Jominy


2. Normalizing spesimen sesuai standar ASTM A255 (925 C 60 min)
3. Pemanasan spesimen sesuai standar ASTM A255 (925 C 30 min)
4. Pendinginan spesimen jominy pada alat uji jominy

20
Gambar 3.2 Alat Uji Jominy
5. Pengujian Hardness pada jarak 1/16 inc hingga 10/16 inc
3.6 Skema Percobaan

Gb 1. Furnace Gb 2. Pendinginan Spesimen pada Alat Uji


Jominy

Gb 3. Pengujian Hardness Spesimen Gb 4. Spesimen Jominy

21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengujian Jominy
Table IV.1 Titik Uji dan KekerasanTabel IV.2 Titik Uji dan Kekerasan Baja AISI 1045
Baja AISI 4140
Titik Jominy HRC
(1/16)
1. 70
2. 67,3
3. 66.2
4. 63
5. 68
6. 68,1
7. 67
8. 65,7
9. 66
10. 65
11. 61
12. 62
13. 56
14 54
15. 53
16. 55
18. 52
20. 54,4
22. 55,3
24. 53,8
26. 54
28. 55,2
30. 46,2
32. 44

22
Gambar 4.1 Gambar pita hardenability baja AISI 1045

Gambar 4.2 Gambar pita hardenability Baja AISI 4140

IV.2 Perhitungan Hardenability Menurut Komposisi Kimia


IV.2.1 Baja AISI 1045
Berikut ini merupakan komposisi kimia baja AISI 1045 menurut standar ASTM A 875-85
Tabel IV.3 Komposisi Kimia Baja AISI 1045 (ASTM A 875-85)
Komposisi Unsur C Mn Si P S
Maximum (%) 0,5 0,9 0,4 0,035 0,04
Minimum (%) 0,42 0,6 0,15 0 0
Di dapatkan dari grafik nilai diameter kritis (D0) dengan asumsi butir austenit ASTM grain
size No.7

23
Gambar 4.3 Kurva harga D0 sebagai fungsi kadar karbon dengan ukuran butir austenit
dari baja
Kadar karbon dalam baja ada sebanyak 0,45% dengan grain size ASTM no.7, sehingga
didapat nilai D0 sebesar 0,229. Kemudian dicari nilai Multiplying Factor dari tiap-tiap unsur
paduan.
Tabel IV.4 Multiplying Factor Unsur Paduan Baja AISI 1045
Komposisi Mn Si
Maksimum 0,9 0,4
MF 4,000 1,280
Minimum 0,6 0,15
MF 3,000 1,105

Dari sini bias dicari nilai diameter kritis idealnya (Di)


Di maksimum = 0,229 x 4 x 1,280
= 1,17248 inch
Di minimum = 0,229 x 3 x 1,105
= 0,759135 inch
Selanjutnya menentukan Initial Hardness (IH) dengan 50% martensite di dapatkan dari tabel
7 ASTM A 255 dengan berdasarkan pesentase karbon. Dengan menggunakan persen karbon
0.45% didapatkan Initial Hardnessnya sebesar 45 HRC.
Kemudian dalam menentukan Dividing Factor (DF) dengan nilai Di= 1,173 inch dapat dilihat
dari tabel 2 dan tabel 3 ASTM A 255
Titik
2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 14 16
Jominy
DF 1,10 1,35 1,85 2,20 2,48 2,59 2,69 2,81 2,94 3,20 3,32 3,44
(inch)

Kemudian menentukan kekerasan (DH) pada tiap tiap titik Jominy dengan DH=IH/DF

24
Tabel IV.5 Kekerasan pada tiap tiap titik Jominy
Titik
2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 14 16
Jominy

DH (HRC) 40,91 33,33 24,32 20,45 18,15 17,37 16,73 16,01 15,31 14,06 13,55 13,08

Gambar 4.4 Pita hardenability baja AISI 1045

IV.2.2 Baja AISI 4140


Berikut ini merupakan komposisi kimia dari baja AISI 4140 berdasarkan ASTM A
875-85
Tabel IV.6 Komposisi Kimia Baja AISI 4140 (ASTM A 875-85)
Komposisi Unsur C Mn Si Mo Cr
Maximum (%) 0,43 1,0 0,35 0,23 1,10
Minimum (%) 0,38 0,75 0,20 0,15 0,8

Berdasarkan dari grafik nilai diameter kritikal (D0) dengan asumsi butir austenit ASTM grain
size No.7

25
Gambar 4.5 Kurva Harga D0 sebagai fungsi kadar karbon dengan ukuran butir
austenit dari baja
Dengan kadar karbon 0,40% karbon dan grain size ASTM No.7, diperoleh D0 sebesar 0,219
inch. Kemudian menentukan Multiplying Factor (MF) tiap unsur paduan dapat diketahui
berdasarkan tabel 6 ASTM A 255 untuk dapat menghitung diameter kritis ideal (Di)
Tabel IV.7 Multiplying Factor Unsur Paduan Baja AISI 4140
Komposisi Mn Si Mo Cr
Maksimum 1,0 0,35 0,23 1,10
MF 4,33 1,245 1,69 3,376
Minimum 0,75 0,20 0,15 0,80
MF 3,5 1,140 1,45 2,728
Maka, Di = D0 x MF
Di maksimum= D0 x MFunsur paduan
Di maksimum= D0 x MFunsur paduan Mn x MFunsur paduan Si x MFunsur paduan Mo x MFunsur paduan Cr
Di maksimum= 0,219 x 4,33 x 1,245 x 1,69 x 3,376
Di maksimum= 6,74 inch
Di minimum = D0 x MFunsur paduan Mn x MFunsur paduan Si x MFunsur paduan Mo x MFunsur paduan Cr
Di minimum = 0,219 x 3,5 x 1,140 x 1,45 x 2,728
Di minimum = 3,46 inch.
Kemudian, menentukan Initial Hardness (IH) dengan 50% martensite di dapatkan dari tabel 7
ASTM A 255 dengan berdasarkan pesentase karbon. Dengan menggunakan persen karbon
0.40% didapatkan Initial Hardnessnya sebesar 43 HRC.
Kemudian dalam menentukan Dividing Factor (DF) dengan nilai Di= 6,74 inch dapat dilihat
dari tabel 2 dan tabel 3 ASTM A 255

Titik
2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 14 16 18 20 24 28 30
Jominy

DF
1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,04 1,06 1,07 1,08 1,14 1,16 1,21
(inch)

Kemudian menentukan kekerasan (DH) pada tiap tiap titik Jominy dengan DH=IH/DF
26
Titik 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 14 16 18 20 24 28 30
Jomin
y
DH(H 43, 43, 43, 43, 43, 43, 43, 43, 43, 43, 41, 40, 40, 39, 37, 37, 35,
RC) 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 35 57 19 81 72 07 54

Tabel IV.8 Kekerasan pada tiap tiap titik Jominy

Gambar 4.6 Pita hardenability baja AISI 4140

IV.3 Perbandingan Hasil Pengujian dan Perhitungan

Gambar 4.7 Pita hardenability hasil pengujian dan perhitungan baja AISI 1045

27
Gambar 4.8 Pita hardenability hasil pengujian dan perhitungan baja AISI 4140

IV.4. Pembahasan
Dari hasil pengujian yang dilakukan didapatkan data cukup berbeda dari hasil teori
perhitungan komposisi kimia. Pada baja AISI 1045, dari hasil pengujian diujung diperoleh
data kekerasan sebesar 43 HRC dan hasil perhitungan berdasarkan teori perhitungan
komposisi kimia diperoleh kekerasan sebesar 45 HRC (50% martensite). Untuk kekerasan
diujung spesimen ini memang tidak terlalu jauh, namun jika dilihat di titik lainnya, secara
teori atau perhitungan titik 3/16 dan selanjutnya, kekerasan langsung cendurung menurun.
Akan tetapi, bila melihat hasil pengujian, kekerasan pada setelah diujung di quench tidak jauh
berbeda dengan kekerasan diujung tadi. Hal ini bertentangan dengan teori yang ada, dimana
pada baja AISI 1045 memiliki hardenability yang cukup baik. Oleh karena itu, pengerasan
untuk jarak yang cukup jauh dari ujung quench seharusnya hardenability tidak terlalu rendah,
pengerasan hanya efektif di daerah dekat ujung quench. Hardenability pada baja AISI 1045
dapat dilihat juga dari kurva CCT untuk baja tersebut.

Gambar 4.9 Kurva CCT Baja AISI 1045

28
Dari kurva CCT tersebut, dapat kita lihat bahwa kurva CCR-nya (Critical Cooling Rate)
cukup besar atau dekat dengan sumbu kiri dengan kata lain laju pendinginannya tinggi. Hal
ini mengakibatkan untuk memperoleh 100% martensite haruslah dengan sangat cepat.
Hardenability dipengaruhi oleh komposisi kimia baik kadar karbon maupun unsur paduan
lainnya. Pada baja AISI 1045 kadar karbonnya 0,45% dimana tergolong cukup untuk
membentuk kekerasan maksimal pada martensite. Namun karena baja AISI 1045 adalah baja
paduan rendah, kurva CCTnya tidak terlalu mendukung untuk terbentuknya 100% martensite.
Pada baja AISI 4140 diperoleh nilai kekerasannya yang cukup jauh antara hasil
pengujian dengan perhitungan. Pada ujung diquench berdasarkan hasil pengujian diperoleh
nilainya 70 HRC, sedangkan untuk hasil perhitungan berdasarkan teori komposisi kimia
kekerasan pada ujungnya berkisar 43 HRC. Namun berbeda dengan baja AISI 1045, baja
AISI 4140 grafik antara hasil pengujian dan hasil perhitungan menunjukkan kemiripan satu
sama lain, dimana nilai kekerasan pada ujung quench ke titik lainnya tidak jauh menurun. Hal
ini mengindentifikasikan bahwa hardenability baja AISI 4140 cukup besar dan merata untuk
setiap titik pada batang Jominy.

Gambar 4.10 Kurva CCT baja AISI 4140

Jika dibandingkan dengan kurva CCT baja AISI 1045, CCR untuk baja AISI 4140 sedikit
lebih rendah, artinya untuk baja AISI 4140 cenderung memiliki hardenablity yang lebih besar
dari pada baja AISI 1045. Hal ini juga didukung, pada baja AISI 4140 memilki unsur paduan
yang jauh lebih banyak dari pada baja AISI 1045, hal ini mengekibatkan transformasi perlit
akan lebih lambat, sehingga akan menggeser kurva CCT sedikit ke kanan. (Dewi
Lestari;2013)
Dalam praktikum kali ini, dari hasil pengujian dan teori banyak yang tidak sesuai hal
ini dapat disebabkan berbagai hal. Pertama pada pengujian kekerasan batang jominy,
cenderung susah dilakukan dengan alat yang disediakan. Terutama saat menguji kekerasan
29
pada ujung batang, ketika ditusuk dengan indentor, batang jominy bagian belakang akan
terangkat naik. Hal ini akan mengurangi nilai kekerasan yang dihasilkan pada mesin.

30
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Dari analisa yang telah dilakukan pada hasil percobaan dan perhitungan hardenability maka
dapat disimpulkan:
1. Baja AISI 4140 memiliki hardenability yang lebih baik dari Baja AISI 4140
2. Hasil pengujian dan hasil teoritis menunjukkan bahwa baja AISI 1045 memiliki
hardenability yang lebih rendah dari baja AISI 4140.
3. Hasil pengujian menunjukkan baja AISI 4140 memiliki kekerasan maksimum yang
lebih tinggi dari baja AISI 1045, hasil teori menunjukkan baja AISI 1045 memiliki
kekerasan maksimum lebih tinggi dari 4140
4. Penambahan unsur paduan seperti Mo dan Cr akan meningkatkan hardenability dari
baja.

5.2 Saran
1. Lebih teliti dalam pengukuran hardness.
2. Spesimen lebih diratakan lagi untuk uji hardness.

31

Anda mungkin juga menyukai