Anda di halaman 1dari 30

OLEH :

VENORITA PERMANASARI 2711100027


RIFQI AULIA TANJUNG 2711100071

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2014

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Suatu proses laku panas (heat treatment) adalah proses pemanasan dan
pendinginan pada suatu paduan logam dengan tujuan untuk memperoleh suatu
sifat tertentu. Paduan yang paling sering diberi perlakuan panas adalah baja.
Dalam proses laku panas baja, biasanya pemanasan dilakukan hingga mencapai
temperature austenite (diatas 720 0C), kemudian ditahan pada temperature tersebut
hingga beberapa saat, lalu didinginkan dengan laju pendinginan tertentu.
Karenanya sifat mekanik baja setelah akhir suatu proses laku panas akan banyak
ditentukan oleh laju pendinginan.
Laju pendinginan yang terjadi di lapangan pun sangat jarang dijumpai laju
pendinginan yang sangat lambat (ekuilibrium), hal ini terjadi karena banyak aspek
yang mempengaruhi. Untuk itu, ketika harus menggunakan diagram fasa yang
ekuilibrum, sudah tidak relevan. Oleh karena itu, maka mulai muncul atau mulai
mempelajari ketika laju pendinginan tidak sangat lambat. Salah satu contohnya
yaitu transformasi pada temperatur konstan. Dalam membuat transformasi ini
berlangusng pada temperature konstan (isothermal) dapat dipelajari waktu mulai
dan berakhirnya transformasi dan lain lain, yang berguna untuk menentukan
prosedur laku panas yang harus dilakukan untuk menghasilkan baja dengan
struktur mikro tertentu. Namun, ketika transformasi yang terjadi adalah
transformasi pada temperature yang kontinyu, diagram tersebut tidak bisa
dijadikan acuan, karena diagram mengalami pergeseran. Untuk pemahaman yang
lebih

lanjut,

maka

dilakukan

praktikum

terkait

Continuous

Cooling

Transformation (CCT-Diagram) agar pemahaman dapat maksimal terkait materi


tersebut.
Sifat mekanik baja akan mengalami perubahan jika mengalmi proses
pendinginan dengan laju pendinginan yang berbeda-beda. Jika baja didinginkan
sangat cepat(quench), pertumbuhan butir sangat terbatas sehingga butir (grain)
berukuran kecil (halus). Dan jika laju pendingainan diperlambat, maka butir
(grain) memiliki waktu yang cukup untuk tumbuh dan menjadi besar. Butiran

(grain) yang kecil menghasilkan kekuatan mekanik yang besar, dan begitu juga
sebaliknya.
Pendinginan cepat (quench) ujung sebuah baja dilaksanakan berdasarkan
standard ASTM A255, dimana secara umum diketahui sebagai Jominy Test.
Karakterisasi dari ujung spesimen yang di quench dilakukan melalui uji kekerasan
dan metallographi. Uji kekerasan dilakukan berdasarkan standard ASTM E18.
Pendinginan baja dilakukan dengan menyemprotkan air pada ujung baja. Aliran
air dipastikan hanya mendinginkan ujung dari batang uji baja.waktu pendinginan
dimonitor sehingga transformasi fase terjadi secara sempurna.
I.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan kali ini adalah :
1.
2.

Mengetahui nilai kekerasan baja AISI 1045.

Mengetahui struktur mikro baja AISI 1045.


3.

Membandingkan hardenability hasil Jominy dengan hasil perhitungan

berdasarkan komposisi kimia.


4.

Membandingkan distribusi kekereasan penampang hasil pengukuran

dengan hasil perhitungan

I.3 Sasaran Pembelajaran

Mahasiswa dapat mengetahui prosedur pengujian hardenability.

Mahasiswa dapat membandingkan hasil Jominy dengan hasil perhitungan.

Mahasiswa dapat menganalisis keberadaan martensit pada baja.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. Baja AISI 1045


Baja karbon AISI 1045 merupakan salah satu jenis baja karbon rendah
dengan kandungan karbon antara 0.43-0.5% dan banyak digunakan di pasaran
karena mempunyai banyak keunggulan. Baja ini memiliki karakteristik : Sifat
mampu mesin yang baik (machineability), ketahanan terhadap aus yang baik
(good wear resistance), sementara sifat mekaniknya secara umum masuk dalam
kategori menengah (seperti: ductility, toughness, hardness dll.).
Dengan bantuan diagram fasa yang merupakan landasan untuk perlakuan
panas bagi logam, dan diagram fasa besi-karbon (Fe-C) diberlakukan untuk baja.
Memahami diagram fasa logam menjadi sebuah tuntutan karena terdapat
hubungan antara struktur mikro dengan sifat-sifat mekanik suatu material, yang
kesemuanya berhubungan erat dengan karakteristik dari fasa-fasanya. Diagram
fasa juga memberikan informasi-informasi penting tentang titik leleh (Melting
point), titik kristalisasi (Crystalization point) serta fenomena lainnya. Adapun
komposisi standar dari baja AISI 1045 adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Komposisi Baja AISI 1045

(Nugroho;2005)
II.2 Continuous Cooling Transformation
Diagram Continuosus Cooling Transformation, atau biasa disebut CCT
Diagram, merupakan diagram yang menggambarkan hubungan antara laju
pendinginan kontinyu dengan fasa atau struktur yang terbentuk setelah terjadinya
transformasi fasa.
Dengan pendinginan kontinyu, seperti yang terjadi pada proses laku panas,
bentuk diagram akan mengalami beberapa perubahan sebagai akibat dari
pendinginan itu sendiri. Untuk pendinginan yang kontinyu ini dapat diturunkan

dari I-T diagram, suatu diagram transformasi lain yang dinamakan CCT Diagram
(Continuous Cooling Transformation Diagram).
Pada CCT Diagram tidak terdapat daerah transformasi austenite bainit
karena pada pendinginan kontinyu transformasi ini terhalang oleh hidung
diagram, pada baja ini tidak dapat diperoleh bainit dengan laju pendinginan
kontinyu. Pada baja paduan keadaanya berbeda, kurva transformasi austenite
bainit juga ada, kurva ini membentuk lutut yang ada berada disebelah kiri
bawah hidung.
Letak kurva transformasi dalam suatu diagram transformasi dipengaruhi
oleh dua faktor utama yaitu komposisi kimia dari baja dan ukuran butir kristal
austenite. Pada umumnya makin tinggi kadar karbon dan atau unsur paduan dan
atau makin besar ukuran butir Kristal austenite, maka letak kurva transformasi
dalam suatu diagram transformasi akan makin kekanan. Dengan demikian CCR
makin lambat, makin mudah melakukan pendinginan untuk membentuk martensit,
makin mudah untuk dikeraskan.

Gambar 2.1. Diagram Transformasi Pendinginan Kontinyu

II.3 Quenching
Perlakuan baja ini dilakukan dengan memanaskan baja hingga fasa menjadi
austenit dan didinginkan secara cepat (lihat diagram CCT baja karbon rendah).
Media pendinginan cepat seperti air, oli, garam atau media pendingin lainnya.
Tujuan utama perlakuan ini untuk meningkatkan kekerasan baja.
Quenching merupakan salah satu teknik perlakuan panas yang diawali
dengan proses pemanasan

sampai temperatur austenit (austenisasi) diikuti

pendinginan secara cepat, sehingga fasa austenit langsung bertransformasi secara


parsial membentuk struktur martensit. Austenisasi dimulai pada temperatur
minimum 50C di atas A3, yang merupakan temperatur aktual transformasi fasa
ferit, perlit, dan sementit menjadi austenit. Temperatur pemanasan hingga fasa
austenit untuk proses quenching disebut juga sebagai temperatur pengerasan
(hardening temperatur). Dan setelah mencapai temperatur pengerasan, dilakukan
penahanan selama beberapa menit untuk menghomogenisasikan energi panas
yang diserap selama pemanasan, kemudian didinginkan secara cepat dalam media
pendingin. Pada percobaan kami media pendingin yang didinginkan adalah air.
Tujuan utama quenching adalah menghasilkan baja dengan sifat kekerasan
tinggi. Sekaligus terakumulasi dengan kekuatan tarik dan kekuatan luluh, melalui
transformasi austenit ke martensit. Proses quenching akan optimal jika selama
proses transformasi, struktur austenit dapat dikonversi secara keseluruhan
membentuk struktur martensit. Hal-hal penting untuk menjamin keberhasilan
quenching dan menunjang terbentuknya martensit khususnya, adalah: temperatur
pengerasan, waktu tahan, laju pemanasan, metode pendinginan, media pendingin
dan hardenability. Normalizing merupakan proses laku panas 50 0C diatas
temperatur kristalisasi.

II.4 Normalizing
Normalizing merupakan proses laku panas 500C diatas temperatur
kristalisasi

sekitar

temperatur

800 0-9000C.

Tujuan

proses

ini

adalah

untuk menghasilkan baja yang lebih kuat dan keras dibandingkan dengan baja
hasil proses full anneling, jadi aplikasi penerapan dari proses normalizing
digunakan sebagai final treatment. Pengerjaan ini dilakukan dengan memanaskan

baja hingga menjadi fasa austenit penuh dan didinginkan di udara hingga
mencapai temperatur kamar. Fasa yang dihasilkan berstruktur ferrite dan pearlite
tergantung komposisi unsur karbon. Normalizing pada umumnya menghasilkan
struktur yang halus, sehingga baja dengan komposisi kimia yang sama akan
memiliki yield strength, UTS, impact strength dan kekerasan akan lebih tinggi dari
pada hasil full annealling. Normalizing dapat juga dilakukan pada benda hasil
tempa untuk menghilangkan internal stress dan menghaluskan butiran kristalnya.
Sehingga sifat mekanisnya menjadi lebih baik. Normalizing dapat juga
menghomogenkan struktur mikro sehingga dapat memberi hasil yang bagus dalam
proses hardening, sehingga umumnya sebelum di hardening baja harus di
normalizing terlebih dahulu.
Pada normalizing pemanasan sebaiknya tidak terlalu tinggi karena butir
kristal austenit yang terjadi akan terlalu besar, sehingga pada pendinginan cepat
ferit proeutektoid akan membentuk struktur Widmanstaten yang berupa pelatpelat ferrit yang sejajar, yang tumbuh didalam butir kristal austenit kasar yang
akan menurunkan keuletan/ketangguhan suatu baja. Pada pendinginan yang agak
cepat, inti ferrit proeutektoid tidak tumbuh secara normal menjadi butir-butir
kristal, tetapi akan tumbuh dengan cepat membentuk ferrit berupa pelat kearah
bidang kristalografik tertentu di dalam butir austenit. Normalizing menyebabkan
letak titik eutektoid juga akan berubah menjadi

lebih kekiri untuk baja

hypereutektoid, jadi titik eutektoid tidak lagi 0,8% C. Pendinginan yang lebih
cepat akan menyebabkan lamel sementit pada perlit menjadi lebih tipis juga
sementit network pada baja hipereutektoid menjadi lebih tipis atau terputus-putus.
Normalizing pada umumnya menghasilkan struktur yang halus, sehingga baja
dengan komposisi kimia yang sama akan memiliki yield strength, UTS,
kekerasan, dan impak strength akan lebih tinggi dari pada hasil full annealing.

II.5 Full Annealing


Merupakan proses perlakuan panas untuk menghasilkan perlite yang kasar
(coarse pearlite) tetapi lunak dengan pemanasan sampai austenitisasi dan
didinginkan di dalam tungku. Pada proses full annealing ini biasanya dilakukan
dengan memanaskan logam sampai keatas temperature kritis (untuk baja

hypoeutectoid , 25 Derajat hingga 50 Derajat Celcius diatas garis A3 sedang


untuk baja hypereutectoid 25 Derajat hingga 50 Derajat Celcius diatas garis A1).
Kemudian dilanjutkan dengan pendinginan yang lambat. Perlu diketahui bahwa
jika selama pemanasan berada dibawah temperature kritis (garis A1) maka belum
terjadi perubahan struktur mikro. Perubahan baru mulai terjadi bila temperature
pemanasan mencapai garis atau temperature A1 (butir- butir Kristal pearlite
bertransformasi menjadi austenite yang halus).
Pada baja hypoeutectoid bila pemanasan dilakukan diatas temperature lebih
tinggi dari A1 maka butir kristalnya mulai bertransformasi menjadi sejumlah
Kristal austenite yang halus. Dengan memberikan temperatur tersebut dan
memberi waktu penahanan (holding time) seperlunya maka akan diperoleh
austenite yang lebih homogen dengan butiran kristal yang juga masih halus
sehingga bila nantinya didinginkan dengan lambat akan menghasilkan butir-butir
Kristal ferrite dan pearlite yang kasar. Baja yang dalam proses pengerjaannya
mengalami pemanasan sampai temperature yang terlalu tinggi ataupun waktu
tahan (holding time) terlalu lama biasanya butiran kristal austenitenya akan terlalu
kasar dan bila didinginkan dengan lambat akan menghasilkan ferrit atau pearlite
yang kasar sehingga sifat mekaniknya juga kurang baik (kekerasan turun).

II. 6 Hardenability
Hardenability adalah ukuran kemampuan suatu material untuk membentuk
fasa martensite. Hardenability dapat diukur dengan beberapa metode. Diantaranya
metode jominy dan metode grossman. Dari metode tersebut kita akan
mendapatkan kurva antara harga kekerasan dengan jarak quenching dari pusat
quench. Asumsi :
Laju pendinginan sangat lambat
Laju Pemanasan lambat
Terjadi mekanisme difusi (perpindahan atom secara individual dari konsentrasi
tinggi ke konsentrasi rendah)
Perlu dibedakan pengertian kekerasan dengan kemampukerasan.
Hardenability adalah kemampuan untuk mengeras sampai kekerasan tertentu pada

suatu bahan. Bila bahan tersebut dikenakan suatu perlakuan panas. Sedangkan
kekerasan adalah kemampuan bahan untuk menahan penetrasi dari luar. Besarnya
kekerasan dipengaruhi beberapa faktor :
1.

Kandungan Karbon
Semakin besar kandungan karbon semakin tinggi kekerasannya sehingga menjadi
getas.

2.

Jarak Pendinginan
Jarak pendinginan pada speciment setelah mengalami perlakuan panas pada
tiap titik akan berbeda- beda, semakin jauh jarak pendinginan maka kekerasannya
akan semakin kecil.

3.

Heat Treatment
Pada prinsipnya, perlakuan panas pada baja untuk membuat homogen unsur
unsur paduan yang terdapat pada dalam logam sehingga didapat komposisi yang
seragam (uniform) dan mempunyai kekerasan tertentu dengan mengukur laju
pendinginan.
Perlakuan panas atau heat treatment dapat didefinisikan sebagai kombinasi
antara operasi pemanasan dan pendinginan terhadap logam dalam keadaan padat
dengan waktu tertentu dengan maksud memperoleh sifat tertentu. Langkah
pertama dalam setiap perlakuan panas adalh memanaskan logam itu sampai ke
suatu temperatur tertentu, lalu menahan beberapa saat pada temperatur tersebut,
dan kemudian mendinginkannya dengan laju pendinginan tertentu. Selama
pemanasan dan pendinginan ini akan terjadi beberapa perubahan struktur mikro,
dapat juga peruterjadi perubahan fase dan atau bentuk atau ukuran butiran
kristalnya. ( Wahid Suherman, 2001)
Tujuan dari proses perlakuan panas ini pada umumnya ialah untuk
memperbaiki sifat mekanik dari suatu material, misalnya untuk menaikkan
kekuatan dan kekerasan pada logam. Selain untuk menaikkan kekerasan dan
kekuatan, proses perlakuan panas juga ditujukan untuk menghilangkan tegangan
sisa pada suatu logam akibat proses produksi yang telah dialami, misalnya proses
rolling.
Struktur mikro yang terjadi pada suatu proses laku panas, selain ditentukan
oleh komposisi kimia dari logam/paduan dan proses laku panas yang dialami, juga

oleh struktur atau kondisi awal dari benda kerja. Paduan dengan komposisi kimia
yang sama, mengalami proses laku panas yang sama, mungkin akan menghasilkan
struktur mikro yang berbeda bila kondisi awalnya berbeda. Struktur atau kondisi
awal ini banyak ditentukan oleh pengerjaan dan atau proses laku panas yang
dialami sebelumnya. (Wahid Suherman, 2001)
Sifat mampu keras dari baja tergantung pada komposisi kimia dan kecepatan
pendinginan.Tidak semua baja dapat dinaikkan kekerasannya. Baja karbon
menengah dan baja karbon tinggi dapat dikeraskan, sedangkan baja karbon rendah
sulit untuk dikeraskan. Kandungan karbon yang tinggi mempercepat terbentuknya
fasa martensityang menjadi sumber dari kekerasan dari baja. Kekerasan
maksimum hanya dapatdicapai bila terbentuknya martensit 100%. Baja dapat
bertransformasi dari austenit keferrit dan karbida. Trasformasi terjadi pada suhu
tinggi sehingga kemampuan kekerasannya rendah. Percobaan Jominy, bertujuan
untuk mengetahui Hardenability suatu logam. Cara untuk mengetahuinya adalah:
Bila laju pendinginan dapat diketahui, kekerasan dapat lansung dibaca dari kurva
hardenability.
Bila kekerasan dapat diukur, laju pendinginan dari titik tersebut dapat diperoleh.
Pada uji Jominy ini, material dipanaskan dalam tungku dipanaskan
sampaisuhu transformasi (austenit) dan terbentuk sedemikian rupa sehingga
dapatdipasangkan pada aparatus Jominy kemudian air disemprotkan dari bawah,
sehinggamenyentuh permukaan bawah spesimen. Dengan ini didapatkan
kecepatan pendinginan ditiap bagian spesimen berbeda-beda. Pada bagian yang
terkena air mengalami pendinginan yang lebih cepat dan semakin menurun
kebagian yang tidak terkena air. Dari hasil pengukuran kekerasan tiap-tiap bagian
dari spesimen akandidapatkan kurva Hardenability Band.

Kurva Hardenability dan Hardenability Band

II. 7

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sifat Mampu Keras


Hal-hal yang mempengaruhi sifat mampu keras suatu material adalah:

1.

Kecepatan pendinginan
Setelah logam dipanaskan, lalu dilakukan pendinginan cepat, maka logam
akan menjadi semakin keras. Proses pendinginan material dapat dilakukan dengan
beberapa cara yaitu:
Annealing
Pemanasan material sampai suhu austenit (720 C) lalu diholding
kemudiandibiarkan dingin didalam tungku. Proses ini menghasilkan material yang
lebih lunak dari semula.

Normalizing
Pemanasan material sampai suhu austenit lalu diholding kemudian
didinginkan di udara.
Quenching
Pemanasan material sampai suhu austenit lalu diholding kemudiandilakukan
pendinginan cepat, yaitu dicelupkan kedalam media. Medianyaadalah air, air
garam dan oli. Proses ini yang menghasilkan material yang lebih keras dari
semula.
2.

Komposisi kimia
Komposisi kimia menentukan Hardenability Band. Karena komposis
material menentukan struktur dan sifat material. Semakin banyak unsur kimia
yangmenyusun suatu logam, maka makin keras logam tersebut

3.

Kandungan karbon
Semakin banyak kandungan karbon dalam suatu material maka makin
kerasmaterial tersebut. Hal inilah yang menyebabkan baja karbon tinggi memiliki
kekerasan yang tinggi setelah proses pengerasan kerena akan membentuk
martensit yang memiliki kekerasan yang sangat tinggi.

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

III.1 Standar Pengujian


Standar pengujian yang digunakan dalam praktikum hardenability adalah
ASTM A225 dan standar pengujian untuk hardness pada percobaan Jominy
adalah ASTM E18.

III.2.1 Alat-alat percobaan


1.

Furnace

1 buah

2.

Mikroskop Optik

1 buah

3.

Mesin Uji Hardness

1 buah

4.

Alat Uji Jominy

1 buah

5.

Mesin Polish 1 buah

6.

Kain Beludru secukupnya

7. Kertas amplas grade 80, 120, 240, 320,400, 500,


1000, 1200,1500, 2000

secukupnya

III.2.2 Bahan-bahan Percobaan


1. Baja AISI 1045

1 spesimen

2. Baja AISI 1045 untuk Jominy

1 buah

(Diameter:25 mm Panjang:100 mm)


3. Larutan Nital

secukupnya

(2 mL HNO3 ditambah 98 mL Alkohol 90%)


4. Metal polish

secukupnya

5. OLI SAE 40 (tanpa agitasi)

secukupnya

III.3 Prosedur Percobaan


3.3.1. Prosedur Percobaan Jominy test
1. Menyiapkan spesimen uji (baja AISI 1045) panjang = 110 mm, diameter = 25 mm.
2. Memasukkan spesimen dan memanaskannya dalam furnace dengan temperatur 850oC .
3. Holding time di dalam furnace selama 30 menit .
4. Mengeluarkan spesimen dari furnace ke mesin jominy test.
5. Mengatur debit air yang keluar dari jominy test dan menyemprotkannya ke ujung
spesimen hingga temperatur kamar.
6. Menandai spesimen menjadi 1/16 inchi bagian mulai dari ujung yang terkena air.
7. Melakukan uji hardness di bagian yang telah ditandai.

3.3.2 Prosedur Percobaan Hardening

1. Melakukan preparasi specimen dengan pemotongan.


2. Memanaskan specimen hingga temperature 875C dan mengholdingnya selama 1
jam
3. Memasukkan ke media quench Oli tanpa agitasi
4. Menghaluskan dua permukaan specimen dengan Gerinda atau kertas Amplas.
5. Melakukan pengujian kekerasan di 3 titik berbeda untuk permukaan pertama.
6. Melakukan polishing untuk permukaan kedua dengan metal polish pada mesin
polish.
7. Mengetsa permukaan kedua dengan Nital hingga buram karena terkorosi
8. Membilas permukaan dengan air
9. Mengamati dan menganalisis Struktur mikro yang terbentuk
menggunakan Mikroskop Metallurgy.

dengan

III. 4 Diagram Alir Percobaan


Mulai

Preparasi Alat dan Bahan

Memotong baja AISI 1045


Sesuai standar

Memotong baja AISI


Sesuai standar

Pemanasan 875C dan


holding 1 jam

Pemanasan C dan
holding jam

Grinding

Pengujian Jominy

Hardness test

Polishing,dan
etching
Uji struktur
mikro

Analisis Data dan


Pembahasan

Selesai

Hardness test

BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
IV.1

ANALISIS DATA

IV.1.1 Kekerasan Baja AISI 1045


Hasil pengujuan kekerasan baja AISI 1045 skala Rockwell C (HRC)
sebagai berikut:
Tabel 4.1 Kekerasan baja AISI 1045 dengan laju pendinginan berbeda:
Kekerasan
Titik Ke

Rockwell, HRC
1045

35

39

31

IV.1.2 Struktur Mikro Baja 1045


A. Baja AISI 1045

Gambar 4.1: Struktur mikro AISI 1045 Tepi (200x)


Dari hasil metallography pada Struktur Mikro AISI 1045 diambil pada
bagian tepi (Gambar 4.1) dapat kita lihat bahwa terdapat fasa bainit dan ferrite.

Daerah yang terlihat coklat gelap adalah daerah bainit dan daerah yang terlihat
lebih terang adalah daerah ferrite.

Gambar 4.2 Struktur Mikro AISI 1045 Tengah (200x)


Setelah di ambil metallography kedua pada bagian tengah Struktur Mikro AISI
1045 perbesaran 200x (Gambar 4.2) dapat kita lihat lebih banyak bagian yang
lebih terang karena di bagian tengah lebih banyak. Hal ini menandakan banyaknya
fasa ferrite dibandingkan fasa bainit.
Terbentuknya dua fasa tersebut dikarenakan perlakuan yang diberikan kepada
specimen. AISI 1045 dipanaskan hingga temperature austenisasi kemudian
didinginkan selama 1 jam hingga temperature kamar. Austenit akan mulai
membentuk ferit pada daerah F dari diagram CCT AISI 1045 seperti ditunjukkan
gambar 4.3. pada gambar tersebut dapat austenite yang belum berubah
sepenuhnya menjadi ferrite kemudian memasuki daerah bainit, sehingga sisa
austenite yang belum menjadi ferrite akan membentuk bainit hingga akhir
pendinginan tidak ada austenite yang tersisa.

Gambar 4.3. CCT Diagram AISI 1045


Dari Gambar 4.3 dapat kita lihat garis merah sebagai representative perlakuan
panas yang diberikan kepada baja AISI 1045 pada praktikum ini.
ANALISA DATA
o Data susunan komposisi Spesimen
Tabel 4.2 komposisi Spesimen
Komposisi Spesimen

AISI 1045

%C

04-0.45

%Si

0.1-0.3

%Mn

0.6-0.9

%Mo

0.025

%P

Max 0.04

%S

Max 0.05

o Hasil Pengujian Hardness

Tabel 4.3 Hasil Uji Hardness

Titik Jominy (1/16)

Jarak (mm)

HRc

3.18

57

6.35

44

9.53

39.5

12.70

38

10

15.88

38

12

19.05

38

14

22.23

38

16

25.40

38

18

28.58

34.5

20

31.75

32

24

38.10

30

28

44.45

25

32

50.80

23

o Kurva Hasil pengujian hardness

Grafik Jominy Test


60
50

HRc

40
30
20
10
0
0

10

15

20

25

30

35

Jarak titk Jominy (1/16")

Kurva IV.1 Hasil Pengujian Kekerasan


Menentukan Diameter ideal (Di)

Gambar 4.3 Kurva persencarbon dan persen unsur lain


Jadi, dari grafik sebelumnya, didapatkan nilai faktor pengali untuk masingmasing unsur paduan sebagai berikut
Dengan table komposisi unsur paduan AISI 1045, maka didapatka Multiply
factornya, yang disajikan dalam table berikut:
Tabel 4.4 MF pada AISI 1045

Unsur

MF

0.213

Si

4,000

Mn

1.210

Mo

2.560

Menyesuaikan dengan table ASTM A-255

Gambar 4.4. ASTM A-255


Menentukan besarnya Di (Diameter kritis ideal) dengan mengalikan semua
Multiplying Factor.
Di = 0.213 x 4,0 x 1.21 x 2.56 = 2.639
Sehingga Diameter Kritis Idralnya (Di) nya adalah 2.639 inch
Dengan menggunakan media quench oli maka harga H dapat diketahui melalui
table berikut:

Gambar 4.5. Daftar Agitasi masing-masing media


Dari table di atas diketahui bahwa nilai H untuk media oli tanpa agitasi adalah
0.25-0.30, maka digunakan H = 0.28
Berikutnya mencari Nilai diameter kritis ideal dari baja AISI 1045, dengan
melihat table kesetaraan antara Do dengan Di yang tersaji dalam gambar berikut:

Gambar 4.6. grafik kesetaraan Di dan D0


Dari gambar grafik kesetaraan tersebut maka nilai dari Do adalah: 0.92 in
Berikutnya mencari Dividing factor pada posisi tertentu dengan jarak masingmasing 1/16

Gambar 4.7. Dividing Factor unsur komposisi


Setelah membaca tabel tersebut didapatkan data DF, kemudian dapat menentukan
juga nilai kekerasan pada titik tertentu dengan membagi IH dengan DF. Hasilnya
sebagai berikut:
Posisi (1/16)

DF

HRc

59.00

1.05

56.19

1.15

51.30

1.29

45.74

1.45

40.69

1.52

38.82

1.60

36.88

1.67

35.33

10

1.74

33.91

12

1.94

30.41

14

2.03

29.06

16

2.13

27.70

18

2.19

26.94

20

2.27

25.99

24

2.43

24.28

28

2.56

23.05

32

2.68

22.01

Mencari kesetaraan inchi dengan mm


Posisi (1/16)

Distance (mm)

3.18

4.76

6.35

7.94

9.53

11.11

12.70

14.29

10

15.88

12

19.05

14

22.23

16

25.40

18

28.58

20

31.75

24

38.10

28

44.45

32

50.80

Apabila dibuat dalam bentuk grafik maka kurva Jominynya sebagai berikut:

70
60

HRC

50
40
30
20
10
0
0

10

20

30

40

50

DIstance (mm)

Gambar 4.8. Grafik Hardenability 1045 hasil hitungan

Tabel 4.5. Data kekerasan AISI 1045 metode Rockwell C


Pengujian pada titik

HRc

R/r = 1

42.5

R/r = 0.5

47.7

R/r = 0

52.2

Dari data pengujian tersebut didapatkan hasil di atas, kemudian hasil tersebut
diamati melalui grafik kesetaraan antara kekerasan suatu titik dengan diameter

60

BAB V
KESIMPULAN

Dari praktikum Jominy dan Grossman ini, didapatkan hasil data dan
analisa. Dapat disimpulkan bahwa :
1.

Struktur mikro baja AISI 1045 bila diquencing dengan oli tanpa agitasi
mengasilkan fase bainit dan ferrite

2.

Pada baja AISI 1045 yang mendapat perlakuan quench dengan oli tanpa agitasi
didapatkan nilai kekerasan rata-rata sebesar 35 HRc

3.

Hasil data dan pengujian sesuai dengan teori dan perhitungan. Nilai kekerasan
maksimal dengan komposisi martenite 100% baja AISI 1045 adalah 52.2 HRC.

DAFTAR PUSTAKA

http://cyberships.wordpress.com/2012/06/02/proses-perlakuan-panas-pada-baja/
https://www.academia.edu/4166042/Proses_Perlakuan_Panas_Secara_Umum
http://www.scribd.com/doc/62881720/Baja-Annealing#download
wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/03/diagram-ttt-dan-cct-3/
http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._TEKNIK_MESIN/19660728199
2021-YUSEP_SUKRAWAN/DIAGRAM_TTT.pdf
http://blog.ub.ac.id/jonathanpurba/2012/03/14/diagram-fasa-ttt-time-temperaturetransformation/

Lampiran
Dokumentasi

Gambar 1.Furnace

Gambar 2 spesimen yang digunakan

Gambar.3 Etsa nital

Gambar 4. Mikroskop optik dan rockwell hardness tester

Gambar 5. Baja AISI 1045


1045

Gambar 6. Jominy Test Pada Baja

Anda mungkin juga menyukai