Anda di halaman 1dari 25

TUGAS MATA KULIAH TEKNOLOGI BAHAN

Proses Pengerasan pada Paduan Baja Al-Cu

Disusun Oleh :

NURIKA ANDANA PUTRI 3335190078

PROGRAM STUDI S1 ALIH JENJANG TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
CILEGON
2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Dalam produksinya, logam membutuhkan proses lebih lanjut untuk dapat
diaplikasikan sesuai kebutuhan. Untuk itu dilakukan rekayasa material dan
metalurgi dengan cara mendesain paduan logam yang memiliki sifat mekanik
yang bagus seperti ketangguhan dan keuletan yang bagus maupun kekuatan yang
tinggi. Umumnya dalam peningkatan kekuatan sering kali mengorbankan keuletan
dari sebuah logam.
Terdapat berbagai teknik dalam peningkatan kekuatan suatu logam yang
disesuaikan dengan aplikasi dari material tersebut. Teknik penguatan material
dapat dilakukan dengan mengubah struktur mikronya maupun mengubah
komposisi kimia dari material tersebut. Kondisi struktur mikro yang
mempengaruhi kekuatan suatu logam seperti jumlah dan distribusi dislokasi,
ukuran dan bentuk butir, serta distribusi dan jumlah dari inklusi. Seperti contoh
untuk mendapatkan material yang memiliki mampu mesin yang baik maka
dilakukan perlakuan sehingga didapat struktur mikro dengan bentuk butir nodular
(bulat).
1.2 Tujuan
1. Menentukan harga kekerasan baja karbon setelah didinginkan cepat.
2. Menentukan harga kekerasan paduan Al-Cu setelah dilakukan
presipitation hardening.
3. Menentukan harga kekerasan tembaga setelah dilakukan annealing..

2
BAB II

TEORI DASAR

2.1 Pengerasan baja karbon


Baja karbon dapat dikeraskan dengan menggunakan proses heat treatment.
Heat treatment atau proses perlakuan panas adalah proses pengubahan sifat
logam melalui pengubahan struktur mikronya, dengan cara pemanasan dan
pengaturan laju pendinginannya. Pada perlakuan panas yang akan diubah
adalah sifat benda kerja, bukan bentuk maupun komposisiya. Karena itu
proses yang akan diterapkan pada proses perlakuan panas tidak akan mencapai
titik cair benda kerja.

Gambar 2.1- diagram fasa Fe-C [2]

Ada beberapa macam proses heat treatment yang paling sering digunakan, yaitu
:annealing, normalizing, quenching, dan tempering.

3
Gambar 2.2- diagram fasa Fe-C di daerah sekitar eutectoid, menunjukkan jarak temperatur untuk
plain carbon steels. [2]

1. Annealing merupakan proses pemanasan logam dan pendinginan yang


lambat dan terdapat dua jenis annealing, yaitu :
a. Full annealing, logam dipanaskan hingga 40oC diatas Tkritis dan didiamkan
dengan waktu yang diinginkan, lalu didinginkan dengan sangat lambat (di dalam
tungku). Tujuannya untuk melunakkan logam, meningkatkan keuletan dan
melnghilangkan internal stress.
b. Process annealing, logam dipanaskan hingga mendekati temperatur dibawah
Tkritis dan didinginan secara lambat. Tujuannya adalah untuk melunakkan sebagian
dari logam dan melepaskan internal stress.
2. Normalizing adalah pemanasan logam hingga 40oC diatas Tkritis dan
pendinginan di udara. Tujuannya untuk meningkatkan kekerasan pada logam dan
mengurangi terjadinya segregasi pada logam saat melalui proses casting atau
forging.
3.Quenching adalah salah satu proses pada heat treatment dengan
melakukan pendinginan yang cepat contohnya pendingin logam karena
dicelupkan ke dalam air atau oli. Tujuannya untuk meningkatkan kekerasan pada
logam, quenching juga bertujuan untuk menghasilkan fasa martensit dari austenit.
4. Tempering adalah perlakuan panas dengan tujuan untuk
menghilangkan tegangan dalam dan menguatkan baja dari kerapuhan atau biasa
disebut dengan memudakan (tempering). Pada tempering dilakukan proses

4
pemanasan logam setelah dikeraskan pada temperatur di bawah Tkritis, yang
dilanjutkan dengan proses pendinginan. Meskipun proses ini menghasilkan baja
yang lebih lunak, proses ini berbeda dengan proses anil (annealing) karena di sini
sifat-sifat fisik dapat dikendalikan dengan cermat. Pada suhu 200°C sampai 300°C
laju difusi lambat hanya sebagian kecil. karbon dibebaskan, hasilnya sebagian
struktur tetap keras tetapi mulai kehilangan kerapuhannya. Di antara suhu 500°C
dan 600°C difusi berlangsung lebih cepat, dan atom karbon yang berdifusi di
antara atom besi dapat membentuk sementit.

Menurut tujuannya proses tempering dibedakan sebagai berikut :

a. Tempering Tahap Satu ( 80° – 200°C )


Tempering ini hanya untuk mengurangi tegangan-tegangan kerut dan
kerapuhan dari baja, biasanya untuk alat-alat potong, mata bor dan sebagainya.

b. Tempering pada suhu sedang ( 200° - 400°C )


Tempering pada suhu sedang bertujuan untuk menambah keuletan dan
kekerasannya sedikit berkurang. Proses ini digunakan pada alat-alat kerja yang
mengalami beban berat, misalnya palu, pahat, pegas. Suhu yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 500C pada proses tempering.

c. Tempering pada suhu tinggi ( >400°C )


Tempering suhu tinggi bertujuan memberikan daya keuletan yang besar
dan sekaligus kekerasannya menjadi agak rendah misalnya pada roda gigi, poros
batang pengggerak dan sebagainya.

Ada dua jenis diagram yang sering digunakan dalam proses perlakuan
panas, yaitu CCT (Continuous Cooling Transformation) dan TTT (Time-
Temperatue Transformation). Diagram CCT menunjukkan komposisi fasa yang
dihasilkan dengan laju pendinginan tertentu. Sedangkan diagram TTT
menunjukkan fasa yang dihasilkan pada kondisi isothermal (temperatur konstan
selama waktu reaksi). Dengan melihat diagram CCT maupun TTT kita dapat
menentukan cara yang tepat untuk memperoleh fasa yang diinginkan

5
Gambar 2.3- Kurva TTT (Time Temperatur Transformation) pada baja karbon eutectoid [2]

Gambar 2.4- Kurva CCT (Continous Cooling Transformation) dengan pengininan cepat & lambat
pada baja karbon eutectoid

6
Gambar 2.5- penurunan diagram CCT dari diagram fasa Fe-C di titik hypoeutectoid

Gambar 2.6 - penurunan diagram CCT dari diagram fasa Fe-C di titik eutectoid

Gambar 2.7 -penurunan diagram CCT dari diagram fasa Fe-C di titik hypereutectoid

7
Diagram CCT dapat diturunkan dari diagram fasa Fe-C. Dimana faktor
yang mempengaruhi posisi diagram CCT adalah persen karbon. Jika persen
karbon tinggi maka hidung kurva akan bergeser ke sebelah kanan menjauhi
sumbu temperatur, sedangkanuntuk titik Ms dan Mf akan turun kebawah.
Sebaliknya jika persen karbon sedikit maka hidung kurva akan semakin dekat
dengan sumbu temperatur.

Pada proses perlakuan panas ini, baja yang paling keras adalah baja yang
memiliki struktur mikro martensit. Namun perlu diingat bahwa naiknya
kekerasan baja maka keuletannya akan menurun. Maka dari itu martensit ini
akan bersifat getas. Untuk meningkatkan keuletannya, maka martensit perlu
dilakukan proses lanjutan hingga membentuk tempered martensite yang
memiliki keuletan lebih tinggi.

2.2 Precipitation Hardening Pada Paduan Al-Cu


Precipitation hardening adalah proses perlakuan panas yang bertujuan
untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan material dengan pembentukan
presipitat yang tersebar secara seragam di dalam matriks. Paduan yang cocok
menggunakan metode pengerasan ini adalah paduan yang dapat membentuk
larutan lewat jenuh (super
saturated solid solution)
dan ketika di-aging akan
membentuk presipitat.
Beberapa paduan ini antara
lain Al-Cu, Cu-Be, Cu-Sn,
dan Mg-Al.

Gambar 2.8 - diagram fasa Al-Cu [2]

8
Gambar 2.9- diagram temperatur terhadap waktu untuk precipitation hardening[2]

Ada tiga tahapan dalam precipitation hardening, yaitu :

1. Solution Heat Treatment


Tahap pelarutan, merupakan tahap pertama dimana paduan dipanaskan
diatas temperatur solvus pada komposisi C0 dan pada temperatur T0
(daerah fasa α) lalu ditahan hingga seluruh fasa β terlarut (terbentuk
larutan padat homogen). Pada tahap ini presipitat larut dan segregasi yang
ada pada paduan awalnya berkurang.

Gambar 2.10- temperatur pada proses precipitation hardening[2]

9
2. Quenching
Tahap kedua, dimana larutan padat α didinginkan secara cepat menuju
temperatur T1 (temperatur ruang untuk beberapa paduan). Hal ini
dilakukan untuk membentuk α -super saturated solid solution. Pada saat
ini atom tidak memiliki cukup waktu untuk berdifusi menuju pengintian
dan disini presipitat θ tidak terbentuk. αss ini mengandung kelebihan Cu
dan hal tersebut bukan merupakan struktur kesetimbangannya. Pada tahap
ini paduan relatif bersifat lunak dan lemah.

3. Aging
Tahap ketiga, dimana α, αss, dipanaskan kembali dibawah temperatur
solvus (T2) di daerah dua fasa α + β. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan
presipitat halus terdispersi. Atom berdifusi hanya dalam jarak pendek pada
temperatur aging ini. Karena supersaturated α tidak stabil, kelebihan atom
Cu berdifusi menuju inti dalam jumlah besar dan presipitat membesar.
Formasi dari presipitat halus terdispersi pada paduan merupakan tujuan
dari proses precipitation hardening. Presipitat halus terdispersi pada
paduan menghalangi pergerakan dislokasi dengan menekan dislokasi
memotong presipitat atau mengelilingi presipitat tersebut. Dengan
membatasi pergerakan dislokasi selama deformasi, maka paduan
meningkat kekerasannya.

10
Gambar 2.11– tahapan proses precipitation hardening dan struktur mikro yang terbentuk

Pada precipitation hardening Al-Cu, dengan melihat diagram fasanya


dipertimbangkan komposisi paduan 96wt%Al – 4wt%Cu. Dengan
pertimbangan di daerah tersebut merupakan daerah pengurangan α-solid
solution dengan derajat tertinggi pada temperatur 5500C menuju 750C.

Untuk proses precipitation hardening Al-Cu, temperatur pada tahap


pertama sekitar 5500C. Tahap kedua adalah quenching, selanjutnya aging
dengan temperatur 2000C (supaya terbentuk presipitat CuAl2). Pada
precipitation hardening paduan Al-Cu. Hal ini menyebabkan terjadinya lattice
distorsi dimana, adanya atom Cu membuat jarak antar atom menjadi tidak
sama. Lattice distorsi akan menjadi penghalang bagi dislokasi untuk bergerak
sehingga kekuatan alluminium meningkat.

11
Gambar 2.12 - skema peningkatan kekerasan saat aging dan penurunan kekerasan saat
overaging. [1]

Akan tetapi jika aging dilakukan terlalu lama, atom Cu akan berdifusi
menyusun diri membentuk fasa Ɵ. Fenomena ini dinamakan over aging. Hal ini
menyebabkan kekuatan aluminium akan turun dikarenakan susunan atom yang
rapi.

2.3 Rekristalisasi

Logam yang mengalami deformasi pada temperatur rendah (cold working)


akan mengalami perubahan butir dan disertai dengan peningkatan kekuatan
dan kekerasan (strain hardening). Selain itu logam akan mengalami
penurunan keuletan dan ketangguhan logam. Untuk menaikkan kembali
keuletan logam maka dilakukan proses pemulihan bentuk butirnya,

12
mengurangi jumlah dislokasi dan menghilangkan tegangan sisa melalui proses
annealing. Dalam proses annealing ada tiga tahapan yaitu :

1. Recovery
Logam akan mengalami pengurangan internal stress, jumlah dislokasi
dan konfigurasi dislokasi yang disebabkan oleh cold work.
2. Rekristalisasi
Pembentukan butir equiaxial yang bebas regangan dan memiliki
kerapatan dislokasi yang rendah.
3. grain growth
Butir yang dihasilkan pada tahap rekristalisasi tumbuh membesar.
Proses-proses tersebut melibatkan pemanasan hingga mencapai
temperatur rekristalisasi. Temperatur rekristalisasi merupakan
temperatur saat rekristalisasi tercapai secara sempurna dalam waktu 1
jam. Temperatur rekristalisasi dipengaruhi oleh 2 hal, yaitu : persen
cold work dan impurities.

Gambar 2.13- grafik hubungan antara temperatur rekristalisasi dengan persen cold
work [2]

13
Dari grafik tersebut dapat kita simpulkan bahwa dengan peningkatan
persen cold work, temperatur rekristalisasinya akan semakin menurun. Hal
tersebut disebabkan karena dalam butir sudah terdapat banyak internal
energy sehingga membutuhkan energi yang rendah untuk merekristalisasi.
Pengaruh impurities : impurity akan bersegregasi dan berinteraksi dengan
batas butir rekristalisasi sehingga akan mengurangi pergerakannya. Hal
tersebut dapat mengurangi laju rekristalisasi dan menaikkan temperatur
rekristalisasi

Gambar 2.14- grafik proses annealing dan hubungannya dengan kekuatan &keuletan [2]

Dari grafik terlihat bahwa hasil akhir proses annealing bahwa ketika butir
semakin membesar maka keuletan akan meningkat dan kekerasannya akan
menurun. Pemanasan pada proses annealing diawali pada temperatur 500C

14
diatas batas kritis temperatur (austenitizing). Lalu ditahan pada temperatur
tersebut selama beberapa waktu, yang selanjutnya didingingkan secara
perlahan. Menurut cara pendinginannya ada beberapa jenis proses annealing,
diantaranya (1) normalizing yaitu pendinginan di udara, (2) full annealing
yaitu pendinginan didalam tungku dengan cara mematikan tungku lalu
spesimen dibiarkan dingin bersamaan dengan tungku, (3) spherodizing.

2.5 Proses Penguatan Lain :

Grain Size Reduction

Bentuk dari butir dalam polikristalin material akan mempengaruhi sifat


mekanik. Ketika mengalami deformasi plastis, dislokasi akan bergerak menuju
batas butir. Batas butir bertindak sebagai penghalang, hal ini karena:

a. Dua butir yang berbeda orientasi, ketika dislokasi bergerak dari satu
butir ke butir lainnya. Dislokasi harus
mengubah arahnya. Hal ini sulit untuk
dilakukan
b. Lattice distorsi yang terdapat didalam butir juga menyebabkan sulitnya
dislokasi untuk bergerak.

Material dengan butir yang halus (kecil) akan meningkatkan kekerasan


dan kekuatan dari butir yang kasar. Hal ini diformulasikan dalam persamaan
Hall-Petch

Strain Hardening

Fenomena dimana material ulet akan menjadi lebih keras dan kuat setelah
mengalami deformasi plastis. Pada proses pengerjaan logam, hal ini terjadi
pada cold working, dimana temperature pengerjaan dibawah temperature
rekristalisasi. Akibat deformasi plastis, atom bergeser menyebabkan terjadinya
penambahan dislokasi. Bertambahnya dislokasi mengakibatkan terjadi
penguatan material karena terbatasnya atom-atom untuk bergerak

15
Solid Solution

Proses penguatan ini biasa dilakukan pada logam murni. Logam murni
selalu lebih lunak dan lemah dibandingkan dengan alloy. Proses penguatan ini
dilakukan dengan menambahkan atom pengotor yang akan berfungsi sebagai
subtitusi atau interstisi. Hal ini menyebabkan terjadinya lattice distortion
sehingga atom menjadi sulit bergerak dan logam menjadi lebih kuat.

Martenistik Strengthening

Martensitik Strengthening dapat dilakukan apabila baja memiliki kadar


karbon yang cukup minimal 0,3%. Martensitik Strengthening dilakukan
dengan proses perlakuan panas, dimana baja dipanaskan sampai temperature
austenite. Kemudian dilakukan dengan laju pendinginan yang cepat.

16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Heat Treatment Baja Karbon

mulai

Disiapkan dua spesimen baja karbon dengan bentuk bulat dan


kotak

ukur kekerasan awal

panaskan pada temperatur austenitasinya selama 30 menit,


yaitu pada temperatur 8000C

dilakukan proses pendinginan cepat dengan cara quenching ke


dalam air

ukur kekerasan akhir

Selesai

17
3.2 Precipitation Hardening Pada Paduan Al-Cu

Start

Siapkan 4 spesimen paduan Al-Cu yang diberikan label A, B, C, D

ukur kekerasan awal keempat spesimen

panaskan pada temperatur 2000C masing-masing 10, 30, 60, dan 120 menit

lakukan proses pendinginan cepat dengan cara quenching ke dalam air

ukur kekerasan akhir masing-masing

Selesai

18
3.3 Austenisasi pada Tembaga

Start

Siapkan spesimen tembaga yang sudah dipanaskan pada 8000C, lalu


didinginkan di udara dan lakukan pengerolan dengan reduksi 50% (sudah
dilakukan)

potong dan beri tanda setiap spesimen dengan nomor 1,2,3,4,5,6

ukur kekerasan awal salah satu spesimen

panaskan spesimen 1 pada 8000C selama 120 menit, panaskan spesimen 2-5
pada temperatur 4000C berturut-turut selama 10,15,30,45, dan 60 menit.
panaskan spesimen no 6 pada 1000C selama 90 menit.

setelah pendinginan, ukur kekerasan akhir masing-masing

Selesai

19
BAB IV
DATA DAN PENGAMATAN

Tabel 4.1 Data Baja Karbon

Bentuk T(0C) T(min) HRC0 HRC akhir


Kotak 900 30 69,5 70 69,5 69,7 102 103 109 104,7
Bulat 900 30 15 21 18 18 55 56 49 56,7

Tabel 4.2 Data Paduan AL-Cu

Al-Cu T(0C) T(min) HRC0 HRC akhir


A 200 10 60 59 60 59,7 56 55 55 55,3
B 200 30 40 50 45 45 61,5 65 68 64,8
C 200 60 59 68 57 61,3 78 81 84 81
D 200 120 38 39 45 40,7 71,5 68 76,8 72,1

Tabel 4.3 Data Tembaga

Cu T(0C) T(min) HRC0 HRC akhir


1 800 120 51 41 51 47.7
2 400 15 33 38 36 35.7
3 400 30 56 60 53 56.3
66 68 69 67,6
4 400 45 59,5 59 55 57.8
5 400 60 28 21 8 19
6 100 90 65 67 65,5 65.8

20
BAB V
ANALISIS PEMBAHASAN

Pada perlakuan panas baja karbon sebelumnya dilakukan pengujian


kekerasan awal yang dapat diamati bahwa antara baja kotak dan bulat memiliki
kekerasan yang berbeda dimana baja kotak memiliki kekerasan yang lebih tinggi.
Dari data tersebut dapat dianalisis kemungkinan terjadi hal tersebut dikarenakan
baja kotak memiliki kadar karbon yang lebih tinggi dibandingkan dengan baja
bulat. Persentase karbon akan mempengaruhi sifat mekanik suatu baja terutama
kekerasan. Semakin tinggi persentase karbon suatu baja maka akan menjadi
semakin keras, dengan naiknya persen karbon maka akan meningkatkan
persentase perlit yang terbentuk dimana perlit merupakan senyawa yang memiliki
kekerasan yang tinggi. Selain persentase karbon, hal tersebut juga dapat
dipengaruhi oleh kadar karbon ekivalen yang berpengaruh sama seperti persentase
kadar karbon. Sehingga setelah dilakukan proses perlakuan panas didapat bahwa
kekerasan baja kotak atau baja karbon tinggi mengalami kenaikan kekerasan yang
sangat drastis dibandingkan dengan baja bulat atau baja karbon rendah. Hal
tersebut dapat dimungkinkan akibat dari perubahan struktur mikro yang dialami
oleh baja karbon pada saat didinginkan cepat. Struktur mikro yang berubah
menjadi austenit dengan struktur FCC saat dipanaskan, kemudian didinginkan
akan berubah menjadi struktur BCT. Karena pendinginan cepat, karbon pada
logam tidak sempat mengalami difusi namun karena terjadi kecenderungan
perubahan fasa akibat penurunan temperatur perpindahan atom terjadi secara
geser sehingga menghasilkan struktur sel satuan yang bukan lagi BCC melainkan
BCT yang disebut martensit. Semakin banyak karbon yang terperangkap atau
tidak sempat mengalami difusi maka kekerasan akan semakin meningkat. Hal
tersebut dapat ditunjukan dari hasil pengujian kekerasan antara kedua baja karbon.

Pada paduan Al-Cu, data kekerasan awal menunjukan terjadinya perbedaan


tiap spesimen. Jika dianalisis hal tersebut data dikarenakan perbedaan susunan
oksida yang terbentuk pada setiap spesimen. Paduan alumunium memiliki
kecenderungan untuk membentuk oksida di lapisan luarnya yang memiliki

21
kekerasan yang tinggi, dnegan ketebalan yang berbeda antar spesimen
menyebabkan terjadinya perbedaan kekerasan. selain hal tersebut komposisi
berbeda dari setiap paduan dapat mempengaruhinya. Untuk menghasilkan proses
presipitasi maka setiap paduan dilakukan proses aging dengan waktu yang
berbeda. Pada paduan A, B dan C yang dilakukan aging selama 10, 30 dan 60
menit terlihat terjadi kenaikan kekerasan hal tersebut dikarenakan semakin lama
waktu aging, semakin banyak local clustering dengan fasa Cu2Al yang terbentuk
sehingga regangan lokal yang terbentuk semakin banyak yang menyebabkan
kekerasan dari paduan semakin besar. atau Paduan akan membentuk senyawa
yang menjadi presipitat menyebabkan terjadinya lattice distorsi. Dislokasi yang
melewati lattice distorsi akan menyebabkan multiplication dislocation. Hal ini
menyebabkan meningkatnya kekuatan. Namun, pada paduan D terjadi penurunan
kenaikan kekerasan hal tersebut dikarenakan terjadinya over aging dimana dengan
semakin tumbuhnya Cu2Al maka koherensi dari presipitat akan semakin menurun
yang menyebabkan menurunnya regangan lokal yang terjadi.

Pada proses annealing tembaga, terjadi penurunan kekerasan disetiap


spesimen hal itu sesuai teori bahwa annealing dapat menurunkan kekerasan dari
logam. Pada tembaga 6, penurunan kekerasan tidak terjadi secara signifikan hal
tersebut dapat dikarenakan bahwa temperatur annealing dibawah temperatur
rekristalisasi dari tembaga, temperatur rekristalisasi tembaga murni yaitu 120 0C
(callister). Sehingga pada proses ini hanya terjadi tahap recovery dimana hanya
terjadi pengurangan tegangan dalam dan penyusunan ulang dislokasi yang terjadi
pada tembaga akibat proses pengerolan sebelumnya. Sedangkan pada baja 2, 3, 4,
5 semakin lama proses pemanasan maka semakin besar penurunan kekerasan
tembaga, hal tersebut dikarenakan dengan lamanya waktu pemanasan maka proses
annealling akan menghasilkan pertumbuhan butir yang semakin besar sehingga
kekerasan akan semakin menurun. Namun pada tembaga 1 yang dipanaskan pada
temperatur 8000C selama 2 jam seharusnya mengalami penurunan kekerasan yang
cukup tinggi, tetapi pada spesimen ini penurunan terjadi tidaklah besar hal
tersebut dapat dimungkinkan saat proses pemanasan spesimen lengket pada
dinding refraktori tungku, sehingga akan lapisan dinding refraktori dapat

22
dimungkinkan tereaksi dengan tembaga dan melekat pada permukaan atau bahkan
mengalami difusi. Hal tersebulah yang dapat menyebabkan terjadi penurunan
kekerasan yang kurang signifikan dari seharusnya.

23
BAB VI
KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
1. harga kekerasan baja karbon setelah didinginkan cepat pada tabel 4.1.
2. harga kekerasan paduan Al-Cu setelah dilakukan presipitation hardening
pada tabel 4.2.
3. harga kekerasan tembaga setelah dilakukan annealing pada tabel 4.3.

24
DAFTAR PUSTAKA

[1] Dieter, G. E. (1998). Mechanical Metallurgy. London: McGraw-Hill Book


Company.
[2] Callister, William D. “Materials and Science Engineering An Introduction”,
6th edition. John Wiley & Sons, Inc. 2003.

25

Anda mungkin juga menyukai