Anda di halaman 1dari 27

BAB II DASAR TEORI

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Material Baja

Jenis-jenis material yang selama ini dikenal dalam dunia konstruksi antara

lain adalah baja, beton bertulang, serta kayu. Material baja sebagai bahan

konstruksi telah digunakan sejak lama mengingat beberapa keunggulannya

dibandingkan dengan material yang lain. Beberapa keunggulan baja sebagai

material konstruksi antara lain adalah (Agus Setiawan. 2008. Perencanaan

Struktur Baja dengan Metode LRFD. Erlangga):

a. Mempunyai kekuatan yang tinggi, sehingga dapat mengurangi ukuran

struktur serta mengurangi pula berat sendiri dari struktur. Hal ini cukup

menguntungkan terutama untuk struktur-struktur jembatan yang panjang,

gedung yang tinggi atau juga bangunan-bangunan yang berada pada kondisi

tanah yang buruk.

b. Keseragaman dan keawetan yang tinggi, tidak seperti halnya dengan material

beton bertulang yang terdiri dari berbagai macam bahan penyusun, material

baja jauh lebih seragam/homogen serta mempunyai tingkat keawetan yang

jauh lebih tinggi jika prosedur perawatan dilakukan dengan semestinya.

c. Sifat elastis, material baja mempunyai perilaku yang cukup dekat dengan

asumsi-asumsi yang digunakan untuk melakukan analisa, sebab material baja

dapat berperilaku elastis sehingga tegangan yang cukup tinggi mengikuti

Hukum Hooke. Momen inersia dari suatu profil baja juga dapat dihitung

dengan pasti sehingga memudahkan dalam melakukan proses analisa struktur.

II-1
BAB II DASAR TEORI

d. Daktilitas baja cukup tinggi, karena suatu batang baja yang menerima

tegangan tarik yang tinggi akan mengalami regangan tarik cukup besar

sebelum terjadi keruntuhan.

e. Beberapa keuntungan lain pemakaian baja sebagai material konstruksi adalah

kemudahan penyambungan antar elemen yang satu dengan yang lainnya

menggunakan alat sambung las atau baut. Pembuatan baja melalui proses

gilas panas mengakibatkan baja menjadi mudah dibentuk menjadi

penampang-penampang yang diinginkan. Kecepatan pelaksanaan konstruksi

baja juga menjadi suatu keunggulan material baja.

Selain keuntungan-keuntungan yang disebutkan tersebut, material baja juga

memiliki beberapa kekurangan, terutama dari sisi pemeliharaan. Konstruksi baja

yang berhubungan langsung dengan udara atau air, secara periodik harus dicat

ulang. Perlindungan terhadap bahaya kebakaran juga harus menjadi perhatian

serius, sebab material baja akan mengalami penurunan kekuatan secara drastis

akibat kenaikan temperatur yang cukup tinggi, di samping itu baja merupakan

konduktor panas yang baik, sehingga nyala api dalam suatu bangunan justru dapat

menyebar dengan lebih cepat. Kelemahan lain dari struktur baja adalah masalah

tekuk yang merupakan fungsi dari kelangsingan suatu penampang.

Keuntungan dan kekurangan material baja tersebut, dapat kita ketahui juga

dari sifat mekaniknya pada kurva hubungan dan tegangan. Dalam gambar

dibawah ini, ditunjukkan kurva hubungan tegangan-regangan untuk kondisi tarik

baja. Kurva tegangan regangan ditentukan dengan menggunakan suatu tegangan

unit yang diperoleh dengan cara membagi beban dengan luas penampang asli dari

specimen, sedangkan regangan diperoleh dari pertambahan panjang dibagi dengan

II-2
BAB II DASAR TEORI

panjang awal. Kurva ini naik dari batas elastik, batas plastis dan sampai pada

suatu tingkat tegangan maksimum (yang dikenal sebagai kekuatan tarik) dan

kemudian dengan bertambahnya regangan, menukik tajam sampai pada saat

spesimennya patah/putus (fracture).

Gambar 2.1 Kurva Hubungan Antara Tegangan Dan Regangan


(Sumber: Agus Setiawan, Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD)

Baja yang digunakan dalam struktur dapat diklasifikasikan menjadi baja

karbon, baja paduan rendah mutu tinggi, dan baja paduan. Sifat-sifat mekanik dari

baja tersebut seperti tegangan leleh dan tegangan putusnya diatur dalam ASTM

A6/A6M.

1. Baja Karbon; dibagi menjadi 3 kategori tergantung dari persentase

kandungan karbonnya, yaitu: baja karbon rendah (C = 0,03–0,35%), baja

II-3
BAB II DASAR TEORI

karbon medium (C = 0,35–0,50%), dan baja karbon tinggi (C = 0,55–1,70%).

Baja yang sering digunakan dalam struktur baja adalah baja karbon medium,

misalnya BJ 37. Kandungan karbon baja medium bervariasi dari 0,25–0,29%

tergantung ketebalan. Selain karbon, unsur lain yang juga terdapat dalam baja

karbon adalah mangan (0,25–1,50%), silicon (0,25–0,30%), fosfor (maksimal

0,04%), dan sulfur (0,05%). Baja karbon menunjukkan titik peralihan leleh

yang jelas, seperti dalam Gambar 2.1, kurva bawah. Naiknya persentase

karbon meningkatkan tegangan leleh namun menurunkan daktilitas, salah

satu dampaknya membuat pekerjaan las menjadi lebih sulit. Baja karbon

umumnya memiliki tegangan leleh (fy) antara 210–250 MPa.

2. Baja paduan rendah mutu tinggi; yang termasuk dalam kategori baja paduan

rendah mutu tinggi (high-strengh low-alloy steel/HSLA) mempunyai tegangan

leleh berkisar antara 290–550 MPa dengan tegangan putus (fu) antara 415–

700 MPa. Titik peralihan leleh dari baja ini Nampak dengan jelas (Gambar

2.1, kurva tengah). Penambahan sedikit bahan-bahan paduan seperti

chromium, columbium, mangan, molybden, nikel, fosfor, vanadium atau

zirconium dapat memperbaiki sifat-sifat mekaniknya. Jika baja karbon

mendapatkan kekuatannya seiring dengan penambahan persentase karbon,

maka bahan-bahan paduan ini mampu memperbaiki sifat mekanik baja

dengan membentuk mikrostruktur dalam bahan baja yang lebih halus.

3. Baja paduan; baja paduan rendah (low-alloy) dapat ditempa dan dipanaskan

untuk memperoleh tegangan leleh antara 550–760 MPa. Titik peralihan leleh

tidak tampak dengan jelas (Gambar 2.1, kurva atas). Tegangan leleh dari baja

paduan biasanyan ditentukan sebagai tegangan yang terjadi saat timbul

II-4
BAB II DASAR TEORI

regangan permanen sebesar 0,2%, atau dapat ditentukan pula sebagai

tegangan pada saat regangan mencapai 0,5%.

Dalam perencanaan struktur baja, SNI 03-1729-2002 mengambil beberapa

sifat-sifat mekanik dari material yang sama yaitu:

Modulus Elastisitas, E = 200.000 MPa

Modulus Geser, G = 80.000 MPa

Angka Poisson = 0.30

Koefisien muai panjang, α = 12.10-6/oC

Sedangkan berdasarkan tegangan leleh dan tegangan putusnya, SNI 03-

1729-2002 mengklasifikasikan mutu dari material baja menjadi 5 kelas mutu

sebagai berikut:

Tegangan Putus Tegangan Leleh Regangan


Jenis Baja
Minimum, fu (MPa) Minimum, fy (MPa) minimum (%)

BJ 34 340 210 22

BJ 37 370 240 20

BJ 41 410 250 18

BJ 50 500 290 16

BJ 55 550 410 13

Table 2.1 Klasifikasi Mutu Baja Di Indonesia Menurut SNI 03-1729-2002

2.2 Jenis Baja

Secara umum baja terdiri dari 2 tipe berdasarkan cara pembuatannya, yaitu:

hot rolled steel (mengandung residual stress) dan cold rolled steel (light gauge

cold form steel). Baja hot rolled adalah baja yang dibentuk dalam keadaan panas

II-5
BAB II DASAR TEORI

dan untuk baja cold rolled adalah baja yang dibentuk dalam keadaan dingin

dengan menggunakan mesin roll forming.

2.2.1 Hot Rolled Steel

Hot rolled steel dalam bidang konstruksi baja ini umumnya memiliki berat

yang lebih besar dibandingkan dengan baja kanai dingin (cold rolled steel). Baja

dengan pembuatan metode hot rolled adalah baja konvensional, karena baja ini

biasa digunakan dalam pembuatan struktur gedung tinggi atau struktur kerangka

bentang lebar lebih dari 50 meter. Proses pembuatan baja hot rolled ini

bermacam-macam, yaitu:

a. Proses Konvertor

Terdiri dari satu tabung yang berbentuk bulat lonjong dengan menghadap ke

samping. Sistem kerjanya sebagai berikut:

- Dipanaskan dengan kokas sampai ± 1500 0C

- Kemudian dimiringkan untuk memasukkan bahan baku baja (± 1/8 dari

volume konvertor)

- Kembali ditegakkan

- Udara dengan tekanan 1,5 – 2 atm dihembuskan dari kompresor

- Setelah 20 – 25 menit konvertor dijungkirkan untuk mengeluarkan hasilnya

b. Proses Dapur Cawan

- Proses kerja dapur cawan dimulai dengan memasukkan baja bekas dan besi

kasar dalam cawan

- Kemudian dapur ditutup rapat

- Kemudian dimasukkan gas-gas panas yang memanaskan sekeliling

II-6
BAB II DASAR TEORI

- Cawan dan muatan dalam cawan akan mencair

- Baja cair tersebut siap dituang untuk dijadikan baja-baja istimewa dengan

menambahkan unsur-unsur paduan yang diperlukan

c. Proses Dapur Kopel

Mengolah besi kasar kelabu dan besi bekas menjadi baja atau besi tuang,

proses sebagai berikut:

- Pemanasan pendahuluan agar bebas dari uap cair

- Bahan bakar (arang kayu dan kokas) dinyalakan selama ± 15 jam

- Kokas dan udara dihembuskan dengan kecepatan rendah hingga kokas

- Mencapai 700 – 800 mm dari dasar tungku

- Besi kasar dan baja bekas kira – kira 10 – 15 % ton/jam dimasukkan

- 15 menit baja cair dikeluarkan dari lubang pengeluaran

Gambar 2.2 Profil Baja Hot Rolled Steel

II-7
BAB II DASAR TEORI

Peraturan mengenai baja Hot Rolled Steel di Indonesia sudah ada SNI-nya

yaitu pada SNI 03-1729-2002 mengenai Tata Cara Perencanaan Struktur Baja

untuk Bangunan Gedung yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional.

Referensi lain yaitu AISC 360-05 mengenai Spesification for Structural Steel

Building yang dikeluarkan oleh American Institute of Steel Construction.

2.2.2 Cold Rolled Steel

Baja cold formed atau cold rolled (kanai dingin) adalah komponen struktur

baja dari lembaran atau pelat baja dengan proses pengerjaan dalam kondisi

material dasar dingin. Baja kanai dingin semakin populer digunakan sebagai

alternatif pengganti kayu dan secara intensif dipakai pada bangunan rendah tidak-

bertingkat (low rise building). Riset tentang baja cold formed untuk bangunan

dimulai oleh Prof. George Winter dari Universitas Cornell mulai tahun 1939.

Berdasarkan riset-riset beliau maka dapat dilahirkan edisi pertama tentang

“Light Gauge Steel Design Manual” tahun 1949 atas dukungan AISI (American

Iron and Steel Institute). Sejak dikeluarkan peraturan tersebut, maka pemakaian

material baja kanai dingin semakin berkembang untuk konstruksi bangunan, mulai

struktur sekunder sampai struktur utama, misalnya untuk balok lantai, rangka atap

dan dinding pada bangunan industri, komersial maupun rumah tinggal (Wiryanto

Dewobroto, Sahari Besari dan Bambang Suryoatmono. (2006). “Perlunya

Pembelajaran Baja Cold-Formed dalam Kurikulum Konstruksi Baja di

Indonesia”, prosiding Lokakarya Pengajaran Mekanika Teknik, Konstruksi

Beton dan Konstruksi Baja, Jurusan Teknik Sipil, FT Universitas Udayana,

Bukit, Jimbaran, Bali). Baja cold rolled merupakan baja yang memiliki kuat leleh

II-8
BAB II DASAR TEORI

yang sangat tinggi bahkan bisa mencapai lebih dari 550 MPa. Baja ini diklasifikan

menjadi dua macam tipe, yaitu (Yu, Wei-Wen,.2000. Cold Formed Steel Design.

Third Edition. John Willey & Son, Inc.):

a. Individual Structural Framing Members (Frame Struktur tunggal)

b. Panels & Decks (Panel dan Dek)

2.2.3 Baja Dingin Frame Struktur Tunggal

Tipe baja ini banyak digunakan pada frame struktur bangunan. Biasanya

baja ini berbentuk kanal (C-Sections), Z-Sections, siku, topi, I-Sections, T-

Sections, dan pipa.

Gambar 2.3 Bentuk Profil Baja Dingin Frame Struktur Tunggal

Dilihat dari fungsi baja ini sebagai struktur utama, maka dalam hal

mengangkat beban, kekuatan struktur, dan kekakuannya merupakan pertimbangan

utama dalam desain tersebut. Tiap bagian dapat digunakan dalam pembuatan

II-9
BAB II DASAR TEORI

struktur hingga 6 lantai (Yu, Wei-Wen.2000. Cold Formed Steel Design. Third

Edition. John Willey & Son, Inc.).

2.2.4 Baja Dingin Panel Dan Dek

Pada tipe baja ini biasanya digunakan sebagai roof decks, floor decks,

tembok panel atau wall panels, siding material, and bridge forms. Jenis baja ini

juga dapat digunakan sebagai bahan komposit dengan beton, seperti pada

bangunan menara kembar WTC (World Trade Center). Baja lembar

bergelombang cold rolled biasanya digunakan dalam panel tembok dan pada

struktur drainase.

Gambar 2.4 Bentuk Baja Dingin Panel dan Dek

2.2.5 Perbandingan Hot Rolled dan Cold Formed


Sebagai bahan perbandingan maka dapat dilihat dalam tabel di bawah ini

perbedaaan antara hot rolled dan cold rolled steel terutama profil lipped channel.

Perbandingan yang digunakan dengan menggunakan profil lipped channel karena

hal ini yang akan menjadi pokok bahasan dalam tugas akhir ini. Perbandingan ini

hanya mencakup untuk profil yang sama, karena jika membandinkan dengan

bentik I-shape (wide flange) untuk kolom dan rafter pasti tidak akan relevan dan

II-10
BAB II DASAR TEORI

pasti berbeda, meskipun kolom dan rafter sebagai struktur utama diganti dengan

profil lipped channel.

Item Perbandingan Hot Rolled Steel Cold Rolled Steel


Fungsi / pemakaian profil Sering dan hanya Sebagai struktur utama
dijadikan sebagai bangunan termasuk
pendukung struktur struktur pendukungnya
utama (gording ) (gording)
Proses pembentukan profil Dibentuk dalam kondisi Dari koil (gulungan
panas (mengandung lembaran plat tipis)
tegangan residu) dibentuk menggunakan
mesin roll forming
Jenis baja (Steel Grade) Baja ST-37 dengan Baja G-450 dengan
Fyield (fy) 240 MPa Fyield (fy) 450 MPa
(2400 kg/cm2) (4500 kg/cm2)
High-Tensile Strength
Perlindungan terhadap karat Harus dicat untuk Koil pelatnya sudah
(corrotion) melindungi dari bahaya galvanis (tidak
karat diperlukan cat)
Proses fabrikasi Dilubangi dan dicat Hanya dilubangi saja
tidak perlu dicat
Dimensi dan berat profil:
- Profil C100 - C100x50x20x2.3 - C102x51x12x1.5
(4.06 kg/m) (2.58 kg/m)
C102x51x12x1.9
(3.25 kg/m)

- Profil C150 - C150x65x20x2.3 - C152x64x15x1.5


(5.50 kg/m) (3.54 kg/m)
C152x64x15x1.9
(4.46 kg/m)

C152x64x15x2.4
(5.62 kg/m)
- Profil C200 - C200x75x20x2.3 - C203x76x20x1.5
(6.77 kg/m) (4.44 kg/m)
C203x76x20x1.9
(5.68 kg/m)
C203x76x20x2.4
(7.15 kg/m)

Tabel 2.2 Perbandingan Profil Lipped Channel Hot Rolled & Cold Rolled Steel

II-11
BAB II DASAR TEORI

2.3 Struktur Baja

Struktur baja dapat dibagi menjadi tiga kategori umum, yaitu:

a. Struktur rangka (framed structure), dimana elemen-elemennya kemungkinan

terdiri dari batang-batang tarik, balok, dan batang-batang yang mendapatkan

beban lentur kombinasi dan beban aksial.

b. Struktur tipe cangkang (shell type structure), dimana tegangan aksial lebih

dominan.

c. Struktur tipe suspensi (suspension type structure), dimana tarikan aksial lebih

mendominasi sistem pendukung utamanya.

2.3.1 Struktur Rangka

Kebanyakan konstruksi bangunan tipikal termasuk dalam kategori ini.

Bangunan berlantai banyak biasanya terdiri dari balok dan kolom, baik yang

terhubungkan secara rigid atau hanya terhubung sederhana dengan penopang

diagonal untuk menjaga stabilitas. Meskipun suatu bangunan berlantai banyak

bersifat tiga dimensional, namun biasanya bangunan tersebut didesain sedemikian

rupa sehingga lebih kaku pada salah satu arah ketimbang arah lainnya. Dengan

demikian, bangunan tersebut dapat diperlakukan sebagai serangkaian rangka

(frame) bidang. Meskipun demikian, bila perangkaan sedemikian rupa sehingga

perilaku batang-batangnya pada salah satu bidang cukup mempengaruhi perilaku

pada bidang lainnya, rangka tersebut harus diperlakukan sebagai rangka ruang tiga

dimensi. Bangunan-bangunan industrial dan bangunan-bangunan satu lantai

tertentu, seperti gereja, sekolah, dan gelanggang, pada umumnya menggunakan

struktur rangka baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian saja. Khususnya

II-12
BAB II DASAR TEORI

sistem atap yang mungkin terdiri dari serangkaian kerangka datar, kerangka

ruang, sebuah kubah atau mungkin pula bagian dari suatu rangka datar atau

rangka kaku satu lantai dengan pelana. Jembatan pun kebanyakan merupakan

struktur rangka, seperti balok dan gelagar pelat atau kerangka yang biasanya

menerus.

2.3.2 Struktur Tipe Cangkang

Dalam tipe struktur ini, selain melayani fungsi bangunan, kubah juga

bertindak sebagai penahan beban. Salah satu tipe yang umum dimana tegangan

utamanya berupa tarikan adalah bejana yang digunakan untuk menyimpan cairan

(baik untuk temperatur tinggi maupun rendah), diantaranya yang paling terkenal

adalah tangki air. Bejana penyimpanan, tangki dan badan kapal merupakan

contoh-contoh lainnya. Pada banyak struktur dengan tipe cangkang, dapat

digunakan pula suatu struktur rangka yang dikombinasikan dengan cangkang.

Pada dinding-dinding dan atap datar, sementara berfungsi bersama dengan sebuah

kerangka kerja, elemen-elemen “kulit”nya dapat bersifat tekan. Contoh pada

badan pesawat terbang. Struktur tipe cangkang biasanya didesain oleh seorang

ahli khusus / spesialis.

2.3.3 Struktur Tipe Suspensi

Pada struktur dengan tipe suspensi, kabel tarik merupakan elemen-elemen

utama. Biasanya subsistem dari struktur ini terdiri dari struktur kerangka, seperti

misalnya rangka pengaku pada jembatan gantung. Karena elemen tarik ini terbukti

II-13
BAB II DASAR TEORI

paling efisien dalam menahan beban, struktur dengan konsep ini semakin banyak

dipergunakan. Telah dibangun pula banyak struktur khusus dengan berbagai

kombinasi dari tipe rangka, cangkang, dan suspensi. Meskipun demikian, seorang

desainer spesialis dalam tipe struktur cangkang ini pun pada dasarnya harus juga

memahami desain dan perilaku struktur rangka.

2.4 Desain

2.4.1 Konsep Dasar LRFD

Dua filosofi yang sering digunakan dalam perencanaan struktur baja

adalah perencanaan berdasarkan tegangan kerja/working stress design (Allowable

Stress Design/ASD) dan perencanaan kondisi batas/limit states design (Load and

Resistance Factor Design/LRFD). Metode ASD sudah digunakan lebih dari 100

tahun lebih dan dalam 20 tahun terkahir, prinsip perencanaan struktur baja mulai

beralih ke konsep LRFD yang jauh lebih rasional dengan berdasarkan ke konsep

probabilitas. Dalam metode LRFD tidak diperlukan analisa probabilitas secara

penuh, terkecuali untuk situasi-situasi tidak umum yang tidak diatur dalam

peraturan.

Secara umum, suatu struktur dapat dikatakan aman apabila memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

φRn ≥ Σγi .Qi

Bagian dari persamaan menunjukkan tahanan atau kekuatan dari sebuah

komponen atau system struktur. Dan bagian kanan persamaan menyatakan beban

yang harus dipikul struktur tersebut. Jika tahanan nominal Rn dikalikan suatu

faktor tahanan φ maka akan diperoleh tahanan rencana. Namun demikian,

II-14
BAB II DASAR TEORI

berbagai macam beban (beban mati, beban hidup, beban angin, gempa, dan lain-

lain) pada bagian kanan persamaan dikalikan suatu faktor beban γi untuk

mendapatkan jumlah beban terfaktor Σγi .Qi.

2.4.2 Prinsip-Prinsip Desain

Perencanaan struktur dapat didefinisikan sebagai campuran antara seni dan

ilmu pengetahuan dikombinasikan dengan intuisi seorang ahli struktur mengenai

perilaku struktur dengan dasar-dasar pengetahuan dalam statika, dinamika,

mekanika bahan, dan analisa struktur, untuk menghasilkan suatu struktur yang

ekonomis dan aman selama masa layannya.

Tujuan dari perencanaan struktur menurut Tata Cara Perencanaan Struktur

Baja Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1729-2002) adalah menghasilkan suatu

struktur yang stabil, cukup kuat, mampu layan, awet, dan memenuhi tujuan-tujuan

lainnya seperti ekonomi dan kemudahan pelaksanaan. Suatu struktur disebut stabil

jika tidak mudah terguling, miring, atau tergeser selama umur rencana bangunan.

Risiko terhadap kegagalan struktur dan hilangnya kemampuanlayanan selama

umur rencana juga harus diminimalisir dalam batas-batas yang masih dapat

diterima. Suatu struktur yang awet semestinya tidak memerlukan biaya perawatan

yang terlalu berlebihan selama umur layannya.

Perencanaan adalah sebuah proses untuk mendapatkan suatu hasil yang

optimum. Suatu struktur dikatakan optimum apabila memenuhi kriteria-kriteria

berikut:

- Biaya minimum

- Berat minimum

II-15
BAB II DASAR TEORI

- Waktu konstruksi minimum

- Tenaga kerja minimum,

- Biaya manufaktur minimum,

- Manfaat maksimum pada masa saat layan

Biasanya dilibatkan beberapa kriteria yang masing-masing perlu diberi

bobot nilai. Dengan memperhatikan kriteria yang mungkin seperti diatas,

tampaklah bahwa penentuan kriteria-kriteria yang terukur dengan jelas pun

(seperti berat dan biaya) untuk mencapai suatu optimum kerap kali terbukti tidak

mudah, bahkan mustahil dilakukan. Dalam kebanyakan situasi praktis, penilaian

hanya dapat dilakukan secara kualitatif.

Apabila suatu kriteria tertentu dapat diwujudkan secara matematis, untuk

memperoleh titik maksimum dan minimum dari fungsi objektif yang

bersangkutan, dapat digunakan teknik-teknik optimasi, namun hendaknya kita

tidak melupakan kriteria subyektif lainnya, walaupun pengintegrasian dari

prinsip-prinsip perilaku dengan desain elemen-elemen baja struktur hanya

berdasarkan kriteria-kriteria objektif yang sederhana saja, misalnya berat dan

biaya.

2.4.3 Prosedur Desain

Prosedur desain dapat dianggap terdiri dari dua bagian, desain fungsional

dan desain kerangka kerja struktural. Desain fungsional menjamin tercapainya

hasil-hasil yang dikehendaki seperti:

- Area kerja yang lapang dan mencukupi,

- Ventilasi atau pengkondisian udara yang tepat,

II-16
BAB II DASAR TEORI

- Fasilitas-fasilitas transfortasi yang memadai, seperti lift, tangga, dan derek atau

alat-alat untuk menangani bahan-bahan,

- Pencahayaan yang cukup,

- Estetika atau keindahan

- Desain kerangka kerja struktural berarti pemilihan susunan serta ukuran

elemen-elemen struktur yang tepat, sehingga beban-beban layan bekerja

dengan aman.

Secara garis besar, prosedur desain secara iterasi dapat digambarkan

sebagai berikut:

a. Perancangan; penentuan fungsi-fungsi yang akan dilayani oleh struktur yang

bersangkutan. Tentukan kriteria-kriteria untuk mengukur apakah desain yang

dihasilkan telah mencapai optimum.

b. Konfigurasi struktur pendahuluan (preliminary); susunan dari elemen-

elemen yang akan melayani fungsi-fungsi pada langkah sebelumnya (a).

c. Penentuan beban kerja struktur; penentuan beban-beban yang harus

dipikul.

d. Pemilihan awal bentuk dan ukuran elemen; pemilihan ukuran batang yang

memenuhi kriteria obyektif, seperti berat atau biaya minimum dilakukan

berdasarkan keputusan dari langkah a, b dan c.

e. Analisa struktur; analisa struktur dengan membuat model beban-beban dan

kerangka kerja struktural untuk mendapatkan gaya-gaya internal dan defleksi

yang dikehendaki.

II-17
BAB II DASAR TEORI

f. Evaluasi; apakah semua persyaratan kekuatan dan kemampuan kerja telah

terpenuhi dan apakah hasilnya sudah optimum? Bandingkan dengan kriteria-

kriteria yang telah ditentukan sebelumnya.

g. Redesign; sebagai hasil dari evaluasi, diperlukan pengulangan bagian mana

saja dari urutan a sampai dengan f. Langkah-langkah tersebut merupakan

suatu proses iterasi. Namun dengan mengingat bahwa konfigurasi struktur

dan pembebanan luar telah ditentukan sebelumnya

2.5 Standar Perencanaan Baja Cold Formed

Dalam menghitung perencanaan baja dibutuhkan peraturan yang dapat

dipakai dari perhitungan tersebut. Baja kanai dingin dengan baja kanai panas

memiliki perlakuan yang berbeda (Wei Wen Yu), oleh dibeberapa negara

dibuatlah peraturan yang berbeda mengenai kedua macam baja tersebut.

Untuk perhitungan baja konvensional (hot rolled steel) dapat digunakan

peraturan SNI 03-1729-2002, walaupun sebetulnya peraturan SNI 03-1729-2002

menganut peraturan AISC-LRFD (American Institute of Steel Construction-Load

Resistant Factor Design). Pada baja cold formed (baja mutu tinggi) peraturan

SNI-nya hingga kini masih belum ada, tapi peraturan AISI (American Iron and

Steel Institute) dapat digunakan sebagai pedoman perhitungan tersebut dan buku

handbook yang terkenal adalah karya Wei Wen Yu yang dapat digunakan sebagai

literatur perhitungan baja cold formed (baja mutu tinggi). Metode perhitungan

baja terdapat dua metode yaitu ASD-Allowable Stress Design dan LRFD-Load

Resistance Factor Design. Pada tugas akhir ini akan dipakai metode ASD pada

perhitungan konstruksi baja tersebut. Dan untuk perhitungan baja cold formed

II-18
BAB II DASAR TEORI

atau baja mutu tinggi akan dipakai peraturan AISI (American Iron and Steel

Institute).

2.6 Peraturan Pembebanan Bangunan

Beban adalah gaya luar yang bekerja pada struktur. Penentuan secara pasti

besarnya beban yang bekerja pada suatu struktur selama masa umur layannya

merupakan pekerjaan yang cukup sulit. Di Indonesia untuk pembebanan mengacu

kepada Peraturan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung (PPURG 1987).

Peraturan tersebut sampai sekarang masih menjadi rujukan dalam perancangan

bangunan.

Beberapa jenis beban yang umum dan sering dijumpai antara lain:

- Beban Mati (DL=Dead Load), adalah berat dari semua bagian suatu

gedung/bangunan yang bersifat tetap selama masa layan struktur, termasuk

unsur-unsur tambahan, finishing, mesin-mesin serta peralatan yang merupakan

bagian tak terpisahkan dari gedung/bangunan tersebut.

- Beban Hidup (LL=Live Load), adalah beban gravitasi yang bekerja pada

struktur dalam masa layannya, dan timbul akibat penggunaan suatu gedung.

Termasuk beban ini adalah berat manusia, perabotan/peralatan yang dapat

dipindah-pindah, kendaraan, dan lain-lain.

- Beban Angin (WL=Wind Load), adalah beban yang bekerja pada struktur

akibat tekanan-tekanan dari gerakan angin. Beban angin sangat tergantung dari

lokasi dan ketinggian dari struktur. Besarnya tekanan tiup harus diambil

minimum sebesar 25 kg/m2, kecuali untuk bangunan-bangunan berikut:

II-19
BAB II DASAR TEORI

1) Tekanan tiup di tepi laut hingga 5 km dari pantai harus diambil minimum

40 kg/m2

2) Untuk bangunan di daerah lain yang kemungkinan tekanan tiupnya lebih

dari 40 kg/m2, harus diambil sebesar p = V2/16 (kg/m2), dengan V adalah

kecepatan angin dalam m/s.

3) Untuk cerobong, tekanan tiup dalam kg/m2 harus ditentukan dengan rumus

(42,5 + 0,6h), dimana h adalah tinggi cerobong seluruhnya dalam m.

Nilai tekanan tiup yang diperoleh dari hitungan diatas harus dikalikan dengan

suatu koefisien angin, untuk mendapatkan gaya resultan yang bekerja pada

bidang kontak tersebut.

- Beban Gempa (EQ=Earthquake Load), adalah semua beban static ekivalen

yang bekerja pada struktur akibat adanya pergerakan tanah oleh gempa bumi,

baik pergerakan arah vertikal maupun horisontal. Namun dalam umumnya

percepatan tanah arah horisontal lebih besar dari pada arah vertikalnya.

Besarnya gaya geser dasar (static ekivalen) ditentukan berdasarkan persamaan:

C×I
V= ⋅ Wt
R
Dimana:

C : faktor respon gempa yang ditentukan berdasarkan lokasi bangunan dan

jenis tanahnya

I : faktor keutamaan gedung

R : faktor reduksi gempa yang tergantung pada jenis struktur yang

bersangkutan

Wt : berat total bangunan termasuk beban hidup yang bersesuaian

II-20
BAB II DASAR TEORI

Untuk kombinasi pembebanan (load combination) dipakai peraturan ASCE

(American Society of Civil Engineering) Standard 7-05 dengan dua jenis

kombinasi pembebanan (ASD-LRFD), yaitu :

2.6.1 Pembebanan ASCE Standard 7-05 dengan metode LRFD

1. 1.4(D + F)

2. 1.2(D + F + T ) + 1.6(L + H) + 0.5(Lr or S or R)

3. 1.2D + 1.6(Lr or S or R) + (L or 0.8W)

4. 1.2D + 1.6W + L + 0.5(Lr or S or R)

5. 1.2D + 1.0E + L + 0.2S

6. 0.9D + 1.6W + 1.6H

7. 0.9D + 1.0E + 1.6H

Dimana:

D = Beban Mati

F = Beban karena cairan yang memiliki tekanan yang tinggi pada

ketinggian maksimum

T = Kekuatan Tegangan Sendiri

H = Beban Lateral

S = Beban Salju

R = Beban Hujan

L = Beban Hidup

W = Beban Angin

Lr = Beban Hidup Atap

E = Beban Gempa

II-21
BAB II DASAR TEORI

2.6.2 Pembebanan ASCE Standard 7-05 dengan metode ASD

1. D + F

2. D + H + F + L + T

3. D + H + F + (Lr or S or R)

4. D + H + F + 0.75(L + T ) + 0.75(Lr or S or R)

5. D + H + F + (W or 0.7E)

6. D + H + F + 0.75(W or 0.7E) + 0.75L+ 0.75(Lr or S or R)

7. 0.6D + W + H

8. 0.6D + 0.7E + H

Dimana:

D = Beban Mati

F = Beban karena cairan yang memiliki tekanan yang tinggi pada

ketinggian maksimum

T = Kekuatan Tegangan Sendiri

H = Beban Lateral

S = Beban Salju

R = Beban Hujan

L = Beban Hidup

W = Beban Angin

Lr = Beban Hidup Atap

E = Beban Gempa

2.7 Sambungan Baut

Setiap struktur baja merupakan gabungan dari beberapa komponen batang

yang disatukan dengan alat pengencang. Salah satu alat pengencang di samping

II-22
BAB II DASAR TEORI

las dan cukup popular adalah baut terutama baut mutu tinggi. Baut mutu tinggi

menggeser penggunaan paku keling sebagai alat pengencang karena beberapa

kelebihan yang dimilikinya dibandingkan paku keling, seperti jumlah tenaga kerja

yang lebih sedikit, kemampuan menerima gaya yang lebih besar, dan secara

keseluruhan dapat menghemat biaya konstruksi. Selain mutu tinggi ada pula baut

mutu normal A307 terbuat dari baja karbon rendah.

Dua tipe dasar baut mutu tinggi yang distandarkan oleh ASTM adalah tipe

A325 dan A490. Baut ini mempunyai kepala berbentuk segi enam. Baut A325

terbuat dari baja karbon yang memiliki kuat leleh 560 – 630 MPa, baut A490

terbuat dari baja alloy dengan kuat leleh 790 – 630 MPa, tergantung diameternya.

Diameter baut mutu tinggi berkisar antara ½ – 1½ in, yang sering digunakan

dalam struktur bangunan berdiameter 3/4 dan 7/8 in, dalam desain jembatan

antara 7/8 hingga 1 in.

Dalam pemasangan baut mutu tinggi memerlukan gaya awal yang cukup

yang diperoleh dari pengencangan awal. Gaya ini memberikan friksi sehingga

cukup kuat untuk memikul beban yang bekerja. Gaya ini dinamakan proof load,

diperoleh dengan mengalikan luas daerah tegangan tarik (As) dengan kuat leleh

yang diperoleh dengan metode 0,2% tangent atau 0,5% regangan 70% fu untuk

A325 dan 80% fu untuk A490.

π
2
0,9743 
As = d b − Dimana; db = diameter nominal baut
4 n 
n = jumlah ulir per mm

Baut mutu normal dipasang kencang tangan. Baut mutu tinggi mula-mula

dipasang kencang tangan, dan kemudian diikuti dengan ½ putaran lagi (turn-of-

II-23
BAB II DASAR TEORI

the-nut method). Sambungan baut mutu tinggi dapat didesain sebagai sambungan

tipe friksi (jika dikehendaki tidak ada slip) atau juga sebagai sambungan tipe

tumpu.

Berdasarkan metode analisa struktur baja maka AISC membagi sambungan

baut menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Sambungan yang kaku (rigid)

Pada sambungan ini sudut antara batang-batang yang disambung relatif tidak

akan berubah baik sebelum maupun setelah pembebanan. Jadi pengekangan

rotasi relatif besar mencapai lebih dari 90 % dari yang diperlukan guna

mencegah perubahan sudut. Sambungan demikian cocok untuk dipakai pada

perencanaan plastis maupun perencanaan tegangan kerja berdasarkan rigid

design method.

2. Sambungan sendi (pin connected)

Pada sambungan ini, rotasi ujung batang relatif lebih besar, dengan kata lain

derajat pengekangan ujung batang amat kecil, kurang dari 20 % terhadap

kapasitas yang diperlukan untuk mencegah perubahan sudut.

Sambungan ini terutama bekerja memindahkan gaya lintang ke batang lain,

misalnya dari balok ke kolom. Sambungan ini tidak dipakai dalam

perencanaan plastis, hanya diterapkan pada struktur yang direncanakan

berdasarkan simple design method, dimana dalam perhitungan dianggap

sebagai tumpuan sendi.

3. Sambungan semi kaku (semi rigid = partially restrained)

Pada sambungan ini, derajat pengekangan rotasi berkisar antara 20 % sampai

dengan 90 % dari kapasitas yang diperlukan untuk mencegah perubahan

II-24
BAB II DASAR TEORI

sudut. Sambungan demikian dipergunakan pada perencanaan berdasarkan

semi rigid design method. Tetapi berhubung besarnya derajat pengekangan

rotasi tidak mudah ditentukan maka metode ini jarang dipakai.

2.7.1 Tahanan Nominal Baut

Suatu baut yang memikul beban terfaktor, Ru, sesuai persyaratan LRFD

harus memenuhi:

Ru ≤ φ ⋅ Rn

Dengan Rn adalah tahanan nominal baut sedangkan φ adalah faktor reduksi yang

diambil sebesar 0,75. Besarnya Rn berbeda-beda untuk masing-masing tipe

sambungan.

1. Tahanan Geser Baut; tahanan nominal satu buah baut yang memikul gaya

geser memenuhi persamaan:

Rn = m.r1. f u . Ab
b

Dengan: r1 = 0,50 untuk baut tanpa ulir pada bidang geser

r1 = 0,40 untuk baut dengan ulir pada bidang geser

fub = kuat taruk baut (MPa)

Ab = luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir

m = jumlah bidang geser

2. Tahanan Tarik Baut; baut yang memikul gaya tarik tahanan nominalnya

dihitung menurut:

Rn = 0,75. f u . Ab
b

Dengan: fub = kuat taruk baut (MPa)

Ab = luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir

II-25
BAB II DASAR TEORI

3. Tahanan Tumpu Baut; tahanan tumpu nominal tergantung kondisi yang

terlemah dari baut atau komponen pelat yang disambung. Besarnya

ditentukan sebagai berikut:

Rn = 2,4.d b .t p . f u

Dengan: db = diameter pada daerah tak berulir

tf = tebal pelat

fu = kuat tarik putus terendah dari baut atau pelat

Persamaan tahanan tumpua baut di atas berlaku untuk semua baut, sedangkan

untuk lubang selot panjang tegak lurus arah gaya berlaku: Rn = 2,0.d b .t p . f u

Tata letak baut diatur dalam SNI pasal 13.4. Jarak antar pusat lubang baut

harus diambil tidak kurang 3 kali diameter nominal baut, dan jarak baut tepi

dengan jujung pelat harus sekurang-kurangnya 1,5 diameter nominal baut. Dan

jarak maksimum antar pusat lubang baut tidak boleh melebihi 15tp (dengan tp

adalah tebal pelat tertipis dalam sambungan) atau 200 mm, sedangkan jarak tepi

maksimum harus tidak melebihi (4tp + 100 mm) atau 200 mm.

3db < S < 15tp atau 200 mm

1,5db < S1 < (4tp + 100 mm) atau 200 mm

Gambar 2.6 Tata Letak Baut

II-26
BAB II DASAR TEORI

2.7.2 Jenis Sambungan Baut

a. Lap Joint (sambungan overlap)

Pada keadaan ini baut memikul satu irisan. Gaya yang bekerja pada baut

adalah tegak lurus sumbunya menimbulkan tegangan geser tegak lurus sumbu

baut.

b. Butt Joint

Baut bekerja 2 irisan. Gaya yang bekerja pada baut adalah tegak lurus

sumbunya menimbulkan tegangan geser tegak lurus sumbu kuat.

c. Baut yang dibebani sejajar sumbunya

Menimbulkan tegangan tarik sejajar sumbunya.

d. Baut yang dibebani sejajar sumbu dan tegak lurus sumbunya

II-27

Anda mungkin juga menyukai