PENDAHULUAN
1
ketinggian yang besar, pengaruh angin menjadi prioritas utama dalam
perhitungan struktur ini.
Oleh karena itu sebagai mahasiswa teknik sipil harus mampu
merencanakan suatu tower telekomunikasi untuk menjawab kebutuhan yang
ada pada zaman sekarang.
1.4 Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan ini yaitu:
1. Untuk mengetahui perencanaan konstruksi tower telekomunikasi dengan
ketinggian 27 m
2. Untuk mengetahui analisa struktur telekomunikasi yang direncanakan
menggunakan mutu baja BJ 41, mutu beton 30 Mpa, mutu tulangan 240
Mpa dan 320 Mpa, teg. Ijin tanah 5 kg/cm2 dengan jenis tanah keras
2
1.5 Manfaat
Manfaat dari Tugas besar struktur baja 2 ini yaitu, mahasiswa dapat
merencanakan konstruksi tower dan dapat membuat gambar struktur dari
perencanaan konstruksi tower, dan sebagai salah satu sarana untuk
meningkatkan wawasan dan kemampuan mahasiswa dalam dunia konstruksi
pada saat terjun dalam dunia kerja nantinya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
tombul regangan permanen sebesar 0,2% atau dapat ditentukan pula
sebagai tegangan pada saat regangan mencapai 0,5%.
5
Gambar 2.2 Bagian Kurva Tegangan (f) – Regangan (ε) Yang Diperbesar
Sumber : Agus Setiawan, Perencanaan Struktur Baja Dengan Metode LRFD
6
berlanjut hingga mencapai tegangan putus. Kemiringan daerah ini
dinamakan modulus penguatan regangan (Est).
7
Gambar 2.3 Macam-macam Profil Baja
Sumber : Agus Setiawan, Perencanaan Struktur Baja Dengan Metode LRFD
8
2.2 Pengertian Tower
Tower atau yang sering disebut dengan menara yang digunakan
secara umum dapat digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu:
a. Self-Supporting Tower, adalah menara yang memiliki pola batang yang
disusun dan disambung sehingga membentuk rangka yang berdiri
sendiri tanpa ada sokongan lainnya.
c. Monopole, menara ini adalah jenis menara yang hanya terdiri dari satu
batang atau satu tuiang yang didirikan atau ditancapkan langsung pada
tanah. Dari penampangnya menara ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
9
1. Cilcular-pole, addalah jenis monopole yang memiliki diameter
penampang/ panel seragam mulai dari bawah sampai atas.
10
Transmite Satelit). Selain itu lokasi menara juga sangat berpengaruh
terhadap struktu menara tersebut.
11
Gambar 2.9 Sectoral Antena (Grid)
Sumber: Masca Indra Triana, 2010
2.4 Pembebanan
Suatu sistem struktur pada konstruksi sipil direncanakan untuk dapat
menahan beban-beban yang bekerja. Oleh karena itu dalam perencanaan
dimensi selalu memperhatikan beban-beban yang bekerja pada struktur yang
berkaitan dengan umur rencana dari struktur itu, sehingga struktur tersebut
akan berfungsi sebagai mana yang diharapkan dalam waktu yang telah
direncanakan. Pada stuktur tower ini beban-beban yang bekerja antara lain:
a. Beban Mati (Dead Load)
Beban mati adalah beban yang bekerja pada struktur akibat adanya gaya
gravitasi. Berat struktur dipandang sebagai beban mati, demikian juga
semua beban yang dipikul selama struktur berdiri.
b. Beban Hidup (Live Load)
Beban hidup berasal dari beban pekerja pada tower. Asumsi satu orang
pekerja adalah sebesar 100 kg.
c. Beban Angin (Wind Load)
Beban angin adalah tekanan pada struktur bangunan yang diakibatkan
oleh angin. Beban angin diperhitungkan dari berbagai faktor antara lain
12
lokasi bangunan, kecepatan angin, luas penampang yang terkena
hembusan (tekanan) angin.
Menrut PPIUG 1983 tekanan angin diperhitungkan sebagai berikut:
1. Tekanan tiup harus diambil minimum 25 kg/m 2, kecuali yang
ditentukan poin 2,3,4 dibawah ini,
2. Tekanan tiup di laut dan ditepi laut sampai sejauh 5 km dari pantai
harus diambil minimum 40 kg/m2, kecuali yang ditentukan dalam
poin 3, dan 4,
3. Untuk daerah-daerah di dekat laut dan daerah-daerah lain tertentu,
dimana terdapat kecepatan angin yang mungkin menghasilkan
tekanan tiup lebih besar dari pada yang ditentukan dalam poin 1 dan
2, tekanan tiup (p) harus dihitung dengan rumus:
p=¿V2/16 (kg/m2)
Dimana V adalah kecepatan angin dalam m/det, yang harus
ditentukan oleh instansi yang berwenang.
4. Pada cerobong, tekanan tiup dalam kg/m2 harus ditentukan dengan
rumus (42,5 + 0,6 h), dimana h adalah tinggi cerobong seluruhnya
dalam meter, diukur dari lapangan yang berbatasan.
5. Apabila dapat dijamin suatu gedung terlindung efektif terhadap angin
dari suatu jurusan tertentu oleh gedung-gedung lain, hutan-hutan
pelindung atau penghalang-penghalang lain, maka tekanan tiup dari
jurusan itu menurut poin 1 s/d 4 dapat dikalikan dengan koefisien
reduksi sebesar 0,5.
d. Beban Gempa (Earthquake Load)
Beban gempa adalah semua beban static ekivalen yang bekerja pada
bangunan atau bagian bangunan yang menirukan pengaruh dari gerakan
tanah akibat gempa itu. Ketika pengaruh gempa pada struktur bangunan
ditentukan berdasarkan suatu analisa dinamik, maka yang diartikan
dengan beban gempa disini adalah gaya-gaya di dalam struktur tersebut
yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa itu.
13
Setiap struktur bangunan, menurut SNI 03-1726-2002, harus
direncanakan untuk menahan suatu beban geser dasar akibat gempa (V)
dalam arah-arah yang ditentukan oleh rumus:
C . I . Wt
V=
R
Dengan,
C = koefisien gema dasar
I = faktor keutamaan, faktor keutamaan ini dapat dilihat pada Tabel 2.2
R = faktor reduksi gempa, dapat dilihat pada Tabel 2.3
Wt = kombinasi dari beban mati dan beban hidup
Wt = 1,05 (BM + 0,3 BH)
Tabel 2.2 Faktor Keutamaan (I) Untuk berbagai Gedung dan Bangunan
Faktor Keutamaan
Kategori Gedung
I1 I2 I
Gedung umum seperti untuk penghunian, perniagaan 1,0 1,0 1,0
dan perkantoran
Monument dan bangunan monumental 1,0 1,6 1,6
Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, 1,4 1,0 1,4
instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat
penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio
dan televisi.
Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti 1,6 1,0 1,6
gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun
Cerobong, tangki diatas menara 1,5 1,0 1,5
Sumber: SNI-1726-2002
14
Tabel 2.3 Faktor daktilitas maksimum, faktor reduksi gempa maksimum, faktor
tahanan lebih struktur dan faktor tahanan lebih total beberapa jenis
sistem dan subsistem struktur gedung.
Sistem dan subsistem struktur Uraian sistem pemikul gempa μm Rm f
gedung
1. Sistem dinding penumpu (sistem 1. Dinding geser beton bertulang 2,7 4,5 2,8
struktur yang tidak mempunyai 2. Dinding penumpu dengan rangka baja 1,8 2,8 2,2
rangka ruang pemikul beban ringan dan bresing tarik
gravitasi secara lengkap. 3. Rangka bresing dimana bresingnya
Dinding penumpu atau sistem memikul beban gravitasi
bresing memikul hampir semua a. Baja 2,8 4,4 2,2
beban gravitasi. Beban lateral b. Beton bertulang (tidak untuk 1,8 2,8 2,2
dipikul dinding geser atau wilayah 5 &6)
rangka bresing)
2. Sistem rangka gedung (sistem 1. Rangka bresing eksentris baja (RBE) 4,3 7,0 2,8
struktur gedung yang pada 2. Dinding geser beton bertulang 3,3 5,5 2,8
dasarnya memiliki rangka ruang 3. Rangka bresing biasa
pemikul beban gravitasi lengkap. a. Baja 3,6 5,6 2,2
Beban lateral dipikul dinding b. Beton bertulang (tidak untuk 3,6 3,6 2,2
geser atau rangka bresing) wilayah 5 & 6)
4. Rangka bresing konsentrik khusus
a. Baja 4,1 6,4 2,2
5. Dinding geser beton 4,0 6,5 2,8
bertulangberangkai daktail
6. Dinding geser beton bertulang 3,6 6,0 2,8
kantilever daktail penuh
7. Dinding geser beton bertulang 3,3 5,5 2,8
kantilever daktai parsial
3. Sistem rangka pemikul momen 1. Rangka pemikul momen khusus
(sistem struktur yang pada (SRMPK)
dasarnya memilikirangka ruang a. Baja 5,2 8,5 2,8
pemikul beban gravitasi lengkap. b. Beton bertulang 5,2 8,5 2,8
Beban lateral dipikul rangka 2. Rangka pemikul momen menengah 3,3 5,5 2,8
pemikul momen terutama beton (SRPMM)
melalui mekanisme lentur) 3. Rangka pemikul momen biasa
(SRPMB)
a. Baja 2,7 4,5 2,8
b. Beton bertulang 2,1 3,5 2,8
4. Rangka batang baja pemikul momen 4,0 6,5 2,8
khusus (SRBPMK)
4. Sistem ganda (terdiri dari: (1) 1. Dinding geser
rangka ruang yang memiliki a. Beton bertulang dengan SRPMK 5,2 8,5 2,8
seluruh beban gravitasi, (2) beton bertulang
pemikul beban lateral berupa b. Beton bertulang dengan SRPMB 2,6 4,2 2,8
dinding geser atau rangka baja
bresing dengan rangka pemikul c. Beton bertulang dengan SRPMM 4,0 6,5 2,8
momen. Rangka pemikul beton bertulang
momen harus direncanakan 2. RBE baja
secara terpisah mampu memikul a. Dengan SRPMK baja 5,2 8,5 2,8
sekurang-kurangnya 25% dari
b. Dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8
seluruh beban lateral, (3) kedua
3. Rangka bresing biasa
sistem harus direncanakan untuk
memikul secara bersama-sama a. Dengan SRPMK baja 4,0 6,5 2,8
b. Dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8
15
seluruh beban lateral dengan c. Beton bertulang dengan SRPMK 4,0 6,5 2,8
memperhatikan interaksi/ sistem beton bertulang (tidak untuk
ganda wilayah 5 & 6)
d. Beton bertulang dengan SRPMM 2,6 4,2 2,8
beton bertulang (tidak untuk
wilayah 5 & 6)
4. Rangka bresing konsentrik khusus
a. Baja dengan SRPMK baja 4,6 7,5 2,8
b. Baja dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8
5. Sistem struktur gedung kolom Sistem struktur kolom kantilever 1,4 2,2 2
kantilever: (sistem struktur yang
memanfaatkan kolom kantilever
untuk memikul beban lateral)
6. Sistem interaksi dinding geser Beton bertulang biasa (tidak untuk wilayah 3,4 5,5 2,8
dengan rangka 3,4,5,& 6)
7. Subsistem tunggal (subsistem 1. Rangka terbuka baja 5,2 8,5 2,8
struktur bidang yang membentuk 2. Rangka terbuka beton bertulang 5,2 8,5 2,8
struktur bidang yang membentuk 3. Rangka terbuka beton bertulang 3,3 5,5 2,8
struktur gedung secara dengan balok beton pratekan
keseluruhan) (bergantung pada indeks baja total)
4. Dinding geser beton bertulang 4,0 6,5 2,8
berangkai daktail penuh
5. Dinding geser beton bertulang 3,3 5,5 2,8
kantilever daktai parsial
Sumber: SNI-1726-2002
16
Gambar 2.10 Pembagian daerah gempa di Indonesia
Sumber: SNI-1726-2002
17
Dengan,
H = tinggi bangunan
B = panjang bangunan pada arah yang ditinjau
e. Kombinasi Pembebanan
Berdasarkan SNI 2002, struktur baja harus mampu memikul semua
kombinasi pembebanan dibawah ini :
a. 1,4 D
b. 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (La atau H)
c. 1,2 D + 1,6 (La atau H) + ( γL L atau 0,8 W)
d. 1,2 D + 1,3 W + γL L + 0,5 (La atau H)
e. 1,2 D ± (1,3 W atau 1,0 E)
D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen,
termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan
peralatan layan tetap.
L adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung,
termasuk kejut.
La adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh
pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh
orang dan benda bergerak.
H adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air.
W adalah beban angin.
E adalah beban gempa, yang ditemukan menurut SNI 03 – 1726 – 2002,
atau penggantinya dengan γL = 0,5 bila L < 5 kPa, dan γL = 1 bila L ≥
5 kPa. Faktor beban untuk L harus sama dengan 1,0 untuk garasi parkir,
daerah yang digunakan untuk pertemuan umum dan semua daerah yang
memikul beban hidup lebih besar dari 5 kPa.
18
Tabel 2.4 Daya Dukung Tanah Fondasi
Pembebanan Sementara.
Pembebanan Tetap.
Jenis Tanah Kenaikan Daya Dukung
Daya Dukung yang Diizinkan
Fondasi yang Diizinkan
(kg/cm2)
(%)
Keras ≥5 50
Sedang 2–5 30
Lunak 0,5 – 2 0 – 30
Amat Lunak 0 – 0,5 0
Sumber: PPIUG 1983
Pada peninjauan beban kerja pada fondasi tiang pancang dan tiang
bor, maka pada pembebanan sementaraa yang ditentukan dalam PPIUG 1983
pasal 1.1 ayat (2), selama tegangan yang diizinkan di dalam tiang memenuhi
syarat-syarat yang berlaku untuk bahan tiang yang bersangkutan, daya
dukung tiang yang diizinkan dapat dinaikkan sampai 50%.
19
Tabel 2.5 Tipe-Tipe Baut
Tipe Baut Diameter Proof Stres (MPa) Kuat Tarik Min.
(mm) (MPa)
A307 6.35 – 104 - 60
A325 12.7 – 25.4 585 825
28.6 – 38.1 510 725
A490 12.7 – 38.1 825 1035
Sumber: Agus Setiawan, 2008
20
Ab = luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir
Tahanan Tumpu Baut
Tahanan tumpu nominal tergantung kondisi yang terlemah dari baut atau
komponen pelat yang disambung besarnya ditentukan sebagai berikut:
❑
Rn = 2,4. db. tp. f u .
Dengan : db = diameter baut pada daerah tak berulir
tp = tebal pelat
❑
fu = tarik putus rendah dari baut atau pelat
Tata letak baut diatur dalam SNI pasal 13.4. jarak antar pusat lubang
baut harus diambil tidak kurang dari 3 kali diameter baut, dan jarak antara
baut tepi dengan ujung pelat harus sekurang-kurangnya 1,5 diameter nominal
baut. Dan jarak maksimum antar pusat lubang baut tidak melebihi 15tp (dengan
tp adalah tebal pelat lapis tertitip dalam sambungan) atau 200 mm,sedangkan
jarak tepi maksimum harus tidak melebihi (4tp + 100 mm) atau 200 mm.
21
hidup, gempa dan lain-lain) pada bagian kanan persamaan diatas dikalikan
suatu faktor beban γi untuk mendapatkan jumlah beban terfaktor ∑ γi .Qi .
Faktor reduksi adalah suatu faktor yang dipakai untuk mengalikan
kuat nominal untuk mendapatkan kuat rencana. Nilai-nilai faktor reduksi
untuk setiap komponen struktur berbeda-beda, berikut ini nilai faktor reduksi
berdasarkan SNI 03-1279-2002 dapat dilihat pada Tabel 2.6.
22
Sumber : SNI 03-1279-2002
23
a. Leleh dari luas penampang kotor di daerah yang jauh dari sambungan
Bila kondisi leleh yang menentukan, maka tahanan nominal Nn dari
batang tarik menggunakan persamaan:
Nn = Ag x fy
∅ = 0,9
Dimana Ag : luas penampang kotor (mm2)
fy : Kuat leleh material (MPa)
b. Farktur dari luas penampang efektif pada daerah sambungan
Bila kondisi fraktur pada sambungan yang menentukan nilai tahanan
nominal Nn dari batang tarik menggunakan persamaan:
Nn = Ae x fu
∅ = 0,75
Dimana Ae : luas penampang efektif (mm2)
fu : tegangan tarik putus material (MPa)
Untuk mencari luas penampang efektif dari suatu penampang
menggunakan persamaan:
Ae = An x U
Dengan An : Luas tampang netto (mm2)
U : nilai faktor
c. Geser blok (Block Shear)
Keruntuhan geser blok merupakan penjumlahan tarik leleh (atau tarik
fraktur) pada suatu irisan dengan geser fraktur (atau geser leleh)
padairisan lainnya yang saling tegak lurus. Dan tahanan nominal tarik
dalam keruntuhan geser blok mempunyai persamaan:
1. Geser leleh – Tarik fraktur ( fu x An ≥ 0,6 x fu x Anv )
Nn = 0,6 x fy x Agv + fu x Ant
2. Geser farktur – Tarik leleh ( fu x An ¿ 0,6 x fu x Agt)
Nn = 0,6 x fu x Anv + fy x Agt
Dengan:
Agv : Luas kotor akibat geser
24
Agt : Luas kotor akibat tarik
Anv : Luas netto akibat geser
Ant : Luas netto akibat tarik
fu : Kuat tarik
fy : Kuat tarik
25
masih kecil. Hal yang sebaliknya akan terjadi pada batang langsing. Tampak
di sini bahwa kuat tekan kolom dipengaruhi oleh kelangsingan. Semakin
langsing suatu kolom, kuat tekannya semakin kecil.
26
Gambar 2.13 Nilai k (faktor panjang tekuk)
Sumber : SNI 03-1729-2002
c. Daya Dukung Nominal komponen struktur tekan
Untuk penampang yang mempunyai perbandingan lebar terhadap
tebalnya lebih kecil daripada nilai λ r pada tabel 2.3, daya dukung nominal
komponen struktur tekan dihitung sebagai berikut:
fy
Nn = Ag x fcr = Ag x
ω
fy
fcr =
ω
untuk λ c ≤ 0,25 maka ω=1
1,43
untuk 0,25<¿ λ c ¿ 1,2 maka ω=
1,6−0,67 λc
untuk λ c ≥ 1,2 maka ω=1,25 x λ c2
untuk λ c ¿
I Lk
x
π iy
x
E√
fy
27
fy adalah tegangan leleh material, MPa
I adalah momen inersia penampang, cm4
L adalah panjang elemen tekan, m
k adalah faktor perletakan elemen
iy adalah jari-jari girasi penampang, cm
Tabel 2.7 Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal untuk elemen tertekan
28
persegi panjang dan
bujursangkar berongga
dengan ketebalan seragam
yang dibebani lentur atau
tekan pelat penutup dari pelat
sayap dan pelat diafragma
yang terletak di antara baut-
baut atau las
Bagian lebar yang tak
terkekang dari pelat penutup b/t - 830 / √ fy
berlubang [b]
Bagian-bagian pelat badan h/tw 1.680 / √ fy 2.550 / √ fy
dalam tekan akibat lentur [a]
Untuk
Nu / ø Ny ≤ 0,125
1.680 0,74 Nu
[ 1-
√ fy ∅ Ny
(g)
] 2.550
Bagian-bagian pelat badan
[ 1-
dalam kombinasi tekan dan h/tw Untuk √ fy
lentur 0,74 Nu
Nu / ø Ny ¿ 0,125 ]
500 ∅ Ny
[ 2,33-
√ fy
0,74 Nu 665
]≥
∅ Ny √ fy
Elemen-elemen lainnya yang
diperkaku dalam tekan murni b/t 665
-
yaitu dikekang sepanjang h/tw √ fy
kedua sisinya
Penampang bulat berongga (d)
D/t - 22.000 / fy
Pada tekan aksial
14.800 / fy 62.000 / fy
Pada lentur
(e) fr = tegangan tekan residual pada
[a] Untuk balok hibrida, gunakan tegangan pelat sayap
leleh pelat sayap fyf sebagai ganti fy. = 70 MPa untuk penampang dirol
= 150 MPa untuk penampang dilas
4
[b] Ambil luas neto plat pada lubang terbesar. (f) ke = tapi, 0,35 ≤ ke ≤ 0,763
√ h/tw
[c] Dianggap kapasitas rotasi inelastis sebesar 3
Untuk struktur-struktur pada zona gempa tinggi
diperlukan kapasitas rotasi yang lebih besar. (g) fy adalah tegangan leleh minimum
[d] Untuk perencanaan plastis gunakan
9.000/fy.
Sumber : SNI 03-1279-2002
29
30