Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH STRUKTUR BAJA 1

SEMESTER PENDEK STRUKTUR BAJA 1


KARAKTERISTIK KUAT TARIK BETON

Disusun oleh:
Pandu Muharram - (41118110008)

Dosen :
Suprapti, ST, MT

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Struktur baja pada dunia modern sering digunakan sebagai bahan struktur pada bangunan
maupun jembatan. Sejak gedung pencakar langit pertama di Chicago dibangun, popularitas baja
sebagai bahan yang kuat secara struktural, pasar konstruksi baja meningkat di Amerika. Hal itu
berdampak pada mulai banyaknya penggunaan bahan material baja sebagai pengganti beton pada
beberapa konstruksi baik pembangunan Gedung maupun konstruksi lain seperti jembatan.

Di Indonesia sendiri pada saat ini, perkembangan penggunaan material baja pada
konstruksi bangunan sudah sangat terlihat jelas. Seperti rangka atap yang digunakan pada rumah-
rumah modern sudah menggunakan baja dan baja ringan. Baja dan baja ringan dipilih oleh
masyarakat Indonesia karena di Indonesia sendiri sudah sulit ditemukan kayu yang berkualitas baik.
Selain itu, penggunaan baja dan baja ringan ini dapat mengurangi jumlah pohon yang ditebang
untuk memenuhi kebutuhan manusia. Maka, tak asing bila sekarang di Indonesia mudah sekali
ditemukan toko yang menjual baja dan baja ringan. Selain sebagai rangka atap tentunya penggunaan
baja di Indonesia juga sudah banyak diterapkan pada pembangunan lain seperti Gedung, pabrik
ataupun jembatan. Secara umum baja adalah salah satu material yang bisa dikatakan sebagai
pengganti beton yang biasa digunakan pada kerangka kerangka bangunan, baik itu sebagai kolom,
balok, rangka atap maupun pelat lantai.

1.2. Maksud dan Tujuan

1.2.1 Maksud :
 Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Struktur Baja 1 mengenai materi Karakteristik Kuat
Tarik Baja

1.2.2 Tujuan :
 Untuk memahami Bahan Material Baja dan Sifat-sifatnya
 Untuk memahami Kelebihan dan Kekurangan Baja
 Untuk memahami Karakteristik pada Baja
 Untuk memahami Diagram Tegangan-Regangan Kuat Tarik Baja

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Baja

Baja adalah logam campuran yang terdiri dari besi (Fe) dan karbon (C). Dalam senyawa
antara besi dan karbon (unsur nonlogam) tersebut menjadi unsur yang lebih dominan disbanding
karbon. Kandungan karbon berkisar antara 0,2-2,1% dari berat baja, tergantung tingkatannya.
Secara sederhana, fungsi karbon adalah meningkatkan kualitas baja, yaitu daya tariknya (tensile
strength) dan tingkat kekerasannya (hardness). Selain karbon, sering juga ditambahkan unsur
chrom (Cr), nikel (Ni), vanadium (V), molybdaen (Mo) untuk mendapatkan sifat lain sesuai aplikasi
dilapangan seperti anti korosi, tahan panas dan tahan temperature tinggi.

2.2. Jenis Baja

Berdasarkan kadar karbonnya, baja terbagi dalam :


• Baja sangat lunak (deed steel) : kandungan karbon ≤ 0,10 %
• Baja lunak (low carbon steel) : kandungan karbon 0,10 – 0,25 %
• Baja sedang (medium carbon steel) : kandungan karbon 0,25 – 0,70 %
• Baja keras (high carbon steel) : kandungan karbon 0,70 – 1,50 %
Dalam bidang konstruksi, secara umum baja dibagi dalam dua kelompok, yaitu baja keras
dan baja lunak (struktur). Dalam hal ini lebih difokuskan pada baja tulangan atau sering juga disebut
besi beton, berbentuk lonjoran-lonjoran bulat dengan permukaan polos atau ilir/sirip (deform).
Simbol yang digunakan untuk baja tulangan polos adalah BJTP dan untuk baja tulangan ulir adalah
BJTD.
 Batas leleh yakni tegangan yang sedikit di atas elastis yang tampak terjadi penambahan
regangan tanpa adanya tambahan dan pengurangan tegangan.
 Batas elastis merupakan tegangan tertinggi yang dapat ditahan oleh bahan yang elastis,
yaitu apabila tegangan yang bekerja dihilangkan bahan masih dapat kembali ke bentuk
semula. Biasanya batas elastis ini hanya sedikit lebih besar dari batas sebanding, dan sulit
untuk ditetapkan, nilainya dapat di dekati dengan batas regang, misalnya batas regangan
0,2 (yield strength at 0,2 % offset)
 Batas sebanding merupakan suatu nilai tegangan tertinggi yang masih berada pada garis
lurus diagram tegangan-regangan
 Modulus elastisitas ditunjukkan oleh kemiringan diagram tegangan-regangan pada bagian
yang lurus/linier terhadap sumbu horizontal (sumbu regangan), besarnya selalu tetap dari
tegangan nol sampai batas tertentu pada diagram.

2
 Nilai kuat tarik leleh adalah besarnya gaya tarik yang bekerja pada saat benda uji
mencapai/mengalami leleh pertama.
 Nilai kuat tarik maksimum adalah besarnya gaya tarik yang bekerja pada saat benda uji
mencapai/mengalami puncak pembebanan dan sebelum putus
 Nilai kuat tarik putus adalah besarnya gaya tarik maksimum yang bekerja pada saat benda
uji putus.
2.3. Sifat-Sifat Baja
Sifat-sifat baja dapat dipengaruhi oleh campuran logam yang lain. Campuran logam itu
dapat menambah kekokohan, kekerasan, keuletan regangan, kekuatan daya pikul, daya tahan
karat, dan lain-lain. Namun demikian, campuran logam tertentu dapat pula mengurangi daya
kekuatan pikul, daya tahan suhu tinggi, keuletan, regangan, dan sebagainya.

Tabel 1. Pengaruh campuran logam terhadap sifat-sifat baja.

2.3.1 Sifat Mekanis Baja

Baja bisa diproduksi dengan berbagai kekuatan yang bisa dinyatakan dengan kekuatan
tegangan tekan lelehnya (Fy) atau oleh tegangan tarik batas (Fu). Bahan baja walaupun dari
jenis yang paling rendah kekuatannya, tetap mempunyai perbandingan kekuatan per-volume
lebih tinggi bila dibandingkan dengan bahan-bahan bangunan lainnya yang umum dipakai. Hal
ini memungkinkan perencanaan sebuah konstruksi baja bisa mempunyai beban mati yang lebih
kecil untuk bentang yang lebih panjang, sehingga. memberikan kelebihan ruang dan volume
yang dapat dimanfaatkan akibat langsingnya profil-profil yang dipakai.

Menurut Standar Nasional Indonesia nomor 03–1729–2002, sifat mekanis baja


struktural yang digunakan dalam perencanaan harus memenuhi persyaratan minimum.

3
Tabel 2. Sifat Mekanis Baja Struktural
Sifat-sifat mekanis lain dari baja struktural untuk maksud perencanaan ditetapkan
sebagai berikut:

 Modulus elastisitas : E = 200.000 MPa


 Modulus geser : G = 80.000 MPa
 Nisbah poisson : μ = 0,3
 Koefisien pemuaian : a = 12 x 10 -6 / oC

2.3.2 Sifat Daktilitas Baja

Sifat dari baja yang dapat mengalami deformasi yang besar di bawah pengaruh
tegangan tarik yang tinggi tanpa hancur atau putus disebut sifat daktilitas. Adanya sifat ini
membuat struktur baja mampu mencegah terjadinya proses robohnya bangunan secara tiba-
tiba. Sifat ini sangat menguntungkan ditinjau dari aspek keamanan penghuni bangunan bila
terjadi suatu goncangan yang tiba-tiba, misalnya pada peristiwa gempa bumi.

2.3.3 Korosi

Baja yang berada di lingkungan yang korosif akan mengalami korosi. Korosi berarti
kembali menjadi bahan awal (oxid). Yang dimaksud dengan lingkungan yang korosif adalah
lingkungan yang dipengaruhi oleh kelembapan, air asin, asam, dan cairan penghantar listrik
(elektrolit). Menurut Frick Heinz, 1999, korosi pada baja dibedakan atas dua jenis, yaitu korosi
kimia dan korosi elektrokimia. Korosi kimia adalah pengkaratan yang disebabkan oleh
kelembapan, air asin, dan asam. Korosi elektrokimia adalah pengkaratan yang terjadi karena
pembentukan unsure galvanis. Jika di antara dua logam yang berbeda diberi atau dipengaruhi
oleh cairan penghantar listrik (elektrolit), maka akan mengakibatkan rusaknya (korosi) pada
logam yang kurang mulia menurut urutan tegangan elektrokimia.

Gambar a. Kerusakan Baja Akibat Korosi Elektrokimia

4
2.3.4 Pengaruh Radiasi

Menurut Frick Heinz dan Koesmartadi Ch, 1999, untuk menghindari dampak
nigatif terhadap kesehatan manusia yang disebabkan oleh perubahan radiasi kosmis
atau aliran medan listrik dan medan magnet, maka semua bagian konstruksi baja
dihubungkan dengan tanah (arde, pembumian).
Pembumian pada gedung dengan fondasi beton bertulang sebaiknya lewat
tulangan fondasi saja dengan menggunakan kabel penghubung dari tembaga. Pada
fondasi batu kali, kabel tersebut diletakkan di bawah kaki fondasi di dalam tanah. Pada
setiap sudut bangunan, kabel tersebut dihubungkan vertical dengan sloof dan tiang
(kolom praktis dsb.). Pada pembumian ini, semua instalasi listrik diberi arde sebagai
kawat ketiga (hantaran +, hantaran -, dan arde).

2.4. Kelebihan dan Kekurangan Baja sebagai Bahan Konstruksi


2.4.1 Kelebihan Baja sebagai Bahan Konstruksi
2.4.1.1 Memiliki Kekuatan yang Besar

Baja merupakan salah satu bahan bangunan yang sangat kuat. Kekuatan yang
tinggi per satuan berat ini membuat potensi beban matinya cukup kecil. Itulah kenapa
baja termasuk material yang bagus untuk jembatan bentang panjang, bangunan tinggi,
serta bangunan yang didirikan di atas tanah labil.

2.4.1.2 Mempunyai Sifat yang Seragam

Karena merupakan material buatan yang diproduksi oleh pabrik, baja memiliki
sifat yang seragam sesuai dengan standar mutunya. Sifat-sifat tersebut juga tidak
banyak berubah sering dengan berjalannya waktu penggunaan. Hal ini sangat berbeda
dengan beton bertulang, di mana kualitasnya akan mengalami penurunan yang sangat
drastis seiring dengan pemakaiannya.

2.4.1.3 Daya Elastisitasnya Bisa Diketahui

Perilaku yang dimiliki oleh baja sangat mendekati dengan asumsi yang
dilakukan oleh perancang teknik. Hal ini dikarenakan perilaku baja tersebut mengikuti
hukum Hookie hingga mencapai tegangan yang cukup tinggi. Sehingga momen inersia
pada penampang baja bisa diketahui dengan lebih pasti daripada momen inersia pada
penampang beton bertulang.

5
2.4.1.4 Daya Tahannya Sangat Lama

Baja yang dirawat dengan baik akan memiliki usia pakai yang sangat lama.
Bahkan dalam kondisi tertentu, struktur baja hampir tidak membutuhkan bentuk-
bentuk pemeliharaan sama sekali. Artinya baja termasuk material yang murah
walaupun biaya pengadaannya cukup besar.

2.4.1.5 Memiliki Daktilitas yang Bagus

Daktilitas adalah sifat material untuk menahan deformasi yang besar tanpa
menyebabkan keruntuhan terhadap beban tarik. Hasil penelitian menunjukkan baja
yang diuji menggunakan beban tarik akan mengalami pengurangan luas penampang
dan perpanjangan sebelum terjadi keruntuhan. Berbeda dengan material lain yang
bersifat keras dan getas, material tersebut akan langsung hancur apabila dikenai beban
kejut.

2.4.1.6 Bersifat Liat (Toughness)

Liat (toughness) adalah kemampuan material untuk menyerap energi dalam


jumlah yang cukup besar. Baja dapat dikatakan bersifat liat karena mempunyai
kekuatan dan daktilitas yang bagus. Dengan kata lain, baja sanggup menahan beban
yang memiliki deformasi yang relatif besar baik selama proses pabrikasi,
pengangkutan, maupun pelaksanaan tanpa menimbulkan kehancuran. Ini artinya baja
bisa diberikan lenturan, beban kejut, beban geser, dan lubang.

2.4.1.7 Bisa Digunakan untuk Struktur Tambahan

Selain digunakan sebagai struktur utama, baja juga dapat dipakai untuk struktur
tambahan. Baja sangat cocok dimanfaatkan sebagai struktur bentang baru atau seluruh
struktur sayap. Pekerjaan ini biasanya dilakukan pada pembangunan portal atau
pelebaran jembatan.

2.4.1.8 Kelebihan Lain-lain

Baja juga mempunyai kelebihan-kelebihan selain poin-poin yang sudah kami


sebutkan di atas. Di antaranya baja gampang disambung memakai baut, keling, atau las
serta cepat dalam proses instalasinya. Baja juga bisa dibentuk dengan mudah sesuai
dengan profil yang diinginkan dan memiliki kekuatan yang baik terhadap fatik. Baja
yang telah dibongkar pun dapat dimanfaatkan kembali karena masih mengandung nilai,
walaupun tidak dipakai untuk pembangunan struktur. Selain itu, baja mempunyai daya
adaptasi yang bagus terhadap proses prefabrikasi.

6
2.4.2 Kekurangan Baja sebagai Bahan Kontruksi
2.4.2.1 Membutuhkan Biaya yang Tinggi

Pembangunan gedung menggunakan strutkur baja membutuhkan anggaran yang


tidak sedikit. Begitu pula dalam hal perawatan dan perlindungannya. Pada dasarnya,
baja sangat rentan terhadap udara dan air yang bisa menyebabkan korosi sehingga
perlu dicat secara berkala. Karena termasuk konduktor panas yang baik, baja bisa
memicu terjadinya kebakaran pada material-material di sekitarnya.

2.4.2.2 Memiliki Kerentanan Terhadap Tekuk

Baja sangat rentan mengalami tekuk (buckling) karena elemen tekannya bekerja
secara langsung. Jadi meskipun kekuatan yang dimilikinya sangat besar, baja
bukanlah material yang bagus untuk pembuatan kolom. Sebab dibutuhkan material
tambahan yang berfungsi untuk menopang baja agar tidak mengalami buckling yang
dapat membahayakan penghuni di atasnya.

2.4.2.3 Lemah Terhadap Beban Siklis

Sebagai bahan bangunan, baja memiliki kelemahan terhadap beban siklis yang
mengenainya. Kekuatan baja lambat laun akan mengalami penurunan secara
signifikan apabila dikenai beban tersebut terus-menerus. Untuk mengatasi dampak
dari beban siklis, baja perlu dirancang sedemikian rupa untuk mengurangi
kekuatannya setiap kali akan timbul beban siklis.

2.4.2.4 Berisiko Mengalami Keruntuhan Getas

Baja bisa kehilangan sifat daktilitasnya pada kondisi tertentu. Hal ini bisa
menyebabkan timbulnya keruntuhan di suatu tempat yang memiliki konsentrasi
tegangan yang tinggi. Faktor-faktor yang dapat memperbesar risiko keruntuhan
getas pada baja yaitu jenis beban fatik dan suhu udara yang rendah.

2.5. Karakteristik pada Baja


2.5.1 Perilaku Tegangan Regangan (Uji Tarik) Baja

Pengujian kuat tarik spesimen baja dapat dilakukan dengan universal testing machine
(UTM). Adapun bentuk spesimen untuk uji tarik dapat dilihat pada Gambar 1. Dengan mesin
itu spesimen ditarik dengan gaya yang berubah-ubah,dari nol diperbesar sedikit demi sedikit
sampai spesimen putus. Pada saat spesimen ditarik, besar gaya atau tegangan dan perubahan
panjang spesimen atau regangan dimonitor terus-menerus.

7
Gambar 1. Diagram tegangan-regangan baja

2.5.2 Keuletan Bahan

Diagram tegangan-regangan normal tipikal yang disajikan pada gambar di bawah ini.
memper-lihatkan hubungan antara tegangan dan regangan pada OA linier. Pada fase tersebut
peningkatan tegangan proporssional dengan peningkatan regangan, sedang di atas A diagram
sudah tidak lagi linier yang berarti bahwa peningkatan tegangan sudah tidak proporsional
dengan peningkatan regangan.

Oleh karena itu tegangan pada titik A disebut sebagai tegangan batas proporsional.
(proporsional limit) atau batas sebanding, dan biasa diberi notasi fp. Pada daerah proporsional
(OA) berlaku hukum Hooke yang dinyatakan dengan:

f=Eɛ

Keterangan :

 E = modulus elastisitas
 f = tegangan
 ɛ = regangan

Sedikit di atas titik A terdapat titik B dengan tegangan fe yang merupakan tegangan
batas elastis bahan. Suatu spesimen yang dibebani tarikan sedemikian sehingga tegangannya
belum melampaui fe, sekalipun mengalami perubahan panjang, tetapi panjang spesimen itu
akan kembali seperti semula apabila beban dilepaskan. Apabila pembebanan telah dilakukan
sehingga tegangan yang terjadi melampaui fe, maka pada saat beban dilepaskan panjang
spesimen tidak dapat kembali sepenuhnya seperti panjang semula.

Pada umumnya tegangan fp dan fe relatif cukup dekat, sehingga seringkali kedua
tegangan tersebut dianggap sama. Regangan (ɛ) pada saat spesimen baja putus dapat dikaitkan
dengan sifat liat/ulet baja. Semakin tinggi regangan yang dicapai pada saat spesimen putus,
maka keuletan baja itu juga semakin tinggi. Pada umunya regangan baja pada saat spesimen
putus berkisar sekitar 150-200 kali regangan elastis ɛe. Setelah titik B tegangan melampaui fe,

8
dan baja mulai leleh. Tegangan yang terjadi pada titik B disebut sebagai tegangan leleh
baja σ1. Pada saat leleh ini baja masih mempunyai tegangan, berarti baja masih mampu
memberikan reaksi atau perlawanan terhadap gaya tarik yang bekerja.

Seperti terlihat pada Gambar 2. kurva bagian leleh ini mula-mula mendekati datar,
berarti tidak ada tambahan tegangan sekalipun regangan bertambah terus. Hal ini menunjukkan
bahwa hukum Hooke sudah tidak berlaku lagi setelah fase leleh dicapai. Bagian kurva yang
datar ini berakhir pada saat mulai terjadi pengerasan regangan (strain hardening).di titik C,
tegangan naik lagi sehingga dicapai kuat tarik (tensile strength) di titik D. Setelah itu kurva
turun dan spesimen mengalami retak (fracture) di titik E.

Diagram tegangan-regangan seperti terlihat pada Gambar 2, dibuat berdasarkan data


yang diperoleh dari pengujian spesimen, dengan anggapan luas tampang spesimen tidak
mengalami perubahan selama pembebanan. Menurut hukum Hooke, suatu batang yang
dibebani tarikan secara uniaksial, luas tampangnya akan mengecil. Sebelum titik C, perubahan
luas tampang itu kurang signifikan, sehingga pengaruhnya dapat diabaikan, tetapi setelah
sampai pada fase pengerasan regangan, tampang mengalami penyempitan yang cukup berarti.
Kalau penyempitan itu diperhitungkan, akan diperoleh kurva dengan garis putus-putus
(Gambar 2). Tinggi tegangan pada titik-titik A, B, C, D, dan E tersebut di atas dipengaruhi oleh
jenis baja. Jika diperhatikan Gambar 2, maka terlihat bahwa bagian kurva untuk berbagai
kualitas baja pada fase proporsional terletak pada satu garis lurus. Hal ini memperlihatkan
bahwa elastisitas baja (E) tidak dipengaruhi oleh tinggi tegangan leleh.

Dengan memperhatikan regangan baja sebelum putus dapat diketahui apakah baja
mempunyai sifat ulet (daktail) atau sebaliknya. Dari Gambar 2 terlihat bahwa baja yang
mempunyai kuat tarik tinggi pada umumnya regangan batasnya rendah atau getas, sedang baja
yang kuat tariknya rendah mempunyai regangan batas yang tinggi sehingga dapat dinyatakan
daktail. Pada umumnya E baja berkisar antara 190-210 Gpa.

Gambar 2. Diagram tegangan-regangan tipikal berbagai baja struktural

9
Berdasarkan tinggi tegangan leleh, ASTM membagi baja dalam empat kelompok
sebagai berikut:

 Carbon steels (baja karbon) dengan tegangan leleh 210—280 Mpa.


 High-strength low-alloy steels (baja paduan rendah berkekuatantinggi) dengan
tegangan leleh 280 – 490 Mpa.
 Heat treated carbon and high-strength low alloy steels (baja paduan rendah dengan
perlakuan karbon panas) mempunyai tegangan leleh 322 – 700 Mpa.
 Heat-treated constructional alloy steels (baja struktural paduan rendah dengan
perlakuan panas) dengan tegangan leleh 630 – 700 Mpa.

Tabel 1. Tegangan leleh pada berbagai jenis baja

2.5.3 Perilaku Temperatur Tinggi

Perilaku baja struktural pada pembebanan secara singkat dengan temperatur tinggi
serupa dengan perilaku baja pada temperatur ruangan, tetapi bentuk diagram tegangan-
regangan dan nilai-nilainya berubah menjadi lebih rendah. Pada temperatur di atas 93˚ C,
diagram tegangan-regangan menjadi non linier. Jika temperatur naik lagi antara 430˚ - 540˚C,
maka penurunan tegangan leleh maksimal.

Gambar 3. Diagram Kuat tarik dan tegangan leleh baja pada berbagai temperature

10
Gambar 4. Diagram tegangan-regangan baja SM58 pada temperatur tinggi

Gambar 5. Diagram Modulus elastisitas baja pada berbagai temperatur

Gambar 6. Sketsa kurva creep

11
2.5.4 Pekerjaan Dingin dan Pengerasan Tegangan

Dalam fabrikasi elemen struktur, berbagai macam bentuk profil seringkali dibuat dari
pelat datar yang dilekukkan secara dingin pada temperatur ruang. Pelaksanaan semacam ini
akan menyebabkan perubahan bentuk inelastis yang menimbulkan regangan sisa (residual
strain) dan disertai dengan tegangan sisa (residual stress). Untuk memberi gambaran umum
pengaruh perubahan bentuk secara dingin, ditinjau suatu spesimen yang dibebani dengan
tarikan sampai terjadi perubahan bentuk plastis. Pembebanan ini dilakukan secara berulang-
ulang. Tampak pada Gambar 7 bahwa setiap beban dilepas, selalu ada regangan sisa, sehingga
setelah pembebanan dilakukan beberapa kali dicapai regangan batas bahan yang apabila
spesimen dibebani lagi, spesimen akan putus. Mengingat hal itu, maka dapat dipahami banwa
sifat batang struktur yang dibentuk secara dingin cukup rumit.

Gambar 7. Pengaruh pengerasan regangan

2.5.5 Kekuatan Letih (fatique)

Dalam praktek sering dijumpai batang-batang struktur yang dibebani secara berulang-
ulang sehingga suatu saat tegangan yang terjadi positif dan tinggi, sedang saat lain tegangannya
rendah atau nol, atau bahkan sampai negatif. Pembebanan secara berulang-ulang semacam ini
dapat mengakibatkan batang struktur putus sekalipun tegangan yang terjadi masih jauh dari
tegangan leleh. Putusnya batang karena tegangan berulang-ulang ini disebabkan oleh kelelahan
(fatigue). Pengujian kelelahan bahan di laboratorium dapat dilakukan dengan batang baja yang
dilenturkan dan diputar terhadap sumbunya.

12
Gambar 8. Sketsa Mesin putar spesimen

Gambar 9. Diagram tegangan leleh-N putar spesimen

Gambar 10. Diagram tegangan leleh-N tarik spesimen

2.5.6 Resistensi Korosi dan Baja Lapuk

Jika pada permukaan baja gilas terdapat air yang mengandung oksigen, maka akan
terjadi reaksi yang mengubah bijih besi yang mempunyai potensi korosi rendah menjadi ferro
hidroksida yang larut dalam air. Larutan ini bercampur dengan oksigen yang ada di dalam air
menghasilkan ferri hidroksida (karat). Reaksi ini terulang seiring dengan perkembangan korosi.
Keadaan lingkungan dengan kombinasi air dan oksigen yang berubah-ubah, mempengaruhi
kecepatan dan perkembangan korosi. Jika tidak terdapat oksigen dan air, maka proses korosi
tidak akan berjalan.

13
Mengingat korosi dapat menimbulkan kerugian yang besar, maka upaya harus
dilakukan untuk mencegah proses korosi pada elemen-elemen struktur. Banyak riset telah
dilakukan untuk hal tersebut, beberapa metoda pencegahan korosi telah dikembangkan untuk
mengengatasi permasalahan korosi.

 Metode Pencegahan Korosi Primair

Biasanya metoda ini cukup mahal, yaitu dengan cara menambahkan elemen logam
tertentu untuk meningkatkan ketahanan terhadap korosi, sebagai contoh stainless steel dan
weathering steel.

 Metode Pencegahan Korosi Sekunder

Pencegahan korosi sekunder dapat dilakukan dengan cara:

Coating, dilakukan untuk mengisolasi permukaan baja terhadap air yang mengandung
oksigen. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara. Perlindungan sementara dapat
dilakukan dengan minyak atau paslin. Cara lain adalah dengan pengecatan yang perlu dilakukan
secara periodik. Perlindungan yang lebih permanen dapat dilakukan dengan lapisan logam lain,
seperti zink, timah, atau tembaga, dengan cara disepuh Perlindungan terhadap korosi ini juga
dapat dilakukan dengan cara lining dengan karet, plastik, atau porselin.

Electric protection , dilakukan jika pencegahan korosi sangat diperlukan mengingat


elemen struktur itu tidak dapat direparasi, sebagai contoh adalah tiang pancang. Dalam hal ini
pencegahan dapat dilakukan dengan perlindungan katodik (cathodic protection). Dua pertiga
wilayah Indonesia terdiri atas lautan, mempunyai iklim tropis dengan kelembaban yang relatif
tinggi, sehingga lingkungan ini sangat korosif. Lingkungan yang sangat korosif ini akan
semakin agresif jika terdapat senyawa-senyawa polutan yang berasal dari industri seperti
belerang dioksida, chlorida, sulfat, debu, dan lain sebagainya.

Senyawa-senyawa tersebut akan mempercepat laju korosi logam di udara, termasuk


laju korosi komponen bangunan yang terbuat dari baja atau metal. Berikut ini akan diuraikan
beberapa faktor yang ikut berperan pada proses korosi.

2.5.7 Tegangan Sisa

Tegangan sisa (residual stress) adalah tegangan yang tertinggal pada batang struktur
setelah proses fabrikasi. Hal ini dapat dijelaskan oleh (i) pendinginan setelah penggilasn
profil, (ii) pengerjaan secara dingin, (iii) pelubangan atau pemotongan, dan (iv) pengelasan.
Tegangan sisa yang perlu diperhatikan adalah akibat pendinginan dan pengelasan. Tegangan
sisa positif biasanya berada pada pertemuan plat, sedang tegangan tekan terdapat pada bagian
yang jauh dari pertemuan plat itu.

14
Beberapa contoh bentuk distribusi tegangan sisa pada tampang profil WF dapat dilihat
pada Gambar 11. Sesuai dengan persyaratan kesetim-bangan maka resultan gaya dan momen
yang terdapat pada tampang profil adalah nol. Dalam analisis tampang secara plastis maka
tegangan sisa tidak berpengaruh pada kekuatan elemen struktur, baik pada batang tarik, batang
tekan yang pendek (stocky culmns), maupun batang lentur. Pada elemen struktur tekan
tegangan sisa ini dapat mengakibatkan premature buckling, sekalipun demikian penelitian
Morisco (1986) memperlihatkan bahwa tegangan sisa yang terdistribusi linier, dengan tegangan
sisa ekstrim 30 persen dari tegangan leleh, hanya menimbulkan penurunan kapasitas batang
tekan dari profil WF, antara 0 sampai 4 persen. Dalam analisis tampang secara plastis maka
tegangan sisa tidak berpengaruh pada kekuatan elemen struktur, baik pada batang tarik, batang
tekan yang pendek (stocky culmns), maupun batang lentur.

Pada elemen struktur tekan tegangan sisa ini dapat mengakibatkan premature buckling,
sekalipun demikian penelitian Morisco (1986) memperlihatkan bahwa tegangan sisa yang
terdistribusi linier, dengan tegangan sisa ekstrim 30 persen dari tegangan leleh, hanya
menimbulkan penurunan kapasitas batang tekan dari profil WF, antara 0 sampai 4 persen.

Gambar 11. Beberapa contoh distribusi tegangan sisa pada profil WF

15
Retakan getas akibat efek temperatur, efek tegangan multiaksial, efek ketebalan, efek pembebanan
dinamik

Setelah temperatur diturunkan dengan tiba-tiba, maka peningkatan akan terjadi pada tegangan
leleh, kuat tarik, modulus elestisitas, dan tegangan lelah. Sebaliknya keuletan baja yang diukur dari
penyempitan tampang ataupun dari pertambahan panjang, turun akibat penurunan temperatur. Lebih
lanjut pada suatu temperatur tertentu yang relatif rendah, baja struktural mungkin saja mengalami retak
dengan sedikit atau tanpa perubahan bentuk plastis.

Keretakan yang terjadi karena tegangan tarik yang lebih rendah dari tegangan leleh, biasanya
disebut dengan keretakan getas. Keretakan getas (brittle fracture) umumnya terjadi pada baja struktural
jika terdapat kombinasi hal-hal yang merugikan dari tegangan tarik, antara lain laju regangan pengaruh
temperatur dan perubahan tampang secara mendadak. Perubahan bentuk plastis hanya dapat terjadi jika
terdapat tegangan geser. Tegangan geser selalu terjadi pada pembebanan secara uniaksial atau biaksial,
tetapi dalam tegangan triaksial dengan ketiga tegangan sama besar tegangan geser menjadi nol. Oleh
karena itu tegangan tarik triaksial cenderung mengakibatkan keretakan getas, dan harus dihindari.
Tegangan triaksial dapat terjadi pada pembebanan uniaksial jika terdapat penyempitan tampang atau
perubahan bentuk tampang secara mendadak.

Keretakan getas dapat juga terjadi akibat pengerjaan secara dingin ataupun penuaan regangan.
Pembentukan secara dingin pengaruhnya dapat dikurangi dengan memilih jari-jari pembentukan
sedemikian sehingga regangan yang timbul terbatas.

Jika terdapat tegangan tarik sisa misalnya akibat pengelasan, maka tegangan sisa ini dapat
mengakibatkan tegangan yang jauh lebih besar dari tegangan akibat pembebanan. Keretakan dapat
terjadi jika tegangan sisa ini cukup tinggi. Untuk mengurangi pengaruh tegangan sisa, pada baja
struktural dapat dikenakan perlakuan panas (heat treatment).

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa baja terbuat dari campuran besi (Fe) dan
karbon (C) dengan komposisi yang sudah ditentukan. Selain karbon baja juga dicampur dengan
beberapa senyawa lain untuk mendapatkan sifat lain sesuai aplikasi dilapangan seperti anti korosi, tahan
panas dan tahan temperature tinggi.

Baja terdiri dari bermacam-macam jenis dan memiliki berbagai sifat sesuai dengan jenis baja
dan bahan campuran dari baja tersebut, dimana sifat-sifat tersebut mempengaruhi kelebihan dan
kekurangan baja sebagai bahan struktur dari suatu konstruksi.

Baja memiliki berbagai macam kelebihan sebagai bahan konstruksi diantaranya : memiliki
kekuatan yang besar, daya tahan lama, memiliki daktilitas yang bagus, bersifat liat, daya elastisitasnya
bisa diketahui. Dan kekurangannya antara lain : biaya yang tinggi, kerentanan terhadap tekuk, lemah
terhadap beban siklis,berisiko mengalami keruntuhan getas.

Baja juga memiliki beberapa Karakteristik diantaranya : Perilaku tegangan-regangan (uji tarik),
keuletan bahan, perilaku temperatur tinggi, pekerjaan dingin dan pengerasan tegangan, kekuatan letih,
resistensi korosi, dll.

Meskipun selain baja memiliki kekurangan diantara banyak kelebihannya sebagai bahan
konstruksi, pada saat ini sudah banyak yang beralih menggunakan baja sebagai bahan struktur dari suatu
konstruksi baik konstruksi gedung, pabrik maupun jembatan.

B. Saran

Perkembangan zaman mempengaruhi perkembangan manusia untuk perkembangan kearah


yang lebih baik dan menuntut setiap bangsa untuk berusaha maju.begitu pula pada perkembangan baja,
dimana penggunaan baja mempengaruhi pada konstruksi bangunan disetiap pelosok. Akan tetapi dalam
menentukan bahan struktur dari suatu kontruksi baik menggunakan baja ataupun beton, diperlukan
analisa dan perhitungan yang lebih mendalam akan keccokan material yang akan dipakai pada proyek
konstruksi tersebut dari segi keamanan, efisiensi waktu, biaya dan kecocokan dengan lingkungan
sekitar.

17
DAFTAR PUSTAKA

Ir. Thamrin Nasution., ‘Struktur Baja 1: Material Baja sebagai Bahan Struktur” , Modul 1,2011.

http://mithasaraswaty.blogspot.com/2019/05/contoh-makalah-baja-tugas-mata-kuliah.html

http://arafuru.com/material/kelebihan-dan-kekurangan-baja-sebagai-bahan-bangunan.html

http://beratsekali.blogspot.com/2015/06/karakteristik-baja.html

18

Anda mungkin juga menyukai