Anda di halaman 1dari 36

STRUKTUR BAJA

DEFINISI
 Seluruh macam besi yang dengan tidak dikerjakan terlebih
dahulu lagi, sudah dapat ditempa.
 Adalah bahan yang serba kesamaannya (homogenitasnya)
tinggi, terdiri terutama dari Fe dalam bentuk kristal dan C.
Pembuatannya dilakukan sebagai pembersihan dalam
temperatur yang tinggi dari besi mentah yang didapat dari
proses dapur tinggi.
besi mentah tidak dapat ditempa.
Terdapat 3 Macam besi mentah :
 Besi mentah putih
 Besi mentah kelabu
 Besi mentah bentuk antara

Ikhtisar singkat dari Proses pembuatan baja :


 Proses Bessemer.
 Proses thomas.
 Proses Martin.
 Proses dengan dapur elektro.
 Proses dengan mempergunakan kui
 Proses aduk (proses puddle).
Sifat - sifat umum dari baja bangunan :
Sifat – sifat umum dari baja yaitu teristimewa kekakuannya
dalam berbagai macam keadaan pem- bebanan atau
muatan terutama tergantung :
Cara meleburnya.
Macam dan banyaknya logam campuran
Cara (proses) yang digunakan waktu pembuatannya.
Dalam proses pembuatan baja maka logam campuran
baja itu sebagian sudah ada dalam bahan mentah itu
namun masih perlu ditambahkan pada waktu pembuatan
baja seperti : C, Mn, Si termasuk bahan utama S dan P.
Sifat – sifat utama baja untuk dapat dipergunakan
sebagai bahan bangunan :

 Keteguhan (solidity) artinya mempunyai ketahanan


terhadap tarikan, tekanan atau lentur
 Elastisitas (elasticity) artinya kemampuan / kesanggupan
untuk dalam batas –batas pembebanan tertentu,
sesudahnya pem- bebanan ditiadakan kembali kepada
bentuk semula.
 Kekenyalan / keliatan (tenacity) artinya
kemampuan/kesanggupan untuk dapat menerima
perubahan perubahan bentuk yang besar tanpa
menderita kerugian- kerugian berupa cacat atau
kerusakan yang terlihat dari luar dan dalam untuk jangka
waktu pendek
 Kemungkinan ditempa - (maleability) sifat dalam
keadaan merah pijar menjadi lembek dan plastis
sehingga dapat dirubah bentuknya
 Kemungkinan dilas (weklability) artinya sifat dalam
keadaan panas dapat digabungkan satu sama lain
dengan memakai atau tidak memakai bahan tambahan,
tampa merugikan sifat -sifat keteguhannya
 Kekerasan (hardness) Kekuatan melawan terhadap
masuknya benda lain.
Dalam praktek hal penting yang berhubungan dengan sifat
baja adalah: :
 Penentuan syarat – syarat minimum harus dicantumkan
dalam kontrak pemesanan, pembelian dan penyerahan
bahan
 Garansi adanya sifat-sifat yang merata melalui dari
pengetesan pada waktu bahan datang
 Tuntutan – tuntutan yang tinggi yang tidak diperlukan
sebaiknya tidak dicantumkan karena tidak ekonomis
 Sifat-sifat baja harus selalu terjamin ada untuk kondisi
pengerjaan dari baja misalnya pemotongan, pengeboran
pengelasan.
 Sebaliknya pada saat pengerjaan baja maka dijaga
sedemikian rupa sehingga sifat – sifat baja tidak hilang
 Bentuk - bentuk bagian dari kon- struksi bangunan dan
sambungan - sambungan tidak mengakibatkan sifat - sifat
baja menjadi berubah.

Baja bangunan terbagi menjadi dua bagian :


 baja wals (gilling) tidak dengan campuran logam.
 Baja wals dengan campuran logam
BAJA GOL.1
Yang termasuk dalam golongan 1 adalah baja St 37 yang lazim
diguna-kan di Eropa dan Indonesia.Baja ini dibuat melalui
proses thomas dan Martin.

Angka 37 berarti bahwa minimum keteguhan putus tarik


adalah 37 Kg/mm2.

Baja St 00 juga termasuk dalam golongan 1 dengan kwalitas


perdagangan.

Dipergunakan untuk konstruksi gedung-gedung yang kurang


penting sehingga pengetesan tidak diperlukan cukup hanya
melalui pengelihatan
BAJA GOL.2

Keuntungan :
 Digunakan bila konstruksi memerlukan bahan yang
ringan.
 Lebih tahan terhadap pertukar-an beban.
 Menjadikan tegangan sekunder lebih kecil.

Kerugian :
 Harganya lebih tinggi.
 Sifatnya lebih getas.
 Mengerjakannya lebih sulit karena lebih keras
 Jika digunakan jembatan menjadi tidak kaku atau
lendutannya besar.
Pada dasarnya untuk kekuatan konstruksi persyaratan yang
Diperlukan adalah:
 syarat kekuatan
 syarat kekakuan

Dengan mengetahui kerugian dari type baja ini maka untuk


konstruksi jembatan perlu adanya penyesuaian penyesuaian
sbb :
 tinggi jembatan dibuat lebih untuk mengimbangi adanya
lendutan yang besar
 Tegangan yang diizinkan tidak digunakan sepenuhnya
sehingga perhitungan boros/ mahal.
Percobaan-percobaan dari baja bangunan adalah :
 Percobaan tarik
 Percobaan lentur
 Penetapan kekerasan menurut brinell
 Percobaan tarik pukul lentur
 Percobaan tarik pukul
SPESIFIKASI MATERIAL BAJA
Standard yang digunakan untuk perencanaan struktur baja
Beberapa standar yang digunakan untuk
perencanaan struktur baja

 PPBBI : Penentuan Perencanaan Bangunan Baja


Indonesia
 AISC : American Institut of Steel Construction
 ASTM : America Society for Teding Material
 DIN : Denteh Industrial Narmen
 JIS : Japan Industrial Standard
SIFAT MEKANIS MATERIAL BAJA
 Hubungan Tegangan-Regangan Baja
Kekuatan material secara umum diberikan dalam
bentuk hubungan tegangan-regangan. Untuk material
baja, hubungan tegangan-regangan diperoleh dari uji
tarik secara monotonik. Gambar 1 menunjukkan
tegangan-regangan tipikal dari jenis baja karbon, baja
mutu tinggi dan baja aloi berdasarkan hasil pengujian
tarik
Hubungan tegangan regangan juga menunjukkan tingkat daktilitas dari material. Daktilitas material

didefinisikan sebagai jumlah rasio regangan faktur terhadap regangan leleh dimana semakin besar rasio,

makin besar tingkat daktilitas dari material. Daktilitas ini sangat penting dalam perencanaan struktur tahan

gempa.
 Perilaku Pada Suhu Rendah
Dalam perencanaan struktur baja menggunakan baja mutu tinggi
tanpa pengaturan suhu, masalah fraktur umumnya dapat timbul terlebih
pada sambungan las dari pelat baja yang relatif tebal. Hal ini terjadi
karena material baja akan mengalami transisi dari daktail ke getas seiring
dengan penurunan suhu dibawah 0oC. Rentang temperatur dimana
terjadi transisi dari daktail ke getas disebut DDBTT dan ditentukan
melalui pengujian Charpy V Notch. Gambar 3, menunjukkan hasil
pengujian Charpy pada suatu pelat baja karbon dipasaran dimana energi
tumbukan yang mampu diserap oleh pelat baja adalah 15ft-lb (20 N-m)
pada suhu 17oF ( - 8.3oC). Dalam praktik umumnya disyaratkan
sedikitnya energi tumbukan sebesar 15ft-lb pada suhu 40oF harus
dipenuhi oleh produsen baja dari hasil pengujian Charpy. Makin besar
energi tumbukan yang bisa diserap maka makin kokoh (toughness)
material baja tersebut.
 Perilaku pada suhu tinggi
 Keruntuhan Getas Fraktur
Walaupun material baja pada umumnya bersifat daktail namun dalam beberapa
kondisi, baja dapat mengalami keruntuhan yang bersifat getas. Keruntuhan getas
yang umum terjadi adalah keruntuhan getas fraktur yang dapat berbahaya dan
terjadi secara tiba-tiba. Keruntuhan ini terjadi hanya pada elemen struktur baja
yang mengalami tegangan tarik. Jenis keruntuhan ini terjadi akibat beberapa hal
berikut:
 Pengaruh suhu tinggi
Dalam proses quenching, suhu yang tinggi akan menyebabkan timbulnya
mikrostruktur yang getas sebagai akibat dari proses metalurgi. Untuk itu proses
tempering harus dilakukan pada material untuk mengubah mikrostruktur baja
yang lebih daktail.
 Pengaruh suhu rendah
Sesuai penjabaran mengenai perilaku suhu rendah, maka perlu diketauhui
suhu peralihan daktail ke getas dari suatu profil/pelat baja sehingga bahaya akibat
keruntuhan getas dapat dihindari.

 Pengaruh perubahan geometri penampang (notch effect)


Akibat pengaruh notch, kuat tarik dari spesimen dengan coakan (notch) akan
lebih besar dari spesimen tanpa coakan akibat adanya kekangan lateral sehingga
menyebabkan konsentrasi tegangan seperti diperlihatkan pada Gambar 7.
 Tegangan multiaksial pada sambungan las
 Ketebalan Pelat
Pelat yang tipis umumnya hanya mengalami tegangan dua arah/biaksial yang
tidak getas namun untuk pelat yang lebih tebal umumnya bila lebih tebal dari
50mm, efek kekangan dari ketebalan pelat akan makin besar yang tidak baik
apabila disambung dengan las. Untuk itu apabila profil jumbo digunakan sebagai
balok ataupun batang tarik, sambungan lewatan (splice) dari balok/batang
tersebut sebaiknya menggunakan baut. Apabila sambungan ingin dibuat dengan
las maka produsen baja harus menyediakan hasil uji Charpy agar diketahui
tingkat kekokohannya.
 Sobekan Lamelar (Lamellar Tearing)
Keruntuhan getas juga sering terjadi pada profil jumbo akibat adanya kondisi yang
disebut sobekan lamelar. Hal ini diakibatkan retak mikro yang ada pada profil jumbo atau
pelat yang tebal saat proses giling. Retak mikro ini pada dasarnya sejajar dengan bidang
giling sehingga untuk mencegah terjadinya sobekan lamelar, detail sambungan las pada
pelat harus memperhatikan bidang las terhadap bidang giling. Gambar 10 menunjukkan
detail las yang perlu diperhatikan untuk menghindari sobekan lamelar.
 Keruntuhan Lelah (Fatigue )
Material termasuk baja akibat beban siklik (beban yang berulang) akan
mengalami keruntuhan lelah atau fatigue. Pada kondisi tertentu tegangan yang
menyebabkan kelelahan ini dapat mengakibatkan kegagalan sebelum mencapai
kuat tarik maksimumnya. Capitan kertas dapat dijadikan contoh dimana dengan
menggoyangkan secara cepat, capitan kertas tersebut akan putus dengan mudah
dibandingkan tanpa menggoyangkannya.
Pada suatu batang/balok baja, akibat beban siklik, retak awal yang sudah ada
dapat merambat sehingga menyebabkan kegagalan i.e fraktur. Retak awal
tersebut dapat berasal dari lubang maupun coakan pada pelat. Sumber beban
siklik ini sendiri berasal dari beban kendaraan pada struktur jembatan, jalur crane
pada bangunan industri dan beban gelombang laut pada anjungan lepas pantai.
Beban siklik pada dasarnya tidak dapat dihindari namun detail fabrikasi dan
pembuatan baja dapat dilakukan sebaik mungkin untuk menghindari cacat pada
elemen struktur baja yang dapat menyebabkan kegagalan/instabilitas akibat
kelelahan.
Prosedur Design
Prosedur Design :
1. Design fungsional
2. Design kerangka baja

Design fungsional akan menjamin


tercapainya yang dikehendaki seperti :
 Areal kerja yang lapang dan cukup
 Ventilasi dan pengkoordinasian udara yang tepat
 Transportasi yang memadai
 Pencahayaan
 Estetika

Design kerangka kerja : pemikiran susunan serta ukuran


elemen-elemen truktur yang tepat, sehingga beban-beban
bangunan bekerja aman
Prosedur Design (samb)
1. Perencanaan
 Penentuan fungsi-fungsi yang akan dilayani
oleh struktur yang bersangkutan
 Menentukan kriteria-kriteria untuk mengukur
apakah desain yang ditentukan optimum

2. Konfigurasi Struktur Pendahuluan


Susunan dari elemen-elemen yang akan melampaui
fungsi-fungsi langkah 1
Prosedur Design (samb)
3. Pemilihan batang pendahuluan
Pemilihan ukuran batang yang memenuhi kriteria
obyektif, seperti berat atau biaya minimum yang
dilakukan atas dasar keputusan dari langkah 1,2,3

4. Penentuan bahan-bahan yang harus dipikul


 Beban mati
 Beban hidup
 Beban angin
 Beban gempa
 Beban lain-lain
5. Analisis
Analisa struktural dengan membuat model beban-
beban dan kerangka kerja struktural untuk
mendapatkan gaya internal dan defleksi yang
dikehendaki
6. Evaluasi
Apakah semua persyaratan kekuatan dan
kemampuan telah terpenuhi dan apakah hasilnya
optimum
7. Redesain
Hasil evaluasi maka jika perlu dilakukan
pengulangan pada bagian mana yang harus di
redesain
Kriteria optimum desain struktur
1. Biaya minimum
2. Berat minimum
3. Waktu konstruksi minimum
4. Jumlah tenaga kerja minimum
5. Efisiensi pengoperasian yang maksimum

Anda mungkin juga menyukai