Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH STRUKTUR BAJA 1

SEMESTER PENDEK STRUKTUR BAJA 1


KARAKTERISTIK KUAT TARIK BETON

Disusun oleh:

Lonardo kholifatul alfiantono 41118110018

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, banyak bangunan yang berdiri megah, kokoh, dan indah. Seiring berkembangnya zaman,
bahan bangunan yang digunakan pada bangunan modernpun semakin berkembang. Di Indonesia,
perkembangan ini sudah sangat terlihat jelas. Seperti rangka atap yang digunakan pada rumah-rumah
modern sudah menggunakan baja dan baja ringan. Baja dan baja ringan dipilih oleh masyarakat karena di
Indonesia sudah sulit ditemukan kayu yang berkualitas baik. Selain itu, penggunaan baja dan baja ringan
ini dapat mengurangi jumlah pohon yang ditebang untuk memenuhi kebutuhan manusia. Maka, tak asing
bila sekarang di Indonesia mudah sekali ditemukan took yang menjual baja dan baja ringan.

B. Maksud dan Tujuan

Maksud dibuatnya makalah ini tidak lain untuk memenuhi tugas mata kuliah STRUKTUR BAJA
mengenai KARAKTERRISTIK KUAT TARIK BAJA

Tujuannya Untuk memahami sifat-sifat baja struktural,kiranya perlu dipahami diagram tegangan-
regangan. Diagram ini menyajikan beberapa informasi penting tentang baja struktural dalam berbagai
tegangan.
BAB II

PEMBAHASAN

Perilaku tegangan regangan (uji tarik) baja


Pengujian kuat tarik spesimen baja dapat dilakukan dengan universal testing machine (UTM). Adapun
bentuk spesimen untuk uji tarik dapat dilihat pada Gambar 1. Dengan mesin itu spesimen ditarik dengan
gaya yang berubah-ubah,dari nol diperbesar sedikit demi sedikit sampai spesimen putus. Pada saat
spesimen ditarik, besar gaya atau tegangan dan perubahan panjang spesimen atau regangan dimonitor
terus-menerus.

Gambar 1. Diagram tegangan-regangan baja

Keuletan bahan

Diagram tegangan-regangan normal tipikal yang disajikan pada gambar di bawah ini. memper-lihatkan
hubungan antara tegangan dan regangan pada OA linier. Pada fase tersebut pening-katan

tegangan proporssional dengan peningkatan regangan, sedang di atas A diagram sudah tidak lagi linier
yang berarti bahwa peningkatan tegangan sudah tidak proporsional dengan peningkatan regangan. Oleh
karena itu tegangan pada titik A disebut sebagai tegangan batas proporsional. (proporsional limit) atau
batas sebanding, dan biasa diberi notasi fp. Pada daerah proporsional (OA) berlaku hukum Hooke yang
dinyatakan dengan:
f=Eɛ

dengan : E = modulus elastisitas, f = tegangan dan ɛ = regangan

Sedikit di atas titik A terdapat titik B dengan tegangan fe yang merupakan tegangan batas elastis bahan.
Suatu spesimen yang dibebani tarikan sedemikian sehingga tegangannya belum melampaui fe, sekalipun
mengalami perubahan panjang, tetapi panjang spesimen itu akan kembali seperti semula apabila beban
dilepaskan. Apabila pembebanan telah dilakukan sehingga tegangan yang terjadi melampaui fe, maka
pada saat beban dilepaskan panjang spesimen tidak dapat kembali sepenuhnya seperti panjang semula.
Pada umumnya tegangan fp dan fe relatif cukup dekat, sehingga seringkali kedua tegangan tersebut
dianggap sama. Regangan (ɛ) pada saat spesimen baja putus dapat dikaitkan dengan sifat liat/ulet baja.
Semakin tinggi regangan yang dicapai pada saat spesimen putus, maka keuletan baja itu juga semakin
tinggi. Pada umunya regangan baja pada saat spesimen putus berkisar sekitar 150-200 kali regangan
elastis ɛe. Setelah titik B tegangan melampaui fe, dan baja mulai leleh. Tegangan yang terjadi pada titik B
disebut sebagai tegangan leleh baja σ1. Pada saat leleh ini baja masih mempunyai tegangan, berarti baja
masih mampu memberikan reaksi atau perlawanan terhadap gaya tarik yang bekerja.

Seperti terlihat pada Gambar 2. kurva bagian leleh ini mula-mula mendekati datar, berarti tidak ada
tambahan tegangan sekalipun regangan bertambah terus. Hal ini menunjukkan bahwa hukum Hooke
sudah tidak berlaku lagi setelah fase leleh dicapai. Bagian kurva yang datar ini berakhir pada saat mulai
terjadi pengerasan regangan (strain hardening).di titik C, tegangan naik lagi sehingga dicapai kuat tarik
(tensile strength) di titik D. Setelah itu kurva turun dan spesimen mengalami retak (fracture) di titik E.

Diagram tegangan-regangan seperti terlihat pada Gambar 2, dibuat berdasarkan data yang diperoleh dari
pengujian spesimen, dengan anggapan luas tampang spesimen tidak mengalami perubahan selama
pembebanan. Menurut hukum Hooke, suatu batang yang dibebani tarikan secara uniaksial, luas
tampangnya akan mengecil. Sebelum titik C, perubahan luas tampang itu kurang signifikan, sehingga
pengaruhnya dapat diabaikan, tetapi setelah sampai pada fase pengerasan regangan, tampang mengalami
penyempitan yang cukup berarti. Kalau penyempitan itu diperhitungkan, akan diperoleh kurva dengan
garis putus-putus (Gambar 2). Tinggi tegangan pada titik-titik A, B, C, D, dan E tersebut di atas
dipengaruhi oleh jenis baja. Jika diperhatikan Gambar 2, maka terlihat bahwa bagian kurva untuk
berbagai kualitas baja pada fase proporsional terletak pada satu garis lurus. Hal ini memperlihatkan
bahwa elastisitas baja (E) tidak dipengaruhi oleh tinggi tegangan leleh.
Dengan memperhatikan regangan baja sebelum putus dapat diketahui apakah baja mempunyai sifat ulet
(daktail) atau sebaliknya. Dari Gambar 2 terlihat bahwa baja yang mempunyai kuat tarik tinggi pada
umumnya regangan batasnya rendah atau getas, sedang baja yang kuat tariknya rendah mempunyai
regangan batas yang tinggi sehingga dapat dinyatakan daktail. Pada umumnya E baja berkisar antara 190-
210 Gpa.

Gambar 2. Diagram tegangan-regangan tipikal berbagai baja struktural

Berdasarkan tinggi tegangan leleh, ASTM membagi baja dalam empat kelompok sebagai berikut:

 Carbon steels (baja karbon) dengan tegangan leleh 210—280 Mpa.


 High-strength low-alloy steels (baja paduan rendah berkekuatantinggi) dengan tegangan leleh 280
– 490 Mpa.
 Heat treated carbon and high-strength low alloy steels (baja paduan rendah dengan perlakuan
karbon panas) mempunyai tegangan leleh 322 – 700 Mpa.
 Heat-treated constructional alloy steels (baja struktural paduan rendah dengan perlakuan panas)
dengan tegangan leleh 630 – 700 Mpa.
Tabel 1. Tegangan leleh pada berbagai jenis baja

Perilaku temperatur tinggi

Perilaku baja struktural pada pembebanan secara singkat dengan temperatur tinggi serupa dengan perilaku
baja pada temperatur ruangan, tetapi bentuk diagram tegangan-regangan dan nilai-nilainya berubah
menjadi lebih rendah. Pada temperatur di atas 93˚ C, diagram tegangan-regangan menjadi non linier. Jika
temperatur naik lagi antara 430˚ - 540˚C, maka penurunan tegangan leleh maksimal.

Gambar 3. Diagram Kuat tarik dan tegangan leleh baja pada berbagai temperatur
Gambar 4. Diagram tegangan-regangan baja SM58 pada temperatur tinggi

Gambar 5. Diagram Modulus elastisitas baja pada berbagai temperatur


Gambar 6. Sketsa kurva creep

Pekerjaan dingin dan pengerasan tegangan

Dalam fabrikasi elemen struktur, berbagai macam bentuk profil seringkali dibuat dari pelat datar yang
dilekukkan secara dingin pada temperatur ruang. Pelaksanaan semacam ini akan menyebabkan perubahan
bentuk inelastis yang menimbulkan regangan sisa (residual strain) dan disertai dengan tegangan sisa
(residual stress). Untuk memberi gambaran umum pengaruh perubahan bentuk secara dingin, ditinjau
suatu spesimen yang dibebani dengan tarikan sampai terjadi perubahan bentuk plastis. Pembebanan
ini dilakukan secara berulang-ulang. Tampak pada Gambar 7 bahwa setiap beban dilepas, selalu ada
regangan sisa, sehingga setelah pembebanan dilakukan beberapa kali dicapai regangan batas bahan yang
apabila spesimen dibebani lagi, spesimen akan putus. Mengingat hal itu, maka dapat dipahami banwa
sifat batang struktur yang dibentuk secara dingin cukup rumit.
Gambar 7. Pengaruh pengerasan regangan

Kekuatan Letih (fatique)

Dalam praktek sering dijumpai batang-batang struktur yang dibebani secara berulang-ulang sehingga
suatu saat tegangan yang terjadi positif dan tinggi, sedang saat lain tegangannya rendah atau nol, atau
bahkan sampai negatif. Pembebanan secara berulang-ulang semacam ini dapat mengakibatkan batang
struktur putus sekalipun tegangan yang terjadi masih jauh dari tegangan leleh. Putusnya batang karena
tegangan berulang-ulang ini disebabkan oleh kelelahan (fatigue). Pengujian kelelahan bahan di
laboratorium dapat dilakukan dengan batang baja yang dilenturkan dan diputar terhadap sumbunya.

Gambar 8. Sketsa Mesin putar spesimen


Gambar 9. Diagram tegangan leleh-N putar spesimen

Gambar 10. Diagram tegangan leleh-N tarik spesimen

Resistensi korosi dan baja lapuk

Jika pada permukaan baja gilas terdapat air yang mengandung oksigen, maka akan terjadi reaksi yang
mengubah bijih besi yang mempunyai potensi korosi rendah menjadi ferro hidroksida yang larut dalam
air. Larutan ini bercampur dengan oksigen yang ada di dalam air menghasilkan ferri hidroksida (karat).
Reaksi ini terulang seiring dengan perkembangan korosi. Keadaan lingkungan dengan kombinasi air dan
oksigen yang berubah-ubah, mempengaruhi kecepatan dan perkembangan korosi. Jika tidak terdapat
oksigen dan air, maka proses korosi tidak akan berjalan.

Mengingat korosi dapat menimbulkan kerugian yang besar, maka upaya harus dilakukan untuk mencegah
proses korosi pada elemen-elemen struktur. Banyak riset telah dilakukan untuk hal tersebut, beberapa
metoda pencegahan korosi telah dikembangkan untuk mengengatasi permasalahan korosi.
 Metoda pencegahan korosi primair

Biasanya metoda ini cukup mahal, yaitu dengan cara menambahkan elemen logam tertentu untuk
meningkatkan ketahanan terhadap korosi, sebagai contoh stainless steel dan weathering steel.

 Metoda pencegahan korosi sekunder

Pencegahan korosi sekunder dapat dilakukan dengan cara:

Coating, dilakukan untuk mengisolasi permukaan baja terhadap air yang mengandung oksigen. Hal ini
dapat dilakukan dengan beberapa cara. Perlindungan sementara dapat dilakukan dengan minyak atau
paslin. Cara lain adalah dengan pengecatan yang perlu dilakukan secara periodik. Perlindungan yang
lebih permanen dapat dilakukan dengan lapisan logam lain, seperti zink, timah, atau tembaga, dengan cara
disepuh Perlindungan terhadap korosi ini juga dapat dilakukan dengan cara lining dengan karet, plastik,
atau porselin.

Electric protection , dilakukan jika pencegahan korosi sangat diperlukan mengingat elemen struktur itu
tidak dapat direparasi, sebagai contoh adalah tiang pancang. Dalam hal ini pencegahan dapat dilakukan
dengan perlindungan katodik (cathodic protection). Dua pertiga wilayah Indonesia terdiri atas lautan,
mempunyai iklim tropis dengan kelembaban yang relatif tinggi, sehingga lingkungan ini sangat korosif.
Lingkungan yang sangat korosif ini akan semakin agresif jika terdapat senyawa-senyawa polutan yang
berasal dari industri seperti belerang dioksida, chlorida, sulfat, debu, dan lain sebagainya. Senyawa-
senyawa tersebut akan mempercepat laju korosi logam di udara, termasuk laju korosi komponen
bangunan yang terbuat dari baja atau metal. Berikut ini akan diuraikan beberapa faktor yang ikut berperan
pada proses korosi.

Tegangan Sisa

Tegangan sisa (residual stress) adalah tegangan yang tertinggal pada batang struktur setelah proses
fabrikasi. Hal ini dapat dijelaskan oleh (i) pendinginan setelah penggilasn profil, (ii) pengerjaan secara
dingin, (iii) pelubangan atau pemotongan, dan (iv) pengelasan. Tegangan sisa yang perlu diperhatikan
adalah akibat pendinginan dan pengelasan. Tegangan sisa positif biasanya berada pada pertemuan plat,
sedang tegangan tekan terdapat pada bagian yang jauh dari pertemuan plat itu. Beberapa contoh bentuk
distribusi tegangan sisa pada tampang profil WF dapat dilihat pada Gambar 11. Sesuai dengan
persyaratan kesetim-bangan maka resultan gaya dan momen yang terdapat pada tampang profil adalah
nol.
Dalam analisis tampang secara plastis maka tegangan sisa tidak berpengaruh pada kekuatan elemen
struktur, baik pada batang tarik, batang tekan yang pendek (stocky culmns), maupun batang lentur. Pada
elemen struktur tekan tegangan sisa ini dapat mengakibatkan premature buckling, sekalipun demikian
penelitian Morisco (1986) memperlihatkan bahwa tegangan sisa yang terdistribusi linier, dengan tegangan
sisa ekstrim 30 persen dari tegangan leleh, hanya menimbulkan penurunan kapasitas batang tekan dari
profil WF, antara 0 sampai 4 persen. Dalam analisis tampang secara plastis maka tegangan sisa tidak
berpengaruh pada kekuatan elemen struktur, baik pada batang tarik, batang tekan yang pendek (stocky
culmns), maupun batang lentur.

Pada elemen struktur tekan tegangan sisa ini dapat mengakibatkan premature buckling, sekalipun
demikian penelitian Morisco (1986) memperlihatkan bahwa tegangan sisa yang terdistribusi linier,
dengan tegangan sisa ekstrim 30 persen dari tegangan leleh, hanya menimbulkan penurunan kapasitas
batang tekan dari profil WF, antara 0 sampai 4 persen.

Gambar 11. Beberapa contoh distribusi tegangan sisa pada profil WF


Retakan getas akibat efek temperatur, efek tegangan multiaksial, efek ketebalan, efek pembebanan
dinamik

Setelah temperatur diturunkan dengan tiba-tiba, maka peningkatan akan terjadi pada tegangan leleh, kuat
tarik, modulus elestisitas, dan tegangan lelah. Sebaliknya keuletan baja yang diukur dari penyempitan
tampang ataupun dari pertambahan panjang, turun akibat penurunan temperatur. Lebih lanjut pada suatu
temperatur tertentu yang relatif rendah, baja struktural mungkin saja mengalami retak dengan sedikit atau
tanpa perubahan bentuk plastis.

Keretakan yang terjadi karena tegangan tarik yang lebih rendah dari tegangan leleh, biasanya disebut
dengan keretakan getas. Keretakan getas (brittle fracture) umumnya terjadi pada baja struktural jika
terdapat kombinasi hal-hal yang merugikan dari tegangan tarik, antara lain laju regangan pengaruh
temperatur dan perubahan tampang secara mendadak. Perubahan bentuk plastis hanya dapat terjadi jika
terdapat tegangan geser. Tegangan geser selalu terjadi pada pembebanan secara uniaksial atau biaksial,
tetapi dalam tegangan triaksial dengan ketiga tegangan sama besar tegangan geser menjadi nol. Oleh
karena itu tegangan tarik triaksial cenderung mengakibatkan keretakan getas, dan harus dihindari.
Tegangan triaksial dapat terjadi pada pembebanan uniaksial jika terdapat penyempitan tampang atau
perubahan bentuk tampang secara mendadak.

Keretakan getas dapat juga terjadi akibat pengerjaan secara dingin ataupun penuaan regangan.
Pembentukan secara dingin pengaruhnya dapat dikurangi dengan memilih jari-jari pembentukan
sedemikian sehingga regangan yang timbul terbatas.

Jika terdapat tegangan tarik sisa misalnya akibat pengelasan, maka tegangan sisa ini dapat mengakibatkan
tegangan yang jauh lebih besar dari tegangan akibat pembebanan. Keretakan dapat terjadi jika tegangan
sisa ini cukup tinggi. Untuk mengurangi pengaruh tegangan sisa, pada baja struktural dapat dikenakan
perlakuan panas (heat treatment).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa baja memiliki bermacam-macam jenis dan
kegunaannya di dalam kontruksi bangunan, oleh karena itu banyak yang mengunakan baja tersebut karena
dapat memudahkan pekerjaan, anti rayap, anti jamur, anti karat, tahan cuaca, tanpa pengelasan, design
fleksibel dan, bebas biaya pemeliharaan serta mempunyai ketahanan terhadap tarik yang
tinggi, disamping mempunyai ketahanan gaya tarik, juga tahan terhadap gaya desak.

B. Saran

Perkembangan zaman mempengaruhi perkembangan manusia untuk perkembangan kearah yang lebih
baik dan menuntut setiap bangsa untuk berusaha maju.begitu pula pada perkembangan baja, dimana
penggunaan baja mempengaruhi pada konstruksi bangunan disetiap pelosok. Oleh sebab itu, gunakanlah
baja untuk konstruksi bangunan dan lain-lain, karena dengan menggunakan baja pekerjaan lebih cepat dan
praktis.

Anda mungkin juga menyukai