Anda di halaman 1dari 37

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kebutuhan akan logam dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah tangga
maupun di industri tidak dapat dihindarkan. Bidang teknologi dan rekayasa
logam-pun semakin berkembang pesat untuk menemukan hal-hal baru tentang
logam baik dibidang produksi maupun penggunaannya. Biasanya untuk
mendapatkan material logam yang semakin handal, tahan terhadap kondisi
regangan tarik, tekan, gesekan, banturan, temperatur tinggi, elastisitas, dan
banyak lagi.
Baja karbon salah satu logam yang umum dan banyak digunakan terutama
untuk membuat alat-alat perkakas, alat-alat pertanian, komponen-komponen
otomotif, konstruksi, pemipaan, alat-alat rumah tangga. Dalam aplikasi
pemakaiannya, semua baja akan terkena pengaruh gaya luar berupa tegangan-
tegangan gesek, tarik maupun tekan sehingga menimbulkan deformasi atau
perubahan bentuk. Usaha menjaga baja agar lebih tahan gesekan, tarikan atau
tekanan adalah dengan cara mengeraskan baja tersebut, yaitu salah satunya
dengan perlakuan panas (heat treatment).
Proses ini meliputi pemanasan baja pasa suhu tertentu, dipertahankan pada
waktu tertentu dan didinginkan pada media pendingin tertentu pula. Perlakuan
panas menghilangkan tegangan internal, menghaluskan butir kristal,
meningkatkan kekerasan, meningkatkan tegangan tarik logam dan sebagainya,
tujuan ini akan tercapai seperti apa yang diinginkan jika memperhatikan
parameter yang mempengaruhinya, seperti suhu pemanasan dan media pendingin
yang digunakan.
Salah satu tujuan proses perlakuan panas pada baja adalah untuk
pengerasan (hardening), yaitu proses pemanasan baja sampai suhu di daerah atau
diatas daerah kritis disusul dengan pendinginan yang cepat dinamakan quench,

1
(Djafrie, 1995). Akibat proses hardening pada baja, maka timbulnya tegangan
dalam (internal stress), yang akan menaikkan kekerasan namun terkadang
mengakibatkan baja menjadi getas (britlle), terutama pada baja karbon tinggi.
Yang menjadi bahasan utama dalam penelitian ini adalah sejauh mana
pengaruh Proses Annealing dengan media pendingin, apakah perbedaan
temperatur mempengaruhi meningkatnya kekuatan tarik baja karbon medium
(AISI 4340) yang mengandung 0,3 – 0,6% C ;1,6 – 2,0% Ni; 0,5 – 0,8 Cr dan
0,2 – 0,3 % Mo. Sehingga bila diketahui tingkat perbandingan kekuatan tariknya
dan kesesuaiannya terhadap spesifikasi kegunaannya, maka dapat diambil suatu
keputusan untuk melakukan proses lebih lajut maupun tidak dilakukan proses
lagi setelah quenching, agar menghemat waktu dan biaya produksi.
Pengkajian lebih lanjut dampak dari faktor perbedaan media quench, dapat
dilakukan melalui pengujian bahan. Pengujian bahan yang digunakan adalah
pengujian kekuatan tarik dengan alat uji tarik.
1.2. Permasalahan
Adapun permasalahan yang sering muncul adalah kurang sinkronnya
standard material baik uji tarik, kekerasan dan energy impak yang telah dibuat
tidak sesuai dengan kenyataan material baja yang ada di lapangan, Maka perlu
dilakukan pengujian mekanik kuat tarik, kekerasan dan uji impak, di mana harus
sesuai dengan standar yang digunakan.
1.3. Batasan Masalah
Analisis pengaruh media quench terhadap kekuatan tarik baja karbon
medium AISI 4340 setelah proses perlakuan panas meliputi beberapa kegiatan
berikut:
1. Bahan uji yang digunakan adalah baja AISI (Amerika Iron and Steel Institute)
4340
2. Melakukan proses Annealing terhadap tiga buah spesimen baja AISI 4340
(spesimen A, B, dan C) pada temperatur 8000C, 8500C, 9000C.yang kemudian
didinginkan dengan media Oli SAE-10 – 50H.

2
3. Melakukan pengujian dan menganalisa grafik uji tarik spesimen hasil proses
Annealing
4. Melakukan pengujian kekerasan untuk mendapatkan kekerasan bahan.
5. Melakukan pengujian impak untuk mendapatkan energi impak.

1.4. Tujuan Penelitian


Penelitian ini mempunyai tujuan yang akan dicapai, yaitu:
1. Memperbaiki dan memastikan sifat material produk komersil sesuai dengan
standard yang telah dibuat, karena kekuatan material di pasar tidak sesuai
spesifikasi.
2. Mengetahui hasil uji tarik, kekerasan dan energi impak yang ada pada baja
karbon AISI 4340 tanpa perlakuan panas (raw material)..
3. Mengetahui hasil uji tarik, kekerasan dan energi impak yang ada pada baja
karbon AISI 4340 dengan perlakuan panas pada suhu 8000C, 8500C, 9000C.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Diharapkan penelitian ini nantinya memberikan kontribusi terhadap
pengetahuan tentang sifat mekanis berupa kekuatan tarik, kekerasan, energy
impak pada material baja karbon medium AISI 4340 yang dihasilkan dari
proses perlakuan panas dan pendinginan pada media oli SAE 10 – 50H.
2. Memberi pengetahuan dan informasi pemilihan material baja dan proses
perlakuan panasnya untuk komponen-komponen mesin terutama yang
mensyaratkan kekerasan dalam penggunaannya, seperti poros, roller, perkakas
potong dan lain-lain.
1.6. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorim pengujian bahan (matalurgi) :

1. Sekolah Tinggi Teknologi Pekanbaru


2. Universitas Riau

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Baja
Baja adalah logam paduan yang komponen utamanya adalah besi, dengan
karbon sebagai material paduan utama. Karbon bekerja sebagai agen pengeras,
mencegah atom besi, yang secara alami teratur dalam lattice, bergeser melalui
satu sama lain. Memvariasikan jumlah karbon dan penyebaran alloy dapat
mengontrol kualitas baja. Baja dengan peningkatan jumlah karbon dapat
memperkeras dan memperkuat.

Baja merupakan paduan, yang terdiri dari unsur – unsur lainnya seperti
Carbon (C), Mangan (Mn), Chrom (Cr), Wolfrom (W), Silikon (Si). Karbon
merupakan salah satu unsur yang terpenting karena dapat meningkatkan
kekerasan dan kekuatan baja. Baja merupakan logam yang paling banyak
digunakan dalam dunia teknik diantaranya dalam bentuk pelat, lembaran, pipa,
batang, profil dan sebagainya.

2.2 Pengelompokan Baja

Baja Karbon Rendah


(low carbon steel)

Baja Karbon Medium


BAJA (medium carbon steel)
KARBON (carbon steel)
(Carbon steel) Baja Karbon tinggi
BAJA (Steel) (high carbon steel)
(carbon steel)
Baja Paduan Rendah
BAJA PADUAN (low alloy steel)
(Alloy steel) (carbon steel)
Baja Paduan tinggi
(high alloy steel)
(carbon steel)

4
2.2.1 Baja Karbon
Baja karbon adalah paduan besi karbon di mana unsur karbon
sangat menentukan sifat-sifatnya, sedang unsur-unsur paduan lainnya yang
bisa terkandung di dalamnya terjadi karena proses pembuatannya. Sifat
baja karbon bisa ditentukan oleh persentase karbon dan mikrostruktur.
Menurut komposisi kimianya baja karbon dibagi 3:
a. Baja Karbon Rendah (low carbon steel)
Baja karbon rendah ini disebut juga dengan baja lunak atau
bukan baja keras. Baja karbon rendah memiliki kandungan karbon
kurang dari 0,30 % C. Baja karbon rendah digunakan untuk kawat,
mur, baut, ulir.
b. Baja Karbon Sedang (medium carbon steel)
Baja karbon sedang memiliki kandungan karbon diantara
0,30 % C – 0,60 % C dan biasannya digunakan untuk rel kereta api dan
sejumlah peralatan mesin otomotif.
c. Baja Karbon Tinggi (high carbon steel) 
Baja karbon tinggi memiliki kandungan karbon diantara
0,6 % C – 1,5 % C dibuat dengan digiling panas. Baja karbon tinggi
digunakan untuk perkakas potong.

2.2.2 Baja Paduan


Baja paduan adalah baja yang mengandung sebuah unsur lain atau
lebih dengan kadar yang berlebih daripada karbon biasanya dalam baja
karbon. Menurut kadar unsur paduan, baja paduan dapat dibagi ke dalam
dua golongan yaitu baja paduan rendah dan baja paduan tinggi. Baja
paduan rendah unsur paduannya dibawah 10% sedangkan baja paduan
tinggi di atas 10%.

5
Menurut komposisi paduannya baja paduan dibagi 2:
1. Baja paduan rendah (low alloy steel)
Baja paduan rendah biasanya digunakan untuk mencapai
kekerasan lebih baik, yang pada gilirannya akan meningkatkan sifat
mekanis lainnya. Baja paduan rendah ini juga digunakan untuk
meningkatkan ketahanan korosi dalam kondisi lingkungan tertentu. Baja
paduan rendah sulit untuk las. Menurunkan kandungan karbon pada
kisaran 0,10% sampai 0,30%, bersama dengan beberapa pengurangan
elemen paduan, meningkatkan weldability dan sifat mampu bentuk baja
dengan tetap menjaga kekuatannya. Seperti logam digolongkan sebagai
baja paduan rendah kekuatan tinggi.

Baja paduan rendah dikelompokan menjadi 3 yaitu:

a. Baja Karbon Rendah (low carbon steel)

Baja ini dengan komposisi karbon kurang dari 2%. Fasa dan
struktur mikronya adalah ferrit dan perlit. Baja ini tidak bisa
dikeraskan dengan cara perlakuan panas (martensit) hanya bisa
dengan pengerjaan dingin. Sifat mekaniknya lunak, lemah dan
memiliki keuletan dan ketangguhan yang baik. Serta mampu mesin
(machinability) dan mampu las nya (weldability) baik.

b. Baja Karbon Sedang ( medium carbon steel)

Baja karbon sedang memiliki komposisi karbon antara 0,2%-


0,5% C . Dapat dikeraskan dengan perlakuan panas dengan cara
memanaskan hingga fasa austenit dan setelah ditahan beberapa saat
didinginkan dengan cepat ke dalam air atau sering disebut quenching
untuk memperoleh fasa yang keras yaitu martensit. Baja ini terdiri
dari baja karbon sedang biasa (plain) dan baja mampu keras.

6
Kandungan karbon yang relatif tinggi itu dapat meningkatkan
kekerasannya. Namun tidak cocok untuk di las, dengan kata lain
mampu las nya rendah. Dengan penambahan unsur lain seperti Cr,
Ni, dan Mo lebih meningkatkan mampu kerasnya. Baja ini lebih kuat
dari baja karbon rendah dan cocok untuk komponen mesin, roda
kereta api, roda gigi (gear), poros engkol (crankshaft) serta
komponen struktur yang memerlukan kekuatan tinggi, ketahanan aus,
dan tangguh.

c. Baja Karbon Tinggi (high carbon steel)

Baja karbon tinggi memiliki komposisi antara 0,6 - 1,4% C .


Kekerasan dan kekuatannya sangat tinggi, namun keuletannya
kurang. baja ini cocok untuk baja perkakas, dies (cetakan), pegas,
kawat kekuatan tinggi dan alat potong yang dapat dikeraskan dan
ditemper dengan baik. Baja ini terdiri dari baja karbon tinggi biasa
dan baja perkakas. Khusus untuk baja perkakas biasanya
mengandung Cr, V, W, dan Mo. Dalam pemaduannya unsur-unsur
tersebut bersenyawa dengan karbon menjadi senyawa yang sangat
keras sehingga ketahanan aus sangat baik.

2. Baja Paduan Tinggi (high alloy steel)


Baja paduan tinggi terdiri dari baja tahan karat atau disebut
dengan stainless steel dan baja tahan panas. Baja ini memiliki ketahanan
korosi yang baik, terutama pada kondisi atmosfer. Unsur utama yang
meningkatkan korosi adalah Cr dengan komposisi paling sedikit 11%.
Ketahanan korosi dapat juga ditingkatkan dengan penambahan unsur Ni
dan Mo. Baja tahan karat dibagi menjadi tiga kelas utama yaitu jenis
martensitik, feritik, dan austenitik. jenis martensitik dapat dikeraskan
dengan menghasilkan fasa martensit. baja tahan karat austenitik

7
memiliki fasa y (austenit) FCC baik pada temperatur tinggi hingga
temperatur kamar. Sedangkan jenis feritik terdiri dari fasa ferrit ( BCC).
Untuk jenis austenitik dan feritik dapat dikeraskan dengan pengerjaan
dingin (cold working). Jenis Feritik dan Martensitik bersifat magnetis
sedangkan jenis austenitik tidak magnetis.
2.2.3 Besi Cor (cast iron)

Besi cor adalah kelompok paduan besi memiliki kadar karbon


diatas 1,7%. Biasanya berkisar antara 3 - 4,43% C. Dikarenakan elemen
utamanya selain C dan Si juga ada elemen-elemen pemadu lainnya seperti
Mn, S, P, Mg dan lain-lain dalam jumlah yang sedikit. Sifatnya sangat
getas namun mampu cornya baik dibanding baja. Titik cairnya lebih
rendah, ketahanan korosinya lebih baik, hal ini dikarenakan adanya grafit
yang tersebar didalam besi cor. Berdasarkan jenis matriksnya besi cor
terdiri dari besi cor kelabu (gray cast iron), besi cor putih, besi cor noduler,
besticor mampu bentuk (malleable).

2.2.4 Tujuan dilakukan penambahan unsur pada baja adalah:

 Untuk menaikkan sifat mekanik baja (kekerasan, keliatan, kekuatan


tarik dan sebagainya)

 Untuk menaikkan sifat mekanik pada temperatur rendah


 Untuk meningkatkan daya tahan terhadap reaksi kimia (oksidasi dan
reduksi)
 Untuk membuat sifat-sifat special sesuai pembuatan bahan yang
diinginkan.

8
2.2. Diagram Fasa

Gambar 2.1. Diagram Fasa Fe-Fe3C

Dalam diagram kesetimbangan besi karbon terdapat fasa-fasa yang amat penting
diantaranya adalah :

 Fasa Ferrite (α)


Persentase karbon minimum pada α adalah 0 % karbon, yaitu dimulai
dari Temperatur kamar sampai dengan Temperatur 912˚C. Sedangkan
persentase karbon maksimum pada α adalah 0,022 %, yang terjadi pada
Temperatur 727˚C. Sel satuannya adalah BCC (Body Centered Cubic).

 Fasa Austenite (γ)


Persentase karbon minimum pada γ adalah 0 % karbon, yaitu dimulai
dari Temperatur 912˚C sampai Temperatur 1394˚C. Persentase karbon 0,18 %

9
terjadi pada Temperatur 1493˚C. Dan persentase karbon 0.76 % terjadi pada
Temperatur 727˚C. Sedangkan persentase karbon maksimum pada γ adalah
2,14 %, yang terjadi pada Temperatur 1394˚C. Bentuk sel satuan dari
austenite adalah FCC (Face Centered Cubic). Sifatnya adalah mudah dibentuk
dan ferro magnetik.

 Fasa Delta ( 𝛿)

Persentase karbon minimum pada delta (𝛿) adalah 0 % karbon, Fasa ini
terjadi pada Temperatur yang sangat tinggi yaitu dimulai dari Temperatur
1394˚C sampai Temperatur 1538˚C, dan persentase karbon maksimum pada
delta (𝛿) adalah 0,1 %, yang terjadi pada Temperatur 1493˚C. Sedangkan sel
satuannya adalah BCC (Body Centered Cubic).

 Fasa Perlite
Perlite adalah merupakan campuran cementite dengan ferrite. Fasa ini
terjadi pada Temperatur kamar sampai Temperatur 727 ˚C. Persentase karbon
maksimum hingga 0.76 %, sifatnya keras dan liat.

 Fasa Cementite (Fe3C)


Disebut juga karbida besi (Fe3C), fasa ini mulai terjadi dari Temperatur
kamar sampai dengan Temperatur 1147o C yang memiliki persentase karbon
yaitu 6,7 %. Bentuk sel satuan adalah Orthorombic pada keadaan tertentu,
dimana dapat membentuk fasa karbon sebagai grafit yang sifatnya keras dan
getas.

2.3. Perlakuan panas (Heat Threatment)

Tujuan dari proses perlakuan panas (Heat Treatment) secara umum


adalah untuk merubah sifat-sifat mekanik logam dengan cara merubah struktur
mikro logam dalam keadaan padat. Heat Treatment dari baja karbon dan unsur
lainnya adalah proses pemanasan dan pendinginan terhadap baja karbon dan

10
unsur lainnya dengan tujuan untuk mendapatkan sifat-sifat mekanik dari baja
karbon dan unsur lainnya tersebut. Pemanasan dilakukan di atas titik kristal
(Critical Point), seperti terlihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 . Diagram Temperatur Pemanasan untuk Baja Karbon

Secara umum proses perlakuan panas dapat diklasifikasikan sebagai berikut;

1. Proses Hardening
2. Proses Tempering
3. Proses Annealing
 Full Annealing
 Strees relief annealing
 Sphrroidizing
4. Proses Normalizing

11
2.4.1. Proses Hardening
Hardening pada proses pemanasan dan pendinginan yang
bertujuan untuk Merubah struktur baja sedemikian rupa sehingga diperoleh
struktur martensit yang keras.

Prosesnya baja dipanaskan sampai suhu tertentu antara 770—830 0C


(tergantung dari kadar karbon) kemudian ditahan pada suhu tersebut,
beberapa saat, kemudian didinginkan secara mendadak dengan
mencelupkan dalam air, oli atau media pendingin yang lain. Dengan
pendinginan yang mendadak, tak ada waktu yang cukup bagi austenit untuk
berubah menjadi perlit dan ferit atau perlit dan sementit. Pendinginan yang
cepat menyebabkan austenit berubah menjadi martensit. Hasil; Kekerasan
tinggi, kekenyalan (ductility) rendah.

2.4.2. Proses Tempering


Baja yang telah di hardening tidak dapat langsung digunakan
karena keras dan getas dan kadang-kadang masih mempunyai internal
stress, oleh karena itu baja perlu di tempering. Proses tempering
(Menemper) adalah pemanasan kembali benda kerja hasil hardening
hingga di bawah temperatur kritis kemudian ditahan selama beberapa saat.

Prosesnya memanaskan kembali berkisar pada suhu 150—6500C dan


didinginkan secara perlahan-lahan tergantung sifat akhir baja tersebut.
Tempering dibagi dalam 3 berdasarkan temperatur:

1. Tempering pada sahu rendah (150—300 0C).

Tujuannya untuk mengurangi tegangan-tegangan kerut dan


kerapuhan dari baja. Proses ini digunakan untuk alat-alat kerja yang tak
mengalami beban yang berat, seperti misalnya; alat-alat potong, mata
bor yang dipakai untuk kaca dan lain-lain.

12
2. Tempering pada suhu menengah (300—5000C).

Tujuannya untuk menambah keuletan dan kekerasannya


menjadi sedikit berkurang. Proses ini digunakan pada alat-alat kerja
yang mengalami beban berat, seperti palu, pahat, pegas-pegas.

3. Tempering pada suhu tinggi (500—650 0C).

Tujuannya untuk memberikan daya keuletan yang besar dan


sekaligus kekerasan menjadi agak rendah. Proses ini digunakan pada;
roda gigi, poros, batang penggerak dan lain-lain.

2.4.3. Proses Annealing


Proses annealing (pelunakan) adalah merupakan proses
pemanasan di bawah temperatur kritis, ditahan selama beberapa saat agar
dihasilkan struktur homogen, lalu didinginkan secara perlahan-lahan di
dalam tungku sampai mencapai temperatur kamar dengan tujuan
menghilangkan internal stres, memperbaiki grain size (Butiran halus),
menurunkan kekerasan.

2.4.3.1 Full Annealing


Tujuan utama dari full annealing adalah pelunakan
sehingga baja yang keras dapat dikerjakan melalui pemesinan atau
pengerjaan dingin. Hal ini dilakukan dengan memanaskan diatas
temperatur kritis, ditahan selama beberapa saat dan disusul dengan
pendinginan secara perlahan-lahan dengan media pendingin udara.
2.4.3.2 Stress-Reliefing
Tujuan perlakuan panas stress-reliefing adalah untuk
menghilangkan tegangan sisa yang ada pada baja yang telah
mengalami proses pemesinan, pengelasan, deformasi plastis,
kecuali proses pengerjaan panas. Ini diakibatkan akibat adanya
tegangan sisa yang terjadi pada proses pemesinan, pengelasan,

13
deformasi plastis. Proses perlakuan panas stress-reliefing di bawah
temperatur kritis, kemudian ditahan untuk beberapa waktu,
kemudian didinginkan dengan media pendingin udara.
2.4.3.3 Spheroidizing
Proses spheroidizing adalah proses perlakuan panas
dimana dihasilkan struktur sementite berbentuk speoridal. Tujuan
proses spheroidizing meningkatkan ketangguhan yaitu dengan
mengurangi kegetasan pada baja. Baja dipanaskan sampai
mencapai temperatur dibawah daerah kritis dan dibiarkan selama
beberapa waktu dan didinginkan dengan media pendingin udara.

2.4.4. Proses Normalizing


Proses normalizing (menormalkan) adalah merupakan proses
pemanasan di atas temperatur kritis, yang prinsipnya yaitu menormalkan
keadaan struktur dari spesimen, dimana pendinginan dilakukan dengan
perlahan-lahan di ruang terbuka (sebagai media pendingin adalah udara).
Tujuannya untuk mendapatkan struktur butiran yang halus dan seragam,
juga untuk menghilangkan tegangan dalam. Pemakaiannya untuk baja-baja
konstruksi, baja rol, material yang mengalami penempaan, tidak
mempunyai struktur yang sama karena jumlah beban tidak sebanding dan
karena perubahan bentuk pada tahap-tahap pendinginan yang tidak merata
untuk benda yang ketebalannya tidak sama. Prosesnya memanaskan sampai
sedikit di atas suhu kritis (600 0C di atas suhu kritis atas), kemudian setelah
suhu merata didinginkan di udara.

2.5 Jenis – jenis pengujian kekerasan Baja


2.5.1. Kekuatan Tarik
Pengujian tarik adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui
sifat-sifat mekanis suatu logam dan paduannya. Pengujian ini paling sering
dilakukan karena merupakan dasar pengujian-pengujian dan studi

14
mengenai kekuatan bahan. Pada pengujian tarik beban diberikan secara
kontinyu dan perlahan semakin besar, bersamaan dengan itu dilakukan
pengamatan mengenaiperpanjangan yang dialami benda uji. Kemudian
dapat dihasilkan tegangan dan regangan.

Pu
σu = Ao ……………………….(1)

Dimana :
σu = Tegangan tarik maxsimal (MPa)
Pu = Beban tarik (kN)
Ao = Luasan awal penampang (mm²)

Regangan yang dipergunakan pada kurva diperoleh dengan cara membagi


perpanjangan panjang ukur dengan panjang awal, persamaanya yaitu:
Lf −L 0
ε= Lo
x 100 ……………………….(2)

Dimana:
ε = Regangan (%)
Lо = Panjang awal (mm)
Lf = Panjang akhir (mm)

Pembebanan tarik dilaksanakan dengan mesin pengujian tarik yang selama


pengujian akan mencatat setiap kondisi bahan sampai terjadinya tegangan
ultimate, juga sekaligus akan menggambarkan diagram tarik benda uji,
adapun panjang Lf akan diketahui setelah benda uji patah dengan
mengunakan pengukuran secara normal, tegangan ultimate adalah tegangan
tertinggi yang bekerja pada luas penampang semula. Diagram yang

15
diperoleh dari uji tarik pada umumnya digambarkan sebagai diagram
Tegangan regangan.

Gambar 2.3 Kurva tegangan – regangan rekayasa

Dari Gambar 2.3. ditunjukkan bahwa bentuk dan besaran pada kurva
tegangan regangan suatu logam tergantung pada komposisi, perlakuan
panas, deformasi plastis yang pernah dialami, laju regangan, suhu dan
keadaan tegangan yang menentukan selama pengujian. Parameter-
parameter yang digunakan untuk mengambarkan kurva tegangan regangan
logam yaitu Kekuatan tarik, Kekuatan Luluh, dan Perpanjangan (Satoto,
2002).
Data yang didapatkan dari pengujian tarik:
- Kekuatan (strength)  Kekuatan Tarik (u) dan kekuatan luluh (y)
- Keuletan (ductility)
- Elastisitas
- Kekakuan  Modulus Young (E)

16
2.5.2. Uji Kekerasan (Hardness Tester)
Uji kekerasan atau hardness test merupakan salah satu cara untuk
mengetahui kekuatan atau ketahanan suatu (bahan).material Sedangkan
kekerasan itu sendiri (hardness) ialah salah satu sifat mekanik dari suatu
material selain sifat fisik dan teknologik yang dimilikinya.Kekerasan
adalah ketahanan material terhadap deformasi plastis lokal akibat penetrasi
di permukaan. Kekerasan juga dapat didefinisikan melalui beberapa
pandangan, yaitu :
1. Ketahanan terhadap goresan
Dilakukan secara langsung menggoreskan materian yang lebih keras
pada spesimen
2. Ketahanan terhadap deformasi
Kekerasan diukur dengan pemberian beban lokal melalui penekanan.
Cara yang paling umum adalah Brinell, Meyer, Vickers Dan Rockwell.
3. Besarnya energi yang di seraap selama pembebanan dinamik, misallnya
cara skleroskop.
2.4. Metode Pengujian Kekerasan

Metode kekerasan ada 3 yaitu : metode goresan, metode pantul dan metode
penekanan.

2.4.5. Metode Goresan

Metode goresan merupakan cara mengukur kekerasaan dengan


menggoreskan material yang lebih keras ke sepesimen uji. Kekerasaan di
ukur dengan skala mhos. Semakin tinggi indexs mhos, semakin keras
material.

17
Gambar 2.4 Grafik Skala Mhos

2.4.6. Metode Pantul

Metode pantul yaitu dengan cara skleroscope (metode lantunan


bola). Pengujian dengan menjatuhkan bola dengan ukuran tertentu dan
ketinggian tertentu. Kekerasan diukur dari ketinggian lantunan bola.
Material lunak memiliki pantulan lebih rendah dibandingkan material keras
karena energi yang diserap oleh material untuk menahan deformasi plastis
hingga gaya untuk memantulkan kembali berkurang sehingga bola baja
dipantulkan rendah.

2.4.7. Metode Penekanan

Metode penekanan terdiri dari 5 cara yaitu : kekerasan Brinell,


Meyer, Vicker, Knoop Dan Rockwell.

a. Uji Kekerasan Brinell

Kekerasan Brinell yaitu pembentukan lekukan pada permukaan


dengan menggunakan bola baja sebagai penetrator. Bahan diletakkan
selama waktu beberapa saat. Lekukan diameter diukur dengan

18
mikroskop. Setelah beban dihilangkan kemudian dicari rata-rata dari 2
buah pengukuran diameter pada jejak yang berarah tegak lurus.

b. Uji Kekerasan meyer


Berdasarkan pada luas proyeksi jejak yang dihasilkan bukan
luas permukaannya. Tekanan rata-rata antara penumbuk dengan lekukan
adalah sama dengan gaya dibagi dengan luas proyeksi lekukan. Mayer
merupakan wahana tekanan rata-rata ini dapat diambil sebagai ukuran
kekerasan dan dinamakan kekerasan Manyer.

c. Uji Kekerasan vicker


Kekerasan Vicker menggunakan penumbuk piramida intan
yang dasarnya membentuk ujung bujur sangkar. Besar sudut piramida
atau angka kekerasan Vicker didefenisikan sebagai bahan dibagi luas
permukan lekukan.

d. Uji kekerasan Knoop


Menggunakan penumbuk berupa intan kasar berbentuk
piramida. Perbandingan diagonal intan 7: 1. KHN adalah beban dibagi
luas proyeksi yang tidak akan kembali berbentuk semula. Aplikasi
Knoop yang umum adalah untuk material getas seperti keramik.
e. Uji Kekerasan Rockwell
Pengujian kekerasaan Rockwell paling umum digunakan
karena pengujian mudah dilakukan, tidak perlu keahlian dan angka
kekerasaan langsung terbaca. Menggunakan penetrator kerucut intan.
Skala pengujian rockwell banyak macam yakni A,B,C dst dengan
variasi jenis indentor dan besar beban yang digunakan. Skala yang
digunakan tergantung tingkat kekerasaan material. Selain pembebanan
mayor (major load) terdapat beban minor sebesar 10 kg yang diterapkan

19
sebelum beban mayor. Guna beban minor adalah untuk meningkatkan
akurasi pengukuran kekersan.
f. Uji Kekerasan Rockwell
Pengujian kekerasaan Rockwell paling umum digunakan
karena pengujian mudah dilakukan, tidak perlu keahlian dan angka
kekerasaan langsung terbaca. Menggunakan penetrator kerucut intan.
Skala pengujian rockwell banyak macam yakni A,B,C dst dengan
variasi jenis indentor dan besar beban yang digunakan. Skala yang
digunakan tergantung tingkat kekerasaan material. Selain pembebanan
mayor (major load) terdapat beban minor sebesar 10 kg yang diterapkan
sebelum beban mayor. Guna beban minor adalah untuk meningkatkan
akurasi pengukuran kekersan.

Tabel 2.1. Skala pada pengujian kekerasan Rockwell

20
2.5.3. Uji impak (Impact test charpy)
Untuk menentukan sifat patahan suatu logam, keuletan maupun
kegetasannya, dapat dilakukan suatu pengujian yang dinamakan dengan
impak. Umumnya pengujian impak menggunakan batang ber – takik.

21
Berbagai jenis pengujian impak batang bertakik telah digunakan untuk
menentukan kecendrungan benda untuk bersifat getas. Dengan jenis uji ini
dapat diketahui perbedaan sifat benda yang teramati dalam uji tarik. Hasil
yang diperoleh dari uji batang bertakik tidak dengan sekaligus memberikan
besaran rancangan yang dibutuhkan, karena tidak mungkin mengukur
komponen tiga sumbu pada takik. Secara umum benda uji dikelompokkan
ke dalam dua metoda percobaan impak, yaitu
1. Metode Charpy
Batang impak biasa, banyak digunakan di Amerika Serikat.
Benda uji Charpy mempunyai luas penampang lintang bujursangkar
( 10 mm x 10 mm) dan mengandung takik V – 45 0, dengan jari – jari
dasar 0,25 mm dan kedalaman 2mm. Benda uji diletakkan pada
tumpuan dalam posisi mendatar dan bagian yang tak bertakik diberi
beban impak dengan ayunan bandul (kecepatan impak sekitar 16
ft/detik). Benda uji akan melengkung dan patah pada laju regangan
yang tinggi, kira – kira 103 detik.

Gambar 2.5. Peletakan spesimen berdasarkan metode Charpy


2. Metode Izod

22
Gambar 2.6. Peletakan spesimen berdasarkan metode izod.
Dengan batang impak kontiveler. Benda uji Izod lazim
digunakan di Inggris, namun saat ini jarang digunakan. Benda uji Izod
mempunyai penampang lintang bujursangkar atau lingkaran dan
bertakik V di dekat ujung yang dijepit.
Usaha yang dilakukan pendulum waktu memukul benda uji atau energi
yang diserap benda uji sampai patah didapat rumus yaitu :
Energi yang Diserap (Joule) = Ep – Em
= m. g. h1 – m. g. h2
= m . g (h1 – h2)
= m . g (λ (cos β - cos α) - λ (cos β – cos α) )
= m. g . λ (cos β – cos α)
Energi yang diserap = m . g. λ (cos β – cos α) ..........(3)
Keterangan :
· Ep = Energi Potensial
· Em = Energi Mekanik
· m = Berat Pendulum (Kg)
· g = Gravitasi 9,81 m/s
· h1 = Jarak awal antara pendulum dengan benda uji (m)
· h2 = Jarak akhir antara pendulum dengan benda uji (m)

23
· λ = Jarak lengan pengayun (m)
· cos α = Sudut posisi awal pendulum
· cos β = Sudut posisi akhir pendulum
dari persamaan rumus diatas didapatkan besarnya harga impak yaitu :
K = Energi Yang Diserap . (J).................................(4)
A
dimana , K = Nilai Impak (Joule/mm2)

J = Energi Yang Diserap ( Joule )

A = Luas penampang dibawah takikan (mm2)


2.5. Metode Pendinginan

Menurut Aksten (1990) media pendinginan cair atau sering disebut


quenchants yang paling umum digunakan adalah air , larutan garam , minyak,
dan lain - lain.
Macam-macam media pendingin :
2.5.1. Udara

Pada sistem pendinginan udara terdapat beberapa komponen yang


sering digunakan diantaranya kipas, selang air, pompa ai.

2.5.2. Air
Air adalah media pendinginan yang paling umum digunakan.
Air menghasilkan tingkat pendinginan mendekati tingkat maksimum.
Keunggulan air sebagai media pendingin adalah murah, mudah tersedia,
mudah dibuang dengan minimal polusi atau bahaya kesehatan. Air juga
efektif dalam menghilangkan scaling dari permukaan bagian baja yang
di-quenching. Oleh karena itu air sering digunakan sebagai media
quenching karena tidak mengakibatkan distorsi berlebihan atau retak.

24
Air banyak digunakan untuk pendinginan logam nonferrous, baja tahan
karat austenitic, dan logam lainnya yang telah diperlakukan panas.
2.5.3 Larutan soda kaustik
Larutan soda kaustik (5-10% NaOH) digunakan dalam banyak
hal dengan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan air. Larutan soda
kaustik mendinginkan lebih cepat dan lebih menyeluruh atau seragam,
menghasilkan sifat mekanik yang lebih baik di semua bagian benda. Jika
larutan soda kaustik dipanaskan dahulu sampai pada temperatur 55-
70°C (130-160°F) dapat menghasilkan pendinginan drastis tanpa
menimbulkan keretakan pada benda. Soda kaustik hanya dapat
digunakan dalam sistem tertutup dengan ketentuan yang dibuat untuk
pendinginan, operator harus dilindungi terhadap kontak langsung
dengan larutan soda kaustik tersebut. Larutan soda kaustik harus sering
diperiksa dan konsentrasi yang tepat harus dipertahankan.
2.5.4. Larutan garam (brine)
Larutan garam (brine) sering berhasil digunakan. Jika larutan
garam dipanaskan dahulu sebelum digunakan sampai sekitar 40°C
(100°F) dapat menghasilkan hasil yang hampir sama baiknya dengan
pendinginan solusi kaustik (soda kaustik), tetapi jauh lebih efektif bila
panas. Seperti solusi kaustik, larutan garam memerlukan sistem tertutup.
Larutan garam tidak berbahaya untuk operator seperti larutan soda
kaustik panas, tetapi korosif  pada peralatan besi dan baja.
2.5.5. Minyak
Pendinginan minyak sering digunakan ketika bagian tipis
benda atau sifat yang diperlukan setelah perlakuan panas tidak tinggi.
Minyak dapat meminimalisir retak dan sangat efektif dalam mengurangi
distorsi. Dari empat media yang pendinginan, minyak cenderung untuk
memberikan pendinginan lambat dari benda dan air garam yang paling
cepat. Kadang-kadang memerlukan media pendingin yang memiliki

25
kemampuan mendinginkan antara minyak dan air. Untuk itu dapat
menggunakan polimer. Polimer ini termasuk alkohol polivinil (PVA)
yang paling umum, eter polialkilen glikol (pags), polivinilpirolidon
(PVP), dan poliakrilat.
2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kekerasan
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kekerasan suatu material :

1. Temperatur
Semakin tinggi temperatur suatu spesimen yang akan diuji, maka
semakin turun kekerasan material tersebut.
2. Bentuk Patahan
Apabila patahan material bersifat getas maka material memiliki
kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan material yang patahannya
berbentuk ulet. Ciri-ciri patah getas adalah permukaan patahan rata dan
mengkilap, patahan terjadi pada batas butir, diawali dengan deformasi
plastis, dan harga impak. Kecil dan enegri impaknya kecil. Ciri-ciri patah
ulet yaitu permukaan patah tidak rata dan berserabut, patahan terjadi di
dalam butir, harga impak dan energi impaknya besar.
3. Kadar karbon
Semakin banyak kandungan karbon satu logam maka semakin tinggi
tingkat kekrasan logam tersebut.

26
BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alur percobaan


Alat penelitian merupakan alat bantu dalam proses penelitian, yaitu

MULAI/START

SPESIMEN UJI

PENGUJIAN KEKUATAN TARIK


AWAL

ANNEALING

SPESIMEN B SPESIMEN C
SPESIMEN A Temperatur 850 0C Temperatur 900 0C
Temperatur 800 0C

MEDIA PENDINGIN

PENGUJIAN KEKUATAN TARIK


AKHIR

HASIL/KESIMPULAN

Gambar 3.1. Diagram Alir Percobaan

27
3.2 Material dan Dimensi Spesimen Uji Tarik dan Mesin – mesin yang
digunakan.
3.2.1 Uji tensil ( Tensile Test) dan Mesin yang digunakan

Bahan yang dipilih dalm penelitian ini adalah baja karbon menengah baja
AISI 4340 dengan kadar karbon 0,30 – 0,38 % C. Baja karbon ini dibentuk
menjadi specimen kekuatan tarik, kekerasan, ketangguhan, muai panas dan
struktur mikro.

r = 4 mm ; Lo = 51,25 mm Lt =191,25 mm ; p = 10 mm
h= 60 mm; D = 19 mm ; m = 10 mm
Gambar 3.2. Dimensi spesimen Uji Tarik

Spesimen pengujian tarik (gambar 3.2) mengacu pada spesimen berpenampang


bulat menggunakan Standard pengujian ASTM E8 A48 dengan jumlah 4 buah
yang terdiri dari 1 buah pembanding utama (raw material ), 3 buah sebagai
control annealing.

28
Gambar 3.3. specimen uji tarik hasil permesinan

Mesin yang digunakan :

Gambar 3.4. Mesin Uji Tarik

29
3.2.2 Data Pengujian Uji Tarik
Lembar pengamatan sangat diperlukan dalam suatu penelitian.
Langkah ini akan mempermudah dalam pengolahan data selanjutnya.
Dengan menggunakan lembar pengamatan tersebut diharapkan penelitian
yang dilakukan dapat berjalan dengan tertib dan data yang didapat tercatat
dengan baik. Adapun lembar pengamatan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:

Table 3.1. Data Percobaan Spesimen Baja suji tarik sebelum di annealing
(Raw Material)

Spesimen Kekuatan Perpanjangan Kontraksi Beban max


(Kg/mm) (%) (%) (N)
σy  σu Lo L1 e Ao A1 q
1
2
3

Table 3.2. Data Percobaan Spesimen Baja Uji Tarik sesudah di annealing

Spesimen Temperatu Kekuatan Perpanjangan Kontraksi Beban


r (0C) (Kg/mm) (%) (%) max
σy  σu Lo L1 e Ao A1 q (N)
1 800
2 850
3 900

30
Keterangan :
HRC : Harga kekerasan skala Rockwell
σy : kekuatan mulur
σu : kekuatan tarik
Lo : panjang sebelum ditarik
L1 : panjang sesudah ditarik
e : prosen perpanjangan
Ao : Luas penampang sebelum putus
A1 : Luas penampang sesudah putus
q : Prosen kontraksi (reduksi penampang)

3.2.3 Uji impak (Impact test)


Spesimen pengujian impak (gambar 3.4) mengacu menggunakan Standard
pengujian ASTM E23 atau ISO 148-1 dengan jumlah 4 buah yang terdiri dari 1
buah pembanding utama (raw material ), 3 buah sebagai control annealing.
Metode yang digunakan adalah metode Charpy.

Gambar 3.5. specimen uji Impak hasil permesinan

31
Mesin yang digunakan :

Gambar 3.6. Mesin Uji Impak

3.2.4 Data Pengujian Uji impak


Lembar pengamatan sangat diperlukan dalam suatu penelitian.
Langkah ini akan mempermudah dalam pengolahan data selanjutnya.
Dengan menggunakan lembar pengamatan tersebut diharapkan penelitian
yang dilakukan dapat berjalan dengan tertib dan data yang didapat tercatat
dengan baik. Adapun lembar pengamatan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:

Table 3.3.Data Percobaan Spesimen Baja uji impak sebelum di


annealing (raw material)

Specimen Energi Panjang Lebar Tinggi


(Joule) (mm) (mm) (mm)
1

32
2
3

Tabel 3.4 Data Percobaan Spesimen Baja uji impak setelah di


Annealing

Spesimen
1 2 3
Temperatur (0C) 800 850 900
Panjang (mm)
Lebar (mm)
Tinggi (mm)
Luas penampang (mm2)
Energi (Joule)
Harga Impak
(J/ mm2)
Permukaan patahan

3.2.5 Uji Kekerasan


Spesimen pengujian kekerasan spesimen (gambar 3.5) mengacu pada spesimen
berpenampang bulat menggunakan Standard pengujian ASTM E18 dengan
jumlah 4 buah yang terdiri dari 1 buah pembanding utama (raw material ),
3 buah sebagai control annealing.

33
Gambar 3.7. specimen uji tarik hasil permesinan

Gambar 3.8. Mesin Uji Kekerasan

3.2.6 Data Pengujian Uji kekerasan


Lembar pengamatan sangat diperlukan dalam suatu penelitian.
Langkah ini akan mempermudah dalam pengolahan data selanjutnya.

34
Dengan menggunakan lembar pengamatan tersebut diharapkan penelitian
yang dilakukan dapat berjalan dengan tertib dan data yang didapat tercatat
dengan baik. Adapun lembar pengamatan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:

Tabel 3.5 Data Percobaan Spesimen Baja uji kekerasan Rockwell


sebelum di Annealing (Raw Material)

Baja Beban Indentor Nilai kekerasan


(kg) (inchi) Rockwell
(HRC)
1
2
3

Tabel 3.6 Data Percobaan Spesimen Baja uji kekerasan Rockwell


setelah di Annealing

Baja Temperature Beban Indentor Nilai kekerasan


(0C) (kg) (inchi) Rockwell
(HRC)
1 800
2 850
3 900

35
3.2.7 Pada Mesin yang sudah dilengkapi dengan computer, computer akan
mencatat data :
- Kenaikan gaya (F)
- Pertambahan panjang sampel (L)
- Pengukuran gaya dilakukan oleh suatu alat yang disebut loadcell.
- Alat yang digunakan untuk mengukur pertambahan panjang disebut
ekstensometer.
3.3 Alat Percobaan
Alat – alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
3.4.1 Tungku Pemanas

Gambar 3.8 Tungku Pemanas

Keterangan :

Power On – off : menghidupkan dan mematikan tungku

Temperature controller : mengatur setting temperature yang diinginkan

Lampu indicator : indicator saat tungku menaikkan temperature


untuk mengejar set point

Timer : mengatur waktu pemanasan (holding time)

Buzzer On – off : menghidupkan dan mematikan timer

36
Daftar Pustaka

1. Eddy Agus Basuki, 2005, “Transformasi Fasa Lanjut”, Bandung, Rekayasa


Mineral Dan Metalurgi , Institut Teknologi Bandung.
2. Cahyono, A.D, 2005, ”Analisa Pengaruh Temperatur Pada Proses Aneling
Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro Baja AISI 1045 dan AISI 4140”,
Tugas Akhir Teknik Mesin, Universitas Kristen Petra.
3. Kartikasari, R, “Studi Pengaruh Proses Flame Hardening Terhadap Sifat Mekanik
dan Ketahanan Korosi Baja S45C dalam media Asam Klorida”, Prosiding
Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi Di Bidang Material dan
Proses ke 2 Perkembangan Riset dan Teknologi Di Bidang Industri Ke 12,
Gadjah Mada University, Indonesia, 27 Juni 2006, Universitas Gadjah Mada,
Indonesia.
4. Keyser, C.A, 1986. “Materials Science in Engineering”, 4th, Ohio, Charles E.
Merril Publishing Co.
5. George E. Dieter, Sriati Djaprie, 1993, Metalugri Mekanik, Erlangga, Jakarta.
6. Modul Pelatihan, Heat Treatment, 2003, FTUI, Depok.
7. Masrukan, 2006, “Pengaruh Temperatur dan Waktu Pemanasan Bahan Baku
Kelongsong AlMgSil Terhadap Kekerasan dan Struktur Mikronya”, Prosiding
Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi Di Bidang Material dan
Proses ke 2 Perkembangan Riset dan Teknologi Di Bidang Industri Ke 12,
Gadjah Mada University, Indonesia, 27 Juni 2006, Universitas Gadjah Mada,
Indonesia.

37

Anda mungkin juga menyukai