PENDAHULUAN
1
(Djafrie, 1995). Akibat proses hardening pada baja, maka timbulnya tegangan
dalam (internal stress), yang akan menaikkan kekerasan namun terkadang
mengakibatkan baja menjadi getas (britlle), terutama pada baja karbon tinggi.
Yang menjadi bahasan utama dalam penelitian ini adalah sejauh mana
pengaruh Proses Annealing dengan media pendingin, apakah perbedaan
temperatur mempengaruhi meningkatnya kekuatan tarik baja karbon medium
(AISI 4340) yang mengandung 0,3 – 0,6% C ;1,6 – 2,0% Ni; 0,5 – 0,8 Cr dan
0,2 – 0,3 % Mo. Sehingga bila diketahui tingkat perbandingan kekuatan tariknya
dan kesesuaiannya terhadap spesifikasi kegunaannya, maka dapat diambil suatu
keputusan untuk melakukan proses lebih lajut maupun tidak dilakukan proses
lagi setelah quenching, agar menghemat waktu dan biaya produksi.
Pengkajian lebih lanjut dampak dari faktor perbedaan media quench, dapat
dilakukan melalui pengujian bahan. Pengujian bahan yang digunakan adalah
pengujian kekuatan tarik dengan alat uji tarik.
1.2. Permasalahan
Adapun permasalahan yang sering muncul adalah kurang sinkronnya
standard material baik uji tarik, kekerasan dan energy impak yang telah dibuat
tidak sesuai dengan kenyataan material baja yang ada di lapangan, Maka perlu
dilakukan pengujian mekanik kuat tarik, kekerasan dan uji impak, di mana harus
sesuai dengan standar yang digunakan.
1.3. Batasan Masalah
Analisis pengaruh media quench terhadap kekuatan tarik baja karbon
medium AISI 4340 setelah proses perlakuan panas meliputi beberapa kegiatan
berikut:
1. Bahan uji yang digunakan adalah baja AISI (Amerika Iron and Steel Institute)
4340
2. Melakukan proses Annealing terhadap tiga buah spesimen baja AISI 4340
(spesimen A, B, dan C) pada temperatur 8000C, 8500C, 9000C.yang kemudian
didinginkan dengan media Oli SAE-10 – 50H.
2
3. Melakukan pengujian dan menganalisa grafik uji tarik spesimen hasil proses
Annealing
4. Melakukan pengujian kekerasan untuk mendapatkan kekerasan bahan.
5. Melakukan pengujian impak untuk mendapatkan energi impak.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Baja
Baja adalah logam paduan yang komponen utamanya adalah besi, dengan
karbon sebagai material paduan utama. Karbon bekerja sebagai agen pengeras,
mencegah atom besi, yang secara alami teratur dalam lattice, bergeser melalui
satu sama lain. Memvariasikan jumlah karbon dan penyebaran alloy dapat
mengontrol kualitas baja. Baja dengan peningkatan jumlah karbon dapat
memperkeras dan memperkuat.
Baja merupakan paduan, yang terdiri dari unsur – unsur lainnya seperti
Carbon (C), Mangan (Mn), Chrom (Cr), Wolfrom (W), Silikon (Si). Karbon
merupakan salah satu unsur yang terpenting karena dapat meningkatkan
kekerasan dan kekuatan baja. Baja merupakan logam yang paling banyak
digunakan dalam dunia teknik diantaranya dalam bentuk pelat, lembaran, pipa,
batang, profil dan sebagainya.
4
2.2.1 Baja Karbon
Baja karbon adalah paduan besi karbon di mana unsur karbon
sangat menentukan sifat-sifatnya, sedang unsur-unsur paduan lainnya yang
bisa terkandung di dalamnya terjadi karena proses pembuatannya. Sifat
baja karbon bisa ditentukan oleh persentase karbon dan mikrostruktur.
Menurut komposisi kimianya baja karbon dibagi 3:
a. Baja Karbon Rendah (low carbon steel)
Baja karbon rendah ini disebut juga dengan baja lunak atau
bukan baja keras. Baja karbon rendah memiliki kandungan karbon
kurang dari 0,30 % C. Baja karbon rendah digunakan untuk kawat,
mur, baut, ulir.
b. Baja Karbon Sedang (medium carbon steel)
Baja karbon sedang memiliki kandungan karbon diantara
0,30 % C – 0,60 % C dan biasannya digunakan untuk rel kereta api dan
sejumlah peralatan mesin otomotif.
c. Baja Karbon Tinggi (high carbon steel)
Baja karbon tinggi memiliki kandungan karbon diantara
0,6 % C – 1,5 % C dibuat dengan digiling panas. Baja karbon tinggi
digunakan untuk perkakas potong.
5
Menurut komposisi paduannya baja paduan dibagi 2:
1. Baja paduan rendah (low alloy steel)
Baja paduan rendah biasanya digunakan untuk mencapai
kekerasan lebih baik, yang pada gilirannya akan meningkatkan sifat
mekanis lainnya. Baja paduan rendah ini juga digunakan untuk
meningkatkan ketahanan korosi dalam kondisi lingkungan tertentu. Baja
paduan rendah sulit untuk las. Menurunkan kandungan karbon pada
kisaran 0,10% sampai 0,30%, bersama dengan beberapa pengurangan
elemen paduan, meningkatkan weldability dan sifat mampu bentuk baja
dengan tetap menjaga kekuatannya. Seperti logam digolongkan sebagai
baja paduan rendah kekuatan tinggi.
Baja ini dengan komposisi karbon kurang dari 2%. Fasa dan
struktur mikronya adalah ferrit dan perlit. Baja ini tidak bisa
dikeraskan dengan cara perlakuan panas (martensit) hanya bisa
dengan pengerjaan dingin. Sifat mekaniknya lunak, lemah dan
memiliki keuletan dan ketangguhan yang baik. Serta mampu mesin
(machinability) dan mampu las nya (weldability) baik.
6
Kandungan karbon yang relatif tinggi itu dapat meningkatkan
kekerasannya. Namun tidak cocok untuk di las, dengan kata lain
mampu las nya rendah. Dengan penambahan unsur lain seperti Cr,
Ni, dan Mo lebih meningkatkan mampu kerasnya. Baja ini lebih kuat
dari baja karbon rendah dan cocok untuk komponen mesin, roda
kereta api, roda gigi (gear), poros engkol (crankshaft) serta
komponen struktur yang memerlukan kekuatan tinggi, ketahanan aus,
dan tangguh.
7
memiliki fasa y (austenit) FCC baik pada temperatur tinggi hingga
temperatur kamar. Sedangkan jenis feritik terdiri dari fasa ferrit ( BCC).
Untuk jenis austenitik dan feritik dapat dikeraskan dengan pengerjaan
dingin (cold working). Jenis Feritik dan Martensitik bersifat magnetis
sedangkan jenis austenitik tidak magnetis.
2.2.3 Besi Cor (cast iron)
8
2.2. Diagram Fasa
Dalam diagram kesetimbangan besi karbon terdapat fasa-fasa yang amat penting
diantaranya adalah :
9
terjadi pada Temperatur 1493˚C. Dan persentase karbon 0.76 % terjadi pada
Temperatur 727˚C. Sedangkan persentase karbon maksimum pada γ adalah
2,14 %, yang terjadi pada Temperatur 1394˚C. Bentuk sel satuan dari
austenite adalah FCC (Face Centered Cubic). Sifatnya adalah mudah dibentuk
dan ferro magnetik.
Fasa Delta ( 𝛿)
Persentase karbon minimum pada delta (𝛿) adalah 0 % karbon, Fasa ini
terjadi pada Temperatur yang sangat tinggi yaitu dimulai dari Temperatur
1394˚C sampai Temperatur 1538˚C, dan persentase karbon maksimum pada
delta (𝛿) adalah 0,1 %, yang terjadi pada Temperatur 1493˚C. Sedangkan sel
satuannya adalah BCC (Body Centered Cubic).
Fasa Perlite
Perlite adalah merupakan campuran cementite dengan ferrite. Fasa ini
terjadi pada Temperatur kamar sampai Temperatur 727 ˚C. Persentase karbon
maksimum hingga 0.76 %, sifatnya keras dan liat.
10
unsur lainnya dengan tujuan untuk mendapatkan sifat-sifat mekanik dari baja
karbon dan unsur lainnya tersebut. Pemanasan dilakukan di atas titik kristal
(Critical Point), seperti terlihat pada Gambar 2.2.
1. Proses Hardening
2. Proses Tempering
3. Proses Annealing
Full Annealing
Strees relief annealing
Sphrroidizing
4. Proses Normalizing
11
2.4.1. Proses Hardening
Hardening pada proses pemanasan dan pendinginan yang
bertujuan untuk Merubah struktur baja sedemikian rupa sehingga diperoleh
struktur martensit yang keras.
12
2. Tempering pada suhu menengah (300—5000C).
13
deformasi plastis. Proses perlakuan panas stress-reliefing di bawah
temperatur kritis, kemudian ditahan untuk beberapa waktu,
kemudian didinginkan dengan media pendingin udara.
2.4.3.3 Spheroidizing
Proses spheroidizing adalah proses perlakuan panas
dimana dihasilkan struktur sementite berbentuk speoridal. Tujuan
proses spheroidizing meningkatkan ketangguhan yaitu dengan
mengurangi kegetasan pada baja. Baja dipanaskan sampai
mencapai temperatur dibawah daerah kritis dan dibiarkan selama
beberapa waktu dan didinginkan dengan media pendingin udara.
14
mengenai kekuatan bahan. Pada pengujian tarik beban diberikan secara
kontinyu dan perlahan semakin besar, bersamaan dengan itu dilakukan
pengamatan mengenaiperpanjangan yang dialami benda uji. Kemudian
dapat dihasilkan tegangan dan regangan.
Pu
σu = Ao ……………………….(1)
Dimana :
σu = Tegangan tarik maxsimal (MPa)
Pu = Beban tarik (kN)
Ao = Luasan awal penampang (mm²)
Dimana:
ε = Regangan (%)
Lо = Panjang awal (mm)
Lf = Panjang akhir (mm)
15
diperoleh dari uji tarik pada umumnya digambarkan sebagai diagram
Tegangan regangan.
Dari Gambar 2.3. ditunjukkan bahwa bentuk dan besaran pada kurva
tegangan regangan suatu logam tergantung pada komposisi, perlakuan
panas, deformasi plastis yang pernah dialami, laju regangan, suhu dan
keadaan tegangan yang menentukan selama pengujian. Parameter-
parameter yang digunakan untuk mengambarkan kurva tegangan regangan
logam yaitu Kekuatan tarik, Kekuatan Luluh, dan Perpanjangan (Satoto,
2002).
Data yang didapatkan dari pengujian tarik:
- Kekuatan (strength) Kekuatan Tarik (u) dan kekuatan luluh (y)
- Keuletan (ductility)
- Elastisitas
- Kekakuan Modulus Young (E)
16
2.5.2. Uji Kekerasan (Hardness Tester)
Uji kekerasan atau hardness test merupakan salah satu cara untuk
mengetahui kekuatan atau ketahanan suatu (bahan).material Sedangkan
kekerasan itu sendiri (hardness) ialah salah satu sifat mekanik dari suatu
material selain sifat fisik dan teknologik yang dimilikinya.Kekerasan
adalah ketahanan material terhadap deformasi plastis lokal akibat penetrasi
di permukaan. Kekerasan juga dapat didefinisikan melalui beberapa
pandangan, yaitu :
1. Ketahanan terhadap goresan
Dilakukan secara langsung menggoreskan materian yang lebih keras
pada spesimen
2. Ketahanan terhadap deformasi
Kekerasan diukur dengan pemberian beban lokal melalui penekanan.
Cara yang paling umum adalah Brinell, Meyer, Vickers Dan Rockwell.
3. Besarnya energi yang di seraap selama pembebanan dinamik, misallnya
cara skleroskop.
2.4. Metode Pengujian Kekerasan
Metode kekerasan ada 3 yaitu : metode goresan, metode pantul dan metode
penekanan.
17
Gambar 2.4 Grafik Skala Mhos
18
mikroskop. Setelah beban dihilangkan kemudian dicari rata-rata dari 2
buah pengukuran diameter pada jejak yang berarah tegak lurus.
19
sebelum beban mayor. Guna beban minor adalah untuk meningkatkan
akurasi pengukuran kekersan.
f. Uji Kekerasan Rockwell
Pengujian kekerasaan Rockwell paling umum digunakan
karena pengujian mudah dilakukan, tidak perlu keahlian dan angka
kekerasaan langsung terbaca. Menggunakan penetrator kerucut intan.
Skala pengujian rockwell banyak macam yakni A,B,C dst dengan
variasi jenis indentor dan besar beban yang digunakan. Skala yang
digunakan tergantung tingkat kekerasaan material. Selain pembebanan
mayor (major load) terdapat beban minor sebesar 10 kg yang diterapkan
sebelum beban mayor. Guna beban minor adalah untuk meningkatkan
akurasi pengukuran kekersan.
20
2.5.3. Uji impak (Impact test charpy)
Untuk menentukan sifat patahan suatu logam, keuletan maupun
kegetasannya, dapat dilakukan suatu pengujian yang dinamakan dengan
impak. Umumnya pengujian impak menggunakan batang ber – takik.
21
Berbagai jenis pengujian impak batang bertakik telah digunakan untuk
menentukan kecendrungan benda untuk bersifat getas. Dengan jenis uji ini
dapat diketahui perbedaan sifat benda yang teramati dalam uji tarik. Hasil
yang diperoleh dari uji batang bertakik tidak dengan sekaligus memberikan
besaran rancangan yang dibutuhkan, karena tidak mungkin mengukur
komponen tiga sumbu pada takik. Secara umum benda uji dikelompokkan
ke dalam dua metoda percobaan impak, yaitu
1. Metode Charpy
Batang impak biasa, banyak digunakan di Amerika Serikat.
Benda uji Charpy mempunyai luas penampang lintang bujursangkar
( 10 mm x 10 mm) dan mengandung takik V – 45 0, dengan jari – jari
dasar 0,25 mm dan kedalaman 2mm. Benda uji diletakkan pada
tumpuan dalam posisi mendatar dan bagian yang tak bertakik diberi
beban impak dengan ayunan bandul (kecepatan impak sekitar 16
ft/detik). Benda uji akan melengkung dan patah pada laju regangan
yang tinggi, kira – kira 103 detik.
22
Gambar 2.6. Peletakan spesimen berdasarkan metode izod.
Dengan batang impak kontiveler. Benda uji Izod lazim
digunakan di Inggris, namun saat ini jarang digunakan. Benda uji Izod
mempunyai penampang lintang bujursangkar atau lingkaran dan
bertakik V di dekat ujung yang dijepit.
Usaha yang dilakukan pendulum waktu memukul benda uji atau energi
yang diserap benda uji sampai patah didapat rumus yaitu :
Energi yang Diserap (Joule) = Ep – Em
= m. g. h1 – m. g. h2
= m . g (h1 – h2)
= m . g (λ (cos β - cos α) - λ (cos β – cos α) )
= m. g . λ (cos β – cos α)
Energi yang diserap = m . g. λ (cos β – cos α) ..........(3)
Keterangan :
· Ep = Energi Potensial
· Em = Energi Mekanik
· m = Berat Pendulum (Kg)
· g = Gravitasi 9,81 m/s
· h1 = Jarak awal antara pendulum dengan benda uji (m)
· h2 = Jarak akhir antara pendulum dengan benda uji (m)
23
· λ = Jarak lengan pengayun (m)
· cos α = Sudut posisi awal pendulum
· cos β = Sudut posisi akhir pendulum
dari persamaan rumus diatas didapatkan besarnya harga impak yaitu :
K = Energi Yang Diserap . (J).................................(4)
A
dimana , K = Nilai Impak (Joule/mm2)
2.5.2. Air
Air adalah media pendinginan yang paling umum digunakan.
Air menghasilkan tingkat pendinginan mendekati tingkat maksimum.
Keunggulan air sebagai media pendingin adalah murah, mudah tersedia,
mudah dibuang dengan minimal polusi atau bahaya kesehatan. Air juga
efektif dalam menghilangkan scaling dari permukaan bagian baja yang
di-quenching. Oleh karena itu air sering digunakan sebagai media
quenching karena tidak mengakibatkan distorsi berlebihan atau retak.
24
Air banyak digunakan untuk pendinginan logam nonferrous, baja tahan
karat austenitic, dan logam lainnya yang telah diperlakukan panas.
2.5.3 Larutan soda kaustik
Larutan soda kaustik (5-10% NaOH) digunakan dalam banyak
hal dengan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan air. Larutan soda
kaustik mendinginkan lebih cepat dan lebih menyeluruh atau seragam,
menghasilkan sifat mekanik yang lebih baik di semua bagian benda. Jika
larutan soda kaustik dipanaskan dahulu sampai pada temperatur 55-
70°C (130-160°F) dapat menghasilkan pendinginan drastis tanpa
menimbulkan keretakan pada benda. Soda kaustik hanya dapat
digunakan dalam sistem tertutup dengan ketentuan yang dibuat untuk
pendinginan, operator harus dilindungi terhadap kontak langsung
dengan larutan soda kaustik tersebut. Larutan soda kaustik harus sering
diperiksa dan konsentrasi yang tepat harus dipertahankan.
2.5.4. Larutan garam (brine)
Larutan garam (brine) sering berhasil digunakan. Jika larutan
garam dipanaskan dahulu sebelum digunakan sampai sekitar 40°C
(100°F) dapat menghasilkan hasil yang hampir sama baiknya dengan
pendinginan solusi kaustik (soda kaustik), tetapi jauh lebih efektif bila
panas. Seperti solusi kaustik, larutan garam memerlukan sistem tertutup.
Larutan garam tidak berbahaya untuk operator seperti larutan soda
kaustik panas, tetapi korosif pada peralatan besi dan baja.
2.5.5. Minyak
Pendinginan minyak sering digunakan ketika bagian tipis
benda atau sifat yang diperlukan setelah perlakuan panas tidak tinggi.
Minyak dapat meminimalisir retak dan sangat efektif dalam mengurangi
distorsi. Dari empat media yang pendinginan, minyak cenderung untuk
memberikan pendinginan lambat dari benda dan air garam yang paling
cepat. Kadang-kadang memerlukan media pendingin yang memiliki
25
kemampuan mendinginkan antara minyak dan air. Untuk itu dapat
menggunakan polimer. Polimer ini termasuk alkohol polivinil (PVA)
yang paling umum, eter polialkilen glikol (pags), polivinilpirolidon
(PVP), dan poliakrilat.
2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kekerasan
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kekerasan suatu material :
1. Temperatur
Semakin tinggi temperatur suatu spesimen yang akan diuji, maka
semakin turun kekerasan material tersebut.
2. Bentuk Patahan
Apabila patahan material bersifat getas maka material memiliki
kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan material yang patahannya
berbentuk ulet. Ciri-ciri patah getas adalah permukaan patahan rata dan
mengkilap, patahan terjadi pada batas butir, diawali dengan deformasi
plastis, dan harga impak. Kecil dan enegri impaknya kecil. Ciri-ciri patah
ulet yaitu permukaan patah tidak rata dan berserabut, patahan terjadi di
dalam butir, harga impak dan energi impaknya besar.
3. Kadar karbon
Semakin banyak kandungan karbon satu logam maka semakin tinggi
tingkat kekrasan logam tersebut.
26
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
MULAI/START
SPESIMEN UJI
ANNEALING
SPESIMEN B SPESIMEN C
SPESIMEN A Temperatur 850 0C Temperatur 900 0C
Temperatur 800 0C
MEDIA PENDINGIN
HASIL/KESIMPULAN
27
3.2 Material dan Dimensi Spesimen Uji Tarik dan Mesin – mesin yang
digunakan.
3.2.1 Uji tensil ( Tensile Test) dan Mesin yang digunakan
Bahan yang dipilih dalm penelitian ini adalah baja karbon menengah baja
AISI 4340 dengan kadar karbon 0,30 – 0,38 % C. Baja karbon ini dibentuk
menjadi specimen kekuatan tarik, kekerasan, ketangguhan, muai panas dan
struktur mikro.
r = 4 mm ; Lo = 51,25 mm Lt =191,25 mm ; p = 10 mm
h= 60 mm; D = 19 mm ; m = 10 mm
Gambar 3.2. Dimensi spesimen Uji Tarik
28
Gambar 3.3. specimen uji tarik hasil permesinan
29
3.2.2 Data Pengujian Uji Tarik
Lembar pengamatan sangat diperlukan dalam suatu penelitian.
Langkah ini akan mempermudah dalam pengolahan data selanjutnya.
Dengan menggunakan lembar pengamatan tersebut diharapkan penelitian
yang dilakukan dapat berjalan dengan tertib dan data yang didapat tercatat
dengan baik. Adapun lembar pengamatan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Table 3.1. Data Percobaan Spesimen Baja suji tarik sebelum di annealing
(Raw Material)
Table 3.2. Data Percobaan Spesimen Baja Uji Tarik sesudah di annealing
30
Keterangan :
HRC : Harga kekerasan skala Rockwell
σy : kekuatan mulur
σu : kekuatan tarik
Lo : panjang sebelum ditarik
L1 : panjang sesudah ditarik
e : prosen perpanjangan
Ao : Luas penampang sebelum putus
A1 : Luas penampang sesudah putus
q : Prosen kontraksi (reduksi penampang)
31
Mesin yang digunakan :
32
2
3
Spesimen
1 2 3
Temperatur (0C) 800 850 900
Panjang (mm)
Lebar (mm)
Tinggi (mm)
Luas penampang (mm2)
Energi (Joule)
Harga Impak
(J/ mm2)
Permukaan patahan
33
Gambar 3.7. specimen uji tarik hasil permesinan
34
Dengan menggunakan lembar pengamatan tersebut diharapkan penelitian
yang dilakukan dapat berjalan dengan tertib dan data yang didapat tercatat
dengan baik. Adapun lembar pengamatan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
35
3.2.7 Pada Mesin yang sudah dilengkapi dengan computer, computer akan
mencatat data :
- Kenaikan gaya (F)
- Pertambahan panjang sampel (L)
- Pengukuran gaya dilakukan oleh suatu alat yang disebut loadcell.
- Alat yang digunakan untuk mengukur pertambahan panjang disebut
ekstensometer.
3.3 Alat Percobaan
Alat – alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
3.4.1 Tungku Pemanas
Keterangan :
36
Daftar Pustaka
37