TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Plastik
Plastik merupakan suatu komoditi yang sering digunakan
dalam kehidupan sehari-hari. Hampir semua peralatan atau
produk yang digunakan terbuat dari plastik dan sering
digunakan sebagai pengemas bahan baku. Namun pada
kenyataannya, sampah plastik menjadi masalah lingkungan
karena plastik membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
mengalami proses daur ulang. Plastik memiliki beberapa
keunggulan seperti ringan, fleksibel, kuat, tidak mudah pecah,
transparan, tahan air serta ekonomis (Darni dkk., 2009).
Sifat-sifat plastik sesuai dengan Standar Nasional Indonesia
(SNI) ditunjukkan pada Tabel 2.1.
5
2.2 Bioplastik
Bioplastik merupakan nama lain dari plastik biodegradable,
plastik yang dapat digunakan layaknya seperti plastik
konvensional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas
mikroorganisme menjadi hasil akhir air dan gas karbondioksida
setelah habis terpakai dan dibuang ke lingkungan. Karena
sifatnya yang dapat kembali ke alam, plastik biodegradable
merupakan bahan plastik yang ramah lingkungan.
Plastik biodegradable berbahan dasar pati/amilum dapat
didegradasi oleh bakteri pseudomonas dan bacillus memutus
rantai polimer menjadi monomer-monomernya. Senyawa-
senyawa hasil degradasi plastik biodegradable selain
menghasilkan karbondioksida dan air, juga menghasilkan
senyawa organik dan aldehid sehingga plastik ini aman bagi
lingkungan. Sebagai perbandingan, plastik sintetik
membutuhkan waktu sekitar 100 tahun agar dapat
terdekomposisi oleh alam, sementara plastik biodegradable
dapat terdekomposisi 10 hingga 20 kali lebih cepat. Hasil
degradasi plastik ini dapat digunakan sebagai makanan ternak
atau sebagai pupuk kompos. Plastik biodegradable yang
terbakar tidak menghasilkan senyawa kimia yang berbahaya
(Huda dan Feris, 2007).
ASTM (American Society for Testing of Materials) dan ISO
(International Standards Organization) mendefinisikan plastik
biodegradable sebagai plastik yang bisa mengalami perubahan
signifikan dalam struktur kimia pada kondisi lingkungan yang
spesifik. Plastik biodegradable mengalami degradasi melalui
aksi natural dari jamur (fungi), bakteri, dan alga. Plastik dapat
dibuat sebagai plastik photodegradable, oxidative degradable,
hydrolytically degradable, atau dapat dikomposkan (Kumar,
dkk., 2011).
7
Tabel 2.2 Standart Bioplastik (ASTM 5336)
Properties PLA PHBV PCL PEA PSBA
Density 1.25 1.25 1.11 1.07 1.23
Melting Point, in °C (DSC) 152 153 56 112 114
Glass transition, in °C (DSC) 58 5 -61 -29 -45
Cristallinity (in %) 0-1 51 67 33 41
Modulus, in Mpa (NFT 51-035) 2010 900 190 262 249
Elongation at break or max., in 9 15 >50 42 >50
% (NFT 51-035)
Tensile stress at break or - - 14 17 19
max., in Mpa (NFT 51-035)
Biodegradation Mineralization 100 100 100 100 100
in %
Water permeability WVTR at 172 21 177 680 330
2
25 °C (g/m /day)
Surface tension (g) in mN/m 50 - 51 59 56
Sd (Dispensive component) 37 - 41 37 43
Gp (Polar component) 13 - 11 22 14
Sumber: (Averous, 2008)
Keterangan:
PLA (polyactic acid) : Dow Cargill (Nature Works)
PHBV (poly-3-hydroxybutyrate-co-valerate) : Monsanto (Biopol
D4000G)HV = 7 mol%
PCL (polycaprolactone) : Solway (CAPA 680)
PEA (polyesteramide) : (BAK 1095)
PSBA (poly butylene succinate adipate) : Showa (Bionolle 3000)
2.3 Pati
Pati merupakan cadangan energi terbesar pada tanaman
seperti serelia, kacang-kacangan, umbi-umbian dan tanaman
lainnya. Pati ditemukan pada hampir seluruh organ tanaman
seperti biji, buah, dan umbi serta umumnya digunakan bagi
tanaman pada periode dormasi dan pertumbuhan. Granula pati
tersusun atas dua tipe polimer glukosa yaitu amilosa dan
amilopektin, yang berjumlah sekitar 98-99% berat kering. Rasio
dari dua polisakarida ini sangat bervariasi tergantung pada jenis
tanaman sumber patinya. Berdasarkan rasio kandungan
amilosa-amilopektin, pati dapat diklasifikasikan sebagai waxy
8
starch yang mengandung amilosa kurang dari 15%, pati normal
mengandung amilosa sekitar 20-35%, dan pati beramilosa tinggi
yang mengandung amilosa dengan kadar diatas 40%. Granula
pati dideskripsikan sebagai struktur semikristalin yang terdiri dari
struktur kristalin dan amorphous. Bagian amorphous terdiri dari
molekul rantai panjang amilopektin, amilosa, dan percabangan
amilopektin. Sedangkan rantai pendek amilopektin akan
membentuk untaian heliks yang membentuk kristalin (Saputra,
2014).
Pati adalah polimer glukosa yang tersusun oleh ratusan
hingga ribuan glukosa untuk membentuk molekul rantai
panjang. Kemudian molekul-molekul tersebut disusun dalam
bentuk granula yang tidak larut dalam air dingin. Pati adalah
suatu polisakarida yang mengandung amilosa, suatu cabang
polimer linier dan amilopektin, polimer dengan banyak cabang.
Amilosa merupakan bagian yang larut dalam air (10-20%) yang
mempunyai berat molekul 50.000-200.000. amilopektin
merupakan bagian yang tidak larut dalam air (80-90%) dengan
berat molekul molekul antara 70.000-106. Kedua bagian tersebut
mempunyai rumus kimia (C6H10O5)n baik amilosa maupun
amilopektin, bila terhidrolisis menunjukkan adanya sifat-sifat
karbonil dan pati tersusun atas satuan-satuan maltosa. Struktur
amilosa merupakan struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-
glukosa. Amilopektin terdiri dari struktur bercabang dengan
ikatan α-(1,4)-D-glukosa dan titik percabangan amilopektin
merupakan ikatan α-(1,6) (Lehniger, 1982). Amilosa merupakan
satuan-satuan gula yang dihubungkan dengan ikatan 1,4,
sedangkan dalam amilopektin ikatannya pada 1,6 atau dengan
kata lain atom C1 dari saru gula dihubungkan dengan atom C6
dari satuan gula berikutnya (Sastrohamidjojo, 2005).
10
Tabel 2.3 Komposisi gizi per 100 gram Pati Jagung (Tepung Maizena)
Karakteristik Jumlah
Kadar air 12.00
Kadar abu 0.80
Lemak 1.00
Protein 3.70
Pati 71.30
Amilosa 25-30
Amilopektin 70-75
Sumber : Astawan(2009)
2.4 Gliserol
Gliserol merupakan salah satu alkil trihidrat (propa 1,2,3-triol)
yang penting. Di samping itu, gliserol juga salah satu senyawa
poliol yang banyak diguanakan sebagai plastisizer maupun
pemantap karena tanpa penggunaan gliserol, film plastik yang
dihasilkan keras dan kaku. Gliserol merupakan plastisizer yang
bersifat hidrofilik, sehingga cocok untuk bahan pembentuk film
yang bersifat hidrofobik seperti pati. Gliserol dapat
meningkatkan adsorpsi molekul polar seperti air. Peran gliserol
sebagai plastisizer dan konsentrasinya meningkatkan
fleksibilitas film (Rachmawati, 2009).
Gliserol bersifat manis, tidak berwarna, dan merupakan
senyawa yang netral. Gliserol tidak dapat larut dalam minyak
tetapi larut sempurna dalam air dan alkohol. Berbentuk kental
dengan titik lebur 20ºC dan titik didih tinggi yaitu 290ºC. Padahal
ada banyak zat yang lebih mudah larut dalam gliserol
dibandingkan dalam air dan alcohol sehingga gliserol adalah
pelarut yang baik (Harsunu, 2008). Untuk memperoleh gliserol
dapat langsung dari transformasi minyak nabati dan olahan
industri oleokimia atau dapat diperoleh juga dari hasil industri
petrokimia. Perbedaannya adalah gliserol yang berasal
langsung dari minyak bumi dan industri oleokimia dapat
terdegradasi oleh alam (ramah lingkungan), dapat diperbaharui
dan sumber mudah diperoleh (Yusmarlela, 2009).
Gliserol mempunyai peranan yang cukup penting dalam
pembuatan bioplastik. Gliserol merupakan salah satu agen
pemlastis yang sering digunakan. Hal ini karena gliserol
merupakan bahan yang murah, sumbernya mudah diperoleh,
11
dapat diperbaharui, dan juga akrab dengan lingkungan karena
mudah didegradasi oleh alam (Ardiansyah, 2011). Gliserol
umumnya digunakan sebagai material plastisasi dalam proses
pembuatan plastik yang bersifat degradabel. Material plastisasi
umumnya merupakan molekul kecil yang larut dalam struktur
yang amorf diantara molekulmolekul polimer yang lebih besar.
Material plastisasi memacu proses pencetakan, dan
meningkatkan fleksibilitas produk. Diperlukan pencampuran
sempurna untuk memperoleh distribusi homogen (Zhong, 2008).
Sifat fisik kimia gliserol dapat dilihat pada Tabel 2.4.
13
Gambar 2.1 Struktur molekul CMC (Na-garam, Na-CMC)
(Hong, 2013)
14
Kekuatan tarik menurun dengan konsentrasi plasticizer
meningkat. Molekul-molekul plasticizer berada di antara rantai
protein sehingga mengurangi interaksi antarmolekul luas di
antara rantai protein. Jika konsentrasi plasticizer meningkat,
maka jumlah molekul plasticizer yang berada antara rantai
protein juga meningkat, sehingga mengurangi interaksi antara
protein jaringan rantai polimer yang mengakibatkan penurunan
kekuatan tarik (Hewage et al., 2009).
Kuat tarik dapat dirumuskan dengan mengaitkan antara
hubungan gaya yang bekerja atau dikenakan dengan luas
penampang lintang suatu bahan. Hubungan keterkaitan tersebut
menunjukkan bahwa tegangan tarik (σ) merupakan gaya yang
diaplikasikan (F) dibagi dengan luas penampang lintang bahan
(A). Satuan dari F adalah N, A adalah mm2 dan satuan dari σ
adalah N/mm2 yang sama dengan MPa jika luas penampang
lintang bahan memakai satuan mm, akan tetapi jika satuan
untuk luas penampang lintang bahan menggunakan m (meter),
konversi satuan untuk kuat tarik adalah 1 N/m2 yang sama
dengan 1 Pa (Bueche dan Hecht, 2006).
σ=
2.6.2 Elongasi
Perpanjangan didefinisikan sebagai persentase perubahan
panjang film pada saat film ditarik sampai putus. Kekuatan
regang putus merupakan tarikan maksimum yang dapat dicapai
sampai film dapat tetap bertahan sebelum film putus atau robek.
Pengukuran kekuatan regang putus berguna untuk mengetahui
besarnya gaya yang dicapai untuk mencapai tarikan maksimum
pada setiap satuan luas film untuk merenggang atau
memanjang (Agustri, 2012). Elongasi atau persen pemanjangan
saat putus merupakan perubahan panjang maksimum film
sebelum terputus. Berlawanan dengan itu, elastisitas akan
semakin menurun seiring dengan meningkatnya jumlah bahan
15
pemplastis dalam film. Elastisitas merupakan ukuran dari
kekuatan film yang dihasilkan (Anita dkk., 2013).
Perpanjangan atau regangan dapat juga didefinisikan
sebagai perbandingan antara pertambahan panjang benda
mula-mula akibat adanya suatu gaya (gaya tarik) yang
mempengaruhi. Panjang benda setelah dikenai gaya
disimbolkan dengan L, sementara panjang benda mula-mula
disimbolkan dengan L0. Adapun pertambahan panjang benda
disimbolkan dengan ΔL yang dapat dicari dengan
mengurangkan L dengan L0 (Umar, 2008).
%E = x 100%
%E = x 100%
17
RSM memiliki beberapa kegunaan antara lain yaitu
menunjukkan bagaimana variabel respon y dipengaruhi oleh
variable bebas x di wilayah yang secara tertentu diperhatikan
dan mengeksplorasi ruang dari variabel bebas x untuk
mendapatkan hasil maksimum dan menentukan sifat dasar dari
nilai maksimum. Salah satu pertimbangan penting dalam RSM
adalah bagaimana menentukan faktor dan level yang dapat
cocok dengan model yang akan dikembangkan. Jika faktor atau
level yang dipilih dalam suatu eksperimen tidak tepat maka
kemungkinan terjadi ketidakcocokan model akan sangat besar
dan jika itu terjadi maka penelitian yang dilakukan bersifat bias
(Albert, 2009).
Langkah pertama dari metode permukaan respon adalah
menemukan hubungan antara respon y dengan variabel
independen xi melalui persamaan polinominal orde satu (model
orde I). Dinotasikan variabel-variabel independen dengan x1,
x2,…,xk. Variabel-variabel tersebut diasumsikan terkontrol dan
mempengaruhi variabel random. Jika respon dimodelkan secara
baik dengan fungsi linier dari variabel-variabel independen xi,
maka aproksimasi fungsi dari model orde I adalah sebagai
berikut: