Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Plastik

Plastik merupakan senyawa sintesis dari minyak bumi (terutama hidrokarbon


rantai pendek) yang dibuat dengan reaksi polimerisasi molekul – molekul kecil
(monomer) yang sama ataupun berbeda, sehingga membentuk rantai panjang dan
akan menjadi padat setelah temperatur pembentukkannya. Monomer yang sering
digunakan dalam pembuatan plastik adalah propena (C3H6), etena (C2H4), vinil
khlorida (CH2), nylon, karbonat (CO3), dan styrene (C8H8) (ASTM D6400, 1999).
Plastik yang memiliki ikatan karbon rantai panjang dan memiliki stabilitas ikatan
yang tinggi, sulit untuk diuraikan oleh mikroorganisme (Wardani, 2009).
Secara garis besar, plastik dapat dikelompokan menjadi dua golongan, yaitu:
a. Termoplastik, yaitu plastik yang tidak tahan terhadap panas, jika dipanaskan
akan melunak, fleksibel, dapat didaur ulang dan memiliki struktur molekul
linear atau bercabang. Yang termasuk termoplastik anara lain polyethylene
(PE), polypropylene (PP), polystyrene (PS), polyamida (nylon) dan
polycarbonate (PC).
b. Thermosetting, adalah plastik yang jika dipanaskan akan meleleh, tidak dapat
dibentuk ulang, tidak fleksibel (keras dan kaku) dan mempunyai ikatan silang
antara rantai molekul. Yang termasuk plastik termoseting adalah poly
urethane (PU), urea formaldehid (UF), melamine formaldehyde (MF),
polyester dan resin epoksi.
Sifat-sifat plastik sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) ditunjukan
pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Karakteristik Mekanik Plastik Sesuai SNI


No Karakteristik Nilai
1 Kuat tarik (MPa) 24.7 – 302
2 Persen elongasi (%) 21 - 220
3 Hidrofobisitas (%) 99
(Sumber : SNI ISO 15874-5, 2012)

6
7

2.2 Bioplastik

Bioplastik adalah plastik yang sifat mekaniknya menyerupai plastik


konvesional, namun akan terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi biomassa,
H2O, CO2, dan atau CH4. Degradasi plastik adalah pemutusan molekul plastik dari
rantai panjang menjadi lebih pendek. Biodegradasi adalah proses dimana suatu
senyawa dipecah menjadi senyawa yang lebih sederhana oleh aktivitas mikrobia
yang terdapat di alam (bakteri, fungi atau jamur dan algae). Bioplastik merupakan
nama lain dari plastik biodegradabel. Karena sifatnya yang dapat terurai, bioplastik
merupakan bahan plastik yang ramah lingkungan (Kaplan dkk, 1994). Bioplastik
merupakan alternatif untuk menggantikan plastik kemasan konvensional agar tidak
mencemari lingkungan. Bioplastik terbuat dari bahan baku terbarukan seperti
selulosa, pati, minyak nabati, dan mikrobiota. Hal ini merupakan salah satu alasan
mengapa bahan baku terbarukan dapat diterapkan dalam perfekstif pembangunan
yang berkelanjutan.

Gambar 2.1 Siklus produksi dan degradasi polimer


biodegradabel (IBAW Publication, 2005)

Bioplastik dibuat dengan polimer alam sebagai bahan utama sehingga mudah
didegradasi oleh mikroorganisme. Biodegradasi bioplastik dapat dicapai dengan
memanfaatkan mikroba di lingkungan untuk memetabolisme struktur molekul film
plastik dan menguraikan bahan dari plastik tersebut. Beberapa contoh
8

mikroorganisme pengurai bioplastik antara lain, Sphingomonas, Pseudomonas,


Lactobacillus sp, Streptomycetes sp, Actinomycetes, Clostridium tetani, Bacillus
megaterium, Azotobacter, Ralstonia eutropha dan Halomonas sp.
Di Indonesia standarisasi bioplastik diatur dalam Standar Nasional Indonesia
(SNI) 7188.7:2016 Kriteria ekolabel – Bagian 7 : Kategori Produk Tas Belanja
Plastik dan Bioplastik Mudah Terurai.

Tabel 2.2 SNI Bioplastik


No. Uraian Persyaratan Satuan

1 Kuat tarik Minimal 13,7 MPa (kgf/cm2)


2 Kemuluran 400-1120 %
3 Kuat tarik rekat panas (heat seal)
- Seal bagian pegangan kantong Minimal 4,9 Kgf (N)
- Seal bagian bawah kantong Minimal 2,9 Kgf (N)
4 Kuat sobek
- Arah longitudinal Minimal 2,0 Kgf (N)
- Arah transversal Minimal 1,0 Kgf (N)
5 Ketahanan luntur warna terhadap Standar skala
Minimal 3
gosokan (bila diperlukan0 penodaan
6 Kemudahan terurai
- Kemuluran (tensile elongation)
setelah penyinaran sinar UV <5 %
maksimal 250 jam
7 Kandungan logam berat ( Cd, Pb,
Hg, Cr+6) Maksimal 100 Ppm

(Sumber: SNI 7818:2016)

Berdasarkan penyebab degradasinya, degradasi dibedakan menjadi:


a. Oxo-degradasi
Oxo-degradasi adalah degradasi akibat adanya sinar atau panas (termal).
Oxodegradsi menggunakan dua metoda untuk memulai biodegradasi yaitu
foto-degradasi dan oksidasi termal. Foto-degradasi menggunakan sinar
9

inframerah (UV) untuk memecah rantai polimer, sedangkan oksidasi termal


membutuhkan panas dan waktu untuk memecah rantai polimer dalam plastik.
Kedua metoda ini akan mereduksi bobot molekul (BM) plastik sehingga
memungkinkan untuk dikonsumsi oleh mikrobia sebagai sumber karbon
untuk metametabolismam kehidupannya.
b. Foto degradabel
Foto degradabel adalah degradasinya terjadi karena adanya sinar matahari.
c. Hydrodegradable
Hydrodegradable adalah degradasi yang terjadi karena hidrolisa akibat
adanya air.
d. Kompostabel
Kompostabel adalah degradasi akibat proses biologi selama pengomposan
dan menghasilkan karbon dioksida, air, senyawa organik dan biomassa pada
kecepatan yang konsisten dengan yang lain, dan tidak beracun ( Song dkk,
2009)
Averous (2004), menggolongkan polimer biodegradabel berdasarkan sumber
bahan bakunya ke dalam empat kelompok yaitu:
1. Berasal dari produk biomassa
2. Berasal dari produk mikroorganisme
3. Berasal dari produk bioteknologi
4. Berasal dari produk oleokimia
Polimer biodegredable

Produk Biomassa Dari mikroorganisme Dari bioteknologi Dari produk oleokimia


(Agropolimer) (Ekstraksi) (Biopoliester) (sintesis konvensional dari
monomer sintesis)

Poli Hidoksi Alkanoat


Polilaktida
(PHA) Polikaprolaktan (PCL)

Polisakarida Protein
Poly Poli asam laktat
Poliesteramida (PEA)
hydroxybutyrate
Pati Binatang (PHB)

Produk turunan Tumbuhan Poly Kopoliester Alifatik


lignoselulosa hydroxybutyrate co-
hydroxyvalerate
(PHBV)

Dan lain-lain : lateks, Kopoliester Aromatik


kitosan

Gambar 2.2 Klasifikasi polimer biodegradabel (Averous, 2008)

10
2.2.1 Penyusun Plastik Biodegradabel

Dalam plastik biodegradabel terdapat beberapa komponen penyusun yang


penting, di antaranya:

1. Biokomposit
Biokomposit adalah gabungan dari dua atau lebih matrik (bahan pengikat)
dan filler (bahan pengisi) untuk menghasilkan material baru dengan sifat yang lebih
baik dibandingkan sifat material dasarnya yang berasal dari organisme atau
makhluk hidup (Gibson, 1994).
Matrik adalah bahan pengikat untuk membentuk satu struktur komposit.
Berapa contoh matrik diantaranya polikaprolakton, kitosan, pati, polimer, logam,
dan keramik.
Filler adalah bahan pengisi yang digunakan dalam pembuatan komposit,
biasanya berupa serat atau serbuk. Beberapa contoh filler diantaranya serat, pati,
carboxylmetil cellulose (CMC), microcrystalline cellulose (MCC), ultra high
molecular weight polyethylene (UHMPE), spectra dan kevlar. Filler berfungsi
untuk meningkatkan nilai kuat tarik (tensile strength) dan meningkatkan nilai
elastisitas suatu bahan (Harper, 1996).
Penggabungan filler dalam biokomposit sangat beragam diantaranya:
a. Filler yang diatur memanjang (unidirectional composites)
b. Filler yang dipotong - potong kemudian dicampur secara acak (random
fibers)
c. Filler yang dianyam silang lalu dicelupkan dalam penguat (cross-ply
laminae)

2. Plastikizer
Plastikizer adalah pelarut organik dengan titik didih tinggi atau suatu padatan
dengan titik leleh rendah yang ditambahkan ke dalam resin yang keras atau kaku,
sehingga kelenturan, pelunaka dan pemanjangan resin akan bertambah. Dengan
penambahan plastikizer akan mempengaruhi sifat mekanik seperti kekuatan tarik,
elastisitas, sifat listrik dan suhu transisi gelas (Pasaribu, 2009). Suhu transisi gelas
adalah suatu kisaran suhu dimana dibawah suhu tersebut polimer bersifat glassy

11
12

dan diatas suhu tersebut polimer bersifat rubbery. Mali dkk (2004), menyebutkan
bahwa gliserol, polivinil acetate dan sorbitol adalah plastikizer yang dapat
digunakan dalam pembuatan plastik biodegradabel.

3. Hidrokoloid
Hidrokoloid atau hidrofilik koloid dikenal dengan sebutan gum, merupakan
polimer yang berukuran koloid, antara 10 oA sampai 1000 oA yang menunjukan
sifat koloid dalam suspensinya (Fardiaz, 1989). Hidrokoloid pada proses
pembuatan plastik biodegradabel dapat menurunkan kadar air yang terdapat pada
bahan pangan dan memberikan pengaruh pengentalan.
Kemampuan hidrokoloid untuk mengentalkan disebabkan karena struktur
hidrokoloid yang umumnya terdiri dari rantai heksosa maupun pentosa yang
memiliki beberapa sisi yang memungkinkan adanya ikatan hidrogen dengan
molekul air. Berdasarkan penelitian Roiyana (2012) hidrokoloid yang ditambahkan
pada plastik biodegradabel dapat meningkatkan susut bobot dan digunakan sebagai
penghambat proses pematangan buah.
Menurut Glicksman (1986), berdasarkan sumber asalnya, hidrokoloid dapat
dibedakan menjadi hidrokoloid yang berasal dari eksudat, ekstraksi, tepung-
tepungan, fermentasi dan modifikasi kimia. Hidrokoloid eksudat berasal dari cairan
atau getah semak atau pohon. Contohnya adalah gum arab, karaya, gati, dan
tragakan. Hidrokoloid ekstraksi diperoleh dari hasil ekstraksi beberapa jenis bahan,
seperti rumput laut. Contoh dari hidrokoloid jenis ini adalah karagenan, pektin dan
gelatin. Hidrokoloid tepung - tepungan berasal dari pemisahan mekanik hidrokoloid
dari asalnya, contohnya pati. Hidrokoloid juga dapat diperoleh dari hasil fermentasi
bakteri tertentu contohnya gellan. Hidrokoloid hasil modifikasi kimia contohnya
adalah Carboxylmetil cellulose (CMC) yang berasal dari modifikasi selulosa yang
tidak larut air menjadi polimer larut air.
13

2.3 Limbah Cair Tahu (Whey)

Limbah cair tahu adalah hasil sampingan dari proses pembuatan tahu yang
berupa cair disebut whey. Air limbah tahu yang dihasilkan masih banyak
mengandung zat organik, seperti protein, karbohidrat, lemak dan padatan
tersuspensi. Dalam penelitian ini digunakan limbah cair tahu dengan komposisi
sebagai berikut,

Tabel 2.3 Komposisi limbah cair tahu (whey)

Komponen Komposisi

Kadar air 31.25 %


Abu 16.13 %
Lemak 10.11 %
Protein 19.16 %
Karbohidrat 23.35 %

Karena memiliki kadar karbohidrat dari kedelai yang cukup tinggi maka
limbah cair tahu dapat dijadikan bahan baku pembuatan bioplastik sekaligus
sebagai upaya untuk mengurangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan dari
pembuangan limbah.
Karbohidrat yang terdapat pada limbah cair tahu ini merupakan golongan
polisakarida dalam bentuk pati, dimana disimpan dalam bentuk karbohidrat
tanaman yang didapat pada biji kedelai. Polisakarida adalah karbohidrat komplek
terdiri atas banyak molekul monosakharida. Monosakarida (C6H12O6) yaitu gula
yang paling sederhana terdiri dari molekul tunggal. Monosakarida yang paling
penting adalah gula yang mempunyai 6-karbon (heksosa) contohnya glukosa,
fruktosa dan galaktosa (Suhardjo dan Kusharto, 2012).
14

Gambar 2.3 Ikatan amilosa dan amilopektin pada pati


(Suhardjo dan Kusharto, 2012)

Pati terdiri dari amilosa dan amilopektin. Komponen amilosa pati


merupakan polisakarida tak bercabang yang terikat 1→4 glikosidik, terdiri atas
glukosa dan beberapa ribu unit glikosil. Sedangkan amilopektin merupakan
polisakarida bercabang yang mengandung ikatan 1→4 dan 1→6 unit glikosil.

2.4 Serat Daun Nanas

Nanas sering disebut bromeliad dengan lebih dari 2400 kerabat yang
memiliki penampilan menarik. Tanaman ini adalah tanaman tropis yang berasal dari
Brazilia, Bolivia, dan Paraguay di Amerika Selatan. Nanas tumbuh ditempat yang
ketinggiannya 100 - 1000 m diatas permungkaan laut dengan temperatur rata - rata
21 - 30 oC. Nanas merupakan tanaman xerofit yang termasuk dalam golongan
Classulacean Acid Metabolism sehingga tanaman ini sangat tahan terhadap kondisi
kekeringan. Klasifikasi dari tanaman nanas adalah sebagai berikut,
15

Tabel 2.4 Klasifikasi tanaman nanas


Kingdom Plantae
Divisi Magnoliophyta
Kelas Liliopsida
Ordo Farinosae
Famili Bromeliaceae
Genus Ananas
Spesies Ananas comosus
(Sumber : Agromedia, 2009)

Riau merupakan salah satu penghasil nanas varietas Queen di Indonesia.


Nanas varietas Queen dengan ciri – ciri rasa manis, aroma harum, warna kulit
kuning cerah dan kemerahan, berbobot sekitar 1 kg, bentuk buah cenderung
memanjang dan empulur buah cukup lunak sehingga dapat dimakan. Berikut ini
adalah gambar nanas varietas Queen,

Gambar 2.4 Nanas varietas Queen


(Agromedia, 2009)

Serat merupakan gabungan dari selulosa, hemiselulosa, lignin, pektin, lilin,


dan lemak. Menurut Artati (2009) serat nanas mempunyai sifat antara lain berwarna
16

putih, tidak larut dalam air dingin, larut dalam asam seperti asam sulfat 72%, asam
klorida 44%, serta asam fosfat 85%.

Gambar 2.5 Serat daun nanas (Artati, 2009)

Proses degradasi serat nanas dapat dilakukan oleh mikroorganisme selulotik


yang berasal dari bakteri ( Halomonas, Bacillus, Lactobacillus, Pseudomonas ) atau
jamur ( Sporosarcina, Sporospirillum ). Keunggulan plastik biodegradabel dari
serat nanas antara lain biocompatibility, tidak beracun dan non – polluting.
Komposisi serat kering daun nanas dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.5

Tabel 2.5 Komposisi serat kering daun nanas


Komposisi Kimia Nilai (%)
Selulosa 35.81
Hemiselulosa 11.77
Lignin 17.10
Zat – zat lain ( pektin,
35.42
lemak, abu )

Selulosa adalah polisakarida yang terdiri dari 7000 - 15000 rantai linear
ikatan β (1→4) unit D-glukosa. Hemiselulosa adalah polisakarida yang terdiri dari
500 - 3000 polimer bercabang ikatan β (1→4) unit D-glukosa. Lignin adalah
komplek penyusun utama dari dinding sel tumbuhan yang tersusun dari senyawa
aromatik dan alifatik.
17

Gambar 2.6 Struktur molekul serat (Tengerdy dan Szakacs, 2003)

2.5 Carboxylmetil Cellulose (CMC)

Carboxylmetil cellulose merupakan senyawa anion turunan selulosa dengan


gugus karboksimetil yang terikat pada beberapa gugus hidroksil. Carboxylmetil
cellulose bersifat biodegradabel, tidak beracun, berbentuk bubuk yang larut dalam
air namun tidak larut dalam larutan organik dan memiliki rentang pH 6,5 sampai 8.
Carboxylmetil cellulose berasal dari selulosa kayu dan kapas yang diperoleh dari
reaksi antara selulosa dengan asam monokloro asetat, dengan katalis berupa
senyawa alkali. Carboxylmetil cellulose memiliki beberapa nama lain, yaitu
crosscarmellose sodium, Ac-di-sol, Aquaplast, Carmethose, gum selulosa, sodium
Carboxylmetil cellulose, asam glikolik selulosa, Daice, Fine Gum HES, Lovosa,
NACM, dan garam selulosa.
18

Gambar 2.7 Struktur kimia Carboxylmetil cellulose (CMC) (Yixing Tongda


Chemical CO., LTD)

Carboxylmetil cellulose digunakan dalam bidang pangan, kimia,


perminyakan, pembuatan kertas, tekstil, serta bangunan. Khusus di bidang pangan,
karboksimetil selulosa dimanfaatkan sebagai stabilizer, thickener, adhesive dan
emulsifier.

2.6 Kitosan

Kitosan adalah polisakarida yang membentuk kristal yaitu asetil glukosamin,


dan terdapat di alam dalam bentuk kristal kitin. Kitin umumnya diperoleh dari
kerangka hewan invertebrata dari kelompok Arthopoda sp, Molusca sp,
Coelenterata sp, Annelida sp, Nematoda sp, Crustaceae sp seperti udang, lobster
dan kepiting beberapa dari kelompok jamur dan pada bagian insang ikan.

Gambar 2.8 Struktur kimia Kitosan (Muzarelli, 1977)

Mutu kitosan ditentukan berdasarkan parameter sifat fisika dan kimia,


parameter sifat fisika diantaranya ukuran (mesh size) dan viskositas, sedangkan
parameter kimia yaitu nilai proksimat dan derajat deasetilasi (DD). Semakin baik
mutu kitosan maka semakin tinggi nilai derajat deasetilasinya. Adapun spesifikasi
mutu kitin kitosan dapat dilihat pada Tabel 2.6 berikut
19

Tabel 2.6 Spesifikasi mutu kitin kitosan


Spesifikasi Kitosan
Tampilan Serpihan/Bubuk putih/kekuningan
Kadar air ≤ 10 %
Kadar abu ≤ 0,2 %
Kadar N ≤ 0,3 %
Derajat Deasetilasi 70-100 %
Viskositas < 50 cPs
Ketidaklarutan <1%
pH 7-9
(Sumber : Suptijah dkk, 1992)

Menurut Knorr (1982), kitosan mempunyai gugus amino bebas sebagai


polikationik, pengkelat dan pembentuk dispersi dalam larutan asam asetat. Ornum
(1992), bila dilarutkan dalam asam, kitosan akan menjadi polimer kationik dengan
struktur linier sehingga dapat digunakan dalam proses flokulasi, pembentuk film
atau imobilisasi dalam beberapa agen biologi termasuk enzim.
Hirano (1989) menambahkan kelebihan kitosan yaitu:
1. Merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui.
2. Merupakan senyawa biopolimer yang dapat terdegradasi dan tidak
mencemari lingkungan.
3. Tidak bersifat toksik (LD50 16 gram per kg berat badan tikus).
4. Mempunyai fungsi biologis seperti material pengganti tulang dan gigi.
5. Dapat membentuk gel, koloid dan film.
6. Mengandung gugus amino dan gugus hidroksil yang dapat dimodifikasi.

2.7 Gliserol

Gliserol adalah senyawa gliserida yang paling sederhana, dengan gugus


hidroksil yang bersifat hidrofilik, higroskopik, kental, bening, tidak berwarna, tidak
berbau dan memiliki rasa manis. Gliserol merupakan komponen penyusun lipid,
termasuk trigliserida. Molekul trigliserida terdiri dari satu molekul gliserol
dikombinasikan dengan tiga molekul asam lemak.
20

Gambar 2.9 Rumus molekul


gliserol (Solvay, 2001)

Gliserol dihasilkan dari pemecahan trigliserida dengan memakai beberapa


metode yaitu:
1. Saponifikasi lemak dan minyak dengan kaustik soda
2. Hidrolisis dari lemak dan minyak untuk menghasilkan asam dan gliserol
3. Transesterifikasi lemak atau minyak
Berikut adalah sifat – sifat dari gliserol,

Tabel 2.7 Sifat – sifat gliserol

Sifat Nilai
Berat molekul 92,09382 gr/mol
Viskositas pada temperatur 20 oC 1499 cp
Panas spesifik pada temperatur 20
o 0,5795 kal/g
C
Densitas 1,261 g/cm3
Titik leleh 18 oC
Titik didih 290 oC
(Sumber: Kern, 1996)

2.8 Teori Plastisasi

Plastisasi akan mempengaruhi sifat fisik dan sifat mekanis bahan polimer
seperti kekuatan tarik, kelenturan, kemuluran, sifat listrik dan suhu transisi gelas
(Tg). Ada beberapa teori plastisasi menurut Hall Star (2009) yaitu,

2.8.1 Pelumasan

Dalam teori ini pemlastis digunakan sebagai pelumas yang yang berfungsi
untuk menurunkan viskositas antara campuran filler, matrik dan zat aditif. Molekul
pemlastis hanya terdispersi antara fasa polimer sehingga hanya menyebabkan
plastisasi parsial.
21

2.8.2 Teori Solvasi

Dalam teori ini penambahan pemlastis bertujuan untuk melarutkan campuran


filler, matrik dan zat aditif. Secara fisik, tidak ada perbedaan yang terlihat antara
bahan – bahan yang berfungsi sebagai polimer, pelarut dan pemlastis saat
dicampurkan. Pada campuran ini tidak terdapat interaksi kimia (hanya interaksi
fisik) antara pemlastis atau pelarut dan polimer. Kekuatan solvasi dari plastis
tergantung pada berat molekul dan gugus fungsi plastikizer.

2.8.3 Teori Polaritas

Dalam teori ini penambahan pemlastis bertujuan untuk menurunkan atau


menaikkan polaritas campuran filler, matrik dan zat aditif. Gaya intermolekul
antara molekul – molekul pemlastis dan molekul – molekul polimer pada teori
polaritas harus seimbang untuk menghasilkan gel yang stabil. Oleh karena itu
polaritas pemlastis yang mengandung satu atau lebih gugus polar dan non polar
harus sesuai dengan polaritas dari partikel. Polaritas molekul pemlastis bergantung
adanya gugus yang mengandung oksigen, fosfat dan sulfur.

2.9 Karakterisasi Plastik Biodegradabel

Karakterisasi yang dilakukan pada plastik biodegradabel antara lain uji


biodegradabilitas (ISO 11721-2:2003), uji kuat tarik (tensile strength) (ASTM D
882), uji kemuluran (elongasi), uji elastisitas (modulus young), kuat sobek (tear
strength) (JIS K 7128), uji SEM (Scanning Electron Microscopy) dan uji
hidrofobisitas (ASTM D570 – 98).

2.9.1 Uji Biodegradabilitas (ISO 11721-2:2003)

Uji biodegradabilitas atau kemampuan biodegradasi plastik dilakukan untuk


mengetahui pengaruh alam terhadap plastik dalam jangka waktu tertentu, sehingga
akan diperoleh persentase kerusakan plastik. Selanjutnya, dapat diperkirakan
lamanya waktu uji yang dibutuhkan oleh plastik untuk terurai di alam secara
sempurna. Uji yang dilakukan yaitu soil burial test yaitu uji degradasi sampel
dengan mengubur sampel dalam tanah (Gautum dan Kaur, 2013).
22

Berat awal (W0 )−Berat akhir (W)


% Berat (W) = × 100% (2.1)
Berat awal (W0 )

2.9.2 Uji Sifat Mekanik

Uji sifat mekanik bioplastik meliputi karakteristik kuat tarik (tensile strength)
(ASTM D 882), karakteristik kemuluran (Elongasi), elastisitas (modulus young)
dan kuat sobek (tear strength) (JIS K 7128).
Kuat Tarik dapat diukur berdasatkan beba maksimum (Fmaks) yang digunakan
untuk memutuskan material dibagi dengan luas penampang awal (Ao) yang
ditunjukkan pada Persamaan 2.1 berikut,
𝐹𝑚𝑎𝑘𝑠
𝜎= (2.2)
𝐴𝑜

Keterangan :
σ = kuat Tarik (kgf/cm2)
Fmaks = beban maksimum (kgf)
Ao = luas penampang awal
Sedangkan elastisitas suatu material (elongasi) dapat dicari dengan
perbandingan antara pertambahan panjang dengan panjang semula seperti
ditunjukkan dalam Persamaan 2.2 berikut,

∆𝑙
𝜀= × 100 % (2.3)
𝑙𝑜

Keterangan :
ε = elastisitas / regangan (%)
∆l = pertambahan panjang (cm)
lo = panjang mula – mula material yang diukur (cm)

Modulus young adalah jumlah tegangan yang diberikan agar material


mampu meregang, biasa disimbolkan dengan E (Sumaryono, 2012). Modulus
young menggambarkan perbandingan antara tegangan dan regangan. Dengan
persamaan:
𝜎
𝐸= (2.4)
𝜀

Keterangan :
23

E = modulus young
ε = elastisitas / regangan (%)
σ = kuat Tarik (kgf/cm2)
Kuat sobek atau tear strength adalah ukuran seberapa baik suatu material
menahan efek sobek. Kuat sobek dihitung dengan rumus:

𝑀𝑎𝑥 𝐿𝑜𝑎𝑑 (gf)


𝑇𝑒𝑎𝑟 𝑠𝑡𝑟𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ = 𝑇ℎ𝑖𝑐𝑘𝑛𝑒𝑠𝑠 (mm) (2.5)

2.9.3 Uji SEM (Scanning Electron Microscopy)

Struktur morfologi film dianalisis menggunakan Scanning Electron


Microscopy. SEM adalah suatu instrument yang berdasarkan pada analisis
mikroskop eletron, detector akan menangkap cahaya electron yang dipantulkan
oleh sampel untuk membentuk foto atau gambar permungkaan sampel. Electron
gun merupkan sumber penghasil elektron, adanya tegangan yang tinggi pada
filament menghasilkan electron beam. Berkas sinar elektron difokuskan ke suatu
titik dengan diameter sekitar 100 A dan digunakan untuk melihat permukaan dalam
suatu layar. Secara kualitatif, SEM dapat menganalisa morfologi sampel, tekstur,
cacat dan detail permukaan. Secara kuantitatif, SEM dapat mengukur ukuran dari
sampel dengan skala pembesaran dengan perbandingan skala pada gambar SEM
(Dunlap dan Gibertson, 1995).

2.9.4 Uji Hidrofobisitas (ASTM D570 – 98)

Sifat ketahanan bioplastik terhadap air ditentukan dengan uji hidrofobisitas,


yaitu persentase penggembungan plastik oleh adanya air. Uji ini dilakukan untuk
mengetahui terjadinya ikatan dalam polimer serta tingkat atau kelarutan ikatan
dalam polimer setelah mengalami penggembungan. Proses terdifusi molekul
pelarut kedalam polimer akan menghasilkan gel yang mengembung. Pada uji
hidrofobisitas terlihat bahwa kemampuan bioplastik untuk menahan serapan air.
Pengujian ini digunakan untuk melihat kemampuan plastik dalam melindungi
produk dari air. Semakin besar daya serap airnya maka plastik kurang mampu
melindungi produk dari air yang dapat menyebabkan produk cepat rusak atau
24

berkurang kualitasnya (Lazuardi, 2013). Daya tahan bahan terhadap air dihitung
dengan rumus,
𝑊−𝑊𝑜
𝐻𝑖𝑑𝑟𝑜𝑓𝑜𝑏𝑖𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 % = 100 − × 100 % (2.6)
𝑊𝑜

Keterangan :
Wo = berat sampel kering (gr)
W = berat sampel setelah direndam air (gr)

Anda mungkin juga menyukai