Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bioplastik
Bioplastik merupakan suatu polimer yang dapat dipakai layaknya plastik pada
umumnya. Bioplastik ini mampu mengalami dekomposisi menjadi CO2 dan H2O
melalui aktivitas enzimatik mikroorganisme (Kumar, 2016). Bioplastik merupakan
plastik yang memiliki sifat mampu terdegradasi oleh lingkungan dan lebih cepat
terdegradasi dibandingkan dengan plastik yang umumnya terbuat dari senyawa-
senyawa polimer. Bioplastik akan mudah terurai oleh aktivitas mikroorganisme di
lingkungan. (Pranamuda, 2003)
Bioplastik dikatakan sebagai biodegradable karena sifat bioplastik ini mampu
terurai secara cepat apabila dibuang ke lingkungan dan bahan baku pembuatannya
yang cenderung melimpah dan mudah didapatkan. Inovasi-inovasi dalam
pembuatan plastik biodegradable telah gencar dilakukan banyak orang. Yang
paling disoroti adalah pada bahan pangan dengan menggunakan pati contohnya.
Pati yaitu polimer alam yang mudah didegradasi di lingkungan. Pati dipilih karena
berlimpah di alam dan proses pembuatannya yang cenderung mudah. Terdapat pula
bahan baku lain dalam pembuatan bioplastik yaitu xium dan campuran antara
polietilena dengan pati. Oxium sendiri terbuat dari polietilena dan memiliki waktu
untuk terurai yaitu 6 bulan sampai 5 tahun. (Fatisa & Kurniawati, 2017). Bahan
pangan yang biasa digunakan dalam penelitian yaitu jenis umbi. Pembuatan plastik
ramah lingkungan dari polimer pati dapat menghasilkan material yang cukup baik
dengan material plastik biodegradable mempunyai nilai ketahanan panas
maksimum cukup baik yaitu 100oC. (Huda & Firdaus, 2007)
Prinsip dalam membuat bioplastik dari pati yaitu dengan prinsip gelatinasi.
Dengan menambahkan air disertai pemanasan pada pati akan menyebabkan air
terserap oleh granula pati, hal ini disebut proses gelatinasi. Apabila pada rentang
temperatur 55oC – 65oC adalah batas maksimal air yang bisa diserap. Suhu
gelatinasi pati yang meningkat akan memengaruhi kekentalan larutan pati yang
mengakibatkan penurunan viskositas suspensi pati. Suhu gelatinasi merupakan
suhu pada saat kondisi granula pati mulai pecah (Winarno, 1992). Ikatan hidrogen
pada amilosa membuat ikatan amilosa akan berdekatan akibat dari proses gelatinasi.
5
Laporan Tugas Akhir
Lalu, bahan dituang ke dalam cetakan dan didinginkan sekitar ± 24 jam. Hasil dari
pengeringan akan menyebabkan menyusutnya material karena terlepasnya air,
sehingga bioplastik yang terbentuk stabil. (Careda, 2007). Namun bioplastik dari
pati ini mempunyai karakteristik yang kurang lentur dan juga bersifat hidrofilik
maka dari itu pada prosesnya diperlukan plasticizer untuk menghilangkan sifat
kaku terhadap bioplastik yang dihasilkan. Penambahan plasticizer akan mengurangi
kekakuan dari polimer, meningkatkan elastisitas polimer contohnya gliserol dan
juga penambahan pengisi seperti kitosan karena memiliki sifat hidrofobik. (Darni
& Utami, 2010).

Tabel 2.1 Perbandingan Jenis Plastik

Plastik Plastik
Pengamatan Plastik Biodegradable
Konvensional Campuran
Polimer sintetis
Komposisi Polimer sintetis Polimer alami
dan alami
Sulit diperbarui,
Sifat dan Bahan Sebagian dapat
sangat baik, dan Dapat diperbarui
Baku diperbarui
beragam
Sifat Mekanik Sangat baik dan Baik dan bervariasi,
Bervariasi
dan Fisik bervariasi terbatas penggunaan
Biodegradabilitas Tidak ada Rendah Tinggi
Hasil
Stabil Agak stabil Kurang Stabil
Pembakaran
PP, LDPE, HDPE, Pe + Pati dan Pe +
Contoh PLA dan PHA
PVC dan sebagainya Selulosa
Sumber: Widyasari, 2010

2.2 Polimer
Polimer tersusun dari molekul-molekul sederhana yang disebut monomer.
Secara umum polimer didefinisikan sebagai senyawa makromolekul yang terbentuk
dari monomer secara kovalen atau polimerisasi (Cowd, 1991). Polimer menurut
asalnya terdiri dari dua, yaitu:
a. Polimer alam
Contoh polimer alam yaitu karet alam dari getah pohon karet, amilum dari
beras, gandum, sagu dan selulosa dari kapas.
b. Polimer sintetis.
Contoh polimer sintetis yaitu PVC, polistirena, polietilena.

Jenis polimer berdasarkan sifatnya:


6
Laporan Tugas Akhir
a. Polimer Termoplastik
Polimer yang memiliki rantai linear dan bercabang. Polimer ini apabila
dilakukan pemanasan akan meleleh dan ketika didinginkan akan keras.
Proses pemanasan dapat dilakukan berulang dan dapat dibentuk kembali
dalam cetakan dengan bentuk yang berbeda agar menghasilkan produk yang
berbeda. Contoh polimer ini adalah polietilena, polipropilena, PET, dan
PVC. Jenis polimer ini memiliki struktur molekul bercabang.
b. Polimer Termoseting
Polimer yang terbentuk dari ikatan silang yang kuat dan bersifat resistan
terhadap panas. Apabila dilakukan pemanasan, tidak akan meleleh. Susunan
polimer bersifat permanen pada saat proses dibuatnya. Polimer tersebut
tidak dapat dipanaskan kembali apabila rusak. Hal ini karena terjadi ikatan
yang kuat antar rantai-rantai molekul. Sifat kaku dan mudah patah apabila
meningkatnya ikatan silang polimer. Apabila dilakukan pemanasan
kembali, akan menyebabkan ikatan silang polimer putus. Contoh polimer
ini adalah bakelit dan melamin. (Bruice, 2014)

2.3 Pati
Pati merupakan penyimpan cadangan karbohidrat yang paling melimpah pada
tumbuhan. Pati dapat disebut amilum, merupakan karbohidrat kompleks yang
terkandung di dalam tanaman yang tidak dapat larut di dalam air, berwarna putih,
tidak berbau dan tawar. Pati mempunyai rumus molekul (C6H10O5)n yang
didapatkan di bagian tertentu dari tanaman yaitu pada biji, akar, umbi, dan batang
(Pasaribu, 2009). Pati alami didapatkan berasal dari kentang, pisang, ubi jalar,
jagung, singkong, sorgum, sagu, dan beras. Menurut Jacobs dan Delcour (1998)
pati merupakan karbohidrat tersusun atas polimer glukosa yang terdiri dari
amilopektin dan amilosa sehingga dapat disebut bahwa pati termasuk ke dalam
polimer alam dan digolongkan ke dalam polimer yang memiliki sifat termoplastik.

7
Laporan Tugas Akhir
Tabel 2.2 Kandungan Pati
Sumber Pati (% wb)
Ubi jalar 90
Singkong 90
Beras 89
Kentang 75
Sorgum 72
Gandum 67
Sumber: Cui, 2005
Setiap bahan pangan memiliki kadar amilosa dan amilopektin yang berbeda-
beda dapat dilihat pada tabel 2.3. Pada penelitian Marbun (2012) kandungan
amilosa yang terdapat pada pati ubi jalar adalah 11,6% sedangkan amilopektin
sebesar 76,2%. Amilosa memberikan sifat keras dan pada tes iodin menghasilkan
warna biru tua, untuk amilopektin tidak terdapat reaksi pada saat tes iodin dan
membuat sifat lengket. Amilosa tersusun atas D-glukosa yang mengikat pada ikatan
α-1,4 glukosida sehingga molekulnya merupakan rantai terbuka. Molekul D-
glukosa merupakan susunan dari amilopektin yang kebanyakan memiliki ikatan α-
1,4 glukosida dan ikatan α-1,6 glukosida yang membuat molekul amilopektin
memiliki cabang. (Wahyu,2009)

Tabel 2.3 Karakteristik Pati

Ukuran Amilosa:Amilopektin
Sumber Bentuk
(µm) (%)

Beras Poligon 3-8 17:83


Singkong Oval 4 - 35 18:82
Ubi Jalar Poligon 16 - 25 19:81
Talas Oval 3 - 30 22:78
Kentang Bulat 15 - 100 24:76
Gandum Elips 2 - 35 25:75
Sumber: Cui, 2005

8
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.1 Struktur Amilosa
(Zulaidah, 2012)

Gambar 2.2 Struktur Amilopektin


(Zulaidah, 2012)

2.4 Standar Mutu Plastik


Standardisasi merupakan upaya kepentingan industri untuk memilih kriteria dan
pedoman yang diterima secara umum untuk deskripsi produk, layanan, dan proses.
Tujuannya untuk meredakan persaingan dan pertumbuhan komersial dengan
mengatasi kendala yang didapatkan berdasarkan spesifikasi dan komunikasi yang
tidak jelas atau tidak konsisten, untuk memperkenalkan tolok ukur untuk kualitas
yang diinginkan persyaratan, dan untuk mencegah perilaku pasar yang curang.
Kepatuhan terhadap standar umumnya bersifat sukarela, berarti diserahkan kembali
pada pelaku pasar atau individu untuk mengikuti standar yang sudah ditetapkan atau
tidak. (European Bioplastics, 2019)
Ada dua jenis sistem penilaian yang keduanya biasa disebut standar: Di satu
sisi, metode pengujian menjelaskan kriteria metodologis dan umumnya
menjabarkan prosedur yang perlu diikuti. Di sisi lain, terdapat spesifikasi, yang
mempunyai fungsi normatif dan menentukan serangkaian kriteria lulus dan gagal
sebagai persyaratan yang perlu dipenuhi agar produk atau bahan sesuai dengan
standar. Kepatuhan terhadap metode pengujian saja tidak bisa menunjukkan
9
Laporan Tugas Akhir
kesesuaian dengan standar industri yang telah ditetapkan. (European Bioplastics,
2019)
Bioplastik sebagai plastik yang ramah lingkungan perlu adanya sebuah
standardisasi dari badan yang berwenang. Acuan ini didasarkan oleh BSN pada
kantong plastik yang tidak bersentuhan langsung dengan bahan pangan. Namun
untuk standar seperti biodegredabilitas tidak dapat selalu disesuaikan sebagai acuan
standar dari kualitas bioplastik, karena kondisi pengujian dengan kondisi di
lapangan di mana bioplastik tersebut didegradasi di alam akan berbeda baik dari
segi temperatur, tekanan, kelembaban, dan mikroorganisme pengurai. Berdasarkan
ASTM (American Society for Testing Materials), plastik yang memiliki sifat
biodegradabilitas adalah plastik yang mampu tereduksi akibat aktivitas
mikroorganisme seperti bakteri, jamur dan ganggang. Berikut data standar mutu
plastik berdasarkan beberapa badan standardisasi.

Tabel 2.4 Karakteristik Plastik berdasarkan SNI 7818:2014


Uraian Satuan Persyaratan
Kuat Tarik (at break) MPa (kgf/cm2) Minimal 13,7 (139,74)
Elongasi % 400-1120
Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 2014

Tabel 2.5 Karakteristik Plastik berdasarkan ASTM D638


Uraian Satuan Persyaratan
Kuat Tarik (at break) MPa 4,1 – 16
Elongasi % 90 – 800
Sumber ASTM D638 dalam (Fried, 2014)

Tabel 2.6 Karakteristik Plastik berdasarkan JIS Z 1707


Uraian Satuan Persyaratan
Kuat Tarik (at break) kgf/cm2 ≥ 40
Elongasi % ≥ 70
Sumber JIS Z 1707 dalam (Khairunisa & Fitriana, 2019)

2.5 Pengisi (Filler)


Pengisi ditambahkan untuk meningkatkan kekuatan atau kekakuan bahan dari
suatu komposit (Harper, 1996). Pengisi untuk termoplastik dan termoset mungkin
merupakan bahan inert yang berfungsi untuk mengurangi biaya resin dan (pada
tingkat yang lebih rendah) meningkatkan kemampuan proses atau menghilangkan

10
Laporan Tugas Akhir
panas dalam reaksi thermosetting eksotermik. Pengisi digunakan untuk
meningkatkan beberapa karakteristik seperti modulus, kekuatan tarik atau sobek,
ketahanan abrasi, dan kekuatan kelelahan. Apabila menggabungkan antara pati
dengan pengisi dan pemlastis akan terbentuk bioplastik yang biodegradable.
Contoh beberapa jenis filler yaitu Kitosan, CMC, ZnO, Clay, dan Kaolin.
2.5.1 Kitosan
Kelemahan dari bioplastik yang hanya mengandalkan pati, contohnya tingkat
kerentanan pada air. Langkah yang dilakukan agar sifat dari hidrofilik berkurang
yaitu dengan melakukan penambahan bahan lain seperti biopolimer yang memiliki
sifat hidrofobik contohnya kitosan.
Kitosan adalah polimer rantai panjang yang merupakan salah satu senyawa
polimer (N-amino-2 deoksi β-D-glukopiranosa) atau glukosamin hasil proses
deasetilasi kitin/poli (n-asetil-2 amino-2-deoksi β-D glukopiranosa) yang dibuat
secara komersial terutama pada limbah udang dan kepiting. (Ramadhan, dkk. 2010)

Gambar 2.3 Struktur Kitosan


(Kristbergsson, 2003)

Pembuatan kitosan yang utama adalah dengan menghilangkan kandungan


mineral dan protein lewat skema deproteinasi dan demineralisasi, menggunakan
pelarut basa dan asam. Kitosan dilakukan dengan proses deasetilasi dan dilakukan
penambahan larutan NaOH dan dilakukan pemanasan. (Tolaimatea et al., 2003).

11
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.4 Reaksi Deasetilasi Kitin dengan Basa Kuat pada Kitosan
(Aryanti & Fawzya, 2006)

Kitosan dapat terlarut pada pelarut asam seperti asam asetat untuk
menghomogenkan kitosan, tetapi kitosan tidak larut dalam air. Namun dalam
pelarut asam anorganik kelarutan kitosan sangat terbatas, di antaranya sedikit larut
pada larutan asam klorida 1% tetapi tidak larut dalam H2SO4 dan asam fosfat.
(Nadarajah, 2005)
Penambahan kitosan pada pembuatan bioplastik akan memperbaiki transparansi
film yang akan dihasilkan (Joseph dkk, 2011). Penambahan kitosan akan
berbanding lurus dengan kualitas dari bioplastik yang dihasilkan kekuatan mekanik
dan ketahanan terhadap air. (Sanjaya & Puspita, 2011)
2.5.2 Selulosa
Selulosa adalah komponen yang menyusun jaringan sel tumbuhan. Selulosa
memiliki rumus molekul 2(C6H10O5)n seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.5.
Selulosa akan memiliki serat yang makin kuat, resistan pada pengaruh cahaya,
kimia, dan mikroorganisme apabila rantai selulosa panjang. Struktur linier selulosa
berbentuk kristal dan bersifat sukar larut. Selulosa sulit di degradasi secara kimia
ataupun mekanik.
Carboxymethyl cellulose (CMC) merupakan hasil produk turunan dari selulosa,
CMC merupakan eter polimer linier yang memiliki gugus karboksimetil (-CH2-
COOH) dan terikat pada beberapa gugus -OH dari monomer glukopiranosa.
Struktur CMC didasari pada β-(1→4)-D-glucopyranose polimer dari selulosa
(Hoefler, No Date). Fungsi dari CMC dalam bidang industri begitu luas dan telah

12
Laporan Tugas Akhir
dikembangkan di berbagai sektor di antaranya penggunaan dalam industri kertas,
industri makanan, textile, detergen, kosmetik, dan farmasi. Semakin panjang rantai
molekul dari CMC, maka larutan akan semakin kental. (Eriningsih dkk, 2011)

Gambar 2.5 Struktur kimia Selulosa


(Kusumaningsih dkk., 2004)

Keunggulan material selulosa di antaranya dapat dimakan, biokompatibilitas,


tidak toksik, dan harganya murah (Moura, Mattoso, & Zucolotto, 2012). Selain itu,
selulosa mempunyai sifat-sifat berikut.
1. Sebagian larut pada larutan alkali, tetapi tidak larut dalam air dan juga
pelarut organik.
2. Dapat didegradasi melalui hidrolisis, oksidasi, fotokimia, ataupun dengan
mekanik.
3. Dalam bentuk kristal sifat kuatnya lebih baik apabila dibandingkan dalam
bentuk amorf.
4. Higroskopik, keras, dan getas pada keadaan kering. Kemudian akan bersifat
lunak apabila terkandung banyak air.

2.5.3 ZnO
Seng oksida (ZnO) merupakan suatu bahan semikonduktor, tersusun atas ikatan
berulang antara kation dan anion. Bentuk penyusun membentuk kisi kristal dengan
pola tetap (Effendi, 2004). ZnO merupakan bahan yang tidak larut dalam air,
berbentuk padatan bubuk berwarna putih selain itu ZnO bersifat antimikroba dan
jernih apabila dipakai untuk bahan pembungkus. Pengisi ini dipakai untuk bahan
tambahan dan beberapa produk seperti pada pembuatan kaca, plastik, keramik,
semen, karet, pelumas, perekat, makanan (sumber Zn nutrisi), dan lain-lain. Pada
kerak bumi ZnO terbentuk sebagai mineral zinkit, namun penggunaan seng oksida
ini yang komersial dipakai kebanyakan merupakan ZnO sintetis. (Melani, 2017)
13
Laporan Tugas Akhir
2.5.4 Clay
Clay merupakan lempung tanah liat, biasanya mineral ini terbentuk dari abu
vulkanik. Bahan ini terdapat melimpah di alam, sifat dari bahan ini kaku, kuat,
murah dan kemampuannya yang tinggi dalam melakukan intercalation partikel ke
dalam penyusunnya. Clay mempunyai struktur mudah dibentuk dan hanya dengan
dikeringkan bahan sudah mengeras (Melani, 2017). Pengisi skala nano untuk
kemasan biodegradable adalah nanoclays montmorillonite (MMT). Nanoclays
MMT dipilih atas dasar biaya yang murah, efektivitas, dan stabilitas tinggi.
Clay memiliki kekurangan pada sifatnya yaitu hidrofilik yang mengakibatkan
terjadinya aglomerasi mineral clay pada komposit polimer hidrofobik. Sifat clay
yang bersifat hidrofilik dapat diubah menjadi bersifat hidrofobik dengan melakukan
interkalasi kation organik seperti asam amino membentuk organoclay. Peningkatan
jarak antar lembaran (layer) setelah melalui proses melt intercalation dapat
meningkatkan kemampuan difusi polimer ke dalam lembaran-lembaran clay.
(Nugroho, 2012)
2.5.5 Kaolin
Kaolin merupakan massa batuan yang tersusun dari semacam jenis lempung
berasal dari alam, bentuk fisik kaolin adalah bubuk putih atau putih kekuningan dan
lembut yang terdiri dari mineral kaolinit. Rumus kimia dari kaolinit yaitu
Al2Si2O5(OH)4. Struktur kaolinit berupa lapisan tersusun atas lembaran silika
tetrahedral dengan atom O yang terikat pada atom Si dan lembaran alumina
oktahedral dengan gugus OH yang terikat pada Al. Di bawah mikroskop elektron
kaolin terlihat terdiri dari lempengan kristal kira-kira heksagonal dengan ukuran
sekitar 0,1-10 µm atau lebih besar.
Kaolin yang ditemukan di alam biasanya mengandung berbagai macam mineral
lain seperti muskovit, kuarsa, feldspar, dan anatase. Kaolin banyak digunakan
sebagai bahan pengisi atau filler berbagai komposit untuk meningkatkan kekuatan
mekaniknya. (Sunardi, Susanti, dan Mustikasari, 2019)
2.6 Plasticizer Gliserol
Plasticizer merupakan zat aditif yang akan mengurangi tingkat kekakuan dari
suatu material, penambahan ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas dari
karakteristik material tersebut. Dalam hal ini yang akan ditingkatkan adalah

14
Laporan Tugas Akhir
Bioplastik. Peningkatan terhadap struktur material bioplastik diperlukan karena
apabila tidak dilakukan penambahan plasticizer maka produk akhir bioplastik akan
kaku. Menurut Iriani (dalam Melani, 2017:57) apabila plasticizer yang
ditambahkan semakin banyak maka kelenturannya akan bertambah, Menurut
Syamsu (dalam Melani, 2017:57) kekerasan bahan akan menurun, diakibatkan
karena gaya yang dibutuhkan untuk menekan semakin sedikit, sehingga kekerasan
bahan akan menurun.
Plasticizer yang dapat digunakan untuk pembuatan bioplastik ini dapat berupa
jenis polyol contohnya gliserol dan sorbitol karena mampu mengurangi ikatan
hidrogen internal. (Harsunu, 2008). Dalam hal ini film dapat juga disebut produk
akhir dari pembuatan bioplastik, dengan adanya penambahan plasticizer dalam
konsentrasi tertentu akan menghasilkan material yang lebih lentur dengan
memperlebar jarak antar rantai biopolimer. Pada penelitian pembuatan edible film
yang dilakukan oleh Putra (2017) didapatkan hasil bahwa sorbitol mampu membuat
edible film dengan karakteristik mekanik lebih tinggi daripada menggunakan
gliserol.
Gliserol merupakan senyawa gliserida yang memiliki sifat hidrofilik dan
higroskopik, tidak berwarna, dan berbau. Gliserol adalah komponen penyusun
berbagai macam lipid. Rasa gliserol a manis, tetapi beracun (Nugroho, 2012).
Gliserol merupakan senyawa trihidrik alkohol dengan titik didih 290oC dan titik
beku di 17,8oC. Gliserol dapat diperoleh sebagai produk samping lipolisis dan
hidrolisis minyak agar dihasilkan asam lemak (sabun). Gliserol diperoleh dari hasil
cracking minyak bumi hasil sintesis pada skala komersial dari propylene. Selain itu,
melalui proses fermentasi gula natrium bisulfit yang ditambahkan ragi akan
diperoleh gliserol. (Nugroho, 2012)
Kelarutan gliserol dalam air dikatakan baik, penggunaan gliserol sebagai
plasticizer sudah sesuai karena pada dasarnya sifat gliserol yang hidrofilik, akan
meningkatkan sifat polar dan mudah untuk larut dalam air. (Huri dan Nisa, 2014)
Pada penelitian yang dilakukan oleh Zhong tahun 2006, menunjukkan bahwa
gliserol yang ditambahkan akan mempengaruhi hasil dari sifat mekanik film
tersebut. Film tersebut akan lebih elastis karena penambahan gliserol dapat
mengurangi ikatan matriks polimer.

15
Laporan Tugas Akhir
Tabel 2.7 Sifat Kimia Gliserol

Nama IUPAC Propan 1,2,3 triol Gliserin, 1,2,3 propanetriol, 1,2,3


Nama Lain Tritydroxypropana, glyceritol, glycyl alcohol
Rumus Kimia C3H8O3
Berat Molekul 92,09382 g/mol
Densitas 1,261 g/ml
Viskositas 1,5 Pa.s
Titik Leleh 17,8°C (64,2°F)
Titik Nyala 290°C (554°F)
Sumber: Wales, 2010

2.7 Metode Melt Intercalation


Metode melt intercalation dilakukan pada proses pembuatan biokomposit, di
mana terjadi pencampuran nanofiller ke dalam matriks polimer pada saat
pemanasan. Dalam pembuatan biokomposit dengan metode tersebut tidak
dilakukan penambahan pelarut. Terjadi percampuran antara layer dan rantai
polimer dalam keadaan cair. Ikatan polimer akan masuk menuju ruang antar lapisan
silikat tersebut. (Ma, 2008)
Metode pembuatan komposit ini tidak memerlukan pelarut organik yang
membuat metode melt intercalation ini menjadi metode yang ramah lingkungan dan
dapat dikatakan aman apabila dibuang ke lingkungan. Metode ini cocok pada proses
di industri seperti metode injeksi molding. Pada metode ini, pembuatan komposit
bertujuan menambah kekuatan bahan dengan cara dilakukan pemanasan dan
pendinginan material.

Gambar 2.6 Proses Melt Intercalation


(Kumar, 2016)

16
Laporan Tugas Akhir
2.8 Uji Karakteristik Bioplastik
Dalam pembuatan bioplastik perlu memenuhi standar yang berlaku maka
diperlukan beberapa uji. Di antaranya sebagai berikut.
2.8.1 Uji Kuat Tarik
Penentuan daya regang (tensile strength) atau kuat tarik merupakan gaya yang
dapat diberikan oleh film penyusun bioplastik saat melakukan pengukuran.
Karakteristik yang dihasilkan pada pengukuran dapat dihubungkan dengan jumlah
filler yang dipakai sebagai bahan pengisi pada proses pembuatan film sebagai
penyusun bioplastik. Nilai kuat tarik tanpa penggunaan pengisi atau filler
mempunyai hasil kuat tarik lebih rendah daripada dengan menambahkan filler.
Penambahan filler mampu meningkatkan ikatan hidrogen matriks polimer dan
membuat gaya tarik antar molekul polimer melemah yang dapat mengurangi daya
regang putus (Kristiani, 2015). Secara umum bioplastik yang dihasilkan memiliki
daya tarikan maksimum yang berasal dari kadar pati, kadar pengisi, dan kadar
plasticizer. Pengujian ini mudah dilakukan dan sudah banyak diterapkan dan
dikembangkan di berbagai negara juga sudah mendapatkan standarisasi. Contoh
standar yang digunakan untuk karakteristik kuat tarik yaitu JIS 2241 dan ASTM
D638. Penambahan filler yang berlebih akan menghasilkan material dengan kuat
tarik yang tinggi. (Lai, 1997).
Cara menghitung uji kuat tarik ini dengan meletakan bahan dan dijepit di
antara alat uji tarik, kemudian dilakukan penarikan suatu bahan hingga putus dan
nilai kuat tarik akan diketahui saat bahan tersebut putus. (Darni, 2011)
Nilai kuat tarik dapat dihitung dengan membandingkan beban maksimum yang
dipakai saat pengujian bahan dibagi dengan luas penampang awal, secara lebih jelas
tertera pada persamaan berikut :

Fmaks
𝜎= (2.1)
𝐴0

Dengan: σ = Kekuatan tarik (Kgf/cm2)


Fmaks = Beban Maksimum (Kgf)
A0 = Luas Penampang Awal (cm2) (Marbun, 2012)

17
Laporan Tugas Akhir
2.8.2 Uji Elongasi
Panjang putus (elongation at break) atau proses peregangan merupakan
perubahan pada bahan yang mengalami penarikan hingga panjang maksimum
sampai bahan terputus. Secara umum dengan penggunaan pemlastis dalam skala
besar nilai % elongasi dari suatu bahan akan semakin besar. Tanpa penggunaan
pemlastis, maka bahan akan bersifat kaku. (Kristiani, 2015)
Persen elongasi dapat ditentukan dengan membandingkan antara pertambahan
panjang dengan panjang awal bahan, dengan persamaan berikut:

∆𝑙
𝜀= 𝑥 100% (2.2)
𝑙0

Dengan: 𝜀 = Elastisitas/regangan (%)

𝑙0 = Panjang awal material (m)

∆𝑙 = Pertambahan panjang (cm) (Marbun, 2012)

18
Laporan Tugas Akhir
2.9 Penelitian Pembuatan Bioplastik
Penelitian mengenai pembuatan bioplastik dari pati ubi jalar yang telah dilakukan sebelumnya diringkas pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.8 Penelitian Terbarukan Pembuatan Bioplastik dari Pati Ubi Jalar

Penulis Bahan Baku Plasticizer Filler Hasil Percobaan Hasil Terbaik

Aripin, Saing, &


Ubi Jalar Gliserol Kitosan Kuat Tarik 5,6 MPa; Pati 5 g : Gliserol 2% :
Kustiyah
(5 gram) (2%) (1%, 2%, 3%) Elongasi 6% Kitosan 2%
(2017)

Erfan Ubi Jalar Gliserol ZnO Kuat Tarik 64,19 kgf/cm2; Pati 5 g : ZnO 9% :
(2012) (5 gram) (25%) (0%, 1%, 3%, 6%, 9%) Elongasi 32,62% Gliserol 25%

Nugroho Ubi Jalar Gliserol Clay Kuat Tarik 20,91 kgf/cm2; Pati 5 g : Clay 6% :
(2012) (5 gram) (25%) (0%, 1%, 3%, 6%, 9%) Elongasi 12,83% Gliserol 25%

Marbun Ubi Jalar Gliserol Selulosa Kuat Tarik 59,74 kgf/cm2; Pati 5 g : Gliserol 25% :
(2012) (5 gram) (25%) (0%, 1%, 3%, 6%, 9%) Elongasi 6,67% Selulosa 9% pati

Sunardi, Susanti, &


Ubi Nagara Gliserol Kaolin Kuat Tarik 2,194 MPa; Pati 5 g : Kaolin 30% :
Mustikasari
(5 gram) (1 mL) (0%, 5%, 10%, 15%, 20%, 30%) Elongasi 98,5% Gliserol 1 mL
(2019)

19
Laporan Tugas Akhir

Anda mungkin juga menyukai