Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kelapa sawit terbesar.
Selama beberapa tahun terakhir, Indonesia tercatat sebagai negara produsen nomor
1 di Asia bahkan dunia. Indonesia menghasilkan sebanyak 51,8 juta ton kelapa
sawit pada tahun 2019, kemudian di ikuti oleh Malaysia dan negara-negara
penghasil kelapa sawit lainnya. Nilai produksi tersebut tercatat meningkat dari
tahun sebelumnya, namun belum mencukupi kebutuhan untuk konsumsi dalam
negeri dan kebutuhan ekspor (GAPKI, 2020).

Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan limbah padat kelapa sawit
yang dihasilkan setelah proses perebusan dan perontokan dilakukan. Limbah
Tandan kosong merupakan limbah dengan volume yang paling banyak dari proses
pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) pada pabrik Kelapa Sawit, mencapai 23%
dari TBS yang diolah. Limbah tersebut akan semakin meningkat seiring dengan
peningkatan kapasitas produksi TBS yang diolah. Peningkatan volume limbah
menimbulkan masalah baru terhadap lingkungan terutama munculnya pencemaran
ke lingkungan dan pengolahan limbah yang cukup banyak menimbulkan biaya.
Dalam satu ton tandan kosong limbah tandan kosong yang bersifat organik
mempunyai kandungan unsur nitrogen 3,6 kg, phosphat 0.9 kg, kalium 11 kg dan
magnesium 1,4 kg mempunyai potensi cukup besar untuk dapat dimanfaatkan
sebagai substitusi pupuk dengan mengaplikasikan limbah di atas tanah yaitu sekitar
piringan tanaman kepala sawit (Pahan Adiansah, 2006).

Sejalan dengan semakin meningkatnya produksi kelapa sawit dari tahun ke


tahun, akan terjadi pula peningkatan volume limbahnya. Umumnya limbah padat
hasil industri kelapa sawit mengandung bahan organik yang tinggi sehingga
berdampak pada pencemaran lingkungan, dimana penanganan limbah secara tidak
tepat akan mencemari lingkungan (Haryanti dkk., 2014, hal 13). Pemanfaatan
limbah pabrik kelapa sawit dapat mengurangi pencemaran lingkungan yang
diakibatkan oleh kegiatan pengolahan minyak kelapa sawit. Menurut Prayitno et. al
(2008), pemanfaatan limbah kelapa sawit tersebut sebagai alternatif pupuk organik
juga akan memberikan manfaat lain dari sisi ekonomi. Bagi perkebunan kelapa
sawit, dapat menghemat penggunaan pupuk sintetis sampai dengan 50% sehingga
dapat mengurangi biaya operasional terutama dalam pemeliharaan kelapa sawit.

Salah satu cara untuk mengatasi kelemahan tersebut adalah dengan


penggunaan wadah semai berbahan dasar organik yang ramah lingkungan yaitu
biopot (pot organik). Jenis bahan organik yang telah dicoba dikembangkan untuk
pot organik antara lain adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Prospek
pemakaian biopot yang bersahabat dengan lingkungan akan semakin diperlukan
dan menjadi peluang komoditi yang dapat dipasarkan di tingkat nasional dan
internasional. Biopot yang ramah lingkungan dianggap praktis karena dapat
langsung ditanam ke dalam tanah tanpa harus membuka wadahnya, tidak seperti
wadah yang terbuat dari plastik. Selain itu diharapkan biopot dapat terdekomposisi
secara cepat serta tidak menyebabkan kerusakan lingkungan, dan biopot tidak
menyebabkan terjadinya kerusakan perakaran saat bibit dipindahkan ke lapangan.
Adapun menurut (Silalahi, 2017), biopot (pot organik) memiliki manfaat yang baik
sebagai tempat media pertumbuhan tanaman karena terbuat dari bahan-bahan yang
mengandung serat dan unsur hara yang baik terhadap tanaman dan meningkatkan
kesuburan tanah. Oleh karena itu, untuk menanggulangi limbah tandan kosong
kelapa sawit dari limbah polybag plastik dilakukan penelitian membuat biopot dari
limbah kelapa sawit, kemudian biopot tersebut diuji secara fisik yaitu kadar air,
daya serap air dan pH nya.

I.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Membuat biopot dari serat tandan kosong kelapa sawit


2. Mengetahui pengaruh jenis dan perbandingan perekat terhadap kualitas biopot.
3. Mengetahui karakteristik biopot yang dihasilkan berdasarkan perbandingan
perekat pada pembuatan biopot dari tandan kosong kelapa sawit.
I.3 Keaslian Penelitian
Penelitian ini disusun berdasarkan referensi terhadap penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, diantaranya:

• Jaka Darma Jaya dkk (2019) dalam penelitiannya yang


berjudul“Pemanfaatan Limbah Serabut (fiber) Kelapa Sawit Dalam
Pembuatan Pot Organik” ” menunjukkan bahwa optimasi pembuatan
pot organik berbahan baku limbah fiber kelapa sawit dengan variasi
penambahan perekat alami yaitu kanji dan gambir. Salah satu faktor
penting dalam pembuatan pot organik adalah jenis dan jumlah perekat
yang ditambahkan agar pot yang dihasilkan mempunyai kekerasan dan
tekstur yang kokoh (tidak rusak ketika ditambahkan tanah atau media
tanam). Perekat yang digunakan adalah perekat alami dari tepung
tapioka dan gambir. Penggunaan bahan alami ini dimaksudkan agar pot
yang dihasilkan mudah terdegradasi di lingkungan.
• Eko Sutrisno dkk (2017) dalam penelitiannya yang berjudul
“Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis guinensis jacq)
Sebagai Biopot Ramah Lingkungan” menunjukkan bahwaKombinasi
komposisi bahan baku dan perekat yang digunakan berkorelasi terhadap
sifat fisik mekanik pada kadar air, daya serap air, kerapatan,
Pengembangan tebal dan daya jebol untuk biopot yang dihasilkan.
Karakteristik biopot yang dihasilkan terdiri dari kadar air sebesar 1,05 –
15,54 %; berkerapatan 0,24 – 0,41 gram/cm2; daya serap air sebesar
1,72 – 2,63 %; pengembangan tebal sebesar 0,39 – 15,81 % dan
memiliki daya jebol sebesar 5,33 – 35,33 Kg.
• Lukman Sanjaya dkk (2019) dalam penelitiannya yang berjudul
“Kualitas Green Polybag dari Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit dan
Fiber Sebagai Media Pre Nursery Kelapa Sawit” menunjukkan bahwa
hasil yang terbaik berdasarkan parameter kadar air terdapat pada sampel
P5 dengan formulai 100% Fiber memiliki kadar air (2,44%) dan P4
(2,48%) tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, diikuti sampel
P3 (2,87%), sampel P2 (2,92%) dan sampel yang memiliki kandungan
air tertinggi pada sampel P1 yaitu (3,40%). Hal ini menunjukan
perbedaan komposisi pembuatan green polybag tidak menyebabkan
perbedaan yang signifikan.

Sedangkan pada penelitian ini, peneliti tertarik untuk membuat biopot


dengan daya serap air dan daya tahan terhadap waktu yang lebih baik. Yang
membedakan dari penelitian sebelumnya adalah Peneliti menggunakan perekat
tepung terigu dan tepung sagu. Dari berbagai variasi nantinya akan dibandingkan
dan dipilih mana yang menghasilkan daya serap terbaik, kadar air dan ph yang baik
untuk biopot sebagai media tanam.

Anda mungkin juga menyukai