Anda di halaman 1dari 201

LAPORAN KIMIA INDUSTRI

PEMANFAATAN PELEPAH PISANG KEPOK (Musa acuminata balbisiana


colla) UNTUK BAHAN PEMBUATAN KERTAS DENGAN METODE
ACETOSOLV

Disusun Oleh:
Elsa Nadya Anjelicha (17030194035)
Wildan Takhis Sabil El-Haaq (17030194048)
Indriyani Marta N.R (17030194055)

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2020
Lembar Persetujuan

Laporan Praktikum Kimia Industri

PEMANFAATAN PELEPAH PISANG KEPOK (Musa acuminata balbisiana


colla) UNTUK BAHAN PEMBUATAN KERTAS DENGAN METODE
ACETOSOLV

Disusun oleh:
Elsa Nadya Anjelicha (17030194035)
Wildan Takhis Sabil El-Haaq (17030194048)
Indriyani Marta N.R (17030194055)

Surabaya, 14 April 2020


Dosen Pembimbing

Dian Novita, S.T., M.Pd


NIP 19741119 200312 2 001
A. Judul : Pemanfaatan Pelepah Pisang Kepok (Musa acuminata
balbisiana colla) Untuk Bahan Pembuatan Kertas
Dengan Metode Acetosolv
B. Tujuan :
1. Mengetahui cara pemanfaatan pelepah pisang kepok sebagai bahan
pembuatan kertas ramah lingkungan
2. Mengetahui perbedaan konsentrasi katalis HCl terhadap sifat fisik kertas
yang dihasilkan
3. Mengetahui tinjauan secara ecopreneurship produk kertas dari pelepah
pisang kepok
C. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki banyak
keanekaragaman flora dan fauna yang melimpah. Hingga sekarang terdapat lebih
dari 37.000 jenis tumbuhan total yang ada di Indonesia, salah satunya adalah
tumbuhan pisang. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil pisang
primer yang hingga saat ini tercatat lebih dari 200 jenis pisang ada di Indonesia.
Buah pisang merupakan buah yang tidak awam lagi di masyarakat Indonesia.
Buah pisang merupakan salah satu buah yang melimpah di Indonesia karena
memiliki sifat yang cocok dengan iklim pertumbuhan di Indonesia (De Langhe
et al., 2009).
Di Indonesia pisang merupakan tumbuhan yang sering dikonsumsi sehari-
hari dari mulai di makan langsung hingga di olah dengan olahan khusus sehingga
menjadi lebih diminati oleh masyarakat. Secara umum buahnya memiliki rasa
manis sehingga buah pisang merupakan bagian yang sering dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia (Arifki & Barliana, 2018). Bagian daun tumbuhan pisang
juga sering dimanfaatkan sebagai pembungkus yang ramah lingkungan. Setelah
daun pisang diambil, pelepahnya sering dibuang begitu saja dan berakhir sebagai
limbah. Produksi limbah pelepah pisang diperkirakan mencapai 640.000 batang
dengan asumsi produksi limbah sebesar 80% dari sekitar 800.000 pohon.
Pelepah pisang kering merupakan sisa tangkai yang tidak ditumbuhi oleh daun
dan masih menempel pada batang pohon pisang hingga mengering oleh bantuan
sinar matahari (BKKSI, 2008).
Konsumsi kertas di Indonesia tercatat cukup tinggi yaitu mencapai jutaan
ton setiap tahun. Hal tersebut berakibat pada semakin berkurangnya pohon yang
menjadi bahan baku pembuatan kertas tersebut. Dengan meningkatnya
kebutuhan yang besar akan kertas, dan tuntutan masyarakat akan teknologi yang
ramah lingkungan semakin meningkat, menyebabkan perlunya pemasokan
bahan baku kertas yang besar pula pada sektor industri kertas. Maka pelepah
pisang yang mengandung selulosa sebanyak 63-64% dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan pulp. Pisang kepok (Musa acuminata balbisiana
Colla) merupakan salah satu jenis buah-buahan tropis yang tumbuh subur dan
mempunyai wilayah penyebaran merata di seluruh wilayah Indonesia.
Kandungan selulosa tinggi merupakan salah satu syarat bagai bahan baku dalam
menghasilkan kertas yang berkualitas (Kayati dkk, 2015).
D. Dasar Teori
1. Pelepah Pisang
Pisang adalah nama umum yang diberikan pada tumbuhan terna raksasa
berdaun besar memanjang dari suku Musaceae. Beberapa jenisnya (Musa
acuminate, M. balbisiana, dan M. paradisiaca) menghasilkan buah konsumsi
yang dinamakan sama. Buah ini tersusun dalam tandan dengan kelompok-
kelompok tersusun menjari, yang disebut sisir. Buah pisang sebagai bahan
pangan merupakan sumber energi (karbohidrat) dan mineral, terutama
kalium. Tanaman pisang merupakan tumbuhan berbatang basah yang besar,
biasanya mempunyai batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun.
Kedudukan tanaman pisang diklasifikasikan seperti pada tabel 1.1
Tabel 1.1 Klasifikasi Pisang Secara Botanis
Kerajaan Plantae
Divisi Magnoliophy
ta
Kelas Liliopsida
Ordo Musales
Famili Musaceae
Genus Musa
Batang pisang merupakan salah satu komponen penting pada pohon pisang.
Batang pisang atau yang sering disebut gedebog sebenarnya bukan batang
melainkan batang semu yang terdiri dari pelepah yang berlapis menjulang
menguat dari bawah keatas sehingga dapat menopang daun dan buah pisang.
Batang pisang mengandung lebih dari 80% air dan memiliki kandungan selulosa
dan glukosa yang tinggi sehingga sering dimanfaatkan masyarakat sebagai
pakan ternak dan sebagai media tanam untuk tanaman lain. Selain itu, di dalam
gedebog pisang terkandung getah yang menyimpan banyak manfaat, yang salah
satunya digunakan di dalam dunia medis. Batang pisang banyak dimanfaatkan
masyarakat, terutama bagian yang mengandung serat. Setelah dikelupas tiap
lembar sering dimanfaatkan sebagai pembungkus untuk bibit tanaman sayuran,
dan setelah dikeringkan digunakan untuk tali pada pengolahan tembakau dan
dapat pula digunakan untuk kompos. Menurut Building Material and
Technology Promotion Council , komposisi kimia serat pisang ditunjukkan pada
tabel 1.2
Tabel 1.2 komposisi serat batang pisang
Komposisi Kandungan (%)
Kimia
Lignin 5 – 10
Selulosa 60 – 65
Hemiselulosa 6–8
Air 10 – 15
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa kandungan terbanyak
dari serat batang pisang adalah selulosa. Selulosa terdapat pada semua tanaman
dari pohon bertingkat tinggi hingga organisme primitive seperti rumput laut.
Selulosa adalah karbohidrat yang tersusun atas unsur karbon ( C ) , hydrogen (
H ) dan oksigen (O). dari unsur yang terkandung dalam selulosa, maka selulosa
dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan menggunakan asam atau enzim dan
selanjutnya glukosa yang dihasilkan dapat difermentasikan menjadi etanol.
Etanol tersebut dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti bahan bakal
minyak (Muslim, 2008)
Serat dari pelepah pisang kepok memiliki kandungan selulosa 63-64%,
hemiselulosa 20%, dan lignin 5%. Kekuatan tarik rata-rata dari serat pelepah
pisang kapok yaitu berkkisar 600 Mpa, modulus tarik rata-rata sebesar 17,85
Gpa, dan pertambahan panjang sebesar 3,36% (Mopriantina, 2103).
2. Acetosolv
Proses acetosolv dalam pengolahan pulp memiliki beberapa keunggulan,
antara lain: bebas senyawa sulfur, daur ulang limbah dapat dilakukan hanya
dengan metode penguapan dengan tingkat kemurnian yang cukup tinggi, dan
nilai hasil daur ulangnya jauh lebih mahal disbanding dengan hasil daur ulang
limbah kraft (Simanjutak, 1994). Aziz dan Sarkanen (1989) menguatkan
pernyataan tersebut dengan mengatakan bahwa rendemen pulp lebih tinggi,
pendauran lindi hitam dapat dilakukan dengan mudah, dapat diperoleh hasil
samping berupa lignin dan furfural dengan kemurnian yang relatif tinggi, dan
ekonomis dalam skala yang relatif kecil. Dalam proses pembuatan pulp dengan
metode acetosolv, ada banyak hal yang perlu diperhatikan, mulai dari suhu,
waktu pemasakan, konsentrasi asam asetat dan juga konsentrasi katalis yang
digunakan. Pada umumnya, proses pembuatan pulp dengan metode acetosolv
dilakukan pada suhu 110oC selama 2-5 jam. Konsentrasi asam asetat yang
digunakan sebesar 95%. Katalis yang dipakai dalam proses pulping dengan
metode acetosolv adalah asam klorida (HCl) sebanyak 0,01% (Vazquez dkk.,
1997).
3. Selulosa dan Lignin
Selulosa adalah polisakarida yang tak larut dalam air merupakan zat
pembentuk kulit sel tanaman. Selulosa terdapat lebih dari 50% dalam kayu,
bewarna putih, mempunyai kulit tarik yang besar dan mempunyai rumus kimia
() dan berat molekul 162, setiap struktur selulosa mengandung 3 group alcohol
hidroksil sebagai berikut:

Berat molekul tergantung dari panjang rantai serat jenis bahannya dan panjang
rantai ini dinyatakan dengan "derajat polimerisasi" Menurut panjang rantainya
(derajat polimerisasi).
Selulosa dibagi menjadi 3 macam yaitu:
1. Alpha Selulosa : Rantai panjang, tak larut dalam air, sukar larut dalam alkali
dan penyusun utama selulosa.
2. Beta Selulosa : Rantainya pendek larut dalam alkali, bila diberi asam akan
mengendap lagi.
3. Gamma Selulosa : Rantainya lebih pendek, larut dalam alkali dan bila diberi
asam tidak mengendap.
Anselme Payen dalam tahun 1838 mengamati bahwa kayu, bila di tambah
dengan asam nitrat pekat akan kehilangan sebagian zatnya dan meninggalkan
sisa padat dan berserat yang disebut selulosa. Serat yang diisolasi oleh Payen
juga mengandung polisakarida lain di samping selulosa yaitu zat yang disebut
"lignin." Istilah ini yang di kenalkan oleh Decondolle (1819) yang berasal dari
kata latin untuk kayu yaitu Lignum.
Lignin merupakan zat pengikat antara molekul-molekul selulosa. Lignin
larut dalam air. Untuk memperoleh serat, maka lignin harus dihilangkan dengan
menggunakan alkali atau asam. Struktur lignin adalah sebagai berikut.
Proses penghilangan lignin ini disebut "proses Delignifikasi" jadi semakin
rendah kandungan lignin suatu bahan, akan semakin baik untuk pembuatan pulp.
Dalam proses pembuatan pulp secara kimia, komponen-komponen clalam bahan
dasar akan mengalami reaksi kimia antara lain:
1. Reaksi Kimia dari Selulosa Selulosa dapat mengadakan reaksi kimia karena
mengandung gugus reaktif yaitu:
a. Gugus Hidroksil, tiap satuan gugus anhidrus glukosa mengandung tiga
buah gugus hidroksil.
b. Adanya ikatan Glycosutic yang menghubungkan satuan anhidrus glukosa
satu sama lain.
c. Adanya gugus pereduksi.
Dengan adanya gugus pereaksi tersebut, selulosa dapat mengadakan reaksi
adisi dengan alkali kuat, asam mineral maupun air. Bila atom Hidrogen dalam
satu atau keseluruhan dari gugus hidroksil diganti natrium atau monovalent
metal lainya, maka selulosa akan membentuk "Cellulocates" ialah ikatan yang
identik dengan "Alkoholates." Reaksi oksidasi dari selulosa akan menyebabkan
sebagian dari gugus anhidroksil ini akan berubah menjadi gugus aldehid dan
akhirnya menjadi gugus karboksil dan terbentuk pula Ester dan Ether.
Sedangkan gugus glikosidik dapat putus rantainya, karena dapat terhidrolisa oleh
asam, juga oleh reaksi oksidasi Karena terjadi reaksi reaksi seperti tersebut di
atas, maka panjang rantai selulosa akan menjadi lebih pendek sehingga banyak
serat yang hilang pada waktu pemasakan.
2. Reaksi Kimia dari Lignin
Lignin dapat menjadi substan yang reaktif disebabkan adanya gugus hidroksil,
karbonil dan metoksil yang terdapat didalam molekul lignin. Reaksi lignin
tergantung pada proses yang dijalankan, jika dalam Proses Soda, lignin akan
membentuk Natrium Lignat berdasarkan reaksi:
Lignin + NaOH → Na Lignat + H2O
4. Pulp
Pulp adalah produk utama kayu terutama digunakan untuk pembuatan
kertas tetapi ia juga dapat diproses menjadi berbagai turunan selulosa. Tujuan
utama pembuatan pulp kayu adalah untuk melepaskan serat-serat yang dapat
dikerjakan secara kimia atau secara mekanika atau dengan kombinasi dua tipe
perlakuan tesebut. Terdapat 3 macam proses pembuatan pulp, yaitu:
1. Proses Mekanis
Tidak digunakan bahan-bahan kimia. Bahan baku digiling dengan
mesin sehingga selulosa terpisah dari zat-zat lain.
2. Proses Semi Kimia
Dilakukan seperti proses mekanis, tetapi dibantu dengan bahan kimia
untuk lebih melunakkan, sehingga serat-serat selulosa mudah terpisah dan
tidak rusak
3. Proses Kimia
Bahan baku dimasak dengan bahan kimia tertentu untuk
menghilangkan zat lain yang tidak perlu dari serat-serat selulosa. Dengan
proses ini, dapat diperoleh selulosa murni dan tidak rusak.
Pembuatan pulp dengan proses kimia, dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1. Metoda proses Basa
Bahan baku yang telah dipotong kecil-kecil dengan mesin pemotong
dimasukkan dalam sebuah bejana yang disebut “digester”. Dalam larutan
tersebut dimasukkan larutan pemasak:
- NaOH 7% untuk proses soda
Cara ini baik digunakan untuk membuat pulp dengan bahan dasar yang
mempunyai serat pendek. Bahan dasar yang biasa digunakan adalah golongan
yang lunak, seperti rumput-rumputan.
- NaOH Na2S dan Na2CO3 untuk proses sulfat
Cara ini digunakan untuk memperbaiki Proses Soda yaitu mengurangi
hidrolisa dari selulosa oleh NaOH. Hal ini dapat dicapai dengan mengganti
sebagian NaOH dengan Na2S. larutan pemasak terdiri dari campuran Na2S
dan Na2CO3 dan NaOH. Selama pemasakan akan terjadi hidrolisa lignin
menjadi alcohol dan asam serta sedikit Mercaptan. Pemasakan ini berguna
untuk memisahkan selulosa dari zat-zat yang lain.
2. Metoda proses asam
Secara garis besar, proses sulfit dilakukan melalui tahap-tahap yang sama
dengan proses basa, tetapi larutan yang digunakan adalah SO2, Ca(HSO3)2,.
Yang termasuk proses asam adalah:
Proses Sulfit
Larutan pemasak bersifat asam yaitu larutan bisulfit dari Ca(HSO3)2 dan
Mg(HSO3)2, sedangkan bahan yang akan diolah harus bebas dari
persenyawaan hidroksi phenolic.
Dalam proses pemasakan bahan dasar yang berwarna ini akan
menghasilkan pulp tak berwarna atau berwarna putih dan lignin akan terpecah
serta membentuk “lignosulfomat”
5. Uji Standar Kertas
Ada beberapa kriteria yang harus dimiliki kertas, agar kertas dapat
dipublikasikan sesuai standar. Dan untuk mengetahui apakah kertas tersebut
baik atau tidak maka, dilakukan pengujian kertas. Pada penelitian ini, acuan
standar kertas yang diambil ialah Standar Nasional Indonesia (SNI). Standar
Nasional Indonesia (SNI) mutu kertas dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Standar Mutu Karton Duplex (BSNI, 2008)
Pengujian Nilai Acuan
Gramatur 225 g/m2 – 500
g/m2
SNI 0123-2008
Ketahanan Sobek 5 Nm2/kg
Indek Sobek, min 4,40 Nm2/kg
Pengujian Nilai Acuan
Kekakuan 68 gf.cm-350
gf.cm
Ketahanan Tarik, 2,0 kN/m
min
Indeks Tarik, 20 Nm/g
min
Daya serap air, 20-40 g/m2
Maks
6. Ecopreneur
Ecopreneur berasal dari kata environmental dan entrepreneur. Artinya
gabungan dari istilah lingkungan dan wirausaha. Secara harfiah dapat dikatakan
bahwa ecopreneurship merupakan wirausaha yang berwawasan lingkungan dalam
menjalankan usahanya. Secara tradisional, manajemen bisnis yang berwawasan
lingkungan berfokus pada upaya bagaimana perusahaan yang ada menjadi lebih
hijau (green corporate) (Sukoco, 2015). Seorang ecopreneur adalah pengusaha
yang mampu menyeimbangkan antara pertumbuhan usaha dan perkembangan
lingkungan hidup dengan mereduksi atau meminimalisis dampak negatif dari
operasi usahanya terhadap keberlangsungan lingkungan hidup.
Produk Ecopreneur adalah solusi dalam mengatasi permasalahan
lingkungan, karena terdapat beberapa produk mendaur ulang (recycle) sampah dan
limbah yang dapat merusak lingkungan. Sampah dan limbah adalah zat kimia yang
tidak mempunyai nilai guna dan memiliki kecenderungan untuk merusak segala
yang disekitarnya (Permadi, 2011). Ecopreneurship berperan serta dalam menjaga
lingkungan baik air, tanah, dan udara. Seorang ecopreneur melihat lingkungan
sebagai sesuatu yang harus dilestarikan dan dijaga. Terdapat banyak limbah
dimana-mana. Ada limbah plastik dan kaleng yang tidak dapat terurai, juga limbah
kertas, kardus dan sisa-sisa bahan makanan yang tidak dapat dipakai lagi. Limbah-
limbah tersebut dapat dikelola dengan cara mendaur ulang. Ecoprenuership bisa
diartikan sebagai kemampuan berfikir kreatif dan inovatif untuk menciptakan
sesuatu yang baru, unik, dan berbeda dengan memanfaatkan peluang yang ada
disekitar lingkungan dan dijadikan produk yang dapat menghasilkan keuntungan
finansial (Alma, 2009).
Konsep produk ecopreneur tidak hanya dalam makna Hidup Hijau,
mengurangi pemanasan gobal, namun juga untuk mengehemat energi yaitu dengan
melakukan empat prinsip ecopreneur dalam melakukan produk usahanya :
a. Reduce (mengurangi), melakukan penghematan sumber daya, seperti listrik,
air,bahan bakar, kertas, dan lainnya. Serta mengurangi penggunaan
bahanbahan yang membahayakan lingkungan serta makhluk hidup maupun
bahan-bahan beracun. Sebisa mungkin meminimalisir barang atau material
yang kita pergunakan.
b. Reuse (memakai kembali), menggunakan kembali sumber-sumber daya
yang telah digunakan untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas.
Misalnya : menggunakan kertas bekas, memanfaatkan kembali
barangbarang bekas, dan memanfaatkan energi dari kompresor AC untuk
pemanas air. Pilih barang-barang yang masih bisa dipakai kembali. Hindari
barang yang sekali pakai, langsung buang.
c. Recycle (mendaur ulang), mendaur ulang penggunaan air, merubah bentuk
dan memanfaatkan kembali limbah dan sampah dan barang-barang yang
sudah tidak terpakai lagi bisa di daur ulang.
d. Upcycle, memberikan manfaat yang lebih baik dan baru untuk produk-
produk yang tadinya sudah tidak terpakai lagi.

E. Prosedur dan Analisis


1. Alat dan Bahan
Alat:
a. Gelas kimia 1000 mL 3 buah
b. Labu ukur 50 mL 1 buah
c. Spatula 3 buah
d. Gelas ukur 25 mL 1 buah
e. Pipet tetes 3 buah
f. Oven 1 buah
g. Blender 1 buah
h. Neraca analitik 1 buah
i. Kain saring 1 buah
j. Saringan 1 buah
k. Penggaris 1 buah
Bahan:
a. Pelepah Pisang 150 gram
b. HCl 0,1% , 0,15% , 0,2% 105 mL
c. Aquades secukupnya
d. Asam asetat pekat 30 mL
e. Kertas bekas secukupnya
f. perekat PVAc 5 % (lem rajawali) secukupnya
g. kaporit secukupnya
2. Variabel Percobaan
Variabel bebas = Konsentrasi HCl
Variabel kontrol = Massa pelepah pisang, waktu pemasakan, jumlah
kaporit, Kosentrasi CH3COOH, Jumlah CH3COOH
Variabel respons = Perbedaan karakteristik kertas
3. Rancangan Percobaan
Tabel Rancangan Percobaan Praktikum Bleaching
Analisa Hasil
Hasil warna sebelum bleaching Warna
Hasil warna setelah bleaching Warna
4. Prosedur Percobaan
Alur Percobaan
1. Proses pengeringan pelepah pisang
Pelepah pisang

 Dipotong kecil-kecil
Dikeringkan di oven selama 60 menit dengan suhu 120 oC
 Didinginkan
 Dihaluskan dalam blander
Serbuk pelepah pisang
2. Proses pembuatan kertas
50 gram serbuk pelepah pisang 50 gram Kertas Bekas
Ditambahkan asam asetat pekat Dimasukkan ke dalam
sebanyak 95% wadah
Dihaluskan dalam blander Ditambahkan air
Ditambahkan HCl 0,1% , 0,15% , secukupnya
0,2% masing-masing 5mL Direndam selama 24
Dipanaskan selama 60 menit pada jam
suhu 900C

Pulp pelepah pisang Pulp Kertas Bekas

 Dicampur dengan perbandingan pulp pelepah pisang


dan pulp kertas bekas yaitu 1 : 1
 Ditambahkan kaporit
 Ditambahkan perekat PVAc 5 % (lem rajawali)
 Diaduk hingga rata
 Diencerkan
 Disaring dan diperas hingga air tidak keluar
 Dicetak
 Dikeringkan dibawah sinar matahari
Diulangi dengan cara yang sama dengan konsentrasi HCl
0,1% , 0,15% , 0,2% masing-masing 5mL

Kertas
1. Uji Sifat Fisika Kertas dari Pelepah Pisang

Produk Kertas Berbagai Variasi

 Diamati sifat fisika meliputi warna, bau, dan permukaan


kertas

Sifat Fisika Produk Kertas

2. Uji Grammatur Kertas


Produk Kertas Berbagai Variasi

 Diukur luas permukaan kertas


 Dicatat
 Ditimbang massa kertas menggunakan neraca analitik
 Dicatat
 Dihitung grammatur kertas

Grammatur Kertas

3. Uji pH Kertas

Kertas

- Dipotong sebesar 1 cm × 1 cm dan masukkan ke dalam


gelas kimia
- Ditambahkan aquades sebanyak 1 mL
- Didiamkan selama 1 menit sambil dikocok
- Dimiringkan gelas kimia tersebut dan ukur pH dengan
menggunakan indikator universal
- Dilakukan hal yang sama pada masing-masing kertas
Hasil pengamatan
4. Uji kuat tarik kertas
1 lembar kertas dengan konsentrasi
katalis yang berbeda
 Ditali ujung-ujung dengan 2 kayu silinder dengan
panjang masing” 7 cm
 Ujung bawah diberi kantung plastik
 Ditambah dengan pasir sedikit demi sedikit
 Dicatat berat pasir hingga kertas sobek

Berat pasir hingga kertas sobek

Desain alat uji kuat tarik kertas


F. Data Hasil
Hasil Pengamatan
No. Alur Percobaan Dugaan Reaksi Kesimpulan
Sebelum Sesudah
1. Proses Pengeringan Pelepah Pisang -pelepah -berwarna kuning Terdapat perubahan warna Pelepah

Pelepah pisang kecoklatan setelah pemanasan pisang dapat


pisang berwarna -dihaluskan dalam dijadikan

 Dipotong kecil-kecil kuning blender menjadi lebih serbuk

Dikeringkan di oven selama 60 menit kecoklatan halus.

dengan suhu 120 oC


 Didinginkan
 Dihaluskan dalam blander

Serbuk pelepah
pisang
Hasil Pengamatan
No. Alur Percobaan Dugaan Reaksi Kesimpulan
Sebelum Sesudah
2. Proses Pembuatan Kertas - Serbuk - Kertas bekas HVS Pelepah pisang dapat Pelepah
pelepah yang direndam dimanfaatkan untuk dijadikan pisang dapat
pisang: selama 24 jam: kertas. digunakan
berwarna berwarna putih sebagai bahan
kuning keabuan dan lembek [C10H10O2]n + n CH3COOH + dasar
kecoklatan - Serbuk pelepah nH2O → nC6H3C4H9O3 + pembuatan
(+++++) pisang + asam asetat nCH3COOH kertas
- HCl: larutan pekat 95%: Lignin +asam asetat +air → aseto
ligninat + asam asetat
tidak berwarna kuning
berwarna kecoklatan (+++++)
- Asam asetat - Dihaluskan dalam
pekat: larutan blander menjadi
tidak bubur berwarna
berwarna kuning kecoklatan
- Aquades: (+++++)
larutan tidak - Manipulasi 1
berwarna
50 gram serbuk pelepah pisang 50 gram Kertas Bekas - Kertas bekas: Ditambahkan HCl

 Ditambahkan asam asetat  Dimasukkan


berwarna 0,1 % sebanyak 5mL
pekat sebanyak 95% ke dalam putih keabuan dan dipanaskan
 Dihaluskan dalam blander wadah
- Lem rajawali: selama 60 menit
 Ditambahkan HCl 0,1% ,  Ditambahkan
0,15% , 0,2% masing-masing air
berwarna pada suhu 90oC
5mL secukupnya putih menjadi bubur kertas
 Dipanaskan selama 60 menit  Direndam - Kaporit pelepah pisang
pada suhu 900C selama 24 jam
(NaOCl): berwarna kuning
cairan kecoklatan (+++++).
Pulp pelepah pisang Pulp Kertas Bekas berwarna Pulp pelepah pisang
putih dan kertas bekas
 Dicampur dengan perbandingan pulp dicampur dengan
pelepah pisang dan pulp kertas bekas
perbandingan 1:1
yaitu 1 : 1
 Ditambahkan kaporit menjadi berwarna
 Ditambahkan perekat PVAc 5 % (lem kuning kecoklatan
rajawali)
(++++).
 Diaduk hingga rata
 Diencerkan
Ditambahkan
 Disaring dan diperas hingga air tidak kaporit dan
keluar didiamkan selama
 Dicetak
 Dikeringkan dibawah sinar matahari
 Diulangi dengan cara yang sama dengan
konsentrasi HCl 0,1% , 0,15% , 0,2%
masing-masing 5mL
Kertas
50 gram serbuk pelepah pisang 50 gram Kertas Bekas 60 menit menjadi

 Ditambahkan asam asetat  Dimasukkan


berwarna kuning
pekat sebanyak 95% ke dalam kecoklatan(+++).
 Dihaluskan dalam blander wadah
Ditambahkan PVAc
 Ditambahkan HCl 0,1% ,  Ditambahkan
0,15% , 0,2% masing-masing air
menjadi lebih
5mL secukupnya mengental berwarna
 Dipanaskan selama 60 menit  Direndam kuning kecoklatan
pada suhu 900C selama 24 jam
(+++).
Diaduk,
Pulp pelepah pisang Pulp Kertas Bekas ditambahkan
aquades, dan kertas
 Dicampur dengan perbandingan pulp dicetak berwarna
pelepah pisang dan pulp kertas bekas
kuning
yaitu 1 : 1
 Ditambahkan kaporit kecoklatan(++)
 Ditambahkan perekat PVAc 5 % (lem Dikeringkan
rajawali)
menjadi berwarna
 Diaduk hingga rata
 Diencerkan
kuning kecoklatan
 Disaring dan diperas hingga air tidak (+++)
keluar - Manipulasi 2
 Dicetak
 Dikeringkan dibawah sinar matahari
 Diulangi dengan cara yang sama dengan
konsentrasi HCl 0,1% , 0,15% , 0,2%
masing-masing 5mL
Kertas
50 gram serbuk pelepah pisang 50 gram Kertas Bekas Ditambahkan HCl

 Ditambahkan asam asetat  Dimasukkan


0,15 % sebanyak
pekat sebanyak 95% ke dalam 5mL dan dipanaskan
 Dihaluskan dalam blander wadah
selama 60 menit
 Ditambahkan HCl 0,1% ,  Ditambahkan
0,15% , 0,2% masing-masing air
pada suhu 90oC
5mL secukupnya menjadi bubur kertas
 Dipanaskan selama 60 menit  Direndam pelepah pisang
pada suhu 900C selama 24 jam
berwarna kuning
kecoklatan (+++++).
Pulp pelepah pisang Pulp Kertas Bekas Pulp pelepah pisang
dan kertas bekas
 Dicampur dengan perbandingan pulp dicampur dengan
pelepah pisang dan pulp kertas bekas
perbandingan 1:1
yaitu 1 : 1
 Ditambahkan kaporit menjadi berwarna
 Ditambahkan perekat PVAc 5 % (lem kuning kecoklatan
rajawali)
(+++).
 Diaduk hingga rata
 Diencerkan
Ditambahkan
 Disaring dan diperas hingga air tidak kaporit dan
keluar didiamkan selama
 Dicetak
 Dikeringkan dibawah sinar matahari
 Diulangi dengan cara yang sama dengan
konsentrasi HCl 0,1% , 0,15% , 0,2%
masing-masing 5mL
Kertas
Hasil Pengamatan
No. Alur Percobaan Dugaan Reaksi Kesimpulan
Sebelum Sesudah
60 menit menjadi
berwarna kuning
kecoklatan (++).
Ditambahkan PVAc
menjadi lebih
mengental berwarna
kuning kecoklatan
(++).
Diaduk,
ditambahkan
aquades, dan kertas
dicetak berwarna
kuning
kecoklatan(+)
Dikeringkan
menjadi berwarna
50 gram serbuk pelepah pisang 50 gram Kertas Bekas kuning kecoklatan

 Ditambahkan asam asetat  Dimasukkan


(++)
pekat sebanyak 95% ke dalam
 Dihaluskan dalam blander wadah
- Manipulasi 3
 Ditambahkan HCl 0,1% ,  Ditambahkan
0,15% , 0,2% masing-masing air
Ditambahkan HCl
5mL secukupnya 0,2 % sebanyak 5mL
 Dipanaskan selama 60 menit  Direndam dan dipanaskan
pada suhu 900C selama 24 jam
selama 60 menit
pada suhu 90oC
Pulp pelepah pisang Pulp Kertas Bekas menjadi bubur kertas
pelepah pisang
 Dicampur dengan perbandingan pulp berwarna kuning
pelepah pisang dan pulp kertas bekas
kecoklatan (+++++).
yaitu 1 : 1
 Ditambahkan kaporit Pulp pelepah pisang
 Ditambahkan perekat PVAc 5 % (lem dan kertas bekas
rajawali)
dicampur dengan
 Diaduk hingga rata
 Diencerkan
perbandingan 1:1
 Disaring dan diperas hingga air tidak menjadi berwarna
keluar
 Dicetak
 Dikeringkan dibawah sinar matahari
 Diulangi dengan cara yang sama dengan
konsentrasi HCl 0,1% , 0,15% , 0,2%
masing-masing 5mL
Kertas
Hasil Pengamatan
No. Alur Percobaan Dugaan Reaksi Kesimpulan
Sebelum Sesudah
kuning kecoklatan
(+++++).
Ditambahkan
kaporit dan
didiamkan selama
60 menit menjadi
berwarna kuning
kecoklatan (++++).
Ditambahkan PVAc
menjadi lebih
mengental berwarna
kuning kecoklatan
(++++).
Diaduk,
ditambahkan
aquades, dan kertas
dicetak berwarna
Hasil Pengamatan
No. Alur Percobaan Dugaan Reaksi Kesimpulan
Sebelum Sesudah
kuning kecoklatan
(+++)
Dikeringkan
menjadi berwarna
kuning kecoklatan
(++++)

3. Uji Sifat Fisik Kertas -warna kertas menjadi Terdapat perbedaan warna Warna kertas

Produk Kertas Berbagai kuning kecoklatan kertas ke 3 lebih


Variasi Pada kertas gelap
 Diamati sifat fisika meliputi warna, bau, dan
manipulasi 1
permukaan kertas
berwarna kuning
Sifat Fisika Produk kecoklatan (+++),
Kertas pada kertas 2
berwarna kuning
kecoklatan (++),
Hasil Pengamatan
No. Alur Percobaan Dugaan Reaksi Kesimpulan
Sebelum Sesudah
sedangkan pada
kertas 3 berwarna
kuning kecoklatan
(++++)
- tidak berbau
-permukaan kertas
dapat digunakan
untuk menulis.
Hasil Pengamatan
No. Alur Percobaan Dugaan Reaksi Kesimpulan
Sebelum Sesudah
4. Uji Grammatur Kertas Kertas dari Gramatur kertas Gramatur kertas menurut SNI Gramatur

Produk Kertas Berbagai Variasi ampas tebu dengan penambahan 0123-2008 yaitu sebesar 225 kertas paling
yang telah HCl 0,1% > 0,15% > g/m2 – 500 g/m2 rendah
 Diukur luas permukaan kertas jadi: 0,2%. diperoleh
 Dicatat berwarna dengan
 Ditimbang massa kertas menggunakan abu-abu dan penggunaan
neraca analitik sedikit kaku HCl 0,2%.
 Dicatat
 Dihitung grammatur kertas

Grammatur Kertas
Hasil Pengamatan
No. Alur Percobaan Dugaan Reaksi Kesimpulan
Sebelum Sesudah
5. Uji pH Kertas Kertas dari Kertas dari ampas Nilai pH menurut SNI 0123- pH kertas
Kertas ampas tebu tebu + aquades: 2008 yaitu berkisar pada paling asam

- Dipotong sebesar 1 cm × 1 cm dan masukkan ke


yang telah berwarna abu-abu rentang 6-9. yaitu dengan
dalam gelas kimia jadi dipotong keputihan. penambahan
- Ditambahkan aquades sebanyak 1 mL
- Didiamkan selama 1 menit sambil dikocok sebesar 1 cm pH kertas dengan HCl HCl 0,2%.
- Dimiringkan gelas kimia tersebut dan ukur pH dengan × 1 cm: 0,1%; 0,15%; 0,2%
menggunakan indikator universal
- Dilakukan hal yang sama pada masing-masing kertas berwarna yaitu 0,1% > 0,15% >
abu-abu dan 0,2%
Hasil
pengamatan sedikit kaku
6. Uji Kuat Tarik Kertas Kuat Tarik kertas Nilai kuat Tarik kertas menurut Kekuatan
dengan penambahan SNI 0123-2008 yaitu sebesar Tarik kertas
HCl 0,1% < 0,15% < 2,0 kN/m. paling baik
0,2%. diperoleh
dengan
penggunaan
HCl 0,2%
Hasil Pengamatan
No. Alur Percobaan Dugaan Reaksi Kesimpulan
Sebelum Sesudah

1 lembar kertas dengan konsentrasi


katalis yang berbeda
 Ditali ujung-ujung dengan 2 kayu silinder dengan
panjang masing” 7 cm
 Ujung bawah diberi kantung plastik
 Ditambah dengan pasir sedikit demi sedikit
 Dicatat berat pasir hingga kertas sobek
 Dihitung grammatur kertas

Berat pasir hingga kertas sobek


G. Analisis Data dan Pembahasan
Pada laporan percobaan pembuatan kertas dari pelepah pisang kepok dan
analisisnya didasarkan dengan study literatur berbagai artikel maupun jurnal
tentang pembuatan pulp dengan pelepah pisang, kulit pisang, pembuatan kertas
dengan metode asetosolv, pembuatan kertas dengan perbedaan konsentrasi
katalis dengan mengasumsikan bahan pokok yang digunakan adalah pelepah
pisang kepok sebagai sumber serat selulosa. Berikut pembahasan pembuatan
kertas dari pelepah pisang kepok dengan metode asetosolv:
1. Proses Pengeringan Pelepah Pisang Kepok
Pada tahap ini bertujuan untuk menyiapkan sampel yang akan
digunakan untuk pembuatan kertas. Langkah pertama pada proses
pengeringan pelepah pisang , sebelum di masukkan ke dalam oven pelepah
pisang terlebih dahulu dipotong kecil-kecil agar memudahkan dan
mempercepat proses pengeringan. Kemudian di oven salama 60 menit
dalam suhu 120°C. Proses pengeringan ini bertujuan untuk meminimalisir
kadar air yang terdapat dalam pelepah pisang dan memperoleh kadar
selulosa standar yakni sekitar 60%-65%. Kemudian didinginkan lalu
dihaluskan menggunakan blender sehingga menjadi serbuk pelepah pisang.
Proses penggilingan dengan bleder merupakan suatu proses yang sangat
penting dalam pembuatan kertas karena kertas yang dibuat dari pulp yang
tidak digiling memiliki kekuatan yang rendah, berbulu, dan berpori. Selain
itu penggilingan ini juga bertujuan untuk meningkatkan luas permukaan dari
pelepah pisang ( Novianti P., & Agustina W. 2016).
2. Proses Pembuatan Kertas
Pembuatan kertas ini dari pelepah pisang dengan metode asetosolv
menggunakan bahan-bahan yaitu asam asetat pekat 95%, HCl, aquades,
kaporit, lem rajawali, kertas hvs bekas, serta yang utama tentunya pelepah
pisang. Jenis pelepah pisang yang digunakan yakni pisang kepok yang
hampir disetiap daerah di Indonesia terdapat pisang jenis ini. Menurut
Setiawan dkk 2019 dalam seminar master 2019 PPNS dengan judul
pemanfaatan fiber kelapa sawit dan pelepah pisang sebagai komposit ramah
lingkungan menyatakan bahwa kekuatan tarik fiber pisang yang tertinggi
yaitu 8%. Oleh karena itu, kami menggunakan bahan utama pelepah pisang
dalam pembuatan kertas ini.
Pada pembuatan kertas ini variabel manipulasi yang digunakan yaitu
konsentrasi katalis HCl pada pemasakan pulp sehingga didapatkan
perbedaan % yield pada pulp pelepah pisang dan % lignin (Amraini dkk,
2010). Penggunaan variabel manipulasi katalis ini sama dengan jurnal
National Conference on oleh Amraini dkk pada tahun 2010 dengan judul
pembuatan pulp sabut sawit dengan proses asetosolv. Acuan jurnal ini
dipakai karena menggunakan metode yang sama yaitu asetosolv namun
dengan bahan yang berbeda.
Amraini dkk menyebutkan bahwa peningkatan konsentrasi katalis
dalam media asam asetat menyebabkan penambahan jumlah ion H+ yang
dapat bereaksi dengan lignin. Ion H+ menghidrolisis lignin dengan cepat
pada awal reaksi dan terus melambat untuk waktu reaksi yang lebih lama,
sehingga menyebabkan putusnya ikatan antar monomer-monomer (Amraini
dkk, 2010). Jumlah lignin yang dapat disisihkan meningkat, namun untuk
jumlah yang lebih besar memicu kondensasi lignin terlarut (Sarkanen,
1990).
Pada pembuatan kertas ini langkah pertama adalah sehari sebelum
melakukan pembuatan kertas terlebih dahulu membuat pulp kertas hvs
bekas. Caranya yaitu dengan merendam kertas hvs bekas dalam air selama
24 jam menjadi pulp kertas hvs bekas berwarna putih keabuan. Perlakuan
ini agar kertas hvs menjadi pulp yang tercampur merata dengan air.
Kemudian pada hari berikutnya membuat kertas dengan menimbang 50
gram serbuk pelepah pisang yang didapatkan dari percobaan pertama,
dimasukkan dalam tiap wadah manipulasi 1, 2, dan 3. Selanjutnya setiap
wadah dimasukkan asam asetat pekat tidak berwarna sebanyak 95%
menjadi campuran berwarna kuning kecoklatan (+++++). Penambahan
asam asetat sebagai metode asetosolv yaitu pemasakan pulp pelepah pisang
dengan asam. Campuran tersebut kemudian ditambahkan dengan HCl
sebanyak 5mL, pada wadah 1 konsentrasi HCl sebesar 0,1%, pada wadah 2
sebesar 0,15% dan wadah 3 sebesar 0,2%. HCl) berfungsi sebagai katalis
yang mempercepat reaksi delignifikasi. Peningkatan konsentrasi katalis
dalam media asam asetat menyebabkan penambahan jumlah ion H+ yang
dapat bereaksi dengan lignin. Kemudian dipanaskan dengan suhu 90oC
selama 60 menit sehingga menjadi pulp pelepah pisang berwarna kuning
kecoklatan (+++++). Menurut Zul, dkk, (2010) pemasakan pulp dengan
waktu 60 menit cenderung menurunkan yield dan kadar lignin pulp.
Pulp pelepah pisang dan pulp kertas hvs bekas tiap wadah 1-3 diambil
dengan perbandingan 1:1 diaduk dan dicampur dengan rata. Pada wadah 1
diperoleh campuran pulp berwarna kuning kecoklatan (++++), wadah 2
berwarna kuning kecoklatan (+++) sedangkan wadah 3 campuran pulp
berwarna kuning kecoklatan (+++++). Penambahan pulp kertas hvs bekas
diharapkan dapat mencegah kegagalan pada proses pembuatan kertas dari
pelepah pisang ini.
Selanjutnya proses bleaching dengan menambahkan kaporit (NaClO)
cairan tidak berwarna kedalam ketiga wadah dan didiamkan selama 60
menit agar terjadi proses pemutihan kertas. Pemberian kaporit ini
diharapkan dapat lebih merubah warna kertas menjadi lebih putih, karena
pelepah pisang sendiri saat menjadi pulp berwarna kecoklatan. Selain dapat
memutihkan penambahan ini juga dapat berfungsi sebagai pengurang kadar
lignin dalam pulp pelepah pisang. Lignin sendiri harus dihilangkan karena
dapat membuat kertas mengalami degradasi sehingga mudah sobek dan
bahkan tidak terbentuk kertas. Pemberian pemutih ini menurut Fengel dan
Wegener, 1995 untuk memperoleh pulp dengan derajad putih diatas 90%
atau untuk memperoleh kualitas semi pemutihan dengan derajad putih
kisaran antara 60-70%. Sehingga pada penambahan kaporit ini diasumsikan
warna kertas semakin cerah pada masing-masing wadah. Diasumsikan
setelah penambahan kaporit warna semakin cerah dari sebelumnya. Pada
wadah 1 berwarna kuning kecoklatan(+++), pada wadah 2 berwarna kuning
kecoklatan (++), sedangkan pada wadah 3 berwarna kuning kecoklatan
(++++).
Kemudian setelah didiamkan ditambahkan lem PVAc digunakan lem
rajawali. PVAc ini berfungsi sebagai perekat serat selulosa yang didapatkan
sehingga serat kertas tertata. Lem ini disebut lem putih namun saat kering
berwarna transparan sehingga tidak mengakibatkan bercak-bercak noda saat
kering (Apriani, Enda 2016). Setelah itu campuran dalam ketiga wadah
diencerkan menggunakan aquades dengan volume yang sama menghasilkan
pada wadah 1 berwarna kuning kecoklatan(+++), pada wadah 2 berwarna
kuning kecoklatan(++), sedangkan pada wadah 3 berwarna kuning
kecoklatan (++++).
Kemudian dicetak dengan menggunakan cetakan berbentuk persegi
yang terbuat dari dua balok yang mengapit kain saring. Campuran pulp yang
sudah jadi ditaruh sedikit demi sedikit diatas kain dan dipres dengan balok
lain untuk mengurangi kadar air pada kertas. Setelah itu dikeringkan
dibawah sinar matahari. Pada kertas manipulasi 1 berwarna kuning
kecoklatan (+++), pada kertas 2 berwarna kuning kecoklatan (++),
sedangkan pada kertas 3 berwarna kuning kecoklatan (++++). Perbedaan
warna ini dikarenakan semakin banyak yield yang dihasilkan dan lignin
semakin sedikit maka warna kertas semakin cerah atau menuju ke warna
putih dan memiliki kualitas pulp yang baik.
Berikut tabel asumsi data dari berbagai jurnal:
Tabel 4. kadar yield dan lignin
Wadah Konsentrasi
ke- Katalis
1 HCl 0,1%
Yield 82,7%
Lignin 32,48%
2 HCl 0,15%
Yield 85,3 %
Lignin 27,59 %
3 HCl 0,2%
Yield 81,8 %
Lignin 28%
(Sumber: Zul Amrani, Said dkk. 2010)

Berikut reaksi yang terjadi saat pembuatan kertas:


[C10H10O2]n + n CH3COOH + nH2O → nC6H3C4H9O3 + nCH3COOH
Lignin +asam asetat +air → aseto ligninat + asam asetat
Gambar 1. Tampak kertas pelepah pisang kepok
(Sumber: Novianti, Putri dan Setyowati, W.A.E. 2016)
3. Uji Sifat Fisik Kertas
Setelah dihasilkan produk kertas berbahan dasar pelepah pisang
dengan komposisi konsentrasi HCl yang berbeda beda sebagai variabel
manipulasinya, selanjutnya dilakukan pengujian sifat fisika untuk
mengetahui kondisi fisika kertas yang dihasilkan. Berikut merupakan hasil
uji sifat fisika kertas.
Kondisi Fisik Kertas A Kertas B Kertas C
Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
HCl HCl HCl
Warna kuning kuning kuning
kecoklatan kecoklatan (++) kecoklatan
(+++) (++++)
Bau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau
Permukaan Sedikit kasar Sedikit kasar Sedikit kasar
Pada uji sifat kertas, pertama tidak ada bau yang dihasilkan pada
ketiga kertas yang dihasilkan. Kemudian pada warna kertas manipulasi 1
berwarna kuning kecoklatan (+++), pada kertas 2 berwarna kuning
kecoklatan (++), sedangkan pada kertas 3 berwarna kuning kecoklatan
(++++). Perbedaan warna ini dikarenakan semakin banyak yield yang
dihasilkan dan lignin semakin sedikit maka warna kertas semakin cerah atau
menuju ke warna putih dan memiliki kualitas pulp yang baik. Permukaan
kertas yang dihasilkan dari ketiganya bisa dijadikan sebagai media tulis.
Tinta yang dituliskan pada kertas tidak membuat tinta menyebar pada kertas.
4. Uji Grammatur Kertas
Penambahan konsentrasi HCl akan mempengaruhi kandungan lignin,
semakin tinggi konsentrasi HCl yang digunakan maka semakin menurun
kandungan lignin pada pulp yang dihasilkan. Jadi, kandungan lignin yang
diperoleh dengan penggunaan HCl dengan konsentrasi 0,1% > 0,15% >
0,2%. Hal tersebut dikarenakan HCl membantu proses delignifikasi.
Kandungan selulosa juga dipengaruhi oleh konsentrasi HCl pada
konsentrasi yang tertentu. Kandungan selulosa semakin banyak pada
konsentrasi HCl yang tinggi, namun bukan berarti semakin tinggi maka
semakin banyak selulosa yang dihasilkan, tetapi hal tersebut juga
kemungkinan bisa terjadi. Jadi, kemungkinan kandungan selulosa yang
diperoleh dengan penggunaan HCl dengan konsentrasi 0,1% < 0,15% <
0,2%. Namun kemungkinan bisa saja kandungan selulosa terbanyak pada
HCl dengan kadar 0,15% (Amraini, dkk, 2010). Kandungan selulosa pada
kertas industri haruslah minimal 80% (Marzuki, 2005). Gramatur kertas
paling rendah diperoleh pada penambahan HCl 0,2%, karena pada keadaan
tersebut akan diperoleh lignin yang sedikit dan selulosa yang banyak.
Semakin kecil nilai gramatur kertas, maka indes Tarik akan semakin besar
dan kualitas kertas yang dihasilkan akan semakin bagus (Bahri, 2015).
5. Uji pH Kertas
Menurut baku mutu SNI, pH kertas berkisar antara 6-9. pH kertas
dengan pelepah pisang akan cenderung lebih asam seiring dengan
meningkatkanya penggunaan HCl sebagai larutan pemasak, karena reaksi
delignifikasi yang terjadi akan menghasilkan senyawa-senyawa yang asam.
Jadi pH kertas paling asam akan berada pada penggunaan konsentrasi HCl
0,2%. Reaksi delignifikasi dapat dirangkum sebagai berikut (Prasetia, dkk,
2018).
Serat bahan + Larutan pemasak → pulp (selulosa) + Senyawa-
senyawa Alkohol + Senyawa-senyawa asam+ merkaptan dan zat pengotor
lainnya.
6. Uji Kuat Tarik Kertas
Molekul selulosa yang seluruhnya berbentuk linier dan mempunyai
kecenderungan kuat untuk membentuk iatan-ikatan hydrogen, baik dalam
satu rantai polimer selulosa maupun antar rantai polimer yang
berdampingan. Ikatan hidrogen tersebut menyebablan selulosa bisa terdapat
dalam ukuran yang besar, dan memiliki sidat kekuatan tarik yang tinggi.
Keberadaan serat panjang akan meningkatkan kekuatan fisik kertas. Hal ini
disebabkan serat yang panjang mempunyai titik tangkap yang luas kepada
gaya-gaya yang mengenainya, sehingga dapat menahan gaya yang lebih
besar. serat selulosa yang kuat diperoleh dari bahan dasar kayu, karena serat
selulosa pada kayu memiliki dinding tebal. Sedangkan serat selulosa dari
baham dasar non-kayu (pelepah pisang), memiliki dinding yang cenderung
lebih tipis, sehingga dapat menurunkan kekuatan tarik kertas. Kekuatan
tarik kertas tidak hanya dipengaruhi oleh komponen bahan tetapi juga
dipengaruhi oleh penekanan dan ikatan antar serat. Pada proses pembuatan
pulp, pelepah pisang ditambahkan dengan kertas bekas sehingga kuat
(Karyati, 2013). Penambahan lem rajawali juga meningkatkan kekuatan
kertas (Sutyasmi, 2012). Selain itu, penambahan HCl akan menghilangkan
lignin. Kekuatan Tarik kertas akan maksimal pada penambahan HCl 0,1%
karena kondisi lignin berada pada jumlah paling rendah (Amraini, dkk,
2010).
H. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
a. Pelepah pisang kapok dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan kertas
ramah lingkungan dengan menggunakan metode acetosolv.
b. Penggunaan konsentrasi HCl dapat mempengaruhi sifat fisik dari kertas.
Penggunaan HCl dengan konsentrasi tinggi dapat menghasilkan kertas
dengan sifat fisik yang baik.
c. Pemanfaatan pelepah pisang kepok dapat ditinjau dari segi ecopreneur
sebagai bentuk recycle limbah pelepah pisang untuk bahan pembuatan
kertas.

2. Saran
Lebih memperhatikan faktor-faktor lain yang akan mempengaruhi
kualitas kertas.
I. Daftar Pustaka
Alma, Buchari. 2013. Kewirausahaan. Bandung : Alfabeta.
Amraini, Said Zul. 2010 Pembuatan Pulp Sabut Sawit dengan Proses Acetosolv.
Conference Chemical Engineering Science and Application (ChESA),
150-157.
Anonim, Perkembangan Industri Kertas dan Pulp di Dunia dan di Indonesia
(bagian A-B). Departemen Perindustrian, 1982.
Apriani, Enda. 2016. Pengaruh Komposisi Bahan Baku dan Lama Waktu
Pemasakan terhadap Kekuatan Tarik pada Pembuatan Kertas. Mekanika
dan Sistem Termal vol 1(2) hal 38-42.
Arifki, Hisban Hamid dan Barliana, Melisa Intan. 2018. Karakteristik dan
Manfaat Tumbuhan Pisang di Indonesia. Farmaka SuplemenI 16 (3),
196-203.
Bahri, Syamsul.2015. Pembuatan Pulp Dari Batang Pisang. (online). Jurnal
Teknologi Kimia Unimal. Diakses pada tanggal 2 Maret 2020.
Bahri, Syamsul.2015. Pembuatan Serbuk Pulp Dari Daun Jagung. (online).
Jurnal Teknologi Kimia Unimal. Diakses pada tanggal 2 Maret 2020.
BKKSI, 2008. Pemanfaatan Pelepah Pisang Mengolah Limbah Menjadi Bahan Baku
Industri, Inovasi Kabu-paten di Indonesia, Seri Pendoku-mentasian Best
Practice: Kabupaten Sukoharjo.
De Langhe, Edmond.,Vyrdaghs, Luc., de Maret, Pierre., Denham, Tim. 2009 .
Why Bananas Matter: An introduction to the history of banana
domestication. EthnobotanyResearch and Applications.7: 165-177.
Fengel,D dan Wegener,G. 1995. KAYU: Kimia, Ultrastuktur, Reaksi-
reaksi.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Karyati, dkk. 2013. Pengaruh Penambahan Limbah Pelepah Pisang Sebagai
Komponen Daur Ulang Kertas. Sanitasi, Jurnal Kesehatan Lingkungan,
5 (1), 8 – 15.
Novianti, Putri dan Setyowati, W.A.E. 2016. Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang
Kepok Sebagai Bahan Baku Pembuatan Kertas Alami Dengan Metode
Pemisahan Alkilasi dalam jurnal Seminar Nasional Pendidikan Sains,
Universitas Sebelas Maret.
Permadi, A.Guruh. 2011. Menyulap Sampah Jadi Rupiah. Jakarta:MUMTAZ
Media.
Prasetia, I G. N. J. A. 2018. Evaluasi Kandungan Selulosa Mikrokristal dari
Jerami Padi (Oryza sativa L.) Varietas IR64. Jurnal Kimia, 12(2), 97-
101.
Situs Sentra Informasi IPTEK www.iptek.net.id/ind/pd tanobat/
view.php?mnu=2&id=147 diakses pada tanggal 1 Maret 2020
Sukoco, Iwan dan Muhyi, Abdul. 2015. Ecopreneurship dalam Menumbuhkan
Usaha Berwawasan Lingkungan pada Sentra Industri Penyamakan Kulit
Sukaregang Kabupaten Garut. Sosiohumaniora, 17(2), 156-165.
Sutyasmi, Sri. Daur Ulang Limbah Shaving Industri Penyamakan Kulit untuk
Kertas Seni. Majalh Kulit, Karet, Plastik, 28 (2), 113-121.
Yosephine, Allita. 2012. Pemanfaatan ampas tebu dan kulit pisang dalam
pembuatan kertas serat campuran.
J. Lampiran Artikel dan Jurnal
See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/233401416

Pembuatan Pulp Sabut Sawit dengan Proses Acetosolv

Conference Paper · December 2010


DOI: 10.13140/RG.2.1.4586.9609

CITATIONS READS
0 2,814

5 authors, including:

Said Zul Amraini Zulfansyah Muchtar


Universitas Riau Universitas Riau
13 PUBLICATIONS   8 CITATIONS    56 PUBLICATIONS   20 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Hari Rionaldo
Universitas Riau
26 PUBLICATIONS   12 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

DIPA UNRI View project

Production and Characterization of Cellulase from E. Coli EgRK2 Recombinant View project

All content following this page was uploaded by Zulfansyah Muchtar on 30 May 2014.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


National Conference on
Chemical Engineering Science and Applications (ChESA) 2010
 

Pembuatan Pulp Sabut Sawit dengan Proses Acetosolv

Said Zul Amraini1, Zulfansyah1*, Hari Rionaldo1, Akmal Mukhtar2,


Vera Desma Waty2
1
Jurusan Teknik Kimia Universitas Riau
2
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Riau
Kampus Binawidya Jl. HR Subrantas Km. 12,5 Pekanbaru 28293
*Email: zulfansyah@unri.ac.id

Abstrak
Sabut sawit yang merupakan produk samping pabrik CPO yang belum
dimanfaatkan dengan baik. Selama ini sabut sawit digunakan sebagai bahan bakar
boiler yang menghasilkan emisi gas dan dapat menyebabkan pemanasan global.
Percobaan pembuatan pulp sabut sawit dimaksudkan untuk mengkaji
kemungkinan pemanfaatan sabut sawit sebagai bahan baku produk pulp.
Percobaaan pembuatan pulp sabut sawit dilakukan secara batch pada skala
laboratorium. Variabel percobaan yang dipelajari, yaitu konsentrasi asam klorida
0,10; 0,15; 0,2%-berat, waktu reaksi 15, 30, 60, 90, 120, 150 menit dan nisbah
cairan-padatan 10/1; 12/1; 14/1, pada konsentrasi asam asetat 85%. Hasil
percobaan menunjukkan bahwa sabut sawit dapat dijadikan pulp dengan proses
acetosolv dan menghasilkan yield 75,1-85,3% dan kadar lignin pulp 26-43%,
yang bervariasi menurut kondisi proses. Seluruh variabel proses berpengaruhnya
terhadap yield dan kadar lignin, dan kualitas pulp yang dihasilkan masih rendah.
Keywords: sabut sawit, acetosolv, lignoselulosa, pulping, pulp organosolv

1. Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki perkebunan sawit
terluas, dan telah menjadi penghasil CPO terbanyak di dunia pada tahun 2009.
Pertumbuhan industri minyak sawit akan diperkirakan terus meningkat setiap
tahunnya, walaupun dengan laju yang tidak begitu besar [Sastrosayono 2003].
Seiring dengan meningkatnya industri minyak sawit tersebut, maka limbah padat
yang dikeluarkan juga semakin bertambah. Limbah padat ini berupa 1,233 ton
sabut, 1,167 ton tandan kosong, dan cangkang mencapai 0,433 ton per ton
produksi CPO [Budiono 2006]. Selama ini, limbah padat tersebut umumnya
ditanggulangi dengan memanfaatkannya, seperti sabut dan cangkang yang
digunakan sebagai bahan bakar boiler. Sedangkan tandan kosong dimanfaatkan
sebagai sumber kalium untuk unsur hara perkebunan, yang diperoleh dengan cara
membakarnya pada incinerator. Limbah padat pabrik CPO yang semakin
bertambah ini memerlukan penanggulangan yang tepat, agar tidak menimbulkan
pencemaran lingkungan [Bahri 1996].
Sabut sawit merupakan biomassa lignoselulosa berupa serat dengan
komponen utama selulosa, hemiselulosa dan lignin. Salah satu cara pengolahan
biomassa adalah metode fraksionasi biomassa. Prinsipnya biomassa dipilah
menjadi komponen utama penyusunnya ( selulosa, hemiselulosa, dan lignin),
dengan tanpa banyak merusak dan mengkoversinya menjadi produk yang bernilai
tambah tinggi [Myerly et al. 1981]. Fraksionasi biomassa dilakukan berdasarkan

Banda Aceh, 22 Desember 2010 150


 
National Conference on
Chemical Engineering Science and Applications (ChESA) 2010
 

perbedaan sifat fisiko-kimia dari komponen pembentuk biomassa dalam media


pelarut organik. Proses pembuatan pulp dengan pelarut organik (organosolv
pulping) merupakan salah satu proses alternatif dalam pembuatan pulp yang
dikembangkan dari konsep fraksionasi biomassa. Proses pembuatan pulp
organosolv memiliki beberapa keunggulan dibanding proses pembuatan pulp
konvensional (kraft, soda, dan sulfit), yakni relatif ramah lingkungan, murah, serta
cocok untuk proses skala kecil dan menengah.
Salah satu pelarut organik yang banyak diminati dan dikembangkan
pemakaiannya adalah asam asetat, dan sering disebut dengan proses acetosolv.
Kelebihan utama asam asetat sebagai pelarut organik dalam proses organosolv
adalah proses pemasakan dapat dilangsungkan pada suhu dan tekanan rendah
maupun tinggi, harganya murah, serta dapat diselenggarakan dengan ataupun
tanpa bantuan katalis [Sarkanen 1990, Shukry et al. 1991, Parajo et al. 1993].
Media asam asetat dengan ataupun tanpa katalis dapat memisahkan dengan
selektif selulosa, hemiselulosa dan lignin dari berbagai biomasaa, baik kayu
maupun non-kayu [Shukry et al. 1991, Vazquez et al. 1995, Zulfansyah et al.
2002, Sahin dan Young 2008]. Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas pulp
pada proses acetosolv adalah konsentrasi asam asetat, jenis dan konsentrasi
katalis, suhu, nisbah cairan terhadap padatan dan waktu pemasakan.
Penelitian ini bertujuan mempelajari proses pembuatan pulp dari sabut
sawit. Pengaruh kondisi operasi terhadap kualitas pulp, baik yield maupun kadar
lignin pulp dilihat dengan variasi variabel percobaan. Upaya ini dilakukan untuk
mengembangkan proses pembuatan pulp dari limbah padat pabrik CPO dengan
proses organosolv berbasis asam asetat. Sehingga diharapkan cara penanggulan
limbah padat pabrik CPO yang lebih ramah lingkungan dan efisien dapat tercapai.

2. Metode
Percobaan pembuatan pulp sabut sawit dengan process acetosolv
dilakukan menurut metode yang dikembangkan oleh Parajo et al. [1993]. Tahap-
tahap percobaan meliputi pemasakan, penyaringan, pencucian, dan pengeringan
padatan seperti yang terlihat pada Gambar 1. Bahan baku yang digunakan adalah
limbah sabut sawit pabrik CPO dari salah satu pabrik disekitar kota Pekanbaru.
Sebelum digunakan, sabut sawit dibersihkan dan dikeringkan di bawah sinar
matahari. Sedangkan bahan kimia yang digunakan meliputi, asam asetat (58) pa.
17 M, asam klorida (314) pa. 12 M, asam sulfat (713) pa. 18 M, dari manufaktur
Jerman.
Percobaan pembuatan pulp sabut sawit dengan proses acetosolv dilakukan
di dalam reaktor batch bervolume 1 liter yang dilengkapi dengan kondensor,
termometer dan pemanas listrik. Perhitungan waktu reaksi dimulai pada saat
cairan mulai mendidih. Variabel proses yang dipelajari meliputi konsentrasi
katalis HCl 0,10, 0,15 dan 0,20%-berat, waktu reaksi 15, 30, 60, 90, 120 dan 150
menit, dan nisbah cairan-padatan 10/1, 12/1 dan 14/1 berat/berat. Sedangkan
konsentrasi asam asetat dibuat tetap 85%. Run percobaan dilakukan berdasarkan
metode percobaan one factor at time (OFAT), dengan variasi variabel proses
untuk melihat pengaruhnya terhadap kualitas pulp, yang meliputi yield dan kadar

Banda Aceh, 22 Desember 2010 151


 
National Conference on
Chemical Engineering Science and Applications (ChESA) 2010
 

Gambar 1. Skema percobaan pembuatan pulp sabut sawit dengan proses


lignin. Analisa yield dan kadar air dilakukan lsecara gravimetri, sedangkan kadar
lignin pulp dilakukan berdasarkan metode SII 0528-81.

3. Hasil dan Pembahasan


Hasil percobaan pembuatan pulp sabut sawit pada berbagai kondisi operasi
memberikan yield dan kadar lignin pulp seperti yang ditampilkan dalam Tabel 1.
Yield yang dihasilkan berkisar antara 75,1-85,3% dengan kadar lignin pulp 26-
43,66%, bervariasi berdasarkan kondisi proses yang digunakan. Yield terendah
diperoleh pada kondisi proses konsentrasi katalis HCl 0,15%, waktu reaksi 15
menit dan nisbah cairan-padatan 12/1. Sedangkan yield tertinggi diperoleh dengan
kondisi proses konsentrasi HCl 0,15%, waktu reaksi 60 menit dan nisbah cairan-
padatan 12/1. Secara umum, yield dan kadar lignin pulp yang dihasilkan dari
penelitian masih terlalu tinggi jika dibanding dengan yield dan kadar lignin pulp
dari proses kimia secara umum, yakni yield 40-55% dan kadar lignin 1-4%.
Sebagai perbandingan komposisi bahan baku sawit adalah selulosa 28,28, lignin
27,86 dan hemiselulosa 34,78% [Pari dan Sailah, 2001].

3.1. Pengaruh Konsentrasi Katalis


Asam klorida (HCl) berfungsi sebagai katalis yang mempercepat reaksi
delignifikasi. Peningkatan konsentrasi katalis dalam media asam asetat
menyebabkan penambahan jumlah ion H+ yang dapat bereaksi dengan lignin. Ion
H+ menghidrolisis lignin dengan cepat pada awal reaksi dan terus melambat untuk
waktu reaksi yang lebih lama, sehingga menyebabkan putusnya ikatan antar
monomer-monomer. Jumlah lignin yang dapat disisihkan meningkat, namun
untuk jumlah yang lebih besar memicu kondensasi lignin terlarut [Sarkanen,
1990]. Pengaruh konsentrasi katalis terhadap yield dan kadar lignin pulp
diperlihatkan pada Gambar 2.
Peningkatan konsentrasi katalis HCl dari 0,1 menjadi 0,15% menyebabkan
peningkatan yield, namun peningkatan konsentrasi HCl menjadi 0,2%
menyebabkan penurunan yield. Sebaliknya, kadar lignin pulp berkurang dengan

Banda Aceh, 22 Desember 2010 152


 
National Conference on
Chemical Engineering Science and Applications (ChESA) 2010
 

meningkatnya konsentrasi HCl dari 0,1 menjadi 0,15%, dan akan bertambah
kembali pada kenaikan konsentrasi HCl menjadi 0,2%. Berdasarkan hasil ini
maka konsentrasi katalis HCl yang dapat menghasilkan kadar lignin pulp terendah
adalah 0,15%, dengan yield 84,2% dan kadar lignin pulp 26,36%.

Tabel 1. Variasi kondisi proses dan kualitas pulp hasil percobaan


Kondisi Operasi
Kadar
HCl Waktu Nisba Yield
No. Lignin
(%-berat) (menit h C/P (%)
(%)
)
1 0,10 60 12/1 82,7 32,48
2 0,10 60 12/1 82,5 26
3 0,15 60 12/1 85,3 27,59
4 0,15 60 12/1 83,2 26
5 0,20 60 12/1 85 28
6 0,20 60 12/1 81,8 26
7 0,15 150 12/1 78,4 39,19
8 0,15 150 12/1 79 41,1
9 0,15 120 12/1 78,5 37,33
10 0,15 120 12/1 81,4 43,06
11 0,15 90 12/1 77,6 37,33
12 0,15 90 12/1 81,8 32,47
13 0,15 30 12/1 81,3 37,33
14 0,15 30 12/1 82,8 39,73
15 0,15 15 12/1 75,1 34,21
16 0,15 15 12/1 83,3 43,66
17 0,15 60 10/1 82,6 30,24
18 0,15 60 10/1 85,2 29,25
19 0,15 60 14/1 79,4 32,48
20 0,15 60 14/1 85,1 28,26

Banda Aceh, 22 Desember 2010 153


 
National Conference on
Chemical Engineering Science and Applications (ChESA) 2010
 

Gambar 2. Pengaruh konsentrasi katalis HCl terhadap yield dan kadar lignin pulp
pada waktu pemasakan tetap (60 menit) dan nisbah cairan-padatan C/P 12.

3.1. Pengaruh nisbah cairan-padatan


Nisabah cairan-padatan (C/P) memberikan pengaruh terhadap yield dan
kadar lignin pulp, seperti yang diperlihatkan Gambar 3. Peningkatan nisbah
cairan-padatan dari 10/1 menjadi 12/1 cenderung meningkatkan yield, dan yield
turun kembali pada peningkatan nisbah cairan-padatan menjadi 14/1. Sebaliknya,
kadar lignin pulp akan menurun dengan naiknya nisbah dari 10/1 ke 12/1, dan
akan meningkat dengan bertambahnya nisbah cairan-padatan menjadi 14/1.

Gambar 3. Pengaruh niscah cairan-padatan terhadap yield dan kadar lignin pulp
pada konsentrasi katalis HCl tetap (0,15%-berat) dan waktu pemasakan tetap (60
menit).

Banda Aceh, 22 Desember 2010 154


 
National Conference on
Chemical Engineering Science and Applications (ChESA) 2010
 

Bertambahnya nisbah cairan-padatan akan menambah jumlah air dalam


larutan pemasak, dan dapat mendorong terjadinya reaksi hidrolisis polisakarida.
Kelebihan jumlah air dalam larutan pemasak juga mengakibatkan lignin sulit
dilarutkan media pemasak, sebagaimana sifat lignin yang akan mengendap dalam
air pada jumlah yang mencukupi [Sarkanen, 1990]. Tingginya kadar lignin pulp
pada nisbah cairan-padatan 10/1 mengindikasikan reaksi delignifikasi tidak
berlangsung sebagaimana mestinya, pengurangan yield hanya diakibatkan
hidrolisis hemiselulosa. Dengan bertambah nisbah cairan-padatan menjadi 12/1,
reaksi delignifikasi sudah terjadi lebih baik. Selain kadar lignin pulp yang lebih
rendah, yield yang dihasilkan juga relatif berimbang dengan yield pada nisbah
cairan-padatan 10/1.
Namun demikian, kecenderungan berlangsungnya reaksi delignifikasi
yang semakin baik tersebut tidak terjadi lagi pada peningkatan nisbah cairan-
padatan menjadi 14/1. Kadar lignin pulp kembali meningkat, dan persentasenya
lebih besar dibanding kadar lignin pada nisbah cairan-padatan 10/1. Sebaliknya,
yield pulp semakin berkurang dan lebih kecil dibanding yield pada nisbah cairan-
padatan 10/1. Sehingga tingginya kadar lignin pulp pada nisbah cairan-padatan
14/1 mengindikasikan terjadinya reaksi polimerisasi kembali lignin yang telah
larut. Sedangkan rendahnya yield yang diperoleh menunjukkan bahwa hidrolisis
polisakarida dalam sabut sawit berlangsung lebih sempurna. Berdasarkan hasil
tersebut nisbah cairan-padatan yang dapat memberikan hasil baik adalah pada
nisbah cairan-padatan 12/1, dengan yield 84,2 dan kadar lignin 26,7%.

3.2. Pengaruh waktu reaksi


Pengaruh waktu reaksi terhadap yield dan kadar lignin pulp diperlihatkan
pada Gambar 4. Peningkatan waktu reaksi dari 15 menjadi 60 menit cenderung
menurunkan yield dan kadar lignin pulp. Sedangkan peningkatan waktu reaksi
dari 60 menjadi 150 menit cenderung meningkatkan yield dan kadar lignin pulp.
Yield terendah dihasilkan pada waktu reaksi 150 menit, dan kadar lignin pulp
terkecil pada kondisi waktu pemasakan 60 menit. Kadar lignin tertinggi diperoleh
pada kondisi pemasakan diatas 120 menit, yang persentasenya melebihi kadar
lignin pada kondisi waktu reaksi 30 menit.

Banda Aceh, 22 Desember 2010 155


 
National Conference on
Chemical Engineering Science and Applications (ChESA) 2010
 

Gambar 4. Pengaruh waktu pemasakan terhadap yield dan kadar lignin pulp pada
konsentrasi katalis HCl tetap (0,15%) dan nisbah cairan-padatan 12/1

Bertambahnya waktu reaksi dalam pembuatan pulp akan lebih


menyempurnakan reaksi yang terjadi, baik delignifikasi maupun hidrolisis
polisakarida. Namun demikian, waktu reaksi yang lebih lama dapat menyebabkan
reaksi delignifikasi terhambat, lignin yang telah larut dalam media pemasak bisa
terpolimerisasi kembali. Selain itu, reaksi hidrolisis polisakarida yang terjadi tidak
hanya pada hemiselulosa, tetapi juga terjadi pada selulosa [Sarkanen 1990, Parajo
et al. 1995, Vazquez et al. 1995]. Penurunan kadar lignin dengan peningkatan
waktu reaksi dari 15 menjadi 60 menit, menunjukkan bahwa reaksi delignifikasi
berlangsung baik. Fakta ini didukung dengan turunnya yield pada rentang waktu
yang sama. Penurunan yield pulp disebabkan berkurangnya kadar lignin dalam
pulp.
Peningkatan waktu reaksi dari 60 menjadi 120 menit tidak memberikan
pengaruh positif terhadap kadar lignin pulp. Raksi delignifikasi yang terjadi
terhambat reaksi repolimerisasi lignin yang telah larut. Kadar lignin pulp
cenderung meningkat sampai waktu reaksi mencapai 120 menit, sedangkan yield
pulp cenderung tetap pada kondisi yang sama. Hasil ini menguatkan kembali
dugaan bahwa naiknya kadar lignin pulp pada waktu reaksi yang lebih lama
disebabkan oleh reaksi polimerisasi kembali lignin. Pembuatan pulp sabut sawit
dalam media asam asetat akan memberikan hasil yang relatif baik, kadar lignin
rendah dan yield memadai, pada waktu pemasakan 60 sampai 90 menit.

4. Kesimpulan
Pembuatan pulp pelepah sawit dengan proses acetosolv dapat dilakukan
dan menghasilkan pulp dengan kualitas yang belum memadai. Yield dan kadar
lignin pulp dipengaruhi oleh faktor konsentrasi katalis HCl dan nisbah cairan-
padatan. Pada kondisi konsentrasi HCl 0,15%, nisbah cairan-padatan 1/12 dan

Banda Aceh, 22 Desember 2010 156


 
National Conference on
Chemical Engineering Science and Applications (ChESA) 2010
 

waktu pemasakan berkiran antara 60-90 menit, dalam media pemasakan asam
asetat 85% akan memberikan pulp dengan kualitas yang relatif baik.

Daftar Pustaka
Bahri, S. (1996) Budi Daya Kelapa Sawit. Yogyakarta: Andi Offset.
Budiono, C. (2006) Tantangan dan Peluang Usaha Pengembangan Sistem Energi
Terbarukan di Indonesia. Jakarta: Intisari, 2006.
Myerli, R.C, M.D Nicholson, R Katzen, J.M Taylor, (1981) “The forest refinery”,
Chemtech 76: 186-192.
Parajo, J. C., J. L. Alonzo, D. Vazquez. (1993) “On The Behavior of Lignin and
Hemicellulose During Acetosolv Processing.” Bioresource Technology 46:
233-240.
Parajo, J. C., J. L. Alonzo, V. Santos. (1995) “Kinetic of Catalyzed Organosolv
Processing of Pine Wood.” Ind. Eng. Res 34: 4333 – 4342.
Pari, G dan I. Sailah, (2001) “Pembuatan arang aktif dari sabut sawit dengan
bahan pengaktif NH4HCO3 dan (NH4)2CO3 dosis rendah”, Buletin Penelitian
Hasil Hutan 19, 4: 231-244.
Sahin, H.T and R.A Young, (2008) “Auto-catalyzed acetic acid pulping of jute”,
Industrial Crops and Products 28, 1: 24-28
Sarkanen, K. S. (1990) “Chemistry of Solvent Pulping.” Tappi Journal, 215 –
219.
Sastrosayono, S. (2003) Budi Daya Kelapa Sawit. Jakarta: Agromedia Pustaka,
2003.
Shukry, N., S. A. El-Meadawy, M. A. Nassar. (1992) “Pulping with Organic
Acid: 3-Acetic Acid Pulping of Bagasse.” J. Chem. Tech. Biotech 54: 125 –
143
Vazquez, G., G. Antorrena, J. Gonzales. (1995) “Acetosolv Pulping of Eucalyptus
globulus Wood by Acetic Acid.” Holzforschung 49: 69 – 75.
Zulfansyah, S. Z. Amraini, Fauzi. (2002) “Fraksionasi Limbah Kayu dalam Media
Asam Asetat.” Jurnal Natur Indonesia 4, no.2: 145 – 155.

Banda Aceh, 22 Desember 2010 157


 

View publication stats


SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN SAINS
“Peningkatan Kualitas Pembelajaran Sains dan Kompetensi Guru
melalui Penelitian & Pengembangan dalam Menghadapi Tantangan Abad-21”
Surakarta, 22 Oktober 2016

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT PISANG KEPOK SEBAGAI BAHAN


BAKU PEMBUATAN KERTAS ALAMI DENGAN METODE
PEMISAHAN ALKALISASI

Putri Novianti1, Widiastuti Agustina Eko Setyowati2


1,2
Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret

Email Korespondensi: widi_greco@yahoo.com

Abstrak
Penelitian untuk mengetahui kondisi pemasakan optimum dalam pembuatan kertas dari limbah kulit pisang
kepok (Musa acuminata balbisiana Colla) telah dilakukan. Pembuatan kertas dilakukan menggunakan
metode alkalisasi, dimana pemasakan dilakukan pada temperatur 1000C selama 1,5 jam dengan variasi
konsentrasi NaOH sebesar 2%, 3%, dan 4%. Proses bleaching dilakukan dengan larutan hidrogen peroksida.
Kertas yang dihasilkan diuji kadar airnya dengan metode kering–oven berdasarkan SNI ISO 287:2010 dan
uji pH dilakukan sesuai dengan SNI ISO 6588-1:2010. Kemudian hasil pengujian masing-masing kertas
tersebut dibandingkan dengan nilai kadar air dan pH kertas buram komersial. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kertas berbahan dasar limbah kulit pisang kepok yang dibuat dengan konsentrasi NaOH 2%, 3%, dan
4% memiliki kadar air berturut-turut sebesar 0,4%; 0,93%; dan 4,21%, sedangkan hasil pengukuran pH
berturut-turut sebesar 8,19; 6,74; dan 7,3. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kertas berbahan dasar
kulit pisang kepok yang mendekati karakteristik kertas buram (kadar air 4,5% ; pH 7,51) adalah kertas yang
dimasak dengan NaOH 4% selama 1,5 jam.

Kata Kunci: kulit pisang kepok, alkalisasi, kertas alami, pH, kadar air

Pendahuluan menyediakan bahan baku industri berbasis


kayu termasuk industri kertas belum dapat
Kertas merupakan salah satu kebutuhan mengatasi kelangkaan bahan baku sehingga
pokok bagi kehidupan manusia. Pembuatan perusahaan industri kertas skala besar
kertas yang kita ketahui selama ini berupaya memperoleh bahan baku dari pasar
menggunakan kayu sebagai sumber selulosa. gelap (illegal logging) yang berasal dari
Setiap ton bubur kertas memerlukan hutan alam sehingga sangat berpotensi
sedikitnya 4,5 meter kayu gelondongan. merusak hutan (Manurung dan Sukaria,
Untuk dapat memenuhi kebutuhan bahan 2000).
baku kertas tersebut pertahun sekitar Pisang kepok (Musa acuminata
3.000.000 hektare hutan alam ditebang. balbisiana Colla) merupakan salah satu jenis
Indonesia dikatakan memiliki 10% hutan buah-buahan tropis yang tumbuh subur dan
tropis dunia yang masih tersisa, tetapi mempunyai wilayah penyebaran merata di
ternyata luas hutan alam asli Indonesia seluruh wilayah Indonesia. Pisang termasuk
menyusut dengan kecepatan yang sangat komoditas unggulan yang mudah diusahakan,
mengkhawatirkan. Indonesia telah berumur singkat, dan dapat dipanen
kehilangan hutan aslinya sekitar 72% sepanjang tahun. Karena tanaman pisang
(Ranganathan dkk, 2000) dan efeknya baru merupakan tanaman yang dapat dipanen
dirasakan saat ini seperti pemanasan global sepanjang tahun, maka limbah yang
dan penyusutan hutan sebagai akibat dari dihasilkan pun melimpah sehingga dapat
penebangan pohon yang tidak bertanggung dijadikan sebagai alternatif bahan baku kertas
jawab. pengganti kayu. Dengan begitu,
Tingginya kebutuhan kertas harus ketergantungan masyarakat akan penggunaan
diimbangi dengan ketersediaan bahan baku. kertas dari kayu akan berkurang sehingga
Rencana pemerintah untuk mengembangkan kerusakan lingkungan pun secara berangsur
hutan tanaman industri (HTI) untuk dapat ditanggulangi.

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains (SNPS) 2016 | 459


Pada umumnya, bagian daging buah yang baik. Kualitas pulp yang baik akan
pisang yang banyak dimanfaatkan, menghasilkan kertas dengan kualitas yang
sedangkan kulitnya belum dimanfaatkan baik pula dengan tidak melupakan aspek
secara nyata. Menurut data Balai Besar lingkungan.
Litbang Industri Selulosa, kulit pisang Pada penelitian ini, konsentrasi NaOH
memiliki kandungan selulosa yang tinggi dibuat bervariasi yaitu 2%, 3%, dan 4%
sehingga berpotensi digunakan sebagai bahan untuk mengetahui karakteristik masing-
baku utama dalam pembuatan kertas. Limbah masing kertas yang dihasilkan dengan waktu
kulit pisang mengandung serat yang sangat pemasakan 1,5 jam. Untuk volume larutan
halus dibandingkan serat dari kayu dengan pemasak (NaOH) yang ditambahkan dalam
kandungan selulosa yang tinggi (60-65%), proses delignifikasi adalah 6:1 terhadap
hemiselulosa 6-8%, dan lignin 5-10% massa kulit pisang kepok. Pemilihan variasi
(Tjahyono, 1998). Sementara itu kayu lunak konsentrasi, waktu pemasakan, dan
yang sering digunakan sebagai bahan baku perbandingan larutan pemasak dengan massa
kertas konvensional hanya mengandung kulit pisang yang digunakan didasarkan pada
selulosa 41%, hemiselulosa 24%, dan lignin penelitian Sinuhaji dkk (2014) tentang
27,8%. Melihat perbandingan persentase Pembuatan Pulp dan Kertas dari Kulit
komposisi serat tersebut, kandungan selulosa Durian. Sedangkan suhu pemasakan
kulit pisang jauh lebih tinggi daripada dilakukan pada suhu 100oC karena menurut
kandungan selulosa kayu lunak sehingga Paskawati dkk (2010) suhu pemasakan diatas
sangat memungkinkan untuk dijadikan 102oC dapat menyebabkan terjadinya
sebagai bahan baku dalam pembuatan kertas degradasi selulosa.
karena kayu lunak pun yang selama ini
menjadi bahan baku dalam pembuatan kertas Rumusan Masalah
konvensional hanya mengandung 41% Bagaimana kondisi pemasakan optimum
selulosa. Sementara itu, kandungan lignin dalam pembuatan kertas dari limbah kulit
pada kulit pisang hanya 5-10% sehingga pisang kepok?
dalam proses pemisahan selulosa dari lignin
tidak sulit dibandingkan dengan sumber serat Tujuan Penelitian
lain. Jadi, dimungkinkan bahwa kulit pisang Mengetahui kondisi pemasakan optimum
dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam dalam pembuatan kertas dari limbah kulit
pembuatan kertas. pisang kepok.
Kandungan selulosa yang tinggi pada
kulit pisang dapat digunakan sebagai bahan
baku utama dalam pembuatan kertas. Akan Metode Penelitian
tetapi, kulit pisang tidak hanya terdiri dari
Penelitian dilakukan dengan metode
selulosa saja melainkan ada juga senyawa-
deskriptif dan eksperimen di laboratorium,
senyawa lain yang terkandung di dalamnya
dengan tahapan sebagai berikut:
sehingga kulit pisang tidak dapat diolah
1. Pembuatan kertas berbahan dasar kulit
langsung menjadi bahan baku kertas. Untuk
pisang kepok.
dapat menghasilkan bubur kertas, kandungan
2. Uji SNI terhadap kertas berbahan dasar
lignin yang terkandung dalam kulit pisang
kulit pisang meliputi uji kadar air dan uji
perlu dihidrolisis dan dipisahkan dari
derajat keasaman (pH).
selulosa melalui proses delignifikasi, salah
satunya dapat dilakukan dengan metode basa
Teknik Pengumpulan Data
(alkalisasi).
Adapun teknik pengumpulan data
Sodium hidroksida atau lebih dikenal
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
dengan NaOH merupakan senyawa alkali
1. Pembuatan kertas alami dari limbah kulit
kuat. Senyawa ini dapat membebaskan
pisang kepok dengan metode pemisahan
selulosa dan hemiselulosa dari ikatan lignin.
alkalisasi menggunakan larutan NaOH
Dalam konsentrasi yang sesuai, NaOH dapat
2%, 3%, dan 4% pada suhu pemasakan
bekerja aktif menghidrolisa lignin sehingga
100oC.
akan dihasilkan kualitas bubur kertas (pulp)
460 | Peningkatan Kualitas Pembelajaran Sains dan Kompetensi Guru Melalui Penelitian & Pengembangan
dalam Menghadapi Tantangan Abad-21
2. Proses bleaching dengan larutan hidrogen Hasil Penelitian dan Pembahasan
peroksida.
3. Uji kadar air terhadap kertas berbahan Hasil Penelitian
dasar kulit pisang kepok dilakukan dengan Pada penelitian ini, sampel yang
metode kering–oven berdasarkan SNI ISO digunakan berupa kulit pisang kepok. Tujuan
287:2010. dari penelitian ini adalah mengetahui kondisi
4. Uji pH terhadap kertas berbahan dasar pemasakan optimum dalam pembuatan kertas
kulit pisang kepok dilakukan sesuai dari limbah kulit pisang kepok.
dengan SNI ISO 6588-1:2010 tentang
Cara uji pH dalam ekstrak air – Bagian 1: Kertas dari Limbah Kulit Pisang Kepok
Ekstrak dingin. a. Pengamatan Secara Visual
5. Membandingkan karakteristik kertas Hasil pengamatan secara visual
meliputi kadar air dan pH antara kertas didapatkan kertas yang tipis dan berwarna
kulit pisang kepok dengan kertas buram. putih kekuningan, kuning, sampai kuning
kecoklatan.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu blender, oven, kertas saring, loyang,
rotary evaporator, tabung reaksi, tempat
tabung reaksi, kompor listrik, panci, pipet
tetes, neraca, tempat contoh uji, cawan A B C
bertutup, tanur, neraca analitik, desikator,
penjepit cawan, peralatan gelas, dan pH Gambar 2. Foto Kertas Kulit Pisang Kepok
meter. (konsentrasi NaOH dan lama pemasakan (A) 2%
selama 1,5 jam, (B) 3% selama 1,5 jam, (C) 4% selama
1,5 jam)
Bahan Penelitian b. Hasil Uji SNI terhadap Kertas dari
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini Limbah Kulit Pisang meliputi Kadar Air
adalah kulit pisang kepok, larutan NaOH, dan pH
larutan H2O2, dietil eter, etil asetat, HCl, Kertas alami berbahan dasar kulit
asam sulfat 2N, metanol, pereaksi Wagner, pisang kepok dengan berbagai konsentrasi
pereaksi Dragendorf, pereaksi Mayer, diuji kadar air dan pH nya. Hasil dari uji
anhidrida asetat, serbuk magnesium, alkohol, kadar air dan pH berbagai variasi kertas
HCl 2N, pereaksi FeCl3, serbuk Magnesium, disajikan dalam tabel.
HCl pekat, larutan kalium klorida sekitar 1 Tabel 1: Hasil Uji Kadar Air terhadap Berbagai Variasi
M, dan aquades. Kertas Kulit Pisang Kepok
Lama Kadar
Konsentrasi
Pembuatan bingkai No. Pemasakan Air (%)
NaOH (%)
(jam)
cetakan
1 2% 0,4
1,5
Proses pembuatan pulp 2 3% 1,5 0,93
1,5
3 4% 4,21

Proses pencetakan kertas Tabel 2: Hasil Uji pH terhadap Berbagai Variasi Kertas
dari pulp Kulit Pisang Kepok
Variasi Lama
Uji kadar air Uji pH No. Konsentrasi Pemasakan pH
NaOH (jam)
1 2% 1,5 8,19
Gambar 1. Diagram Alir Tahapan Percobaan
2 3% 1,5 6,74
3 4% 1,5 7,3

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains (SNPS) 2016 | 461


Perbandingan Kertas dari Kulit Pisang Setelah proses penggilingan, proses
yang Dihasilkan dengan Kertas Buram selanjutnya yaitu proses pemasakan pada
sebagai Kertas Pembanding suhu 100oC. Proses pemasakan merupakan
tahapan yang sangat penting dalam proses
Tabel 3. Hasil Uji Kadar Air dan pH terhadap Kertas pembuatan pulp karena dalam tahap ini
Buram berlangsung proses delignifikasi yaitu proses
No. Karakteristik Nilai
1 Kadar Air 4%
pemisahan selulosa dari lignin. Hemiselulosa
2 pH 7,51 terurai pada suhu 200-2600C, selulosa pada
suhu 240-350oC, dan lignin terurai pada
Pembahasan rentang temperature yang lebih luas yaitu
Kertas dari Limbah Kulit Pisang Kepok 280-500oC (Sjostrum, 1995). Suhu
Dalam penelitian pembuatan kertas pemasakan dijaga tidak melebihi 100oC agar
dari kulit pisang kepok dilakukan melalui dua tidak merusak selulosa sebagai bahan yang
tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap dibutuhkan dalam pembuatan pulp.
pelaksanaan. Tahap persiapan terdiri dari Selulosa merupakan bahan yang
persiapan bingkai cetakan, pemilihan kulit dibutuhkan dalam proses pembuatan pulp
pisang kepok, dan pembuatan larutan NaOH tetapi senyawa tersebut harus terpisah dengan
untuk proses pemasakan dan H2O2 untuk komponen lainnya seperti lignin. Keberadaan
proses pemutihan. Sementara itu, untuk tahap lignin dalam proses pulping dapat
pembuatan terdiri dari proses pemasakan mengurangi kualitas kertas yang dihasilkan
pulp dengan NaOH, proses pemutihan serta mengubah warna kertas. Lignin yang
(bleaching), dan proses pencetakan menjadi terdapat dalam sumber serat akan mengalami
kertas. pelunakan menjadi fragmen-fragmen kuat
a. Proses Pembuatan Pulp oleh ion hidroksil (OH) larutan pemasak
Kulit pisang yang telah dipotong- (Haroen, 2006). Larutan yang dapat
potong dan dibersihkan dengan air kemudian digunakan adalah NaOH. NaOH merupakan
dihaluskan dengan proses penggilingan senyawa alkali kuat yang dapat berfungsi
menggunakan blender. Proses penggilingan sebagai pemutus ikatan antar serat sehingga
merupakan suatu proses yang sangat penting dapat mempercepat terbentuknya pulp. Pada
dalam pembuatan kertas karena kertas yang penelitian ini, larutan NaOH yang digunakan
dibuat dari pulp yang tidak digiling sebagai larutan pemasak dibuat tiga variasi
kekuatannya rendah, berbulu, dan terlalu yaitu 2%, 3%, dan 4%.
berpori. Tetapi dengan pulp yang sudah Reaksi pemisahan selulosa dari zat lain
digiling akan diperoleh kertas dengan sebenarnya sangat rumit tetapi secara
kekuatan yang tinggi, padat, formasi jalinan sederhana dapat ditulis:
seratnya lebih baik dan sifat-sifat lainnya Serat Bahan + Larutan pemasak pulp
sesuai dengan spesifikasi kertas yang (selulosa) + Senyawa-senyawa alkohol +
diinginkan. Selama proses penggilingan senyawa-senyawa asam + merkaptan + zat
berlangsung, serat di dalam air mengalami pengotor lainnya (Haroen, 2006).
penyikatan, pengkoyakan, pemukulan, Selama berlangsung proses pemasakan
penggosokan ataupun penekanan, sehingga dalam digester yang berisi larutan alkali
ikatan antar serat menjadi terbuka dan (NaOH), polimer lignin akan terdegradasi
terjadilah hidrasi fibril. Serat di dalam air dan kemudian larut dalam larutan pemasak.
akan mengembang, dan pada saat Larutnya lignin ini disebabkan oleh
mengembang lapisan luar serat akan pecah, terjadinya transfer ion hidrogen dari gugus
sehingga fibril-fibril akan keluar yang hidroksil pada lignin ke ion hidroksil larutan
menyebabkan bidang permukaan serat alkali (Giligan, 1974).
bertambah luas. Keadaan serat seperti ini
sangat diperlukan, agar dapat meningkatkan
ikatan antar serat pada lembaran kertas
(Haroen, 2004).

462 | Peningkatan Kualitas Pembelajaran Sains dan Kompetensi Guru Melalui Penelitian & Pengembangan
dalam Menghadapi Tantangan Abad-21
hidrogen peroksida tersebut menjadi oksigen
dan air.
Lama pemanasan dalam proses
Gambar 3. Reaksi Lignin dengan Gugus Hidroksil dari bleaching ini menggunakan waktu pada
NaOH umumnya yaitu 120 menit karena perlakuan
Selama proses pemasakan, terjadi bahan kimia pemutih terhadap serat akan
perubahan warna pada kulit pisang dari menjadi lebih reaktif dengan memperpanjang
coklat menjadi coklat pekat kehitaman. waktu reaksi. Namun, waktu reaksi yang
Semakin lama pemanasan dan semakin tinggi terlalu lama akan merusak rantai selulosa dan
suhu selama pemasakan tersebut perubahan hemiselulosa pada serat tersebut (Onggo dan
karakteristik warna kulit pisang tersebut Triastuti, 2004).
semakin pekat. Lama pemasakan dengan
larutan pemasak (NaOH) dalam penelitian ini
yaitu selama 1,5 jam. Setelah proses
pemanasan berlangsung, pulp didinginkan
kemudian dicuci dengan air bersih untuk
menghilangkan larutan NaOH dan lignin dari
pulp.
Proses selanjutnya yaitu proses
pemutihan (bleaching). Pemutihan
(bleaching) merupakan proses yang bertujuan Gambar 4. Pulp yang dihasilkan
untuk menghilangkan kandungan lignin di
dalam pulp atau serat sehingga diperoleh b. Proses Pencetakan Kertas dari Pulp
tingkat kecerahan warna yang tinggi dan Proses ini merupakan tahap finishing,
stabil (Greschik dkk, 2008). Dalam proses dimana pulp yang telah terbentuk dicetak
pemutihan pulp digunakan bahan pemutih menjadi kertas. Langkah awal yaitu dengan
Hidrogen Peroksida (H2O2) karena H2O2 menumpahkan pulp ke dalam cetakan kayu
memiliki sifat oksidator yang sangat kuat yang sudah dilapisi kain saringan. Dalam
dengan konsep pemutihan Totally Chlorine proses ini, usahakan pulp memenuhi bagian
Free (TCF). cetakan dengan rata agar kertas yang
Hidrogen peroksida berbentuk cairan dihasilkan memiliki permukaan yang rata.
tidak berwarna, sedikit lebih kental dari air Pada penelitian ini digunakan botol yang
dan dapat bercampur dengan air dalam permukaannya rata untuk meratakan pulp di
berbagai komposisi (Jones, 1999). Hidrogen atas cetakan. Kemudian dilakukan
peroksida bersifat asam yang sangat lemah pengeringan dengan menjemur pulp di bawah
dan mempunyai kemampuan sifat oksidator terik matahari.
yang sangat kuat. Hidrogen peroksida (H2O2)
merupakan bahan pemutih yang bisa
digunakan untuk proses pemutihan dengan
konsep Totally Chlorine Free (TCF). Selain
itu, Bila dipanaskan mudah terurai dan
melepaskan gas oksigen. Karena
kemampuannya melepaskan oksigen maka
sangat efektif dipakai sebagai bahan pemutih.
O2 yang terjadi akan bekerja sebagai
oksidator untuk memutihkan bahan.
H2O2 (aq) H2O(l) + O2(g) Gambar 5. Proses Pencetakan Pulp Kulit Pisang Kepok
Dalam proses bleaching, terjadi
perubahan warna pulp dari warna coklat tua c. Karakteristik Kertas Kulit Pisang Kepok
berubah menjadi warna kuning cerah Kertas kulit pisang kepok yang
mendekati putih. Selain itu, selama proses dihasilkan baik sifat fisik, sifat kimia,
pemanasan dihasilkan banyak gelembung maupun karakteristik lain bergantung pada
akibat dari reaksi penguraian senyawa proses pemasakan pulp. Jika konsentrasi

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains (SNPS) 2016 | 463


NaOH yang diberikan dan lama pemanasan lain yang mempengaruhi kadar air antara lain
optimum, maka dari segi karakteristik yang yaitu proses pengeringan, kelembaban ruang,
dihasilkan kertas tersebut akan baik. Derajat pergerakan udara, tekanan udara, jumlah
putih kertas yang dihasilkan juga tergantung sampel, dan tebal sampel.
pada proses pemasakan pulp dan proses Menurut baku mutu SNI, pH kertas
bleaching. Jika dalam proses pemasakan berkisar antara 6-9. Semua variasi kertas
tersebut lignin terhidrolisa dengan sempurna kulit pisang kepok yang dibuat memiliki pH
sehingga selulosa terpisah dari senyawa yang masuk pada range baku mutu SNI yaitu
lignin, maka warna kertas yang dihasilkan 6-9. Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat
akan cerah mendekati putih. bahwa pH kertas kulit pisang cenderung
Jika dalam proses pemasakan tersebut menurun seiring dengan meningkatnya
gagal, maka warna yang dihasilkan akan konsentrasi NaOH. Hal ini dikarenakan
berwarna gelap seperti coklat, ataupun coklat reaksi delignifikasi dengan larutan pemasak
muda. Hal tersebut karena lignin masih ada (NaOH) menghasilkan senyawa-senyawa
dalam kandungan serat tersebut. Keberadaan asam. Dalam persamaan reaksi, konsentrasi
lignin dalam serat akan mempengaruhi warna hasil reaksi sebanding dengan konsentrasi
dan kualitas kertas yang dihasilkan (Haroen, pereaksi. Dalam hal ini, semakin tinggi
2006). kosentrasi NaOH yang digunakan maka
semakin tinggi pula konsentrasi senyawa-
senyawa asam yang dihasilkan. Senyawa-
senyawa asam inilah yang menyebabkan pH
kertas kulit pisang cenderung menurun
seiring dengan meningkatnya konsentrasi
NaOH yang ditambahkan.
Reaksi pemisahan selulosa dari zat lain
sebenarnya sangat rumit tetapi secara
Gambar 6. Warna Coklat pada Kertas Kulit Pisang sederhana dapat ditulis:
Kepok yang Dihasilkan
Serat Bahan + Larutan pemasak pulp
Untuk mengetahui karakteristik kimia (selulosa) + Senyawa-senyawa alkohol +
dari kertas kulit pisang kepok yang senyawa-senyawa asam + merkaptan + zat
dihasilkan, maka dilakukan serangkaian pengotor lainnya (Haroen, 2006)
prosedur untuk mengetahui sifat kimia dari Perbandingan Karakteristik Kertas dari
kertas yang dihasilkan, karakteristik kimia Limbah Kulit Pisang Kepok yang Dihasilkan
yang diuji meliputi kadar air dan derajat dengan Kertas Buram
keasaman (pH). Prosedur yang dilakukan
mengacu pada Standar Nasional Indonesia Kertas buram adalah kertas daur ulang
(SNI) untuk pulp dan kertas. Prosedur uji dari kertas putih yang sudah dipakai. Pada
kadar air dilakukan berdasarkan SNI ISO penelitian ini digunakan kertas buram
287:2010 dan uji pH didasarkan pada SNI sebagai kertas pembanding dikarenakan
ISO 6588-1:2010. Berdasarkan Tabel 1, bahan baku kertas buram tidak dari pulp
kadar air kertas kulit pisang kepok murni seperti pada kertas HVS . Bahan baku
menunjukkan kecenderungan naik seiring pembuatan kertas buram berasal dari
dengan bertambahnya konsentrasi NaOH. berbagai macam jenis kertas kemudian
Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi dijadikan satu dan didaur ulang. Karakteristik
larutan pemasak (NaOH) mempengaruhi kertas buram antara lain, warnanya tidak
kadar air kertas kulit pisang kepok. Semakin putih dan teksturnya kasar.
tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan, Untuk mengetahui kadar air dan pH
maka semakin banyak kontak yang terjadi dari kertas buram yang dijadikan kertas
antara larutan NaOH dengan pulp, sehingga pembanding, maka dilakukan uji kadar air
kadar air dari kertas kulit pisang yang yang dilakukan berdasarkan SNI ISO
dihasilkan juga semakin meningkat. Selain 287:2010 dan uji pH didasarkan pada SNI
konsentrasi NaOH, dimungkinkan ada faktor ISO 6588-1:2010. Rangkuman hasil uji kadar
464 | Peningkatan Kualitas Pembelajaran Sains dan Kompetensi Guru Melalui Penelitian & Pengembangan
dalam Menghadapi Tantangan Abad-21
air dan pH dari kertas yang dibuat dan kertas membentuk senyawa yang berbahaya, seperti
buram tertulis pada Tabel 4. organoklorin. Senyawa ini merupakan
senyawa toksik dan dapat menimbulkan efek
Tabel 4: Kadar Air dan pH Kertas yang Dibandingkan karsinogen bagi manusia.
Kadar Air pH
No. Variasi Kertas
(%)
1 2% 1,5 jam 0,4 8,19 Simpulan, Saran, dan Rekomendasi
2 3% 1,5 jam 0,935 6,74
Simpulan dari penelitian ini adalah
3 4% 1,5 jam 4,21 7,3
kertas berbahan dasar kulit pisang kepok
4 Kertas buram 4 7,51 yang mendekati karakteristik kertas buram
Dari segi kadar air dan pH, kertas kulit (kadar air 4,5 ; pH 7,51) adalah kertas yang
pisang kepok yang dimasak dengan NaOH dimasak dengan NaOH 4% selama 1,5 jam.
4% selama 1,5 jam memiliki nilai kadar air Hal-hal yang dapat dilakukan sebagai
dan pH yang mendekati hasil uji dari kertas kelanjutan dari penelitian ini adalah bahwa
buram yang digunakan sebagai pembanding. perlu dilakukan proses lebih lanjut
Pemilihan kulit pisang sebagai bahan pengolahan kertas dengan tambahan zat-zat
baku dalam pembuatan kertas memiliki aditif yang biasa digunakan seperti filler,
banyak keuntungan dari segi lingkungan. sizing agent, dan aditif penguat agar
Pertama, pisang merupakan salah satu jenis dihasilkan kertas yang lebih baik dan
buah-buahan tropis yang tumbuh subur dan berkualitas.
mempunyai wilayah penyebaran merata di
seluruh wilayah Indonesia. Pisang termasuk
komoditas unggulan yang mudah diusahakan, Daftar Pustaka
berumur singkat, dan dapat dipanen Badan Standardisasi Nasional. (2010a). SNI
sepanjang tahun. Karena tanaman pisang ISO 287: 2010 Kertas dan Karton –
merupakan tanaman yang dapat dipanen Cara uji kadar air- Metode Kering-
sepanjang tahun, maka limbah yang oven. Jakarta: Badan Standardisasi
dihasilkan pun akan melimpah sehingga Nasional.
dapat dijadikan sebagai alternatif bahan baku Badan Standardisasi Nasional. (2010b). SNI
kertas pengganti kayu. Dengan begitu, ISO 6588-1:2010 Kertas, karton dan
ketergantungan masyarakat akan penggunaan pulp – Cara uji pH dalam ekstrak air –
kertas dari kayu akan berkurang sehingga Bagian 1: Ekstrak dingin. Jakarta:
kerusakan lingkungan pun secara berangsur Badan Standardisasi Nasional.
dapat ditanggulangi. Brady, James E . (2000). Kimia Universitas
Kedua, kandungan lignin pada kulit Asas dan Struktur. Tangerang:
pisang hanya 5-10% dari komposisi serat Binarupa Aksara Publisher (Bahasa
secara seluruhan (Tjahyono, 1998) sehingga Indonesia)
dalam proses pemutihan pun dapat Djarwis, D. (2004). Teknik Penelitian Kimia
menggunakan Hidrogen Peroksida (H2O2), Organik Bahan Alam, Workshop
zat pemutih yang lebih ramah lingkungan. Peningkatan Sumber Daya Manusia
Dalam pembuatan kertas dari kayu zat Penelitian dan Pengelolaan Sumber
pemutih yang dipakai adalah klorin karena Daya Hutan yang Berkelanjutan.
kandungan ligninnya banyak dengan Pelaksana Kelompok Kimia Organik
persentasi 27,8 % dari komposisi serat secara Bahan Alam Jurusan Kimia FMIPA
keseluruhan (Tjahyono, 1998) sedangkan Universitas Andalas Padang
pemakaian klorin pada proses pemutihan Kerjasama dengan Proyek
dapat merusak lingkungan. Klorin dalam Peningkatan Sumber Daya Manusia
bentuk produk kimia buatan dapat DITJEN DIKTI DEPDIKNAS
menimbulkan permasalahan seperti JAKARTA
menipisnya lapisan ozon dan pemanasan Gilligan, JJ. (1974). The Organic Chemical
global. Disamping itu, limbah buangan klorin Industries. New York: Prentice-Hall.
dari proses pemutihan dapat bereaksi dengan Inc.

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains (SNPS) 2016 | 465


Greschik, T., dkk. (2008). Environmental Sinuhaji, P., Ginting, J., & Sebayang, M.D.
aspects of wheat straw bleaching, 2nd (2014). Pembuatan Pulp dan Kertas
International Papermaking and dari Kulit Durian. Politeknologi Vol.
Environment Conference. Tianjing, 13 No. 1 Januari 2014.
China Sjostrom, E. (1995). Kimia Kayu: Dasar –
Haroen, W.K. & F. Dimyati. (2006). Sifat dasar dan Penggunaan. Jilid 2.
Kayu Tarik, Teras, dan Gubal Acacia Yogyakarta: Universitas Gajah Mada
mangium Terhadap Karakteristik Pulp. Press.
BS, Vol.41, No.1, Juni 2006 : 1 – 7. Smith J, Jones, M Jr, Houghton, L. et al.
Kasijadi, F. (2006). Penerapan Agribisnis (1999). Future of health insurance. N
Berbasis Pisang Spesifik Lokasi Pisang Engl J Med 965:325–329.
Mas dan Agung. Pertanian BB2TP. Stover, R.H. dan Simmonds, N.W. (1987).
BPTP Jawa Timur. Bananas, Tropical Agricultura Series.
Manurung, E. G. T. & H. H. Sukaria. (2000). Essex UK: Longman Scientific and
Industri Pulp dan Kertas: Ancaman Technical.
Baru terhadap Hutan Alam Indonesia. Tjahyono, Yudi. (1998). Proses Pembuatan
Diperoleh April 2015 dari Pulp. Bandung: Balai Besar Penelitian
http://www.fahutan.s5.com/Juli/industr dan Pengembangan Industri Selulosa.
i.htm. Triswanto, Y. (2009). Lomba Tulis YPHL :
Omojasola, P. F., O.P. Jilani. & S. A. Hutan, Kertas, dan Alga Merah. Kabar
Ibiyemi. (2008). Cellulase Production Indonesia. Diperoleh pada 12
by Some Fungi Cultured on Pineapple November 2015, dari
Waste. Nature & Science 6 (2): 64 – 75 http://www.kabarindonesia.com.
Onggo, H. & J. Triastuti. (2004). Pengaruh Viikari, L. (2002). Trends in pulp and paper
Sodium Hidroksida dan Hidrogen biotechnology. In: Progress in
Peroksida terhadap Rendeman dan Biotechnology. Vol. 21. Biotechnology
Warna Pulp dari Serat Daun Nenas. in the Pulp and Paper Industry
Jurnal Tolak Ukur Pemanfaatan Serat
Alam Bagian Proyek Penelitian dan Pertanyaan :
Pengembangan Otomotif, 1. Muh Lutfi: Bagaimana hasil kertas yang
Transportasi,dan Energi LIPI Jakarta. diperoleh dari bahan pohon pisang?
Diperoleh 19 November 2015, dari 2. Jumini: Kenapa pakai kulit pisang
(http://biomaterial-lipi.org/mapeki/wp- kepok?tidak menggunakam yang lain?
content).
Paskawati, Y., dkk. (2010). Pemanfaatan Jawaban :
Sabut Kelapa sebagai Bahan Baku 1. Muh Lutfi: Kertas yang dihasilkan
Pembuatan Kertas Komposit Alternatif. masih merupakan kertas alami, dan
Widya Teknik Vol. 9, No. 1, 2010 (12- masih ditambah filler, sizing agent, dan
21). aditif penguat
Ranganathan, J. & Persson, G. (2000). The 2. Jumini: Pisang kepok dipilih karena
Forest Company of The Future. paling banyak ditanam. Menggunakan
Diperoleh pada 12 Maret 2015, dari jenis pisang yang lain juga bisa. Jumini:
http://insight.wri.org/news/forest/forest Pisang kepok dipilih karena paling
-company-future. banyak ditanam. Menggunakan jenis
Satuhu, S. & Supriyadi, A. (2000). Pisang pisang yang lain juga bisa.
Budidaya, Pengolahan, dan Prospek
Pasar. Jakarta: Penebar Swadaya.
Setyaningsih, Dwi, Apriyantono, A., &
Puspita Sari, Maya. (2010). Analisis
Sensori untuk Industri Pangan dan
Argo. Bogor: IPB Press.

466 | Peningkatan Kualitas Pembelajaran Sains dan Kompetensi Guru Melalui Penelitian & Pengembangan
dalam Menghadapi Tantangan Abad-21
Wibisono: PEMBUATAN PULP DARI ALANG-ALANG 11

PEMBUATAN PULP DARI ALANG-ALANG


Ivan Wibisono1), Hugo Leonardo1), Antaresti2), Aylianawati2)
E-mail: ivan_wihaoyen@yahoo.com

ABSTRAK

Alang-alang merupakan tanaman gulma yang jumlahnya cukup besar di Indonesia. Hingga saat ini
pemanfaatan dalam jumlah yang besar terhadap alang-alang di Indonesia belum ada. Alang-alang mempunyai
kandungan selulosa yang cukup tinggi. Pada penelitian pendahuluan terhadap bahan baku alang-alang
mengandung kadar alfa selulosa sekitar 41,7% dan mempunyai bilangan Kappa sebesar 37,1886. Maka alang-
alang bisa dijadikan sebagai bahan dari pulp untuk pembuatan kertas.
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh waktu hidrolisis, pengaruh suhu pemasakan dan
pengaruh penambahan larutan pemasakan dengan beda konsentrasi dalam pembuatan pulp kertas dengan
menggunakan proses asetosolv terhadap kadar alfa selulosa dan bilangan Kappa berdasarkan acuan terhadap
pulp yang digunakan sebagai bahan kertas. Mula-mula, pada penelitian ini dibuat pulp dari alang-alang dengan
proses asetosolv. Pulp alang-alang yang telah dibuat tersebut kemudian diuji nilai KAS untuk menentukan kadar
alfa selulosa dan uji bilangan Kappa untuk menentukan jumlah ligninnya, dan juga dihitung nilai yield.
Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan kondisi terbaik untuk pemasakan pulp alang-alang
dengan proses asetosolv, yaitu dengan kadar asam asetat 90% dan pada suhu proses 100ºC, dengan waktu
proses 1 jam, menghasilkan pulp dengan kadar alfa selulosa 84,6%, yield 62,8%, dan bilangan Kappa sebesar
23,6628.

Kata kunci: alang-alang, asetosolv, asam asetat, alfa selulosa, lignin

PENDAHULUAN Salah satu teknologi alternatif dalam pembuatan


Indonesia merupakan negara yang pulp kertas adalah proses organosolv, yaitu
memiliki daratan yang luas. Walaupun luas proses pemisahan serat dengan menggunakan
negara Indonesia mencapai 1.904.569 km2, bahan kimia organik seperti: metanol, etanol,
tidak seluruh dari luas wilayah tersebut aseton, asam asetat, dan lain-lain. Proses ini
dimanfaatkan dengan ditanami dengan tanaman telah terbukti memberikan dampak yang baik
yang bermanfaat. Salah satu tumbuhan yang bagi lingkungan dan sangat efisien dalam
dirasa kurang bermanfaat adalah rumput alang- pemanfaatan sumber daya hutan. Tanaman
alang. Kertas menjadi salah satu sarana alang-alang yang tidak diharapkan masyarakat
komunikasi secara nonverbal dalam berbagai dapat diolah dengan menggunakan teknologi
sektor kehidupan. Indonesia yang penduduknya yang ramah lingkungan yaitu proses asetosolv,
berjumlah 237.556.363 (sensus tahun 2010, yang merupakan salah satu proses organosolv,
Badan Pusat Statistik) menjadikan negara dengan bahan asam asetat untuk menjadi pulp
tersebut konsumtif dalam pemakaian jumlah kertas. Proses acetosolv dalam pengolahan pulp
kertas. Sebagai negara berkembang kebutuhan memiliki beberapa keunggulan, antara lain:
informasi serta hiburan berkembang pesat di bebas senyawa sulfur, daur ulang limbah dapat
Indonesia. Dalam segala usia, pemakaian kertas dilakukan hanya dengan metode penguapan
dipakai berdasarkan kebutuhan yang berbeda- dengan tingkat kemurnian yang cukup tinggi.
beda. Maka dari itu, seiring dengan Dan juga bahan pemasak yang digunakan dalam
meningkatnya kebutuhan akan kertas, industri- proses acetosolv dapat diambil kembali, tanpa
industri pembuatan kertas di Indonesia adanya proses pembakaran bahan bekas
mengalami peningkatan. pemasak.
Dengan meningkatnya kebutuhan yang Penelitian ini dilakukan dengan tujuan
besar akan kertas, dan tuntutan masyarakat akan yaitu mempelajari waktu hidrolisis dan
teknologi yang ramah lingkungan semakin pengaruh suhu pemasakan dan juga pengaruh
meningkat, menyebabkan perlunya pemasokan penambahan larutan pemasakan dengan beda
bahan baku kertas yang besar pula pada sektor konsentrasi dalam pembuatan pulp terhadap
industri kertas. Maka tanaman alang-alang yang kadar alfa selulosa, yield pulp, dan kadar lignin
mengandung selulosa dapat dijadikan sebagai yang terdegradasi dengan proses asetosolv.
bahan pembuat pulp, karena selain Selain itu, juga mempelajari karakteristik pulp
persediaannya yang banyak di Indonesia, dan hasil pemasakan dari alang-alang berdasarkan
juga dapat menggantikan bahan baku kayu di acuan pulp komersial.
hutan sebagai bahan baku pembuatan pulp.
1)
Mahasiswa di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
2)
Staf Pengajar di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
WIDYA TEKNIK Vol. 10, No. 1, 2011 (11-20)

DP berkisar 15-90, dapat mengendap bila


TINJAUAN PUSTAKA dinetralkan.
Alang-alang  Selulosa  (Gamma cellulose) adalah
Pada penelitian ini digunakan bahan baku selulosa berantai pendek, larut dalam
alang-alang, Alang-alang atau ilalang ialah larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan
sejenis rumput berdaun tajam, yang kerap DP kurang daripada 15[2].
menjadi gulma di lahan pertanian. Alang-alang
menyebar secara alami mulai dari India hingga Lignin
ke Asia Timur, Asia Tenggara, Mikronesia, dan Lignin adalah zat yang bersama-sama
Australia. Kini alang-alang juga ditemukan di dengan selulosa yang adalah salah satu sel yang
Asia Utara, Eropa, Afrika, dan Amerika. terdapat dalam kayu. Lignin berguna dalam
Bahan kering dari alang-alang kayu seperti lem atau semen yang mengikat sel-
mengandung abu sebesar 5,42 %, silika 3,6 %, sel lain dalam satu kesatuan, sehingga bisa
menambah support dan kekuatan kayu
lignin 18,12 %, pentosan 28,58 %, dan kadar
(mechanical strength) agar kokoh dan berdiri
alfa selulosa 44,28 %, dan juga mempunyai
tegak.
derajat polimerisasi berkisar 600-1500[2][10].

Selulosa
Selulosa (C6H10O5)n adalah polimer
berantai panjang polisakarida karbohidrat, dari
beta-glukosa. Selulosa merupakan komponen
utama dalam pembuatan kertas. Selulosa adalah
senyawa organik penyusun utama dinding sel
dari tumbuhan. Adapun sifat dari selulosa
adalah berbentuk senyawa berserat, mempunyai
tegangan tarik yang tinggi, tidak larut dalam air
dan pelarut organik.

Gambar 2. Struktur Lignin[15]

Lignin memiliki struktur kimiawi yang


bercabang-cabang dan berbentuk polimer tiga
dimensi. Molekul dasar lignin adalah fenil
propan. Molekul lignin memiliki derajat
Gambar 1. Rumus Molekul Selulosa polimerisasi tinggi. Oleh karena ukuran dan
strukturnya yang tiga dimensi bisa
Selulosa merupakan unsur yang penting memungkinkan lignin berfungsi sebagai semen
dalam proses pembuatan pulp. Semakin banyak atau lem bagi kayu yang dapat mengikat serat
selulosa yang terkandung dalam pulp, maka dan memberikan kekerasan struktur serat.
semakin baik kualitas pulp tersebut. Bagian tengah lamela pada sel kayu, sebagian
Berdasarkan derajat polimerisasi (DP), maka besar terdiri dari lignin, berikatan dengan sel-
selulosa dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu: sel lain dan menambah kekuatan struktur kayu.
 Selulosa α (Alpha Cellulose) adalah Dinding sel juga mengandung lignin. Pada
selulosa berantai panjang, tidak larut dalam dinding sel, lignin bersama-sama dengan
larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat hemiselulosa membentuk matriks (semen) yang
dengan DP (derajat polimerisasi) berkisar mengikat serat-serat halus selulosa. Lignin di
600-1500. Selulosa α dipakai sebagai dalam kayu memiliki persentase yang berbeda
penduga dan atau penentu tingkat tergantung dari jenis kayu[3].
kemurnian selulosa.
 Selulosa β (Betha Cellulose) adalah Hemiselulosa
selulosa berantai pendek, larut dalam Hemiselulosa merupakan senyawa
larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan sejenis polisakarida yang terdapat pada semua

12
Wibisono: PEMBUATAN PULP DARI ALANG-ALANG

jenis serat, mudah larut dalam alkali, dan tanpa adanya proses pembakaran bahan bekas
mudah terhidrolisis oleh asam mineral menjadi pemasak. Tidak seperti proses pemasakan pulp
gula dan senyawa lain. Hemiselulosa lebih dengan metode kraft, yang limbah larutan
mudah larut daripada selulosa, dan dapat pemasaknya atau black liquor harus
diisolasi dari kayu dengan ekstraksi. dimasukkan ke dalam furnis yang panas, dan
bertekanan tinggi untuk mendapatkan sisa
larutan pemasak yang mengandung senyawa
sulfur dalam bentuk abu, yang kemudian abu
ini harus dicampur dengan lime atau CaO untuk
menghilangkan bahan kimia asal seperti NaOH,
Na2S, dan Na2CO3 membentuk green liquor.
Lime ditambahkan lagi dalam green liquor
untuk mengubah sodium karbonat menjadi
sodium hidroksida agar menjadi white liquor
dan baru bisa dipake menjadi larutan pemasak
lagi pada pulp[17].
Gambar 3. Senyawa Hemiselulosa[14]
Proses asetosolv lebih menguntungkan
karena tidak perlu menggunakan dapur untuk
Proses Asetosolv
Proses pemisahan serat dengan pembakaran daur ulang black liquor, karena
menggunakan bahan kimia organik seperti hanya dengan pemisahan secara distilasi saja
misalnya: metanol, etanol, aseton, asam asetat, sudah bisa, tidak terlalu memakan biaya untuk
dan lain-lain dinamakan dengan proses bahan bakar pada pembakaran di dapur.
organosolv. Proses ini telah terbukti Dari penelitian dengan penggunaan
memberikan dampak yang baik bagi lingkungan proses asetosolv, telah dilakukan pembuatan
dan sangat efisien dalam pemanfaatan sumber pulp berbahan ampas tebu dan enceng gondok
daya hutan. yang didapatkan nilai KAS untuk ampas tebu
Dengan menggunakan proses organosolv sebesar 83,93% dan nilai KAS untuk eceng
diharapkan permasalahan lingkungan yang gondok 75,2%[11]. Nilai KAS yang diperoleh
dihadapi oleh industri pulp dan kertas akan dari proses acetosolv untuk pemasakan eceng
dapat diatasi. Proses organosolv memberikan gondok dan ampas tebu masih lebih rendah jika
beberapa keuntungan, yaitu rendemen pulp dibandingkan nilai KAS dari pulp yang
yang dihasilkan tinggi, daur ulang lindi hitam dipersyaratkan oleh pabrik kertas yaitu sebesar
dapat dilakukan dengan mudah, tidak 86%. Perbandingan antara data yang digunakan
menggunakan unsur sulfur sehingga lebih aman pada enceng gondok terhadap ampas tebu
terhadap lingkungan, dapat menghasilkan by- disajikan pada Tabel 1.
products (hasil sampingan) berupa lignin dan
Tabel 1. Perbandingan Antara Data yang Digunakan
hemiselulosa dengan tingkat kemurnian tinggi. pada Enceng Gondok terhadap Ampas Tebu[11]
Ini secara ekonomis dapat mengurangi biaya Variabel Enceng Ampas tebu
produksi, dan dapat dioperasikan secara Gondok
ekonomis pada kapasitas terpasang yang relatif Suhu yang 180°C 60-110°C
kecil yaitu sekitar 200 ton pulp per hari[6]. digunakan
Penggunaan asam asetat sebagai pelarut Tekanan yang Tekanan yang Tekanan yang
organik disebut dengan proses asetosolv. dipakai terjadi pada terjadi pada
Kekuatan tarik pulp asetosolv setara dengan saat suhu saat suhu
kekuatan tarik pulp kraft. Proses asetosolv tersebut tersebut
dalam pengolahan pulp memiliki beberapa Konsentrasi Dipakai dengan Dipakai dengan
keunggulan, antara lain: bebas senyawa sulfur, asam asetat kisaran kisaran 60, 80,
sebagai larutan 50-90% 100 %
daur ulang limbah dapat dilakukan hanya
pemasak
dengan metode penguapan dengan tingkat Waktu 120 menit 30-90 menit
kemurnian yang cukup tinggi, yaitu dengan pemasakan
distilasi saja daur ulang pemakaian asam asetat Pemakaian Katalis HCl Katalis HCl
sebagai bahan pemasaknya, dan nilai hasil daur Katalis 0,5% 0,5-3%
ulangnya jauh lebih mahal dibanding dengan Kadar alfa 64% 47,7%
hasil daur ulang limbah kraft. Keuntungan lain selulosa
dari proses asetosolv adalah bahwa bahan Kadar lignin 8% 19,6%
pemasak yang digunakan dapat diambil kembali

13
WIDYA TEKNIK Vol. 10, No. 1, 2011 (11-20)

Pulp kontak antara bahan baku dengan larutan


Pulp adalah hasil pemisahan serat dari pemasak semakin luas, sehingga reaksi lebih
bahan baku berserat. Pulp dapat dibuat dari baik[8].
bahan kayu, non kayu, dan kertas bekas (waste
paper). Pulp merupakan bubur kayu sebagai 5. Kecepatan pengadukan
bahan dasar dalam pembuatan kertas. Bahan Pengadukan berfungsi untuk
baku pulp biasanya mengandung tiga memperbesar tumbukan antara zat-zat yang
komponen utama, yaitu: selulosa, hemiselulosa, bereaksi sehingga reaksi dapat berlangsung
dan lignin. Secara umum prinsip pembuatan dengan baik[7].
pulp merupakan proses pemisahan selulosa
terhadap impurities bahan-bahan dari senyawa Penentuan Kualitas Pulp
yang dikandung oleh kayu di antaranya lignin. Secara umum kualitas pulp dapat diukur
Proses pembuatan pulp di antaranya dengan penentuan:
dilakukan dengan proses: mekanis, kimia, dan 1. Kadar Alfa Selulosa (KAS)
semikimia. Proses pembuatan pulp dengan Kadar Alfa Selulosa (KAS) merupakan
proses kimia ini akan menghasilkan pulp parameter yang digunakan untuk menentukan
dengan kekuatan tarik lebih tinggi daripada banyaknya selulosa yang terdapat dalam pulp.
proses mekanis dan semikimia[2]. Semakin tinggi KAS menunjukkan semakin
banyaknya alfa selulosa yang terkandung dalam
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses pulp dan juga kualitas pulp yang semakin baik.
Pembuatan Pulp Kadar alfa selulosa dalam pulp dipengaruhi
Proses pembuatan pulp dipengaruhi oleh oleh konsentrasi dan jenis larutan pemasak,
kondisi proses antara lain: suhu, waktu pemasakan, dan jenis bahan yang
digunakan untuk membuat pulp[8].
1. Konsentrasi larutan pemasak 2. Kadar Lignin
Dengan konsentrasi larutan pemasak Kadar lignin dari pulp menunjukkan sisa
yang makin besar, maka jumlah larutan lignin yang tertinggal dari hidrolisis yang tidak
pemasak yang bereaksi dengan lignin semakin sempurna. Kadar lignin dapat ditentukan
banyak. Akan tetapi, pemakaian larutan dengan mengoksidasi lignin menggunakan
pemasak yang berlebihan tidak terlalu baik kalium permanganat dalam suasana asam. Salah
karena akan menyebabkan selulosa satu metode untuk menentukan jumlah lignin
terdegradasi. Asam asetat bisa digunakan yang tersisa dalam pulp adalah dengan
sebagai larutan pemasak sampai dengan mengukur bilangan Kappa. Bilangan Kappa
konsentrasi 100%[5]. adalah volume (dalam mililiter) dari larutan
KMnO4 0,1 N yang dikonsumsi oleh 1 gram
2. Suhu pulp kering. Semakin tinggi bilangan Kappa
Dengan meningkatnya suhu, maka akan berarti sisa lignin dalam pulp juga semakin
meningkatkan laju delignifikasi (penghilangan tinggi[5].
lignin). Namun, Jika suhu di atas 160oC
menyebabkan terjadinya degradasi selulosa[7]. METODE PENELITIAN
Langkah pertama penilitian yaitu
3. Waktu pemasakan melakukan pembuatan pulp dari alang-alang
Dengan semakin lamanya waktu dengan menggunakan proses acetosolv, mula-
pemasakan akan menyebabkan reaksi hidrolisis mula bahan baku alang-alang dipotong-potong
lignin makin meningkat. Namun, waktu sekitar 1 cm sebanyak 10 gram. Lalu alang-
pemasakan yang terlalu lama akan alang dikeringkan dan dimasak dengan
menyebabkan selulosa terhidrolisis, sehingga menggunakan larutan pemasak yaitu Asam
hal ini akan menurunkan kualitas pulp. Waktu Asetat dengan perbandingan 10:1 sebanyak 100
pemasakan yang dilakukan sebelum 1 jam pulp ml untuk 10 gram dengan variasi konsentrasi
belum terbentuk. Untuk waktu pemasakan di serta suhu yang berbeda.
atas 5 jam selulosa akan terdegradasi. Pulp dari alang-alang kemudian dimasak
dengan waktu yang berbeda dan terhadap hasil
4. Ukuran bahan baku hidrolisis kemudian dilakukan uji KAS untuk
Ukuran bahan baku yang berbeda menentukan kadar alfa selulosa dan uji bilangan
menyebabkan luas kontak antar bahan baku Kappa. Pulp yang telah dimasak kemudian diuji
dengan larutan pemasak berbeda. Semakin kecil karakteristiknya dan dibandingkan dengan pulp
ukuran bahan baku akan menyebabkan luas

14
Wibisono: PEMBUATAN PULP DARI ALANG-ALANG

komersial yang biasa dipakai oleh pabrik kertas Ukuran partikel bahan baku alang-alang dibuat
pada umumnya. seragam sekitar 80 mesh. Partikel terlebih
dahulu dikecilkan lalu dimaksudkan agar
Rangkaian Alat Penelitian selama pemasakan area dari partikel dapat
Rangkaian alat yang digunakan dalam terkontak semua dengan larutan pemasak,
penelitian ini disajikan pada Gambar 1. sehingga proses pemasakan berlangsung lebih
baik. Akan tetapi, partikel tidak bisa dikecilkan
lagi sebab ketika partikel menjadi sangat kecil,
kandungan dari alfa selulosa akan rusak[17].
Volume asam asetat yang digunakan
pada penelitian kali ini mempunyai
perbandingan 10:1 dari massa/berat alang-
alang yang dimasak. Volume yang digunakan
tidak lebih kecil daripada perbandingan 10:1
karena dari penelitian pendahuluan, jika
semakin kecil volume asam asetat yang
digunakan, luas kontak permukaan dengan
bahan baku akan lebih kecil, serta adanya bahan
baku yang menumpuk di bagian bawah labu
leher tiga. Pada penelitian ini digunakan
pengadukan dengan kecepatan 150 rpm. Proses
ini perlu pengadukan agar bahan baku tidak
menumpuk di bagian bawah serta bahan baku
Gambar 4. Rangkaian Alat Pemasak Alang-Alang
dapat terkontak secara baik dengan larutan
pemasak. Kecepatan pengadukan tidak
Produk yang dihasilkan berupa pulp dilakukan melebihi 150 rpm karena akan
alang-alang yang dipisahkan terlebih dahulu menimbulkan vorteks yang menyebabkan
dari larutan pemasaknya, lalu dimasukkan ke sebagian alang-alang menempel di dinding
dalam oven, setelah kering terhadap pulp labu leher tiga.
dilakukan pengukuran kadar alfa selulosa,
lignin, dan yield pulp. Analisis variabel yang Pengaruh Konsentrasi Larutan Asam Asetat
dipakai terhadap proses pemasakan produk pulp (CH3COOH) Terhadap Jumlah Kadar Alfa
antara lain: ukuran bahan baku, volume larutan, Selulosa Yang Dihasilkan
kecepatan pengadukan, konsentrasi larutan Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa
pemasak, suhu, dan waktu. semakin meningkatnya konsentrasi asam asetat
yang digunakan sebagai larutan pemasak akan
HASIL PENELITIAN DAN mempengaruhi kadar alfa selulosa yang didapat.
PEMBAHASAN Semakin besar konsentrasi larutan asam asetat
akan memberikan kadar alfa selulosa yang lebih
Analisis Bahan Baku besar. Hal tersebut terlihat pada Gambar 5,
Pembuatan pulp dilakukan dengan bahwa pada konsentrasi asam asetat 90%
berbagai variasi waktu hidrolisis, suhu memiliki titik maksimum kadar alfa selulosa
hidrolisis dan konsentrasi larutan asam asetat yang lebih tinggi daripada konsentrasi asam
yang dipakai. Analisis yang dilakukan terhadap asetat 75% dan 60% yaitu sebesar 84,6% pada
pulp meliputi kadar alfa selulosa (KAS) dan waktu pemasakan 60 menit dengan suhu 100°C.
bilangan Kappa (untuk mengukur kadar lignin) Begitu juga dengan konsentrasi asam asetat
serta yield pulp hasil dari hidrolisis. Pada 75% pada waktu pemasakan 90 menit pada
proses pemasakan bahan baku, dilakukan suhu 100°C memiliki titik maksimum kadar
penambahan katalis HCl 1%. Penambahan alfa selulosa sebesar 74,3% yang lebih tinggi
katalis berupa HCl 1% dilakukan untuk daripada titik maksimum konsentrasi asam
mempercepat reaksi serta membuat konversi asetat 60% pada waktu 90 menit suhu 100°C
reaksi berlangsung lebih baik. Katalis yang yang hanya menghasilkan kadar alfa selulosa
digunakan sebesar 1% dari jumlah volume sebesar 65.2%. Hal ini disebabkan karena
larutan pemasak yang digunakan. Penambahan dengan semakin tingginya konsentrasi asam
katalis tidak dilakukan melebihi sebesar 1% asetat yang digunakan, menyebabkan lebih
karena akan menimbulkan korosi sebab larutan banyak asam asetat yang dapat mengikat lignin.
katalis yang digunakan bersifat asam kuat[17].

15
WIDYA TEKNIK Vol. 10, No. 1, 2011 (11-20)

selulosa yang didapat. Semakin besar dari suhu


pada proses pemasakan yang dipakai
memberikan kadar alfa selulosa yang lebih
besar.

100

Kadar Alfa Selulosa ( % )


80

60

40

Suhu Pemasakan 70°C


Gambar 5. Hubungan Antara Waktu terhadap KAS 20 Suhu Pemasakan 85°C
Untuk Berbagai Konsentrasi Asam Asetat Pada Suhu Pemasakan 100°C
Suhu 100°C 0
0 20 40 60 80 100 120 140 160

Degradasi dari lignin menyebabkan alfa waktu ( menit )


selulosa yang sebelumnya terikat oleh lignin Gambar 6. Hubungan Antara Waktu Terhadap KAS
akan terlepas dari lignin sehingga didapat Untuk Berbagai Variasi Suhu Pada Konsentrasi
kandungan pulp dengan kadar alfa selulosa Asam Asetat 90%
yang lebih tinggi[15]. Mekanisme reaksi Pada proses pemasakan dengan suhu
pemasakan serta degradasi alang-alang dapat 100°C memiliki titik maksimum kadar alfa
dilihat pada persamaan reaksi berikut: selulosa yang lebih tinggi daripada proses
pemasakan dengan suhu 85°C dan 70°C, yaitu
[C10H10O2]n + n CH3COOH + nH2O sebesar 84,6% pada waktu pemasakan 60 menit
Lignin asam asetat air dengan konsentrasi asam asetat 90%. Begitu
juga dengan proses pemasakan dengan suhu
nC6H3C4H9O3 + nCH3COOH (1) 85°C memiliki titik maksimum kadar alfa
aseto ligninat asam asetat selulosa sebesar 81.1% pada konsentrasi asam
asetat 90% selama 60 menit, yang lebih tinggi
Pada Gambar 5 dapat dilihat adanya titik daripada proses pemasakan dengan suhu 70°C
maksimum dan penurunan untuk kadar alfa yang hanya mempunyai titik maksimum kadar
selulosa yang didapat untuk setiap beda alfa selulosa sebesar 78.1% pada konsentrasi
konsentrasi larutan pemasak. Adanya titik 90% selama 90 menit.
maksimum dan adanya penuruan kadar alfa Dari penelitian pendahuluan diketahui
selulosa disebabkan oleh waktu atau lama bahwa reaksi pemasakan bahan baku dengan
proses pemasakan berlangsung. Penurunan asam asetat berlangsung pada kondisi
kadar alfa selulosa yang terjadi dikarenakan endotermis, di mana konversi reaksi pada reaksi
dengan semakin tinggi pemakaian konsentrasi endotermis akan dipengaruhi oleh panas yang
asam asetat untuk hidrolisis bahan baku, diterima pada saat proses pemasakan. Besar
menyebabkan alfa selulosa yang sebenarnya pemasokan akan kebutuhan panas bergantung
mudah untuk terhidrolisis akan mengalami pada perubahan suhu. Semakin besar perubahan
gangguan dalam hidrolisis sehingga kadar alfa suhu akan menyebabkan semakin besar pula
selulosa mengalami penurunan. Ketika larutan panas yang dihasilkan. Maka dengan
pemasak sudah hampir menghidrolisis lignin penggunaan suhu pemasakan yang lebih tinggi
sepenuhnya, maka larutan pemasak juga akan membuat konversi dari reaksi lebih baik.
bereaksi dengan ikatan selulosa sehingga Dengan semakin baiknya konversi reaski akan
merusak ikatan polimerisasi alfa selulosa dan menyebabkan lignin yang terdegradasi semakin
membuat kadar dari alfa selulosa menurun. besar sehingga kadar alfa selulosa dalam pulp
menjadi lebih besar.
Pengaruh Suhu Proses Pemasakan Terhadap
Jumlah Kadar Alfa Selulosa Yang Pengaruh Konsentrasi Larutan Asam Asetat
Dihasilkan Terhadap Jumlah Yield Pulp Yang
Dari hasil penelitian yang disajikan pada Dihasilkan
Gambar 6 terlihat bahwa dengan semakin Yield pulp hasil pemasakan merupakan
meningkatnya suhu pada proses pemasakan perbandingan antara jumlah pulp yang
yang dipakai akan mempengaruhi kadar alfa dihasilkan terhadap jumlah bahan baku yang

16
Wibisono: PEMBUATAN PULP DARI ALANG-ALANG

digunakan. Penurunan dari konsentrasi asam


asetat yang digunakan berpengaruh terhadap Pengaruh Suhu Larutan Asam Asetat
yield pulp. Yield pulp merupakan hasil yang Terhadap Jumlah Yield Pulp Yang
didapat sebagai sisa hasil pemasakan dari Dihasilkan
pengurangan lignin hasil pemasakan. Hubungan Dari hasil penelitian hubungan antara
antara waktu terhadap yield pulp untuk berbagai waktu terhadap yield pulp untuk berbagai suhu
konsentrasi asam asetat pada suhu 1000C pada konsentrasi asam asetat 90% yang
disajikan pada Gambar 7. Pada Gambar 7 disajikan pada Gambar 8 terlihat bahwa
terlihat bahwa pada konsentrasi asam asetat perbedaan suhu yang digunakan dalam
90% pada suhu 100°C pada waktu akhir pemasakan bahan baku mempengaruhi dari
pemasakan memiliki yield pulp yang lebih hasil yield pulp yang didapat. Semakin besar
rendah daripada konsentrasi asam asetat 75% suhu yang digunakan dalam proses pemasakan
dan 60% yaitu sebesar 57,2%. Begitu juga membuat yield pulp dari alang-alang semakin
dengan konsentrasi asam asetat 75% pada suhu berkurang. Proses pemasakan dengan suhu
100°C pada waktu akhir pemasakan memiliki 100°C mempunyai yield pulp yang lebih rendah
yield pulp sebesar 61,1% yang lebih rendah daripada proses pemasakan dengan suhu 70 dan
daripada konsentrasi asam asetat 60% pada 85°C. Begitu juga dengan proses pemasakan
suhu 1000C pada waktu akhir pemasakan dengan suhu 85°C memiliki yield pulp yang
memiliki yield pulp sebesar 64%. lebih rendah daripada proses pemasakan dengan
suhu 70°C.

90 100

Suhu Pemasakan 70°C


80
90 Suhu Pemasakan 85°C
Suhu Pemasakan 100°C
80
Yield ( % )
Yield ( % )

70
70

60
60

50
Konsentrasi asam asetat 60% 50
Konsentrasi asam asetat 75%
Konsentrasi asam asetat 90%
40
40 0 20 40 60 80 100 120 140 160
0 20 40 60 80 100 120 140 160
waktu ( menit )
waktu ( menit ) Gambar 8. Hubungan Antara Waktu Terhadap Yield
Gambar 7. Hubungan Antara Waktu Terhadap Pulp Untuk Berbagai Suhu Pemasakan Pada
Yield Pulp Untuk Berbagai Konsentrasi Asam Asetat Konsentrasi Asam Asetat 90%
Pada Suhu 100°C
Hal ini disebabkan karena lignin yang
Hal ini dikarenakan pada konsentrasi terdapat pada alang-alang dapat dihidrolisis
asam asetat yang lebih besar, dengan melihat dengan baik karena proses berlangsung pada
persamaan reaksi pemasakan, mengakibatkan sistem endotermis, di mana pada sistem
mol asam asetat yang bereaksi dengan lignin endotermis semakin banyak panas yang
menjadi semakin besar sehingga lignin yang diterima semakin baik hasil reaksi yang didapat.
dapat didegradasi menjadi lebih banyak. Dengan lignin yang semakin banyak
Dengan lignin yang semakin banyak didegradasi menyebabkan sisa hasil reaksi
didegradasi menyebabkan sisa hasil reaksi menjadi lebih kecil. Hasil reaksi yang semakin
menjadi lebih kecil. Hasil reaksi yang semakin kecil mengakibatkan yield pulp yang
kecil mengakibatkan yield pulp yang didapatkan menjadi lebih rendah. Pengurangan
didapatkan menjadi lebih rendah. yield pulp juga dipengaruhi oleh alfa selulosa
Penurunan yield pulp juga dipengaruhi yang rusak, semakin banyak alfa selulosa yang
oleh alfa selulosa yang rusak, semakin banyak mengalami kerusakan pada rantai polimerisasi,
alfa selulosa yang mengalami kerusakan pada akan menyebabkan hasil sisa reaksi yang lebih
rantai polimerisasi maka menyebabkan hasil kecil pula[20].
sisa pemasakan lebih kecil pula[16].

17
WIDYA TEKNIK Vol. 10, No. 1, 2011 (11-20)

Pengaruh Konsentrasi Larutan Asam Asetat semakin meningkat. Sehingga lignin yang
Terhadap Bilangan Kappa Yang Dihasilkan tersisa di dalam pulp semakin kecil.
Dalam penelitian ini, bilangan Kappa
menunjukkan seberapa banyak lignin yang Pengaruh Suhu Pemasakan Terhadap
masih terdapat dalam pulp, jika bilangan Kappa Bilangan Kappa Yang Dihasilkan
tinggi, maka kadar lignin dari pulp juga tinggi, Hubungan antara waktu terhadap
dan jika bilangan Kappa menurun, maka kadar bilangan Kappa untuk berbagai suhu
lignin dalam pulp juga menurun, hal ini pemasakan disajikan pada Gambar 10.
disebabkan oleh penggunaan larutan asam Dalam penelitian ini, bilangan Kappa
asetat dalam pemasakan. Dari hasil penelitian menunjukkan banyaknya lignin dalam pulp.
dapat dilihat bahwa bilangan Kappa akan Dari hasil penelitian pada Gambar 10, terlihat
mengalami penurunan seiring dengan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan
meningkatnya persentase konsentrasi asam untuk pemasakan menggunakan asam asetat
asetat dan lamanya waktu hidrolisis yang dapat 90% menghasilkan hidrolisis lignin yang lebih
dilihat pada Gambar 9. baik. Pada Gambar 10 juga terlihat bahwa suhu
cukup berperan dalam reaksi hidrolisis lignin,
40 misal pada suhu 70°C hasil degradasi lignin
lebih rendah daripada yang bersuhu 85°C
35 ataupun 100°C. Begitu juga dengan yang
bersuhu 85°C hasil degradasi lignin lebih
Kappa numbers

30 rendah daripada suhu 100°C.

25 40

20 35

Konsentrasi asam asetat 60%


Kappa Numbers

15 30
Konsentrasi asam asetat 75%
Konsentrasi asam asetat 90%
10 25
0 20 40 60 80 100 120 140 160

waktu ( menit ) 20
Gambar 9. Hubungan Antara Waktu Terhadap Suhu pemasakan 70°C
Bilangan Kappa Untuk Berbagai Konsentrasi Asam 15 Suhu pemasakan 85°C
Asetat Pada Suhu 100°C Suhu pemasakan 100°C
10
Hal ini disebabkan karena semakin tinggi 0 20 40 60 80 100 120 140 160

konsentrasi asam asetat dan semakin lama waktu ( menit )


waktu hidrolisis, maka semakin banyak lignin
yang terhidrolisis. Lignin mempunyai sifat Gambar 10. Hubungan Antara Waktu Terhadap
mengikat selulosa, sehingga semakin banyak Bilangan Kappa Untuk Berbagai Suhu Pada
lignin terhidrolisis, maka semakin banyak pula Konsentrasi Asam Asetat 90%
selulosa yang terlepas dari ikatan lignin. Oleh
karena itu kadar alfa selulosa dalam pulp Hal ini disebabkan sifat reaksi yang
meningkat karena penurunan lignin. Dengan dipakai untuk pemasakan lignin adalah reaksi
melihat persamaan reaksi pemasakan, bahwa endotermis, yang jika semakin tinggi suhunya,
lignin yang bereaksi dengan asam asetat akan maka konversi reaksi semakin baik, dan
membentuk pulp dan cairan berupa black liquor tentunya waktu mengikutinya, semakin lama
yang mengandung aseto ligninat. Banyaknya waktu reaksi, maka lignin yang terhidrolisis
lignin yang terhidrolisis ini dapat dilihat juga semakin meningkat. Reaksi endotermis
berdasarkan jumlah mol aseto ligninat yang pada pemasakan ini akan dipengaruhi oleh
diperoleh sebanding dengan jumlah mol asam panas yang diterima sewaktu pemasakan.
asetat. Dengan begitu, hasil pemasakan lignin yang
Konsentrasi asam asetat berbanding lurus baik adalah pemasakan dengan konversi reaksi
dengan mol asam asetat, semakin besar yang tinggi, yaitu pada suhu tertinggi. Jika
konsentrasi, maka semakin besar pula molnya. lignin semakin banyak yang hilang, maka kadar
Semakin meningkat jumlah mol asam asetat, alfa selulosa dalam pulp akan semakin tinggi.
maka aseto ligninat yang diperoleh juga

18
Wibisono: PEMBUATAN PULP DARI ALANG-ALANG

Perbandingan Antara Pulp Dari Alang- terkandung dalam pulp menyebabkan kertas
alang, Ampas Tebu dan Eceng Gondok yang dihasilkan menjadi lebih gelap. Jika
Dengan Pulp Yang Dipersyaratkan Oleh ditinjau dari jumlah produk pulp yang
Pabrik Kertas dihasilkan, pemasakan dengan menggunakan
Pada penelitian yang telah dilakukan, bahan baku ampas tebu, memiliki yield pulp
asam asetat dengan konsentrasi 90% dan pada yang lebih tinggi dari yield pulp alang-alang,
suhu pemasakan 100°C selama 60 menit, sehingga yield pulp yang dihasilkan menjadi
memberikan pulp dengan kadar alfa selulosa lebih tinggi.
sebesar 84,6% dan lignin sebesar 23,6628. Jika
dibandingkan dengan pulp yang dipersyaratkan KESIMPULAN
oleh pabrik kertas yang mengandung kadar alfa Dari hasil penelitian dan pembahasan,
selulosa sebesar 86% dan lignin 19,2041, kadar dapat disimpulkan bahwa:
alfa selulosa pulp dari alang-alang tersebut 1. Kadar alfa selulosa tertinggi didapat pada
masih lebih rendah, sedangkan untuk lignin konsentrasi asam asetat yang digunakan 90%
masih lebih tinggi. Lebih tingginya kadar alfa dan pada suhu proses pemasakan 100°C
selulosa dan lebih rendahnya lignin yang pada waktu 60 menit dengan kadar alfa
didapat untuk pulp yang dipersyaratkan oleh selulosa sebesar 84,6%;
pabrik kertas dapat dipengaruhi oleh berbagai 2. Bilangan Kappa terendah didapat pada
faktor seperti pemilihan jenis bahan baku dan konsentrasi asam asetat yang digunakan 90%
jenis proses pemasakan yang digunakan. dan pada suhu proses pemasakan 100°C
Umumnya pabrik menggunakan bahan baku pada waktu 150 menit dengan bilangan
berjenis hardwood yang mengandung kadar alfa Kappa sebesar 20,4100;
selulosa dan lignin yang lebih besar dari 3. Yield pulp tertinggi didapat pada konsentrasi
nonwood, tetapi jenis proses pemasakan pada asam asetat yang digunakan 60% dan pada
pabrik yang umumnya memakai proses kraft suhu proses pemasakan 70°C pada waktu 30
memberikan kadar alfa selulosa dan degradasi menit dengan yield pulp sebesar 88,2%.
lignin yang lebih baik.
Berdasarkan studi literatur yang didapat DAFTAR PUSTAKA
untuk proses pemasakan menggunakan proses [1] Kumitir, M., Culture Library, Penerbit PT.
asetosolv diketahui kadar alfa selulosa, lignin Gramedia, Jakarta, 2010
dan yield pulp yang didapat untuk bahan baku [2] Paskawati, Y. A., dan Susyana, Skripsi:
alang-alang, ampas tebu dan eceng gondok Pembuatan Pulp dari Sabut Kelapa sebagai
sebagaimana disajikan pada Tabel 2. Bahan Baku Kertas Komposit, Hlm. 1-30,
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Tabel 2. Perbandingan Kadar Alfa Selulosa, Lignin Universitas Katolik Widya Mandala,
Dan Yield Pulp Untuk Tiap Jenis Bahan Baku Hasil Subabaya, 2010
Dari Proses Asetosolv[18] [3] Muzzie, M. D., Hemiselulosa and Lignin,
Alang- Ampas Eceng New Jersey, 2006
alang tebu gondok
[4] Smook, G. A., Handbook for Pulp & Paper
Kadar alfa 84,6% 83,93% 75,2%
Technologist, Edisi Keenam, Hlm. 146-148,
selulosa
Lignin 23,6628 39,13 8,71
1989
Yield Pulp 62,8% 64,79% - [5] Mudjijati and Lourentius, S. , Laporan
Penelitian: Pembuatan Pulp Alang-alang
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa kadar alfa dengan Proses Soda, Hlm. 10-40, Hlm. 12-
selulosa dari alang-alang memiliki nilai 14, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
tertinggi dibandingkan dengan jenis bahan baku Universitas Katolik Widya Mandala,
yang lain, dengan kadar alfa selulosa yang Surabaya, 1996
semakin tinggi mengakibatkan daya tarik kertas [6] Bocah, Teknologi Ramah Lingkungan
semakin kuat dan daya hapus juga semakin baik Untuk Industri Pulp Dan Kertas, Penerbit
sehingga kualitas dari kertas yang dihasilkan Liberty, Yogyakarta, 2009
oleh pulp berbahan baku alang-alang lebih baik [7] Judi, R., Penentuan Kondisi Optimum Awal
jika dibandingkan dengan pulp dari ampas tebu Pada Proses Enzimatis Pembuatan Pulp
dan eceng gondok. Akan tetapi pulp dari alang- Kertas Dari Pelepah Pisang, Surabaya,
alang memiliki intensitas kecerahan kertas yang 2000
lebih jelek jika dibandingkan dengan pulp dari [8] Surjoseputro, W. dan Tjanarko, L. S.,
eceng gondok, karena banyak lignin yang Skripsi: Pembuatan Kertas Komposit Dari
Serat Alang-alang Dan Polipropilen, Hlm.

19
WIDYA TEKNIK Vol. 10, No. 1, 2011 (11-20)

1-30, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Enceng Gondok dengan Proses


Teknik, Universitas Katolik Widya Organosolv, 2010,
Mandala, Surabaya, 2001 http://si.uns.ac.id/profil/uploadpublikasi/e
[9] Johnson, Rock-Tenn Package and kuilibrium/2009-vol-
Materials Testing Laboratory 2003, lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?datala
http://www.rocktennlab.com/, Diakses 20 d=42, Diakses 10 Juli 2010
Nopember 2010 [16] Oktaveni, D., Lignin Terlarut Asam Dan
[10] Siregar, D., Penggunaan Hijauan Dalam Delignifikasi Pada Tahap Awal Proses
Ransum Ayam 2001, Pulping Alkali, 2009,
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle http://www.scribd.com/doc/50154312/E09
/123456789/1322/BabII dok, Diakses 9 Agustus 2010
1986mms.pdf?sequence=8, Diakses 20 [17] Wagiyanto, D., Proses Produksi Kertas
Oktober 2010 dan Limbah Yang Dihasilkan, 2008,
[11] Hidayati, Sri., Pembuatan Pulp Dan http://uns.ac.id/members/d12x/recent-
Kertas Dari Ampas Tebu Dengan Proses posts, Diakses 9 Agustus 2010
Acetosolv, 2009, [18] Sutejo, M. I, dan Purnama, Y. E., Skripsi:
http://aprysilverfox.com/2010/08/makalah Pembuatan Pulp Dari Jerami Dan Ampas
-pembuatan-pulp-dan-kertas-dari.html, Tebu Dengan Pelarut Asam Asetat, Hlm.
Diakses 10 Oktober 2010 10-30, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas
[12] Anton, Alang-alang Pemlembut Kulit, Teknik, Universitas Katolik Widya
http://anekaplanta.com/2009/01/21/alang- Mandala, Surabaya, 2003
alang, Diakses 10 Oktober 2010 [19] Enny K., Artati, Effendi, A., dan
[13] Azizah, U., Struktur Polimer, 2008”, Haryanto, T., Pemanfaatan Ampas Tebu
http://www.chem-is- Dengan Proses Orgnosolv, 2009,
try.org/materi_kimia/kimia- http://bogoragriculturaluniversity.academi
polimer/pengantar-polimer/struktur- a.edu/adisetiadi/Papers/823412/, Diakses
polimer/, Diakses 5 Oktober 2010 10 Agustus 2010
[14] Badan Standarisasi Nasional, Cara Uji [20] Amir, B., Pembuatan Kertas Melalui
Kadar Alfa Selulosa, Beta Dan Gamma, Proses Asetosolv, 2008,
2009, http://pustan.bpkimi.kemenperin. http://repository.ipb.ac.idbitstreamhandle1
go.id/files/SNI%200444-009_logo%20 2345678939950Bab%20II%20F95sfs.pdfs
baru.pdf, Diakses 10 Agustus 2010 equence=7, Diakses 10 Juli 2010
[15] Enny, K., Pengaruh Konsentrasi Larutan
Pemasak Pada Proses Deligninfikasi

20
See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/321288905

PENGARUH WAKTU DELIGNIFIKASI TERHADAP PEMBENTUKAN ALFA


SELULOSA DAN IDENTIFIKASI SELULOSA ASETAT HASIL ASETILASI DARI
LIMBAH KULIT PISANG KEPOK

Poster · November 2017


DOI: 10.13140/RG.2.2.17594.49601

CITATIONS READS

0 657

3 authors, including:

Ummul Habibah Gema Fitriyano


Universitas Muhammadiyah Jakarta Universitas Muhammadiyah Jakarta
4 PUBLICATIONS   3 CITATIONS    11 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Pemanfaatan Limbah View project

Bio-Lubricant View project

All content following this page was uploaded by Gema Fitriyano on 25 November 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


p- ISSN : 2407 –
POSTER 007
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek

PENGARUH WAKTU DELIGNIFIKASI TERHADAP PEMBENTUKAN


ALFA SELULOSA DAN IDENTIFIKASI SELULOSA ASETAT HASIL
ASETILASI DARI LIMBAH KULIT PISANG KEPOK
Divia Yannasandy1*, Ummul Habibah Hasyim 2, Gema Fitriyano3
1,2,3
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Jakarta
Jl. Cempaka Putih Tengah 27 Jakarta Pusat 10510
*
Email : dyannasandy@gmail.com

ABSTRAK
Pisang kepok merupakan salah satu komoditi buah buahan yang banyak ditemukan di Indonesia. Jumlah
konsumsi buah pisang kepok yang tinggi akan menghasilkan kulit pisang yang tinggi. Pada kulit pisang kepok
terdapat kandungan selulosa yang memiliki banyak manfaat jika diproses lebih lanjut. Salah satunya adalah
sebagai bahan baku pembuatan selulosa asetat. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah kulit pisang
kepok sebagai bahan baku pembuatan selulosa asetat, mengetahui pengaruh waktu delignifikasi pada tahap
asetilasi terhadap selulosa asetat yang dihasilkan, mengetahui hasil rendemen selulosa asetat yang terbaik dari
massa kulit pisang kepok dan mengidentifikasi selulosa asetat hasil asetilasi menggunakan FTIR. Penelitian ini
dilakukan menggunakan metode delignifikasi dengan pelarut NaOH dilakukan pada suhu 45oC dan dengan
variasi waktu reaksi 1, 2, 3, 4, 5 jam sebagai tahap awal pemisahan alfa selulosa dari senyawa lain yang terdapat
dalam kulit pisang. Setelah didapatkan alfa selulosa dilakukan reaksi asetilasi dengan anhidrida asetat pada suhu
45oC dengan kecepatan pengadukan 1500 rpm dan waktu reaksi selama 6 jam. Hasil penelitian menunjukkan
kondisi optimum waktu delignifikasi yaitu pada waktu reaksi 2 jam dengan yield sebesar 23.72%. Selanjutnya
dilakukan uji FTIR untuk memastikan terbentuknya produk yang kita inginkan (selulosa asetat) dibuktikan
dengan spektrum yang menunjukkan adanya senyawa selulosa asetat yang di tandai dengan terbentuknya peak
pada daerah serapan 1636 cm-1 yaitu dengan cara membandingkan gugus pada selulosa asetat hasil reaksi dengan
gugus selulosa asetat komersil.

Kata Kunci : alfa selulosa, asetilasi, pemanfaatan limbah, pisang kepok, selulosa asetat

ABSTRACT
Banana kepok is one of the most fruits commodities found in Indonesia. High amount of banana fruit
consumption will produce high banana peel. In banana peel there are cellulose content which has many benefits
if processed further. One of them is as raw material for making cellulose acetate. The objective of this study was
to obtain cellulose acetate from banana peel waste, to know the effect of delignification time on the acetylation
stage of cellulose acetate produced, to know the best yield of cellulose acetate from banana peel mask and to
identify acetylated cellulose acetate using FTIR. This study was carried out using the delignification method with
NaOH solvent carried out at 45 oC and with a time variation of 1, 2, 3, 4, 5 hours as the initial stage of separation
of alpha cellulose from other compounds contained in banana peel. After the alpha cellulose was obtained an
acetylation reaction with acetic anhydride at 45oC with stirring speed of 1500rpm and reaction time for 6 hours.
The results showed that the optimum condition of delignification time was 2 hours reaction time with yield of
23.72%. The FTIR test was then performed to confirm the formation of the product we wanted (cellulose acetate)
proved by spectrum indicating the presence of the cellulose acetate compound characterized by peak formation
in 1636 cm-1 absorption area by comparing the group on the reaction cellulose acetate with the cellulose group
commercial acetate.

Keywords: alpha cellulose, acetylation, waste utilization, banana kepok, cellulose acetat

Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2017 1


Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta , 1-2 November 2017
p- ISSN : 2407 –
POSTER 007
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek

PENDAHULUAN Metode Penelitian


Indonesia merupakan salah satu Negara yang Proses pembuatan alfa selulosa dan selulosa
dikenal sebagai penghasil pisang di dunia. asetat. Adapun metode penelitiannya adalah
Produksi buah pisang menduduki peringkat sebagai berikut :
pertama pada industri pertanian. Salah satunya
pisang kepok. Namun tingginya produksi buah 1.Preparasi kulit pisang
pisang, tidak diimbangi dengan pengolahan Disiapkan ± 20 kulit pisang kepok,
limbah kulit pisang yang dihasilkan oleh pisang kemudian direndam dalam air untuk
tersebut. Jika dibiarkan begitu saja maka akan menghilangkan kotoran yang terdapat di kulit
menimbulkan banyak kerugian dan menganggu pisang.
masyarakat. (Wahyudi, 2011). Masalah diatas Selanjutnya kulit pisang hasil dari tahap
dapat teratasi dengan adanya penelitian yang pertama dipotong-potong dengan menggunakan
kami lakukan dengan memanfaatkan limbah cutter dan dihaluskan menggunakan blender
kulit pisang kepok. Kandungan alfa selulosa sampai menjadi bubur.
yang cukup tinggi pada kulit pisang kepok yaitu
Kemudian dimasukkan ke dalam
sebesar 94%, dapat dimanfaatkan menjadi
larutan NaOH 17,5 % dengan variasi waktu
bahan baku pembuatan selulosa asetat. Selulosa
asetat mempunyai nilai komersial yang cukup 1,2,3,4, dan 5 jam dengan pemanasan 45 oC.
tinggi karena memiliki beberapa keunggulan Bahan yang tidak larut di dalam larutan adalah
diantaranya karakteristik fisik dan optik yang bahan utama yang ingin didapatkan yaitu alfa
baik sehingga banyak digunakan sebagai serat selulosa. Alfa selulosa yang didapat dipisahkan
untuk tekstil, filter rokok, plastik, film fotografi, dari larutan dengan menggunakan kertas saring
lak, pelapis kertas dan membran. Selain itu . Pada tahap ini dilakukan pencucian alfa
Indonesia merupakan salah satu negara yang selulosa dengan air hangat dengan suhu
masih mengandalkan impor selulosa asetat dari dibawah 50 oC, pencucian ini dilakukan
luar negeri, dengan memanfaatkan limbah kulit berulang kali agar serbuk yang didapatkan
pisang kepok sebagai bahan utama pembuatan mencapai kondisi netral.
selulosa asetat, maka dapat mengurangi nilai Setelah melakukan seluruh tahap
impor selulosa asetat di Indonesia. Banyak didapatkan bahan hasil preparasi berupa
metode yang bisa digunakan untuk mengolah padatan alfa selulosa.
kulit pisang kepok. Metode yang digunakan
harus sesuai dengan sifat fisika dan kimia yang
terkandung pada zat yang akan dimanfaatkan
lebih lanjut. Pada penelitian ini, digunakan
metode penambahan basa kuat untuk proses
delignifikasi. Sedangkan pada tahap asetilasi
dipilih metode solvent process.

METODOLOGI PENELITIAN
Gambar 1. Reaksi Delignifikasi
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian 2.Reaksi Asetilasi
ini adalah : kulit pisang kapok, asam asetat Disiapkan beker gelas, dimasukkan larutan
glasial, anhidrida asetat, NaOH 17,5%, dan anhidrida asetat dengan perbandingan massa
asam sulfat. terhadap asam asetat glasial (1:1).Pada tahap ini
bertujuan agar gugus asetil yang didapat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini menggantikan lebih banyak gugus hidroksida
adalah : cutter, kertas saring, hot plate with yang terdapat pada selulosa .
magnetic stirrer, shaker, batang pengaduk, Selanjutnya untuk aktivasi selulosa,
labu kaca, beaker glass, erlenmeyer, pipet ukur aktivator yang digunakan adalah anhidrida
kaca, plat kaca. asetat. Pada tahap ini dilakukan pengadukan
selulosa dengan anhidrida asetat glasial dengan
Variabel dalam penelitian ini adalah : perbandingan massa 1 : 20 proses pengadukan
Variabel bebas : Waktu delignifikasi dengan kecepatan 1500rpm berlangsung

Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2017 2


Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta , 1-2 November 2017
p- ISSN : 2407 –
POSTER 007
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek

sampai 6 jam dengan suhu reaksi dijaga pada Yield (%) = Massa Produk x 100%
45oC pada proses ini menggunakan labu leher
tiga. Massa Bahan Baku
Setelah proses pengadukan selesai tuang Untuk membuktikan bahwa produk yang
selulosa hasil asetilasi ke dalam beker gelas didapatkan merupakan selulosa asetat, maka
kemudian ditambahkan air dan dilakukan dilakukan analisa dengan instrumen FTIR.
pengadukan selama 1 jam.Tahap ini disebut Sebagai acuan data digunakan selulosa asetat
sebagai tahap netralisasi yang bertujuan untuk komersil, dan akan dibandingkan dengan
mengencerkan asam asetat glacial. Hasil yang produk selulosa asetat dari kulit pisang.
didapat dari reaksi asetilasi ini adalah bahan
berupa gumpalan-gumpalan selulosa asetat Diagram Alir
berwarna putih kekuning-kuningan.
ReaksiAsetilasi sebaiknya berjalan pada
suhu antara 40 oC sampai 45oC, jika suhu lebih
rendah akan mengakibatkan reaksi berjalan
dengan laju reaksi yang lambat. Jika reaksi
diatas suhu 50 oC atau lebih, maka akan
memungkinkan bahan untuk lebih mudah
menguap dan sebagian lagi terpapar panas.
Sehingga bahan yang tersisa menjadi rusak dan
mengurangi jumlah dari hasil reaksi. (Das,
2014).

Gambar 2. Reaksi Pembentukkan Selulosa


Asetat

Metode Analisa Data

Untuk metode analisa data dibagi menjadi dua


antara lain analisa kadar alfa selulosa dari hasil
pemisahan kulit pisang, dan analisa persentase
yield selulosa asetat hasil reaksi asetilasi.

1. Penentuan kadar alfa selulosa


Penentuan kadar selulosa hasil pemisahan dari
limbah kulit pisang menggunakan metode SNI
0444 : 2009. Penentuan kadar selulosa yang
dilakukan pada penelitian ini hanya terhadap
kadar alfa selulosa.
Gambar 3. Diagram Alir Proses
2. Persen yield
Persen yield didapatkan dari perbandingan
antara massa produk selulosa asetat yang
didapatkan dari hasil reaksi asetilasi dengan
massa bahan baku selulosa. Persamaan untuk HASIL PENELITIAN DAN
menghitung yield dituliskan sebagai berikut : PEMBAHASAN

Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2017 3


Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta , 1-2 November 2017
p- ISSN : 2407 –
POSTER 007
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek

Data Hasil Percobaan Pada Variasi Waktu dan seterusmya. Dengan begitu dapat dikatakan
Akselerasi Delignifikasi pada proses delignifikasi waktu terbaik adalah
Berikut ini adalah tabel hasil delignifikasi 1 jam dengan pemanasan 450C.
terhadap kulit pisang kepok. Reaksi
delignifikasi dilakukan pada suhu 450C, dengan Data Hasil Percobaan Proses Asetilasi
variasi waktu delignifikasi yatu 1, 2, 3, 4, dan 5 Berikut ini adalah tabel hasil asetilasi
jam dengan menggunakanpelarut NaOH 17.5 terhadap alfa selulosa yang telah didapat
%. melalui proes delignifikasi,massa produk,
massa bahan baku, dan persentase yield
Tabel.1 Hasil Delignifikasi Kulit Pisang terhadap alfa selulosa. Reaksi asetilasi
dilakukan pada suhu 450C, dengan variasi
Variasi Massa bahan Massa Kadar waktu delignifikasi 1, 2, 3, 4, 5, jam dengan
waktu baku kulit alfa alfa waktu reaksi selama 6 jam, serta kecepatan
(jam) pisang selulosa Selulosa pengadukan 1500rpm dan digunakan pelarut
(gram) (gram) (%) asam asetat glasial dan ahidrida asetat (1:1)
sebanyak 300 ml.
1 100 63.38 94
Tabel 2. Hasil Asetilasi Selulosa Asetat
2 100 54.38 94
3 100 47.62 93 Waktu Massa Massa % Yield
4 100 43.59 91 akselerasi alfa selulosa selulosa
5 100 44.31 93 (jam) selulosa asetat asetat
(gram) (gram)
Dapat dilihat setelah dilakukan delignifikasi 1 15.05 2.21 14.68
pada kulit pisang dengan waktu dan massa yang 2 15.05 3.57 23.72
tertera diatas didapatkan hasil yang menurun 3 15.05 3.54 23.52
pada waktu 2 jam dan seterusnya. Setelah 4 15.05 2.48 16.47
dilakukan delignifikasi didapat alfa selulosa, 5 15.05 2.02 13.42
kemudian dilakukan analisa alfa selulosa
dengan menggunakan SNI 0444:2009 dan Pada tabel 2 menunjukkan hasil asetilasi dengan
variasi waktu delignifikasi. Setelah dilakukan
dilanjutkan pada proses berikutnya yaitu
proses asetilasi, dari hasil tabel diatas dapat
asetilasi. dilihat pada waktu deliginifikasi 2 jam didapat
hasil maksimum yaitu sebesar 3.57 gram. Maka
bisa dikatakan waktu tersebut merupakan waktu
Waktu Delignifikasi yang optimum pada saat delignifikasi kulit
Alfa selulosa (gram)

pisang yang disertai dengan pemanasan 450C .


100 y = 1,5836x2 - 14,394x + 76,42 Setelah dilakukan proses asetilasi, maka
R² = 0,9976 dilanjutkan dengan uji FTIR untuk memastikan
50
produk yang diinginkan telah terbentuk.
0
0 2 4 6
Waktu Delignifikasi (jam) Persentase Yield Selulosa
Asetat 2
y = -2,2164x + 12,322x + 5,778…
Grafik 1. hubungan variasi waktu delignifikasi
dengan alfa selulosa 50
0
% Yield Selulosa Asetat

Grafik 1 memaparkan perbandingan hasil 0 2 4 6


massa alfa selulosa dengan waktu delignifikasi. Waktu Delignifikasi (jam)
Dan dari grafik di atas dapat dilihat bahwa
waktu delignifikasi berbanding terbalik dengan
hasil alfa selulosa yang didapat. Pada waktu Grafik 2. persentasi yield selulosa asetat
delignifiksi 1 jam didapat hasil sebesar 63.38
gram, dan terjadi penururan pada waktu 2 jam

Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2017 4


Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta , 1-2 November 2017
p- ISSN : 2407 –
POSTER 007
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek

Grafik 2 menunjukkan hasil perbandingan sebagai kondisi optimum dikarenakan waktu


persen yield selulosa asetat terhadap waktu ke-1 masih terdapat banyak getah dan zat-zat
delignifikasi. Dari grafik diatas dapat dilihat selain alfa selulosa yang belum larut dalam
bahwa waktu delignifikasi berbanding terbalik NaOH.
dengan hasil asetilasi yaitu berupa selulosa
asetat. Hal ini ditunjukkan pada waktu Reaksi Asetilasi Terhadap Selulosa Asetat
akselerasi 3 jam dan seterurnya hasil asetilasi Hasil yang didapat dari gambar grafik 3
justru mengalami penurunan. Dan mengalami adalah koefisien determinasi. Diketahui
peningkatan pada waktu 2 jam. Dengan begitu koefisien determinasi pada gambar tersebut
dapat dikatakan waktu optimum untuk proses sebesar 0,808. Karena koefisien korelasi
delignifikasi yang disertai pemanasan 450C hubungan interaksi antara waktu akselerasi dan
yaitu pada waktu 2 jam. persentase yield selulosa asetat sebesar 0,808.
Kemudian koefisien determinasi sebesar 80,8%
Pengaruh Waktu Delignifikasi maka dari itu persentase yield dipengaruhi oleh
Hasil yang didapat dari gambar grafik 3 waktu akselerasi pada proses delignifikasi.
adalah koefisien determinasi. Diketahui Sedangkan sisanya 19,2% (100%-80,8%)
koefisien determinasi pada gambar tersebut merupakan faktor lain diluar variabel tersebut.
sebesar 0,997. Karena koefisien korelasi Berdasarkan grafik, terlihat bahwa
hubungan interaksi antara waktu akselerasi dan persentase yield selulosa yang didapat
hasil alfa selulosa sebesar 0,997. Kemudian mengalami peningkatan pada kondisi kedua
koefisien determinasi sebesar 99.7% maka dari yakni pada waktu 2 jam. Hal ini dibuktikan oleh
itu persentase yiel dipengaruhi oleh kecepatan grafik di atas pada waktu 2 jam didapat yield
pengadukan. Sedangkan sisanya 0.3% (100%- sebesar 23.72%. Sedangkan pada waktu ke 3, 4,
99.7%) merupakan faktor lain diluar variabel dan 5 yield mengalami penurunan. Hal ini
tersebut. dikarenakan semakin lama waktu akselerasi
Berdasarkan grafik, terlihat bahwa maka semakin banyak zat yang terdegradasi
persentase yield selulosa yang atau rusak .
didapatmengalami penurunan. Hal ini tidak Setelah didapat waktu akselerasi optimum
sejalan dengan lama waktu akselerasi maka yaitu pada waktu 2 jam, maka dilanjutkan
semakin sedikit pula jumlah alfa selulosa yang dengan uji analisa selulosa asetat dengan FTIR
dihasilkan. Hal ini dibuktikan oleh grafik diatas untuk memastikan hasil merupakan produk
pada waktu 1 jam didapat hasil sebesar 63.38 yang kita inginkan. Berikut ditampilkan hasil
gram dan pada waktu 2 jam mengalami uji FTIR pada variasi waktu akselerasi
penurunan menjadi 54.38 gram.. Hal ini dapat delignifikasi seperti gambar berikut :
terjadi karena semakin lama waktu akselerasi
maka akan semakin banyak pula zat yang ikut
larut dalam proses tersebut. Dipilih waktu ke-2

Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2017 5


Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta , 1-2 November 2017
p- ISSN : 2407 –
POSTER 007
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek

Grafik 3. Spektrum FTIR Selulosa Asetat Komersil

Grafik 4. Spektrum FTIR selulosa asetat dari kulit pisang

Sampel yang digunakan sebagai acuan untuk hidroksil O-H pada bilangan gelombang 3335
pembanding adalah selulosa asetat komersial. cm-1. Hal ini membuktikan masih adanya gugus
Kemudian spektrum FTIR keduanya hidroksil pada selulosa asetat dari kulit pisang.
dibandingkan. Sebagaimana terlihat pada KESIMPULAN DAN SARAN
gambar diatas.
Hasil analisis gugus fungsi mengunakan Kesimpulan
FTIR menunjukkan adanya puncak serapan Dari penelitian yang telah dilakukan
gugus karbonil C=O (1870-1540 cm-1) dan berdasarkan pada variabel dengan variasi waktu
gugus ester C-O dari gugus asetil (1320-1210 delignifikasi 1, 2, 3, 4, 5, jam, dan suhu reaksi
cm-1). Hal ini menunjukkan bahwa 45oC diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
terbentuknya senyawa selulosa asetat dengan 1. Limbah kulit pisang kepok memiliki
terlihat puncak yang tajam pada bilangan kandugan alfa selulosa yang tinggi yaitu
gelombang 1636 cm-1 dan terjadi penurunan sebesar 94% dan bisa diolah menjadi
intensitas gugus hidroksil akibat tersubtitusi selulosa asetat melalui reaksi asetilasi.
oleh gugus asetil. Pada gambar diatas terlihat
spektrum FTIR masih memiliki serapan gugus

Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2017 6


Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta , 1-2 November 2017
p- ISSN : 2407 –
POSTER 007
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek

2. Semakin lama waktu delignifikasi maka Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik,


hasil rendemen alfa selulosa semakin Universitas Lambung Mangkurat.
sedikit Anam, Choirul, Sirojudin dkk. April 2007,
3. Dalam proses delignifikasi dengan variasi Analisis Gugus Fungsi Pada Sampel Uji,
waktu delignifikasi 1, 2, 3, 4, 5, jam dengan Bensin dan Spiritus Menggunakan
NaOH diperoleh hasil optimum pada Metode Spektroskopi FT-IR, Berkala
waktu reaksi 2 jam yaitu sebesar 23.72% Fisika. Vol 10 no.1 79-85
4. Berdasarkan analisa FTIR terlihat Anonim. 2005. Pengolahan Pangan: Tepung
spektrum yang menunjukkan adanya Tapioka.
senyawa selulosa yang di tandai dengan Ariestaningtyas, Y. 1991. Pemanfaatan
terbentuknya peak pada daerah serapan Tongkol Jagung untuk Produksi Enzim
1636 cm-1 akan tetapi masih menunjukkan Selulase oleh Trichoderma viride.
adanya senyawa lain yaitu pada bilangan Skripsi. Departemen Teknologi
gelombang 3335cm-1 masih terbentuk Pertanian. Fateta IPB. Bogor.
gugus hidroksil. Badan Pusat Statistik Indonesia, Statistik Impor
Indonesia, http://www.bps.go.id,
Saran Diakses: 24 Februari 2012, 2012.
Ditinjau dari hasil penelitian dan kesimpulan Basse, 2000, Pemanfaatan Limbah Kulit
yang diperoleh maka ada beberapa saran yang Pisang Sebagai Subtituen Tepung Terigu
dpat menjadi masukkan bagi pembaca dan yang dalam Pembuatan Mie.
ingin melanjutkan penelitian pada bidang http://www.scribd.com/ doc /22590581
serupa yaitu : /Kulit-Pisang
1. Perlu diperhatikan pada saat persiapan BSN, 2009. Pulp – Cara Uji Kadar Selulosa
bahan baku dikarenakan dibutuhkan hasil Alfa, Beta, Gamma. SNI 0444 : 2009
serbuk selulosa yang banyak untuk Chusnul, 2011, Spektroskopi IR., 96: 103-110
dilakukan analisa pada hasil yang didapat. Chen et al, 2010, Molecular Subtype
2. Pada saat proses asetilasi perlu diperhatikan Approximated by Quantitive Esterogen
agar gugus hidroksil yang dihasilkan pada Receptor, Progesterone receptor and
proses delignifikasi dapat digantikan semua Her can Predict the Prognosis of Breast
oleh gugus asetil pada proses asetilasi Cancer, Tumori
sehingga hasil selulosa asetat yang Das, A.M. 2014. Synthesis and characterization
diinginkan terbentuk sempurna. of cellulose acetate from rice husk: Eco-
friendly condition. Elsevier :
UCAPAN TERIMAKASIH Carbohydrate Polymers, 2014. 112: p.
Saya mengucapkan banyak 342 - 349.
terimakasih kepada Ibu Dr. Nurul Hidayati Fitriyano G, Abdulah S, 2016, Sintesis Selulosa
Fithriyah, ST, M.Sc. sebagai Ketua Jurusan Asetat Dari Pemanfaatan Limbah Kulit
Teknik Kimia Universitas Muhammadiyah Pisang Diaplikasikan Sebagai Masker
Jakarta. Ibu Yustinah, ST, MT, selaku Asap Rokok, Jurnal Seminar Nasional
Koordinator Penelitian Jurusan Teknik Kimia dan Teknologi.
Universitas Muhammadiyah Jakarta. Ibu Gaol, M. R. L., Sitorus, R., Yanthi, S., Surya,
Ummul Habibah Hasyim ST, M.Eng, sebagai S., Manurung, R. (2013) Pembuatan
Dosen Pembimbing Penelitian serta pihak- Selulosa Asetat dari α-Selulosa Tandan
pihak lain yang tidak bisa saya sebutkan satu Kosong Kelapa Sawit, Jurnal Teknik
persatu. Kiranya hanya Allah SWT yang dapat Kimia USU, 2, 33-39.
membalas kebaikan yang diberikan kepada Hanum F, Angelina M, dkk, 2012, Ekstraksi
saya . Pektin dari Kulit Pisang Kepok, Jurnal
Teknik Kimia USU.
DAFTAR PUSTAKA Hernawati, H. dan A. Aryani., 2007. Potensi
Abdi C, Saputra W, dkk, 2015, Pemanfaatan Tepung Kulit Pisang Sebagai Pakan
Limbah Kulit Pisang Kepok Sebagai Alternatif Pada Ransum Ternak Unggas.
Karbon Aktif Pengolahan Limbah Air Laporan Penelitian Hibah Bersaing.
Sumur Kota Banjarbaru, Program Studi Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung.

Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2017 7


Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta , 1-2 November 2017
p- ISSN : 2407 –
POSTER 007
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek

Iranmahboob, J., Nadim, F., and Monemi, S., McGraw-Hill Book Company, New
2002, Optimizing Acid Hydrolyisis : A York.
Critical Step For Production Of Ethanol Perry, R.H., 1997, Perry’s Chemical Engineers’
From Mix Wood Chips, Biomass Handbook, 7 ed., Mc.Graw Hill Book
Bioenergy 22(5), 401:404. Company, Inc., New York.
Kiyose et al, 1998, Cellulose Acetate Excellent Prahastuti A., 2010, Prarancangan Pabrik
in Physical Strength and Process for Selulosa Asetat Dari Selulosa Dan Asetat
Production Thereof, U.S. Patent No. Anhidrid Dengan Proses Asetilasi
5,990,304 Kapasitas 25.500 Ton Per Tahun,
Lehninger, A. L. 1998. Dasar-Dasar Biokimia. Laporan Tugas Prarancangan Pabrik,
Jakarta: Penerbit Erlangga. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
Lubis, Rustam E. dkk., 2011, Buku Pintar Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Kelapa Sawit, Jakarta : PT. Agro Media Surakarta.
Pustaka Restu M, 2013, Pemanfaatan Limbah Kulit
MC. Ketta, John, 1983, Encyclopedia Chemical Pisang Sebagai Karbon Aktif,
Process and Design, Marchell Dekker Universitas Pembangunan Nasional,
Inc., New York. Veteran.
Mc Ketta, J.J. and Cunningham, W.A., 1977, Risdianika A, Pengaruh Kadar Air Terhadap
Encyclopedia of Chemical Processing Tekstur dan Warna Keripik Pisang
and Design, Vol 5, Marcel Decker inc., Kepok, Jurusan Teknologi Pertanian,
New York Faklutas Pertanian, Universitas
Misdawati, 2005, Sintesis Selulosa Kaproat Hasanuddin.
Melalui Reaksi Interesterifikasi Antara Rofikah, 2013, Pemanfaatan Pektin Kulit
Selulosa Asetat Dengan Metil Kaproat, Pisang Kepok, Universitas Negri
Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Al- Semarang.
wshiyah, Vol 9, No.1, 2005: 38-45 Rumpis, 2011, Pisang Kepok Kuning,
Muhammad A, Soliha Ls, dkk, 2006, http://rumpis-rumahpisang.com
Modifikasi Membrane Selulosa Asetat Silviyah S, Masruroh, Penggunaan, dkk, 2007
Sebagai Membrane Ultrafiltasi, Jurusan Metode FT-IR Untuk Mengidentifikasi
FMIPA KIMIA Universitas Jember. Gugus Fungsi Pada Proses Pembaluran
Novia N,2017, Pengaruh Waktu Delignifikasi Penderita Mioma, Jurusan Fisika FMIPA
Terhadap Lignin dan Waktu SSF Universitas Brawijaya.
Terhadap Etanol Pembuatan Bioethanol Shofiyanto, M. Edy. 2008. Hidrolisa Tongkol
dari Sekam Padi,Jurusan Teknik Jagung oleh Bakteri Selulolitik Untuk
Kimia,Universitas Sriwijaya,Palembang. Produksi Bioetanol Dalam Kultur
Odian G., 1993, Principles of Polymerization, Campuran. Fakultas Teknologi Pertanian
John Willy & Sons, Inc, New York. IPB. Bogor
Pinnata R, Damayanti A, Pemanfaatan Selulosa Sumada K,2011,Kajian Proses Isolasi Alfa
Asetat Eceng Gondok Sebagai Bahan Selulosa Dari Limbah Batang Tanaman
Baku Pembuatan Membran Untuk Manihot Esculenta Crantz yang
Desalinasi, Jurusan Teknik Lingkungan, Efisien,Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Semarang. UPN.Jawa Timur
Perry, R.H.., and Chilton Cecil, H. 1990,
Chemical Engineering Hand Book, 7ed.,
Susanti, Lina, 2006, Perbedaan Penggunaan Hidroksida, Fakultas Teknologi Industri,
Jenis Kulit Pisang Terhadap Kualitas UPN Veteran Jawa Timur
Nata Dengan Membandingkan Kulit Wahyudi, Wibowo dkk., 2011, Pengaruh Suhu
Pisang Raja Nangka, Ambon Kuning dan Terhadap Kadar Glukosa Terbentuk dan
Kepok Putih Sebagai Bahan Baku. Tugas Konstanta kecepatan Reaksi pada
Akhir, Semarang: UNNES. Hidrolisa Kulit Pisang, Jurusan Teknik
Urip L, Sumada K, dkk, 2013 Pemisahan Alfa Kimia, UNS, Jawa Tengah.
Selulosa dari Batang Ubi Kayu Widyaningsih S, Radiman, dkk, Pembuatan
Menggunakan Larutan Natrium Selulosa Asetat Dari Pulp Kenaf, Jurusan

Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2017 8


Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta , 1-2 November 2017
p- ISSN : 2407 –
POSTER 007
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek

Kimia Program Sarjana, Unsoed Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Vol 5 Nomor
Purwekerto. 1, 75-84
Wiratmaja, I Gede dkk., 2011, Pembuatan Whistler RL., BeMiller JN, 1993, Industrial
etanol generasi kedua dengan Gums, Polysaccharides and Their
memanfaatkan limbah rumput laut Derrivates, Edisi ke-3, Academic Press,
eucheuma cottonii sebagai bahan baku, San Diego.

Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2017 9


Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta , 1-2 November 2017

View publication stats


Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36-50

Jurnal
Jurnal Teknologi Kimia Unimal Teknologi
http://ft.unimal.ic.id/teknik_kimia/jurnal Kimia
Unimal

Pembuatan Pulp dari Batang Pisang

Syamsul Bahri1
1
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh
Laboratorium Teknik Kimia, Jl. Batam No. 2, Bukit Indah, Lhokseumawe 24353
e-mail: amarul_bahari67@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk menguji perolehan pulp dari batang pisang
melalui proses soda. Bahan baku pulp terdiri atas selulosa, hemiselulosa, lignin
dan ekstraktif. Pulp dapat dibuat dengan cara kimia, yaitu memasak bahan baku
dengan menggunakan bahan kimia yang sesuai di dalam Reaktor. Batang pisang
yang berukuran 1 cm sebanyak 10 gram dimasak dengan menvariasikan
konsentrasi NaOH dan waktu pemasakan. Konsentrasi NaOH yang digunakan
0,5; 1; 1,5; 2 dan 2,5 % dengan waktu pemasakan 30; 60; 90; 120 dan 150
menit. Kondisi terbaik dari hasil penelitian diperoleh pulp 61.43 %, kandungan
selulosa 83.3 %, dan kandungan lignin 2.97 % pada waktu pemasakan 120 menit
dan konsentrasi NaOH 2 %.

Kata kunci : batang pisang, pulp, selulosa, lignin.

1. Pendahuluan

Peningkatan kebutuhan kertas memberikan dampak yang kurang baik


terhadap lingkungan karena sampai saat ini bahan baku utama pulp yang banyak
digunakan adalah kayu. Akibatnya penebangan hutan menjadi semakin meluas.
Selain itu proses pulping yang dilakukan menggunakan bahan kimia yang sukar
untuk didegradasi secara alami. Salah satu alternatif untuk mengurangi efek yang
kurang baik ini adalah dengan menggunakan bahan bukan nonkayu sebagai bahan
baku pulp dan mencari proses yang lebih ramah terhadap lingkungan.
Laju perkembangan ekonomi dan industri sangat pesat memicu peningkatan
kebutuhan akan kertas sebagai media informasi secara tertulis. Upaya untuk
meminimalisasi biaya produksi yang disebabkan oleh kekurangan pasokan bahan
baku kayu dan mahalnya harga kayu sudah lama dilakukan. Salah satunya adalah
Syamsul Bahri / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36 - 50

dengan mencari bahan baku alternatif dari bahan lain seperti batang pisang yang
merupakan salah satu limbah biomasa yang terabaikan.
Pulp merupakan bubur kertas yang digunakan untuk pembuatan kertas. Pulp
dapat dibuat dari bahan baku yang mengandung selulosa. Indonesia memiliki
peluang yang sangat strategis dalam menghadapi era globalisasi kerja sama
ekonomi. Disamping memiliki kesempatan untuk mengembangkan hasil pertanian
agar dapat dipasarkan dalam kondisi segar, Indonesia juga berpeluang untuk
mengembangkan industri pengolahan hasil-hasil pertanian menjadi produk-
produk yang diminati pasar. Salah satu komoditas pertanian yang banyak
dihasilkan dan memiliki pasar yang cukup luas adalah pisang.
Bahan baku dasar pembuatan pulp adalah selulosa dalam bentuk serat dan
hampir semua tumbuhan yang mengandung selulosa dapat dipakai sebagai bahan
baku pembuatan pulp. Bahan baku yang digunakan dapat berupa kayu jarum
maupun kayu daun. Kayu jarum misalnya kayu pinus, kayu turi dan bambu,
sedangkan yang termasuk kayu daun misalnya jerami, merang, batang pisang dan
rumput-rumputan.
Batang pisang merupakan salah satu limbah (buangan) dari perkebunan
pisang dapat juga dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pulp, karena
mengandung selulosa. Selulosa terdapat pada semua tumbuhan, dari pohon
bertingkat tinggi hingga organisme primitive seperti lumut dan gangang. Hampir
semua tumbuhan yang mengandung selulosa dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan pulp (Fengel.D,1995).
Komponen lignoselulosa merupakan bagian terbesar yang menyusun
tumbuh tumbuhan. Komponen ini terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin.
Lignoselulosa yang terdapat dalam limbah pertanian terdiri dari 40 – 60 %
selulosa, 20 – 30 % hemiselulosa, dan 15 – 30 % lignin. Susunan selulosa,
hemiselulosa dan lignin dalam sel tanaman sangat kompleks. Hemiselulosa
bersama lignin membalut serta menyatukan serat-serat selulosa. Wujud dari tiga
dimensi lignin mengakibatkan struktur sel tanaman bersifat pasif dan kaku.
Susunan yang kompleks tersebut mengakibatkan proses pemisahan komponen-
komponen ini cukup rumit.

37
Syamsul Bahri / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36 - 50

Selulosa merupakan senyawa organik yang paling banyak melimpah di


alam, karena struktur bahan seluruh dunia tumbuhan terdiri atas sebahagian besar
selulosa. Suatu jaringan yang terdiri atas beberapa lapis serat selulosa adalah
unsur penguat utama dinding sel tumbuhan. Didalam selulosa terdapat dalam
bentuk serat-serat. Serat-serat selulosa mempunyai kekuatan mekanik yang tinggi.
Selulosa merupakan suatu polimer yang berantai lurus yang terdiri dari unit-unit
glukosa. Bobot molekul selulosa alamiah sukar diukur, dikarenakan degradasi
yang terjadi selama isolasi. Panjang rantainya berbeda-beda dari jenis tumbuhan
yang berbeda. Selulosa termasuk senyawa polisakarida yang mempunyai rumus
empiris (C6H10O5)n, dimana n berkisar dari 2000 sampai dengan 3000.
Nama hemiselulosa pertama kali diusulkan oleh Sehulzz pada tahun 1891
untuk menunjukkan polisakarida-polisakarida yang dapat disaring atau diekstraksi
sebagai larutan alkali. Hemiselulosa menyusun sekitar 1/2 tumbuhan tahunan dan
sekitar 1/3 tumbuhan semusim. Istilah hemiselulosa menunjukkan pada sejumlah
besar polisakarida kompleks yang menyertai selulosa dalam dinding sel
tumbuhan. Kebanyakan hemiselulosa adalah heteropolisakarida yang
mengandung dua atau lebih monosakarida yang berlainan. Hemiselulosa mudah
diekstraksi dari serat-serat dan kayu dengan larutan alkali. Hemiselulosa termasuk
polisakarida yang terdapat bersama-sama dengan selulosa, bila dihidrolisa
menghasilkan bermacam-macam sakarida seperti heksosa dan pentosa.
Lignin adalah polimer yang kompleks dengan berat molekul tinggi dan
tersusun atas unit-unit fenil propan. Meskipun tersusun atas karbon, hidrogen dan
oksida, tetapi lignin bukanlah suatu karbohidrat. Lignin terdapat di antara sel-sel
dan didalam dinding sel. Di antara dinding sel lignin berfungsi sebagai pengikat
untuk sel-sel secara bersama-sama.
Cara yang baik untuk mengisolasi lignin adalah dengan
melarutkannya dalam pelarut yang cocok seperti dioksan. Lignin dengan hasil
isolasi dengan cara ini lebih murni dan strukturnya relatif tidak berubah, hal
ini disebabkan dioksan tidak bereaksi dengan lignin. Di dalam tumbuh-
tumbuhan, lignin merupakan bahan yang tidak berwarna. Jika lignin bersentuhan
dengan adanya sinar matahari, maka lama-lama lignin cenderung menjadi kuning.

38
Syamsul Bahri / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36 - 50

Karenanya kertas koran yang terbuat dari serat-serat yang dipisahkan secara
mekanis tanpa bahan kimia, tidak berumur panjang karena kecenderungannya
menjadi kuning.
Pulp adalah hasil pemisahan serat dari bahan baku berserat (kayu maupun
non kayu) melalui berbagai proses pembuatannya (mekanis, semikimia dan
kimia). Pulp terdiri dari serat-serat (selulosa dan hemiselulosa) sebagai bahan
baku kertas.
Kertas adalah bahan yang tipis dan rata, yang dihasilkan dengan kompresi
serat yang berasal dari pulp. Serat yang digunakan biasanya adalah alami dan
mengandung selulosa dan hemiselulosa. Kertas dikenal sebagai media utama
untuk menulis, mencetak serta melukis dan banyak kegunaan lain yang dapat
dilakukan dengan kertas misalnya kertas pembersih (tissue) yang digunakan untuk
hidangan, kebersihan ataupun toilet. Sebagai bahan baku kertas, parameter yang
penting dari pulp adalah kandungan selulosa dan kandungan lignin. Kandungan
selulosa yang tinggi sangat diperlukan pada pembuatan kertas karena merupakan
bahan dengan rantai yang panjang sehingga dengan kadar yang tinggi kertas yang
dihasilkan akan kuat. Sedangkan kandungan lignin menunjukkan banyaknya
lignin dalam pulp. Kandungan lignin yang tinggi dalam pulp tidak diinginkan,
karena adanya lignin dapat menimbulkan warna coklat pada kertas. Adapun
kualitas pulp kertas dapat ditunjukkan pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1 Kualitas pulp kertas

Parameter Low yield Medium yield High yield

Bilangan Kappa 14 – 20 35 – 50 60 – 110

Kandungan lignin (%) 1,25 – 1,75 3,12 – 4,45 5,34 – 9,8

Perolehan pulp (%) 35 – 45 47 – 51 49 – 53

Sumber : Nugroho dan Rusmanto, 1999

39
Syamsul Bahri / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36 - 50

Tabel 2 Kualitas Pulp yang Dihasilkan Industri Pulp Kimia

Kualitas Pulp Industri Pulp Kimia


Perolehan Pulp (%) 35 – 53
Kandungan Selulosa (%) > 80 % digunakan untuk pulp kertas
> 90 % digunakan untuk pulp rayon

Sumber : Marzuki 2005

Hampir semua tumbuhan yang mengandung selulosa dapat digunakan


sebagai bahan baku pembuatan bubur kertas (pulp). Proses pembuatan pulp adalah
proses pemisahan lignin untuk memperoleh selulosa dari bahan berserat. Oleh
karena itu selulosa harus bersih dari lignin supaya kualitas kertas yang dihasilkan
tidak berubah warna selama pemakaian. Proses pembuatan pulp dapat dibagi
menjadi tiga proses yaitu proses mekanis, proses semi kimia, dan proses kimia.
Pembuatan pulp secara mekanis dilakukan tanpa menggunakan bahan kimia
yaitu dengan cara menguraikan serat yang ada di dalam kayu secara paksa dengan
menggunakan aksi mekanis. Bahan baku digiling dalam keadaan basah, serat-serat
kayu akan terlepas, kemudian disaring sampai kehalusan tertentu untuk
memperoleh bubur kertas (pulp). Dalam proses mekanis ini tidak dilakukan
pemisahan komponen-komponen yang terdapat di dalam kayu sehingga pulp yang
dihasilkan mempunyai kandungan bahan seperti semula. Keuntungan proses ini
adalah biaya produksi yang rendah dan hasil yang tinggi karena pulp yang
diperoleh sekitar 90 % dari bahan semula. Kelemahannya adalah rendahnya mutu
kertas yang dihasilkan, dimana kertas mudah sekali menjadi kuning dan
kecoklatan karena kandungan ligninnya masih banyak.
Proses semi kimia adalah karena pada tahap awal pembuatan pulp
digunakan bahan-bahan kimia sebagai pelunak bahan baku. Pelunakan
dimaksudkan untuk memutuskan ikatan lignoselulosa dengan menghilangkan
sebagian dari hemiselulosa dan lignin. Kemudian diperlakukan secara mekanis
untuk memisahkan serat-seratnya. Disini pulp semi kimia masih mengandung
lebih dari 25 % lignin yang terdapat dalam kayu. Pulp yang diperoleh biasanya
digunakan untuk membuat kertas pembungkus, kertas cetak dan papan kertas

40
Syamsul Bahri / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36 - 50

kayu. Jika konsentrasi bahan kimia semakin tinggi, maka penyerapan terhadap
selulosa semakin naik dibandingkan dengan penyerapan terhadap lignin, yang
dapat menghasilkan rendemen dan kekuatan rendah.
Proses pembuatan pulp secara kimia adalah proses pembuatan pulp yang
menggunakan bahan kimia sebagai bahan utama untuk melarutkan bagian-bagian
kayu yang tidak diinginkan. Rendemen pulp yang diperoleh dalam proses ini
relatif rendah dibandingkan dengan proses mekanis dan semi kimia, yaitu antara
40 – 60 %, sehingga diperoleh produk selulosa yang lebih murni. Ada tiga macam
proses pembuatan proses pembuatan pulp secara kimia yaitu proses soda, proses
sulfat atau kraft, dan proses sulfit, masing-masing menggunakan larutan pemasak
yang berbeda.
Keuntungan-keuntungan memakai proses kimia pada pembuatan pulp
antara lain:
a. Dapat dilakukan pada semua jenis bahan baku.
b. Kekuatan pulp tinggi.
c. Pulp yang dihasilkan dapat digunakan untuk pembuatan rayon.
d. Kualitas kertas yang dihasilkan lebih tinggi.
Pada proses pemasakan, faktor-faktor yang berpengaruh antara lain jenis
bahan baku, konsentrasi bahan kimia, suhu, waktu pemasakan, konsentrasi pelarut
dan perbandingan cara pemasak terhadap bahan baku.
Pengenalan tentang anatomi kayu akan memberikan gambaran tentang
bagian-bagian kayu yang berbeda sedangkan serat yang dinyatakan dalam
panjang, tebal dinding dan sebagainya merupakan parameter yang berperan dalam
kekuatan ikatan antar serat dalam lembaran kertas. Dengan demikian, jelas terlihat
bahwa sifat dari serat yang digunakan akan menentukan kualitas kertasnya.
Sehingga dalam pembuatan kertas, pengetahuan tentang bahan baku merupakan
salah satu dasar yang perlu dikuasai.
Konsentrasi bahan kimia sangat penting dalam pembuatan pulp, karena
berkaitan dengan reaksi antar bahan kimia pemasak dengan material kayu. Makin
tinggi konsentrasi makin banyak material kayu yang bereaksi dengannya. Namun
degradasi terhadap selulosa makin naik dibandingkan dengan penyerapan

41
Syamsul Bahri / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36 - 50

terhadap lignin. Hal semacam ini tidak diinginkan dalam proses pembuatan pulp.
Namun konsentrasi tinggi tidak harus dihindari, hal itu diperlukan pada awal
pemasakan untuk menetralisasi asam-asam yang terjadi. Untuk memperoleh pulp
pada serat abaka dengan menggunakan bahan kimia, dengan cara dididihkan
dalam NaOH 1–5 % (S. M. Khopkar, 1990).
Waktu pemasakan sangat perlu diperhatikan, dimana waktu pemasakan
dapat dikurangi beberapa saat dengan menaikkan suhu pemasakan. Biasanya pada
waktu pemasakan tinggi rendemen dan kualitas pulp turun, sehingga pulp yang
dihasilkan tidak bertahan lama. Vasquez, dkk (1994) menemukan bahwa semakin
lama waktu reaksi maka semakin banyak lignin yang tersisihkan dari biomassa,
sehingga kandungan lignin dalam pulp semakin berkurang, untuk waktu yang
lebih lama kandungan lignin dalam pulp mempunyai kecendrungan untuk
meningkat kembali. Waktu yang diperlukan untuk delignifikasi optimum adalah
dalam rentang 60–120 menit, persen perolehan pulp dan selulosa tidak bertambah
setelah 120 menit pemasakan.
Suhu pemasakan sangat penting dalam melakukan pemasakan, biasanya
suhu pemasakan sangat ditentukan oleh jenis bahan baku yang digunakan. Suhu
pemasakan berhubungan dengan laju reaksi. Delignifikasi dengan pelarut organik
umumnya berlangsung pada suhu diatas 130 oC. Dari persamaan Arhenius,
menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu reaksi maka konstanta laju delignifikasi
akan semakin meningkat, sehingga pada suhu yang tinggi maka semakin banyak
lignin yang dapat disisihkan dari biomassa. Selain meningkatnya laju delignifikasi
pada suhu tinggi juga sebagian polisakarida akan terdegredasi (Vasquez dkk,
1994).
Konsentrasi pelarut sangat penting dalam pembuatan pulp, karena berkaitan
dengan reaksi antara pelarut dengan biomassa. Semakin tinggi konsentrasi pelarut
semakin banyak biomassa yang bereaksi dengannya. Namun degradasi terhadap
selulosa semakin naik dibandingkan penyerangan terhadap lignin. Hal semacam
ini tidak diinginkan dalam proses pembuatan pulp. Tetapi konsentrasi tinggi tidak
harus dihindari, hal itu diperlukan pada awal pemasakan untuk menetralisasi
asam-asam yang terjadi.

42
Syamsul Bahri / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36 - 50

Pelarut organik akan mampu melarutkan lignin dengan baik pada


konsentrasi tertentu. Untuk pemasakan TKS menggunakan proses etanol dengan
katalis NaOH, konsentrasi etanol yang dipakai adalah 50 % (Nugroho dan
Rusmanto, 1999). Pada konsentrasi ini etanol dapat menjaga selulosa terdegradasi
pada suatu perbandingan cairan padatan tertentu. Marzuki (2005) dalam
penelitiannya terhadap sabut kelapa juga menggunakan konsentrasi etanol sebesar
50 %.
Perbandingan cairan pemasak terhadap bahan baku harus diketahui agar
lignin dapat sempurna terlarut dalam cairan pemasak. Perbandingan yang terlalu
besar akan menimbulkan ketidakhematan penggunaan cairan pemasak, sedangkan
perbandingan yang terlalu kecil dapat menyebabkan pengendapan lignin. Untuk
proses etanol-NaOH terhadap TKS digunakan perbandingan 20:1 (Nugroho dan
Rusmanto, 1999), sedangkan Marzuki (2005) dalam penelitiannya terhadap sabut
kelapa juga menggunakan perbandingan 20:1.

2. Metode Penelitian

2.1 Bahan dan Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini, antara lain adalah auto klaf,
saringan, beaker gelas, erlenmeyer, oven, timbangan, labu ukur, dan lain-lain.
Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini, antara lain adalah batang
pisang, NaOH 0,5; 1; 1,5; 2; dan 2,5 %, etanol 99 %, Na2S203 2 %, dan lain-lain.

2.2 Metode

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi NaOH 0,5; 1; 1,5; 2 ;
dan 2,5 % dan waktu pemasakan 30, 60, 90, 120 dan 150 menit. Variabel tetapnya
adalah ukuran sampel, 1 cm; suhu pemasakan, 130 0C; berat batang pisang, 10
gram; tekanan, 17.5 Psi; dan rasio cairan/padatan, 6 : 1 (ml/gr). Variabel terikat
dalam penelitian ini adalah kadar pulp, kadar selulosa, dan kadar lignin.
Bahan baku yang berupa batang pisang terlebih dahulu dicuci dan
dikeringkan di bawah sinar matahari lalu dipotong-potong lebih kurang 1 cm.
Kemudian dimasukkan ke dalam oven dryer dengan suhu 1050 C selama 24 jam

43
Syamsul Bahri / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36 - 50

agar memperoleh kandungan air yang seragam. Agar mencapai kondisi isotermal,
autoklaf dioperasikan selama 45 menit.
Sepuluh gram batang pisang dimasukkan dalam beaker glass ditambahkan
larutan NaOH (0,5; 1; 1,5; 2 dan 2,5 %) dengan perbandingan 6:1 lalu
dimasukkan ke dalam autoklaf. Autoklaf dioperasikan pada temperatur dan
tekanan yang telah ditetapkan yaitu 130 oC dan kemudian autoklaf dimatikan
setelah operasi berlangsung sesuai dengan waktu yang divariasikan (30, 60, 90,
120 dan 150 menit). Batang pisang yang telah dimasak dikeluarkan dari autoklaf
lalu didinginkan hingga suhu kamar. Residu dan filtrat dipisahkan dengan
menggunakan kertas saring. Residu yang didapat kemudian dicuci dengan etanol
dan dilanjutkan pencucian dengan air panas lalu dikeringkan dalam oven pada
temperatur 105 °C selama 60 menit. Padatan yang telah kering ditimbang (sebagai
berat pulp kering), selanjutnya dilakukan analisa perolehan pulp, kadar selulosa
dan lignin.
Berat pulp kering
Perolehan Pulp= x 100 %
Berat batang pisang

a. Analisa kadar selulosa (Metode SNI 14-0444-1989)

1. Ditimbang sejumlah 3 gram pulp kering, lalu dimasukkan ke dalam beaker


glass.
2. Pulp dibasahkan dengan 15 ml NaOH 17,5 % dan diaduk selama 1 menit.
Tambahkan 10 ml NaOH 17,5 % dan aduk selama 45 detik. Penambahan 10
ml NaOH 17,5 % berikut dengan pengadukan 15 detik.
3. Campuran tersebut dibiarkan selama 3 menit.
4. Ditambahkan lagi 10 ml NaOH 17,5 % diaduk selama 10 menit.
5. Dilakukan penambahan 3x dengan menggunakan NaOH 17.5 % sebanyak
10 ml setelah 2,5 ; 5 ; 7,5 menit. Dibiarkan selama 30 menit dalam keadaan
tertutup.
6. Ditambahkan 100 ml aquadest dan dibiarkan selama 30 menit.
7. Campuran tersebut kemudian disaring untuk diambil endapannya.

44
Syamsul Bahri / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36 - 50

8. Kemudian endapannya dicuci dengan menggunakan 50 ml aquadest


sebanyak 5 (lima) kali.
9. Ditambahkan 12.5 ml asam asetat 2 N dan aduk selama 5 menit.
10. Kemudian dicuci dengan aquadest sampai bebas asam, uji dengan kertas
lakmus.
11. Endapan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C selama 60 menit,
kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai beratnya
konstan.
12. Kadar selulosa dihitung menurut rumus:
Berat endapan selulosa
Kandungan Selulosa = x 100 %
Berat pulp kering

b. Analisa Kadar Lignin (Metode SNI 14-0492-1989)

1. Sebelum diuji, timbang 1 gram pulp kering dilarutkan terlebih dahulu


dengan etanol 99 % selama 8 jam, kemudian dicuci dengan air panas.
2. Sampel dipindahkan kegelas piala 100 ml, tambahkan asam sulfat 72 %
sebanyak 15 ml, penambahan dilakukan pelan-pelan dan dibiarkan
selama 2 – 3 menit.
3. Setelah dispersi sempurna, ditutup dengan kaca arloji dan dibiarkan
selama 2 jam.
4. Sample tersebut lalu dipindahkan kegelas piala 500 ml dan diencerkan
dengan air sampai volume 575 ml.
5. Larutan dipanaskan sampai mendidih dan dibiarkan selama 4 jam.
6. Endapan dibiarkan mengendap sempurna dan dipindahkan ke kertas
saring yang telah diketahui beratnya, endapan lignin dicuci dengan air
panas sampai airnya jernih.
7. Kertas saring (berikut endapan) dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC
selama 60 menit dan ditimbang sampai beratnya konstan.
8. Kadar lignin dalam pulp dihitung menurut rumus:
Berat endapan lignin
Kandungan Lignin = x 100 %
Berat pulp kering di oven

45
Syamsul Bahri / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36 - 50

3. Hasil dan Diskusi

Hasil penelitian dari persentase perolehan pulp, kandungan selulosa dan


kandungan lignin diperoleh seperti pada Tabel 3, 4, dan 5. Perolehan pulp
menunjukkan persentase antara berat murni pulp yang diperoleh setelah
pemasakan terhadap berat sampel batang pisang. Kandungan selulosa adalah
persentase berat murni α-selulosa terhadap berat komponen total (selulosa,
hemiselulosa dan lignin) dalam pulp. Sedangkan kandungan lignin menunjukkan
persentase lignin yang terkandung di dalam pulp karena tidak terhidrolisis dengan
reaksi delignifikasi pada waktu pemasakan dengan pelarut NaOH.

Tabel 3 Perolehan pulp dari batang pisang

30 Menit 60 Menit 90 Menit 120 Menit 150 Menit

% % %
% % % % % % %
NaOH Pulp NaOH Pulp NaOH Pulp NaOH Pulp NaOH Pulp

0,5 52,35 0,5 58,65 0,5 48,16 0,5 44.13 0,5 60,13

1,0 54,95 1,0 56,67 1,0 46,14 1,0 41.02 1,0 60,35

1,5 56,11 1,5 54,24 1,5 41,03 1,5 50.36 1,5 58,22

2,0 57,11 2,0 52,58 2,0 38,30 2,0 61.43 2,0 52,30

2,5 59,88 2,5 51,76 2,5 39,45 2,5 56.70 2,5 35,18

Sumber : hasil penelitian 2010

Tabel 4 Perolehan selulosa dari batang pisang

30 Menit 60 Menit 90 Menit 120 Menit 150 Menit

%
% % % % % % % % %
NaO Selulos NaO Selulos NaO Selulos NaO Selulos NaO Selulos
H a H a H a H a H a

0,5 41.2 0,5 56.36 0,5 60.6 0,5 55.7 0,5 69.9

46
Syamsul Bahri / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36 - 50

1,0 43.53 1,0 58.23 1,0 54.1 1,0 52.43 1,0 71.63

1,5 54.5 1,5 62.4 1,5 59.7 1,5 56.5 1,5 73

2,0 56.8 2,0 63.8 2,0 61.4 2,0 39.63 2,0 68.9

2,5 62.53 2,5 62.63 2,5 63.4 2,5 57.1 2,5 83.3

Sumber : hasil penelitian 2010

Tabel 5 Perolehan lignin dari batang pisang

30 Menit 60 Menit 90 Menit 120 Menit 150 Menit

% % % % % % % % % %
NaOH Lignin NaOH Lignin NaOH Lignin NaOH Lignin NaOH Lignin

0,5 3.72 0,5 3.8 0,5 3.95 0,5 4.01 0,5 4.83

1,0 4.01 1,0 4.14 1,0 4.13 1,0 4.31 1,0 4.89

1,5 4.22 1,5 3.85 1,5 4.28 1,5 4.95 1,5 4.52

2,0 4.45 2,0 4.53 2,0 5.31 2,0 6.01 2,0 4.98

2,5 4.51 2,5 4.85 2,5 5.33 2,5 4.96 2,5 2.97

Sumber : hasil penelitian 2010

3.1 Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Waktu Pemasakan terhadap


Perolehan Pulp

Perolehan pulp yang dihasilkan berkisar antara 35.18 % - 61.43% bervariasi


menurut kondisi operasi. Hasil yang diperoleh ini lebih baik dari pada range
perolehan pulp yang dihasilkan industri pulp kimia dalam range 35 % - 63 %. Ini
berarti pulp batang pisang dapat digunakan sebagai pulp kertas skala industri
kimia karena sudah memenuhi standard kualitas pulp kertas menurut Nugroho dan
Rusmanto.
Perolehan pulp tertinggi diperoleh pada waktu pemasakan 120 menit
dengan konsentrasi NaOH 2 %, sebesar 61.43 %. Sedangkan perolehan pulp
terendah diperoleh pada waktu pemasakan 150 menit dengan konsentrasi NaOH

47
Syamsul Bahri / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36 - 50

2,5 % sebesar 35.18 %. Perolehan pulp akan turun akibat derajat delignifikasi
yang tinggi dan terjadi degradasi polisakarida dari sebagian selulosa dan
hemiselulosa, tetapi diharapkan pada hasil penelitian ini, dengan meningkatnya
derajat delignifikasi maka kandungan α-selulosa di dalam pulp juga akan
meningkat.

3.2 Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Waktu Pemasakan terhadap


Kandungan Selulosa

Dari penelitian yang telah dilakukan, bahwa suatu proses pemasakan


menggunakan NaOH dengan peningkatan waktu pemasakan telah meningkatkan
kandungan selulosa dalam pulp. Kandungan α-selulosa yang diperoleh adalah
berkisar antara 39.63 % - 83,3 %.
Kandungan selulosa tertinggi diperoleh pada konsentrasi NaOH 2.5 %
dengan waktu pemasakan 150 menit, yaitu sebesar 83,3 %. Sedangkan kandungan
selulosa terendah diperoleh pada konsentrasi NaOH 2 % dengan waktu
pemasakan 120 menit, yaitu sebesar 39.63 %. Sesuai dengan kualitas pulp yang
dihasilkan untuk industri kimia kandungan selulosa harus lebih besar dari 80 %,
maka pada waktu pemasakan 150 menit dengan konsentrasi NaOH 2.5% telah
menghasilkan kandungan selulosa yang sesuai dengan standar industri kimia.

3.3 Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Waktu Pemasakan terhadap


Kandungan Lignin

Dari penelitian yang telah dilakukan, suatu proses pemasakan dengan


NaOH telah menurunkan kandungan lignin dalam pulp. Vasquez, dkk (1994)
menemukan bahwa semakin lama waktu reaksi maka semakin banyak lignin yang
tersisihkan dari biomassa, sehingga kandungan lignin dalam pulp semakin
berkurang. Data komposisi kimia batang pisang menunjukkan bahwa sebelum
pemasakan kandungan lignin dalam batang pisang sebesar 5 % - 10 %, sedangkan
setelah proses pemasakan dilakukan kandungan lignin di dalam pulp menurun
menjadi 2.97% - 6.01 %. Kandungan lignin tertinggi diperoleh pada waktu
pemasakan 120 menit dengan konsentrasi NaOH 2 %, yaitu sebesar 6.01 %.
Sedangkan perolehan lignin terendah diperoleh pada waktu pemasakan 150 menit

48
Syamsul Bahri / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36 - 50

dengan konsentrasi NaOH 2,5 % yaitu sebesar 2.97 %. Kandungan lignin disini
diharapkan sekecil mungkin, karena lignin dapat merusak kualitas pulp seperti
warna pulp atau kertas akan menjadi kuning atau kecoklatan.

4. Simpulan dan Saran


4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data, maka dapat diambil


kesimpulan bahwa:
1. Kondisi operasi maksimum dari proses pembuatan pulp dari batang pisang
adalah pada konsentrasi NaOH 2 % dan waktu pemasakan 120 menit dengan
hasilnya adalah perolehan pulp 61,43 %; kandungan α-selulosa 83,3 %; dan
kandungan lignin 2.97 %.
2. Pulp batang pisang yang dihasilkan dapat digunakan sebagai pulp kertas skala
industri kimia karena sudah memenuhi standar, yaitu kandungan selulosa di
atas 80 %.

4.2 Saran

Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dianalisis bilangan Kappa dan jenis


batang pisang yang bervariasi.

5. Daftar Pustaka

Fengel, D. dan G. Wegener. Kayu, Kimia Ultrasturktur Reaksi-reaksi. UGM


Press: Yogyakarta, 1995.

Marzuki, Fanni., 2005. Pembuatan Pulp Dari Sabut Kelapa Dengan Sistem
Organosolv. Tugas Akhir Teknik Kimia, Universitas Malikussaleh.

Nugroho, Pralampitaning., dan Rusmanto. Pemilihan Pelarut Organik Etanol


dan Asam Asetat Untuk Pembuatan Pulp Dari Tandan Kosong Sawit.
1999.

49
Syamsul Bahri / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36 - 50

S. M. Khopkar., Basic Concepts Of Analytical Chemistry, New Age International


Publisher, UI-Press, Jakarta, 2003.

Vasquez, dkk., Amazonian Ethnobotanical Dictonary, CRC Press, Iquitos Peru,


1994.

50
SEBATIK 1410-3737 447

OPTIMASI PROSES DELIGNIFIKASI PELEPAH PISANG UNTUK BAHAN


BAKU PEMBUATAN KERTAS SENI
Ika Atsari Dewi 1), Azimmatul Ihwah2), Hendrix Yulis Setyawan 3), Alfi Ayuning Nur Kurniasari4), dan Afifah Ulfah5)
1,2,3,4,5
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya
1,2,3,4,5
Jl. Veteran No. 1-4 Malang, Telp. 0341-583964 Fax. 0341-568917
E-mail ikaatsaridewi@ub.ac.id1), azimmatul.ihwah@ub.ac.id2), hendrix@ub.ac.id 3), alfifiaku@gmail.com 4),
afifahulfa1230@gmail.com5)

ABSTRAK
Kertas seni (art paper) adalah produk kertas hasil kerajinan tangan yang bertekstur kasar, serat nampak, dan warna
beragam. Kertas seni juga dapat digunakan sebagai salah satu media pemanfaatan limbah pertanian berupa serat bukan
kayu seperti pelepah pisang. Pelepah pisang (Musa paradisiaca) adalah bagian dari tanaman pisang yang mengandung
selulosa diatas 80% sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kertas seni. Pada proses pembuatan kertas dilakukan
proses delignifikasi yang bertujuan untuk menghilangkan lignin pada bahan yang dapat menyebabkan kertas bertekstur
kaku dan berwarna kecoklatan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Respon Surface menggunakan
software Design Expert 10.0.1 yang bertujuan untuk memperoleh perlakuan optimum proses delignifikasi pelepah pisang.
Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Komposit Terpusat, terdiri dari 2 faktor yaitu konsentrasi NaOH
(%) dan waktu pemasakan (menit). Kombinasi perlakuan yang dilakukan yaitu untuk konsentrasi NaOH menggunakan
perlakuan 1%, 2% dan 3%, sedangkan lama waktu pemasakan menggunakan perlakuan selama 90 menit, 120 menit dan
150 menit. Titik optimum hasil delignifikasi pelepah pisang memperoleh hasil perlakuan konsentrasi NaOH 3% dan lama
waktu pemasakan 128,413 menit menghasilkan kadar lignin sebesar 2,637% dan kadar selulosa sebesar 80,713 %.
Berdasarkan hasil tersebut pelepah pisang dapat dijadikan kertas seni dengan proses delignifikasi untuk memutus rantai
ikatan lignin sehingga dapat memperkuat ikatan pulp.

Kata Kunci: Pelepah pisang, delignifikasi, konsentrasi NaOH, waktu pemasakan, lignin, selulosa

1. PENDAHULUAN memiliki komponen penyusun terbesar yaitu komponen


Kertas seni (art paper) merupakan salah satu jenis lignoselulosa yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa,
produk kertas hasil kerajinan tangan dengan bahan baku dan lignin. Pada proses pembuatan kertas komponen
dari kertas bekas sampai pulp limbah pertanian tumbuhan yang mempengaruhi yaitu selulosa dan lignin.
(Sutyasmi, 2012). Kertas seni memiliki tekstur kasar, Hemiselulosa bersama lignin membalut dan menyatukan
serat yang terlihat, dan warna beragam. Warna dan serat-serat selulosa. Pada proses pembuatan kertas,
tekstur serat kertas seni dipengaruhi oleh bahan baku selulosa memiliki peranan penting karena mengandung
yang digunakan Kertas seni merupakan salah satu media serat yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan
pemanfaatan limbah pertanian berupa serat bukan kayu, kertas, sehingga untuk memperoleh serat-serat pada
karena tingkat estetika dan keunikan dari kertas seni selulosa perlu dilakukan proses penghilangan lignin.
tergantung dari bahan baku yang digunakan Kandungan lignin yang tinggi pada kertas akan
(Muraleedharan and Perumal, 2010). Bahan baku mengakibatkan kertas berwarna kecoklatan apabila
alternatif sebagai pengganti kayu dalam pembuatan terlalu lama terkena sinar matahari dan membuat tekstur
kertas seni diantaranya yaitu rumput gajah, sabut kelapa, kertas menjadi kaku (Bahri, 2015). Berdasarkan
pinang, klobot, pelepah tanaman salak, bulu ayam dan penelitian Saleh et al. (2009), mengenai pembuatan pulp
pelepah pisang. Bahan baku pengganti kayu pada proses dari sabut kelapa muda, diperoleh kadar selulosa
pembuatan kertas menjadi hal penting karena semakin tertinggi sebesar 88,50% pada kondisi perlakuan
hari hutan di Indonesia mengalami pengurangan dan konsentrasi NaOH 10%, temperatur 100°C, dan waktu
didukung dengan mahalnya harga kayu. Kandungan yang pemasakan 120 menit. Kadar abu paling rendah sebesar
dibutuhkan dalam proses pembuatan kertas yaitu selulosa 3,28% diperoleh pada kondisi perlakuan konsentrasi
dalam bentuk serat sehingga sebagian besar tanaman NaOH 10%, temperatur 120°C, dan waktu pemasakan
dapat digunakan sebagai bahan baku kertas. Kandungan 120 menit. Kadar lignin paling rendah sebesar 11,96%
selulosa yang digunakan acuan dalam pembuatan kertas diperoleh pada kondisi perlakuan konsentrasi NaOH
menurut industri kimia yaitu memiliki kandungan 10%, temperatur 80°C, dan waktu pemasakan 90 menit.
selulosa di atas 80 % (Bahri, 2015). Setiap tanaman
448 SEBATIK 2621-069X

Pelepah pisang (Musa paradisiaca) adalah salah satu senyawa penghambat ikatan antar serat dan
bagian dari tanaman pisang yang kurang dimanfaatkan menyebabkan serat menjadi kaku dan serat sukar pecah
oleh masyarakat. Umumnya pelepah pisang dibuang dan saat penggilingan yang menyebabkan ikatan antar serat
dibakar yang menyenbabkan penumpukan sampah. menjadi lebih rendah. Selain itu, kandungan lignin yang
Pentingnya pengelolaan sampah dilakukan untuk tinggi dapat menyebakan kertas berwarna kecoklatan,
mengurangi jumlah sampah dan mengurangi proses sehigga lignin pada bahan baku pembuatan kertas harus
pembakaran sampah. Pengelolaan sampah merupakan dihilangkan atau di minimalisir (isolasi) dengan
salah satu kegiatan yang dilakukan dengan cara menggunakan proses delignifikasi (Dewi dkk., 2015).
pengumpulan, pengankutan, dan pemprosesan daur ulang Delignifikasi adalah suatu subproses yang terdapat
sampah (Purwandari dkk, 2018). Pelepah pisang pada proses pulping yang dilakukan dengan untuk
biasanya berbentuk kumpulan pelepah yang berdiri melarutkan lignin yang bertujuan untuk memperoleh
tegak. Pohon pisang yang sudah berbuah akan segera hasil serat yang lebih banyak. Pada proses delignifikasi,
mati dan biasanya akan didiamkan hingga menjadi lignin akan terdegradasi oleh larutan pemasak menjadi
pupuk, sehingga bagian-bagian pohon pisang seperti molekul yang lebih kecil yang dapat larut dalam lindi
daun, jantung pisang dan khususnya pelepah pisang hitam. Hal yang perlu diperhatikan yaitu konsentrasi
kurang dimanfaatkan. bahan kimia yang digunakan dan waktu pemasakan,
Pelepah pisang memiliki jaringan selular dengan semakin besar konsentrasi larutan pemasak dan semakin
pori-pori yang saling berkaitan sehingga ketika lama waktu pemasakan, maka lignin yang terhidrolisis
dilakukan proses pengeringan akan menjadi padat. akan semakin banyak. Namun konsentrasi larutan
Pelepah pisang merupakan tanaman dengan daya simpan pemasak yang terlalu tinggi dan waktu pemasakan yang
lama, ditemukan di banyak tempat sebagai limbah terlalu lama akan mengakibatkan selulosa terhidrolisis
pertanian, dan biaya yang dikeluarkan cukup rendah sehingga kualitas pulp yang dihasilkan akan menurun
dalam perolehan bahan maupun penanganan bahan yang (Dewi dkk., 2015).
dilakukan. Pelepah pisang memiliki kandungan α- Proses perhitungan optimasi dilakukan dengan
selulosa sebesar 83,3 % dan lignin sebesar 2.97 % menggunakan Response Surface Methodology dengan
(Bahri, 2015). Berdasarkan nilai kandungan selulosanya menggunakan 2 respon yaitu nilai uji lignin dan selulosa
maka pelepah pisang dapat digunakan sebagai alternatif yang diperoleh dengan menggunakan metode chesson.
bahan baku kertas pengganti kayu dengan nilai selulosa Metode response surface adalah sekumpulan teknik
diatas 80%. matematika dan statistika yang digunakan untuk
Selulosa adalah polimer dari polisakarida berantai menganalisis permasalahan pengaruh variabel
lurus yang tersusun atas glukosa atau unit selobiosa independen dengan variabel respon yang bertujuan untuk
dengan penghubung ikatan -1-4-glukan. Didalam mengoptimalisasi respon (Octaviani dkk., 2017). Hasil
selulosa terdapat serat-serat yang digunakan sebagai penelitian ini diharapkan mampu digunakan sebagai
bahan baku pembuatan kertas. Rantai-rantai selulosa alternatif penentuan perlakuan optimal pada proses
tersusun oleh ikatan hidrogen yang disebut mikrofibril. delignifikasi pelepah pisang sehingga mampu
Mikrofibril selulosa memiliki bentuk amorf dan kristal menghasilkan kertas memiliki tekstur baik.
sekitar 2/3 bagiannya. Bentuk struktur seratnya yang
kristal menyebabkan selulosa sulit didegradasi secara 2. RUANG LINGKUP
enzimatik. Selulosa, hemiselulosa, pektin, dan protein Dalam penelitian ini permasalahan yang dibahas
akan membentuk struktur jaringan yang memperkuat hanya mencakup hal-hal sebagai berikut.:
dinding sel tanaman (Nikmatin dkk., 2012). 1. Kandungan lignin yang tinggi pada kertas
Lignin atau zat kayu adalah suatu komponen ynag mengakibatkan kertas kaku dan berwarna
mengisi ruang di dalam dinding sel antara selulosa, kecoklatan apabila terkena cahaya matahari dalam
hemiselulosa, dan pektin. Lignin berfungsi sebagai waktu yang lama
bagian penting dalam distribusi air di tanaman batang. 2. Limbah pelepah pisang yang melimpah dan
Komponen polisakarida pada dinding sel tanaman kurang memiliki nilai ekonomis tinggi apabila
bersifat hidrofilik sehingga permeabel terhadap air, tidak diolah, selain itu sebagai bahan baku
sedangkan lignin lebih hidrofobik. Lignin ada dalam pengganti kayu pada proses pembuatan kertas
semua tumbuhan vaskular kecuali bryophyta (Setiati 3. Perlakuan proses delignifikasi pelepah pisang
dkk., 2016). Menurut unsur-unsur strukturnya lignin dilakukan dengan menggunakan media pemanas
dibagi menjadi 2 kelas yaitu lignin guaiasil (terdapat hot plate dan NaOH sebagai bahan delignifikasi
pada kayu lunak hail polimerisasi dari koniferil alkohol) yang dilakukan di Laboratorium Teknologi
dan lignin guaiasil-siringil (kayu keras hasil kopolimer Agrokimia dan Laboratorium Bioindustri Fakultas
dari koniferil alkohol dan sinapil alkohol). Lignin Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya
bersifat tidak larut dalam pelarut sederhana, namun Malang
lignin alkali dan lignin sulfonat larut dalam air, alkali 4. Penelitian ini hanya dilakukan untuk bahan
encer, larutan garam dan buffer (Simatupang, 2012). pelepah pisang (Musa paradisiaca) yang banyak
Pada proses pembuatan kertas, lignin merupakan
SEBATIK 1410-3737 449

dijumpai di daerah Kebonagung, 5) Hasilnya disaring dan dicuci sampai netral (300 ml
Pakisaji, Malang, Jawa Timur H2O) dan residunya dikeringkan hingga beratnya
konstan. Berat ditimbang (berat c).
3. BAHAN DAN METODE 6) Residu kering ditambahkan 100 ml H2SO4 72%
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini dan direndam pada suhu kamar selama 4 jam.
dibagi menjadi 2 proses yaitu proses pembuatan pulp 7) Ditambahkan 150 ml H2SO4 1 N dan direfluk pada
pelepah pisang dan proses pengujian kandungan lignin suhu 100oC dengan water bath selama 1 jam pada
dan selulosa. Alat yang digunakan dalam proses pendingin balik.
pembuatan pulp yaitu beaker glass, hot plate, stopwatch, 8) Residu disaring dan dicuci dengan H2O sampai
blender, oven, gunting, pisau, gelas ukur, timbangan netral (400 ml).
digital, kain saring, dan pengaduk. Alat yang digunakan 9) Residu kemudian dipanaskan dengan oven dengan
untuk uji kandungan lignin dan selulosa yaitu refluks, hot suhu 105oC sampai beratnya konstan dan ditimbang
plate, erlenmeyer, timbangan, oven, cawan porselen, (berat d).
desikator, nampan, penjepit, sarung tangan dan muffle 10) Selanjutnya residu diabukan dan ditimbang (berat
furnace. e). Perhitungan kadar selulosa dan kadar lignin
Bahan yang digunakan pada proses pembuatan pulp menggunakan rumus sebagai berikut (1)
yaitu pelepah pisang yang dijumpai di daerah Kadar Selulosa
Kebonagung, Pakisaji, Malang, Jawa Timur sebagai c−d
= X 100% … … … … … (1)
bahan utama dan bahan pembantu yaitu natrium a
hidroksida (NaOH) p.t (pro technis) dengan kemurnian Kadar Lignin
78%, alumunium foil, aquades (H2O). Bahan yang d−e
= X 100% … … … … . . … (2)
digunakan untuk proses pengujian kadar lignin dan a
selulosa yaitu asam sulfat (H2SO4) p.a (pro analyst)
dengan kemurnian 98%, aquades (H2O) dan tanah liat.

3.1 Prosedur Penelitian


Prosedur optimasi delignifikasi pelepah pisang
sebagai berikut.
1. Persiapan bahan penelitian
Pelepah pisang sebagai bahan yang akan dilakukan
proses delignifikasi dipotong dengan ukuran 2x2 untuk
mempercepat proses pengeringan.
2. Pengeringan
Proses pengeringan dilakukan dengan diangin
anginkan dibawah sinar matahari selama 7 hari. Proses
delignifikasi dilakukan dengan larutan NaOH yang
dipanaskan pada suhu 100o C selama 90 menit hingga
150 menit sesuai dengan perlakuan yang akan dilakukan.
Diagram alir proses delignifikasi pada Gambar 1.
3. Proses pengujian kdar lignin dan selulosa
Hasil pulp kering yang telah diperoleh kemudian
dilakukan pengujian kadar lignin dan selulosa
menggunakan metode Chesson. Berikut adalah tahapan
uji kadar lignin dan selulosa metode Chesson
(Mudyantini, 2008):
1) 1 gram sampel kering (berat a), ditambahkan 150
ml H2O atau alkohol-benzene dan direfluk pada
suhu 100°C dengan water bath selama 1 jam.
2) Hasilnya disaring, residu dicuci dengan air panas
300 ml.
3) Residu kemudian dikeringkan dengan oven sampai
beratnya konstan dan kemudian ditimbang (berat
b).
4) Residu ditambah 150 ml H2SO4 1 N, kemudian
direfluk dengan water bath selama 1 jam pada suhu Gambar 1. Diagram Alir Proses Delignifikasi
100oC.
450 SEBATIK 2621-069X

Berdasarkan metode tersebut diperoleh nilai kadar Berdasarkan Tabel 2 maka diperoleh titik
lignindan kadar selulosa pada pelepah pisang tanpa komposit terpusat yang dapat dilihat pada Tabel 3.
perlakuan yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 3. Titik Komposit Terpusat
Tabel 1. Kandungan Pelepah pisang
Faktor -α -1 0 1 α
Konsentrasi 0.585786 1 2 3 3.41421
Kandungan Pelepah Pisang Nilai
NaOH (%)
Kadar Lignin 6,4% Waktu 77.5 736 90 120 150 162.426
Kadar Selulosa 53,8 % Pemasakan
(menit)

3.2 Rancangan Percobaan Berdasarkan Tabel 3. titik komposit terpusat yang


Proses optimasi dilakukan dengan menggunakan digunakan ada 2 faktor dan 3 level, yaitu faktor
Metode Respon Permukaan (Response Surface konsentrasi NaOH dan faktor waktu pemasakan dengan 3
Methodology) dengan menggunakan rancangan level yaitu level -1, 0, dan 1. Rancangan ini diolah
percobaan yaitu Rancangan Komposit Terpusat (Central dengan menggunakan desain expert yang bertujuan
Composit Design) dengan menggunakan 2 faktor untuk menentukan batasan dalam proses delignifikasi
perlakuan. Faktor pertama yaitu banyaknya konsentrasi (Rahmah dkk., 2016).
NaOH yang digunakan dan faktor kedua yaitu lamanya
waktu pemasakan. Berdasarkan kedua faktor tersebut, 4. PEMBAHASAN
percobaan dilakukan pada titik tengah (X=0). Pada faktor Bahan yang tela melalui proses delignifikasi
pertama (Konsentrasi NaOH) digunakan titik tengah kemudian dikeringkan dan diuji kandungan lignin dan
konsentrasi NaOH sebesar 2% (X1=0), sedangkan faktor kandungan selulosa menggunakan metode Chesson.
kedua (Lama waktu pemasakan) digunakan titik tengah Proses pulping yang optimal untuk serat tanaman non
lama waktu pemasakan selama 120 menit (X2=0). kayu menggunakan NaOH sebagai larutannya. NaOH
Pemilihan titik tengah kedua faktor didasarkan pada dalam pemasakan berfungsi sebagai pemutus ikatan antar
penelitian (Bahri, 2015) yait kondisi operasi maksimum serat (selulosa) sehingga dapat mempercepat
dari proses pembuatan pulp batang pisang dengan terbentuknya pulp.
menggunakan konsentrasi NaOH sebanyak 2 % dan lama
waktu pemasakan selama 120 menit. Berdasarka 4.1 Respon Kadar Lignin
penelitian tersebut menghasilkan kandungan selulosa Kandungan lignin pada pelepah pohon pisang yaitu
sebanyak 83,3 % dan kandungan lignin sebanyak 2,97 %. 6,4%. dapat dilihat pada Tabel 1. Proses delignifikasi
Pada penelitian ini respon yang diuji yaitu kadar lignin bertujuan membantu pemutusan lignin sehingga dapat
(Y1) dan kadar selulosa (Y2). Kombinasi perlakuan menghasilkan rendemen yang jauh lebih tinggi,
keduanya dapat dilihat pada Tabel 2. sedangkan menurut Nasution. (2010), delignifikasi
Tabel 2. Kombinasi Perlakuan merupakan tahap awal yang bertujuan mengurangi kadar
Variabel Kode Variabel Atribut Respon lignin didalam bahan berlignoselulosa agar selulosa
Konsentra Waktu Kadar Kadar menjadi lebih mudah diakses. Hasil proses delignifikasi
X1 X2 si NaOH Pemasaka Ligni Selulos pelepah pisang diperoleh nilai kadar lignin yang dapat
(%) n (menit) n a dilihat pada Tabel 4. Nilai kadar lignin tertinggi yaitu
-1 -1 1 90 5.9 62.268 5,6% pada konsentrasi NaOH 2% dengan lama waktu
+1 -1 3 90 4.5 72.727 pemasakan 77,57 menit. Kadar lignin setelah proses
3 delignifikasi pelepah pisang yaitu sebesar 1% pada
-1 +1 1 150 2.5 86.39 konsentrasi NaOH 3,41 % pada lama pemasakan 120
+1 +1 3 150 2.2 82.18 menit. Nilai tersebut kemudian diolah menggunakan
-1.414 0 0.585786 120 3.5 79.37 software Design Expert 10.0.1. Pada tabel fit summary
+1.41 0 3.41421 120 1 87.562 diperoleh model matematika yang disarankan pada
4 3 Model Summary Statistics yaitu Quadratic dengan nilai
0 -1.414 2 77.5736 5.6 63.75 Adjusted R Squared yaitu 0.7352. Nilai Adjusted R
0 +1.41 2 162.426 5.1 63.37 Squared mendekati nilai 1 yaitu 73,52% menunjukkan
4 model tersebut memiliki keeratan dengan respon.
0 0 2 120 4.7 72.83
Kesesuaian model matematika tersebut didukung oleh
0 0 2 120 4.4 72.409
6
nilai p-value pada Lack of Fit Tests pada model
0 0 2 120 4.3 72.63 quadratic bernilai 0,0047. Niliai tersebut kurang dari
0 0 2 120 4.8 73.636 0,05 yang berarti model matematika quadratic memiliki
4 keseuaian dengan respon.
0 0 2 120 4.7 71.88
SEBATIK 1410-3737 451

Tabel 4. Nilai Kadar Lignin Pulp Pelepah Pisang Faktor lama waktu pemasakan pada Gambar 2
menujukkan grafik penurunan kadar lignin dengan
Konsentrasi Lama Waktu Kadar Lignin meningkatnya lama waktu proses pemasakan. Semakin
NaOH (%) Pemasakan (menit) Pulp Pelepah lama waktu pemasakan saat proses delignifikasi semakin
Pisang (%) rendah kadar lignin pada pulp pelepah pisang.
1 90 5.9 Perpindahan panas ini mengakibatkan suhu bahan akan
3 90 4.5 semakin naik jika waktu semakin lama, begitu pula
1 150 2.5 semakin sedikit volume pelarut NaOH (Maharani dan
3 150 2.2 Khulafaur, 2018).
0.585786 120 3.5
3.41421 120 1
2 77.5736 5.6
2 162.426 5.1
2 120 4.7
2 120 4.4
2 120 4.3
2 120 4.8
2 120 4.7

Berdasarkan analisis ragam pada nilai ANOVA


menujukkan model yang disarankan yaitu model
quadratic dengan nilai p-value kurang dari 0,05 yaitu
0,0093. Pada faktor konsentrasi NaOH memiliki nilai p-
value lebih kecil dari 0,05 yaitu 0,0388 maka faktor
konsentrasi NaOH memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap respon yaitu kadar lignin pulp pelepah pisang. Gambar 2. Grafik Hubungan Faktor dengan Kadar
Faktor kedua yaitu lama waktu pemasakan pada proses Lignin
delignifikasi memiliki nilai p-value kurang dari 0,05
yaitu 0,0172 yang menunjukkan faktor lama waktu Nilai kadar lignin yang diperoleh 1% hingga 5,9%
pemasakan berpengaruh secara signifikan terhadap mengalami penurunan nilai lignin pada bahan sebesar
respon yaitu kadar lignin setelah proses delignifikasi. 6,4% sebesar 0,5% hingga 5,4 % lignin. Proses
Diperoleh model matematika quadratic yaitu Y (Kadar delignifikasi dipengaruhi oleh proses pemasakan pada
lignin) = 12,66744 +2,93056*konsentrasi NaOH - suhu tinggi yang dapat menghidrolisis polisakarida serat.
0,14603*lama waktu pemasakan Semakin tinggi suhu proses pemasakan akan membuat
+0,0091667*konsentrasi NaOH * lama waktu konversi lignin yang terdegradasi semakin besar
pemasakan- 1,17125* konsentrasi NaOH2 + (Wibisono et al., 2011).
0,000420833* lama waktu pemasakan2 dengan R2
73,52%. 4.2 Respon Kadar Selulosa
Grafik hubungan faktor konsentrasi NaOH dan Kadar selulosa pada pelepah batang pohon pisang
lama waktu pemasakan dengan respon kadar lignin dapat sebesar 53,8% yang disajikan pada Tabel 1. Proses
dilihat pada Gambar 2. Pada grafik diperoleh bahwa delignifikasi pelepah pohon pisang menujuukan
kedua faktor berpengaruh terhadap respon. Faktor hubungan antara konsentrasi NaOH dengan waktu
konsentrasi NaOH terhadap kadar lignin semakin tinggi pemasakan. Hasil kadar selulosa pulp pelepah pisang
konsentrasi NaOH yang ditambahkan makan nilai kadar dapat dilihat pada Tabel 5. Kadar selulosa tertinggi pada
lignin semakin menurun. Ion OH- pada NaOH akan pulp pelepah pohon pisang yaitu 87, 56 % pada
memutuskan ikatan dasar pada lignin dan akan larut pada perlakuan konsentrasi NaOH 3,41 % dan waktu
garam fenolat yang terbentuk akibat ikatan Na + dengan pemasakan 120 menit. Kadar selulosa terkecil diperoleh
senyawa lignin. Lignin yang larut pada larutan NaOH pada perlakuan penambahan NaOH 1% dengan waktu
berwarna hitam yang disebut senyawa lindi hitam. pemasakan 90 menit sebesar 62,26% . Data tersebut
Semakin tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan maka kemudian diolah untuk memperoleh data optimum
lignin yang terhidrolisis akan semakin besar (Heradewi, menggunakan software Design Expert 10.0.1. Pada tabel
2007). Hal ini dikarenakan adanya penggunaan katalis fit summary diperoleh model matematika yang
NaOH yang berfungsi sebagai pemecah struktur disarankan pada Model Summary Statistics yaitu
lignoselulosa pada bahan baku pulp. Hal tersebut Quadratic dengan nilai Adjusted R Squared yaitu 0.6533.
diakibatkkan oleh masuknya partikel NaOH kedalam Nilai Adjusted R Squared mendekati nilai 1 yaitu 65,33%
bahan dan memecah struktur lignin (Dewi dkk, 2018). menunjukkan model tersebut memiliki keeratan dengan
452 SEBATIK 2621-069X

respon. Model tersebut didukung dengan nilai p-value meningkatnya lama waktu proses pemasakan. Semakin
pada Lack of Fit Tests yaitu 0,0002. lama waktu pemasakan saat proses delignifikasi semakin
tinggi kadar selulosa pada pulp pelepah pisang. Semakin
Tabel 5. Nilai Kadar Selulosa Pulp Pelepah Pisang lama waktu pemasakan semakin tinggi suhu dalam
larutan dan dapat mempercepat proses hidrolisis alfa
Konsentrasi Lama Waktu Kadar seluosa menjadi selulosa dan hemisalulosa.
NaOH (%) Pemasakan (menit) Selulosa Pulp
Pelepah
Pisang (%)
1 90 62.268
3 90 72.7273
1 150 86.39
3 150 82.18
0.585786 120 79.37
3.41421 120 87.5623
2 77.5736 63.75
2 162.426 63.37
2 120 72.83
2 120 72.4096
2 120 72.63
2 120 73.6364
2 120 71.88

Berdasarkan analisis ragam pada tabel ANOVA


diketahui faktor konsetrasi NaOH tidak berpengaruh
signifikan terhadap kadar selulosa dengan nilai p-value
lebih dari 0,05 yaitu 0,2313. Sedangkan, faktor lama Gambar 3. Grafik Hubungan Faktor dengan Kadar
waktu pemasakan berpengaruh signifikan terhadap Selulosa
respon kadar selulosa dengan nilai p-value kurang dari
0,05 yaitu 0,0455. Faktor konsentrasi NaOH yang tidak Nilai kadar selulosa yang diperoleh 62,26% hingga
berpengaruh signifikan terhadap kadar selulosa 87,56% dipengaruhi oleh proses pemasakan pada suhu
menunjukkan bahwa kesalahan galat tidak memengaruhi tinggi yang dapat menghidrolisis polisakarida serat.
model matematis. Model matematika yang menunjukkan Terdapat batasan pada proses hidrolisis yaitu dengan
persamaan garis pada kadar selulosa yaitu Y(kadar batas maksimal suhu pemasakan 102o C dengan tujuan
selulosa)= -17.10707 -7.05756 *konsentrasi NaOH agar selulosa tidak mengalami degradari. Semakin tinggi
+1.43922 *lama waktu pemasakan - 0.12224 suhu proses pemasakan akan membuat konversi lignin
*konsentrasi NaOH* lama waktu pemasakan + yang terdegradasi semakin besar dan kadar selulosa
5.98904*konsentrasi NaOH2 - 0.00440449 *lama waktu dalam pulp juga semakin besar (Wibisono et al., 2011).
pemasakan2 dengan nilai R2 65,33%. Nilai kadar selulosa yang diperoleh mendekati nilai
Grafik hubungan konsentrasi NaOH dengan lama kadar selulosa pada pulp industri kertas yaitu kadar
waktu pemasakan terhadap kadar selulosa dapat dilihat selulosa lebih besar dari 80% (Bahri, 2015). Hal tersebut
pada Gambar 3 menunjukkan grafik hubungan faktor didukung dengan bentuk fisik pulp pelepah pisang yang
konsentrasi NaOH terhadap respon yaitu kadar selulosa memiliki bentuk sama dengan bentuk pulp kertas
pada model quadratic tidak signifikan ditunjukkan industri.
dengan nilai kadar selulosa pada kenaikan konsentrasi
NaOH mengalami peningkatan kadar selulosa secara 4.3 Hasil Optimasi Terhadap Kadar Lignin dan
fluktuatif. Semakin tinggi konsentrasi NaOH yang Kadar Selulosa
digunakan saat proses delignifikasi kadar selulosa pada Tujuan penelitian memperoleh nilai optimal
pulp pelepah pisang semakin meningkat. NaOH dapat terhadap nilai minimasi lignin dan maksimasi kadar
mengekstraksi hemiselulosa dengan cara memecah selulosa. Faktor konsentrasi yang digunakan pada proses
struktur amorf pada hemiselulosa. Semakin rendah kadar optimasi yaitu 1% hingga 3% konsentrasi NaOH dan
selulosa menunjukkan bahwa bagian amorf semakin lama waktu pemasakan 90 menit hingga 150 menit.
banyak dan bagian berkristal semakin sedikit serta Diperoleh hasil pengujian kadar lignin pada nilai 1%-
sebaliknya karena kadar selulosa yang rendah 5,9% dan kadar selulosa sebesar 62,268% hingga
dikarenakan banyaknya bagian amorf yang terhidrolisis 87,5623% yang dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan
(Wijana dkk, 2013). penelitian ini diperoleh nilai optimum proses
Faktor lama waktu pemasakan pada Gambar 3 delignifikasi pelepah pisang pada konsentrasi NaOH 3%
menujukkan grafik peningkatan kadar selulosa dengan
SEBATIK 1410-3737 453

dengan lama waktu pemasakan selama 128,413 menit. berbeda maka kadar air bahan berbeda-beda. Faktor
Berdasarkan nilai optimasi tersebut diperoleh kandungan kedua yaitu proses pengeringan dibawah matahari
kadar lignin sebesar 2,637 % dan kadar selulosa 80,713 selama 7 hari dengan kondisi cuaca yang tidak menentu.
%. Batas kendala hasil optimal terhadap respon dapat Faktor lainnya yaitu saat proses delignifikasi tidak
dilihat pada Tabel 7. terdelignifikasi dengan baik yang disebabkan tidak ada
proses pengadukan.
Tabel 6. Batas Kendala Hasil Solusi Optimal
Lower Upper Importamc
Name Goal
Limit Limit e 5. KESIMPULAN
A:Konsentras Hasil delignifikasi pelepah pisang diperoleh titik
In range 1 3 3 (Penting)
i NaOH optimum yaitu menggunakan konsentrasi NaOH 3%
B: lama dengan lama waktu pemasakan selama 128,413 menit.
waktu In range 90 150 3 (Penting)
Berdasarkan hasil tersebut diperoleh nilai kadar lignin
pemasakan
Kadar lignin Minimize 1 5.9 3 (Penting)
pelepah pisang setelah delignifikasi yaitu 2,637% dan
Kadar Maksimiz 62.26 87.562 kadar selulosa 80,713 %. Berdasarkan nilai tersebut
3 (Penting) pelepah pisang dapat didijadikan kertas seni dengan
selulosa e 8 3
proses delignifikasi untuk memutus rantai ikatan lignin
Tabel 7. Hasil Solusi Optimal sehingga dapat memperkuat ikatan pulp. Kadar selulosa
Nama Nilai yang diperoleh sesuai dengan nilai selulosa pada pulp
Konsentrasi NaOH 3% kertas industri.
Lama waktu pemasakan 128,436 menit
Kadar Lignin 2,636 % 6. SARAN
Kadar Selulosa 80,712 % Saran untuk penelitian ini yaitu perlu adanya
Desirability 0,697 penelitian lanjut mengenai pengaruh proses pengadukan
terhadap proses delignifikasi. Proses pengadukan bagian
Terdapat nilai Desirability yang merupakan nilai penting dalam proses delignifikasi untuk pemerataan
yang mencerminkan bentangan nilai faktor terhadap permukaan bahan saat proses delignifikasi.
respon yang menunjukkan derjat ketepatan hasil solusi
optimal (Rahma dkk, 2016). Nilai Desirability pada 7. DAFTAR PUSTAKA
penelitian ini diperoleh nilai 0,697 dapat dilihat pada
Gambar 4. Nilai tersebut apabila mendekati satu yang Muraleedharan, H., dan Perumal K, 2010, Eco-Friendly
menandakan bahwa nilai masing-masing respon Handmade Paper Making. Shri AMM Murugappa
memiliki ketepatan pada hasil solusi optimal (Rasyid et Chettiar Research Center: Chennai.
al., 2016;). Bahri, S. 2015. Pembuatan Pulp dari Batang Pisang.
Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 (2): 36-50
Dewi, I., A., Susinggih, W, Nur, L. R., Erwin S., dan
Arie F., M. 2015. Ketahanan Tarik Kertas Seni dari
Serat Pelepah Nipah (Nypa fruticans) (Kajian
Proporsi Bahan Baku dan Perekat). Prosiding
Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional
FKPT-TPI
Dewi, I., A., Azimmatul I., Susinggih W. 2018.
Optimization on Pulp Delignification from Nypa
Palm (Nypa fruticans) Petioles Fibre of Chemical
and Microbiological Methods. IOP Conf. Series:
Earth and Environmental Science 187
Heradewi. 2007. Isolasi Lignin dari Lindi Hitam Proses
Pemasakan Organosolv SeratTandan Kosong
Kelapa Sawit (TKKS).
Skripsi.FakultasTeknologiPertanian. IPB. Bogor.
Rasyid, M, F, A, Salim, M, S, Akil, H, M, Ishak, Z, A,
Gambar 4. Grafik Desirability M. 2016. Optimization of processing conditions via
response surface methodology (RSM) of nonwoven
Hasil nilai Desirability pada penelitian ini cukup jauh flax fibre reinforced acrodur biocomposites.
dengan nalai satu disebabkan oleh beberapa faktor yang Procedia Chemistry. 19:469-476
memengaruhi saat pembuatan sampel pulp dari pelepah Saleh, A., Pakpahan, M. M. D., dan Angelina, N. 2009.
pisang. Faktor yang memengaruhi yaitu kondisi bahan Pengaruh Konsentrasi Pelarut, Temperatur dan
pelepah pisang yang digunakan memiliki ketebalan yang
454 SEBATIK 2621-069X

Waktu Pemasakan Pada Pembuatan Pulp dari Sabut (TKKS). Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 1, No. 1.
Kelapa Muda. Jurnal Teknik Kimia. 16(3): 35-44. 20-24
Sutyasmi, S. 2012. Daur Ulang Limbah Shaving Industri Octaviani, M A, Dian R., S., D., Luh J., A. 2017.
Penyamakan Kulit Untuk Kertas Seni. Majalah Optimasi Faktor Yang Berpengaruh Pada Kualitas
Kulit, Karet Dan Plastik Vol.28 No.2 Desember Lilin Di Ud.X Dengan Metode Response Surface.
Tahun 2012 : 113-121 Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor 1
Maharani D., M., dan Khulafaur R. 2018. Efek 29-38
Pretreatment Microwave-NaOH Pada Tepung Purwandari D., A., Shahibah Y., dan Nova S., H. 2018.
Gedebog Pisang Kepok terhadap Yield Selulosa. Program Pengabdian Masyarakat: Pengelolaan
Agritech, Vol 38 No. 2, 133-139 Hutan Bakau dengan Pendekatan Bank Sampah.
Nasution, Z. A. 2010. Pembuatan dan karakterisasi kertas Jurnal Nasioan Terindeks Sebatik Vol 22 No.2.
dari limbah jerami padi untuk tatakan gelas cetak 147-152
tangan. Jurnal Berita Selulosa. Vol 45 No. 1, 16- Wibisono, Ivan, et all. 2011. Pembuatan Pulp Dari
21 Alang-Alang. Jurnal Teknik Kimia Universitas
Nikmatin, S., Setyo P., dan Akhirudin M. 2012. Analisis Katolik Widya Mandala Surabaya. Volume 10. No
Struktur Selulosa Kulit Rotan Sebagai Filler 1. 11-20.
Bionanokomposit Dengan Difraksi Sinar-X. Jurnal
Sains Materi Indonesia Vol. 13, No. 2, Februari
2012, hal : 97 – 102 UCAPAN TERIMA KASIH
Setiati, R., Deana W., Septoratno S., Taufan M. 2016. Terimakasih kepada Dana Hibah Peneliti Pemula
Optimasi Pemisahan Lignin Ampas Tebu Dengan (HPP) Universitas Brawijaya berdasarkan Surat
Menggunakan Natrium Hidroksida. Ethos (Jurnal Perjanjian Nomor 696./UN10.C10/PM/2019. serta
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) Vol 4, seluruh pihak yang telah membantu dalam
No.2: 257-264 menyelesaikan penelitian ini.
Simatupang, H, Andi N., Netti H. 2012. Studi isolasi dan
rendemen lignin dari tandan kosong kelapa sawit
Seminar MASTER 2019 ISSN : 2548-1509 || e-ISSN : 2548-6527

Pemanfaatan Fiber Kelapa Sawit dan Pelepah


Pisang Sebagai Komposit Ramah Lingkungan
Adhi Setiawan1*, Vivin Setiani1, Fitri Hardiyanti2, Devina Puspitasari2
1ProgramStudi Teknik Pengolahan Limbah, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya,
Indonesia
2Program Studi Manajemen Bisnis, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya, Indonesia

adhistw23@gmail.com

Abstrak--Perkembangan komposit dengan matriks Keywords : komposit fiber; Perlakuan Alkali; Serat Kelapa
polimer (PMC) telah berkembang cukup pesat terutama Sawit; fiber Pelepah Pisang
dalam menggantikan penggunaan material logam dibidang
I. PENDAHULUAN
industri. Penggunaan serat alam sebagai penguat dalam
produk material komposit polimer telah meningkat dalam Komposit merupakan perpaduan dari dua material atau
dua dekade terakhir. Penggunaan limbah serat kelapa sawit lebih dengan perbedaan sifat fisika dan kimia tetapi masing-
dan kulit pisang menjadi alternatif yang menarik dalam masing komponen pembentuknya masih dapat dibedakan
pembuatan material komposit karena jumlahnya yang cukup secara jelas di dalam produk akhirnya. Penggunaan material
melimpah, murah, serta memiliki kandungan hemiselulosa komposit saat ini berkembang cukup pesat dalam
yang tinggi sehingga dapat memperkuat struktur matriks menggantikan produk logam dan paduan dalam struktur
dari polimer epoksi. Namun, penggunaan serat alam masih maupun konstruksi karena sifatnya yang ringan, ketahanan
terbatas karena serat alam memiliki daya adhesi yang lemah kimia dan korosi yang baik, serta memiliki kekuatan dan
terhadap matriks polimer sehingga menurunkan sifat kekakuan yang tinggi [1]. Fiber kelapa sawit dan kulit
mekanik komposit. Proses alkali treatment dilakukan dengan pisang merupakan limbah pertanian yang jumlahnya cukup
Proses alkali treatment dilakukan dengan perendaman fiber melimpah mengingat produk kelapa sawit dan pisang
pada kondisi tanpa NaOH dan larutan NaOH 5% selama 24 merupakan komoditi andalan di Indonesia [2]. Namun,
jam. Fiber atau serat yang dihasilkan selanjutnya dicampur pemanfaatan limbah fiber kelapa sawit dan kulit pisang
dengan resin epoksi di dalam cetakan dan menghasilkan 4 masih relatif masih minim. Bahkan, beberapa industri
sampel (A, B, C, D) dengan variasi fiber kelapa sawit dan pengolahan kelapa sawit menggunakan metode pembakaran
fiber pelepah pisang. Hasil pengujian SEM menunjukkan untuk mengurangi volume limbah fiber yang dihasilkan
proses alkali treatment berpengaruh hilangnya komponen sehingga menimbulkan pencemaran udara.
lignin dan hemiselulosa pada fiber sabut kelapa sawit dan
pelepah pisang. Hasil dari pengujian FTIR menunjukkan (A)
proses treatment alkali menyebabkan lignin menjadi hilang
sehingga peak pada area tersebut menjadi lebih rendah.
Selanjutnya pada hasil uji tarik menunjukkan bahwa
treatmen alkali menyebabkan adanya peningkatan nilai
kekuatan tarik pada sampel dengan perbandingan massa
resin: fiber kelapa sawit: fiber pisang sebesar 90: 2%: 8%
(sampel A) dan 90: 4%: 6% (sampel B). Sedangkan
Kekuatan maksimum dari komposit diperoleh pada komposit
dengan kandungan fiber pisang yang tertinggi yaitu sebesar
8%.

http://journal.ppns.ac.id/index.php/SeminarMASTER 183
Seminar MASTER 2019 ISSN : 2548-1509 || e-ISSN : 2548-6527

(B) Fiber yang telah direndam selanjutnya dicuci dengan


aquadest dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 60oC
selama 24 jam.
B. Pencampuran Material Komposit
Fiber atau serat yang dihasilkan selanjutnya dicampur
dengan resin epoksi di dalam cetakan yang telah
disediakan berukuran 50 cm x 50 cm. Perbandingan massa
resin terhadap pengeras (hardener) sebesar 1:1. Campuran
dari fiber dan matriks tersebut selanjutnya dikompresi
untuk memadatkan campuran material. Perbandingan
Gambar 1. Sabut Kelapa Sawit (A) dan Sabut Pelepah massa matriks: fiber kelapa sawit: fiber pelepah pisang
Pisang (B) yang digunakan dalam penelitian ini divariasi sebesar 90:
2%: 8% (sampel A); 90: 4%: 6% (sampel B); 90: 6%:4%
Limbah kulit pisang memiliki kandungan selulosa (sampel C); 90: 8%: 2% (sampel D).
yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kayu lunak
yakni sekitar (60-65%) serta hemiselosa (6-8%) sehingga C. Analisis
dapat memperbaiki kekuatan mekanik pada komposit Analisa yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu :
polimer [3]. Oleh karena itu, fiber kelapa sawit dan kulit 1. SEM untuk untuk mengetahui morfologi serat fiber
pisang dapat menjadi alternatif yang menarik sebagai sebelum dan sesudah surface preparation
material komposit hibrid di dalam matriks polimer epoksi. 2. Fourier Transform Infrared (FTIR) untuk mengetahui
Fiber kelapa sawit memiliki sifat kekuatan spesifik yang struktur fungsional dari serat fiber sebelum dan sesudah
tinggi, ketangguhan yang tinggi, tahan lama, murah, serta surface treatment
dapat di daur ulang [4]. Beberapa penelitian sebelumnya 3. Sifat mekanik yang diuji meliputi pengujian sifat tarik
pada umumnya mempelajari penggunaan sabut kelapa (tensile test)
maupun fiber glass sebagai material penguat dari komposit
polimer. Padahal pada proses pembuatan serat komposit III. HASIL DAN PEMBAHASAN
berbasis serat alam, tingkat adhesi antar muka matriks dan
serat sangat menentukan sifat mekanik komposit. Tingkat Pengembangan material komposit terutama dari serat
adhesi permukaan fiber terhadap matriks polimer kelapa sawit dan kulit pisang masih terkendala dengan
dipengaruhi oleh konsentrasi larutan basa yang digunakan rendahnya tingkat adhesi antara matriks dan fiber. Serat alam
pada saat proses perlakuan permukaan. Pada penelitian ini pada umumnya bersifat hidrofilik. Sifat tersebut menghasilkan
bertujuan untuk mensintesis dan mengkarakterisasi ikatan antar muka yang relatif lemah antara matriks polimer
komposit hybrid fiber limbah sabut kelapa sawit dan serat yang bersifat hidrofobik dengan serat yang bersifat hidrofilik.
pelepah pisang yang diperkuat dengan polimer epoksi, Oleh karena itu, perlu dilakukan perlakuan permukaan
menganalisis pengaruh konsentrasi basa, serta komposisi terhadap material serat alam untuk meningkatkan adhesi
fiber sifat mekanik komposit. Diharapkan dalam penelitian antarmuka antara matrik dan fiber.
ini dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan Pada Gambar 2 dan Gambar 3 menunjukkan morfologi
material komposit fiber yang ramah lingkungan dengan permukaan sabut kelapa sawit dan fiber pelepah pisang dengan
memanfaatkan limbah sabut kelapa sawit dan serat pelepah dan tanpa proses perlakuan alkali. Hasil penelitian
pisang yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal menunjukkan bahwa bentuk kedua jenis fiber cenderung
oleh masyarakat maupun industri menghasilkan inovasi berbentuk silinder memanjang dengan permukaan yang
produk yang dapat dimanfaatkan di bidang otomotif berpori. Proses perlakuan alkali menyebabkan permukaan fiber
maupun transportasi. menjadi lebih halus dibandingkan dengan fiber tanpa
perlakuan alkali. Proses tersebut disebabkan hilangnya
II. METODE PENELITIAN sebagian komponen lignin serta hemiselulosa serta dapat
menyebabkan peningkatan kestabilan ikatan antara matriks
A. Perlakuan Permukaan Fiber (Fiber Surface Treatment)
dengan fiber. Proses perlakuan alkali menyebabkan
Serat sabut kelapa sawit sebelum mengalami perlakuan peningkatan gugus hidroksil pada permukaan serat untuk
permukaan dibersihkan terlebih dahulu dengan membentuk ikatan kimia yang dapat meningkatkan ikatan
menggunakan aquadest untuk membersihkan kotoran yang antarmuka antara polimer dengan fiber [5]. Hasil penelitian
menempel pada permukaan fiber serta dilanjutkan dengan Wong dkk. [6] melaporkan bahwa perlakuan alkali dapat
tahap pengeringan pada oven pada suhu 60 oC selama 24 memodifikasi bentuk permukaan dan membuat serat menjadi
jam. Serat yang kering selanjutnya direndam di dalam lebih halus dan rata daripada permukaan yang tanpa proses
larutan NaOH selama 24 jam untuk cleaning/bleaching perlakuan alkali. Selain itu, proses perlakuan alkali pada fiber
permukaan fiber selulosa. Perendaman dilakukan pada menyebabkan penyusutan serat akibat hilangnya komponen
variasi konsentrasi tanpa alkali treatment dan dengan alkali lignin.
treatment pada larutan NaOH 5%.

http://journal.ppns.ac.id/index.php/SeminarMASTER 184
Seminar MASTER 2019 ISSN : 2548-1509 || e-ISSN : 2548-6527

5% NaOH

Tanpa perlakuan alkali


Gambar 2. Morfologi sabut kelapa sawit (a) tanpa perlakuan alkali
(b) dengan perlakuan alkali NaOH 5%

4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500


Wave Number [cm-1]

Gambar 4. Spektra FTIR sabut kelapa sawit

Gambar 3. SEM fiber pelepah pisang (a) tanpa perlakuan alkali (b) 5% NaOH
dengan perlakuan alkali NaOH 5% Transmittance (%)

2894

1250
Setelah melakukan uji SEM selanjutnya adalah melakukan

3350
analisis FTIR. Hasil FTIR Gambar 4 dan Gambar 5 didapatkan
secara umum bentuk spektra dari sabut kelapa
sawit dan pelepah pisang memiliki kesamaan. Larutan NaOH Tanpa perlakuan alkali
berpengaruh pada besarnya lebar dan intensitas dari pita
serapan pelepah pisang dan sabut kelapa sawit. Didapatkan

1745
2894

nilai peak pada panjang gelombang 3350 cm-1 sebagai gugus

1250
3350

O-H. Menurut Oushabi (2015), peningkatan konsentrasi NaOH


akan menyebabkan lebar dan intensitas serapan O-H menjadi
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500
lebih sempit karena semakin tinggi konsentrasi NaOH maka
jumlah komponen lignin dan wax yang dihilangkan pada Wave Number [cm-1]
permukaan fiber semakin besar [7]. Pada gambar berikut dapat
dilihat bahwa terdeteksi peak area 2911 cm-1 dan 2894 cm-1 Gambar 5. Spektra FTIR sabut pisang
tanpa proses treatment NaOH. Pada área 1250 cm-1 terdeteksi
peak yang menunjukkan gugus −O−CH3 dari komponen Gambar 6 menunjukkan hasil pengujian nilai tensile pada
lignin. Puncak tersebut terdeteksi cukup jelas pada fiber tanpa komposit polimer epoksi menggunakan filler berupa fiber
treatment. Proses treatment alkali menyebabkan lignin menjadi tanpa serta dengan perlakuan alkali. Hasil penelitian
hilang sehingga peak pada area tersebut menjadi lebih rendah. menunjukkan bahwa perlakuan alkali cukup efektif pada
konsentrasi komposit dengan perbandingan massa resin: fiber
kelapa sawit: fiber pisang sebesar 90: 2%: 8% (sampel A) dan
90: 4%: 6% (sampel B). Perlakuan alkali tersebut
menyebabkan peningkatan nilai kekuatan tarik pada sampel
komposit. Pada komposisi yang lainnya terjadi penurunan
kekuatan namun perbedaan signifikan antara kekuatan tarik
antara komposit fiber tanpa dan dengan perlakuan alkali.
Kekuatan maksimum dari komposit diperoleh pada komposit
dengan kandungan fiber pisang yang tertinggi yaitu sebesar
8%. Proses perlakuan alkali secara langsung menyebabkan
removal lapisan lignin dan hemiselulosa pada komposit
sehingga menyebabkan interfacial bending dari polimer dan
permukaan fiber meningkat. Hal tersebut menyebabkan
peningkatan kekuatan tarik pada komposit [8].

http://journal.ppns.ac.id/index.php/SeminarMASTER 185
Seminar MASTER 2019 ISSN : 2548-1509 || e-ISSN : 2548-6527

treatment fiber V. DAFTAR PUSTAKA


20,4
20 non-treatment fiber
[1] Kumar, S., Deka, K., Suresh, P., 2016. Mechanical
15,4 Properties of Coconut Fiber Reinforced Epoxy
15 Polymer Composites, International Research Journal
of Engineering and Technology, 3, pp. 1334−1336.
10,1
[2] Alatas, A. , 2015. Trend Produksi dan Ekspor Minyak
10 9,0
Sawit (CPO) Indonesia, Jurnal Agraris, 1(2), pp.
8,2 114−124.
7,2 7,1
6,1 [3] Novianti, P., Setyowati, W.A.E., 2016. Pemanfaatan
5 Lumbah Kulit Pisang Kulit Kepok Sebagai Bahan
Baku Pembuatan Kertas Alami Dengan Metode
Pemisahan Alkalisasi. Proseding Seminar Nasional
0 Pendidikan Sains Universitas Sebelas Maret,
A B C D Surakarta: 22 Oktober 2016, pp. 459−466
Komposisi Fiber (%) [4] Ramachandran, M., Bansal, S., Raichurkar, P. 2016.
Experimental Study of Bamboo Using Banana
Gambar 6. Tensile Strenght komposit and Linen Fibre Reinforced Polymeric
Composites, Perspectives in Science, 8, pp.313−316.
[5] Siddika, S., Mansura, F., Hasan, M., dan Hassan, A.
IV. KESIMPULAN
(2014). Effect of reinforcement and chemical
Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh treatment treatment of fiber on the properties of jute-coir fiber
alkali menggunakan larutan NaOH 5% dapat menyebabkan reinforced hybrid polypropylene composites. Fibers
hilangnya komponen lignin dan hemiselulosa pada fiber sabut and Polymers, 15(5): 1023–1028
kelapa sawit dan pelepah pisang. Hasil uji SEM menunjukkan [6] Wong, K.J., Yousif, B.F., dan Low, K.O. (2010).
Perbedaan treatment tersebut menghasilkan morfologi Effects of alkali treatment on the interfacial adhesion
permukaan fiber yang lebih halus dan lebih bersih of bamboo fibres. Journal of materials: design and
dibandingkan dengan fiber tanpa treatment. Hasil dari applications, 224(3): 139–148.
pengujian FTIR menunjukkan proses treatment alkali [7] Oushabi, A., Sair, S., Hassani, F.O., Abboud, Y.,
menyebabkan lignin menjadi hilang sehingga peak pada area Tanane, O., dan El Bouari, A. 2017. The effect of
tersebut menjadi lebih rendah. Hasil penelitian menunjukkan alkali treatment on mechanical, morphological and
bahwa treatment alkali menyebabkan adanya peningkatan nilai thermal properties of date palm fibers (DPFs): study
kekuatan tarik pada sampel dengan perbandingan massa resin: of the interface of DPFpolyurethane composite.
fiber kelapa sawit: fiber pisang sebesar 90: 2%: 8% (sampel A) South African Journal of Chemical Engineering, 23:
dan 90: 4%: 6% (sampel B). Kekuatan maksimum dari 116–123.
komposit diperoleh pada komposit dengan kandungan fiber [8] Setiawan, A., Santoso, E., dan Kusuma,G.E. 2018.
pisang yang tertinggi yaitu sebesar 8%. Pemanfaatan Limbah Fiber Kelapa Sawit Sebagai
Komposit Dengan Matriks Resin Epoksi. Prosiding
Seminar Master 2018 PPNS, 95−97.

http://journal.ppns.ac.id/index.php/SeminarMASTER 186
Berkala Fisika ISSN : 1410 - 9662
Vol. 13 , No.2, April 2010 hal 61- 66

Efektivitas Polyvinyl Acetate (PVAc) Sebagai Matriks Pada Komposit Sampah


Masturi1, Mikrajuddin2, Khairurrijal2
1
Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang
2
Fisika Institut Teknologi Bandung
Email : tourfis@yahoo.com, masturi@students.itb.ac.id

Abstract
It was fabricated a composite using solid waste as filler and polyvinyl acetate (PVAc) as matrice. This work
is as a solution of more serious solid waste problems. The solid waste used is paper waste and leaf one with
their composition are 60% and 40% respectively. The crushed-solid waste then hot-pressed at 100 MPa of
pressure and 150C of temperature. Then, the compressive strength of composite before and after PVAc
presence was investigated to get a composition in which the compressive strength is optimum.

Keywords: composite, solid waste, polyvinyl acetate, compressive strength.

Abstrak
Telah dilakukan penelitian tentang fabrikasi material komposit dengan menggunakan sampah sebagai
pengisi (filler) dan polyvinyl acetate (PVAc) sebagai pengikatnya (binder). Penelitian ini diharapkan
menjadi salah satu jawaban atas permasalahan sampah yang semakin serius. Sampah yang digunakan
adalah sampah kertas dan daun dengan komposisi masing-masing 60% dan 40%. Sampah yang telah
dihancurkan kemudian dihot-press pada tekanan 100 MPa dan temperatur 150C. Didapatkan bahwa
kekuatan tekan komposit sebelum kehadiran PVAc adalah 19,89 MPa. Selanjutnya dilakukan penambahan
PVAc yang bervariasi dan dilakukan proses hot-pressing yang sama. Didapatkan kenaikan kekuatan tekan
komposit dengan rentang antara 31,39% sampai 129,26%. Didapatkan pula fraksi massa optimum PVAc
yang menghasilkan kekuatan tekan komposit maksimum adalah 0,22 dengan kekuatan tekan komposit
sebesar 45,60 MPa.

Kata-Kata Kunci : komposit, sampah, polyvinyl acetate, kekuatan tekan.

PENDAHULUAN menggunakan polimer resin-epoxy [7] dan


Teknologi telah merambah ke semua sektor, pengolahan sampah pertanian menjadi
tak terkecuali sektor furniture. Rekayasa material komposit [11]. Melalui rekayasa komposit ini,
kayu di tengah isu lingkungan menjadi kajian yang sampah sebagai filler diisikan pada polimer
cukup penting tersendiri yang cukup penting dalam pengikat (matriks) tertentu untuk diolah
pengembangan bidang ini [2]. Di sisi lain, isu menjadi sebuah bahan yang kuat dan ringan.
sampah menjadi salah satu isu krusial lingkungan Salah satu polimer yang dapat digunakan
memerlukan perhatian serius dari semua pihak. dalam proses ini adalah polyvinyl acetate
Produksi sampah yang tidak sebanding dengan usaha (PVAc). PVAc ini merupakan polimer yang
pemanfaatan dan recycle-nya akan menjadi bom mempunyai sifat kerekatan yang sangat kuat
waktu bagi masyarakat. sehingga sering digunakan sebagai bahan dasar
Salah satu jawaban dari persoalan tersebut pembuatan lem. kain, kertas dan kayu
adalah pengolahan sampah menjadi bahan pengganti [2],[8],[10],[19]. PVAc memiliki sifat tidak
kayu. Ini menjadi hal sangat menjanjikan dan berbau, tidak mudah terbakar, dan lebih cepat
mempunyai fungsi strategis yang cukup tinggi. Di solid [10]. Di samping itu, PVAc juga banyak
satu sisi, ini menjadi salah satu solusi persoalan digunakan sebagai matriks pada pembuatan
persampahan, di sisi lain, dapat menekan material komposit sehingga meningkatkan
penggunaan kayu sehingga dalam jangka panjang kekuatan material tersebut [18],[20],[21].
sangat berkontribusi dalam pelestarian lingkungan, Bahkan, dalam bentuk lem sekalipun, PVAc
utamanya hutan. Rekayasa teknologi yang (atau lebih dikenal dengan lem PVAc) dapat
memungkinkan untuk mewujudkan usaha itu adalah juga difungsikan sebagai matriks beberapa
rekayasa komposit. Beberapa riset terkait yang material komposit [3],[15]. Dengan dasar
pernah dilakukan adalah pengolahan sampah itulah, PVAc ini dianggap sangat tepat
dedaunan menjadi material komposit dengan digunakan sebagai matriks dalam pembuatan
61
Masturi, dkk Efektivitas Polyvinyl Acetate …

komposit berbasis sampah dam diharapkan memiliki Dari berbagai variasi PVAc dan
sifat kuat. sampah, dicari material produk (baca:
Material yang digunakan sebagai matriks komposit) yang mempunyai kekuatan mekanik
biasanya mempunyai densitas, kekakuan serta yang paling optimum.
kekuatan yang lebih rendah dari pada material
pengisinya. Material matriks bisa berupa logam, Karakterisasi
keramik, karbon, maupun polimer [9]. Namun di Karakterisasi yang dilakukan adalah
antara material tersebut, yang sering digunakan uji kekuatan tekan (compressive strength test)
sebagai matriks dalam pembuatan komposit adalah di Laboratorium Rekayasa Struktur ITB
polimer. Menurut Baldan (2004), ada beberapa dengan menggunakan ASTM C0109M-02.
keuntungan penggunaan polimer sebagai matriks,
antara lain sifatnya yang ringan, kuat, ulet, tidak
reaktif secara kimia, tahan terhadap kelembaban,
menyekat secara baik terhadap panas dan listrik,
mudah untuk dibentuk dan murah dari sisi
harganya[4].

METODE EKSPERIMEN
Bahan
Polimer polyvinyl acetate (PVAc) komersial
pada lem FOX™, dan sampah lunak sebarang
(dalam riset ini, komposisinya: 60% berat kertas dan
40% dedaunan).

Metode pencampuran bahan


Metode yang digunakan dalam pencampuran
ini adalah pencampuran sederhana (simple mixing). Gambar 1. Diagram alir sintesis komposit PVAc-
Mula-mula sampah yang telah dikeringkan sampah
dihancurkan dengan menggunakan blender sampai
betul-betul halus. Sementara PVAc ditimbang untuk HASIL DAN DISKUSI
selanjutnya dilarutkan dalam 8 mL air dan diaduk Uji Kekuatan Tekan
dengan menggunakan magnetic stirer selama kurang Hasil uji kekuatan tekan masing-
lebih 15 menit. Sampah yang telah dihancurkan ini masing sampel ditampilkan dalam Tabel 4.1
kemudian dicampur dengan larutan PVAc. Pada dan Tabel 4.2 berikut.
proses pencampuran ini, massa PVAc divariasikan
sementara massa sampah dijaga tetap 7 gram. Tabel 1. Hasil uji kekuatan tekanan
berbagai komposisi massa PVAc dan sampah
Proses pencetakan Massa Massa Tekanan
Setelah PVAc dengan sampah dicampurkan Sampel PVAc sampah Maks.
secara merata, selanjutnya dilakukan tahapan (gr) (gr) (MPa)
pencetakan sampel. Campuran PVAc-sampah 1 -- 7 19,89
dimasukkan dalam cetakan, kemudian ditekan 1 1 7 39,26
dengan menggunakan hot-presser pada tekanan 100 2 2 7 45,60
3 3 7 39,88
MPa dan temperatur 150C selama 20 menit.
4 4 7 28,40
Pengaruh penambahan PVAc 5 5 7 24,78
6 6 7 28,18
Sebagai pembanding, juga dilakukan
pencetakan terhadap sampah tanpa diberi polimer
PVAc dengan perlakuan hot-press yang sama. Dari Pengaruh penambahan PVAc
dua perlakuan ini, akan dilihat pengaruh Sampah dalam keadaan tanpa polimer
penambahan PVAc dalam meningkatkan kekuatan mempunyai porositas yang sangat tinggi,
material produk. meskipun sudah dilakukan hot-pressing.
Ketiadaan polimer sebagai pengikat (binder)
mengakibatkan kekuatan sampah yang telah
dihot-press tersebut (baca: sampel) memiliki
Komposisi terbaik PVAc-sampah kekuatan mekanik yang relatif masih kecil dan

62
Berkala Fisika ISSN : 1410 - 9662
Vol. 13 , No.2, April 2010 hal 61- 66

rapuh. Hal ini bisa dilihat pada sampel 1 dari Tabel 1 dnegan fraksi optimum polimer, penambahan
di mana hasil kekuatan tekannya masih jauh fraksi polimer justru menurunkan kekuatan
dibandingkan setelah kehadiran PVAc. Peningkatan tekan kompositnya. Pada kondisi optimum ini,
kekuatan tekan ini dapat dijelaskan dengan luas permukaan interaksi antarpartikel
pendekatan impregnasi polimer, yaitu proses mencapai kondisi maksimum, di mana semua
penyusupan, penetrasi atau pendesakan polimer ke partikel filler dan partikel polimer tepat saling
dalam partikel-partikel berporos. Sifat partikel berinteraksi secara efektif. Penambahan fraksi
sampah yang memiliki banyak poros memungkinkan salah satu fasa, baik filler maupun polimer
terjadinya proses impregnasi tersebut, utamanya justru akan menambah daerah yang tidak
setelah ditambahkannya tekanan dan temperatur berinteraksi. Inilah yang menyebabkan
operasi (hot-press). Akibatnya, pori-pori sampah kekuatan komposit yang dihasilkan, termasuk
menjadi lebih kecil karena terisi oleh polimer. kekuatan tekannya menurun [5],[13],[17]. Hal
Penurunan pori ini diikuti oleh peningkatan interaksi ini konsisten dengan data pada Gambar 3, di
antarpartikel polimer dengan pengisi (filler) sampah mana peningkatan fraksi PVAc cenderung
karena semakin dekatnya jarak antarmereka. meningkatkan kekuatan tekan komposit yang
Di sisi lain, sebelum berimpregnasi dengan dihasilkan hingga setelah melewati fraksi
partikel-partikel filler, rantai-rantai-rantai polimer tertentu, yakni sebesar 0,22 penambahan fraksi
memiliki fleksibilitas yang tinggi (Gambar 2(a)). PVAc justru menurunkan kekuatan tekan
Akan tetapi, setelah proses impregnasi banyak komposit. Fraksi 0,22 disebut sebagai fraksi
partikel filler yang menempel pada rantai-rantai optimum sampah, di mana pada fraksi tersebut
polimer yang berakibat peningkatan kekakuan dan kekuatan tekan komposit mencapai titik
kekerasan pada polimer (Gambar 2(a)). Akibatnya, maksimum, yaitu sebesar 45,60 MPa. Fraksi
secara keseluruhan kekuatan material setelah proses ini ekuivalen dengan komposisi PVAc dan
impregnasi (baca: komposit) menjadi meningkat, sampah sebesar 2:7.
dalam hal ini kekuatan tekannya.

(a) Gambar 3. Grafik kekuatan tekan terhadap fraksi


sampah.
Pengaruh hot-pressing
Proses impregnasi (pe-nyusupan /
penetrasi) PVAc ke dalam pori-pori sampah
dan silika akan sangat dipengaruhi oleh
parameter temperatur dan tekanan (hot-press)
[6],[22]. Dengan menaikkan tekanan dan
temperatur, dimungkinkan terjadinya kontak
yang lebih intim antara permukaan adhesif
dengan permukaan adheren di sekitarnya yang
pada akhirnya berdampak pada peningkatan
(b) kekuatan mekaniknya [14]. Kehadiran panas
Gambar 2. (a) PVAc sebelum penambahan filler, (b) atau temperatur berakibat pada menurunnya
polimer setelah penambahan filler [7]. nilai viskositas polimer [1]. Dengan penurunan
viskositas, laju penetrasi polimer ke dalam
Kehadiran polimer pada dasarnya berfungsi pori-pori menjadi lebih cepat dan efisien [12].
pengikat partikel-partikel filler. Pada awalnya Pengisian polimer ke dalam pori-pori ini
peningkatan fraksi massa polimer cenderung meningkatkan densitas dan kerapatan
meningkatkan kekuatan tekan komposit yang komposit. Bahkan menurut Baldan (2004),
dihasilkan hingga pada fraksi tertentu yang disebut dengan menaikkan temperatur polimer jauh di
63
Masturi, dkk Efektivitas Polyvinyl Acetate …

atas temperatur gelasnya, dalam hal ini temperatur Pressures. Viscosity B-coefficient.
gelas PVAc 31C proses impregnasi polimer ke Sodium Iodide, J. Chem. Eng. Data, 51,
dalam permukaan berporos akan lebih mudah 1645-1659.
sehingga mampu meningkatkan interaksi permukaan [2]. Altinok, M., Tas, H.H., & Çimen, M.
antara polimer dengan adherennya[4]. Dengan (2009) : Effects of Combined Usage of
demikian, interaksi permukaan total antarpartikel Traditional Glue Joint Methods in Box
pun meningkat. Hal ini berdampak pada peningkatan Construction on Strength of Furniture,
kekuatan mekanik material komposit yang dihasilkan Materials and Design, 30, 3313 – 3317.
(Sperling, 2006)[16], dalam hal ini kekuatan [3]. Arshak, K., Morris, D., Arshak, A.,
tekannya. Semakin tinggi temperatur yang diberikan Korostynska, O., & Moore, E. (2006) :
semakin besar pula kekuatan tekan komposit yang PVB, PVAc and PS Pressure Sensors
dihasilkan. with Interdigitated Electrodes, Sensors
Selain dipengaruhi oleh temperatur, and Actuators A, 132, 199 – 206.
impregnasi juga sangat dipengaruhi oleh tekanan [4]. Baldan, A. (2004) : Review Adhesively-
(pressing). Tekanan ini berdampak pada proses Bonded Joints and Repairs in Metallic
impregnasi polimer ke dalam dalam pori-pori juga Alloys, Polymers and Composite
meningkat. Hal ini karena kehadiran tekanan pada Materials: Adhesives, Adhesion
prinsipnya berfungsi sebagai gaya pendorong yang Theories and Surface Pretreatment,
mempercepat laju penetrasi tersebut. Pada Journal of Materials Science, 39, 1 – 49.
temperatur yang sama, peningkatan tekanan [5]. Fu, S.Y., Feng, X.Q., Lauke, B., & Mai,
berdampak peningkatan laju penetrasi Y.W. (2008) : Effects of Particle Size,
(Badruzzaman, 1993). Bahkan, pada temperatur Particle/Matrix Interface Adhesion and
tinggi pemberian tekanan juga berfungsi untuk lebih Particle Loading on Mechanical
mengefektifkan ikatan antara polimer dengan Properties of Particulate–Polymer
adherennya [4]. Akibatnya, pori yang terimpregnasi Composites, Composites:Part B, 39,
pun akan semakin bertambah. Di sisi lain, tekanan 933–961.
juga menyebabkan jarak antarpartikel semakin dekat, [6]. Giudiece,C.A., & Pereyra, A.M. (2009):
porositas menurun, densitas komposit meningkat dan Silica Nanoparticles in High Silica/
susunan partikel menjadi lebih solid [9] sehingga Alkali Molar Ratio Solutions as Fire-
interaksi permukaan total antarpartikel pun Retardant Impregnants for Woods, Fire
meningkat. Hal ini berdampak pada peningkatan and Materials.
kekuatan mekanik material komposit yang dihasilkan [7]. Hadiyawarman, Rijal, A., Nuryadin,
[16], dalam hal ini kekuatan tekannya. B.W., Abdullah, M., & Khairurrijal.
(2008) : Fabrication of Superstrong,
KESIMPULAN Lightweight, and Transparent Nanocom-
Dari penelitian ini dapat disimpulkan posite Materials Using Simple Mixing
sampah dan polimer polyvinyl acetate (PVAc) secara Method, Jurnal Nanosains &
efektif dapat diolah menjadi material komposit yang Nanoteknologi, 1, 15 – 21.
kuat dan ringan. Penambahan PVAc berfungsi untuk [8]. Hori, N., Asai, K., & Takemura, A.
meningkatkan kekuatan tekan komposit yang (2008) : Effect of the Ethylene/Vinyl
dihasilkan. Komposisi terbaik antara PVAc dan Acetate Ratio of Ethylene–Vinyl Acetate
sampah yang menghasilkan material komposit Emulsion on the Curing Behavior of an
dengan kekuatan mekanik yang optimum adalah 2:7, Emulsion Polymer Isocyanate Adhesive
di mana sampel tersebut mempunyai kekuatan tekan for Wood, J. Wood Sci., 54, 294 – 299.
(compressive strength) sebesar 45,60 MPa. [9]. Jones, R. M. (1999) : Mechanics of
Composite Materials, Second Edition,
UCAPAN TERIMA KASIH Philadephia, Taylor and Francis.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan [10]. Kim, S., & Kim, H. J. (2005) : Effect of
untuk Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Addition of Polyvinyl Acetate to
Kemendiknas RI. Melamine-Formaldehyde Resin on The
Adhesion and Formaldehyde Emission
DAFTAR PUSTAKA in Engineered Flooring, International
[1]. Abdulagatov, I.m., Zeinalova, A.b., & Azizov, Journal of Adhesion & Adhesives, 25,
N.D. 2006. Viscosity of Aqueous Electrolyte 456 – 461.
Solutions at High Temperatures and High [11]. Kumagai, S., & Sasaki, J. (2009).
Carbon/Silica Composite Fabricated
64
Berkala Fisika ISSN : 1410 - 9662
Vol. 13 , No.2, April 2010 hal 61- 66

From Rice Husk by Means of Binderless Hot- [19]. Wahab, R., Mohamed, A., Sulaiman, O.,
Pressing, Bioresource Technology, 100, 3308– & Samsi, H. W. (2006) : Performance of
3315. Polyvinyl Acetate and Phenol Resorcinol
[12]. Matyka, M., Khalili,A., & Koza1, Z. (2008): Formaldehyde as Binding Materials for
Tortuosity Porosity Relation in Porous Media Laminated Bamboo and Composite-Ply
Flow, Physical Review E, 78, 026306-1 – from Tropical Bamboo Species,
026306-8. International Journal of Agriculture
[13]. Mikrajuddin. (2008): Pengantar Nanosains, Research, 1, 108 – 112.
Bandung, Penerbit ITB. [20]. Xiaoyan, Z., Wenling, T., Xinliang, J.,
[14]. Packham, D.E., (2005) : Handbook of Xuesong, Z. (2009) : Effects of
Adhesion, Second Edition, Chichester, John Vibration Technology and Polyvinyl
Wiley & Sons Ltd. Acetate Emulsion on Microstructure and
[15]. Shedge, M.T., Patel,C.H., Tadkod, S.K., & Properties of Expanded Polystyrene
Murthy, G.D. (2008) : Polyvinyl Acetate Resin Lightweight Concrete, Trans. Tianjin
as a Binder Effecting Mechanical and Univ., 15, 145 – 149.
Combustion Properties of Combustible [21]. Xiong, G., Chen, X., Li, G., & Chen, L.
Cartridge Case Formulations, Defence Science (2001) : Sulphuric Acid Resistance of
Journal, 58, 390 – 397. Soluble Soda Glass-Polyvinyl Acetate
[16]. Sperling, L.H. (2006) : Introduction to Latex-Modified Cement Mortar, Cement
Physical Polymer Science, Fourth Edition. and Concrete Research, 31, 83 – 86.
New Jersey, John Wiley & Sons. [22]. Zhang, Y., Zhang, S. Y., & Chui, Y.H.
[17]. Starokadomskii, D. L. (2008) : Effect of the (2006) : Water Vapor Adsorption and
Content of Unmodified Nanosilica with Varied Volumetric Swelling of Melt-
Specific Surface Area on Physicomechanical Impregnated Wood–Polymer
Properties and Swelling of Epoxy Composites, Composites, Journal of Applied Polymer
Russian Journal of Applied Chemistry, 11, Science, 102, 2668–2676.
1987 – 1991.
[18]. Valencia, L.E.C., Alonso, E., Manzano, A.,
Pe´rez, J., Contreras, M.E., & Signoret, C.
(2007) : Improving the Compressive Strengths
of Cold-Mix Asphalt Using Asphalt Emulsion
Modified by Polyvinyl Acetate, Construction
and Building Materials, 21, 583 – 589.

65
Masturi, dkk Efektivitas Polyvinyl Acetate …

66
Pengaruh Kondisi Proses Terhadap Karakteristik Pulp Pada Fraksinasi Rumput Gajah
Menggunakan Asam Formiat

Dizikri, Zuchra Helwani, Hari Rionaldo, Zulfansyah*


Laboratorium Pengendalian dan Perancangan Proses
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Riau
*
E-mail : Zulfansyah@lecturer.unri.ac.id

ABSTRACT

Elephant grass is a lignocellulosic biomass which has not been utilized optimally.
Fractination of elephant grass can be converted into valuable products, such as pulp. The
objectives on this research is to study the effect of the process condition on pulp yield,
cellulose and lignin content in pulp. The effect of process condition were studied by Response
Surface Methodology (RSM) using Central Composite Design (CCD). Fractionation of
elephant grass performed on a normal boiling point of the solution with a concentration of
formic acid (60%, 70% and 80%), the reaction time of 60-180 minutes, solid to liquid ratio of
10/1 to 20/1, 40 grams elephant grass, HCl catalyst 0.1% wt. This research has 4 stages
process that are cooking, screening, washing and drying. The pulp from process will be
analyzed for yield pulp, alpha celluose content and lignin content. The result shows that
fractionation of elephant grass have yield pulp of 53.6% to 73.7%, cellulose pulp of 84.03%
to 93.97% and lignin pulp of 11% to 19.5%. the concentration of formic acid and reaction
time influence each response significantly.

Keywords: biomass fractionantion, central composite design, elephant grass, response


surface methodology.

1. PENDAHULUAN Rumput gajah adalah tanaman yang


Biomassa merupakan sumber daya banyak tumbuh di daerah-daerah tropis
terbarukan yang jumlahnya banyak dan subtropis. Pertumbuhan rumput gajah
tersedia di alam. Komponen utama sangat cepat dan dapat tumbuh di daerah
penyusun biomasa adalah selulosa, yang kurang subur. Rumput gajah juga
hemiselulosa dan lignin. Pemanfaatan disebut tanaman penggangu karena
biomassa dapat dilakukan dengan berbagai tumbuh disekitar lahan pertanian. Rumput
metode salah satunya fraksionasi gajah banyak digunakan sebagai pakan
biomassa. Fraksionasi biomassa adalah ternak, selain itu rumput gajah juga dapat
pemilahan biomassa menjadi komponen dikonversi menjadi produk yang lebih
utama penyusunnya tanpa merusak atau berguna dan bernilai ekonomis melalui
mengubah komponen utama tersebut. metode fraksionasi.
Metode fraksionasi biomassa lebih efektif Metode fraksionasi biomassa
dibandingkan dengan konversi termal yang mengunakan pelarut organik dan pelarut
membutuhkan energi lebih besar dan anorganik sebagai media pemrosesannya.
konversi biologi yang memerlukan waktu Pelarut organik yang banyak digunakan
yang lama untuk menghasilkan produk adalah asam formiat. Pelarut organik lain
yang bernilai ekonomis (Lee dkk., 2014). yang dapat digunakan pada metode

JOM FTEKNIK Volume 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 1


fraksionasi adalah amina, ammonia, 2.2 Analisa Hasil
aseton, ester, fenol, glikol dan asam Padatan (pulp) hasil penelitian
organik lainnya (Rodriguez dkk., 2007). digunakan untuk menghitung yield pulp,
Asam formiat memiliki keunggulan kadar alfa selulosa dan kadar lignin dalam
selektivitas yang tinggi terhadap pulp. Analisa kadar alfa selulosa dilakukan
delignifikasi dan mempertahankan menggunakan metode pengujian SNI
selulosa, dapat dilakukan pada suhu 0444:2009. Kadar lignin pulp di analisa
rendah dan tekanan atmosfer, harga relatif menggunkan metode pengujian SNI
murah serta dapat digunakan untuk 0492:2008.
berbagai jenis biomassa salah satunya
rumput-rumputan (Li dkk., 2012; Jahan 3. Hasil Dan Pembahasan
dkk., 2007; Villaverde dkk., 2010). Yield yang diperoleh berkisar 55,3 %
- 71,5 %, Alfa selulosa berkisar 84,34 % -
2. METODE PENELITIAN 93,18 dan lignin berkisar 11,5 % - 19,5 %.
2.1 Prosedur Penelitian Yield pulp yang dihasilkan cukup tinggi
Penelitian fraksionasi rumput gajah jika dibandingkan dengan yield rumput
dilakukan pada titik didih normal asam miskantus, dhaincha, batang pisang dan
formiat (107oC) dan tekanan 1 atm. gelagah secara berturut yaitu sebesar 54%,
Larutan pemasak yang digunakan pada 52,9 %, 48,3 % dan 48,2 % (Jahan dkk.,
penelitian ini yaitu asam formiat 2007; Villaverde dkk., 2010). Kadar alfa
(konsentrasi 60%, 70% dan 80%), akuades selulosa pulp relatif lebih tinggi
dan katalis HCl 0,1% berat dalam waktu dibandingkan kadar alfa selulosa pulp
reaksi yang berbeda (60 menit; 120 menit; rumput miskantus yaitu sebesar 90,8 %
180 menit) dan nisbah cairan-padatan (Villaverde dkk., 2010). Kadar lignin yang
(10:1; 15:1; 20:1). Prosedur fraksionasi diperoleh relatif lebih tinggi dibandingkan
rumput gajah meliputi beberapa tahapan, dengan kadar lignin beech yaitu sebesar
yaitu pemasakan, penyaringan, pencucian 4,4 % (Dapia dkk., 2002).
padatan, pengeringan, analisa yield pulp Hasil analisis multivariabel RSM
dan analisa pulp. menunjukkan pengaruh kondisi proses
Rumput Gajah terhadap respon kadar alfa selulosa pulp.
Pengaruh tersebut dapat dilihat dari
Asam Formiat +
Asam Klorida + Pemasakan koefisien persamaan linear dari model
Akuades kadar alfa selulosa pulp dalam bentuk
Black kode variabel yang dituliskan pada
Penyaringan
Liquor persamaan 1.
Padatan
Asam Formiat
+ Akuades
Pencucian Y2 = 88.96 + 1.78A + 1.92B + 0.74C -
0.58AB + 0.081AC - 0.25BC - 0.2A2
Pengeringan + 0.13B2 + 0.19C2.............………(1)

Padatan (pulp) Keterangan :


Y2 = Kadar alfa selulosa (%)
Gambar 1. Diagram Alir Fraksionasi A = Konsentrasi asam formiat (%)
Rumput Gajah B = Waktu (menit)

JOM FTEKNIK Volume 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 2


C = Nisbah cairan-padatan (b/b) meningkat seiring dengan naiknya
konsentrasi asam formiat seperti yang
Dari hasil pengujian p-value, terlihat pada Gambar 2. Peningkatan ini
konsentrasi asam formiat dan waktu reaksi terjadi karena semakin banyaknya lignin
memberikan pengaruh yang signifikan yang tersisihkan. Semakin tinggi
terhadap kadar alfa selulosa pulp. Namun konsentrasi asam formiat, maka jumlah ion
nisbah cairan-padatan tidak memberikan H+ juga akan semakin meningkat.
pengaruh yang signifikan. Gambar 2 Sehingga proses delignifikasi dan
merupakan grafik respon permukaan dari hidrolisis hemiselulosa akan berjalan lebih
variabel kondisi proses terhadap respon cepat (Parajo dkk., 1993).
kadar alfa selulosa pulp. Variabel nisbah Pada waktu reaksi yang lebih lama
cairan (ξ3) diplot sebagai sumbu tetap pada dapat menyebabkan degradasi terhadap
rentang kondisi proses -1, 0, dan 1 karena selulosa. Sehingga kadar selulosa pulp
dianggap memberi pengaruh yang relatif akan cenderung menurun. Kadar selulosa
paling rendah dibanding variabel ξ1 dan ξ2. pulp pada penelitian ini lebih rendah jika
Kadar alfa selulosa yang didapat pada dibandingkan dengan kadar selulosa pulp
berbagai kondisi proses yang digunakan berbahan kayu pada fraksionasi dalam
dapat dilihat pada Gambar 4.3. media asam formiat tanpa katalis. Proses
fraksionasi tanpa katalis mampu
mempertahankan selulosa terdegradasi
dalam larutan pemasak (Dapia dkk., 2002).

4. KESIMPULAN
a)
a) b)
b)
Konsentrasi asam formiat dan waktu
pemasakan merupakan faktor yang paling
berpengaruh terhadap respon kimia pulp
(yield, kadar alfa selulosa pulp dan kadar
lignin). Hasil yang diperoleh pada masing-
c)
c)
masing respon, yaitu yield pulp sebesar
55,3-71,85%, kadar alfa selulosa sebesar
Gambar 2 Pengaruh konsentrasi asam 84,34-93,18% dan kadar lignin sebesar
formiat dan waktu terhadap 11,5-19,5%.
kadar alfa selulosa pulp
pada nisbah cairan-padatan
DAFTAR PUSTAKA
a). ξ3=10/1, b). ξ3=15/1, c).
ξ3=20/1 Dapia, S., Santos, V, Parajo, J.C. 2002.
Study of Formic Acid as an Agent for
Fraksionasi rumput gajah dalam Biomass Fractionation. Biomass and
media asam formiat pada berbagai kondisi Energy, Vol. 22: 213-221.
proses menghasilkan pulp dengan kadar Jahan, M.S., Chowdhury, D.A.N., Islam,
alfa selulosa berkisar antara 84,34-93,18%. M.K. 2007. Atmospheric Formic Acid
Kadar selulosa tertinggi diperoleh pada Pulping and TCF Bleaching of
konsentrasi asam formiat 80%, waktu Dhaincha (Sesbania Aculeata), Kash
reaksi 180 menit dan nisbah cairan- (Saccharum Spontaneum) and Banana
padatan 20/1. Kadar selulosa pulp

JOM FTEKNIK Volume 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 3


Stem (Musa Cavendish). Industrial Processing. Bioresource Technology,
Crops and Products, Vol. 26: 324-331. Vol. 46: 233-240.
Lee, V.H., Hamid, S.B.A., Zain, S.K. Rodriguez, A dan Jimenez, L. 2007.
2014. Conversion of Lignocellulosic Pulping with Organic Solvent other
Biomass to Nanocellulose: Structure than Alcohols. Afinidad LXV, Vol.
and Chemical Process. The Scientific 535: 188-196.
World Journal: Hindawi Publishing Villaverde, J.J., Ligero, P., Vega, A. 2010.
Corporation. Miscanthus x giganteus as a Source of
Li, F.M., Ni Sun, S., Xu, F., Cang Sun, R. Biobased Products Through
2012. Formic Acid Based Organosolv Organosolv Fractionation: A Mini
Pulping of Bamboo (Phyllostachys Review. The Open Agriculture
Acuta): Comparative Characterization Journal, Vol. 4: 102-110.
of The Dissolved Lignins with Milled
Wood Lignin. Chemical Engineering
Journal, Vol. 179: 80-89.
Parajo, J.C., Alonso, J.L., Vazquez. 1993.
On The Behavior of Lignin and
Hemicellulose During Asetosolv

JOM FTEKNIK Volume 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 4


PEMANFAATAN EKSTRAK BATANG TANAMAN PISANG (Musa
paradisiacal) SEBAGAI OBAT ANTIACNE DALAM SEDIAAN GEL
ANTIACNE

F.X. Sulistiyanto Wibowo1), Erna Prasetyaningrum1)

1)
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi "Yayasan Pharmasi" Semarang

INTISARI

Resistensi bakteri terhadap antibiotik merupakan masalah yang sedang dihadapi baik di
negara berkembang maupun negara maju. Oleh karena itu dibutuhkan upaya untuk mengurangi
masalah tersebut salah satunya dengan penemuan obat baru yang berasal dari bahan alam, salah
satunya adalah tanaman pisang (Musa paradisiaca).
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adanya efek bakterisid dalam batang tanaman
pisang dalam bentuk sediaan gel antiacne. Manfaat penelitian ini dapat memberikan informasi
dasar tentang manfaat ekstrak batang tanaman pisang khususnya dalam bidang kesehatan yaitu
sebagai antiacne.
Penelitian ini diketahui golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak tanaman
pisang diantaranya steroid, triterpenoid, alkaloid, plavonoid, tannin, dan saponin. Hasil penelitian
ini didapatkan pH FI 4, FII 4, FIII4; Viskositas Fi 204 cps, FII 216 cps, FIII 239 cps; daya lekatFI,
FII, FIII kurang dari satu menit; daya sebar FI>7cm/100 gram, FII dan FIII>7cm/150 gram. Uji
mikrobiologi FI:1,337, FII:1,474 dan FIII:1,529.
Kata kunci: Batang pisang, antibakteri, gel antiacne, S.aureus

ABSTRACT
Bacterial resistance to antibiotics is a problem that is being faced in both the developing
and developed countries. Therefore it takes an effort to diminish these problems by the discovery
of new drugs derived from natural ingredients, the banana plant (Musa paradisiaca).
The purpose of this study to determine the bactericidal effect of the banana plant stem in
antiacne gel dosage forms. The benefity of this study is providing basic information about the
benefits of stem extract of banana plants, especially in the health field that is as antiacne.
This study found the class of compounds contained in extracts of banana plants include
steroids, triterpenoids, alkaloids, plavonoid, tannins and saponins. Results of this study, the pH 4
FI, FII 4, FIII4; Fi viscosity of 204 cps, 216 cps FII, FIII 239 cps; lekatFI power, FII, FIII less
than a minute; dispersive power FI> 7cm / 100 grams, FII and FIII> 7cm / 150 grams.
Microbiological test FI: 1,337, FII: 1.474 and FIII: 1,529.
Keywords: banana stems, antibacterial, antiacne gel, S.aureus

PENDAHULUAN berkembang menurut WHO menggunakan


Masalah global yang sedang pengobatan tradisional sekitar 80% (Dalter
dihadapi adalah resistensi bakteri terhadap et al., 2003). Infeksi merupakan penyakit
antibiotik baik pada negara berkembang yang dapat ditularkan dari satu orang ke
maupun negara maju. Upaya-upaya yang orang lain atau dari hewan ke manusia
telah dilakukan diantaranya adalah disebabkan oleh berbagai mikroorganisme
mengontrol penggunaan antibiotik, seperti virus, bakteri, jamur, dan protozoa.
mengembangkan penelitian untuk lebih Organisme-organisme tersebut dapat
mengerti tentang mekanisme resistensi menyerang sebagian atau seluruh tubuh
secara genetik dan penemuan obat baru baik manusia (Gibson, 1996).
sintetik maupun yang berasal dari alam. Beberapa tanaman memiliki sifat
(Karadi et al, 2011).. Penduduk di negara antibiotik alami untuk beberapa strain

38
bakteri, seperti ekstrak daun Senna pisang khususnya dalam bidang kesehatan,
podocarpa, Musa paradisaca (pohon yaitu sebagai zat antiacne.
pisang), Allium sativum Linn (bawang putih) TINJAUAN PUSTAKA
mampu menghambat pertumbuhan bakteri a. Tanaman pisang
Staphylococcus aureus (Nascimento et al., Tanaman pisang merupakan
2000). tumbuhan berbatang basah yang besar,
Masalah yang sering timbul dalam biasanya mempunyai batang semu yang
pengobatan penyakit infeksi adalah tersusun dari pelepah-pelepah daun. Tangkai
terjadinya resistensi. Resistensi mikroba daun jelas beralur pada sisi atasnya, helaian
terhadap antibiotika membawa masalah daun lebar, bangun jorong (oval memanjang),
tersendiri yang dapat menggagalkan terapi. dengan ibu tulang yang nyata dan tulang-
Cara pengobatan dengan menggunakan tulang cabang yang menyirip dan kecil-kecil.
kombinasi berbagai antibiotika juga dapat Bunga mempunyai tenda bunga yang
menimbulkan masalah yaitu munculnya mempunyai mahkota atau jelas mempunyai
mikroba yang multiresisten terhadap kelopak dan mahkota yang biasanya
antibiotika (Tjay dan Rahardja, 2002). berlekatan. Benang sari 6 yang 5 fertil yang
Tanaman obat diketahui potensial satu staminoidal. Bakal buah tenggelam,
dikembangkan lebih lanjut pada penyakit beruang 3 dengan 1 bakal biji dalam tiap
infeksi namun masih banyak yang belum ruang. Tangkai putik berbelah 3-6. Buahnya
dibuktikan aktivitasnya secara ilmiah buah buni atau buah kendaga.
(Hertiani dkk., 2003). Tanaman pisang termasuk tanaman
Indonesia mempunyai banyak jenis monokotil. Tanaman monokotil biasanya
tanaman yang berpotensi sebagai antibiotik, mempunyai ikatan pembuluh (floem dan
salah satunya adalah tanaman pisang. xilem) yang tersebar di jaringan batang.
Indonesia merupakan habitat yang sesuai Xilem berfungsi untuk mengangkut air dan
untuk tanaman pisang karena iklimnya yang zat terlarut, sedangkan floem berfungsi
tropis. Pelepah tanaman pisang biasa untuk mengangkut hasil fotosistesis.
dimanfaatkan oleh beberapa masyarakat di Flavonenes dan flavonols merupakan
Indonesia sebagai obat luka, beberapa turunan dari senyawa phenol dari jalur asam
bagian lain dari tanaman pisang telah diteliti malonil dan dari jalur asam shikimik. Asam
manfaatnya diantaranya adalah ekstrak hidrosinnamik merupakan salah satu turunan
batang tanaman pisangbermanfaat untuk dari phenilalanin. Jalur asam shikimik akan
menghambat pertumbuhan beberapa bakteri dihasilkan phenilalanin yang merupakan
pathogen seperti S.aureus. Informasi senyawa intermediet atau senyawa antara
penggunaan bagian lain tanaman pisang yang akan membantu tanaman untuk
seperti pelepah, batang dan akar tanaman menghasilkan flavonones, flavonoid,
pisang sebagai anti bakteri masih sangat flavonol dan senyawa lain.
sedikit, oleh karena itu peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian penggunaan ekstrak b. Metode Ekstraksi
batang tanaman pisang serta menguji Ada beberapa metode yang sering
aktivitasnya pada bakteri Propionibacterium digunakan dalam ekstraksi diantaranya:
acnes, kemudian untuk memudahkan dalam Maserasi, infusa, digesti, dekoksi, perkolasi,
hal penggunaannya ekstrak tersebut soxhlet, ekstraksi aqueous alkoholik yang
diformulasikan dalam suatu sediaan obat difermentasi, ekstraksi Counter-current,
herbal yaitu gel antiacne. sonikasi (ekstraksi ultrasound), supercritical
fluid extraction, dan lain sebagainya.
TUJUAN DAN LUARAN bertujuan untuk memurnikan zat aktif dari
Penelitian ini mempunyai tujuan zat lain dengan menggunakan pelarut
untuk mengetahui aktivitas ekstrak batang tertentu, proses standarisasi juga sangat
tanaman pisang sebagai senyawa berpengaruh pada kualitas obat herbal.
antiacnedalam suatu sediaan obat herbal gel
antiacne yang dilakukan secara in vitro.
Luaran yang akan diperoleh dari penelitian
c. Tinjauan tentang Antibakteri
Antibakteri adalah obat pembasmi
ini adalah memberikan informasi dasar
mikroba terutama mikroba yang merugikan
tentang manfaat ekstrak batang tanaman
manusia. Mekanisme kerjanya, antimikroba

39
ada yang bersifat menghambat pertumbuhan sehingga tidak lagi tampak batas yang jelas
mikroba yang dikenal dengan aktivitas antara molekul yang terdispersi dengan
bakteriostatik dan ada yang membunuh cairan, gel demikian disebut gel sistem fase
mikroba yang dikenal dengan aktivitas tunggal, dan lebih lazim disebut lendiran
bakterisida. Antimikroba memiliki aktivitas (Depkes RI, 1985).
tertentu dan dapat meningkat dari aktivitas Dasar gel yang umum digunakan
bakteriostatik menjadi aktivitas bakterisida adalah gel hidrofobik dan gel hidrofilik.
bila kadar antimikroba meningkat 1. Dasar gel hidrofobik
(Ganiswarna, 1995). Dasar gel hidrofobik umumnya
Antibakteri yang ideal terdiri dari partikel-partikel anorganik, bila
menunjukkan sifat toksisitas selektif, yang ditambahkan ke dalam fase pendispersi,
merupakan fungsi reseptor yang spesifik hanya sedikit sekali interaksi antara kedua
yang dibutuhkan untuk melekatnya obat atau fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik,
karena hambatan biokimia yang terjadi bagi bahan hidrofobik tidak secara spontan
organisme namun tidak bagi inang menyebar, tetapi harus dirangsang dengan
(Ganiswarna, 1995). Antimikroba yang ideal prosedur yang khusus (Ansel, 1989).
juga harus mempunyai kemampuan untuk
mematikan atau menghambat pertanaman 2. Dasar gel hidrofilik
mikroorganisme yang luas (broad spectrum Dasar gel hidrofilik umumnya
antibiotic) : terdiri dari molekul-molekul organik yang
1. Tidak menimbulkan terjadinya besar dan dapat dilarutkan atau disatukan
resistensi dari mikroorganisme patogen dengan molekul dari fase pendispersi. Istilah
2. Tidak menimbulkan efek samping (side hidrofilik berarti suka pada pelarut.
effect) yang buruk pada tubuh seperti Umumnya daya tarik menarik pada pelarut
reaksi alergi, kerusakan syaraf, dan dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari
iritasi lambung tidak adanya daya tarik menarik dari bahan
3. Tidak mengganggu keseimbangan flora hidrofobik. Sistem koloid hidrofilik biasanya
normal tubuh seperti flora usus atau lebih mudah untuk dibuat dan memiliki
flora kulit (Jawetz et al, 1996). stabilitas yang lebih besar (Ansel, 1989). Gel
hidrofilik umummnya mengandung
d. Tinjauan tentang Metode Pengujian komponen bahan pengembang, air,
Antibakteri humektan dan bahan pengawet (Voigt,
Pemeriksaan daya antibakteri dapat 1994).
dilakukan dengan beberapa cara antara lain :
Uji Pengenceran (Dilution Test) f. Keunggulan Gel
Metode Cylinder Cup Keunggulan gel pada formulasi sediaan
Pada media yang telah diinokulasi, antijerawat :
bakteri diletakkan pada silinder lalu 1. Waktu kontak lama, kulit mempunyai
dimasukkan zat antibakteri, diinkubasi pada barrier yang cukup tebal, sehingga
suhu 37º C selama 18-24 jam dan diamati dibutuhkan waktu yang cukup lama
ada tidaknya daerah hambatan di sekeliling untuk zat aktif dapat berpenetrasi.
silinder (Dwidjoseputro, 2001). 2. Kadar air dalam gel tinggi
3. Jumlah air yang banyak dalam gel akan
e. Tinjauan tentang Gel menghidrasi stratum corneum sehingga
Gel didefinisikan sebagai suatu terjadi perubahan permeabilitas stratum
sistem setengah padat yang terdiri dari suatu corneum menjadi lebih permeabel
dispersi yang tersusun baik dari partikel terhadap zat aktif yang dapat
anorganik yang kecil atau molekul organik meningkatkan permeasi zat aktif.
yang besar dan saling diresapi cairan (Ansel, 4. Resiko timbulnya peradangan ditekan
1989). Jika massa gel terdiri dari gumpalan 5. Kandungan air yang banyak pada gel
partikel kecil, gel demikian disebut gel dapat mengurangi resiko peradangan
sistem fase rangkap, dan sering disebut lebih lanjut akibat menumpuknya lipida
lumeran. Jika massa gel terdiri dari pada pori-pori, karena lipida tersebut
makromolekul yang seragam dan tersebar merupakan makanan bakteri jerawat
merata ke seluruh cairan sedemikian rupa (Lieberman et al, 1990).

40
(dikultur). Hasil kultur tersebut diambil 200
Formula Gel yang digunakan: µl, kemudian disuspensikan ke media cair
R/ Carbophol 1 %, Glycerin 5%. steril, selanjutnya diinkubasi 3-4 jam
Korigen odoris (melon) 0,1% Aqua dest. kemudian disamakan kekeruhannya dengan
Ad 100%. standar Mc Farland I (108 CFU/ ml) dengan
cara mensuspensikannya dalam larutan NaCl
METODE PENELITIAN 0,9% steril hingga didapat kekeruhan yang
1. Determinasi Tanaman sama dengan standar.
Sampel yang digunakan adalah batang
tanaman pisang (Musa paradisiacal) 3. Pembuatan Larutan ½ Mc Farland
(Teknik sampling yang digunakan adalah Komposisi larutan ½ Mc Farland:
sampling secara acak (random sampling). BaCl2. 2H2O 0,048 M 0,5 ml
H2SO4 0,18 M 99,5 ml
2. Ekstraksi Cara pembuatannya:
Penelitian ini peneliti menggunakan Larutan H2SO4 0,18 M dipipet 99,5
metode ekstraksi maserasi kemudian ml dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml,
dievaporasikan dengan rotary evaporator. selanjutnya larutan BaCl2. 2H2O 0,048 M
Identifikasi tanaman pisang, Pengambilan dipipet sebanyak 0,5 ml dimasukkan ke
batang bagian bawah tanaman pisang ambon, dalam labu takar yang sama, ditambahkan
10 cm dari bonggol akar dan dipotong kira- aquadest hingga tanda, digojok hingga
kira dengan ukuran 0,5x0,5 cm. Setiap homogen.
bagian direndam dalam tabung erlenmeyer
dengan alkohol 96% dengan perbandingan 1: 4. Pengujian Antibakteri Sediaan
4. Hasil rendaman dievaporasikan dengan Gel Ekstrak Batang Tanaman
rotary evaporator dan dilakukan penguapan Pisang
dengan pemanasan dibawah 60° C agar Sebanyak 30 ml media MSA
pelarut hilang. Hasil ekstraksi disimpan di (Mannitol Salt Agar) dituang ke dalam
dalam almari pendingin dengan suhu 4ºC. cawan petri steril dan dibiarkan memadat
sebagai lapisan dasar, kemudian diletakkan 5
3. Uji Aktivitas Antibakteri cylinder cup dengan jarak yang tidak terlalu
1. Penyiapan Media berdekatan. Suspensi Propionibacterium
Media untuk uji antibakteri digunakan acnessebanyak 15 µl diinokulasikan ke
Manitol Salt Agar (MSA). MSA dibuat dalam 30 ml media MSA pada suhu 40ºC,
dengan cara melarutkan 27,75 gram MSA kemudian suspensi kultur bakteri dan media
dengan aquadest sampai volumenya 250 ml dihomogenkan. Secara aseptis media MSA
ke dalam erlenmeyer. Campuran tersebut yang berisi kultur bakteri dituang pada
selanjutnya disterilisasi di dalam autoklaf cawan petri yang telah diisi lapisan pertama
pada suhu 121ºC selama 15 menit. dan cylinder cup untuk membentuk
sumuran. Setelah media atas memadat,
2. Regenerasi Bakteri cylinder cup diambil dan masing-masing
Bakteri yang dipergunakan dalam sumuran diisi dengan gel ekstrak batang
penelitian ini adalah Propionibacterium tanaman pisang dengan konsentrasi 15%,
acnes. Bakteri tersebut sebelum digunakan 20%, dan 300%, basis gel sebagai kontrol
untuk uji aktivitas antibakterinya, terlebih negatif dan gel klindamisin fosfat 1%
dahulu dilakukan regenerasi. Langkah sebagai kontrol positif. Medium diinkubasi
pertama yang dilakukan adalah membuat pada suhu 37ºC selama 24 jam. Zona bening
biakan agar miring, kemudian biakan dari di sekitar sumuran mengindikasikan bahwa
stok bakteri digoreskan ke media NA terdapat aktivitas antibakteri yang
(Nutrient Agar) miring yang masih baru, disebabkan oleh senyawa yang diuji.
selanjutnya diinkubasi pada suhu 37ºC
selama 18-24 jam. Biakan tersebut diambil 5. Pembuatan sediaan gel
masing-masing satu ose bakteri stok, Carbopol dikembangkan dalam air
kemudian diinokulasi ke dalam tabung yang panas, kemudian diaduk. Ekstrak batang
berisi 5 ml media NB cair steril, selanjutnya tanaman pisangdicampur dengan bahan lain
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC sampai tercampur rata, kemudian

41
dimasukkan ke dalam carbopol. Kedalam zona hambat gel antiacne batang tanaman
campuran tersebut, ditambahkan air sampai pisang.Analisis terhadap sifat fisik gel
volume yang dikehendaki, kemudian meliputi viskositas, pH, daya lekat, daya
tambahkan TEA tetes demi tetes sambil sebar,dan uji organoleptis.
diaduk perlahan sampai didapat pH yang
dikehendaki, selanjutnya ditambahkan HASIL YANG DICAPAI
gliserin sedikit demi sedikit terbentuk gel Batang tanaman pisang yang
yang jernih. digunakan dalam penelitian adalah batang
tanaman yang sudah berbuah. Batang
6. Evaluasi sediaan gel ekstrak batang tanaman yang dipilih dengan pertimbangan
tanaman pisang bahwa aktivitas mikrobiologis terbesar dari
Evaluasi sediaan dilakukan dengan tanaman pisang terletak pada bagian pelepah
mengamati karakteristik fisika yang (Batang) yang mengandung sejumlah
meliputi: viskositas, pH, daya lekat, daya metabolit sekunder khas. Hasil skrining
sebar,dan uji organoleptis. fitokimia terhadap batang tanaman pisang
yang dipaparkan menunjukkan bahwa
7. Analisis Data batang tanaman pisang mengandung
Analisis data dengan perhitungan senyawa flavonoid, saponin, triterpenoid,
statistik menggunakan uji anova satu jalan steroid, alkaloid dan tannin.
sesuai dengan hasil pengamatan diameter

Tabel ISkrining Fitokimia Batang Tanaman Pisang

Hasil Kesimpulan
Uji
Pereaksi Serbuk
Fitokimia Serbuk Simplisia Ekstrak Ekstrak
Simplisia
Saponin HCl 10% Tidak terbentuk Trebentuk - +
busa yang stabil busa yang
stabil
Steroid Liebermann- Terbentuk warna Terbentuk - +
Burchad kuning warna
biru/hijau
Triterpenoid Liebermann- Terbentuk warna Terbentuk + +
Burchad merah pada residu warna merah
pada residu
Alkaloida Mayer Mayer terbentuk Mayer - +
dragendrof warna kuning, terbentuk
dragendrof warna coklat
terbentukwarna tua,
coklat kekuningan dragendrof
terbentuk
warna putih
kecoklatan
Tannin Stiasny dan Stiasny terbentuk Stiasny + +
FeCl3 1% endapan coklat, terbentuk
FeCl3 terbentuk endapan
endapan coklat coklat, FeCl3
kehitaman terbentuk
endapan
coklat
kehitaman

Tabel I. Menunjukkan bahwa Hasil skrining fitokimia menunjukkan


batang tanaman pisang mengandung batang tanaman pisang mengandung
senyawa metabolit sekunder yang kompleks. saponin, triterpenoid, steroid, flavonoid,

42
tannin, dan kuinon. Senyawa saponin dan lain digunakan etanol 70% sebagai cairan
triterpenoid yang terdapat dalam batang penyari adalah menghindari terjadinya
tanaman pisang memiliki potensi sebagai kontaminasi mikroba selama proses
antimikroba. ekstraksi.
Remaserasi merupakan modifikasi
dari metode maserasi, dipilih dengan Formulasi sediaan gel antiacne
pertimbangan bahwa metode ini mampu Pada formulasi sediaan gel
mengurangi tingkat kejenuhan pelarut menggunakan basis gliseril, carbophol, dan
terhadap senyawa kimia yang disari. air dimana basis tersebut dipilih karena
Penggantian cairan penyari yang dilakukan tingkat keamanan yang lebih baik untuk
memungkinkan penarikan senyawa kimia kulit dan tidak menyebabkan iritasi karena
dalam simplisia berlangsung lebih sempurna memiliki kandungan pH 4, pH yang aman
sehingga rendemen yang dihasilkan lebih untuk kulit berkisar antara 4 – 6 sehingga pH
banyak. basis gel yang digunakan dikatan aman.
Cairan penyari yang digunakan Pemilihan bentuk sediaan gel
dalam proses ekstraksi adalah etanol 70% karena bentuk sediaan ini mengandung air
yang bersifat polar. Pemilihan etanol 70% lebih dari 50% dari sediaan sehingga mudah
sebagai cairan penyari didasarkan pasa difat untuk diserap oleh kulit dan praktis
kimia senyawa antibakteri yang terkandung digunakan sehingga efektivitas terapi
dalam batang tanaman pisang. Pertimbangan diharapkan didapat jauh lebih baik.

Tabel II. Uji Organoleptis sediaan Gel Ekstrak Batang Tanaman Pisang
Hasil Pengujian
No. Parameter Uji
F 0 (Basis) F 1 (15%) F2 (20%) F3 (30%)
Organoleptis:
1 Bentuk Cairan kental, Cairan kental, Cairan kental, Cairan kental,
homogen homogen homogen homogen
2 Aroma Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau

3 Warna Jernih Hijau Hijau Hijau

1. Organoleptis 2. pH
Pada pengujian organoleptis gel Nilai pH terkait dengan
ekstrak batang tanaman pisang berbentuk kenyamanan dan keamanan penggunaan
cairan kental yang homogeny dengan aroma produk oleh konsumen. Nilai pH yang
khas. Penambahan parfum pada sangat tinggi atau sangan rendah dapat
formulasisediaan gel dilakukan untuk menambah daya absorbsi kulit sehingga
menambah daya tarik konsumen terhadap memungkinkan kulit teriritasi. Rerata pH
sediaan yang diformulasi. Perbedaan yang dihasilkan adalah 4. Berdasarkan hasil
organoleptik geldengan konsentrasi 15%, rerata pH disimpulkan gel batang tanaman
20%, 30% terletak pada warna sediaan yang pisang memenuhi persyaratan uji pH gel
berwarna jernih dan hijau. antara 4 – 6.

Tabel III. Uji pH Gel Ekstrak Tanaman Batang Pisang

Uji pH Sediaan Gel Ekstrak Batang Tanaman Pisang


Formula pH
15% 4
20% 4
30% 4

3. Daya Sebar tersebut. Kandungan air yang banyak


Nilai daya sebar dipengaruhi oleh menyebabkan viskositas gel menjadi encer,
adanya air yang terkandung dalam sediaan

43
sehingga daya sebar akan semakin kebih penyebaran sediaan pada waktu digunakan
besar. Penelitian daya sebar terbesar terlihat konsumen.
pada formula 1 dimana terdapat kandungan
air tang lebih besar sehingga memudahkan

Tabel IV. Uji Daya Sebar Gel Ekstrak Tanaman Batang Pisang
Uji Daya Sebar Gel Ekstrak Batang Tanaman Pisang
Formula cm
15% > 7 cm/100 gram
20% > 7 cm/150 gram
30% > 7 cm/150 gram

4. Daya lekat lekat akan semakin kecil, penelitian daya


Nilai daya lekat dipengaruhi oleh lekat ketiga formula yaitu kurang dari satu
adanya air yang terkandung dalam sediaan menit. Kandungan dari ketiga formula
tersebut. Kandungan air menyebabkan memiliki konsentrasi air lebih dari 50%,
viskositasnya semakin encer sehingga daya sehingga menyebabkan daya lekatnya kecil.

Tabel V. Uji Daya Lekat Gel Ekstrak Tanaman Batang Pisang


Uji Daya Lekat Gel Ekstrak Batang Tanaman Pisang
Formula cm
15% > 7 cm/100 gram
20% > 7 cm/150 gram
30% > 7 cm/150 gram

5. Viskositas bobot jenis yang dihasilkan. Jumlah


Viskositas dari ekstrak ikut air pada sediaan gel juga mempengaruhi
mempengaruhi bobot jenis sediaan karena bobot jenis sediaan, semakin sedikit jumlah
nilai bobot jenis berbanding lurus dengan air yang ditambahkan maka faktor
viskositas sesuai dengan rumus V=k x d x t pengencer ekstrak akan semakin berkurang
(Cicilia, N., 2012), V menyatakan viskositas sehingga meningkatkan bobot jenis sediaan.
dan d adalah densitas atau bobot jenis. Dari ketiga formulasi sediaan gel ekstrak
Semakin tinggi viskositas suatu bahan yang batang tanaman pisang didapatkan viskositas
ditambahkan maka akan semakin besar nilai yang sangat encer pada formula 1 sesuai
dengan teori di atas.

Tabel VI. Uji Viskositas Gel Batang Tanaman Pisang


Uji viskositas Gel Batang Tanaman Pisang
Formula Cps
30 % 204
20 % 216
15 % 239,9

6. Uji mikrobiologi ekstrak batang pisang tidak mengalami perubahan sifat serta bebas
Uji mikrobiologis suatu sediaan dari kontaminan mikroba, maka diperlukan
merupakan salah satu uji yang sangat uji mikrobiologis, meliputi pengujian angka
penting untuk mengetahui kualitas suatu lempeng total (ALT), dan uji cemaran
sediaan. Makanan, minuman, obat bakteri / kapang. Jika telah dilakukan uji-uji
tradisional berasal dari alam yaitu dari tersebut, dan tidak ditemukan bakteri dan
hewan, tumbuhan, mineral ataupun sediaan kapang yang sesuai standar SNI, maka
galeniknya.Untuk mengetahui bahwa bahan produk tersebut layak untuk digunakan oleh
baku, bahan tambahan maupun sediaan jadi masyarakat.

44
Hasil uji mikrobiologi ketiga dan 2, dilihat dari besarnya daya hambat
formula didapatkan hasil bahwa formula 3 pada formula 3 (1,529), formula 1 (1,337),
lebih baik dibandingkan dengan formula 1 dan formula 2 (1,474)

Tabel VII. Uji Mikrobiologi Gel Batang Tanaman Pisang

Sediaan Gel
Replikasi Kontrol Positif
Formula 1 Formula 2 Formula 3
1 2,424 1,323 1,490 1,528
2 2,631 1,350 1,496 1,514
3 2,565 1,337 1,435 1,545
Rata – rata 1,337 1,474 1,529

KESIMPULAN Tanaman Obat Tradisional


Berdasarkan hasil penelitian dapat untuk Penyakit Infeksi.
disimpulkan bahwa uji organoleptis dari Pharmacon, 4 (2).
sediaan kurang nyaman digunakan karena Jawetz. E., Melnick. L.J., and Adelberg.
bau dan warna yang tidak menarik,
A.E., 1996, Mikrobiologi
sedangkan pada uji pH, viskositas, daya
lekat dan sebar memenuhi syarat. Kedokteran, translated by Edi
Nugroho, Maulani, F.R., Edisi
DAFTAR PUSTAKA 20, EGC, Jakarta.
Ansel, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Karadi R. V, Arpan Shah, Pranav Parekh
Farmasi, Universitas Indonesia, dan Parvez Azmi, 2011,
Jakarta. Antimicrobial Activities of
Musa paradisiaca and Cocos
Dalter A.M., 2003 From medical nucifera, International Journal
herbalism to phytotherapy in of Research in Pharmaceutical
dermatology: back to the future, and Biomedical Sciences, 2:
Dermatologic Therapy, 16, 106– 264-267.
113. Lieberman, H. A., Lachman, L., and
Depkes, RI, 1985, Farmakope Schwartz, J. B.,
Indonesia, Ditjen POM, Jakarta. 1990, Pharmaceutical
Dwidjoseputro, 2001, Dasar–Dasar Dosage Forms, Marcel Dekker,
mikrobiologi, Djambatan, New York.
Jakarta. Nascimento G.F., Gislene, Juliana
Ganiswara, 1995, Farmakologi Dan Locatelli, Paulo C., Freitas,
Terapi, Edisi IV, UI, Jakarta. Giuliana L., and Silva, 2000,
Antibacterial Activity of Plant
Gibson, J.M., 1996, Mikrobiologi dan Extracts and Phytochemicals on
Patologi Modern untuk Antibiotc Resistant Bacteria,
Perawat, EGC Penerbit Buku Brazilian Journal of
Kedokteran, Jakarta, 22–23. Microbiology, 31:247-256.
Hertiani. T., Palupi. I.S., Sanliferianti, Tjay. T.H., dan Rahardja. K., 2002,
dan Nurwindasari. H.D., 2003, Obat-obat Penting Khasiat,
Uji Potensi Antimikroba Penggunaan dan Efek Samping,
terhadap S. Aureus, E. Coli, Edisi IV, Departemen
Shigella dysentriae, dan Kesehatan Republik Indonesia,
Candida albicans dari Beberapa Jakarta, 195-204.

45
Voigt, R., 1994, Buku Pelajaran
Teknologi Farmasi, Edisi ke-5,
diterjemahkan oleh Dr.
Soendani Noerono, Gadjah
Mada University Press,
Yogyakarta.

46
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN SAINS
“Peningkatan Kualitas Pembelajaran Sains dan Kompetensi Guru
melalui Penelitian & Pengembangan dalam Menghadapi Tantangan Abad-21”
Surakarta, 22 Oktober 2016

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT PISANG KEPOK SEBAGAI BAHAN


BAKU PEMBUATAN KERTAS ALAMI DENGAN METODE
PEMISAHAN ALKALISASI

Putri Novianti1, Widiastuti Agustina Eko Setyowati2


1,2
Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret

Email Korespondensi: widi_greco@yahoo.com

Abstrak
Penelitian untuk mengetahui kondisi pemasakan optimum dalam pembuatan kertas dari limbah kulit pisang
kepok (Musa acuminata balbisiana Colla) telah dilakukan. Pembuatan kertas dilakukan menggunakan
metode alkalisasi, dimana pemasakan dilakukan pada temperatur 1000C selama 1,5 jam dengan variasi
konsentrasi NaOH sebesar 2%, 3%, dan 4%. Proses bleaching dilakukan dengan larutan hidrogen peroksida.
Kertas yang dihasilkan diuji kadar airnya dengan metode kering–oven berdasarkan SNI ISO 287:2010 dan
uji pH dilakukan sesuai dengan SNI ISO 6588-1:2010. Kemudian hasil pengujian masing-masing kertas
tersebut dibandingkan dengan nilai kadar air dan pH kertas buram komersial. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kertas berbahan dasar limbah kulit pisang kepok yang dibuat dengan konsentrasi NaOH 2%, 3%, dan
4% memiliki kadar air berturut-turut sebesar 0,4%; 0,93%; dan 4,21%, sedangkan hasil pengukuran pH
berturut-turut sebesar 8,19; 6,74; dan 7,3. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kertas berbahan dasar
kulit pisang kepok yang mendekati karakteristik kertas buram (kadar air 4,5% ; pH 7,51) adalah kertas yang
dimasak dengan NaOH 4% selama 1,5 jam.

Kata Kunci: kulit pisang kepok, alkalisasi, kertas alami, pH, kadar air

Pendahuluan menyediakan bahan baku industri berbasis


kayu termasuk industri kertas belum dapat
Kertas merupakan salah satu kebutuhan mengatasi kelangkaan bahan baku sehingga
pokok bagi kehidupan manusia. Pembuatan perusahaan industri kertas skala besar
kertas yang kita ketahui selama ini berupaya memperoleh bahan baku dari pasar
menggunakan kayu sebagai sumber selulosa. gelap (illegal logging) yang berasal dari
Setiap ton bubur kertas memerlukan hutan alam sehingga sangat berpotensi
sedikitnya 4,5 meter kayu gelondongan. merusak hutan (Manurung dan Sukaria,
Untuk dapat memenuhi kebutuhan bahan 2000).
baku kertas tersebut pertahun sekitar Pisang kepok (Musa acuminata
3.000.000 hektare hutan alam ditebang. balbisiana Colla) merupakan salah satu jenis
Indonesia dikatakan memiliki 10% hutan buah-buahan tropis yang tumbuh subur dan
tropis dunia yang masih tersisa, tetapi mempunyai wilayah penyebaran merata di
ternyata luas hutan alam asli Indonesia seluruh wilayah Indonesia. Pisang termasuk
menyusut dengan kecepatan yang sangat komoditas unggulan yang mudah diusahakan,
mengkhawatirkan. Indonesia telah berumur singkat, dan dapat dipanen
kehilangan hutan aslinya sekitar 72% sepanjang tahun. Karena tanaman pisang
(Ranganathan dkk, 2000) dan efeknya baru merupakan tanaman yang dapat dipanen
dirasakan saat ini seperti pemanasan global sepanjang tahun, maka limbah yang
dan penyusutan hutan sebagai akibat dari dihasilkan pun melimpah sehingga dapat
penebangan pohon yang tidak bertanggung dijadikan sebagai alternatif bahan baku kertas
jawab. pengganti kayu. Dengan begitu,
Tingginya kebutuhan kertas harus ketergantungan masyarakat akan penggunaan
diimbangi dengan ketersediaan bahan baku. kertas dari kayu akan berkurang sehingga
Rencana pemerintah untuk mengembangkan kerusakan lingkungan pun secara berangsur
hutan tanaman industri (HTI) untuk dapat ditanggulangi.

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains (SNPS) 2016 | 459


Pada umumnya, bagian daging buah yang baik. Kualitas pulp yang baik akan
pisang yang banyak dimanfaatkan, menghasilkan kertas dengan kualitas yang
sedangkan kulitnya belum dimanfaatkan baik pula dengan tidak melupakan aspek
secara nyata. Menurut data Balai Besar lingkungan.
Litbang Industri Selulosa, kulit pisang Pada penelitian ini, konsentrasi NaOH
memiliki kandungan selulosa yang tinggi dibuat bervariasi yaitu 2%, 3%, dan 4%
sehingga berpotensi digunakan sebagai bahan untuk mengetahui karakteristik masing-
baku utama dalam pembuatan kertas. Limbah masing kertas yang dihasilkan dengan waktu
kulit pisang mengandung serat yang sangat pemasakan 1,5 jam. Untuk volume larutan
halus dibandingkan serat dari kayu dengan pemasak (NaOH) yang ditambahkan dalam
kandungan selulosa yang tinggi (60-65%), proses delignifikasi adalah 6:1 terhadap
hemiselulosa 6-8%, dan lignin 5-10% massa kulit pisang kepok. Pemilihan variasi
(Tjahyono, 1998). Sementara itu kayu lunak konsentrasi, waktu pemasakan, dan
yang sering digunakan sebagai bahan baku perbandingan larutan pemasak dengan massa
kertas konvensional hanya mengandung kulit pisang yang digunakan didasarkan pada
selulosa 41%, hemiselulosa 24%, dan lignin penelitian Sinuhaji dkk (2014) tentang
27,8%. Melihat perbandingan persentase Pembuatan Pulp dan Kertas dari Kulit
komposisi serat tersebut, kandungan selulosa Durian. Sedangkan suhu pemasakan
kulit pisang jauh lebih tinggi daripada dilakukan pada suhu 100oC karena menurut
kandungan selulosa kayu lunak sehingga Paskawati dkk (2010) suhu pemasakan diatas
sangat memungkinkan untuk dijadikan 102oC dapat menyebabkan terjadinya
sebagai bahan baku dalam pembuatan kertas degradasi selulosa.
karena kayu lunak pun yang selama ini
menjadi bahan baku dalam pembuatan kertas Rumusan Masalah
konvensional hanya mengandung 41% Bagaimana kondisi pemasakan optimum
selulosa. Sementara itu, kandungan lignin dalam pembuatan kertas dari limbah kulit
pada kulit pisang hanya 5-10% sehingga pisang kepok?
dalam proses pemisahan selulosa dari lignin
tidak sulit dibandingkan dengan sumber serat Tujuan Penelitian
lain. Jadi, dimungkinkan bahwa kulit pisang Mengetahui kondisi pemasakan optimum
dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam dalam pembuatan kertas dari limbah kulit
pembuatan kertas. pisang kepok.
Kandungan selulosa yang tinggi pada
kulit pisang dapat digunakan sebagai bahan
baku utama dalam pembuatan kertas. Akan Metode Penelitian
tetapi, kulit pisang tidak hanya terdiri dari
Penelitian dilakukan dengan metode
selulosa saja melainkan ada juga senyawa-
deskriptif dan eksperimen di laboratorium,
senyawa lain yang terkandung di dalamnya
dengan tahapan sebagai berikut:
sehingga kulit pisang tidak dapat diolah
1. Pembuatan kertas berbahan dasar kulit
langsung menjadi bahan baku kertas. Untuk
pisang kepok.
dapat menghasilkan bubur kertas, kandungan
2. Uji SNI terhadap kertas berbahan dasar
lignin yang terkandung dalam kulit pisang
kulit pisang meliputi uji kadar air dan uji
perlu dihidrolisis dan dipisahkan dari
derajat keasaman (pH).
selulosa melalui proses delignifikasi, salah
satunya dapat dilakukan dengan metode basa
Teknik Pengumpulan Data
(alkalisasi).
Adapun teknik pengumpulan data
Sodium hidroksida atau lebih dikenal
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
dengan NaOH merupakan senyawa alkali
1. Pembuatan kertas alami dari limbah kulit
kuat. Senyawa ini dapat membebaskan
pisang kepok dengan metode pemisahan
selulosa dan hemiselulosa dari ikatan lignin.
alkalisasi menggunakan larutan NaOH
Dalam konsentrasi yang sesuai, NaOH dapat
2%, 3%, dan 4% pada suhu pemasakan
bekerja aktif menghidrolisa lignin sehingga
100oC.
akan dihasilkan kualitas bubur kertas (pulp)
460 | Peningkatan Kualitas Pembelajaran Sains dan Kompetensi Guru Melalui Penelitian & Pengembangan
dalam Menghadapi Tantangan Abad-21
2. Proses bleaching dengan larutan hidrogen Hasil Penelitian dan Pembahasan
peroksida.
3. Uji kadar air terhadap kertas berbahan Hasil Penelitian
dasar kulit pisang kepok dilakukan dengan Pada penelitian ini, sampel yang
metode kering–oven berdasarkan SNI ISO digunakan berupa kulit pisang kepok. Tujuan
287:2010. dari penelitian ini adalah mengetahui kondisi
4. Uji pH terhadap kertas berbahan dasar pemasakan optimum dalam pembuatan kertas
kulit pisang kepok dilakukan sesuai dari limbah kulit pisang kepok.
dengan SNI ISO 6588-1:2010 tentang
Cara uji pH dalam ekstrak air – Bagian 1: Kertas dari Limbah Kulit Pisang Kepok
Ekstrak dingin. a. Pengamatan Secara Visual
5. Membandingkan karakteristik kertas Hasil pengamatan secara visual
meliputi kadar air dan pH antara kertas didapatkan kertas yang tipis dan berwarna
kulit pisang kepok dengan kertas buram. putih kekuningan, kuning, sampai kuning
kecoklatan.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu blender, oven, kertas saring, loyang,
rotary evaporator, tabung reaksi, tempat
tabung reaksi, kompor listrik, panci, pipet
tetes, neraca, tempat contoh uji, cawan A B C
bertutup, tanur, neraca analitik, desikator,
penjepit cawan, peralatan gelas, dan pH Gambar 2. Foto Kertas Kulit Pisang Kepok
meter. (konsentrasi NaOH dan lama pemasakan (A) 2%
selama 1,5 jam, (B) 3% selama 1,5 jam, (C) 4% selama
1,5 jam)
Bahan Penelitian b. Hasil Uji SNI terhadap Kertas dari
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini Limbah Kulit Pisang meliputi Kadar Air
adalah kulit pisang kepok, larutan NaOH, dan pH
larutan H2O2, dietil eter, etil asetat, HCl, Kertas alami berbahan dasar kulit
asam sulfat 2N, metanol, pereaksi Wagner, pisang kepok dengan berbagai konsentrasi
pereaksi Dragendorf, pereaksi Mayer, diuji kadar air dan pH nya. Hasil dari uji
anhidrida asetat, serbuk magnesium, alkohol, kadar air dan pH berbagai variasi kertas
HCl 2N, pereaksi FeCl3, serbuk Magnesium, disajikan dalam tabel.
HCl pekat, larutan kalium klorida sekitar 1 Tabel 1: Hasil Uji Kadar Air terhadap Berbagai Variasi
M, dan aquades. Kertas Kulit Pisang Kepok
Lama Kadar
Konsentrasi
Pembuatan bingkai No. Pemasakan Air (%)
NaOH (%)
(jam)
cetakan
1 2% 0,4
1,5
Proses pembuatan pulp 2 3% 1,5 0,93
1,5
3 4% 4,21

Proses pencetakan kertas Tabel 2: Hasil Uji pH terhadap Berbagai Variasi Kertas
dari pulp Kulit Pisang Kepok
Variasi Lama
Uji kadar air Uji pH No. Konsentrasi Pemasakan pH
NaOH (jam)
1 2% 1,5 8,19
Gambar 1. Diagram Alir Tahapan Percobaan
2 3% 1,5 6,74
3 4% 1,5 7,3

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains (SNPS) 2016 | 461


Perbandingan Kertas dari Kulit Pisang Setelah proses penggilingan, proses
yang Dihasilkan dengan Kertas Buram selanjutnya yaitu proses pemasakan pada
sebagai Kertas Pembanding suhu 100oC. Proses pemasakan merupakan
tahapan yang sangat penting dalam proses
Tabel 3. Hasil Uji Kadar Air dan pH terhadap Kertas pembuatan pulp karena dalam tahap ini
Buram berlangsung proses delignifikasi yaitu proses
No. Karakteristik Nilai
1 Kadar Air 4%
pemisahan selulosa dari lignin. Hemiselulosa
2 pH 7,51 terurai pada suhu 200-2600C, selulosa pada
suhu 240-350oC, dan lignin terurai pada
Pembahasan rentang temperature yang lebih luas yaitu
Kertas dari Limbah Kulit Pisang Kepok 280-500oC (Sjostrum, 1995). Suhu
Dalam penelitian pembuatan kertas pemasakan dijaga tidak melebihi 100oC agar
dari kulit pisang kepok dilakukan melalui dua tidak merusak selulosa sebagai bahan yang
tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap dibutuhkan dalam pembuatan pulp.
pelaksanaan. Tahap persiapan terdiri dari Selulosa merupakan bahan yang
persiapan bingkai cetakan, pemilihan kulit dibutuhkan dalam proses pembuatan pulp
pisang kepok, dan pembuatan larutan NaOH tetapi senyawa tersebut harus terpisah dengan
untuk proses pemasakan dan H2O2 untuk komponen lainnya seperti lignin. Keberadaan
proses pemutihan. Sementara itu, untuk tahap lignin dalam proses pulping dapat
pembuatan terdiri dari proses pemasakan mengurangi kualitas kertas yang dihasilkan
pulp dengan NaOH, proses pemutihan serta mengubah warna kertas. Lignin yang
(bleaching), dan proses pencetakan menjadi terdapat dalam sumber serat akan mengalami
kertas. pelunakan menjadi fragmen-fragmen kuat
a. Proses Pembuatan Pulp oleh ion hidroksil (OH) larutan pemasak
Kulit pisang yang telah dipotong- (Haroen, 2006). Larutan yang dapat
potong dan dibersihkan dengan air kemudian digunakan adalah NaOH. NaOH merupakan
dihaluskan dengan proses penggilingan senyawa alkali kuat yang dapat berfungsi
menggunakan blender. Proses penggilingan sebagai pemutus ikatan antar serat sehingga
merupakan suatu proses yang sangat penting dapat mempercepat terbentuknya pulp. Pada
dalam pembuatan kertas karena kertas yang penelitian ini, larutan NaOH yang digunakan
dibuat dari pulp yang tidak digiling sebagai larutan pemasak dibuat tiga variasi
kekuatannya rendah, berbulu, dan terlalu yaitu 2%, 3%, dan 4%.
berpori. Tetapi dengan pulp yang sudah Reaksi pemisahan selulosa dari zat lain
digiling akan diperoleh kertas dengan sebenarnya sangat rumit tetapi secara
kekuatan yang tinggi, padat, formasi jalinan sederhana dapat ditulis:
seratnya lebih baik dan sifat-sifat lainnya Serat Bahan + Larutan pemasak pulp
sesuai dengan spesifikasi kertas yang (selulosa) + Senyawa-senyawa alkohol +
diinginkan. Selama proses penggilingan senyawa-senyawa asam + merkaptan + zat
berlangsung, serat di dalam air mengalami pengotor lainnya (Haroen, 2006).
penyikatan, pengkoyakan, pemukulan, Selama berlangsung proses pemasakan
penggosokan ataupun penekanan, sehingga dalam digester yang berisi larutan alkali
ikatan antar serat menjadi terbuka dan (NaOH), polimer lignin akan terdegradasi
terjadilah hidrasi fibril. Serat di dalam air dan kemudian larut dalam larutan pemasak.
akan mengembang, dan pada saat Larutnya lignin ini disebabkan oleh
mengembang lapisan luar serat akan pecah, terjadinya transfer ion hidrogen dari gugus
sehingga fibril-fibril akan keluar yang hidroksil pada lignin ke ion hidroksil larutan
menyebabkan bidang permukaan serat alkali (Giligan, 1974).
bertambah luas. Keadaan serat seperti ini
sangat diperlukan, agar dapat meningkatkan
ikatan antar serat pada lembaran kertas
(Haroen, 2004).

462 | Peningkatan Kualitas Pembelajaran Sains dan Kompetensi Guru Melalui Penelitian & Pengembangan
dalam Menghadapi Tantangan Abad-21
hidrogen peroksida tersebut menjadi oksigen
dan air.
Lama pemanasan dalam proses
Gambar 3. Reaksi Lignin dengan Gugus Hidroksil dari bleaching ini menggunakan waktu pada
NaOH umumnya yaitu 120 menit karena perlakuan
Selama proses pemasakan, terjadi bahan kimia pemutih terhadap serat akan
perubahan warna pada kulit pisang dari menjadi lebih reaktif dengan memperpanjang
coklat menjadi coklat pekat kehitaman. waktu reaksi. Namun, waktu reaksi yang
Semakin lama pemanasan dan semakin tinggi terlalu lama akan merusak rantai selulosa dan
suhu selama pemasakan tersebut perubahan hemiselulosa pada serat tersebut (Onggo dan
karakteristik warna kulit pisang tersebut Triastuti, 2004).
semakin pekat. Lama pemasakan dengan
larutan pemasak (NaOH) dalam penelitian ini
yaitu selama 1,5 jam. Setelah proses
pemanasan berlangsung, pulp didinginkan
kemudian dicuci dengan air bersih untuk
menghilangkan larutan NaOH dan lignin dari
pulp.
Proses selanjutnya yaitu proses
pemutihan (bleaching). Pemutihan
(bleaching) merupakan proses yang bertujuan Gambar 4. Pulp yang dihasilkan
untuk menghilangkan kandungan lignin di
dalam pulp atau serat sehingga diperoleh b. Proses Pencetakan Kertas dari Pulp
tingkat kecerahan warna yang tinggi dan Proses ini merupakan tahap finishing,
stabil (Greschik dkk, 2008). Dalam proses dimana pulp yang telah terbentuk dicetak
pemutihan pulp digunakan bahan pemutih menjadi kertas. Langkah awal yaitu dengan
Hidrogen Peroksida (H2O2) karena H2O2 menumpahkan pulp ke dalam cetakan kayu
memiliki sifat oksidator yang sangat kuat yang sudah dilapisi kain saringan. Dalam
dengan konsep pemutihan Totally Chlorine proses ini, usahakan pulp memenuhi bagian
Free (TCF). cetakan dengan rata agar kertas yang
Hidrogen peroksida berbentuk cairan dihasilkan memiliki permukaan yang rata.
tidak berwarna, sedikit lebih kental dari air Pada penelitian ini digunakan botol yang
dan dapat bercampur dengan air dalam permukaannya rata untuk meratakan pulp di
berbagai komposisi (Jones, 1999). Hidrogen atas cetakan. Kemudian dilakukan
peroksida bersifat asam yang sangat lemah pengeringan dengan menjemur pulp di bawah
dan mempunyai kemampuan sifat oksidator terik matahari.
yang sangat kuat. Hidrogen peroksida (H2O2)
merupakan bahan pemutih yang bisa
digunakan untuk proses pemutihan dengan
konsep Totally Chlorine Free (TCF). Selain
itu, Bila dipanaskan mudah terurai dan
melepaskan gas oksigen. Karena
kemampuannya melepaskan oksigen maka
sangat efektif dipakai sebagai bahan pemutih.
O2 yang terjadi akan bekerja sebagai
oksidator untuk memutihkan bahan.
H2O2 (aq) H2O(l) + O2(g) Gambar 5. Proses Pencetakan Pulp Kulit Pisang Kepok
Dalam proses bleaching, terjadi
perubahan warna pulp dari warna coklat tua c. Karakteristik Kertas Kulit Pisang Kepok
berubah menjadi warna kuning cerah Kertas kulit pisang kepok yang
mendekati putih. Selain itu, selama proses dihasilkan baik sifat fisik, sifat kimia,
pemanasan dihasilkan banyak gelembung maupun karakteristik lain bergantung pada
akibat dari reaksi penguraian senyawa proses pemasakan pulp. Jika konsentrasi

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains (SNPS) 2016 | 463


NaOH yang diberikan dan lama pemanasan lain yang mempengaruhi kadar air antara lain
optimum, maka dari segi karakteristik yang yaitu proses pengeringan, kelembaban ruang,
dihasilkan kertas tersebut akan baik. Derajat pergerakan udara, tekanan udara, jumlah
putih kertas yang dihasilkan juga tergantung sampel, dan tebal sampel.
pada proses pemasakan pulp dan proses Menurut baku mutu SNI, pH kertas
bleaching. Jika dalam proses pemasakan berkisar antara 6-9. Semua variasi kertas
tersebut lignin terhidrolisa dengan sempurna kulit pisang kepok yang dibuat memiliki pH
sehingga selulosa terpisah dari senyawa yang masuk pada range baku mutu SNI yaitu
lignin, maka warna kertas yang dihasilkan 6-9. Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat
akan cerah mendekati putih. bahwa pH kertas kulit pisang cenderung
Jika dalam proses pemasakan tersebut menurun seiring dengan meningkatnya
gagal, maka warna yang dihasilkan akan konsentrasi NaOH. Hal ini dikarenakan
berwarna gelap seperti coklat, ataupun coklat reaksi delignifikasi dengan larutan pemasak
muda. Hal tersebut karena lignin masih ada (NaOH) menghasilkan senyawa-senyawa
dalam kandungan serat tersebut. Keberadaan asam. Dalam persamaan reaksi, konsentrasi
lignin dalam serat akan mempengaruhi warna hasil reaksi sebanding dengan konsentrasi
dan kualitas kertas yang dihasilkan (Haroen, pereaksi. Dalam hal ini, semakin tinggi
2006). kosentrasi NaOH yang digunakan maka
semakin tinggi pula konsentrasi senyawa-
senyawa asam yang dihasilkan. Senyawa-
senyawa asam inilah yang menyebabkan pH
kertas kulit pisang cenderung menurun
seiring dengan meningkatnya konsentrasi
NaOH yang ditambahkan.
Reaksi pemisahan selulosa dari zat lain
sebenarnya sangat rumit tetapi secara
Gambar 6. Warna Coklat pada Kertas Kulit Pisang sederhana dapat ditulis:
Kepok yang Dihasilkan
Serat Bahan + Larutan pemasak pulp
Untuk mengetahui karakteristik kimia (selulosa) + Senyawa-senyawa alkohol +
dari kertas kulit pisang kepok yang senyawa-senyawa asam + merkaptan + zat
dihasilkan, maka dilakukan serangkaian pengotor lainnya (Haroen, 2006)
prosedur untuk mengetahui sifat kimia dari Perbandingan Karakteristik Kertas dari
kertas yang dihasilkan, karakteristik kimia Limbah Kulit Pisang Kepok yang Dihasilkan
yang diuji meliputi kadar air dan derajat dengan Kertas Buram
keasaman (pH). Prosedur yang dilakukan
mengacu pada Standar Nasional Indonesia Kertas buram adalah kertas daur ulang
(SNI) untuk pulp dan kertas. Prosedur uji dari kertas putih yang sudah dipakai. Pada
kadar air dilakukan berdasarkan SNI ISO penelitian ini digunakan kertas buram
287:2010 dan uji pH didasarkan pada SNI sebagai kertas pembanding dikarenakan
ISO 6588-1:2010. Berdasarkan Tabel 1, bahan baku kertas buram tidak dari pulp
kadar air kertas kulit pisang kepok murni seperti pada kertas HVS . Bahan baku
menunjukkan kecenderungan naik seiring pembuatan kertas buram berasal dari
dengan bertambahnya konsentrasi NaOH. berbagai macam jenis kertas kemudian
Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi dijadikan satu dan didaur ulang. Karakteristik
larutan pemasak (NaOH) mempengaruhi kertas buram antara lain, warnanya tidak
kadar air kertas kulit pisang kepok. Semakin putih dan teksturnya kasar.
tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan, Untuk mengetahui kadar air dan pH
maka semakin banyak kontak yang terjadi dari kertas buram yang dijadikan kertas
antara larutan NaOH dengan pulp, sehingga pembanding, maka dilakukan uji kadar air
kadar air dari kertas kulit pisang yang yang dilakukan berdasarkan SNI ISO
dihasilkan juga semakin meningkat. Selain 287:2010 dan uji pH didasarkan pada SNI
konsentrasi NaOH, dimungkinkan ada faktor ISO 6588-1:2010. Rangkuman hasil uji kadar
464 | Peningkatan Kualitas Pembelajaran Sains dan Kompetensi Guru Melalui Penelitian & Pengembangan
dalam Menghadapi Tantangan Abad-21
air dan pH dari kertas yang dibuat dan kertas membentuk senyawa yang berbahaya, seperti
buram tertulis pada Tabel 4. organoklorin. Senyawa ini merupakan
senyawa toksik dan dapat menimbulkan efek
Tabel 4: Kadar Air dan pH Kertas yang Dibandingkan karsinogen bagi manusia.
Kadar Air pH
No. Variasi Kertas
(%)
1 2% 1,5 jam 0,4 8,19 Simpulan, Saran, dan Rekomendasi
2 3% 1,5 jam 0,935 6,74
Simpulan dari penelitian ini adalah
3 4% 1,5 jam 4,21 7,3
kertas berbahan dasar kulit pisang kepok
4 Kertas buram 4 7,51 yang mendekati karakteristik kertas buram
Dari segi kadar air dan pH, kertas kulit (kadar air 4,5 ; pH 7,51) adalah kertas yang
pisang kepok yang dimasak dengan NaOH dimasak dengan NaOH 4% selama 1,5 jam.
4% selama 1,5 jam memiliki nilai kadar air Hal-hal yang dapat dilakukan sebagai
dan pH yang mendekati hasil uji dari kertas kelanjutan dari penelitian ini adalah bahwa
buram yang digunakan sebagai pembanding. perlu dilakukan proses lebih lanjut
Pemilihan kulit pisang sebagai bahan pengolahan kertas dengan tambahan zat-zat
baku dalam pembuatan kertas memiliki aditif yang biasa digunakan seperti filler,
banyak keuntungan dari segi lingkungan. sizing agent, dan aditif penguat agar
Pertama, pisang merupakan salah satu jenis dihasilkan kertas yang lebih baik dan
buah-buahan tropis yang tumbuh subur dan berkualitas.
mempunyai wilayah penyebaran merata di
seluruh wilayah Indonesia. Pisang termasuk
komoditas unggulan yang mudah diusahakan, Daftar Pustaka
berumur singkat, dan dapat dipanen Badan Standardisasi Nasional. (2010a). SNI
sepanjang tahun. Karena tanaman pisang ISO 287: 2010 Kertas dan Karton –
merupakan tanaman yang dapat dipanen Cara uji kadar air- Metode Kering-
sepanjang tahun, maka limbah yang oven. Jakarta: Badan Standardisasi
dihasilkan pun akan melimpah sehingga Nasional.
dapat dijadikan sebagai alternatif bahan baku Badan Standardisasi Nasional. (2010b). SNI
kertas pengganti kayu. Dengan begitu, ISO 6588-1:2010 Kertas, karton dan
ketergantungan masyarakat akan penggunaan pulp – Cara uji pH dalam ekstrak air –
kertas dari kayu akan berkurang sehingga Bagian 1: Ekstrak dingin. Jakarta:
kerusakan lingkungan pun secara berangsur Badan Standardisasi Nasional.
dapat ditanggulangi. Brady, James E . (2000). Kimia Universitas
Kedua, kandungan lignin pada kulit Asas dan Struktur. Tangerang:
pisang hanya 5-10% dari komposisi serat Binarupa Aksara Publisher (Bahasa
secara seluruhan (Tjahyono, 1998) sehingga Indonesia)
dalam proses pemutihan pun dapat Djarwis, D. (2004). Teknik Penelitian Kimia
menggunakan Hidrogen Peroksida (H2O2), Organik Bahan Alam, Workshop
zat pemutih yang lebih ramah lingkungan. Peningkatan Sumber Daya Manusia
Dalam pembuatan kertas dari kayu zat Penelitian dan Pengelolaan Sumber
pemutih yang dipakai adalah klorin karena Daya Hutan yang Berkelanjutan.
kandungan ligninnya banyak dengan Pelaksana Kelompok Kimia Organik
persentasi 27,8 % dari komposisi serat secara Bahan Alam Jurusan Kimia FMIPA
keseluruhan (Tjahyono, 1998) sedangkan Universitas Andalas Padang
pemakaian klorin pada proses pemutihan Kerjasama dengan Proyek
dapat merusak lingkungan. Klorin dalam Peningkatan Sumber Daya Manusia
bentuk produk kimia buatan dapat DITJEN DIKTI DEPDIKNAS
menimbulkan permasalahan seperti JAKARTA
menipisnya lapisan ozon dan pemanasan Gilligan, JJ. (1974). The Organic Chemical
global. Disamping itu, limbah buangan klorin Industries. New York: Prentice-Hall.
dari proses pemutihan dapat bereaksi dengan Inc.

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains (SNPS) 2016 | 465


Greschik, T., dkk. (2008). Environmental Sinuhaji, P., Ginting, J., & Sebayang, M.D.
aspects of wheat straw bleaching, 2nd (2014). Pembuatan Pulp dan Kertas
International Papermaking and dari Kulit Durian. Politeknologi Vol.
Environment Conference. Tianjing, 13 No. 1 Januari 2014.
China Sjostrom, E. (1995). Kimia Kayu: Dasar –
Haroen, W.K. & F. Dimyati. (2006). Sifat dasar dan Penggunaan. Jilid 2.
Kayu Tarik, Teras, dan Gubal Acacia Yogyakarta: Universitas Gajah Mada
mangium Terhadap Karakteristik Pulp. Press.
BS, Vol.41, No.1, Juni 2006 : 1 – 7. Smith J, Jones, M Jr, Houghton, L. et al.
Kasijadi, F. (2006). Penerapan Agribisnis (1999). Future of health insurance. N
Berbasis Pisang Spesifik Lokasi Pisang Engl J Med 965:325–329.
Mas dan Agung. Pertanian BB2TP. Stover, R.H. dan Simmonds, N.W. (1987).
BPTP Jawa Timur. Bananas, Tropical Agricultura Series.
Manurung, E. G. T. & H. H. Sukaria. (2000). Essex UK: Longman Scientific and
Industri Pulp dan Kertas: Ancaman Technical.
Baru terhadap Hutan Alam Indonesia. Tjahyono, Yudi. (1998). Proses Pembuatan
Diperoleh April 2015 dari Pulp. Bandung: Balai Besar Penelitian
http://www.fahutan.s5.com/Juli/industr dan Pengembangan Industri Selulosa.
i.htm. Triswanto, Y. (2009). Lomba Tulis YPHL :
Omojasola, P. F., O.P. Jilani. & S. A. Hutan, Kertas, dan Alga Merah. Kabar
Ibiyemi. (2008). Cellulase Production Indonesia. Diperoleh pada 12
by Some Fungi Cultured on Pineapple November 2015, dari
Waste. Nature & Science 6 (2): 64 – 75 http://www.kabarindonesia.com.
Onggo, H. & J. Triastuti. (2004). Pengaruh Viikari, L. (2002). Trends in pulp and paper
Sodium Hidroksida dan Hidrogen biotechnology. In: Progress in
Peroksida terhadap Rendeman dan Biotechnology. Vol. 21. Biotechnology
Warna Pulp dari Serat Daun Nenas. in the Pulp and Paper Industry
Jurnal Tolak Ukur Pemanfaatan Serat
Alam Bagian Proyek Penelitian dan Pertanyaan :
Pengembangan Otomotif, 1. Muh Lutfi: Bagaimana hasil kertas yang
Transportasi,dan Energi LIPI Jakarta. diperoleh dari bahan pohon pisang?
Diperoleh 19 November 2015, dari 2. Jumini: Kenapa pakai kulit pisang
(http://biomaterial-lipi.org/mapeki/wp- kepok?tidak menggunakam yang lain?
content).
Paskawati, Y., dkk. (2010). Pemanfaatan Jawaban :
Sabut Kelapa sebagai Bahan Baku 1. Muh Lutfi: Kertas yang dihasilkan
Pembuatan Kertas Komposit Alternatif. masih merupakan kertas alami, dan
Widya Teknik Vol. 9, No. 1, 2010 (12- masih ditambah filler, sizing agent, dan
21). aditif penguat
Ranganathan, J. & Persson, G. (2000). The 2. Jumini: Pisang kepok dipilih karena
Forest Company of The Future. paling banyak ditanam. Menggunakan
Diperoleh pada 12 Maret 2015, dari jenis pisang yang lain juga bisa. Jumini:
http://insight.wri.org/news/forest/forest Pisang kepok dipilih karena paling
-company-future. banyak ditanam. Menggunakan jenis
Satuhu, S. & Supriyadi, A. (2000). Pisang pisang yang lain juga bisa.
Budidaya, Pengolahan, dan Prospek
Pasar. Jakarta: Penebar Swadaya.
Setyaningsih, Dwi, Apriyantono, A., &
Puspita Sari, Maya. (2010). Analisis
Sensori untuk Industri Pangan dan
Argo. Bogor: IPB Press.

466 | Peningkatan Kualitas Pembelajaran Sains dan Kompetensi Guru Melalui Penelitian & Pengembangan
dalam Menghadapi Tantangan Abad-21
p-ISSN : 2407 – 1846
TK - 011 e-ISSN : 2460 – 8416
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek

PENGARUH RASIO BERAT KULIT PISANG DENGAN KERTAS


KORAN DAN BATANG JAGUNG DENGAN KERTAS KORAN
TERHADAP INDEKS TARIK DAN INDEKS SOBEK KERTAS
RECYCLE

Ferdina Okta Fenny1,* Widya Farma2, Gema Fitriyano3


JurusanTeknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadyah Jakarta
Jl. Cempaka Putih Tengah No. 27 Jakarta 10510
ferdina.o.f@gmail.com

ABSTRAK
Kebutuhan kertas semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, dalam
hal ini kebutuhan kayu menjadi sangat besar. Oleh karena itu mulai dipikirkan bahan baku alternatif
yang berpotensi untuk pembuatan kertas, yaitu dengan teknologi pembuatan kertas daur ulang dari
serat kulit pisang dengan serat kertas koran bekas dan serat batang jagung dengan serat kertas koran
bekas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh rasio berat terhadap karakteristik produk
kertas daur ulang. Rancangan percobaan ini dilakukan dengan variabel rasio berat, yaitu campuran
serat kulit pisang dengan serat kertas koran bekas dan serat batang jagung dengan serat kertas koran
bekas (1 : 0); (1 : 0,25); (1 : 0,67); (1: 1,5); (1 : 4) dengan menggunakan NaOH 5% (b/v),
perbandingan larutan pemasak 10 : 1 (v/v), waktu pemasakan 60 menit, dan jumlah tepung tapioka
sebanyak 3 % (b/b) dari berat pulp kering. Analisa yang dilakukan meliputi : gramatur, indeks tarik
dan indeks sobek kertas daur ulang.Dari penelitian ini didapat kualitas kertas daur ulangyang optimum
adalah pada rasio berat 1B : 4K, dimana B adalah batang jagung dan K adalah kertas koran bekas,
didapatkan nilai indeks tarik paling optimum sebesar 17,0723 Nm/gram pada gramatur 53,23 gram/m2
dan indeks sobek sebesar 0,0178 Nm2/g pada gramatur 53,3 gram/m2.

Kata kunci : batang jagung, kertas daur ulang, kulit pisang, rasio berat, serat.

ABSTRACT
Paper demand increased along with the increase in the population, in this case the timber needs are
going to be very high. Therefore, we begin to think about potential alternative raw materials for the
manufacture of paper, such as the technology of recycling paper from the banana peels fibers with the
fibers of waste newspaper and the corn stalk fibers with the fibers of old newspapers. This study was
conducted to determine the effect of the weight ratio towards the characteristics of recycled paper
products. The design of this experiment performed with a variable weight ratio, which is a mixture of
the banana peels fibers with the fibers of waste newspaper and the trunk corn fibers with the fibers of
old newspapers (1 : 0); (1 : 0,25); (1 : 0,67); (1: 1,5); (1 : 4) using NaOH 5% (w / v), the comparison
of the cooking solution 10: 1 (v / v), cooking time : 60 minutes, and the amount of starch is 3% (w / w)
from the weight of the dry pulp. Analysis performed includes: grammage, tensile index and tear index
of recycled paper. From this research the optimum quality of the recycled paper is obtained by the
weight ratio 1B : 4K, where B is the corn stalks and K is the old newspapers, it earned the most
optimum tensile index value of 17.0723 Nm /g and a tear index of 0.0178 NM2 /g ON grammage 53.3 g
/ m2.
.
Keywords : corn stalks, recycled paper, banana peels, weight ratio , fibers.

Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2016 1


Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta , 8 November 2016
p-ISSN : 2407 – 1846
TK - 011 e-ISSN : 2460 – 8416
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek

PENDAHULUAN
Kertas merupakan salah satu kebutuhan Mendaur ulang 1 ton kertas
manusia dalam kegiatan sehari-hari, sehingga menyelamatkan kira-kira 17 batang pohon
pemakaian kertas setiap harinya berjumlah (Purdue Research Foundation and US
sangat besar. Pemakaian kertas tersebut seperti Environmental Protection Agency, 1996).
surat kabar, majalah, buku, kemasan, surat- Mendaur ulang 1 ton kertas dapat
surat, kertas faks, fotokopi dan kertas cetak. menghemat 682.5 galon bahan bakar dan 7000
Kebutuhan kertas yang berjumlah besar galon air dan 4000 Kwh listrik (Onondaga
itu selain mendorong produksi industri kertas, Resource Recovery Center).
ternyata juga menimbulkan masalah-masalah Kulit pisang dan batang jagung sering
lain seperti masalah lingkungan, yang di kali kurang termanfaatkan oleh sebagian besar
dalamnya mencakup masalah-masalah orang setelah panen dan dianggap sebagai
penebangan pohon di hutan, sampah, limbah hasil pertanian. Ternyata limbah
pencemaran air dan udara. tersebut memiliki kandungan serat yang tinggi
Saat ini kebutuhan bahan kertas, dan kadar selulosa yang cukup tinggi yang bisa
sebagian besar dipenuhi dari serat kayu. dijadikan pulp sebagai bahan dasar pembuatan
Semakin panjang serat, semakin kuat dan tahan kertas.
kertas yang dihasilkan. Serat kayu yang Oleh karena itu mulai dipikirkan bahan
panjang ini terdapat pada pohon pinus. Sedang baku lain yang berpotensi untuk pembuatan
serat kayu yang pendek berguna untuk kertas, yaitu dengan teknologi pembuatan
kehalusan kertas, pohon jenis ini banyak kertas dari pulp yang berasal dari limbah
terdapat di Indonesia. tanaman, contohnya seperti serat kulit pisang
Kebutuhan kertas semakin meningkat dan batang jagung sebagai serat primer dan
seiring dengan bertambahnya jumlah menggunakan serat kertas koran bekas sebagai
penduduk. Pertumbuhan industri pulp dan serat sekunder.
kertas di Indonesia pun sungguh Penelitian ini bertujuan untuk
memperlihatkan angka yang menakjubkan. mempelajari proses pembuatan kertas recycle
Setiap 15 rim kertas ukuran A4 itu akan menggunakan bahan baku antara campuran
menebang 1 pohon. Setiap 7000 eks lempar serat kulit pisang dengan kertas koran bekas
koran yang kita baca setiap hari itu akan dan serat batang jagung dengan serat kertas
menghabiskan 10-17 pohon hutan. Namun, koran bekas.
fenomena ini memberikan fakta bahwa tingkat Selain itu juga untuk mempelajari
penggunaan bahan baku yang dalam hal ini pengaruh perbandingan rasio berat serat kulit
adalah kayu sangat besar. pisang dengan kertas koran bekas, serat batang
Konsumsi kertas di Indonesia terus jagung dengan serat kertas koran bekas, indeks
meningkat satu kilogram (kg) per kapita tahun tarik dan indeks sobek kertas recycle.
atau sekitar 220 ribu ton (Asosiasi Pulp dan Rancangan percobaan ini dilakukan
Kertas Indonesia (APKI), 2003). Dengan dengan variabel rasio berat, yaitu campuran
mengambil nilai minimal rata-rata tingkat serat kulit pisang dengan kertas koran bekas
pertumbuhan konsumsi dan produksi yakni 5% dan serat batang jagung dengan serat kertas
per tahun (sedangkan menurut World Resource koran bekas (1 : 0); (1 : 0,25); (1 : 0,67); (1:
Institute untuk Negara berkembang rata-rata 1,5); (1 : 4) dengan menggunakan NaOH 5%
sekitar 7% per tahun), maka diperoleh jumlah (b/v), perbandingan larutan pemasak 10 : 1
konsumsi kertas Indonesia di tahun 2006 (v/v), waktu pemasakan 60 menit, dan jumlah
adalah 5,96 juta ton. tepung tapioka sebanyak 3 % (b/b) dari berat
Hal ini mengakibatkan ketersediaan pulp kering.
kayu yang semakin terbatas dan semakin
parahnya degradasi yang terjadi di dalam METODA
hutan. Salah satu usaha dalam Pada penelitian ini variabel yang
mengefisiensikan pemanfaatan kayu dalam diambil adalah rasio berat bahan baku dengan
penggunaannya sebagai bahan baku pulp dan menggunakan bahan baku kulit pisang, batang
kertas adalah menggantikan peranan kayu jagung dan kertas koran bekas yang dibentuk
dengan bahan lain yang potensial. menjadi pulp, kemudian dicampurkan serat
kulit pisang dengan kertas koran bekas dan

Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2016 2


Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta , 8 November 2016
p-ISSN : 2407 – 1846
TK - 011 e-ISSN : 2460 – 8416
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek

serat batang jagung dengan serat kertas koran kemudian letakkan screen sablon diatasnya
bekas dengan variabel perbandingan rasio dengan posisi terbalik, gosok sedikitscreen dan
berat (1 : 0); (1 : 0,25); (1 : 0,67); (1: 1,5); (1 : angkat hati – hati, kemudian ditutup dengan
4). Proses ini dilakukan dengan waktu kain yang sudah dibasahi.
pemanasan yang sama. Tambah satu lapis lagi kain basah,
Bahan yang digunakan pada pembutan angkat sepasang demi sepasang dan jemur di
kertas recycle antara lain : kulit pisang, batang tempat yang panas kemudian setrika sepasang
jagung, kertas Koran bekas, NaOH, tepung demi sepasang dan buka kain perlahan.
kanji, Air, H2SO4 1N dan H2SO4 72 %. Analisa kadar selulosa dan lignin kulit
Alat yang digunakan dalam proses pisang, batang jagung dan kertas koran dengan
pembuatan kertas recycle antara lain : cara seperti berikut :Dipersiapkan reagent yang
timbangan, pisau, nyiru, panci, blender, akan dipakai pada analisa, seperti H2SO4 1N
baskom, pemanas, penyaring, screen (v/v)dan H2SO4 72% (v/v). Ditimbang 1 gram
sablon,erlenmeyer, water bath, cawan sampel kulit pisang, batang jagung dan kertas
porselen, gelas ukur, beaker glass, oven, alat koran (berat a) ditambahkan 150 ml air dan
refluk, pipet ukur, alat uji tarik (tensile refluk pada suhu 100ºC dengan water bath
strength) dan alat uji sobek (tearing strength). selama 1 jam.
Dalam pembuatan kertas recycle dari Hasilnya disaring, residu dicuci
kulit pisang dengan kertas koran bekas dan dengan air panas 300 ml.Residu kemudian
batang jagung dengan kertas koran bekas dikeringakan dengan oven sampai beratnya
memerlukan beberapa proses. Pertama dimulai konstan dan kemudian ditimbang (berat
dengan pembuatan pulp dari kulit pisang dan b).Residu ditambah 150 ml H2SO4 1N (v/v),
batang jagung.Caranya yaitu cuci kulit pisang kemudian derefluk dengan water bath selama 1
dan batang jagung dan kemudian potong kecil- jam pada suhu 100 ºC.Hasilnya disaring dan
kecil.Kemudian rebus potongan kulit pisang dicuci sampai netral (300 ml) dan residunya
dan batang jagung dengan larutan pemasak dikeringkan hingga beratnya konstan (berat c)
NaOH5% (b/v) selama 1 jam. Hal ini Residu kering ditambahkan 100 ml
dilakukan untuk mengurangi kadar lignin yang H2SO4 72% (v/v)dan direndam pada suhu
terdapat pada kulit pisang dan batang jagung. kamar selama 4 jam.
Setelah itu baru dicuci kembali sampai Ditambahkan 150 ml H2SO4 1N (v/v)
bau dari NaOH sudah tidak ada.Kulit pisang dan refluk pada suhu 100 ºC dengan water bath
dan batang jagung yang sudah encer selama 1 jam pada pendingin balik.Residu
selanjutnya diblender dan setelah itu disaring disaraing dan dicuci dengan air sampai netral
agar kualitas pulp yang dihasilkan semakin (400 ml).
halus. Residu kemudian dipanaskan dengan
Pada kertas koran bekas lakukan oven pada suhu 105 ºC sampai beratnya
perendaman dengan air selam 24 jam dengan konstan (berat d).Setelah konstan maka residu
memotong kertas koran sekecil mungkin. Hal diabukan pada suhu 575⁰C ± 25⁰C selama 1
ini dilakukan agar tinta pada kertas koran lebih jam sampai berat konstan (berat e).Kadar
mudah hilang. Setelah itu kertas koran selulosa dan lignin dapat dihitung dengan
diblender agar pulp yang dihasilkan lebih menggunakan rumus berkut:
halus. c-d
Campurkan pulp kulit pisang dengan Kadar selulosa  x 100% ………
a
pulp kertas koran bekas dan pulp batang
pers. 1
jagung dengan kertas koran bekas dengan
d-c
perbandingan (1 : 0); (1 : 0,25); (1 : 0,67); (1: Kadar lignin  x 100% ……… pers. 2
1,5); (1 : 4). Pada proses pencampuran, a
tambahkan tepung kanji sebanyak3% (b/b) dari
berat pulp kering sebagai lem agar kertas (Chesson Datta 1981).
recycle yang dihasilkan tidak rapuh dan
merekat. Uji kekuatan tarik kertas recycle dengan
Cetakan kertas dilakukan pada screen menggunakan alat Horizontal Tensile Tester
sablon dengan caraletakkan spon diatas meja, (PTI)Alat pemotong khusus dengan lebar 15
lalu taruh kain yang sudah dibasahi di atasnya, mm dan panjang 300 mm. Sediakan sekurang

Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2016 3


Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta , 8 November 2016
p-ISSN : 2407 – 1846
TK - 011 e-ISSN : 2460 – 8416
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek

– kurangnya 10 lembar jalur contoh uji arah peregangan dari display.Ketahanan tarik kertas
MD dan arah CD potong dengan alat potong atau karton dihitung berdasarkan nilai rata –
khusus yang lebarnya 15 mm dan panjang 300 rata pembacaan skala tarik (dalam kg gaya)
mm. dari jalur contoh uji masing – masing untuk
Tempatkan contoh uji ke dalam penjepit arah mesin dan silang mesin.Ketahanan tarik
dengan cara memegang contoh uji pada kedua dapat dinyatakan dalam kilogram gaya atau
ujungnya, kemudian direntangkan dan sambil dalam kilonewton tiap meter. 1 kg gaya/15mm
dimasukan melalui celah kedua penjepit di = 0,654 kN/m. Nilai ketahanan tarik dapat
mana contoh uji akan dijepit secara otomatis. dihitung dengan rumus :
Biarkan terjadi pengukuran ketahanan
tarik dan peregangan.Catat nilai ketahanan
tarik dan
Harga rata - rata tensile (kN /m)
Tensile Strenght(k g/15mm)  ………. pers. 3
0,654
Ketahanan tarik (N/m)
Indeks Tarik  ……… pers. 4
Gramatur (g/m 2 )

(SNI 4737 : 1998)

Ketahanan sobek dapat diukur dengan simetris (benda di posisi tengah). Kemudian
menggunakan alat Alat potong khusus sampel bandul dikembangkan ke posisinya berhenti.
ketahanan sobek (arah sobek 63 mm), L & W Catat harga Tearing Strength yang
Tearing Tester.Contoh uji dipersiapkan dan muncul di display (unit satuan mN).Lakukan
dipotong dengan ukuran panjang 76 ± 2 mm pengujian terhadap sedikitnya 4 set contoh uji
dan lebar 63 ± 0,15 mm. dari masing – masing MD dan CD.
Sediakan contoh uji dari arah MD dan Untuk mendapatkan harga rata – rata
arah CD, masing – masing 4 set (1 set = 4 dari satu seri pengujian (4 set) dapat diperoleh
lembar). Tempatkan 1 set contoh uji (4 lembar) dengan menekan tombol NO.Hasil yang
pada penjepit dengan arah sobekan pada diperoleh dapat dinyatakan dalam satuan SI
ukuran 63 mm (panjang sobekan adalah 43 dengan konversi; 1 gf = 9,81 mN. Hasil yang
mm). Lakukan sobekan awal dengan menekan diperoleh dapat dinyatakan dalam rumus :
tangkai pisau ke bawah (sampai stop) di
sobekan awal ini adalah 20 mm.
Tekan tombol PEND (bandul) sehingga
bandul berayun menyobek kertas. Sobekan

Harga rata - rata tearing strength (mN)


Tearing Strenght(g f)  ……… pers. 5
9,81

Ketahanan sobek (mN)


Indeks Sobek  ……… pers. 6
Gramatur (g/m 2 )

(SNI 4737 : 1998) pisang, batang jagung dan kertas koran bekas
seperti berikut.
HASIL DAN PEMBAHAS
Dari persamaan 1 dan persamaan 2 maka
didapat kadar selulosa dan kadar lignin kulit

Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2016 4


Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta , 8 November 2016
p-ISSN : 2407 – 1846
TK - 011 e-ISSN : 2460 – 8416
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek

Tabel 1. Kadar selulosa dan lignin bahan baku


Bahan Baku Kadar Kadar lignin
Selulosa (%) (%)
Kulit pisang 18,28 % 20,15 %
Batang jagung 43,55 % 18,61 %
Kertas koran 58,27 % 6,5 %

Data Hasil Penelitian


Data hasil penelitian yang telah
dilakukan dapat di lihat pada tabel seperti
berikut.
Tabel 2. Pengaruh rasio berat kulit pisang (P)
dengan kertas Koran (K) terhadap kualitas
Gambar 1. Pengaruh rasio berat kulit pisang
kertas recycle.
dengan kertas koran terhadap Gramatur dan
Indeks Tarik.
Rasio Indeks Indeks
Gramatur
berat (%) Tarik Sobek Dari gambar 1. dapat dilihat kertas yang
(gram/m2)
P : K (Nm/g) (Nm2/g) paling baik kualitasnya, yaitu pada
1 0 93,0 7,3118 0,0143 perbandingan rasio berat 1P : 4K dengan
1 0,25 66,3 11,7647 0,0162 gramatur sebesar 60,2 gram/m2 dan indeks
1 0,67 75,4 9,6817 0,0095 tarik sebesar 14,1196 Nm/gram.
1 1,5 50,9 11,5914 0,0113 Di bawah ini merupakan pengaruh rasio
1 4 93,0 7,3118 0,0143 berat kulit pisang (P) dengan kertas koran (K)
terhadap gramatur dan indeks sobek.

Tabel 3. Pengaruh rasio berat batang jagung


(B) dengan kertas koran (K) terhadap kualitas
kertas recycle.
Rasio Indeks Indeks
Gramatur
berat (%) Tarik Sobek
(gram/m2)
B : K (Nm/g) (Nm2/g)
1 0 84,1 9,1558 0,0165
1 0,25 59,4 14,8148 0,0189
1 0,67 68,7 11,6448 0,0126
1 1,5 44,3 13,9955 0,0146
1 4 53,3 17,0732 0,0178

Pembahasan
Dari data hasil penelitian maka dapat Gambar 2. Pengaruh rasio berat kulit pisang
dilihat pengaruh rasio berat terhadap gramatur dengan kertas koran terhadap Gramatur dan
dan indeks tarik yang dibuat dalam bentuk Indeks Sobek.
grafik seperti berikut.
Di bawah ini merupakan pengaruh rasio Dari gambar 2. dapat dilihat kertas yang
berat kulit pisang (P) dengan kertas koran (K) paling baik kualitasnya, yaitu pada
terhadap gramatur dan indeks tarik. perbandingan rasio berat4A : 1B dengan
gramatur sebesar66,3 gram/m2 dan indeks
sobek sebesar 0,0162 Nm2/g dan pada
perbandingan rasio berat 1A : 4B dengan
gramatur sebesar 60,2gram/m2 dan indeks
sobek sebesar 0,0148 Nm2/g.

Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2016 5


Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta , 8 November 2016
p-ISSN : 2407 – 1846
TK - 011 e-ISSN : 2460 – 8416
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek

Di bawah ini merupakan pengaruh rasio Semakin kecil gramatur kertas maka
berat batang jagung (B) dengan kertas koran indeks tarik dan indeks sobek kertas akan
(K) terhadap gramatur dan indeks tarik. semakin besar dan kualitas kertas yang
dihasilkan akan semakin bagus. Namun
sebaliknya jika semakin besar gramatur kertas
maka indek tarik akan kecil dan kertas yang
dihasilkan kurang bagus.
Molekul selulosa seluruhnya berbentuk
linier dan mempunyai kecenderungan kuat
membentuk ikatan-ikatan hidrogen, baik dalam
satu rantai polimer selulosa maupun antar
rantai polimer yang berdampingan. Ikatan
hidrogen ini menyebabkan selulosa bisa
terdapat dalam ukuran besar, dan memiliki
sifat kekuatan tarik yang tinggi.
Keberadaan serat panjang akan
meningkatkan kekuatan fisik kertas,
Gambar 3. Pengaruh rasio berat batang jagung memberikan ketahanan sobek, kekuatan tarik,
dengan kertas koran terhadap Gramatur dan retak, dan lipat yang tinggi(Gunawan, 1997).
Indeks Tarik. Semakin panjang suatu serat, berarti kertas
yaang dihasilkan akan semakin kuat. Hal ini
Dari gambar 3. dapat dilihat kertas yang disebabkan serat yang panjang mempunyai
paling baik kualitasnya, yaitu pada titik tangkap yang luas kepada gaya-gaya yang
perbandingan (1B : 4K) dengan gramatur mengenainya sehingga dapat menahan gaya-
sebesar 53,23 gram/m2 dan indeks tarik sebesar gaya yang lebih besar.
17,0732 Nm/gram.
Di bawah ini merupakan pengaruh rasio KESIMPULAN
berat batang jagung (B) dengan kertas koran Dari penelitian yang dilakukan yasitu
(K) terhadap gramatur dan indeks sobek. pembuatan kertas recycle dari kulit pisang (P)
dengan kertas koran bekas (K) dan batang
jagung (B) dengan kertas koran bekas (K)
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Perbandingan rasio berat serat kulit pisang
dengan kertas koran bekas dan batang
jagung dengan kertas koran bekas sangat
berpengaruh terhadap nilai indeks tarik dan
indeks sobek.
2. Pada pebandingan rasio berat 1B:4K yang
menggunakan serat batang jagung dengan
kertas koran bekas menghasilkan indeks
tarik dan indeks sobek tertinggi.
3. Dari penelitian ini didapat kualitas kertas
daur ulang yang optimum adalah pada rasio
berat 1B : 4K, dimana B adalah batang
jagung dan K adalah kertas koran bekas,
Gambar 4. Pengaruh rasio berat batang jagung didapatkan nilai indeks tarik paling
dengan kertas koran terhadap Gramatur dan optimum sebesar 17,0723 Nm/gram dan
Indeks Sobek. indeks sobek sebesar 0,0178 Nm2/g.
Dari gambar 4. dapat dilihat kertas yang 4. Kulit pisang kurang baik jika dipakai
paling baik kualitasnya, yaitu pada sebagai bahan baku dominan dalam
perbandingan (1B : 4K) dengan gramatur pembuatan kertas karena mempunyai serat
sebesar 53,3 gram/m2 dengan indeks sobek yang pendek.
sebesar 0,0178 Nm2/g.

Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2016 6


Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta , 8 November 2016
p-ISSN : 2407 – 1846
TK - 011 e-ISSN : 2460 – 8416
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek

SARAN Kaustik Terhadap Lignin Pada


1. Untuk penelitian lebih lanjut perlu Pembuatan Pullp Dari Enceng
dilakukan uji lain yang sesuai dengan SNI Gondok”. Mahasiswa Jurusan Teknik
ketas. Kimia Fakultas Teknik Universitas
2. Untuk penelitian lebih lanjut perlu Sriwijaya.
penambahan zat warna pada kertas recycle Roswieem, Anna P. dkk. 2006. Biokimia
agar kertas lebih menarik. Umum. Institut pertanian Bogor:
Bogor.
DAFTAR PUSTAKA Satria, A. 2003. Pembuatan Pulp Dari Tandan
BSN, 1998. Cara uji kekuatan tarik dan Kosomg Kelapa Sawit Dengan Proses
ketahanan tarik kertas. SNI 4737 : Asam Asetat. Mahasiswa Jurusan
1998. Teknik Kimia Fakultas Teknik
Casey. 1981. Pengaruh Penambahan Tepung Universitas Sriwijaya.
Tapioka Pada Prosese Pembuatan Saleh A.,dkk. 2009, Pengaruh Konsentrasi
Kertas. Universitas Sriwijaya. Pelarut, Temperatur dan Waktu
Chesson Datta. 1981. Pemeriksaan Kadar Pemasakan Pada Pembuatan Pulp dari
Selulosa dan Lignin. Sabut Kelapa Muda, Universitas
Erythrina . 2010. Susunan Karakteristik Sriwijaya.
Kertas. Universitas Sumatera Utara Satuhu dan Supryadi. 1990. Keanekaragaman
Fajriani. 2007. Cara Pembuatan Tepung Tanaman.Surabaya
Tapioka. Surabaya. Setiawan. 1997.Standar Data Kertas Koran.
Fessenden. 1994. ”Kimia Organik Jilid II”. Jakarta.
Erlangga. Jakarta. Shakhashiri. 2011 Penggunaan Air dalam
Gembong Tjtrosoepomo. 1993. “Taksonomi Industri. Jakarta.
Tumbuhan Spermathopyta”. Siahaan. 1984. Proses Pembuatan Kertas.
Yogyakarta: Gajah Mada University Jakart.
Press. Smook. 1992. Zat Aditif. Jakarta.
Kristanto. 2007.Penggunaan tepung Tapioka Surest, A.H.,Satriawan D., Pembuatan Pulp
pada Kertas. Jakarta dari Batang Rosella dengan Proses
Lehninger, Albert L.1982. Dasar-Dasar Soda, Universitas Sriwijaya.
Biokimia. Erlangga: Jakarta. Wahjudi, dkk. 2003.Kimia Organik II.Malang:
Malo. 2004. Pembuatan Lem dari Tepung UM Press.
Kanji. Widjaja. 2005. Karakteristik Tepung Tapioka.
Montrismen. 2003. ”Pengaruh Temperatur Semarang.
Pemasakan Dan Konsentrasi Soda

Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2016 7


Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta , 8 November 2016
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kertas seni merupakan salah satu jenis kertas dengan penampilan estetik yang
kaya akan nuansa alami dan unik. kertas seni memiliki perbedaan dengan kertas yang
lain. Perbedaan tersebut dapat terlihat pada tekstur yang lebih kasar, memiliki serat
yang sedikit menonjol, warna, corak, maupun dimensinya sehingga nilai jual tinggi.
Pemanfaatan kertas seni pada umumnya sebagai kerajinan, sehingga penilaian
terhadap kertas berbeda dengan penilaian kualitas kertas yang digunakan pada
umumnya seperti kertas tulis, kertas karton, dan lain-lain. Kualitas kertas seni dilihat
dari kekuatan tarik, kekuatan sobek, gramatur, tekstur kertas, corak kertas dan warna
yang dimiliki. Dari berbagai penilaian kualitas kertas seni yang paling menonjol
yaitu tentang tekstur kertas. Kenampakan tekstur yang tidak rata menjadikan kertas
lebuh menarik (Sucipto, 2009)
Pada penelitian (Pasaribu, 2006) membuat kertas seni dari bahan baku enceng
gondok, dalam hasil penelitiannya menjelaskan kertas seni dengan campuran enceng
gondok memiliki penampilan yang lebih indah karena penampakan serat - seratnya
yang muncul di permukaan kertas. Berbeda dengan kertas tanpa enceng gondok,
kurang memiliki nilai artistik yang tidak jauh beda dengan kertas - kertas biasa.
Bahan lain yang digunakan untuk membuat kertas seni yaitu ampas tebu (Purnawan
C, 2012).
Pembuatan kertas selama ini banyak menggunakan serat selulosa yang berasal
dari pohon. Kebutuhan manusia akan kertas yang semakin meningkat mengakibatkan
terjadinya penebangan pohon secara terus - menerus dan laju kerusakan hutan
semakin meningkat. Oleh karena itu perlu dicari alternatif lain pengganti pohon
sebagai bahan baku pembuatan kertas seperti alang - alang. Menurut penelitian
Habibah (2013) alang - alang mengandung α-selulosa sebesar 45%. Sedangkan
menurut penelitian Sutiya, dkk (2012) bahwa kandungan kimia alang-alang yaitu
kadar air sebesar 93,76 %; lignin 31,29%; holoselulosa 59,62%; alfa selulosa 40,22%
dan hemiselulosa sebesar 18,40%. Dengan tingginya pertumbuhan alang - alang dan

1
2

tingginya kandungan selulosa, maka alang - alang dapat digunakan sebagai bahan
alternatif pembuatan kertas seni.
Tahapan utama dalam proses pembuatan kertas seni adalah pembuatan bubur
kertas atau yang sering dikenal dengan istilah plup. Pada umumnya plup terbuat dari
bahan baku kayu yang mengalami beberapa tahapan proses yang disebut dengan
pulping. Proses pembuatan plup ada dua macam yaitu secara kimia dan proses
mekanikal. Proses kimia terdiri dari tiga tahapan yaitu proses soada, proses sulfat,
proses sulfit (Onggo, 2000). Keunggulan proses soda yaitu cocok untuk semua jenis
bahan serat, kekuatan lembaran plup relatif tinggi, delignifikasi berlangsung cepat
dengan degradasi selulosa relatif kecil, daur ulang bahan kimia relatif mudah.
Menurut Julian (2010) proses pembuatan pulp menggunakan metode soda/kimia
yaitu memisahkan serat-serat dari bahan pencampur dengan menggunakan bahan
kimia natrium hidroksida (NaOH). Pada penelitian ini akan digunakan proses soda
dengan menggunakan larutan NaOH.
NaOH (natrium hidroksida) merupakan bahan aktif yang berfungsi untuk
melarutkan lignin dan karbohidrat yang mengakibatkan selulosa terlepas dari
ikatannya. Pada saat proses pulping tidak menggunakan sulfur sehingga polusinya
tidak terlalu besar (Putra, 2008). Menurut Sucipto dkk (2009) penambahan
konsentrasi NaOH yang berlebihan pada pembuatan kertas seni mengakibatkan
penurunan gramatur yang menyebabkan tipisnya kertas, sehingga ketahanan sobek
dan ketahanan tarik kertas menurun. Menurut Paskawati dkk (2010) konsentrasi
larutan NaOH yang paling baik dan maksimum 15% untuk melarutkan selulosa.
Sedangkan pada penelitian pembuatan pulp dari tandan kosong kelapa sawit untuk
kertas karton pada skala usaha kecil yang dilakukan oleh Anggraini dan Roliadi
(2011) bahwa rendeman pulp mencapai 60,17% dengan konsentrasi NaOH 10%.
Sedangkan menurut Surest (2010) konsentrasi NaOH terbaik adalah 5%. Sehingga
pada penelitian ini menggunakan konsentrasi NaOH 5%, 10%, 15%.
Selain konsentrasi NaOH, lama pemasakan juga akan mempengaruhi kualitas
kertas seni Menurut Surest (2010) Lama pemasakan yang optimum pada proses
delignifikasi adalah sekitar 60-120 menit dengan kandungan lignin konstan setelah
rentang waktu tersebut. Semakin lama waktu pemasakan, maka kandungan lignin di
3

dalam pulp tinggi, karena lignin yang tadi telah terpisah dari raw pulp dengan
berkurangnya konsentrasi NaOH akan kembali menyatu dengan raw pulp dan sulit
untuk memisahkannya lagi. Menurut penelitian Rizal (2005) dalam pembuatan plup
dari jerami padi dengan menggunakan natrium hidroksida terdapat kandungan
selulosa tertinggi sebesar 93,267% pada waktu pemasakan 60 menit.
Dalam pembuatan kertas seni diperlukan perekat yang dapat mengikat serat.
Menurut penelitian Fajriani (2010) Penambahan bahan perekat dalam pembuatan
kertas seni bertujuan untuk memperkuat ikatan antar serat dengan ketahanan tarik
dan sobek yang tinggi. Lem PVAc biasanya digunakan untuk lem kayu dan kertas
bersifat perekat yang akan digunakan dalam proses pembuatan kertas seni akan
berpengaruh terhadap kualitas kertas seni yang dihasilkan. Pada penelitian ini bahan
perekat yang digunakan adalah lem fox.
Dari latar belakang yang telah dikemukakan penelitian ini bertujuan untuk
mencari kondisi optimum proses delignifikasi yaitu pengaruh waktu pemasakan dan
pengaruh konsentrasi NaOH, sehingga penelitian ini dibuat dengan judul “Uji
Kualitas Kertas Seni Dari Alang - Alang Dengan Konsentrasi Larutan NaOH Dan
Waktu Pemasakan Yang Berbeda ”

B. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari perkembangan permasalahan yang luas, maka perlu adanya
pembatasan permasalahan yang meliputi :
a. Subjek penelitian
Tanaman Alang - alang, NaOH, lama pemasakan
b. Objek penelitian
Uji kualitas kertas seni dari alang - alang dengan konsentrasi pelarut NaOH
dan lama pemasakan yang berbeda
c. Parameter Penelitian
Kekuatan sobek, kekuatan tarik, pengujian sensoris, dan daya trima
masyarakat
4

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan latar belakang masalah dalam penelitian ini,
maka dirumuskan permasalahan : Bagaimana kualitas kertas seni dari alang-alang
dengan konsentrasi pelarut NaOH dan lama pemasakan yang berbeda.

D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kualitas kertas seni dari alang-
alang dengan konsentrasi pelarut NaOH dan lama pemasakan yang berbeda.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat penelitian bagi :
1. Bagi peneliti :
a. Menambah pengetahuan bagi peneliti tentang pemanfaatan tanaman
alang - alang sebagai bahan baku pembuatan kertas seni dengan
konsentrasi larutan NaOH dan lama pemasakan
2. Bagi masyarakat :
a. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pemanfatan
tanaman alang - alang sebagai bahan baku pembuatan kertas seni
b. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai cara
pemanfaatan tanaman alang - alang sebagai bahan baku pembuatan
kertas seni
3. Bagi pendidikan :
a. Menambah informasi serta wawasan keilmuan bagi peneliti tentang
pemanfaatan tanaman alang - alang sebagai bahan baku pembuatan
kertas seni dengan konsentrasi larutan NaOH dan lama pemasakan
b. Penelitian ini diharapkam bisa menjadi referensi untuk penelitian
selanjutnya.
c. Penelitian ini akan memberi konstribusi dalam bidang Biologi
khususnya pemanfaatan tanaman liar alang - alang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pulp
Pulp adalah hasil pemisahan serat dari bahan baku berserat. Pulp dapat dibuat
dari bahan kayu, non kayu dan kertas bekas. Pulp adalah bahan berupa serat berwarna
putih yang diperoleh melalui proses penyisihan lignin dari biomassa (delignifikasi).
Pulp digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan kertas dan dapat juga
dikonversi menjadi senyawa turunan selulosa termasuk selulosa asetat. Penyisihan
lignin dari biomassa dapat dilakukan dengan berbagai proses yaitu mekanik,
semikimia dan kimia.
Dalam Kurniawan dkk. (2013) dan Casey (1960) menyatakan bahwa pulp
merupakan hasil pemisahan serat kayu atau bahkan berserat lain yang mengandung
lignoselulosa. Pembuatan pulp didefinisikan sebagai proses mengubah bahan baku
berselulosa menjadi berserat. Pulp atau yang disebut dengan bubur kertas merupakan
bahan pembuatan kertas. Kertas adalah bahan yang tipis dan rata, yang dihasilkan
dengan kompresi serat yang berasal dari pulp, yang mengandung selulosa dan
hemiselulosa.
Syarat-syarat bahan baku yang digunakan dalam pulp, yakni:
a. Berserat
b. Kadar alpha selulosa lebih dari 40%
c. Kadar lignin kurang dari 25%
d. Kadar air maksimal 10%
e. Memiliki kadar abu yang kecil.
(Harsini dan Susilowati, 2010).

Selulosa dari bahan kayu atau pun dari bahan non-kayu masih tetap tercampur
dengan bahan lainnya seperti lignin, untuk mengetahui standar zat yang harus
terkandung di dalam pulp agar dapat memperoleh pulp yang memiliki kualitas tinggi
dapat dilihat pada Tabel 1.

4
5

Table 1. Standar Kualitas Pulp


Komponen Kadar (%)
Selulosa Min 40
Lignin Maks 16
Ash Maks 3
Air Maks 7
Sumber: Balai Besar Pulp, 1989 (sesuai dengan SNI 7274)

2.2 Proses Pembuatan Pulp


Pada proses pembuatan pulp bertujuan untuk melepaskan serat-serat. Serat ini
harus dikecilkan ukurannya terlebih dahulu. Tujuan pengecilan ukuran bahan
pembuatan pulp adalah:
a. Mempermudah ekstraksi unsur tertentu dan struktur komposisi.
b. Penyesuaian dengan kebutuhan spesifikasi produk atau mendapatkan bentuk
tertentu.
c. Untuk menambah luas permukaan padatan.
d. Mempermudah pencampuran bahan secara merata.
(Listiarsi, 2003)

Proses pembuatan pulp pada dasarnya adalah proses pemisahan serat dari bahan
baku yang mengandung serat dengan cara mekanis, kimia atau gabungan dari
keduanya. Dalam proses kimia, bahan baku dimasak dalam bejana pemasak (digester)
dan ditambahkan dengan bahan kimia untuk melarutkan komponen dalam bahan baku
yang tidak diinginkan sehingga diperoleh pulp dengan kandungan selulosa yang
tinggi. Tujuan utama dari pembuatan pulp adalah memisahkan selulosa (serat-serat)
dari bahan-bahan lainnya. Pulp secara kimia bertujuan memisahkan serat selulosa
dari bahan baku melalui delignifikasi (penghilang lignin) tanpa terdegradasi
karbohidrat. Proses delignifikasi dilakukan untuk melarutkan lignin dan sebagian
hemiselulosa dengan merendam bahan lignoselulosa dalam larutan. Ada beberapa
metode untuk pembuatan pulp yang merupakan proses pemisahan selulosa dari
senyawa pengikatnya, terutama lignin yaitu secara mekanis, semikimia dan kimia.
6

Pada proses secara kimia ada beberapa cara tergantung dari larutan pemasak yang
digunakan, yaitu proses sulfit, proses sulfat, proses kraft dan lain-lain.

2.2.1 Proses Pulp Mekanik


Proses pulp mekanik dikembangkan oleh E.G. Kellen (Jerman). Pada proses ini,
kayu dihancurkan menjadi lumpur di dalam rotary grind mill stone dengan
menambahkan air, kemudian ditarik-tarik sambil berjalan di dalam rotary scrubber
sehingga secara fisik serat rusak. Hal ini menyebabkan pulp yang dihasilkan dari
proses ini mempunyai kekuatan yang rendah (mudah sobek). Pada tahun 1970-an,
grind stone dimodifikasi sehingga dapat berputar dengan kecepatan dan tekanan
tinggi serta tidak merusak serat, sehingga pulp yang dihasilkan mempunyai kekuatan
yang lebih baik.

2.2.2 Proses Pulp Thermomekanik


Proses pulp thermomekanik merupakan perbaikan dari proses mekanik dimana
sebelum dilakukan penggilingan kayu terlebih dahulu dimasak/dikukus pada
temperatur dan tekanan tinggi. Pulp yang dihasilkan telah mempunyai kekuatan yang
lebih baik tapi membutuhkan energi yang lebih banyak.

2.2.3 Proses Pulp Semikimia


Proses pulp semikimia merupakan perbaikan dari proses sebelumnya dimana
setelah dihancurkan dengan penggiling, potongan-potongan serat proses pada tahap
impregnasi (penyerapan) dengan larutan encer (sulfit, natrium sulfat, soda abu)
terlebih dahulu kemudian pulp yang dihasilkan disaring. Salah satu proses semikimia
yang dipakai adalah memasak serpihan/potongan kayu dengan larutan natrium sulfat,
bisulfit, sebelum didefiberasi secara mekanik di dalam penggiling.

2.2.4 Proses Pulp Kimia


Pada proses ini lignin dihilangkan sama sekali sehingga serat-serat kayu mudah
dihilangkan oleh larutan pemasak. Proses ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu :
7

1. Proses soda
Proses soda dikenalkan oleh C. Watt dan H. Burges pada tahun 1850. Pada
proses ini sistem pemasakan menggunakan senyawa alkali yaitu natrium
hidroksida (NaOH) sebagai larutan pemasak di kolom bertekanan, dengan
perbandingan 4 : 1 dari jumlah kayu yang digunakan. Kemudian larutan pemasak
bekas dipekatkan dengan proses penguapan (evaporasi).

2. Proses sulfit
Proses sulfit ditemukan oleh Benyamin Tilghman pada tahun 1866, dimana
pembuatan pulp dilakukan di dalam kolom bertekanan menggunakan larutan
kalsium sulfat dan belerang dioksida. Pada tahun 1950-an, penggunaan kalsium
diganti dengan magnesium atau natrium dan ammonium sulfat yang lebih banyak
keuntungannya.

3. Proses sulfat
Proses sulfat ini disebut juga proses pulp kraft. Pada proses ini digunakan
larutan NaOH ditambah bubuk Na2SO4 yang ditambahkan direduksi di dalam
tungku pemutih menjadi Na2S, yang diperlukan untuk delignifikasi. Pada proses
ini juga digunakan bahan penggumpal seperti klorida sehingga pulp kraft
mempunyai derajat putih yang berkualitas.

4. Proses Organosolv
Proses organosolv merupakan proses pulping yang menggunakan bahan yang
lebih mudah didegradasi seperti pelarut organik. Pada proses ini, penguraian lignin
terutama disebabkan oleh pemutusan ikatan eter. Beberapa senyawa organik yang
dapat digunakan antara lain adalah asam asetat, etanol dan metanol. Proses
organosolv tidak menggunakan unsur sulfur sehingga lebih aman terhadap
lingkungan dan daur ulang lindi hitam dapat dilakukan dengan mudah. Beberapa
proses organosolv yang berkembang pesat pada saat ini, yaitu:
8

a. Proses Acetocell yaitu proses yang menggunakan bahan kimia pemasak berupa
asam asetat.
b. Proses Alcell (alcohol cellulose) yaitu proses pembuatan pulp dengan bahan
baku kimia pemasak yang berupa campuran alkohol dan NaOH.

5. Proses Asetosolv
Proses pemisahan serat dengan menggunakan asam asetat sebagai pelarut
organic seperti asam asetat disebut asetosolv. Kekuatan tarik pulp asetosolv setara
dengan kekuatan tarik pulp kraft. Proses asetosolv dalam pengolahan pulp
memiliki beberapa keunggulan antara lain bebas senyawa sulfur, daur ulang
limbah dapat dilakukan dengan metode penguapan dengan tingkat kemurnian
cukup tinggi, yaitu dengan destilasi saja daur ulang pemakaian asam asetat sabagai
bahan pemasaknya, dan nilai hasil daur ulangnya lebih mahal dibanding dengan
hasil daur ulang limbah kraft. Keuntungan lain dari asetosolv adalah bahwa bahan
pemasak yang digunakan dapat diambil kembali tanpa adanya proses pembakaran
bahan bekas pemasak. Tidak seperti proses pemasakan pulp dengan metode kraft,
yang limbah larutan pemasaknya atau black liquor harus dimasukkan ke dalam
furnace yang panas, dan bertekanan tinggi untuk mendapatkan sisa larutan
pemasak yang mengandung senyawa sulfir dalam bentuk abu, yang kemudian abu
ini harus dicampur dengan lime atau CaO untuk menghilangkan bahan kimia asal
seperti NaOH, Na2S, dan Na2CO3 membentuk green liquor. Proses asetoslv lebih
menguntungkan karena tidak perlu menggunakan dapur untuk pembakaran daur
ulang black liquor, karena hanya dengan pemisahan secara destilasi saja sudah
bias, tidak terlalu memahan biaya untuk bahan bakar pada pembakaran didapur.
Degradasi dari lignin menyebabkan alfa selulosa yang sebelumnya terikat oleh
lignin akan terlepas dari lignin sehingga didapatkan kandungan pulp dengan kadar
alfa selulosa yang lebih tinggi. Mekanisme reaksi pemasakan serta degradasi
lignin dapat dilihat pada persamaan reaksi 1.

[C10 H10 O2 ] n + n CH3 COOH+n H2 O → n C6 H3 C4 H9 O3 + n CH3 COOH….(1)


Lignin Asam asetat Air Aseto ligninat Asam asetat
9

Dari penjelasan sebelumnya, pada Tabel 2 akan menampilkan secara singkat


dari setiap proses pembuatan pulp yaitu proses mekanis, semikimia dan kimia untuk
mempermudah mengetahui perbandingan dari masing-masing proses pembuatan pulp
tersebut.
Tabel 2. Perbandingan Proses Pembuatan Pulp
Mekanis Semikimia Kimia
Pulping dengan energi Pulping dengan perlakuan Pulping dengan bahan
mekanis (sedikit tanpa kombinasi kimia dengan kimia (sedikit atau tidak
perlakuan awal dengan mekanik ada energi mekanik)
bahan kimia atau panas)
Rendemen tinggi (90% - Rendemen sedang (55% - Rendemen rendah (40% -
95%) 90%) 55%)
Serat pendek, tidak utuh, Sifat pulp sedang Serat pulp utuh, panjang,
tidak murni, dan tidak (intermediate) kuat dan stabil
stabil
Kualitas cetak baik, tapi Kualitas cetak kurang baik
sulit diputihkan tapi mudah diputihkan
Sumber: Kurniawan dkk., 2013

2.2.5 Proses Kombinasi


Proses kombinasi pada prinsipnya adalah kombinasi dari cara mekanis dan
kimia. Umumnya cara ini dilakukan dengan merendam bahan baku dengan bahan
kimia, kemudian mengolahnya secara mekanis, yaitu memisahkan serat-serat
sehingga menjadi pulp. Warna pulp yang dihasilkan lebih pucat. Ada dua macam
proses pembuatan pulp secara semi kimia, yaitu Proses Sulfit Netral dan Proses Soda
Dingin.
1. Proses Sulfit Netral
Proses sulfit netral pada dasarnya ditandai dengan tahapan penggilingan
secara mekanik. Proses semi kimia yang paling penting adalah Proses Natural
Sulfite Semi Chemical (NSSC), yang telah digunakan secara luas di Amerika
Serikat sejak 1926. Dalam 20 tahun terakhir proses NSSC juga telah digunakan di
Eropa dan di banyak negara lain di seluruh dunia. Proses ini memanfaatkan cairan
pemasak Sodium Sulfit dengan penambahan Sodium Karbonat untuk menetralkan
asam-asam organik yang dilepas dari kayu selama pemasakan.
10

2. Proses Soda Dingin


Proses soda dingin digunakan untuk kayu keras yang berkerapatan tinggi.
Langkah yang paling penting dalam pembuatan pulp soda dingin adalah
impregnasi dengan lindi alkalis (NaOH) pada temperatur 20-30oC, hingga terjadi
penetrasi yang cepat tapi menyeluruh pada serpih-serpih kayu. Proses ini
dilakukan dengan konsentrasi NaOH rendah, yaitu 0,25-2,5% dan dengan waktu
antara 15-120 menit, kemudian dilakukan tahap penggilingan pada serpih-serpih.
Pada tahun 1960-an, produk kraft lebih banyak dipakai dibanding pulp sulfit,
karena telah memiliki sifat-sifat pulp yang lebih baik dan bahan kimia yang lebih
sederhana. Meskipun saat ini lebih dari 80% pulp kimia, yang dihasilkan adalah
pulp kraft, tetapi kelemahan-kelemahan proses ini masih susah untuk diatasi,
misalnya : bau dari gas.

2.2.6 Pemasakan Proses Kraft


Pemilihan proses pemasakan ini tergantung pada hasil pulp yang diinginkan.
Proses ini bertujuan untuk memisahkan serat-serat dalam kayu secara kimia dan
melarutkan sebanyak mungkin lignin pada dinding serat. Selain itu, pemilihan proses
kraft mempunyai banyak keuntungan bila dibandingkan dengan proses lain.
Keuntungannya antara lain :
a. Dapat digunakan untuk berbagai jenis kayu
b. Dapat meningkatkan kekuatan pulp
c. Waktu pemasakan cukup pendek
d. Pulp yang dihasilkan dapat diputihkan dengan tingkat keputihan (brightness) yang
lebih tinggi.

Lignin lebih mudah larut dalam proses sulfat (kraft), karena adanya ion-ion
hidroksil dan hidrogen sulfida. Ion hidrogen sulfida sangat membantu delignifikasi
karena nukleofilisitas mereka yang berat jika dibandingkan dengan ion-ion hidroksil
dan hidrogen sulfida, juga akan menghasilkan kenaikan hidrofilisitas lignin karena
11

pelepasan gugus-gugus hidroksi fenol. Lignin yang terdegradasi larut dalam lindi
pemasakan sebagai natrium fenolat.

2.3 Bahan Baku Pulp


Secara garis besar, bahan baku pulp dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
nonkayu dan kayu (Dirjen Industri Agro dan Kimia, 2009). Komposisi kimia yang
terkandung dalam bahan baku pulp baik dari bahan baku kayu yang terdiri dari kayu
daun jarum dan kayu daun lebar maupun pulp dari bahan non kayu disajikan pada
Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Kimia Bahan Baku Pulp


Bahan Baku Kayu Bahan Baku
Komposisi Kimia Kayu Daun Kayu Daun Non- Kayu
Jarum Lebar
Selulosa (rantai panjang 42 ± 2 % 45 ± 2 % 36 ± 2 %
tidak bercabang)
Hemiselulosa (pendek 27 ± 2 % 30 ± 5 % 38 ± 2 %
bercabang)
Lignin 28 ± 3 % 20 ± 4 % 12 ± 4 %
Zat ekstraktif 5 ±3% 3 ±2%
sumber : Setiawam, 2010

Dari Tabel 3 di atas dapat dilihat pulp dari bahan baku kayu banyak terkandung
selulosa dibandingkan dengan bahan bukan kayu tetapi jika dilihat pada kandungan
lignin bahan baku bukan kayu lebih baik dibandingkan dengan bahan kayu untuk
mendapatkan pulp dengan kualitas tinggi.
Sampai sekarang tercatat bahan baku utama untuk industri pulp skala besar
adalah kayu bulat. Ada beberapa alasan kayu tetap menjadi pilihan, yaitu:
a. Rendemen pulp yang dihasilkan tinggi.
b. Kandungan lignin rendah.
c. Kekuatan pulp dan kertas yang dihasilkan tinggi (kondisi pulping disesuaikan
dengan sifat dan karakteristik kayu).
12

Menurut uraian Smook (1982) dalam Kurniawan dkk. (2013), secara umum
bahan baku untuk pembuatan pulp dipisahkan atas dua kelompok :
2.3.1 Tanaman Kayu (Wood)
Tanaman kayu adalah sumber bahan baku yang paling banyak digunakan dan
tersedia cukup melimpah di alam. Menurut ilmu botani, kayu digolongkan menjadi
dua bagian besar, yaitu gymnospermae yang biasa disebut kayu daun jarum
(softwood) dan angiosprermae atau kayu daun lebar (hardwood).
1. Kayu Daun Jarum (Softwood)
Tanaman kayu daun jarum berdaun tidak sempurna karena tidak memiliki tangkai,
helai dan urat daun, daunnya berbentuk jarum dan serat yang dihasilkan adalah
serat panjang. Contohnya Pinus, Cemara, Aghatis dan lain-lain.

2. Kayu Daun Lebar (Hardwood)


Kayu daun lebar biasanya mempunyai ciri-ciri tanaman berdaun sempurna yaitu
memiliki tangkai, helai dan urat. Umumnya berdaun lebar dan bentuk daun bulat
sampai lonjong. Serat yang dihasilkan adalah serat pendek. Contohnya Acacia
Mangium, Eucalyptus sp, Albazia sp dan lain- lain.

2.3.2 Tanaman Bukan Kayu (Nonwood)


Jenis tanaman lain yang dapat digunakan untuk bahan baku pembuatan pulp
adalah tanaman bukan kayu. Tanaman ini banyak jenis dan ragamnya seperti jenis
rumpu-rumputan, perdu berbatang basah dan tanaman berkayu lunak. Tanaman ini
dapat berasal dari hasil pertanian, hasil perkebunan atau limbah industri. Tanaman
non kayu ini pada umumnya banyak mengandung sel gabus (pith) atau bukan serat.
Seratnya dapat berasal dari kulit, batang, dan bahkan biji atau buahnya. Contohnya
jerami, ampas tebu, nanas, tandan kosong kelapa sawit dan lain-lain.

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Pembuatan Pulp


Proses pembuatan pulp dipengaruhi oleh kondisi proses antara lain:
13

a. Konsentrasi larutan pemasak Dengan konsentrasi larutan pemasak yang makin


besar, maka jumlah larutan pemasak yang bereaksi dengan lignin semakin banyak.
Akan tetapi, pemakaian larutan pemasak yang berlebihan tidak terlalu baik karena
akan menyebabkan selulosa terdegradasi. Asam asetat bisa digunakan sebagai
larutan pemasak sampai dengan konsentrasi 100%.
b. Suhu dengan meningkatnya suhu, maka akan meningkatkan laju delignifikasi
(penghilangan lignin). Namun, Jika suhu di atas 160oC menyebabkan terjadinya
degradasi selulosa.
c. Waktu pemasakan dengan semakin lamanya waktu pemasakan akan menyebabkan
reaksi hidrolisis lignin makin meningkat. Namun, waktu pemasakan yang terlalu
lama akan menyebabkan selulosa terhidrolisis, sehingga hal ini akan menurunkan
kualitas pulp. Waktu pemasakan yang dilakukan sebelum 1 jam pulp belum
terbentuk. Untuk waktu pemasakan di atas 5 jam selulosa akan terdegradasi.
d. Ukuran bahan baku yang berbeda menyebabkan luas kontak antar bahan baku
dengan larutan pemasak berbeda. Semakin kecil ukuran bahan baku akan
menyebabkan luas kontak antara bahan baku dengan larutan pemasak semakin
luas, sehingga reaksi lebih baik.
e. Kecepatan pengadukan Pengadukan berfungsi untuk memperbesar tumbukan
antara zat-zat yang bereaksi sehingga reaksi dapat berlangsung dengan baik.

2.5 Ampas Tebu


Tebu (saccarum officinarum L.) termasuk kedalam family rumput-rumputan.
Tanaman ini memerlukan udara panas yaitu 24 – 30 oC dengan perbedaan suhu
musiman tidak lebih dari 6 oC, perbedaan suhu siang dan malam tidak lebih 10 oC.
tanah yang ideal untuk tanaman tebu adalah tanah berhumus dengan pH antara 5,7–7.
Batang tebu mengandung serat dan kulit batang (12,5%) dan nira yang terdiri dari air,
gula, mineral dan bahan non gula lainnya (87,5%) (Notojoewono, 1981). Klasifikasi
tanaman tebu menurut steenis dkk., (2006) adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliphyta
14

Kelas : Liliopsida
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum officinarum L

Ampas tebu merupakan salah satu limbah padat pabrik gula. Ampas tebu
jumlahnya berlimpah di Indonesia. Ampas tebu merupakan limbah padat dari
pengolahan industri gula tebu yang volumenya mencapai 30-40% dari tebu giling.
Saat ini perkebunan tebu rakyat mendominasi luas areal perkebunan tebu di
Indonesia. Kelebihan ampas tebu dapat membawa masalah bagi pabrik gula, ampas
bersifat bulky (meruah) sehingga untuk menyimpannya membutuhkan area yang luas.
Serat ampas tebu sebagian besar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin yang
tidak dapat larut dalam air. Ampas tebu termasuk biomassa yang mengandung
lignoselulosa sangat dimungkinkan untuk dimanfaatkan menjadi sumber energi
alternatif seperti bioetanol atau biogas (Samsuri dkk., 2007). Ampas tebu yang
berupa serat dan sisa dari proses pemisahan tebu dari kandungan air dapat dilihat
pada Gambar 1.

Gambar 1. Ampas Tebu


15

Ampas tebu merupakan hasil samping dari proses ekstraksi tebu, dengan
komposisi : 46-52% air, 43-52% sabut dan 2-6% padatan terlarut. Departemen
pertanian melaporkan bahwa produksi tebu nasional saat ini adalah 33 juta ton/tahun
(Dirjenbun, 2008). Dengan asumsi bahwa persentase dalam tebu sekitar 30-34%,
maka pabrik gula yang ada di Indonesia berpotensi menghasilkan ampas tebu rata-
rata sekitar 9,90 – 11,22 juta ton/tahun. Komposisi yang terkandung di dalam ampas
tebu ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Kimia Ampas Tebu


Kandungan Kadar (%)
Abu 3
Lignin 22
Selulosa 37,75
Sari 1
Pentosan 27
SiO2 3
Sumber : Sudaryanto dkk., 2002

Dari hasil analisis serat ampas tebu yang telah dilihat pada Tabel 4. Ampas
tebu, atau disebut juga dengan bagas, adalah hasil samping dari proses ekstraksi
cairan tebu memiliki kandungan selulosa yang memenuhi syarat pembuatan pulp dan
juga kandungan lignin yang cukup rendah. Ampas tebu sebagian besar mengandung
ligno-cellulose. Panjang seratnya antara 1,7-2 mm dengan diameter sekitar 20 µm,
sehingga ampas tebu ini dapat memenuhi persyaratan untuk diolah menjadi papan-
papan buatan. Serat bagas tidak dapat larut dalam air dan sebagian besar terdiri dari
selulosa, pentosan, dan lignin.

2.6 Pelepah Pisang


Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia
Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman pisang merupakan tanaman asli daerah
Asia Tenggara dengan pusat keanekaragaman utama wilayah Indo-Malaya. Pisang
merupakan buah yang berasal dari taksonomi:
16

Kerajaan : Plantae
Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotiledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa Paradisiaca

Pelepah pisang banyak dimanfaatkan masyarakat, terutama bagian yang


mengandung serat. Setelah dikelupas tiap lembar sering dimanfaatkan sebagai
pembungkus untuk bibit tanaman sayuran, dan setelah dikeringkan digunakan untuk
tali pada pengolahan tembakau, dan dapat pula digunakan untuk kompos. Pelepah
pisang yang mengandung serat ini dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Pelepah pisang

Pisang merupakan tanaman yang berbuah hanya sekali, kumudian mati.


Tingginya antara 2-9 meter, berakar serabut dengan batang bawah tanah (bonggol)
yang pendek. Dari mata tunas yang ada pada bonggol inilah bisa tumbuh tanaman
baru. Produktivitas pisang yang optimum akan dihasilkan pisang yang ditanam pada
17

keasaman tanah pada pH 4,5-7,5. Suhu harian berkisar antara 25-27 oC dengan curah
hujan 2000-3000 mm/tahun (Rizal 2013).
Di dalam gedebong pisang terkandung getah yang menyimpan banyak
maanfaat, yang salah satunya digunakan di dalam dunia medis. Getah pisang
mengandung saponin, antrakuinon, dan kuinon yang dapat berfungsi sebagai
antibiotik dan penghilang rasa sakit.
Selain itu, terdapat pula kandungan lektin yang berfungsi untuk menstimulasi
pertumbuhan sel kulit. Kandungan-kandungan tersebut dapat membunuh bakteri agar
tidak dapat masuk pada bagian tubuh kita yang sedang mengalami luka. Getah
pelepah pisang bersifat mendinginkan. Zat tanin pada getah batang pisang bersifat
antiseptic.
Aktivitas pertanian dari pisang menghasilkan banyak residu karena setiap
pohon hanya menghasilkan satu tandan yang berisi buah-buah pisang (Cordeiro dkk.,
2003). Setelah tandan tersebut dipanen, pelepah pisang tersebut dipotong dan
biasanya ditinggal dipermukaan tanah. Dari hal tersebut dapat diperkirakan
banyaknya limbah pisang yang dihasilkan dalam setiap tahun. Keuntungan lain
menggunakan limbah pisang sebagai bahan pembuatan kertas yaitu serat pisang
memiliki kandungan lignin yang rendah. Dalam pelepah pisang tersimpan jutaan serat
yang tipis seperti benang. Komposisi kimia yang ada pada serat pelepah pisang dapat
dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi Kimia Serat Pelepah Pisang


Komponen Kandungan (%)
Lignin 9
Selulosa 46
Hemiselulosa 38,54
Abu 8,3
Sumber: Venkateshwaran dan elayaperumal, 2010

Serat ini yang dapat diolah menjadi bahan pulp dan sebagai bahan baku dasar
pembuatan pulp karena pelepah pisang ini banyak mengandung selulosa dan juga
18

memiliki kandungan lignin yang lebih kecil bila dibandingkan dengan kandungan
lignin di dalam ampas tebu.

2.7 Kulit Pisang Kepok


Umumnya masyarakat hanya memanfaatkan buah pisang dan membuang kulit
pisang begitu saja. Tanaman pisang merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak
tumbuh di daerah tropis. Kulit pisang kepok ini dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Kulit pisang kapok

Kulit pisang juga bisa untuk makanan ternak, selain itu bisa untuk
menghasilkan alkohol yaitu ethanol karena mengandung gula yang mempunyai aroma
yang menarik (Munadjim,1988). Karbohidrat atau hidrat arang yang dikandung oleh
kulit pisang adalah amilum. Amilum atau pati ialah jenis polisakarida (karbohidrat
kompleks).
Dalam industri, pati dipaakai sebagai komponen perekat, campuran kertas dan
tekstil, serta pada industri kosmetika. Amilum (pati) tidak larut dalam air, berwujud
bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan
oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa dalam jangka panjang. Jumlah
senyawa pati dan seyawa lainnya yang terkandung di dalam kulit pisang dapat dilihat
pada Tabel 6.
19

Tabel 6. Kandungan Senyawa dalam Kulit Pisang

Senyawa Kandungan
(g/100 g berat kering)
Protein 8,6
Lemak 13,1
Pati 12,8
Abu 15,3
Serat total 50,3
Sumber : Emaga dkk.., 2007

Kulit pisang mengandung banyak senyawa yang dapat dimanfaatkan. Hasil


analisa kimia menunjukkan bahwa komposisi kulit pisang banyak mengandung air
yaitu 68,90% dan karbohidrat sebesar 18,50% (Sulffahri, 2008). Selain itu kandungan
dalam kulit pisang dapat dilihat pada Tabel 6. Kandungan pati dalam kulit pisang
cukup tinggi, yaitu 12,78%. Dalam penelitian ini, pati yang terdapat dalam kulit
pisang akan digunakan sebagai binder, sehingga mengurangi limbah dan menaikkan
nilai ekonomis dari kulit pisang.

2.8 Asam Asetat


Larutan pemasak yang digunakan dalam proses Acetosolve dalam penelitian ini
yaitu Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik
yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka
memilikietat rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-
COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial)
adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16,7°C.
Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah
asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya
hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan
pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam
produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat,
maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat
digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga
20

sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam
asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur
ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati.
Asam asetat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal
sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam asetat memiliki rumus
empiris CH3COOH. Sifat fisik dan kimia dari asam asetat adalah sebagai berikut:
1. Sifat fisik (Perry, 1997)
Kadar : 99.5%
Bentuk : Cairan tidak berwarna
Berat molekul : 60 𝑘𝑔⁄𝑘𝑚𝑜𝑙
Titik didih : 117, 87oC
Titik lebur : 16,6oC
Densitas (25oC) : 1,049 𝑘𝑔⁄𝐿

2. Sifat kimia (Kirk and Othmer, 1952)


a. Reaksi penyabunan
Asam asetat bila direaksikan dengan caustic soda menghasilkan Natrium asetat.
Reaksi :

CH3 COOH + NaOH ↔ CH3 COONa + H2 O………………………(2)

b. Esterifikasi
Asam asetat bila direaksikan dengan alkohol menghasilkan ester.
Reaksi :

CH3 COOH + C5 H11 OH ↔ CH3 COOC5 H11 + H2 O…….. ……….(3)

2.9 Kandungan yang Terdapat Pada Bahan Dasar Pulp


2.10.1 Selulosa
Selulosa merupakan bagian utama susunan jaringan tanaman berkayu, bahan
tersebut terdapat juga pada tumbuhan perdu seperti paku, lumut, ganggang dan jamur.
21

Penggunaan terbesar selulosa yang berupa serat kayu dalam industri kertas dan
produk turunan kertas lainnya. Selulosa merupakan polimer yang ditemukan di dalam
dinding sel tumbuhan seperti kayu, dahan, dan daun. Selulosa itulah yang
menyebabkan struktur-struktur kayu, dahan, dan daun menjadi kuat. Selulosa
merupakan komponen penting dari kayu yang digunakan sebagai bahan baku
pembuatan kertas. Selulosa merupakan polimer dengan rumus kimia polimer gula,
(C6H10O5)n. Disini, n adalah jumlah pengulangan unit gula atau dearjat polimerisasi
yang harganya bervariasi bergantung sumber selulosa dan perlakuan yang
diterimanya. Kebanyakan serat untuk pembuat pulp mempunyai derajat polimerisasi
600-1500. Dikemukakan dalam Antaresti dkk. (2011) selulosa oleh Casey,
didefinisikan sebagai karbohidrat yang dalam porsi besar mengandung lapisan
dinding sebagai bahan sel tumbuhan. Selain itu, Winarno menyebutkan bahwa
selulosa merupakan serat-serat panjang yang bersama hemiselulosa, pectin dan
protein membentuk struktur jaringan yang memperkuat dinding sel tanaman. Rumus
molekul dari selulosa dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Rumus Molekul Selulosa


Sumber : sixta, 2006.

Selulosa merupakan unsur yang penting dalam proses pembuatan pulp.


Semakin banyak selulosa yang terkandung dalam pulp, maka semakin baik kualitas
22

pulp tersebut. Berdasarkan derajat polimerisasi (DP), maka selulosa dapat dibedakan
atas tiga jenis yaitu:
1. Selulosa 𝛼 (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut
dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP (derajat
polimerisasi) berkisar 600-1500. Selulosa α dipakai sebagai penduga dan atau
penentu tingkat kemurnian selulosa.
2. Selulosa 𝛽 (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam
larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP berkisar 15-90, dapat
mengendap bila dinetralkan.
3. Selulosa 𝛾 (Gamma cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam
larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP kurang daripada 15
(Paskawati, 2010).

Selulosa adalah senyawa yang umumnya tidak berada dalam keadaan murni. Di
alam, selulosa berkaitan dengan lignin dan hemiselulosa membentuk bagian-bagian
tanaman seperti kayu, batang daun dan sebagainya.selulosa termasuk homopolimer
linier dengan monomer berupa D-anhidroglukosa yang saling berkaitan dengan ikatan
𝛽-1,4-glikosidik.
Selulosa merupakan senyawa organic yang terdapat paling banyakdi alam dan
merupakan bagian dari tumbuhan tingkat tinggi. Terdapat beberapa alasan mengapa
selulosa baik sebagai serat bahan baku pembuatan tekstil dan kertas, yaitu jumlahnya
banyak, memiliki nilai ekonomis yang relative rendah, tingkat ketahanan serat sangat
tinggi, memiliki daya ikat air yang tinggi, yang memfasilitasi persiapan mekanis dari
serat dan pengikatan serat antara saat campuran dikeringkan, resistan terhadap bahan
senyawa kimia,menyebabkan isolasi dan pemurniannya relative tidak terganggu.
Adapun faktor yang menbuat selulosa disenangi untuk produksi pulp dan kertas
adalah:
1. Jumlah berlimpah, dapat melengkapi, mudah dipanen dan bahan yang murah
harganya.
2. Zat ini umumnya berbentuk serat dan kekuatan tariknya benar-benar tinggi.
23

3. Zat ini bisa menarik air sehingga mudah mempersiapkan mekanik dari serat-serat
atau ikatan-ikatan serat ketika campuran serat ini dikeringkan.
4. Zat ini tidak dapat larut dalam air dan pelarut-pelarut organik.
5. Tahan terhadap sejumlah bahan kimia yang menyebabkan dapat diisolasi dan
dimurnikan darikayu yang merupakan sumber utama selulosa.

2.10.2 Lignin
Lignin atau lignen adalah kompleks senyawa kimia yang paling sering berasal
dari kayu, dan merupakan bagian integral dari sekunder dinding sel dari tanaman dan
beberapa alga. Istilah ini diperkenalkan tahun 1819 oleh de Candolle dan berasal dari
bahasa latin kata Lignum, yang berarti kayu. Ini adalah salah satu yang paling
berlimpah polimer organik di Bumi, melebihi hanya dengan selulosa, menggunakan
30% dari non-fosil karbon organik dan merupakan dari seperempat hingga sepertiga
dari berat kering kayu. Lignin merupakan bagian terbesar dari selulosa dan
merupakan senyawa aromatik. Penyerapan sinar (warna) oleh pulp terutama berkaitan
dengan komponen ligninnya. Untuk mencapai derajat keputihan yang tinggi, lignin
tersisa harus dihilangkan dari pulp, dibebaskan dari gugus yang menyerap sinar kuat
sesempurna mungkin. Lignin akan mengikat serat selulosa yang kecil menjadi serat-
serat panjang. Lignin tidak akan larut dalam larutan asam tetapi mudah larut dalam
alkali encer dan mudah diserang oleh zat-zat oksida lainnya.
Lignin merupakan polimer rantai panjang bercabang yang terdapat bersama-
sama dengan selulosa di dalam dinding sel kayu. Lignin berfungsi sebagai penyusun
sel kayu. Lignin merupakan komponen kompleks yang tersusun dari unit-unit phenil
propane, amorf, bersifat aromatis dengan densitas 1,3 dan indeks bias 1,6. Berat
molekulnya 2000 – 15000 yang bervariasi menurut spesiesnya. Kadarnya dalam kayu
sekitar 20 – 30 %. Lignin sendiri merupakan zat yang tidak dapat mempunyai struktur
yang tetap (amorphause substance) yang bersama-sama selullosa membentuk dinding
sel kayu pada pohon.
Lignin memiliki struktur kimiawi yang bercabang-cabang dan berbentuk
polimer tiga dimensi. Molekul dasar lignin adalah fenil propan. Molekul lignin
24

memiliki derajat polimerisasi tinggi. Oleh karena ukuran dan strukturnya yang tiga
dimensi bisa memungkinkan lignin berfungsi sebagai semen atau lem bagi kayu yang
dapat mengikat serat dan memberikan kekerasan struktur serat. Bagian tengah lamela
pada sel kayu, sebagian besar terdiri dari lignin, berikatan dengan sel- sel lain dan
menambah kekuatan struktur kayu. Dinding sel juga mengandung lignin. Pada
dinding sel, lignin bersama-sama dengan hemiselulosa membentuk matriks (semen)
yang mengikat serat-serat halus selulosa. Lignin di dalam kayu memiliki persentase
yang berbeda tergantung dari jenis kayu (Muzzie, 2006).
Lignin adalah zat yang bersama-sama dengan selulosa yang adalah salah satu
sel yang terdapat dalam kayu. Lignin berguna dalam kayu seperti lem atau semen
yang mengikat sel-sel lain dalam satu kesatuan, sehingga bisa menambah support dan
kekuatan kayu (mechanical strength) agar kokoh dan berdiri tegak. Struktur dari zat
lignin dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Struktur Lignin


Sumber : sixta, 2006.

Keberadaan lignin dalam dinding sel sangat erat hubungannya dengan selulosa
yang berfungsi untuk memberikan ketegaran pada sel, berpengaruh dalam
25

memperkecil perubahan dimensi sehubungan dengan perubahan air kayu dan


mengurangi degradasi terhadap selulosa. Pulp akan mempunyai sifat fisik yang baik
apabila kandungan lignin sedikit mungkin karena sifat lignin yang kaku, rapuh, dan
hidrofobik. Lignin dapat mengurangi aktifitas selulosa atau hemiselulosa dalam
pembentukan ikatan antar serat dan dapat menurunkan derajat putih pada pulp.
Sebenarnya sifat lignin sendiri tidak berwarna. Namun, pada proses pemasakan lignin
bereaksi dengan senyawa kimia lain membentuk ikatan kromofor sehingga
menghasilkan warna. Perbedaan antara Lignin dan selulosa dijelaskan pada Tabel 7.

Tabel 7. Perbedaan Antara Selulosa dan Lignin


Selulosa Lignin
Tidak mudah larut dalam pelarut Tidak mudah larut dalam air asam
organic dan air mineral kuat
Tidak mudah larut dalam alkil Larut dalam pelarut organic dan
larutan alkil encer
Larut dalam asam pekat
Terhidrolisis relative lebih cepat
pada temperature tinggi
Sumber: Balai Besar Litbang Industri Selulosa, 2002

2.10.3 Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan senyawa sejenis polisakarida yang terdapat pada
semua jenis serat, mudah larut dalam alkali, dan mudah terhidrolisis oleh asam
mineral menjadi gula dan senyawa lain. Hemiselulosa lebih mudah larut juka
dibandingkan dengan selulosa, selain itu juga dapat diisolasi dari kayu dengan
ekstraksi (www.pustan.bpkimi.kemenperin.go.id, 2009). Hemiselulosa terdapat di
dinding sel bersamaan dengan selulosa, terutama di daerah amorf dan juga dalam
lamella tengah.
Hemiselulosa mirip dengan selulosa yang merupakan polymer gula. Namun,
berbeda dengan selulosa yang hanya tersusun dari glukosa, hemiselulosa tersusun
dari bermacam-macam jenis gula. Monomer gula penyusun hemiselulosa terdiri dari
monomer gula berkarbon 5 (C-5) dan 6 (C-6), misalnya: xylosa, mannose, glukosa,
26

arabinosa, dan sejumlah kecil rhamnosa, asam glukoroat, asam metal glukoronat, dan
asam galaturonat.
Hemiselulosa tersusun dari gabungan gula-gula sederhaa dengan lima atau
enam atom karbon. Degradasi hemiselulosa dalam asam lebih tinggi dibandingkan
dengan delignifikasi dan hidrolisis dalam suasana basa tidak semudah dalam suasana
asam. Hemiselulosa akan mengurani waktu dan tenaga yang diperlukan melunakkan
serat selama proses mekanis dalam air. Struktur dari hemiselulosa ini dapat dilihat
pada Gambar 6.

Gambar 6. Senyawa Hemiselulosa


Sumber : siwta, 2006.

Rantai hemiselulosa seperti pada gambar 3 ini lebih pendek dari rantai selulosa.
Hemiselulosa memliki DP lebih kecil yaitu 300. Hemiselulosa adalah polimer
bercabang, atau tidak linear. Selama pembuatan pulp, hemiselulosa bereaksi lebih
cepat dibandingkan selulosa.
Ada berbagai jenis hemiselulosa spesies kayu yang berbeda memiliki
hemiselulosa dengan komposisi yang berbeda. Hard wood lebih banyak memiliki
xylan, soft wood lebih banyak memiliki glukosa. Tipe selulosa juga bervariasi
tergantung letak hemiselulosa dan struktur kayu.
27

Molekul hemiselulosa mudah menyerap air, bersifat plastis dan mempunyai


permukaan kontak antar molekul yang lebih luas, sehingga dapat memperbaiki ikatan
antar serat pada pembuatan kertas. Oedijono (1991) dalam Daditama (2003)
menegaskan bahwa hemiselulosa mempunyai sifat mudah membengkak kalau terkena
air karena sifat hidrofil dan keadaan yang membantu proses penggilingan. Oleh
karena itu, dalam batas-batas tertentu adanya hemiselulosa justru dikehendaki di
dalam pulp untuk kertas sehingga pembentuk lembaran yang mudah larut dalam
pelarut alkil dan lebih mudah dihidrolisis dengan asam.
Perbedaan hemiselulosa dengan selulosa yaitu hemiselulosa mudah larut dalam
alkil tapi sukar larut dalam asam, sedangkan selulosa adalah sebaliknya.
Hemiselulosa juga bukan merupakan serat-serat panjang seperti selulosa. Hasil
hidrolisis selulosa akan menghasilkan D-glukosa, sedangkan hasil hidrolisis
hemiselulosa akan menghasilkan D-xilosa dan monosakarida lainnya.

2.11 Binder
Binder (pengikat) merupakan bahan tambahan yang diperlukan untuk
memberikan sifat kohesif terhadap granulsehingga dapat memberikan struktur yang
kompak setelah pencetakan. Pemilihan pengikat tergantung daya kohesi atau ikat
yang diinginkan untuk membentuk granul dan kompatibilitas dengan bahan lainnya.
Bahan pengikat dapat ditambahkan dalam bentuk kering, pasta (mucilage), cairan
atau larutan. Pembasahan atau pelarutan yang umumnya digunakan adalah air, pelarut
organik seperti alkohol untuk penggunaan pengikat PVP (polivinil pirolidon).
Pati telah digunakan secara luas sebagai bahan pengikat. Binder dikenal ada dua
jenis, yaitu bahan perekat alami dan sintetis. Bahan perekat alami telah banyak
digunakan sebagai bahan perekat untuk berbagai pakan, antara lain tepung tapioka
(Nasution, 2006; Syamsu, 2007), tepung gaplek (Syamsu, 2007) tepung terigu,
tepung jagung, tepung beras, onggok (Retnani dkk., 2010; Setiyatwan dkk., 2008),
molasses (Setiyatwan dkk., 2008), bungkil inti sawit dan solid ex decanter (Krisnan
& Ginting, 2009), serta rumput laut (Saade & Aslamyah, 2009), kulit pisang (Allita,
28

2012). Bahan perekat sintetis yang biasa digunakan antara lain CMC (Carboksil Metil
Cellulosa).
Dalam air dingin amilum tidak akan larut tetapi apabila suspense dalam air
dipanaskan akan terjadi suatu larutan koloid yang kental, memberikan warna ungu
pekat pada tes iodine dan dapat dihidrolisis dengan menggunakan asam sehingga
menghasilkan glukosa. Amilosa memberikan sifat keras sedangkan amilopektin
menyebabkan sifat lengket. Dalam industry pati dipakai sebagai komponen perekat,
campuran kertas dan tekstil, dan pada industri kosmetik.

2.12 Bleaching (pemutihan)


Pemutihan (bleaching) merupakan proses yang bertujuan untuk menghilangkan
kandungan lignin (delignifikasi) di dalam pulp atau serat sehingga diperoleh tingkat
kecerahan warna yang tinggi dan stabil (Greschik, 2008). Proses pemutihan serat
harus menggunakan bahan kimia yang reaktif untuk melarutkan kandungan lignin
yang ada di dalam serat agar diperoleh derajat kecerahan yang tinggi (Tutus, 2004).
Namun demikian, harus dijaga agar penggunaan bahan kimia tersebut tidak
menyebabkan pencemaran lingkungan yang berbahaya (Batubara, 2006). Faktor-
faktor yang mempengaruhi proses pemutihan antara lain:
1. Konsentrasi
a. Reaksi dapat ditingkatkan dengan memperbesar konsentrasi bahan pemutih.
b. Penggunaan bahan kimia pemutih yang berlebih tidak akan meningkatkan
derajat kecerahanan karena derajat kecerahan yang dicapai telah maksimal.
c. Konsentrasi hidrogen peroksida yang dipakai untuk proses pemutihan antara
1% hingga 10% b/v (Tutus, 2004, Onggo, 2004, Van Daam, 2002).

2. Waktu reaksi
Pada umumnya, perlakuan bahan kimia pemutih terhadap serat akan menjadi lebih
reaktif dengan memperpanjang waktu reaksi. Namun, waktu reaksi yang terlalu
lama akan merusak rantai selulosa dan hemisellulosa pada serat tersebut (Onggo,
2004).
29

3. Suhu
a. Peningkatan suhu dapat menyebabkan peningkatan kecepatan reaksi pada reaksi
pemutihan.
b. Pemilihan suhu ditentukan pada penggunaan bahan kimia pemutih.
c. Suhu pemutihan biasanya diatur berkisar antara 40-100 (Van Daam, 2002).

4. pH
a. Nilai pH bergantung pada jenis penggunaan bahan pemutih (bleaching agent).
b. Pada proses pemutihan dengan hidrogen peroksida diperlukan suasana basa
antara pH 8 hingga 12 (Tutus, 2004).

5. Rasio bahan dan zat bleaching


a. Semakin kecil perbandingan rasio bahan yang akan diputihkan dengan bahan
pemutih akan meningkatkan reaksi pemutihan. Tetapi dengan rasio yang
semakin kecil akan mengurangi efisiensi penggunaan zat pemutih.
b. Pada proses pemutihan (bleaching) umumnya dipakai rasio bahan dengan zat
bleaching antara 8 : 1 hingga 20 : 1 (Van Daam, 2002; Batubara, 2006; Giles,
2009).

Kelima faktor tersebut berpengaruh terhadap kualitas produk serat yang


dihasilkan seperti berikut (Van Daam, 2002):
a. kecerahan (brightness)
b. kuat tarik (tensile strenght)
c. kelunakan (softness)
d. daya mulur (elongation)

Hidrogen peroksida termasuk zat oksidator yang bisa digunakan sebagai


pemutih pulp yang ramah lingkungan. Di samping itu, hidrogen peroksida juga
mempunyai beberapa kelebihan antara lain pulp yang diputihkan mempunyai
ketahanan yang tinggi serta penurunan kekuatan serat sangat kecil. Pada kondisi
30

asam, hidrogen peroksida sangat stabil, pada kondisi basa mudah terurai. Peruraian
hidrogen peroksida juga dipercepat oleh naiknya suhu. Reaksi dekomposisi H2O2
yang terjadi sebagai berikut:

𝐻2 𝑂2 → 1⁄2 𝑂2 + 𝐻2 𝑂 ………………………………………………(8)

H2O2 berbentuk cairan tidak berwarna, sedikit lebih kental dari air dan dapat
bercampur dengan air dalam berbagai komposisi. H2O2 bersifat asam yang sangat
lemah dan mempunyai kemampuan sifat oksidator yang sangat kuat. H2O2 ini
memiliki suhu optimum yaitu 80oC-85oC. bila suhu kurang dari 80oC maka proses
akan berjalan lambat, sedangkan kalau lebih dari 85oC hasil proses tidak sempurna.
Bila dipanaskan mudah terurai dan melepaskan gas oksigen karena kemampuannya
melepaskan oksigen maka sangat efektif dipakai sebagai bahan pemutih. O2 yang
terbentuk dari reaksi ini akan bekerja sebagai oksidator untuk memutihkan bahan.
Menurut Nakatama (2004) keberadaan metal ions seperti Fe, Cu, dan Mn dapat
mempercepat reaksi dekomposisi H2O2. Dengan kata lain, kandungan Fe, Cu dan Mn
menyebabkan proses bleaching menjadi tidak efektif. Logam-logam transisi bertindak
sebagai katalis yang mengarahkan dekomposisi H2O2 mengikuti persamaan reaksi
tersebut (Duke, Haas 1961). sedang reaksi dekomposisi yang disebabkan dari
pengaruh katalis ion-ion logam transisi harus dicegah, karena tidak memberikan
dampak yang efektif pada proses pemutihan.
Pemutihan dengan H2O2 ini memiliki beberapa keuntungan seperti waktu
pengerjaan yang singkat karena saat proses pengerjaan dengan menaikkan suhu
hingga 85oC secara konstan selama ± 1 jam, maka serat akan lebih cepat diputihkan.
Hasil pemutihan baik dan rata dengan proses pemanasan maka warna asli pada serat
dapat terurai dan bahan menjadi lebih putih dan rata. Hasil derajat putih yang
dihasilkan jjuga stabil, tidak mudah menjadi kuning. Kemungkinan kerusakan kecil
karena daya oksidasi H2O2 lebih kecil. Selain itu, sifatnya yang ramah lingkungan
dibandingkan dengan oksidator lain karena penguraian hanya menghasilkan air dan
oksigen (Filho, 2002).
p-ISSN 1907-9850
e-ISSN 2599-2740

EVALUASI KANDUNGAN SELULOSA MIKROKRISTAL DARI JERAMI PADI


(Oryza sativa L.) VARIETAS IR64

I G. N. J. A. Prasetia*, I D. A. Yuliandari, D. G. Ulandari, C. I. S. Arisanti,


dan A. A. I. S. H. Dewandari

Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali


*E-mail: jemmy_anton@unud.ac.id

ABSTRAK

Pemanfaatan limbah hasil pertanian yang berupa jerami padi varietas IR64 di Bali belum optimal. Jerami
padi yang merupakan suatu biomassa lignoselulosa dengan kandungan selulosa sekitar 40% dapat dikembangkan
sebagai bahan baku pembuatan microcrystalline cellulose (MCC). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
kandungan alfa, beta dan gamma selulosa dari selulosa mikrokristal yang dihasilkan. Kandungan alfa selulosa
merupakan komponen selulosa utama yang berpengaruh terhadap tingkat kemurnian dari suatu selulosa mikrokristal.
Metode pembuatan selulosa mikrokristal dari jerami padi dilakukan dengan proses delignifikasi dengan NaOH 15%
dan proses hidrolisis menggunakan variasi konsentrasi HCl yaitu 1,5N; 2N; 2,5N; 3N dan 3,5N. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kadar alfa selulosa tertinggi yang diperoleh adalah 91,95%. Dari hasil penelitian ini, terlihat
bahwa penggunaan NaOH dalam proses delignifikasi dan HCl 3,5N sebagai agen penghidrolisis pada jerami padi
varietas IR64 mampu menghasilkan selulosa mikrokristal dengan kandungan alfa selulosa tertinggi.

Kata kunci: alfa selulosa, hidrolisis, jerami padi, microcrystalline cellulose

ABSTRACT

The utilization of agricultural waste from rice straw of IR64 varieties in Bali is not optimal. Rice straw
which is a lignocellulosic biomass with 40% cellulose content, can be developed as a raw material for production of
microcrystalline cellulose. This study was conducted to determine the content of alpha, beta and gamma cellulose of
microcrystalline cellulose from rice straw of IR64. The content of alpha cellulose is a major component of cellulose
which affects the purity of a microcrystalline cellulose. Method of making microcrystalline cellulose from rice straw
was done by delignification process with 15% NaOH and hydrolysis process using variation of HCl concentration
that is 1.5N; 2N; 2.5N; 3N and 3.5N. The results showed that the highest alpha cellulose obtained was 91.95%.
From the results of this study, it is seen that the use of NaOH in the delignification process and HCl 3.5N as a
hydrolyzing agent on rice straw of IR64 varieties capable to produce microcrystalline cellulose with the highest
alpha cellulose content.

Keywords: alpha cellulose, hydrolysis, microcrystalline cellulose, rice straw

PENDAHULUAN hingga saat ini di Bali. Padi ini banyak


dibudidayakan oleh petani di Kecamatan Penebel,
Indonesia merupakan negara agraris yang Kabupaten Tabanan, karena padi IR64 cocok
memiliki kekayaan sumber daya alam yang ditanam di daerah dataran tinggi. Sejauh ini
melimpah dari sektor pertanian. Namun, pemanfaatan jerami padi hanya terbatas digunakan
peningkatan produksi padi tidak diikuti dengan sebagai pakan ternak (31-39%), untuk industri (7-
pemanfaatan limbah pertanian secara optimal, 16%) dan sisanya dibiarkan membusuk atau
salah satunya adalah jerami padi. Padi varietas dibakar (Jalaludin, 2005). Menurut penelitian,
IR64 merupakan salah satu padi yang masih lestari jerami padi merupakan biomassa lignoselulosa

97
JURNAL KIMIA 12 (2), JULI 2018: 97-101

dengan kandungan selulosa yang cukup tinggi varietas IR64 diperoleh di daerah Jatiluwih,
yaitu sekitar 40% di samping kandungan lain yaitu Kabupaten Tabanan, Bali. Bahan-bahan kimia
berupa hemiselulosa dan lignin dalam jumlah yang derajat teknis seperti H2SO4 (Bratachem) dan
lebih kecil (Halim, 2002). Besarnya kandungan akuades (Bratachem). Bahan-bahan kimia
selulosa tersebut potensial untuk dikembangkan yang memiliki derajat kemurnian pro analisis
sebagai bahan baku pembuatan microcrystalline
(Merck Germany) yaitu natrium hidroksida
cellulose (MCC) (Halim, 2002). Selulosa
mikrokristal atau Microcrystal Cellulose (MCC) (NaOH) (Bratachem), asam klorida (HCl)
merupakan senyawa murni berbentuk kristalin, (Bratachem), indikator feroin (PT. Nusa Indah
memiliki sifat yang mudah mengalir, Megah), kalium dikromat, ferro amunium
kompresibilitas yang baik dan merupakan bahan sulfat.
yang dapat bertindak sebagai filler-
binderdisintegrant (Rowe, 2009). Peralatan
Prasetia et al., 2015a, menyatakan Alat yang digunakan dalam penelitian ini
penggunaan larutan NaOH dalam proses adalah mesin penggiling serbuk, alat-alat gelas,
delignifikasi mampu memurnikan selulosa hingga timbangan analitik (Adam AFP-360L), heater
dihasilkan alfa selulosa. Kandungan alfa selulosa (Corning PC-420D), ayakan mesh 10, magnetik
merupakan komponen selulosa utama yang stirer, corong masir, desikator, oven (Binder).
berpengaruh terhadap tingkat kemurnian dari suatu
selulosa mikrokristal. Penggunaan konsentrasi Cara Kerja
NaOH 15% pada deligifikasi jerami padi IR64 Pembuatan MCC dari jerami padi
diperoleh hasil alfa selulosa hingga sebesar Jerami padi varietas IR64 yang didapat
98,08% (Prasetia et al., 2015b). Delignifikasi kemudian dicuci, dipisahkan bagian daunnya dan
merupakan salah satu perlakuan pretreatment yang dilakukan pengeringan dengan bantuan sinar
akan membantu mengurangi kadar lignin, dengan matahari. Jerami padi yang kering digiling menjadi
cara melarutkan lignin dalam bahan sehingga serbuk dan diayak dengan ayakan 10 mesh hingga
mempermudah proses pemisahan lignin dengan diperoleh serbuk halus.
serat (Sumada dkk., 2011). a. Delignifikasi
Hidrolisis merupakan salah satu bagian Serbuk jerami padi 200 gram direndam
dalam proses pembuatan selulosa mikrokristal dalam 2L larutan NaOH konsentrasi 15%
yang berfungsi untuk menarik bahan selulotik yang selama 24 jam. Residu yang didapat dicuci
terdapat dalam biomassa lignoselulosa, yaitu dengan aquades hingga diperoleh pH 6-7
selulosa dan hemiselulosa setelah mengalami dan dioven pada suhu 85ºC selama 24 jam.
proses delignifikasi. Salah satu asam yang dapat b. Hidrolisis
digunakan dalam proses hidrolisis selulosa adalah 200 gram serbuk yang telah kering
asam klorida (HCl). Larutan asam klorida encer kemudian dihidrolisis dengan cara
akan menghidrolisis kandungan alfa selulosa dari direndam dalam 1,2L larutan HCl pada
tumbuhan berserat secara terkontrol (Rowe, 2009). variasi konsentrasi 1,5N; 2N; 2,5N; 3N;
Oleh sebab itu, pada penelitian ini ingin ditentukan 3,5N sambil diaduk menggunakan
perolehan kandungan alfa selulosa dari jerami padi magnetic strirrer selama 45 menit di atas
yang telah melalui proses delignifikasi penangas hingga semua serbuk berubah
menggunakan pelarut NaOH 15% dan hidrolisis menjadi suspensi seperti susu, kemudian
dengan HCl pada rentang variasi konsentrasi 1,5N; dicuci dengan aquades hingga pH 6-7.
2N; 2,5N; 3N dan 3,5N. Residu dikeringkan dengan oven pada
suhu 85ºC dan dihaluskan dengan ayakan
MATERI DAN METODE 10 mesh sehingga didapatkan MCC.

Bahan Identifikasi Selulosa Mikrokristal


Bahan tumbuhan yang digunakan untuk Identifikasi meliputi pengujian terhadap
sampel dalam penelitian ini adalah jerami padi kandungan alfa, beta, gamma selulosa. Metode

98
Evaluasi Kandungan Selulosa Mikrokristal Dari Jerami Padi (Oryza Sativa L.) Varietas IR64
(I G. N. J. A. Prasetia, I D. A. Yuliandari, D. G. Ulandari, C. I. S. Arisanti, dan
A. A. I. S. H. Dewandari)

pengukuran kandungan selulosa dilakukan HASIL DAN PEMBAHASAN


berdasarkan SNI 2009. Corong masir dan botol
timbang dipanaskan pada oven dengan suhu 105oC Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
sampai berat tetap. Setelah itu, dinginkan dalam kadar alfa selulosa, beta selulosa dan gamma
desikator sampai suhu kamar dan timbang dengan selulosa yang terdapat pada serbuk selulosa
ketelitian 0,5 mg. Kemudian tentukan kadar air mikrokristal jerami padi varietas IR64. Hasil
dengan menimbang 2g contoh uji masing-masing perolehan kandungan alfa, beta dan gamma
1,5 gram dan masukkan ke dalam gelas piala 300 selulosa dari mikrokristal selulosa jerami padi
mL. Selanjutnya, dilakukan penambahan NaOH dapat dilihat pada Tabel 1, kadar alfa selulosa
17,5% sebanyak 75 mL pada suhu terjaga 25oC diperoleh 91,95%. Ini merupakan nilai yang tinggi.
dan catat waktu penambahan NaOH. Larutan Beta selulosa merupakan bagian pulp yang larut
kemudian diaduk dengan alat hingga terdispersi dalam natrium hidroksida dan dapat diendapkan
sempurna dan hindari terjadinya gelembung dalam dalam larutan asam serta merupakan bagian yang
suspensi selama pengadukan berlangsung. terdegradasi. Sedangkan gamma selulosa
Kemudian cuci dengan 25 mL NaOH 17,5% yang merupakan bagian selulosa yang tersusun atas
ditambahkan ke dalam gelas piala sehingga total hemiselulosa sebagai kandungan utamanya (SNI,
larutan menjadi 100 mL. Selanjutnya simpan 2009).
dalam penangas dengan suhu 25oC. Tiga puluh
menit setelah penambahan NaOH pertama, Tabel 1. Kadar Alfa, Beta, dan Gamma Selulosa
ditambahkan 100 mL akuades dan aduk segera, dari mikrokristal selulosa jerami padi pada
kemudian gelas piala diletakkan dalam penangas berbagai Konsentrasi HCl
selama 30 menit. Aduk dengan batang pengaduk Konsentrasi Kadar Kadar Kadar
dan tuangkan ke dalam corong masir. Buang filtrat HCl Alfa Beta Gamma
pertama sebanyak 10 mL dan kumpulkan filtrat Selulosa Selulosa Selulosa
sebanyak 100 mL dalam labu. Kemudian pipet (%) (%) (%)
filtrat sebanyak 25 mL dan tambahkan 10 mL
larutan kalium dikromat 0,5 N kemudian HCl 1,5N 90,44 7,82 1,74
dimasukkan ke dalam labu 250 mL. Tambahkan
dengan hati-hati 20 mL asam sulfat pekat dengan HCl 2N 90,67 7,66 1,67
menggoyang labu. Biarkan larutan tetap panas HCl 2,5N 91,2 7,15 1,65
selama 15 menit pada suhu 125oC. Selanjutnya,
tambahkan 50 mL akuades dan didinginkan pada HCl 3N 91,93 6,69 1,4
suhu ruangan. Ditambahkan 2 tetes indikator
ferroin dan titrasi dengan larutan ferro ammonium HCl 3,5N 91,95 6,66 1,39
sulfat 0,1 N sampai larutan berwarna ungu. Blanko
dititrasi menggunakan filtrat pulp dengan 12,5 mL
larutan NaOH 17,5% dan 12,5 mL akuades. Selulosa alfa sering dijadikan parameter
Kandungan α-selulosa dihitung dengan rumus: kemurnian dari suatu selulosa (SNI, 2009).
Semakin tinggi kadar selulosa alfa maka semakin
baik mutu suatu bahan (Achmadi, 1990).
Kadar selulosa alfa, gamma dan beta dari
x = 100 –
selulosa mikrokristal jerami padi IR64 yang
dihasilkan dengan variasi konsentrasi HCl 1,5N;
Keterangan: 2N; 2,5N; 3N; 3,5N pada tahap hidrolisis
x = alfa selulosa (%) menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi
V1 = volume titrasi blanko (mL) HCl yang digunakan maka semakin tinggi
V2 = volume titrasi filtrat pulp (mL) perolehan kadar selulosa alfa yang dihasilkan
N = normalitas larutan ferro ammonium sulfat sedangkan kadar selulosa beta dan gamma semakin
A = volume filtrat pulp yang dianalisis (mL) menurun. Hal ini disebabkan karena ketika proses
W = berat kering oven contoh uji pulp (gram) delignifikasi berlangsung, konsentrasi NaOH yang

99
JURNAL KIMIA 12 (2), JULI 2018: 97-101

digunakan mampu melarutkan lignin dan merusak akan dihilangkan bagian amorfnya sehingga yang
struktur selulosa yang mengakibatkan serat-serat tersisa hanya bagian kristal selulosa. Hemiselulosa
selulosa semakin longgar sehingga semakin mudah dalam proses hidrolisis akan turut hilang karena
dihidrolisis (Gunam, 2010). NaOH melarutkan strukturnya yang sebagian besar bersifat amorf,
bentuk selulosa lain seperti beta selulosa dan sehingga akan mudah larut oleh asam dalam proses
gamma selulosa sehingga yang tersisa hanya alfa hidrolisis (Wilda, 2015). Gambar kurva hasil
selulosa (Indriyati, 2016). pengujian kandungan alfa, beta dan gamma
Proses hidrolisis dengan menggunakan HCl selulosa dapat dilihat pada Gambar 1.
menyebabkan selulosa yang sudah dalam keadaan
tidak terikat akibat pengaruh proses delignifikasi

Gambar 1. Hubungan Alfa, Beta dan Gamma Selulosa terhadap


variasi konsentrasi HCl 1,5N; 2N; 2,5N; 3N; dan 3,5N.

SIMPULAN DAN SARAN


konsentrasi, senyawa HCl telah mampu
Simpulan menghidrolisis selulosa menjadi bentuk
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa murninya yaitu alfa selulosa
penggunaan HCl sebagai agen penghidrolisis
pada jerami padi dengan konsentrasi 3,5N, Saran
menghasilkan selulosa mikrokristal dengan Perlu dilakukan penelitian mengenai
kandungan alfa selulosa tertinggi sebesar pengaruh hidrolisis terhadap karakteristik
91,95%. Seiring dengan peningkatan kimia selulosa mikrokristal dari jerami padi
varietas IR64.

UCAPAN TERIMA KASIH


DAFTAR PUSTAKA

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Suminar, A., 1990, Kimia Kayu, Departemen
seluruh pihak yang telah membantu dalam Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat
kelancaran kegiatan penelitian ini. Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat

100
Evaluasi Kandungan Selulosa Mikrokristal Dari Jerami Padi (Oryza Sativa L.) Varietas IR64
(I G. N. J. A. Prasetia, I D. A. Yuliandari, D. G. Ulandari, C. I. S. Arisanti, dan
A. A. I. S. H. Dewandari)

Antar Universitas, Ilmu Hayat, Institut Prasetia, I G. N. J. A., dan Putra, I G. N. A. D.,
Pertanian Bogor. 2015b, Pengaruh Konsentrasi NaOH
Indriyati, W., Musfiroh, I., Kusmawati, R., Terhadap Pem-bentukan Alfa Selulosa
Sriwidodo, dan Hasanah, A. N., 2016, Pada Pembuatan Selulosa Mikrokristal
Karakterisasi Carboxymethyl Cellulose Dari Jerami Padi Varietas IR64.
Sodium (Na-CMC) dari Selulosa Enceng Proceeding dalam Seminar Nasional
Gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) Sains dan Teknologi (Senastek) 2015.
Solms.) yang Tumbuh di Daerah Rowe, R. C., Paul J. S., dan Marian E. Q., 2009,
Jatinangor dan Lembang, IJPST, 3(3): 99- Handbook of Pharmaceutical Excipients
110. Sixth Edition, Pharmaceutical Press and
Halim, A., Ben, E. S., dan Sulastri, E., 2002, American Pharmacists Association: 129.
Pembuatan Selulosa Mikrokristalin SNI (Standar Nasional Indonesia), 2009, Pulp-
Selulosa dari Jerami Padi (Oryza sativa Cara Uji Kadar Selulosa Alfa, Beta dan
Linn) dengan Variasi Waktu Hidrolisa. Gamma, Jakarta: Badan Standarisasi
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, 7 Nasional.
(2): 80-87. Wilda, A. N., dan Ellina, S.P., 2015, Hidrolisis
Jalaludin dan Rizal, S., 2005, Pembuatan Pulp Eceng Gondok dan Sekam Padi Untuk
dari Jerami Padi Dengan Menggunakan Menghasilkan Gula Pe-reduksi Sebagai
Natrium Hidroksida., Jurnal Sistem Tahap Awal Produksi Bioetanol, Jurnal
Teknik Industri, 6 (5): 53-56. Teknik ITS, 4 (2): 109-114.
Prasetia, I G. N. J. A., Putra, I G. N. A. D., Sari Yugatama, A., Maharani, L., Pratiwi, H., dan
Arsana, D. A. M. I. P., dan Prabayanti, N. Ikaditya, L., 2015, Uji Karakteristik
P. M., 2015a, Studi Karakteristik Mikro-kristalin Selulosa Dari Nata De
Farmasetis Mikrokristalin Selulosa dari Soya Sebagai Eksipien Tablet,
Jerami Padi Varietas Lokal Bali, Jurnal Farmasains. 2 (6): 269-274.
Sains Materi Indonesia. 17(3): 119-123.

101
Jurnal Teknik Kimia Indonesia, Vol. 11, No. 2, 2012, 94-100

PEMANFAATAN AMPAS TEBU DAN KULIT PISANG


DALAM PEMBUATAN KERTAS SERAT CAMPURAN

Allita Yosephine, Victor Gala, Aning Ayucitra1*, Ery Susiany Retnoningtyas2


1Kelompok Keahlian Rekayasa Proses
2KelompokKeahlian Teknologi Bioproses
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Widya Mandala
Jalan Kalijudan 37, Surabaya 60114
E-mail: aayucitra@yahoo.com

Abstrak

Kertas serat campuran (atau kertas komposit) merupakan kertas yang terbuat dari dua jenis
serat berbeda yang bertujuan untuk memperkuat kertas tersebut. Dalam penelitian ini, pulp
ampas tebu dan pulp kertas koran bekas digunakan untuk membuat kertas serat campuran
dengan tujuan aplikasi kertas kemasan. Sebagai binder, digunakan kulit pisang yang
mengandung pati dan serat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari komposisi pulp
ampas tebu dan pulp kertas koran, serta untuk mengetahui massa binder yang digunakan
agar dihasilkan kertas serat campuran dengan ketahanan sobek dan kekuatan tarik yang
paling sesuai untuk aplikasi kertas kemasan. Proses yang digunakan untuk membuat pulp
ampas tebu adalah proses acetosolv. Kertas serat campuran dibuat dengan variasi komposisi
pulp ampas tebu dan pulp kertas koran dengan perbandingan 0:100, 10:90, 30:70, 50:50, dan
70:30. Selain itu, dilakukan juga variasi konsentrasi binder kulit pisang sebanyak 15, 25, 35,
45, dan 55 g/4 L. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kertas serat campuran yang
dihasilkan telah memenuhi standar kertas dasar kertas bungkus berlaminasi sesuai SNI 14-
6519-2001. Kertas serat campuran yang dibuat dengan komposisi pulp ampas tebu 30% dan
konsentrasi binder 35 g/4 L menghasilkan ketahanan sobek sebesar 4,018 KN/m dan
kekuatan tarik sebesar 20,5 N walaupun gramatur kertas lebih besar dari standar yang
ditetapkan.

Kata kunci: kertas serat campuran, pulp ampas tebu, binder kulit pisang, kertas kemasan

Abstract

Mixed fiber paper, also known as composite paper, is a paper made of two different fibers
that aims to strengthen the paper. In this study, mixed fiber paper for packaging purposes
was made by utilizing bagasse pulp and used newsprint pulp. As a binder, banana peel may
be used since it contains starch and fiber. The objectives of this research were to study the
effect of bagasse pulp composition and newsprint pulp, as well as to determine the mass
amount of binder used in producing mixed fiber paper which has both tear resistance and
tensile strength suitable for packaging paper. Mixed fiber paper was made by varying the
ratio of bagasse pulp and newsprint pulp as follows: 0:100, 10:90, 30:70, 50:50, 70:30, 90:10,
and 100:0. The study also carried out variation in binder concentration from banana skin
flour of 15, 25, 35, 45, and 55 g/4 L. As results, mixed fiber papers produced in this study
have met the requirement of Indonesia National Standard (SNI) of base paper for wrapping
(SNI 14-6519-2001). Mixed fiber paper with composition of 30% bagasse pulp and 35 g/4 L
banana peel binder concentration has tear resistance of 4,018 kN/m and tensile strength of
20,5 N, although the grammage of all papers is above the standard.

Keywords: mixed fiber paper, bagasse pulp, banana peel binder, packaging paper

*korespondensi

94
Pemanfaatan Ampas Tebu dan Kulit Pisang dalam Pembuatan Kertas (A. Yosephine dkk.)

1. Pendahuluan untuk mengikat komponen-komponen


Saat ini penggunaan kertas di penyusun kertas. Dalam penelitian ini, binder
Indonesia semakin bertambah sehingga yang digunakan berasal dari bahan alami,
penggunaan kayu sebagai bahan baku pulp yaitu kulit pisang. Kulit pisang mengandung
kertas juga meningkat (Pitakasari, 2011). pati yang merupakan salah satu komponen
Oleh karena itu, diperlukan bahan alternatif penting dari binder (Asuncion, 2003).
yang dapat digunakan untuk menggantikan Tujuan penelitian ini adalah untuk
peran kayu dalam pembuatan pulp kertas, mempelajari pengaruh perbandingan pulp
salah satunya adalah ampas tebu. ampas tebu dan pulp kertas koran serta
Ampas tebu memiliki kandungan serat konsentrasi binder dari kulit pisang sehingga
dan hemiselulosa yang tinggi, dimana kedua dapat diperoleh kertas serat campuran
hal tersebut merupakan syarat utama dalam dengan ketahanan sobek dan kekuatan tarik
pembuatan kertas (Sudaryanto dkk., 2002; yang paling sesuai untuk diaplikasikan
Witono dan Michaella, 2005; PaperOnWeb, sebagai kertas kemasan.
2010). Ada banyak penelitian yang telah
dikembangkan untuk pembuatan pulp dan 1.1 Kertas Kemasan
kertas dari ampas tebu, antara lain oleh Agar sesuai dengan aplikasinya
Sudaryanto dkk. (2002) dan Antaresti dkk. sebagai bahan baku kertas kemasan, maka
(2004). Sudaryanto dkk. (2002) mempelajari kualitas kertas serat campuran dalam
proses pembuatan pulp dari ampas tebu penelitian ini diarahkan untuk dapat
dengan menggunakan jamur Fusarium solani memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI
dan Trichoderma viride, sedangkan Antaresti 14-6519-2001) yaitu sebagai kertas dasar
dkk. (2004) meneliti proses pembuatan pulp untuk kertas pembungkus berlaminasi
dari ampas tebu dengan proses organosolv plastik. Standar kertas yang diatur dalam SNI
menggunakan larutan pemasak asam asetat 14-6519-2001 dapat dilihat pada Tabel 1
dan katalis asam sulfat. (BSN, 2001). Arah mesin merupakan
Kertas serat campuran, atau seringkali pengukuran yang dilakukan pada kertas yang
dikenal dengan istilah kertas komposit, searah dengan hasil cetakan kertas,
merupakan kertas yang terbuat dari sedangkan silang mesin menunjukkan
campuran dua macam atau lebih pulp kertas pengukuran kertas yang dilakukan tegak
dengan bahan lain, seperti polimer dan lurus dari hasil cetakan kertas.
kertas bekas yang bertujuan untuk
meningkatkan nilai guna kertas (Julianti dan Tabel 1. Karakteristik Kertas Dasar untuk
Nurminah, 2006). Pembuatan kertas serat Kertas Pembungkus Berlaminasi Plastik
campuran merupakan salah satu cara Menurut SNI 14-6519-2001
alternatif pembuatan kertas yang akan Karakteristik Satuan Persyaratan
membantu mengurangi limbah kertas dan Gramatur g/m2 70 ± 2,8
terutama mengurangi penggunaan kayu Tebal mm 0,110 – 0,142
untuk pembuatan kertas. Pada penelitian Arah
kN/m Min 1,96
pembuatan kertas serat campuran ini, bahan Mesin
Kuat Tarik
Silang
baku yang digunakan adalah ampas tebu, kN/m Min 1,63
Mesin
sedangkan sebagai campurannya digunakan Arah
kertas koran bekas mengingat banyaknya mN Min 392
Ketahanan Mesin
produksi koran per hari yang tentunya akan Sobek Silang
menimbulkan masalah apabila kertasnya mN Min 416
Mesin
tidak didaur ulang. Metode yang digunakan Porositas mL/menit Maks 1000
dalam membuat pulp pada proses pembuatan Kekasaran, WS mL/menit Maks 1700
kertas serat campuran ini adalah asetosolv,
yaitu proses delignifikasi dengan 1.2 Ampas Tebu
menggunakan asam asetat (Vazquez dkk., Ampas tebu, atau disebut juga dengan
1997). Metode ini merupakan metode yang bagas, adalah hasil samping dari proses
ramah lingkungan karena limbah lindi ekstraksi cairan tebu. Ampas tebu sebagian
hitamnya mudah didaur ulang. Selain itu, besar mengandung ligno-cellulose. Panjang
asam asetat adalah salah satu pelarut organik seratnya antara 1,7-2 mm dengan diameter
yang tidak berbahaya bagi lingkungan. sekitar 20 µm, sehingga ampas tebu ini dapat
Dalam pembuatan kertas serat memenuhi persyaratan untuk diolah menjadi
campuran, umumnya digunakan binder

95
Jurnal Teknik Kimia Indonesia, Vol. 11, No. 2, 2012

papan-papan buatan. Serat bagas tidak dapat perekat dalam. Pati mampu mengikat bahan-
larut dalam air dan sebagian besar terdiri bahan penyusun kertas untuk meningkatkan
dari selulosa, pentosan, dan lignin. Hasil kualitas kertas. Pati ditambahkan dalam
analisis serat bagas tercantum dalam Tabel 2 pembuatan pulp sebelum dibuat menjadi
(Sudaryanto dkk., 2002). kertas. Pati akan meningkatkan jumlah
kertas yang dihasilkan serta keelastisan
Tabel 2. Komposisi Kimia Ampas Tebu kertas yang diproduksi. Pati mengisi pori
Kandungan Kadar (%) kertas, menghaluskan permukaan kertas, dan
Abu 3 mencegah tinta menyebar pada permukaan
Lignin 22 ketika kertas tersebut diitulis. Pati yang
Selulosa 37 teroksidasi, asam dari modifikasi pati, dan
Sari 1 kation dari pati biasa digunakan dalam
Pentosan 27 proses pembuatan kertas, bersama dengan
SiO2 3 hidroksimetil yang dimodifikasi dan fosfat
ester dari pati, untuk meningkatkan
1.3 Proses Acetosolv kekuatan dan ketebalan dari beberapa jenis
Proses acetosolv dalam pengolahan kertas, seperti kertas untuk kalender dan
pulp memiliki beberapa keunggulan, antara kotak karton (Asuncion, 2003).
lain: bebas senyawa sulfur, daur ulang
limbah dapat dilakukan hanya dengan 1.5 Kulit Pisang
metode penguapan dengan tingkat Tanaman pisang merupakan salah
kemurnian yang cukup tinggi, dan nilai hasil satu jenis tanaman yang banyak tumbuh di
daur ulangnya jauh lebih mahal dibanding daerah tropis. Kulit pisang mengandung
dengan hasil daur ulang limbah kraft banyak senyawa yang dapat dimanfaatkan.
(Simanjutak, 1994). Aziz dan Sarkanen Kandungan dalam pisang dapat dilihat pada
(1989) menguatkan pernyataan tersebut Tabel 3. Kandungan pati dalam kulit pisang
dengan mengatakan bahwa rendemen pulp cukup tinggi, yaitu 12,78% (Emaga dkk.,
lebih tinggi, pendauran lindi hitam dapat 2007). Dalam penelitian ini, pati yang
dilakukan dengan mudah, dapat diperoleh terdapat dalam kulit pisang akan digunakan
hasil samping berupa lignin dan furfural sebagai binder, sehingga mengurangi limbah
dengan kemurnian yang relatif tinggi, dan dan menaikkan nilai ekonomis dari kulit
ekonomis dalam skala yang relatif kecil. pisang.
Dalam proses pembuatan pulp dengan
metode acetosolv, ada banyak hal yang perlu Tabel 3. Kandungan Senyawa Dalam Kulit
diperhatikan, mulai dari suhu, waktu Pisang
pemasakan, konsentrasi asam asetat dan juga Kandungan
Senyawa
konsentrasi katalis yang digunakan. Pada (g/100 g berat kering)
umumnya, proses pembuatan pulp dengan Protein 8,6
metode acetosolv dilakukan pada suhu 110oC Lemak 13,1
selama 2-5 jam. Konsentrasi asam asetat Pati 12,8
yang digunakan sebesar 95%. Katalis yang Abu 15,3
dipakai dalam proses pulping dengan metode Serat total 50,3
acetosolv adalah asam klorida (HCl) sebanyak
0,01% (Vazquez dkk., 1997). 2. Metodologi
2.1 Peralatan dan Bahan
1.4 Binder Perendaman kulit pisang dan kertas
Binder mempunyai pengaruh yang 96koran dilakukan dalam ember96.
besar pada sifat akhir kertas. Fungsi binder Pembuburan kertas 96koran dilakukan
antara lain bertindak sebagai pembawa dengan blender. Pengecilan ukuran ampas
pigmen, pengikat partikel pigmen menjadi tebu dilakukan dengan grinder. Proses
satu, mengikat partikel pigmen dengan delignifikasi dilakukan di dalam labu bundar
kertas, memberi sifat alir yang dibutuhkan 2 L dengan jaket pemanas dan dilengkapi
dan mengontrol absorpsi tinta cetak selama dengan motor pengaduk, 96 termometer, dan
proses cetak pada kertas (PaperOnWeb, bulb condenser. Proses penyaringan
2010). Pati merupakan binder yang berasal menggunakan vacuum pump dan corong
dari bahan alam dan juga termasuk jenis Buchner. Kertas serat campuran dibuat

96
Pemanfaatan Ampas Tebu dan Kulit Pisang dalam Pembuatan Kertas (A. Yosephine dkk.)

dengan menggunakan cetakan kertas. kemudian direndam dalam etanol selama 24


Peralatan yang digunakan untuk pengujian jam, lalu disaring dan dikeringkan.
adalah statif, klem, penjepit, wadah, dan Pembuatan pulp kertas koran
beban pemberat. dilakukan dengan merendam kertas koran
Bahan yang digunakan dalam dalam aquades dan membuburkan kertas
penelitian ini meliputi ampas tebu (kadar α- koran terlebih dahulu. Setelah itu, kertas
selulosa / KAS = 36,81%, kadar air = 9,67%, koran direndam dalam etanol untuk proses
dan kadar abu = 6,16%), kertas 97koran bleaching atau penghilangan tinta. Pulp
(kadar α-selulosa = 83,63%), serta kulit kertas koran kemudian disaring dan
pisang (Musa 97paradisiaca ABB) dengan dikeringkan.
kadar pati = 10,11%. Bahan kimia yang Pembuatan kertas serat campuran
digunakan antara lain asam asetat, asam dilakukan dengan mencampur pulp ampas
klorida, etanol teknis, dan natrium tiosulfat tebu dan pulp kertas koran dengan komposisi
pentahidrat. Ampas tebu dan kertas 97koran massa pulp ampas tebu terhadap pulp kertas
sebagai bahan baku kertas serat campuran, koran sebagai berikut: 0, 10, 30, 50, dan 70%.
sedangkan kulit pisang sebagai bahan baku Campuran pulp kemudian dicampur dengan
binder kertas. Asam asetat digunakan sebagai menggunakan blender, sementara itu binder
larutan pemasak dalam proses delignifikasi kulit pisang dilarutkan dalam air hangat
dengan asam klorida sebagai katalis. Etanol sebanyak 400 mL. Larutan binder kulit pisang
digunakan dalam proses bleaching tinta kemudian dicampur ke dalam bubur pulp,
kertas koran bekas, sementara natrium kemudian diencerkan hingga volume 4 L.
tiosulfat pentahidrat digunakan dalam proses Dilakukan variasi terhadap konsentrasi
pembuatan binder. binder, yaitu 15, 25, 35, 45, dan 55 g/4 L.
Bubur pulp lalu dicetak dengan
2.2 Prosedur Kerja menggunakan cetakan kertas dan
Tahapan penelitian yang dilakukan dikeringkan pada suhu ruang sehingga
adalah sebagai berikut: pembuatan binder didapatkan lembaran kertas.
dari kulit pisang, pembuatan pulp ampas
tebu, pembuatan pulp kertas koran, serta 2.3 Pengujian
pembuatan dan pengujian kertas serat Pengujian kertas serat campuran
campuran. dilakukan dengan menentukan gramatur,
Pembuatan binder kulit pisang kuat tarik dan ketahanan sobek kertas.
dilakukan dengan merendam kulit pisang Pengujian gramatur dilakukan menurut SNI
kepok yang telah dipotong kecil dalam ISO:538-2010 (BSN, 2010). Pengujian kuat
larutan natrium tiosulfat. Kulit pisang tarik kertas dilakukan dengan menggunakan
kemudian dikeringkan dan ditumbuk hingga modifikasi dari SNI 14-0437-2008 (BSN,
halus (Direktorat Pengolahan dan Pemasaran 2008). Pengujian ketahanan sobek dilakukan
Hasil Hortikultura, 2004). dengan metode Elmendorf yang telah
Pembuatan pulp ampas tebu dilakukan dimodifikasi dari SNI 14-0436-2009 (BSN,
dengan mencuci ampas tebu terdahulu dan 2009).
dijemur hingga kering. Ampas tebu kemudian
digiling hingga halus. Serbuk ampas tebu 3. Hasil dan Pembahasan
dimasukkan dalam labu ukur 2 L sebanyak 3.1 Gramatur Kertas pada Berbagai
60 g bersama dengan asam asetat sebanyak Variasi Komposisi Pulp dan Konsentrasi
600 mL dan asam klorida 0,01%. Pemasakan Binder
ampas tebu dilakukan pada suhu maksimum Dari proses pembuatan kertas serat
110oC dengan tekanan yang terjadi pada campuran didapatkan gramatur kertas untuk
suhu tersebut. Pengadukan dilakukan dengan berbagai variasi komposisi pulp (pulp ampas
kecepatan 900 rpm selama 2 jam (Vazquez tebu : pulp kertas koran) dan konsentrasi
dkk., 1997). Pulp ampas tebu yang dihasilkan binder dari kulit pisang. Data gramatur kertas
disaring dan dibilas dengan aquades. Pulp dapat dilihat pada Gambar 1.

97
Jurnal Teknik Kimia Indonesia, Vol. 11, No. 2, 2012

Gambar 1. Gramatur kertas serat campuran pada berbagai komposisi pulp

Gramatur merupakan massa kertas tekanan dan debit tangki keluaran buburan
dari suatu satuan luas tertentu (BSN, 2010). kertas pada alat yang digunakan sehingga
Dari data yang diperoleh, gramatur kertas kertas dapat dicetak sesuai dengan standar
serat campuran bervariasi antara 114,0333 – yang ada dan dihasilkan gramatur yang
156,5000 g/m2. Gramatur kertas yang konstan (Julianti dan Nurminah, 2006).
bervariasi tersebut disebabkan oleh proses
pencetakan kertas yang masih manual 3.2 Pengaruh Komposisi Pulp dan
sehingga sulit didapatkan gramatur kertas Konsentrasi Binder Terhadap Ketahanan
yang konstan. Selain itu, gramatur kertas juga Sobek dan Kuat Tarik Kertas
tidak memenuhi SNI 14-6519-2001 untuk Hasil ketahanan sobek dan kuat tarik
kertas dasar kertas bungkus berlaminasi kertas serat campuran bervariasi pada
yang memiliki standar sebesar 70 ± 2,8 g/m2 berbagai komposisi pulp dan konsentrasi
(BSN, 2001) serta tidak dapat menghasilkan binder dari kulit pisang. Hasil penelitian
kertas dalam lembaran tipis karena ketahanan sobek dan kuat tarik kertas serat
keterbatasan dalam proses pencetakan. Hal campuran dapat dilihat pada Gambar 2 dan
ini berbeda dengan dunia industri, dimana Gambar 3, secara berurutan.
pencetakan kertas dapat diatur melalui

Gambar 2. Hasil uji ketahanan sobek kertas serat campuran pada berbagai komposisi pulp

98
Pemanfaatan Ampas Tebu dan Kulit Pisang dalam Pembuatan Kertas (A. Yosephine dkk.)

Gambar 3. Hasil uji kuat tarik kertas serat campuran pada berbagai komposisi pulp

Dari Gambar 2 dan Gambar 3, dapat disobek. Pada konsentrasi binder terlalu
dillihat bahwa ketahanan sobek dan kuat rendah (< 35 g), binder pati yang terlarut
tarik kertas paling maksimal didapatkan lebih sedikit, akibatnya pati tidak dapat
pada saat komposisi pulp ampas tebu 30%. mengikat selulosa dengan baik dan kertas
Hal ini disebabkan karena pada kertas menjadi lebih rapuh (PaperOnWeb, 2010).
dengan komposisi pulp ampas tebu terlalu Hasil kertas serat campuran yang
besar (> 30%), kandungan serat pendek didapatkan semua memenuhi standar
menjadi semakin banyak dibandingkan ketahanan sobek dan kuat tarik menurut SNI
dengan serat panjang yang berasal dari pulp 14-6519-2001 untuk kertas dasar kertas
kertas koran sehingga kertas menjadi lebih bungkus berlaminasi yang memiliki standar
rapuh (Stuart, 1996). Pada kertas dengan minimum 0,416 N untuk ketahanan sobek
komposisi ampas tebu terlalu kecil (<30%), dan 1,63 kN/m untuk kuat tarik kertas (BSN,
kertas juga menjadi lebih rapuh karena 2001).
kandungan pulp kertas koran menjadi
semakin banyak dibandingkan dengan pulp 4. Kesimpulan
ampas tebu. Serat recycle seperti kertas Ketahanan sobek dan kuat tarik kertas
koran mempunyai low tensile strength karena makin meningkat seiring dengan
serat telah mengalami proses mekanis yang peningkatan komposisi pulp ampas tebu
singkat tetapi berulang menyebabkan terhadap pulp kertas koran hingga ketahanan
rusaknya serat (Kelly, 1989). maksimum, yaitu 4,0180 N pada ketahanan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sobek dan 20,5 kN/m pada kuat tarik untuk
ketahanan sobek dan kuat tarik kertas paling perbandingan 30:70, dan kemudian menurun
besar pada saat konsentrasi binder sebanyak menjadi 2,8420 N untuk ketahanan sobek
35 g. Hal ini disebabkan karena pada saat dan 6,62 kN/m untuk kuat tarik. Ketahanan
konsentrasi binder terlalu besar (>35 g), sobek kertas serat campuran dari ampas
kandungan pati yang terlarut terlalu tinggi, tebu telah memenuhi SNI 14-6519-2001
sehingga kertas menjadi lebih keras dan juga yang merupakan standar kertas dasar kertas
getas (PaperOnWeb, 2010). Binder yang bungkus berlaminasi. Ketahanan sobek dan
digunakan adalah pati dari kulit pisang kuat tarik kertas juga meningkat seiring
dimana kandungan amilopektinnya lebih dengan peningkatan penggunaan binder
tinggi daripada amilosa (76-81% dan 19- tepung kulit pisang hingga batas maksimum,
24%, secara berurutan). Semakin tinggi yaitu 4,0180 N pada ketahanan sobek dan
kandungan amilopektin maka tensile 20,5 kN/m pada kuat tarik untuk konsentrasi
strength-nya semakin rendah (Kaplan, 1998). binder 35 g/4L, kemudian menurun.
Keadaan kertas yang keras dan getas inilah
yang menyebabkan kertas menjadi mudah

99
Jurnal Teknik Kimia Indonesia, Vol. 11, No. 2, 2012

Daftar Pustaka
Antaresti; Christina, N.; Selviana, E.; Nguyen, X. T., Recycling Waste Cellulosic
Indrawati, M.; Yosanto, Organosolv dan Material with Sodium Sulphide Digestion, U.S.
Proses Biokimia sebagai Alternatif Proses Patent 5,147,503, 15 Sept 1992.
Pulping yang Ramah Lingkungan, Prosiding
Seminar Nasional Fundamental dan Aplikasi PaperOnWeb, http://paperonweb.com/
Teknik Kimia, Surabaya, 15 November 2004. wood.htm, (akses 20 September 2010).

Asuncion, J., The Complete Book of Paper Pitakasari, A. R., Perusahaan Tak Cemas Krisis
Making, Lark Books: New York, 2003; hal. 29. di Barat, Kebutuhan Pulp dan Kertas Asia
Menguat, Republika Online, 15 Desember
Aziz, S.; Sarkanen, K., Organosolv pulping - A 2011.
review, TAPPI Journal, 1989, 72(3), 169-175. http://www.republika.co.id/berita/ekonomi
/bisnis/11/12/15/lw94xx-perusahaan-tak-
BSN, Cara Uji Kekuatan tarik dan Daya cemas-krisis-di-barat-kebutuhan-pulp-dan-
Regang lembaran Pulp, Kertas dan Karton kertas-asia-menguat (akses 24 Juni 2012).
(Metode Kecepatan Pembebanan Tetap, SNI
14-0437-2008, 2008. Simanjutak, H. M., Mempelajari Pengaruh
Komposisi Larutan Pemasak dan Suhu
BSN, Kertas: Cara Uji Ketahanan Sobek Pemasakan pada Pengolahan Pulp Acetosolv
Metode Elmendorf, SNI 14-0436-2009, 2009. Kayu Eucalyptus Deglupta, Skripsi, Institut
Pertanian Bogor, Agustus 1994.
BSN, Kertas dan Karton - Cara Uji Gramatur,
SNI ISO 536:2010, 2010. Stuart, R. C., Development TMP fiber and
quality of pulp, Appita, 1996, 49(5), 197-210.
BSN, Kertas Dasar untuk Kertas Pembungkus
Berlaminasi Plastik, SNI 14-6519-2001, 2001. Sudaryanto, Y.; Antaresti; Wibowo, H.,
Biopulping Ampas Tebu Menggunakan
Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Trichoderma viride dan Fusarium solani,
Hortikultura, Cara Membuat Tepung Pisang, Prosiding Seminar Nasional Fundamental
Buletin Teknopro Hortikultura, 2004. dan Aplikasi Teknik Kimia, Surabaya, 30
September 2002; hal. 163-171.
Emaga, T. H.,; Andrianaivo, R. H.; Wathelet,
B.; Tchango, J. T.; Paquot, M., Effects of the Vazquez, G.; Antorrena, G.; Gonzalez, J.;
stage of maturation and varieties on the Freire, S.; Lopez, S., Acetosolv pulping of pine
chemical composition of banana and plantain wood. kinetic modelling of lignin
peels, Food Chemistry, 2007, 103(2), 590- solubilization and condensation, Bioresource
600, 2007. Technology, 1997, 59(2-3), 121-127.

Julianti, E.; Nurminah, M., Teknologi Witono, J. R.; Michaella, Pengaruh


Pengemasan, Bahan kuliah terbuka Pencampuran Serat Pelepah Pisang dan Serat
Opencourseware, Universitas Sumatera Utara, Kertas Koran Bekas terhadap Kualitas Kertas
2006. yang Dihasilkan, Prosiding Seminar Nasional
Fundamental dan Aplikasi Teknik Kimia,
Kaplan, D. L., Biopolymers from Renewable Surabaya, 27 Juni 2005; hal. 108-113.
Resources, Springer-Verlag Berlin Heidelberg:
New York, 1998; hal. 39 , 1998. Yung, B. S.; Jeon, Y.; Shin, Y. C.; Kim, D., Effect
of mechanical impact treatment on fibre
Kelly, A., Concise Encyclopedia of Composite morphology and hand-sheet properties,
Materials, Pergamon Press: England, 1989; Appita, 2002, 55(6), 475-479.
hal. 217.

100
PENGARUH PENAMBAHAN LIMBAH PELEPAH PISANG
SEBAGAI KOMPONEN DAUR ULANG KERTAS

Sri Karyati*, Lucky Herawati**, Sri Puji Ganefati***

* JKL Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Jl. Tatabumi 3, Gamping, Sleman, DIY 55293
email: srikaryati1992@yahoo.com
** JKL Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
*** JKL Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

Abstract

The habit of some people in waste recycling is still considered as an activity that time, money
and energy wasting, whereas actually the activity has many advantages. One type of agricultural
wastes is dry midrib of banana, which contains cellulose up to 63 - 64 %, so that it is potential as
raw material for pulp making in the paper production. The aim of this research is to understand
the influence of the addition of dry banana midrib variations as one component of recycled paper
processing on the paper tensile strength, by conducting an experiment which employed post test
only control group design. From the six treatment variations and one control, the average of the
tensile strength from 15 sheets of the recycled paper yielded from each ratio of used paper and
dry banana midrib, i.,e. 1:0,5; 1:1; 1:1,5; 1:2; 1,5:2; and 0,5:2 were 4474 gram; 5524 gram; 6650
gram; 7848 gram; 9546 gram and 6800 gram, respectively. The p-value derived from the one-
way anova testing was <0,001, therefore it can be interpreted that the differences was signifi-
cant. Compared with the other five, the rasio variation of 1,5:2; produced the best paper tensile
strength. The factors that affecting the strength are: fiber length, material components, pressure,
and bonds between the fibers which are associated with fine fiber contents. It can be concluded
that in the recycled paper processing, the bigger the amount of the material component, the
higher the tensile strength is gained.

Keywords : recycled paper, dry banana midrib, paper tensile strength test

Intisari

Kebiasaan sebagian masyarakat untuk mendaur-ulang limbah masih dianggap sebagai kegiatan
yang menghabiskan waktu, uang dan tenaga saja. Padahal aktifitas tersebut dapat memberi ba-
nyak manfaat. Salah satu limbah yang berasal dari pertanian adalah pelepah pisang kering yang
mengandung selulosa sebanyak 63 - 64 % sehingga berpotensi menjadi bahan baku pem-
buatan pulp dalam produksi kertas. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penam-
bahan variasi pelepah pisang kering sebagai komponen dalam proses daur ulang kertas terha-
dap kuat tarik kertas yang dihasilkan dengan melakukan eskperimen menggunakan desain post-
test only control group. Dari enam variasi perlakuan dan satu kontrol, rerata hasil uji kuat tarik
kertas terhadap 15 lembar kertas dari masing-masing perlakuan perbandingan antara kertas
bekas dan pelepah pisang kering yang digunakan, yaitu 1:0,5; 1:1; 1:1,5; 1:2; 1,5:2; dan 0,5:2;
secara berturut-turut adalah sebesar: 4474 gram; 5524 gram; 6650 gram; 7848 gram; 9546 gram
dan 6800 gram. Setelah diuji dengan one way anova diperoleh nilai p < 0,001 yang berarti
bahwa perbedaan yang ada memang bermakna. Variasi perbandingan 1,5:2 menghasilkan kuat
tarik paling baik dibandingkan dengan lima lainnya. Faktor yang berpengaruh pada kuat tarik
adalah panjang serat, komponen bahan, proses penekanan, dan ikatan antar serat yang ber-
hubungan dengan kandungan serat halus. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa semakin ba-
nyak jumlah komponen bahan dalam pembuatan kertas daur ulang maka akan semakin besar
pula kuat tarik kertas yang dihasilkan.

Kata Kunci : kertas daur ulang, pelepah pisang kering, uji kuat tarik kertas

PENDAHULUAN rupakan hasil aktivitas manusia maupun


alam yang sudah tidak digunakan lagi
Salah satu masalah yang sering di- karena sudah diambil unsur atau fungsi
jumpai di lingkungan adalah persoalan utamanya. Hampir 75 % sampah yang
sampah. Sampah adalah suatu bahan mendominasi di Indonesia adalah sam-
yang terbuang atau dibuang dan me- pah organik. Sampah jenis ini jika tidak
Karyati, Herawati & Ganefati, Pengaruh Penambahan Limbah …

ditangani dengan baik dan benar akan an. Berdasarkan hasil uji pendahuluan,
menimbulkan bau tidak sedap, meng- kertas daur ulang dengan tiga perban-
hasilkan bakteri dan kuman yang ber- dingan antara kertas bekas pakai dan
potensi mengganggu kesehatan 1). pelepah pisang kering 1:1; 1:2 dan 2:1,
Pelepah pisang merupakan limbah diperoleh kuat tarik kertas yang paling
pertanian yang dihasilkan dari pohon pi- kuat adalah pada perbandingan 1:2, ya-
sang, setelah bagian daun pisang di- itu sebesar 4590 gram.
ambil. Produksi limbah pelepah pisang Penelitian ini bertujuan untuk me-
diperkirakan mencapai 640.000 batang ngetahui banyaknya proporsi limbah pe-
dengan asumsi produksi limbah sebesar lepah pisang yang digunakan dalam
80 % dari sekitar 800.000 pohon 2). daur ulang kertas, yang menghasilkan
Pelepah pisang kering merupakan sisa kuat tarik terbaik.
tangkai yang tidak ditumbuhi oleh daun
dan masih menempel pada batang po- METODA
hon pisang hingga mengering oleh ban-
tuan sinar matahari. Jenis penelitian yang digunakan da-
Dalam hal ini, masyarakat belum di- lam penelitian ini adalah eksperimen de-
budayakan untuk memanfaatkan sam- ngan desain penelitian post-test only
pah termasuk pelepah pisang kering ka- control group, yaitu dari kelompok yang
rena masih dianggap hanya akan meng- dipilih secara random dimana kelompok
habiskan waktu, uang dan tenaga. Pa- pertama diberikan perlakuan dan ke-
dahal, pelepah pisang kering mempu- lompok yang lain tidak 5).
nyai kandungan selulosa sebanyak 63 – Obyek pada penelitian ini adalah se-
64 % yang dapat dimanfaatkan sebagai luruh pelepah pisang kering yang masih
bahan baku pembuatan pulp untuk ker- menempel pada batang pisang dan me-
tas seni 3). Selain itu, di dalam limbah rupakan sisa dari pengambilan daun pi-
pelepah pisang kering juga terdapat 20 sang. Variasi perbandingan yang digu-
% hemiselulola, 5 % kadar lignin rendah, nakan antara kertas bekas dengan lim-
serta panjang serat sekitar 4,29 mm. bah pelepah pisang kering dalam pem-
Kandungan selulosa tinggi merupa- buatan daur ulang kertas ini adalah 1:1;
kan salah satu syarat bagai bahan baku 1:0,5; 1:1,5; 1:2; 0,5:2 dan 1,5:2. Di
dalam menghasilkan kertas yang ber- mana masing-masing dalam satu bagian
kualitas. Kertas adalah bahan yang tipis perbandingan menggunakan berat 100
dan rata, yang dihasilkan dari kompresi gram, sehingga untuk tiap set lengkap
serat yang berasal dari pulp. Menurut perlakuan dibutuhkan 600 gram kertas
Indonesian Pulp & Paper Association Di- bekas dan 900 pelepah pisang kering.
rectory, konsumsi kertas di Indonesia Adapun untuk kelompok kontrol, perban-
sangat tinggi mencapai jutaan ton setiap dingan yang digunakan adalah 1:0, atau
tahun. Hal tersebut berakibat pada se- tanpa menggunakan pelapah pisang sa-
makin berkurangnya pohon yang men- ma sekali.
jadi bahan baku pembuatan kertas ter- Sampel pelepah pisang kering di-
sebut. ambil dengan cara purposive sampling,
Kegiatan daur ulang termasuk ke sedangkan sampel untuk uji kuat tarik
dalam prinsip pencegahan pencemaran kertas daur ulang pada masing-masing
guna menciptakan produk yang sehat, perbandingan adalah sebanyak 15 lem-
aman dan berkualitas 4). Daur ulang ter- bar.
hadap satu ton kertas mampu menyela- Jalannya penelitian secara garis be-
matkan 17 pohon kayu sebagai bahan sar meliputi: 1) Pembuatan perekat atau
baku kertas. lem dari bahan tepung kanji dengan per-
Hasil kualitas kertas sendiri, dapat bandingan kebutuhan bahan antara air
ditinjau dari kekuatan tariknya, yang di- dan tepung kanji, 1 : 4, 2) Pembuatan
definisikan sebagai kemampuan kertas bubur pelepah pisang, yang dimulai dari
untuk mempertahankan keadaannya su- penjemuran pelepah pisang kering yang
paya tidak putus bila dikenakan regang- sudah dipotong kecil-kecil kemudian di-
Sanitasi, Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.5, No.1, Agustus 2013, Hal 8 - 15

rebus selama 15 menit dengan soda api lam pembuatan daur ulang kertas ter-
agar lebih lunak dan mudah dihaluskan sebut, digunakan one way anava pada
dengan menggunakan blender selama ½ perangkat lunak SPPS for windows versi
- 1 menit, 3) Pembuatan bubur kertas 16.0 dengan taraf signifikansi 5 %.
dengan menggunakan potongan-potong-
an kertas bekas yang sudah direndam Gambar 1.
Desain alat uji kuat tarik kertas
selama 24 jam kemudian dihaluskan se-
lama 1-2 menit dengan blender, 4)
Pembuatan kertas dengan penambahan
pelepah pisang kering, bubur kertas dan
bubur pelepah yang sudah halus dan di-
campur sesuai dengan perbandingan
berat, lalu ditambahkan lem kanji, me-
nyaring bubur kertas dengan screen
yang sudah diberi bingkai lepas, me-
lepas bingkai kemudian dibalik di atas
papan yang sudah dilapisi kain sehingga
posisi kain berada ditengah-tengah pa-
pan dan screen. Selanjutnya pada bagi-
an screen ditekan dengan beban 5 kg
atau secara manual memakai alat yang
ditekan dengan tangan. Jika kandungan
air sudah berkurang/habis, kain yang ter-
dapat cetakan kertas dijemur selama ½ -
1 hari hingga kering kemudian disetrika
agar hasil lebih bagus, 5) Pengujian kuat HASIL
tarik kertas yang dilakukan dengan me- Grafik 1.
tode obyektif, yaitu kertas daur ulang di- Rerata hasil uji tarik kertas daur ulang
potong dengan ukuran panjang 21 cm pada berbagai variasi perbandingan
dan lebar 7,5 cm, lalu dilipat 4 cm pada
bagian atas dan bawah dan kemudian 12000
dijepit kedua ujungnya dengan alat uji
tarik. Ujung bagian atas diletakkan di an- 10000 9546
tara dua benda sehingga menggantung
sedangkan bagian bawah diberikan kan-
7848
tong. Berikan beban pasir pada kantong 8000
tersebut hingga kertas sobek. Catat 6650 6800
berat pasir saat sobek kemudian diku-
6000 5524
rangkan dengan berat 25 gram pasir un-
tuk hasil kuat tarik maksimal dari kertas 4261 4474
daur ulang. Gambar 1 adalah desain dari 4000
alat uji kuat tarik kertas yang digunakan.
Hasil pengukuran kuat tarik kertas
dari enam variasi perbandingan bahan 2000
pembuatan dan satu kontrol dimasukkan
ke dalam tabel, sehingga total diperoleh 0
105 data. Seluruh nilai kuat tarik pada kontrol 1:0,5 1:1,0 kertas
Uji tarik 1:1,5 (gr)
1:2,0 1,5:2 0,5:2
kelompok perlakuan dikurangi dengan
dengan nilai kuat tarik yang diperoleh
dari kontrol, dan hasilnya diuji normalitas Grafik di atas menunjukkan rerata
distribusinya Kolomogorov-Smirnov. Jika kuat tarik kertas daur ulang dari 15 lem-
memenuhi asumsi uji parametrik, selan- bar kertas yang diuji. Nilai kuat tarik ker-
jutnya untuk menguji pengaruh penam- tas tersebut menunjukkan beban mak-
bahan limbah pelepah pisang kering da- simal dari tiap variasi perlakuan.
Karyati, Herawati & Ganefati, Pengaruh Penambahan Limbah …

Terlihat bahwa kuat tarik kertas pa- ses daur ulang kertas berpengaruh se-
da perbandingan kertas bekas dengan cara bermakna bagi kuat tarik kertas
pelepah pisang kering 1,5 : 2, mempu- yang dihasilkan dan hasil uji kuat tarik
nyai kuat tarik yang paling baik yaitu se- yang paling baik adalah pada perbandi-
besar 9546 gram, sedangkan perbandi- ngan 1,5 : 2 yaitu sebesar 9594 gram.
ngan 1 : 0,5 menghasilkan kertas de- Istilah baik dalam hasil tersebut ada-
ngan kuat tarik terrendah, yaitu sebesar lah bahwa kertas daur ulang tersebut
4474 gram. mampu menghasilkan kuat tarik yang le-
Dari hasil tersebut diketahui pula bih besar dibandingkan dengan kertas
bahwa dibandingkan dengan kertas daur yang dihasilkan oleh perbandingan yang
ulang kontrol yang tanpa menggunakan lainnya. Kuat tarik kertas tersebut dipe-
pelepah pisang kering, penambahan ngaruhi oleh faktor-faktor yang berkaitan
kertas bekas sebanyak 50 gram lagi dan dengan karakteristik dari kertas daur
200 gram pelepah pisang kering dapat ulang yaitu: panjang serat, komponen
menjadikan kertas 124,1 % lebih kuat; berat kertas dan pelepah pisang kering,
adapun penambahan pelepah pisang ke- perbedaan proses penekanan, ikatan
ring sebesar 50 gram dengan tetap antar serat serta kandungan serat halus.
menggunakan 100 gram kertas bekas Panjang serat merupakan salah sa-
hanya dapat meningkatkan kertas 4,9 % tu faktor yang diungkapkan oleh Widi-
lebih kuat. astono dan Zen, sebagai faktor yang
Dari Grafik 1 juga terlihat bahwa se- mempengaruhi kuat tarik kertas 6). Serat
makin banyak jumlah komponen, baik pelepah pisang kering memiliki ukuran
dari kertas bekas maupun pelepah pi- panjang serat yang relatif lebih panjang,
sang kering yang digunakan, maka akan sehingga memberikan kontak permuka-
semakin tinggi pula kuat tarik kertas an lebih banyak dan memberikan ke-
yang dihasilkan. Hal ini terlihat dari per- kuatan tarik yang meningkat terutama
bandingan 1,5 : 2 yang memiliki jumlah setelah penghalusan. Panjang serat pe-
komponen paling besar dari seluruh per- lepah pisang sekitar 4,29 mm 6). Jika
bandingan dan mampu menghasilkan ni- dibandingkan dengan panjang serat ka-
lai kuat tarik yang paling baik. yu yang sekitar 1-1,5 mm, artinya serat
Dari hasil uji dengan Kolmogorov- pelepah pisang kering lebih panjang.
Smirnov, diperoleh nilai p > 0,05, yang Keberagaman panjang serat dalam
berarti data penelitian terdistribusi seca- kertas daur ulang mampu menghasilkan
ra normal sehingga dapat dilanjutkan de- kuat tarik yang berbeda-beda. Hal ini
ngan uji anova satu jalan yang bersifat sebagai akibat dari proses penghalusan
parametrik. Hasil uji tersebut memper- dan pemotongan pelepah pisang kering
oleh nilai p lebih kecil dari 0,001, sehing- yang kurang sempurna. Dalam peneliti-
ga dapat diinterpretasikan bahwa per- an ini masih terdapat beberapa bagian
bedaan kuat tarik kertas yang dihasilkan serat berukuran panjang yang tercampur
oleh kertas yang didaur-ulang dari enam dengan serat-serat halus karena jumlah
variasi perbandingan komponen, adalah serat pelepah yang banyak.
signifikan, dan ini mengindikasikan bah- Adapun pulp serat panjang lebih su-
wa penambahan pelepah pisang kering lit untuk lolos saringan, sehingga lebih
memang mempengaruhi kuat tarik kertas mudah dicuci 7). Panjang serat mempe-
tersebut. Adapun dari hasil uji lanjutan ngaruhi sifat-sifat tertentu dari pulp dan
dengan LSD, diketahui bahwa perlakuan kertas, termasuk ketahanan sobek, ke-
dengan rasio kertas bekas dan pelepah kuatan tarik dan daya lipat. Hasil kuat
pisang kering 1,5 : 2, menghasillkan ker- tarik terbesar 9546 gram dihasilkan dari
tas dengan kuat tarik yang terbaik. perbandingan 1,5 : 2 yang memiliki serat
lebih panjang dibandingkan dengan ker-
PEMBAHASAN tas daur ulang dari lima perbandingan
yang lain. Oleh karena itu, berdasarkan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa uraian di atas, dapat dikatakan bahwa
penambahan pelepah pisang dalam pro- semakin panjang serat dalam pelepah
Sanitasi, Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.5, No.1, Agustus 2013, Hal 8 - 15

pisang kering maka akan semakin besar Kandungan dalam kertas HVS me-
pula kuat tarik kertas daur ulang yang nyebabkan kekuatan tarik pada kertas
dihasilkan. yang dihasilkan menjadi lebih tinggi. Se-
Komponen berat pelepah pisang ke- lain itu, bahan dasar dari pembuatan
ring dalam perbandingan 1,5:2 mempu- kertas HVS juga dapat berpengaruh. Se-
nyai berat paling besar sehingga mampu rat pulp dalam kertas HVS yang berasal
menghasilkan kuat tarik paling baik. dari kayu akan memiliki kekuatan yang
Komponen pelepah pisang kering mem- lebih tinggi, sedangkan yang berasal dari
pengaruhi kuat tarik kertas daur ulang non-kayu mempunyai kekuatan yang le-
yang dihasilkan, yaitu semakin banyak bih rendah. Kondisi fisik dari kertas be-
jumlah komponen yang digunakan maka kas hampir sama sehingga tidak dapat
ketahanan tarik kertas juga akan se- diketahui terbuat bahan dasar kayu atau
makin tinggi pula. non-kayu.
Komposisi berat dalam pernyataan Kandungan selulosa yang lebih be-
tersebut merupakan jumlah bahan pele- sar pada pelepah pisang dibandingkan
pah pisang kering dalam satuan gram. dengan kayu ternyata bukan menjadi
Jumlah tersebut berdasarkan perbandi- faktor utama yang berpengaruh. Tebal
ngan yang digunakan dalam pembuatan serat dinding pada bahan dasar juga
kertas daur ulang. Kandungan selulosa mempengaruhi, di mana kayu memiliki
pelepah pisang kering sebesar 63 - 64 serat berdinding tebal sehingga akan
%, lebih banyak dibandingkan dengan menghasilkan kuat tarik yang lebih ting-
selulosa dalam kayu yang hanya se- gi. Adapun bahan non-kayu memiliki se-
besar 40 - 45 % 8). Hal tersebut mampu rat berdinding yang lebih tipis sehingga
menjadikan kertas daur ulang pelepah hasil pulp akan menghasilkan kuat tarik
pisang 300 kali lebih kuat dibandingkan yang lebih rendah/kecil. Untuk memper-
dengan kertas pulp kayu biasa 9). oleh kuat tarik yang baik, pembuatan
Selulosa merupakan bahan baku kertas biasanya menggunakan kompo-
proses pembuatan pulp dalam industri nen serat berdinding tebal yang dicam-
kertas. Kandungan selulosa sebagai se- pur dengan serat berdinding tipis 7).
nyawa organik penyusun utama dinding Pelepah pisang kering termasuk da-
sel tumbuhan mempunyai sifat berben- lam bahan non kayu, artinya komponen
tuk senyawa berserat, tegangan tarik tersebut memiliki serat yang berdinding
yang tinggi, tidak larut dalam air, dan tipis. Berdasarkan uraian tersebut faktor
pelarut organik dalam pembuatan kertas. berupa komponen bahan menunjukkan
Komponen kertas bekas jenis HVS bahwa semakin banyak jumlah kompo-
mempunyai kandungan bahan baku pulp nen bahan digunakan di dalam proses
sebesar 70 % yang disusun oleh pulp daur ulang kertas, maka akan semakin
serat pendek, 10 % komponen pulp se- besar pula kuat tarik kertas yang di-
rat panjang dan 20 % berupa campuran hasilkan dan untuk memperoleh kuat ta-
kertas bekas 10). Dikatakan bahwa se- rik yang baik, pembuatan kertas sebaik-
iring dengan meningkatnya jumlah ker- nya menggunakan komponen serat ber-
tas HVS yang digunakan dalam pem- dinding tebal yang dicampur dengan se-
buatan kertas daur ulang, maka kekuat- rat berdinding tipis 11). Seiring dengan
an tarik kertas akan semakin meningkat meningkatnya penambahan kertas be-
pula 10). kas dan pelepah pisang kering, maka
Pernyataan tersebut juga sesuai de- kuat tarik kertas juga semakin tinggi12).
ngan hasil kuat tarik yang paling baik Sebelum penelitian dilakukan, duga-
pada kertas daur ulang pada perban- an sementara kuat tarik kertas terbaik
dingan 1,5 : 2 yaitu sebesar 9546 gram. yang akan dihasilkan adalah pada per-
Kuat tarik terbesar pada perbandingan bandingan 1 : 2, namun hasil penelitian
tersebut menggunakan komponen kertas menunjukkan bahwa perbandingan 1,5 :
bekas lebih banyak dibandingkan de- 2 adalah yang kuat tariknya paling baik.
ngan perbandingan lainnya yang diguna- Hal ini diakibatkan karena perbandingan
kan dalam penelitian ini. komponen pada 1,5:2 lebih banyak di-
Karyati, Herawati & Ganefati, Pengaruh Penambahan Limbah …

bandingkan dengan perbandingan kom- Selain itu, penekanan dapat dilakukan


ponen 1:2. Serat pelepah pisang kering dengan menggunakan alat press kertas
yang terdapat dalam kedua perbanding- yang mampu mengukur kekuatan tekan
an tersebut adalah sama yaitu sebesar dalam satuan kg atau newton.
200 gram sehingga komponen serat Kandungan serat halus yang tinggi
yang digunakan sama. cenderung akan menurunkan kuat tarik
Perbedaan kedua perbandingan ter- kertas karena ikatan antar serat semakin
sebut adalah pada penambahan kertas berkurang. Ikatan antar serat memberi-
bekas. Pada uji pendahuluan, kertas be- kan pengaruh pada kuat tarik kertas 13).
kas yang digunakan adalah seberat 100 Ikatan serat yang terdapat dalam per-
gram, sedangkan pada penelitian yang bandingan 1,5 : 2 adalah yang paling
sesungguhnya, kertas bekas yang di- besar, sehingga mampu menghasilkan
gunakan sebesar 150 gram. Penamba- kuat tarik paling besar, selain karena
han jumlah serat pada kertas juga mem- jumlah serat yang terdapat dalam per-
pengaruhi kuat tarik kertas, karena kom- bandingan tersebut lebih banyak dan
ponen kertas bekas pada perbandingan jumlah serat halus dalam perbandingan
1,5 : 2 memiliki jumlah kertas yang lebih tersebut lebih sedikit.
banyak dibandingkan dengan jumlah Namun, jumlah serat halus dalam
kertas pada perbandingan 1 : 2. Artinya, pelepah pisang kering sulit untuk dipre-
penggunaan kertas bekas pada pene- diksi karena memiliki kandungan serat
litian sesungguhnya lebih banyak diban- selulosa yang banyak. Tingginya kandu-
dingkan dengan pada saat uji penda- ngan serat halus akan mengakibatkan
huluan, sehingga jumlah komponen ker- ikatan antar serat menjadi berkurang se-
tas bekas yang digunakan pada pene- hingga kuat tarik kertas akan lebih le-
litian sesungguhnya lebih banyak. mah. Ikatan serat yang terdapat dalam
Apriani 7) mengungkapkan bahwa perbandingan 1,5 : 2 memiliki ikatan
serat yang tidak dilakukan pengepresan serat yang kuat, sehingga mampu meng-
(penekanan) akan menghasilkan peng- hasilkan kuat tarik paling tinggi. Selain
ikatan yang lemah sehingga kuat tarik jumlah serat yang terdapat dalam
juga menjadi lebih lemah. Pada peneliti- perbandingan tersebut lebih banyak dan
an ini, dilakukan pengendalian dengan jumlah serat halus dalam perbandingan
memberikan penekanan sebesar 5 kg. tersebut lebih sedikit sehingga mampu
Beban tersebut ternyata tidak sepenuh- menghasilkan ikatan serat yang lebih
nya mampu menutupi permukaan bidang baik. Namun, jumlah serat halus dalam
tekan pada alat cetak, sehingga ada ba- pelepah pisang kering sulit untuk
gian tertentu yang tidak mendapatkan diprediksi karena kandungan serat
tekanan. selulosa yang banyak dalam pelepah
Adanya perbedaan tekanan akan pisang kering.
menghasilkan ketebalan kertas yang Efek dari tekstur dan serat yang
berbeda dan mempengaruhi kuat tarik terdapat dalam pelepah pisang berbeda-
kertas itu sendiri. Hasil kertas daur ulang beda sesuai dengan jenis dari tanaman
dari seluruh perbandingan memiliki ke- pisang yang digunakan14). Jenis pelepah
tebalan yang berbeda-beda walapun se- pisang kering yang digunakan dalam pe-
lisihnya kecil. Artinya, bahwa proses nelitian ini belum dikendalikan, oleh ka-
pencetakan tanpa penekanan atau tidak renanya bisa saja hal itu mempengaruhi
sempurna mengakibatkan pengikatan hasil penelitian ini. Berkaitan dengan itu
yang lemah sehingga kuat tarik menjadi disarankan bagi yang tertarik melanjut-
lebih lemah. kan penelitian ini, untuk sebaiknya mem-
Dalam hal ini sebaiknya proses pe- pertimbangkan hal tersebut.
nekanan cetak dilakukan dengan meng- Pemanfaatan pelepah pisang kering
gunakan alat tekan dengan luas per- dalam pembuatan kertas daur ulang,
mukaan yang hampir sama dengan alat selain dapat mengurangi penggunaan
cetak sehingga kuat tekan yang didapat kertas, juga dapat membantu mengu-
pada setiap bagian kertas hampir sama. rangi penebangan kayu sebagai bahan
Sanitasi, Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.5, No.1, Agustus 2013, Hal 8 - 15

baku kertas sehingga turut membantu rik dan tekstur melalui penilaian panelis
mengurangi global warming. terhadap ketertarikan atau kesukaan pa-
Selain itu, pemanfaatan limbah pe- da tampilan kertas daur ulang, 15) serta
lepah pisang juga dapat merubah dan ketahanan lipat sebagai parameter kua-
memanfaatkan limbah pertanian menja- litas kertas dengan metode obyektif yang
di barang yang mempunyai nilai ekonomi bertujuan untuk mengetahui ketahanan
tinggi, membuka peluang usaha dan me- kertas ketika dilipat berkali-kali hingga
ningkatkan pendapatan serta kesejahte- kertas sobek 16).
raan masyarakat 2).
Hasil kertas daur ulang dengan kuat KESIMPULAN
tarik kertas yang baik pada perbanding-
an 1,5 : 2 dapat dijadikan sebagai tas, Hasil penelitian penyimpulkan bah-
atau sebagai wadah untuk menahan wa: 1) Penambahan pelepah pisang
beban yang lebih berat. Tas yang dipro- kering sebagai komponen dalam proses
duksi itu sendiri dapat menjadi alternatif daur ulang kertas berpengaruh terhadap
pengganti kantong plastik sehingga da- kuat tarik kertas; 2) Rata–rata kuat tarik
pat mengurangi konsumsi plastik. Pe- kertas daur ulang pada setiap perban-
manfaatan lain dari hasil kertas daur dingan kertas bekas dan pelepah pisang
ulang pelepah pisang meliputi pembuat- kering adalah: untuk 1:0,5 sebesar 4474
an kartu undangan pernikahan, karton gram; 1:1 sebesar 5524 gram; 1:1,5 se-
tebal, kertas kado, wadah kemasan pa- besar 6650 gram; 1:2 sebesar 7848
ngan dan paper bag. gram; 1,5:2 sebesar 9546 gram; dan
Selain pelepah pisang kering, ter- 0,5:2 sebesar 6800 gram; 3) Variasi per-
dapat beberapa bahan yang juga dapat bandingan 1,5:2 menghasilkan kuat tarik
digunakan untuk pembuatan kertas daur paling baik; 4) Faktor-faktor yang mem-
ulang, antara lain sabut kelapa, bungkus pengaruhi kuat tarik kertas daur ulang
kapas, biji kapas, tanaman flax, tanaman adalah: a) komponen bahan, di mana
jute, serat daun nanas, serat rami dan semakin banyak jumlah komponen ba-
daun sisal. Kandungan selulosa dalam han dalam proses daur ulang kertas,
tanaman-tanaman tersebut dapat dijadi- maka akan semakin besar kuat tariknya,
kan sebagai pertimbangan beberapa pe- b) Penekanan, yaitu proses pencetakan
neliti untuk memanfaatkan sebagai ba- tanpa penekanan atau tidak sempurna
han daur ulang kertas dan membanding- mengakibatkan pengikatan yang lemah
kannya dengan hasil penelitian ini sehingga kuat tarik menjadi lebih lemah
Kandungan selulosa di dalam sabut pula, dan c) Ikatan antar serat, di mana.
kelapa adalah sebesar 26,6 %; bung- Ikatan lemah yang diakibatkan oleh serat
kus/biji kapas 90 %; tanaman flax antara halus yang tinggi menyebabkan kuat ta-
70 – 72 %; tanaman jute 61 – 63 %; se- rik kertas juga menjadi lebih lemah.
rat daun nanas 80 %; serat rami antara
80 – 85 %; dan daun sisal 60 – 67 % 9). SARAN
Kualitas kertas tidak hanya dapat di-
tinjau dari segi kuat tarik kertas, tetapi Kepada masyarakat disarankan un-
dapat juga ditinjau dari berbagai segi an- tuk memanfaatkkan dan mendaur ulang
tara lain: derajat putih, indeks atau ke- sampah kertas dan pelepah pisang ke-
tahanan sobek, indeks retak dan poro- ring dengan menggunakan perbanding-
sitas yaitu indikasi kemampuan kertas an 1,5 : 2, untuk menghasilkan kertas
ditembus oleh cahaya 6). Selain itu, da- daur ulang yang kuat dengan mencetak
lam suatu penelitian yang menggunakan dalam berbagai ukuran sehingga dapat
sabut kelapa sebagai bahan kertas daur digunakan untuk wadah, karya seni dan
ulang, pengujian kualitas kertas yang di- olahan produk kertas lain yang mampu
lakukan berupa sifat daya resap air, sifat menahan beban berat.
tulis dan ketahanan hapus 10). Adapun bagi mereka yang tertarik
Selain itu, juga dapat dilakukan pe- untuk melanjutkan penelitian ini, disaran-
ngujian kualitas kertas dari segi daya ta- kan untuk: a) melakukan penekanan pa-
Karyati, Herawati & Ganefati, Pengaruh Penambahan Limbah …

da kertas daur ulang dengan memenuhi 8. Marsad, M., 2011. Sifat-sifat Kayu
luas seluruh bidang tekan untuk me- atau Komponen Kimia Kayu “Dasar-
maksimalkan hasil kertas daur ulang, b) dasar Pulp dan Kertas” (diunduh 11
memanfaatkan bahan yang memiliki po- Juli 2013 dari http://kertasdanling
tensi sebagai komponen pembuatan ker- kungan.blogspot.com).
tas daur ulang seperti sabut kelapa, ba- 9. Anonim. Kertas. 2013. Universitas
tang/serat rami, daun sisal, tanaman Sumatera Utara
jute, bungkus kapas, biji kapas, tanaman 10. Paskawati, Y. A., Susyana, Antares-
flax dan, serat daun nanas agar dapat ti, dan Retnoningtyas, E. S., 2010.
dibandingkan dengan kuat tarik kertas Pemanfaatan Sabut Kelapa sebagai
yang terbaik pada penelitian, c) Menam- Bahan Baku Pembuatan Kertas Ko-
bahkan uji parameter lain untuk kertas mposit Alternatif. Jurnal Widya Tek-
daur ulang dengan kuat tarik terbaik, mi- nik Vol.9 No.1 (12-21).
salnya uji daya resap air, uji sifat tulis 11. Apriani, E., 2010. Optimasi Sistem
dan ketahanan hapus, uji kualitas daya Pemanfaatan Limbah Batang Ja-
tarik dan tekstur serta uji lipat, d) Meneliti gung dan Kertas Bekas sebagai Ba-
pengaruh penggunaan pelepah dari ber- han Baku Pembuatan Kertas Daur
bagai jenis/spesies pisang. Ulang Menjadi Art Paper Bag de-
ngan Metode Value Engineering.
DAFTAR PUSTAKA Fakultas Teknik UGM : Yogyakarta.
12. Yosephine, A., Gala, V., Ayucitra, A.
1. Alex. S., 2011. Sukses Mengolah dan Retnoningtyas, E. S., 2012.
Sampah Organik Menjadi Pupuk Or- Pemanfaatan Ampas Tebu dan Kulit
ganik, Pustaka Baru Press, Yog- Pisang dalam Pembuatan Kertas
yakarta. Serat Campuran, Jurnal Teknik Ki-
2. BKKSI, 2008. Pemanfaatan Pelepah mia Indonesia Volume 11 No. 2,
Pisang Mengolah Limbah Menjadi Universitas Katolik Widya Mandala.
Bahan Baku Industri, Inovasi Kabu- 13. Bermansyah, S., Hayati, Y. dan Ok-
paten di Indonesia, Seri Pendoku- taviana, M., 2011. Analisis Kuat Ta-
mentasian Best Practice: Kabupa- rik Lentur Papercrete Menggunakan
ten Sukoharjo. Enzim Pozzolan Alam. Teras Jurnal,
3. Sucipto, C. D., 2012. Teknologi Pe- Vol.1 No.2 (diunduh 11 Juni 2013
ngelolaan Daur Ulang Sampah, dari http://www.bbpk.go.id).
Gosyen Publishing, Yogyakarta. 14. Pudiastuti, W., 2006. Penerapan
4. Rantao, A., 2012. Sistem dan Prin- Efek Tekstur Pelepah Pisang pada
sip Menejemen Lingkungan (diun- Kain Katun (diunduh 15 Februari
duh 29 Januari 2013 dari http:// 2013 dari https://4tksb-jogja.com).
green.kompasiana.com/penghijauan 15. Pratiwi, S. H., 2007. Pengaruh
/2012/01/02/sistem-dan-prinsip–me- Penambahan Serbuk Pati Onggok
nejemen-lingkungan-424223.html) terhadap Kualitas Kertas Daur U-
5. Sugiyono., 2010. Metode Penelitian lang di Dusun Margoluwih Desa Da-
Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Al- leman Kecamatan Tulung Kabupa-
fabeta, Bandung. ten Klaten. Karya Tulis Ilmiah tidak
6. Widiastono, T. W., dan Zen, M., H., diterbitkan, Jurusan Kesehatan Li-
2007. Peningkatan Kualitas Serat ngkungan Poltekkes Kemenkes Yo-
Sekunder dengan Perlakuan Enzim gyakarta.
dan Polimer, Jurnal Berita Selulosa 16. Suryandari, C. S., 2011. Kertas Da-
Vol. 42 (2), (diunduh tanggal 4 Juni ur Ulang Limbah Padat Mie Soun di
2013 dari http://www.bbpk.go.id). Klaten. Karya Tulis Ilmiah tidak di-
7. Apriani, Y. dan Rahmayanti, S., terbitkan, Jurusan Kesehatan Ling-
2013. Dimensi Serat dan Nilai Turu- kungan Poltekkes Kemenkes Yog-
nannya dari Tujuh Jenis Kayu Asal yakarta.
Provinsi Jambi.
PEMA
ANFAATA
AN LIMBAH
H BULU AYAM
A DAN
N KULIT S
SINGKON
NG

SE
EBAGAI BAHAN
B PE
EMBUATA
AN KERTA
AS SENI DE
ENGAN

PENA
AMBAHAN
N CaO DAN
N PEWAR
RNA ALAM
MI

NA
ASKAH PUB
BLIKASI

U
Untuk Mem
menuhi seb
bagai Persyyaratan
Gun
na Mencappai Derajat
Sarjana S-1

Program
m Studi Pend
didikan Bioologi

SIGITYA
AWATI AJI PARNLE
ESTA
A 420 110
0 032

FAKULT
TAS KEGU
URUAN DA
AN ILMU PENDIDIK
KAN

UNIVER
RSITAS MUHAMMA
M ADIYAH SURAKAR
S RTA

2015
5

1
 

2
3
PEMANFAATAN LIMBAH BULU AYAM DAN KULIT SINGKONG
SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN KERTAS SENI DENGAN
PENAMBAHAN CaO DAN PEWARNA ALAMI
 
Sigityawati Aji Parnlesta, A 420 110 032, Program Studi Pendidikan Biologi,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah
Surakarta, 2015, 44 halaman.

ABSTRAK

Bulu ayam mengandung serat kasar dan kulit singkong mengandung serat kasar
(selulosa, hemiselulosa dan lignin) sehingga dapat digunakan untuk membuat kertas.
Daun jati dan daun pepaya dapat dijgunakan sebagai bahan pewarna. Daun jati
mengandung antosianin (menghasilkan warna merah). Daun pepaya mengandung
klorofil (zat hijau daun) dan menghasilkan warna hijau. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui uji kekuatan tarik, kekuatan sobek dan uji sensoris kertas seni dari limbah
bulu ayam dan kulit singkong dengan penambahan CaO dan pewarna alami. Penelitian
ini menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
dua faktor perlakuan yaitu faktor 1: perbandingan komposisi bulu ayam:kulit singkong
(A) yaitu A1(50%:50%), A2 (40%:60%), A3 (30%:70%). Faktor 2: Zat warna (B),
B1(tanpa warna), B2 (daun jati), B3 (daun pepaya), masing-masing perlakuan dilakukan 2
kali ulangan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif
kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan kekuatan tarik kertas seni tertinggi pada
perlakuan A3B2 senilai 6,7080 N, kekuatan sobek kertas seni tertinggi pada perlakuan
A3B2 senilai 8,0635 N. Hasil uji sensoris tekstur tertinggi pada perlakuan A1B3 senilai
2,65 (kasar), warna tertinggi pada perlakuan A1B3 senilai 2,90 (hijau tua), kenampakan
serat tertinggi pada perlakuan A2B3 senilai 3,00 (tampak serat, kesukaan tertinggi
terhadap kertas seni pada perlakuan A3B3 senilai 2,65 (suka). Simpulan dari penelitian
ini adalah ada perbedaan kekuatan tarik dan kekuatan sobek kertas seni yang
dipengaruhi oleh perbedaan komposisi bahan.

Kata kunci: bulu ayam, kulit singkong, kekuatan tarik, kekuatan sobek, kertas seni.

1
FEATHER AND ULTIZATION OF WASTE AS CASSAVA SKIN ART OF
MAKING PAPER WITH ADDITION OF CaO AND NATURAL DYES

Sigityawati Aji Parnlesta, A 420 110 032, Departement of Biology


Education, the Facultyof Education, Unversity of Muhammadiyah
Surakarta, 2015, 44 pages

ABSTRACT

chicken feathers contains crude fiber and skin cassava contains cellulosa,
hemicellulosa and lignin, that can be used to make paper. Teak leaf and carica leaf can
be used for natural deys. Teak leaf contains of antosianin (to produce red color). Carica
leaf contains of chlorofil (green substance leaf) and to produce green color. The purpose
of this study to determine the endurance test tensile strenght, tear strenght and sensory
test paper art from waste chciken feather and skin cassava with addition of CaO and
natural dyes. This study used an experimental method with a completely randomized
design (CRD) with two treatment factor is factor 1: comperation of chicken feathers:skin
cassava (A) that is A1 (50%:50%), A2 (40%:60%), A3(30%:70%). Factor 2: substance
color (B), B1(no color), B2(teak leaf), B3(carica leaf), each treatments was perfomed 2
times repetition. Analysis of the data in the study using qualitative descriptive analysis.
The result of the study of art paper highest tensile strenght in treatment A3B2 worth of
6,7080 N, the highest art paper tear strenght on treatment A3B2 worth of 8,0635 N. The
results of sensory texture highest in treatment A1B3 worth of 2.65 (rude), the highests
color treatment A1B3 worth of 2,90 (dark green), the highest fiber appearance on
treatment A2B3 worth of 3,00 (fiber), the highest joy to paper art on treatment A3B3 worth
of 2,65 (like). The conclusion of this research there is a difference between tensile
strength and tear strength is influenced by differences is composition.

Keywords: chicken feathers, leather cassava, tensile strenght, tear strength, art paper. 

2
A. Pendahuluan
Kertas merupakan bahan industri yang sangat diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari. Tekstur kertas biasanya tipis dan rata yang terbuat dari
kayu, berfungsi untuk menulis, mencetak, menggambar, dan membungkus.
Saat ini penggunaan kertas di Indonesia semakin bertambah sehingga
penggunaan kayu sebagai bahan kertas juga meningkat (Pitakasari, 2011).
Kertas seni (Art papper) merupakan salah satu jenis kertas, kertas seni
memiliki perbedaan dengan kertas yang lain. Perbedaan tersebut dapat terlihat
pada tekstur yang agak kasar dan memiliki serat yang agak menonjol,
sehingga nilai jual tinggi dan lebih menarik dibandingkan dengan jenis kertas
yang lain. Kertas seni haruslah menarik, dapat menjadi sarana pembelajaran
dalam pendidikan dan dapat dibuat untuk membuat hiasan atau kerajinan
dengan berbagai bentuk. Serat non kayu juga dapat dijadikan bahan baku
kertas seni antara lain jerami padi, bambu, bagase tebu, serat pisang
(Haygreen, 1989: 582) dan rumput gajah (Sanastri, 2014).
Bulu ayam merupakan limbah yang masih minim pemanfaatannya,
pada umumnya dimanfaatkan sebagai cock dan kemoceng. Selain itu limbah
bulu ayam hanya sebagai barang sampah yang dapat menurunkan kualitas
tanah dan mencemari lingkungan. Komposisi nutrient pada bulu ayam
mengandung bahan kering 91,37%, protein kasar 79,88%, lemak kasar 3,77%
dan serat kasar 0,32%, (Laboratorium Nutrisi FP-USU dalam Ketaren 2008).
Kulit singkong ini pada umumnya digunakan untuk pupuk kompos
dan makanan ternak oleh masyarakat. Pemanfaatan kulit singkong dapat juga
dalam sektor makanan yang berupa keripik, mie, saus dan kerupuk). Hasil
penelitian Artiyani (2011), kulit singkong yang diproses secara pretreatment
mengandung selulosa 43,626%, hemiselulosa 10, 384%, pati 36,580%.
Pulp merupakan bahan utama dalam pembuatan kertas. Tujuan utama
pulp adalah untuk melepaskan serat-serat yang dapat dikerjakan secara kimia,
mekanik atau dengan kombinasi dua tipe perlakuan tersebut. Pada umumnya
menggunakan proses soda, sedangkan bahan kimia yang digunakan adalah
kapur. Kapur sebagai bahan pelarut yang lebih ramah lingkungan, dapat

3
melarutkan lignin serta mempercepat proses pemasakan (Syamsu dkk, 2014),
serta harga yang lebih terjangkau. Penelitian yang dilakukan oleh Zulfikar T,
M (2010) membuktikan kondisi proses pulping daun serat nenas yang optimal
sesuai dengan metode permukaan respon adalah menggunakan CaO 14,3%,
lama pemasakan 120 menit dan suhu pemasakan 120 °C.
Bahan tambahan perekat menggunakan lem PVAc. Penambahan
lem PVAc berfungsi sebagai perekat antar serat. Lem PVAc memiliki
kelebihan mudah larut dalam air, tidak berbau dan tidak bersifat asam, mudah
penggunaanya, tahan terhadap mikroorganisme dan tidak mengakibatkan
bercak-bercak noda saat kering (Fajriani, 2010). Hasil penelitian Sanastri
(2014) bahwa pembuatan kertas seni dari rumput gajah, menggunakan lem
PVAc sebanyak 5% dari bahan utama. Pewarna alami yang digunakan dari
ekstrak daun jati dan ekstrak daun pepaya. Daun muda jati mengandung
karetenoid dan antosianin sebagai zat pewarna (Artati dkk, 2009). Antosianin
berperan dalam pemberian zat warna mulai dari merah tua sampai biru pada
bunga, buah dan daun tanaman (Muchtadi, 2013). Kandungan kimia daun
pepayaadalah klorofil, alkaloid karpain, caricaksantin, violaksantin, papain,
saponin, flavonoida, politenol, dan saponin. Daun pepaya juga mengandung
protein tinggi, lemak, vitamin, kalsium (Ca) dan zat besi (Fe) yang berfungsi
sebagai pembentukan hemoglobin (Tarigan, 2008).
Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu bagaimana kekuatan
tarik, kekuatan sobek dan uji sensoris kertas seni yang berbahan baku dari
limbah bulu ayam dan limbah kulit singkong dengan penambahan CaO dan
pewarna alami. Berdasarkan rumusan masalah maka penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui perbandingan komposisi bahan yang menghasilkan kertas
dengan kekuatan tarik dan kekuatan sobek tertinggi serta hasil uji sensoris
dari masyarakat.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2014-Januari 2015.
Penelitian ini dilakukan di rumah Lia Astri yang beralamat di Dsn Murak
RT.24/ RW.07, Pendem, Sumberlawang, Sragen. Pengujian karakteristik

4
kertas seni dilakukan di Laboratorium Rekayasa I Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode eksperimen
dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola 2
faktorial dan dua ulangan. Faktor 1 yaitu perbandingan komposisi bahan bulu
ayam dan kulit singkong (A) dengan tiga variasi yaitu (A1) 50% limbah bulu
ayam:50% limbah kulit singkong, (A2) 40 % limbah bulu ayam:60% limbah
kulit singkong, (A3) 30% limbah bulu ayam:70% limbah kulit singkong.
Faktor kedua zat warna (B) dengan tiga variasi yaitu B1(tanpa warna),
B2(daun jati) dan B3 (daun pepaya). Produk hasil penelitian diuji kekuatan
tarik, kekuatan sobek, dan uji sensoris.
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Micrometer, Universal
Testing Machine, dumblle, timbangan digital, gunting, pisau, sendok, alat
pengaduk, serok, gelas ukur, screen sablon T61 15x25 cm, bingkai kayu
ukuran15x25 cm, kaca berukuran 21x31 cm, rakel 12.5 cm, bejana pemasak
(panci), baskom, alu, blender, saringan, plastik, solet, kertas label, kompor,
ember, terpal, mangkok atau gelas plastik, kain putih ukuran 21x31 cm.
Bahan yang digunakan limbah bulu ayam 50%, limbah bulu ayam 40%,
limbah bulu ayam 30%, kulit singkong 50%, kulit singkong 60%, kulit
singkong 70%, CaO dengan konsentrasi 15%, ekstrak daun jati, ekstrak daun
pepaya, air dan lem PVAc.
Tahap penelitian meliputi persiapan bahan, pengolahan menjadi bubur
kertas, pencetakan menggunakan screen, pengeringan, dan pengujian hasil
produk.Tahap pengujian hasil produk dilakukan pada akhir penelitian.
Analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif yang digunakan untuk
melakukan uji kekuatan tarik, kekuatan sobek, dan uji organoleptik kertas
seni.
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil penelitian tentang karakteristik kertas seni dengan bahan baku
limbah bulu ayam dan kulit singkong diperoleh data hasil pengujian kekuatan
tarik, kekuatan sobek dan uji sensoris.

5
Tabel 1. Data Hasil Kekuatan Tarik dan Kekuatan Sobek Kertas Seni dari
Limbah Bulu Ayam dan Limbah Kulit Singkong dengan
Penambahan CaO dan Pewarna Alami

Perlakuan Hasil Uji


Kekuatan Tarik (N) Kekuatan Sobek (N)

A1B1 2,8742 4,8760


A2B1 3,0929 5,2031
A3B1 4,2927 6,3313
A1B2 3,0929 4,8957
A2B2 3,6205 5,7513
A3B2 6,7080** 8,0635##
A1B3 2,7452* 3,8512#
A2B3 4,0033 4,8882
A3B3 5,5348 6,1927
Keterangan:
** : Kekuatan tarik yang paling tinggi(kuat)
* : Kekuatan tarik yang paling rendah(lemah)
## : Kekuatan sobek yang paling tinggi(kuat)
# : Kekuatan sobek yang paling rendah(lemah)

Tabel 2. Data Hasil Uji Sensoris Kertas Seni dari Limbah Bulu Ayam
danLimbah Kulit Singkong dengan Penambahan CaO dan
Pewarna Alami

Perlakuan Uji Sensoris


Tekstur Warna Kenampakan Serat Kesukaan
A1B1 Agak Kasar Coklat Tampak serat Suka
A2B1 Agak Kasar Coklat Tampak serat Kurang suka
A3B1 Agak Kasar Coklat Tampak serat Kurang Suka
A1B2 Agak Kasar Merah Tampak serat Suka
A2B2 Kasar Merah Tua Tampak serat Suka
A3B2 Agak Kasar Merah Muda Tampak serat Suka
A1B3 Kasar Hijau Tua Tampak serat Suka
A2B3 Kasar Hijau Tampak serat Kurang Suka
A3B3 Agak Kasar Hijau Muda Tampak serat Suka
Berdasarkan hasil penelitian uji kekuatan tarik dan kekuatan sobek kertas seni
dengan bahan baku limbah bulu ayam dan kulit singkong sebagai berikut:
a. Kekuatan Tarik (Tensile strenght) dan Kekuatan Sobek
Kekuatan tarik merupakan daya tahan gaya per lebar unit lembaran
kertas yang dibutuhkan untuk menghasilkan kerusakan pada kertas
tersebut pada kondisi spesifik. (Limbong, 2010), diukur dalam kondisi
standart (SII-0436-81).

6
Kekuatan sobek merupakan daya tahan kertas yang diperlukan
untuk menyobek kertas saat pertama kali dalam waktu tertentu dan pada
kondisi standart (SII-0435-81).
Berdasarkan hasil pengujian kekuatan dan kekuatan sobek tertinggi
terdapat pada perlakuan A3B2 (30% bulu ayam:70% kulit singkong dan
zat warna dari daun jati 15%) dengan rata-rata kekuatan tarik 6,7080 N
dan kekuatan sobek 8,0635 N. Hal ini dikarenakan perbandingan
komposisi bahan limbah kulit singkong lebih banyak daripada limbah bulu
ayam dan sebanding dengan kandungan serat kasar yang dimiliki oleh
kulit singkong juga lebih banyak. Kulit singkong yang diproses secara
pretreatment mengandung selulosa 43,626%, hemiselulosa 10,384%,
lignin 7,646% (Artiyani, 2011). Bulu ayam hanya mengandung serat kasar
0,32% (Ketaren, 2008).
Serat kasar meliputi selulosa yang tidak larut, hemiselulosa dan
lignin (Williamson, 1993:109). Bahan yang mengandung selulosa yang
lebih banyak akan menghasilkan lembaran pulp yang mempunyai
kekuatan tarik dan kekuatan sobek yang lebih tinggi. Sesuai dengan
pendapat Dewi dkk pada jurnal penelitian bahwa ikatan selulosa yang
besar memiliki sifat kekuatan tarik dan kekuatan sobek yang tinggi (Dewi
dkk,2009 Vol.16:13). Selulosa memiliki ikatan-ikatan hidrogen yang kuat
mempunyai kekuatan tarik yang tinggi dan tidak larut dalam kebanyakan
pelarut (Sjostro, 1998:60), maka didapat hasil kertas dengan kekuatan dan
kekuatan sobek yang tinggi.
Selain itu kulit singkong juga mengandung pati yang memiliki
daya gelatinitas sehingga menghasilkan kertas dengan kekuatan tarik dan
kekuatan sobek tinggi. Kandungan pati yang berasal dari kulit singkong
yang cukup tinggi (Winarno dalam Akbar 2013), memungkinkan
digunakan sebagai perekat pada saat pembuatan kertas karena proses
gelatinisasi. Pati dimanfaatkan dalam industri tekstil, kertas dan sebagai
perekat kardus (Tjockroadikoesoemo, 1986:9). Kandungan pati pada kulit

7
singkong 36,580% (Artiyani, 2011). Kulit singkong memiliki sifat fisik
yang halus, padat dan solid jika telah menjadi pulp.
Faktor yang mempengaruhi kekuatan tarik dan kekuatan sobek kertas seni
yaitu komposisi bahan, larutan pemasak, kandungan serat, penumbukan,
homogenitas bahan dengan perekat, pencetakan.
b. Uji Sensoris
Setelah dilakukan uji kekuatan tarik dan kekuatan sobek, kemudian
dilakukan uji Sensoris dengan 20 panelis.Uji sensoris meliputi tekstur,
warna, kenampakan serat, dan kesukaan masyarakat terhadap produk.
Rata-rata penilaian panelis yang tertinggi adalah 2,65 (kasar)
dengan perlakuan A1B3 (50% limbah bulu ayam:50% limbah kulit
singkong dengan pewarna daun pepaya). Rata-rata penilaian masyarakat
terhadap kertas seni dari limbah bulu ayam dan limbah kulit singkong
mayoritas berpendapat agak kasar. Faktor yang mempengaruhi tekstur
kertas yaitu pada proses penumbukan. Penumbukan dan pemblenderan
yang tidak sempurna akan menghasilkan kertas dengan tekstur kasar.
Rata–rata penilaian panelis yang tertinggi adalah 2,90 (hijau tua)
dengan perlakuan A1B3 (50% bulu ayam:50% kulit singkong, pewarna
daun pepaya). Rata-rata penilaian panelis yang tertinggi adalah 3,00
(tampak) dengan perlakuan A2B3 (40% limbah bulu ayam:60% limbah
kulit singkong, pewarna daun pepaya). Kenampakan serat pada kertas
dipengaruhi oleh penumbukan dan jenis bahan yang digunakan.
Penumbukan yang kurang maksimal akan menghasilkan serat yang
nampak. Jenis bahan yang dimaksud adalah kenampakan serat pada bahan
baku. Bulu ayam juga mengandung protein serat atau keratin yaitu protein
kasar 79,88%, (Ketaren, 2008) dan terlihat serat bulu yang nampak serta
tulang bulu yang keras, sehingga pada kertas seni juga terlihat serat bulu
ayam yang lebih mendominasi dan tulang bulu hanya sedikit.
Rata-rata penilaian panelis yang tertinggi adalah 2,65 (suka)
dengan perlakuan A3B3 (30% limbah bulu ayam:70% limbah kulit
singkong, pewarna daun pepaya). Penilaian kesukaan tergantung pada

8
kesukaan pribadi panelis yang berbeda melihat dari tekstur, warna dan
kenampakan serat. Rata- rata penilaian masyarakat terhadap kertas seni
dari limbah bulu ayam dan limbah kulit singkong mayoritas suka terhadap
hasil produk.
D. Simpulan dan Saran
1. Simpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
a. Kertas dengan kekuatan tarik tertinggi pada perlakuan A3B2 (30%
bulu ayam:70% kulit singkong) yaitu 6,7080 N. Kertas dengan
kekuatan sobek tertinggi pada perlakuan A3B2 (30% bulu ayam:70%
kulit singkong) yaitu 8,0635 N.
b. Hasil uji sensoris terhadap produk kertas seni, rata-rata penilaian
tertinggi terhadap tekstur kertas seni pada perlakuan A1B3 (kasar),
terhadap warna kertas seni pada perlakuan A1B3 (hijau tua), terhadap
kenampakan serat pada perlakuan A2B3 (tampak serat), terhadap
kesukaan masyarakat kertas seni pada perlakuan (suka).

2. Saran
a. Limbah bulu ayam hanya diambil bulu halus, tulang bulu tidak
digunakan dan tidak diolah agar didapat tekstur yang bagus.
b. Proses perebusan menggunakan api yang kecil dan waktu lebih lama
lagi.
c. Lebih lama lagi dalam pemblenderan dalam proses mixing bahan
d. Posisi Screen sablon dan cetakan harus rapat dan pada tempat yang
datar agar ketebalan kertas seni sama. Kadar air saat pencetakan
diminimalisir agar kertas tidak berlubang dan tipis.

9
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Fauzi. Zulisma Anita dan Hamidah Harahap. 2013. Pengaruh Waktu
Simpan Film Plastik Biodegradasi Dari Pati Kulit Singkong Terhadap Sifat
Menikalnya.Jurnal Teknik Kimia. Vol.2 No.2.(Diakses pada 2 Oktober
2014).
Artati, E., Lucky W. N. S., Tintin Mutiara. 2009. Pengaruh Kecepatan
Pengadukan dan Perbandingan Berat Bahan dengan Volume Pelarut Pada
ekstraksi Antosianin dari Daun Jati dengan Pelarut Aquadest. Skripsi.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Artiyani, Anis. 2011. Bioetanol Dari Limbah Kulit Singkong Melalui Proses
Hidrolisis dan Fermentasi dengan Saccharomyes Cereviase. Skripsi jurusan
Teknik Lingkungan. Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.

Dewi, Tri Kurnia. 2009. Pengaruh Temperatur, Lama Pemasakan, dan


Konsentrasi Etanol Pada Pembuatan Pulp Berbahan Baku Jerami Padi
dengan Larutan Pemasak Naoh-Etanol. Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 16.
Universitas Sriwijaya.

Fajriani, E. 2010. Aplikasi Perekat Dalam Pembuatan Kayu Laminasi. Laporan


AkhirPraktikum.Departemen Hasil HutanFakultas Kehutanan. IPB. Bogor.

Haygreen, Jhon G & Jim L Bowyer. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu
penerjemah Sutjipto A Hadikusumo. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press. Hal 595- 599.

Kateren, N.B.R, 2008. Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Protein Ayam
Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Tesis. Universitas
Sumatra Utara, Sumatra Utara.

Muchtadi, Deddy. 2013. Pangan dan Kesehatan Jantung. Bandung: Alfabeta.

Pitakasari, A. R. 2011. Perusahaan Tak Cemas Krisis di Barat, Kebutuhan Pulp


dan Kertas Asia Menguat. Republika Online 15 Desember
2011.Http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/bisnis/11/12/15/lw94xx-
perusahaan-takcemas-krisis-di-barat-kebutuhan-pupl-dan-kertas-asia-
menguat.(Diakses pada 2 Oktober 2014).

Sanastri, Enggar Rosmita. 2014. Pemanfaatan Rumput Gajah (Pennisetum


Purpureum) Sebagai Bahan Baku Kertas Seni dengan Penambahan
Konsentrasi Na2CO3 dan Pewarna yang Berbeda. Skripsi. Jurusan
Pendidikan Biologi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sjostro, Eeoro. 1998. Kimia Kayu dan Dasar-Dasar Penggunaannya Edisi Kedua
66-112. Yogyakarta: Universitad Gadjah Mada Press.

10
Syamsu , Khaswar, dkk. 2014. Kajian Proses Produksi Pulp Dan Kertas Ramah
Lingkungan Dari Sabut Kelapa. Jurnal Teknologi Pertanian Vol.9 No.1
2014.16-25.

Tarigan, Dewi Fransiska Br, dkk. 2008. Pembuatan Dan Karakterisasi Kertas
Dengan Bahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit. Jurnal Fisika Fmipa
Universitas Sumatera Utara.

Tjockroadikoesoemo, Soebanto. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu lainnya.


Jakarta: PT. Gramedia. Hal 1-62.

Williamson G, W J A Payne. 1993. Pengantar Peternakan Daerah Tropis


Penerjemah Prof. Dr. SGN Djiwa Darmadja. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Hal 109.

Zulfikar T, M., Sri Kumalaningsih, dan Susinggih Wijana. Teknologi Produksi


Pulp dari Serat Daun Nenas (Kajian Variasi Pelarut CaO, Suhu dan Waktu
Pemasakan). Jurnal Penelitian Teknologi Industri Pertanian.

11

Anda mungkin juga menyukai