Disusun Oleh:
Elsa Nadya Anjelicha (17030194035)
Wildan Takhis Sabil El-Haaq (17030194048)
Indriyani Marta N.R (17030194055)
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2020
Lembar Persetujuan
Disusun oleh:
Elsa Nadya Anjelicha (17030194035)
Wildan Takhis Sabil El-Haaq (17030194048)
Indriyani Marta N.R (17030194055)
Berat molekul tergantung dari panjang rantai serat jenis bahannya dan panjang
rantai ini dinyatakan dengan "derajat polimerisasi" Menurut panjang rantainya
(derajat polimerisasi).
Selulosa dibagi menjadi 3 macam yaitu:
1. Alpha Selulosa : Rantai panjang, tak larut dalam air, sukar larut dalam alkali
dan penyusun utama selulosa.
2. Beta Selulosa : Rantainya pendek larut dalam alkali, bila diberi asam akan
mengendap lagi.
3. Gamma Selulosa : Rantainya lebih pendek, larut dalam alkali dan bila diberi
asam tidak mengendap.
Anselme Payen dalam tahun 1838 mengamati bahwa kayu, bila di tambah
dengan asam nitrat pekat akan kehilangan sebagian zatnya dan meninggalkan
sisa padat dan berserat yang disebut selulosa. Serat yang diisolasi oleh Payen
juga mengandung polisakarida lain di samping selulosa yaitu zat yang disebut
"lignin." Istilah ini yang di kenalkan oleh Decondolle (1819) yang berasal dari
kata latin untuk kayu yaitu Lignum.
Lignin merupakan zat pengikat antara molekul-molekul selulosa. Lignin
larut dalam air. Untuk memperoleh serat, maka lignin harus dihilangkan dengan
menggunakan alkali atau asam. Struktur lignin adalah sebagai berikut.
Proses penghilangan lignin ini disebut "proses Delignifikasi" jadi semakin
rendah kandungan lignin suatu bahan, akan semakin baik untuk pembuatan pulp.
Dalam proses pembuatan pulp secara kimia, komponen-komponen clalam bahan
dasar akan mengalami reaksi kimia antara lain:
1. Reaksi Kimia dari Selulosa Selulosa dapat mengadakan reaksi kimia karena
mengandung gugus reaktif yaitu:
a. Gugus Hidroksil, tiap satuan gugus anhidrus glukosa mengandung tiga
buah gugus hidroksil.
b. Adanya ikatan Glycosutic yang menghubungkan satuan anhidrus glukosa
satu sama lain.
c. Adanya gugus pereduksi.
Dengan adanya gugus pereaksi tersebut, selulosa dapat mengadakan reaksi
adisi dengan alkali kuat, asam mineral maupun air. Bila atom Hidrogen dalam
satu atau keseluruhan dari gugus hidroksil diganti natrium atau monovalent
metal lainya, maka selulosa akan membentuk "Cellulocates" ialah ikatan yang
identik dengan "Alkoholates." Reaksi oksidasi dari selulosa akan menyebabkan
sebagian dari gugus anhidroksil ini akan berubah menjadi gugus aldehid dan
akhirnya menjadi gugus karboksil dan terbentuk pula Ester dan Ether.
Sedangkan gugus glikosidik dapat putus rantainya, karena dapat terhidrolisa oleh
asam, juga oleh reaksi oksidasi Karena terjadi reaksi reaksi seperti tersebut di
atas, maka panjang rantai selulosa akan menjadi lebih pendek sehingga banyak
serat yang hilang pada waktu pemasakan.
2. Reaksi Kimia dari Lignin
Lignin dapat menjadi substan yang reaktif disebabkan adanya gugus hidroksil,
karbonil dan metoksil yang terdapat didalam molekul lignin. Reaksi lignin
tergantung pada proses yang dijalankan, jika dalam Proses Soda, lignin akan
membentuk Natrium Lignat berdasarkan reaksi:
Lignin + NaOH → Na Lignat + H2O
4. Pulp
Pulp adalah produk utama kayu terutama digunakan untuk pembuatan
kertas tetapi ia juga dapat diproses menjadi berbagai turunan selulosa. Tujuan
utama pembuatan pulp kayu adalah untuk melepaskan serat-serat yang dapat
dikerjakan secara kimia atau secara mekanika atau dengan kombinasi dua tipe
perlakuan tesebut. Terdapat 3 macam proses pembuatan pulp, yaitu:
1. Proses Mekanis
Tidak digunakan bahan-bahan kimia. Bahan baku digiling dengan
mesin sehingga selulosa terpisah dari zat-zat lain.
2. Proses Semi Kimia
Dilakukan seperti proses mekanis, tetapi dibantu dengan bahan kimia
untuk lebih melunakkan, sehingga serat-serat selulosa mudah terpisah dan
tidak rusak
3. Proses Kimia
Bahan baku dimasak dengan bahan kimia tertentu untuk
menghilangkan zat lain yang tidak perlu dari serat-serat selulosa. Dengan
proses ini, dapat diperoleh selulosa murni dan tidak rusak.
Pembuatan pulp dengan proses kimia, dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1. Metoda proses Basa
Bahan baku yang telah dipotong kecil-kecil dengan mesin pemotong
dimasukkan dalam sebuah bejana yang disebut “digester”. Dalam larutan
tersebut dimasukkan larutan pemasak:
- NaOH 7% untuk proses soda
Cara ini baik digunakan untuk membuat pulp dengan bahan dasar yang
mempunyai serat pendek. Bahan dasar yang biasa digunakan adalah golongan
yang lunak, seperti rumput-rumputan.
- NaOH Na2S dan Na2CO3 untuk proses sulfat
Cara ini digunakan untuk memperbaiki Proses Soda yaitu mengurangi
hidrolisa dari selulosa oleh NaOH. Hal ini dapat dicapai dengan mengganti
sebagian NaOH dengan Na2S. larutan pemasak terdiri dari campuran Na2S
dan Na2CO3 dan NaOH. Selama pemasakan akan terjadi hidrolisa lignin
menjadi alcohol dan asam serta sedikit Mercaptan. Pemasakan ini berguna
untuk memisahkan selulosa dari zat-zat yang lain.
2. Metoda proses asam
Secara garis besar, proses sulfit dilakukan melalui tahap-tahap yang sama
dengan proses basa, tetapi larutan yang digunakan adalah SO2, Ca(HSO3)2,.
Yang termasuk proses asam adalah:
Proses Sulfit
Larutan pemasak bersifat asam yaitu larutan bisulfit dari Ca(HSO3)2 dan
Mg(HSO3)2, sedangkan bahan yang akan diolah harus bebas dari
persenyawaan hidroksi phenolic.
Dalam proses pemasakan bahan dasar yang berwarna ini akan
menghasilkan pulp tak berwarna atau berwarna putih dan lignin akan terpecah
serta membentuk “lignosulfomat”
5. Uji Standar Kertas
Ada beberapa kriteria yang harus dimiliki kertas, agar kertas dapat
dipublikasikan sesuai standar. Dan untuk mengetahui apakah kertas tersebut
baik atau tidak maka, dilakukan pengujian kertas. Pada penelitian ini, acuan
standar kertas yang diambil ialah Standar Nasional Indonesia (SNI). Standar
Nasional Indonesia (SNI) mutu kertas dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Standar Mutu Karton Duplex (BSNI, 2008)
Pengujian Nilai Acuan
Gramatur 225 g/m2 – 500
g/m2
SNI 0123-2008
Ketahanan Sobek 5 Nm2/kg
Indek Sobek, min 4,40 Nm2/kg
Pengujian Nilai Acuan
Kekakuan 68 gf.cm-350
gf.cm
Ketahanan Tarik, 2,0 kN/m
min
Indeks Tarik, 20 Nm/g
min
Daya serap air, 20-40 g/m2
Maks
6. Ecopreneur
Ecopreneur berasal dari kata environmental dan entrepreneur. Artinya
gabungan dari istilah lingkungan dan wirausaha. Secara harfiah dapat dikatakan
bahwa ecopreneurship merupakan wirausaha yang berwawasan lingkungan dalam
menjalankan usahanya. Secara tradisional, manajemen bisnis yang berwawasan
lingkungan berfokus pada upaya bagaimana perusahaan yang ada menjadi lebih
hijau (green corporate) (Sukoco, 2015). Seorang ecopreneur adalah pengusaha
yang mampu menyeimbangkan antara pertumbuhan usaha dan perkembangan
lingkungan hidup dengan mereduksi atau meminimalisis dampak negatif dari
operasi usahanya terhadap keberlangsungan lingkungan hidup.
Produk Ecopreneur adalah solusi dalam mengatasi permasalahan
lingkungan, karena terdapat beberapa produk mendaur ulang (recycle) sampah dan
limbah yang dapat merusak lingkungan. Sampah dan limbah adalah zat kimia yang
tidak mempunyai nilai guna dan memiliki kecenderungan untuk merusak segala
yang disekitarnya (Permadi, 2011). Ecopreneurship berperan serta dalam menjaga
lingkungan baik air, tanah, dan udara. Seorang ecopreneur melihat lingkungan
sebagai sesuatu yang harus dilestarikan dan dijaga. Terdapat banyak limbah
dimana-mana. Ada limbah plastik dan kaleng yang tidak dapat terurai, juga limbah
kertas, kardus dan sisa-sisa bahan makanan yang tidak dapat dipakai lagi. Limbah-
limbah tersebut dapat dikelola dengan cara mendaur ulang. Ecoprenuership bisa
diartikan sebagai kemampuan berfikir kreatif dan inovatif untuk menciptakan
sesuatu yang baru, unik, dan berbeda dengan memanfaatkan peluang yang ada
disekitar lingkungan dan dijadikan produk yang dapat menghasilkan keuntungan
finansial (Alma, 2009).
Konsep produk ecopreneur tidak hanya dalam makna Hidup Hijau,
mengurangi pemanasan gobal, namun juga untuk mengehemat energi yaitu dengan
melakukan empat prinsip ecopreneur dalam melakukan produk usahanya :
a. Reduce (mengurangi), melakukan penghematan sumber daya, seperti listrik,
air,bahan bakar, kertas, dan lainnya. Serta mengurangi penggunaan
bahanbahan yang membahayakan lingkungan serta makhluk hidup maupun
bahan-bahan beracun. Sebisa mungkin meminimalisir barang atau material
yang kita pergunakan.
b. Reuse (memakai kembali), menggunakan kembali sumber-sumber daya
yang telah digunakan untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas.
Misalnya : menggunakan kertas bekas, memanfaatkan kembali
barangbarang bekas, dan memanfaatkan energi dari kompresor AC untuk
pemanas air. Pilih barang-barang yang masih bisa dipakai kembali. Hindari
barang yang sekali pakai, langsung buang.
c. Recycle (mendaur ulang), mendaur ulang penggunaan air, merubah bentuk
dan memanfaatkan kembali limbah dan sampah dan barang-barang yang
sudah tidak terpakai lagi bisa di daur ulang.
d. Upcycle, memberikan manfaat yang lebih baik dan baru untuk produk-
produk yang tadinya sudah tidak terpakai lagi.
Dipotong kecil-kecil
Dikeringkan di oven selama 60 menit dengan suhu 120 oC
Didinginkan
Dihaluskan dalam blander
Serbuk pelepah pisang
2. Proses pembuatan kertas
50 gram serbuk pelepah pisang 50 gram Kertas Bekas
Ditambahkan asam asetat pekat Dimasukkan ke dalam
sebanyak 95% wadah
Dihaluskan dalam blander Ditambahkan air
Ditambahkan HCl 0,1% , 0,15% , secukupnya
0,2% masing-masing 5mL Direndam selama 24
Dipanaskan selama 60 menit pada jam
suhu 900C
Grammatur Kertas
3. Uji pH Kertas
Kertas
Serbuk pelepah
pisang
Hasil Pengamatan
No. Alur Percobaan Dugaan Reaksi Kesimpulan
Sebelum Sesudah
2. Proses Pembuatan Kertas - Serbuk - Kertas bekas HVS Pelepah pisang dapat Pelepah
pelepah yang direndam dimanfaatkan untuk dijadikan pisang dapat
pisang: selama 24 jam: kertas. digunakan
berwarna berwarna putih sebagai bahan
kuning keabuan dan lembek [C10H10O2]n + n CH3COOH + dasar
kecoklatan - Serbuk pelepah nH2O → nC6H3C4H9O3 + pembuatan
(+++++) pisang + asam asetat nCH3COOH kertas
- HCl: larutan pekat 95%: Lignin +asam asetat +air → aseto
ligninat + asam asetat
tidak berwarna kuning
berwarna kecoklatan (+++++)
- Asam asetat - Dihaluskan dalam
pekat: larutan blander menjadi
tidak bubur berwarna
berwarna kuning kecoklatan
- Aquades: (+++++)
larutan tidak - Manipulasi 1
berwarna
50 gram serbuk pelepah pisang 50 gram Kertas Bekas - Kertas bekas: Ditambahkan HCl
3. Uji Sifat Fisik Kertas -warna kertas menjadi Terdapat perbedaan warna Warna kertas
Produk Kertas Berbagai Variasi ampas tebu dengan penambahan 0123-2008 yaitu sebesar 225 kertas paling
yang telah HCl 0,1% > 0,15% > g/m2 – 500 g/m2 rendah
Diukur luas permukaan kertas jadi: 0,2%. diperoleh
Dicatat berwarna dengan
Ditimbang massa kertas menggunakan abu-abu dan penggunaan
neraca analitik sedikit kaku HCl 0,2%.
Dicatat
Dihitung grammatur kertas
Grammatur Kertas
Hasil Pengamatan
No. Alur Percobaan Dugaan Reaksi Kesimpulan
Sebelum Sesudah
5. Uji pH Kertas Kertas dari Kertas dari ampas Nilai pH menurut SNI 0123- pH kertas
Kertas ampas tebu tebu + aquades: 2008 yaitu berkisar pada paling asam
2. Saran
Lebih memperhatikan faktor-faktor lain yang akan mempengaruhi
kualitas kertas.
I. Daftar Pustaka
Alma, Buchari. 2013. Kewirausahaan. Bandung : Alfabeta.
Amraini, Said Zul. 2010 Pembuatan Pulp Sabut Sawit dengan Proses Acetosolv.
Conference Chemical Engineering Science and Application (ChESA),
150-157.
Anonim, Perkembangan Industri Kertas dan Pulp di Dunia dan di Indonesia
(bagian A-B). Departemen Perindustrian, 1982.
Apriani, Enda. 2016. Pengaruh Komposisi Bahan Baku dan Lama Waktu
Pemasakan terhadap Kekuatan Tarik pada Pembuatan Kertas. Mekanika
dan Sistem Termal vol 1(2) hal 38-42.
Arifki, Hisban Hamid dan Barliana, Melisa Intan. 2018. Karakteristik dan
Manfaat Tumbuhan Pisang di Indonesia. Farmaka SuplemenI 16 (3),
196-203.
Bahri, Syamsul.2015. Pembuatan Pulp Dari Batang Pisang. (online). Jurnal
Teknologi Kimia Unimal. Diakses pada tanggal 2 Maret 2020.
Bahri, Syamsul.2015. Pembuatan Serbuk Pulp Dari Daun Jagung. (online).
Jurnal Teknologi Kimia Unimal. Diakses pada tanggal 2 Maret 2020.
BKKSI, 2008. Pemanfaatan Pelepah Pisang Mengolah Limbah Menjadi Bahan Baku
Industri, Inovasi Kabu-paten di Indonesia, Seri Pendoku-mentasian Best
Practice: Kabupaten Sukoharjo.
De Langhe, Edmond.,Vyrdaghs, Luc., de Maret, Pierre., Denham, Tim. 2009 .
Why Bananas Matter: An introduction to the history of banana
domestication. EthnobotanyResearch and Applications.7: 165-177.
Fengel,D dan Wegener,G. 1995. KAYU: Kimia, Ultrastuktur, Reaksi-
reaksi.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Karyati, dkk. 2013. Pengaruh Penambahan Limbah Pelepah Pisang Sebagai
Komponen Daur Ulang Kertas. Sanitasi, Jurnal Kesehatan Lingkungan,
5 (1), 8 – 15.
Novianti, Putri dan Setyowati, W.A.E. 2016. Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang
Kepok Sebagai Bahan Baku Pembuatan Kertas Alami Dengan Metode
Pemisahan Alkilasi dalam jurnal Seminar Nasional Pendidikan Sains,
Universitas Sebelas Maret.
Permadi, A.Guruh. 2011. Menyulap Sampah Jadi Rupiah. Jakarta:MUMTAZ
Media.
Prasetia, I G. N. J. A. 2018. Evaluasi Kandungan Selulosa Mikrokristal dari
Jerami Padi (Oryza sativa L.) Varietas IR64. Jurnal Kimia, 12(2), 97-
101.
Situs Sentra Informasi IPTEK www.iptek.net.id/ind/pd tanobat/
view.php?mnu=2&id=147 diakses pada tanggal 1 Maret 2020
Sukoco, Iwan dan Muhyi, Abdul. 2015. Ecopreneurship dalam Menumbuhkan
Usaha Berwawasan Lingkungan pada Sentra Industri Penyamakan Kulit
Sukaregang Kabupaten Garut. Sosiohumaniora, 17(2), 156-165.
Sutyasmi, Sri. Daur Ulang Limbah Shaving Industri Penyamakan Kulit untuk
Kertas Seni. Majalh Kulit, Karet, Plastik, 28 (2), 113-121.
Yosephine, Allita. 2012. Pemanfaatan ampas tebu dan kulit pisang dalam
pembuatan kertas serat campuran.
J. Lampiran Artikel dan Jurnal
See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/233401416
CITATIONS READS
0 2,814
5 authors, including:
Hari Rionaldo
Universitas Riau
26 PUBLICATIONS 12 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Production and Characterization of Cellulase from E. Coli EgRK2 Recombinant View project
All content following this page was uploaded by Zulfansyah Muchtar on 30 May 2014.
Abstrak
Sabut sawit yang merupakan produk samping pabrik CPO yang belum
dimanfaatkan dengan baik. Selama ini sabut sawit digunakan sebagai bahan bakar
boiler yang menghasilkan emisi gas dan dapat menyebabkan pemanasan global.
Percobaan pembuatan pulp sabut sawit dimaksudkan untuk mengkaji
kemungkinan pemanfaatan sabut sawit sebagai bahan baku produk pulp.
Percobaaan pembuatan pulp sabut sawit dilakukan secara batch pada skala
laboratorium. Variabel percobaan yang dipelajari, yaitu konsentrasi asam klorida
0,10; 0,15; 0,2%-berat, waktu reaksi 15, 30, 60, 90, 120, 150 menit dan nisbah
cairan-padatan 10/1; 12/1; 14/1, pada konsentrasi asam asetat 85%. Hasil
percobaan menunjukkan bahwa sabut sawit dapat dijadikan pulp dengan proses
acetosolv dan menghasilkan yield 75,1-85,3% dan kadar lignin pulp 26-43%,
yang bervariasi menurut kondisi proses. Seluruh variabel proses berpengaruhnya
terhadap yield dan kadar lignin, dan kualitas pulp yang dihasilkan masih rendah.
Keywords: sabut sawit, acetosolv, lignoselulosa, pulping, pulp organosolv
1. Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki perkebunan sawit
terluas, dan telah menjadi penghasil CPO terbanyak di dunia pada tahun 2009.
Pertumbuhan industri minyak sawit akan diperkirakan terus meningkat setiap
tahunnya, walaupun dengan laju yang tidak begitu besar [Sastrosayono 2003].
Seiring dengan meningkatnya industri minyak sawit tersebut, maka limbah padat
yang dikeluarkan juga semakin bertambah. Limbah padat ini berupa 1,233 ton
sabut, 1,167 ton tandan kosong, dan cangkang mencapai 0,433 ton per ton
produksi CPO [Budiono 2006]. Selama ini, limbah padat tersebut umumnya
ditanggulangi dengan memanfaatkannya, seperti sabut dan cangkang yang
digunakan sebagai bahan bakar boiler. Sedangkan tandan kosong dimanfaatkan
sebagai sumber kalium untuk unsur hara perkebunan, yang diperoleh dengan cara
membakarnya pada incinerator. Limbah padat pabrik CPO yang semakin
bertambah ini memerlukan penanggulangan yang tepat, agar tidak menimbulkan
pencemaran lingkungan [Bahri 1996].
Sabut sawit merupakan biomassa lignoselulosa berupa serat dengan
komponen utama selulosa, hemiselulosa dan lignin. Salah satu cara pengolahan
biomassa adalah metode fraksionasi biomassa. Prinsipnya biomassa dipilah
menjadi komponen utama penyusunnya ( selulosa, hemiselulosa, dan lignin),
dengan tanpa banyak merusak dan mengkoversinya menjadi produk yang bernilai
tambah tinggi [Myerly et al. 1981]. Fraksionasi biomassa dilakukan berdasarkan
2. Metode
Percobaan pembuatan pulp sabut sawit dengan process acetosolv
dilakukan menurut metode yang dikembangkan oleh Parajo et al. [1993]. Tahap-
tahap percobaan meliputi pemasakan, penyaringan, pencucian, dan pengeringan
padatan seperti yang terlihat pada Gambar 1. Bahan baku yang digunakan adalah
limbah sabut sawit pabrik CPO dari salah satu pabrik disekitar kota Pekanbaru.
Sebelum digunakan, sabut sawit dibersihkan dan dikeringkan di bawah sinar
matahari. Sedangkan bahan kimia yang digunakan meliputi, asam asetat (58) pa.
17 M, asam klorida (314) pa. 12 M, asam sulfat (713) pa. 18 M, dari manufaktur
Jerman.
Percobaan pembuatan pulp sabut sawit dengan proses acetosolv dilakukan
di dalam reaktor batch bervolume 1 liter yang dilengkapi dengan kondensor,
termometer dan pemanas listrik. Perhitungan waktu reaksi dimulai pada saat
cairan mulai mendidih. Variabel proses yang dipelajari meliputi konsentrasi
katalis HCl 0,10, 0,15 dan 0,20%-berat, waktu reaksi 15, 30, 60, 90, 120 dan 150
menit, dan nisbah cairan-padatan 10/1, 12/1 dan 14/1 berat/berat. Sedangkan
konsentrasi asam asetat dibuat tetap 85%. Run percobaan dilakukan berdasarkan
metode percobaan one factor at time (OFAT), dengan variasi variabel proses
untuk melihat pengaruhnya terhadap kualitas pulp, yang meliputi yield dan kadar
meningkatnya konsentrasi HCl dari 0,1 menjadi 0,15%, dan akan bertambah
kembali pada kenaikan konsentrasi HCl menjadi 0,2%. Berdasarkan hasil ini
maka konsentrasi katalis HCl yang dapat menghasilkan kadar lignin pulp terendah
adalah 0,15%, dengan yield 84,2% dan kadar lignin pulp 26,36%.
Gambar 2. Pengaruh konsentrasi katalis HCl terhadap yield dan kadar lignin pulp
pada waktu pemasakan tetap (60 menit) dan nisbah cairan-padatan C/P 12.
Gambar 3. Pengaruh niscah cairan-padatan terhadap yield dan kadar lignin pulp
pada konsentrasi katalis HCl tetap (0,15%-berat) dan waktu pemasakan tetap (60
menit).
Gambar 4. Pengaruh waktu pemasakan terhadap yield dan kadar lignin pulp pada
konsentrasi katalis HCl tetap (0,15%) dan nisbah cairan-padatan 12/1
4. Kesimpulan
Pembuatan pulp pelepah sawit dengan proses acetosolv dapat dilakukan
dan menghasilkan pulp dengan kualitas yang belum memadai. Yield dan kadar
lignin pulp dipengaruhi oleh faktor konsentrasi katalis HCl dan nisbah cairan-
padatan. Pada kondisi konsentrasi HCl 0,15%, nisbah cairan-padatan 1/12 dan
waktu pemasakan berkiran antara 60-90 menit, dalam media pemasakan asam
asetat 85% akan memberikan pulp dengan kualitas yang relatif baik.
Daftar Pustaka
Bahri, S. (1996) Budi Daya Kelapa Sawit. Yogyakarta: Andi Offset.
Budiono, C. (2006) Tantangan dan Peluang Usaha Pengembangan Sistem Energi
Terbarukan di Indonesia. Jakarta: Intisari, 2006.
Myerli, R.C, M.D Nicholson, R Katzen, J.M Taylor, (1981) “The forest refinery”,
Chemtech 76: 186-192.
Parajo, J. C., J. L. Alonzo, D. Vazquez. (1993) “On The Behavior of Lignin and
Hemicellulose During Acetosolv Processing.” Bioresource Technology 46:
233-240.
Parajo, J. C., J. L. Alonzo, V. Santos. (1995) “Kinetic of Catalyzed Organosolv
Processing of Pine Wood.” Ind. Eng. Res 34: 4333 – 4342.
Pari, G dan I. Sailah, (2001) “Pembuatan arang aktif dari sabut sawit dengan
bahan pengaktif NH4HCO3 dan (NH4)2CO3 dosis rendah”, Buletin Penelitian
Hasil Hutan 19, 4: 231-244.
Sahin, H.T and R.A Young, (2008) “Auto-catalyzed acetic acid pulping of jute”,
Industrial Crops and Products 28, 1: 24-28
Sarkanen, K. S. (1990) “Chemistry of Solvent Pulping.” Tappi Journal, 215 –
219.
Sastrosayono, S. (2003) Budi Daya Kelapa Sawit. Jakarta: Agromedia Pustaka,
2003.
Shukry, N., S. A. El-Meadawy, M. A. Nassar. (1992) “Pulping with Organic
Acid: 3-Acetic Acid Pulping of Bagasse.” J. Chem. Tech. Biotech 54: 125 –
143
Vazquez, G., G. Antorrena, J. Gonzales. (1995) “Acetosolv Pulping of Eucalyptus
globulus Wood by Acetic Acid.” Holzforschung 49: 69 – 75.
Zulfansyah, S. Z. Amraini, Fauzi. (2002) “Fraksionasi Limbah Kayu dalam Media
Asam Asetat.” Jurnal Natur Indonesia 4, no.2: 145 – 155.
Abstrak
Penelitian untuk mengetahui kondisi pemasakan optimum dalam pembuatan kertas dari limbah kulit pisang
kepok (Musa acuminata balbisiana Colla) telah dilakukan. Pembuatan kertas dilakukan menggunakan
metode alkalisasi, dimana pemasakan dilakukan pada temperatur 1000C selama 1,5 jam dengan variasi
konsentrasi NaOH sebesar 2%, 3%, dan 4%. Proses bleaching dilakukan dengan larutan hidrogen peroksida.
Kertas yang dihasilkan diuji kadar airnya dengan metode kering–oven berdasarkan SNI ISO 287:2010 dan
uji pH dilakukan sesuai dengan SNI ISO 6588-1:2010. Kemudian hasil pengujian masing-masing kertas
tersebut dibandingkan dengan nilai kadar air dan pH kertas buram komersial. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kertas berbahan dasar limbah kulit pisang kepok yang dibuat dengan konsentrasi NaOH 2%, 3%, dan
4% memiliki kadar air berturut-turut sebesar 0,4%; 0,93%; dan 4,21%, sedangkan hasil pengukuran pH
berturut-turut sebesar 8,19; 6,74; dan 7,3. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kertas berbahan dasar
kulit pisang kepok yang mendekati karakteristik kertas buram (kadar air 4,5% ; pH 7,51) adalah kertas yang
dimasak dengan NaOH 4% selama 1,5 jam.
Kata Kunci: kulit pisang kepok, alkalisasi, kertas alami, pH, kadar air
Proses pencetakan kertas Tabel 2: Hasil Uji pH terhadap Berbagai Variasi Kertas
dari pulp Kulit Pisang Kepok
Variasi Lama
Uji kadar air Uji pH No. Konsentrasi Pemasakan pH
NaOH (jam)
1 2% 1,5 8,19
Gambar 1. Diagram Alir Tahapan Percobaan
2 3% 1,5 6,74
3 4% 1,5 7,3
462 | Peningkatan Kualitas Pembelajaran Sains dan Kompetensi Guru Melalui Penelitian & Pengembangan
dalam Menghadapi Tantangan Abad-21
hidrogen peroksida tersebut menjadi oksigen
dan air.
Lama pemanasan dalam proses
Gambar 3. Reaksi Lignin dengan Gugus Hidroksil dari bleaching ini menggunakan waktu pada
NaOH umumnya yaitu 120 menit karena perlakuan
Selama proses pemasakan, terjadi bahan kimia pemutih terhadap serat akan
perubahan warna pada kulit pisang dari menjadi lebih reaktif dengan memperpanjang
coklat menjadi coklat pekat kehitaman. waktu reaksi. Namun, waktu reaksi yang
Semakin lama pemanasan dan semakin tinggi terlalu lama akan merusak rantai selulosa dan
suhu selama pemasakan tersebut perubahan hemiselulosa pada serat tersebut (Onggo dan
karakteristik warna kulit pisang tersebut Triastuti, 2004).
semakin pekat. Lama pemasakan dengan
larutan pemasak (NaOH) dalam penelitian ini
yaitu selama 1,5 jam. Setelah proses
pemanasan berlangsung, pulp didinginkan
kemudian dicuci dengan air bersih untuk
menghilangkan larutan NaOH dan lignin dari
pulp.
Proses selanjutnya yaitu proses
pemutihan (bleaching). Pemutihan
(bleaching) merupakan proses yang bertujuan Gambar 4. Pulp yang dihasilkan
untuk menghilangkan kandungan lignin di
dalam pulp atau serat sehingga diperoleh b. Proses Pencetakan Kertas dari Pulp
tingkat kecerahan warna yang tinggi dan Proses ini merupakan tahap finishing,
stabil (Greschik dkk, 2008). Dalam proses dimana pulp yang telah terbentuk dicetak
pemutihan pulp digunakan bahan pemutih menjadi kertas. Langkah awal yaitu dengan
Hidrogen Peroksida (H2O2) karena H2O2 menumpahkan pulp ke dalam cetakan kayu
memiliki sifat oksidator yang sangat kuat yang sudah dilapisi kain saringan. Dalam
dengan konsep pemutihan Totally Chlorine proses ini, usahakan pulp memenuhi bagian
Free (TCF). cetakan dengan rata agar kertas yang
Hidrogen peroksida berbentuk cairan dihasilkan memiliki permukaan yang rata.
tidak berwarna, sedikit lebih kental dari air Pada penelitian ini digunakan botol yang
dan dapat bercampur dengan air dalam permukaannya rata untuk meratakan pulp di
berbagai komposisi (Jones, 1999). Hidrogen atas cetakan. Kemudian dilakukan
peroksida bersifat asam yang sangat lemah pengeringan dengan menjemur pulp di bawah
dan mempunyai kemampuan sifat oksidator terik matahari.
yang sangat kuat. Hidrogen peroksida (H2O2)
merupakan bahan pemutih yang bisa
digunakan untuk proses pemutihan dengan
konsep Totally Chlorine Free (TCF). Selain
itu, Bila dipanaskan mudah terurai dan
melepaskan gas oksigen. Karena
kemampuannya melepaskan oksigen maka
sangat efektif dipakai sebagai bahan pemutih.
O2 yang terjadi akan bekerja sebagai
oksidator untuk memutihkan bahan.
H2O2 (aq) H2O(l) + O2(g) Gambar 5. Proses Pencetakan Pulp Kulit Pisang Kepok
Dalam proses bleaching, terjadi
perubahan warna pulp dari warna coklat tua c. Karakteristik Kertas Kulit Pisang Kepok
berubah menjadi warna kuning cerah Kertas kulit pisang kepok yang
mendekati putih. Selain itu, selama proses dihasilkan baik sifat fisik, sifat kimia,
pemanasan dihasilkan banyak gelembung maupun karakteristik lain bergantung pada
akibat dari reaksi penguraian senyawa proses pemasakan pulp. Jika konsentrasi
466 | Peningkatan Kualitas Pembelajaran Sains dan Kompetensi Guru Melalui Penelitian & Pengembangan
dalam Menghadapi Tantangan Abad-21
Wibisono: PEMBUATAN PULP DARI ALANG-ALANG 11
ABSTRAK
Alang-alang merupakan tanaman gulma yang jumlahnya cukup besar di Indonesia. Hingga saat ini
pemanfaatan dalam jumlah yang besar terhadap alang-alang di Indonesia belum ada. Alang-alang mempunyai
kandungan selulosa yang cukup tinggi. Pada penelitian pendahuluan terhadap bahan baku alang-alang
mengandung kadar alfa selulosa sekitar 41,7% dan mempunyai bilangan Kappa sebesar 37,1886. Maka alang-
alang bisa dijadikan sebagai bahan dari pulp untuk pembuatan kertas.
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh waktu hidrolisis, pengaruh suhu pemasakan dan
pengaruh penambahan larutan pemasakan dengan beda konsentrasi dalam pembuatan pulp kertas dengan
menggunakan proses asetosolv terhadap kadar alfa selulosa dan bilangan Kappa berdasarkan acuan terhadap
pulp yang digunakan sebagai bahan kertas. Mula-mula, pada penelitian ini dibuat pulp dari alang-alang dengan
proses asetosolv. Pulp alang-alang yang telah dibuat tersebut kemudian diuji nilai KAS untuk menentukan kadar
alfa selulosa dan uji bilangan Kappa untuk menentukan jumlah ligninnya, dan juga dihitung nilai yield.
Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan kondisi terbaik untuk pemasakan pulp alang-alang
dengan proses asetosolv, yaitu dengan kadar asam asetat 90% dan pada suhu proses 100ºC, dengan waktu
proses 1 jam, menghasilkan pulp dengan kadar alfa selulosa 84,6%, yield 62,8%, dan bilangan Kappa sebesar
23,6628.
Selulosa
Selulosa (C6H10O5)n adalah polimer
berantai panjang polisakarida karbohidrat, dari
beta-glukosa. Selulosa merupakan komponen
utama dalam pembuatan kertas. Selulosa adalah
senyawa organik penyusun utama dinding sel
dari tumbuhan. Adapun sifat dari selulosa
adalah berbentuk senyawa berserat, mempunyai
tegangan tarik yang tinggi, tidak larut dalam air
dan pelarut organik.
12
Wibisono: PEMBUATAN PULP DARI ALANG-ALANG
jenis serat, mudah larut dalam alkali, dan tanpa adanya proses pembakaran bahan bekas
mudah terhidrolisis oleh asam mineral menjadi pemasak. Tidak seperti proses pemasakan pulp
gula dan senyawa lain. Hemiselulosa lebih dengan metode kraft, yang limbah larutan
mudah larut daripada selulosa, dan dapat pemasaknya atau black liquor harus
diisolasi dari kayu dengan ekstraksi. dimasukkan ke dalam furnis yang panas, dan
bertekanan tinggi untuk mendapatkan sisa
larutan pemasak yang mengandung senyawa
sulfur dalam bentuk abu, yang kemudian abu
ini harus dicampur dengan lime atau CaO untuk
menghilangkan bahan kimia asal seperti NaOH,
Na2S, dan Na2CO3 membentuk green liquor.
Lime ditambahkan lagi dalam green liquor
untuk mengubah sodium karbonat menjadi
sodium hidroksida agar menjadi white liquor
dan baru bisa dipake menjadi larutan pemasak
lagi pada pulp[17].
Gambar 3. Senyawa Hemiselulosa[14]
Proses asetosolv lebih menguntungkan
karena tidak perlu menggunakan dapur untuk
Proses Asetosolv
Proses pemisahan serat dengan pembakaran daur ulang black liquor, karena
menggunakan bahan kimia organik seperti hanya dengan pemisahan secara distilasi saja
misalnya: metanol, etanol, aseton, asam asetat, sudah bisa, tidak terlalu memakan biaya untuk
dan lain-lain dinamakan dengan proses bahan bakar pada pembakaran di dapur.
organosolv. Proses ini telah terbukti Dari penelitian dengan penggunaan
memberikan dampak yang baik bagi lingkungan proses asetosolv, telah dilakukan pembuatan
dan sangat efisien dalam pemanfaatan sumber pulp berbahan ampas tebu dan enceng gondok
daya hutan. yang didapatkan nilai KAS untuk ampas tebu
Dengan menggunakan proses organosolv sebesar 83,93% dan nilai KAS untuk eceng
diharapkan permasalahan lingkungan yang gondok 75,2%[11]. Nilai KAS yang diperoleh
dihadapi oleh industri pulp dan kertas akan dari proses acetosolv untuk pemasakan eceng
dapat diatasi. Proses organosolv memberikan gondok dan ampas tebu masih lebih rendah jika
beberapa keuntungan, yaitu rendemen pulp dibandingkan nilai KAS dari pulp yang
yang dihasilkan tinggi, daur ulang lindi hitam dipersyaratkan oleh pabrik kertas yaitu sebesar
dapat dilakukan dengan mudah, tidak 86%. Perbandingan antara data yang digunakan
menggunakan unsur sulfur sehingga lebih aman pada enceng gondok terhadap ampas tebu
terhadap lingkungan, dapat menghasilkan by- disajikan pada Tabel 1.
products (hasil sampingan) berupa lignin dan
Tabel 1. Perbandingan Antara Data yang Digunakan
hemiselulosa dengan tingkat kemurnian tinggi. pada Enceng Gondok terhadap Ampas Tebu[11]
Ini secara ekonomis dapat mengurangi biaya Variabel Enceng Ampas tebu
produksi, dan dapat dioperasikan secara Gondok
ekonomis pada kapasitas terpasang yang relatif Suhu yang 180°C 60-110°C
kecil yaitu sekitar 200 ton pulp per hari[6]. digunakan
Penggunaan asam asetat sebagai pelarut Tekanan yang Tekanan yang Tekanan yang
organik disebut dengan proses asetosolv. dipakai terjadi pada terjadi pada
Kekuatan tarik pulp asetosolv setara dengan saat suhu saat suhu
kekuatan tarik pulp kraft. Proses asetosolv tersebut tersebut
dalam pengolahan pulp memiliki beberapa Konsentrasi Dipakai dengan Dipakai dengan
keunggulan, antara lain: bebas senyawa sulfur, asam asetat kisaran kisaran 60, 80,
sebagai larutan 50-90% 100 %
daur ulang limbah dapat dilakukan hanya
pemasak
dengan metode penguapan dengan tingkat Waktu 120 menit 30-90 menit
kemurnian yang cukup tinggi, yaitu dengan pemasakan
distilasi saja daur ulang pemakaian asam asetat Pemakaian Katalis HCl Katalis HCl
sebagai bahan pemasaknya, dan nilai hasil daur Katalis 0,5% 0,5-3%
ulangnya jauh lebih mahal dibanding dengan Kadar alfa 64% 47,7%
hasil daur ulang limbah kraft. Keuntungan lain selulosa
dari proses asetosolv adalah bahwa bahan Kadar lignin 8% 19,6%
pemasak yang digunakan dapat diambil kembali
13
WIDYA TEKNIK Vol. 10, No. 1, 2011 (11-20)
14
Wibisono: PEMBUATAN PULP DARI ALANG-ALANG
komersial yang biasa dipakai oleh pabrik kertas Ukuran partikel bahan baku alang-alang dibuat
pada umumnya. seragam sekitar 80 mesh. Partikel terlebih
dahulu dikecilkan lalu dimaksudkan agar
Rangkaian Alat Penelitian selama pemasakan area dari partikel dapat
Rangkaian alat yang digunakan dalam terkontak semua dengan larutan pemasak,
penelitian ini disajikan pada Gambar 1. sehingga proses pemasakan berlangsung lebih
baik. Akan tetapi, partikel tidak bisa dikecilkan
lagi sebab ketika partikel menjadi sangat kecil,
kandungan dari alfa selulosa akan rusak[17].
Volume asam asetat yang digunakan
pada penelitian kali ini mempunyai
perbandingan 10:1 dari massa/berat alang-
alang yang dimasak. Volume yang digunakan
tidak lebih kecil daripada perbandingan 10:1
karena dari penelitian pendahuluan, jika
semakin kecil volume asam asetat yang
digunakan, luas kontak permukaan dengan
bahan baku akan lebih kecil, serta adanya bahan
baku yang menumpuk di bagian bawah labu
leher tiga. Pada penelitian ini digunakan
pengadukan dengan kecepatan 150 rpm. Proses
ini perlu pengadukan agar bahan baku tidak
menumpuk di bagian bawah serta bahan baku
Gambar 4. Rangkaian Alat Pemasak Alang-Alang
dapat terkontak secara baik dengan larutan
pemasak. Kecepatan pengadukan tidak
Produk yang dihasilkan berupa pulp dilakukan melebihi 150 rpm karena akan
alang-alang yang dipisahkan terlebih dahulu menimbulkan vorteks yang menyebabkan
dari larutan pemasaknya, lalu dimasukkan ke sebagian alang-alang menempel di dinding
dalam oven, setelah kering terhadap pulp labu leher tiga.
dilakukan pengukuran kadar alfa selulosa,
lignin, dan yield pulp. Analisis variabel yang Pengaruh Konsentrasi Larutan Asam Asetat
dipakai terhadap proses pemasakan produk pulp (CH3COOH) Terhadap Jumlah Kadar Alfa
antara lain: ukuran bahan baku, volume larutan, Selulosa Yang Dihasilkan
kecepatan pengadukan, konsentrasi larutan Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa
pemasak, suhu, dan waktu. semakin meningkatnya konsentrasi asam asetat
yang digunakan sebagai larutan pemasak akan
HASIL PENELITIAN DAN mempengaruhi kadar alfa selulosa yang didapat.
PEMBAHASAN Semakin besar konsentrasi larutan asam asetat
akan memberikan kadar alfa selulosa yang lebih
Analisis Bahan Baku besar. Hal tersebut terlihat pada Gambar 5,
Pembuatan pulp dilakukan dengan bahwa pada konsentrasi asam asetat 90%
berbagai variasi waktu hidrolisis, suhu memiliki titik maksimum kadar alfa selulosa
hidrolisis dan konsentrasi larutan asam asetat yang lebih tinggi daripada konsentrasi asam
yang dipakai. Analisis yang dilakukan terhadap asetat 75% dan 60% yaitu sebesar 84,6% pada
pulp meliputi kadar alfa selulosa (KAS) dan waktu pemasakan 60 menit dengan suhu 100°C.
bilangan Kappa (untuk mengukur kadar lignin) Begitu juga dengan konsentrasi asam asetat
serta yield pulp hasil dari hidrolisis. Pada 75% pada waktu pemasakan 90 menit pada
proses pemasakan bahan baku, dilakukan suhu 100°C memiliki titik maksimum kadar
penambahan katalis HCl 1%. Penambahan alfa selulosa sebesar 74,3% yang lebih tinggi
katalis berupa HCl 1% dilakukan untuk daripada titik maksimum konsentrasi asam
mempercepat reaksi serta membuat konversi asetat 60% pada waktu 90 menit suhu 100°C
reaksi berlangsung lebih baik. Katalis yang yang hanya menghasilkan kadar alfa selulosa
digunakan sebesar 1% dari jumlah volume sebesar 65.2%. Hal ini disebabkan karena
larutan pemasak yang digunakan. Penambahan dengan semakin tingginya konsentrasi asam
katalis tidak dilakukan melebihi sebesar 1% asetat yang digunakan, menyebabkan lebih
karena akan menimbulkan korosi sebab larutan banyak asam asetat yang dapat mengikat lignin.
katalis yang digunakan bersifat asam kuat[17].
15
WIDYA TEKNIK Vol. 10, No. 1, 2011 (11-20)
100
60
40
16
Wibisono: PEMBUATAN PULP DARI ALANG-ALANG
90 100
70
70
60
60
50
Konsentrasi asam asetat 60% 50
Konsentrasi asam asetat 75%
Konsentrasi asam asetat 90%
40
40 0 20 40 60 80 100 120 140 160
0 20 40 60 80 100 120 140 160
waktu ( menit )
waktu ( menit ) Gambar 8. Hubungan Antara Waktu Terhadap Yield
Gambar 7. Hubungan Antara Waktu Terhadap Pulp Untuk Berbagai Suhu Pemasakan Pada
Yield Pulp Untuk Berbagai Konsentrasi Asam Asetat Konsentrasi Asam Asetat 90%
Pada Suhu 100°C
Hal ini disebabkan karena lignin yang
Hal ini dikarenakan pada konsentrasi terdapat pada alang-alang dapat dihidrolisis
asam asetat yang lebih besar, dengan melihat dengan baik karena proses berlangsung pada
persamaan reaksi pemasakan, mengakibatkan sistem endotermis, di mana pada sistem
mol asam asetat yang bereaksi dengan lignin endotermis semakin banyak panas yang
menjadi semakin besar sehingga lignin yang diterima semakin baik hasil reaksi yang didapat.
dapat didegradasi menjadi lebih banyak. Dengan lignin yang semakin banyak
Dengan lignin yang semakin banyak didegradasi menyebabkan sisa hasil reaksi
didegradasi menyebabkan sisa hasil reaksi menjadi lebih kecil. Hasil reaksi yang semakin
menjadi lebih kecil. Hasil reaksi yang semakin kecil mengakibatkan yield pulp yang
kecil mengakibatkan yield pulp yang didapatkan menjadi lebih rendah. Pengurangan
didapatkan menjadi lebih rendah. yield pulp juga dipengaruhi oleh alfa selulosa
Penurunan yield pulp juga dipengaruhi yang rusak, semakin banyak alfa selulosa yang
oleh alfa selulosa yang rusak, semakin banyak mengalami kerusakan pada rantai polimerisasi,
alfa selulosa yang mengalami kerusakan pada akan menyebabkan hasil sisa reaksi yang lebih
rantai polimerisasi maka menyebabkan hasil kecil pula[20].
sisa pemasakan lebih kecil pula[16].
17
WIDYA TEKNIK Vol. 10, No. 1, 2011 (11-20)
Pengaruh Konsentrasi Larutan Asam Asetat semakin meningkat. Sehingga lignin yang
Terhadap Bilangan Kappa Yang Dihasilkan tersisa di dalam pulp semakin kecil.
Dalam penelitian ini, bilangan Kappa
menunjukkan seberapa banyak lignin yang Pengaruh Suhu Pemasakan Terhadap
masih terdapat dalam pulp, jika bilangan Kappa Bilangan Kappa Yang Dihasilkan
tinggi, maka kadar lignin dari pulp juga tinggi, Hubungan antara waktu terhadap
dan jika bilangan Kappa menurun, maka kadar bilangan Kappa untuk berbagai suhu
lignin dalam pulp juga menurun, hal ini pemasakan disajikan pada Gambar 10.
disebabkan oleh penggunaan larutan asam Dalam penelitian ini, bilangan Kappa
asetat dalam pemasakan. Dari hasil penelitian menunjukkan banyaknya lignin dalam pulp.
dapat dilihat bahwa bilangan Kappa akan Dari hasil penelitian pada Gambar 10, terlihat
mengalami penurunan seiring dengan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan
meningkatnya persentase konsentrasi asam untuk pemasakan menggunakan asam asetat
asetat dan lamanya waktu hidrolisis yang dapat 90% menghasilkan hidrolisis lignin yang lebih
dilihat pada Gambar 9. baik. Pada Gambar 10 juga terlihat bahwa suhu
cukup berperan dalam reaksi hidrolisis lignin,
40 misal pada suhu 70°C hasil degradasi lignin
lebih rendah daripada yang bersuhu 85°C
35 ataupun 100°C. Begitu juga dengan yang
bersuhu 85°C hasil degradasi lignin lebih
Kappa numbers
25 40
20 35
15 30
Konsentrasi asam asetat 75%
Konsentrasi asam asetat 90%
10 25
0 20 40 60 80 100 120 140 160
waktu ( menit ) 20
Gambar 9. Hubungan Antara Waktu Terhadap Suhu pemasakan 70°C
Bilangan Kappa Untuk Berbagai Konsentrasi Asam 15 Suhu pemasakan 85°C
Asetat Pada Suhu 100°C Suhu pemasakan 100°C
10
Hal ini disebabkan karena semakin tinggi 0 20 40 60 80 100 120 140 160
18
Wibisono: PEMBUATAN PULP DARI ALANG-ALANG
Perbandingan Antara Pulp Dari Alang- terkandung dalam pulp menyebabkan kertas
alang, Ampas Tebu dan Eceng Gondok yang dihasilkan menjadi lebih gelap. Jika
Dengan Pulp Yang Dipersyaratkan Oleh ditinjau dari jumlah produk pulp yang
Pabrik Kertas dihasilkan, pemasakan dengan menggunakan
Pada penelitian yang telah dilakukan, bahan baku ampas tebu, memiliki yield pulp
asam asetat dengan konsentrasi 90% dan pada yang lebih tinggi dari yield pulp alang-alang,
suhu pemasakan 100°C selama 60 menit, sehingga yield pulp yang dihasilkan menjadi
memberikan pulp dengan kadar alfa selulosa lebih tinggi.
sebesar 84,6% dan lignin sebesar 23,6628. Jika
dibandingkan dengan pulp yang dipersyaratkan KESIMPULAN
oleh pabrik kertas yang mengandung kadar alfa Dari hasil penelitian dan pembahasan,
selulosa sebesar 86% dan lignin 19,2041, kadar dapat disimpulkan bahwa:
alfa selulosa pulp dari alang-alang tersebut 1. Kadar alfa selulosa tertinggi didapat pada
masih lebih rendah, sedangkan untuk lignin konsentrasi asam asetat yang digunakan 90%
masih lebih tinggi. Lebih tingginya kadar alfa dan pada suhu proses pemasakan 100°C
selulosa dan lebih rendahnya lignin yang pada waktu 60 menit dengan kadar alfa
didapat untuk pulp yang dipersyaratkan oleh selulosa sebesar 84,6%;
pabrik kertas dapat dipengaruhi oleh berbagai 2. Bilangan Kappa terendah didapat pada
faktor seperti pemilihan jenis bahan baku dan konsentrasi asam asetat yang digunakan 90%
jenis proses pemasakan yang digunakan. dan pada suhu proses pemasakan 100°C
Umumnya pabrik menggunakan bahan baku pada waktu 150 menit dengan bilangan
berjenis hardwood yang mengandung kadar alfa Kappa sebesar 20,4100;
selulosa dan lignin yang lebih besar dari 3. Yield pulp tertinggi didapat pada konsentrasi
nonwood, tetapi jenis proses pemasakan pada asam asetat yang digunakan 60% dan pada
pabrik yang umumnya memakai proses kraft suhu proses pemasakan 70°C pada waktu 30
memberikan kadar alfa selulosa dan degradasi menit dengan yield pulp sebesar 88,2%.
lignin yang lebih baik.
Berdasarkan studi literatur yang didapat DAFTAR PUSTAKA
untuk proses pemasakan menggunakan proses [1] Kumitir, M., Culture Library, Penerbit PT.
asetosolv diketahui kadar alfa selulosa, lignin Gramedia, Jakarta, 2010
dan yield pulp yang didapat untuk bahan baku [2] Paskawati, Y. A., dan Susyana, Skripsi:
alang-alang, ampas tebu dan eceng gondok Pembuatan Pulp dari Sabut Kelapa sebagai
sebagaimana disajikan pada Tabel 2. Bahan Baku Kertas Komposit, Hlm. 1-30,
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Tabel 2. Perbandingan Kadar Alfa Selulosa, Lignin Universitas Katolik Widya Mandala,
Dan Yield Pulp Untuk Tiap Jenis Bahan Baku Hasil Subabaya, 2010
Dari Proses Asetosolv[18] [3] Muzzie, M. D., Hemiselulosa and Lignin,
Alang- Ampas Eceng New Jersey, 2006
alang tebu gondok
[4] Smook, G. A., Handbook for Pulp & Paper
Kadar alfa 84,6% 83,93% 75,2%
Technologist, Edisi Keenam, Hlm. 146-148,
selulosa
Lignin 23,6628 39,13 8,71
1989
Yield Pulp 62,8% 64,79% - [5] Mudjijati and Lourentius, S. , Laporan
Penelitian: Pembuatan Pulp Alang-alang
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa kadar alfa dengan Proses Soda, Hlm. 10-40, Hlm. 12-
selulosa dari alang-alang memiliki nilai 14, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
tertinggi dibandingkan dengan jenis bahan baku Universitas Katolik Widya Mandala,
yang lain, dengan kadar alfa selulosa yang Surabaya, 1996
semakin tinggi mengakibatkan daya tarik kertas [6] Bocah, Teknologi Ramah Lingkungan
semakin kuat dan daya hapus juga semakin baik Untuk Industri Pulp Dan Kertas, Penerbit
sehingga kualitas dari kertas yang dihasilkan Liberty, Yogyakarta, 2009
oleh pulp berbahan baku alang-alang lebih baik [7] Judi, R., Penentuan Kondisi Optimum Awal
jika dibandingkan dengan pulp dari ampas tebu Pada Proses Enzimatis Pembuatan Pulp
dan eceng gondok. Akan tetapi pulp dari alang- Kertas Dari Pelepah Pisang, Surabaya,
alang memiliki intensitas kecerahan kertas yang 2000
lebih jelek jika dibandingkan dengan pulp dari [8] Surjoseputro, W. dan Tjanarko, L. S.,
eceng gondok, karena banyak lignin yang Skripsi: Pembuatan Kertas Komposit Dari
Serat Alang-alang Dan Polipropilen, Hlm.
19
WIDYA TEKNIK Vol. 10, No. 1, 2011 (11-20)
20
See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/321288905
CITATIONS READS
0 657
3 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Gema Fitriyano on 25 November 2017.
ABSTRAK
Pisang kepok merupakan salah satu komoditi buah buahan yang banyak ditemukan di Indonesia. Jumlah
konsumsi buah pisang kepok yang tinggi akan menghasilkan kulit pisang yang tinggi. Pada kulit pisang kepok
terdapat kandungan selulosa yang memiliki banyak manfaat jika diproses lebih lanjut. Salah satunya adalah
sebagai bahan baku pembuatan selulosa asetat. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah kulit pisang
kepok sebagai bahan baku pembuatan selulosa asetat, mengetahui pengaruh waktu delignifikasi pada tahap
asetilasi terhadap selulosa asetat yang dihasilkan, mengetahui hasil rendemen selulosa asetat yang terbaik dari
massa kulit pisang kepok dan mengidentifikasi selulosa asetat hasil asetilasi menggunakan FTIR. Penelitian ini
dilakukan menggunakan metode delignifikasi dengan pelarut NaOH dilakukan pada suhu 45oC dan dengan
variasi waktu reaksi 1, 2, 3, 4, 5 jam sebagai tahap awal pemisahan alfa selulosa dari senyawa lain yang terdapat
dalam kulit pisang. Setelah didapatkan alfa selulosa dilakukan reaksi asetilasi dengan anhidrida asetat pada suhu
45oC dengan kecepatan pengadukan 1500 rpm dan waktu reaksi selama 6 jam. Hasil penelitian menunjukkan
kondisi optimum waktu delignifikasi yaitu pada waktu reaksi 2 jam dengan yield sebesar 23.72%. Selanjutnya
dilakukan uji FTIR untuk memastikan terbentuknya produk yang kita inginkan (selulosa asetat) dibuktikan
dengan spektrum yang menunjukkan adanya senyawa selulosa asetat yang di tandai dengan terbentuknya peak
pada daerah serapan 1636 cm-1 yaitu dengan cara membandingkan gugus pada selulosa asetat hasil reaksi dengan
gugus selulosa asetat komersil.
Kata Kunci : alfa selulosa, asetilasi, pemanfaatan limbah, pisang kepok, selulosa asetat
ABSTRACT
Banana kepok is one of the most fruits commodities found in Indonesia. High amount of banana fruit
consumption will produce high banana peel. In banana peel there are cellulose content which has many benefits
if processed further. One of them is as raw material for making cellulose acetate. The objective of this study was
to obtain cellulose acetate from banana peel waste, to know the effect of delignification time on the acetylation
stage of cellulose acetate produced, to know the best yield of cellulose acetate from banana peel mask and to
identify acetylated cellulose acetate using FTIR. This study was carried out using the delignification method with
NaOH solvent carried out at 45 oC and with a time variation of 1, 2, 3, 4, 5 hours as the initial stage of separation
of alpha cellulose from other compounds contained in banana peel. After the alpha cellulose was obtained an
acetylation reaction with acetic anhydride at 45oC with stirring speed of 1500rpm and reaction time for 6 hours.
The results showed that the optimum condition of delignification time was 2 hours reaction time with yield of
23.72%. The FTIR test was then performed to confirm the formation of the product we wanted (cellulose acetate)
proved by spectrum indicating the presence of the cellulose acetate compound characterized by peak formation
in 1636 cm-1 absorption area by comparing the group on the reaction cellulose acetate with the cellulose group
commercial acetate.
Keywords: alpha cellulose, acetylation, waste utilization, banana kepok, cellulose acetat
METODOLOGI PENELITIAN
Gambar 1. Reaksi Delignifikasi
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian 2.Reaksi Asetilasi
ini adalah : kulit pisang kapok, asam asetat Disiapkan beker gelas, dimasukkan larutan
glasial, anhidrida asetat, NaOH 17,5%, dan anhidrida asetat dengan perbandingan massa
asam sulfat. terhadap asam asetat glasial (1:1).Pada tahap ini
bertujuan agar gugus asetil yang didapat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini menggantikan lebih banyak gugus hidroksida
adalah : cutter, kertas saring, hot plate with yang terdapat pada selulosa .
magnetic stirrer, shaker, batang pengaduk, Selanjutnya untuk aktivasi selulosa,
labu kaca, beaker glass, erlenmeyer, pipet ukur aktivator yang digunakan adalah anhidrida
kaca, plat kaca. asetat. Pada tahap ini dilakukan pengadukan
selulosa dengan anhidrida asetat glasial dengan
Variabel dalam penelitian ini adalah : perbandingan massa 1 : 20 proses pengadukan
Variabel bebas : Waktu delignifikasi dengan kecepatan 1500rpm berlangsung
sampai 6 jam dengan suhu reaksi dijaga pada Yield (%) = Massa Produk x 100%
45oC pada proses ini menggunakan labu leher
tiga. Massa Bahan Baku
Setelah proses pengadukan selesai tuang Untuk membuktikan bahwa produk yang
selulosa hasil asetilasi ke dalam beker gelas didapatkan merupakan selulosa asetat, maka
kemudian ditambahkan air dan dilakukan dilakukan analisa dengan instrumen FTIR.
pengadukan selama 1 jam.Tahap ini disebut Sebagai acuan data digunakan selulosa asetat
sebagai tahap netralisasi yang bertujuan untuk komersil, dan akan dibandingkan dengan
mengencerkan asam asetat glacial. Hasil yang produk selulosa asetat dari kulit pisang.
didapat dari reaksi asetilasi ini adalah bahan
berupa gumpalan-gumpalan selulosa asetat Diagram Alir
berwarna putih kekuning-kuningan.
ReaksiAsetilasi sebaiknya berjalan pada
suhu antara 40 oC sampai 45oC, jika suhu lebih
rendah akan mengakibatkan reaksi berjalan
dengan laju reaksi yang lambat. Jika reaksi
diatas suhu 50 oC atau lebih, maka akan
memungkinkan bahan untuk lebih mudah
menguap dan sebagian lagi terpapar panas.
Sehingga bahan yang tersisa menjadi rusak dan
mengurangi jumlah dari hasil reaksi. (Das,
2014).
Data Hasil Percobaan Pada Variasi Waktu dan seterusmya. Dengan begitu dapat dikatakan
Akselerasi Delignifikasi pada proses delignifikasi waktu terbaik adalah
Berikut ini adalah tabel hasil delignifikasi 1 jam dengan pemanasan 450C.
terhadap kulit pisang kepok. Reaksi
delignifikasi dilakukan pada suhu 450C, dengan Data Hasil Percobaan Proses Asetilasi
variasi waktu delignifikasi yatu 1, 2, 3, 4, dan 5 Berikut ini adalah tabel hasil asetilasi
jam dengan menggunakanpelarut NaOH 17.5 terhadap alfa selulosa yang telah didapat
%. melalui proes delignifikasi,massa produk,
massa bahan baku, dan persentase yield
Tabel.1 Hasil Delignifikasi Kulit Pisang terhadap alfa selulosa. Reaksi asetilasi
dilakukan pada suhu 450C, dengan variasi
Variasi Massa bahan Massa Kadar waktu delignifikasi 1, 2, 3, 4, 5, jam dengan
waktu baku kulit alfa alfa waktu reaksi selama 6 jam, serta kecepatan
(jam) pisang selulosa Selulosa pengadukan 1500rpm dan digunakan pelarut
(gram) (gram) (%) asam asetat glasial dan ahidrida asetat (1:1)
sebanyak 300 ml.
1 100 63.38 94
Tabel 2. Hasil Asetilasi Selulosa Asetat
2 100 54.38 94
3 100 47.62 93 Waktu Massa Massa % Yield
4 100 43.59 91 akselerasi alfa selulosa selulosa
5 100 44.31 93 (jam) selulosa asetat asetat
(gram) (gram)
Dapat dilihat setelah dilakukan delignifikasi 1 15.05 2.21 14.68
pada kulit pisang dengan waktu dan massa yang 2 15.05 3.57 23.72
tertera diatas didapatkan hasil yang menurun 3 15.05 3.54 23.52
pada waktu 2 jam dan seterusnya. Setelah 4 15.05 2.48 16.47
dilakukan delignifikasi didapat alfa selulosa, 5 15.05 2.02 13.42
kemudian dilakukan analisa alfa selulosa
dengan menggunakan SNI 0444:2009 dan Pada tabel 2 menunjukkan hasil asetilasi dengan
variasi waktu delignifikasi. Setelah dilakukan
dilanjutkan pada proses berikutnya yaitu
proses asetilasi, dari hasil tabel diatas dapat
asetilasi. dilihat pada waktu deliginifikasi 2 jam didapat
hasil maksimum yaitu sebesar 3.57 gram. Maka
bisa dikatakan waktu tersebut merupakan waktu
Waktu Delignifikasi yang optimum pada saat delignifikasi kulit
Alfa selulosa (gram)
Sampel yang digunakan sebagai acuan untuk hidroksil O-H pada bilangan gelombang 3335
pembanding adalah selulosa asetat komersial. cm-1. Hal ini membuktikan masih adanya gugus
Kemudian spektrum FTIR keduanya hidroksil pada selulosa asetat dari kulit pisang.
dibandingkan. Sebagaimana terlihat pada KESIMPULAN DAN SARAN
gambar diatas.
Hasil analisis gugus fungsi mengunakan Kesimpulan
FTIR menunjukkan adanya puncak serapan Dari penelitian yang telah dilakukan
gugus karbonil C=O (1870-1540 cm-1) dan berdasarkan pada variabel dengan variasi waktu
gugus ester C-O dari gugus asetil (1320-1210 delignifikasi 1, 2, 3, 4, 5, jam, dan suhu reaksi
cm-1). Hal ini menunjukkan bahwa 45oC diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
terbentuknya senyawa selulosa asetat dengan 1. Limbah kulit pisang kepok memiliki
terlihat puncak yang tajam pada bilangan kandugan alfa selulosa yang tinggi yaitu
gelombang 1636 cm-1 dan terjadi penurunan sebesar 94% dan bisa diolah menjadi
intensitas gugus hidroksil akibat tersubtitusi selulosa asetat melalui reaksi asetilasi.
oleh gugus asetil. Pada gambar diatas terlihat
spektrum FTIR masih memiliki serapan gugus
Iranmahboob, J., Nadim, F., and Monemi, S., McGraw-Hill Book Company, New
2002, Optimizing Acid Hydrolyisis : A York.
Critical Step For Production Of Ethanol Perry, R.H., 1997, Perry’s Chemical Engineers’
From Mix Wood Chips, Biomass Handbook, 7 ed., Mc.Graw Hill Book
Bioenergy 22(5), 401:404. Company, Inc., New York.
Kiyose et al, 1998, Cellulose Acetate Excellent Prahastuti A., 2010, Prarancangan Pabrik
in Physical Strength and Process for Selulosa Asetat Dari Selulosa Dan Asetat
Production Thereof, U.S. Patent No. Anhidrid Dengan Proses Asetilasi
5,990,304 Kapasitas 25.500 Ton Per Tahun,
Lehninger, A. L. 1998. Dasar-Dasar Biokimia. Laporan Tugas Prarancangan Pabrik,
Jakarta: Penerbit Erlangga. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
Lubis, Rustam E. dkk., 2011, Buku Pintar Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Kelapa Sawit, Jakarta : PT. Agro Media Surakarta.
Pustaka Restu M, 2013, Pemanfaatan Limbah Kulit
MC. Ketta, John, 1983, Encyclopedia Chemical Pisang Sebagai Karbon Aktif,
Process and Design, Marchell Dekker Universitas Pembangunan Nasional,
Inc., New York. Veteran.
Mc Ketta, J.J. and Cunningham, W.A., 1977, Risdianika A, Pengaruh Kadar Air Terhadap
Encyclopedia of Chemical Processing Tekstur dan Warna Keripik Pisang
and Design, Vol 5, Marcel Decker inc., Kepok, Jurusan Teknologi Pertanian,
New York Faklutas Pertanian, Universitas
Misdawati, 2005, Sintesis Selulosa Kaproat Hasanuddin.
Melalui Reaksi Interesterifikasi Antara Rofikah, 2013, Pemanfaatan Pektin Kulit
Selulosa Asetat Dengan Metil Kaproat, Pisang Kepok, Universitas Negri
Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Al- Semarang.
wshiyah, Vol 9, No.1, 2005: 38-45 Rumpis, 2011, Pisang Kepok Kuning,
Muhammad A, Soliha Ls, dkk, 2006, http://rumpis-rumahpisang.com
Modifikasi Membrane Selulosa Asetat Silviyah S, Masruroh, Penggunaan, dkk, 2007
Sebagai Membrane Ultrafiltasi, Jurusan Metode FT-IR Untuk Mengidentifikasi
FMIPA KIMIA Universitas Jember. Gugus Fungsi Pada Proses Pembaluran
Novia N,2017, Pengaruh Waktu Delignifikasi Penderita Mioma, Jurusan Fisika FMIPA
Terhadap Lignin dan Waktu SSF Universitas Brawijaya.
Terhadap Etanol Pembuatan Bioethanol Shofiyanto, M. Edy. 2008. Hidrolisa Tongkol
dari Sekam Padi,Jurusan Teknik Jagung oleh Bakteri Selulolitik Untuk
Kimia,Universitas Sriwijaya,Palembang. Produksi Bioetanol Dalam Kultur
Odian G., 1993, Principles of Polymerization, Campuran. Fakultas Teknologi Pertanian
John Willy & Sons, Inc, New York. IPB. Bogor
Pinnata R, Damayanti A, Pemanfaatan Selulosa Sumada K,2011,Kajian Proses Isolasi Alfa
Asetat Eceng Gondok Sebagai Bahan Selulosa Dari Limbah Batang Tanaman
Baku Pembuatan Membran Untuk Manihot Esculenta Crantz yang
Desalinasi, Jurusan Teknik Lingkungan, Efisien,Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Semarang. UPN.Jawa Timur
Perry, R.H.., and Chilton Cecil, H. 1990,
Chemical Engineering Hand Book, 7ed.,
Susanti, Lina, 2006, Perbedaan Penggunaan Hidroksida, Fakultas Teknologi Industri,
Jenis Kulit Pisang Terhadap Kualitas UPN Veteran Jawa Timur
Nata Dengan Membandingkan Kulit Wahyudi, Wibowo dkk., 2011, Pengaruh Suhu
Pisang Raja Nangka, Ambon Kuning dan Terhadap Kadar Glukosa Terbentuk dan
Kepok Putih Sebagai Bahan Baku. Tugas Konstanta kecepatan Reaksi pada
Akhir, Semarang: UNNES. Hidrolisa Kulit Pisang, Jurusan Teknik
Urip L, Sumada K, dkk, 2013 Pemisahan Alfa Kimia, UNS, Jawa Tengah.
Selulosa dari Batang Ubi Kayu Widyaningsih S, Radiman, dkk, Pembuatan
Menggunakan Larutan Natrium Selulosa Asetat Dari Pulp Kenaf, Jurusan
Kimia Program Sarjana, Unsoed Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Vol 5 Nomor
Purwekerto. 1, 75-84
Wiratmaja, I Gede dkk., 2011, Pembuatan Whistler RL., BeMiller JN, 1993, Industrial
etanol generasi kedua dengan Gums, Polysaccharides and Their
memanfaatkan limbah rumput laut Derrivates, Edisi ke-3, Academic Press,
eucheuma cottonii sebagai bahan baku, San Diego.
Jurnal
Jurnal Teknologi Kimia Unimal Teknologi
http://ft.unimal.ic.id/teknik_kimia/jurnal Kimia
Unimal
Syamsul Bahri1
1
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh
Laboratorium Teknik Kimia, Jl. Batam No. 2, Bukit Indah, Lhokseumawe 24353
e-mail: amarul_bahari67@yahoo.com
Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk menguji perolehan pulp dari batang pisang
melalui proses soda. Bahan baku pulp terdiri atas selulosa, hemiselulosa, lignin
dan ekstraktif. Pulp dapat dibuat dengan cara kimia, yaitu memasak bahan baku
dengan menggunakan bahan kimia yang sesuai di dalam Reaktor. Batang pisang
yang berukuran 1 cm sebanyak 10 gram dimasak dengan menvariasikan
konsentrasi NaOH dan waktu pemasakan. Konsentrasi NaOH yang digunakan
0,5; 1; 1,5; 2 dan 2,5 % dengan waktu pemasakan 30; 60; 90; 120 dan 150
menit. Kondisi terbaik dari hasil penelitian diperoleh pulp 61.43 %, kandungan
selulosa 83.3 %, dan kandungan lignin 2.97 % pada waktu pemasakan 120 menit
dan konsentrasi NaOH 2 %.
1. Pendahuluan
dengan mencari bahan baku alternatif dari bahan lain seperti batang pisang yang
merupakan salah satu limbah biomasa yang terabaikan.
Pulp merupakan bubur kertas yang digunakan untuk pembuatan kertas. Pulp
dapat dibuat dari bahan baku yang mengandung selulosa. Indonesia memiliki
peluang yang sangat strategis dalam menghadapi era globalisasi kerja sama
ekonomi. Disamping memiliki kesempatan untuk mengembangkan hasil pertanian
agar dapat dipasarkan dalam kondisi segar, Indonesia juga berpeluang untuk
mengembangkan industri pengolahan hasil-hasil pertanian menjadi produk-
produk yang diminati pasar. Salah satu komoditas pertanian yang banyak
dihasilkan dan memiliki pasar yang cukup luas adalah pisang.
Bahan baku dasar pembuatan pulp adalah selulosa dalam bentuk serat dan
hampir semua tumbuhan yang mengandung selulosa dapat dipakai sebagai bahan
baku pembuatan pulp. Bahan baku yang digunakan dapat berupa kayu jarum
maupun kayu daun. Kayu jarum misalnya kayu pinus, kayu turi dan bambu,
sedangkan yang termasuk kayu daun misalnya jerami, merang, batang pisang dan
rumput-rumputan.
Batang pisang merupakan salah satu limbah (buangan) dari perkebunan
pisang dapat juga dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pulp, karena
mengandung selulosa. Selulosa terdapat pada semua tumbuhan, dari pohon
bertingkat tinggi hingga organisme primitive seperti lumut dan gangang. Hampir
semua tumbuhan yang mengandung selulosa dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan pulp (Fengel.D,1995).
Komponen lignoselulosa merupakan bagian terbesar yang menyusun
tumbuh tumbuhan. Komponen ini terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin.
Lignoselulosa yang terdapat dalam limbah pertanian terdiri dari 40 – 60 %
selulosa, 20 – 30 % hemiselulosa, dan 15 – 30 % lignin. Susunan selulosa,
hemiselulosa dan lignin dalam sel tanaman sangat kompleks. Hemiselulosa
bersama lignin membalut serta menyatukan serat-serat selulosa. Wujud dari tiga
dimensi lignin mengakibatkan struktur sel tanaman bersifat pasif dan kaku.
Susunan yang kompleks tersebut mengakibatkan proses pemisahan komponen-
komponen ini cukup rumit.
37
Syamsul Bahri / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36 - 50
38
Syamsul Bahri / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36 - 50
Karenanya kertas koran yang terbuat dari serat-serat yang dipisahkan secara
mekanis tanpa bahan kimia, tidak berumur panjang karena kecenderungannya
menjadi kuning.
Pulp adalah hasil pemisahan serat dari bahan baku berserat (kayu maupun
non kayu) melalui berbagai proses pembuatannya (mekanis, semikimia dan
kimia). Pulp terdiri dari serat-serat (selulosa dan hemiselulosa) sebagai bahan
baku kertas.
Kertas adalah bahan yang tipis dan rata, yang dihasilkan dengan kompresi
serat yang berasal dari pulp. Serat yang digunakan biasanya adalah alami dan
mengandung selulosa dan hemiselulosa. Kertas dikenal sebagai media utama
untuk menulis, mencetak serta melukis dan banyak kegunaan lain yang dapat
dilakukan dengan kertas misalnya kertas pembersih (tissue) yang digunakan untuk
hidangan, kebersihan ataupun toilet. Sebagai bahan baku kertas, parameter yang
penting dari pulp adalah kandungan selulosa dan kandungan lignin. Kandungan
selulosa yang tinggi sangat diperlukan pada pembuatan kertas karena merupakan
bahan dengan rantai yang panjang sehingga dengan kadar yang tinggi kertas yang
dihasilkan akan kuat. Sedangkan kandungan lignin menunjukkan banyaknya
lignin dalam pulp. Kandungan lignin yang tinggi dalam pulp tidak diinginkan,
karena adanya lignin dapat menimbulkan warna coklat pada kertas. Adapun
kualitas pulp kertas dapat ditunjukkan pada Tabel 1 dan Tabel 2.
39
Syamsul Bahri / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36 - 50
40
Syamsul Bahri / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36 - 50
kayu. Jika konsentrasi bahan kimia semakin tinggi, maka penyerapan terhadap
selulosa semakin naik dibandingkan dengan penyerapan terhadap lignin, yang
dapat menghasilkan rendemen dan kekuatan rendah.
Proses pembuatan pulp secara kimia adalah proses pembuatan pulp yang
menggunakan bahan kimia sebagai bahan utama untuk melarutkan bagian-bagian
kayu yang tidak diinginkan. Rendemen pulp yang diperoleh dalam proses ini
relatif rendah dibandingkan dengan proses mekanis dan semi kimia, yaitu antara
40 – 60 %, sehingga diperoleh produk selulosa yang lebih murni. Ada tiga macam
proses pembuatan proses pembuatan pulp secara kimia yaitu proses soda, proses
sulfat atau kraft, dan proses sulfit, masing-masing menggunakan larutan pemasak
yang berbeda.
Keuntungan-keuntungan memakai proses kimia pada pembuatan pulp
antara lain:
a. Dapat dilakukan pada semua jenis bahan baku.
b. Kekuatan pulp tinggi.
c. Pulp yang dihasilkan dapat digunakan untuk pembuatan rayon.
d. Kualitas kertas yang dihasilkan lebih tinggi.
Pada proses pemasakan, faktor-faktor yang berpengaruh antara lain jenis
bahan baku, konsentrasi bahan kimia, suhu, waktu pemasakan, konsentrasi pelarut
dan perbandingan cara pemasak terhadap bahan baku.
Pengenalan tentang anatomi kayu akan memberikan gambaran tentang
bagian-bagian kayu yang berbeda sedangkan serat yang dinyatakan dalam
panjang, tebal dinding dan sebagainya merupakan parameter yang berperan dalam
kekuatan ikatan antar serat dalam lembaran kertas. Dengan demikian, jelas terlihat
bahwa sifat dari serat yang digunakan akan menentukan kualitas kertasnya.
Sehingga dalam pembuatan kertas, pengetahuan tentang bahan baku merupakan
salah satu dasar yang perlu dikuasai.
Konsentrasi bahan kimia sangat penting dalam pembuatan pulp, karena
berkaitan dengan reaksi antar bahan kimia pemasak dengan material kayu. Makin
tinggi konsentrasi makin banyak material kayu yang bereaksi dengannya. Namun
degradasi terhadap selulosa makin naik dibandingkan dengan penyerapan
41
Syamsul Bahri / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36 - 50
terhadap lignin. Hal semacam ini tidak diinginkan dalam proses pembuatan pulp.
Namun konsentrasi tinggi tidak harus dihindari, hal itu diperlukan pada awal
pemasakan untuk menetralisasi asam-asam yang terjadi. Untuk memperoleh pulp
pada serat abaka dengan menggunakan bahan kimia, dengan cara dididihkan
dalam NaOH 1–5 % (S. M. Khopkar, 1990).
Waktu pemasakan sangat perlu diperhatikan, dimana waktu pemasakan
dapat dikurangi beberapa saat dengan menaikkan suhu pemasakan. Biasanya pada
waktu pemasakan tinggi rendemen dan kualitas pulp turun, sehingga pulp yang
dihasilkan tidak bertahan lama. Vasquez, dkk (1994) menemukan bahwa semakin
lama waktu reaksi maka semakin banyak lignin yang tersisihkan dari biomassa,
sehingga kandungan lignin dalam pulp semakin berkurang, untuk waktu yang
lebih lama kandungan lignin dalam pulp mempunyai kecendrungan untuk
meningkat kembali. Waktu yang diperlukan untuk delignifikasi optimum adalah
dalam rentang 60–120 menit, persen perolehan pulp dan selulosa tidak bertambah
setelah 120 menit pemasakan.
Suhu pemasakan sangat penting dalam melakukan pemasakan, biasanya
suhu pemasakan sangat ditentukan oleh jenis bahan baku yang digunakan. Suhu
pemasakan berhubungan dengan laju reaksi. Delignifikasi dengan pelarut organik
umumnya berlangsung pada suhu diatas 130 oC. Dari persamaan Arhenius,
menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu reaksi maka konstanta laju delignifikasi
akan semakin meningkat, sehingga pada suhu yang tinggi maka semakin banyak
lignin yang dapat disisihkan dari biomassa. Selain meningkatnya laju delignifikasi
pada suhu tinggi juga sebagian polisakarida akan terdegredasi (Vasquez dkk,
1994).
Konsentrasi pelarut sangat penting dalam pembuatan pulp, karena berkaitan
dengan reaksi antara pelarut dengan biomassa. Semakin tinggi konsentrasi pelarut
semakin banyak biomassa yang bereaksi dengannya. Namun degradasi terhadap
selulosa semakin naik dibandingkan penyerangan terhadap lignin. Hal semacam
ini tidak diinginkan dalam proses pembuatan pulp. Tetapi konsentrasi tinggi tidak
harus dihindari, hal itu diperlukan pada awal pemasakan untuk menetralisasi
asam-asam yang terjadi.
42
Syamsul Bahri / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36 - 50
2. Metode Penelitian
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini, antara lain adalah auto klaf,
saringan, beaker gelas, erlenmeyer, oven, timbangan, labu ukur, dan lain-lain.
Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini, antara lain adalah batang
pisang, NaOH 0,5; 1; 1,5; 2; dan 2,5 %, etanol 99 %, Na2S203 2 %, dan lain-lain.
2.2 Metode
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi NaOH 0,5; 1; 1,5; 2 ;
dan 2,5 % dan waktu pemasakan 30, 60, 90, 120 dan 150 menit. Variabel tetapnya
adalah ukuran sampel, 1 cm; suhu pemasakan, 130 0C; berat batang pisang, 10
gram; tekanan, 17.5 Psi; dan rasio cairan/padatan, 6 : 1 (ml/gr). Variabel terikat
dalam penelitian ini adalah kadar pulp, kadar selulosa, dan kadar lignin.
Bahan baku yang berupa batang pisang terlebih dahulu dicuci dan
dikeringkan di bawah sinar matahari lalu dipotong-potong lebih kurang 1 cm.
Kemudian dimasukkan ke dalam oven dryer dengan suhu 1050 C selama 24 jam
43
Syamsul Bahri / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36 - 50
agar memperoleh kandungan air yang seragam. Agar mencapai kondisi isotermal,
autoklaf dioperasikan selama 45 menit.
Sepuluh gram batang pisang dimasukkan dalam beaker glass ditambahkan
larutan NaOH (0,5; 1; 1,5; 2 dan 2,5 %) dengan perbandingan 6:1 lalu
dimasukkan ke dalam autoklaf. Autoklaf dioperasikan pada temperatur dan
tekanan yang telah ditetapkan yaitu 130 oC dan kemudian autoklaf dimatikan
setelah operasi berlangsung sesuai dengan waktu yang divariasikan (30, 60, 90,
120 dan 150 menit). Batang pisang yang telah dimasak dikeluarkan dari autoklaf
lalu didinginkan hingga suhu kamar. Residu dan filtrat dipisahkan dengan
menggunakan kertas saring. Residu yang didapat kemudian dicuci dengan etanol
dan dilanjutkan pencucian dengan air panas lalu dikeringkan dalam oven pada
temperatur 105 °C selama 60 menit. Padatan yang telah kering ditimbang (sebagai
berat pulp kering), selanjutnya dilakukan analisa perolehan pulp, kadar selulosa
dan lignin.
Berat pulp kering
Perolehan Pulp= x 100 %
Berat batang pisang
44
Syamsul Bahri / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36 - 50
45
Syamsul Bahri / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36 - 50
% % %
% % % % % % %
NaOH Pulp NaOH Pulp NaOH Pulp NaOH Pulp NaOH Pulp
0,5 52,35 0,5 58,65 0,5 48,16 0,5 44.13 0,5 60,13
1,0 54,95 1,0 56,67 1,0 46,14 1,0 41.02 1,0 60,35
1,5 56,11 1,5 54,24 1,5 41,03 1,5 50.36 1,5 58,22
2,0 57,11 2,0 52,58 2,0 38,30 2,0 61.43 2,0 52,30
2,5 59,88 2,5 51,76 2,5 39,45 2,5 56.70 2,5 35,18
%
% % % % % % % % %
NaO Selulos NaO Selulos NaO Selulos NaO Selulos NaO Selulos
H a H a H a H a H a
0,5 41.2 0,5 56.36 0,5 60.6 0,5 55.7 0,5 69.9
46
Syamsul Bahri / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36 - 50
1,0 43.53 1,0 58.23 1,0 54.1 1,0 52.43 1,0 71.63
2,0 56.8 2,0 63.8 2,0 61.4 2,0 39.63 2,0 68.9
2,5 62.53 2,5 62.63 2,5 63.4 2,5 57.1 2,5 83.3
% % % % % % % % % %
NaOH Lignin NaOH Lignin NaOH Lignin NaOH Lignin NaOH Lignin
0,5 3.72 0,5 3.8 0,5 3.95 0,5 4.01 0,5 4.83
1,0 4.01 1,0 4.14 1,0 4.13 1,0 4.31 1,0 4.89
1,5 4.22 1,5 3.85 1,5 4.28 1,5 4.95 1,5 4.52
2,0 4.45 2,0 4.53 2,0 5.31 2,0 6.01 2,0 4.98
2,5 4.51 2,5 4.85 2,5 5.33 2,5 4.96 2,5 2.97
47
Syamsul Bahri / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36 - 50
2,5 % sebesar 35.18 %. Perolehan pulp akan turun akibat derajat delignifikasi
yang tinggi dan terjadi degradasi polisakarida dari sebagian selulosa dan
hemiselulosa, tetapi diharapkan pada hasil penelitian ini, dengan meningkatnya
derajat delignifikasi maka kandungan α-selulosa di dalam pulp juga akan
meningkat.
48
Syamsul Bahri / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36 - 50
dengan konsentrasi NaOH 2,5 % yaitu sebesar 2.97 %. Kandungan lignin disini
diharapkan sekecil mungkin, karena lignin dapat merusak kualitas pulp seperti
warna pulp atau kertas akan menjadi kuning atau kecoklatan.
4.2 Saran
5. Daftar Pustaka
Marzuki, Fanni., 2005. Pembuatan Pulp Dari Sabut Kelapa Dengan Sistem
Organosolv. Tugas Akhir Teknik Kimia, Universitas Malikussaleh.
49
Syamsul Bahri / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36 - 50
50
SEBATIK 1410-3737 447
ABSTRAK
Kertas seni (art paper) adalah produk kertas hasil kerajinan tangan yang bertekstur kasar, serat nampak, dan warna
beragam. Kertas seni juga dapat digunakan sebagai salah satu media pemanfaatan limbah pertanian berupa serat bukan
kayu seperti pelepah pisang. Pelepah pisang (Musa paradisiaca) adalah bagian dari tanaman pisang yang mengandung
selulosa diatas 80% sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kertas seni. Pada proses pembuatan kertas dilakukan
proses delignifikasi yang bertujuan untuk menghilangkan lignin pada bahan yang dapat menyebabkan kertas bertekstur
kaku dan berwarna kecoklatan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Respon Surface menggunakan
software Design Expert 10.0.1 yang bertujuan untuk memperoleh perlakuan optimum proses delignifikasi pelepah pisang.
Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Komposit Terpusat, terdiri dari 2 faktor yaitu konsentrasi NaOH
(%) dan waktu pemasakan (menit). Kombinasi perlakuan yang dilakukan yaitu untuk konsentrasi NaOH menggunakan
perlakuan 1%, 2% dan 3%, sedangkan lama waktu pemasakan menggunakan perlakuan selama 90 menit, 120 menit dan
150 menit. Titik optimum hasil delignifikasi pelepah pisang memperoleh hasil perlakuan konsentrasi NaOH 3% dan lama
waktu pemasakan 128,413 menit menghasilkan kadar lignin sebesar 2,637% dan kadar selulosa sebesar 80,713 %.
Berdasarkan hasil tersebut pelepah pisang dapat dijadikan kertas seni dengan proses delignifikasi untuk memutus rantai
ikatan lignin sehingga dapat memperkuat ikatan pulp.
Kata Kunci: Pelepah pisang, delignifikasi, konsentrasi NaOH, waktu pemasakan, lignin, selulosa
Pelepah pisang (Musa paradisiaca) adalah salah satu senyawa penghambat ikatan antar serat dan
bagian dari tanaman pisang yang kurang dimanfaatkan menyebabkan serat menjadi kaku dan serat sukar pecah
oleh masyarakat. Umumnya pelepah pisang dibuang dan saat penggilingan yang menyebabkan ikatan antar serat
dibakar yang menyenbabkan penumpukan sampah. menjadi lebih rendah. Selain itu, kandungan lignin yang
Pentingnya pengelolaan sampah dilakukan untuk tinggi dapat menyebakan kertas berwarna kecoklatan,
mengurangi jumlah sampah dan mengurangi proses sehigga lignin pada bahan baku pembuatan kertas harus
pembakaran sampah. Pengelolaan sampah merupakan dihilangkan atau di minimalisir (isolasi) dengan
salah satu kegiatan yang dilakukan dengan cara menggunakan proses delignifikasi (Dewi dkk., 2015).
pengumpulan, pengankutan, dan pemprosesan daur ulang Delignifikasi adalah suatu subproses yang terdapat
sampah (Purwandari dkk, 2018). Pelepah pisang pada proses pulping yang dilakukan dengan untuk
biasanya berbentuk kumpulan pelepah yang berdiri melarutkan lignin yang bertujuan untuk memperoleh
tegak. Pohon pisang yang sudah berbuah akan segera hasil serat yang lebih banyak. Pada proses delignifikasi,
mati dan biasanya akan didiamkan hingga menjadi lignin akan terdegradasi oleh larutan pemasak menjadi
pupuk, sehingga bagian-bagian pohon pisang seperti molekul yang lebih kecil yang dapat larut dalam lindi
daun, jantung pisang dan khususnya pelepah pisang hitam. Hal yang perlu diperhatikan yaitu konsentrasi
kurang dimanfaatkan. bahan kimia yang digunakan dan waktu pemasakan,
Pelepah pisang memiliki jaringan selular dengan semakin besar konsentrasi larutan pemasak dan semakin
pori-pori yang saling berkaitan sehingga ketika lama waktu pemasakan, maka lignin yang terhidrolisis
dilakukan proses pengeringan akan menjadi padat. akan semakin banyak. Namun konsentrasi larutan
Pelepah pisang merupakan tanaman dengan daya simpan pemasak yang terlalu tinggi dan waktu pemasakan yang
lama, ditemukan di banyak tempat sebagai limbah terlalu lama akan mengakibatkan selulosa terhidrolisis
pertanian, dan biaya yang dikeluarkan cukup rendah sehingga kualitas pulp yang dihasilkan akan menurun
dalam perolehan bahan maupun penanganan bahan yang (Dewi dkk., 2015).
dilakukan. Pelepah pisang memiliki kandungan α- Proses perhitungan optimasi dilakukan dengan
selulosa sebesar 83,3 % dan lignin sebesar 2.97 % menggunakan Response Surface Methodology dengan
(Bahri, 2015). Berdasarkan nilai kandungan selulosanya menggunakan 2 respon yaitu nilai uji lignin dan selulosa
maka pelepah pisang dapat digunakan sebagai alternatif yang diperoleh dengan menggunakan metode chesson.
bahan baku kertas pengganti kayu dengan nilai selulosa Metode response surface adalah sekumpulan teknik
diatas 80%. matematika dan statistika yang digunakan untuk
Selulosa adalah polimer dari polisakarida berantai menganalisis permasalahan pengaruh variabel
lurus yang tersusun atas glukosa atau unit selobiosa independen dengan variabel respon yang bertujuan untuk
dengan penghubung ikatan -1-4-glukan. Didalam mengoptimalisasi respon (Octaviani dkk., 2017). Hasil
selulosa terdapat serat-serat yang digunakan sebagai penelitian ini diharapkan mampu digunakan sebagai
bahan baku pembuatan kertas. Rantai-rantai selulosa alternatif penentuan perlakuan optimal pada proses
tersusun oleh ikatan hidrogen yang disebut mikrofibril. delignifikasi pelepah pisang sehingga mampu
Mikrofibril selulosa memiliki bentuk amorf dan kristal menghasilkan kertas memiliki tekstur baik.
sekitar 2/3 bagiannya. Bentuk struktur seratnya yang
kristal menyebabkan selulosa sulit didegradasi secara 2. RUANG LINGKUP
enzimatik. Selulosa, hemiselulosa, pektin, dan protein Dalam penelitian ini permasalahan yang dibahas
akan membentuk struktur jaringan yang memperkuat hanya mencakup hal-hal sebagai berikut.:
dinding sel tanaman (Nikmatin dkk., 2012). 1. Kandungan lignin yang tinggi pada kertas
Lignin atau zat kayu adalah suatu komponen ynag mengakibatkan kertas kaku dan berwarna
mengisi ruang di dalam dinding sel antara selulosa, kecoklatan apabila terkena cahaya matahari dalam
hemiselulosa, dan pektin. Lignin berfungsi sebagai waktu yang lama
bagian penting dalam distribusi air di tanaman batang. 2. Limbah pelepah pisang yang melimpah dan
Komponen polisakarida pada dinding sel tanaman kurang memiliki nilai ekonomis tinggi apabila
bersifat hidrofilik sehingga permeabel terhadap air, tidak diolah, selain itu sebagai bahan baku
sedangkan lignin lebih hidrofobik. Lignin ada dalam pengganti kayu pada proses pembuatan kertas
semua tumbuhan vaskular kecuali bryophyta (Setiati 3. Perlakuan proses delignifikasi pelepah pisang
dkk., 2016). Menurut unsur-unsur strukturnya lignin dilakukan dengan menggunakan media pemanas
dibagi menjadi 2 kelas yaitu lignin guaiasil (terdapat hot plate dan NaOH sebagai bahan delignifikasi
pada kayu lunak hail polimerisasi dari koniferil alkohol) yang dilakukan di Laboratorium Teknologi
dan lignin guaiasil-siringil (kayu keras hasil kopolimer Agrokimia dan Laboratorium Bioindustri Fakultas
dari koniferil alkohol dan sinapil alkohol). Lignin Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya
bersifat tidak larut dalam pelarut sederhana, namun Malang
lignin alkali dan lignin sulfonat larut dalam air, alkali 4. Penelitian ini hanya dilakukan untuk bahan
encer, larutan garam dan buffer (Simatupang, 2012). pelepah pisang (Musa paradisiaca) yang banyak
Pada proses pembuatan kertas, lignin merupakan
SEBATIK 1410-3737 449
dijumpai di daerah Kebonagung, 5) Hasilnya disaring dan dicuci sampai netral (300 ml
Pakisaji, Malang, Jawa Timur H2O) dan residunya dikeringkan hingga beratnya
konstan. Berat ditimbang (berat c).
3. BAHAN DAN METODE 6) Residu kering ditambahkan 100 ml H2SO4 72%
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini dan direndam pada suhu kamar selama 4 jam.
dibagi menjadi 2 proses yaitu proses pembuatan pulp 7) Ditambahkan 150 ml H2SO4 1 N dan direfluk pada
pelepah pisang dan proses pengujian kandungan lignin suhu 100oC dengan water bath selama 1 jam pada
dan selulosa. Alat yang digunakan dalam proses pendingin balik.
pembuatan pulp yaitu beaker glass, hot plate, stopwatch, 8) Residu disaring dan dicuci dengan H2O sampai
blender, oven, gunting, pisau, gelas ukur, timbangan netral (400 ml).
digital, kain saring, dan pengaduk. Alat yang digunakan 9) Residu kemudian dipanaskan dengan oven dengan
untuk uji kandungan lignin dan selulosa yaitu refluks, hot suhu 105oC sampai beratnya konstan dan ditimbang
plate, erlenmeyer, timbangan, oven, cawan porselen, (berat d).
desikator, nampan, penjepit, sarung tangan dan muffle 10) Selanjutnya residu diabukan dan ditimbang (berat
furnace. e). Perhitungan kadar selulosa dan kadar lignin
Bahan yang digunakan pada proses pembuatan pulp menggunakan rumus sebagai berikut (1)
yaitu pelepah pisang yang dijumpai di daerah Kadar Selulosa
Kebonagung, Pakisaji, Malang, Jawa Timur sebagai c−d
= X 100% … … … … … (1)
bahan utama dan bahan pembantu yaitu natrium a
hidroksida (NaOH) p.t (pro technis) dengan kemurnian Kadar Lignin
78%, alumunium foil, aquades (H2O). Bahan yang d−e
= X 100% … … … … . . … (2)
digunakan untuk proses pengujian kadar lignin dan a
selulosa yaitu asam sulfat (H2SO4) p.a (pro analyst)
dengan kemurnian 98%, aquades (H2O) dan tanah liat.
Berdasarkan metode tersebut diperoleh nilai kadar Berdasarkan Tabel 2 maka diperoleh titik
lignindan kadar selulosa pada pelepah pisang tanpa komposit terpusat yang dapat dilihat pada Tabel 3.
perlakuan yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 3. Titik Komposit Terpusat
Tabel 1. Kandungan Pelepah pisang
Faktor -α -1 0 1 α
Konsentrasi 0.585786 1 2 3 3.41421
Kandungan Pelepah Pisang Nilai
NaOH (%)
Kadar Lignin 6,4% Waktu 77.5 736 90 120 150 162.426
Kadar Selulosa 53,8 % Pemasakan
(menit)
Tabel 4. Nilai Kadar Lignin Pulp Pelepah Pisang Faktor lama waktu pemasakan pada Gambar 2
menujukkan grafik penurunan kadar lignin dengan
Konsentrasi Lama Waktu Kadar Lignin meningkatnya lama waktu proses pemasakan. Semakin
NaOH (%) Pemasakan (menit) Pulp Pelepah lama waktu pemasakan saat proses delignifikasi semakin
Pisang (%) rendah kadar lignin pada pulp pelepah pisang.
1 90 5.9 Perpindahan panas ini mengakibatkan suhu bahan akan
3 90 4.5 semakin naik jika waktu semakin lama, begitu pula
1 150 2.5 semakin sedikit volume pelarut NaOH (Maharani dan
3 150 2.2 Khulafaur, 2018).
0.585786 120 3.5
3.41421 120 1
2 77.5736 5.6
2 162.426 5.1
2 120 4.7
2 120 4.4
2 120 4.3
2 120 4.8
2 120 4.7
respon. Model tersebut didukung dengan nilai p-value meningkatnya lama waktu proses pemasakan. Semakin
pada Lack of Fit Tests yaitu 0,0002. lama waktu pemasakan saat proses delignifikasi semakin
tinggi kadar selulosa pada pulp pelepah pisang. Semakin
Tabel 5. Nilai Kadar Selulosa Pulp Pelepah Pisang lama waktu pemasakan semakin tinggi suhu dalam
larutan dan dapat mempercepat proses hidrolisis alfa
Konsentrasi Lama Waktu Kadar seluosa menjadi selulosa dan hemisalulosa.
NaOH (%) Pemasakan (menit) Selulosa Pulp
Pelepah
Pisang (%)
1 90 62.268
3 90 72.7273
1 150 86.39
3 150 82.18
0.585786 120 79.37
3.41421 120 87.5623
2 77.5736 63.75
2 162.426 63.37
2 120 72.83
2 120 72.4096
2 120 72.63
2 120 73.6364
2 120 71.88
dengan lama waktu pemasakan selama 128,413 menit. berbeda maka kadar air bahan berbeda-beda. Faktor
Berdasarkan nilai optimasi tersebut diperoleh kandungan kedua yaitu proses pengeringan dibawah matahari
kadar lignin sebesar 2,637 % dan kadar selulosa 80,713 selama 7 hari dengan kondisi cuaca yang tidak menentu.
%. Batas kendala hasil optimal terhadap respon dapat Faktor lainnya yaitu saat proses delignifikasi tidak
dilihat pada Tabel 7. terdelignifikasi dengan baik yang disebabkan tidak ada
proses pengadukan.
Tabel 6. Batas Kendala Hasil Solusi Optimal
Lower Upper Importamc
Name Goal
Limit Limit e 5. KESIMPULAN
A:Konsentras Hasil delignifikasi pelepah pisang diperoleh titik
In range 1 3 3 (Penting)
i NaOH optimum yaitu menggunakan konsentrasi NaOH 3%
B: lama dengan lama waktu pemasakan selama 128,413 menit.
waktu In range 90 150 3 (Penting)
Berdasarkan hasil tersebut diperoleh nilai kadar lignin
pemasakan
Kadar lignin Minimize 1 5.9 3 (Penting)
pelepah pisang setelah delignifikasi yaitu 2,637% dan
Kadar Maksimiz 62.26 87.562 kadar selulosa 80,713 %. Berdasarkan nilai tersebut
3 (Penting) pelepah pisang dapat didijadikan kertas seni dengan
selulosa e 8 3
proses delignifikasi untuk memutus rantai ikatan lignin
Tabel 7. Hasil Solusi Optimal sehingga dapat memperkuat ikatan pulp. Kadar selulosa
Nama Nilai yang diperoleh sesuai dengan nilai selulosa pada pulp
Konsentrasi NaOH 3% kertas industri.
Lama waktu pemasakan 128,436 menit
Kadar Lignin 2,636 % 6. SARAN
Kadar Selulosa 80,712 % Saran untuk penelitian ini yaitu perlu adanya
Desirability 0,697 penelitian lanjut mengenai pengaruh proses pengadukan
terhadap proses delignifikasi. Proses pengadukan bagian
Terdapat nilai Desirability yang merupakan nilai penting dalam proses delignifikasi untuk pemerataan
yang mencerminkan bentangan nilai faktor terhadap permukaan bahan saat proses delignifikasi.
respon yang menunjukkan derjat ketepatan hasil solusi
optimal (Rahma dkk, 2016). Nilai Desirability pada 7. DAFTAR PUSTAKA
penelitian ini diperoleh nilai 0,697 dapat dilihat pada
Gambar 4. Nilai tersebut apabila mendekati satu yang Muraleedharan, H., dan Perumal K, 2010, Eco-Friendly
menandakan bahwa nilai masing-masing respon Handmade Paper Making. Shri AMM Murugappa
memiliki ketepatan pada hasil solusi optimal (Rasyid et Chettiar Research Center: Chennai.
al., 2016;). Bahri, S. 2015. Pembuatan Pulp dari Batang Pisang.
Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 (2): 36-50
Dewi, I., A., Susinggih, W, Nur, L. R., Erwin S., dan
Arie F., M. 2015. Ketahanan Tarik Kertas Seni dari
Serat Pelepah Nipah (Nypa fruticans) (Kajian
Proporsi Bahan Baku dan Perekat). Prosiding
Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional
FKPT-TPI
Dewi, I., A., Azimmatul I., Susinggih W. 2018.
Optimization on Pulp Delignification from Nypa
Palm (Nypa fruticans) Petioles Fibre of Chemical
and Microbiological Methods. IOP Conf. Series:
Earth and Environmental Science 187
Heradewi. 2007. Isolasi Lignin dari Lindi Hitam Proses
Pemasakan Organosolv SeratTandan Kosong
Kelapa Sawit (TKKS).
Skripsi.FakultasTeknologiPertanian. IPB. Bogor.
Rasyid, M, F, A, Salim, M, S, Akil, H, M, Ishak, Z, A,
Gambar 4. Grafik Desirability M. 2016. Optimization of processing conditions via
response surface methodology (RSM) of nonwoven
Hasil nilai Desirability pada penelitian ini cukup jauh flax fibre reinforced acrodur biocomposites.
dengan nalai satu disebabkan oleh beberapa faktor yang Procedia Chemistry. 19:469-476
memengaruhi saat pembuatan sampel pulp dari pelepah Saleh, A., Pakpahan, M. M. D., dan Angelina, N. 2009.
pisang. Faktor yang memengaruhi yaitu kondisi bahan Pengaruh Konsentrasi Pelarut, Temperatur dan
pelepah pisang yang digunakan memiliki ketebalan yang
454 SEBATIK 2621-069X
Waktu Pemasakan Pada Pembuatan Pulp dari Sabut (TKKS). Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 1, No. 1.
Kelapa Muda. Jurnal Teknik Kimia. 16(3): 35-44. 20-24
Sutyasmi, S. 2012. Daur Ulang Limbah Shaving Industri Octaviani, M A, Dian R., S., D., Luh J., A. 2017.
Penyamakan Kulit Untuk Kertas Seni. Majalah Optimasi Faktor Yang Berpengaruh Pada Kualitas
Kulit, Karet Dan Plastik Vol.28 No.2 Desember Lilin Di Ud.X Dengan Metode Response Surface.
Tahun 2012 : 113-121 Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor 1
Maharani D., M., dan Khulafaur R. 2018. Efek 29-38
Pretreatment Microwave-NaOH Pada Tepung Purwandari D., A., Shahibah Y., dan Nova S., H. 2018.
Gedebog Pisang Kepok terhadap Yield Selulosa. Program Pengabdian Masyarakat: Pengelolaan
Agritech, Vol 38 No. 2, 133-139 Hutan Bakau dengan Pendekatan Bank Sampah.
Nasution, Z. A. 2010. Pembuatan dan karakterisasi kertas Jurnal Nasioan Terindeks Sebatik Vol 22 No.2.
dari limbah jerami padi untuk tatakan gelas cetak 147-152
tangan. Jurnal Berita Selulosa. Vol 45 No. 1, 16- Wibisono, Ivan, et all. 2011. Pembuatan Pulp Dari
21 Alang-Alang. Jurnal Teknik Kimia Universitas
Nikmatin, S., Setyo P., dan Akhirudin M. 2012. Analisis Katolik Widya Mandala Surabaya. Volume 10. No
Struktur Selulosa Kulit Rotan Sebagai Filler 1. 11-20.
Bionanokomposit Dengan Difraksi Sinar-X. Jurnal
Sains Materi Indonesia Vol. 13, No. 2, Februari
2012, hal : 97 – 102 UCAPAN TERIMA KASIH
Setiati, R., Deana W., Septoratno S., Taufan M. 2016. Terimakasih kepada Dana Hibah Peneliti Pemula
Optimasi Pemisahan Lignin Ampas Tebu Dengan (HPP) Universitas Brawijaya berdasarkan Surat
Menggunakan Natrium Hidroksida. Ethos (Jurnal Perjanjian Nomor 696./UN10.C10/PM/2019. serta
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) Vol 4, seluruh pihak yang telah membantu dalam
No.2: 257-264 menyelesaikan penelitian ini.
Simatupang, H, Andi N., Netti H. 2012. Studi isolasi dan
rendemen lignin dari tandan kosong kelapa sawit
Seminar MASTER 2019 ISSN : 2548-1509 || e-ISSN : 2548-6527
adhistw23@gmail.com
Abstrak--Perkembangan komposit dengan matriks Keywords : komposit fiber; Perlakuan Alkali; Serat Kelapa
polimer (PMC) telah berkembang cukup pesat terutama Sawit; fiber Pelepah Pisang
dalam menggantikan penggunaan material logam dibidang
I. PENDAHULUAN
industri. Penggunaan serat alam sebagai penguat dalam
produk material komposit polimer telah meningkat dalam Komposit merupakan perpaduan dari dua material atau
dua dekade terakhir. Penggunaan limbah serat kelapa sawit lebih dengan perbedaan sifat fisika dan kimia tetapi masing-
dan kulit pisang menjadi alternatif yang menarik dalam masing komponen pembentuknya masih dapat dibedakan
pembuatan material komposit karena jumlahnya yang cukup secara jelas di dalam produk akhirnya. Penggunaan material
melimpah, murah, serta memiliki kandungan hemiselulosa komposit saat ini berkembang cukup pesat dalam
yang tinggi sehingga dapat memperkuat struktur matriks menggantikan produk logam dan paduan dalam struktur
dari polimer epoksi. Namun, penggunaan serat alam masih maupun konstruksi karena sifatnya yang ringan, ketahanan
terbatas karena serat alam memiliki daya adhesi yang lemah kimia dan korosi yang baik, serta memiliki kekuatan dan
terhadap matriks polimer sehingga menurunkan sifat kekakuan yang tinggi [1]. Fiber kelapa sawit dan kulit
mekanik komposit. Proses alkali treatment dilakukan dengan pisang merupakan limbah pertanian yang jumlahnya cukup
Proses alkali treatment dilakukan dengan perendaman fiber melimpah mengingat produk kelapa sawit dan pisang
pada kondisi tanpa NaOH dan larutan NaOH 5% selama 24 merupakan komoditi andalan di Indonesia [2]. Namun,
jam. Fiber atau serat yang dihasilkan selanjutnya dicampur pemanfaatan limbah fiber kelapa sawit dan kulit pisang
dengan resin epoksi di dalam cetakan dan menghasilkan 4 masih relatif masih minim. Bahkan, beberapa industri
sampel (A, B, C, D) dengan variasi fiber kelapa sawit dan pengolahan kelapa sawit menggunakan metode pembakaran
fiber pelepah pisang. Hasil pengujian SEM menunjukkan untuk mengurangi volume limbah fiber yang dihasilkan
proses alkali treatment berpengaruh hilangnya komponen sehingga menimbulkan pencemaran udara.
lignin dan hemiselulosa pada fiber sabut kelapa sawit dan
pelepah pisang. Hasil dari pengujian FTIR menunjukkan (A)
proses treatment alkali menyebabkan lignin menjadi hilang
sehingga peak pada area tersebut menjadi lebih rendah.
Selanjutnya pada hasil uji tarik menunjukkan bahwa
treatmen alkali menyebabkan adanya peningkatan nilai
kekuatan tarik pada sampel dengan perbandingan massa
resin: fiber kelapa sawit: fiber pisang sebesar 90: 2%: 8%
(sampel A) dan 90: 4%: 6% (sampel B). Sedangkan
Kekuatan maksimum dari komposit diperoleh pada komposit
dengan kandungan fiber pisang yang tertinggi yaitu sebesar
8%.
http://journal.ppns.ac.id/index.php/SeminarMASTER 183
Seminar MASTER 2019 ISSN : 2548-1509 || e-ISSN : 2548-6527
http://journal.ppns.ac.id/index.php/SeminarMASTER 184
Seminar MASTER 2019 ISSN : 2548-1509 || e-ISSN : 2548-6527
5% NaOH
Gambar 3. SEM fiber pelepah pisang (a) tanpa perlakuan alkali (b) 5% NaOH
dengan perlakuan alkali NaOH 5% Transmittance (%)
2894
1250
Setelah melakukan uji SEM selanjutnya adalah melakukan
3350
analisis FTIR. Hasil FTIR Gambar 4 dan Gambar 5 didapatkan
secara umum bentuk spektra dari sabut kelapa
sawit dan pelepah pisang memiliki kesamaan. Larutan NaOH Tanpa perlakuan alkali
berpengaruh pada besarnya lebar dan intensitas dari pita
serapan pelepah pisang dan sabut kelapa sawit. Didapatkan
1745
2894
1250
3350
http://journal.ppns.ac.id/index.php/SeminarMASTER 185
Seminar MASTER 2019 ISSN : 2548-1509 || e-ISSN : 2548-6527
http://journal.ppns.ac.id/index.php/SeminarMASTER 186
Berkala Fisika ISSN : 1410 - 9662
Vol. 13 , No.2, April 2010 hal 61- 66
Abstract
It was fabricated a composite using solid waste as filler and polyvinyl acetate (PVAc) as matrice. This work
is as a solution of more serious solid waste problems. The solid waste used is paper waste and leaf one with
their composition are 60% and 40% respectively. The crushed-solid waste then hot-pressed at 100 MPa of
pressure and 150C of temperature. Then, the compressive strength of composite before and after PVAc
presence was investigated to get a composition in which the compressive strength is optimum.
Abstrak
Telah dilakukan penelitian tentang fabrikasi material komposit dengan menggunakan sampah sebagai
pengisi (filler) dan polyvinyl acetate (PVAc) sebagai pengikatnya (binder). Penelitian ini diharapkan
menjadi salah satu jawaban atas permasalahan sampah yang semakin serius. Sampah yang digunakan
adalah sampah kertas dan daun dengan komposisi masing-masing 60% dan 40%. Sampah yang telah
dihancurkan kemudian dihot-press pada tekanan 100 MPa dan temperatur 150C. Didapatkan bahwa
kekuatan tekan komposit sebelum kehadiran PVAc adalah 19,89 MPa. Selanjutnya dilakukan penambahan
PVAc yang bervariasi dan dilakukan proses hot-pressing yang sama. Didapatkan kenaikan kekuatan tekan
komposit dengan rentang antara 31,39% sampai 129,26%. Didapatkan pula fraksi massa optimum PVAc
yang menghasilkan kekuatan tekan komposit maksimum adalah 0,22 dengan kekuatan tekan komposit
sebesar 45,60 MPa.
komposit berbasis sampah dam diharapkan memiliki Dari berbagai variasi PVAc dan
sifat kuat. sampah, dicari material produk (baca:
Material yang digunakan sebagai matriks komposit) yang mempunyai kekuatan mekanik
biasanya mempunyai densitas, kekakuan serta yang paling optimum.
kekuatan yang lebih rendah dari pada material
pengisinya. Material matriks bisa berupa logam, Karakterisasi
keramik, karbon, maupun polimer [9]. Namun di Karakterisasi yang dilakukan adalah
antara material tersebut, yang sering digunakan uji kekuatan tekan (compressive strength test)
sebagai matriks dalam pembuatan komposit adalah di Laboratorium Rekayasa Struktur ITB
polimer. Menurut Baldan (2004), ada beberapa dengan menggunakan ASTM C0109M-02.
keuntungan penggunaan polimer sebagai matriks,
antara lain sifatnya yang ringan, kuat, ulet, tidak
reaktif secara kimia, tahan terhadap kelembaban,
menyekat secara baik terhadap panas dan listrik,
mudah untuk dibentuk dan murah dari sisi
harganya[4].
METODE EKSPERIMEN
Bahan
Polimer polyvinyl acetate (PVAc) komersial
pada lem FOX™, dan sampah lunak sebarang
(dalam riset ini, komposisinya: 60% berat kertas dan
40% dedaunan).
62
Berkala Fisika ISSN : 1410 - 9662
Vol. 13 , No.2, April 2010 hal 61- 66
rapuh. Hal ini bisa dilihat pada sampel 1 dari Tabel 1 dnegan fraksi optimum polimer, penambahan
di mana hasil kekuatan tekannya masih jauh fraksi polimer justru menurunkan kekuatan
dibandingkan setelah kehadiran PVAc. Peningkatan tekan kompositnya. Pada kondisi optimum ini,
kekuatan tekan ini dapat dijelaskan dengan luas permukaan interaksi antarpartikel
pendekatan impregnasi polimer, yaitu proses mencapai kondisi maksimum, di mana semua
penyusupan, penetrasi atau pendesakan polimer ke partikel filler dan partikel polimer tepat saling
dalam partikel-partikel berporos. Sifat partikel berinteraksi secara efektif. Penambahan fraksi
sampah yang memiliki banyak poros memungkinkan salah satu fasa, baik filler maupun polimer
terjadinya proses impregnasi tersebut, utamanya justru akan menambah daerah yang tidak
setelah ditambahkannya tekanan dan temperatur berinteraksi. Inilah yang menyebabkan
operasi (hot-press). Akibatnya, pori-pori sampah kekuatan komposit yang dihasilkan, termasuk
menjadi lebih kecil karena terisi oleh polimer. kekuatan tekannya menurun [5],[13],[17]. Hal
Penurunan pori ini diikuti oleh peningkatan interaksi ini konsisten dengan data pada Gambar 3, di
antarpartikel polimer dengan pengisi (filler) sampah mana peningkatan fraksi PVAc cenderung
karena semakin dekatnya jarak antarmereka. meningkatkan kekuatan tekan komposit yang
Di sisi lain, sebelum berimpregnasi dengan dihasilkan hingga setelah melewati fraksi
partikel-partikel filler, rantai-rantai-rantai polimer tertentu, yakni sebesar 0,22 penambahan fraksi
memiliki fleksibilitas yang tinggi (Gambar 2(a)). PVAc justru menurunkan kekuatan tekan
Akan tetapi, setelah proses impregnasi banyak komposit. Fraksi 0,22 disebut sebagai fraksi
partikel filler yang menempel pada rantai-rantai optimum sampah, di mana pada fraksi tersebut
polimer yang berakibat peningkatan kekakuan dan kekuatan tekan komposit mencapai titik
kekerasan pada polimer (Gambar 2(a)). Akibatnya, maksimum, yaitu sebesar 45,60 MPa. Fraksi
secara keseluruhan kekuatan material setelah proses ini ekuivalen dengan komposisi PVAc dan
impregnasi (baca: komposit) menjadi meningkat, sampah sebesar 2:7.
dalam hal ini kekuatan tekannya.
atas temperatur gelasnya, dalam hal ini temperatur Pressures. Viscosity B-coefficient.
gelas PVAc 31C proses impregnasi polimer ke Sodium Iodide, J. Chem. Eng. Data, 51,
dalam permukaan berporos akan lebih mudah 1645-1659.
sehingga mampu meningkatkan interaksi permukaan [2]. Altinok, M., Tas, H.H., & Çimen, M.
antara polimer dengan adherennya[4]. Dengan (2009) : Effects of Combined Usage of
demikian, interaksi permukaan total antarpartikel Traditional Glue Joint Methods in Box
pun meningkat. Hal ini berdampak pada peningkatan Construction on Strength of Furniture,
kekuatan mekanik material komposit yang dihasilkan Materials and Design, 30, 3313 – 3317.
(Sperling, 2006)[16], dalam hal ini kekuatan [3]. Arshak, K., Morris, D., Arshak, A.,
tekannya. Semakin tinggi temperatur yang diberikan Korostynska, O., & Moore, E. (2006) :
semakin besar pula kekuatan tekan komposit yang PVB, PVAc and PS Pressure Sensors
dihasilkan. with Interdigitated Electrodes, Sensors
Selain dipengaruhi oleh temperatur, and Actuators A, 132, 199 – 206.
impregnasi juga sangat dipengaruhi oleh tekanan [4]. Baldan, A. (2004) : Review Adhesively-
(pressing). Tekanan ini berdampak pada proses Bonded Joints and Repairs in Metallic
impregnasi polimer ke dalam dalam pori-pori juga Alloys, Polymers and Composite
meningkat. Hal ini karena kehadiran tekanan pada Materials: Adhesives, Adhesion
prinsipnya berfungsi sebagai gaya pendorong yang Theories and Surface Pretreatment,
mempercepat laju penetrasi tersebut. Pada Journal of Materials Science, 39, 1 – 49.
temperatur yang sama, peningkatan tekanan [5]. Fu, S.Y., Feng, X.Q., Lauke, B., & Mai,
berdampak peningkatan laju penetrasi Y.W. (2008) : Effects of Particle Size,
(Badruzzaman, 1993). Bahkan, pada temperatur Particle/Matrix Interface Adhesion and
tinggi pemberian tekanan juga berfungsi untuk lebih Particle Loading on Mechanical
mengefektifkan ikatan antara polimer dengan Properties of Particulate–Polymer
adherennya [4]. Akibatnya, pori yang terimpregnasi Composites, Composites:Part B, 39,
pun akan semakin bertambah. Di sisi lain, tekanan 933–961.
juga menyebabkan jarak antarpartikel semakin dekat, [6]. Giudiece,C.A., & Pereyra, A.M. (2009):
porositas menurun, densitas komposit meningkat dan Silica Nanoparticles in High Silica/
susunan partikel menjadi lebih solid [9] sehingga Alkali Molar Ratio Solutions as Fire-
interaksi permukaan total antarpartikel pun Retardant Impregnants for Woods, Fire
meningkat. Hal ini berdampak pada peningkatan and Materials.
kekuatan mekanik material komposit yang dihasilkan [7]. Hadiyawarman, Rijal, A., Nuryadin,
[16], dalam hal ini kekuatan tekannya. B.W., Abdullah, M., & Khairurrijal.
(2008) : Fabrication of Superstrong,
KESIMPULAN Lightweight, and Transparent Nanocom-
Dari penelitian ini dapat disimpulkan posite Materials Using Simple Mixing
sampah dan polimer polyvinyl acetate (PVAc) secara Method, Jurnal Nanosains &
efektif dapat diolah menjadi material komposit yang Nanoteknologi, 1, 15 – 21.
kuat dan ringan. Penambahan PVAc berfungsi untuk [8]. Hori, N., Asai, K., & Takemura, A.
meningkatkan kekuatan tekan komposit yang (2008) : Effect of the Ethylene/Vinyl
dihasilkan. Komposisi terbaik antara PVAc dan Acetate Ratio of Ethylene–Vinyl Acetate
sampah yang menghasilkan material komposit Emulsion on the Curing Behavior of an
dengan kekuatan mekanik yang optimum adalah 2:7, Emulsion Polymer Isocyanate Adhesive
di mana sampel tersebut mempunyai kekuatan tekan for Wood, J. Wood Sci., 54, 294 – 299.
(compressive strength) sebesar 45,60 MPa. [9]. Jones, R. M. (1999) : Mechanics of
Composite Materials, Second Edition,
UCAPAN TERIMA KASIH Philadephia, Taylor and Francis.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan [10]. Kim, S., & Kim, H. J. (2005) : Effect of
untuk Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Addition of Polyvinyl Acetate to
Kemendiknas RI. Melamine-Formaldehyde Resin on The
Adhesion and Formaldehyde Emission
DAFTAR PUSTAKA in Engineered Flooring, International
[1]. Abdulagatov, I.m., Zeinalova, A.b., & Azizov, Journal of Adhesion & Adhesives, 25,
N.D. 2006. Viscosity of Aqueous Electrolyte 456 – 461.
Solutions at High Temperatures and High [11]. Kumagai, S., & Sasaki, J. (2009).
Carbon/Silica Composite Fabricated
64
Berkala Fisika ISSN : 1410 - 9662
Vol. 13 , No.2, April 2010 hal 61- 66
From Rice Husk by Means of Binderless Hot- [19]. Wahab, R., Mohamed, A., Sulaiman, O.,
Pressing, Bioresource Technology, 100, 3308– & Samsi, H. W. (2006) : Performance of
3315. Polyvinyl Acetate and Phenol Resorcinol
[12]. Matyka, M., Khalili,A., & Koza1, Z. (2008): Formaldehyde as Binding Materials for
Tortuosity Porosity Relation in Porous Media Laminated Bamboo and Composite-Ply
Flow, Physical Review E, 78, 026306-1 – from Tropical Bamboo Species,
026306-8. International Journal of Agriculture
[13]. Mikrajuddin. (2008): Pengantar Nanosains, Research, 1, 108 – 112.
Bandung, Penerbit ITB. [20]. Xiaoyan, Z., Wenling, T., Xinliang, J.,
[14]. Packham, D.E., (2005) : Handbook of Xuesong, Z. (2009) : Effects of
Adhesion, Second Edition, Chichester, John Vibration Technology and Polyvinyl
Wiley & Sons Ltd. Acetate Emulsion on Microstructure and
[15]. Shedge, M.T., Patel,C.H., Tadkod, S.K., & Properties of Expanded Polystyrene
Murthy, G.D. (2008) : Polyvinyl Acetate Resin Lightweight Concrete, Trans. Tianjin
as a Binder Effecting Mechanical and Univ., 15, 145 – 149.
Combustion Properties of Combustible [21]. Xiong, G., Chen, X., Li, G., & Chen, L.
Cartridge Case Formulations, Defence Science (2001) : Sulphuric Acid Resistance of
Journal, 58, 390 – 397. Soluble Soda Glass-Polyvinyl Acetate
[16]. Sperling, L.H. (2006) : Introduction to Latex-Modified Cement Mortar, Cement
Physical Polymer Science, Fourth Edition. and Concrete Research, 31, 83 – 86.
New Jersey, John Wiley & Sons. [22]. Zhang, Y., Zhang, S. Y., & Chui, Y.H.
[17]. Starokadomskii, D. L. (2008) : Effect of the (2006) : Water Vapor Adsorption and
Content of Unmodified Nanosilica with Varied Volumetric Swelling of Melt-
Specific Surface Area on Physicomechanical Impregnated Wood–Polymer
Properties and Swelling of Epoxy Composites, Composites, Journal of Applied Polymer
Russian Journal of Applied Chemistry, 11, Science, 102, 2668–2676.
1987 – 1991.
[18]. Valencia, L.E.C., Alonso, E., Manzano, A.,
Pe´rez, J., Contreras, M.E., & Signoret, C.
(2007) : Improving the Compressive Strengths
of Cold-Mix Asphalt Using Asphalt Emulsion
Modified by Polyvinyl Acetate, Construction
and Building Materials, 21, 583 – 589.
65
Masturi, dkk Efektivitas Polyvinyl Acetate …
66
Pengaruh Kondisi Proses Terhadap Karakteristik Pulp Pada Fraksinasi Rumput Gajah
Menggunakan Asam Formiat
ABSTRACT
Elephant grass is a lignocellulosic biomass which has not been utilized optimally.
Fractination of elephant grass can be converted into valuable products, such as pulp. The
objectives on this research is to study the effect of the process condition on pulp yield,
cellulose and lignin content in pulp. The effect of process condition were studied by Response
Surface Methodology (RSM) using Central Composite Design (CCD). Fractionation of
elephant grass performed on a normal boiling point of the solution with a concentration of
formic acid (60%, 70% and 80%), the reaction time of 60-180 minutes, solid to liquid ratio of
10/1 to 20/1, 40 grams elephant grass, HCl catalyst 0.1% wt. This research has 4 stages
process that are cooking, screening, washing and drying. The pulp from process will be
analyzed for yield pulp, alpha celluose content and lignin content. The result shows that
fractionation of elephant grass have yield pulp of 53.6% to 73.7%, cellulose pulp of 84.03%
to 93.97% and lignin pulp of 11% to 19.5%. the concentration of formic acid and reaction
time influence each response significantly.
4. KESIMPULAN
a)
a) b)
b)
Konsentrasi asam formiat dan waktu
pemasakan merupakan faktor yang paling
berpengaruh terhadap respon kimia pulp
(yield, kadar alfa selulosa pulp dan kadar
lignin). Hasil yang diperoleh pada masing-
c)
c)
masing respon, yaitu yield pulp sebesar
55,3-71,85%, kadar alfa selulosa sebesar
Gambar 2 Pengaruh konsentrasi asam 84,34-93,18% dan kadar lignin sebesar
formiat dan waktu terhadap 11,5-19,5%.
kadar alfa selulosa pulp
pada nisbah cairan-padatan
DAFTAR PUSTAKA
a). ξ3=10/1, b). ξ3=15/1, c).
ξ3=20/1 Dapia, S., Santos, V, Parajo, J.C. 2002.
Study of Formic Acid as an Agent for
Fraksionasi rumput gajah dalam Biomass Fractionation. Biomass and
media asam formiat pada berbagai kondisi Energy, Vol. 22: 213-221.
proses menghasilkan pulp dengan kadar Jahan, M.S., Chowdhury, D.A.N., Islam,
alfa selulosa berkisar antara 84,34-93,18%. M.K. 2007. Atmospheric Formic Acid
Kadar selulosa tertinggi diperoleh pada Pulping and TCF Bleaching of
konsentrasi asam formiat 80%, waktu Dhaincha (Sesbania Aculeata), Kash
reaksi 180 menit dan nisbah cairan- (Saccharum Spontaneum) and Banana
padatan 20/1. Kadar selulosa pulp
1)
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi "Yayasan Pharmasi" Semarang
INTISARI
Resistensi bakteri terhadap antibiotik merupakan masalah yang sedang dihadapi baik di
negara berkembang maupun negara maju. Oleh karena itu dibutuhkan upaya untuk mengurangi
masalah tersebut salah satunya dengan penemuan obat baru yang berasal dari bahan alam, salah
satunya adalah tanaman pisang (Musa paradisiaca).
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adanya efek bakterisid dalam batang tanaman
pisang dalam bentuk sediaan gel antiacne. Manfaat penelitian ini dapat memberikan informasi
dasar tentang manfaat ekstrak batang tanaman pisang khususnya dalam bidang kesehatan yaitu
sebagai antiacne.
Penelitian ini diketahui golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak tanaman
pisang diantaranya steroid, triterpenoid, alkaloid, plavonoid, tannin, dan saponin. Hasil penelitian
ini didapatkan pH FI 4, FII 4, FIII4; Viskositas Fi 204 cps, FII 216 cps, FIII 239 cps; daya lekatFI,
FII, FIII kurang dari satu menit; daya sebar FI>7cm/100 gram, FII dan FIII>7cm/150 gram. Uji
mikrobiologi FI:1,337, FII:1,474 dan FIII:1,529.
Kata kunci: Batang pisang, antibakteri, gel antiacne, S.aureus
ABSTRACT
Bacterial resistance to antibiotics is a problem that is being faced in both the developing
and developed countries. Therefore it takes an effort to diminish these problems by the discovery
of new drugs derived from natural ingredients, the banana plant (Musa paradisiaca).
The purpose of this study to determine the bactericidal effect of the banana plant stem in
antiacne gel dosage forms. The benefity of this study is providing basic information about the
benefits of stem extract of banana plants, especially in the health field that is as antiacne.
This study found the class of compounds contained in extracts of banana plants include
steroids, triterpenoids, alkaloids, plavonoid, tannins and saponins. Results of this study, the pH 4
FI, FII 4, FIII4; Fi viscosity of 204 cps, 216 cps FII, FIII 239 cps; lekatFI power, FII, FIII less
than a minute; dispersive power FI> 7cm / 100 grams, FII and FIII> 7cm / 150 grams.
Microbiological test FI: 1,337, FII: 1.474 and FIII: 1,529.
Keywords: banana stems, antibacterial, antiacne gel, S.aureus
38
bakteri, seperti ekstrak daun Senna pisang khususnya dalam bidang kesehatan,
podocarpa, Musa paradisaca (pohon yaitu sebagai zat antiacne.
pisang), Allium sativum Linn (bawang putih) TINJAUAN PUSTAKA
mampu menghambat pertumbuhan bakteri a. Tanaman pisang
Staphylococcus aureus (Nascimento et al., Tanaman pisang merupakan
2000). tumbuhan berbatang basah yang besar,
Masalah yang sering timbul dalam biasanya mempunyai batang semu yang
pengobatan penyakit infeksi adalah tersusun dari pelepah-pelepah daun. Tangkai
terjadinya resistensi. Resistensi mikroba daun jelas beralur pada sisi atasnya, helaian
terhadap antibiotika membawa masalah daun lebar, bangun jorong (oval memanjang),
tersendiri yang dapat menggagalkan terapi. dengan ibu tulang yang nyata dan tulang-
Cara pengobatan dengan menggunakan tulang cabang yang menyirip dan kecil-kecil.
kombinasi berbagai antibiotika juga dapat Bunga mempunyai tenda bunga yang
menimbulkan masalah yaitu munculnya mempunyai mahkota atau jelas mempunyai
mikroba yang multiresisten terhadap kelopak dan mahkota yang biasanya
antibiotika (Tjay dan Rahardja, 2002). berlekatan. Benang sari 6 yang 5 fertil yang
Tanaman obat diketahui potensial satu staminoidal. Bakal buah tenggelam,
dikembangkan lebih lanjut pada penyakit beruang 3 dengan 1 bakal biji dalam tiap
infeksi namun masih banyak yang belum ruang. Tangkai putik berbelah 3-6. Buahnya
dibuktikan aktivitasnya secara ilmiah buah buni atau buah kendaga.
(Hertiani dkk., 2003). Tanaman pisang termasuk tanaman
Indonesia mempunyai banyak jenis monokotil. Tanaman monokotil biasanya
tanaman yang berpotensi sebagai antibiotik, mempunyai ikatan pembuluh (floem dan
salah satunya adalah tanaman pisang. xilem) yang tersebar di jaringan batang.
Indonesia merupakan habitat yang sesuai Xilem berfungsi untuk mengangkut air dan
untuk tanaman pisang karena iklimnya yang zat terlarut, sedangkan floem berfungsi
tropis. Pelepah tanaman pisang biasa untuk mengangkut hasil fotosistesis.
dimanfaatkan oleh beberapa masyarakat di Flavonenes dan flavonols merupakan
Indonesia sebagai obat luka, beberapa turunan dari senyawa phenol dari jalur asam
bagian lain dari tanaman pisang telah diteliti malonil dan dari jalur asam shikimik. Asam
manfaatnya diantaranya adalah ekstrak hidrosinnamik merupakan salah satu turunan
batang tanaman pisangbermanfaat untuk dari phenilalanin. Jalur asam shikimik akan
menghambat pertumbuhan beberapa bakteri dihasilkan phenilalanin yang merupakan
pathogen seperti S.aureus. Informasi senyawa intermediet atau senyawa antara
penggunaan bagian lain tanaman pisang yang akan membantu tanaman untuk
seperti pelepah, batang dan akar tanaman menghasilkan flavonones, flavonoid,
pisang sebagai anti bakteri masih sangat flavonol dan senyawa lain.
sedikit, oleh karena itu peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian penggunaan ekstrak b. Metode Ekstraksi
batang tanaman pisang serta menguji Ada beberapa metode yang sering
aktivitasnya pada bakteri Propionibacterium digunakan dalam ekstraksi diantaranya:
acnes, kemudian untuk memudahkan dalam Maserasi, infusa, digesti, dekoksi, perkolasi,
hal penggunaannya ekstrak tersebut soxhlet, ekstraksi aqueous alkoholik yang
diformulasikan dalam suatu sediaan obat difermentasi, ekstraksi Counter-current,
herbal yaitu gel antiacne. sonikasi (ekstraksi ultrasound), supercritical
fluid extraction, dan lain sebagainya.
TUJUAN DAN LUARAN bertujuan untuk memurnikan zat aktif dari
Penelitian ini mempunyai tujuan zat lain dengan menggunakan pelarut
untuk mengetahui aktivitas ekstrak batang tertentu, proses standarisasi juga sangat
tanaman pisang sebagai senyawa berpengaruh pada kualitas obat herbal.
antiacnedalam suatu sediaan obat herbal gel
antiacne yang dilakukan secara in vitro.
Luaran yang akan diperoleh dari penelitian
c. Tinjauan tentang Antibakteri
Antibakteri adalah obat pembasmi
ini adalah memberikan informasi dasar
mikroba terutama mikroba yang merugikan
tentang manfaat ekstrak batang tanaman
manusia. Mekanisme kerjanya, antimikroba
39
ada yang bersifat menghambat pertumbuhan sehingga tidak lagi tampak batas yang jelas
mikroba yang dikenal dengan aktivitas antara molekul yang terdispersi dengan
bakteriostatik dan ada yang membunuh cairan, gel demikian disebut gel sistem fase
mikroba yang dikenal dengan aktivitas tunggal, dan lebih lazim disebut lendiran
bakterisida. Antimikroba memiliki aktivitas (Depkes RI, 1985).
tertentu dan dapat meningkat dari aktivitas Dasar gel yang umum digunakan
bakteriostatik menjadi aktivitas bakterisida adalah gel hidrofobik dan gel hidrofilik.
bila kadar antimikroba meningkat 1. Dasar gel hidrofobik
(Ganiswarna, 1995). Dasar gel hidrofobik umumnya
Antibakteri yang ideal terdiri dari partikel-partikel anorganik, bila
menunjukkan sifat toksisitas selektif, yang ditambahkan ke dalam fase pendispersi,
merupakan fungsi reseptor yang spesifik hanya sedikit sekali interaksi antara kedua
yang dibutuhkan untuk melekatnya obat atau fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik,
karena hambatan biokimia yang terjadi bagi bahan hidrofobik tidak secara spontan
organisme namun tidak bagi inang menyebar, tetapi harus dirangsang dengan
(Ganiswarna, 1995). Antimikroba yang ideal prosedur yang khusus (Ansel, 1989).
juga harus mempunyai kemampuan untuk
mematikan atau menghambat pertanaman 2. Dasar gel hidrofilik
mikroorganisme yang luas (broad spectrum Dasar gel hidrofilik umumnya
antibiotic) : terdiri dari molekul-molekul organik yang
1. Tidak menimbulkan terjadinya besar dan dapat dilarutkan atau disatukan
resistensi dari mikroorganisme patogen dengan molekul dari fase pendispersi. Istilah
2. Tidak menimbulkan efek samping (side hidrofilik berarti suka pada pelarut.
effect) yang buruk pada tubuh seperti Umumnya daya tarik menarik pada pelarut
reaksi alergi, kerusakan syaraf, dan dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari
iritasi lambung tidak adanya daya tarik menarik dari bahan
3. Tidak mengganggu keseimbangan flora hidrofobik. Sistem koloid hidrofilik biasanya
normal tubuh seperti flora usus atau lebih mudah untuk dibuat dan memiliki
flora kulit (Jawetz et al, 1996). stabilitas yang lebih besar (Ansel, 1989). Gel
hidrofilik umummnya mengandung
d. Tinjauan tentang Metode Pengujian komponen bahan pengembang, air,
Antibakteri humektan dan bahan pengawet (Voigt,
Pemeriksaan daya antibakteri dapat 1994).
dilakukan dengan beberapa cara antara lain :
Uji Pengenceran (Dilution Test) f. Keunggulan Gel
Metode Cylinder Cup Keunggulan gel pada formulasi sediaan
Pada media yang telah diinokulasi, antijerawat :
bakteri diletakkan pada silinder lalu 1. Waktu kontak lama, kulit mempunyai
dimasukkan zat antibakteri, diinkubasi pada barrier yang cukup tebal, sehingga
suhu 37º C selama 18-24 jam dan diamati dibutuhkan waktu yang cukup lama
ada tidaknya daerah hambatan di sekeliling untuk zat aktif dapat berpenetrasi.
silinder (Dwidjoseputro, 2001). 2. Kadar air dalam gel tinggi
3. Jumlah air yang banyak dalam gel akan
e. Tinjauan tentang Gel menghidrasi stratum corneum sehingga
Gel didefinisikan sebagai suatu terjadi perubahan permeabilitas stratum
sistem setengah padat yang terdiri dari suatu corneum menjadi lebih permeabel
dispersi yang tersusun baik dari partikel terhadap zat aktif yang dapat
anorganik yang kecil atau molekul organik meningkatkan permeasi zat aktif.
yang besar dan saling diresapi cairan (Ansel, 4. Resiko timbulnya peradangan ditekan
1989). Jika massa gel terdiri dari gumpalan 5. Kandungan air yang banyak pada gel
partikel kecil, gel demikian disebut gel dapat mengurangi resiko peradangan
sistem fase rangkap, dan sering disebut lebih lanjut akibat menumpuknya lipida
lumeran. Jika massa gel terdiri dari pada pori-pori, karena lipida tersebut
makromolekul yang seragam dan tersebar merupakan makanan bakteri jerawat
merata ke seluruh cairan sedemikian rupa (Lieberman et al, 1990).
40
(dikultur). Hasil kultur tersebut diambil 200
Formula Gel yang digunakan: µl, kemudian disuspensikan ke media cair
R/ Carbophol 1 %, Glycerin 5%. steril, selanjutnya diinkubasi 3-4 jam
Korigen odoris (melon) 0,1% Aqua dest. kemudian disamakan kekeruhannya dengan
Ad 100%. standar Mc Farland I (108 CFU/ ml) dengan
cara mensuspensikannya dalam larutan NaCl
METODE PENELITIAN 0,9% steril hingga didapat kekeruhan yang
1. Determinasi Tanaman sama dengan standar.
Sampel yang digunakan adalah batang
tanaman pisang (Musa paradisiacal) 3. Pembuatan Larutan ½ Mc Farland
(Teknik sampling yang digunakan adalah Komposisi larutan ½ Mc Farland:
sampling secara acak (random sampling). BaCl2. 2H2O 0,048 M 0,5 ml
H2SO4 0,18 M 99,5 ml
2. Ekstraksi Cara pembuatannya:
Penelitian ini peneliti menggunakan Larutan H2SO4 0,18 M dipipet 99,5
metode ekstraksi maserasi kemudian ml dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml,
dievaporasikan dengan rotary evaporator. selanjutnya larutan BaCl2. 2H2O 0,048 M
Identifikasi tanaman pisang, Pengambilan dipipet sebanyak 0,5 ml dimasukkan ke
batang bagian bawah tanaman pisang ambon, dalam labu takar yang sama, ditambahkan
10 cm dari bonggol akar dan dipotong kira- aquadest hingga tanda, digojok hingga
kira dengan ukuran 0,5x0,5 cm. Setiap homogen.
bagian direndam dalam tabung erlenmeyer
dengan alkohol 96% dengan perbandingan 1: 4. Pengujian Antibakteri Sediaan
4. Hasil rendaman dievaporasikan dengan Gel Ekstrak Batang Tanaman
rotary evaporator dan dilakukan penguapan Pisang
dengan pemanasan dibawah 60° C agar Sebanyak 30 ml media MSA
pelarut hilang. Hasil ekstraksi disimpan di (Mannitol Salt Agar) dituang ke dalam
dalam almari pendingin dengan suhu 4ºC. cawan petri steril dan dibiarkan memadat
sebagai lapisan dasar, kemudian diletakkan 5
3. Uji Aktivitas Antibakteri cylinder cup dengan jarak yang tidak terlalu
1. Penyiapan Media berdekatan. Suspensi Propionibacterium
Media untuk uji antibakteri digunakan acnessebanyak 15 µl diinokulasikan ke
Manitol Salt Agar (MSA). MSA dibuat dalam 30 ml media MSA pada suhu 40ºC,
dengan cara melarutkan 27,75 gram MSA kemudian suspensi kultur bakteri dan media
dengan aquadest sampai volumenya 250 ml dihomogenkan. Secara aseptis media MSA
ke dalam erlenmeyer. Campuran tersebut yang berisi kultur bakteri dituang pada
selanjutnya disterilisasi di dalam autoklaf cawan petri yang telah diisi lapisan pertama
pada suhu 121ºC selama 15 menit. dan cylinder cup untuk membentuk
sumuran. Setelah media atas memadat,
2. Regenerasi Bakteri cylinder cup diambil dan masing-masing
Bakteri yang dipergunakan dalam sumuran diisi dengan gel ekstrak batang
penelitian ini adalah Propionibacterium tanaman pisang dengan konsentrasi 15%,
acnes. Bakteri tersebut sebelum digunakan 20%, dan 300%, basis gel sebagai kontrol
untuk uji aktivitas antibakterinya, terlebih negatif dan gel klindamisin fosfat 1%
dahulu dilakukan regenerasi. Langkah sebagai kontrol positif. Medium diinkubasi
pertama yang dilakukan adalah membuat pada suhu 37ºC selama 24 jam. Zona bening
biakan agar miring, kemudian biakan dari di sekitar sumuran mengindikasikan bahwa
stok bakteri digoreskan ke media NA terdapat aktivitas antibakteri yang
(Nutrient Agar) miring yang masih baru, disebabkan oleh senyawa yang diuji.
selanjutnya diinkubasi pada suhu 37ºC
selama 18-24 jam. Biakan tersebut diambil 5. Pembuatan sediaan gel
masing-masing satu ose bakteri stok, Carbopol dikembangkan dalam air
kemudian diinokulasi ke dalam tabung yang panas, kemudian diaduk. Ekstrak batang
berisi 5 ml media NB cair steril, selanjutnya tanaman pisangdicampur dengan bahan lain
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC sampai tercampur rata, kemudian
41
dimasukkan ke dalam carbopol. Kedalam zona hambat gel antiacne batang tanaman
campuran tersebut, ditambahkan air sampai pisang.Analisis terhadap sifat fisik gel
volume yang dikehendaki, kemudian meliputi viskositas, pH, daya lekat, daya
tambahkan TEA tetes demi tetes sambil sebar,dan uji organoleptis.
diaduk perlahan sampai didapat pH yang
dikehendaki, selanjutnya ditambahkan HASIL YANG DICAPAI
gliserin sedikit demi sedikit terbentuk gel Batang tanaman pisang yang
yang jernih. digunakan dalam penelitian adalah batang
tanaman yang sudah berbuah. Batang
6. Evaluasi sediaan gel ekstrak batang tanaman yang dipilih dengan pertimbangan
tanaman pisang bahwa aktivitas mikrobiologis terbesar dari
Evaluasi sediaan dilakukan dengan tanaman pisang terletak pada bagian pelepah
mengamati karakteristik fisika yang (Batang) yang mengandung sejumlah
meliputi: viskositas, pH, daya lekat, daya metabolit sekunder khas. Hasil skrining
sebar,dan uji organoleptis. fitokimia terhadap batang tanaman pisang
yang dipaparkan menunjukkan bahwa
7. Analisis Data batang tanaman pisang mengandung
Analisis data dengan perhitungan senyawa flavonoid, saponin, triterpenoid,
statistik menggunakan uji anova satu jalan steroid, alkaloid dan tannin.
sesuai dengan hasil pengamatan diameter
Hasil Kesimpulan
Uji
Pereaksi Serbuk
Fitokimia Serbuk Simplisia Ekstrak Ekstrak
Simplisia
Saponin HCl 10% Tidak terbentuk Trebentuk - +
busa yang stabil busa yang
stabil
Steroid Liebermann- Terbentuk warna Terbentuk - +
Burchad kuning warna
biru/hijau
Triterpenoid Liebermann- Terbentuk warna Terbentuk + +
Burchad merah pada residu warna merah
pada residu
Alkaloida Mayer Mayer terbentuk Mayer - +
dragendrof warna kuning, terbentuk
dragendrof warna coklat
terbentukwarna tua,
coklat kekuningan dragendrof
terbentuk
warna putih
kecoklatan
Tannin Stiasny dan Stiasny terbentuk Stiasny + +
FeCl3 1% endapan coklat, terbentuk
FeCl3 terbentuk endapan
endapan coklat coklat, FeCl3
kehitaman terbentuk
endapan
coklat
kehitaman
42
tannin, dan kuinon. Senyawa saponin dan lain digunakan etanol 70% sebagai cairan
triterpenoid yang terdapat dalam batang penyari adalah menghindari terjadinya
tanaman pisang memiliki potensi sebagai kontaminasi mikroba selama proses
antimikroba. ekstraksi.
Remaserasi merupakan modifikasi
dari metode maserasi, dipilih dengan Formulasi sediaan gel antiacne
pertimbangan bahwa metode ini mampu Pada formulasi sediaan gel
mengurangi tingkat kejenuhan pelarut menggunakan basis gliseril, carbophol, dan
terhadap senyawa kimia yang disari. air dimana basis tersebut dipilih karena
Penggantian cairan penyari yang dilakukan tingkat keamanan yang lebih baik untuk
memungkinkan penarikan senyawa kimia kulit dan tidak menyebabkan iritasi karena
dalam simplisia berlangsung lebih sempurna memiliki kandungan pH 4, pH yang aman
sehingga rendemen yang dihasilkan lebih untuk kulit berkisar antara 4 – 6 sehingga pH
banyak. basis gel yang digunakan dikatan aman.
Cairan penyari yang digunakan Pemilihan bentuk sediaan gel
dalam proses ekstraksi adalah etanol 70% karena bentuk sediaan ini mengandung air
yang bersifat polar. Pemilihan etanol 70% lebih dari 50% dari sediaan sehingga mudah
sebagai cairan penyari didasarkan pasa difat untuk diserap oleh kulit dan praktis
kimia senyawa antibakteri yang terkandung digunakan sehingga efektivitas terapi
dalam batang tanaman pisang. Pertimbangan diharapkan didapat jauh lebih baik.
Tabel II. Uji Organoleptis sediaan Gel Ekstrak Batang Tanaman Pisang
Hasil Pengujian
No. Parameter Uji
F 0 (Basis) F 1 (15%) F2 (20%) F3 (30%)
Organoleptis:
1 Bentuk Cairan kental, Cairan kental, Cairan kental, Cairan kental,
homogen homogen homogen homogen
2 Aroma Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau
1. Organoleptis 2. pH
Pada pengujian organoleptis gel Nilai pH terkait dengan
ekstrak batang tanaman pisang berbentuk kenyamanan dan keamanan penggunaan
cairan kental yang homogeny dengan aroma produk oleh konsumen. Nilai pH yang
khas. Penambahan parfum pada sangat tinggi atau sangan rendah dapat
formulasisediaan gel dilakukan untuk menambah daya absorbsi kulit sehingga
menambah daya tarik konsumen terhadap memungkinkan kulit teriritasi. Rerata pH
sediaan yang diformulasi. Perbedaan yang dihasilkan adalah 4. Berdasarkan hasil
organoleptik geldengan konsentrasi 15%, rerata pH disimpulkan gel batang tanaman
20%, 30% terletak pada warna sediaan yang pisang memenuhi persyaratan uji pH gel
berwarna jernih dan hijau. antara 4 – 6.
43
sehingga daya sebar akan semakin kebih penyebaran sediaan pada waktu digunakan
besar. Penelitian daya sebar terbesar terlihat konsumen.
pada formula 1 dimana terdapat kandungan
air tang lebih besar sehingga memudahkan
Tabel IV. Uji Daya Sebar Gel Ekstrak Tanaman Batang Pisang
Uji Daya Sebar Gel Ekstrak Batang Tanaman Pisang
Formula cm
15% > 7 cm/100 gram
20% > 7 cm/150 gram
30% > 7 cm/150 gram
6. Uji mikrobiologi ekstrak batang pisang tidak mengalami perubahan sifat serta bebas
Uji mikrobiologis suatu sediaan dari kontaminan mikroba, maka diperlukan
merupakan salah satu uji yang sangat uji mikrobiologis, meliputi pengujian angka
penting untuk mengetahui kualitas suatu lempeng total (ALT), dan uji cemaran
sediaan. Makanan, minuman, obat bakteri / kapang. Jika telah dilakukan uji-uji
tradisional berasal dari alam yaitu dari tersebut, dan tidak ditemukan bakteri dan
hewan, tumbuhan, mineral ataupun sediaan kapang yang sesuai standar SNI, maka
galeniknya.Untuk mengetahui bahwa bahan produk tersebut layak untuk digunakan oleh
baku, bahan tambahan maupun sediaan jadi masyarakat.
44
Hasil uji mikrobiologi ketiga dan 2, dilihat dari besarnya daya hambat
formula didapatkan hasil bahwa formula 3 pada formula 3 (1,529), formula 1 (1,337),
lebih baik dibandingkan dengan formula 1 dan formula 2 (1,474)
Sediaan Gel
Replikasi Kontrol Positif
Formula 1 Formula 2 Formula 3
1 2,424 1,323 1,490 1,528
2 2,631 1,350 1,496 1,514
3 2,565 1,337 1,435 1,545
Rata – rata 1,337 1,474 1,529
45
Voigt, R., 1994, Buku Pelajaran
Teknologi Farmasi, Edisi ke-5,
diterjemahkan oleh Dr.
Soendani Noerono, Gadjah
Mada University Press,
Yogyakarta.
46
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN SAINS
“Peningkatan Kualitas Pembelajaran Sains dan Kompetensi Guru
melalui Penelitian & Pengembangan dalam Menghadapi Tantangan Abad-21”
Surakarta, 22 Oktober 2016
Abstrak
Penelitian untuk mengetahui kondisi pemasakan optimum dalam pembuatan kertas dari limbah kulit pisang
kepok (Musa acuminata balbisiana Colla) telah dilakukan. Pembuatan kertas dilakukan menggunakan
metode alkalisasi, dimana pemasakan dilakukan pada temperatur 1000C selama 1,5 jam dengan variasi
konsentrasi NaOH sebesar 2%, 3%, dan 4%. Proses bleaching dilakukan dengan larutan hidrogen peroksida.
Kertas yang dihasilkan diuji kadar airnya dengan metode kering–oven berdasarkan SNI ISO 287:2010 dan
uji pH dilakukan sesuai dengan SNI ISO 6588-1:2010. Kemudian hasil pengujian masing-masing kertas
tersebut dibandingkan dengan nilai kadar air dan pH kertas buram komersial. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kertas berbahan dasar limbah kulit pisang kepok yang dibuat dengan konsentrasi NaOH 2%, 3%, dan
4% memiliki kadar air berturut-turut sebesar 0,4%; 0,93%; dan 4,21%, sedangkan hasil pengukuran pH
berturut-turut sebesar 8,19; 6,74; dan 7,3. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kertas berbahan dasar
kulit pisang kepok yang mendekati karakteristik kertas buram (kadar air 4,5% ; pH 7,51) adalah kertas yang
dimasak dengan NaOH 4% selama 1,5 jam.
Kata Kunci: kulit pisang kepok, alkalisasi, kertas alami, pH, kadar air
Proses pencetakan kertas Tabel 2: Hasil Uji pH terhadap Berbagai Variasi Kertas
dari pulp Kulit Pisang Kepok
Variasi Lama
Uji kadar air Uji pH No. Konsentrasi Pemasakan pH
NaOH (jam)
1 2% 1,5 8,19
Gambar 1. Diagram Alir Tahapan Percobaan
2 3% 1,5 6,74
3 4% 1,5 7,3
462 | Peningkatan Kualitas Pembelajaran Sains dan Kompetensi Guru Melalui Penelitian & Pengembangan
dalam Menghadapi Tantangan Abad-21
hidrogen peroksida tersebut menjadi oksigen
dan air.
Lama pemanasan dalam proses
Gambar 3. Reaksi Lignin dengan Gugus Hidroksil dari bleaching ini menggunakan waktu pada
NaOH umumnya yaitu 120 menit karena perlakuan
Selama proses pemasakan, terjadi bahan kimia pemutih terhadap serat akan
perubahan warna pada kulit pisang dari menjadi lebih reaktif dengan memperpanjang
coklat menjadi coklat pekat kehitaman. waktu reaksi. Namun, waktu reaksi yang
Semakin lama pemanasan dan semakin tinggi terlalu lama akan merusak rantai selulosa dan
suhu selama pemasakan tersebut perubahan hemiselulosa pada serat tersebut (Onggo dan
karakteristik warna kulit pisang tersebut Triastuti, 2004).
semakin pekat. Lama pemasakan dengan
larutan pemasak (NaOH) dalam penelitian ini
yaitu selama 1,5 jam. Setelah proses
pemanasan berlangsung, pulp didinginkan
kemudian dicuci dengan air bersih untuk
menghilangkan larutan NaOH dan lignin dari
pulp.
Proses selanjutnya yaitu proses
pemutihan (bleaching). Pemutihan
(bleaching) merupakan proses yang bertujuan Gambar 4. Pulp yang dihasilkan
untuk menghilangkan kandungan lignin di
dalam pulp atau serat sehingga diperoleh b. Proses Pencetakan Kertas dari Pulp
tingkat kecerahan warna yang tinggi dan Proses ini merupakan tahap finishing,
stabil (Greschik dkk, 2008). Dalam proses dimana pulp yang telah terbentuk dicetak
pemutihan pulp digunakan bahan pemutih menjadi kertas. Langkah awal yaitu dengan
Hidrogen Peroksida (H2O2) karena H2O2 menumpahkan pulp ke dalam cetakan kayu
memiliki sifat oksidator yang sangat kuat yang sudah dilapisi kain saringan. Dalam
dengan konsep pemutihan Totally Chlorine proses ini, usahakan pulp memenuhi bagian
Free (TCF). cetakan dengan rata agar kertas yang
Hidrogen peroksida berbentuk cairan dihasilkan memiliki permukaan yang rata.
tidak berwarna, sedikit lebih kental dari air Pada penelitian ini digunakan botol yang
dan dapat bercampur dengan air dalam permukaannya rata untuk meratakan pulp di
berbagai komposisi (Jones, 1999). Hidrogen atas cetakan. Kemudian dilakukan
peroksida bersifat asam yang sangat lemah pengeringan dengan menjemur pulp di bawah
dan mempunyai kemampuan sifat oksidator terik matahari.
yang sangat kuat. Hidrogen peroksida (H2O2)
merupakan bahan pemutih yang bisa
digunakan untuk proses pemutihan dengan
konsep Totally Chlorine Free (TCF). Selain
itu, Bila dipanaskan mudah terurai dan
melepaskan gas oksigen. Karena
kemampuannya melepaskan oksigen maka
sangat efektif dipakai sebagai bahan pemutih.
O2 yang terjadi akan bekerja sebagai
oksidator untuk memutihkan bahan.
H2O2 (aq) H2O(l) + O2(g) Gambar 5. Proses Pencetakan Pulp Kulit Pisang Kepok
Dalam proses bleaching, terjadi
perubahan warna pulp dari warna coklat tua c. Karakteristik Kertas Kulit Pisang Kepok
berubah menjadi warna kuning cerah Kertas kulit pisang kepok yang
mendekati putih. Selain itu, selama proses dihasilkan baik sifat fisik, sifat kimia,
pemanasan dihasilkan banyak gelembung maupun karakteristik lain bergantung pada
akibat dari reaksi penguraian senyawa proses pemasakan pulp. Jika konsentrasi
466 | Peningkatan Kualitas Pembelajaran Sains dan Kompetensi Guru Melalui Penelitian & Pengembangan
dalam Menghadapi Tantangan Abad-21
p-ISSN : 2407 – 1846
TK - 011 e-ISSN : 2460 – 8416
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek
ABSTRAK
Kebutuhan kertas semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, dalam
hal ini kebutuhan kayu menjadi sangat besar. Oleh karena itu mulai dipikirkan bahan baku alternatif
yang berpotensi untuk pembuatan kertas, yaitu dengan teknologi pembuatan kertas daur ulang dari
serat kulit pisang dengan serat kertas koran bekas dan serat batang jagung dengan serat kertas koran
bekas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh rasio berat terhadap karakteristik produk
kertas daur ulang. Rancangan percobaan ini dilakukan dengan variabel rasio berat, yaitu campuran
serat kulit pisang dengan serat kertas koran bekas dan serat batang jagung dengan serat kertas koran
bekas (1 : 0); (1 : 0,25); (1 : 0,67); (1: 1,5); (1 : 4) dengan menggunakan NaOH 5% (b/v),
perbandingan larutan pemasak 10 : 1 (v/v), waktu pemasakan 60 menit, dan jumlah tepung tapioka
sebanyak 3 % (b/b) dari berat pulp kering. Analisa yang dilakukan meliputi : gramatur, indeks tarik
dan indeks sobek kertas daur ulang.Dari penelitian ini didapat kualitas kertas daur ulangyang optimum
adalah pada rasio berat 1B : 4K, dimana B adalah batang jagung dan K adalah kertas koran bekas,
didapatkan nilai indeks tarik paling optimum sebesar 17,0723 Nm/gram pada gramatur 53,23 gram/m2
dan indeks sobek sebesar 0,0178 Nm2/g pada gramatur 53,3 gram/m2.
Kata kunci : batang jagung, kertas daur ulang, kulit pisang, rasio berat, serat.
ABSTRACT
Paper demand increased along with the increase in the population, in this case the timber needs are
going to be very high. Therefore, we begin to think about potential alternative raw materials for the
manufacture of paper, such as the technology of recycling paper from the banana peels fibers with the
fibers of waste newspaper and the corn stalk fibers with the fibers of old newspapers. This study was
conducted to determine the effect of the weight ratio towards the characteristics of recycled paper
products. The design of this experiment performed with a variable weight ratio, which is a mixture of
the banana peels fibers with the fibers of waste newspaper and the trunk corn fibers with the fibers of
old newspapers (1 : 0); (1 : 0,25); (1 : 0,67); (1: 1,5); (1 : 4) using NaOH 5% (w / v), the comparison
of the cooking solution 10: 1 (v / v), cooking time : 60 minutes, and the amount of starch is 3% (w / w)
from the weight of the dry pulp. Analysis performed includes: grammage, tensile index and tear index
of recycled paper. From this research the optimum quality of the recycled paper is obtained by the
weight ratio 1B : 4K, where B is the corn stalks and K is the old newspapers, it earned the most
optimum tensile index value of 17.0723 Nm /g and a tear index of 0.0178 NM2 /g ON grammage 53.3 g
/ m2.
.
Keywords : corn stalks, recycled paper, banana peels, weight ratio , fibers.
PENDAHULUAN
Kertas merupakan salah satu kebutuhan Mendaur ulang 1 ton kertas
manusia dalam kegiatan sehari-hari, sehingga menyelamatkan kira-kira 17 batang pohon
pemakaian kertas setiap harinya berjumlah (Purdue Research Foundation and US
sangat besar. Pemakaian kertas tersebut seperti Environmental Protection Agency, 1996).
surat kabar, majalah, buku, kemasan, surat- Mendaur ulang 1 ton kertas dapat
surat, kertas faks, fotokopi dan kertas cetak. menghemat 682.5 galon bahan bakar dan 7000
Kebutuhan kertas yang berjumlah besar galon air dan 4000 Kwh listrik (Onondaga
itu selain mendorong produksi industri kertas, Resource Recovery Center).
ternyata juga menimbulkan masalah-masalah Kulit pisang dan batang jagung sering
lain seperti masalah lingkungan, yang di kali kurang termanfaatkan oleh sebagian besar
dalamnya mencakup masalah-masalah orang setelah panen dan dianggap sebagai
penebangan pohon di hutan, sampah, limbah hasil pertanian. Ternyata limbah
pencemaran air dan udara. tersebut memiliki kandungan serat yang tinggi
Saat ini kebutuhan bahan kertas, dan kadar selulosa yang cukup tinggi yang bisa
sebagian besar dipenuhi dari serat kayu. dijadikan pulp sebagai bahan dasar pembuatan
Semakin panjang serat, semakin kuat dan tahan kertas.
kertas yang dihasilkan. Serat kayu yang Oleh karena itu mulai dipikirkan bahan
panjang ini terdapat pada pohon pinus. Sedang baku lain yang berpotensi untuk pembuatan
serat kayu yang pendek berguna untuk kertas, yaitu dengan teknologi pembuatan
kehalusan kertas, pohon jenis ini banyak kertas dari pulp yang berasal dari limbah
terdapat di Indonesia. tanaman, contohnya seperti serat kulit pisang
Kebutuhan kertas semakin meningkat dan batang jagung sebagai serat primer dan
seiring dengan bertambahnya jumlah menggunakan serat kertas koran bekas sebagai
penduduk. Pertumbuhan industri pulp dan serat sekunder.
kertas di Indonesia pun sungguh Penelitian ini bertujuan untuk
memperlihatkan angka yang menakjubkan. mempelajari proses pembuatan kertas recycle
Setiap 15 rim kertas ukuran A4 itu akan menggunakan bahan baku antara campuran
menebang 1 pohon. Setiap 7000 eks lempar serat kulit pisang dengan kertas koran bekas
koran yang kita baca setiap hari itu akan dan serat batang jagung dengan serat kertas
menghabiskan 10-17 pohon hutan. Namun, koran bekas.
fenomena ini memberikan fakta bahwa tingkat Selain itu juga untuk mempelajari
penggunaan bahan baku yang dalam hal ini pengaruh perbandingan rasio berat serat kulit
adalah kayu sangat besar. pisang dengan kertas koran bekas, serat batang
Konsumsi kertas di Indonesia terus jagung dengan serat kertas koran bekas, indeks
meningkat satu kilogram (kg) per kapita tahun tarik dan indeks sobek kertas recycle.
atau sekitar 220 ribu ton (Asosiasi Pulp dan Rancangan percobaan ini dilakukan
Kertas Indonesia (APKI), 2003). Dengan dengan variabel rasio berat, yaitu campuran
mengambil nilai minimal rata-rata tingkat serat kulit pisang dengan kertas koran bekas
pertumbuhan konsumsi dan produksi yakni 5% dan serat batang jagung dengan serat kertas
per tahun (sedangkan menurut World Resource koran bekas (1 : 0); (1 : 0,25); (1 : 0,67); (1:
Institute untuk Negara berkembang rata-rata 1,5); (1 : 4) dengan menggunakan NaOH 5%
sekitar 7% per tahun), maka diperoleh jumlah (b/v), perbandingan larutan pemasak 10 : 1
konsumsi kertas Indonesia di tahun 2006 (v/v), waktu pemasakan 60 menit, dan jumlah
adalah 5,96 juta ton. tepung tapioka sebanyak 3 % (b/b) dari berat
Hal ini mengakibatkan ketersediaan pulp kering.
kayu yang semakin terbatas dan semakin
parahnya degradasi yang terjadi di dalam METODA
hutan. Salah satu usaha dalam Pada penelitian ini variabel yang
mengefisiensikan pemanfaatan kayu dalam diambil adalah rasio berat bahan baku dengan
penggunaannya sebagai bahan baku pulp dan menggunakan bahan baku kulit pisang, batang
kertas adalah menggantikan peranan kayu jagung dan kertas koran bekas yang dibentuk
dengan bahan lain yang potensial. menjadi pulp, kemudian dicampurkan serat
kulit pisang dengan kertas koran bekas dan
serat batang jagung dengan serat kertas koran kemudian letakkan screen sablon diatasnya
bekas dengan variabel perbandingan rasio dengan posisi terbalik, gosok sedikitscreen dan
berat (1 : 0); (1 : 0,25); (1 : 0,67); (1: 1,5); (1 : angkat hati – hati, kemudian ditutup dengan
4). Proses ini dilakukan dengan waktu kain yang sudah dibasahi.
pemanasan yang sama. Tambah satu lapis lagi kain basah,
Bahan yang digunakan pada pembutan angkat sepasang demi sepasang dan jemur di
kertas recycle antara lain : kulit pisang, batang tempat yang panas kemudian setrika sepasang
jagung, kertas Koran bekas, NaOH, tepung demi sepasang dan buka kain perlahan.
kanji, Air, H2SO4 1N dan H2SO4 72 %. Analisa kadar selulosa dan lignin kulit
Alat yang digunakan dalam proses pisang, batang jagung dan kertas koran dengan
pembuatan kertas recycle antara lain : cara seperti berikut :Dipersiapkan reagent yang
timbangan, pisau, nyiru, panci, blender, akan dipakai pada analisa, seperti H2SO4 1N
baskom, pemanas, penyaring, screen (v/v)dan H2SO4 72% (v/v). Ditimbang 1 gram
sablon,erlenmeyer, water bath, cawan sampel kulit pisang, batang jagung dan kertas
porselen, gelas ukur, beaker glass, oven, alat koran (berat a) ditambahkan 150 ml air dan
refluk, pipet ukur, alat uji tarik (tensile refluk pada suhu 100ºC dengan water bath
strength) dan alat uji sobek (tearing strength). selama 1 jam.
Dalam pembuatan kertas recycle dari Hasilnya disaring, residu dicuci
kulit pisang dengan kertas koran bekas dan dengan air panas 300 ml.Residu kemudian
batang jagung dengan kertas koran bekas dikeringakan dengan oven sampai beratnya
memerlukan beberapa proses. Pertama dimulai konstan dan kemudian ditimbang (berat
dengan pembuatan pulp dari kulit pisang dan b).Residu ditambah 150 ml H2SO4 1N (v/v),
batang jagung.Caranya yaitu cuci kulit pisang kemudian derefluk dengan water bath selama 1
dan batang jagung dan kemudian potong kecil- jam pada suhu 100 ºC.Hasilnya disaring dan
kecil.Kemudian rebus potongan kulit pisang dicuci sampai netral (300 ml) dan residunya
dan batang jagung dengan larutan pemasak dikeringkan hingga beratnya konstan (berat c)
NaOH5% (b/v) selama 1 jam. Hal ini Residu kering ditambahkan 100 ml
dilakukan untuk mengurangi kadar lignin yang H2SO4 72% (v/v)dan direndam pada suhu
terdapat pada kulit pisang dan batang jagung. kamar selama 4 jam.
Setelah itu baru dicuci kembali sampai Ditambahkan 150 ml H2SO4 1N (v/v)
bau dari NaOH sudah tidak ada.Kulit pisang dan refluk pada suhu 100 ºC dengan water bath
dan batang jagung yang sudah encer selama 1 jam pada pendingin balik.Residu
selanjutnya diblender dan setelah itu disaring disaraing dan dicuci dengan air sampai netral
agar kualitas pulp yang dihasilkan semakin (400 ml).
halus. Residu kemudian dipanaskan dengan
Pada kertas koran bekas lakukan oven pada suhu 105 ºC sampai beratnya
perendaman dengan air selam 24 jam dengan konstan (berat d).Setelah konstan maka residu
memotong kertas koran sekecil mungkin. Hal diabukan pada suhu 575⁰C ± 25⁰C selama 1
ini dilakukan agar tinta pada kertas koran lebih jam sampai berat konstan (berat e).Kadar
mudah hilang. Setelah itu kertas koran selulosa dan lignin dapat dihitung dengan
diblender agar pulp yang dihasilkan lebih menggunakan rumus berkut:
halus. c-d
Campurkan pulp kulit pisang dengan Kadar selulosa x 100% ………
a
pulp kertas koran bekas dan pulp batang
pers. 1
jagung dengan kertas koran bekas dengan
d-c
perbandingan (1 : 0); (1 : 0,25); (1 : 0,67); (1: Kadar lignin x 100% ……… pers. 2
1,5); (1 : 4). Pada proses pencampuran, a
tambahkan tepung kanji sebanyak3% (b/b) dari
berat pulp kering sebagai lem agar kertas (Chesson Datta 1981).
recycle yang dihasilkan tidak rapuh dan
merekat. Uji kekuatan tarik kertas recycle dengan
Cetakan kertas dilakukan pada screen menggunakan alat Horizontal Tensile Tester
sablon dengan caraletakkan spon diatas meja, (PTI)Alat pemotong khusus dengan lebar 15
lalu taruh kain yang sudah dibasahi di atasnya, mm dan panjang 300 mm. Sediakan sekurang
– kurangnya 10 lembar jalur contoh uji arah peregangan dari display.Ketahanan tarik kertas
MD dan arah CD potong dengan alat potong atau karton dihitung berdasarkan nilai rata –
khusus yang lebarnya 15 mm dan panjang 300 rata pembacaan skala tarik (dalam kg gaya)
mm. dari jalur contoh uji masing – masing untuk
Tempatkan contoh uji ke dalam penjepit arah mesin dan silang mesin.Ketahanan tarik
dengan cara memegang contoh uji pada kedua dapat dinyatakan dalam kilogram gaya atau
ujungnya, kemudian direntangkan dan sambil dalam kilonewton tiap meter. 1 kg gaya/15mm
dimasukan melalui celah kedua penjepit di = 0,654 kN/m. Nilai ketahanan tarik dapat
mana contoh uji akan dijepit secara otomatis. dihitung dengan rumus :
Biarkan terjadi pengukuran ketahanan
tarik dan peregangan.Catat nilai ketahanan
tarik dan
Harga rata - rata tensile (kN /m)
Tensile Strenght(k g/15mm) ………. pers. 3
0,654
Ketahanan tarik (N/m)
Indeks Tarik ……… pers. 4
Gramatur (g/m 2 )
Ketahanan sobek dapat diukur dengan simetris (benda di posisi tengah). Kemudian
menggunakan alat Alat potong khusus sampel bandul dikembangkan ke posisinya berhenti.
ketahanan sobek (arah sobek 63 mm), L & W Catat harga Tearing Strength yang
Tearing Tester.Contoh uji dipersiapkan dan muncul di display (unit satuan mN).Lakukan
dipotong dengan ukuran panjang 76 ± 2 mm pengujian terhadap sedikitnya 4 set contoh uji
dan lebar 63 ± 0,15 mm. dari masing – masing MD dan CD.
Sediakan contoh uji dari arah MD dan Untuk mendapatkan harga rata – rata
arah CD, masing – masing 4 set (1 set = 4 dari satu seri pengujian (4 set) dapat diperoleh
lembar). Tempatkan 1 set contoh uji (4 lembar) dengan menekan tombol NO.Hasil yang
pada penjepit dengan arah sobekan pada diperoleh dapat dinyatakan dalam satuan SI
ukuran 63 mm (panjang sobekan adalah 43 dengan konversi; 1 gf = 9,81 mN. Hasil yang
mm). Lakukan sobekan awal dengan menekan diperoleh dapat dinyatakan dalam rumus :
tangkai pisau ke bawah (sampai stop) di
sobekan awal ini adalah 20 mm.
Tekan tombol PEND (bandul) sehingga
bandul berayun menyobek kertas. Sobekan
(SNI 4737 : 1998) pisang, batang jagung dan kertas koran bekas
seperti berikut.
HASIL DAN PEMBAHAS
Dari persamaan 1 dan persamaan 2 maka
didapat kadar selulosa dan kadar lignin kulit
Pembahasan
Dari data hasil penelitian maka dapat Gambar 2. Pengaruh rasio berat kulit pisang
dilihat pengaruh rasio berat terhadap gramatur dengan kertas koran terhadap Gramatur dan
dan indeks tarik yang dibuat dalam bentuk Indeks Sobek.
grafik seperti berikut.
Di bawah ini merupakan pengaruh rasio Dari gambar 2. dapat dilihat kertas yang
berat kulit pisang (P) dengan kertas koran (K) paling baik kualitasnya, yaitu pada
terhadap gramatur dan indeks tarik. perbandingan rasio berat4A : 1B dengan
gramatur sebesar66,3 gram/m2 dan indeks
sobek sebesar 0,0162 Nm2/g dan pada
perbandingan rasio berat 1A : 4B dengan
gramatur sebesar 60,2gram/m2 dan indeks
sobek sebesar 0,0148 Nm2/g.
Di bawah ini merupakan pengaruh rasio Semakin kecil gramatur kertas maka
berat batang jagung (B) dengan kertas koran indeks tarik dan indeks sobek kertas akan
(K) terhadap gramatur dan indeks tarik. semakin besar dan kualitas kertas yang
dihasilkan akan semakin bagus. Namun
sebaliknya jika semakin besar gramatur kertas
maka indek tarik akan kecil dan kertas yang
dihasilkan kurang bagus.
Molekul selulosa seluruhnya berbentuk
linier dan mempunyai kecenderungan kuat
membentuk ikatan-ikatan hidrogen, baik dalam
satu rantai polimer selulosa maupun antar
rantai polimer yang berdampingan. Ikatan
hidrogen ini menyebabkan selulosa bisa
terdapat dalam ukuran besar, dan memiliki
sifat kekuatan tarik yang tinggi.
Keberadaan serat panjang akan
meningkatkan kekuatan fisik kertas,
Gambar 3. Pengaruh rasio berat batang jagung memberikan ketahanan sobek, kekuatan tarik,
dengan kertas koran terhadap Gramatur dan retak, dan lipat yang tinggi(Gunawan, 1997).
Indeks Tarik. Semakin panjang suatu serat, berarti kertas
yaang dihasilkan akan semakin kuat. Hal ini
Dari gambar 3. dapat dilihat kertas yang disebabkan serat yang panjang mempunyai
paling baik kualitasnya, yaitu pada titik tangkap yang luas kepada gaya-gaya yang
perbandingan (1B : 4K) dengan gramatur mengenainya sehingga dapat menahan gaya-
sebesar 53,23 gram/m2 dan indeks tarik sebesar gaya yang lebih besar.
17,0732 Nm/gram.
Di bawah ini merupakan pengaruh rasio KESIMPULAN
berat batang jagung (B) dengan kertas koran Dari penelitian yang dilakukan yasitu
(K) terhadap gramatur dan indeks sobek. pembuatan kertas recycle dari kulit pisang (P)
dengan kertas koran bekas (K) dan batang
jagung (B) dengan kertas koran bekas (K)
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Perbandingan rasio berat serat kulit pisang
dengan kertas koran bekas dan batang
jagung dengan kertas koran bekas sangat
berpengaruh terhadap nilai indeks tarik dan
indeks sobek.
2. Pada pebandingan rasio berat 1B:4K yang
menggunakan serat batang jagung dengan
kertas koran bekas menghasilkan indeks
tarik dan indeks sobek tertinggi.
3. Dari penelitian ini didapat kualitas kertas
daur ulang yang optimum adalah pada rasio
berat 1B : 4K, dimana B adalah batang
jagung dan K adalah kertas koran bekas,
Gambar 4. Pengaruh rasio berat batang jagung didapatkan nilai indeks tarik paling
dengan kertas koran terhadap Gramatur dan optimum sebesar 17,0723 Nm/gram dan
Indeks Sobek. indeks sobek sebesar 0,0178 Nm2/g.
Dari gambar 4. dapat dilihat kertas yang 4. Kulit pisang kurang baik jika dipakai
paling baik kualitasnya, yaitu pada sebagai bahan baku dominan dalam
perbandingan (1B : 4K) dengan gramatur pembuatan kertas karena mempunyai serat
sebesar 53,3 gram/m2 dengan indeks sobek yang pendek.
sebesar 0,0178 Nm2/g.
A. Latar Belakang
Kertas seni merupakan salah satu jenis kertas dengan penampilan estetik yang
kaya akan nuansa alami dan unik. kertas seni memiliki perbedaan dengan kertas yang
lain. Perbedaan tersebut dapat terlihat pada tekstur yang lebih kasar, memiliki serat
yang sedikit menonjol, warna, corak, maupun dimensinya sehingga nilai jual tinggi.
Pemanfaatan kertas seni pada umumnya sebagai kerajinan, sehingga penilaian
terhadap kertas berbeda dengan penilaian kualitas kertas yang digunakan pada
umumnya seperti kertas tulis, kertas karton, dan lain-lain. Kualitas kertas seni dilihat
dari kekuatan tarik, kekuatan sobek, gramatur, tekstur kertas, corak kertas dan warna
yang dimiliki. Dari berbagai penilaian kualitas kertas seni yang paling menonjol
yaitu tentang tekstur kertas. Kenampakan tekstur yang tidak rata menjadikan kertas
lebuh menarik (Sucipto, 2009)
Pada penelitian (Pasaribu, 2006) membuat kertas seni dari bahan baku enceng
gondok, dalam hasil penelitiannya menjelaskan kertas seni dengan campuran enceng
gondok memiliki penampilan yang lebih indah karena penampakan serat - seratnya
yang muncul di permukaan kertas. Berbeda dengan kertas tanpa enceng gondok,
kurang memiliki nilai artistik yang tidak jauh beda dengan kertas - kertas biasa.
Bahan lain yang digunakan untuk membuat kertas seni yaitu ampas tebu (Purnawan
C, 2012).
Pembuatan kertas selama ini banyak menggunakan serat selulosa yang berasal
dari pohon. Kebutuhan manusia akan kertas yang semakin meningkat mengakibatkan
terjadinya penebangan pohon secara terus - menerus dan laju kerusakan hutan
semakin meningkat. Oleh karena itu perlu dicari alternatif lain pengganti pohon
sebagai bahan baku pembuatan kertas seperti alang - alang. Menurut penelitian
Habibah (2013) alang - alang mengandung α-selulosa sebesar 45%. Sedangkan
menurut penelitian Sutiya, dkk (2012) bahwa kandungan kimia alang-alang yaitu
kadar air sebesar 93,76 %; lignin 31,29%; holoselulosa 59,62%; alfa selulosa 40,22%
dan hemiselulosa sebesar 18,40%. Dengan tingginya pertumbuhan alang - alang dan
1
2
tingginya kandungan selulosa, maka alang - alang dapat digunakan sebagai bahan
alternatif pembuatan kertas seni.
Tahapan utama dalam proses pembuatan kertas seni adalah pembuatan bubur
kertas atau yang sering dikenal dengan istilah plup. Pada umumnya plup terbuat dari
bahan baku kayu yang mengalami beberapa tahapan proses yang disebut dengan
pulping. Proses pembuatan plup ada dua macam yaitu secara kimia dan proses
mekanikal. Proses kimia terdiri dari tiga tahapan yaitu proses soada, proses sulfat,
proses sulfit (Onggo, 2000). Keunggulan proses soda yaitu cocok untuk semua jenis
bahan serat, kekuatan lembaran plup relatif tinggi, delignifikasi berlangsung cepat
dengan degradasi selulosa relatif kecil, daur ulang bahan kimia relatif mudah.
Menurut Julian (2010) proses pembuatan pulp menggunakan metode soda/kimia
yaitu memisahkan serat-serat dari bahan pencampur dengan menggunakan bahan
kimia natrium hidroksida (NaOH). Pada penelitian ini akan digunakan proses soda
dengan menggunakan larutan NaOH.
NaOH (natrium hidroksida) merupakan bahan aktif yang berfungsi untuk
melarutkan lignin dan karbohidrat yang mengakibatkan selulosa terlepas dari
ikatannya. Pada saat proses pulping tidak menggunakan sulfur sehingga polusinya
tidak terlalu besar (Putra, 2008). Menurut Sucipto dkk (2009) penambahan
konsentrasi NaOH yang berlebihan pada pembuatan kertas seni mengakibatkan
penurunan gramatur yang menyebabkan tipisnya kertas, sehingga ketahanan sobek
dan ketahanan tarik kertas menurun. Menurut Paskawati dkk (2010) konsentrasi
larutan NaOH yang paling baik dan maksimum 15% untuk melarutkan selulosa.
Sedangkan pada penelitian pembuatan pulp dari tandan kosong kelapa sawit untuk
kertas karton pada skala usaha kecil yang dilakukan oleh Anggraini dan Roliadi
(2011) bahwa rendeman pulp mencapai 60,17% dengan konsentrasi NaOH 10%.
Sedangkan menurut Surest (2010) konsentrasi NaOH terbaik adalah 5%. Sehingga
pada penelitian ini menggunakan konsentrasi NaOH 5%, 10%, 15%.
Selain konsentrasi NaOH, lama pemasakan juga akan mempengaruhi kualitas
kertas seni Menurut Surest (2010) Lama pemasakan yang optimum pada proses
delignifikasi adalah sekitar 60-120 menit dengan kandungan lignin konstan setelah
rentang waktu tersebut. Semakin lama waktu pemasakan, maka kandungan lignin di
3
dalam pulp tinggi, karena lignin yang tadi telah terpisah dari raw pulp dengan
berkurangnya konsentrasi NaOH akan kembali menyatu dengan raw pulp dan sulit
untuk memisahkannya lagi. Menurut penelitian Rizal (2005) dalam pembuatan plup
dari jerami padi dengan menggunakan natrium hidroksida terdapat kandungan
selulosa tertinggi sebesar 93,267% pada waktu pemasakan 60 menit.
Dalam pembuatan kertas seni diperlukan perekat yang dapat mengikat serat.
Menurut penelitian Fajriani (2010) Penambahan bahan perekat dalam pembuatan
kertas seni bertujuan untuk memperkuat ikatan antar serat dengan ketahanan tarik
dan sobek yang tinggi. Lem PVAc biasanya digunakan untuk lem kayu dan kertas
bersifat perekat yang akan digunakan dalam proses pembuatan kertas seni akan
berpengaruh terhadap kualitas kertas seni yang dihasilkan. Pada penelitian ini bahan
perekat yang digunakan adalah lem fox.
Dari latar belakang yang telah dikemukakan penelitian ini bertujuan untuk
mencari kondisi optimum proses delignifikasi yaitu pengaruh waktu pemasakan dan
pengaruh konsentrasi NaOH, sehingga penelitian ini dibuat dengan judul “Uji
Kualitas Kertas Seni Dari Alang - Alang Dengan Konsentrasi Larutan NaOH Dan
Waktu Pemasakan Yang Berbeda ”
B. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari perkembangan permasalahan yang luas, maka perlu adanya
pembatasan permasalahan yang meliputi :
a. Subjek penelitian
Tanaman Alang - alang, NaOH, lama pemasakan
b. Objek penelitian
Uji kualitas kertas seni dari alang - alang dengan konsentrasi pelarut NaOH
dan lama pemasakan yang berbeda
c. Parameter Penelitian
Kekuatan sobek, kekuatan tarik, pengujian sensoris, dan daya trima
masyarakat
4
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan latar belakang masalah dalam penelitian ini,
maka dirumuskan permasalahan : Bagaimana kualitas kertas seni dari alang-alang
dengan konsentrasi pelarut NaOH dan lama pemasakan yang berbeda.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kualitas kertas seni dari alang-
alang dengan konsentrasi pelarut NaOH dan lama pemasakan yang berbeda.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat penelitian bagi :
1. Bagi peneliti :
a. Menambah pengetahuan bagi peneliti tentang pemanfaatan tanaman
alang - alang sebagai bahan baku pembuatan kertas seni dengan
konsentrasi larutan NaOH dan lama pemasakan
2. Bagi masyarakat :
a. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pemanfatan
tanaman alang - alang sebagai bahan baku pembuatan kertas seni
b. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai cara
pemanfaatan tanaman alang - alang sebagai bahan baku pembuatan
kertas seni
3. Bagi pendidikan :
a. Menambah informasi serta wawasan keilmuan bagi peneliti tentang
pemanfaatan tanaman alang - alang sebagai bahan baku pembuatan
kertas seni dengan konsentrasi larutan NaOH dan lama pemasakan
b. Penelitian ini diharapkam bisa menjadi referensi untuk penelitian
selanjutnya.
c. Penelitian ini akan memberi konstribusi dalam bidang Biologi
khususnya pemanfaatan tanaman liar alang - alang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pulp
Pulp adalah hasil pemisahan serat dari bahan baku berserat. Pulp dapat dibuat
dari bahan kayu, non kayu dan kertas bekas. Pulp adalah bahan berupa serat berwarna
putih yang diperoleh melalui proses penyisihan lignin dari biomassa (delignifikasi).
Pulp digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan kertas dan dapat juga
dikonversi menjadi senyawa turunan selulosa termasuk selulosa asetat. Penyisihan
lignin dari biomassa dapat dilakukan dengan berbagai proses yaitu mekanik,
semikimia dan kimia.
Dalam Kurniawan dkk. (2013) dan Casey (1960) menyatakan bahwa pulp
merupakan hasil pemisahan serat kayu atau bahkan berserat lain yang mengandung
lignoselulosa. Pembuatan pulp didefinisikan sebagai proses mengubah bahan baku
berselulosa menjadi berserat. Pulp atau yang disebut dengan bubur kertas merupakan
bahan pembuatan kertas. Kertas adalah bahan yang tipis dan rata, yang dihasilkan
dengan kompresi serat yang berasal dari pulp, yang mengandung selulosa dan
hemiselulosa.
Syarat-syarat bahan baku yang digunakan dalam pulp, yakni:
a. Berserat
b. Kadar alpha selulosa lebih dari 40%
c. Kadar lignin kurang dari 25%
d. Kadar air maksimal 10%
e. Memiliki kadar abu yang kecil.
(Harsini dan Susilowati, 2010).
Selulosa dari bahan kayu atau pun dari bahan non-kayu masih tetap tercampur
dengan bahan lainnya seperti lignin, untuk mengetahui standar zat yang harus
terkandung di dalam pulp agar dapat memperoleh pulp yang memiliki kualitas tinggi
dapat dilihat pada Tabel 1.
4
5
Proses pembuatan pulp pada dasarnya adalah proses pemisahan serat dari bahan
baku yang mengandung serat dengan cara mekanis, kimia atau gabungan dari
keduanya. Dalam proses kimia, bahan baku dimasak dalam bejana pemasak (digester)
dan ditambahkan dengan bahan kimia untuk melarutkan komponen dalam bahan baku
yang tidak diinginkan sehingga diperoleh pulp dengan kandungan selulosa yang
tinggi. Tujuan utama dari pembuatan pulp adalah memisahkan selulosa (serat-serat)
dari bahan-bahan lainnya. Pulp secara kimia bertujuan memisahkan serat selulosa
dari bahan baku melalui delignifikasi (penghilang lignin) tanpa terdegradasi
karbohidrat. Proses delignifikasi dilakukan untuk melarutkan lignin dan sebagian
hemiselulosa dengan merendam bahan lignoselulosa dalam larutan. Ada beberapa
metode untuk pembuatan pulp yang merupakan proses pemisahan selulosa dari
senyawa pengikatnya, terutama lignin yaitu secara mekanis, semikimia dan kimia.
6
Pada proses secara kimia ada beberapa cara tergantung dari larutan pemasak yang
digunakan, yaitu proses sulfit, proses sulfat, proses kraft dan lain-lain.
1. Proses soda
Proses soda dikenalkan oleh C. Watt dan H. Burges pada tahun 1850. Pada
proses ini sistem pemasakan menggunakan senyawa alkali yaitu natrium
hidroksida (NaOH) sebagai larutan pemasak di kolom bertekanan, dengan
perbandingan 4 : 1 dari jumlah kayu yang digunakan. Kemudian larutan pemasak
bekas dipekatkan dengan proses penguapan (evaporasi).
2. Proses sulfit
Proses sulfit ditemukan oleh Benyamin Tilghman pada tahun 1866, dimana
pembuatan pulp dilakukan di dalam kolom bertekanan menggunakan larutan
kalsium sulfat dan belerang dioksida. Pada tahun 1950-an, penggunaan kalsium
diganti dengan magnesium atau natrium dan ammonium sulfat yang lebih banyak
keuntungannya.
3. Proses sulfat
Proses sulfat ini disebut juga proses pulp kraft. Pada proses ini digunakan
larutan NaOH ditambah bubuk Na2SO4 yang ditambahkan direduksi di dalam
tungku pemutih menjadi Na2S, yang diperlukan untuk delignifikasi. Pada proses
ini juga digunakan bahan penggumpal seperti klorida sehingga pulp kraft
mempunyai derajat putih yang berkualitas.
4. Proses Organosolv
Proses organosolv merupakan proses pulping yang menggunakan bahan yang
lebih mudah didegradasi seperti pelarut organik. Pada proses ini, penguraian lignin
terutama disebabkan oleh pemutusan ikatan eter. Beberapa senyawa organik yang
dapat digunakan antara lain adalah asam asetat, etanol dan metanol. Proses
organosolv tidak menggunakan unsur sulfur sehingga lebih aman terhadap
lingkungan dan daur ulang lindi hitam dapat dilakukan dengan mudah. Beberapa
proses organosolv yang berkembang pesat pada saat ini, yaitu:
8
a. Proses Acetocell yaitu proses yang menggunakan bahan kimia pemasak berupa
asam asetat.
b. Proses Alcell (alcohol cellulose) yaitu proses pembuatan pulp dengan bahan
baku kimia pemasak yang berupa campuran alkohol dan NaOH.
5. Proses Asetosolv
Proses pemisahan serat dengan menggunakan asam asetat sebagai pelarut
organic seperti asam asetat disebut asetosolv. Kekuatan tarik pulp asetosolv setara
dengan kekuatan tarik pulp kraft. Proses asetosolv dalam pengolahan pulp
memiliki beberapa keunggulan antara lain bebas senyawa sulfur, daur ulang
limbah dapat dilakukan dengan metode penguapan dengan tingkat kemurnian
cukup tinggi, yaitu dengan destilasi saja daur ulang pemakaian asam asetat sabagai
bahan pemasaknya, dan nilai hasil daur ulangnya lebih mahal dibanding dengan
hasil daur ulang limbah kraft. Keuntungan lain dari asetosolv adalah bahwa bahan
pemasak yang digunakan dapat diambil kembali tanpa adanya proses pembakaran
bahan bekas pemasak. Tidak seperti proses pemasakan pulp dengan metode kraft,
yang limbah larutan pemasaknya atau black liquor harus dimasukkan ke dalam
furnace yang panas, dan bertekanan tinggi untuk mendapatkan sisa larutan
pemasak yang mengandung senyawa sulfir dalam bentuk abu, yang kemudian abu
ini harus dicampur dengan lime atau CaO untuk menghilangkan bahan kimia asal
seperti NaOH, Na2S, dan Na2CO3 membentuk green liquor. Proses asetoslv lebih
menguntungkan karena tidak perlu menggunakan dapur untuk pembakaran daur
ulang black liquor, karena hanya dengan pemisahan secara destilasi saja sudah
bias, tidak terlalu memahan biaya untuk bahan bakar pada pembakaran didapur.
Degradasi dari lignin menyebabkan alfa selulosa yang sebelumnya terikat oleh
lignin akan terlepas dari lignin sehingga didapatkan kandungan pulp dengan kadar
alfa selulosa yang lebih tinggi. Mekanisme reaksi pemasakan serta degradasi
lignin dapat dilihat pada persamaan reaksi 1.
Lignin lebih mudah larut dalam proses sulfat (kraft), karena adanya ion-ion
hidroksil dan hidrogen sulfida. Ion hidrogen sulfida sangat membantu delignifikasi
karena nukleofilisitas mereka yang berat jika dibandingkan dengan ion-ion hidroksil
dan hidrogen sulfida, juga akan menghasilkan kenaikan hidrofilisitas lignin karena
11
pelepasan gugus-gugus hidroksi fenol. Lignin yang terdegradasi larut dalam lindi
pemasakan sebagai natrium fenolat.
Dari Tabel 3 di atas dapat dilihat pulp dari bahan baku kayu banyak terkandung
selulosa dibandingkan dengan bahan bukan kayu tetapi jika dilihat pada kandungan
lignin bahan baku bukan kayu lebih baik dibandingkan dengan bahan kayu untuk
mendapatkan pulp dengan kualitas tinggi.
Sampai sekarang tercatat bahan baku utama untuk industri pulp skala besar
adalah kayu bulat. Ada beberapa alasan kayu tetap menjadi pilihan, yaitu:
a. Rendemen pulp yang dihasilkan tinggi.
b. Kandungan lignin rendah.
c. Kekuatan pulp dan kertas yang dihasilkan tinggi (kondisi pulping disesuaikan
dengan sifat dan karakteristik kayu).
12
Menurut uraian Smook (1982) dalam Kurniawan dkk. (2013), secara umum
bahan baku untuk pembuatan pulp dipisahkan atas dua kelompok :
2.3.1 Tanaman Kayu (Wood)
Tanaman kayu adalah sumber bahan baku yang paling banyak digunakan dan
tersedia cukup melimpah di alam. Menurut ilmu botani, kayu digolongkan menjadi
dua bagian besar, yaitu gymnospermae yang biasa disebut kayu daun jarum
(softwood) dan angiosprermae atau kayu daun lebar (hardwood).
1. Kayu Daun Jarum (Softwood)
Tanaman kayu daun jarum berdaun tidak sempurna karena tidak memiliki tangkai,
helai dan urat daun, daunnya berbentuk jarum dan serat yang dihasilkan adalah
serat panjang. Contohnya Pinus, Cemara, Aghatis dan lain-lain.
Kelas : Liliopsida
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum officinarum L
Ampas tebu merupakan salah satu limbah padat pabrik gula. Ampas tebu
jumlahnya berlimpah di Indonesia. Ampas tebu merupakan limbah padat dari
pengolahan industri gula tebu yang volumenya mencapai 30-40% dari tebu giling.
Saat ini perkebunan tebu rakyat mendominasi luas areal perkebunan tebu di
Indonesia. Kelebihan ampas tebu dapat membawa masalah bagi pabrik gula, ampas
bersifat bulky (meruah) sehingga untuk menyimpannya membutuhkan area yang luas.
Serat ampas tebu sebagian besar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin yang
tidak dapat larut dalam air. Ampas tebu termasuk biomassa yang mengandung
lignoselulosa sangat dimungkinkan untuk dimanfaatkan menjadi sumber energi
alternatif seperti bioetanol atau biogas (Samsuri dkk., 2007). Ampas tebu yang
berupa serat dan sisa dari proses pemisahan tebu dari kandungan air dapat dilihat
pada Gambar 1.
Ampas tebu merupakan hasil samping dari proses ekstraksi tebu, dengan
komposisi : 46-52% air, 43-52% sabut dan 2-6% padatan terlarut. Departemen
pertanian melaporkan bahwa produksi tebu nasional saat ini adalah 33 juta ton/tahun
(Dirjenbun, 2008). Dengan asumsi bahwa persentase dalam tebu sekitar 30-34%,
maka pabrik gula yang ada di Indonesia berpotensi menghasilkan ampas tebu rata-
rata sekitar 9,90 – 11,22 juta ton/tahun. Komposisi yang terkandung di dalam ampas
tebu ini dapat dilihat pada Tabel 4.
Dari hasil analisis serat ampas tebu yang telah dilihat pada Tabel 4. Ampas
tebu, atau disebut juga dengan bagas, adalah hasil samping dari proses ekstraksi
cairan tebu memiliki kandungan selulosa yang memenuhi syarat pembuatan pulp dan
juga kandungan lignin yang cukup rendah. Ampas tebu sebagian besar mengandung
ligno-cellulose. Panjang seratnya antara 1,7-2 mm dengan diameter sekitar 20 µm,
sehingga ampas tebu ini dapat memenuhi persyaratan untuk diolah menjadi papan-
papan buatan. Serat bagas tidak dapat larut dalam air dan sebagian besar terdiri dari
selulosa, pentosan, dan lignin.
Kerajaan : Plantae
Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotiledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa Paradisiaca
keasaman tanah pada pH 4,5-7,5. Suhu harian berkisar antara 25-27 oC dengan curah
hujan 2000-3000 mm/tahun (Rizal 2013).
Di dalam gedebong pisang terkandung getah yang menyimpan banyak
maanfaat, yang salah satunya digunakan di dalam dunia medis. Getah pisang
mengandung saponin, antrakuinon, dan kuinon yang dapat berfungsi sebagai
antibiotik dan penghilang rasa sakit.
Selain itu, terdapat pula kandungan lektin yang berfungsi untuk menstimulasi
pertumbuhan sel kulit. Kandungan-kandungan tersebut dapat membunuh bakteri agar
tidak dapat masuk pada bagian tubuh kita yang sedang mengalami luka. Getah
pelepah pisang bersifat mendinginkan. Zat tanin pada getah batang pisang bersifat
antiseptic.
Aktivitas pertanian dari pisang menghasilkan banyak residu karena setiap
pohon hanya menghasilkan satu tandan yang berisi buah-buah pisang (Cordeiro dkk.,
2003). Setelah tandan tersebut dipanen, pelepah pisang tersebut dipotong dan
biasanya ditinggal dipermukaan tanah. Dari hal tersebut dapat diperkirakan
banyaknya limbah pisang yang dihasilkan dalam setiap tahun. Keuntungan lain
menggunakan limbah pisang sebagai bahan pembuatan kertas yaitu serat pisang
memiliki kandungan lignin yang rendah. Dalam pelepah pisang tersimpan jutaan serat
yang tipis seperti benang. Komposisi kimia yang ada pada serat pelepah pisang dapat
dilihat pada Tabel 5.
Serat ini yang dapat diolah menjadi bahan pulp dan sebagai bahan baku dasar
pembuatan pulp karena pelepah pisang ini banyak mengandung selulosa dan juga
18
memiliki kandungan lignin yang lebih kecil bila dibandingkan dengan kandungan
lignin di dalam ampas tebu.
Kulit pisang juga bisa untuk makanan ternak, selain itu bisa untuk
menghasilkan alkohol yaitu ethanol karena mengandung gula yang mempunyai aroma
yang menarik (Munadjim,1988). Karbohidrat atau hidrat arang yang dikandung oleh
kulit pisang adalah amilum. Amilum atau pati ialah jenis polisakarida (karbohidrat
kompleks).
Dalam industri, pati dipaakai sebagai komponen perekat, campuran kertas dan
tekstil, serta pada industri kosmetika. Amilum (pati) tidak larut dalam air, berwujud
bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan
oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa dalam jangka panjang. Jumlah
senyawa pati dan seyawa lainnya yang terkandung di dalam kulit pisang dapat dilihat
pada Tabel 6.
19
Senyawa Kandungan
(g/100 g berat kering)
Protein 8,6
Lemak 13,1
Pati 12,8
Abu 15,3
Serat total 50,3
Sumber : Emaga dkk.., 2007
sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam
asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur
ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati.
Asam asetat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal
sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam asetat memiliki rumus
empiris CH3COOH. Sifat fisik dan kimia dari asam asetat adalah sebagai berikut:
1. Sifat fisik (Perry, 1997)
Kadar : 99.5%
Bentuk : Cairan tidak berwarna
Berat molekul : 60 𝑘𝑔⁄𝑘𝑚𝑜𝑙
Titik didih : 117, 87oC
Titik lebur : 16,6oC
Densitas (25oC) : 1,049 𝑘𝑔⁄𝐿
b. Esterifikasi
Asam asetat bila direaksikan dengan alkohol menghasilkan ester.
Reaksi :
Penggunaan terbesar selulosa yang berupa serat kayu dalam industri kertas dan
produk turunan kertas lainnya. Selulosa merupakan polimer yang ditemukan di dalam
dinding sel tumbuhan seperti kayu, dahan, dan daun. Selulosa itulah yang
menyebabkan struktur-struktur kayu, dahan, dan daun menjadi kuat. Selulosa
merupakan komponen penting dari kayu yang digunakan sebagai bahan baku
pembuatan kertas. Selulosa merupakan polimer dengan rumus kimia polimer gula,
(C6H10O5)n. Disini, n adalah jumlah pengulangan unit gula atau dearjat polimerisasi
yang harganya bervariasi bergantung sumber selulosa dan perlakuan yang
diterimanya. Kebanyakan serat untuk pembuat pulp mempunyai derajat polimerisasi
600-1500. Dikemukakan dalam Antaresti dkk. (2011) selulosa oleh Casey,
didefinisikan sebagai karbohidrat yang dalam porsi besar mengandung lapisan
dinding sebagai bahan sel tumbuhan. Selain itu, Winarno menyebutkan bahwa
selulosa merupakan serat-serat panjang yang bersama hemiselulosa, pectin dan
protein membentuk struktur jaringan yang memperkuat dinding sel tanaman. Rumus
molekul dari selulosa dapat dilihat pada Gambar 4.
pulp tersebut. Berdasarkan derajat polimerisasi (DP), maka selulosa dapat dibedakan
atas tiga jenis yaitu:
1. Selulosa 𝛼 (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut
dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP (derajat
polimerisasi) berkisar 600-1500. Selulosa α dipakai sebagai penduga dan atau
penentu tingkat kemurnian selulosa.
2. Selulosa 𝛽 (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam
larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP berkisar 15-90, dapat
mengendap bila dinetralkan.
3. Selulosa 𝛾 (Gamma cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam
larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP kurang daripada 15
(Paskawati, 2010).
Selulosa adalah senyawa yang umumnya tidak berada dalam keadaan murni. Di
alam, selulosa berkaitan dengan lignin dan hemiselulosa membentuk bagian-bagian
tanaman seperti kayu, batang daun dan sebagainya.selulosa termasuk homopolimer
linier dengan monomer berupa D-anhidroglukosa yang saling berkaitan dengan ikatan
𝛽-1,4-glikosidik.
Selulosa merupakan senyawa organic yang terdapat paling banyakdi alam dan
merupakan bagian dari tumbuhan tingkat tinggi. Terdapat beberapa alasan mengapa
selulosa baik sebagai serat bahan baku pembuatan tekstil dan kertas, yaitu jumlahnya
banyak, memiliki nilai ekonomis yang relative rendah, tingkat ketahanan serat sangat
tinggi, memiliki daya ikat air yang tinggi, yang memfasilitasi persiapan mekanis dari
serat dan pengikatan serat antara saat campuran dikeringkan, resistan terhadap bahan
senyawa kimia,menyebabkan isolasi dan pemurniannya relative tidak terganggu.
Adapun faktor yang menbuat selulosa disenangi untuk produksi pulp dan kertas
adalah:
1. Jumlah berlimpah, dapat melengkapi, mudah dipanen dan bahan yang murah
harganya.
2. Zat ini umumnya berbentuk serat dan kekuatan tariknya benar-benar tinggi.
23
3. Zat ini bisa menarik air sehingga mudah mempersiapkan mekanik dari serat-serat
atau ikatan-ikatan serat ketika campuran serat ini dikeringkan.
4. Zat ini tidak dapat larut dalam air dan pelarut-pelarut organik.
5. Tahan terhadap sejumlah bahan kimia yang menyebabkan dapat diisolasi dan
dimurnikan darikayu yang merupakan sumber utama selulosa.
2.10.2 Lignin
Lignin atau lignen adalah kompleks senyawa kimia yang paling sering berasal
dari kayu, dan merupakan bagian integral dari sekunder dinding sel dari tanaman dan
beberapa alga. Istilah ini diperkenalkan tahun 1819 oleh de Candolle dan berasal dari
bahasa latin kata Lignum, yang berarti kayu. Ini adalah salah satu yang paling
berlimpah polimer organik di Bumi, melebihi hanya dengan selulosa, menggunakan
30% dari non-fosil karbon organik dan merupakan dari seperempat hingga sepertiga
dari berat kering kayu. Lignin merupakan bagian terbesar dari selulosa dan
merupakan senyawa aromatik. Penyerapan sinar (warna) oleh pulp terutama berkaitan
dengan komponen ligninnya. Untuk mencapai derajat keputihan yang tinggi, lignin
tersisa harus dihilangkan dari pulp, dibebaskan dari gugus yang menyerap sinar kuat
sesempurna mungkin. Lignin akan mengikat serat selulosa yang kecil menjadi serat-
serat panjang. Lignin tidak akan larut dalam larutan asam tetapi mudah larut dalam
alkali encer dan mudah diserang oleh zat-zat oksida lainnya.
Lignin merupakan polimer rantai panjang bercabang yang terdapat bersama-
sama dengan selulosa di dalam dinding sel kayu. Lignin berfungsi sebagai penyusun
sel kayu. Lignin merupakan komponen kompleks yang tersusun dari unit-unit phenil
propane, amorf, bersifat aromatis dengan densitas 1,3 dan indeks bias 1,6. Berat
molekulnya 2000 – 15000 yang bervariasi menurut spesiesnya. Kadarnya dalam kayu
sekitar 20 – 30 %. Lignin sendiri merupakan zat yang tidak dapat mempunyai struktur
yang tetap (amorphause substance) yang bersama-sama selullosa membentuk dinding
sel kayu pada pohon.
Lignin memiliki struktur kimiawi yang bercabang-cabang dan berbentuk
polimer tiga dimensi. Molekul dasar lignin adalah fenil propan. Molekul lignin
24
memiliki derajat polimerisasi tinggi. Oleh karena ukuran dan strukturnya yang tiga
dimensi bisa memungkinkan lignin berfungsi sebagai semen atau lem bagi kayu yang
dapat mengikat serat dan memberikan kekerasan struktur serat. Bagian tengah lamela
pada sel kayu, sebagian besar terdiri dari lignin, berikatan dengan sel- sel lain dan
menambah kekuatan struktur kayu. Dinding sel juga mengandung lignin. Pada
dinding sel, lignin bersama-sama dengan hemiselulosa membentuk matriks (semen)
yang mengikat serat-serat halus selulosa. Lignin di dalam kayu memiliki persentase
yang berbeda tergantung dari jenis kayu (Muzzie, 2006).
Lignin adalah zat yang bersama-sama dengan selulosa yang adalah salah satu
sel yang terdapat dalam kayu. Lignin berguna dalam kayu seperti lem atau semen
yang mengikat sel-sel lain dalam satu kesatuan, sehingga bisa menambah support dan
kekuatan kayu (mechanical strength) agar kokoh dan berdiri tegak. Struktur dari zat
lignin dapat dilihat pada Gambar 5.
Keberadaan lignin dalam dinding sel sangat erat hubungannya dengan selulosa
yang berfungsi untuk memberikan ketegaran pada sel, berpengaruh dalam
25
2.10.3 Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan senyawa sejenis polisakarida yang terdapat pada
semua jenis serat, mudah larut dalam alkali, dan mudah terhidrolisis oleh asam
mineral menjadi gula dan senyawa lain. Hemiselulosa lebih mudah larut juka
dibandingkan dengan selulosa, selain itu juga dapat diisolasi dari kayu dengan
ekstraksi (www.pustan.bpkimi.kemenperin.go.id, 2009). Hemiselulosa terdapat di
dinding sel bersamaan dengan selulosa, terutama di daerah amorf dan juga dalam
lamella tengah.
Hemiselulosa mirip dengan selulosa yang merupakan polymer gula. Namun,
berbeda dengan selulosa yang hanya tersusun dari glukosa, hemiselulosa tersusun
dari bermacam-macam jenis gula. Monomer gula penyusun hemiselulosa terdiri dari
monomer gula berkarbon 5 (C-5) dan 6 (C-6), misalnya: xylosa, mannose, glukosa,
26
arabinosa, dan sejumlah kecil rhamnosa, asam glukoroat, asam metal glukoronat, dan
asam galaturonat.
Hemiselulosa tersusun dari gabungan gula-gula sederhaa dengan lima atau
enam atom karbon. Degradasi hemiselulosa dalam asam lebih tinggi dibandingkan
dengan delignifikasi dan hidrolisis dalam suasana basa tidak semudah dalam suasana
asam. Hemiselulosa akan mengurani waktu dan tenaga yang diperlukan melunakkan
serat selama proses mekanis dalam air. Struktur dari hemiselulosa ini dapat dilihat
pada Gambar 6.
Rantai hemiselulosa seperti pada gambar 3 ini lebih pendek dari rantai selulosa.
Hemiselulosa memliki DP lebih kecil yaitu 300. Hemiselulosa adalah polimer
bercabang, atau tidak linear. Selama pembuatan pulp, hemiselulosa bereaksi lebih
cepat dibandingkan selulosa.
Ada berbagai jenis hemiselulosa spesies kayu yang berbeda memiliki
hemiselulosa dengan komposisi yang berbeda. Hard wood lebih banyak memiliki
xylan, soft wood lebih banyak memiliki glukosa. Tipe selulosa juga bervariasi
tergantung letak hemiselulosa dan struktur kayu.
27
2.11 Binder
Binder (pengikat) merupakan bahan tambahan yang diperlukan untuk
memberikan sifat kohesif terhadap granulsehingga dapat memberikan struktur yang
kompak setelah pencetakan. Pemilihan pengikat tergantung daya kohesi atau ikat
yang diinginkan untuk membentuk granul dan kompatibilitas dengan bahan lainnya.
Bahan pengikat dapat ditambahkan dalam bentuk kering, pasta (mucilage), cairan
atau larutan. Pembasahan atau pelarutan yang umumnya digunakan adalah air, pelarut
organik seperti alkohol untuk penggunaan pengikat PVP (polivinil pirolidon).
Pati telah digunakan secara luas sebagai bahan pengikat. Binder dikenal ada dua
jenis, yaitu bahan perekat alami dan sintetis. Bahan perekat alami telah banyak
digunakan sebagai bahan perekat untuk berbagai pakan, antara lain tepung tapioka
(Nasution, 2006; Syamsu, 2007), tepung gaplek (Syamsu, 2007) tepung terigu,
tepung jagung, tepung beras, onggok (Retnani dkk., 2010; Setiyatwan dkk., 2008),
molasses (Setiyatwan dkk., 2008), bungkil inti sawit dan solid ex decanter (Krisnan
& Ginting, 2009), serta rumput laut (Saade & Aslamyah, 2009), kulit pisang (Allita,
28
2012). Bahan perekat sintetis yang biasa digunakan antara lain CMC (Carboksil Metil
Cellulosa).
Dalam air dingin amilum tidak akan larut tetapi apabila suspense dalam air
dipanaskan akan terjadi suatu larutan koloid yang kental, memberikan warna ungu
pekat pada tes iodine dan dapat dihidrolisis dengan menggunakan asam sehingga
menghasilkan glukosa. Amilosa memberikan sifat keras sedangkan amilopektin
menyebabkan sifat lengket. Dalam industry pati dipakai sebagai komponen perekat,
campuran kertas dan tekstil, dan pada industri kosmetik.
2. Waktu reaksi
Pada umumnya, perlakuan bahan kimia pemutih terhadap serat akan menjadi lebih
reaktif dengan memperpanjang waktu reaksi. Namun, waktu reaksi yang terlalu
lama akan merusak rantai selulosa dan hemisellulosa pada serat tersebut (Onggo,
2004).
29
3. Suhu
a. Peningkatan suhu dapat menyebabkan peningkatan kecepatan reaksi pada reaksi
pemutihan.
b. Pemilihan suhu ditentukan pada penggunaan bahan kimia pemutih.
c. Suhu pemutihan biasanya diatur berkisar antara 40-100 (Van Daam, 2002).
4. pH
a. Nilai pH bergantung pada jenis penggunaan bahan pemutih (bleaching agent).
b. Pada proses pemutihan dengan hidrogen peroksida diperlukan suasana basa
antara pH 8 hingga 12 (Tutus, 2004).
asam, hidrogen peroksida sangat stabil, pada kondisi basa mudah terurai. Peruraian
hidrogen peroksida juga dipercepat oleh naiknya suhu. Reaksi dekomposisi H2O2
yang terjadi sebagai berikut:
𝐻2 𝑂2 → 1⁄2 𝑂2 + 𝐻2 𝑂 ………………………………………………(8)
H2O2 berbentuk cairan tidak berwarna, sedikit lebih kental dari air dan dapat
bercampur dengan air dalam berbagai komposisi. H2O2 bersifat asam yang sangat
lemah dan mempunyai kemampuan sifat oksidator yang sangat kuat. H2O2 ini
memiliki suhu optimum yaitu 80oC-85oC. bila suhu kurang dari 80oC maka proses
akan berjalan lambat, sedangkan kalau lebih dari 85oC hasil proses tidak sempurna.
Bila dipanaskan mudah terurai dan melepaskan gas oksigen karena kemampuannya
melepaskan oksigen maka sangat efektif dipakai sebagai bahan pemutih. O2 yang
terbentuk dari reaksi ini akan bekerja sebagai oksidator untuk memutihkan bahan.
Menurut Nakatama (2004) keberadaan metal ions seperti Fe, Cu, dan Mn dapat
mempercepat reaksi dekomposisi H2O2. Dengan kata lain, kandungan Fe, Cu dan Mn
menyebabkan proses bleaching menjadi tidak efektif. Logam-logam transisi bertindak
sebagai katalis yang mengarahkan dekomposisi H2O2 mengikuti persamaan reaksi
tersebut (Duke, Haas 1961). sedang reaksi dekomposisi yang disebabkan dari
pengaruh katalis ion-ion logam transisi harus dicegah, karena tidak memberikan
dampak yang efektif pada proses pemutihan.
Pemutihan dengan H2O2 ini memiliki beberapa keuntungan seperti waktu
pengerjaan yang singkat karena saat proses pengerjaan dengan menaikkan suhu
hingga 85oC secara konstan selama ± 1 jam, maka serat akan lebih cepat diputihkan.
Hasil pemutihan baik dan rata dengan proses pemanasan maka warna asli pada serat
dapat terurai dan bahan menjadi lebih putih dan rata. Hasil derajat putih yang
dihasilkan jjuga stabil, tidak mudah menjadi kuning. Kemungkinan kerusakan kecil
karena daya oksidasi H2O2 lebih kecil. Selain itu, sifatnya yang ramah lingkungan
dibandingkan dengan oksidator lain karena penguraian hanya menghasilkan air dan
oksigen (Filho, 2002).
p-ISSN 1907-9850
e-ISSN 2599-2740
ABSTRAK
Pemanfaatan limbah hasil pertanian yang berupa jerami padi varietas IR64 di Bali belum optimal. Jerami
padi yang merupakan suatu biomassa lignoselulosa dengan kandungan selulosa sekitar 40% dapat dikembangkan
sebagai bahan baku pembuatan microcrystalline cellulose (MCC). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
kandungan alfa, beta dan gamma selulosa dari selulosa mikrokristal yang dihasilkan. Kandungan alfa selulosa
merupakan komponen selulosa utama yang berpengaruh terhadap tingkat kemurnian dari suatu selulosa mikrokristal.
Metode pembuatan selulosa mikrokristal dari jerami padi dilakukan dengan proses delignifikasi dengan NaOH 15%
dan proses hidrolisis menggunakan variasi konsentrasi HCl yaitu 1,5N; 2N; 2,5N; 3N dan 3,5N. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kadar alfa selulosa tertinggi yang diperoleh adalah 91,95%. Dari hasil penelitian ini, terlihat
bahwa penggunaan NaOH dalam proses delignifikasi dan HCl 3,5N sebagai agen penghidrolisis pada jerami padi
varietas IR64 mampu menghasilkan selulosa mikrokristal dengan kandungan alfa selulosa tertinggi.
ABSTRACT
The utilization of agricultural waste from rice straw of IR64 varieties in Bali is not optimal. Rice straw
which is a lignocellulosic biomass with 40% cellulose content, can be developed as a raw material for production of
microcrystalline cellulose. This study was conducted to determine the content of alpha, beta and gamma cellulose of
microcrystalline cellulose from rice straw of IR64. The content of alpha cellulose is a major component of cellulose
which affects the purity of a microcrystalline cellulose. Method of making microcrystalline cellulose from rice straw
was done by delignification process with 15% NaOH and hydrolysis process using variation of HCl concentration
that is 1.5N; 2N; 2.5N; 3N and 3.5N. The results showed that the highest alpha cellulose obtained was 91.95%.
From the results of this study, it is seen that the use of NaOH in the delignification process and HCl 3.5N as a
hydrolyzing agent on rice straw of IR64 varieties capable to produce microcrystalline cellulose with the highest
alpha cellulose content.
97
JURNAL KIMIA 12 (2), JULI 2018: 97-101
dengan kandungan selulosa yang cukup tinggi varietas IR64 diperoleh di daerah Jatiluwih,
yaitu sekitar 40% di samping kandungan lain yaitu Kabupaten Tabanan, Bali. Bahan-bahan kimia
berupa hemiselulosa dan lignin dalam jumlah yang derajat teknis seperti H2SO4 (Bratachem) dan
lebih kecil (Halim, 2002). Besarnya kandungan akuades (Bratachem). Bahan-bahan kimia
selulosa tersebut potensial untuk dikembangkan yang memiliki derajat kemurnian pro analisis
sebagai bahan baku pembuatan microcrystalline
(Merck Germany) yaitu natrium hidroksida
cellulose (MCC) (Halim, 2002). Selulosa
mikrokristal atau Microcrystal Cellulose (MCC) (NaOH) (Bratachem), asam klorida (HCl)
merupakan senyawa murni berbentuk kristalin, (Bratachem), indikator feroin (PT. Nusa Indah
memiliki sifat yang mudah mengalir, Megah), kalium dikromat, ferro amunium
kompresibilitas yang baik dan merupakan bahan sulfat.
yang dapat bertindak sebagai filler-
binderdisintegrant (Rowe, 2009). Peralatan
Prasetia et al., 2015a, menyatakan Alat yang digunakan dalam penelitian ini
penggunaan larutan NaOH dalam proses adalah mesin penggiling serbuk, alat-alat gelas,
delignifikasi mampu memurnikan selulosa hingga timbangan analitik (Adam AFP-360L), heater
dihasilkan alfa selulosa. Kandungan alfa selulosa (Corning PC-420D), ayakan mesh 10, magnetik
merupakan komponen selulosa utama yang stirer, corong masir, desikator, oven (Binder).
berpengaruh terhadap tingkat kemurnian dari suatu
selulosa mikrokristal. Penggunaan konsentrasi Cara Kerja
NaOH 15% pada deligifikasi jerami padi IR64 Pembuatan MCC dari jerami padi
diperoleh hasil alfa selulosa hingga sebesar Jerami padi varietas IR64 yang didapat
98,08% (Prasetia et al., 2015b). Delignifikasi kemudian dicuci, dipisahkan bagian daunnya dan
merupakan salah satu perlakuan pretreatment yang dilakukan pengeringan dengan bantuan sinar
akan membantu mengurangi kadar lignin, dengan matahari. Jerami padi yang kering digiling menjadi
cara melarutkan lignin dalam bahan sehingga serbuk dan diayak dengan ayakan 10 mesh hingga
mempermudah proses pemisahan lignin dengan diperoleh serbuk halus.
serat (Sumada dkk., 2011). a. Delignifikasi
Hidrolisis merupakan salah satu bagian Serbuk jerami padi 200 gram direndam
dalam proses pembuatan selulosa mikrokristal dalam 2L larutan NaOH konsentrasi 15%
yang berfungsi untuk menarik bahan selulotik yang selama 24 jam. Residu yang didapat dicuci
terdapat dalam biomassa lignoselulosa, yaitu dengan aquades hingga diperoleh pH 6-7
selulosa dan hemiselulosa setelah mengalami dan dioven pada suhu 85ºC selama 24 jam.
proses delignifikasi. Salah satu asam yang dapat b. Hidrolisis
digunakan dalam proses hidrolisis selulosa adalah 200 gram serbuk yang telah kering
asam klorida (HCl). Larutan asam klorida encer kemudian dihidrolisis dengan cara
akan menghidrolisis kandungan alfa selulosa dari direndam dalam 1,2L larutan HCl pada
tumbuhan berserat secara terkontrol (Rowe, 2009). variasi konsentrasi 1,5N; 2N; 2,5N; 3N;
Oleh sebab itu, pada penelitian ini ingin ditentukan 3,5N sambil diaduk menggunakan
perolehan kandungan alfa selulosa dari jerami padi magnetic strirrer selama 45 menit di atas
yang telah melalui proses delignifikasi penangas hingga semua serbuk berubah
menggunakan pelarut NaOH 15% dan hidrolisis menjadi suspensi seperti susu, kemudian
dengan HCl pada rentang variasi konsentrasi 1,5N; dicuci dengan aquades hingga pH 6-7.
2N; 2,5N; 3N dan 3,5N. Residu dikeringkan dengan oven pada
suhu 85ºC dan dihaluskan dengan ayakan
MATERI DAN METODE 10 mesh sehingga didapatkan MCC.
98
Evaluasi Kandungan Selulosa Mikrokristal Dari Jerami Padi (Oryza Sativa L.) Varietas IR64
(I G. N. J. A. Prasetia, I D. A. Yuliandari, D. G. Ulandari, C. I. S. Arisanti, dan
A. A. I. S. H. Dewandari)
99
JURNAL KIMIA 12 (2), JULI 2018: 97-101
digunakan mampu melarutkan lignin dan merusak akan dihilangkan bagian amorfnya sehingga yang
struktur selulosa yang mengakibatkan serat-serat tersisa hanya bagian kristal selulosa. Hemiselulosa
selulosa semakin longgar sehingga semakin mudah dalam proses hidrolisis akan turut hilang karena
dihidrolisis (Gunam, 2010). NaOH melarutkan strukturnya yang sebagian besar bersifat amorf,
bentuk selulosa lain seperti beta selulosa dan sehingga akan mudah larut oleh asam dalam proses
gamma selulosa sehingga yang tersisa hanya alfa hidrolisis (Wilda, 2015). Gambar kurva hasil
selulosa (Indriyati, 2016). pengujian kandungan alfa, beta dan gamma
Proses hidrolisis dengan menggunakan HCl selulosa dapat dilihat pada Gambar 1.
menyebabkan selulosa yang sudah dalam keadaan
tidak terikat akibat pengaruh proses delignifikasi
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Suminar, A., 1990, Kimia Kayu, Departemen
seluruh pihak yang telah membantu dalam Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat
kelancaran kegiatan penelitian ini. Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat
100
Evaluasi Kandungan Selulosa Mikrokristal Dari Jerami Padi (Oryza Sativa L.) Varietas IR64
(I G. N. J. A. Prasetia, I D. A. Yuliandari, D. G. Ulandari, C. I. S. Arisanti, dan
A. A. I. S. H. Dewandari)
Antar Universitas, Ilmu Hayat, Institut Prasetia, I G. N. J. A., dan Putra, I G. N. A. D.,
Pertanian Bogor. 2015b, Pengaruh Konsentrasi NaOH
Indriyati, W., Musfiroh, I., Kusmawati, R., Terhadap Pem-bentukan Alfa Selulosa
Sriwidodo, dan Hasanah, A. N., 2016, Pada Pembuatan Selulosa Mikrokristal
Karakterisasi Carboxymethyl Cellulose Dari Jerami Padi Varietas IR64.
Sodium (Na-CMC) dari Selulosa Enceng Proceeding dalam Seminar Nasional
Gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) Sains dan Teknologi (Senastek) 2015.
Solms.) yang Tumbuh di Daerah Rowe, R. C., Paul J. S., dan Marian E. Q., 2009,
Jatinangor dan Lembang, IJPST, 3(3): 99- Handbook of Pharmaceutical Excipients
110. Sixth Edition, Pharmaceutical Press and
Halim, A., Ben, E. S., dan Sulastri, E., 2002, American Pharmacists Association: 129.
Pembuatan Selulosa Mikrokristalin SNI (Standar Nasional Indonesia), 2009, Pulp-
Selulosa dari Jerami Padi (Oryza sativa Cara Uji Kadar Selulosa Alfa, Beta dan
Linn) dengan Variasi Waktu Hidrolisa. Gamma, Jakarta: Badan Standarisasi
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, 7 Nasional.
(2): 80-87. Wilda, A. N., dan Ellina, S.P., 2015, Hidrolisis
Jalaludin dan Rizal, S., 2005, Pembuatan Pulp Eceng Gondok dan Sekam Padi Untuk
dari Jerami Padi Dengan Menggunakan Menghasilkan Gula Pe-reduksi Sebagai
Natrium Hidroksida., Jurnal Sistem Tahap Awal Produksi Bioetanol, Jurnal
Teknik Industri, 6 (5): 53-56. Teknik ITS, 4 (2): 109-114.
Prasetia, I G. N. J. A., Putra, I G. N. A. D., Sari Yugatama, A., Maharani, L., Pratiwi, H., dan
Arsana, D. A. M. I. P., dan Prabayanti, N. Ikaditya, L., 2015, Uji Karakteristik
P. M., 2015a, Studi Karakteristik Mikro-kristalin Selulosa Dari Nata De
Farmasetis Mikrokristalin Selulosa dari Soya Sebagai Eksipien Tablet,
Jerami Padi Varietas Lokal Bali, Jurnal Farmasains. 2 (6): 269-274.
Sains Materi Indonesia. 17(3): 119-123.
101
Jurnal Teknik Kimia Indonesia, Vol. 11, No. 2, 2012, 94-100
Abstrak
Kertas serat campuran (atau kertas komposit) merupakan kertas yang terbuat dari dua jenis
serat berbeda yang bertujuan untuk memperkuat kertas tersebut. Dalam penelitian ini, pulp
ampas tebu dan pulp kertas koran bekas digunakan untuk membuat kertas serat campuran
dengan tujuan aplikasi kertas kemasan. Sebagai binder, digunakan kulit pisang yang
mengandung pati dan serat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari komposisi pulp
ampas tebu dan pulp kertas koran, serta untuk mengetahui massa binder yang digunakan
agar dihasilkan kertas serat campuran dengan ketahanan sobek dan kekuatan tarik yang
paling sesuai untuk aplikasi kertas kemasan. Proses yang digunakan untuk membuat pulp
ampas tebu adalah proses acetosolv. Kertas serat campuran dibuat dengan variasi komposisi
pulp ampas tebu dan pulp kertas koran dengan perbandingan 0:100, 10:90, 30:70, 50:50, dan
70:30. Selain itu, dilakukan juga variasi konsentrasi binder kulit pisang sebanyak 15, 25, 35,
45, dan 55 g/4 L. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kertas serat campuran yang
dihasilkan telah memenuhi standar kertas dasar kertas bungkus berlaminasi sesuai SNI 14-
6519-2001. Kertas serat campuran yang dibuat dengan komposisi pulp ampas tebu 30% dan
konsentrasi binder 35 g/4 L menghasilkan ketahanan sobek sebesar 4,018 KN/m dan
kekuatan tarik sebesar 20,5 N walaupun gramatur kertas lebih besar dari standar yang
ditetapkan.
Kata kunci: kertas serat campuran, pulp ampas tebu, binder kulit pisang, kertas kemasan
Abstract
Mixed fiber paper, also known as composite paper, is a paper made of two different fibers
that aims to strengthen the paper. In this study, mixed fiber paper for packaging purposes
was made by utilizing bagasse pulp and used newsprint pulp. As a binder, banana peel may
be used since it contains starch and fiber. The objectives of this research were to study the
effect of bagasse pulp composition and newsprint pulp, as well as to determine the mass
amount of binder used in producing mixed fiber paper which has both tear resistance and
tensile strength suitable for packaging paper. Mixed fiber paper was made by varying the
ratio of bagasse pulp and newsprint pulp as follows: 0:100, 10:90, 30:70, 50:50, 70:30, 90:10,
and 100:0. The study also carried out variation in binder concentration from banana skin
flour of 15, 25, 35, 45, and 55 g/4 L. As results, mixed fiber papers produced in this study
have met the requirement of Indonesia National Standard (SNI) of base paper for wrapping
(SNI 14-6519-2001). Mixed fiber paper with composition of 30% bagasse pulp and 35 g/4 L
banana peel binder concentration has tear resistance of 4,018 kN/m and tensile strength of
20,5 N, although the grammage of all papers is above the standard.
Keywords: mixed fiber paper, bagasse pulp, banana peel binder, packaging paper
*korespondensi
94
Pemanfaatan Ampas Tebu dan Kulit Pisang dalam Pembuatan Kertas (A. Yosephine dkk.)
95
Jurnal Teknik Kimia Indonesia, Vol. 11, No. 2, 2012
papan-papan buatan. Serat bagas tidak dapat perekat dalam. Pati mampu mengikat bahan-
larut dalam air dan sebagian besar terdiri bahan penyusun kertas untuk meningkatkan
dari selulosa, pentosan, dan lignin. Hasil kualitas kertas. Pati ditambahkan dalam
analisis serat bagas tercantum dalam Tabel 2 pembuatan pulp sebelum dibuat menjadi
(Sudaryanto dkk., 2002). kertas. Pati akan meningkatkan jumlah
kertas yang dihasilkan serta keelastisan
Tabel 2. Komposisi Kimia Ampas Tebu kertas yang diproduksi. Pati mengisi pori
Kandungan Kadar (%) kertas, menghaluskan permukaan kertas, dan
Abu 3 mencegah tinta menyebar pada permukaan
Lignin 22 ketika kertas tersebut diitulis. Pati yang
Selulosa 37 teroksidasi, asam dari modifikasi pati, dan
Sari 1 kation dari pati biasa digunakan dalam
Pentosan 27 proses pembuatan kertas, bersama dengan
SiO2 3 hidroksimetil yang dimodifikasi dan fosfat
ester dari pati, untuk meningkatkan
1.3 Proses Acetosolv kekuatan dan ketebalan dari beberapa jenis
Proses acetosolv dalam pengolahan kertas, seperti kertas untuk kalender dan
pulp memiliki beberapa keunggulan, antara kotak karton (Asuncion, 2003).
lain: bebas senyawa sulfur, daur ulang
limbah dapat dilakukan hanya dengan 1.5 Kulit Pisang
metode penguapan dengan tingkat Tanaman pisang merupakan salah
kemurnian yang cukup tinggi, dan nilai hasil satu jenis tanaman yang banyak tumbuh di
daur ulangnya jauh lebih mahal dibanding daerah tropis. Kulit pisang mengandung
dengan hasil daur ulang limbah kraft banyak senyawa yang dapat dimanfaatkan.
(Simanjutak, 1994). Aziz dan Sarkanen Kandungan dalam pisang dapat dilihat pada
(1989) menguatkan pernyataan tersebut Tabel 3. Kandungan pati dalam kulit pisang
dengan mengatakan bahwa rendemen pulp cukup tinggi, yaitu 12,78% (Emaga dkk.,
lebih tinggi, pendauran lindi hitam dapat 2007). Dalam penelitian ini, pati yang
dilakukan dengan mudah, dapat diperoleh terdapat dalam kulit pisang akan digunakan
hasil samping berupa lignin dan furfural sebagai binder, sehingga mengurangi limbah
dengan kemurnian yang relatif tinggi, dan dan menaikkan nilai ekonomis dari kulit
ekonomis dalam skala yang relatif kecil. pisang.
Dalam proses pembuatan pulp dengan
metode acetosolv, ada banyak hal yang perlu Tabel 3. Kandungan Senyawa Dalam Kulit
diperhatikan, mulai dari suhu, waktu Pisang
pemasakan, konsentrasi asam asetat dan juga Kandungan
Senyawa
konsentrasi katalis yang digunakan. Pada (g/100 g berat kering)
umumnya, proses pembuatan pulp dengan Protein 8,6
metode acetosolv dilakukan pada suhu 110oC Lemak 13,1
selama 2-5 jam. Konsentrasi asam asetat Pati 12,8
yang digunakan sebesar 95%. Katalis yang Abu 15,3
dipakai dalam proses pulping dengan metode Serat total 50,3
acetosolv adalah asam klorida (HCl) sebanyak
0,01% (Vazquez dkk., 1997). 2. Metodologi
2.1 Peralatan dan Bahan
1.4 Binder Perendaman kulit pisang dan kertas
Binder mempunyai pengaruh yang 96koran dilakukan dalam ember96.
besar pada sifat akhir kertas. Fungsi binder Pembuburan kertas 96koran dilakukan
antara lain bertindak sebagai pembawa dengan blender. Pengecilan ukuran ampas
pigmen, pengikat partikel pigmen menjadi tebu dilakukan dengan grinder. Proses
satu, mengikat partikel pigmen dengan delignifikasi dilakukan di dalam labu bundar
kertas, memberi sifat alir yang dibutuhkan 2 L dengan jaket pemanas dan dilengkapi
dan mengontrol absorpsi tinta cetak selama dengan motor pengaduk, 96 termometer, dan
proses cetak pada kertas (PaperOnWeb, bulb condenser. Proses penyaringan
2010). Pati merupakan binder yang berasal menggunakan vacuum pump dan corong
dari bahan alam dan juga termasuk jenis Buchner. Kertas serat campuran dibuat
96
Pemanfaatan Ampas Tebu dan Kulit Pisang dalam Pembuatan Kertas (A. Yosephine dkk.)
97
Jurnal Teknik Kimia Indonesia, Vol. 11, No. 2, 2012
Gramatur merupakan massa kertas tekanan dan debit tangki keluaran buburan
dari suatu satuan luas tertentu (BSN, 2010). kertas pada alat yang digunakan sehingga
Dari data yang diperoleh, gramatur kertas kertas dapat dicetak sesuai dengan standar
serat campuran bervariasi antara 114,0333 – yang ada dan dihasilkan gramatur yang
156,5000 g/m2. Gramatur kertas yang konstan (Julianti dan Nurminah, 2006).
bervariasi tersebut disebabkan oleh proses
pencetakan kertas yang masih manual 3.2 Pengaruh Komposisi Pulp dan
sehingga sulit didapatkan gramatur kertas Konsentrasi Binder Terhadap Ketahanan
yang konstan. Selain itu, gramatur kertas juga Sobek dan Kuat Tarik Kertas
tidak memenuhi SNI 14-6519-2001 untuk Hasil ketahanan sobek dan kuat tarik
kertas dasar kertas bungkus berlaminasi kertas serat campuran bervariasi pada
yang memiliki standar sebesar 70 ± 2,8 g/m2 berbagai komposisi pulp dan konsentrasi
(BSN, 2001) serta tidak dapat menghasilkan binder dari kulit pisang. Hasil penelitian
kertas dalam lembaran tipis karena ketahanan sobek dan kuat tarik kertas serat
keterbatasan dalam proses pencetakan. Hal campuran dapat dilihat pada Gambar 2 dan
ini berbeda dengan dunia industri, dimana Gambar 3, secara berurutan.
pencetakan kertas dapat diatur melalui
Gambar 2. Hasil uji ketahanan sobek kertas serat campuran pada berbagai komposisi pulp
98
Pemanfaatan Ampas Tebu dan Kulit Pisang dalam Pembuatan Kertas (A. Yosephine dkk.)
Gambar 3. Hasil uji kuat tarik kertas serat campuran pada berbagai komposisi pulp
Dari Gambar 2 dan Gambar 3, dapat disobek. Pada konsentrasi binder terlalu
dillihat bahwa ketahanan sobek dan kuat rendah (< 35 g), binder pati yang terlarut
tarik kertas paling maksimal didapatkan lebih sedikit, akibatnya pati tidak dapat
pada saat komposisi pulp ampas tebu 30%. mengikat selulosa dengan baik dan kertas
Hal ini disebabkan karena pada kertas menjadi lebih rapuh (PaperOnWeb, 2010).
dengan komposisi pulp ampas tebu terlalu Hasil kertas serat campuran yang
besar (> 30%), kandungan serat pendek didapatkan semua memenuhi standar
menjadi semakin banyak dibandingkan ketahanan sobek dan kuat tarik menurut SNI
dengan serat panjang yang berasal dari pulp 14-6519-2001 untuk kertas dasar kertas
kertas koran sehingga kertas menjadi lebih bungkus berlaminasi yang memiliki standar
rapuh (Stuart, 1996). Pada kertas dengan minimum 0,416 N untuk ketahanan sobek
komposisi ampas tebu terlalu kecil (<30%), dan 1,63 kN/m untuk kuat tarik kertas (BSN,
kertas juga menjadi lebih rapuh karena 2001).
kandungan pulp kertas koran menjadi
semakin banyak dibandingkan dengan pulp 4. Kesimpulan
ampas tebu. Serat recycle seperti kertas Ketahanan sobek dan kuat tarik kertas
koran mempunyai low tensile strength karena makin meningkat seiring dengan
serat telah mengalami proses mekanis yang peningkatan komposisi pulp ampas tebu
singkat tetapi berulang menyebabkan terhadap pulp kertas koran hingga ketahanan
rusaknya serat (Kelly, 1989). maksimum, yaitu 4,0180 N pada ketahanan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sobek dan 20,5 kN/m pada kuat tarik untuk
ketahanan sobek dan kuat tarik kertas paling perbandingan 30:70, dan kemudian menurun
besar pada saat konsentrasi binder sebanyak menjadi 2,8420 N untuk ketahanan sobek
35 g. Hal ini disebabkan karena pada saat dan 6,62 kN/m untuk kuat tarik. Ketahanan
konsentrasi binder terlalu besar (>35 g), sobek kertas serat campuran dari ampas
kandungan pati yang terlarut terlalu tinggi, tebu telah memenuhi SNI 14-6519-2001
sehingga kertas menjadi lebih keras dan juga yang merupakan standar kertas dasar kertas
getas (PaperOnWeb, 2010). Binder yang bungkus berlaminasi. Ketahanan sobek dan
digunakan adalah pati dari kulit pisang kuat tarik kertas juga meningkat seiring
dimana kandungan amilopektinnya lebih dengan peningkatan penggunaan binder
tinggi daripada amilosa (76-81% dan 19- tepung kulit pisang hingga batas maksimum,
24%, secara berurutan). Semakin tinggi yaitu 4,0180 N pada ketahanan sobek dan
kandungan amilopektin maka tensile 20,5 kN/m pada kuat tarik untuk konsentrasi
strength-nya semakin rendah (Kaplan, 1998). binder 35 g/4L, kemudian menurun.
Keadaan kertas yang keras dan getas inilah
yang menyebabkan kertas menjadi mudah
99
Jurnal Teknik Kimia Indonesia, Vol. 11, No. 2, 2012
Daftar Pustaka
Antaresti; Christina, N.; Selviana, E.; Nguyen, X. T., Recycling Waste Cellulosic
Indrawati, M.; Yosanto, Organosolv dan Material with Sodium Sulphide Digestion, U.S.
Proses Biokimia sebagai Alternatif Proses Patent 5,147,503, 15 Sept 1992.
Pulping yang Ramah Lingkungan, Prosiding
Seminar Nasional Fundamental dan Aplikasi PaperOnWeb, http://paperonweb.com/
Teknik Kimia, Surabaya, 15 November 2004. wood.htm, (akses 20 September 2010).
Asuncion, J., The Complete Book of Paper Pitakasari, A. R., Perusahaan Tak Cemas Krisis
Making, Lark Books: New York, 2003; hal. 29. di Barat, Kebutuhan Pulp dan Kertas Asia
Menguat, Republika Online, 15 Desember
Aziz, S.; Sarkanen, K., Organosolv pulping - A 2011.
review, TAPPI Journal, 1989, 72(3), 169-175. http://www.republika.co.id/berita/ekonomi
/bisnis/11/12/15/lw94xx-perusahaan-tak-
BSN, Cara Uji Kekuatan tarik dan Daya cemas-krisis-di-barat-kebutuhan-pulp-dan-
Regang lembaran Pulp, Kertas dan Karton kertas-asia-menguat (akses 24 Juni 2012).
(Metode Kecepatan Pembebanan Tetap, SNI
14-0437-2008, 2008. Simanjutak, H. M., Mempelajari Pengaruh
Komposisi Larutan Pemasak dan Suhu
BSN, Kertas: Cara Uji Ketahanan Sobek Pemasakan pada Pengolahan Pulp Acetosolv
Metode Elmendorf, SNI 14-0436-2009, 2009. Kayu Eucalyptus Deglupta, Skripsi, Institut
Pertanian Bogor, Agustus 1994.
BSN, Kertas dan Karton - Cara Uji Gramatur,
SNI ISO 536:2010, 2010. Stuart, R. C., Development TMP fiber and
quality of pulp, Appita, 1996, 49(5), 197-210.
BSN, Kertas Dasar untuk Kertas Pembungkus
Berlaminasi Plastik, SNI 14-6519-2001, 2001. Sudaryanto, Y.; Antaresti; Wibowo, H.,
Biopulping Ampas Tebu Menggunakan
Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Trichoderma viride dan Fusarium solani,
Hortikultura, Cara Membuat Tepung Pisang, Prosiding Seminar Nasional Fundamental
Buletin Teknopro Hortikultura, 2004. dan Aplikasi Teknik Kimia, Surabaya, 30
September 2002; hal. 163-171.
Emaga, T. H.,; Andrianaivo, R. H.; Wathelet,
B.; Tchango, J. T.; Paquot, M., Effects of the Vazquez, G.; Antorrena, G.; Gonzalez, J.;
stage of maturation and varieties on the Freire, S.; Lopez, S., Acetosolv pulping of pine
chemical composition of banana and plantain wood. kinetic modelling of lignin
peels, Food Chemistry, 2007, 103(2), 590- solubilization and condensation, Bioresource
600, 2007. Technology, 1997, 59(2-3), 121-127.
100
PENGARUH PENAMBAHAN LIMBAH PELEPAH PISANG
SEBAGAI KOMPONEN DAUR ULANG KERTAS
* JKL Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Jl. Tatabumi 3, Gamping, Sleman, DIY 55293
email: srikaryati1992@yahoo.com
** JKL Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
*** JKL Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
Abstract
The habit of some people in waste recycling is still considered as an activity that time, money
and energy wasting, whereas actually the activity has many advantages. One type of agricultural
wastes is dry midrib of banana, which contains cellulose up to 63 - 64 %, so that it is potential as
raw material for pulp making in the paper production. The aim of this research is to understand
the influence of the addition of dry banana midrib variations as one component of recycled paper
processing on the paper tensile strength, by conducting an experiment which employed post test
only control group design. From the six treatment variations and one control, the average of the
tensile strength from 15 sheets of the recycled paper yielded from each ratio of used paper and
dry banana midrib, i.,e. 1:0,5; 1:1; 1:1,5; 1:2; 1,5:2; and 0,5:2 were 4474 gram; 5524 gram; 6650
gram; 7848 gram; 9546 gram and 6800 gram, respectively. The p-value derived from the one-
way anova testing was <0,001, therefore it can be interpreted that the differences was signifi-
cant. Compared with the other five, the rasio variation of 1,5:2; produced the best paper tensile
strength. The factors that affecting the strength are: fiber length, material components, pressure,
and bonds between the fibers which are associated with fine fiber contents. It can be concluded
that in the recycled paper processing, the bigger the amount of the material component, the
higher the tensile strength is gained.
Keywords : recycled paper, dry banana midrib, paper tensile strength test
Intisari
Kebiasaan sebagian masyarakat untuk mendaur-ulang limbah masih dianggap sebagai kegiatan
yang menghabiskan waktu, uang dan tenaga saja. Padahal aktifitas tersebut dapat memberi ba-
nyak manfaat. Salah satu limbah yang berasal dari pertanian adalah pelepah pisang kering yang
mengandung selulosa sebanyak 63 - 64 % sehingga berpotensi menjadi bahan baku pem-
buatan pulp dalam produksi kertas. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penam-
bahan variasi pelepah pisang kering sebagai komponen dalam proses daur ulang kertas terha-
dap kuat tarik kertas yang dihasilkan dengan melakukan eskperimen menggunakan desain post-
test only control group. Dari enam variasi perlakuan dan satu kontrol, rerata hasil uji kuat tarik
kertas terhadap 15 lembar kertas dari masing-masing perlakuan perbandingan antara kertas
bekas dan pelepah pisang kering yang digunakan, yaitu 1:0,5; 1:1; 1:1,5; 1:2; 1,5:2; dan 0,5:2;
secara berturut-turut adalah sebesar: 4474 gram; 5524 gram; 6650 gram; 7848 gram; 9546 gram
dan 6800 gram. Setelah diuji dengan one way anova diperoleh nilai p < 0,001 yang berarti
bahwa perbedaan yang ada memang bermakna. Variasi perbandingan 1,5:2 menghasilkan kuat
tarik paling baik dibandingkan dengan lima lainnya. Faktor yang berpengaruh pada kuat tarik
adalah panjang serat, komponen bahan, proses penekanan, dan ikatan antar serat yang ber-
hubungan dengan kandungan serat halus. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa semakin ba-
nyak jumlah komponen bahan dalam pembuatan kertas daur ulang maka akan semakin besar
pula kuat tarik kertas yang dihasilkan.
Kata Kunci : kertas daur ulang, pelepah pisang kering, uji kuat tarik kertas
ditangani dengan baik dan benar akan an. Berdasarkan hasil uji pendahuluan,
menimbulkan bau tidak sedap, meng- kertas daur ulang dengan tiga perban-
hasilkan bakteri dan kuman yang ber- dingan antara kertas bekas pakai dan
potensi mengganggu kesehatan 1). pelepah pisang kering 1:1; 1:2 dan 2:1,
Pelepah pisang merupakan limbah diperoleh kuat tarik kertas yang paling
pertanian yang dihasilkan dari pohon pi- kuat adalah pada perbandingan 1:2, ya-
sang, setelah bagian daun pisang di- itu sebesar 4590 gram.
ambil. Produksi limbah pelepah pisang Penelitian ini bertujuan untuk me-
diperkirakan mencapai 640.000 batang ngetahui banyaknya proporsi limbah pe-
dengan asumsi produksi limbah sebesar lepah pisang yang digunakan dalam
80 % dari sekitar 800.000 pohon 2). daur ulang kertas, yang menghasilkan
Pelepah pisang kering merupakan sisa kuat tarik terbaik.
tangkai yang tidak ditumbuhi oleh daun
dan masih menempel pada batang po- METODA
hon pisang hingga mengering oleh ban-
tuan sinar matahari. Jenis penelitian yang digunakan da-
Dalam hal ini, masyarakat belum di- lam penelitian ini adalah eksperimen de-
budayakan untuk memanfaatkan sam- ngan desain penelitian post-test only
pah termasuk pelepah pisang kering ka- control group, yaitu dari kelompok yang
rena masih dianggap hanya akan meng- dipilih secara random dimana kelompok
habiskan waktu, uang dan tenaga. Pa- pertama diberikan perlakuan dan ke-
dahal, pelepah pisang kering mempu- lompok yang lain tidak 5).
nyai kandungan selulosa sebanyak 63 – Obyek pada penelitian ini adalah se-
64 % yang dapat dimanfaatkan sebagai luruh pelepah pisang kering yang masih
bahan baku pembuatan pulp untuk ker- menempel pada batang pisang dan me-
tas seni 3). Selain itu, di dalam limbah rupakan sisa dari pengambilan daun pi-
pelepah pisang kering juga terdapat 20 sang. Variasi perbandingan yang digu-
% hemiselulola, 5 % kadar lignin rendah, nakan antara kertas bekas dengan lim-
serta panjang serat sekitar 4,29 mm. bah pelepah pisang kering dalam pem-
Kandungan selulosa tinggi merupa- buatan daur ulang kertas ini adalah 1:1;
kan salah satu syarat bagai bahan baku 1:0,5; 1:1,5; 1:2; 0,5:2 dan 1,5:2. Di
dalam menghasilkan kertas yang ber- mana masing-masing dalam satu bagian
kualitas. Kertas adalah bahan yang tipis perbandingan menggunakan berat 100
dan rata, yang dihasilkan dari kompresi gram, sehingga untuk tiap set lengkap
serat yang berasal dari pulp. Menurut perlakuan dibutuhkan 600 gram kertas
Indonesian Pulp & Paper Association Di- bekas dan 900 pelepah pisang kering.
rectory, konsumsi kertas di Indonesia Adapun untuk kelompok kontrol, perban-
sangat tinggi mencapai jutaan ton setiap dingan yang digunakan adalah 1:0, atau
tahun. Hal tersebut berakibat pada se- tanpa menggunakan pelapah pisang sa-
makin berkurangnya pohon yang men- ma sekali.
jadi bahan baku pembuatan kertas ter- Sampel pelepah pisang kering di-
sebut. ambil dengan cara purposive sampling,
Kegiatan daur ulang termasuk ke sedangkan sampel untuk uji kuat tarik
dalam prinsip pencegahan pencemaran kertas daur ulang pada masing-masing
guna menciptakan produk yang sehat, perbandingan adalah sebanyak 15 lem-
aman dan berkualitas 4). Daur ulang ter- bar.
hadap satu ton kertas mampu menyela- Jalannya penelitian secara garis be-
matkan 17 pohon kayu sebagai bahan sar meliputi: 1) Pembuatan perekat atau
baku kertas. lem dari bahan tepung kanji dengan per-
Hasil kualitas kertas sendiri, dapat bandingan kebutuhan bahan antara air
ditinjau dari kekuatan tariknya, yang di- dan tepung kanji, 1 : 4, 2) Pembuatan
definisikan sebagai kemampuan kertas bubur pelepah pisang, yang dimulai dari
untuk mempertahankan keadaannya su- penjemuran pelepah pisang kering yang
paya tidak putus bila dikenakan regang- sudah dipotong kecil-kecil kemudian di-
Sanitasi, Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.5, No.1, Agustus 2013, Hal 8 - 15
rebus selama 15 menit dengan soda api lam pembuatan daur ulang kertas ter-
agar lebih lunak dan mudah dihaluskan sebut, digunakan one way anava pada
dengan menggunakan blender selama ½ perangkat lunak SPPS for windows versi
- 1 menit, 3) Pembuatan bubur kertas 16.0 dengan taraf signifikansi 5 %.
dengan menggunakan potongan-potong-
an kertas bekas yang sudah direndam Gambar 1.
Desain alat uji kuat tarik kertas
selama 24 jam kemudian dihaluskan se-
lama 1-2 menit dengan blender, 4)
Pembuatan kertas dengan penambahan
pelepah pisang kering, bubur kertas dan
bubur pelepah yang sudah halus dan di-
campur sesuai dengan perbandingan
berat, lalu ditambahkan lem kanji, me-
nyaring bubur kertas dengan screen
yang sudah diberi bingkai lepas, me-
lepas bingkai kemudian dibalik di atas
papan yang sudah dilapisi kain sehingga
posisi kain berada ditengah-tengah pa-
pan dan screen. Selanjutnya pada bagi-
an screen ditekan dengan beban 5 kg
atau secara manual memakai alat yang
ditekan dengan tangan. Jika kandungan
air sudah berkurang/habis, kain yang ter-
dapat cetakan kertas dijemur selama ½ -
1 hari hingga kering kemudian disetrika
agar hasil lebih bagus, 5) Pengujian kuat HASIL
tarik kertas yang dilakukan dengan me- Grafik 1.
tode obyektif, yaitu kertas daur ulang di- Rerata hasil uji tarik kertas daur ulang
potong dengan ukuran panjang 21 cm pada berbagai variasi perbandingan
dan lebar 7,5 cm, lalu dilipat 4 cm pada
bagian atas dan bawah dan kemudian 12000
dijepit kedua ujungnya dengan alat uji
tarik. Ujung bagian atas diletakkan di an- 10000 9546
tara dua benda sehingga menggantung
sedangkan bagian bawah diberikan kan-
7848
tong. Berikan beban pasir pada kantong 8000
tersebut hingga kertas sobek. Catat 6650 6800
berat pasir saat sobek kemudian diku-
6000 5524
rangkan dengan berat 25 gram pasir un-
tuk hasil kuat tarik maksimal dari kertas 4261 4474
daur ulang. Gambar 1 adalah desain dari 4000
alat uji kuat tarik kertas yang digunakan.
Hasil pengukuran kuat tarik kertas
dari enam variasi perbandingan bahan 2000
pembuatan dan satu kontrol dimasukkan
ke dalam tabel, sehingga total diperoleh 0
105 data. Seluruh nilai kuat tarik pada kontrol 1:0,5 1:1,0 kertas
Uji tarik 1:1,5 (gr)
1:2,0 1,5:2 0,5:2
kelompok perlakuan dikurangi dengan
dengan nilai kuat tarik yang diperoleh
dari kontrol, dan hasilnya diuji normalitas Grafik di atas menunjukkan rerata
distribusinya Kolomogorov-Smirnov. Jika kuat tarik kertas daur ulang dari 15 lem-
memenuhi asumsi uji parametrik, selan- bar kertas yang diuji. Nilai kuat tarik ker-
jutnya untuk menguji pengaruh penam- tas tersebut menunjukkan beban mak-
bahan limbah pelepah pisang kering da- simal dari tiap variasi perlakuan.
Karyati, Herawati & Ganefati, Pengaruh Penambahan Limbah …
Terlihat bahwa kuat tarik kertas pa- ses daur ulang kertas berpengaruh se-
da perbandingan kertas bekas dengan cara bermakna bagi kuat tarik kertas
pelepah pisang kering 1,5 : 2, mempu- yang dihasilkan dan hasil uji kuat tarik
nyai kuat tarik yang paling baik yaitu se- yang paling baik adalah pada perbandi-
besar 9546 gram, sedangkan perbandi- ngan 1,5 : 2 yaitu sebesar 9594 gram.
ngan 1 : 0,5 menghasilkan kertas de- Istilah baik dalam hasil tersebut ada-
ngan kuat tarik terrendah, yaitu sebesar lah bahwa kertas daur ulang tersebut
4474 gram. mampu menghasilkan kuat tarik yang le-
Dari hasil tersebut diketahui pula bih besar dibandingkan dengan kertas
bahwa dibandingkan dengan kertas daur yang dihasilkan oleh perbandingan yang
ulang kontrol yang tanpa menggunakan lainnya. Kuat tarik kertas tersebut dipe-
pelepah pisang kering, penambahan ngaruhi oleh faktor-faktor yang berkaitan
kertas bekas sebanyak 50 gram lagi dan dengan karakteristik dari kertas daur
200 gram pelepah pisang kering dapat ulang yaitu: panjang serat, komponen
menjadikan kertas 124,1 % lebih kuat; berat kertas dan pelepah pisang kering,
adapun penambahan pelepah pisang ke- perbedaan proses penekanan, ikatan
ring sebesar 50 gram dengan tetap antar serat serta kandungan serat halus.
menggunakan 100 gram kertas bekas Panjang serat merupakan salah sa-
hanya dapat meningkatkan kertas 4,9 % tu faktor yang diungkapkan oleh Widi-
lebih kuat. astono dan Zen, sebagai faktor yang
Dari Grafik 1 juga terlihat bahwa se- mempengaruhi kuat tarik kertas 6). Serat
makin banyak jumlah komponen, baik pelepah pisang kering memiliki ukuran
dari kertas bekas maupun pelepah pi- panjang serat yang relatif lebih panjang,
sang kering yang digunakan, maka akan sehingga memberikan kontak permuka-
semakin tinggi pula kuat tarik kertas an lebih banyak dan memberikan ke-
yang dihasilkan. Hal ini terlihat dari per- kuatan tarik yang meningkat terutama
bandingan 1,5 : 2 yang memiliki jumlah setelah penghalusan. Panjang serat pe-
komponen paling besar dari seluruh per- lepah pisang sekitar 4,29 mm 6). Jika
bandingan dan mampu menghasilkan ni- dibandingkan dengan panjang serat ka-
lai kuat tarik yang paling baik. yu yang sekitar 1-1,5 mm, artinya serat
Dari hasil uji dengan Kolmogorov- pelepah pisang kering lebih panjang.
Smirnov, diperoleh nilai p > 0,05, yang Keberagaman panjang serat dalam
berarti data penelitian terdistribusi seca- kertas daur ulang mampu menghasilkan
ra normal sehingga dapat dilanjutkan de- kuat tarik yang berbeda-beda. Hal ini
ngan uji anova satu jalan yang bersifat sebagai akibat dari proses penghalusan
parametrik. Hasil uji tersebut memper- dan pemotongan pelepah pisang kering
oleh nilai p lebih kecil dari 0,001, sehing- yang kurang sempurna. Dalam peneliti-
ga dapat diinterpretasikan bahwa per- an ini masih terdapat beberapa bagian
bedaan kuat tarik kertas yang dihasilkan serat berukuran panjang yang tercampur
oleh kertas yang didaur-ulang dari enam dengan serat-serat halus karena jumlah
variasi perbandingan komponen, adalah serat pelepah yang banyak.
signifikan, dan ini mengindikasikan bah- Adapun pulp serat panjang lebih su-
wa penambahan pelepah pisang kering lit untuk lolos saringan, sehingga lebih
memang mempengaruhi kuat tarik kertas mudah dicuci 7). Panjang serat mempe-
tersebut. Adapun dari hasil uji lanjutan ngaruhi sifat-sifat tertentu dari pulp dan
dengan LSD, diketahui bahwa perlakuan kertas, termasuk ketahanan sobek, ke-
dengan rasio kertas bekas dan pelepah kuatan tarik dan daya lipat. Hasil kuat
pisang kering 1,5 : 2, menghasillkan ker- tarik terbesar 9546 gram dihasilkan dari
tas dengan kuat tarik yang terbaik. perbandingan 1,5 : 2 yang memiliki serat
lebih panjang dibandingkan dengan ker-
PEMBAHASAN tas daur ulang dari lima perbandingan
yang lain. Oleh karena itu, berdasarkan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa uraian di atas, dapat dikatakan bahwa
penambahan pelepah pisang dalam pro- semakin panjang serat dalam pelepah
Sanitasi, Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.5, No.1, Agustus 2013, Hal 8 - 15
pisang kering maka akan semakin besar Kandungan dalam kertas HVS me-
pula kuat tarik kertas daur ulang yang nyebabkan kekuatan tarik pada kertas
dihasilkan. yang dihasilkan menjadi lebih tinggi. Se-
Komponen berat pelepah pisang ke- lain itu, bahan dasar dari pembuatan
ring dalam perbandingan 1,5:2 mempu- kertas HVS juga dapat berpengaruh. Se-
nyai berat paling besar sehingga mampu rat pulp dalam kertas HVS yang berasal
menghasilkan kuat tarik paling baik. dari kayu akan memiliki kekuatan yang
Komponen pelepah pisang kering mem- lebih tinggi, sedangkan yang berasal dari
pengaruhi kuat tarik kertas daur ulang non-kayu mempunyai kekuatan yang le-
yang dihasilkan, yaitu semakin banyak bih rendah. Kondisi fisik dari kertas be-
jumlah komponen yang digunakan maka kas hampir sama sehingga tidak dapat
ketahanan tarik kertas juga akan se- diketahui terbuat bahan dasar kayu atau
makin tinggi pula. non-kayu.
Komposisi berat dalam pernyataan Kandungan selulosa yang lebih be-
tersebut merupakan jumlah bahan pele- sar pada pelepah pisang dibandingkan
pah pisang kering dalam satuan gram. dengan kayu ternyata bukan menjadi
Jumlah tersebut berdasarkan perbandi- faktor utama yang berpengaruh. Tebal
ngan yang digunakan dalam pembuatan serat dinding pada bahan dasar juga
kertas daur ulang. Kandungan selulosa mempengaruhi, di mana kayu memiliki
pelepah pisang kering sebesar 63 - 64 serat berdinding tebal sehingga akan
%, lebih banyak dibandingkan dengan menghasilkan kuat tarik yang lebih ting-
selulosa dalam kayu yang hanya se- gi. Adapun bahan non-kayu memiliki se-
besar 40 - 45 % 8). Hal tersebut mampu rat berdinding yang lebih tipis sehingga
menjadikan kertas daur ulang pelepah hasil pulp akan menghasilkan kuat tarik
pisang 300 kali lebih kuat dibandingkan yang lebih rendah/kecil. Untuk memper-
dengan kertas pulp kayu biasa 9). oleh kuat tarik yang baik, pembuatan
Selulosa merupakan bahan baku kertas biasanya menggunakan kompo-
proses pembuatan pulp dalam industri nen serat berdinding tebal yang dicam-
kertas. Kandungan selulosa sebagai se- pur dengan serat berdinding tipis 7).
nyawa organik penyusun utama dinding Pelepah pisang kering termasuk da-
sel tumbuhan mempunyai sifat berben- lam bahan non kayu, artinya komponen
tuk senyawa berserat, tegangan tarik tersebut memiliki serat yang berdinding
yang tinggi, tidak larut dalam air, dan tipis. Berdasarkan uraian tersebut faktor
pelarut organik dalam pembuatan kertas. berupa komponen bahan menunjukkan
Komponen kertas bekas jenis HVS bahwa semakin banyak jumlah kompo-
mempunyai kandungan bahan baku pulp nen bahan digunakan di dalam proses
sebesar 70 % yang disusun oleh pulp daur ulang kertas, maka akan semakin
serat pendek, 10 % komponen pulp se- besar pula kuat tarik kertas yang di-
rat panjang dan 20 % berupa campuran hasilkan dan untuk memperoleh kuat ta-
kertas bekas 10). Dikatakan bahwa se- rik yang baik, pembuatan kertas sebaik-
iring dengan meningkatnya jumlah ker- nya menggunakan komponen serat ber-
tas HVS yang digunakan dalam pem- dinding tebal yang dicampur dengan se-
buatan kertas daur ulang, maka kekuat- rat berdinding tipis 11). Seiring dengan
an tarik kertas akan semakin meningkat meningkatnya penambahan kertas be-
pula 10). kas dan pelepah pisang kering, maka
Pernyataan tersebut juga sesuai de- kuat tarik kertas juga semakin tinggi12).
ngan hasil kuat tarik yang paling baik Sebelum penelitian dilakukan, duga-
pada kertas daur ulang pada perban- an sementara kuat tarik kertas terbaik
dingan 1,5 : 2 yaitu sebesar 9546 gram. yang akan dihasilkan adalah pada per-
Kuat tarik terbesar pada perbandingan bandingan 1 : 2, namun hasil penelitian
tersebut menggunakan komponen kertas menunjukkan bahwa perbandingan 1,5 :
bekas lebih banyak dibandingkan de- 2 adalah yang kuat tariknya paling baik.
ngan perbandingan lainnya yang diguna- Hal ini diakibatkan karena perbandingan
kan dalam penelitian ini. komponen pada 1,5:2 lebih banyak di-
Karyati, Herawati & Ganefati, Pengaruh Penambahan Limbah …
baku kertas sehingga turut membantu rik dan tekstur melalui penilaian panelis
mengurangi global warming. terhadap ketertarikan atau kesukaan pa-
Selain itu, pemanfaatan limbah pe- da tampilan kertas daur ulang, 15) serta
lepah pisang juga dapat merubah dan ketahanan lipat sebagai parameter kua-
memanfaatkan limbah pertanian menja- litas kertas dengan metode obyektif yang
di barang yang mempunyai nilai ekonomi bertujuan untuk mengetahui ketahanan
tinggi, membuka peluang usaha dan me- kertas ketika dilipat berkali-kali hingga
ningkatkan pendapatan serta kesejahte- kertas sobek 16).
raan masyarakat 2).
Hasil kertas daur ulang dengan kuat KESIMPULAN
tarik kertas yang baik pada perbanding-
an 1,5 : 2 dapat dijadikan sebagai tas, Hasil penelitian penyimpulkan bah-
atau sebagai wadah untuk menahan wa: 1) Penambahan pelepah pisang
beban yang lebih berat. Tas yang dipro- kering sebagai komponen dalam proses
duksi itu sendiri dapat menjadi alternatif daur ulang kertas berpengaruh terhadap
pengganti kantong plastik sehingga da- kuat tarik kertas; 2) Rata–rata kuat tarik
pat mengurangi konsumsi plastik. Pe- kertas daur ulang pada setiap perban-
manfaatan lain dari hasil kertas daur dingan kertas bekas dan pelepah pisang
ulang pelepah pisang meliputi pembuat- kering adalah: untuk 1:0,5 sebesar 4474
an kartu undangan pernikahan, karton gram; 1:1 sebesar 5524 gram; 1:1,5 se-
tebal, kertas kado, wadah kemasan pa- besar 6650 gram; 1:2 sebesar 7848
ngan dan paper bag. gram; 1,5:2 sebesar 9546 gram; dan
Selain pelepah pisang kering, ter- 0,5:2 sebesar 6800 gram; 3) Variasi per-
dapat beberapa bahan yang juga dapat bandingan 1,5:2 menghasilkan kuat tarik
digunakan untuk pembuatan kertas daur paling baik; 4) Faktor-faktor yang mem-
ulang, antara lain sabut kelapa, bungkus pengaruhi kuat tarik kertas daur ulang
kapas, biji kapas, tanaman flax, tanaman adalah: a) komponen bahan, di mana
jute, serat daun nanas, serat rami dan semakin banyak jumlah komponen ba-
daun sisal. Kandungan selulosa dalam han dalam proses daur ulang kertas,
tanaman-tanaman tersebut dapat dijadi- maka akan semakin besar kuat tariknya,
kan sebagai pertimbangan beberapa pe- b) Penekanan, yaitu proses pencetakan
neliti untuk memanfaatkan sebagai ba- tanpa penekanan atau tidak sempurna
han daur ulang kertas dan membanding- mengakibatkan pengikatan yang lemah
kannya dengan hasil penelitian ini sehingga kuat tarik menjadi lebih lemah
Kandungan selulosa di dalam sabut pula, dan c) Ikatan antar serat, di mana.
kelapa adalah sebesar 26,6 %; bung- Ikatan lemah yang diakibatkan oleh serat
kus/biji kapas 90 %; tanaman flax antara halus yang tinggi menyebabkan kuat ta-
70 – 72 %; tanaman jute 61 – 63 %; se- rik kertas juga menjadi lebih lemah.
rat daun nanas 80 %; serat rami antara
80 – 85 %; dan daun sisal 60 – 67 % 9). SARAN
Kualitas kertas tidak hanya dapat di-
tinjau dari segi kuat tarik kertas, tetapi Kepada masyarakat disarankan un-
dapat juga ditinjau dari berbagai segi an- tuk memanfaatkkan dan mendaur ulang
tara lain: derajat putih, indeks atau ke- sampah kertas dan pelepah pisang ke-
tahanan sobek, indeks retak dan poro- ring dengan menggunakan perbanding-
sitas yaitu indikasi kemampuan kertas an 1,5 : 2, untuk menghasilkan kertas
ditembus oleh cahaya 6). Selain itu, da- daur ulang yang kuat dengan mencetak
lam suatu penelitian yang menggunakan dalam berbagai ukuran sehingga dapat
sabut kelapa sebagai bahan kertas daur digunakan untuk wadah, karya seni dan
ulang, pengujian kualitas kertas yang di- olahan produk kertas lain yang mampu
lakukan berupa sifat daya resap air, sifat menahan beban berat.
tulis dan ketahanan hapus 10). Adapun bagi mereka yang tertarik
Selain itu, juga dapat dilakukan pe- untuk melanjutkan penelitian ini, disaran-
ngujian kualitas kertas dari segi daya ta- kan untuk: a) melakukan penekanan pa-
Karyati, Herawati & Ganefati, Pengaruh Penambahan Limbah …
da kertas daur ulang dengan memenuhi 8. Marsad, M., 2011. Sifat-sifat Kayu
luas seluruh bidang tekan untuk me- atau Komponen Kimia Kayu “Dasar-
maksimalkan hasil kertas daur ulang, b) dasar Pulp dan Kertas” (diunduh 11
memanfaatkan bahan yang memiliki po- Juli 2013 dari http://kertasdanling
tensi sebagai komponen pembuatan ker- kungan.blogspot.com).
tas daur ulang seperti sabut kelapa, ba- 9. Anonim. Kertas. 2013. Universitas
tang/serat rami, daun sisal, tanaman Sumatera Utara
jute, bungkus kapas, biji kapas, tanaman 10. Paskawati, Y. A., Susyana, Antares-
flax dan, serat daun nanas agar dapat ti, dan Retnoningtyas, E. S., 2010.
dibandingkan dengan kuat tarik kertas Pemanfaatan Sabut Kelapa sebagai
yang terbaik pada penelitian, c) Menam- Bahan Baku Pembuatan Kertas Ko-
bahkan uji parameter lain untuk kertas mposit Alternatif. Jurnal Widya Tek-
daur ulang dengan kuat tarik terbaik, mi- nik Vol.9 No.1 (12-21).
salnya uji daya resap air, uji sifat tulis 11. Apriani, E., 2010. Optimasi Sistem
dan ketahanan hapus, uji kualitas daya Pemanfaatan Limbah Batang Ja-
tarik dan tekstur serta uji lipat, d) Meneliti gung dan Kertas Bekas sebagai Ba-
pengaruh penggunaan pelepah dari ber- han Baku Pembuatan Kertas Daur
bagai jenis/spesies pisang. Ulang Menjadi Art Paper Bag de-
ngan Metode Value Engineering.
DAFTAR PUSTAKA Fakultas Teknik UGM : Yogyakarta.
12. Yosephine, A., Gala, V., Ayucitra, A.
1. Alex. S., 2011. Sukses Mengolah dan Retnoningtyas, E. S., 2012.
Sampah Organik Menjadi Pupuk Or- Pemanfaatan Ampas Tebu dan Kulit
ganik, Pustaka Baru Press, Yog- Pisang dalam Pembuatan Kertas
yakarta. Serat Campuran, Jurnal Teknik Ki-
2. BKKSI, 2008. Pemanfaatan Pelepah mia Indonesia Volume 11 No. 2,
Pisang Mengolah Limbah Menjadi Universitas Katolik Widya Mandala.
Bahan Baku Industri, Inovasi Kabu- 13. Bermansyah, S., Hayati, Y. dan Ok-
paten di Indonesia, Seri Pendoku- taviana, M., 2011. Analisis Kuat Ta-
mentasian Best Practice: Kabupa- rik Lentur Papercrete Menggunakan
ten Sukoharjo. Enzim Pozzolan Alam. Teras Jurnal,
3. Sucipto, C. D., 2012. Teknologi Pe- Vol.1 No.2 (diunduh 11 Juni 2013
ngelolaan Daur Ulang Sampah, dari http://www.bbpk.go.id).
Gosyen Publishing, Yogyakarta. 14. Pudiastuti, W., 2006. Penerapan
4. Rantao, A., 2012. Sistem dan Prin- Efek Tekstur Pelepah Pisang pada
sip Menejemen Lingkungan (diun- Kain Katun (diunduh 15 Februari
duh 29 Januari 2013 dari http:// 2013 dari https://4tksb-jogja.com).
green.kompasiana.com/penghijauan 15. Pratiwi, S. H., 2007. Pengaruh
/2012/01/02/sistem-dan-prinsip–me- Penambahan Serbuk Pati Onggok
nejemen-lingkungan-424223.html) terhadap Kualitas Kertas Daur U-
5. Sugiyono., 2010. Metode Penelitian lang di Dusun Margoluwih Desa Da-
Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Al- leman Kecamatan Tulung Kabupa-
fabeta, Bandung. ten Klaten. Karya Tulis Ilmiah tidak
6. Widiastono, T. W., dan Zen, M., H., diterbitkan, Jurusan Kesehatan Li-
2007. Peningkatan Kualitas Serat ngkungan Poltekkes Kemenkes Yo-
Sekunder dengan Perlakuan Enzim gyakarta.
dan Polimer, Jurnal Berita Selulosa 16. Suryandari, C. S., 2011. Kertas Da-
Vol. 42 (2), (diunduh tanggal 4 Juni ur Ulang Limbah Padat Mie Soun di
2013 dari http://www.bbpk.go.id). Klaten. Karya Tulis Ilmiah tidak di-
7. Apriani, Y. dan Rahmayanti, S., terbitkan, Jurusan Kesehatan Ling-
2013. Dimensi Serat dan Nilai Turu- kungan Poltekkes Kemenkes Yog-
nannya dari Tujuh Jenis Kayu Asal yakarta.
Provinsi Jambi.
PEMA
ANFAATA
AN LIMBAH
H BULU AYAM
A DAN
N KULIT S
SINGKON
NG
SE
EBAGAI BAHAN
B PE
EMBUATA
AN KERTA
AS SENI DE
ENGAN
PENA
AMBAHAN
N CaO DAN
N PEWAR
RNA ALAM
MI
NA
ASKAH PUB
BLIKASI
U
Untuk Mem
menuhi seb
bagai Persyyaratan
Gun
na Mencappai Derajat
Sarjana S-1
Program
m Studi Pend
didikan Bioologi
SIGITYA
AWATI AJI PARNLE
ESTA
A 420 110
0 032
FAKULT
TAS KEGU
URUAN DA
AN ILMU PENDIDIK
KAN
UNIVER
RSITAS MUHAMMA
M ADIYAH SURAKAR
S RTA
2015
5
1
2
3
PEMANFAATAN LIMBAH BULU AYAM DAN KULIT SINGKONG
SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN KERTAS SENI DENGAN
PENAMBAHAN CaO DAN PEWARNA ALAMI
Sigityawati Aji Parnlesta, A 420 110 032, Program Studi Pendidikan Biologi,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah
Surakarta, 2015, 44 halaman.
ABSTRAK
Bulu ayam mengandung serat kasar dan kulit singkong mengandung serat kasar
(selulosa, hemiselulosa dan lignin) sehingga dapat digunakan untuk membuat kertas.
Daun jati dan daun pepaya dapat dijgunakan sebagai bahan pewarna. Daun jati
mengandung antosianin (menghasilkan warna merah). Daun pepaya mengandung
klorofil (zat hijau daun) dan menghasilkan warna hijau. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui uji kekuatan tarik, kekuatan sobek dan uji sensoris kertas seni dari limbah
bulu ayam dan kulit singkong dengan penambahan CaO dan pewarna alami. Penelitian
ini menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
dua faktor perlakuan yaitu faktor 1: perbandingan komposisi bulu ayam:kulit singkong
(A) yaitu A1(50%:50%), A2 (40%:60%), A3 (30%:70%). Faktor 2: Zat warna (B),
B1(tanpa warna), B2 (daun jati), B3 (daun pepaya), masing-masing perlakuan dilakukan 2
kali ulangan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif
kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan kekuatan tarik kertas seni tertinggi pada
perlakuan A3B2 senilai 6,7080 N, kekuatan sobek kertas seni tertinggi pada perlakuan
A3B2 senilai 8,0635 N. Hasil uji sensoris tekstur tertinggi pada perlakuan A1B3 senilai
2,65 (kasar), warna tertinggi pada perlakuan A1B3 senilai 2,90 (hijau tua), kenampakan
serat tertinggi pada perlakuan A2B3 senilai 3,00 (tampak serat, kesukaan tertinggi
terhadap kertas seni pada perlakuan A3B3 senilai 2,65 (suka). Simpulan dari penelitian
ini adalah ada perbedaan kekuatan tarik dan kekuatan sobek kertas seni yang
dipengaruhi oleh perbedaan komposisi bahan.
Kata kunci: bulu ayam, kulit singkong, kekuatan tarik, kekuatan sobek, kertas seni.
1
FEATHER AND ULTIZATION OF WASTE AS CASSAVA SKIN ART OF
MAKING PAPER WITH ADDITION OF CaO AND NATURAL DYES
ABSTRACT
chicken feathers contains crude fiber and skin cassava contains cellulosa,
hemicellulosa and lignin, that can be used to make paper. Teak leaf and carica leaf can
be used for natural deys. Teak leaf contains of antosianin (to produce red color). Carica
leaf contains of chlorofil (green substance leaf) and to produce green color. The purpose
of this study to determine the endurance test tensile strenght, tear strenght and sensory
test paper art from waste chciken feather and skin cassava with addition of CaO and
natural dyes. This study used an experimental method with a completely randomized
design (CRD) with two treatment factor is factor 1: comperation of chicken feathers:skin
cassava (A) that is A1 (50%:50%), A2 (40%:60%), A3(30%:70%). Factor 2: substance
color (B), B1(no color), B2(teak leaf), B3(carica leaf), each treatments was perfomed 2
times repetition. Analysis of the data in the study using qualitative descriptive analysis.
The result of the study of art paper highest tensile strenght in treatment A3B2 worth of
6,7080 N, the highest art paper tear strenght on treatment A3B2 worth of 8,0635 N. The
results of sensory texture highest in treatment A1B3 worth of 2.65 (rude), the highests
color treatment A1B3 worth of 2,90 (dark green), the highest fiber appearance on
treatment A2B3 worth of 3,00 (fiber), the highest joy to paper art on treatment A3B3 worth
of 2,65 (like). The conclusion of this research there is a difference between tensile
strength and tear strength is influenced by differences is composition.
Keywords: chicken feathers, leather cassava, tensile strenght, tear strength, art paper.
2
A. Pendahuluan
Kertas merupakan bahan industri yang sangat diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari. Tekstur kertas biasanya tipis dan rata yang terbuat dari
kayu, berfungsi untuk menulis, mencetak, menggambar, dan membungkus.
Saat ini penggunaan kertas di Indonesia semakin bertambah sehingga
penggunaan kayu sebagai bahan kertas juga meningkat (Pitakasari, 2011).
Kertas seni (Art papper) merupakan salah satu jenis kertas, kertas seni
memiliki perbedaan dengan kertas yang lain. Perbedaan tersebut dapat terlihat
pada tekstur yang agak kasar dan memiliki serat yang agak menonjol,
sehingga nilai jual tinggi dan lebih menarik dibandingkan dengan jenis kertas
yang lain. Kertas seni haruslah menarik, dapat menjadi sarana pembelajaran
dalam pendidikan dan dapat dibuat untuk membuat hiasan atau kerajinan
dengan berbagai bentuk. Serat non kayu juga dapat dijadikan bahan baku
kertas seni antara lain jerami padi, bambu, bagase tebu, serat pisang
(Haygreen, 1989: 582) dan rumput gajah (Sanastri, 2014).
Bulu ayam merupakan limbah yang masih minim pemanfaatannya,
pada umumnya dimanfaatkan sebagai cock dan kemoceng. Selain itu limbah
bulu ayam hanya sebagai barang sampah yang dapat menurunkan kualitas
tanah dan mencemari lingkungan. Komposisi nutrient pada bulu ayam
mengandung bahan kering 91,37%, protein kasar 79,88%, lemak kasar 3,77%
dan serat kasar 0,32%, (Laboratorium Nutrisi FP-USU dalam Ketaren 2008).
Kulit singkong ini pada umumnya digunakan untuk pupuk kompos
dan makanan ternak oleh masyarakat. Pemanfaatan kulit singkong dapat juga
dalam sektor makanan yang berupa keripik, mie, saus dan kerupuk). Hasil
penelitian Artiyani (2011), kulit singkong yang diproses secara pretreatment
mengandung selulosa 43,626%, hemiselulosa 10, 384%, pati 36,580%.
Pulp merupakan bahan utama dalam pembuatan kertas. Tujuan utama
pulp adalah untuk melepaskan serat-serat yang dapat dikerjakan secara kimia,
mekanik atau dengan kombinasi dua tipe perlakuan tersebut. Pada umumnya
menggunakan proses soda, sedangkan bahan kimia yang digunakan adalah
kapur. Kapur sebagai bahan pelarut yang lebih ramah lingkungan, dapat
3
melarutkan lignin serta mempercepat proses pemasakan (Syamsu dkk, 2014),
serta harga yang lebih terjangkau. Penelitian yang dilakukan oleh Zulfikar T,
M (2010) membuktikan kondisi proses pulping daun serat nenas yang optimal
sesuai dengan metode permukaan respon adalah menggunakan CaO 14,3%,
lama pemasakan 120 menit dan suhu pemasakan 120 °C.
Bahan tambahan perekat menggunakan lem PVAc. Penambahan
lem PVAc berfungsi sebagai perekat antar serat. Lem PVAc memiliki
kelebihan mudah larut dalam air, tidak berbau dan tidak bersifat asam, mudah
penggunaanya, tahan terhadap mikroorganisme dan tidak mengakibatkan
bercak-bercak noda saat kering (Fajriani, 2010). Hasil penelitian Sanastri
(2014) bahwa pembuatan kertas seni dari rumput gajah, menggunakan lem
PVAc sebanyak 5% dari bahan utama. Pewarna alami yang digunakan dari
ekstrak daun jati dan ekstrak daun pepaya. Daun muda jati mengandung
karetenoid dan antosianin sebagai zat pewarna (Artati dkk, 2009). Antosianin
berperan dalam pemberian zat warna mulai dari merah tua sampai biru pada
bunga, buah dan daun tanaman (Muchtadi, 2013). Kandungan kimia daun
pepayaadalah klorofil, alkaloid karpain, caricaksantin, violaksantin, papain,
saponin, flavonoida, politenol, dan saponin. Daun pepaya juga mengandung
protein tinggi, lemak, vitamin, kalsium (Ca) dan zat besi (Fe) yang berfungsi
sebagai pembentukan hemoglobin (Tarigan, 2008).
Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu bagaimana kekuatan
tarik, kekuatan sobek dan uji sensoris kertas seni yang berbahan baku dari
limbah bulu ayam dan limbah kulit singkong dengan penambahan CaO dan
pewarna alami. Berdasarkan rumusan masalah maka penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui perbandingan komposisi bahan yang menghasilkan kertas
dengan kekuatan tarik dan kekuatan sobek tertinggi serta hasil uji sensoris
dari masyarakat.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2014-Januari 2015.
Penelitian ini dilakukan di rumah Lia Astri yang beralamat di Dsn Murak
RT.24/ RW.07, Pendem, Sumberlawang, Sragen. Pengujian karakteristik
4
kertas seni dilakukan di Laboratorium Rekayasa I Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode eksperimen
dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola 2
faktorial dan dua ulangan. Faktor 1 yaitu perbandingan komposisi bahan bulu
ayam dan kulit singkong (A) dengan tiga variasi yaitu (A1) 50% limbah bulu
ayam:50% limbah kulit singkong, (A2) 40 % limbah bulu ayam:60% limbah
kulit singkong, (A3) 30% limbah bulu ayam:70% limbah kulit singkong.
Faktor kedua zat warna (B) dengan tiga variasi yaitu B1(tanpa warna),
B2(daun jati) dan B3 (daun pepaya). Produk hasil penelitian diuji kekuatan
tarik, kekuatan sobek, dan uji sensoris.
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Micrometer, Universal
Testing Machine, dumblle, timbangan digital, gunting, pisau, sendok, alat
pengaduk, serok, gelas ukur, screen sablon T61 15x25 cm, bingkai kayu
ukuran15x25 cm, kaca berukuran 21x31 cm, rakel 12.5 cm, bejana pemasak
(panci), baskom, alu, blender, saringan, plastik, solet, kertas label, kompor,
ember, terpal, mangkok atau gelas plastik, kain putih ukuran 21x31 cm.
Bahan yang digunakan limbah bulu ayam 50%, limbah bulu ayam 40%,
limbah bulu ayam 30%, kulit singkong 50%, kulit singkong 60%, kulit
singkong 70%, CaO dengan konsentrasi 15%, ekstrak daun jati, ekstrak daun
pepaya, air dan lem PVAc.
Tahap penelitian meliputi persiapan bahan, pengolahan menjadi bubur
kertas, pencetakan menggunakan screen, pengeringan, dan pengujian hasil
produk.Tahap pengujian hasil produk dilakukan pada akhir penelitian.
Analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif yang digunakan untuk
melakukan uji kekuatan tarik, kekuatan sobek, dan uji organoleptik kertas
seni.
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil penelitian tentang karakteristik kertas seni dengan bahan baku
limbah bulu ayam dan kulit singkong diperoleh data hasil pengujian kekuatan
tarik, kekuatan sobek dan uji sensoris.
5
Tabel 1. Data Hasil Kekuatan Tarik dan Kekuatan Sobek Kertas Seni dari
Limbah Bulu Ayam dan Limbah Kulit Singkong dengan
Penambahan CaO dan Pewarna Alami
Tabel 2. Data Hasil Uji Sensoris Kertas Seni dari Limbah Bulu Ayam
danLimbah Kulit Singkong dengan Penambahan CaO dan
Pewarna Alami
6
Kekuatan sobek merupakan daya tahan kertas yang diperlukan
untuk menyobek kertas saat pertama kali dalam waktu tertentu dan pada
kondisi standart (SII-0435-81).
Berdasarkan hasil pengujian kekuatan dan kekuatan sobek tertinggi
terdapat pada perlakuan A3B2 (30% bulu ayam:70% kulit singkong dan
zat warna dari daun jati 15%) dengan rata-rata kekuatan tarik 6,7080 N
dan kekuatan sobek 8,0635 N. Hal ini dikarenakan perbandingan
komposisi bahan limbah kulit singkong lebih banyak daripada limbah bulu
ayam dan sebanding dengan kandungan serat kasar yang dimiliki oleh
kulit singkong juga lebih banyak. Kulit singkong yang diproses secara
pretreatment mengandung selulosa 43,626%, hemiselulosa 10,384%,
lignin 7,646% (Artiyani, 2011). Bulu ayam hanya mengandung serat kasar
0,32% (Ketaren, 2008).
Serat kasar meliputi selulosa yang tidak larut, hemiselulosa dan
lignin (Williamson, 1993:109). Bahan yang mengandung selulosa yang
lebih banyak akan menghasilkan lembaran pulp yang mempunyai
kekuatan tarik dan kekuatan sobek yang lebih tinggi. Sesuai dengan
pendapat Dewi dkk pada jurnal penelitian bahwa ikatan selulosa yang
besar memiliki sifat kekuatan tarik dan kekuatan sobek yang tinggi (Dewi
dkk,2009 Vol.16:13). Selulosa memiliki ikatan-ikatan hidrogen yang kuat
mempunyai kekuatan tarik yang tinggi dan tidak larut dalam kebanyakan
pelarut (Sjostro, 1998:60), maka didapat hasil kertas dengan kekuatan dan
kekuatan sobek yang tinggi.
Selain itu kulit singkong juga mengandung pati yang memiliki
daya gelatinitas sehingga menghasilkan kertas dengan kekuatan tarik dan
kekuatan sobek tinggi. Kandungan pati yang berasal dari kulit singkong
yang cukup tinggi (Winarno dalam Akbar 2013), memungkinkan
digunakan sebagai perekat pada saat pembuatan kertas karena proses
gelatinisasi. Pati dimanfaatkan dalam industri tekstil, kertas dan sebagai
perekat kardus (Tjockroadikoesoemo, 1986:9). Kandungan pati pada kulit
7
singkong 36,580% (Artiyani, 2011). Kulit singkong memiliki sifat fisik
yang halus, padat dan solid jika telah menjadi pulp.
Faktor yang mempengaruhi kekuatan tarik dan kekuatan sobek kertas seni
yaitu komposisi bahan, larutan pemasak, kandungan serat, penumbukan,
homogenitas bahan dengan perekat, pencetakan.
b. Uji Sensoris
Setelah dilakukan uji kekuatan tarik dan kekuatan sobek, kemudian
dilakukan uji Sensoris dengan 20 panelis.Uji sensoris meliputi tekstur,
warna, kenampakan serat, dan kesukaan masyarakat terhadap produk.
Rata-rata penilaian panelis yang tertinggi adalah 2,65 (kasar)
dengan perlakuan A1B3 (50% limbah bulu ayam:50% limbah kulit
singkong dengan pewarna daun pepaya). Rata-rata penilaian masyarakat
terhadap kertas seni dari limbah bulu ayam dan limbah kulit singkong
mayoritas berpendapat agak kasar. Faktor yang mempengaruhi tekstur
kertas yaitu pada proses penumbukan. Penumbukan dan pemblenderan
yang tidak sempurna akan menghasilkan kertas dengan tekstur kasar.
Rata–rata penilaian panelis yang tertinggi adalah 2,90 (hijau tua)
dengan perlakuan A1B3 (50% bulu ayam:50% kulit singkong, pewarna
daun pepaya). Rata-rata penilaian panelis yang tertinggi adalah 3,00
(tampak) dengan perlakuan A2B3 (40% limbah bulu ayam:60% limbah
kulit singkong, pewarna daun pepaya). Kenampakan serat pada kertas
dipengaruhi oleh penumbukan dan jenis bahan yang digunakan.
Penumbukan yang kurang maksimal akan menghasilkan serat yang
nampak. Jenis bahan yang dimaksud adalah kenampakan serat pada bahan
baku. Bulu ayam juga mengandung protein serat atau keratin yaitu protein
kasar 79,88%, (Ketaren, 2008) dan terlihat serat bulu yang nampak serta
tulang bulu yang keras, sehingga pada kertas seni juga terlihat serat bulu
ayam yang lebih mendominasi dan tulang bulu hanya sedikit.
Rata-rata penilaian panelis yang tertinggi adalah 2,65 (suka)
dengan perlakuan A3B3 (30% limbah bulu ayam:70% limbah kulit
singkong, pewarna daun pepaya). Penilaian kesukaan tergantung pada
8
kesukaan pribadi panelis yang berbeda melihat dari tekstur, warna dan
kenampakan serat. Rata- rata penilaian masyarakat terhadap kertas seni
dari limbah bulu ayam dan limbah kulit singkong mayoritas suka terhadap
hasil produk.
D. Simpulan dan Saran
1. Simpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
a. Kertas dengan kekuatan tarik tertinggi pada perlakuan A3B2 (30%
bulu ayam:70% kulit singkong) yaitu 6,7080 N. Kertas dengan
kekuatan sobek tertinggi pada perlakuan A3B2 (30% bulu ayam:70%
kulit singkong) yaitu 8,0635 N.
b. Hasil uji sensoris terhadap produk kertas seni, rata-rata penilaian
tertinggi terhadap tekstur kertas seni pada perlakuan A1B3 (kasar),
terhadap warna kertas seni pada perlakuan A1B3 (hijau tua), terhadap
kenampakan serat pada perlakuan A2B3 (tampak serat), terhadap
kesukaan masyarakat kertas seni pada perlakuan (suka).
2. Saran
a. Limbah bulu ayam hanya diambil bulu halus, tulang bulu tidak
digunakan dan tidak diolah agar didapat tekstur yang bagus.
b. Proses perebusan menggunakan api yang kecil dan waktu lebih lama
lagi.
c. Lebih lama lagi dalam pemblenderan dalam proses mixing bahan
d. Posisi Screen sablon dan cetakan harus rapat dan pada tempat yang
datar agar ketebalan kertas seni sama. Kadar air saat pencetakan
diminimalisir agar kertas tidak berlubang dan tipis.
9
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Fauzi. Zulisma Anita dan Hamidah Harahap. 2013. Pengaruh Waktu
Simpan Film Plastik Biodegradasi Dari Pati Kulit Singkong Terhadap Sifat
Menikalnya.Jurnal Teknik Kimia. Vol.2 No.2.(Diakses pada 2 Oktober
2014).
Artati, E., Lucky W. N. S., Tintin Mutiara. 2009. Pengaruh Kecepatan
Pengadukan dan Perbandingan Berat Bahan dengan Volume Pelarut Pada
ekstraksi Antosianin dari Daun Jati dengan Pelarut Aquadest. Skripsi.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Artiyani, Anis. 2011. Bioetanol Dari Limbah Kulit Singkong Melalui Proses
Hidrolisis dan Fermentasi dengan Saccharomyes Cereviase. Skripsi jurusan
Teknik Lingkungan. Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.
Haygreen, Jhon G & Jim L Bowyer. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu
penerjemah Sutjipto A Hadikusumo. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press. Hal 595- 599.
Kateren, N.B.R, 2008. Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Protein Ayam
Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Tesis. Universitas
Sumatra Utara, Sumatra Utara.
Sjostro, Eeoro. 1998. Kimia Kayu dan Dasar-Dasar Penggunaannya Edisi Kedua
66-112. Yogyakarta: Universitad Gadjah Mada Press.
10
Syamsu , Khaswar, dkk. 2014. Kajian Proses Produksi Pulp Dan Kertas Ramah
Lingkungan Dari Sabut Kelapa. Jurnal Teknologi Pertanian Vol.9 No.1
2014.16-25.
Tarigan, Dewi Fransiska Br, dkk. 2008. Pembuatan Dan Karakterisasi Kertas
Dengan Bahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit. Jurnal Fisika Fmipa
Universitas Sumatera Utara.
11