OLEH :
DINDA IRHAMNI
1905101050025
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
2022
BAB I. PENDAHULUAN
Pisang merupakan tanaman herba tahunan dengan sistem perakaran serabut, akar
tersebut tumbuh pada umbi batang di dalam permukaan tanah. Batangnya berupa umbi
batang (bonggol) yang berada didalam tanah, sedangkan bagian yang berdiri tegak
menyerupai batang adalah batang semu yang terdiri atas pelepahpelepah daun. Daun
berbentuk lanset memanjang dengan lapisan lilin di permukaan bawahnya. Daun pisang tidak
memiliki tulang daun sehingga daun mudah sobek bila terhempas angin (Cahyono,2009).
Indonesia dikenal sebagai kawasan pusat asal-usul pisang di dunia dan mempunyai
jenis pisang yang lebih banyak dari negara lain. Pisang merupakan komoditas unggulan dan
memberikan kontribusi paling besar terhadap produksi buah-buahan nasional. Pisang tersebar
luas di seluruh pulau di Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Keragaman ekotype pisang di
Jawa Timur sangat tinggi dan berpeluang besar dikembangkan sebagai sumber ekonomi
petani. Beberapa ekotype pisang yang berkembang mempunyai nilai jual tinggi dan digemari
konsumen (Kusumo, 1996). Salah satu ekotype pisang yang berpeluang besar untuk
dikembangkan adalah pisang Mas. Lokasi geografis juga berpengaruh dalam segi budidaya
pisang. Beberapa tempat seperti di Povinsi bengkulu, tanaman pisang dapat tumbuh hingga
pada ketinggian 1500mdpl (Mukhtasar, 2003).
Pisang Mas (Musa Acuminata, L.) merupakan salah satu jenis buah tropis andalan
Indonesia yang berpotensi ekspor, cepat menghasilkan dan tersedia sepanjang musim, Cita
rasa sangat disukai oleh berbagai lapisan masyarakat, dan sangat bagus sebagai sumber
vitamin C dan pro vitamin A. Ketersediaan buah pisang Mas belum merata di berbagai
wilayah sehingga perlu dilakukan distribusi yang biasanya menggunakan suhu dingin. Buah
pisang termasuk kelompok buah klimakterik, yaitu buah yang proses pematangan dan
pemasakan berlangsung cepat. Selama pematangan (maturation) dan pemasakan (ripening)
akan terjadi kenaikan laju respirasi dan kadar etilen, sehingga dapat mempercepat kerusakan
atau pembusukan buah (Wills dkk., 1981; Kader, 1992).
Buah pisang yang baik tidak hanya bergantung pada rasa daging buah yang lezat
namun keragaan visual yang menarik juga akan menjadi nilai tambah bagi buah pisang
tersebut. Menurut Kitinoja dan Kader (2002) manajemen yang efektif selama periode
pascapanen sangat diperlukan untuk menjaga mutu (keragaan, tekstur, citarasa dan nilai
nutrisi), melindungi keamanan pangannya, dan mengurangi susut saat panen sampai produk
tersebut dikonsumsi.
Permasalahan penting budidaya pisang salah satunya adalah penentuan waktu panen
yang tepat sesuai dengan tujuan pemasaran. Pemanenan pisang yang terlalu cepat
menyebabkan mutu pisang rendah walaupun daya simpannya lebih lama (Satuhu dan
Supriyadi 1999). Tingkat ketuaan buah mempengaruhi kualitas serta kandungan kimia dan
gizinya. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan umur dan karakter fisik. Umur panen dapat
ditentukan mulai dari saat bunga mekar hingga buah siap dipanen. Umur panen pisang
berkisar 100-120 hari setelah bunga mekar, tergantung varietas (Satuhu 1995).
Metode kadar air kritis merupakan salah satu metode ASLT (Accelerated Shelf Life
Testing) pendugaan umur simpan produk pangan yang sensitif terhadap penyerapan uap air.
Produk pangan renyah bersifat sensitif terhadap penyerapan uap air dengan kerenyahan
sebagai parameter mutunya (Kwak et al. 2015). Kadar air dan aw rendah menyebabkan
tekstur produk pangan renyah dengan umur simpan panjang (Sakac et al. 2016). Pendugaan
umur simpan produk sensitif terhadap penyerapan uap air dilakukan dengan metode kadar air
kritis yang mensimulasi kerusakan akibat penyerapan uap air oleh produk dengan mengetahui
polanya (Aini et al. 2014).
Adapun Rumusan Masalah pada Praktek Lapang ini adalah Sebagai berikut :
3.2.1. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam Prakt ek Lapang ini adalah cawan aluminium,
pencapit logam, oven listrik, neraca analitik, mortar, kemasan mettalized plastic, hand sealer,
desikator, box 34x26x7 cm3 , penyangga dari ram kawat 32.5x25.5x3 cm3 .
3.2.2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam Praktek Lapang ini adalah Pisang mas, NaOH,
K-asetat, MgCl2, NaBr, KI, NaCl, KBr, akuades.
Metode ini dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung kepada
pihak-pihak terkait khususnya pembimbing lapang. Melalui metode ini diharapkan dapat
memperoleh informasi yang akurat mengenai gambaran umum kegiatan praktek lapang dan
teknik pengaruh daya simpan pisang mas dengan metode kadar air kritis.
Metode ini dilakukan dengan cara praktek langsung di lapangan untuk mempelajari
teknik pengaruh daya simpan pisang mas dengan metode kadar air kritis.
Kadar air awal (mo) Pisang Mas dianalisis dengan metode SNI 01-2891-1992 (BSN
1992) dua kali ulangan terhadap 3 sampel kemasan berbeda yang diperkecil dan dianalisis
triplo setiap ulangan. Hasil kadar air dinyatakan g H2O/g padatan (basis kering).
Bobot padatan per kemasan (Ws) dinyatakan sebagai g padatan per kemasan dan
dihitung berdasarkan rumus:
Kadar air kritis (mc) dengan menyimpan sampel selama 0, 30, 45, 60, 90, dan 120
menit tanpa kemasan pada wadah tertutup, dilengkapi penyangga dan diisi air 2 L, agar
penurunan kerenyahan lebih cepat (RH air 100% setara aw = 1). Proses ini menghasilkan seri
sampel dengan waktu penyimpanan berbeda, sampel dikemas kembali untuk uji organoleptik
rating intensitas oleh delapan panelis dengan parameter kerenyahan.
Kurva ISA ditentukan sebanyak tujuh kali ulangan dengan sampel 2 g pada cawan
aluminium (triplo), kemudian diletakkan pada 3 desikator berisi larutan garam jenuh berbeda
(Tabel 1).
Sampel ditimbang setiap hari hingga tercapai bobot konstan (selisih tiga kali
penimbangan 90%), diukur kadar airnya dan dinyatakan sebagai kadar air kesetimbangan
(Me) hasil percobaan, yang kemudian diubah menjadi Me GAB. Persamaan kuadratik model
GAB diperoleh dari kurva hubungan aw dengan aw/Me, dinyatakan sebagai:
y = αx2 + βx + γ
Xm.C.K.aw
Me =
(1-K.a )(1-K.aw+C.K.aw)
Keterangan: Me: Kadar air kesetimbangan perhitungan model GAB (basis kering); aw:
Aktivitas air; Xm: Kadar air kesetimbangan monolayer; K: Konstanta; C: Konstanta energi.
Kurva ISA percobaan dan model GAB dibuat dengan memplotkan Me dan aw,
kemudian diuji ketepatannya untuk mengetahui ketepatan model dalam menggambar- kan
keseluruhan kurva ISA dengan menghitung nilai Mean Relative Determination (MRD)
(Goula et al. 2008), yaitu:
Keterangan: Mi: Kadar air kesetimbangan percobaan; Mpi: Kadar air kesetimbangan
perhitungan model GAB; n: Jumlah data.
3.4.5 Penentuan kadar air kesetimbangan
Nilai kadar air kesetimbangan (me) pada persamaan Labuza dihitung berdasarkan
persamaan kuadratik kurva ISA model GAB dengan memasukkan nilai RH 75 dan 80% (RH
100% setara dengan aw = 1) sebagai nilai x.
Nilai slope diperoleh dari daerah linear kurva ISA model GAB, yaitu garis lurus yang
menghubungkan kadar air awal hingga mencapai kadar air kritis, persamaan y = a + bx
dengan b sebagai slope.
Umur simpan dihitung berdasarkan persamaan Labuza (Labuza 1982) dengan asumsi
kondisi penyimpanan pada RH 75 dan 80%, yaitu:
Keterangan: Waktu perkiraan umur simpan (hari); me: Kadar air kesetimbangan g H2O/ g
padatan); mo: Kadar air awal (g H2O/ g padatan); mc: Kadar air kritis (g H2O/ g padatan);
k/x: Konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg); A: Luas permukaan
kemasan (m2); Ws: Bobot padatan per kemasan (g); Po: Tekanan uap jenuh (mmHg); b:
Slope kurva ISA.
Tahap validasi metode bertujuan mengukur performa data seluruh parameter dan
perhitungan umur simpan yang diperoleh, berdasarkan kriteria presisi yang dinyatakan
sebagai simpangan baku relatif (RSD). Hasil analisis memenuhi kriteria presisi apabila
perhitungan data menghasilkan nilai RSD RSD ≤ 2/3 RSDH (ICH 2005). Nilai RSDA dan
RSDH dihitung sebagai:
Keterangan: x: Nilai setiap ulangan; x̅: Nilai rata-rata; n: Jumlah sampel; SD: Simpangan
baku; RSDA: Simpangan baku relatif; RSDH: Koefisien Horwitz; c: Nilai yang dinyatakan
sebagai fraksi desimal.
DAFTAR PUSTAKA
Anggoro, Kiki.2016. Aklimatisasi Pisang ( Musa paradisiaca L.) Pada Variasi Varietas Dan
Dosis Fungi Mikoriza (Skripsi).FMIPA Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Aini N, Prihananto V, Wijonarko G. 2014. Karakteristik kurva isotherm air tepung jagung
instan. J Agritech 34(1): 50-55.
Cahyono B. 2009. Usaha Tani dan Penanganan Pascapanen Pisang. Yogyakarta (ID):
Kanisius.
Kusumo, S., R.E. Nasution, H. Sunarjono, F.A. Bahar, dan S. Pratikno. 1996. Koleksi,
konservasi dan evaluasi plasma nutfah pisang. Laporan Hasil Penelitian RUT I. Proyek Pusat
Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Serpong.
Kitinoja L, Kader AA. 2002. Praktik-praktik penanganan pascapanen skala kecil: Manual
untuk produk hortikultura Edisi ke-4. Utama IMS, penerjemah. Denpasar (ID): Universitas
Udayana. Terjemahan dari: Small scale postharvest handling practices: A manual for
horticultural crops (4thedition).
Kwak HS, Chang YH, Lee Y. 2015 Estimation of crispness and consumer acceptance of fried
potato chips by mechanical and acoustic measurements. Int J Food Sci Technol 50: 500–506.
DOI: 10.1111/ijfs.12696.
Luqman, N.A. 2012. Keberadaan, jenis dan kultivar serta pemetaan persebaran tanaman
pisang (Musa sp.) pada ketinggian yang berbeda di pegunungan kapur kecamatan
ayah kabupaten kebumen. Jurnal Hasil Penelitian. Universitas Negeri Yogyakarta,
Yogyakarta.
Mukhtasar. 2003. Keragaman Fisik dan Morfologi Pisang Ambon Di Bengkulu. J. Akta
Agrosia 6(1): 1-6
Nashar, H. 2015. Prospek Jenis Tanaman Pisanguntukdilakukan Oleh Kelompok Usaha Tani.
Jurusan Ekonomi dan Bisnis Islam, STAIN Pamekasan.
Satuhu S, Supriyadi A. 1999. Budidaya Pengolahan dan Prospek Pasar Pisang. Yogyakarta
(ID): Penebar Swadaya.