Anda di halaman 1dari 11

Proposal Praktek Lapang

PENGARUH MASA SIMPAN PISANG MAS (MUSA ACUMINATA)


DENGAN PENGGUNAAN METODE KADAR AIR KRITIS

OLEH :

DINDA IRHAMNI
1905101050025

JURUSAN AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

DARUSSALAM, BANDA ACEH

2022
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pisang telah lama ada yaitu sejak manusia ada. Memang, saat itu pisang masih
merupakan tanaman liar karena awal kebudayaan manusia adalah sebagai pengumpul.
Mereka hanya mengumpulkan makanan dari tumbuhan yang ada di sekitar mereka tanpa
menanamnya. Pada masyarakat Asia Tenggara, diduga pisang telah lama dimanfaatkan.
Masyarakat di daerah itu, saat berkebudayaan pengumpul (Food Gathering), telah
menggunakan tunas dan pelepah pisang sebagai bagian dari sayur. Bagian-bagian lain dari
tanaman pisang pun telah dimanfaatkan seperti saat ini. Pisang berasal dari Asia Tenggara,
tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia (Nashar,2015).

Pisang merupakan tanaman herba tahunan dengan sistem perakaran serabut, akar
tersebut tumbuh pada umbi batang di dalam permukaan tanah. Batangnya berupa umbi
batang (bonggol) yang berada didalam tanah, sedangkan bagian yang berdiri tegak
menyerupai batang adalah batang semu yang terdiri atas pelepahpelepah daun. Daun
berbentuk lanset memanjang dengan lapisan lilin di permukaan bawahnya. Daun pisang tidak
memiliki tulang daun sehingga daun mudah sobek bila terhempas angin (Cahyono,2009).

Indonesia dikenal sebagai kawasan pusat asal-usul pisang di dunia dan mempunyai
jenis pisang yang lebih banyak dari negara lain. Pisang merupakan komoditas unggulan dan
memberikan kontribusi paling besar terhadap produksi buah-buahan nasional. Pisang tersebar
luas di seluruh pulau di Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Keragaman ekotype pisang di
Jawa Timur sangat tinggi dan berpeluang besar dikembangkan sebagai sumber ekonomi
petani. Beberapa ekotype pisang yang berkembang mempunyai nilai jual tinggi dan digemari
konsumen (Kusumo, 1996). Salah satu ekotype pisang yang berpeluang besar untuk
dikembangkan adalah pisang Mas. Lokasi geografis juga berpengaruh dalam segi budidaya
pisang. Beberapa tempat seperti di Povinsi bengkulu, tanaman pisang dapat tumbuh hingga
pada ketinggian 1500mdpl (Mukhtasar, 2003).

Pisang Mas (Musa Acuminata, L.) merupakan salah satu jenis buah tropis andalan
Indonesia yang berpotensi ekspor, cepat menghasilkan dan tersedia sepanjang musim, Cita
rasa sangat disukai oleh berbagai lapisan masyarakat, dan sangat bagus sebagai sumber
vitamin C dan pro vitamin A. Ketersediaan buah pisang Mas belum merata di berbagai
wilayah sehingga perlu dilakukan distribusi yang biasanya menggunakan suhu dingin. Buah
pisang termasuk kelompok buah klimakterik, yaitu buah yang proses pematangan dan
pemasakan berlangsung cepat. Selama pematangan (maturation) dan pemasakan (ripening)
akan terjadi kenaikan laju respirasi dan kadar etilen, sehingga dapat mempercepat kerusakan
atau pembusukan buah (Wills dkk., 1981; Kader, 1992).

Buah pisang yang baik tidak hanya bergantung pada rasa daging buah yang lezat
namun keragaan visual yang menarik juga akan menjadi nilai tambah bagi buah pisang
tersebut. Menurut Kitinoja dan Kader (2002) manajemen yang efektif selama periode
pascapanen sangat diperlukan untuk menjaga mutu (keragaan, tekstur, citarasa dan nilai
nutrisi), melindungi keamanan pangannya, dan mengurangi susut saat panen sampai produk
tersebut dikonsumsi.

Permasalahan penting budidaya pisang salah satunya adalah penentuan waktu panen
yang tepat sesuai dengan tujuan pemasaran. Pemanenan pisang yang terlalu cepat
menyebabkan mutu pisang rendah walaupun daya simpannya lebih lama (Satuhu dan
Supriyadi 1999). Tingkat ketuaan buah mempengaruhi kualitas serta kandungan kimia dan
gizinya. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan umur dan karakter fisik. Umur panen dapat
ditentukan mulai dari saat bunga mekar hingga buah siap dipanen. Umur panen pisang
berkisar 100-120 hari setelah bunga mekar, tergantung varietas (Satuhu 1995).

Metode kadar air kritis merupakan salah satu metode ASLT (Accelerated Shelf Life
Testing) pendugaan umur simpan produk pangan yang sensitif terhadap penyerapan uap air.
Produk pangan renyah bersifat sensitif terhadap penyerapan uap air dengan kerenyahan
sebagai parameter mutunya (Kwak et al. 2015). Kadar air dan aw rendah menyebabkan
tekstur produk pangan renyah dengan umur simpan panjang (Sakac et al. 2016). Pendugaan
umur simpan produk sensitif terhadap penyerapan uap air dilakukan dengan metode kadar air
kritis yang mensimulasi kerusakan akibat penyerapan uap air oleh produk dengan mengetahui
polanya (Aini et al. 2014).

1.2 Rumusan Masalah

Adapun Rumusan Masalah pada Praktek Lapang ini adalah Sebagai berikut :

1. Apa pengaruh masa simpan terhadap pisang mas?


2. Bagaimana teknik metode kadar air kritis yang dilakukan pada masa simpan pisang
mas.
3. Apa pengertian dari metode kadar air kritis
1.3 Tujuan Praktek Lapang
Adapun tujuan dari pelaksanaan praktek lapang ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mempelajari pengaruh masa simpan terbaik terhadap pisang mas.
2. Untuk mempelajari teknik metode kadar air kritis terhadap masa simpan pisang mas.
1.4 Manfaat Praktek Lapang
Adapun manfaat dari pelaksanaan praktek lapangan ini adalah peneliti dapat
menambah ilmu dan informasi serta teknis dalam mempelajari pengaruh masa simpan pisang
mas dengan metode kadar air kritis.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Tanaman Pisang Mas (Musa acuminata)


Menurut (Anggoro 2016), klasifikasi tanaman pisang mas adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Tracheobionta
Sub Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Zingiberales
Famili : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa acuminata
Sub Spesies : Musa acuminata colla
Pisang termasuk famili Musaceae dari ordo Scitaminae dan terdiri dari dua genus,
yaitu genus Musa dan Ensete, Genus Musa terbagi dalam empat golongan, yaitu
Rhodochlamys, Callimusa, Australimusa dan Eumusa. Golongan Australimusa dan Eumusa
merupakan jenis pisang yang dapat dikonsumsi, baik segar maupun olahan. Buah pisang yang
dimakan segar sebagian besar berasal dari golongan Emusa, yaitu Musa acuminata dan Musa
balbisiana.

2.2 Morfologi Tanaman Pisang Mas(Musa acuminta)


a. Bonggol
Bonggol yang biasa kita lihat adalah bagian bawah batang pisang yang
menggembung berupa umbi atau dikenal masyarakat sebagai bonggol. Pucuk lateral
(sucker) muncul dari kuncup pada bonggol yang selanjutnya tumbuh menjadi tanaman
pisang. Beberapa tunas yang tumbuh di tepi bonggol disebut juga anakan, bibit
tanaman pisang. Bonggol kerap digunakan sebagai obat tradisional (Mudita, 2012).
b. Batang
Pisang adalah tumbuhan yang unik. Batang yang sebenarnya justru disebut umbi atau
rimpang. Sedangkan batang semu (palsu) kerap dianggap sebagai batang
sesungguhnya. Batang semu berwarna hijau, tidak bercabang dengan ketinggian
mencapai 6-7,5 m. Batang semu terbentuk oleh tumpang tindih padat pelepah daun
(selubung daun) yang tumbuh dari batang bawah tanah hingga mencapai ketebalan
20-50 cm (Luqman, 2012).
c. Daun
Daun pada tumbuhan ini tergolong daun lengkap. Pada daun dewasa terdiri atas
pelepah daun, tangkai daun, dan helaian daun. Helai daun yang tumbuh di kanan kiri
tulang daun disebut lembar daun. Daun pisang memiliki bentuk memanjang.
Permukaan daun dan bawahnya dilapisi lilin sehingga daun tidak mudah basah karena
tetesan air tapi mudah sobek akiat angin (Mudita, 2012).
d. Bunga
Pada akhir pertumbuhan vegetatif, batang pisang akan menghasilkan pertumbuhan
memanjang untuk membentuk rangkaian bunga. Rangkaian bunga pisang terdiri atas
beberapa baris bunga yang masing-masing ditutupi dengan seludang yang ketika
belum membuka disebut jantung pisang (Mudita, 2012).
e. Buah
Buah pisang (finger) berasal dari perkembangan masing-masing bunga pisang.
Seluruh individu buah yang berkembang dari barisan bunga dalam satu seludang
disebut sisir (tier), sedangkan seluruh individu buah yang berkembang dari satu
rangkaian bunga disebut tandan (bunch). Buah pisang secara individu tergolong
sebagai buah berry (leathery berry) yang terdiri atas kulit buah (peel atau skin) dan
daging buah yang terbagi menjadi tiga juring. Buah pisang berkulit hijau pada saat
masih muda dan berubah menjadi kuning atau tetap hijau, namun ada juga yang
merah ketika tua (Mudita, 2012).
BAB III. METODELOGI PRAKTEK LAPANG

3.1. Tempat dan Waktu


Praktek Lapang ini dilasanakan di Laboratorium Hortikultura Fakultas Pertanian
Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh yang dimulai pada bulan Maret hingga
April 2022.
3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Adapun alat yang digunakan dalam Prakt ek Lapang ini adalah cawan aluminium,
pencapit logam, oven listrik, neraca analitik, mortar, kemasan mettalized plastic, hand sealer,
desikator, box 34x26x7 cm3 , penyangga dari ram kawat 32.5x25.5x3 cm3 .

3.2.2. Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam Praktek Lapang ini adalah Pisang mas, NaOH,
K-asetat, MgCl2, NaBr, KI, NaCl, KBr, akuades.

3.3. Metode Pelaksanaan

Dalam pelaksanaan kegiatan praktek lapang ini digunakan beberapa metode


pelaksanaan yaitu sebagai berikut:

3.3.1 Metode Wawancara

Metode ini dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung kepada
pihak-pihak terkait khususnya pembimbing lapang. Melalui metode ini diharapkan dapat
memperoleh informasi yang akurat mengenai gambaran umum kegiatan praktek lapang dan
teknik pengaruh daya simpan pisang mas dengan metode kadar air kritis.

3.3.2 Metode Observasi

Metode ini dilakukan dengan cara praktek langsung di lapangan untuk mempelajari
teknik pengaruh daya simpan pisang mas dengan metode kadar air kritis.

3.3.3 Studi Pustaka


Metode ini menggunakan berbagai literatur yang bisa memperkuat isi tulisan yaitu buku,
jurnal dan berbagai literatur lain yang berkaitan dengan ilmu teknik pengaruh daya simpan
pisang mas dengan metode kadar air kritis.

3.4 Pelaksanaan Praktek Lapang

3.4.1 Pengukuran kadar air awal

Kadar air awal (mo) Pisang Mas dianalisis dengan metode SNI 01-2891-1992 (BSN
1992) dua kali ulangan terhadap 3 sampel kemasan berbeda yang diperkecil dan dianalisis
triplo setiap ulangan. Hasil kadar air dinyatakan g H2O/g padatan (basis kering).

3.4.2 Penentuan bobot padatan per kemasan

Bobot padatan per kemasan (Ws) dinyatakan sebagai g padatan per kemasan dan
dihitung berdasarkan rumus:

%padatan = (1–kadar air basis basah) x 100%

Bobot padatan per kemasan (g) =

Bobot sampel per kemasan (g) x %padatan

3.4.3 Penentuan kadar air kritis

Kadar air kritis (mc) dengan menyimpan sampel selama 0, 30, 45, 60, 90, dan 120
menit tanpa kemasan pada wadah tertutup, dilengkapi penyangga dan diisi air 2 L, agar
penurunan kerenyahan lebih cepat (RH air 100% setara aw = 1). Proses ini menghasilkan seri
sampel dengan waktu penyimpanan berbeda, sampel dikemas kembali untuk uji organoleptik
rating intensitas oleh delapan panelis dengan parameter kerenyahan.

3.4.4 Penentuan model kurva isotermi sorpsi air

Kurva ISA ditentukan sebanyak tujuh kali ulangan dengan sampel 2 g pada cawan
aluminium (triplo), kemudian diletakkan pada 3 desikator berisi larutan garam jenuh berbeda
(Tabel 1).

Tabel 1. Nilai ERH larutan garam jenuh pada suhu 30°C

Larutan Garam Jenuh ERH (%)


NaOH 7.58
Kalium asetat 21.61
MgCl2 32.44

Sampel ditimbang setiap hari hingga tercapai bobot konstan (selisih tiga kali
penimbangan 90%), diukur kadar airnya dan dinyatakan sebagai kadar air kesetimbangan
(Me) hasil percobaan, yang kemudian diubah menjadi Me GAB. Persamaan kuadratik model
GAB diperoleh dari kurva hubungan aw dengan aw/Me, dinyatakan sebagai:

y = αx2 + βx + γ

aw/Me = α.(aw)2 + β.aw + γ

Nilai Me GAB dihitung berdasarkan rumus:

Xm.C.K.aw
Me =
(1-K.a )(1-K.aw+C.K.aw)

Keterangan: Me: Kadar air kesetimbangan perhitungan model GAB (basis kering); aw:
Aktivitas air; Xm: Kadar air kesetimbangan monolayer; K: Konstanta; C: Konstanta energi.

Kurva ISA percobaan dan model GAB dibuat dengan memplotkan Me dan aw,
kemudian diuji ketepatannya untuk mengetahui ketepatan model dalam menggambar- kan
keseluruhan kurva ISA dengan menghitung nilai Mean Relative Determination (MRD)
(Goula et al. 2008), yaitu:

Keterangan: Mi: Kadar air kesetimbangan percobaan; Mpi: Kadar air kesetimbangan
perhitungan model GAB; n: Jumlah data.
3.4.5 Penentuan kadar air kesetimbangan

Nilai kadar air kesetimbangan (me) pada persamaan Labuza dihitung berdasarkan
persamaan kuadratik kurva ISA model GAB dengan memasukkan nilai RH 75 dan 80% (RH
100% setara dengan aw = 1) sebagai nilai x.

3.4.6 Penentuan slope b

Nilai slope diperoleh dari daerah linear kurva ISA model GAB, yaitu garis lurus yang
menghubungkan kadar air awal hingga mencapai kadar air kritis, persamaan y = a + bx
dengan b sebagai slope.

3.4.7 Informasi variabel lain


Variabel lain yaitu luas kemasan (A) yang diukur sebagai luasan total kedua sisi
kemasan, tekanan uap jenuh (Po) pada suhu penyimpanan berdasarkan tabel tekanan uap air
jenuh (Bell dan Labuza 2000), dan permeabilitas kemasan (k/x) berdasarkan literatur
penggunaan kemasan metalized plastic.

3.4.8 Pendugaan umur simpan

Umur simpan dihitung berdasarkan persamaan Labuza (Labuza 1982) dengan asumsi
kondisi penyimpanan pada RH 75 dan 80%, yaitu:

Keterangan: Waktu perkiraan umur simpan (hari); me: Kadar air kesetimbangan g H2O/ g
padatan); mo: Kadar air awal (g H2O/ g padatan); mc: Kadar air kritis (g H2O/ g padatan);
k/x: Konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg); A: Luas permukaan
kemasan (m2); Ws: Bobot padatan per kemasan (g); Po: Tekanan uap jenuh (mmHg); b:
Slope kurva ISA.

3.4.9 Validasi metode analisis

Tahap validasi metode bertujuan mengukur performa data seluruh parameter dan
perhitungan umur simpan yang diperoleh, berdasarkan kriteria presisi yang dinyatakan
sebagai simpangan baku relatif (RSD). Hasil analisis memenuhi kriteria presisi apabila
perhitungan data menghasilkan nilai RSD RSD ≤ 2/3 RSDH (ICH 2005). Nilai RSDA dan
RSDH dihitung sebagai:

Keterangan: x: Nilai setiap ulangan; x̅: Nilai rata-rata; n: Jumlah sampel; SD: Simpangan
baku; RSDA: Simpangan baku relatif; RSDH: Koefisien Horwitz; c: Nilai yang dinyatakan
sebagai fraksi desimal.
DAFTAR PUSTAKA

Anggoro, Kiki.2016. Aklimatisasi Pisang ( Musa paradisiaca L.) Pada Variasi Varietas Dan
Dosis Fungi Mikoriza (Skripsi).FMIPA Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Aini N, Prihananto V, Wijonarko G. 2014. Karakteristik kurva isotherm air tepung jagung
instan. J Agritech 34(1): 50-55.

Cahyono B. 2009. Usaha Tani dan Penanganan Pascapanen Pisang. Yogyakarta (ID):
Kanisius.

Kusumo, S., R.E. Nasution, H. Sunarjono, F.A. Bahar, dan S. Pratikno. 1996. Koleksi,
konservasi dan evaluasi plasma nutfah pisang. Laporan Hasil Penelitian RUT I. Proyek Pusat
Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Serpong.

Kader, A.A.,1992. Postharvest Biology and Technology : An Overview. Postharvest


Technology of Horticultural Crops. University of California, USA. p. : 15 –20.

Kitinoja L, Kader AA. 2002. Praktik-praktik penanganan pascapanen skala kecil: Manual
untuk produk hortikultura Edisi ke-4. Utama IMS, penerjemah. Denpasar (ID): Universitas
Udayana. Terjemahan dari: Small scale postharvest handling practices: A manual for
horticultural crops (4thedition).

Kwak HS, Chang YH, Lee Y. 2015 Estimation of crispness and consumer acceptance of fried
potato chips by mechanical and acoustic measurements. Int J Food Sci Technol 50: 500–506.
DOI: 10.1111/ijfs.12696.

Luqman, N.A. 2012. Keberadaan, jenis dan kultivar serta pemetaan persebaran tanaman
pisang (Musa sp.) pada ketinggian yang berbeda di pegunungan kapur kecamatan
ayah kabupaten kebumen. Jurnal Hasil Penelitian. Universitas Negeri Yogyakarta,
Yogyakarta.

Mudita, I.W. Pisang Tanaman Kampung. 2012. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Mukhtasar. 2003. Keragaman Fisik dan Morfologi Pisang Ambon Di Bengkulu. J. Akta
Agrosia 6(1): 1-6

Nashar, H. 2015. Prospek Jenis Tanaman Pisanguntukdilakukan Oleh Kelompok Usaha Tani.
Jurusan Ekonomi dan Bisnis Islam, STAIN Pamekasan.

Satuhu S, Supriyadi A. 1999. Budidaya Pengolahan dan Prospek Pasar Pisang. Yogyakarta
(ID): Penebar Swadaya.

Satuhu S. 1995. Teknik Pemeraman Buah. Jakarta (ID): Penebar Swadaya

Sakac M, Pestoric M, Mandic A, Misan A, Nedeljkovic N, Jambrec D, Jovanov P, Lazic V,


Pezo L, Sedej I. 2016. Shelf-life prediction of gluten-free ricebuckwheat cookies. J Cereal Sci
69(2016): 336-343.DOI: 10.1016/j.jcs.2016.04.008.

Anda mungkin juga menyukai