Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Glukosa adalah bentuk karbohidrat yang sederhana atau sering disebut gula

sederhana (Andragogi et al., 2018). Glukosa merupakan salah satu karbohidrat yang

digunakan sebagai sumber tenaga. Glukosa dapat diperoleh dari makanan yang

mengandung karbohidrat. Karbohidrat dari makanan dihidrolisis menjadi

monosakarida yaitu glukosa, galaktosa dan fruktosa di saluran cerna (Putu et al.,

2015). Dalam suatu makanan biasanya mengandung glukosa, salah satunya pada

buah pisang. Buah pisang merupakan salah satu makanan yang mengandung tiga

macam gula alami, yaitu sukrosa, fruktosa, dan glukosa (Alin, 2017).

Buah pisang adalah salah satu contoh buah yang mengandung bahan pangan

yang bergizi, sumber karbohidrat, vitamin, dan mineral. Komponen karbohidrat

terbesar pada buah pisang adalah pati pada daging buahnya, dan akan diubah

menjadi sukrosa, glukosa dan fruktosa pada saat pisang matang (15-20 %) (Bello

dalam Musita, 2012).

Ada banyak jenis pisang yang tumbuh di Indonesia salah satunya adalah

pisang barangan (Musa acuminata Linn). Pisang barangan ( Musa acuminata Linn)

merupakan buah yang khas dan banyak dibudidayakan di Daerah Sumatera Utara.

Memiliki rasa yang manis, beraroma harum, dan memiliki bintik-bintik coklat pada

kulit buah merupakan ciri khas dari buah pisang barangan. Pada tahun 2012

produksi buah pisang barangan sebesar 363.060,7 ton sehingga banyak pengusaha

mengolahnya menjadi produk jadi seperti selai atau jam, pisang cokelat, pisang

sale, dan lain -lain yang terdata berdasarkan data Dinas Pertanian Sumatera Utara.

1
Jumlah pisang yang dihasilkan, 1/3 bagian tidak digunakan termasuk kulit buah

nya dibuang sebagai limbah ( Piarah,dkk., 2010 ).

Secara umum kulit buah pisang merupakan bagian dari buah pisang yang

biasanya dibuang sebagai sampah yang tidak dimanfaatkan. Selama ini masyarakat

Indonesia masih belum mengoptimalkan potensi yang terdapat pada tanaman

pisang karena penggunaannya hanya sebatas buah, pelepah, dan jantung

(Rohmani.,2019). Kulit pisang biasanya hanya dibuang sebagai limbah organik.

Masyarakat juga biasanya mengolah kulit buah pisang sebagai pupuk organik atau

sebagai pakan ternak, padahal kulit buah pisang dapat diolah menjadi produk yang

bernilai ekonomis tinggi, seperti mengolahnya sebagai bahan makanan yang dapat

dikonsumsi dengan tetap mempertahankan nilai gizinya. Selain daging buahnya

yang kaya akan nutrisi, kulit dari buah pisang juga kaya akan kandungan gizi yang

tidak berbeda dengan buahnya yang diperlukan oleh tubuh. Kulit buah pisang juga

merupakan sumber energi alternatif dan kaya akan kandungan nutrisi seperti

karbohidrat, lemak, protein, vitamin C, vitamin B, kalsium, besi, serat, dan air

(Khardinata, 2009).

Secara umum kadar glukosa dapat ditentukan dengan beberapa cara antara

lain metode Anthrone Sulfat, Metode Dinitrosalisilat (DNS), Metode Fenol Asam

Sulfat, dan Metode Nelson-Somogyi.

Berdasarkan hal diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

menganalisis kadar glukosa dari kulit buah pisang dilakukan dengan metode

Nelson-Somogyi menggunakan Spektrofotometri UV-Vis. Alasan peneliti memilih

metode ini karena metode ini diterapkan pada pengukuran sampel yang

2
mengandung glukosa dengan hasil lebih spesifik dan faktor pengganggu dapat

dikendalikan serta memiliki kepekaan lebih besar sehingga disarankan untuk

analisis glukosa (Rissa, dkk., 2019). Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka

dilakukanlah penelitian dengan judul,

“Analisis Glukosa dengan Metode Nelson-Samogyi pada Kulit Pisang

Barangan ( Musa acuminata Linn) dari Limbah Restoran sekitar Petisah.”

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Berapakah kadar glukosa pada kulit Pisang Barangan (Musa acuminata

Linn)?

2. Berapakah perbandingan kadar glukosa pada kulit buah Pisang Barangan

(Musa acuminata Linn) dibanding dengan daging buahnya?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Terdapat kandungan glukosa pada kulit Pisang Barangan ( Musa acuminata

Linn) dalam jumlah tertentu.

2. Kadar glukosa pada kulit buah Pisang Barangan ( Musa acuminata Linn)

lebih kecil dari pada glukosa daging buahnya.

3
1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kadar glukosa yang terdapat pada kulit Pisang Barangan

(Musa acuminata Linn) dengan menggunakan metode Nelson-Samogyi.

2. Untuk mengetahui perbandingan kadar kulit buah pisang dengan daging

buah Pisang Barangan (Musa acuminata Linn).

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat manfaat limbah kulit Pisang

Barangan ( Musa acuminata Linn).

2. Sebagai bentuk salah satu cara untuk pemanfaatan limbah kulit Pisang

Barangan ( Musa acuminata Linn).

3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti yang mengembangkan ilmu

pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

4
1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Analisis Kadar 1. Uji Molisch


Glukosa Secara Uji Kualitatif 2. Uji Benedict
Neelson-Somogyi 3. Uji Barfoed

1. Penentuan Operating
Time (OT)

Uji Kuantitatif 2. Penentuan panjang


gelombang absorbansi
Kulit pisang barangan
maksimum
(Musa acuminata Linn)
3. Pembuatan kurva
kalibrasi glukosa
4. Penetapan kadar
glukosa pada kulit
pisang barangan

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Uraian Tanaman Pisang Barangan

Pisang berasal dari bahasa Arab yaitu maus dan menurut Linnaeus termasuk

kedalam keluarga Musaceae (Satuhu dan Supriyadi 1999). Tanaman Pisang

diyakini berasal dari Asia Tenggara, terutama dari Malaysia, Indonesia, Filipina,

Bornea dan Papua (Stover dalam Robinson dan Sauco, 2010). Pada kawasan

tersebut terdapat keragaman jenis pisang yang tinggi. Kemudian tanaman pisang

menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah (Satuhu &

Supriyadi 1992)

Tanaman pisang merupakan salah satu dari jenis buah-buahan tumbuhan

herba. Tanaman pisang terdiri atas bagian Akar, Batang, Daun, Bunga atau Buah.

Sebagai bagian penting dari hasil utama produk. Bagian – bagian tumbuhan

tersebut berperan dalam aktivitas hidup seperti penyerapan, air, pernafasan, foto

sintesis, pengankutan zat makanan dan perkembangan biakan (Suyanti dan

Supriadi, 2008).

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Pisang Barangan (Musa acuminata Linn)

Adapun klasifikasi tanaman pisang barangan sebagai tanaman yang berasal

dari :

Kingdom : Plantae

Subdivisi : Angiospermae

6
Divisi : Spermatophyta

Kelas : Monocotyledone

Ordo : Musales

Family : Musaceae

Genus : Musa

Spesies : Musa acuminata L.

(Novitasari, 2010).

Gambar 2.1 : Pisang barangan (Musa acuminta L.)

2.1.2 Morfologi Tanaman Pisang Barangan

Akar utama memiliki ketebalan sekitar 5 - 8 mm bewarna putih ketika baru

dan sehat. Kemudian dari beberapa akar utama akan berkembang akar skunder dan

akar tersier, yang terakhir akan semakin tipis dan lebih pendek dari akar utama.

Akar skunder berasal dari protoxilem berada dekat ujung akar dan terus

berkembang melewati tanah. Beberapa jarak di belakang ujung akar pada

perkembangan akar pertama dihasilkan rambut akar yang bertugas dalam pengam

bilan air dan mineral (Kusumawati dan Syukrini, 2008).

7
Pada umumnya tinggi batang semu pisang barangan adalah ≥ 3 meter.

Pisang barangan yang diamati secara umum memiliki aspek batang semu normal,

warna batang semu berwarna hijau-kuning, warna getah pucat (Beatrix, dkk.,

2019). Batang tanaman pisang yang sesungguhnya berada sebagian atau seluruhnya

berada di dalam tanah yang dikenal sebagai bonggol (tu berous rhizome). Rhizome

yang telah dewasa memiliki diameter dan tinggi sekitar 300 mm walaupan akan

berbeda menurut vigor dan kondisi tanaman. Rhizome pisang memiliki ruas yang

sangat pendek dan tertutup oleh daun. Rhizome merupakan organ penyimpanan

penting untuk mendukung pertumbuhan buah dan perkembangan peranakan

(Alhusna, 2018).

Diketahui bahwa daun pisang barangan secara umum memiliki warna

permukaan atas daun berwarna hijau sedang, kenampakan permukaan atas daun

kusam, warna permukaan bawah daun berwarna hijau, kenampakan permukaan

bawah daun kusam, lilin pada daun cukup berlilin, warna permukaan punggung

tulang daun berwarna hijau, bentuk pangkal helai daun pada umumnya berbentuk

kedua sisi meruncing (Beatrix, dkk., 2019). Bentuk daun pisang barangan

berbentuk jorong lonjong, ujung tumpul, tepi daun menekuk, pinggiran daun

bergaris coklat kemerahan, kedudukan daunnya tegak, belahan daunnya simetris,

permukaan daun bagian atas berwarna hijau, permukaan daun bagian bawah

berwarna hijau kusam tertutup tepung, perabaan daun bagian atas dan bagian bawah

halus, warna pelepah daun berwarna kuning. Daun pisang letaknya tersebar.

Helaian daun berbentuk lanset dan memanjang, dan mudah sekali robek oleh

hembusan angin yang keras karena tidak mempunyai tulang - tulang pinggir yang

menguatkan lembaran daun (A. Djalil dalam Amilda, 2014)

8
Diketahui bahwa pisang barangan secara umum memiliki warna tangkai

tandan hijau tua, bulu tangkai tandannya sangat berbulu dan pendek, bentuk tandan

silinder. Pisang barangan yang diamati pada umumnya memiliki panjang tangkai

tandan 31 sampai 60 cm (Beatrix, dkk., 2019). Bunga tanaman pisang pada akhir

pertumbuhan vegetatif, batang pisang menghasilkan pertumbuhan memanjang

untuk membentuk rangkaian bunga. Rangkaian bunga tanaman pisang terdiri atas

beberapa baris bunga yang masing-masing ditutupi dengan seludang (bract) yang

ketika belum membuka disebut jantung pisang. Berwarna merah keunguan, setelah

bunga membuka, rangakaian bunga betina membuentuk dibagian pangkal,

sedangkan rangkaian bunga jantan dibagian ujung tandan. Ovarium bunga bersifat

inverior yang berarti bagian-bagian bunga terletak selubang daun (sphata) berwarna

merah. Bagian sphata adalah bagian dari bunga yang paling sering dimanfaatkan

sebagai obat (Fakhriani, 2015).

Buah pisang barangan secara umum memiliki posisi buah melengkung ke

arah tangkai, bentuk buah melengkung, ujung buah tumpul, permukaan tangkai

buah tidak berbulu, warna kulit buah belum matang berwarna hijau, warna kulit

buah matang berwarna kuning, kelekangan kulit buah yaitu kulit buah mudah

dikupas, tekstur daging lembut. Pisang barangan yang diamati pada umumnya

memiliki jumlah buah 13-16 per sisir (Beatrix, dkk., 2019). Buah pisang (finger)

berasal dari perkembangan masing-masing bunga pisang. Seluruh individu buah

yang berkembang dari barisan bunga dalam satu selubung disebut sisir (tier),

sedangkan seluruh individu buah yang berkembang dari satu rangkaian bunga

disebut tandan (bunch), buah pisang terdiri dari kulit buah dan daging buah. Buah

pisang berkulit hijau pada saat masih muda dan berubah menjadi kuning apabila

9
sudah matang, namun ada juga tetap berwarna hijau dan berwarna merah

(Fakhriani,2015).

2.1.3 Kandungan Gizi Buah pisang

Buah pisang mengandung gizi yang sangat tinggi, rendah kolestrol serta

Vitamin B6 dan Vitamin C tinggi. Zat gizi terbesar pada buah pisang terletak pada

buah pisang yang telah masak adalah kalium sebesar 373 miligram per 100 gram

pisang. Pisang juga merupakan sumber karbohidrat terbesar pada buah pisang,

vitamin A 250 - 335 gram per 100 gram pisang dan klor sebesar 125 miligram per

100 gram pisang. Pisang juga merupakan sumber karbohidrat vitamin A dan C,

serta mineral komponen terbesar pada buah pisang adalah pati daging buahnya, dan

akan diubah menjadi sukrosa, glukosa dan fruktosa pada saat pisang yang telah

matang (15-20%) (Ismanto, 2015).

Kandungan gizi per 100 gram daging buah adalah energi (116-128 kcal),

protein (1%), lemak (0.3%), karbohidrat (27%), mineral (Ca_15 mg, K_ 380 mg,

Fe_0.5 mg, Na_1.2 mg), dan vitamin (Vit. A_0.3 mg, Vit. B1_0.1 mg; B2_0.1 mg,

B6_0.7 mg, Vit. C_20 mg (Beatrix, dkk., 2019). Dibalik buah nya yang kaya akan

nutrisi pada kulit buah pisang masih terdapat karbohidrat yang tinggi (18,5%), air

68,90 %, lemak 2,11 %. protein 0,32 %, kalsium 715 mg/100g, fosfor 117

mg/100g, besi 1,60 mg/100g, vitamin B 0,12 mg/100g, vitamin C 15,5 mg/100g

(Anggraeni dan Sian, 2004).

2.1.4 Manfaat Kulit Pisang

Jumlah kulit pisang yang cukup banyak akan memiliki nilai jual yang

menguntungkan apabila bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan melalui

10
cara pengolahan yang cukup sederhana. Kandungan karbohidrat dalam kulit buah

pisang yang cukup tinggi masih bisa dimanfaatkan menjadi berbagai macam produk

(Albaasith,dkk., 2014). Berikut adalah beberapa produk yang dihasilkan dari

pemanfaatan kulit pisang :

1. Sirup Glukosa

Kandungan karbohidrat dalam kulit buah pisang cukup tinggi sehingga masih

bisa dimanfaatkan menjadi berbagai macam produk salah satunya adalah sirup

glukosa. Sirup glukosa banyak digunakan sebagai pemanis dalam industri makanan

dan minuman (Rahmayanti, 2010). Sirup glukosa sebagai hasil industri

mempunyai banyak manfaat diantaranya bahan dasar industri kimia, farmasi dan

agroindustri lain (Albaasith,dkk., 2014).

2. Pembuatan Bioetanol

Bioetanol merupakan cairan hasil proses fermentasi glukosa dari sumber

karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Produksi bioetanol dari

tanaman yang mengandung karbohidrat dilakukan melalui proses konversi

kerbohidrat menjadi glukosa dengan beberapa metode diantaranya dengan

hidrolisis asam dan enzimatis. Glukosa yang diperoleh selanjutnya dilakukan

proses fermentasi sehingga diperoleh bioetanol (Dyah dan Wasir, 2011).

3.Selai Kulit Pisang

Selai kulit buah pisang merupakan salah satu bentuk inovasi hasil olahan yang

berasal dari limbah pisang yang kaya akan gizi. Selain karena teknologi dan

pengetahuan masyarakat yang telah berkembang pesat, pemanfaatan limbah kulit

11
buah pisang menjadi selai kulit buah pisang merupakan usaha untuk

memaksimalkan pemanfaatan dari buah pisang (Nadia et al., 2021)

4. Produk Nata

Nata merupakan produk makanan yang berasal dari proses fermentasi. Syarat

untuk membuat produk nata secara umum yaitu bahan dasar harus mempunyai

kandungan glukosa (karbohidrat) yang cukup tinggi. Tanpa adanya glukosa

(karbohidrat) nata tidak dapat terbentuk (Agus Purwanto, 2012). Kulit pisang

ditinjau dari kandungan unsur gizinya ternyata mempunyai kandungan karbohidrat

yang cukup tinggi, yaitu 18,50 g dalam 100 g bahan, sehingga kulit pisang juga

dapat dijadikan sebagai bahan dasar dalam proses pembuatan produk nata (Suprapti

dalam Purwanto 2012).

2.2 Glukosa

2.2.1 Pengertian Glukosa

Glukosa adalah salah satu monosakarida sederhana yang mempunyai

rumus molekul C6H12O6 atau H-(C=O)-(CHOH) 5-H, dengan lima gugus hidroksi

tersusun spesifik pada enam atom karbon Kata glukosa diambil dari bahasa Yunani

yaitu glukus yang mempunyai arti manis, karena memang faktanya glukosa

mempunyai rasa manis. Glukosa merupakan bentuk karbohidrat yang sederhana

atau sering disebut gula sederhana (Andragogi et al., 2018).

Glukosa biasanya digunakan sebagai bahan tambahan yang bermanfaat

sebagai pemanis (Adna Ridhani & Aini, 2021). Nama lain dari glukosa antara lain

dekstrosa, D-glukosa, atau gula buah karena glukosa banyak terdapat pada buah-

buahan.

12
2.2.2 Pembentukan Glukosa

Di alam, glukosa dihasilkan dari reaksi antara karbondioksida dan air

dengan bantuan sinar matahari dan klorofil dalam daun. Proses ini disebut

fotosintesis dan glukosa yng terbentuk terus digunakan utuk pembentukan amilum

atau selulosa.

6 CO2 + 6 H2O → C6H12O6 + 6 O2

Amilum terbentuk dari glukosa dengan jalan penggabungan molekul-molekul

glukosa yang membentuk rantai lurus maupun bercabang dengan melepaskan

molekul air. n C6H12O6 → (C6H10O5)n + n H2O ( Habibana, 2013).

2.2.3 Pemerian Glukosa

Berdasarkan Farmakope Indonesia (Edisi V Hal. 296 :2014) , glukosa

adalah suatu gula yang diperoleh dari hidrolisis pati. Mengandung Suatu molekul

air hidrat atau anhidrat. Rumus molekul : C6H12O6.

a. Nama kimia : Glukosa

b. Pemerian : hablur tidak bewarna, serbuk hablur atau serbuk granul putih;

tidak berbau; rasa manis.

c. Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air mendidih; mudah larut dalam

air; larut dalam etanol mendidih; sukar larut dalam etanol.

13
Gambar 2.2 Struktur Glukosa

2.3 Metode Nelson-Somogyi

Metode Nelson-Somogyi merupakan metode penetapan kadar gula

pereduksi, dimana prinsipnya, gula pereduksi akan mereduksi ion Cu2+ menjadi

ion Cu+, kemudian ion Cu+ ini akan mereduksi senyawa arsenomolibdat

membentuk kompleks berwarna biru kehijauan (Nelson dalam Al-kayyis & Susanti,

2016).

Metode Nelson-Somogyi adalah uji kuantitatif yang digunakan untuk

memastikan kemampuan penurunan kadar glukosa dengan metode spektrofotometri

menggunakan reagen Nelson dan arsenomolibdat (Suprijono et al., 2018). Selain

itu, Nelson-Somogyi merupakan metode penetapan kadar gula pereduksi, dimana

prinsip dari reaksi antara glukosa dan reagen Nelson adalah penambahan reagen

Nelson pada sampel yang telah ditambah dengan baku glukosa akan mereduksi ion

Cu+ sehingga membentuk asam glukonat dan endapan kupro oksida. Endapan

kupro oksida tersebut akan dilarutkan oleh penambahan reagen arsenomolibdat dan

membentuk senyawa komplek kupri dengan molibdat yang berwarna biru

kehijauan. Warna yang terbentuk selanjutnya diukur absorbansinya dengan

spektrofotometeri UV-Vis pada panjang gelombang maksimal (Pratiwi et al.,

2018). Keunggulan metode Nelson-Somogyi ini mudah diterapkan pada

pengukuran sampel yang mengandung glukosa dengan hasil lebih spesifik serta

faktor pengganggu dapat dikendalikan serta memiliki kepekaan lebih besar

sehingga disarankan untuk analisa gula pereduksi (Pratiwi et al., 2018).

14
2.4 Spektrofotometer UV-Vis

2.4.1 Pengertian spektrofotometri UV- Vis

Spektrofotometri Sinar Tampak (UV-Vis) adalah alat pengukuran energi

cahaya oleh suatu sistem kimia pada panjang gelombang tertentu. Sinar 15

ultraviolet (UV) mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, dan sinar

tampak (visibel) mempunyai panjang gelombang 400-800 nm. Spektrofotometri

digunakan untuk mengukur besarnya energi yang diabsorbsi atau diteruskan. Sinar

radiasi akan melewati larutan yang mengandung zat yang dapat menyerap sinar

radiasi tersebut ( Harmita, 2004; Hanifah 2019).

Kelebihan spektrofotometer dengan fotometer adalah panjang gelombang dari

sinar putih dapat lebih di deteksi dan cara ini diperoleh dengan alat pengurai seperti

prisma, grating atau celah optis. Pada fotometer filter dari berbagai warna yang

mempunyai spesifikasi melewatkan trayek pada panjang gelombang tertentu

(Gandjar, 2007). Secara sederhana instrument spektrofotometeri yang disebut

spektrofotometeri terdiri dari :

Sumber cahaya -monokromatis -sel sampel -detector -read out

15
Gambar/12.4/1Pembacaan spektrofotometri

Fungsi masing-masing bagian :

1. Sumber sinar polikromatis berfungsi sebagai sumber sinar polikromatis dengan

berbagai macam rentang panjang gelombang.

2. Monokromator berfungsi sebagai penyeleksi panjang gelombang yaitu mengubah

cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi cahaya monokromatis.

Pada gambar di atas disebut sebagai pendispersi atau penyebar cahaya. dengan

adanya pendispersi hanya satu jenis cahaya atau cahaya dengan panjang gelombang

tunggal yang mengenai sel sampel. Pada gambar di atas hanya cahaya hijau yang

melewati pintu keluar. Proses dispersi atau penyebaran cahaya.

3. Sel sampel berfungsi sebagai tempat meletakan sampel UV, VIS dan UV-VIS

menggunakan kuvet sebagai tempat sampel. Kuvet biasanya terbuat dari kuarsa

atau gelas.

4. Detektor berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan

mengubahnya menjadi arus listrik.

16
5. Read out merupakan suatu sistem baca yang menangkap besarnya isyarat listrik

yang berasal dari detektor.

2.4.2 Prinsip Kerja Spektrofotometri Uv-Vis

Prinsip kerja dari Spektrofotometri UV-Vis apabila cahaya monokromatik

jatuh pada suatu medium homogeny, maka sebagian dari cahaya akan dipantulkan

dan sebagaianya lagi akan diteruskan. Nilai yang keluar dari cahaya yang

diteruskan dinyatakan dalam nilai absorbansi karena memiliki hubungan dengan

konsentrasi sampel (Hanifah, 2019).

Spektrum absorbsi dalam daerah-daerah ultra ungu dan sinar tampak

umumnya terdiri dari satu atau beberapa pita absorbs yang lebar, semua molekul

dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-Visible. Oleh karena itu mereka

mengandung elektron, baik yang dipakai bersama atau tidak, yang dapat dieksitasi

ketingkat yang lebih tinggi. Panjang gelombang pada waktu absorbsi terjadi

tergantung pada bagaimana erat elektron terikat di dalam molekul. Elektron dalam

satu ikatan kovalen tunggal erat ikatanya dan radiasi dengan energi tinggi, atau

panjang gelombang pendek, diperlukan eksitasinya (Wunas, 2011).

Panjang gelombang Warna yang diabsirpsi Warna yang dipantulkan

(complementer)

340 – 150 Lembayung Kuning – hijau

450 – 495 Biru Kuning

495 – 570 Hijau Violet

570 – 590 Kuning Biru

17
590 – 620 Jingga Hijau – biru

620 – 750 Merah Biru – hijau

2.4 Tabel warna pada Spektrofotometri

Keuntungan utama metode spektrofotometri adalah bahwa metode ini

memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil.

Selain itu, hasil yang diperoleh cukup akurat, dimana angka yang terbaca langsung

dicatat oleh detector dan tercetak dalam bentuk angka digital ataupun grafik yang

sudah diregresikan (Yahya S,2013).

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam spektrofotometri adalah :

1. Pada saat pengenceran alat alat pengenceran harus betul-betul bersih tanpa

adanya zat pengotor

2. Dalam penggunaan alat-alat harus betul-betul steril

3. Jumlah zat yang dipakai harus sesuai dengan yang telah ditentukan

4. Dalam penggunaan spektrofotometri uv, sampel harus jernih dan tidak

keruh

5. Dalam penggunaan spektrofotometri Uv-Vis, sampel harus berwarna.

2.4.3 Hukum Lambeert-Beer

Hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan linearitas antara absorban

dengan konsentrasi larutan analit dan berbanding terbalik dengan transmitan. Dalam

hukum Lambert-Beer tersebut ada beberapa pembatas yaitu, sinar yang digunakan

18
dianggap monokromatis, penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai

penampang yang sama, senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak

tergantung terhadap yang lain, tidak terjadi fluorensensi atau fosforisensi, indeks bias

tidak tergantung pada konsentrasi larutan. Hukum Lambert-Beer dinyatakan dalam

persamaan :

A = a.b.c g/liter atau A= ε.b.C mol/liter./1

Keterangan:

A-absorban(serapan)

a-absorpsivitas molar (g -1 cm -1)

c = konsentrasi (g. l -1)

ε = absortivitas molar (M - 1 cm - 1)

Jadi, dengan Hukum lambert-Beer, konsentrasi dapat dihitung dari

ketebalan sel dan serapan. Absorptivitas merupakan suatu tetapan dan spesifik untuk

setiap molekul pada panjang gelombang dan pelarut tertentu. Absorptivitas spesifik

juga sering digunakan sebagai ganti absorptivitas (Roth dan Blaschke, 1981). Harga

ini memberikan serapan larutan 1 % (b/v) dengan ketebalan sel 1 cm, sehingga dapat

diperoleh persamaan sebagai berikut:

A= A11 .b.C

Dimana: A11 = absorptivitas spesifik (ml g - 1 cm - 1 )

b = ketebalan sel (cm)

C = konsentrasi senyawa terlarut ( g / 100 ml larutan)

19
2.5 Metode Validasi

Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu,

berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut

memenuhi persyaratan untuk penggunaanya (Harmita, 2004).

Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi

metode adalah akurasi, presisi, spesifitas, batas deteksi, batas kuantitatis, linearitas

dan rentang.

1. Kecermatan (Akurasi)

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis

dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen

perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan

dengan dua cara yaitu metode penambahan bahan baku (Harmita, 2004).

2. Keseksamaan (Presisi)

Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian anatara

hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika

prosedur diterapkan secara berulang pada sampel yang diambil dari campuran

homogen. Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif

(koefisien variasi). Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai keterulangan atau

ketertiruan dari prosedur analisis (Harmita, 2004).

3. Seleksifitas (Spesifitas)

20
Selektifitas (Spesifisitas) adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat

tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang

mungkin ada dalam matriks sampel. Selektifitas seringkali dapat dinyatakan sebagai

derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang

mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis,

senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak

mengandung bahan lain yang ditambahkan (Harmita, 2004).

4. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Limit (batas) deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat

dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko.

Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan parameter

pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang

masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).

5. Linearitas dan Rentang Linearitas

Linearitas dan Rentang Linearitas Adalah kemampuan metode analisis yang

memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi

matematik yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel.

Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah

ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang

dapat diterima (Harmita, 2004)

21
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian dengan

melakukan suatu percobaan yang bertujuan untuk menentukan kadar glukosa yang

terkandung pada kulit buah pisang barangan ( Musa acuminata Linn) dengan

metode Nelson-Somogyi.

3.2 Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Fakultas Farmasi dan

Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada

bulan Maret 2023 - April 2023.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian limbah kulit buah pisang barangan ( Musa acuminata

Linn.) yang diperoleh dari limbah restoran di sekitar Petisah, Medan, Sumatrera

Utara.

3.3.2 Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit buah pisang barangan

yang diambil dari limbah restoran sekitar Petisah.

3.4 Alat dan Bahan

22
3.4.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spektrofotometer

Shimadzou UV 1800, blender, pipet tetes, water batch, labu ukur, neraca analitik,

gelas kimia, kassa, kertas saring, spatual, batang pengaduk, pipet ukur, bola hisap,

tabung reaksi, corong kaca dan alat-alat gelas lain yang diperlukan.

3.4.2 Bahan

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah kulit pisang barangan,

daging buah pisang barangan, aquadest, CaCO3, bahan kimia berupa glukosa, Pb-

asetat, pereaksi Molish, H2SO4 p, reagen Benedict, larutan arsenomolibdat,

Na2CO3. Anhidrat, KNa. Tartrat, NaHCO3, Na2SO4, CuSO4. 5H2O.

3.5 Pembuatan Pereaksi

3.5.1 Pembuatan Larutan Nelson

1. Reagen Nelson A

Menimbang 1,5 gram garam rochelle, 3 gram Na2CO3 anhidrat, 2 gram

NaHCO3, 18 gram Na2SO4 anhidrat. Semua bahan tersebut kemudian dilarutkan

dengan aquadest dengan sedikit air di beaker glass. Selanjutnya larutan tersebut

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, ditera dengan aquadest hingga batas

meniskus labu ukur (Maghfiroh & Agustini, 2013)

2. Reagen Nelson B

Menimbang 2 gram CuSO4.5H2O, lalu dilarutkan dalam sedikit aquades di

beaker glass. Ditambah 18 gram Na2SO4 dan 2 tetes H2SO4 pekat, lalu tera

dengan aquades pada labu ukur 100 ml (Maghfiroh & Agustini, 2013)

23
3. Pembuatan reagen Cu alkalis

Larutan Cu alkalis merupakan campuran dari reagen Nelson A dan B

dengan perbandingan volume 4:1 (Maghfiroh & Agustini, 2013)

3.6 Prosedur Penelitian

3.6.1 Penyiapan Sampel

1. Sampel Kulit Buah Pisang Barangan (Musa acuminata Linn)

Sebanyak 500 gram kulit buah pisang barangan (Musa acuminata Linn)

dicuci dengan air mengalir, lalu ditiriskan. Selanjutnya dikeringkan diudara terbuka

terhindar dari sinar matahari langsung, setelah kering kerok bagian putih pada kulit

pisang kemudian ditimbang kembali sebanyak 100 g kemudian tambahkan aquadest

sebanyak 200 ml lalu dihaluskan menggunakan blender. Saring dengan kassa, ambil

filtratnya (Haristantya,2018).

2. Sampel Daging Buah Pisang Barangan (Musa acuminata Linn)

Sebanyak 100 g daging buah pisang barangan (Musa acuminata Linn)

dihaluskan menggunakan blender kemudian ditambahkan aquadest sebanyak 200

ml lalu dihaluskan menggunakan blender. Saring dengan kassa, ambil filtratnya

(Haristantya,2018).

3.4.3 Penyiapan Larutan Sampel

Dari larutan sampel yang diperoleh ditambahkan 1 g CaCO3 agar asam-

asam yang terdapat dalam sampel tidak menghidrolisa glukosa yang ada selama

pemanasan dan didihkan selama 30 menit. Pemanasan sampel diperlukan untuk

menginaktivasi enzim-enzim penghidrolisa glukosa. Selama pendidihan

24
ditambahkan aquadest secukupnya agar volumenya tetap (200 ml). Larutan

didinginkan, ditambah pelan-pelan 5 ml larutan Pb-asetat sampai larutan jernih

berfungsi untuk menghilangkan pigmen, senyawa berwarna dan senyawa koloid,

kemudian larutan dipindahkan ke labu takar 500 ml, ditambahkan aquadest sampai

tanda batas, dicampur sampai merata dan disaring dengan kertas saring. Larutan

ditambahkan 1 g natrium oksalat kering untuk menghilangkan kelebihan Pb-asetat,

dicampur sampai merata selanjutnya disaring kembali dan diperoleh filtrat jernih.

Preparasi sampel dilakukan 3 kali replikasi (Sartika, 2011).

3.7 Analisis Kualitatif Glukosa pada Kulit Pisang Barangan

3.7.1 Uji Molish

Sebanyak 1ml larutan sampel ditambahkan 3 ml H2SO4 p, kemudian

tambahkan 1mL pereaksi Molisch ( α-naftol dalam Etanol 96%) campur dengan

baik. Jika terbentuk cincin berwarna ungu, maka sampel positif mengandung gula

(Poedjiadi, 2009).

3.7.2 Uji Benedict

1ml larutan sampel ditambahkan reagen Benedict, gojok. Kemudian larutan

didihkan dengan menggunakan api kecil dan dinginkan perlahan-lahan. Hasil akhir

yaitu terbentuk endapan merah bata jika sampel mengandung gula pereduksi

(Poedjiadi, 2009).

3.7.3 Uji Barfoed

25
1ml larutan sampel hasil ekstraksi ditambahkan pereaksi Barfoed campur

dengan baik. Larutan didihkan dengan api kecil, perhatikan endapan merah yang

terbentuk dan catat waktu pembentukannya (Poedjiadi, 2009).

3.8 Analisis Kuantitatif Glukosa ( Nelson-Somogyi)

3.8.1 Pembuatan Larutan Glukosa Standar

Ditimbang 20 mg glukosa anhidrat dan dilarutkan dengan akuades sampai

volume 100 ml (larutan glukosa 0.2 mg/ml). Dipipet 25 ml larutan lalu diencerkan

dengan akuades sampai volume 100 ml (larutan glukosa 0.05 mg/ml)(Nurmala

Sari., 2019)

3.8.2 Penentuan Operating Time

Penentuan OT dilakukan dengan menambahkan 1 ml larutan standar

glukosa konsentrasi 0,05 mg/ml dengan 1,0 ml reagen Cu alkalis (Campuran reagen

Nelson A dan B). Kemudian larutan digojok dan larutan dipanaskan di atas

waterbath dengan suhu 100°C selama 20 menit. Kemudian larutan digojok dan

larutan dipanaskan kembali di atas waterbath dengan suhu 100°C selama 10 menit.

Larutan ditambah NaOH 1N sebanyak ±4mL sampai pH larutan 7-8. Baca

absorbansi pada lamda 740nm selama 1 jam (Nelson dalam Al-kayyis & Susanti,

2016).

3.8.3 Penentuan panjang gelombang absorbansi maksimum

Dipipet 1 ml larutan glukosa 0.05 mg/ml kedalam tabung reaksi, lalu

ditambahkan 1 ml pereaksi Nelson. Kemudian ditutup dengan kapas dan

dipanaskan pada waterbath sampai mendidih selama 30 menit lalu didinginkan.

Kemudian, ditambahkan 1 ml larutan arsenomolibdat lalu dikocok hingga semua

26
endapan larut. Ditambahkan 7 ml akuades lalu kocok hingga homogen. Diukur

serapan panjang gelombang pada 400-800 nm (Pratiwi dalam Nurmala Sari., 2019).

Maka diperoleh panjang gelombang maksimum yang didapat 761 nm (Nurmala

Sari., 2019).

3.8.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi Glukosa

Pembacaan kurva baku dilakukan dengan menambahkan 1 mL larutan

standar glukosa konsentrasi 0 (lar. blanko); 0,025; 0,03; 0,035; 0.04; 0,045; 0,05;

0,055 (mg/mL) (Nelson dalam Al-kayyis & Susanti, 2016). Ditambahkan 1 ml

larutan Nelson kemudian dipanaskan selama 30 menit dan didinginkan.

Ditambahkan 1 ml larutan arsenomolibdat lalu dikocok hingga semua endapan

larut. Ditambahkan 7 ml akuades lalu kocok hingga homogen. Diukur serapannya

pada panjang gelombang 761 nm. Kemudian dibuat kurva standar yang

menunjukkan hubungan antara konsentrasi glukosa standard dan absorbansi

(Pratiwi dalam Nurmala Sari., 2019).

3.8.6 Penetapan kadar glukosa pada kulit buah pisang dengan metode

Nelson-Somogyi

Dipipet 1 ml filtrat lalu diencerkan dalam labu ukur 50 ml dan diambil 1 ml

untuk dianalisa. Ditambahkan 1 ml larutan Nelson kemudian dipanaskan hingga

mendidih selama 30 menit dan didinginkan. Ditambahkan 1 ml larutan

arsenomolibdat lalu dikocok. Kemudian ditambahkan 7 ml akuades dan Diukur

serapannya pada panjang gelombang 761 nm sehingga dapat dihitung kadar gula

reduksinya (Pratiwi dalam Nurmala Sari.,2019).

27
3.8.6 Penetapan kadar glukosa pada daging buah pisang dengan metode

Nelson-Somogyi

Dipipet 1 ml filtrat lalu diencerkan dalam labu ukur 50 ml dan diambil 1 ml

untuk dianalisa. Ditambahkan 1 ml larutan Nelson kemudian dipanaskan hingga

mendidih selama 30 menit dan didinginkan. Ditambahkan 1 ml larutan

arsenomolibdat lalu dikocok. Kemudian ditambahkan 7 ml akuades dan Diukur

serapannya pada panjang gelombang 761 nm sehingga dapat dihitung kadar gula

reduksinya (Pratiwi dalam Nurmala Sari.,2019).

3.9 Analisis data

Data berupa absobansi dan sampel kemudian dimasukkan dalam persamaan

regresi linier antara konsentrasi dengan absorbansi kemudian diketahui nilai a, b, r.

Nilai r harus mendekati ± 1 agar kurva yang dihasilkan linier, r yang baik yaitu

0,999 artinya korelasi yang sangat kuat diantara dua variabel, yaitu variabel X

sebagai konsentrasi dan variabel Y sebagai absorbansi (Riyanto, 2011).

Kadar glukosa dihitung dengan rumus :

y = bx + a

dimana:

x : konsentrasi (ppm)

y : absorbansi

b : koefisien regresi

a : tetapan regresi

28
Koefisien variasi (%KV) adalah perbandingan antara seimpangan kadar glukosa

dengan rata-rata kadar sampel buah apel yang dinyatakan dalam %. Tujuan dihitung

%KV yaitu untuk mengetahui kesesuaian hasil kadar satu dengan yang lain dari

suatu seri pengukuran yang diperoleh dari sampling acak secara berulang-ulang dari

sampel yang homogen (Anissa, 2017). Nilai %KV dinyatakan baik apabila kurang

dari 2% (Snyder dkk, 2010). Koefisien variasi dirumuskan sebagai berikut :

29
30
31

Anda mungkin juga menyukai