Anda di halaman 1dari 23

PROPOSAN PENELITIAN

PEMBUATAN BIOETANOL DARI KULIT PISANG

KELOMPOK 3

KELAS : XII MIPA 2


GURU P. : RUSLAS, S.Si

ANGGOTA :

 NANDA ZAITUN MANDINGA

 NUR SAFITRI

 NURHASANAH

 NUR INSANIA

 NURUL ANDRIYANI

 NURUL KHAIRIYAH

 RADIYATAN MARDIYAH

 RESTI AULIA

 SHOFYATUN ZAHRA

 SURYA NUR HANAFIAH

 WULAN JUNIARTI

SMA NEGERI 1 BOLO

TAHUN AJARAN 2020/2021


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di
dunia dengan tingkat kebutuhan energi yang besar. Semakin bertambahnya jumlah
populasi di dunia dan meningkatnya jenis kebutuhan manusia seiring dengan
berkembangnya zaman, mengakibatkan kebutuhan akan energi semakin
meningkat sehingga persediaan energi khususnya energi yang tidak dapat
diperbarui (Unrenewable Energy) semakin berkurang kuantitasnya, bahkan lama-
kelamaan akan habis. Produksi minyak Indonesia tahun 2006 sebanyak 322,2 juta
barel, dan pada tahun 2009 menurun menjadi 301,8 juta barel. Pada tahun 2012
produksi minyak Indonesia kembali mengalami penurunan menjadi 279,4 juta
barel, hal ini menunjukan bahwa teori di atas adalah benar. Indonesia sendiri
merupakan salah satu negara penghasil minyak bumi di dunia namun sejak tahun
2003 sampai saat ini masih mengimpor bahan bakar minyak (BBM) untuk
mencukupi kebutuhan nasional (Yuhals 2013).
Untuk mengurangi ketergantungan pada sumber daya energi konvensional
bahan bakar fosil (minyak/gas bumi dan batu bara) sebagai sumber energi yang
tidak terbarukan dengan segala permasalahannya, terutama kenaikan harganya
(price escalation) secara global setiap terjadinya krisis energi sebagai akibat dari
faktor-faktor seperti cadangan yang berkurang sesuai dengan umur eksploitasinya,
permintaan yang meningkat, jaminan pasokan (supply security) yang terbatas dan
pembatasan produksi serta penilaian dampak lingkungan yang ketat terhadap
pemanasan global (global warming), yang semuanya dikaitkan dengan
kepentingan politik maka negara-negara pengguna bahan bakar fosil manapun
termasuk Indonesia, tentu akan melihat kepada sumber-sumber energi lainnya
sebagai bahan bakar alternatif atau pengganti asalkan potensi sumber dayanya
mudah diperoleh secara lokal supaya harganya lebih murah dan terjangkau.
Bioetanol adalah sebuah bahan bakar alternatif yang diolah dari tumbuhan,
dimana memiliki keunggulan mampu menurunkan emisi CO2 hingga 18
%. Menurut Balai Besar Teknologi Pati (B2TP) ada 3 kelompok tanaman sumber
bioetanol: tanaman yang mengandung pati (seperti singkong, kelapa sawit,
tengkawang, kelapa, kapuk, jarak pagar, rambutan, sirsak, malapari, dan
nyamplung), bergula (seperti tetes tebu atau molase, nira aren, nira tebu, dan nira
surgum manis) dan serat selulosa (seperti batang sorgum, batang pisang, jerami,
kayu, dan bagas). Seluruh bahan baku itu semuanya ada di Indonesia. Bahan yang
mengandung pati, glukosa, dan serat selulosa ini bisa dimanfaatkan sebagai bahan
bakar. Kulit pisang merupakan limbah yang banyak mengandung serat selulosa
sehingga lebih efisien digunakan dari pada buahnya yang memiliki nilai jual yang
tinggi. Dari hal tersebut di atas, maka penulis merasa tertarik untuk berusaha
mencoba pengadaan sumber energi alternatif yang ramah terhadap lingkungan.

B. Perumusan Masalah
Kulit pisang seharusnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan bioetanol karena banyak mengandung selulosa. Selulosa yang terdapat
pada kulit pisang jika difermentasikan dengan bakteri Saccharomyces akan
menghasilkan etanol. Proses ini dilakukan dengan variabel waktu dan suhu
pemasakan, konsistensi atau perbandingan antara kulit pisang dan larutan yang di
tambahkan dalam proses pemasakan, konsentrasi asam pada proses fermentasi.
Perlakuan ini dimaksudkan untuk memanfaatkan kondisi operasi yang optimal
sehingga didapatkan hasil yang maksimal. Karena pembentukan bioetanol ini
dipengaruhi oleh waktu peleburan dan juga dipengaruhi oleh konsentrasi glukosa,
maka dari itu peneliti akan memvariasikan waktu fermentasi selulosa tersebut.

C. Batasan Masalah
Penelitian ini pernah dilakukan sebelumnya dengan cara dan metode yang
berbeda, sehingga penelitian ini hanya menitik beratkan pada hasil bioetanol yang
dihasilkan dengan memvariasikan waktu fermentasi dan yeast yang digunakan.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Memanfaatkan bioetanol dari kulit pisang kepok sehingga dapat
dijadikan alternatif bahan bakar premium.
2. Mengetahui berapa persen bioetanol yang dihasilkan dari dari bahan
baku kulit pisang kepok.
3. Menguji bioetanol yang dihasilkan menggunakan kendaraan bermotor.

E. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
potensi kulit pisang kepok sebagai bahan baku pembuatan bioetanol.
2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan masyarakat agar
mengembangkan bioetanol dari kulit pisang kepok sebagai salah satu
sumber energi alternatif untuk mengantisipasi mahalnya minyak premium
di pasaran.
3. Sebagai bahan referensi dan informasi pada penulis lainnya yang tertarik
untuk mengkaji dan meneliti proses pembuatan bioetanol yang ramah
lingkungan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Bioetanol

Bioetanol adalah sebuah bahan bakar alternatif yang diolah dari tumbuhan,
dimana memiliki keunggulan mampu menurunkan emisi CO2 hingga 18 %. Ada 3
kelompok tanaman sumber bioetanol: tanaman yang mengandung pati (seperti
singkong, kelapa sawit, tengkawang, kelapa, kapuk, jarak pagar, rambutan, sirsak,
malapari, dan nyamplung), bergula (seperti tetes tebu atau molase, nira aren, nira
tebu, dan nira surgum manis) dan serat selulosa (seperti batang sorgum, batang
pisang, jerami, kayu, dan bagas) (M. Arif 2011). Bahan yang mengandung pati,
glukosa, dan serat selulosa ini bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar.
Tidak ada perbedaan antara etanol biasa dengan bioetanol yang
membedakannya hanyalah bahan baku pembuatan dan proses maupun
olahan. Buah pisang yang dimakan segar sebagian besar berasal dari golongan
Emusa, yaitu Musa acuminata dan Musa balbisiana (Rizal 2013).
Tanaman pisang termasuk dalam golongan tanaman monokotil tahunan
berbentuk pohon yang tersusun atas batang semu. Batang semu ini merupakan
tumpukan pelepah daun yang tersusun secara rapat teratur. Percabangan tanaman
bertipe simpodial dengan meristem ujung memanjang dan membentuk bunga lalu
buah. Bagian bawah batang pisang menggembung berupa umbi yang disebut
pembuatannya. maupun olahan. Buah pisang yang dimakan segar sebagian besar
berasal dari golongan Emusa, yaitu Musa acuminata dan Musa balbisiana (Rizal
2013).
Tanaman pisang termasuk dalam golongan tanaman monokotil tahunan
berbentuk pohon yang tersusun atas batang semu. Batang semu ini merupakan
tumpukan pelepah daun yang tersusun secara rapat teratur. Percabangan tanaman
bertipe simpodial dengan meristem ujung memanjang dan membentuk bunga lalu
buah. Bagian bawah batang pisang menggembung berupa umbi yang disebut
bonggol. Pucuk lateral muncul dari kuncup pada bonggol yang selanjutnya
tumbuh menjadi tanaman pisang. Buah pisang umumnya tidak berbiji atau bersifat
partenokarpi. Tanaman pisang dapat ditanam dan tumbuh dengan baik pada
berbagai macam topografi tanah, baik tanah datar ataupun tanah miring.
Produktivitas pisang yang optimum akan dihasilkan pisang yang ditanam pada
tanah datar pada ketinggian di bawah 500 m di atas permukaan laut (dpl) dan
0 0
keasaman tanah pada pH 4.5-7.5. Suhu harian berkisar antara 25 C-27 C
dengan
curah hujan 2000-3000 mm/tahun (Rizal 2013).

B. Kandungan Kimia Dalam Kulit Pisang


Buah pisang banyak mengandung karbohidrat baik isinya maupun
kulitnya. Pisang mempunyai kandungan khrom yang berfungsi dalam
metabolisme karbohidrat dan lipid. Khrom bersama dengan insulin memudahkan
masuknya glukosa ke dalam sel-sel. Kekurangan khrom dalam tubuh dapat
menyebabkan gangguan toleransi glukosa (Kusnoputranto 1996). Umumnya
masyarakat hanya memakan buahnya saja dan membuang kulit pisang begitu saja.
Di dalam kulit pisang ternyata memiliki kandungan vitamin C, B, kalsium,
protein, dan juga lemak yang cukup. Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa
komposisi kulit pisang banyak mengandung air yaitu 68,90 % dan karbohidrat
sebesar 18,50 %. Hasil penelitian tim Universitas Kedokteran Taichung Chung
Shan, Taiwan, memperlihatkan bahwa ekstrak kulit pisang ternyata berpotensi
mengurangi gejala depresi dan menjaga kesehatan retina mata. Selain kaya
vitamin B6, kulit pisang banyak mengandung serotonin yang sangat vital untuk
menyeimbangkan mood. Selain itu, ditemukan pula manfaat ekstrak pisang untuk
menjaga retina dari kerusakan cahaya akibat regenerasi retina. Dalam studi klinis
yang dilakukan, para peneliti membandingkan efek ekstrak kulit pisang bagi
retina mata pada dua kelompok. Pertama adalah kelompok kontrol dan kelompok
kedua adalah responden yang diberi ekstrak kulit pisang dan mereka dipapari
cahaya selama enam jam dalam dua hari. Hasilnya, yang tidak mendapat ekstrak
kulit pisang sel retinanyamenjadimati.
sedangkan kelompok lainnya retinanya tidak mengalami kerusakan. Sementara itu
untuk mengatasi depresi, para peneliti menyarankan untuk meminum air rebusan
kulit pisang atau membuatnya dalam bentuk jus segar selama beberapa kali dalam
seminggu karena dalam kulit pisang terdapat sumber vitamin B6 yang
dibutuhkan untuk membuat serotonin dalam otak. Serotonin berfungsi
mengurangi rasa sakit, menekan nafsu makan, menimbulkan relaks, dan
mengurangi ketegangan. Salah satu contoh gambar kulit pisang yang tidak
dimanfaatkan lagi dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kulit Pisang


Kulit pisang mengandung vitamin C, vitamin B, kalsium, protein, dan juga lemak,
serta karbohidrat yang cukup (Sulffahri 2008). Komposisi lain kulit pisang dapat
dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 komposisi kimia dari beberapa kulit pisang
Kulit pisang Kulit pisang Kulit pisang raja
Analisis nangka (%) kepok (%) (%)

Kadar air 11,07 11,09 11,46

Kadar abu 5,54 4,82 5,74

Kadar lemak 11,58 16,47 19,20

Kadar protein 9,87 5,92 7,29

Kadar serat kasar 14,61 20,96 19,49

Kadar karbohidrat 47,33 40,74 36,82

Total 100 100 100

Kadar selulosa 17,36 14,04 13,53

Kadar lignin 20,90 33,79 32,24


Sumber : Direktorat Gizi Dept. Kesehatan RI, 1981

Tabel kandungan kulit pisang


Unsur Komposisi
Air 69,80 %
Karbohidrat 18,50%
Lemak 2,11%
Protein 0,32%
Kalsium 715mg/100gr
Pospor 117mg/100gr
Besi 0,6mg/100gr
Vitamin B 0,12mg/100gr
Vitamin C 17,5mg/100gr

Karbohidrat adalah senyawa organik yang mengandung atom karbon,


hidrogen dan oksigen yang berfungsi sebagai asupan energi utama, dimana tiap
gramnya menghasilkan 4 kalori (17 kilojoule) energi pangan per gram. Pada
umumnya unsur hidrogen dan oksigen dalam komposisi menghasilkan H 2O.
Di dalam tubuh, karbohidrat dapat dibentuk dari beberapa asam amino dan
sebagian dari gliserol lemak. Akan tetapi sebagian besar karbohidrat diperoleh dari
bahan makanan yang dikonsumsi sehari-hari, terutama sumber bahan
makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.
Karbohidrat atau Hidrat Arang yang dikandung oleh kulit pisang adalah amilum.
Amilum atau pati ialah jenis polisakarida karbohidrat (karbohidrat kompleks).
Amilum (pati) tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau.
Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan
kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang.
Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting.
Amilum merupakan sumber energi utama bagi orang dewasa di seluruh penduduk
dunia, terutama di negara berkembang oleh karena dikonsumsi sebagai bahan
makanan pokok. Disamping bahan pangan kaya akan amilum juga mengandung
protein, vitamin, serat dan beberapa zat gizi penting lainnya.
Amilum (Pati) tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan
amilopektin dalam komposisi yang berbeda-beda yaitu 10-20% amilosa dan 80-
90% amilopektin. Amilosa tersusun dari molekul-molekul α-glukosa dengan
ikatan glikosida α-(1-4) membentuk rantai linier. Sedangkan amilopektin terdiri
dari rantai-rantai amilosa (ikatan α(1-4)) yang saling terikat membentuk cabang
dengan ikatan glikosida α-(1-6). Amilosa memberikan sifat keras (pera)
sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Amilosa memberikan warna
ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin tidak bereaksi. Penjelasan untuk
gejala ini belum pernah bisa tuntas dijelaskan. Amilopektin dapat memiliki
jumlah molekul glukosa mulai dari ratusan sampai puluhan ribu.Sementara
amilosa rata-rata terdiri dari 1000 molekul glukosa. Stuktur kimia amilum (pati)
secara pasti belum diketahui namun diduga bahwa bagian luar dari butiran
amilum sebagai amilosa sedangkan bagian dalam butirannya sebagai amilopektin
(Johari, Rachmati, 2006)
Amilum adalah jenis polisakarida (karbohidrat komplek). Polisakarida
merupakan senyawa karbohidrat kompleks, dapat mengandung lebih dari 60.000
molekul monosakarida yang tersusun membentuk rantai lurus ataupun bercabang.
Polisakarida rasanya tawar (tidak manis), tidak seperti monosakarida dan
disakarida. Pemecahan karbohidrat (misalnya pati) menghasilkan mono- dan
disakarida, terutama glukosa.
Amilum adalah jenis polisakarida (karbohidrat komplek). Polisakarida
merupakan senyawa karbohidrat kompleks, dapat mengandung lebih dari 60.000
molekul monosakarida yang tersusun membentuk rantai lurus ataupun bercabang.
Polisakarida rasanya tawar (tidak manis), tidak seperti monosakarida dan
disakarida. Pemecahan karbohidrat (misalnya pati) menghasilkan mono- dan
disakarida, terutama glukosa.
Glukosa (C6H12O6, berat molekul 180.18) adalah heksosa-monosakarida yang
mengandung enam atom karbon. Glukosa merupakan aldehida (mengandung
gugus -CHO). Lima karbon dan satu oksigennya membentuk cincin yang disebut
"cincin piranosa", bentuk paling stabil untuk aldosa berkabon enam. Dalam cincin
ini, tiap karbon terikat pada gugus samping hidroksil dan hidrogen kecuali atom
kelimanya, yang terikat pada atom karbon keenam di luar cincin, membentuk
suatu gugus CH2OH. Struktur cincin ini berada dalam kesetimbangan
dengan bentuk yang lebih reaktif, yang proporsinya 0,0026% pada pH 7. Glukosa
dan fruktosa diikat secara kimiawi menjadi sukrosa. Pati, selulosa, dan glikogen
merupakan polimer glukosa umum polisakarida.
Glukosa sangat penting dalam produksi protein dan dalam metabolisme
lipid. Karena pada sistem saraf pusat tidak ada metabolisme lipid, jaringan ini
sangat tergantung pada glukosa. Glukosa diserap ke dalam peredaran darah
melalui saluran pencernaan. Sebagian glukosa ini kemudian langsung menjadi
bahan bakar sel otak, sedangkan yang lainnya menuju hati dan otot, yang
menyimpannya sebagai glikogen ("pati hewan") dan sel lemak, yang
menyimpannya sebagai lemak. Glikogen merupakan sumber energi cadangan
yang akan dikonversi kembali menjadi glukosa pada saat dibutuhkan lebih banyak
energi. Meskipun lemak simpanan dapat juga menjadi sumber energi cadangan,
lemak tak pernah secara langsung dikonversi menjadi glukosa. Fruktosa dan
galaktosa, gula lain yang dihasilkan dari pemecahan karbohidrat, langsung
diangkut ke hati, yang mengkonversinya menjadi glukosa.
C. Ragi roti (Saccharomyces cerevisiae)
Saccharomyces adalah genus dalam kerajaan jamur yang mencakup
banyak jenis ragi. Saccharomyces berasal dari bahasa Latin yang berarti gula
jamur. Banyak anggota dari genus ini dianggap sangat penting dalam produksi
makanan. Salah satu contoh adalah Saccharomyces cerevisiae, yang digunakan
dalam pembuatan anggur, roti, dan bir. Anggota lain dari genus ini termasuk
Saccharomyces bayanus, digunakan dalam pembuatan anggur, dan
Saccharomyces boulardii, digunakan dalam obat-obatan. Koloni dari
Saccharomyces tumbuh pesat dan jatuh tempo dalam 3 hari. Mereka rata, mulus,
basah, glistening atau kuyu, dan cream untuk cream tannish dalam warna. Ketidak
mampuan untuk memanfaatkan nitrat dan kemampuan untuk berbagai
memfermentasi karbohidrat adalah karakteristik khas dari Saccharomyces.

Kingdom : Fungi
Subkingdom : Dikarya
Phylum :
Ascomycota
Subphylum : Saccharomycotina
Class : Saccharomycetes
Order : Saccharomycetales
Family :
Saccharomycetaceae Genus :
Saccharomyces
Species : Saccharomyces cerevisiae

Saccharomyces cereviciae yang penting dalam pembuatan roti memiliki


sifat dapat memfermentasikan maltosa secara cepat (lean dough yeast),
memperbaiki sifat osmotolesance (sweet dough yeast), rapid fermentation
kinetics, freeze dan thaw tolerance, dan memiliki kemampuan memetabolisme
substrat. Pemakaian ragi dalam adonan sangat berguna untuk mengembangkan
adonan karena terjadi proses peragian terhadap gula, memberi aroma (alkohol).
Saccharomyces cerevisiae juga telah digunakan dalam beberapa industri lainnya,
seperti industri roti (bakery), industri flavour, (menggunakan ektrak ragi/yeast
extracts), industri pembuatan alcohol (farmasi) dan industri pakan ternak
(Aguskrisno 2011).
D. Fermentasi
Fermentasi merupakan kegiatan mikrobia pada bahan pangan sehingga
dihasilkan produk yang dikehendaki. Mikrobia yang umumnya terlibat dalam
fermentasi adalah bakteri, khamir dan kapang. Contoh bakteri yang digunakan
dalam fermentasi adalah Acetobacter xylinum pada pembuatan nata decoco,
Acetobacter aceti pada pembuatan asam asetat. Contoh khamir dalam fermentasi
adalah Saccharomyces cerevisiae dalam pembuatan alkohol sedang contoh
kapang adalah Rhizopus sp pada pembuatan tempe, Monascus purpureus pada
pembuatan angkak dan sebagainya. Fermentasi dapat dilakukan menggunakan
kultur murni ataupun alami serta dengan kultur tunggal ataupun kultur campuran.
Fermentasi menggunakan kultur alami umumnya dilakukan pada proses
fermentasi tradisional yang memanfaatkan mikroorganisme yang ada di
lingkungan. Salah satu contoh produk pangan yang dihasilkan dengan fermentasi
alami adalah gatot dan growol yang dibuat dari singkong. Tape merupakan produk
fermentasi tradisional yang diinokulasi dengan kultur campuran dengan jumlah
dan jenis yang tidak diketahui sehingga hasilnya sering tidak stabil. Ragi tape
yang bagus harus dikembangkan dari kultur murni.

Kultur murni adalah mikroorganisme yang akan digunakan dalam


fermentasi dengan sifat dan karaktersitik yang diketahui dengan pasti sehingga
produk yang dihasilkan memiliki stabilitas kualitas yang jelas. Dalam proses
fermentasi kultur murni dapat digunakan secara tunggal ataupun secara campuran.
Contoh penggunaan kultur murni tunggal pada fermentasi kecap, yang
menggunakan Aspergillus oryzae pada saat fermentasi kapang dan saat fermentasi
garam digunakan bakteri Pediococcus sp dan khamir Saccharomyces rouxii
(Aguskrisno2011).
E. Suhu
Suhu optimum bagi pertumbuhan Saccharomycescereviseae dan aktivitasinya
adalah 25-35oC. suhumemegang peranan penting, karena secara langsung dapat
mempengaruhi aktivitas Saccharomycescereviseae dan secra tidak langsung
akanmempengaruhi kadar bioethanol yang dihasilkan (Prescott and Dunn, 1959).Pada
penelitian ini pertumbuhan Saccharomycescereviseae dijaga pada suhu 27oC .
F. . Nutrisi
Selain sumber karbon, Saccharomyces cereviseae juga memerlukan sumber
nitrogen, vitamin dan mineral dalam pertumbuhannya. Pada umumnya sebagian
besar Saccharomyces cereviseae memerlukan vitamin seperti biotin dan thiamin
yang diperlukan untuk pertumbuhannya. Beberapa mineral juga harus ada untuk
pertumbuhan Saccharomycescereviseae seperti phospat, kalium, sulfur,
dansejumlah kecil senyawa besi dan tembaga (Prescott and Dunn,1959).
G. pH
pH substrat atau media fermentasi merupakan salah satu faktor yang menentukan
kehidupan Saccharomyces cereviseae. Salah satu sifat Saccharomyces cereviseae
adalah bahwapertumbuhan dapat berlangsung dengan baik pada kondisi pH 4 – 6
(Prescott and Dunn, 1959).
H. . Volume starter
Volume starter yang ditambahkan 3-7% dari volume media fermentasi. Jumlah
volume starter tersebut sangat baik dan efektif untuk fermentasi serta dapat
menghasilkan kadar alcohol yang relative tinggi (Monick, J. A., 1968). Peningkatan
volume starter akan mempercepat terjadinya fermentasi terutama bila digunakan
substrat berkadar tinggi. Tetapi jika volume starter berlebihan akan mengakibatkan
hilangnya kemampuan bakteri untuk hidup sehingga tingkat kematian bakteri
sangat tinggi.
I. waktu fermentasi
Waktu fermentasi yang normal yaitu 3-14 hari, jika waktunya terlalu cepat, bakteri
Saccharomyces cerevisiae masih dalam masa pertumbuhan, dan jika terlalu lama
maka bakteri akan mati dan etanol yang dihasilkan tidak maksimal.
J. konsentrasi gula
Konsentrasi gula yang cocok adalah 10-18 %, jika konsentrasi gulanya rendah
menyebabkan fermentasi tidak optimal sedangkan apabila konsentrasi gulanya
terlalu tinggi akan menyebabkan terhambatnya perkembangan Saccharomyces
cereviseae.
K. Alkohol
Alkohol dapat dihasilkan dari tanaman yang banyak mengandung pati
dengan menggunakan bantuan dari aktivitas mikroba.Bioethanol
merupakan senyawa organik yang mengandung gugus hidroksida dan mempunyai
rumus umum CnHn+1OH.
BABIII
METODEPENELITIAN

A. Alat dan Bahan


Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Alat :
 Kertas pH
 Pipet tetes
 Gelas piala
 Blender
 Batang pengaduk
 Gelas ukur
 Kertas saring
 Oven
 Kompor
 Erlenmeyer
 Labu leher tiga
 Tabung reaksi
 Kaca arloji
 Corong
 Penyumbat gabus
 Autoklav

2. Bahan:
 Kulit pisang raja
 Bakteri Saccharomyces cereviseae
 Larutan H2SO4 0,5 N
 Ammonium sulfat
 Urea
PEMBAHASAN

A.   CARA KERJA

1.      Persiapan Bahan


 Kulit pisang raja
 Dipotong kecil
 Diblender
 Disaring
 Filtrat
 Diendapkan
 Disaring dan dikeringkan pada oven suhu 45-500C
 Analisis kadar air dan kadar pati
2.      Hidrolisis Pati
 Pati kulit pisangDitambahkan H2SO4 0,5 N
 Panaskan sampai suhu 1000C selama 2,5 jam
 Dinginkan pada suhu ruangan
 Saring
 Filtrat
 Atur pada pH = ±5

3.      Fermentasi
 100 mL filtrat
 Dimasukkan dalam erlenmeyer
 Tambahkan 6 gr amonium sulfat
 Tambahkan 6 gr urea
 Pasteurisasi pada suhu 1200C selama 15 menit
 Dinginkan
 Inkolum awal ke dalam medium fermentasi
 Inkubasi pada 27-300C
 Ulangi dengan waktu dan berat pati bervariasi
 Analisis kadar bioetanolnya

4.      Uji kandungan alkohol


 1 mL hasil fermentasi
 Ditambahkan 1 mL Na2Cr2O7
 Ditambahkan 1 tetes H2SO4 pekat
 Amati perubahan yang terjadi
Note: adanya perubahan warna larutan dari oren ke hijau menandakan adanya alkohol di
dalam larutan tersebut.
2.8   DATA PENGAMATAN
Sampel : kulit pisang raja
Waktu fermentasi : 7 hari
Tahapan pelaksanaan Hasil Pengamatan
Pati yang dihasilkan berwarna coklat
Persiapan Bahan
kehitaman dengan berat kurang dari 5 gr
Hidrolisis Pati Filtrat berwarna kecoklatan
Fermentasi

v. ragi 30 mL Filtratnya terdapat keputihan

v.ragi 50 Ml Filtratnya terdapat keputihan


Uji alkohol

v.ragi 30 mL Oren-oren (negatif)

v.ragi 50 mL Oren-oren (negatif)

2.9     PEMBAHASAN
Dalam pratikum mandiri kali ini kami mengangkat sebuah judul yaitu mengenai
“Pembuatan Bioetanol Dari Kulit Pisang Raja”, kulit pisang raja ini mengandung serat
kasar dengan karbohidrat yang tinggi yaitu, senyawa sellulosa. Bioetanol ini dibuat
melalui proses anaerob dengan bantuan mikroba yaitu Saccharomyses cerevisiae dengan
teknik fermentasi.
Proses pembuatan etanol ini dilakukan dengan beberapa tahap yaitu yang pertama
tahap pengambilan pati dari kulit pisang raja tersebut, dimana kulit pisang ini dipotong
kecil-kecil dan diblender, kemudian disaring dan diambil filtratnya. Filtrat tersebut
kemudian diendapkan dan dikeringkan pada oven dengan suhu 45-500 C, sehingga
diperoleh pati pisang raja.
Selanjutnya tahap kedua yaitu hidrolisis pati dari kulit pisang raja. Hidrolisis
merupakan suatu reaksi kimia antara air dengan suatu zat lain yang menghasilkan zat
baru :
(C6H10O5)n + nH2O n(C6H12O6)
Pati air glukosa
dimana pati kulit pisang raja tadi ditambahkan H 2SO4 0,5 N sebanyak 50 ml sebagai
katalisator karena reaksi air dengan pati berlangsung sangat lambat. Kemudian campuran
tadi direfluks sampai suhu 1000C selama 2,5 jam, setelah itu didinginkan sampai suhu
ruangan dan disaring sehingga diperoleh filtrat.
Tahap ketiga dari percobaan ini adalah tahap fermentasi, fermentasi adalah suatu
proses oksidasi karbohidrat yang bersifat anaerob. Dimana fermentasi ini mengubah
glukosa menjadi bioethanol oleh sel-sel Saccharomyces cereviseae dengan reaksi :
C6H12O6 saccharomyces cereviseae C2H5OH + 2CO2
Glukosa enzim zimosa etanol
dimana langkahnya filtrat hasil hidrolisis dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan
ditambahkan 3 gram amonium sulfat dan 3 gram urea sebagai nutrisi bagi
mikroorganisme yang akan digunakan untuk fermentasi nantinya. Kemudian disterilkan
dalam autoklav selama 15 menit, dan dikondisikan pada suhu 27-300 C.
Selanjutnya filtrat yang telah disterilkan tadi dibagi menjadi dua, dengan volume
yang sama. Kemudian masing-masing filtrat tadi ditambahkan bakteri saccharomyces
cerevisiae dengan volume yang berbeda, volume tabung pertama dimasukkan 50 ml
biakan bakteri dan tabung yang kedua dengan 30 ml biakan bakteri pula. Biakan bakteri
ini menggunakan media cair yaitu yang terbuat dari glukosa, yeast ekstrak dan pepton
yang dicampur menggunakan aquadest sampai volume 100 ml, dimana campuran ini
berfungsi untuk nutrisi bagi bakteri yang akan ditanam untuk berkembang pada media.
Semua campuran itu dimasukkan kedalam erlenmeyer, dan ditutup serapat mungkin agar
bakteri ini tidak terkontaminasi oleh bakteri lain, selanjutnya dimasukkan kedalam
autoklav dengan tekanan 15 lb selama 15 menit dan didinginkan. Sehingga sudah siap
untuk ditanamkan bibit saccharomyces. Setelah media ini ditanamkan bibit bakteri, agar
bakteri dapat berkembang dengan baik, media ini dishaker selama 3 jam dengan beberapa
kali sampai 4 hari. Setelah dilakukan fermentasi, dibiarkan selama 7 hari pada suhu
ruangan, untuk mengubah glukosa menjadi ethanol.
Setelah dianalisa secara kualitatif untuk uji alkohol yaitu dengan cara
penambahan 1 ml natrium bikromat 1% dengan katalis H2SO4 terhadap1 ml bioetanol
yang terbentuk diperoleh hasil negatif ditandai dengan tidak berubahnya warna orange
menjadi warna hijau. Reaksi yang seharusnya terjadi untuk uji positif adanya ethanol
adalah sebagai berikut:
3CH3CH2OH(aq) + Na2Cr2O7(aq) + 4H2SO4(l) 3CH3COOH(aq)+ Cr2(SO4)3(aq) +
Na2SO4(aq) + 7H2O(l)
Praktikum ini tidak berhasil dikarenakan oleh beberapa faktor, yang pertama
proses fermentasi ini berlangsung secara anaerob yang tidak membutuhkan oksigen,
sedangkan pada saat dilakukan pratikum tepatnya pada penutupan fermentasi tidak
dilakukan secara rapat sehingga ada kemungkinan oksigen dapat masuk kedalam
fermentasi sehingga memicu tumbuhnya jamur sehingga mengganggu kerja bakteri untuk
mengubah glukosa menjadi etanol. Kesalahan yang kedua yaitu rentang dilakukannya
refluk dan fermentasi sangat renggang sehingga ada kemungkinan hasil hidrolisisnya
sudah rusak, sehingga ada kemungkinan tidak ada glukosa yang terbentuk yang akan
diubah oleh bakteri menjadi ethanol. Dan kemungkinan terakhir bahwa bakteri
Sacchromyces tidak tumbuh dalam media akibat terganggu mikroorganisme lain.
Menurut teori ada beberapa faktor yang mempengaruhi fermentasi bioetanol yaitu
media, suhu, nutrisi, pH, volume starter, waktu fermentasi, dan konsentrasi gula. pH
untuk media fermentasi adalah 4-6 sedangkan pada percobaan tidak ditentukan pH nya,
waktu fermentasi yang normal yaitu 3-14 hari, jika waktunya terlalu cepat, bakteri
Saccharomyces cerevisiae masih dalam masa pertumbuhan, sedangkan pada percobaan
hanya dilakukan selama 7 hari, ada kemungkinan bakteri masih dalam proses
pertumbuhan.

Jika bahan yang digunakan kulit pisang raja dan kepok maka:

Bahan yang digunakan yaitu kulit pisang raja dan kepok masing – masing
sebanyak 4 Kg. Bahan – bahan lain yang digunakan antara lain HCl 7%,NaOH,
aquadest,ragi. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah: gelas beker, botol 500ml, alat
destilasi, timbangan analitik, pH meter, kromotografi gas, panci, pengaduk.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan pola faktorial 3 × 4 dengan 3 kali
pengulangan (triplo). Jenis pisang tersebut terdiri dari 2 macam yaitu kepok dan raja.
Faktor I ialah variasi jumlah ragi (3 gram, 5 gram dan 7 gram) dan faktor II adalah
variasi waktu fermentasi (2 hari, 4 hari, 6 hari, 8 hari). Dari dua faktor tersebut diperolah
rancangan penelitian seperti pada tabel berikut:

Keterangan: R3 = Ragi 3 gram


R5 = Ragi 5 gram
R7 = Ragi 7 gram
Waktu Fermentasi
Jenis Pisang
H2 H4 H6 H8
Jumlah Ragi
R3 8.30%; 12.70%; 15.16%; 16.20%
Kepok R5 14.50%; 15.12%; 16.77%; 17.08%
R7 13.87%; 15.90%; 17.22%; 17.05%.
R3 9.08%; 10.15%; 12.88%; 13.81%
Raja R5 11.05%; 12.10%; 13.20;% 15,67%
R7 12.90%; 14.08%; 15.62% 16.55%.
Kadar Bioetanol yang di hasilkan:

Kadar bioetanol tertinggi didapat pada sampel kulit pisang kepok ragi 7 gram
pada waktu 8 hari senilai 17.05%. Sedangkan kadar bietanol terkecil didapat pada sampel
kulit pisang kepok dengan ragi sebanyak 3 gram pada waktu 2 hari senilai 8.30%.

Semakin lama fermentasi, mikroorganisme semakin aktif dan semakin


bertambahnya ragi hasil etanol semakin meningkat yang terdapat pada sampel kulit
pisang dengan berat ragi 3 gram, 5 gram, 7 gram kadar etanol lebih meningkat pada hari
ke – 8.

Bagan proses pembuatan bioetanol


Lampiran

Proses pemotongan kulit pisang


Proses Penghalusan Kulit Pisang

Bioetanol yang dihasilkan dari kulit pisang


BAB III
KESIMPULAN

1. Pembuatan Bioetanol dari kulit pisang raja ini dibuat melalui proses anaerob dengan
bantuan mikroba yaitu saccharomyses cerevisiae dengan teknik fermentasi.

2. Proses pembuatan etanol ini dilakukan dengan beberapa tahap yaitu tahap pertama
pengambilan pati dari kulit pisang raja, tahap kedua yaitu hidrolisis pati dari kulit pisang
raja dan tahap ketiga adalah tahap fermentasi.

3.  Hidrolisis merupakan suatu reaksi kimia antara air dengan suatu zat lain yang
menghasilkan zat baru, pada percobaan ini di ubah pati menjadi glukosa.

4.   Proses fermentasi yang dilakukan pada percobaan adalah mengubah glukosa menjadi
bioethanol oleh saccharomyces cereviseae.

5.Uji analisa etanol pada percobaan ini adalah negatif (tidak menghasilkan etanol). Ini
disebabkan oleh beberapa kesalahan, diantaranya pengaturan pH yang tidak dilakukan,
jarak waktu refluks dengan fermentasi terlalu lama, dll.

6.Proses pengolahan kulit pisang menjadi bioetanol yaitu dengan tahap – tahap proses
penghalusan, hidrolisis, fermentasi dengan ragi masing – masing sebanyak 3, 5, 7 gram
dengan lama waktu 2, 4, 6, 8 hari, destilasi.

7.Semakin lama fermentasi, mikroorganisme semakin aktif dan semakin bertambahnya


ragi hasil etanol semakin meningkat yang terdapat pada sampel kulit pisang dengan berat
ragi 3 gram, 5 gram, 7 gram kadar etanol lebih meningkat pada hari ke – 8.
Daftar Pustaka

Azizah, Nur, Mulyani S. 2012. Jurnal Aplikasi Teknologi PanganVol 1 No.2.


Isra, Darma. 2007. Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylan sp.) Sebagai Sumber
Karbon Pada Fermentasi Etanol Oleh Saccharomyces cerevisiae. Fakultas
Teknologi Pertanian IPB. Bogor.
Jumari, Arif., Indah, Ariyani. 2009. Pembuatan Bioetanol dari Jambu Mete dengan
Metode Fermentasi. Mahasiswa Teknik Kimia FT-UNS. Solo.
Karlina, Simbolon. 2008. Pengaruh Persentase Ragi Tape dan Lama Fermentasi
Terhadap Mutu Tape Ubi Jalar. Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian USU.
Medan.
Kunaipah. 2009. Pengaruh Lama Fermentasi dan Konsentrasi Glukosa Terhadap
Aktivitas Antibakteri, Polifenol Total dan Mutu Kimia Kefir Susu Kacang Merah.
Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan. Makasar.
Retno, Dyah., Wasir N. 2011. Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang. Jurusan Teknik
Kimia FTI, UPN Veteran. Yogyakarta.
Riswan, Simanjutak. 2009. Studi Pembuatan Etanol Dari Limbah Gula. Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
Pudjatmaka,A.H dan Qodratillah,M.T. 2002. Kamus Kimia. Jakarta: Balai Pustaka.
Rhonny dan Danang. 2003. Laporan Penelitian Pembuatan Bioethanol dari Kulit
Pisang. Yogyakarta: Universitas Pembangunan Nasional

Anda mungkin juga menyukai