Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Jagung (Zea mays) merupakan salah satu makanan pokok di Indonesia
yang cukup banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Jagung mempunyai
potensi yang besar sebagai sumber karbohidrat. Proporsi jagung sebagai salah satu
penghasil karbohidrat adalah 16,6% sedangkan beras 55,5% dan sisanya diduduki
oleh ubi kayu, ubi jalar dan lain-lain (Kadekoh, 1996). Selain itu, komoditas
jagung memiliki peranan penting dalam perkembangan perekonomian nasional
mengingat banyaknya kegunaan yang dapat dimanfaatkan dari tanaman jagung itu
sendiri mulai dari batang jagung, buah jagung, bonggol jagung, bahkan
kulit jagung. Manfaat dari pengolahan jagung sangat beragam diantaranya
sebagai pangan, bahan baku industri, pakan ternak dan lain lain. Namun,
hasil pemanfaatan bagian tubuh jagung belum dimanfaatkan secara maksimal.
Biasanya hasil pemanfaatan jagung menyisakan limbah salah satu diantaranya
adalah kulit jagung.
Di Indonesia, produksi Jagung sebagai bahan pangan pokok berada di
urutan ketiga setelah padi dan ubi kayu. Produksi jagung nasional selama lima
tahun terakhir menunjukkan kecenderungan peningkatan, yaitu 15.860.299 ton
(2008), 17.041.215 ton (2009), 18.327.636 ton pada tahun 2010, 17.643.250 ton
pada tahun 2011, 19.387.022 ton pada tahun 2012, serta 18.511.853 ton pada
tahun 2013 (Badan Pusat Statistik, 2013).
2


(Sumber : Departemen Pertanian 2013)
Produksi jagung yang melimpah ruah tak lepas dari limbah yang
dihasilkannya. Salah satu limbah yang dihasilkan berupa kulit jagung.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nandini Paramita, S.Sn (2010) bahwa
limbah kulit jagung dapat dimanfaatkan menjadi suatu produk sehingga dapat
menambah nilai dari limbah kulit jagung tersebut. Potensi kulit jagung dapat
dilihat dari kandungan nutrisi di dalamnya. Sebagian besar tubuh dari kulit jagung
mengandung selulosa. Selain itu, kulit jagung juga mengandung lignin, abu,
hemiselulosa dan komponen-komponen lain. Keterangan lebih lanjut dapat dilihat
pada tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Kimia Kulit Jagung







(Sumber data : Shah N. Huda, 2008)
3.821.504 3.957.595 3.864.692
4.131.676 4.160.659 4.001.724
18.511.853
19.387.022
17.643.250
18.327.636
17.629.748
16.317.252
-
5.000.000
10.000.000
15.000.000
20.000.000
25.000.000
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Luas Panen dan Produksi Tanaman Jagung
pada tahun 2008-2013
Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)
Unsur Kulit
Selulosa ( % ) 42,31 0,7
Lignin ( % ) 12,58 0,2
Abu ( % ) 4,16 0,26
Lainnya ( % ) 40,95
Kristalinitas ( %) 34,57 0,91
3

Penggunaan limbah tanaman jagung sebagai pakan dalam bentuk segar
adalah yang termurah dan termudah. Akan tetapi, pada saat panen hasil limbah
tanaman jagung ini cukup melimpah maka sebaiknya disimpan untuk stok pakan
pada musim kemarau panjang atau saat kekurangan pakan hijauan, karena
kebutuhan pakan hijauan segar untuk ternak ruminansia sekitar 10% dari berat
badan ternak, maka, untuk persediaan selama musim kemarau harus mencukupi.
Hal ini akan memakan banyak tempat. Setiap musim kemarau selalu terulang
kejadian peternak ruminansia kekurangan rumput walaupun berbagai cara
pengawetan hijauan pakan ternak sudah disampaikan. Karena itulah, di perlukan
teknologi pengawetan hijauan makanan ternak yang baru, yaitu dengan membuat
pelet hijauan yang hampir 100% bahan kering. (Reksohadiprojo, 1994). Apalagi
dengan dibuat pelet maka penyimpanannya tidak memerlukan banyak tempat.
Dengan membuat pelet hijauan yang hampir 100% bahan kering dapat
menghemat tempat penyimpanan pakan hijauan minimal 5 kali lipat. Produk ini
cukup unik karena pelet hijauan ini memanfaatkan limbah kulit jagung sehingga
dapat meminimalkan pencemaran limbah pertanian di Indonesia. Hal ini
dikarenakan limbah kulit jagung yang tidak terpakai hanya dibiarkan begitu saja
ataupun dibakar yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Dengan
pemanfaatan kulit jagung diharapkan akan turut mengurangi dampak global
warming dan bermanfaat untuk pakan ternak alternatif.
Melihat potensi yang besar dari limbah kulit jagung, maka dari itu peneliti
memiliki gagasan untuk melakukan penelitian mengenai pemanfaatan limbah kulit
jagung menjadi Pejantan (Pelet Hijauan dari Kulit Jagung).

1.2 Perumusan Masalah Penelitian
Berkaitan dengan pernyataan di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1) Apakah yang dimaksud Pejantan (Pelet Hijauan dari Kulit Jagung)?
2) Bagaimana cara pengolahan Pejantan (Pelet Hijauan dari Kulit Jagung)?
3) Kendala apa yang akan dihadapi dalam pembuatan Pejantan (Pelet Hijauan
dari Kulit Jagung)?
4

1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut
1) Memaparkan salah satu alternatif penanggulangan limbah jagung di
Indonesia.
2) Mengembangkan bahan alternatif pakan ternak
3) Mengetahui kendala yang akan dihadapi dalam mengimplementasikan
gagasan tersebut.

1.3.2 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan sebagai berikut :
1) Membantu mengurangi pencemaran limbah jagung
2) Menjadi bahan alternatif untuk sebagai pakan ternak
3) Membantu memberikan penghasilan tambahan bagi petani jagung

















5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jenis Limbah Jagung Potensial Untuk Pakan Ternak






Gambar 1
Tumpukan Limbah Jagung di desa Ciaro, Nagreg

Ada beberapa istilah lokal Indonesia/daerah untuk berbagai macam limbah
tanaman jagung atau hasil samping industri berbasis bahan dasar jagung. Istilah-
istilah ini perlu diketahui seperti:
1. Tebon jagung adalah seluruh tanaman jagung termasuk batang, daun dan
buah jagung muda yang umumnya dipanen pada umur tanaman 4565 hari
(Soeharsono dan Sudaryanto, 2006).
2. Jerami jagung/brangkasan adalah bagian batang dan daun jagung yang
telah dibiarkan mengering di ladang dan dipanen ketika tongkol jagung
dipetik. Jerami jagung seperti ini banyak diperoleh di daerah sentra
tanaman jagung dengan tujuan untuk menghasilkan jagung bibit atau
jagung untuk keperluan industri pakan; bukan untuk dikonsumsi sebagai
sayur (Mariyono et al., 2004).
3. Kulit buah jagung/klobot jagung adalah kulit luar buah jagung yang
biasanya dibuang. Kulit jagung manis sangat potensial untuk dijadikan
silase karena kadar gulanya cukup tinggi (Anggraeny et al. 2005; 2006).
4. Tongkol jagung/janggel adalah limbah yang diperoleh ketika biji jagung
dirontokkan dari buahnya. Akan diperoleh jagung pipilan sebagai produk
utamanya dan sisa buah yang disebut tongkol atau janggel (Rohaeni et al.
2006).
6

Selain limbah tanaman jagung, hasil samping dari industri jagung juga
dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak. Industri berbasis bahan dasar biji
jagung di Indonesia masih terbatas sehingga limbah industri yang dihasilkan juga
terbatas. Sedangkan di luar negeri, hasil samping industri jagung semacam ini
lebih beragam tergantung dari sistem penggilingan dan proses dalam industri
tersebut.

2.2 Pengolahan Limbah Jagung
Penggunaan limbah tanaman jagung sebagai pakan dalam bentuk
segar adalah yang termudah dan termurah tetapi pada saat panen hasil limbah
tanaman jagung ini cukup melimpah maka sebaiknya disimpan untuk stok pakan
pada saat musim kemarau panjang atau saat kekurangan pakan hijauan. Di
Indonesia, kebanyakan petani akan memberikan tanaman jagung secara langsung
kepada ternaknya tanpa melalui proses sebagaimana yang dilakukan oleh peternak
komersial sapi perah yang ada di Sumatera Utara (Sitepu, komunikasi pribadi)
ataupun di JawaTimur (Wibowo, komunikasi pribadi). Di daerah Indonesia bagian
Timur, jerami jagung selain diberikan dalam bentuksegar, dapat dikeringkan atau
diolah menjadi pakan awet seperti pelet, cubes dan disimpan untuk cadangan
pakan ternak (Nulik et al., 2006).
Sedangkan di Amerika dan negara lain seperti Argentina dan Brazil yang
merupakan negara produsen jagung, limbah jagung sangat berlimpah
(Mccutcheon dan Samples, 2002). Pengolahan limbah jagung merupakan hal yang
diperlukan agar kontinuitas pakan terus terjamin.Walaupun sebagian besar limbah
tersebut diberikan kepada ternak dengan cara menggembalakan ternak langsung di
areal penanaman setelah jagung dipanen, namun sebagian limbah tersebut
diproses atau disimpan dengan cara dibuat hay (menjadi jerami jagung kering)
atau diawetkan dalam bentuk silase sebagai pakan cadangan (Mccutcheon dan
Samples, 2002).



7

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Bahan Penelitian
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian, yaitu limbah kulit
jagung, tepung jagung, tepung gaplek, tepung tapioka (yang dibeli di daerah desa
Ciaro kecamatan Nagreg, Jawa Barat), molases (yang dibeli dari KSU Tanjung
Sari, kabupaten Sumedang), dan air.
3.2 Alat Penelitian
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu mesin pencacah
(copper), mesin pencetak pelet (farm pelleter), terpal plastik, sekop, oven listrik,
mesh no. 8 (German sieve number 8), alat penimbang/penakar, bom kalorimeter,
volumetrik (kapasitas 1 liter) dan alat pengaduk)
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dan akan dilakukan di
Laboratotium Tanaman Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas
Padjadjaran, Jatinangor.
Adapun metode penelitian adalah sebagai berikut :
3.3.1 Pengambilan Sampel Kulit Jagung
1) Memperkecil ukuran partikel kulit jagung menjadi ukuran 1,82,0 cm.
Pencacahan ini hanyalah awal proses pengecilan ukuran pada keadaan
basah atau segar.
2) Mengambil sampel kulit jagung
3) Menjemur sampel kulit jagung
4) Mengaduk (mixing) sampel kulit jagung, hingga homogen.
5) Mengambil sub sampel minimal berasal dari 10 bagian tempat yang
berbeda. Adapun pengambilan contoh diambil dari seluruh lapisan secara
acak masing-masing dengan bobot yang sama.
6) Mengaduk sub sampel secara merata, kemudian melakukan quartering
secara bertingkat hingga diperoleh jumlah sampel 500-1.000 gram.

8

3.3.2 Penanganan Sampel kulit jagung di Laboratorium
1) Mengeringkan sampel kulit jagung yang masih segar dalam oven suhu
100-105
o
C selama kurang lebih 24 jam, hingga kandungan airnya minimal
15%.
2) Melakukan penyaringan, adapun bagian yang lolos diambil dan dimasukan
ke wadah sampel, menghaluskan kembali bagian yang tidak lolos, lalu
menyaring kembali hingga seluruhnya lolos dari ayakan.

3.3.3 Pembuatan Pelet
1) Menyiapkan alat dan bahan
2) Mencampur semua bahan hingga homogen. Pengadukan dilakukan sampai
terjadi perubahan warna.
3) Memasukan adonan kedalam mesin pelet untuk dicetak menjadi batangan.



Kulit jagung segar yang diperlukan sekitar 2000 kg, yang akan menjadi kulit
jagung kering sekitar 400 kg. Kulit jagung kering ini kemudian dibuat tepung.
Setelah menjadi tepung, dicampur dengan bahan-bahan binder sesuai dengan
perlakuan yaitu:
1) Tepung jagung = J, dengan dosis:
- J
1
= 20 % tepung jagung dari total tepung jagung
- J
2
= 30 % tepung jagung dari total tepung jagung
- J
3
= 40 % tepung jagung dari total tepung jagung
2) Tepung tapioka = T, dengan dosis:
- T1 = 20 % tepung tapioka dari total tepung jagung
- T2 = 30 % tepung tapioka dari total tepung jagung
- T3 = 40 % tepung tapioka dari total tepung jagung
9

3) Tepung gaplek = G, dengan dosis:
- G1 = 20 % tepung gaplek dari total tepung jagung
- G2 = 30 % tepung gaplek dari total tepung jagung
- G3 = 40 % tepung gaplek dari total tepung jagung
4) Molasses = M, dengan dosis:
- M1 = 20 % molasses dari total tepung jagung
- M2 = 30 % molasses dari total tepung jagung
- M3 = 40 % molasses dari total tepung jagung























10

BAB IV
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN

4.1 Anggaran Biaya
Tabel.4.1 Ringkasan Anggaran Biaya PKM
No Jenis Pengeluaran Biaya (Rp.)
1 Peralatan penunjang

Rp 3.000.000
2 Bahan habis pakai

Rp 4.200.000
3 Perjalanan

Rp 3.000.000
4 Lain-lain Rp 1.800.000
Jumlah Rp 12.000.000

4.2 Jadwal Kegiatan
Tabel.4.2 Ringkasan Jadwal Kegiatan
No Kegiatan
Bulan Ke-
1 2 3 4 5
1 Persiapan :
Perizinan dan survey
2 Pembuatan Modul
3 Pengadaan Peralatan dan
Bahan

4 Pelaksanaan :
a. Pembawaan Sampel
menuju Lab

b. Penganalisisan Sampel
di Lab

c. Pembuatan Pelet
d. Pembawaan Pelet
Setengah Jadi menuju
Tempat Pencetakan

e. Pembawaan Pelet
menuju Lab dan
Pengujian di Lab

5 Penyusunan dan
Penyerahan Laporan Akhir

11

Anda mungkin juga menyukai