Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan teknologi di bidang pangan semakin meningkat dari waktu
ke waktu, dan kesadaran akan pentingnya makanan dan minuman sehat yang baik
bagi tubuh menyebabkan adanya pembuatan minuman bernutrisi yang
mengandung beberapa bakteri seperti bakteri asam laktat, salah satu produk yang
dihasilkan yaitu yoghurt. Yoghurt merupakan produk susu fermentasi yang
mengalami fermentasi asam laktat dengan bantuan bakteri asam laktat berupa
Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Produk ini
mengandung probiotik yang merupakan bakteri pangan yang memberikan efek
menguntungkan bagi kesehatan manusia dan memperbaiki keseimbangan
mikloflora intestinal dalam sistem usus. Pengaturan keseimbangan mikroflora
usus tidak hanya akan membantu kesehatan pencernaan dan kekebalan tubuh, tapi
juga dapat mencegah konstipasi (susah buang air besar), mengurangi insomnia,
dan diduga memiliki pengaruh menguntungkan untuk keadaan stres ketika sakit,
dan dapat juga membantu mengurangi resiko kanker kolon. Konsumsi yoghurt
dapat memberikan efek positif bagi kesehatan, seperti menurunkan kadar
kolesterol dalam darah, menjaga keseimbangan mikroba intestinal, serta
mencegah berbagai penyakit, seperti diare, osteoporosis, dan jantung (Yilmaz-
Ersan dan Kurdal, 2014).
Pembuatan yoghurt umumnya berasal dari susu hewani seperti susu sapi
maupun susu nabati seperti susu kedelai. Susu merupakan bahan pangan yang
berperan penting dalam kehidupan manusia karena mengandung karbohidrat,
mineral, protein, dan vitamin. Namun, pembuatan yoghurt ini juga dapat
dilakukan dengan memanfaatkan limbah buah-buahan yang juga kaya akan
nutrisi, seperti kulit buah pisang.
Pisang merupakan salah satu komoditas buah yang paling banyak
diproduksi dan dikonsumsi di Indonesia. Pisang merupakan salah satu sumber
vitamin, kaya akan karbohidrat, protein, dan mineral. Pisang memiliki tingkat
produksi yang cukup tinggi di Indonesia dan cenderung meningkat dari tahun ke

1
tahun. Menurut data Biro Pusat Statistik, pada tahun 2005 Indonesia
menghasilkan lebih dari 5 juta ton pisang. Pisang juga menempati urutan ke-
empat untuk bahan pangan dunia yang yang paling penting untuk diperhatikan
setelah beras, gandum, dan jagung (Arias, dkk, 2003).
Pengolahan pisang sangat terbatas pada buahnya saja, sehingga limbah
kulit pisang yang dihasilkan kurang mendapat perhatian dan biasanya hanya
digunakan sebagai pakan ternak atau dibuang begitu saja. Padahal di dalam kulit
pisang mengandung zat-zat gizi yang lengkap seperti karbohidrat, lemak, protein,
fosfor, kalsium, zat besi, vitamin B, vitamin C, dan air yang dapat dimanfaatkan
sebagai antibodi dalam tubuh manusia. Oleh karena itu, kulit pisang ini juga dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan yoghurt.
Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan yoghurt menggunakan
kombinasi kulit buah pisang ambon dan kulit buah pisang kepok untuk
mengetahui pengaruh waktu fermentasi dan konsentrasi sukrosa terhadap
karakteristik yoghurt. Menurut Hartati et al. (2012), penambahan gula pada susu
sebelum proses fermentasi dapat meningkatkan viabilitas bakteri asam laktat dan
mempengaruhi mutu dan karakteristik yoghurt. Mutu dan karakteristik yang
dimaksud meliputi warna, aroma, rasa, tekstur/kekentalan, dan konsistensi yang
paling baik, serta total gula, total bakteri asam laktat, total asam laktat, dan pH
yang sesuai dengan syarat SNI 2981:2009. Dari salah satu penelitian oleh Dante
(2017), didapatkan bahwa yoghurt susu kulit pisang kepok dan kacang hijau terbaik
diperoleh pada yoghurt yang menggunakan konsentrasi sukrosa sebesar 7,5% dengan
karakteristik sebagai berikut: total gula 1,71%, total BAL 7,3x109 CFU/ml, total asam
laktat 0,89%, pH 3,56, warna 5,3 (agak suka), aroma 5,0 (agak suka), rasa hedonik 5,5
(suka), rasa skor 4,2 (agak asam), tekstur 4,5 (kental), konsistensi 4,7 (homogen), dan
penerimaan keseluruhan 5,5 (suka). Sedangkan pada salah satu penelitian yang
dilakukan oleh Triana, dkk (2017), menjelaskan bahwa waktu fermentasi
berpengaruh terhadap peningkatan total asam laktat, kadar protein, kadar lemak
dan pH. Perlakuan terbaik adalah dengan waktu fermentasi 48 jam dimana sudah
memenuhi persyaratan mutu sesuai SNI 01-2981-1992 yaitu dengan kadar asam
laktat 0,79%, kadar protein 3,60%, kadar lemak 1,49%, dan pH 3,91. Hal-hal
inilah yang melatar belakangi penelitian pembuatan yoghurt dari limbah kulit
pisang kepok dan pisang ambon.

2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh konsentrasi sukrosa terhadap proses fermentasi
pembuatan yoghurt dari limbah kulit pisang?
2. Bagaimana pengaruh waktu fermentasi pembuatan yoghurt dari limbah
kulit pisang?

1.3 Tujuan Penellitian


Adapun tujuan dari penelitian kali ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi sukrosa terhadap proses
fermentasi pembuatan yoghurt dari limbah kulit pisang
2. Untuk mengetahui pengaruh waktu fermentasi pembuatan yoghurt dari
limbah kulit pisang

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penelitian kali ini adalah sebagai berikut:
1. Menginformasikan kepada masyarakat mengenai potensi limbah kulit
buah pisang yang dapat dimanfaatkan dalam bidang pangan yaitu
pembuatan yoghurt dari proses fermentasi
2. Mengetahui dan menginformasikan kepada pembaca bagaimana pengaruh
konsentrasi sukrosa terhadap proses fermentasi pembuatan yoghurt dari
limbah kulit pisang
3. Mengetahui dan menginformasikan kepada pembaca bagaimana pengaruh
waktu fermentasi pembuatan yoghurt dari limbah kulit pisang

1.5 Hipotesis
1. Konsentrasi sukrosa dan waktu fermentasi tidak berpengaruh terhadap
proses pembuatan yoghurt dari limbah kulit pisang kepok dan pisang
ambon

3
2. Setidaknya ada satu konsentrasi sukrosa dan waktu fermentasi yang
berpengaruh terhadap proses pembuatan yoghurt dari limbah kulit pisang
kepok dan pisang ambon

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pisang
Tanaman pisang tumbuh di daerah tropis karena menyukai iklim panas dan
memerlukan matahari penuh. Tanaman ini dapat tumbuh dari tanah yang cukup
air pada daerah dengan ketinggian sampai 2.000 m dpl (Heyne, 1988). Pisang
merupakan tanaman yang berbuah hanya sekali, kemudian mati. Tingginya rata-
rata 2-9 meter, berakar serabut dengan batang bawah tanah (bonggol) yang
pendek. Dari mata tunas yang ada pada bonggol inilah bisa tumbuh tanaman baru.
Buahnya buah buni, bulat memanjang, membengkok, tersusun seperti sisir
dua baris, dengan kulit berwarna hijau, kuning atau cokelat. Tiap kelompok buah
atau sisir terdiri dari beberapa buah pisang. Berbiji atau tanpa biji. Bijinya kecil,
bulat dan warnanya hitam (Dalimartha, 2007).
2.1.1 Pisang Ambon dan Pisang Kepok
Kedudukan taksonomi tanaman pisang menurut Warintek (2011) dan
Satuhu dan Supriyadi (2008) adalah sebagai berikut:
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan Berpembuluh)
Superdivisi divisi : Spermatopyta (Menghasilkan Biji)
Division : Magnoliopyhyta
Sub division : Spermatohpyta
Kelas : Liliopsida
Sub kelas : Commelinidae
Ordo : Zingiberales
Keluarga : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa paradisiaca var.sapientun (L.) Kunt (Pisang
Ambon)
Musa paradisiaca forma typica (Pisang Kepok)
Varietas : Sapientum

5
Pisang dikelompokkan menjadi beberapa kategori berdasarkan
penggunaannya. Pisang ambon termasuk pada kategori tanaman pisang yang
dimakan buahnya tanpa dimasak disebut Musa paradisiaca var sapientum,
sementara pisang kepok termasuk pada kategori pisang yang dimakan buahnya
dimasak yaitu Musa paradisiaca forma typica atau disebut juga Musa paradisiaca
normalis (Warintek, 2011).
Pisang kepok (Musa paradisiaca L.) merupakan jenis pisang olahan yang
paling sering diolah terutama dalam olahan pisang goreng dalam berbagai variasi,
sangat cocok diolah menjadi keripik, buah dalam sirup, aneka olahan tradisional,
dan tepung. Menurut Prabawati dkk (2008), pisang kepok memiliki kulit yang
sangat tebal dengan warna kuning kehijauan dan kadang bernoda cokelat, serta
daging buahnya manis. Pisang kepok tumbuh pada suhu optimum untuk
pertumbuhannya sekitar 27°C dan suhu maksimum 38°C. Bentuk buah pisang
kepok agak gepeng dan bersegi. Ukuran buahnya kecil, panjangnya 10-12 cm dan
beratnya 80-120 gram. Pisang kepok memiliki warna daging buah putih dan
kuning. Sewaktu pisang masih mentah asam organik utamanya adalah asam
oksalat, tetapi setelah tua dan matang asam organik yang utama adalah asam
malat. Perubahan tersebut mengakibatkan pH menurun dari 5,4 (mentah) menjadi
4,5 ketika pisang menjadi matang. Adapun gambar pisang kepok adalah sebagai
berikut:

Gambar 1. Buah Pisang Kepok


Pisang ambon merupakan salah satu dari lima jenis pisang yang paling
banyak dikonsumsi di Indonesia. Pisang ini memiliki laju pertumbuhan yang
sangat cepat dan terus-menerus sehingga menghasilkan jumlah pisang yang
banyak. Satu pohon dapat menghasilkan 7-10 sisir dengan jumlah buah 100-150.

6
Bentuk buah melengkung dan pangkal meruncing. Daging buah berwarna putih
kekuningan dan umumnya tidak memiliki biji.
Pisang ini memiliki tempat tumbuh di iklim tropik yang hangat dan lembab.
Suhu merupakan faktor utama untuk pertumbuhannya dengan suhu optimum
adalah sekitar 27°C dan suhu maksimumnya 37°C. Curah hujan optimal untuk
menunjang pertumbuhan pisang ini berkisar 200-220 mm dengan kelembaban
tanah tidak boleh kurang dari 60-70%. Kebanyakan pisang tumbuh di lahan
terbuka, tetapi kelebihan penyinaran akan menyebabkan terbakar matahari.
Adapun gambar buah pisang ambon adalah sebagai berikut:

Gambar 2. Buah Pisang Ambon


2.1.2 Kandungan Kimia Kulit Pisang
Kulit pisang merupakan bagian dari buah pisang yang umumnya dibuang
sebagai sampah. Bila ditinjau berdasarkan data produksi buah pisang di Indonesia
sejak tahun 1997-2003 produksi pisang cenderung mengalami peningkatan
dengan rata-rata 7,5% per tahunnya (Deptan, 2006). Kulit pisang sangat
bermanfaat dalam pembuatan yoghurt karena mengandung karbohidrat, vitamin,
protein, lemak, dan mineral. Komposisi kimia pada kulit pisang kepok dapat
dilihat pada Tabel 1 di bawah ini (Hernawati dan Aryani, 2007).
Tabel 1. Komposisi Kimia Pisang Kepok
Unsur Komposisi
Kadar air 68,9 %
Kadar abu 18,5 %
Kadar lemak 2,11 %
Kadar protein 0,32 %
Kadar serat kasar 715 mg
Kadar karbohidrat 117 mg
Kadar selulosa 1,60 mg
Kadar lignin 0,12 mg

7
Sedangkan kandungan yang terdapat pada kulit pisang ambon dapat dilihat pada
Tabel 2 di bawah ini (Hikmah, 2015).
Tabel 2. Komposisi Kimia Pisang Ambon
Kandungan Gizi Jumlah Kadar
Air 68,9 %
Pati 18,5 %
Lemak 2,11 %
Protein 0,32 %
Kalsium (mg/100g) 715 mg
Fosfor (mg/100g) 117 mg
Besi (mg/100g) 1,60 mg
Vitamin B (mg/100g) 0,12 mg
Vitamin C (mg/100g) 17,5 mg

Menurut Okorie dkk.(2015), kulit pisang merupakan 40% dari total berat
buah pisang. Kulit pisang tersebut dapat dimanfaatkan kembali menjadi pakan
ternak, pupuk, atau dibuang menjadi tumpukan limbah padat. Selain itu, kulit
pisang dapat diekstrak untuk menghasilkan senyawa-senyawa tertentu yang
bermanfaat, salah satunya yaitu dalam proses fermentasi pembuatan yoghurt
dengan bantuan bakteri asam laktat.

2.2 Teknik Fermentasi


2.2.1 Fermentasi
Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat
organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin,
2010). Proses fermentasi dibutuhkan starter sebagai mikroba yang akan
ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah
dan kondisi fisiologis yang siap diinokulasikan pada media fermentasi (Prabowo,
2011).
Fermentasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu spontan dan tidak
spontan. Fermentasi spontan adalah yang tidak ditambahkan mikroorganisme
dalam bentuk starter atau ragi dalam proses pembuatannya, sedangkan fermentasi
tidak spontan adalah yang ditambahkan starter atau ragi dalam proses
pembuatannya. Mikroorganisme tumbuh dan berkembang secara aktif merubah

8
bahan yang difermentasi menjadi produk yang diinginkan pada proses fermentasi
(Suprihatin, 2010). Proses optimum fermentasi tergantung pada jenis
organismenya. Hidayat dan Suhartini (2013) menambahkan faktor yang
mempengaruhi proses fermentasi adalah suhu, pH awal fermentasi, inokulum,
substrat dan kandungan nutrisi medium.
2.2.2 Bakteri Asam Laktat (BAL)
Bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah
karbohidrat (glukosa) menjadi asam laktat. Secara morfologis, bakteri asam laktat
dibagi menjadi kelompok coccus (sel berbentuk bulat) dan bacillus (sel berbentuk
batang). Berdasarkan kebutuhannya terhadap oksigen, bakteri asam laktat dibagi
menjadi bakteri anaerob fakultatif yang tumbuh dengan atau tanpa adanya oksigen
(Lactobacillus, Streptococcus) dan bakteri anaerob obligat yang tumbuh tanpa
adanya oksigen (Bifidobacterium).
Bakteri asam laktat juga dikelompokkan menurut tipe fermentasi asam
laktat, yaitu bakteri tipe homofermentatif dan heterofermentatif (Moulder, 1968).
Bakteri homofermentatif menghasilkan asam laktat (hampir 90%) dan sedikit
asam asetat dari metabolisme pentosa (Schlegel dan Schmidt, 1994), sedangkan
bakteri heterofermentatif memproduksi asam laktat, asam sitrat, CO2, polisakarida
dan etanol dari metabolisme heksosa, serta komponen lain seperti diasetil dan
asetaldehid sebagai pembentuk flavor (Jay, 1978).
Bakteri asam laktat, pada umumnya menghasilkan sejumlah besar asam
laktat dari fermentasi substrat energi karbohidrat. Asam laktat yang dihasilkan
dari metabolisme karbohidrat akan menurunkan nilai pH lingkungan
pertumbuhannya dan menimbulkan rasa asam (Winarno dan Fernandez, 2007).
Bakteri asam laktat (BAL) memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia,
baik melalui keterlibatannya pada fermentasi makanan maupun kemampuan
tumbuh pada saluran intestin. Pada fermentasi makanan, selain memberikan rasa
khas, bakteri ini juga memberikan daya awet karena kemampuannya
menghasilkan produk metabolit yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri
pembusuk dan bakteri patogen (Harmayani, 2001).
Bakteri yang termasuk kelompok BAL adalah Aerococcus, Allococcus,
Carnobacterium, Enterococcus, Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc,

9
Streptococcus, Tetragenococcus, dan Vagococcus (Ali dan Radu, 1998). BAL
yang umum digunakan dalam produk probiotik adalah Lactobacillus dan
Bifidobacterium. Golongan BAL tersebut di antaranya adalah L.acidophilus, L.
casei, L. johnsonii, L. reuteri, L. rhamnosus, L. gasseri, L. bulgaricus, B. longum,
B. lactis,dan B. bifidum (Surono, 2004). Pada penelitian ini digunakan bakteri
Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus dalam pembuatan
yoghurt dari kulit pisang.
a. Lactobacillus bulgaricus
Lactobacillus bulgaricus adalah salah satu bakteri yang digunakan sebagai
kultur starter dalam pembuatan yoghurt. Bakteri ini tidak dapat hidup dalam usus
namun hanya bertahan selama sekitar tiga jam setelah masuk ke dalam usus
bersama dengan yoghurt yang diminum (Yoguchi, 1992). Bakteri ini memiliki
sifat reduksi litmus yang kuat, tidak tahan garam (6,5%) dan bersifat termodurik
(Rahman, 1992). Bakteri termodurik tumbuh baik pada suhu 20-37°C dengan
suhu pertumbuhan minimum pada suhu 5-10°C seperti Steptococcusdan
Lactobacillus (Buckle et al., 1985).
Berdasarkan kebutuhannya terhadap oksigen, bakteri ini tergolong anaerob
fakultatif, yang dapat tumbuh dengan adanya oksigen dan tetap dapat tumbuh
secara anaerob apabila oksigen tidak tersedia. L. bulgaricus termasuk bakteri
gram positif berbentuk batang, bersifat homofermentatif (menghasilkan asam
laktat sebagai produk utama dalam fermentasi), membutuhkan nutrisi yang
lengkap untuk pertumbuhannya, suhu pertumbuhan optimal sekitar 45°C dan tidak
dapat tumbuh pada suhu 10°C (Tamime dan Robinson, 1991). Mikroba ini
tumbuh sangat baik pada pH optimum 5,5 dan pertumbuhannya dapat terhenti
pada pH 3,5-3,8 (Jay, 2000). L. bulgaricus berperan dalam menghasilkan rasa
khas dan tajam dan juga menghasilkan metabolit-metabolit yang menjadi sumber
dan citarasa yang spesifik serta substansi-substansi yang bersifat menghambat
terhadap pertumbuhan mikroba yang tidak sesuai. L. bulgaricus menghasilkan
hidrogen peroksida (H2O2) dan senyawa penghambat yang disebut bulgarikan.
Keberadaannya dapat mengawetkan produk dengan menghambat pertumbuhan
bakteri yang tidak diinginkan serta meningkatkan keamanan produk pangan.

10
b. Streptococcus thermophilus
S. thermophilus merupakan pasangan dari L. bulgaricus dalam
pembuatan yoghurt. Seperti halnya L. bulgaricus, bakteri S. thermophilus ini tidak
tahan hidup dalam usus manusia (Yoguchi, 1992). Menurut Tamime dan
Robinson (1989), bakteri ini dapat mereduksi litmus milk dan katalis negatif. S.
thermophilus dibedakan dari genus Streptococcus lainnya berdasarkan
pertumbuhan pada suhu 45°C dan tidak dapat tumbuh pada suhu 10°C. S.
thermophilus merupakan bakteri asam laktat yang berbentuk bulat atau lonjong,
gram positif, anaerob fakultatif sehingga masih toleran terhadap lingkungan
dengan kandungan oksigen dalam jumlah terbatas, homofermentatif,
membutuhkan nutrisi yang lengkap untuk pertumbuhannya dengan suhu optimal
sekitar 45°C. Bakteri ini tidak toleran terhadap konsentrasi garam lebih dari 6,5%
dengan pH optimum untuk pertumbuhannya sekitar 6,5. Pertumbuhan S.
thermophilus akan terhenti pada pH 4,2-4,4. Ciri khas adanya bakteri ini adalah
dalam suatu media menghasilkan asam yang segar karena produk utama bakteri
ini adalah asam laktat (Helferich dan Westhoff, 1980).
2.2.3 Yoghurt
Yoghurt merupakan salah satu produk hasil fermentasi susu yang paling tua
dan cukup populer di seluruh dunia. Bentuknya mirip bubur atau es krim tetapi
dengan rasa agak asam. Yoghurt dikenal memiliki peranan penting bagi kesehatan
tubuh, diantaranya bermanfaat bagi penderita lactose intolerance yang merupakan
gejala malabsorbsi laktosa yang banyak dialami oleh penduduk, khususnya anak-
anak, di beberapa negara Asia dan Afrika. Yoghurt juga mampu menurunkan
kolesterol darah, menjaga kesehatan lambung dan mencegah kanker saluran
pencernaan. Berbagai peranan tersebut terutama karena adanya bakteri yang
digunakan dalam proses fermentasi yogurt (Andayani, 2007).
2.2.4 Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Fermentasi Yoghurt
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi pembuatan
yoghurt adalah sebagai berikut:
a. Langkah-langkah proses pembuatan yoghurt yang meliputi persiapan
bahan baku, pembuatan starter, dan fermentasi.
b. Konsentrasi gula

11
Sukrosa merupakan oligosakarida yang berperan penting dalam
pengolahan makanan dan minuman. Pada pembuatan sirup, gula pasir (sukrosa)
dilarutkan dalam air dan dipanaskan, kemudian sebagian sukrosa akan terurai
menjadi glukosa dan fruktosa yang disebut gla invert. Inversi sukrosa terjadi
dalam suasana asam (Winarno, 1997).
Menurut Fennema (1985), gula berfungsi untuk membantu pembentukan
tekstur, memberi flavor, dan memberi rasa manis. Sukrosa diperoleh melalui
kondensasi glukosa dan fruktosa yang dapat diinversikan sehingga memiliki
tingkat kemanisan ssangat tinggi. Kandungan sukrosa yang tinggi dapat
berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan bakteri asam laktat. Setiap bakteri
mempunyai lebel toleransi yang berbeda terhadap sukrosa. Kandungan sukrosa
yang direkomendasikan untuk pembuatan susu fermentasi yaitu dibawah 8-10 gr
per 100 gr susu (Tamime, 2006).
Konsentrasi gula yang semakin tinggi akan menurunkan kecepatan
fermentasi, dan akan menghambat aktivitas mikroba, sehingga waktu fermentasi
berjalan lebih lama. Hal ini terjadi karena apabila konsentrasi glukosa terlalu
besar akan terjadi plasmolisis pada dinding sel pada dinding sel mikroorganisme
yang mengakibatkan dinding selnya akan pecah.Jika konsentrasi lebih kecil 10%,
produk yang dihasilkan akan lebih sedikit karena nutrisi dan medianya terlalu
sedikit.
c. Nutrisi
Unsur kimia untuk pertumbuhan sel yaitu Karbon, Nitrogen, Oksigen,
Sulfur, Fosfor, Magnesium, Zat besi, dan sejumlah kecil logam lainnya. Karbon
dan sumber energi untuk mikroorganisme dapat diperoleh dari berbagai jenis gula
karbohidrat sederhana. Sedangkan kebutuhan nitrogen dapat diperoleh dari
sumber anorganik berupa garam amonium, atau garam phospat. Batas konsentrasi
untuk nutrisi yang diperbolehkan agar tidak menghambat pertumbuhan
mikroorganisme adalah ion ammonium 5 gram/liter, garam phospat 10 gram/liter,
nitrat 5 gram/liter, ethanol 100 gram/liter, dan glukosa 100 gram/liter (Ishibasi,
2001).
d. pH

12
Setiap mikroorganisme memiliki karakteristik pH masing-masing didalam
kisaran yang mampu untuk berkembang. Beberapa bakteri, protozoa dan fungi
dapat berkembang pada keadaan pH yang aneh. Dua aspek yang menghubungkan
mikroorganisme dengan pH adalah bahwa perubahan pH dari medianya
disebabkan karena aktivitasnya mikroorganisme itu sendiri, beberapa
mikroorganisme dapat memproduksi asam yang membuat keadaan pH yang
demikian rendah sehingga dapat menghambat aktivitas dari mikroorganisme
lainnya (Ishibashi, 2001).
e. Temperatur
Dari faktor fisika yang mempengaruhi dan dapat menyeleksi pertumbuhan
mikroorganisme yang paling penting adalah temperature. Mikroorganisme hanya
dapat hidup pada kondisi temperatur yang spesifik. Range temperatur bisa sangat
kecil sampai 10°C untuk bakteri pathogen (Neisseria Gonerehoeae). Temperatur
optimum adalah temperatur dimana pertumbuhan mikroba paling cepat,
pertumbuhan optimum mikroba lebih dekat dengan suhu maksimum dibandingkan
minimum.
f. Aerasi
Kebanyakan proses fermentasi adalah aerobic dan karena itu
membutuhkan sejumlah oksigen. Kebutuhan oksigen dalam industry biasanya
dipenuhi dengan cara aerasi dan agitasi. Menurut Bartholomew (1950), transfer
oksigen dari udara ke sel selama fermentasi melalui beberapa langkah, yaitu : (1)
Transfer oksigen dari udara ke larutannya (2) Transfer dari larutan fermentasi
medium ke sel mikroba (3) Penyerapan oksigen dalam sel.
g. Waktu fermentasi
Waktu fermentasi tergantung dari berbagai hal, misalnya jenis mikroba
yang digunakan, kondisi media, kadar gula, komposisi media, dan lain-lain
(Ishibashi, 2001).

13
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian pembuatan yoghurt ini dilakukan menggunakan bahan baku
limbah kulit pisang ambon dan kulit pisang kepok yang dicampur karena dapat
menghasilkan karakteristik yoghurt yang baik berdasarkan beberapa penelitian.
Variabel bebas yang dilakukan yaitu pengaruh konsentrasi sukrosa yaitu 0%,
2,5%, 5%, 7,5%, dan 10% dan pengaruh waktu fermentasi pembuatan yoghurt
dengan variasi pada 36 jam, 42 jam, dan 48 jam. Sedangkan variabel terikat
terdiri dari penggunaan isolat bakteri, konsentrasi susu kulit pisang, dan
temperatur. Parameter yang dianalisis adalah kadar asam laktat, kadar protein,
kadar lemak, pH dan organoleptik yang terdiri dari rasa, aroma, tekstur, dan
warna. Rancangan penelitian yang dilakukan yaitu menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan masing-masing variabel bebas dilakukan
pengulangan sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 15 perlakuan. Adapun tabel
perlakuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

No Perlakuan Perlakuan Parameter


. (Konsentras (Waktu Kadar Asam Kadar Kadar Organo
i Sukrosa) Fermentasi) Laktat (%) Protein (%) Lemak (%) leptik
1. 0% 36 jam
2. 2,5 %
3. 5%
4. 7,5 %
5. 10 %
1. 0% 42 jam
2. 2,5 %
3. 5%
4. 7,5 %
5. 10 %
1. 0% 48 jam
2. 2,5 %
3. 5%
4. 7,5 %
5. 10 %

14
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam proses fermentasi kulit pisang ambon dan
kulit pisang kepok antara lain panci, wadah untuk fermentasi, pisau, refrigerator,
termometer, gelas ukur, botol, blender, pengaduk, kain saring, timbangan, dan
elpiji. Selain itu alat untuk analisa kimia dan fisik tabung soxhlet, kondensor,
pemanas listrik, kertas saring, pengaduk sentrifugal, lakmus, beaker glass, oven,
batu kjehdal, batu didih, erlenmeyer, desikator, cawan petri, tabung reaksi, pipet
tetes, pipet volume, jarum ose, viskometer, pH meter, waterbath, dan lain-lain.
3.2.2 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit
pisang kepok dan kulit pisang ambon, isolat Lactobacillus bulgaricus FNCC 0040
dan Streptococcus thermophilus FNCC 0041, sukrosa (Gulaku), susu skim (Calci
Skim), MRS Broth (Pronadisa), MRS Agar (Merck), H2O2 10%, kristal violet,
lugol, safranin, immersion oil, alkohol 96%, HCl 4 N, NaOH 50%, kertas saring,
zat D-glukosa, larutan nelson, arsenomolybdat, indikator phenolphthalein 1%,
asam oksalat, NaOH 0,1 N, dan akuades.

3.3 Tahapan Penelitian


1. Pembuatan Starter Yoghurt
2. Pembuatan Susu Kulit Pisang
3. Pembuatan Yoghurt Kulit Pisang

3.4 Prosedur Kerja


3.4.1 Pembuatan Starter Yoghurt
Penambahan kultur ke dalam starter yoghurt adalah sebanyak 3% (v/v).
Total volume masing-masing starter yoghurt adalah 200 ml. Sebanyak 1-2 ose
kultur dari stok L. bulgaricus dan S. Thermophilus yang ditumbuhkan pada
MRS Agar miring dipindahkan ke dalam 6 ml media MRS Broth dan
diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Kultur tersebut kemudian dipanen.
Pemanenan dilakukan dengan sentrifuse pada kecepatan 5000 rpm selama 15

15
menit. Setelah itu, dilakukan pencucian sel dengan penambahan 6 ml aquades.
Proses pencucian sel dilakukan sebanyak tiga kali.

3.4.2 Pembuatan Susu Kulit Pisang


Kulit pisang ambon dan pisang kepok dibersihkan dari kotoran untuk
meminimalisir kontaminasi bakteri perusa kemudian dicuci dengan membuang
kulit ari bagian luar. Kulit pisang ambon dan kepok dicampur dengan
perbandingan 1:1 kemudian di blender dengan perbandingan air 1:2 untuk
mengekstrak sari kulit pisang. Selanjtnya ekstrak sari kulit pisang disaring
menggunakan kain saring sehingga diperoleh campuran sari kulit pisang tanpa
ampas dalam bentuk susu. Filtrat berupa susu yang dihasilkan kemudian
ditambahkan dengan sukrosa sesuai perlakuan, yaitu sebanyak 0%, 2,5%, 5%,
7,5%, dan 10% dari total bahan. Masing-masing taraf perlakuan ditambahkan
9% susu skim (b/v), lalu dipanaskan di dalam panci hingga mencapai suhu
70oC selama 30 menit. Sebanyak 100 ml susu kulit pisang kepok dan pisang
ambon yang telah jadi dimasukkan ke dalam toples kaca yang sebelumnya
telah disterilisasi. Sterilisasi toples kaca dilakukan dengan menggunakan
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.
3.4.3 Pembuatan Yoghurt Kulit Pisang
Pembuatan yoghurt kulit pisang yaitu diinokulasi starter sebanyak 3%
(v/v) ke dalam 100 ml susu kulit pisang. Starter tersebut terdiri atas gabungan
dari bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus dengan
perbandingan 1:1. Proses inokulasi dilakukan secara aseptis. Kemudian, susu
diinkubasi pada suhu 37oC dengan variasi waktu fermentasi yaitu selama 30
jam, 36 jam, 42 jam, dan 48 jam.

3.5 Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua variabel bebas yaitu
pengaruh konsentrasi sukrosa dan waktu fermentasi. Variasi ini dilakukan
sebanyak 3 kali pengulangan dengan kombinasi kdua variabel sehingga percobaan
yang dilakukan sebanyak 15 kali.

16
Rancangan percobaan ini digunakan untuk jumlah perlakuan dan jumlah
satuan percobaan yang relatif tidak banyak. Adapun hipotesisnya adalah sebagai
berikut:
 H0 : ԏ1 = ԏ2 = ... ԏa = 0 (tidak ada pengaruh konsentrasi sukrosa terhadap
perlakuan pembuatan yoghurt limbah kulit pisang)
 H1 : ԏi ≠ 0 (paling sedikit ada satu pengaruh konsentrasi sukrosa terhadap
perlakuan pembuatan yoghurt kulit pisang)
 H0 : ԏ1 = ԏ2 = ... ԏa = 0 (tidak ada pengaruh waktu fermentasi terhadap
perlakuan pembuatan yoghurt limbah kulit pisang)
 H1 : ԏi ≠ 0 (paling sedikit ada satu pengaruh waktu fermentasi terhadap
perlakuan pembuatan yoghurt kulit pisang)

17
DAFTAR PUSTAKA

Arias, dkk, 2003. The World Banana Economy 1985-2002, Food and Agriculture
Organization of the United Nations.
Buckle, K.A., R.A. Edward, G.H. Fleet, dan M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan.
Jakarta: UI
Press.
Dalimartha, S. (2007). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: Trubus
Agriwidya.
Dante, Laura Jeanette Christy, I Ketut Suter, Dan Luh Putu Trisna Darmayanti,
2017. Pengaruh Konsentrasi Sukrosa Terhadap Karakteristik Yoghurt Dari
Susu Kulit Pisang Kepok (Musa Paradisiaca Formatypica) Dan Kacang
Hijau (Phaseolus Radiatus L.). Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. Bali:
Universitas Udayana.
Fennema, O.W., 1985. Principle of Food Science, Food Chemistry, 2nd (ed). New
York: Marcel Dekker Inc.
Harmayani, E., Ngatirah, Rahayu, E. S. & Utami, T, 2001. Ketahanan dan
Viabilitas Probiotik Bakteri Asam Laktat Selama Proses Pembuatan Kultur
Kering Dengan Metode Freeze dan Spray Drying. Jurnal Teknologi dan
Industri Pangan. 12(2). 126-132.
Hartati, A. I., Y. B. Pramono dan A. M. Legowo, 2012. Lactose and Reduction
Sugar Concentrations, pH and the Sourness of Date Flavored Yogurt Drink
as Probiotic Beverage. Journal of Applied Food Technology. Vol. 1 No. 1.
Hlm 1-3
Helferich, W. and D.C., Westhoff, 1980. All Abaout Yogurt. Westport,
Conecticut: Prentice-Hall Inc.
Hernawati, H. dan A. Aryani., 2007. Potensi Tepung Kulit Pisang Sebagai Pakan
Alternatif Pada Ransum Ternak Unggas. Laporan Penelitian Hibah
Bersaing. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Heyne, K. 1988. Tumbuhan Berguna. Badan Litbang Kehutanan. Jakrta:
Departemen Kehutanan.

18
Ishibashi N, dan Yamazaki S, 2001. Probiotics and safety. American Journal
Clinical Nutrition. 73: 465-70.
Jay, J. M, 1978. Modern Food Microbiology. New York: Van Nostran Company.
Jay M.J, 2000. Modern Food Microbiology. 5th ed. New York: Chapman and
Hall.
Okorie, D. O., Eleazu, C. O., dan Nwosu, P, 2015. Nutrient and Heavy Metal
Composition of Plantain (Musa paradisiaca) and Banana (Musa
paradisiaca) Peels. Journal of Nutrition & Food Sciences. 5 (370) : 1–3.
Prabawati, S., Suyanti dan Setyabudi, D. A. (2008). Teknologi Pascapanen dan
Teknik Pengolahan Buah Pisang. Penyunting: Wisnu Broto. Balai Besar
Penerbitan dan Pengembangan Pertanian.
Rahman A dkk, 1992. Teknologi Fermentasi Susu. Bandung: IPB Press.
Supriyadi, Ahmad dan Suyanti Satuhu, 2008. Pisang, Budidaya, Pengolahan dan
Prospek Pasar. Jakarta: Penebar Swadaya.
Schlegel, H. G. and K. Schmidt. (1994). Microbiology Six Edition. (Terjemahan
Mikrobiologi Umum edisi Keenam. Diterjemahkan Oleh Tedjo Baskoro).
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. Surabaya: UNESA Press.
Surono, I.S. 2004. Probiotik Susu Fermentasi dan Kesehatan. Yayasan Pengusaha
Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (YAPMMI). Jakarta: TRICK.
Tamime A. Y dan Robinson N. K, 1989. Yoghurt, Science and Technology. New
York: Pergamon Press.
Tamime, A. Y and R. K Robinson. 1991. Yoghurt Cienera Yogurt Technologia
Acribia Zaragosa. Spain.
Tamime, 2006. Fermented Milk. United Kingdom: Blackwell Science.
Triana, Nita, dkk, 2017. Making Fruitghurt Of Kepok Banana Skin (Moses
Paradisiaca L. Var Kepok) Based On Fermentation Time As Design Of
Employment Sheet (Lkpd) Conventional Biotechnology Material In SMA.
Journal Biology Science and Education. Riau: Universitas Riau.
Winarno, 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, F. G dan I. E. Fernandez, 2007. Susu dan Produk Fermentasinya.
Bogor: M-Brio Press.

19
Yilmaz-Ersan dan Kurdal, 2014. The Production of Set-Type-Bio-Yoghurt with
Commercial Probiotic Culture. International Journal of Chemical
Engineering and Applications, Vol. 5 No. 5. Hlm. 402-408
Yoguchi, H., T. Goto dan S. Okonagi. 1992. Fermented Milks, Lactic Drinks and
Intestinal Microflora. Elsevier Applied Science. New York.

20

Anda mungkin juga menyukai