Anda di halaman 1dari 101

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pepaya (Carica Papaya L.) adalah salah satu jenis tanaman buah-buahan
yang banyak tumbuh di daerah tropis. Pepaya merupakan buah yang kaya akan
kandungan nutrisinya dan jarang dimiliki oleh buah-buahan yang lainnya.
Menurut Suprapti (2009), dalam 100 gram buah pepaya mengandung protein
sebanyak 0,5 gr, karbohidrat 12,2 gr, Kalsium 23 mg, fosfor 12 mg, Zat Besi 1,7
mg, Vitamin A 365 S.I, Vitamin B1 0,04 mg, Vitamin C 78 mg, dan Air 86,7 gr.
Kandungan-kandungan inilah yang menyebabkan buah pepaya sangat
bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Buah pepaya juga dikenal sebagai buah
laksatif karena mengandung serat larut air yang akan membantu memperlancar
pencernaan.
Produksi tanaman pepaya di Indonesia dari tahun ke tahun terus
meningkat. Pada tahun 2010 produksi pepaya mencapai 675.801 ton, tahun
2011 mencapai 958.251 ton, tahun 2012 mencapai 906.312 ton, tahun 2013
mencapai 909.827 ton, dan pada tahun 2014 mencapai 840.119 ton (Badan
Pusat Statistik, 2016). Padahal buah pepaya termasuk buah klimaterik yang
mudah rusak dan memiliki daya simpan pendek. Selain itu, banyak masyarakat
Indonesia mulai dari anak-anak sampai dewasa kurang menyukai buah pepaya
dikarenakan bau pepaya yang sangat khas. Oleh karena itu, untuk
memaksimalkan konsumsi buah pepaya maka buah ini dapat dijadikan bahan
baku dalam pembuatan produk-produk olahan, seperti puree, pasta pepaya,
manisan kering, manisan basah, saus pepaya, dan dijadikan juice pepaya.
Pengolahan buah ini menjadi produk-produk juga dapat meningkatkan nilai
ekonomi dari buah pepaya dan meningkatkan daya tarik bagi masyarakat yang
kurang menyukai buah pepaya.
Salah satu alternatif produk olahan pepaya adalah permen jelly. Permen
merupakan produk yang banyak digemari oleh semua kalangan dari anak-anak
hingga dewasa. Permen adalah makanan yang berbentuk padat yang terbuat
dari gula/pemanis lainnya dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain
(Koswara, 2009). Jenis permen yang telah banyak beredar di pasaran
diantaranya hard candy, soft candy jelly dan soft candy non jelly. Meskipun telah

1
banyak dijumpai jenis permen jelly (soft candy jelly) di Indonesia, tetapi sebagian
besar merupakan produk impor dari Amerika, Jerman, Cina dan Jepang.
Permen jelly yang terbuat dari sari buah-buahan memiliki keunggulan
nutrisi dibandingkan dengan permen jelly yang berasal dari esence bahan kimia
seperti yang beredar di pasaran. Permen jelly sendiri memiliki kenampakan jernih
dan transparan serta memiliki tekstur dan kekenyalan tertentu. Salah satu faktor
yang mempengaruhi tekstur daan kekenyalan adalah penambahan bahan
pembentuk gel (gelling agent). Bahan pembentuk gel yang biasa digunakan
antara lain, gelatin, karagenan, pektin, dan agar-agar. Menurut Saha and
Bhattacharya (2010), tepung konjak yang berasal dari umbi porang dapat
digunakan sebagai bahan pengental, pengisi, dan penstabil pada berbagai
produk makanan seperti mie, jelly, dan es krim.
Tepung konjak adalah polisakarida hidrokoloid yang dihasilkan dari
tanaman umbi-umbian genus Amorphophallus. Tepung konjak mengandung
glukomanan sebanyak 40 - 60% (Arifin, 2011), yang memiliki kemampuan
menyerap air dan mudah membentuk gel. Selain itu tepung konjak juga memiliki
sifat-sifat fungsional lain bagi kesehatan karena glukomanan yang terkandung
merupakan serat larut air. Tepung konjak merupakan tepung yang kaya akan
mineral dan tergolong rendah kalori dan lemak. Tepung ini bersifat tidak dapat
dicerna oleh pencernaan. Dengan demikian, pemakaian tepung konjak sebagai
bahan pembentuk gel dalam pembuatan permen jelly ini dapat bersinergi dengan
buah pepaya dalam membersihkan sisa makanan di usus besar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan gel pada pembuatan
permen jelly adalah konsentrasi, suhu, pH, dan adanya ion atau komponen aktif
lainnya. Penambahan asam sitrat ke dalam bahan baku pembuatan permen jelly
dapat mempengaruhi pembentukan gel terutama gel pektin. Asam yang
ditambahkan akan berpengaruh terhadap keberadaan gugus ionik yang akan
mempengaruhi terjadinya ikatan ionik pada sistem gel. Menurut Suyanti dkk
(2012), buah pepaya mengandung pektin sekitar 14,11%. Penambahan asam
yang berlebih akan menyebabkan tekstur permen jelly pepaya menjadi lembek
karena asam akan meningkatkan inversi sukrosa menjadi gula-gula reduksi dan
akan mengganggu kerja pembentukan gel pektin. Oleh sebab itu, perlu dilakukan
penelitian untuk mengetahui konsentrasi penambahan asam sitrat dan tepung
konjak yang sesuai pada pembuatan permen jelly pepaya dan pengaruhnya
terhadap sifat fisik, kimia, dan organoleptik permen jelly pepaya yang dihasilkan.

2
1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan masalah yang
akan dibahas oleh peneliti adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh konsentrasi penambahan tepung konjak dan asam
sitrat terhadap karekteristik fisikokimia dan organoleptik permen jelly
pepaya?
2. Bagaimana pengaruh interaksi penambahan tepung konjak dan asam
sitrat terhadap karakteristik fisikokimia dan organoleptik permen jelly
pepaya?
3. Berapa konsentrasi penambahan tepung konjak dan asam sitrat yang
tepat agar memperoleh permen jelly pepaya yang berkualitas?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah


1. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi penambahan tepung konjak dan
asam sitrat terhadap karekteristik fisikokimia dan organoleptik permen
jelly pepaya.
2. Untuk mengetahui pengaruh interaksi penambahan tepung konjak dan
asam sitrat terhadap karakteristik fisikokimia dan organoleptik permen
jelly pepaya.
3. Untuk mengetahui konsentrasi penambahan tepung konjak dan asam
sitrat yang tepat pada pembuatan permen jelly.

1.4 Manfaat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan


wawasan kepada masyarakat tentang pengolahan produk pepaya agar
meningkatkan nilai ekonomisnya, memberikan informasi tentang pembuatan
permen jelly pepaya dengan tepung konjak, serta memberikan ide pikiran dalam
rangka diversifikasi pangan.

1.5 Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah konsentrasi penambahan tepung konjak dan
konsentrasi asam sitrat pada pembuatan permen jelly pepaya dapat memberikan
pengaruh terhadap karakteristik fisika, kimia, dan organoleptik.

3
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pepaya

Pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu tanaman buah tropis
yang berasal dari negara Meksiko Selatan. Menurut Setiaji (2009), pada abad ke-
17 tanaman ini menyebar ke berbagai negara tropis, termasuk negara Indonesia.
Tanaman ini dapat kita temukan di daerah-daerah yang basah, kering, dataran
rendah, serta pegunungan (sampai ketinggian 1.000 m dpl). Sebenarnya di
daerah dataran tinggi pepaya dapat tumbuh, tetapi buah yang dihasilkan kurang
optimal (Sujiprihati, 2009).

Gambar 2.1 Buah Pepaya (Nalendra, 2015)

Buah pepaya menjadi salah satu komoditas buah yang cukup potensial
untuk dibudidayakan di Indonesia dalam bidang agribisnis. Dalam 1 hektar lahan,
buah pepaya yang siap dipanen dapat mencapai kisaran 168-170 ton/2 tahun
dalam kondisi lingkungan yang optimal. Pembudidayaan dan pengembangan
tanaman pepaya yang intensif dapat membuka lapangan kerja dan meningkatkan
pendapatan. Buah pepaya memiliki beberapa varietas, yaitu pepaya semangka
yang berbentuk lonjong, daging buahnya berwarna merah, rasa manis dan
banyak airnya, pepaya jinggo yang hampir mirip dengan pepaya semangka tetapi
rasanya kurang manis, pepaya bangkok atau pepaya Thailand yang memiliki kulit
luar tidak rata dan buahnya berwarna jingga bersemu merah dan keras, pepaya
cibinong , pepaya meksiko, pepaya solo, pepaya mas yang memiliki ciri daging
buahnya berwarna kuning, pepaya ijo dan pepaya item (Rukmana, 2012).

4
Berdasarkan taksonominya (Ming, 2013), tanaman pepaya dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Sub Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Caricales
Famili : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies : Carica papaya Linn.
Buah pepaya tergolong buah yang populer dan digemari oleh seluruh
penduduk. Ketersediaannya sepanjang tahun, memiliki varietas yang beragam,
serta murah yang menjadikan buah ini sebagai idola. Buah pepaya terdiri dari 3
bagian yaitu daging buah sebanyak 89,3%, kulit buah sebanyak 25,3%, dan biji
buah sebanyak 5,4% (Medina, 2003). Daging buah pepaya lunak, berwarna
merah atau kuning, rasanya manis dan menyegarkan. Namun, juga ada
beberapa masyarakat kurang menyukai karena baunya yang khas dan kurang
enak. Padahal buah pepaya ini memiliki banyak sekali manfaat bagi tubuh
manusia. Menurut Usman (2015), pepaya memiliki kandungan vitamin C,
flavonoid, folat, vitamin A, mineral, magnesium, vitamin E, kalium, serat, dan
vitamin B.
Buah pepaya banyak mengandung vitamin yang diperlukan untuk
meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Mengkonsumsi pepaya diyakini dapat
memperkuat sistem kekebalan tubuh dan mencegah beberapa penyakit seperti
pilek, flu, dan batuk. Manfaat buah pepaya yang tidak kalah penting adalah
berperan dalam mencegah kanker usus besar. Hal ini karena dalam buah
pepaya banyak mengandung serat. Serat ini akan memperlancar buang air besar
(Usman, 2015). Komposisi gizi buah pepaya dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Komposisi gizi buah pepaya masak per 100 gr


Zat Gizi Jumlah
Energi 46 kkal
Protein 0,5 gr
Lemak 0 gr
Karbohidrat 12,2 gr
Kalsium 23 mg
Fosfor 12 mg
Besi 1,7 mg
Vitamin A 365 SI
Vitamin B1 0,04 mg
Vitamin C 78 mg
Air 86,7 gr
Sumber: Suprapti, 2009.

5
Selain kandungan gizinya yang tinggi, buah pepaya juga mengandung
pektin alami. Pektin ini terdapat dalam seluruh bagian tanaman buah pepaya,
seperti akar, batang, daun, bunga, dan buah. Oleh karena itu, buah pepaya sisa
sadap yang tampilannya kurang menarik dapat diimanfaatkan untuk dioleh
menjadi pektin. Menurut Suyanti (2012), rendemen pektin yang diekstrak dari
buah pepaya sisa sadap sebesar 14,11%, sedangkan menurut Purwoko (2010),
rendemen pekin dari buah pepaya sisa sadap mencapai 18,69%.

2.2 Permen

Permen atau candy adalah sejenis gula-gula atau makanan berkalori


tinggi yang pada umumnya berbahan dasar gula dengan konsentrasi terentu dan
dicampur dengan air serta diberi tambahan perasa atau pewarna agar lebih
menarik (Toussaint and Maguelonne, 2009). Permen sendiri pertama kali dibuat
oleh bangsa cina, timur tengah, mesir, yunani, dan romawi. Menurut Badan
Standart Nasional Indonesia (2008), kembang gula atau permen adalah jenis
makanan selingan yang berbentuk padat dibuat dari gula atau pemanis lainnya
atau campuran gula dengan pemanis lain, dengan atau tanpa penambahan
makanan lain yang lazim.
Menurut Koswara (2009), berdasarkan sifat teksturnya permen dibagi
menjadi 2, yaitu permen berkristal dan permen non kristal (amorphous, bening).
Permen berkristal terdiri dari kristal besar seperti rock candy dan kristak kecil
seperti foundant dan fudge. Permen non kristal terdiri dari hardcandies, brittles,
chewy candies, dan gummy candies. Menurut Badan Standart Nasional (2008),
permen atau kembang gula dibagi menjadi dua, yaitu kembang gula keras dan
kembang gula lunak.

2.3 Permen Jelly

Permen jelly merupakan permen yang terbuat dari air atau sari buah dan
bahan pembentuk gel, yang memiliki kenampakan jernih transparan serta
mempunyai tekstur dengan kekenyalan tertentu (Muawanah, 2012). Permen jelly
ini termasuk kedalam permen lunak. Permen jelly memiliki karakteristik umum
chewy yang bervariasi, dari agak lembut hingga agak keras (Farida, 2008).

6
Gambar 2.2 Permen Jelly (Safuadah, 2015)

Tekstur pada permen jelly ditentukan oleh bahan pembentuk gel (gelling
agent) yang digunakan. Jelly dengan gelatin akan bertekstur lunak dan bersifat
seperti karet. Jelly dengan penambahan agar-agar atau pektin akan bersifat
lunak dan mudah rapuh. Jelly dengan karagenan akan menghasilkan gel yang
kuat, namun kurang elastis.
Permen jelly termasuk kedalam makanan semi basah. Pangan semi
basah atau Intermediate Moisture Food (IMF) adalah produk pangan yang
mempunyai tekstur plastis sehingga memungkinkan untuk dapat dibentuk dan
dapat langsung dimakan, serta memiliki umur simpan lebih lama dibandingkan
pangan basah (Tiancheng, 2009). Umur simpan ini dipengaruhi karena kadar air
dan aw yang terkandung dalam bahan pangan semi basah. Biasanya kadar air
dari IMF adalah 10-14% dengan rentang aktivitas air (aw) antara 0,60-0,85
(Nopwinyuwong, 2010).
Setiap produk pangan pasti memilliki syarat mutu agar nilai gizi dan
keamanan produk terjaga bagi bagi produsen maupun konsumen. Selain itu,
adanya syarat mutu dapat menjadi sarana bagi konsumen untu mengetahuibaik
atau tidaknya suatu produk. Menurut SNI No. 3547.2-2008, syarat mutu permen
jelly adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Syarat mutu permen jelly


No, Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan
Bau - Normal
Rasa - Normal
(sesuai label)
2. Kadar air % fraksi massa Maks. 20,0
3. Kadar abu % fraksi massa Maks, 3,0
4. Gula reduksi % fraksi massa Maks. 25,0
(dihitung sebagai
gula inversi)
5. Sakarosa % fraksi massa Min. 27,0

7
Tabel 2.2 Syarat mutu permen jelly (lanjutan)
6. Cemaran logam
Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0
Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 2,0
Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0
Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03
7. Cemaran arsen (As) mg/kg Maks. 1,0
8. Cemaran mikroba
4
Angka lempeng koloni/gr Maks. 5 x 10
total
Bakteri coliform APM/gr Maks. 20
E. coli APM/gr <3
2
Staphylococcus Koloni/gr Maks. 1 x 10
aureus
Salmonella Negatif/ 25 gr
2
Kapang/khamir Koloni/gr Maks. 1 x 10
Sumber : Badan Standart Nasional, 2008

2.4 Bahan Pembuatan Permen Jelly

2.4.1 Pektin

Pektin adalah polimer dari asam D-galakturonat yang dihubungkan oleh


ikatan α -1,4 glikosidik. Sebagian gugus karboksil pada polimer pektin mengalami
esterifikasi dengan metil (metilasi) menjadi gugus metoksil. Senyawa ini disebut
sebagai asam pektinat atau pektin. Asam pektinat ini bersama gula dan asam
pada suhu tinggi akan membentuk gel seperti yang terjadi pada pembuatan selai.
Pada asam pektat, gugus karboksil asam galakturonat dalam ikatan polimernya
tidak teresterkan. Asam pektat dalam jaringan tanaman terdapat sebagai kalsium
(Ca) atau magnesium pektat (Rowe, et al., 2006).

Gambar 2.3 Struktur Kimia Pektin (Fitria, 2013)

8
Pektin berbentuk serbuk kasar atau halus, bewarna putih kekuningan,
hampir tidak berbau dan memiliki rasa seperti mucilago. Serbuk ini hampir larut
dalam 20 bagian air, membentuk cairan kentak, dan praktis tidak larut dalam
etanol atau pelarut organic lainnya (Ditjen POM, 1995). Dalam bidang pangan
pektin digunakan sebagai bahan pembentuk gel tergantung pada kandungan
metoksilnya dan sebagai penstabil pada es krim.
Senyawa pektin menurut Chaplin (2004), dapat dibagi empat yaitu :
a. Protopektin
Protopektin adalah senyawa pektin yang tidak larut dalam air, dapat
dihidrolisa menjadi pektin dan asam pektinat. Winarno (2002) menyatakan
bahwa protopektin lebih banyak terdapat pada buah-buahan yang belum
matang.
b. Asam pektinat
Asam pektinat adalah senyawa pektin asam poligalakturonat yang
mengandung sejumlah metil ester.
c. Pektin
Pektin adalah senyawa pektin asam poligalakturonat yang mengandung
3-16% gugus metoksi, dapat larut dalam air, membentuk jelly dengan gula
dalam suasana asam.
d. Asam pektat
Asam pektat adalah senyawa pektin yang tidak mengandung gugus
metilester dan terdapat pada buah yang terlalu matang serta sayuran busuk.

Pektin dengan kandungan metoksil rendah adalah asam pektinat yang


sebagian besar gugusan karboksilnya bebas tidak teresterkan. Pektin dengan
metoksil rendah ini dapat membentuk gel dengan ion-ion bervalensi dua. Untuk
membentuk gel pektin, harus ada senyawa pendehidrasi (biasanya gula) dan
harus ditambahkan asam dengan jumlah yang cocok (Hariyati, 2006).
Pektin diperlukan untuk membentuk gel (kekentalan) pada produk selai.
Jumlah pektin yang ideal untuk pembentukan gel berkisar 0,75%-1,5%. Kadar
gula tidak lebih dari 65% dan konsentrasi pektin 1% sudah sudah dapat
dihasilkan gel dengan kekerasan yang baik (Yuliani, 2011).

2.4.2 Konjak glukomanan

Konjak glukomanan merupakan polisakarida hidrokoloid yang berasal dari


tanaman porang (Amorphophallus oncophyllus) (Subaryono dan Utomo, 2006).

9
Konjak terdiri dari D-glukopiranosa dan D-mannopiranosa yang terhubung
dengan ikatan β-1,4 obligasi glukosidik (Mei Xu et al., 2011). Struktur kimia
konjak dapat dilihat pada gambar 2.4

Gambar 2.4 Struktur Kimia Konjak Glukomanan (Udin, 2013)

Tepung konjak yang dikeringkan mengandung 49-60% glukomanan, pati


sebanyak 10-30%, serat 2-5%, protein sebanyak 5-14%, gula reduksi 3-5%, abu
3,4-5,3%, serta vitamin dan lemak dalam jumlah yang sedikit. Tepung konjak ini
memiliki kenampakan serbuk yang berwarna putih hingga krem atau coklat muda
dab memiliki aroma khas seperti ikan (Santana, 2012).
Tepung konjak mempunyai kemampuan untuk membentuk gel reversible
dan irreversible pada kondisi yang berbeda. Jika konjak dilarutkan ke dalam air
maka tidak akan membentuk gel karena gugus asetilnya mencegah rantai
panjang glukomanan untuk saling bertemu. Oleh karena itu, untuk membentuk
gel, konjak memerlukan pemanasan sampai suhu 85 0C dan pada kondisi basa
(pH 9-10). Gel yang terbentuk pada kondisi ini disebut gel yang tahan panas
(irreversible). Gel irreversible ini bersifat stabil pada pemanasan ulang pada suhu
100 0C hingga 200 0C (Akesowan, 2013). Gel reversible pada konjak glukomanan
biasanya dimanfaatkan untuk pembuatan soft candy, jeli, selai, yogurt, pudding,
dan es krim. Gel reversible ini dibuat dengan mencapurkan konjak dengan
xanthan atau kappa karagenan (FMCBiopolimer, 2001).

Gambar 2.5 Proses pembentukan gel konjak-karagenan (Udin, 2013)

10
2.4.3 Karagenan

Karagenan adalah getah rumput laut dari spesies tertentu kelas


Rhodophyceae yang diekstraksi dengan air atau larutan alkali. Karagenan
berbentuk seperti tepung yang berwarna putih dan halus. Karagenan tersusun
dari perulangan unit-unit galaktosa dan 3,6-anhidro galaktosa (3,6-AG).
Keduanya baik yang berikatan dengan sulfat atau tidak, dihubungkan dengan
ikatan glikosidik -1,3 dan β-1,4 secara bergantian (Diharmi, 2011). Berdasarkan
unit penyusunnya, karagenan dibagi menjadi 3, yaitu kappa-karagenan, iota-
kareganan, dan lambda-karegenan (Winarno, 1997). Kappa karagenan
mengandung 25-30% ester sulfat, iota karagenan mengandung 28-35% ester
sulfat, sedagkan lamda karagenan mengandung 32-39% ester sulfat.
Monomer-monomer dalam setiap fraksi karagenan dihubungkan oleh
jembatan oksigen melalui ikatan ȕ-1,4 glikosidik. Monomer-monomer yang telah
berikatan tersebut digabungkan bersama monomer-monomer yang lain melalui
ikatan Į-1,3 glokisidik yang membentuk polimer. Ikatan 1,3 glikosidik dijumpai
pada bagian monomer yang tidak mengandung sulfat yaitu monomer D-
galaktosa-4-sulfat dan D-galaktosa-2-sulfat. Ion sulfat tidak pernah ada pada
atom C3, ikatan 1,4 glikosidik terdapat pada bagian monomer yang mengandung
jembatan anhidro yaitu monomer-monomer 2,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat dan
3,6-anhidro-D-galaktosa serta pada D-galaktosa-2,6-disulfat (Glicksman, 1983).
Unit monomer karagenan dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Unit monomer karagenan


Fraksi karagenan Monomer
Kappa D-galaktosa 4-sulfat
3,6-anhidro-D-galaktosa
Iota D-galaktosa 4-sulfat
3,6-anhidro-D-galaktosa 2-sulfat
Lambda D-galaktosa 2-sulfat
D-galaktosa 2,6-disulfat
Sumber: Glicksman, 1983

Kappa-karagenan dan iota-karagenan merupakan fraksi yang mampu


membentuk gel dalam air dan bersifat reversible yaitu meleleh jika dipanaskan
dan membentuk gel kembali jika didinginkan. Pembentukan gel terjadi saat rantai
dari satu karagenan bertemu dengan rantai lain yang sama untuk membentuk
double heliks, kemudian double heliks ini akan saling bergabung membentuk
jaringan tiga dimensi. Sedangkan untuk lambda karagenan tidak membentuk gel

11
(Bubnis, 2000). Pembentukan kerangka tiga dimensi oleh ‘double helix’ akan
mempengaruhi pembentukan gel. Proses pemanasan dengan suhu yang lebih
tinggi dari suhu pembentukan gel mengakibatkan polimer karagenan menjadi
acak. Bila suhu diturunkan maka larutan polimer akan membentuk pilinan ganda
dan apabila penurunan suhu dilanjutkan maka polimer ini akan membentuk
stuktur tiga dimensi (Glicksman 1983). Jika diteruskan, ada kemungkinan proses
pembentukan agregat terus terjadi dan gel akan mengerut sambil melepaskan
air. Proses terakhir ini disebut sineresis (Fardiaz 1989).
Secara umum karagenan membentuk gel pada suhu 45-65 °C dan
meleleh kembali jika suhu dinaikkan 10-20 °C dari suhu pembentukan gel
tertinggi yaitu 65 °C (Indriani dan Emi 1991). Ketika gel karagenan didinginkan di
bawah suhu pembentukan gel, gel karagenan bersifat sangat stabil pada pH
yang biasa terdapat dalam produk pangan. Jika pH kurang dari 4,3 viskositas
akan menurun jika suhu yang digunakan tinggi. Pada produk olahan pangan
yang mengalami pemanasan dan mempunyai pH rendah, biasanya karagenan
ditambahkan pada saat produk telah mengalami pemanasan (Thomas, 1999).
Konsistensi gel dipengaruhi beberapa faktor antara lain: jenis dan tipe
karagenan, konsistensi, adanya ion-ion serta pelarut yang menghambat
pembentukan hidrokoloid (Towle 1973).

Gambar 2.6 Proses pembentukan gel karagenan (Bubnis, 2000)

12
2.4.4 Gula

Sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peran penting dalam


pengolahan makanan dan banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan, dan kelapa
kopyor. Untuk industri makanan biasanya digunakan sukrosa dalam bentuk
kristal halus atau kasar.
Sukrosa juga dikenal dengan gula meja, terdapat terutama dalam gula
tebu. Hidrolisis sukrosa menghasilkan D-glukosa dan D-fruktosa yang sama
banyak. Sukrosa sangat mudah larut pada rentang suhu yang lebar. Sifat ini
menjadikan sukrosa bahan yang sangat baik untuk sirup dan makanan lain yang
mengandung gula (deMan, 1989).
Penambahan sukrosa dalam pembuatan produk makanan
berfungsi untuk memberikan rasa manis, dan dapat pula sebagai
pengawet, yaitu dalam konsentrasi tinggi menghambat pertumbuhan
mikroorganisme dengan cara menurunkan aktivitas air dari bahan pangan
(Udin, 2013). Menurut Standart Nasional Indonesia (SNI), penambahan sukrosa
pada permen jelly adalah minimal 30%.
Faktor utama yang mempengaruhi mutu sukrosa adalah pemanasan.
Penggunaan teknik konsentrasi hampa udara dalam proses penggilingan dan
pemurnian mengurangi inversi sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa, juga
mengurangi pembentukan warna gelap oleh proses karamelisasi. Inversi sukrosa
menyebabkan berkurangnya hasil dan kadar air yang tinggi pada produk akhir
(Buckle, et al., 1987).

2.4.5 Glukosa

Sirup glukosa merupakan produk olahan dari pati polisakarida lain seperti
selulosa dan hidrolisis menggunakan asam kuat atau enzim (Achyadi dkk.,
2000). Menurut Winarno (1997), pemecahan pati oleh α-amilase dapat
menghidrolisis pati menjadi fraksi-fraksi molekul yang terdiri dari 6-7 unit glukosa.
Sirup glukosa digunakan dalam industri makanan dan minuman terutama
industri permen, selai, dan pengalengan buah-buahan karena sirup glukosa
berfungsi untuk mengatur tingkat dan kecepatan proses kristalisasi sesuai
dengan keinginan industri dan untuk meningkatkan viskositas permen jelly
sehingga tidak lengket (Hidayat dan Ikarisztiana, 2004). Penggunan sirup
glukosa ternyata dapat mencegah kerusakan pada permen karena kandungan
fase cair dari permen memiliki konsentrasi bahan kering sebesar 75-76% dari

13
berat permen, kondisi ini tidak dapat diperoleh dengan melarutkan gula ataupun
dekstrosa secara sendiri-sendiri tetapi dengan melarutkan gula dan sirup gula,
dekstrosa atau sirup maltosa (Hidayat dan Ikarisztiana, 2004).

2.4.6 Asam sitrat

Asam sitrat (C6H807) adalah asam organik berbentuk butiran, berwarna


putih, berasa asam, dan terdapat pada buah-buahan seperti limau dan nanas
yang digunakan untuk menetralkan basa dalam minuman segar dan dapat dibuat
dengan fermentasi gula. Kristal-kristal asam sitrat tidak berwarna, tidak berbau,
berasa asam, cepat larut dalam air panas, dan tidak beracun (Hidayat dan
Ikarisztiana, 2004).
Pemberian asam sitrat memiliki fungsi sebagai pencegah terjadinya
kristalisasi gula, sebagai katalisator hidrolisis sukrosa ke bentuk gula invert
selama penyimpanan serta sebagai penjernih gel yang dihasilkan. Selain itu,
asam sitrat dapat bertindak sebagai pengeras rasa dan warna atau
menyelubungi rasa after taste yang tidak disukai.
Keberhasilan dalam pembuatan permen jelly tergantung dari derajat
keasaman atau pH yang diperlukan. Nilai pH dapat diturunkan dengan
penambahan sejumlah kecil asam sitrat. Asam sitrat yang ditambahkan dalam
permen jelly maksimal 0,5% (Sudaryati dan Mulyani, 2003).

2.5 Pembuatan Permen Jelly

Menurut Wijana (2013), pembuatan permen jelly dengan bahan baku


buah nanas adalah puree nanas diukur volumenya sebanyak 150 ml kemudian
dicampur dengan 40% sukrosa:glukosa (1:1), Karagenan 3%;3,5%;4%, gelatin
10%;12%;14% dan dimasak hingga mendidih. Setelah masak, api dimatikan dan
setelah itu dicampur dengan asam sitrat 0,3% dan selanjutnya adonan diangkat
dan dituang ke cetakan. Jelly dalam cetakan didiamkan selama 10 jam dalam
suhu ruang dan selanjutnya dipotong. Jelly yang telah dipotong dikeringkan
dengan tunnel dryer selama 8 jam pada suhu 50-55oC. Permen jelly yang telah
kering dilapisi gula castor dan selanjutnya dikeringkan selama 30 menit pada
suhu 50-55oC.
Pembuatan permen jelly meliputi pengambilan sari buah 50% dari berat
bahan keseluruhan dan dimasukkan ke dalam beaker glass. Ditambahkan
sukrosa dan HFS, sirup glukosa dan asam sitrat ke dalam beaker glass yang

14
telah berisi sari buah masing-masing sesuai perlakuan yaitu 70, 75, 80 dan 85%
untuk sukrosa 10, 15, 20 dan 25% serta 5% untuk HFS dan 10% untuk sirup
glukosa dan asam sitrat secukupnya. Larutan selanjutnya dipanaskan pada suhu
90-100 oC sampai semua tercampur homogen dan sebagian air menguap.
Kemudian ditambahkan pektin sesuai perlakuan dan dilanjutkan pemanasan
sampai larutan mengental dan membentuk benang tipis yang tidak terputus.
Selanjutnya larutan permen dituang ke dalam cetakan. Permen yang telah
dicetak didinginkan pada suhu ruang selama 1 jam. Selanjutnya permen yang
telah mengeras disimpan selama 24 jam dalam lemari pendingin. Setelah
dikeluarkan dari lemari pendingin permen dibiarkan pada suhu ruang selama 1
jam untuk menetralkan suhu. Permen dikeluarkan dari cetakan dan ditaburin
dengan tepung tapioka dan tepung gula (Zulfaini, 2004).

15
III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa dan Pengolahan


Pangan, Pilot Plan, Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan, dan Laboratorium
Sensoris Pangan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Penelitian dilaksanakan mulai bulan
September 2016 hingga Januari 2017.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

3.2.1 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan permen jelly pepaya


adalah buah pepaya varieras Bangkok (Pasar Belimbing Malang), karagenan
(Toko Bahan Kimia Kridatama Malang), tepung konjak (CV Nura Jaya Surabaya),
sukrosa (Indomart), glukosa cair (Avia Malang), asam sitrat (Toko Bahan Kimia
Kridatama Malang), gula castor (Avia Malang), dan air. Bahan yang digunakan
untuk analisa sifat kimia permen jelly, antara lain: asam oksalat, larutan NaOH
0,1N, indikator PP, larutan gula standart, reagen nelson, arsenomolibdat, HCl,
etanol 96%, kertas saing, kain saring, kertas lakmus dan aquades.

3.2.2 Alat

Alat yang digunakan untuk penelitian ini dibagi menjadi alat pembuatan
permen jelly dan alat analisis permen jelly pepaya. Alat-alat yang digunakan
untuk pembuatan permen jelly pepaya adalah pisau, timbangan digital (Logan),
gelas ukur (Pyrex), panci, blender, baskom, mixer, sendok, pengaduk, loyang,
termometer, dan cabinet drying (Omron).
Alat yang digunakan untuk analisa adalah glassware, oven listrik (WTB
Binder), desikator, cawan porselen, kompor listrik (Maspion), furnace
(Thermolyne), tensile strenghth, color reader (Minola CR-10), timbangan analitik
(Denver M-310), rak tabung kayu, shaker (Heidolph), vortex, kuvet,
spektrofotometer (Spectronic 20), buret dan statif, shaker waterbath, pH meter,
pompa vakum (Rocker Chemker 400), bola hisap, corong dan spatula.

16
3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode Rancangan Acak Kelompok


(RAK). Penelitian ini dilakukan dengan 2 faktor yaitu faktor konsentrasi
penambahan tepung konjak (K) dan faktor konsentrasi penambahan asam sitrat
(A). Faktor pertama (K) terdiri dari 3 level yaitu 2%, 3%, dan 4%. Faktor kedua
(A) juga terdiri dari 3 level, yaitu 0,1%, 0,2%, dan 0,3%.

Tabel 3.1 Rancangan percobaan permen jelly


Faktor A1 (0,1%) A2 (0,2%) A3 (0,3%)
K1 (2%) K1A1 K1A2 K1A3
K2 (3%) K2A1 K2A2 K2A3
K3 (4%) K3A1 K3A2 K3A3

Keterangan:
K1A1 = konsentrasi konjak 2% (b/b), konsentrasi asam sitrat 0,1% (b/b)
K1A2 = konsentrasi konjak 2% (b/b), konsentrasi asam sitrat 0,2% (b/b)
K1A3 = konsentrasi konjak 2% (b/b), konsentrasi asam sitrat 0,3% (b/b)
K2A1 = konsentrasi konjak 3% (b/b), konsentrasi asam sitrat 0,1% (b/b)
K2A2 = konsentrasi konjak 3% (b/b), konsentrasi asam sitrat 0,2% (b/b)
K2A3 = konsentrasi konjak 3% (b/b), konsentrasi asam sitrat 0,3% (b/b)
K3A1 = konsentrasi konjak 4% (b/b), konsentrasi asam sitrat 0,1% (b/b)
K3A2 = konsentrasi konjak 4% (b/b), konsentrasi asam sitrat 0,2% (b/b)
K3A3 = konsentrasi konjak 4% (b/b), konsentrasi asam sitrat 0,3% (b/b)

Dari kedua faktor diperoleh 9 satuan percobaan dan akan dilakukan 3 kali
pengulangan sehingga total terdapat 27 satuan percobaan.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk menentuan faktor dan proses


pembuatan melalui studi literature. Selain itu, pada penelitian pendahuluan ini
juga dilakukan penentuan variasi konsentrasi penambahan tepung konjak dan
asam sitrat dan untuk mengetahui secara teknis proses pembuatan permen jelly.
Dari penelitian pendahuluan ini didapatkan faktor 1 yaiitu konsentrasi
penambahan tepung konjak sebesar 2%, 3% dan 4% (b/b) sedangkan faktor 2
yaitu konsentrasi penambahan asam sitrat sebesar 0,1%, 0,2%, dan 0,3% (b/b).

17
3.4.2 Pembuatan puree buah pepaya

Buah pepaya dikupas kulitnya, dicuci dengan air dan dipotong-potong.


Sebelum buah pepaya dijadikan puree terlebih dahulu dilakukan blanching
menggunakan metode water blanching dengan suhu 80 0C selama 3 menit.
Setelah diblanching pepaya didiamkan hingga dingin lalu dilakukan
penghancuran dengan menggunakan blender sampai hasil dan puree buah
pepaya diperoleh. Diagram alir pembuatan puree buah pepaya dapat dilihat pada
Gambar 3.1.

Buah Pepaya Analisa Bahan

Kimia:
Sortasi dan Pengupasan - Kadar air
- Total Asam
- Gula reduksi
Pencucian dan Pemotongan ± 2 cm - Pektin
Fisik:
Water Blanching (80 C, 3 menit) - Warna

Penghalusan

Puree Buah Pepaya


Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Puree Buah Pepaya

3.4.3 Pembuatan permen jelly

Pada pembuatan permen jelly ini kita menggunakan perbandingan puree


dengan air adalah 4:1 namun air ini digunakan untuk melarutkan gula dan
glukosa cair agar mendapatkan larutan yang homogen. Sebelum melarutkan gula
dan glukosa cair, puree buah pepaya ditambahkan karagenan sebanyak 2% dan
konjak kemudian diaduk menggunakan mixer hingga tercampur. Lalu gula,
glukosa cair, dan air dimasukkan ke dalam panci dan dipanaskan sambil diaduk
sampai larut. Cairan gula tersebut kemudian ditambahkan campuran puree buah
dan gelling agent sambil dipanaskan pada suhu 70 0C selama 5 menit dan terus
diaduk. Setelah itu, api dimatikan dan tunggu sampai adonan bersuhu 50 0C lalu
ditambahkan asam sitrat. Adonan kemudian dicetak dalam loyang dan dibiarkan
sampai membentuk gel. Jelly yang sudah terbentuk dipotong-potong dan
kemudian dikeringkan dengan cabinet drying pada suhu 55 0C selama 24 jam
sambil dibalik beberapa kali. Lalu permen jelly yang sudah jadi diberi gula castor

18
15% (b/b) untuk bagian luarnya dan dimasukkan kembali ke dalam cabinet drying
pada suhu 55 0C selama 30 menit. Diagram alir pembuatan permen jelly dapat
dilihat pada Gambar 3.2.

3.4.4 Analisa fisik

Dalam penelitian ini dilakukan analisa fisik pada buah pepaya yang
dijadikan bahan baku dan pada permen jelly yang dihasilkan. Analisa fisik yang
dilakukan pada buah pepaya adalah analisa warna dengan color reader.
Sementara itu, analisa fisik yang dilakukan pada permen jelly adalah analisa
warna dengan color reader dan analisa kekerasan dengan tensil streght.
Tahapan-tahapan analisa dapat dilihat pada lampiran 1.

3.4.5 Analisa kimia

Analisa kimia dilakukan pada bahan baku dan produk permen jelly.
Analisa kimia yang dilakukan pada bahan baku, yaitu: analisa kadar air dengan
metode oven, total asam (AOAC, 1990), gula reduksi dengan metode Nelson
Semogyi dan analisa pektin (Sudarmadji et all., 1989). Pada produk jadi
dilakukan analisa kadar air dengan metode oven, kadar abu (AOAC, 1990), total
asam (AOAC, 1990), pH dan gula reduksi dengan metode Nelson Semogyi.
Tahapan-tahapan analisa dapat dilihat pada lampiran 1.

3.4.6 Analisa organoleptik

Pada penelitian ini juga dilakukan analisa organoleptik. Pengujian


organoleptik ini menggunakan uji hedonik untuk mengetahui permen jelly mana
yang disukai oleh panelis. Jumlah panelis yang digunakan pada uji hedonik
sejumlah 30 orang. Semua panelis akan mencicipi dan menganalisa warna, rasa,
tekstur dan aroma dari permen jelly yang dihasilkan. Kemudian mengisi kuisioner
yang dibagikan. Kuisioner uji hedonik dapat dilihat pada Lampiran 2.

3.4.7 Pengolahan data

Setelah didapatkan semua data dari hasil analisa kemudian data-data


tersebut dianalisis ragam ANOVA (Analysis of Variance). Jika hasilnya
menunjukkan beda nyata pada interaksi kedua perlakuan dilanjutkan uji lanjut
DMRT (Duncan’s Multiple Range Test), namun apabila menunjukkan tidak ada

19
interaksi tetapi disalah satu faktor atau keduanya terdapat beda nyata maka
dilakukan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) menggunakan selang
kepercayaan 5%.

3.4.8 Pemilihan perlakuan terbaik

Untuk menentukan kombinasi perlakuan terbaik dari parameter fisik, kimia


dan organoleptik digunakan metode multiple atribut atau metode Zeleny.

20
Sukrosa : Glukosa (5:1) 40% b/b + Air
(25% b/b) Puree Buah Pepaya
Karagenan 2% b/b
Pemanasan hingga mendidih sambil Tepung Konjak
pengadukan (2%, 3%, 4%) b/b
Pencampuran dengan
mixer
Larutan Gula
Adonan

Pemanasan suhu 70 0C selama 5 menit


sambil pengadukan Asam Sitrat (0,1% ;
0,2%; dan 0,3%) b/b
Pencampuran Analisa Bahan
- pH

Pencetakan

Pendiaman pada suhu ruang selama 10 jam

Pemotongan
Analisa Produk
Kimia:
Pengeringan (suhu 50-55 0C selama 24 jam) - Kadar air
- Kadar abu
- Total asam
Pelapisan dengan gula castor (12%)
- Gula reduksi
Fisik:
- Warna
Pengeringan (suhu 55 0C selama 30menit)
- Kekerasan
Organoleptik:
- Rasa
Permen Jelly Pepaya - Aroma
- Warna
Pemilihan perlakuan terbaik - Tekstur

Analisa Produk
Perlakuan Terbaik
Kimia:
- Kadar serat
kasar
- Antioksidan

Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Permen Jelly

21
IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sifat Fisik dan Kimia Bahan Baku

Bahan baku pembuatan permen jelly pepaya adalah buah pepaya. Buah
pepaya yang digunakan adalah jenis pepaya Thailand yang didapatkan dari
Pasar Belimbing Kota Malang, Jawa Timur. Sebelum diolah menjadi permen jelly
dilakukan analisa buah pepaya. Analisa ini dimaksudkan untuk mengetahui
bagaimana kondisi awal bahan baku sebelum diolah. Karakteristik fisikkimia
pepaya yang dianalisa adalah warna, kadar air, total asam, gula pereduksi dan
kadar pektin. Hasil analisa bahan baku pepaya dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data hasil analisa bahan baku pepaya


Buah Pepaya Segar
Parameter
Hasil Analisis Literatur
a
Kadar air (%) 89,64 ± 0,96 79,75 ± 0,18
b
Total asam (%) 0,1728 ± 0,00 0,17 ± 0,02
c
Gula pereduksi (%) 6,79 ± 0,01 5,3 ± 0,27
d
Kadar pektin (%) 0,65 ± 0,03 0,5 – 1
b
Nilai kecerahan (L) 44,57 ± 1,05 45,42 ± 1,13
b
Nilai kemerahan (a*) 33,00 ± 8,56 20,34 ± 0,42
b
Nilai kekuningan (b*) 22,83 ± 1,97 29,41 ± 0,15
a b c
Sumber: Shofian et al. (2011) , Addai et al. (2016) , Yan et al. (2014) , Fitriningrum dkk
d
(2013)

Pada Tabel 4.1 dapat dilihat karakteristik fisikokimia pada bahan baku
pepaya. Kandungan kimia pepaya terbesar adalah air sebesar 89,64% dan
kompenen dengan jumlah kecil yaitu total asam sebesar 0,1728%. Kadar air
pada buah pepaya yang digunakan cukup berbeda jauh. Menurut literatur, kadar
air buah pepaya sekitar 79,75%. Perbedaan hasil analisa kadar air ini
disebabkan karena varietas pepaya yang digunakan berbeda. Selain itu,
dimungkinkan karena umur panen, iklim, lama penyimpanan, dan tingkat
kematangan. Pada buah yang matang akan mengalami kenaikan kadar air. Hal
ini dikarenakan dampak dari proses pematangan akibat degradasi protopektin
menjadi pektin/asam pektat. Menurut Arifiya dkk (2015), yang menyatakan
bahwa pektin ditemukan dalam dinding sel tumbuhan. Pektin berfungsi mengatur
aliran air antara sel dan memberikan kekakuan pada sel. Proses degradasi
pektin ini akan menyebabkan sel menjadi lunak dan tidak dapat
mempertahankan air dalam sel sehingga air akan berpindah ke luar sel dan

22
menyebabkan kadar airnya meningkat. Sementara itu, untuk hasil analisa total
asam pada bahan baku tidak berbeda dengan hasil analisa pada literatur.
Gula reduksi pada bahan baku pepaya sebesar 6,79%. Hasil ini berbeda
dengan literatur yang menyatakan kadar gula reduksi pada buah pepaya adalah
5,3%. Perbedaan hasil analisa ini dikarenakan varietas, umur panen, umur
simpan, sifat fisik dari buah pepaya yang digunakan berbeda dan metode analisa
yang digunakan. Buah pepaya yang digunakan pada literatur adalah buah
pepaya varietas solo dengan umur simpan 12 hari. Kenaikan kadar gula reduksi
ini disebabkan karena adanya pemecahan polimer karbohidrat menjadi monomer
yang menyebabkan kenaikan kadar gula. Kenaikan kadar gula ini akan
berpengaruh ke rasa buah yang akan semakin manis. Hal ini sejalan dengan
teori yang mengungkapkan bahwa lama penyimanan berpengaruh terhadap
kadar gula pada buah jeruk siam. Perubahan ini disebabkan karena adanya
proses pemecahan polisakarida menjadi gula (sukrosa, glukosa, fruktosa) yang
terjadi pada periode pasca panen (Helmiyesi, 2008).
Kadar pektin pada bahan penelitian ini sebesar 0,65%. Nilai kadar pektin
ini masih termasuk ke dalam kisaran kadar pektin sesuai literature. Menurut
literatur kadar pektin pada buah pepaya semangka Paris pada berbagai derajat
kematangan hanya sekitar 1% dan mengalami penurunan pada buah yang
semakin matang dengan nilai paling rendah 0,5%. Hal ini disebabkan karena
pektin mengalami hidrolisa menjadi asam pektat. Pada buah yang belum matang
banyak mengandung pektin dalam bentuk protopektin, sedangkan buah yang
matang banyak mengandung soluble pektin. Semakin matang buah maka pektin
yang terkandung akan terhidrolisa menjadi asam pektat (Tuhuloula dkk, 2013).
Sifat fisik dari bahan baku yang kita gunakan dapat dilihat dari nilai warna
yang diukur dengan menggunakan color reader. Dari analisis warna akan di
dapatkan 3 nilai, yaitu nilai kecerahan (L), nilai kemerahan (a*) dan nilai
kekuningan (b*). Hasil analisis warna bahan baku yang digunakan pada
penelitian tidak berbeda jauh pada nilai kecerahan dibandingkan dengan hasil
analisis warna pada literatur. Perbedaan dapat dilihat dari nilai kemerahan (a*)
dan nilai kekuningan (b*). Perbedaan ini disebabkan karena varietas yang
digunakan berbeda. Pada literatur digunakan pepaya varietas eksotika yang
mana karakteristiknya berbeda dengan buah pepaya yang digunakan pada
penelitian ini. Tingkat kematangan dari buah pepaya juga mempengaruhi tingkat
kemerahan dan kekuningan dari daging buah. Menurut (Silaban dkk, 2013), buah

23
yang sudah masak ditandai dengan adanya perubahan warna. Perubahan warna
tersebut disebabkan karena adanya pemecahan klorofil sedikit demi sedikit
secara enzimatik sehingga zat warna alami lainnya akan terbentuk. Hilangnya
klorofil ini akan tergantikan dengan terbentuknya pigmen karotenoid yang
menyebabkan warna kuning dan merah pada buah.

4.2 Sifat Fisik Kimia Permen Jelly Pepaya

4.3.1 Kadar air

Kadar air adalah persentase kandungan air pada suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering
(dry basis). Kadar air ini memiliki peranan sangat penting pada bahan pangan.
Selain mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan,
kadar air juga menentukan tingkat kesegaran dan daya awet bahan pangan.
Kadar air yang tinggi akan menyebabkan tumbuhnya bakteri, kapang, dan khamir
sehingga menyebabkan perubahan pada bahan pangan. Nilai kadar air pada
permen jelly pepaya berkisar antara 15,59 – 19,59%. Kadar air permen jelly
pepaya terendah diperoleh pada perlakuan penambahan konsentrasi konjak 4%
dan penambahan konsentrasi asam 0,1% yaitu sebesar 15,59% sedangkan
kadar air permen jelly pepaya tertinggi diperoleh pada perlakuan penambahan
konsentrasi konjak 2% dan penambahan konsentrasi asam 0,3%. Rerata kadar
air pada permen jelly pepaya dapat dilihat pada Gambar 4.1.

21.00

19.00

17.00
Kadar Air (%)

15.00
Konjak 2% b/b
13.00

11.00 Konjak 3% b/b

9.00 Konjak 4% b/b

7.00

5.00
0,1 0,2 0,3
Konsentrasi Asam(% b/b)

Gambar 4.1 Grafik rerata kadar air permen jelly pepaya

24
Pada Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa rerata kadar air permen jelly
cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi asam yang
ditambahkan. Sementara itu, rerata kadar air permen jelly dengan penambahan
konsentrasi konjak cenderung lebih tinggi pada perlakuan penambahan
konsentrasi konjak 2% dan cenderung lebih rendah pada perlakuan penambahan
konsentrasi konjak 4%. Hasil analisa ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa
faktor penambahan konsentrasi asam dan interaksi antara faktor penambahan
konsentrasi konjak dengan faktor penambahan konsentrasi asam tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kadar air namun pada faktor
penambahan konsentrasi konjak memberikan pengaruh nyata ( = 0,05). Hasil
uji lanjut BNT perlakuan penambahan konsentrasi konjak terhadap kadar air
permen jelly pepaya ditunjukkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Uji lanjut BNT rerata kadar air permen jelly pepaya akibat penambahan
konsentrasi konjak
Konsentrasi Konjak (% b/b) Nilai Kadar Air (%) BNT (5%)
2 19,16 ± 1,33 c
3 17,40 ± 0,41 b 0,69
4 16,11 ± 1,29 a
Keterangan: 1. Data yang diperoleh merupakan rata-rata dari 2 ulangan
2. Angka dengan huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata pada selang kepercayaan 95% ( = 0,05)

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa rerata kadar air pada penambahan


konsentrasi konjak 2% sebesar 19,16% kemudian pada konsentrasi konjak 3%
rerata kadar air mengalami penurunan menjadi 17,40% dan pada penambahan
konsentrasi konjak 4% rerata kadar air sebesar 16,11%. Jadi, rerata kadar air
tertinggi diperoleh pada permen jelly dengan penambahan konsentrasi konjak
2% dan rerata kadar air terendah diperoleh pada permen jelly dengan
penambahan konsentrasi konjak 4%. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa
penambahan konsentrasi konjak berbanding terbalik dengan rerata kadar air
permen jelly pepaya. Dengan kata lain, semakin tinggi penambahan konsentrasi
konjak maka rerata kadar air permen jelly pepaya semakin rendah.
Konjak merupakan salah satu jenis gelling agent. Gelling agent adalah
suatu bahan tambahan pangan yang berfungsi untuk mengentalkan dan
menstabilkan makanan seperti jelly. Konjak tidak dapat membentuk gel sendiri
karena memiliki gugus asetil yang mencegah rantai glukomanan untuk saling
berikatan. Oleh karena itu, pada pembuatan permen jelly pepaya ini ditambahkan
karagenan sebagai gelling agent kedua. Hal ini didukung oleh Subaryono (2006),

25
penggunaan konjak dengan xanthan atau karagenan akan bersinergi dalam
pembentukan gel reversible. Selama pendinginan, pada karagenan akan
membentuk jaringan polimer 3 dimensi dimana double helix membentuk
hubungan diantara rantai-rantai polimer. Hubungan ini akan membentuk struktur
gel tiga dimensi. Kemudian Udin (2013) juga menerangkan bahwa gel karagenan
ini akan berikatan dengan rantai asetil pada konjak sehingga membentuk ikatan
yang lebih kompleks. Air yang terkandung dalam permen jelly pepaya akan
terserap (teradsorbsi) pada permukaan koloid makromolekuler dan terdispersi
diantara koloid tersebut. Tepung konjak merupakan salah satu jenis thickening
agent yang memiliki kemampuan mengikat air yang sangat kuat (Faridah, 2014).
Anggraeni (2014) juga menyebutkan bahwa glukomanan mampu menyerap air
hingga 200 x berat awal. Selain itu, air bebas yang terkandung dalam permen
jelly pepaya juga akan terikat oleh gula. Menurut (Kusnandar, 2011), gula
memiliki gugus polar hidrofilik –OH pada rantainya. Gugus hidroksi inilah yang
menyebabkan gula mudah berikatan dengan air. Dalam struktur glukosa terdapat
6 gugus –OH bebas, maka satu molekul glukosa dapat mengikat 6 molekul air.
Hal ini didukung oleh (Jamaluddin, 2014) yang menyatakan bahwa air yang
terikat pada gula merupakan jenis air yang terikat kuat. Oleh karena itu air jenis
ini sukar untuk diuapkan. Hal inilah yang menyebabkan penurunan kadar air
seiring dengan ditambahkannya konsentrai konjak sebagai gelling agent.

4.3.2 Kadar abu

Abu adalah residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi


komponen organik bahan pangan. Kadar abu adalah bagian dari analisis
proksimat yang bertujuan untuk mengevalusi nilai gizi suatu produk/bahan
pangan terutama total mineral. Kadar abu dari suatu produk/bahan ini
menunjukkan total mineral yang terkandung. Nilai kadar abu pada permen jelly
pepaya berkisar antara 1,99 – 3,33%. Kadar abu permen jelly pepaya terendah
diperoleh pada perlakuan penambahan konsentrasi konjak 2% dan penambahan
konsentrasi asam 0,1% yaitu sebesar 1,99% sedangkan kadar abu permen jelly
pepaya tertinggi diperoleh pada perlakuan penambahan konsentrasi konjak 4%
dan penambahan konsentrasi asam 0,2%. Rerata kadar abu pada permen jelly
pepaya dapat dilihat pada Gambar 4.2.

26
4.00
3.50
3.00
Kadar abu (%) 2.50 Konjak 2% b/b
2.00 Konjak 3% b/b
1.50 Konjak 4% b/b
1.00
0.50
0.00
0,1 0,2 0,3
Konsentrasi Asam(% b/b)

Gambar 4.2 Grafik rerata kadar abu permen jelly pepaya

Pada Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa rerata kadar abu permen jelly
cenderung menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi asam yang
ditambahkan. Sementara itu, rerata kadar abu permen jelly dengan penambahan
konsentrasi konjak cenderung lebih tinggi pada perlakuan penambahan
konsentrasi konjak 4% dan cenderung lebih rendah pada perlakuan penambahan
konsentrasi konjak 2%. Hasil analisa ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa
faktor penambahan konsentrasi asam dan interaksi antara faktor penambahan
konsentrasi konjak dengan faktor penambahan konsentrasi asam tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kadar abu namun pada faktor
penambahan konsentrasi konjak memberikan pengaruh nyata ( = 0,05). Hasil
uji lanjut BNT perlakuan penambahan konsentrasi konjak terhadap kadar abu
permen jelly pepaya ditunjukkan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Uji lanjut BNT rerata kadar abu permen jelly pepaya akibat penambahan
konsentrasi konjak
Konsentrasi Konjak (% b/b) Nilai Kadar Abu (%) BNT (5%)
2 2,20 ± 0,19 a
3 2,82 ± 0,25 b 0,32
4 3,11 ± 0,32 b
Keterangan: 1. Data yang diperoleh merupakan rata-rata dari 3 ulangan
2. Angka dengan huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata pada selang kepercayaan 95% ( = 0,05)

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa rerata kadar abu pada penambahan


konsentrasi konjak 2% sebesar 2,20% kemudian pada konsentrasi konjak 3%
rerata kadar abu mengalami kenaikan menjadi 2,82% dan pada penambahan
konsentrasi konjak 4% rerata kadar abu sebesar 3,11%. Jadi, rerata kadar abu

27
tertinggi diperoleh pada permen jelly dengan penambahan konsentrasi konjak
4% dan rerata kadar air terendah diperoleh pada permen jelly dengan
penambahan konsentrasi konjak 2%.
Kadar abu dalam permen jelly pepaya ini menunjukkan kadar mineral dari
produk. Dapat dilihat bahwa kadar abu permen jelly tergolong tinggi. Pada
permen jelly pepaya perlakuan penambahan konsentrasi konjak 2% dan 3%
masih memenuhi standar kadar abu berdasarkan SNI. Menurut Badan Standar
Nasional, kadar abu permen jelly adalah maksimal 3%. Namun, dapat dilihat
pada Tabel 4.3 bahwa permen jelly pepaya dengan perlakuan penambahan
konsentrasi konjak 4% menghasilkan kadar abu yang tidak sesuai standart SNI.
Hal ini disebabkan karena diduga pada pembuatan permen jelly pepaya ini kita
menggunakan bahan baku pepaya yang dapat digolongkan buah yang kaya
akan mineral. Selain itu, tepung konjak yang digunakan sebagai gelling agent
juga memiliki kadar abu yang lumayan tinggi sehingga semakin tinggi
penambahan konsentrasi konjak maka kadar abu juga semakin meningkat.
Menurut Faridah (2013), kadar abu pada tepung konjak dari umbi porang adalah
2,6%. Wirakusumah (2007) juga mengungkapkan bahwa buah-buahan pada
umumnya kaya akan berbagai jenis mineral, diantaranya kalium (K), kalsium
(Ca), Natrium (Na) dan zat besi (Fe). Menurut Sujiprihati (2009), dalam 100 g
buah pepaya mengandung 0,034 g kalsium, 0,011 g fosfor, 0,204 g kalium, dan
0,001 g zat besi. Perlakuan penambahan konsentrasi asam menujukkan tidak
berpengaruh nyata ( = 0,05%) terhadap kadar abu permen jelly pepaya. Hal ini
diduga karena konsentrasi asam yang ditambahkan sedikit sehingga tidak
berpengaruh ke dalam kadar abu.

4.3.3 Total Asam

Asam adalah bahan yang larut dalam air dan menghasilkan ion hidrogen.
Penghitungan total asam sangat penting untuk menentukan mutu produk olahan
terlebih yang menggunakan asam. Nilai total asam permen jelly pepaya berkisar
0,4587-0,6200%. Total asam terendah diperoleh pada permen jelly pepaya
dengan perlakuan penambahan konsentrasi konjak 4% dan penambahan asam
sitrat 0,1% sedangkan total asam tertinggi diperoleh pada permen jelly pepaya
dengan penambahan konsentrasi konjak 3% dan penambahan asam sitrat 0,3%.
Rerata total asam pada permen jelly pepaya dapat dilihat pada Gambar 4.3.

28
0.7000

0.6500

0.6000
Total Asam (%)
0.5500 Konjak 2% b/b
0.5000 Konjak 3% b/b

0.4500 Konjak 4% b/b

0.4000

0.3500

0.3000
0,1 0,2 0,3
Konsentrasi Asam Sitrat(% b/b)

Gambar 4.3 Grafik rerata total asam permen jelly pepaya

Gambar 4.3 menunjukkan total asam permen jelly semakin meningkat


seiring dengan penambahan konsentrasi asam sitrat. Sementara itu,
penambahan konjak 3% memiliki total asam paling tinggi sedangkan
penambahan konjak 2% memiliki total asam paling rendah. Pada penambahan
konsentrasi asam sitrat 0,2% mengalami kenaikan total asam pada perlakuan
penambahan konsentrasi konjak 4% sedangkan pada penambahan konsentrasi
konjak 2% mengalami penurunan. Hasil analisa ragam (Lampiran 7)
menunjukkan bahwa faktor penambahan konsentrasi konjak dan faktor
penambahan konsentrasi asam memberikan perbedaan yang nyata pada selang
kepercayaan 5% ( = 0,05) terhadap nilai total asam, Namun, interaksi antara
kedua faktor tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai total asam
pada selang kepercayaan 5%. Hasil uji lanjut BNT perlakuan penambahan
konsentrasi konjak terhadap rerata nilai total asam permen jelly pepaya
ditunjukkan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Uji lanjut BNT rerata total asam permen jelly pepaya akibat penambahan
konsentrasi konjak
Konsentrasi Konjak (% b/b) Nilai Total Asam (%) BNT (5%)
2 0,5125 ± 0,04 a
3 0,5582 ± 0,03 b 0,03
4 0,5262 ± 0,03 ab
Keterangan: 1. Data yang diperoleh merupakan rata-rata dari 3 ulangan
2. Angka dengan huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata pada selang kepercayaan 95% ( = 0,05)

29
Pada Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa rerata nilai total asam tertinggi
diperoleh pada penambahan konjak sebesar 3% yaitu sebesar 0,5582%.
Persamaan huruf yang mengikuti angka pada rerata penambahan konjak 3% dan
4% menunjukkan bahwa hasil kedua perlakuan tidak berbeda nyata. Sementara
itu rerata nilai total asam terendah diperoleh pada penambahan konjak 2%.
Konjak merupakan salah satu hidrokoloid yang dapat berfungsi sebagai gelling
agent. Selain berfungsi untuk pembentukan gel, gelling agent ini juga dapat
berfungsi untuk melindungi asam yang dapat rusak akibat pengolahan panas.
Hal ini sejalan dengan penelitian Astuti (2010), bahwa peningkatan kadar
hidrokoloid menyebabkan total asam dan vitamin c pada minuman jeli ekstrak
rosella meningkat pula. Menurut Imeson (2000), gelling agent yang ditambahkan
akan membentuk struktur dan matriks gel yang mampu mengikat komponen lain
yang terlarut oleh air dan mempertahankan stabilitas komponen tersebut
terhadap kondisi yang kurang menguntungkan seperti perlakuan panas. Namun,
disisi lain asam memiliki kemampuan untuk menurunkan stabilitas gel hidrokoloid
sehingga mempengaruhi kekuatan gel yang terbentuk terutama pada gel
karagenan. Karagenan akan kehilangan karakteristik gel dan kekentalannya
dalam sistem dengan nilai pH di bawah 4,3. Menurut (Achayadi, 2016),
karagenan akan mengalami autohidrolisis dalam larutan asam dengan hidrolisis
pada ikatan 3,6anhidro-D-galaktosa.
Nilai total asam pada permen jelly pepaya ini juga dipengaruhi oleh
penambahan konsentrasi asam sitrat. Semakin tinggi asam yang ditambahkan
maka nilai total asam yang terkandung juga semakin tinggi. Hasil uji lanjut BNT
perlakuan penambahan konsentrasi asam sitrat terhadap rerata nilai total asam
permen jelly pepaya ditunjukkan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Uji lanjut BNT rerata total asam permen jelly pepaya akibat penambahan
konsentrasi asam sitrat
Konsentrasi Asam (%b/b) Nilai Total Asam (%) BNT (5%)
0,1 0,4778 ± 0,04 a
0,2 0,5315 ± 0,03 b 0,03
0,3 0,5876 ± 0,03 c
Keterangan: 1. Data yang diperoleh merupakan rata-rata dari 3 ulangan
2. Angka dengan huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata pada selang kepercayaan 95% ( = 0,05)

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa rerata nilai total asam tertinggi diperoleh
pada penambahan konsentrasi asam sitrat 0,3% yaitu sebesar 0,5876%
sedangkana rerata nilai total asam terendah diperoleh pada penambahan

30
kosentrasi asam sitrat 0,1% yaitu sebesar 0,4778%. Maka dari tabel tersebut
dapat disimpulkan bahwa nilai total asam pada permen jelly pepaya berbanding
lurus dengan penambahan konsentrasi asam sitrat. Hal ini didukung oleh
pernyataan Trissanti (2016), yang menyatakan bahwa penambahan asam sitrat
pada pembuatan sirup alang-alang menurunkan nilai pH dan menaikkan nilai
total asam sirup. Nilai total asam ditentukan dari banyaknya ion H+ pada bahan
pangan tersebut. Oleh sebab itu, semakin banyak asam yang ditambahkan maka
ion H+ pada bahan pangan akan meningkat sehingga nilai total asam meningkat
pula (Yuliani, 2011).

4.3.4 Nilai pH

Tingkat keasaman atau pH diukur dengan menggunakan alat pH meter.


Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion H+ yang berada dalam larutan.Jika nilai pH
semakin tinggi, maka semakin banyak ion H+ yang berada dalam larutan (Safitri,
2012). Penguukuran nilai pH ini sangat penting dilakukan karena pH
mempengaruhi terjadinya inversi sukrosa pada produk. Rerata nilai pH permen
jelly pepaya berkisar 5,5 - 6,3. Nilai pH tertinggi diperoleh perlakuan
penambahan konsentrasi konjak 2% dan penambahan asam 0,1% yaitu sebesar
6,6 sedangkan nilai pH terendah diperoleh pada perlakuan penambahan
konsentrasi konjak 3% dan penambahan asam sitrat 0,3%. Rerata nilai pH pada
permen jelly pepaya dapat dilihat pada Gambar 4.4.

6.60

6.40

6.20

6.00
Konjak 2% b/b
pH

5.80
Konjak 3% b/b
5.60
Konjak 4% b/b
5.40

5.20

5.00
0,1 0,2 0,3
Konsentrasi Asam(% b/b)

Gambar 4.4 Grafik rerata pH permen jelly pepaya

31
Pada Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa rerata nilai pH permen jelly pada
penambahan asam sitrat 0,2% semakin menurun pada perlakuan penambahan
konjak 2% dan 3% sedangkan pada perlakuan penambahan 4% mengalami
kenaikan. Sementara itu, rerata nilai pH pada penambahana asam sitrat 0,3%
diketahui menurun pada perlakuan penambahan konjak 3% dan 4% sedangkan
pada perlakuan penambahan konjak 2% mengalami kenaikan. Nilai pH pada
perlakuan penambahan konjak 2% cenderung lebih tinggi dan pada perlakuan
penambahan asam sitrat 0,3% cenderung lebih rendah. Hasil analisa ragam
(Lampiran 8) menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi konjak,
penambahan konsentrasi asam, dan interaksi kedua perlakuan memberikan
pengaruh yang nyata pada selang kepercayaan 5% ( = 0,05). Oleh karena itu,
dilakukan uji lanjut DMRT. Hasil uji lanjut DMRT perlakuan penambahan
konsentrasi konjak dan penambahan konsentraso asam sitrat terhadap rerata
nilai pH permen jelly pepaya ditunjukkan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Rerata nilai pH akibat penambahan konsentrasi konjak dan asam sitrat
Konsentrasi konjak Konsentrasi asam sitrat
Nilai pH
(% b/b) (% b/b)
0,1 6,3 ± 0,12 f
2
0,2 5,9 ± 0,06 cd
0,3 5,8 ± 0,06 bc
0,1 6,2 ± 0,10 ef
3
0,2 5,8 ± 0,12 bc
0,3 5,5 ± 0,06 a
0,1 6,2 ± 0,10 ef
4
0,2 6,1 ± 0,17 de
0,3 5,7 ± 0,06 ab
DMRT (5%) 0,167 – 0,190
Keterangan: 1. Data yang diperoleh merupakan rata-rata dari 3 ulangan
2. Angka dengan huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata pada selang kepercayaan 95% ( = 0,05)

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa permen jelly pepaya dengan penambahan


konsentrasi tepung konjak 2% dan penambahan asam sitrat 0,1% memiliki nilai
pH yang tertinggi yaitu 6,3 sedangkan permen jelly pepaya dengan penambahan
konsentrasi tepung konjak 3% dan penambahan asam sitrat 3% memiliki nilai pH
terendah yaitu 5,5. Penurunan pH ini berbanding terbalik dengan nilai total asam
permen jelly yang ditunjukkan pada nilai korelasi yang negatif dengan persamaan
regresi y=-4,595x + 8,346 serta koefisen determinasi R2= 0,793 (Lampiran 19).
Setiap peningkatan total asam x% maka pH akan menurun sebesar 4,595 kali

32
ditambah 8,346 dengan nilai determinasi 0,793 yang berarti penurunan nilai pH
dipengaruhi oleh total asam sebesar 79,3%.

6.40
6.30
6.20
6.10
6.00
Nilai pH

5.90
5.80
5.70
y = -4.5947x + 8.3461
5.60
R² = 0.793
5.50
5.40
0.4000 0.4500 0.5000 0.5500 0.6000
Total Asam

Gambar 4.5 Korelasi antara total asam dengan nilai pH

Penambahan konjak dan penambahan asam akan mengalami interaksi


dan mempengaruhi nilai pH pada permen jelly. Penambahan konjak didalam
pembuatan permen jelly ini berfungsi sebagai bahan pembentuk gel. Pada
dasarnya konjak tidak dapat membentuk gel karena rantai gugus asetil pada
konjak mencegah polimer berantai panjang untuk saling berikatan membentuk
gel (Akbar, 2013). Oleh karena itu, perlu penambahan karagenan agar saling
bersinergi membentuk gel yang kokoh. Selama pendinginan, pada karagenan
akan membentuk jaringan polimer 3 dimensi dimana double helix membentuk
hubungan diantara rantai-rantai polimer. Hubungan ini akan membentuk struktur
gel tiga dimensi. Kemudian Kaya (2015) juga menerangkan bahwa gel
karagenan ini akan berikatan dengan rantai asetil pada konjak sehingga
membentuk ikatan yang lebih kompleks. Menurut Isnaini (2014), struktur dan
matriks gel ini juga mampu mengikat komponen-komponen lain di dalam permen
jelly termasuk asam yang ditambahkan karena terlarut kedalam air. Asam yang di
tambahkan pada pembuatan permen jelly adalah asam sitrat. Asam sitrat ini
bersifat larut dalam air. Pengikatan asam sitrat pada matriks gel ini dapat
melindungi asam dari perlakuan-perlakuan panas yang dapat merusak
strukturnya sehingga keberadaannya masih tetap terjaga. Hal ini yang
menyebabkan permen jelly memiliki pH yang semakin asam seiring dengan
penambahan gelling agent yang digunakan.

33
4.3.5 Gula Pereduksi

Gula reduksi adalah semua gula yang memiliki kemampuan untuk


mereduksi dikarenakan adanya gugus aldehid atau keton bebas. Penentuan
kadar gula reduksi pada permen jelly merupakan salah satu parameter penting
karena gula reduksi dapat mencegah terbentuknya kristalisasi sukrosa pada
permen jelly yang menyebabkan rasa berpasir pada permen jelly. Rerata gula
reduksi pada permen jelly pepaya berkisar antara 13,50 – 25,57%. Gula reduksi
tertinggi diperoleh pada permen jelly dengan penambahan konsentrasi konjak
4% dan penambahan asam sitrat 0,3% sedangkan gula reduksi terendah
diperoleh pada permen jelly pepaya dengan penambahan konsentrasi konjak 3%
dan penambahan asam sitrat 0,2%. Rerata nilai gula reduksi pada permen jelly
pepaya dapat dilihat pada Gambar 4.6.

30.00

25.00
Gula reduksi (%)

20.00
Konjak 2% b/b
15.00
Konjak 3% b/b
10.00
Konjak 4% b/b
5.00

0.00
0,1 0,2 0,3
Konsentrasi Asam(% b/b)
.
Gambar 4.6 Grafik rerata gula reduksi permen jelly pepaya

Pada Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa kadar gula reduksi cenderung
semakin meningkat dengan bertambahnya konsentrasi asam sitrat. Penambahan
konsentrasi konjak sebesar 4% menghasilkan nilai gula reduksi paling tinggi
sedangkan nilai gula reduksi pada penambahan konjak 3% adalah yang
terendah. Hasil analisa ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa faktor
penambahan konsentrasi konjak dan faktor penambahan konsentrasi asam
memberikan perbedaan yang nyata pada selang kepercayaan 5% ( = 0,05)
terhadap nilai gula reduksi, Namun, interaksi antara kedua faktor tidak
memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai gula reduksi pada selang

34
kepercayaan 5%. Hasil uji lanjut BNT perlakuan penambahan konsentrasi konjak
terhadap rerata nilai gula reduksi permen jelly pepaya ditunjukkan pada Tabel
4.7.

Tabel 4.7 Uji lanjut BNT rerata gula reduksi permen jelly pepaya akibat penambahan
konsentrasi konjak
Konsentrasi Konjak (% b/b) Nilai Gula Reduksi (%) BNT (5%)
2 19,45 ± 1,04 b
3 15,52 ± 1,50 a 1,20
4 21,60 ± 2,07 c
Keterangan: 1. Data yang diperoleh merupakan rata-rata dari 3 ulangan
2. Angka dengan huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata pada selang kepercayaan 95% ( = 0,05)

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa rerata gula reduksi terendah diperoleh


pada perlakuan penambahan konsentrasi konjak 3% yaitu sebesar 15,52%.
Sementara itu, rerata gula reduksi tertinggi diperoleh pada perlakuan
penambahan konsentrasi 4% yaitu sebesar 21,60%. Peningkatan pada hasil
rerata gula reduksi ini diduga disebabkan karena adanya inversi sukrosa menjadi
gula reduksi. Konjak dan karagenan pada pembuatan permen jelly berrfungsi
sebagai gelling agent yang akan membentuk ikatan komplek antara gel tiga
dimensi karagenan dengan rantai asetil pada konjak. Seperti yang dijelaskan
pada total asam dan pH, penambahan konsentrasi konjak dapat melindungi atau
menjaga stabilitas asam terhadap perlakuan panas. Oleh karena itu, semakin
tinggi konsentrasi hidrokoloid maka nilai total asam akan semakin naik (Gambar
4.3) dan nilai pH akan semakin turun (Gambar 4.4). Natalia (2011) menyatakan
bahwa asam akan mengkatalisis proses inversi gula. Menurut Suwarno (2015),
suasana asam (ditandai dengan nilai pH yang rendah) akan mempengaruhi
kecepatan inversi gula menjadi gula-gula invert. Hal ini disebabkan semakin
rendah pH maka gerakan molekul reaktan semakin kuat sehingga kemungkinan
bertumbukannya semakin besar dan kecepatan reaksipun semakin besar.
Menurut Badan Standart Nasional, gula reduksi yang terkandung dalam permen
jelly maksimal 25% (dihitung sebagai gula inversi).
Nilai gula reduksi pada permen jelly pepaya ini juga dipengaruhi oleh
penambahan konsentrasi asam sitrat. Semakin tinggi asam yang ditambahkan
maka nilai gula reduksi yang terkandung juga semakin tinggi. Hasil uji lanjut BNT
perlakuan penambahan konsentrasi asam sitrat terhadap rerata nilai gula reduksi
permen jelly pepaya ditunjukkan pada Tabel 4.8.

35
Tabel 4.8 Uji lanjut BNT rerata gula reduksi permen jelly pepaya akibat penambahan
konsentrasi asam sitrat
Konsentrasi Asam (%b/b) Nilai Gula Reduksi (%) BNT (5%)
0,1 15,79 ± 1,10 a
0,2 18,29 ± 2,16 b 1,20
0,3 22,49 ± 1,35 c
Keterangan: 1. Data yang diperoleh merupakan rata-rata dari 3 ulangan
2. Angka dengan huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata pada selang kepercayaan 95% ( = 0,05)

Pada Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa perlakuan penambahan konsentrasi


asam 0,1% merupakan perlakuan yang memperoleh rerata gula reduksi paling
rendah kemudian pada konsentrasi asam 0,2% rerata gula reduksi mengalami
kenaikan menjadi 18,29% dan pada konsentrasi asam 0,3% kadar gula reduksi
meningkat menjadi 22,49%. Dari tabel tersebut juga dapat disimpulkan bahwa
nilai rerata gula reduksi berbanding lurus dengan penambahan konsentrasi asam
sitrat.
Penambahan gula reduksi ini diakibatkan oleh reaksi hidrolisis sukrosa
menjadi gula-gula invert. Hidrolisis terjadi pada larutan dengan suasana asam
atau dengan enzim invertase atau dapat juga dengan menggunakan resin
penukar ion (Laos et al., 2007). Gula invert merupakan hasil hidrolisis dari
sukrosa yaitu 𝝰-D-glukosa dan β-D_fruktosa. Menurut Fairus dkk (2010),
kecepatan inversi dipengaruhi oleh suhu, waktu pemanasan, dan nilai pH dari
larutan. Beberapa asam yang dapat digunakan untuk menginversi sukrosa
adalah HCl, H2SO, H3PO4, asam tartarat, asam sitrat dan asam laktat. Masing-
masing asam memiliki kekuatan inversi yang berbeda tergantung dari kekuatan
ionisasinya. Selain itu, peningkatan gula reduksi ini juga dipengaruhi oleh
pemasakan adonan permen jelly pepaya. Hal ini didukung oleh penyataan
Erwinda (2014), bahwa selama pendidihan larutan sukrosa dengan penambahan
asam akan terjadi reaksi hidrolisis yang menghasilkan gula pereduksi (fruktosa
dan glukosa). Proses ini terjadi secara sempurna dengan adanya enzim
invertase.

4.3.6 Kekerasan

Kekerasan merupakan salah satu parameter yang penting untuk dianalisis


pada permen jelly. Nilai kekerasan ini menunjukkan seberapa kuatnya gelling
agent membentuk gel. Pada penelitian ini kekerasan diukur dengan tensile
strength. Satuan yang dihasilkan adalah N. Oleh karena itu, samakin tinggi nilai

36
tensile strength maka kekerasan suatu bahan juga semajun tinggi. Nilai
kekerasan pada permen jelly pepaya berkisar antara 19,07 – 27,40 N. Rerata
nilai kekerasan pada permen jelly pepaya dapat dilihat pada Gambar 4.7.

30.00

25.00
Nilai Kekerasan (N)

20.00
Konjak 2% b/b
15.00 Konjak 3% b/b
Konjak 4% b/b
10.00

5.00

0.00
0,1 0,2 0,3
Konsentrasi Asam(% b/b)

Gambar 4.7 Grafik rerata nilai kekerasan permen jelly pepaya

Pada Gambar 4.7 dapat dilihat bahwa kekerasan pada permen jelly
tertinggi diperoleh pada perlakuan penambahan konsentrasi konjak 4% dan
penambahan konsentrasi asam sitrat 0,3% yaitu 27,30 N sedangkan kekersan
permen jelly terendah diperoleh pada perlakuan penambahan konsentrasi konjak
2% dan penambahan asam sitrat 0,3% yaitu 19,07 N. Semakin bertambahnya
konsentrasi asam sitrat yang di tambahkan maka kekerasan permen jelly
cenderung menurun tetapi pada perlakuan penambahan konjak 4% mengalami
kenaikan nilai kekerasan seiring dengan ditambahkannya asam sitrat. Kebalikan
dari penambahan asam, kenaikan konsentrasi konjak cenderung memberikan
nilai kekerasan yang semakin keras atau meningkat. Hasil analisa ragam
(Lampiran 10) menunjukkan bahwa faktor penambahan konsentrasi asam dan
interaksi kedua faktor tidak memberikan perbedaan yang nyata pada selang
kepercayaan 5% ( = 0,05) terhadap nilai kekerasan, Namun, faktor
penambahan konsentrasi konjak memberikan perbedaan yang nyata terhadap
nilai kekerasan pada selang kepercayaan 5%. Hasil uji lanjut BNT perlakuan
penambahan konsentrasi konjak terhadap rerata nilai kekerasan permen jelly
pepaya ditunjukkan pada Tabel 4.9.

37
Tabel 4.9 Uji lanjut BNT rerata kekerasan permen jelly pepaya akibat penambahan
konsentrasi konjak
Konsentrasi Konjak (% b/b) Nilai Kekerasan (N) BNT (5%)
2 20,63 ± 3,56 a
3 23,79 ± 0,60 b 2,89
4 25,43 ± 1,69 b
Keterangan: 1. Data yang diperoleh merupakan rata-rata dari 3 ulangan
2. Angka dengan huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata pada selang kepercayaan 95% ( = 0,05)

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa nilai rerata kekerasan permen jelly pada
perlakuan 2% dan 4% memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Penambahan
konjak 2% memberikan nilai kekerasan terendah yaitu sebesar 20,63 N
sedangkan penambahan konsentrasi konjak 4% menghasilkan nilai kekerasan
permen jelly tertinggi yaitu sebesar 25,43 N. peningkatan nilai kekerasan pada
permen jelly ini dikarenakan kekuatan gel yang terbentuk antara konjak,
karagenan, dan sedikit pektin sangat kuat.
Konjak glukomannan adalah heteropolisakarida yang terdiri atas β-D-
glukosa (G) dan β-D-manosa (M) dengan rasio perbandingan G dan M yaitu
1:1,6 (Penroj et al., 2005). Tepung konjak dapat digunakan sebagai bahan
pengental, bahan pembentuk gel, dan pengikat air. Konjak glukomanan iti tidak
mampu membentuk gel dengan sendirinya karena pada konjak terdapat gugus
asetil yang menghalangi rantai panjang glukomanan untuk saling berikatan.
Untuk menghasilkan gel reversible maka konjak di kombinasikan dengan
hidrokoloid lain, yaitu karegenan atau xanthan gum.
Proses terjadinya gel karagenan diawali dengan perubahan polimer
karagenan menjadi bentuk gulungan acak (random coil). Perubahan ini
disebabkan proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu
pembentukan gel karagenan. Ketika suhu diturunkan, maka polimer karagenan
akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan menghasilkan titik -
titik pertemuan (junction points) dari rantai polimer (Verawaty, 2008).
Gel yang dibentuk oleh karagenan ini bersifat kaku dan tingkat
sineresisnya tinggi. Oleh karena itu, apabila karegenan dicampur dengan konjak
glukomanan yang tidak memiliki kemampuan membentuk gel maka akan terjadi
interaksi yang sinergis. Agregat pada gel karagenan yang terbentuk akan
bertemu dengan larutan konjak glukomanan dan mengikat gugus asetil pada
konjak glukomanan sehingga menghasilkan gel yang lebih kuat (Udin, 2013).

38
Sinergisme antara konjak-karagenan ini akan menghasilkan gel dengan
tekstur yang lebih kuat, elastis, dan tingkat sineresisnya rendah. Hal inilah yang
menyebabkan nilai kekerasan pada permen jelly semakin meningkat seiring
dengan pertambahan konsentrasi konjak. Selain itu, di dalam pembuatan permen
jelly pepaya ini kita menggunakan buah pepaya segar yang dapat dilihat pada
karakteristik bahan baku (Tabel 4.1) memiliki kadar pektin sebesar 0,65%. Pektin
ini akan mengalami degradasi yang disebabkan oleh proses pemasakan
sehingga menjadi pektin larut air dan berikatan dengan air. Menurut Siregar
(2008), penambahan asam (H+) akan menyebabkan pektin yang bermuatan
negatif menjadi tidak bermuatan/netral sehingga pektin akan menggumpal dan
membentuk suatu serabut halus. Dilihat dari Gambar 4.7, penambahan
konsentrasi asam yang semakin tinggi menyebabkan kekerasan pada permen
jelly menurun tetapi penambahan konsentrasi asam sitrat ini tidak memberikan
pengaruh yang nyata. Menurut Imeson (2000), asam memiliki kemampuan untuk
menurunkan stabilitas gel hidrokoloid sehingga mempengaruhi kekuatan gel
yang terbentuk terutama pada gel karagenan.

4.3.7 Nilai kecerahan (L)

Nilai kecerahan atau yang biasanya dinyatakan dengan notasi (L*)


menunjukkan tingkat kecerahan suatu bahan pangan. Tingkat kecerahan ini
dinyatakan dalam angkan 0 (hitam) sampai 100 (putih) yang menyatakan cahaya
pantul yang dihasilkan warna akromatik putih, abu-abu, dan hitam. Tingkat
kecerahan permen jelly pepaya berkisar antara 36,67 – 39,93. Rerata nilai
kecerahan pada permen jelly pepaya dapat dilihat pada Gambar 4.8.

42.00
41.00
Tinkat Kecerahan (nilai L)

40.00
39.00
38.00
Konjak 2 % b/b
37.00
Konjak 3% b/b
36.00
35.00 konjak 4% b/b
34.00
33.00
0,1 0,2 0,3
Konsentrasi Asam (% b/b)

Gambar 4.8 Grafik rerata nilai kecerahan (L) permen jelly pepaya

39
Pada Gambar 4.8 menunjukkan bahwa tingkat kecerahan permen pada
perlakuan penambahan konjak 2% mengalami sedikit kenaikan seiring dengan
penambahan konsentrasi asam sedangkan pada perlakuan penambahan
konsentrasi konjak 3% mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya
konsentrasi asam sitrat. Pada penambahan konjak 4% mengalami kenaikan
pada penambahan konsentrasi asam sitrat 0,2% dan kemudian mengalami
penurunan pada penambahan asam sebanyak 0,3%. Tingkat kecerahan tertinggi
diperoleh permen jelly dengan perlakuan penambahan konsentrasi konjak 3%
dan penambahan konsentrasi asam 0,1%. Tingkat kecerahan terendah diperoleh
permen jelly dengan perlakuan penambahan konsentrasi konjak 3% dan
penambahan konsentrasi asam 0,3%. Hasil analisa ragam (Lampiran 11)
menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi asam memberikan pengaruh
yang tidak nyata pada selang kepercayaan 5% ( = 0,05). Sebaliknya, perlakuan
penambahan konsentrasi konjak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
tingkat kecerahan permen, namun ditemukan interaksi antara kedua faktor
tersebut. Oleh karena itu, dilakukan uji lanjut DMRT. Hasil uji lanjut DMRT
perlakuan penambahan konsentrasi konjak dan penambahan konsentrasi asam
sitrat terhadap rerata tingkat kecerahan permen jelly pepaya ditunjukkan pada
Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Rerata tingkat kecerahan akibat penambahan konsentrasi konjak dan asam
sitrat
Konsentrasi konjak Konsentrasi asam sitrat
Rerata Nilai Kecerahan (L)
(% b/b) (% b/b)
0,1 37,77 ± 6,30 b
2
0,2 37,73 ± 6,27 b
0,3 38,27 ± 6,30 b
0,1 39,93 ± 6,02 c
3
0,2 38,13 ± 5,15 b
0,3 36,67 ± 6,64 a
0,1 38,60 ± 6,50 b
4
0,2 38,37 ± 5,43 b
0,3 37,80 ± 5,28 b
DMRT (5%) 1,032 – 1,178
Keterangan: 1. Data yang dperoleh merupakan rata-rata dari 3 ulangan
2. Angka dengan huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata pada selang kepercayaan 95% ( = 0,05)

Tabel 4.10 menunjukkan bahwa tingkat kecerahan tertinggi terdapat pada


permen perlakuan penambahan konsentrasi konjak 3% dan penambahan
konsentrasi asam 0,1%. Tingkat kecerahan tertinggi terdapat pada permen

40
perlakuan penambahan konsentrasi konjak 3% dan penambahan konsentrasi
asam 0,3%. Pada tabel 4.10 juga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi konjak yang ditambahkan maka tingkat kecerahan permen jelly akan
meningkat walaupun pada hasil analisa ragam penambahan konsentrasi konjak
ini tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hal ini dikarenakan konjak akan
menghasilkan gel yang tidak berwarna sehingga tidak akan mempengaruhi
warna dari permen jelly. Hal ini di dukung oleh Chairiyah dan Almatzier (2007)
yang mengungkapkan bahwa konjak tidak mempunyai warna, aroma, rasa
sehingga penggunaan konjak dengan berbagai konsentrasi seharusnya tidak
berpengaruh terhadap warna, aroma, dan rasa pada produk yang ditambahkan.
Sementara itu, penambahan konjak sebagai bahan pembentuk gel juga
akan mempengaruhi kadar asam pada produk. Semakin banyak konsentrasi
konjak yang ditambahkan maka nilai Total asam semakin meningkat (Tabel 4.4).
Peningkatan konsentrasi asam menyebabkan kecerahan pada permen jelly
semakin menurun. Hal ini diduga karena penambahan asam mempengaruhi nilai
pH pada permen jelly. Salah satu faktor yang mempengaruhi intensitas warna
suatu pigmen adalah pH. Pada buah pepaya mengandung pigmen karatenoid
yang merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning, orenye dan merah
oranye. Menurut Novita (2015), intensitas warna karatenoid akan lebih tinggi
pada suasana basa sehingga warna karatenoid menjadi lebih cerah. Manasika
(2015) juga mengungkapkan bahwa senyawa karoten stabil pada pH netral
ataupun alkali, tetapi tidak stabil pada pH asam, oksigen, cahaya dan panas.
Selain itu, reaksi pencoklatan akibat dari pemanasan sari buah dalam suatu
campuran dengan kadar gula tinggi akan semakin mengurangi tingkat kecerahan
permen jelly (Harijono, 2001).

4.3.8 Nilai kemerahan (a*)

Nilai kemerahan pada produk dapat dilihat dari hasil warna dengan notasi
a*. Nilai a* sebenarnya menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau. Nilai
a+ (positif) dari 0 sampai +80 untuk menyatakan warna merah sedangkan nilai a-
(negative) dari 0 sampai -80 untuk menyatakan warna hijau (Indrayani, 2012).
Rerata nilai kemerahan pada permen jelly berkisar dari 6,65 – 9,97. Rerata nilai
kemerahan pada permen jelly pepaya dapat dilihat pada Gambar 4.9.

41
12.00

Tingkat kemerahan (a)


10.00
Konjak 2%
8.00 b/b
6.00 Konjak 3%
b/b
4.00 Konjak 4%
b/b
2.00
0.00
0,1 0,2 0,3
Konsentrasi Asam(% b/b)

Gambar 4.9 Grafik rerata nilai kemerahan (a*) permen jelly pepaya

Gambar 4.9 menunjukkan bahwa pada perlakuan penambahan konjak


3% dan 4% nilai kemerahan cenderung menurun.seiring dengan semakin tinggi
konsentrasi asam sitrat yang ditambahkan. Sementara itu, pada perlakuan
penambahan konjak 2% mengalami penurunan nilai kemerahan pada perlakuan
penambahan asam sitrat 0,2% kemudian mengalami kenaikan kembali pada
perlakuan penambahan asam 0,3%. Semakin tinggi penambahan konsentrasi
konjak yang ditambahkan maka nilai kemerahan pada permen jelly cenderung
menurun. Hasil analisa ragam (Lampiran 12) menunjukkan bahwa faktor
penambahan konsentrasi konjak dan faktor penambahan konsentrasi asam
memberikan perbedaan yang nyata pada selang kepercayaan 5% ( = 0,05)
terhadap nilai kemerahan. Namun, interaksi antara kedua faktor tidak
memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai kemerahan pada selang
kepercayaan 5%. Hasil uji lanjut BNT perlakuan penambahan konsentrasi konjak
terhadap rerata nilai kekerasan permen jelly pepaya ditunjukkan pada Tabel
4.11.

Tabel 4.11 Uji lanjut BNT rerata kemerahan permen jelly pepaya akibat penambahan
konsentrasi konjak
Konsentrasi Konjak (% b/b) Nilai Kemerahan BNT (5%)
2 8,36 ± 3,87 b
3 7,71 ± 3,63 ab 1,16
4 6,80 ± 3,87 a
Keterangan: 1. Data yang diperoleh merupakan rata-rata dari 3 ulangan
2. Angka dengan huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata pada selang kepercayaan 95% ( = 0,05)

Tabel 4.11 menunjukkan bahwa rerata nilai kemerahan terendah


diperoleh pada konsentrasi konjak 4% sebesar 6,80 dan rerata nilai kemerahan

42
tertinggi diperoleh pada konsentrasi konjak 2% sebesar 8,36. Dapat disimpulkan
bahwa semakin bertambah konsentrasi konjak maka nilai kemerahan semakin
menurun. Hal ini diduga karena penambahan konjak yang semakin tinggi akan
menyebabkan zat terlarut pada adonan permen jelly semakin banyak sehingga
warna merah yang diakibatkan buah pepaya semakin pudar. Harijono (2001)
juga menyatakan bahwa pada gel yang kokoh intensitas warna pada produk
akan berkurang.
Nilai kemerahan permen jelly juga diperngaruhi oleh perlakuan
penambahan konsentrasi asam. Hasil uji uji lanjut BNT perlakuan penambahan
konsentrasi asam terhadap rerata nilai kemerahan permen jelly pepaya
ditunjukkan pada Tabel 4.12.

Tabel 4.12 Uji lanjut BNT rerata nilai kemerahan permen jelly pepaya akibat
penambahan konsentrasi asam
Konsentrasi Asam (% b/b) Nilai Kemerahan BNT (5%)
0,1 8,78 ± 3,59 b
0,2 6,83 ± 3,96 a 1,16
0,3 7,26 ± 3,82 a
Keterangan: 1. Data yang diperoleh merupakan rata-rata dari 3 ulangan
2. Angka dengan huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata pada selang kepercayaan 95% ( = 0,05)

Tabel 4.12 menunjukkan bahwa nilai kemerahan tertinggi terdapat pada


konsentrasi asam 0,1% yaitu sebesar 8,78 sedangkan nilai kemerahan terendah
terdapat pada konsentrasi asam 0,2%. Dari tabel tersebut juga dapat disimpulkan
bahwa tingkat kemerahan permen jelly semakin menurun seiring dengan di
tambahkannya konsentrasi asam sitrat. Menurut Wahyuni (2015), intensitas
warna pigmen karatenoid (yang memberikan warna merah oranye) pada labu
kuning akan lebih tinggi pada saat larutan dalam kondisi cenderung basa. Pada
kondisi asam, β-karoten akan mengalami kerusakan. Oleh karena itu, semakin
tinggi konsentrasi penambahan asam maka kadar β-karoten akan semakin
rendah. Semakin rendah kadar betakaroten akan menurunkan warna a*
(kemerahan) dengan pengujian intensitas warna menggunakan color reader,
Kadar β-karoten yang tinggi akan menyebabkan warna semakin merah atau
kuning (Satriyanto, 2012).

4.3.9 Nilai kekuningan (b*)

Tingkat warna kuning pada suatu produk dapat kita ketahui dari hasil
analisis warna yang memiliki notasi b*. Notasi b* ini menunjukkan warna kromatik

43
campuran biru dan kuning dengan nilai b+ dari 0 sampai +70 menunjukkan
warna kuning dan nilai b- dari 0 sampai -70 menunjukkan warna biru. Permen
jelly pepaya ini memiliki warna yang cenderung ke kuning sehingga b* bernilai
positif. Rerata nilai kekuningan pada permen jelly pepaya berkisar dari 5,13 –
6,23. Rerata tingkat warna kuning pada permen jelly dapat dilihat pada Gambar
4.10

7.00
6.00
Tingkat kekuningan (b)

5.00

4.00 Konjak 2% b/b

3.00 Konjak 3% b/b


2.00 Konjak 4% b/b
1.00

0.00
0,1 0,2 0,3
Konsentrasi Asam(% b/b)

Gambar 4.10 Grafik rerata nilai kekuningan (b*) permen jelly pepaya

Pada Gambar 4.10 dapat dilihat bahwa nilai kekuningan tertinggi


diperoleh pada penambahan konsentrasi konjak 3% dan penambahan
konsentrasi asam 0,3% yaitu sebesar 6,23 sedangkan nilai kekuningan terendah
diperoleh pada penambahan konsentrasi konjak 4% dan penambahan
konsentrrasi asam 0,2%. Hasil analisa ragam (Lampiran 13) menunjukkan
bahwa faktor penambahan konsentrasi konjak, faktor penambahan konsentrasi
asam, dan interaksi kedua faktor tersebut tidak memberikan perbedaan yang
nyata pada selang kepercayaan 5% ( = 0,05) terhadap nilai kekuningan. Hal ini
dikarenakan warna kekuningan pada permen jelly pepaya ini tidak berbeda
secara signifikan sehingga tidak memberikan pengaruh yang nyata. Warna
kuning pada permen jelly ini diakibatkan karena kandungan betakaroten pada
buah pepaya. Semakin tinggi kadar betakaroten akan menyebabkan warna pada
permen jelly pepaya semakin merah atau semakin kuning. Selain itu, warna
kuning juga disebabkan oleh adanya reaksi gula dengan panas yang disebut
dengan karamelisasi. Hal ini didukung oleh Cahyadi (2010), karamelisasi adalah
reaksi kimia yang terjadi karena adanya kandungan gula yang kemudian

44
dilakukan pemanasan pada suhu tinggi sehingga menyebabkan warna kuning
sampai coklat yang akan mempengaruhi nilai b*.

4.3 Penilaian Kesukaan Permen Jelly Pepaya

Pengujian kesukaan terhadap permen jelly pepaya dilakukan dengan uji


hedonik. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana penerimaan
panelis terhadap permen jelly pepaya dan permen jelly pepaya mana yang paling
disukai. Pengujian hedonik dalam penelitian ini menggunakan skala 1 (Sangat
tidak suka) – 5 (Sangat suka) dengan menggunakan 30 panelis tidak terlatih.

4.3.1 Kesukaan terhadap rasa

Dalam pengujian kesukaan terhadap rasa, parameter yang diujikan


meliputi rasa manis dan rasa asam pada permen jelly pepaya. Rerata nilai
kesukaan panelis terhadap rasa permen jelly pepaya dapat dilihat pada Gambar
4.11.
Grafik pada Gambar 4.11 menunjukkan rerata kesukaan panelis terhadap
rasa permen jelly pepaya berkisar antara 2,4 - 3,4. Nilai ini termasuk kedalam
kategori tidak suka sampai netral/agak suka. Rerata nilai tertinggi diperoleh pada
permen jelly dengan penambahan konjak 2% dan penambahan asam 0,3%
sedangkan rerata nilai terendah diperoleh pada permen jelly dengan perlakuan
penambahan konjak 4% dan penambahan asam 0,2%. Selain itu, dapat dilihat
bahwa kesukaan panelis cenderung meningkat seiring dengan semakin
bertambahnya konsentrasi asam sitrat. Hal ini dikarenakan kebiasaan panelis
yang lebih mengkonsumsi permen jelly dengan rasa asam.

4.0
3.5
3.0
Tingkat Kesukaan

2.5
Konjak 2%
2.0
Konjak 3%
1.5
Konjak 4%
1.0
0.5
0.0
Asam 0,1% Asam 0,2% Asam 0,3%
Gambar 4.11 Grafik rerata nilai kesukaan panelis terhadap rasa permen jelly pepaya

45
Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan
konsentrasi konjak dan penambahan konsentrasi asam memberikan pengaruh
nyata terhadap kesukaan panelis pada rasa permen jelly pepaya. Oleh karena itu
dilakukan uji lanjut. Rerata nilai kesukaan panelis terhadap rasa permen jelly
pepaya akibbat pengaruh penambahan konsentrasi konjak dan konsentrasi asam
dapat dilihat pada Lampiran 14. Dapat dilihat dari lampiran tersebut bahwa
permen jelly pepaya yang paling disukai panelis dari segi rasa adalah permen
jelly dengan penambahn konjak 2% dan asam 0,1%. Sementara itu permen jelly
dengan penambahan konjak 4% dan asam 0,2% adalah permen yang paling
tidak disukai oeh panelis. Hal ini disebabkan, semakin tinggi penambahan konjak
maka semakin keras gel yang terbentuk. Diduga efek gel yang semakin keras ini
mempengaruhi persepsi rasa panelis. Panelis menjadi kurang menikmati rasanya
karena teksturnya yang sangat keras. Penambahan asam juga mempengaruhi
rasa pada permen jelly. Konsentrasi asam 0,1% adalah konsentrasi asam yang
paling tepat menurut persepsi panelis. Asam sitrat merupakan jenis pencita rasa
asam yang paling banyak digunakan pada bergbagai jenis makanan. Menurut
Stratford (1999), asam sitrat sebagai pencita rasa memiliki keunggulan yaitu
memiliki rasa fruity yang ringan, mudah diperoleh, harganya yang murah, mudah
larut di dalam air, dan tidak bersifat racun. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi persepsi rasa suatu produk yaitu faktor usia, kondisi fisik, asal
panelis, suku, kebiasaan konsumsi makanan dan kesukaan makanan (Thurgood,
2009). Selain itu, Sharma (2008) juga mengungkapkan bahwa jenis kelamin
mempengaruhi persepsi rasa dimana sensitivitas perempuan lebih tinggi
dibandingkan laki-laki

4.3.2 Kesukaan terhadap aroma

Aroma memiliki peran yang sangat penting dalam penentuan kualitas


suatu makanan. Selain dari sisi kenampakan, sesorang yang akan mencicipi
makanan baru, akan melihat dari sisi aromanya setelah bau atau aroma diterima
selanjutnya adalah dari segi cita rasa. Selain dari aroma bahan baku, proses
pengolah juga dapat memberikan perubahan aroma pada produk makanan.
Rerata nilai kesukaan panelis terhadap aroma permen jelly pepaya dapat dilihat
pada Gambar 4.12.

46
3.5
3.0

Tingkat kesukaan
2.5
2.0 Konjak 2%

1.5 Konjak 3%

1.0 Konjak 4%

0.5
0.0
Asam 0,1% Asam 0,2% Asam 0,3%
Gambar 4.12 Grafik rerata nilai kesukaan panelis terhadap aroma permen jelly pepaya

Grafik diatas menunjukkan rerata kesukaan panelis terhadap aroma


permen jelly pepaya berkisar antara 2,3 - 2,9. Nilai ini termasuk kedalam kategori
tidak suka. Rerata nilai tertinggi diperoleh pada permen jelly dengan
penambahan konjak 3% dan penambahan asam 0,2% sedangkan rerata nilai
terendah diperoleh pada permen jelly dengan perlakuan penambahan konjak 3%
dan penambahan asam 0,2%. Hasil analisis ragam tingkat kesukaan aroma
permen jelly pepaya (Lampiran 15) menunjukkan bahwa kedua perlakuan yang
diberikan memberikan pengaruh yang nyata terhadap aroma permen jelly
pepaya. Dari analisis ragam dapat disimpulkan permen jelly yang paling disukai
panelis dari segi aroma adalah permen jelly dengan penambahan konjak 3% dan
penambahan asam 0,2% dengan nilai 2,9 sedangkan yang paling tidak disukai
adalah permen jelly dengan perlakuan penambahan konjak 3% dan penambahan
asam 0,2% dengan nilai 2,3. Rendahnya nilai kesukaan panelis dari segi aroma
disebabkan oleh aroma bahan baku yang khas dan sulit untuk hilang.
Kebanyakan orang tidak menyukai aroma dari buah pepaya.
Pemberian konsentrasi konjak yang semakin meningkat juga memberikan
pengaruh terhadap kesukaan aroma permen jelly. Semakin tinggi konsentrasi
konjak yang ditambahkan, nilai kesukaan panelis terhadap aroma semakin
menurun. Hal ini diduga dikarenakan konjak memiliki aroma khas yang kurang
enak. Tepung konjak memiliki karakteristik warna putih hingga coklat muda
dengan aroma khas seperti ikan. Selain itu, Eveline (2009) juga menyatakan
penambahan karagenan juga mempengaruhi aroma permen yang memiliki
aroma cenderung amis dari aroma rumput laut. Namun, kekurangan dari segi
aroma kedua gelling agent ini dapat diminimalisir dengan penambahan asam.
Penambahan asam mempengaruhi aroma yang terbentuk dari suatu produk.

47
Semakin tinggi konsentrasi asam semakin tinggi pula kesukaan panelis dari segi
aroma. Penambahan asam ini diduga dapat sedikit meminimalisir aroma yang
kurang enak dari karakteristik gelling agent. Perbedaan yang signifikan dari segi
aroma ini disebabkan karena rerata kesukaan panelis yang jauh antar sampel.
Hal ini dikarenakan kebanyakan dari masyarakat sangat tidak menyukai aroma
dari buah pepaya namun masih ada pula yang sangat menyukai aroma dari buah
pepaya.

4.3.3 Kesukaan terhadap warna

Parameter dalam pengujian warna meliputi tingkat kecerahan, tingkat


warna merah, dan tingkat kekuningan. Produk yang baik diharapkan tidak terjadi
perubahan waarna yang signifikan dari warna bahan baku. Rerata nilai kesukaan
panelis terhadap warna permen jelly pepaya dapat dilihat pada Gambar 4.13.

4.0
3.5
3.0
Tingkat kesukaan

2.5
Konjak 2%
2.0
Konjak 3%
1.5
Konjak 4%
1.0
0.5
0.0
Asam 0,1% Asam 0,2% Asam 0,3%
Gambar 4.13 Grafik rerata nilai kesukaan panelis terhadap warna permen jelly pepaya

Grafik pada Gambar 4.13 menunjukkan rerata kesukaan panelis terhadap


warna permen jelly pepaya berkisar antara 2,73 – 3,60. Nilai ini termasuk
kedalam kategori tidak suka sampai agak suka. Rerata nilai tertinggi diperoleh
pada permen jelly dengan penambahan konjak 2% dan penambahan asam 0,3%
sedangkan rerata nilai terendah diperoleh pada permen jelly dengan perlakuan
penambahan konjak 4% dan penambahan asam 0,2%. Hasil analisis ragam
tingkat kesukaan warna permen jelly pepaya (Lampiran 16) menjukkan bahwa
kedua perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang nyata terhadap
warna permen jelly pepaya.
Pada hasil uji lanjut, dapat dilihat bahwa permen jelly dengan
penambahan konjak 2% dan penambahan asam 0,3% menjadi permen yang

48
paling disukai panelis dari segi warna. Sementara itu, permen jelly dengan
perlakuan penambahan konjak 4% dan penambahan asam 0,2% menjadi
permen yang paling tidak disukai oleh panelis dari segi warna. Penambahan
konsentrasi konjak akan berpengaruh pada tingkat kemerahan produk. Dapat
dilihat pada Tabel 4.11 bahwa semakin bertambah konsentrasi konjak maka nilai
kemerahan semakin menurun. Hal ini diduga karena penambahan konjak yang
semakin tinggi akan menyebabkan zat terlarut pada adonan permen jelly
semakin banyak sehingga warna merah yang diakibatkan buah pepaya semakin
pudar. Harijono (2001) juga menyatakan bahwa pada gel yang kokoh intensitas
warna pada produk akan berkurang. Hal inilah yang menyebabkan pada
perlakuan konjak 4% kurang disukai oleh panelis.
Sementara itu penambahan asam akan berpengaruh pada tingkat
kecerahan dan kemerahan pada warna produk. Hal ini dapat di lihat pada Tabel
4.10 dan 4.12. Semakin tinggi asam yang ditambahkan maka nilai kecerahan dan
kemerahan pada produk akan menurun. Hal ini disebabkan karena penambahan
asam akan mempengaruhi nilai pH produk. Intensitas warna pigmen karatenoid
(yang memberikan warna merah oranye) akan lebih tinggi pada saat larutan
dalam kondisi cenderung basa. Semakin tinggi intensitas warna pada permen
jelly maka warna merah akan semakin terlihat dan cenderung lebih gelap. Hal ini
lah yang menyebabkan permen jelly dengan penambahan asam sitrat sebanyak
0,3% paling diminati panelis dari segi warna.

4.3.4 Kesukaan terhadap tekstur

Tekstur yang dimaksud dari pengujian organoleptic ini adalah tingkat


kekenyalan dari produk permen jelly pepaya. Menurut Hasniarti (2012), tekstur
yang dapat dirasakan dari produk permen jelly adalah sensasi kenyal, keras,
lembut, empuk, alot, lengket, halus atau kasar, berpasir dan sebagainya. Rerata
nilai kesekaan panelis terhadap tekstur dari permen jelly pepaya dapat dilihat
pada Gambar 4.14.

49
4.50
4.00
3.50

Tingkat Kesukaan
3.00
2.50 Konjak 2%
2.00 Konjak 3%
1.50 Konjak 4%
1.00
0.50
0.00
Asam 0,1% Asam 0,2% Asam 0,3%
Gambar 4.14 Grafik rerata nilai kesukaan panelis terhadap tekstur permen jelly pepaya

Grafik diatas menunjukkan rerata kesukaan panelis terhadap tekstur


permen jelly pepaya berkisar antara 2,3 – 3,6. Nilai ini termasuk kedalam
kategori tidak suka sampai agak suka. Rerata nilai tertinggi diperoleh pada
permen jelly dengan penambahan konjak 2% dan penambahan asam 0,3%
sedangkan rerata nilai terendah diperoleh pada permen jelly dengan perlakuan
penambahan konjak 2% dan penambahan asam 0,1%. Hasil analisis ragam
tingkat kesukaan tekstur permen jelly pepaya (Lampiran 17) menjukkan bahwa
kedua perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang nyata terhadap
tekstur permen jelly pepaya.
Pada hasil uji lanjut (Lampiran), dapat dilihat bahwa permen jelly dengan
penambahan konjak 2% dan penambahan asam 0,3% menjadi permen yang
paling disukai panelis dari segi tekstur. Sementara itu, permen jelly dengan
perlakuan penambahan konjak 2% dan penambahan asam 0,1% menjadi
permen yang paling tidak disukai oleh panelis dari segi tekstur. Semakin tinggi
konsentrasi konjak akan memberikan nilai kekerasan yang terlalu tinggi. Hal ini
yang menyebabkan panelis kurang menyukai permen jelly dengan perlakuan
penambahan konjak sebesar 4%. Penambahan gelling agent yang semakin
banyak akan menyebabkan gel yang terbentuk semakin kokoh dan
menyebabkan terstur dari permen jelly menjadi keras.
Penambahan asam juga mempengaruhi kekokohan gel yang terbentuk
pada permen jelly. penambahan konsentrasi asam yang semakin tinggi
menyebabkan kekerasan pada permen jelly menurun tetapi penambahan
konsentrasi asam sitrat ini tidak memberikan pengaruh yang nyata. Menurut
Imeson (2000), asam memiliki kemampuan untuk menurunkan stabilitas gel
hidrokoloid sehingga mempengaruhi kekuatan gel yang terbentuk. Penambahan

50
asam ini dapat mengimbangi efek dari penambahan konjak sehingga gel yang
terbentuk menjadi tidak terlalu keras. Namun, penambahan asam yang rendah
pada konsentrasi konjak yang rendah akan menghasilkan permen jelly yang
teksturnya tidak terlalu kenyal. Hal ini yang menyebabkan pada permen jelly
Perlakuan penambahan konjak 2% dan asam sitrat 0,1% menjadi permen jelly
yang paling tidak disukai oleh panelis dari segi tekstur.

4.4 Pemilihan Perlakuan Terbaik

Pemilihan perlakuan terbaik pada penelitian ini menggunakan metode


Mutiple Attribute atau metode Zeleny. Pada metode ini perlakuan terbaik dipilih
berdasarkan tingkat kerapatannya dimana perlakuan yang memiliki tingkat
kerapatan paling kecil dinyatakan sebagai perlakuan terbaik. Pemilihan
perlakuan terbaik permen jelly pepaya ini mempertimbangkan parameter
fisik,kimia, dan organoleptik permen jelly. Berdasarkan perhitungan tersebut
(Lampiran 21), diperoleh perlakuan terbaik diperoleh sampel K1A3 yaitu permen
jelly dengan perlakuan penambahan konsentrasi konjak 2% dan penambahan
konsentrasi asam 0,3%. Perbandingan kualitas permen jelly pepaya dengan
syarat mutu SNI dapat dilihat pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13 Kualitas fisikokimia perlakuan terbaik permen jelly pepaya


Kriteria uji Hasil analisa Standart mutu SNI
Nilai kecerahan (L*) 38,3 -
Nilai kemerahan (a*) 8,4 -
Nilai kekuningan (b*) 5,5 -
Kekerasan (N) 19,1 -
Kadar air (%) 19,59 Maks. 20,0
Total asam (%) 0,5624 -
Gula Reduksi (%) 19,53 Maks. 25
Kadar abu (%) 1,99 Maks 3.0
Kesukaan Rasa 3,4
Kesukaan Warna 3,6
Kesukaan Tekstur 3,6
Kesukaan Aroma 2,8

Tabel 4.13 menunjukkan bahwa permen jelly perlakuan terbeik memenuhi


standar yang telah ditetapkan SNI dengan kriteria sebagai berikut nilai kecerahan
(38,3); nilai kemerahan (8,4); nilai kekuningan (5,5); kekerasan (19,1 N); kadar
air (18,78 %); Total asam (0,5855 %); Gula reduksi (19,53 %); dan Kadar abu
(1,99 %). Bila dibandingkan dengan bahan baku, nilai kecerahan, nilai
kemerahan, nilai kekuningan, dan kadar air mengalami penurunan. Sementara
itu, pada nilai total asam dan gula reduksi mengalami kenaikan.

51
Penurunan nilai kecerahan, nilai kemerahan dan nilai kekuningan
dibandingan dengan warna buah pepaya segar disebabkan karena adanya
penambahan kompoen lain dan akibat adanya reaksi kimia yang dihasilkan
karena proses pengolahan maupun akibat perlakuan. Pengolahan menggunakan
panas menyebabkan pigmen yang terkandung pada bahan baku mengalami
degradasi. Sebagian besar pigmen tidak stabil terhadap suhu pemanasan. Hal ini
didukung oleh Madalena (2007) yang menyatakan bahwa selama pemanasan
daun singkong dan daun singkong karet terjadi perubahan warna dari
hijau menjadi hijau kekuningan atau hijau kecoklatan. Perubahan warna
tersebut terjadi karena klorofil mengalami degradasi menjadi
turunannya. Perubahan warna sayuran berdampak pada perubahan
kandungan pigmennya, seperti klorofil dan karotenoid. Selain itu, juga terjadi
reaksi pencoklatan akibat proses karamelisasi. Proses karamelisasi ini akan
menyebabkan penurunan pada tingkat kecerahan suatu produk dan kenaikan
nilai kemerahan.
Penurunan pada kadar air dibandingkan dengan kadar air bahan baku ini
juga disebabkan karena adanya penambahan komponen-komponen lain yang
dapat mengikat air bebas yang terkandung dari bahan baku. Selain itu, proses
pengolahan dengan menggunakan panas juga berpengaruh pada kadar air ini.
Air-air bebas yang terkandung dalam bahan akan sebagian menguap selama
proses pengolahan. Hal ini didukung oleh Sundari (2015), kadar air pada bahan
pangan yang diproses dengan jenis pengolahan berbeda memberikan hasil yang
berbeda nyata dibandingkan bahan baku. Semakin tinggi suhu pengolahan yang
digunakan maka semakin tinggi penurunan kadar airnya.
Sementara itu, pada nilai total asam dan gula reduksi mengalami
kenaikan dibandingkan dengan bahan baku. Hal ini disebabkan karena adanya
perlakuan penambahan konsentrasi asam dan adanya penambahan gula
(sukrosa maupun glukosa) pada komposisi pembuatan permen jelly.
Penambahan asam ini akan mengakibatkan total asam meningkat dari total
bahan baku yang hanya 0,1728 menjadi 0,4702. Trissanti (2016), menyatakan
bahwa penambahan asam sitrat pada pembuatan sirup alang-alang menurunkan
nilai pH dan menaikkan nilai total asam sirup. Nilai total asam ditentukan dari
banyaknya ion H+ pada bahan pangan tersebut. Oleh sebab itu, semakin banyak
asam yang ditambahkan maka ion H+ pada bahan pangan akan meningkat
sehingga nilai total asam meningkat pula (Yuliani, 2011). Kenaikan gula reduksi

52
tentunya disebabkan oleh penambahan glukosa pada pembuatan permen jelly.
Penambahan glukosa pada pembutan permen jelly pepaya sekitar 8%. Menurut
Wijana (2011), penambahan glukosa pada permen jelly bertujuan untuk
meminimalisir proses kristalisasi sukrosa pada permen jelly. Proses kristalisasi ini
akan memberikan rasa berpasir pada permen jelly. Selain karena penambahan
glukosa, peningkatan gula reduksi ini juga terjadi akibat hidrolisis senyawa
karbohidrat menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhanna dan adanya
proses inversi sukrosa menjadi gula-gula invert. Menurut Suwarno (2015), inversi
sukrosa menjadi gula-gula invert ini dikatalisasi oleh adanya asam pada bahan
makanan. Semakin banyak asam yang ditambahkan maka pH larutan akan
semakin rendah. Nilai pH yang semakin rendah akan memicu gerakan molekul
reaktan semakin kuat sehingga kemungkinan bertumbukannya semakin besar
dan kecepatan reaksipun semakin besar.
Berdasarkan penilaian uji hedonik, permen jelly perlakuan terbaik ini
mendapatkan nilai tinggi pada rasa, tekstur, dan warnanya. Namun untuk aroma
mendapatkan nilai terendah (tidak suka). Hal ini dikarenakan buah pepaya
sendiri memiliki aroma khas yang memang tidak banyak orang menyukainya.
Pengolahan pepaya menjadi permen jelly ini kurang bisa meminimalisir bau khas
dari pepaya.

4.5 Analisis Lanjut Permen Jelly Perlakuan Terbaik

4.5.1 Kadar Serat Kasar

Serat adalah bagian dari tanaman yang tidak dapat diserap oleh tubuh.
Serat adalah zat non gizi dan menurut (Santoso, 2011) terbagi menjadi dua jenis
serat yaitu serat makanan (dietary fiber) dan serat kasar (crude fiber). Serat
kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan
kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat dan
natrium hidroksida (Muchtadi, 2001). Pada permen jelly pepaya perlakuan terbaik
menghasilkan serat kasar sebanyak 1,61%. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan
dengan kadar serat kasar pada permen jelly kulit buah naga yang hanya sekitar
0,34% - 0,57% (Wahyuni, 2011). Namun lebih rendah bila dibandingkan dengan
fruit leather dari campuran jambu biji merah dan sirsak yang memiliki kadar serat
kasar 4,53 – 4,57 % (Astuti, 2016)
. Perbedaan kadar serat kasar ini dipengaruhi oleh kandungan serat pada
bahan baku yang berbeda-beda. Menurut Lubis (2014), buah pepaya

53
mengandung serat sebesar 1,8 g/100 g. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar
serat kasar adalah penambahan komponen-komponen lain yang juga
mengakibatkan perubahan komponen kimia pada produk. Sebenarnya konjak
dan karagenan yang digunakan sebagai bahan pembentuk gel juga kaya akan
serat. Namun, serat yang terkandung adalah serat pangan larut air sehingga
tidak terhitung sebagai serat kasar. Serat kasar berbeda dengan serat pangan.
Serat pangan adalah bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh
enzim-enzim pencernaan. Oleh karena itu, hasil dari serat kasar lebih rendah
dibandingkan dengan hasil serat pangan karena asam sulfat dan natrium
hidroksida yang digunakan untuk menghidrolisis lebih kuat dibandingkan dengan
enzim-enzim pencernaan (Murdopo, 2014). Secara umum, serat pangan dibagi
menjadi 2 yaitu serat pangan larut (Soluble dietary fiber) dan serat pangan tidak
larut air (Insoluble dietary fiber).
Serat pangan larut ini memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh
manusia. Serat larut air ini akan mengikat air di dalam pencernaan dan
membentuk gel sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk dicerna dan
memberikan rasa kenyang. Hal inilah yang menyebabkan konjak banyak
dimanfaatkan untuk makanan diet. Selain itu, serat pangan juga bermanfaat
untuk mencegah mencegah sembelit, kanker kolon (usus besar) dan mengurangi
tingkat kolestrol (Susmiati, 2007).

4.5.2 Uji Aktivitas Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang dapat menghambat proses oksidasi


pada radikal bebas dengan cara menyumbangkan pasangan elektronnya.
Pengujian aktivitas antioksidan ini dengan metode spektrofotometri
menggunakan DPPH dengan menghitung IC50. Penghitungan IC50 ini
dimaksudkan untuk mengetahui berapa konsentrasi yang diperlukan untuk
menghambat aktivitas DPPH sebesar 50%. Hasil pengukuran %IC pada permen
jelly pepaya dapat dilihat pada Tabel 4.14.

Tabel 4.14 Hasil pengukuran %IC pada permen jelly


Konsentrasi (ppm) %IC IC50 (ppm)
1000 10.99
1500 14.58
2000 13.97 9270,43
2500 19.28
3000 20.41

54
Tabel 4.14 menunjukkan bahwa permen jelly pada konsentrasi 3000 ppm
dapat menghambat aktivitas DPPH sebesar 20,41%. Menurut (Kholila,2016),
aktivitas antioksidan pada permen jelly buah naga adalah sebesar 15,58%.
Aktivitas antioksidan pada permen jelly ekstrak kulit buah naga putih berkisar
14,14 – 40,58% (Junaida, 2016). Kadar anrioksidan pada buah pepaya tergolong
tinggi karena adanya kandungan vitamin C dan karotenoid yang dapat berfungsi
sebagai kadar antioksidan. Akan tetapi, nilai IC50 pada permen jelly pepaya
masih terlalu tinggi. Semakin besar nilai IC50 maka aktivitas antioksidannya
semakin lemah (Filbert, 2014). Menurut Widyasanti (2016), kekuatan aktivitas
antioksidan dibagi menjadi 4, yaitu aktivitas antioksidan kelompok sangat kuat
jika nilai IC50 kurang dari 50 ppm, kelompok kuat dengan IC50 antara 50-100
ppm, kelompok sedang jika nilai IC50 101-150 ppm dan kelompok lemah jika nilai
IC50 diantara 151-200 ppm. Berdasarkan kelompok tersebut, maka aktivitas
antioksidan pada permen jelly pepaya tergolong sangat lemah. Hal ini diduga
karena adanya pengaruh proses-proses pengolahan, penambahan asam, dan
penyimpanan permen jelly.
Beta-karoten merupakan salah satu pigmen dari karoten yang dapat
digunakan sebagai penawar yang kuat untuk oksigen reaktif dan radikal peroksil.
Betakaroten ini memiliki peran sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektron dari atomnya agar berikatan dengan elektron yang tidak berpasangan
dari radikal bebas tanpa menjadi radikal bebas baru. Sementara itu, vitamin C
berperan sebagai antioksidan dengan cara bekerja sebagai agen pereduksi.
Vitamin C dapat mereduksi dan memberikan elektronnya pada senyawa-
senyawa yang tidak berpasangan dan senyawa-senyawa yang reaktif tetapi tidak
radikal. Sayangnya kedua senyawa antioksidan ini sangat mudah rusak. Faktor-
faktor yang mempengaruhi kerusakan betakaroten dan vitamin C adalah suhu,
tekanan, pH, adanya O2 dan cahaya. Menurut Puspasari (2009), peningkatan
suhu perebusan dan dalam kondisi tertutup nyata menurunkan kandungan beta-
karoten pada sirup wortel. Oleh karena itu pada pembuatan permen jelly pepaya
ini kita menggunakan suhu pengeringan 50 0C untuk menghindari kerusakan
betakaroten. Betakaroten stabil pada pH yang cenderung netral sampai basa.
Pada pH di bawah 6, karotenoid akan mengalami isomerisasi. Sementara itu,
Vitamin C stabil pada pH 5,5 sampai 6,5 (Mukaromah, 2010)..

55
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian tentang “Pembuatan Permen Jelly Pepaya (Carica papaya


L.) dengan Penambahan Tepung Konjak (Amorphophallus konjac) sebagai
Gelling Agent (Kajian Konsentrasi Penambahan Tepung Konjak dan Asam
Sitrat)”, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Penambahan tepung konjak dengan konsentrasi yang berbeda
berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar abu, total asam, pH, gula
reduksi, kekerasan dan tingkat kecerahan permen jelly.
2. Penambahan asam sitrat dengan konsentrasi yang berbeda berpengaruh
nyata terhadap total asam, pH, gula reduksi, dan tingkat kemerahan.
3. Interaksi antar kedua faktor tersebut memberikan pengaruh nyata pada
nilai pH dan tingkat kecerahan (L*).
4. Perlakuan terbaik diperoleh pada permen jelly dengan penambahan
konjak 2% dan penambahan asam sitrat 0,3% dengan hasil nilai
kecerahan (38,3); nilai kemerahan (8,4); nilai kekuningan (5,5); kekerasan
(19,1 N); kadar air (19,59 %); total asam (0,5624 %); gula reduksi (19,53
%); kadar abu (1,99 %), kadar serat kasar (1,61 %), dan aktivitas
antioksidan (20,41 %) dengan IC50 (9270,43 ppm). Untuk hasil
organoleptiknya sebagai berikut nilai kesukaan rasa (3,4), nilai kesukaan
aroma (2,8), nilai kesukaan warna (3,6) dan kesukaan tekstur (3,6).

5.2 Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya adalah :


1. Perlu dilakukan pengujian Aw permen jelly pepaya terkait dengan umur
simpan permen jelly.
2. Perlu dikaji karakteristik kimia yang lainnya dan senyawa fungsional yang
terkandung dalam permen jelly berbahan dasar buah pepaya.

56
DAFTAR PUSTAKA

Achayadi, N. S., Y. Taufik, dan S. Selviana. 2016. Pengaruh Konsentrasi


Karagenan Dan Gula Pasir Terhadap Karakteristik Minuman Jelly
Black Mulberry (Morus nigra L.). Skripsi. Universitas Pasundan.
Bandung.
Achyadi, N.S., Y. Garnida, dan E. Pahriah, 2000, Pengaruh Konsentrasi
Sukrosa dan Susu Skim terhadap Mutu Permen Karamel. Kumpulan
Seminar Nasional. Proceeding Seminar Industri Pangan. I (19):481-489.
Addai, Z. R., A. Abdullah, S. A. Mutalib, and K. H. Musa. 2016. Evaluation of
Fruit Leather Made From Two Cultivars of Papaya. Ital. J. Food Sci.
28: 73-78.
Akbar, H., A. Supriyanto, dan K. Haryani. 2013. Karakterisasi Tepung Konjak
dari Tanaman Iles-iles (Amorphophallus oncoophyllus) di Daerah
Gunung Kreo Semarang Jawa Tengah. Jurnal Teknologi Kimia dan
Industri 2(4): 41-47.
Akesowan, A. 2013. Influence of Konjac Flour on Characteristics of Milk And
Egg White Proteins in Model Systems and Application in Gluten-Free
Muffins. Thesis. University Of The Thai Chamber Of Commerce.
Bangkok, Thailand.
Anggraeni, D. A., S. B. Widjanarko, dan D. W. Ningtyas. 2014. Proporsi Tepung
Porang (Amorphophallus muelleri Blume) : Tepung Maizena
Terhadap Karakteristik Sosis Ayam. Jurnal Pangan dan Agroindustri
2(3): 214-223.
Arifiya, N., Y. A. Purwanto, dan I. W. Budiastra. 2015. Analisis Perubahan
Kualitas Pascapanen Pepaya Varietas IPB9 pada Umur Petik yang
Berbeda. Jurnal Keteknikan Pertanian. 3(1): 41-48.
Astuti, S. D. dan F. C. Agustin. 2010. Formulasi dan Karakterisasi Minuman
Jeli Fungsional Sumber Serat Pangan dan Vitamin C dari Kappa
Karagenan, Konjak Glukomanan, dan Ekstrak Asam Jawa. Skripsi.
Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Astuti, W. F. P., R. J. Naainggolan, dan M. Nurminah. 2016. Pengaruh Jenis Zat
Penstabil dan Konsentrasi Zat Penstabil Terhadap Mutu Fruit
Leather Campuran Jambu Biji Merah Dan Sirsak. Ilmu dan Teknologi
PanganJ.Rekayasa Pangan dan Pert., 4(1): 65-71.
B. N. Yan, K. Tano, H. K. Konan, G. K.. Bedle, M. K. Oule. R. K. Nevry, and J.
Arul. 2014. The Role of Hydrolase in The Loss of firmness and of the
Changes in Sugar Content During The Post-Harvest Maturation of
Cariica papaya L. var Solo 8. J. Food Technol. 51(11): 3309-3316.

57
Badan Pusat Statistik. https://www.bps.go.id. Diakses pada 28 September 2016.
Badan Standarisasi Nasional. 2008. Kembang Gula Lunak. SNI 3547.2-2008.
Bubnis, W. A. 2000. Carrageenan. http://www.fmcbiopolymer.com/. Diakses
pada tanggal 6 Oktober 2016.
Bubnis, W. A. 2000. Carrageenan. http://www.fmcbiopolymer.com/. Diakses
pada 6 Maret 2017.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, and M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan.
Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Chairiyah, S. dan Almatsier. 2007. Pengaruh Konsentrasi Gum Konjac
Terhadap Mutu Cake Tepung Ketan. PATPI ISBN: 978- 979- 16456- 0-
7: 637 - 652.
Chaplin, M. 2004. Pektin. http://www.lsbu.ac.uk. Diakses pada tanggal 5 Oktober
2016.
deMan JM. 1989. Kimia Makanan. Padmawinata K, penerjemah. Institut
Teknologi Bandung. Bandung. Terjemahan dari: Principles of Food
Chemistry. hlm 190-212.
Diharmi, A., D. Fardiaz, et al.. 2011. Karakteristik Karagenan Hasil Isolasi
Euchuma Spinosum (Alga Merah) dari Perairan Semenep Madura.
Jurnal Perikanan dan Kelautan 16(1): 117-124.
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Departemen Kesehatan R.I.
Jakarta.
Erwinda, M. D. dan W. H. Susanto. 2014. Pengaruh pH Nira Tebu (Saccharum
officinarum) dan Konsentrasi Penambahan Kapur Terhadap Kualitas
Gula Merah. Jurnal Pangan dan Agroindustri 2(3): 54-64.
Fairus, S., haryono, A. Miranthi, dan A. Aprianto. 2010. Pengaruh Konsentrasi
HCl dan Waktu Hidrolisis Terhadap Perolehan Glukosa Yang
Dihasilkan Dari Pati Biji Nangka. Prosiding Seminar Nasional Teknik
Kimia “Kejuangan” Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan
Sumber Daya Alam Indonesia, Yogyakarta, pp. D02-1 – D02-6.
Fardiaz S. 1989. Hidrokoloid. Laboratorium Mikrobiologi Pangan PAU. IPB.
Bogor.
Farida A, 2008. Patiseri Jilid 3. Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Faridah, A. dan S. B. Widjanarko. 2014. Penambahan Tepung Porang Pada
Pembuatan Mi Dengan Substitusi Tepung Mocaf (Modified Cassava
Flour). J. Teknol. dan Industri Pangan 25(1): 98-105.
Faridah, A. dan S. B.Widjanarko. 2013. Optimization of Multilevel Ethanol
Leaching Process of Porang Flour (Amorphophallus muelleri) Using

58
Response Surface Methodology. Internasional Journal on Advanced
Science Engineering Information Technology, 3(2): 75-80.
Fitria, V. 2013. Karakterisasi Pektin Hasil Ekstraksi Dari Limbah Kulit Pisang
Kepok (Musa balbisiana ABB). Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Fitriningrum, R., Sugiyarto, dan A. Susilowati. 2013. Analisis Kandungan
Karbohidrat pada Berbagai Tingkat Kematangan Buah Karika (Carica
pubescens) di Kejajar dan Sembungan, dataran Tinggi Dieng, Jawa
Tengah. Bioteknologi. 10(1): 6-14.
FMCBiopolymer. 2001. Konjac Flour. FMC BioPolymer. Philadelphia.
Glicksman. 1983. Food and Hydrocolloids Volume II. CRC Press Inc. Florida
Hariyati, M. N. 2006. Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin Dari Limbah Proses
Pengolahan Jeruk Pontianak (Citrus nobilis var microcarpa). Skripsi.
IPB. Bogor.
Helmiyesi, R. B. Hastuti, dan E. Prihastanti. 2008. Pengaruh Lama Penyimpanan
Terhadap Kadar Gula dan Vitamin C pada Buah Jeruk Siam (Citrus noilis
var. microcarpa). Buletin Anatomi dan Fisiologi. 26(2): 33-37.
Hidayat, N. dan Ikarisztiana, K. 2004. Membuat Permen Jelly. Trubus
Agrisarana. Surabaya.
Imeson, A. P. 2000. Handbook of Hydrocolloids. CRC Press. New York
Indriani H. dan Emi S. 1991. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Rumput
Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.
Isnaini, L dan Yuniarti. 2014. Pengaruh Penambahan Gelling Agent Pada
Pembuatan Jelly Drink Nanas (Ananas comosus). UIN Malik Ibrahim.
Malang.
Jamaluddin, R. Molenaar, dan D. Tooy. 2014. Kajian Isotermi Sorpsi Air Dan
Fraksi Air Terikat Kue Pia Kacang Hijau Asal Kota Gorontalo. J.Ilmu
dan Teknologi Pangan, 2(1): 27-37.
Junaida, S. dan D. Utomo. 2016. Pengaruh Konsentrasi Penambahan Gula
Pasir Terhadap Kualitas Permenn Jelly Ekstrak Kulit Buah Naga
Putih (Hylocereus undatus). Jurnal Teknologi Pangan, 7 (1): 39-45.
Kaya, A. O. W. 2015. Perancangan Proses Pembuatan Gel Pengharum
Ruangan Berbasis Campuran Semirefined Carragenan dan
Glukomanan. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Boor.
Koswara, S. 2009. Teknologi Pembuatan Permen.
https://tekpan.unimus.ac.id/wp-content/.../07/TEKNOLOGI-PEMBUATAN-
PERMEN.pdf. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2016.
Kusnandar, F. 2011. Kimia Pangan Komponen Makro. Dian Rakyat. Jakarta.
Laos, A.K., E. Kirs, C.A. Kikkas, and D.T. Paalme. 2007. Crystallization of The
Saturated Sucrose Solution in The Presence of Fructose, Glucose,

59
and Corn Syrupe. Proseeding of European Congres of Chenical
Engineering (ECCE-6). Copenhagen, pp.: 231-237
Lubis, M. S. P., R. J. Nainggolan, dan E. Yusraini. 2014. Pengaruh
Perbandingan Nenas Dengan Pepaya dan Konsentrasi Gum Arab
Terhadap Mutu Fruit Leather. J.Rekayasa Pangan dan Pert., 2(3): 62-
68.
Madalena, Heriyanto, S. P. Hastuti, and L. Limantara. 2007. The Effect Of
Heating Time To The Content Of Pigments And Vitamin A In Cassava
(Manihot Esculenta Crantz) And Ceara-Rubber (Manihot Glaziovii
Muell. Arg) Leaves. Indo. J. Chem., 7 (1) 105 – 110.
Maitimu, C. V., A. M. Legowo, dan A. N. Al-Baari. 2013. Karakteristik
Mikrobiologis, Kimia Fisik, dan Organoleptik Susu Pasteurisasi
dengan Penambahan Ekstrak Daun Aileru (Wrightia calycina) Selama
Penyimpanan. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 2(1): 17.29.
Manasika, A. dan S. B. Widjanarko. 2015. Ekstraksi Pigmen Karotenoid Labu
Kabocha Menggunakan Metode Ultrasonik (Kajian Rasio Bahan :
Pelarut dan Lama Ekstraksi). Jurnal Pangan dan Agroindustri 3(3): 926-
938.
Medina., J.D.L.C., G.V. Guttierrez, and H.S. Garcia. 2003. PAWPAW: Post-
harvest Operation. INPhO-Post harvest Compendium. Food and
Agriculture Organization of the United Nations.
Mei Xu, Dong S.L., Bin Li, Chao Wang, Yu P.Z, Wen P Lv, and Bi J.X. 2012.
Comparative Study on Molecular Weight of Konjac Glucomannan by
Gel Permeation Chromatography-Laser Light Scattering-Refractive
Index and Laser Light-Scattering Methods. Journal of Spectroscopy
Volume 2013, Article ID685698.
Ming, R., and P.H. Moore. 2013. Genetics and Genomics of Papaya. Springer.
London.
Muawanah, A., I. Djajanegara, A. Sa’duddin, D. Sukandar dan N. Radiastuti.
2012. Penggunaan Bunga Kecombrang (Etlingera Elatior) Dalam
Proses Formulasi Permen Jelly. Jurnal Valensi 2(4): 526-533.
Muchtadi, D. 2001. SAYURAN SEBAGAI SUMBER SERAT PANGAN UNTUK
MENCEGAH TIMBULNYA PENYAKIT DEGENERATIF. JurnaL Teknd
Indwiri Pangan, 12(1): 61-71.
Mukaromah, U., S. H. Susetyorini, dan S. Aminah. 2010. Kadar Vitamin C, Mutu
Fisik, Ph Dan Mutu Organoleptik Sirup Rosella (Hibiscus sabdariffa,
L) Berdasarkan Cara Ekstraksi. Jurnal Pangan dan Gizi 1(1): 43-51.
Murdopo. 2014. Kadar Serat Pangan Dan Sifat Organoleptik Cookies Dengan
Penambahan Tepung Biji Kluwih (Antocarpus Communis) Dan
Angkak Sebagai Pewarna Alami. Skripsi. Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Surakarta.

60
Nalendra, H. 2015. Manfaat Pepaya bagi Tubuh Anda. http://www.kedokteran-
islam.net/2015/06/20/manfaat-pepaya-bagi-tubuh-anda/. Diakses pada
tanggal 5 Oktober 2016.
Natalia, I. 2011. Pengaruh Konsentrasi Gula Pasir, Asam Sitrat Dan Tingkat
Pemanasan Pada Gula Invert Yang Diaplikasikan Pada Selai Rosella
(Hibiscus sabdariffa) Ditinjau Dari Sifat Fisikokimia Dan Sensor.
Skripsi. Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang.
Nopwinyuwong, A., S. Trevanich, and P. Suppakul. 2010. Development of A
Novel Colorimetric Indicator Label for Monitoring Freshness
of Intrmediate-Moisture Dessert Spoilage. Journal of Talanta 81: 1127.
Novita, M., Satriana, dan E. Hasmarita. 2015. Kandungan Likopen dan
Karotenoid Buah Tomat (Lycopersicum pyriforme) Pada Berbagai Tingkat
Kematangan, Pengaruh Pelapisan Dengan Kitosan dan Penyimpanan.
Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia 7(1): 35-39.
Penroj, P., J. R. Mitchell., S. E. Hill., and W. Ganjanagunchorn. 2005. Effect of
Konjac Glucomannan Deacetylation on The Properties of Gels
Formed from Mixtures of Kappa Carrageenan and Konjac
Glucomannan. Carbohydrates Polymers, 59, 367 – 376.
Prastyaharast, L. dan E. Zubaidah. 2014. Evaluasi Pertumbuhan Lactobacillus
casei Dalam Medium Susu Skim Yang Disubstitusi Tepung Beras
Merah. Jurnal Pangan dan Agroindustri 2(4): 285-296.
Purwoko. 2010. Pembuatan Pektin Dari Buah Pepaya (Carica papaya L.) Sisa
Sadap. Jurnal Teknologi Industri Pertanian 12(1): 8-13.
Puspasari, D. P. W. 2009. Pengaruh Penutupan Dan Suhu Pada Proses
Perebusan Terhadap Karakteristik Sirup Wortel (Daucus carota L.).
AGROTEKNO, 15(1): 25-29.
Rahmawati, D. 2014. Gula invert.
Htpps://www.scribd.com/user.92975129/Desita-Rahmawati. Diakses
tanggal 6 Maret 2017.
Rowe, R.C., P.J. Sheskey, and S.C. Owen. 2006. Handbook Of
Pharmaceutical Exipients Fifth Edition. Pharmaceutical Press. London.
Rukmana, Rahmat. 2012. Seri Budi Daya Pepaya. Kanisius. Yogyakarta.
Safitri, A. A. 2012. Studi Pembuatan Fruit Leather Mangga-Rosella. Skripsi.
Universitas Hasanuddin. Makasar.
Safuadah, S. 2015. Teknologi Confectionery – Permen Jelly.
http://sarahtsafuadah.blog.upi.edu/2015/11/08/teknologi-confectionery-
permen-jelly/. Diakses pada tanggal 6 Oktober 2016.
Santana, P., N. Huda., dan T.A. Yang. 2012. Technology for Production of
Surimi Powder and Potential of Applications. International Food
Research Journal 19(4): 1313-1323.

61
Santoso, A. 2011. Serat Pangan (Dietary Fiber) dan Manfaatnya Bagi
Kesehatan. Magistra No. 75 Th. XXIII: 35-40.
Satriyanto, B. S. B. Widjanarko, dan Yunianta. 2012. Stabilitas Warna Ekstrak
Buah Merah (Pandanus conoideus) Terhadap Pemanasan Sebagai
Sumber Potensial Pigmen Alami. Jurnal Teknologi Pertanian, 13(3):
157-168.
Setiaji, A. 2009. Efektifitas Ekstrak Daun Pepaya Carica papaya L. Untuk
Pencegahan dan Pengobatan Ikan Lele Dumbo Clarias sp. yang
Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Sharma, K. 2008. Comparing sensory experience in bitter taste perception
of phenylthiocarbamide within and between human twins and
singletons: intrapair differences in thresholds and genetic variance
estimates. J. Anthropol Anz 66(2):211-24
Shofian, N. M., A. A. Hamid, A. Osman, N. Saari, F. Anwar, M. S. P. Dek, and R.
Hairuddin. 2011. Effect of Freeze-Drying on the Antioxidant
Compounds and Antioxidant Activity of Selected Tropical Fruits. Int.
J. Mol. Sci. 12: 4678-4692.
Silaban, S. D., E. Prihastanti, dan E. Saptiningsih. 2013. Pengaruh Suhu dan
Lama Penyimpanan Terhadap Kandungan Total Asam, Kadar Gula
serta Kematangan Buah Terung Belanda (Chphomandra betacea
Sent.). Buletin Anatomi dan Fisiologi. 21(1): 35-63.
Sinurat, E. dan Murniyanti. 2014. Pengaruh Waktu dan Suhu Pengeringan
Terhadap Kualitas Permen Jeli. JPB Perikanan, 9(2): 133–142.
Siregar, R. 2008. Pengaruh Konsentrasi Natrium Benzoat dan Lama
Penyimpanan Terhadap Mutu Mermalade Sirsak (Annona muricata
L). Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Subaryono dan B.S.B. Utomo. 2006. Penggunaan Campuran Karaginan dan
Konjak dalam Pembuatan Permen Jelly. Jurnal Pascapanen dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan 1(1): 10-26.
Sudaryati, H.P. dan T. Mulyani. 2003. The Manufacture of Lemon Jelly Candy
by The Addition of Gelatin and Glucose – Sucrose Proportion.
Prosiding Seminar Nasional dan Pertemuan Tahunan Perhimpunan Ahli
Teknologi Pangan Indonesia (PATPI). Yogyakarta.
Sujiprihati, S. dan K. Suketi.2009. Budidaya Pepaya Unggul. Penebar
Swadaya. Depok.
Sundari, D., Almasyhuri, dan A. Lamid. 2015. Pengaruh Proses Pemasakan
Terhadap Komposisi Zat Gizi Bahan Pangan Sumber Protein. Media
Litbangkes, 25(4): 235 – 242.
Suprapti, M. S. 2009. Aneka Olahan Mentah dan Mengkal. Kanisius.
Yogyakarta.

62
Susmiati. 2007. Peran Serat Makanan (Dietary Fiber) Dari Aspek
Pemeliharaan Kesehatan, Pencegahan dan Terapi Penyakit. Majalah
Kedokteran Andalas, 31(2).
Suwarno., R. D. Ratnani, dan I. Hartati. 2015. Proses Pembuatan Gula Invert
Dari Sukrosa Dengan Katalis Asam Sitrat, Asam Pektat dan Asam
Klorida. Momentum 11(2)L 99-103.
Suyanti, Setyadjit, dan A.B. Arif. 2012. Produk Diversifikasi Olahan Untuk
Meningkatkan Nilai Tambah dan Mendukung Pengembangan Buah
Pepaya (Carica Papaya L) di Indonesia. Buletin Teknologi Pascapanen
Pertanian 8(2): 62-70.
Thomas D.J., W.A. Atwell. 1999. Starches. The American Association of Cereal
Chemist Inc. Minnesota.
Thurgood, J. E. 2009. The Effect of Lipids on Recognition Threholds and
Intensity Ratings of the Five Basic Taste. Thesis. Utah State
University.
Tiancheng, L.I., Peng Zhou, dan T.P. Labuza. 2009. Effect of Sucrose
Crystallization and Moisture Migration on the Structural Changes of
a Coated Intermediate Moisture Food. International Journal Chem, Eng,
China 3(4): 346.
Toussaint, Samat, Maguelonne. 2009. The History of Food. Blackwell. London.
Towle, G.A. 1973. Carrageenan. In Industrial Gums. R.L. Wistler and Be.
Miller. S.N. (eds) Academic Press. London.
Trissanthi, C. M. dan W. H. Susanto. 2016. Pengaruh Konsentrasi Asam Sitrat
dan Lama Pemanasan Terhadap Karakteristik Kimia dan
Organoleptik Sirup Alang-alang (Imperata cylindrical). Jurnal Pangan
dan Agroindustri 4(1): 180-189.
Tuhuloula, A., L. Budiyarti, dan E. N. fitriana. 2013. Karakterisasi Pektin dengan
Memanfaatkan Limbah Kulit Pisang Menggunakan Metode Ekstraksi.
Konversi. 2(1): 21-27.
Udin, F. 2013. Kajian Pengaruh Penggunaan Campuran Karaginan dan
Konjak, dan Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica Val.) Terhadap
Karakteristik Permen Jelly. Skripsi. UNS. Surakarta.
Usman, M. 2015. Health Benefit of Papaya. JD-Biz Publishing. Canada.
Verawaty. 2008. Pemetaan Tekstur dan Karakteristik Gel Hasil Kombinasi
Karagenan dan Konjak. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wahyuni, D. T. dan S. B. Widjanarko. 2015. Pengaruh Jenis Pelarut dan Lama
Ekstraksi Terhadap Ekstrak Karotenoid Labu Kuning Dengan Metode
Gelombang Ultrasonik. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 3(2): 390-401.

63
Wahyuni, R. 2011. Pemanfaatan Kulit Buah Naga Super Merah (Hylicereus
costaricensis) Sebagai Sumber Antioksidan dan Pewarna Alami
Pada Pembuatan Jelly. Jurnal Teknologi Pangan 2(1): 68-85.
Wijana, S., A.F. Mulyadi, dan T.D.T. Septivirta. 2011. Pembuatan Permen Jelly
dari Buah Nanas (Ananas comosus L.) Subgrade (Kajian
Konsentrasi Karagenan dan Gelatin). Skripsi. Universitas Brawijaya.
Malang.
Winarno, F. G.. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Wirakusumah, E. S. 2007. Jus Buah dan Sayuran. Penebar Swadaya. Depok.
Yuliani, H.R. 2011. Karakterisasi Selai Tempurung Kelapa Muda. Prosiding
Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” Pengembangan Teknologi
Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia, Yogyakarta, pp.
D01-1 - D01-6.
Zulfaini, F., 2004. Pengaruh Perbandingan Konsentrasi Sukrosa dengan
High Fructose Syrup (HFS) dan Konsentrasi Pektin terhadap Mutu
Permen Jelly. Skripsi. USU. Medan.

64
LAMPIRAN

Lampiran 1. Prosedur Analisa


1.1 Analisa Kadar Air (Sudarmadji, et all. 1989)
Pengukuran kadar air merupakan parameter yang sangat penting untuk
menentukan mutu suatu produk. Prosedur analisa kadar air adalah sebagai
berikut:
a. Cawan dikeringkan dalam oven selama 45 menit, kemudian didinginkan
dalam desikator lalu ditimbang berat cawan tersebut dnegan timbangan
analitik.
b. Bahan yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 2 gram kemudian
dimasukan kedalam cawan porselin.
c. Bahan dikeringkan lagi dalam oven pada suhu 100-105 C selama 3-5 jam,
selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
d. Bahan kemudian dikeringkan lagi dalam oven selama 30 menit, didinginkan
dalam desikator kemudian ditimbang.
e. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan (selisih penimbangan
beturut-turut kurang dari 0,2 mg).
f. Perhitungan kadar air bahan dilakukan menggunakan rumus berikut:

1.2 Analisa Kadar Abu (AOAC, 1990)

Sampel sebanyak 3-5 gram dimasukan ke dalam cawan porselin yang


telah diketahui bobotnya, kemudian diabukan ke dalam furnace pada suhu 600
C selama kurang lebih 4 jam atau sampai diperoleh abu berwarna putih. Setelah
itu cawan didinginkan dalam desikator sampai suhu ruang dan kemudian
ditimbang. Perhitungan kadar abu menggunakan rumus berikut:

65
1.3 Analisa Total Asam (AOAC, 1990)
a. Standarisasi NaOH
- Sebanyak 0.1 g asam oksalat ((COOH)22H2O) (BM = 126) ditimbang lalu
dimasukan ke dalam enlenmeyer 250 ml
- Ditambahkan 25 ml aquades
- Ditambahkan indicator PP sebanyak 2-3 tetes
- Dititrasi dengan larutan NaOH hingga terbentuk warna merah muda yang
bertahan selama 15 detik
- Normalisasi NaOH dihitung menggunakan rumus:

b. Persiapan sampel
- Sampel sebanyak 10 ml dilarutkan menjadi 100 ml dalam labu takar,
kemudian ditambahkan aquades sampai tanda tera, selanjutnya
dihomogenkan dan disaring
- Filtrate diambil 10 ml dan dimasukan ke dalam Erlenmeyer, ditambahkan
2-3 tetes indicator PP
- Dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N sampai terjadi perubahan warna
menjadi biru dan warna tersebut tidak berubah kembali selama 30 detik
- Total asam tertitrasi dihitung menggunkan rumus:

Keterangan:
Ml NaOH : Jumlah larutan NAOH untuk titrasi (ml)
N NaOH : Normalitas NaOH 0.1
Grek : Berat ekivalen asam sitrat (64 g/mol)
FP : Faktor pengenceran (ml)

1.4 Analisa Gula Reduksi Metode Nelson Semogyi (Rahayu, 2005)


a. Persiapan Kurva Standar
- DIbuat larutan gula standar (10 mg glukosa anhidrat/100 ml). dari larutan
glukosa standar tersebut dilakukan pengenceran sehingga diperoleh
larutan glukosa dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8, dan 10 mg/ 100 ml

66
- Disiapkan 7 tabung reaksi, masing-masing diisi dengan 1 ml larutan
glukosa standar tersebut, satu tabung diisi air suling sebagai blanko
- Ditambahkan ke dalam masing-masing tabung reaksi tersebut 1 ml
reagen Nelson, selanjutnya seluruh tabung dipanaskan dalam air
mendidih selama 20 menit.
- Dilakukan pendinginan seluruh tabung dalam gelas beaker yang berisi air
dingin hingga mencapai suhu ruang
- Ditambahkan 1 ml reagen arsenomoblidat, dihomogenkan hingga semua
endapan CuO2 yang ada larut kembali
- Setelah semua endapan CuO2 larut sempurna, ditambahkan 7 ml air
suling dan dihomogenkan.
- Nilai OD (Optical DensityI) diperoleh dari pembacaan nilai spektofotometri
pada panjang gelombang 540 nm
- Dibuat kurva standar hubungan antara absorbansi (nilai OD) dengan
konsentrasi glukosa

b. Penetapan sampel
- Disiapkan larutan smapel yang memiliki kadar gula reduksi sekitar 28
mg/100 ml. perlu diperhatikan bahwa larutan sampel ini harus jernih. Jika
diperoleh larutan sampel yang keruh dan berwarna maka perlu dilakukan
penjernihan terlebih dahullu dnegan menggunakan Pb astetat atau bubur
ammonium hidroksida
- 1ml larutan sampel yang jernih dipipet ke dalam tabung reaksi
- Ditambahkan 1 ml reagen Nelson dan diperlukan seperti pada persiapan
kurva standar diatas.
- Gula reduksi dapat ditentukan berdasarkan OD larutan sampel dan
dimasukan dalam persamaan kurva standar yang diperoleh.

1.5 Analisa Pektin (Sudarmadji et all., 1989)

Analisa pektin bertujuan untuk mengetahui kadar pektin dalam bahan


baku. Prosedur pegujiannya sebagai berikut:

a. Sampel dihancurkan dengan menggunakan blander hingga berbentuk


bubur.

67
b. Bubur tomat ditimbang sebanyak 50 mg dan dimasukkan ke dalam labu
ukur 100 ml. akuades panas sebanyak 40 ml dimasukkan ke dalam labu
ukur dan ditunggu hingga dingin. Setelah akuades menjadi dingin, ke
dalam labu ukur ditambahkan lagi akuades sampai tanda batas.
c. Labu ukur diletakkan di atas penangas air selama 1 jam, kemudian
didinginkan dan disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman
n0 40.
d. Ekstrak dipipet sebanyak 25 ml, kemudian dimasukkan ke dalam beaker
glass 400 ml. ditambahkan 6,25 ml HCl 0,5 N dan 125 ml HCl-Alkohol
0,1N, kemudian dibiarkan selama 1 malam.
e. Larutan disaring dengan kertas saring Whatman no 40. Endapan
dimasukkan ke dalam beaker glass, dan kertas saring disemprot dengan
akuades panas agar semua endapan bisa masuk ke dalam beaker glass.
Larutan didinginkan, kemudian ditambah dengan 10 ml NaOH 0,1N dan
diencerkan sampai volume 150 ml, larutan dibiarkan selama 1 malam.
f. Larutan diasamkan dengan 50 ml CH3COOH 1N dan 5 ml Cacl. Larutan
dibiarkan 1 jam, kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring
Whatman no 40 yang sudah diketahui beratnya. Endapan dicuci dengan
larutan CH3COOH-Alkohol.
g. Kertas saring dan isinya dikeringkan pada 1100C sampai berat konstan
selama 3-5 jam. Keudian didinginkan dalam deksikator dan ditimbang.
Panaskan lagi dalam oven 1 jam, dinginkan dalam deksikator dan
ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan.
h. Kadar pektin dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Dimana:
a = berat konstan kertas saring dan endapan
b = berat konstan kertas saring
c = berat sampel

1.6 Analisa pH (Sudarmadji, dkk., 1984)


Analisa pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Standarisasi pH
meter dengan menggunakan larutan buffer pH 4, kemudian buffer pH 7.
Elektroda dicuci dengan menggunakan air suling, kemudian elektroda

68
dimasukkan dalam larutan sampel. Angka yang ditunjukkan oleh pH meter
merupakan besarnya pH dari sampel. Apabila sampel padat, sampel dilarutkan
pada aquades pH netral terlebih dahulu.

1.7 Anilsa Warna (De Man, 1999)

Warna dapat diukur secara modern dengan color reader seri CR -10.
Color reader adalah alat pengukur warna yang didesain dengan tiga reseptor
sehingga mampu membedakan warna akurat antara terang dan gelap. Prinsip
kerja color reader adalah system pemaparan warna dengan menggunakan
system CIE dengan tiga reseptor yaitu L, a, b Hunter, lambang L menunjukkan
tingkat kecerahan berdasarkan warna putih, lambang a menunjukkan kemerahan
atau kehijauan, dan lambang b menunjukkan kekuningan atau kebiruan.
Cara kerja alat ini adalah ditempelkan pada sampel yang akan diuji
intensitas warnanya, kemudian tombol pengujian ditekan sampai berbunyi atau
lampu menyala dan akan memunculkan dalam bentuk angka dan kemudian
diukur pada grafik untuk mengetahui spesifikasi warna.

1.8 Analisa Kekerasan (Midayanto et all., 2014)

Analisa kekerasan produk dilakukan menggunakan alat tensile strength.


Prosedur penggunaannya cukup mudah, yaitu alat dinyalakan dan ditunggu 5
menit. Sementara sampel yang akan diukur kekerasannya diletakkan tepat
dibawah jarum alat. Beban dilepaskan lalu skala penunjuk dibaca setelah alat
berhenti. Nilai yang tercantum pada monitor merupakan nilai hardness
(kekerasan sampel) yang dinyatakan dalam satuan Newton (N). semakin besar
nilai kekerasannya, semakin besar gaya yang dibutuhkan untuk menembus
permukaan sampel, yang artinya sampel bersifat sulit patah atau memiliki tekstur
yang keras.

1.9 Analisa Organoleptik (Watt et all., 1989)

Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan atau


kelayakan suatu produk agar dapat diterima oleh konsumen. Pengujian
organoleptik ini dilakukan dengan menggunakan uji hedonik. Uji hedonik
merupakan suatu kegiatan pengujian yang dilakukan oleh seseorang atau
beberapa orang panelis yang mana memiliki tujuan untuk mengetahui tingkat

69
kesukaan atau ketidaksukaan konsumen terhadap suatu produk tertentu. Panelis
diminta tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan melalui
skala kesukaan. Skala hedonik dinyatakan dalam angka yaitu 5 (sangat suka), 4
(suka), 3 (agak suka), 2 (tidak suka) dan 1 (sagat tidak suka). Sampel disajikan
kepada 30 panelis tidak terlatih (mahasiswa FTP) di lingkungan Universitas
Brawijaya Malang. Setiap panelis dihadapkan pada sembilan sampel dan
diberikan kebebasan untuk memberikan penilaian beradasarkan tingkat
kesukaannya.

1.10 Penentuan Perlakuan Terbaik (Zeleny, 1982)


Penentuan perlakuan terbaik dilakukan menggunakan metode Mutiple
Attribute, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan nilai ideal pada masing-masing parameter
Nilai ideal adalah nilai yang d`iharapkan, yaitu nilai maksimal atau minimal
dari suatu parameter.
2. Menghitung derajat kerapatan (dk i)
Derajat kerapatan (dk i) dihitung berdasarkan nilai ideal untuk masing-
masing parameter. Bila nilai ideal (dk i) normal, maka:

Sedangkan bilai nilai ideal (dk i) maksimal, maka:

3. Menghitung jarak kerapatan (Lp)


Dengan asumsi semua parameter penting, jarak kerapatan dihitung
berdasarkan jumlah parameter, maka:


1/2

4. Perlakuan terbaik dipilih dari perlakuan yang mempunyai nilai L1, L2, dan L
terendah.

70
1.11 Analisa Kadar Serat Kasar (Sudarmadji dkk., 1997)
Prosedur analisa kadar serat kasar adalah sebagai berikut:
a. Sampel ditimbang sebanyak 1 gram.
b. Sampel dipindahkan ke dalam erlenmeyer.
c. Kemudian ditambahkan 200 ml H2SO4 mendidih (1,25 gram H2SO4 pekat/
100 ml 0,255 N) dan ditutup dengan pendingin balik, didihkan selama 60
menit dengan kadangkala digojog.
d. Saring suspensi melalui kertas saring halus dan residu yang tertinggal
dalam erlenmeyer dicuci dengan akuades mendidih.
e. Cucilah residu dalam kertas saring sampai air cucian tidak bersifat asam
lagi (uji dengan kertas lakmus)
f. Pindahkan secara kuantitatif residu dari kertas saring ke dalam
erlenmeyer kembali dengan spatula dan sisanya dicuci dengan NaOH
mendidih 0,313 N sebanyak 200 ml sampai semua residu masuk ke
erlenmeyer.
g. Didihkan dengan pendingin balik sambil digoyang-goyangkan selama 60
menit.
h. Bahan disaring dengan menggunakan kertas saring yang telah
dikeringkan (diketahui beratnya).
i. Setelah itu, kertas saring dicuci dengan 20 ml K2SO4 10%, kemudian
akuades mendidih hingga netral dan 15 ml alkohol. Residu beserta kertas
saring dikeringkan dalam oven bersuhu 110⁰C selama 1 jam.

Kadar serat (%) = x 100%

Keterangan:
a = bobot residu dalam kertas saring yang telah dikeringkan (gram)
b = bobot kertas saring (gram)
w = bobot sampel (gram)

1.12 Analisa Aktivitas Antioksidan


Analisa aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH. Langkah-langkah
analisanya adalah sebagai berikut:
a. Sampel ditimbang sebanyak 1 gram dan dihaluskan.

71
b. Sampel yang sudah halus ditambahkan 20 ml etanol 96% dan dimaserasi
selama 4 jam.
c. Hasil maserasi di masukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan
etanol 96% sampai tanda batas dan dihomogenkan.
d. Kemudian dilakukan pengenceran dengan konsentrasi 1000, 1500, 2000,
2500, dan 3000 ppm.
e. Masing-masing dari pengenceran dipipet sebanyak 2 ml dan dimasukkan
ke dalam tabung reaksi.
f. Kemudian ditambahkan DPPH sebanyak 1 ml dan diinkubasi pada
kondisi gelap selama 30 menit.
g. Larutan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm.

72
Lampiran 2. Kuisioner Uji Organoleptik

Lembar Kuisioner Uji Organoleptik


(Uji Hedonik)
Hari/Tanggal :
Nama Panelis :
Jenis Kelamin :
Usia :
Nama Produk : Permen Jelly Pepaya

Dihadapan Saudara disajikan 9 sampel produk permen jelly. Cicipi sampel secara
berurutan dari kiri ke kanan. Panelis dipersilahkan untuk meminum air terlebih dahulu
sebelum mencicipi sampel. Dihadapan anda terdapat produk permen jelly, anda diminta
memberikan penilaian terhadap parameter yang disediakan (rasa, aroma, warna, dan
tekstur) sesuai dengan tingkat kesukaan anda. Tulislah penilaian anda pada tabel yang
tersedia sesuai kode sampel yang anda cicip. Pernyataan yang objektif sangat
membantu saya. Hasil penilaian anda diyatakan dalam angka dengan ketentuan sebagai
berikut:

1 = Sangat tidak suka


2 = Tidak suka
3 = Agak suka
4 = Suka
5 = Sangat suka

Kode Atribut
sampel Rasa Aroma Warna Tekstur
328
194
547
062
241
422
575
485
163
Kritik dan saran :

73
Lampiran 3. Data Analisis Kimia Permen Jelly Pepaya

1. Kadar air
Ulangan
Perlakuan Jumlah Rerata STDEV
I III
K1A1 19.54 19.56 39.10 19.55 0.01
K1A2 18.24 18.41 36.65 18.33 0.12
K1A3 19.97 19.21 39.18 19.59 0.54
K2A1 17.35 16.93 34.28 17.14 0.30
K2A2 17.44 17.12 34.56 17.28 0.23
K2A3 17.23 18.32 35.55 17.78 0.77
K3A1 15.52 15.66 31.18 15.59 0.10
K3A2 15.84 16.24 32.08 16.04 0.28
K3A3 17.90 15.47 33.37 16.69 1.72

Uji BNT Faktor Konsentrasi Konjak


Konsentrasi Konjak
Rerata Nilai Kadar Air (%) BNT (5%) Notasi
(% b/b)
2 19,16 c
3 17,40 0,69 b
4 16,11 a

2. Kadar abu
Ulangan
Perlakuan Jumlah Rerata STDEV
I II III
K1A1 1,76 2,25 2,29 6,30 2,10 0,30
K1A2 2,21 2,17 1,98 6,36 2,12 0,12
K1A3 2,06 2,08 1,82 5,96 1,99 0,14
K2A1 2,97 2,58 2,69 8,24 2,75 0,20
K2A2 2,54 2,90 3,47 8,91 2,97 0,47
K2A3 2,76 2,59 2,66 8,01 2,67 0,09
K3A1 2,72 3,24 3,07 9,03 3,01 0,27
K3A2 2,64 3,73 3,63 10,00 3,33 0,60
K3A3 2,93 2,99 3,09 9,01 3,00 0,08

Uji BNT Faktor Konsentrasi Konjak


Konsentrasi Konjak
Rerata Nilai Kadar Abu (%) BNT (5%) Notasi
(% b/b)
2 2,20a a
3 2,82b 0,32 b
4 3,11b b

74
3. Total Asam
Ulangan
Perlakuan Jumlah Rerata STDEV
I II III
K1A1 0,4145 0,5165 0,4790 1,4100 0,4700 0,0516
K1A2 0,5540 0,4820 0,4798 1,5158 0,5053 0,0422
K1A3 0,5528 0,5864 0,5479 1,6871 0,5624 0,0210
K2A1 0,5195 0,5168 0,4781 1,5144 0,5048 0,0232
K2A2 0,5186 0,5852 0,5458 1,6496 0,5499 0,0335
K2A3 0,6566 0,5851 0,6183 1,8600 0,6200 0,0358
K3A1 0,4144 0,5170 0,4446 1,3760 0,4587 0,0527
K3A2 0,5198 0,5516 0,5468 1,6182 0,5394 0,0171
K3A3 0,5527 0,6180 0,5705 1,7412 0,5804 0,0338

Uji BNT Faktor Konsentrasi Konjak


Konsentrasi Konjak
Rerata Nilai Total Asam (%) BNT (5%) Notasi
(% b/b)
2 0,5125 a
3 0,5582 0,03 b
4 0,5262 ab

Uji BNT Faktor Konsentrasi Asam


Konsentrasi Asam
Rerata Nilai Total Asam (%) BNT (5%) Notasi
(%b/b)
0,1 0,4778 a
0,2 0,5315 0,03 b
0,3 0,5876 c

4. Nilai pH
Ulangan
Perlakuan Jumlah Rerata STDEV
I II III
K1A1 6,4 6,2 6,4 19,00 6,33 0,12
K1A2 6,0 5,9 5,9 17,80 5,93 0,06
K1A3 5,9 5,8 5,8 17,50 5,83 0,06
K2A1 6,3 6,2 6,1 18,60 6,20 0,10
K2A2 5,9 5,7 5,9 17,50 5,83 0,12
K2A3 5,5 5,5 5,6 16,60 5,53 0,06
K3A1 6,1 6,3 6,2 18,60 6,20 0,10
K3A2 6,2 5,9 6,2 18,30 6,10 0,17
K3A3 5,6 5,7 5,7 17,00 5,67 0,06

75
Uji Lanjut DMRT (K x A)
K (% A (% Nilai
Nilai pH Urutan Sd DMRTα Notasi
b/b) b/b) R
2 0,1 6,2 5,5 2,998 0,1666 a
2 0,2 5,8 5,7 3,144 0,1747 ab
2 0,3 5,5 5,8 3,235 0,1749 bc
3 0,1 6,2 5,8 3,297 0,1832 bc
3 0,2 6,1 5,9 3,343 0,0556 0,1857 cd
3 0,3 5,7 6,1 3,376 0,1876 de
4 0,1 6,3 6,2 3,402 0,1890 ef
4 0,2 5,9 6,2 3,422 0,1901 ef
4 0,3 5,8 6,3 0,0000 f

5. Gula Reduksi
Ulangan
Perlakuan Jumlah Rerata STDEV
I II III
K1A1 15,27 15,59 17,05 47,91 15,97 0,95
K1A2 20,46 18,63 21,45 60,55 20,18 1,43
K1A3 20,37 19,13 19,08 58,59 19,53 0,73
K2A1 12,69 12,99 14,81 40,49 13,50 1,14
K2A2 13,86 14,61 16,54 45,01 15,00 1,38
K2A3 20,17 16,27 17,70 54,14 18,05 1,97
K3A1 17,68 19,19 16,83 53,69 17,90 1,20
K3A2 19,12 19,33 25,58 64,03 21,34 3,67
K3A3 26,51 24,04 26,14 76,70 25,57 1,33

Uji BNT Faktor Konsentrasi Konjak


Konsentrasi Konjak
Rerata Nilai Gula Reduksi (%) BNT (5%) Notasi
(% b/b)
2 19,45 b
3 15,52 1,2 a
4 21,60 c

Uji BNT Faktor Konsentrasi Asam


Konsentrasi Asam
Rerata Nilai Gula Reduksi (%) BNT (5%) Notasi
(%b/b)
0,1 15,79 a
0,2 18,29 1,2 b
0,3 22,49 c

76
Lampiran 4, Data Analisis Fisik Permen Jelly Pepaya

1. Kekerasan
Ulangan
Perlakuan Jumlah Rerata STDEV
I II III
K1A1 20,60 24,30 22,80 67,70 22,57 1,86
K1A2 22,60 19,90 18,30 60,80 20,27 2,17
K1A3 23,30 11,40 22,50 57,20 19,07 6,65
K2A1 25,10 25,60 23,80 74,50 24,83 0,93
K2A2 22,70 22,60 23,00 68,30 22,77 0,21
K2A3 24,50 23,20 23,60 71,30 23,77 0,67
K3A1 19,70 26,60 24,40 70,70 23,57 3,52
K3A2 25,30 25,80 24,90 76,00 25,33 0,45
K3A3 27,70 28,30 26,20 82,20 27,40 1,08

Uji BNT Faktor Konsentrasi Konjak


Konsentrasi Konjak
Rerata Nilai Kadar Air (%) BNT (5%) Notasi
(% b/b)
2 20,63 a
3 23,79 2,89 b
4 25,43 b

2. Nilai Kecerahan (L*)


Ulangan
Perlakuan Jumlah Rerata STDEV
I II III
K1A1 41,60 30,50 41,20 113,30 37,77 6,30
K1A2 41,70 30,50 41,00 113,20 37,73 6,27
K1A3 42,10 31,00 41,70 114,80 38,27 6,30
K2A1 43,80 33,00 43,00 119,80 39,93 6,02
K2A2 40,80 32,20 41,40 114,40 38,13 5,15
K2A3 40,60 29,00 40,40 110,00 36,67 6,64
K3A1 42,30 31,10 42,40 115,80 38,60 6,50
K3A2 41,50 32,10 41,50 115,10 38,37 5,43
K3A3 41,00 31,70 40,70 113,40 37,80 5,28

77
Uji Lanjut DMRT (K x A)
K (% A (% Nilai Kecerahan Nilai
Urutan Sd DMRTα Notasi
b/b) b/b) (L*) R
2 0,1 37,77 36,67 2,998 1,0322 a
2 0,2 37,73 37,73 3,144 1,0825 b
2 0,3 38,27 37,77 3,235 1,1138 b
3 0,1 39,93 37,80 3,297 1,1352 b
3 0,2 38,13 38,13 3,343 0,3443 1,1510 b
3 0,3 36,67 38,27 3,376 1,1624 b
4 0,1 38,60 38,37 3,402 1,1713 b
4 0,2 38,37 38,60 3,422 1,1782 b
4 0,3 37,80 39,93 - 0,0000 c

3. Nilai Kemerahan (a*)


Ulangan
Perlakuan Jumlah Rerata STDEV
I II III
K1A1 7,20 12,60 10,10 29,90 9,97 2,70
K1A2 3,80 11,60 4,70 20,10 6,70 4,27
K1A3 3,20 12,10 9,90 25,20 8,40 4,64
K2A1 4,80 12,30 10,00 27,10 9,03 3,84
K2A2 4,70 11,60 5,40 21,70 7,23 3,80
K2A3 4,00 10,40 6,20 20,60 6,87 3,25
K3A1 3,40 11,80 6,80 22,00 7,33 4,23
K3A2 2,60 10,20 6,90 19,70 6,57 3,81
K3A3 3,60 10,50 5,40 19,50 6,50 3,58

Uji BNT Faktor Konsentrasi Konjak


Konsentrasi Konjak Rerata Nilai Kadar Air
BNT (5%) Notasi
(%b/b) (%)
2 8,36 b
3 7,71 1,16 ab
4 6,80 a

Uji BNT Faktor Konsentrasi Asam


Konsentrasi Asam Rerata Nilai Kadar Abu
BNT (5%) Notasi
(%b/b) (%)
0,1 8,78 b
0,2 6,83 1,16 a
0,3 7,26 a

78
4. Nilai Kekuningan (b*)
Ulangan
Perlakuan Jumlah Rerata STDEV
I II III
K1A1 5,20 7,10 5,60 17,90 5,97 1,00
K1A2 4,50 7,10 5,10 16,70 5,57 1,36
K1A3 3,70 7,20 5,70 16,60 5,53 1,76
K2A1 4,30 7,20 6,30 17,80 5,93 1,48
K2A2 5,10 7,40 6,30 18,80 6,27 1,15
K2A3 4,50 7,20 7,00 18,70 6,23 1,50
K3A1 4,60 7,50 5,00 17,10 5,70 1,57
K3A2 4,20 5,90 5,30 15,40 5,13 0,86
K3A3 4,80 6,50 6,00 17,30 5,77 0,87

79
Lampiran 5. Data Analisis Ragam Kadar Air

General Linear Model: kadar air versus konjak, asam, Ulangan

Factor Type Levels Values


konjak fixed 3 2, 3, 4
asam fixed 3 0.1, 0.2, 0.3
Ulangan fixed 2 1, 3

Analysis of Variance for kadar air, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P


konjak 2 28.1222 28.1222 14.0611 29.36 0.000
asam 2 2.0711 2.0711 1.0356 2.16 0.178
Ulangan 1 0.2473 0.2473 0.2473 0.52 0.493
konjak*asam 4 1.6541 1.6541 0.4135 0.86 0.525
Error 8 3.8318 3.8318 0.4790
Total 17 35.9266

S = 0.692081 R-Sq = 89.33% R-Sq(adj) = 77.34%

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


konjak N Mean Grouping
2 6 19.2 A
3 6 17.4 B
4 6 16.1 C
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


asam N Mean Grouping
0.3 6 18.0 A
0.1 6 17.4 A
0.2 6 17.2 A
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Ulangan N Mean Grouping
1 9 17.7 A
3 9 17.4 A
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


konjak asam N Mean Grouping
2 0.3 2 19.6 A
2 0.1 2 19.6 A
2 0.2 2 18.3 A B
3 0.3 2 17.8 A B
3 0.2 2 17.3 A B
3 0.1 2 17.1 A B
4 0.3 2 16.7 A B
4 0.2 2 16.0 B
4 0.1 2 15.6 B
Means that do not share a letter are significantly different.

80
Lampiran 6. Data Analisis Ragam Kadar Abu

General Linear Model: Kadar abu versus Konjac, Asam, Ulangan

Factor Type Levels Values


Konjac fixed 3 2, 3, 4
Asam fixed 3 0.1, 0.2, 0.3
Ulangan fixed 3 1, 2, 3

Analysis of Variance for Kadar abu, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P


Konjac 2 5.17787 5.17787 2.58893 30.55 0.000
Asam 2 0.31416 0.31416 0.15708 1.85 0.189
Ulangan 2 0.30536 0.30536 0.15268 1.80 0.197
Konjac*Asam 4 0.07611 0.07611 0.01903 0.22 0.921
Error 16 1.35591 1.35591 0.08474
Total 26 7.22940

S = 0.291109 R-Sq = 81.24% R-Sq(adj) = 69.52%

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Konjac N Mean Grouping
4 9 3.1 A
3 9 2.8 A
2 9 2.1 B
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Asam N Mean Grouping
0.2 9 2.8 A
0.1 9 2.6 A
0.3 9 2.6 A
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Ulangan N Mean Grouping
3 9 2.7 A
2 9 2.7 A
1 9 2.5 A
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Konjac Asam N Mean Grouping
4 0.2 3 3.3 A
4 0.1 3 3.0 A B
4 0.3 3 3.0 A B
3 0.2 3 3.0 A B
3 0.1 3 2.7 A B C
3 0.3 3 2.7 A B C
2 0.2 3 2.1 B C
2 0.1 3 2.1 B C
2 0.3 3 2.0 C
Means that do not share a letter are significantly different.

81
Lampiran 7. Data Analisis Ragam Total Asam

General Linear Model: Total Asam versus Konjac, Asam, Ulangan

Factor Type Levels Values


Konjac fixed 3 2, 3, 4
Asam fixed 3 0.1, 0.2, 0.3
Ulangan fixed 3 1, 2, 3

Analysis of Variance for Total Asam, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P


Konjac 2 0.009900 0.009900 0.004950 4.09 0.037
Asam 2 0.054228 0.054228 0.027114 22.39 0.000
Ulangan 2 0.004698 0.004698 0.002349 1.94 0.176
Konjac*Asam 4 0.002047 0.002047 0.000512 0.42 0.790
Error 16 0.019372 0.019372 0.001211
Total 26 0.090244

S = 0.0347955 R-Sq = 78.53% R-Sq(adj) = 65.12%

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Konjac N Mean Grouping
3 9 0.6 A
4 9 0.5 A B
2 9 0.5 B
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Asam N Mean Grouping
0.3 9 0.6 A
0.2 9 0.5 B
0.1 9 0.5 C
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Ulangan N Mean Grouping
2 9 0.6 A
3 9 0.5 A
1 9 0.5 A
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Konjac Asam N Mean Grouping
3 0.3 3 0.6 A
4 0.3 3 0.6 A B
2 0.3 3 0.6 A B C
3 0.2 3 0.5 A B C
4 0.2 3 0.5 A B C
2 0.2 3 0.5 B C
3 0.1 3 0.5 B C
2 0.1 3 0.5 C
4 0.1 3 0.5 C
Means that do not share a letter are significantly different.

82
Lampiran 8. Data Analisis Ragam Nilai pH

General Linear Model: pH versus Konjac, Asam, Ulangan

Factor Type Levels Values


Konjac fixed 3 2, 3, 4
Asam fixed 3 0.1, 0.2, 0.3
Ulangan fixed 3 1, 2, 3

Analysis of Variance for pH, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P


Konjac 2 0.15407 0.15407 0.07704 8.32 0.003
Asam 2 1.44519 1.44519 0.72259 78.04 0.000
Ulangan 2 0.03185 0.03185 0.01593 1.72 0.211
Konjac*Asam 4 0.12593 0.12593 0.03148 3.40 0.034
Error 16 0.14815 0.14815 0.00926
Total 26 1.90519

S = 0.0962250 R-Sq = 92.22% R-Sq(adj) = 87.36%

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Konjac N Mean Grouping
2 9 6.0 A
4 9 6.0 A
3 9 5.9 B
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Asam N Mean Grouping
0.1 9 6.2 A
0.2 9 6.0 B
0.3 9 5.7 C
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Ulangan N Mean Grouping
1 9 6.0 A
3 9 6.0 A
2 9 5.9 A
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Konjac Asam N Mean Grouping
2 0.1 3 6.3 A
3 0.1 3 6.2 A B
4 0.1 3 6.2 A B
4 0.2 3 6.1 A B C
2 0.2 3 5.9 B C D
3 0.2 3 5.8 C D E
2 0.3 3 5.8 C D E
4 0.3 3 5.7 D E
3 0.3 3 5.5 E
Means that do not share a letter are significantly different.

83
Lampiran 9. Data Analisis Ragam Gula Reduksi

General Linear Model: Gula Reduksi versus Konjac, Asam, Ulangan

Factor Type Levels Values


Konjac fixed 3 2, 3, 4
Asam fixed 3 0.1, 0.2, 0.3
Ulangan fixed 3 1, 2, 3

Analysis of Variance for Gula Reduksi, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P


Konjac 2 166.714 166.714 83.357 32.34 0.000
Asam 2 125.430 125.430 62.715 24.33 0.000
Ulangan 2 13.311 13.311 6.655 2.58 0.107
Konjac*Asam 4 25.997 25.997 6.499 2.52 0.082
Error 16 41.246 41.246 2.578
Total 26 372.697

S = 1.60557 R-Sq = 88.93% R-Sq(adj) = 82.02%

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Konjac N Mean Grouping
4 9 21.6 A
2 9 18.6 B
3 9 15.5 C
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Asam N Mean Grouping
0.3 9 21.0 A
0.2 9 18.8 B
0.1 9 15.8 C
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Ulangan N Mean Grouping
3 9 19.5 A
1 9 18.5 A
2 9 17.8 A
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Konjac Asam N Mean Grouping
4 0.3 3 25.6 A
4 0.2 3 21.3 A B
2 0.2 3 20.2 B C
2 0.3 3 19.5 B C D
3 0.3 3 18.0 B C D E
4 0.1 3 17.9 B C D E
2 0.1 3 16.0 C D E
3 0.2 3 15.0 D E
3 0.1 3 13.5 E
Means that do not share a letter are significantly different.

84
Lampiran 10. Data Analisis Ragam Kekerasan

General Linear Model: Kekerasan versus Konjac, Asam, Ulangan

Factor Type Levels Values


Konjac fixed 3 2, 3, 4
Asam fixed 3 0.1, 0.2, 0.3
Ulangan fixed 3 1, 2, 3

Analysis of Variance for Kekerasan, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P


Konjac 2 107.105 107.105 53.553 6.38 0.009
Asam 2 3.594 3.594 1.797 0.21 0.810
Ulangan 2 0.803 0.803 0.401 0.05 0.953
Konjac*Asam 4 43.881 43.881 10.970 1.31 0.310
Error 16 134.350 134.350 8.397
Total 26 289.734

S = 2.89774 R-Sq = 53.63% R-Sq(adj) = 24.65%

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Konjac N Mean Grouping
4 9 25.4 A
3 9 23.8 A B
2 9 20.6 B
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Asam N Mean Grouping
0.1 9 23.7 A
0.3 9 23.4 A
0.2 9 22.8 A
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Ulangan N Mean Grouping
1 9 23.5 A
3 9 23.3 A
2 9 23.1 A
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Konjac Asam N Mean Grouping
4 0.3 3 27.4 A
4 0.2 3 25.3 A
3 0.1 3 24.8 A
3 0.3 3 23.8 A
4 0.1 3 23.6 A
3 0.2 3 22.8 A
2 0.1 3 22.6 A
2 0.2 3 20.3 A
2 0.3 3 19.1 A
Means that do not share a letter are significantly different.

85
Lampiran 11. Data Analisis Ragam Nilai Kecerahan (L*)

General Linear Model: L versus Konjac, Asam, Ulangan

Factor Type Levels Values


Konjac fixed 3 2, 3, 4
Asam fixed 3 0.1, 0.2, 0.3
Ulangan fixed 3 1, 2, 3

Analysis of Variance for L, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P


Konjac 2 0.645 0.645 0.323 0.91 0.423
Asam 2 6.414 6.414 3.207 9.02 0.002
Ulangan 2 644.361 644.361 322.180 906.60 0.000
Konjac*Asam 4 11.199 11.199 2.800 7.88 0.001
Error 16 5.686 5.686 0.355
Total 26 668.305

S = 0.596129 R-Sq = 99.15% R-Sq(adj) = 98.62%

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Konjac N Mean Grouping
4 9 38.3 A
3 9 38.2 A
2 9 37.9 A
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Asam N Mean Grouping
0.1 9 38.8 A
0.2 9 38.1 A B
0.3 9 37.6 B
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Ulangan N Mean Grouping
1 9 41.7 A
3 9 41.5 A
2 9 31.2 B
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Konjac Asam N Mean Grouping
3 0.1 3 39.9 A
4 0.1 3 38.6 A B
4 0.2 3 38.4 A B C
2 0.3 3 38.3 A B C
3 0.2 3 38.1 A B C
4 0.3 3 37.8 B C
2 0.1 3 37.8 B C
2 0.2 3 37.7 B C
3 0.3 3 36.7 C
Means that do not share a letter are significantly different.

86
Lampiran 12. Data Analisis Ragam Nilai Kemerahan (a*)

General Linear Model: a versus Konjac, Asam, Ulangan

Factor Type Levels Values


Konjac fixed 3 2, 3, 4
Asam fixed 3 0.1, 0.2, 0.3
Ulangan fixed 3 1, 2, 3

Analysis of Variance for a, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P


Konjac 2 10.996 10.996 5.498 4.06 0.037
Asam 2 18.829 18.829 9.414 6.96 0.007
Ulangan 2 242.242 242.242 121.121 89.48 0.000
Konjac*Asam 4 6.542 6.542 1.636 1.21 0.346
Error 16 21.658 21.658 1.354
Total 26 300.267

S = 1.16345 R-Sq = 92.79% R-Sq(adj) = 88.28%

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Konjac N Mean Grouping
2 9 8.4 A
3 9 7.7 A B
4 9 6.8 B
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Asam N Mean Grouping
0.1 9 8.8 A
0.3 9 7.3 B
0.2 9 6.8 B
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Ulangan N Mean Grouping
2 9 11.5 A
3 9 7.3 B
1 9 4.1 C
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Konjac Asam N Mean Grouping
2 0.1 3 10.0 A
3 0.1 3 9.0 A
2 0.3 3 8.4 A
4 0.1 3 7.3 A
3 0.2 3 7.2 A
3 0.3 3 6.9 A
2 0.2 3 6.7 A
4 0.2 3 6.6 A
4 0.3 3 6.5 A
Means that do not share a letter are significantly different.

87
Lampiran 13. Data Analisis Ragam Nilai Kekuningan (b*)

General Linear Model: B versus Konjac, Asam, Ulangan

Factor Type Levels Values


Konjac fixed 3 2, 3, 4
Asam fixed 3 0.1, 0.2, 0.3
Ulangan fixed 3 1, 2, 3

Analysis of Variance for B, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P


Konjac 2 1.8156 1.8156 0.9078 3.61 0.051
Asam 2 0.2422 0.2422 0.1211 0.48 0.627
Ulangan 2 27.3867 27.3867 13.6933 54.41 0.000
Konjac*Asam 4 1.0356 1.0356 0.2589 1.03 0.423
Error 16 4.0267 4.0267 0.2517
Total 26 34.5067

S = 0.501664 R-Sq = 88.33% R-Sq(adj) = 81.04%

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Konjac N Mean Grouping
3 9 6.1 A
2 9 5.7 A
4 9 5.5 A
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Asam N Mean Grouping
0.1 9 5.9 A
0.3 9 5.8 A
0.2 9 5.7 A
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Ulangan N Mean Grouping
2 9 7.0 A
3 9 5.8 B
1 9 4.5 C
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Bonferroni Method and 95.0% Confidence


Konjac Asam N Mean Grouping
3 0.2 3 6.3 A
3 0.3 3 6.2 A
2 0.1 3 6.0 A
3 0.1 3 5.9 A
4 0.3 3 5.8 A
4 0.1 3 5.7 A
2 0.2 3 5.6 A
2 0.3 3 5.5 A
4 0.2 3 5.1 A
Means that do not share a letter are significantly different.

88
Lampiran 14. Data Analisis Hedonik Rasa

General Linear Model: Rasa versus Panelis, Kode


Factor Type Levels Values
Panelis fixed 30 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14,
15, 16,17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26,
27, 28, 29, 30
Kode fixed 9 62, 163, 194, 241, 328, 422, 485, 547, 575

Analysis of Variance for Rasa, using Adjusted SS for Tests


Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P
Panelis 29 129.5889 129.5889 4.4686 7.27 0.000
Kode 8 24.5333 24.5333 3.0667 4.99 0.000
Error 232 142.5778 142.5778 0.6146
Total 269 296.7000

S = 0.783938 R-Sq = 51.95% R-Sq(adj) = 44.28%

Grouping Information Using Tukey Method and 95.0% Confidence


Panelis N Mean Grouping
3 9 4.7 A
21 9 4.1 A B
20 9 4.0 A B C
29 9 3.9 A B C
23 9 3.9 A B C
10 9 3.8 A B C D
27 9 3.8 A B C D
7 9 3.8 A B C D
28 9 3.4 A B C D E
6 9 3.3 A B C D E
1 9 3.1 B C D E F
24 9 3.1 B C D E F
25 9 3.1 B C D E F
13 9 3.0 B C D E F
11 9 2.9 B C D E F
9 9 2.9 B C D E F
12 9 2.8 B C D E F
26 9 2.8 B C D E F
4 9 2.8 B C D E F
19 9 2.8 B C D E F
16 9 2.7 C D E F
22 9 2.7 C D E F
14 9 2.7 C D E F
5 9 2.4 D E F
2 9 2.2 E F
17 9 2.2 E F
15 9 2.1 E F
18 9 2.1 E F
8 9 2.1 E F
30 9 1.9 F
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Tukey Method and 95.0% Confidence


Kode N Mean Grouping
575 30 3.4 A
241 30 3.3 A B
194 30 3.3 A B
328 30 3.2 A B
485 30 3.1 A B
547 30 3.0 A B C
62 30 2.9 A B C
163 30 2.7 B C
422 30 2.4 C
Means that do not share a letter are significantly different.

89
Lampiran 15. Data Analisis Hedonik Aroma

General Linear Model: aroma versus Panelis, Kode


Factor Type Levels Values
Panelis fixed 30 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14,
15, 16,17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26,
27, 28, 29, 30
Kode fixed 9 62, 163, 194, 241, 328, 422, 485, 547, 575

Analysis of Variance for aroma, using Adjusted SS for Tests


Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P
Panelis 29 171.9296 171.9296 5.9286 13.08 0.000
Kode 8 7.9407 7.9407 0.9926 2.19 0.029
Error 232 105.1704 105.1704 0.4533
Total 269 285.0407

S = 0.673291 R-Sq = 63.10% R-Sq(adj) = 57.22%

Grouping Information Using Tukey Method and 95.0% Confidence


Panelis N Mean Grouping
29 9 4.6 A
3 9 4.4 A B
4 9 3.9 A B C
6 9 3.7 A B C D
11 9 3.6 A B C D E
21 9 3.3 B C D E F
23 9 3.2 C D E F G
2 9 3.2 C D E F G
22 9 3.1 C D E F G
13 9 3.0 C D E F G H
1 9 3.0 C D E F G H
28 9 3.0 C D E F G H
24 9 2.9 C D E F G H
9 9 2.8 C D E F G H
25 9 2.7 D E F G H I
7 9 2.6 D E F G H I
19 9 2.4 E F G H I J
12 9 2.3 F G H I J K
26 9 2.3 F G H I J K
10 9 2.3 F G H I J K
5 9 2.2 F G H I J K
27 9 2.2 F G H I J K
16 9 2.2 F G H I J K
17 9 2.2 F G H I J K
20 9 2.1 G H I J K
14 9 2.1 G H I J K
8 9 1.9 H I J K
18 9 1.6 I J K
15 9 1.3 J K
30 9 1.2 K
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Tukey Method and 95.0% Confidence


Kode N Mean Grouping
241 30 2.9 A
485 30 2.9 A
575 30 2.8 A B
62 30 2.8 A B
328 30 2.8 A B
547 30 2.7 A B
163 30 2.7 A B
194 30 2.6 A B
422 30 2.3 B
Means that do not share a letter are significantly different.

90
Lampiran 16. Data Analisis Hedonik Warna

General Linear Model: warna versus Panelis, Kode


Factor Type Levels Values
Panelis fixed 30 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14,
15, 16,17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26,
27, 28, 29, 30
Kode fixed 9 62, 163, 194, 241, 328, 422, 485, 547, 575

Analysis of Variance for warna, using Adjusted SS for Tests


Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P
Panelis 29 91.2185 91.2185 3.1455 8.94 0.000
Kode 8 18.8296 18.8296 2.3537 6.69 0.000
Error 232 81.6148 81.6148 0.3518
Total 269 191.6630

S = 0.593117 R-Sq = 57.42% R-Sq(adj) = 50.63%

Grouping Information Using Tukey Method and 95.0% Confidence


Panelis N Mean Grouping
28 9 4.6 A
3 9 4.2 A B
7 9 4.1 A B
6 9 4.0 A B C
29 9 4.0 A B C
23 9 4.0 A B C
10 9 3.9 A B C D
20 9 3.8 A B C D
26 9 3.8 A B C D
24 9 3.6 A B C D E
21 9 3.6 A B C D E
2 9 3.6 A B C D E
4 9 3.3 B C D E F
13 9 3.2 B C D E F
11 9 3.2 B C D E F
8 9 3.2 B C D E F
15 9 3.2 B C D E F
5 9 3.2 B C D E F
1 9 3.2 B C D E F
19 9 3.2 B C D E F
12 9 3.0 C D E F G
9 9 3.0 C D E F G
22 9 3.0 C D E F G
27 9 3.0 C D E F G
16 9 2.9 D E F G
14 9 2.7 E F G
17 9 2.6 E F G
30 9 2.4 F G
25 9 2.3 F G
18 9 2.1 G
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Tukey Method and 95.0% Confidence


Kode N Mean Grouping
575 30 3.6 A
328 30 3.5 A
241 30 3.5 A B
62 30 3.5 A B
547 30 3.4 A B
485 30 3.4 A B
194 30 3.4 A B
163 30 3.0 B C
422 30 2.7 C
Means that do not share a letter are significantly different.

91
Lampiran 17. Data Analisis Hedonik Tekstur

General Linear Model: tekstur versus Panelis, Kode


Factor Type Levels Values
Panelis fixed 30 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14,
15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26,
27, 28, 29, 30
Kode fixed 9 62, 163, 194, 241, 328, 422, 485, 547, 575

Analysis of Variance for tekstur, using Adjusted SS for Tests


Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P
Panelis 29 73.3519 73.3519 2.5294 4.45 0.000
Kode 8 43.4519 43.4519 5.4315 9.55 0.000
Error 232 131.8815 131.8815 0.5685
Total 269 248.6852

S = 0.753959 R-Sq = 46.97% R-Sq(adj) = 38.51%

Grouping Information Using Tukey Method and 95.0% Confidence


Panelis N Mean Grouping
29 9 4.3 A
3 9 4.1 A B
28 9 3.8 A B C
6 9 3.7 A B C
21 9 3.6 A B C
10 9 3.6 A B C
26 9 3.4 A B C D
23 9 3.4 A B C D
20 9 3.3 A B C D
7 9 3.3 A B C D
24 9 3.3 A B C D
4 9 3.2 A B C D E
8 9 3.1 A B C D E
5 9 3.1 A B C D E
2 9 3.1 A B C D E
19 9 3.1 A B C D E
9 9 3.0 A B C D E
16 9 2.9 B C D E
27 9 2.9 B C D E
13 9 2.9 B C D E
12 9 2.8 B C D E
11 9 2.8 B C D E
15 9 2.8 B C D E
22 9 2.8 B C D E
17 9 2.7 C D E
14 9 2.7 C D E
1 9 2.7 C D E
30 9 2.4 C D E
18 9 2.1 D E
25 9 1.9 E
Means that do not share a letter are significantly different.

Grouping Information Using Tukey Method and 95.0% Confidence


Kode N Mean Grouping
575 30 3.6 A
62 30 3.5 A B
241 30 3.5 A B
485 30 3.4 A B
163 30 3.0 A B C
194 30 2.9 B C
547 30 2.9 B C
422 30 2.7 C D
328 30 2.3 D
Means that do not share a letter are significantly different.

92
Lampiran 18. Data Analisis Korelasi Antara Total Asam dengan pH

Correlations: Total Asam, pH

Pearson correlation of Total Asam and pH = -0.890


P-Value = 0.001

Regression Analysis: pH versus Total Asam

The regression equation is


pH = 8.35 - 4.59 Total Asam

Predictor Coef SE Coef T P


Constant 8.3461 0.4630 18.03 0.000
Total Asam -4.5947 0.8873 -5.18 0.001

S = 0.130410 R-Sq = 79.3% R-Sq(adj) = 76.3%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P
Regression 1 0.45601 0.45601 26.81 0.001
Residual Error 7 0.11905 0.01701
Total 8 0.57506

Fitted Line Plot


pH = 8.346 - 4.595 Total Asam
6.4 S 0.130410
R-Sq 79.3%
6.3 R-Sq(adj) 76.3%

6.2

6.1

6.0
pH

5.9

5.8

5.7

5.6

5.5
0.450 0.475 0.500 0.525 0.550 0.575 0.600
Total Asam

93
Lampiran 19. Data Analisis Perlakuan Terbaik

Parameter K1A1 K1A2 K1A3 K2A1 K2A2 K2A3 K3A1 K3A2 K3A3
Kadar air 19,6 18,3 19,6 17,1 17,3 17,8 15,6 16,0 16,7
Total Asam 0,4700 0,5053 0,5624 0,5048 0,5499 0,6200 0,4587 0,5394 0,5804
pH 6,2 5,8 5,5 6,2 6,1 5,7 6,3 5,9 5,8
Kadar Gula 15,97 20,18 19,53 13,50 15,00 18,05 17,90 21,34 25,57
reduksi
Kadar abu 2,10 2,50 1,99 2,75 3,04 2,67 3,01 3,33 3,00
Kekerasan 22,6 20,3 19,1 24,8 22,7 23,8 23,6 25,3 27,4
L 37,8 37,7 38,3 39,9 38,1 36,7 38,6 38,4 37,8
a 10,0 6,7 8,4 9,0 7,2 6,9 7,3 6,6 6,5
b 6,0 5,6 5,5 5,9 6,3 6,2 5,7 5,1 5,8
Rasa 3,2 2,9 3,4 3,3 3,3 3,1 3,0 2,4 2,7
Aroma 2,8 2,8 2,8 2,6 2,9 2,9 2,7 2,3 2,7
Warna 3,5 3,5 3,6 3,4 3,5 3,4 3,4 2,7 3,0
Tekstur 2,3 3,5 3,6 2,9 3,5 3,4 2,9 2,7 3,0
Dk
Kadar air 0,797 0,851 0,796 0,910 0,902 0,877 1,000 0,972 0,934
Total Asam 0,758 0,815 0,907 0,814 0,887 1,000 0,740 0,870 0,936
pH 0,892 0,949 1,000 0,892 0,907 0,976 0,874 0,933 0,949
Kadar gula 0,625 0,789 0,764 0,528 0,587 0,706 0,700 0,835 1,000
reduksi
Kadar abu 0,948 0,796 1,000 0,724 0,655 0,745 0,661 0,598 0,663
Kekerasan 0,845 0,941 1,000 0,768 0,840 0,802 0,809 0,753 0,696
L 0,946 0,945 0,958 1,000 0,955 0,918 0,967 0,961 0,947
a 1,000 0,672 0,843 0,906 0,726 0,689 0,736 0,659 0,652
b 0,952 0,888 0,883 0,947 1,000 0,995 0,910 0,819 0,920
Rasa 0,941 0,871 1,000 0,980 0,990 0,921 0,891 0,713 0,802
Aroma 0,954 0,966 0,977 0,908 1,000 0,989 0,920 0,793 0,920
Warna 0,981 0,963 1,000 0,935 0,963 0,944 0,935 0,759 0,833
Tekstur 0,639 0,963 1,000 0,815 0,963 0,944 0,815 0,759 0,833
1-dk
Kadar air 0,203 0,149 0,204 0,090 0,098 0,123 0,000 0,028 0,066
Total Asam 0,242 0,185 0,093 0,186 0,113 0,000 0,260 0,130 0,064
pH 0,108 0,051 0,000 0,108 0,093 0,024 0,126 0,067 0,051
Kadar gula 0,375 0,211 0,236 0,472 0,413 0,294 0,300 0,165 0,000
reduksi
Kadar abu 0,052 0,204 0,000 0,276 0,345 0,255 0,339 0,402 0,337
Kekerasan 0,155 0,059 0,000 0,232 0,160 0,198 0,191 0,247 0,304
L 0,054 0,055 0,042 0,000 0,045 0,082 0,033 0,039 0,053
a 0,000 0,328 0,157 0,094 0,274 0,311 0,264 0,341 0,348
b 0,048 0,112 0,117 0,053 0,000 0,005 0,090 0,181 0,080
Rasa 0,059 0,129 0,000 0,020 0,010 0,079 0,109 0,287 0,198

94
Aroma 0,046 0,034 0,023 0,092 0,000 0,011 0,080 0,207 0,080
Warna 0,019 0,037 0,000 0,065 0,037 0,056 0,065 0,241 0,167
Tekstur 0,361 0,037 0,000 0,185 0,037 0,056 0,185 0,241 0,167
(1-dk)2
Kadar air 0,041 0,022 0,042 0,008 0,010 0,015 0,000 0,001 0,004
Total Asam 0,059 0,034 0,009 0,035 0,013 0,000 0,068 0,017 0,004
pH 0,012 0,003 0,000 0,012 0,009 0,001 0,016 0,005 0,003
Kadar gula 0,141 0,044 0,056 0,223 0,171 0,087 0,090 0,027 0,000
reduksi
Kadar abu 0,003 0,042 0,000 0,076 0,119 0,065 0,115 0,162 0,113
Kekerasan 0,024 0,004 0,000 0,054 0,026 0,039 0,036 0,061 0,092
L 0,003 0,003 0,002 0,000 0,002 0,007 0,001 0,002 0,003
a 0,000 0,107 0,025 0,009 0,075 0,097 0,070 0,116 0,121
b 0,002 0,012 0,014 0,003 0,000 0,000 0,008 0,033 0,006
Rasa 0,004 0,017 0,000 0,000 0,000 0,006 0,012 0,082 0,039
Aroma 0,002 0,001 0,001 0,008 0,000 0,000 0,006 0,043 0,006
Warna 0,000 0,001 0,000 0,004 0,001 0,003 0,004 0,058 0,028
Tekstur 0,130 0,001 0,000 0,034 0,001 0,003 0,034 0,058 0,028
dk*λ
Kadar air 0,061 0,065 0,061 0,070 0,069 0,067 0,077 0,075 0,072
Total Asam 0,058 0,063 0,070 0,063 0,068 0,077 0,057 0,067 0,072
pH 0,069 0,073 0,077 0,069 0,070 0,075 0,067 0,072 0,073
Kadar gula 0,048 0,061 0,059 0,041 0,045 0,054 0,054 0,064 0,077
reduksi
Kadar abu 0,073 0,061 0,077 0,056 0,050 0,057 0,051 0,046 0,051
Kekerasan 0,065 0,072 0,077 0,059 0,065 0,062 0,062 0,058 0,054
L 0,073 0,073 0,074 0,077 0,073 0,071 0,074 0,074 0,073
a 0,077 0,052 0,065 0,070 0,056 0,053 0,057 0,051 0,050
b 0,073 0,068 0,068 0,073 0,077 0,077 0,070 0,063 0,071
Rasa 0,072 0,067 0,077 0,075 0,076 0,071 0,069 0,055 0,062
Aroma 0,073 0,074 0,075 0,070 0,077 0,076 0,071 0,061 0,071
Warna 0,075 0,074 0,077 0,072 0,074 0,073 0,072 0,058 0,064
Tekstur 0,049 0,074 0,077 0,063 0,074 0,073 0,063 0,058 0,064
λ2(1-dk)2
Kadar air 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Total Asam 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
pH 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Kadar gula 0,001 0,000 0,000 0,001 0,001 0,001 0,001 0,000 0,000
reduksi
Kadar abu 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001
Kekerasan 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
L 0,000 0,001 0,000 0,000 0,000 0,001 0,000 0,001 0,001
a 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
b 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000

95
Rasa 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Aroma 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Warna 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Tekstur 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
λ(1-dk)
Kadar air 0,016 0,011 0,016 0,007 0,008 0,009 0,000 0,002 0,005
Total Asam 0,019 0,014 0,007 0,014 0,009 0,000 0,020 0,010 0,005
pH 0,008 0,004 0,000 0,008 0,007 0,002 0,010 0,005 0,004
Kadar gula 0,029 0,016 0,018 0,036 0,032 0,023 0,023 0,013 0,000
reduksi
Kadar abu 0,004 0,016 0,000 0,021 0,027 0,020 0,026 0,031 0,026
Kekerasan 0,012 0,005 0,000 0,018 0,012 0,015 0,015 0,019 0,023
L 0,004 0,004 0,003 0,000 0,003 0,006 0,003 0,003 0,004
a 0,000 0,025 0,012 0,007 0,021 0,024 0,020 0,026 0,027
b 0,004 0,009 0,009 0,004 0,000 0,000 0,007 0,014 0,006
Rasa 0,005 0,010 0,000 0,002 0,001 0,006 0,008 0,022 0,015
Aroma 0,004 0,003 0,002 0,007 0,000 0,001 0,006 0,016 0,006
Warna 0,001 0,003 0,000 0,005 0,003 0,004 0,005 0,019 0,013
Tekstur 0,028 0,003 0,000 0,014 0,003 0,004 0,014 0,019 0,013
Σ dk*λ 0,868 0,878 0,933 0,856 0,875 0,885 0,843 0,802 0,853
L1 0,132 0,122 0,067 0,144 0,125 0,115 0,157 0,198 0,147
L2 0,002 0,001 0,001 0,002 0,002 0,002 0,002 0,003 0,002
L∞ 0,198 0,198 0,198 0,198 0,198 0,198 0,198 0,198 0,198
Total 0,333 0,322 0,266 0,344 0,325 0,314 0,357 0,399 0,347
Λ 0,077
λ2 0,006

96
Lampiran 20. Bahan-bahan Permen Jelly Pepaya

Buah papaya Buah papaya setelah dipotong

Tepung konjak Karagenan

Gula Pasir Glukosa cair

97
Lampiran 21. Proses Pembuatan Permen Jelly Pepaya

Water blanching Penghalusan

Pencampuran Pemasakan

Pencetakan

98
Pemotongan

Pemen jelly papaya setelah pengeringan

99

Anda mungkin juga menyukai