Pepaya (Carica Papaya L.) adalah salah satu jenis tanaman buah-buahan
yang banyak tumbuh di daerah tropis. Pepaya merupakan buah yang kaya akan
kandungan nutrisinya dan jarang dimiliki oleh buah-buahan yang lainnya.
Menurut Suprapti (2009), dalam 100 gram buah pepaya mengandung protein
sebanyak 0,5 gr, karbohidrat 12,2 gr, Kalsium 23 mg, fosfor 12 mg, Zat Besi 1,7
mg, Vitamin A 365 S.I, Vitamin B1 0,04 mg, Vitamin C 78 mg, dan Air 86,7 gr.
Kandungan-kandungan inilah yang menyebabkan buah pepaya sangat
bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Buah pepaya juga dikenal sebagai buah
laksatif karena mengandung serat larut air yang akan membantu memperlancar
pencernaan.
Produksi tanaman pepaya di Indonesia dari tahun ke tahun terus
meningkat. Pada tahun 2010 produksi pepaya mencapai 675.801 ton, tahun
2011 mencapai 958.251 ton, tahun 2012 mencapai 906.312 ton, tahun 2013
mencapai 909.827 ton, dan pada tahun 2014 mencapai 840.119 ton (Badan
Pusat Statistik, 2016). Padahal buah pepaya termasuk buah klimaterik yang
mudah rusak dan memiliki daya simpan pendek. Selain itu, banyak masyarakat
Indonesia mulai dari anak-anak sampai dewasa kurang menyukai buah pepaya
dikarenakan bau pepaya yang sangat khas. Oleh karena itu, untuk
memaksimalkan konsumsi buah pepaya maka buah ini dapat dijadikan bahan
baku dalam pembuatan produk-produk olahan, seperti puree, pasta pepaya,
manisan kering, manisan basah, saus pepaya, dan dijadikan juice pepaya.
Pengolahan buah ini menjadi produk-produk juga dapat meningkatkan nilai
ekonomi dari buah pepaya dan meningkatkan daya tarik bagi masyarakat yang
kurang menyukai buah pepaya.
Salah satu alternatif produk olahan pepaya adalah permen jelly. Permen
merupakan produk yang banyak digemari oleh semua kalangan dari anak-anak
hingga dewasa. Permen adalah makanan yang berbentuk padat yang terbuat
dari gula/pemanis lainnya dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain
(Koswara, 2009). Jenis permen yang telah banyak beredar di pasaran
diantaranya hard candy, soft candy jelly dan soft candy non jelly. Meskipun telah
1
banyak dijumpai jenis permen jelly (soft candy jelly) di Indonesia, tetapi sebagian
besar merupakan produk impor dari Amerika, Jerman, Cina dan Jepang.
Permen jelly yang terbuat dari sari buah-buahan memiliki keunggulan
nutrisi dibandingkan dengan permen jelly yang berasal dari esence bahan kimia
seperti yang beredar di pasaran. Permen jelly sendiri memiliki kenampakan jernih
dan transparan serta memiliki tekstur dan kekenyalan tertentu. Salah satu faktor
yang mempengaruhi tekstur daan kekenyalan adalah penambahan bahan
pembentuk gel (gelling agent). Bahan pembentuk gel yang biasa digunakan
antara lain, gelatin, karagenan, pektin, dan agar-agar. Menurut Saha and
Bhattacharya (2010), tepung konjak yang berasal dari umbi porang dapat
digunakan sebagai bahan pengental, pengisi, dan penstabil pada berbagai
produk makanan seperti mie, jelly, dan es krim.
Tepung konjak adalah polisakarida hidrokoloid yang dihasilkan dari
tanaman umbi-umbian genus Amorphophallus. Tepung konjak mengandung
glukomanan sebanyak 40 - 60% (Arifin, 2011), yang memiliki kemampuan
menyerap air dan mudah membentuk gel. Selain itu tepung konjak juga memiliki
sifat-sifat fungsional lain bagi kesehatan karena glukomanan yang terkandung
merupakan serat larut air. Tepung konjak merupakan tepung yang kaya akan
mineral dan tergolong rendah kalori dan lemak. Tepung ini bersifat tidak dapat
dicerna oleh pencernaan. Dengan demikian, pemakaian tepung konjak sebagai
bahan pembentuk gel dalam pembuatan permen jelly ini dapat bersinergi dengan
buah pepaya dalam membersihkan sisa makanan di usus besar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan gel pada pembuatan
permen jelly adalah konsentrasi, suhu, pH, dan adanya ion atau komponen aktif
lainnya. Penambahan asam sitrat ke dalam bahan baku pembuatan permen jelly
dapat mempengaruhi pembentukan gel terutama gel pektin. Asam yang
ditambahkan akan berpengaruh terhadap keberadaan gugus ionik yang akan
mempengaruhi terjadinya ikatan ionik pada sistem gel. Menurut Suyanti dkk
(2012), buah pepaya mengandung pektin sekitar 14,11%. Penambahan asam
yang berlebih akan menyebabkan tekstur permen jelly pepaya menjadi lembek
karena asam akan meningkatkan inversi sukrosa menjadi gula-gula reduksi dan
akan mengganggu kerja pembentukan gel pektin. Oleh sebab itu, perlu dilakukan
penelitian untuk mengetahui konsentrasi penambahan asam sitrat dan tepung
konjak yang sesuai pada pembuatan permen jelly pepaya dan pengaruhnya
terhadap sifat fisik, kimia, dan organoleptik permen jelly pepaya yang dihasilkan.
2
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan masalah yang
akan dibahas oleh peneliti adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh konsentrasi penambahan tepung konjak dan asam
sitrat terhadap karekteristik fisikokimia dan organoleptik permen jelly
pepaya?
2. Bagaimana pengaruh interaksi penambahan tepung konjak dan asam
sitrat terhadap karakteristik fisikokimia dan organoleptik permen jelly
pepaya?
3. Berapa konsentrasi penambahan tepung konjak dan asam sitrat yang
tepat agar memperoleh permen jelly pepaya yang berkualitas?
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
1.5 Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah konsentrasi penambahan tepung konjak dan
konsentrasi asam sitrat pada pembuatan permen jelly pepaya dapat memberikan
pengaruh terhadap karakteristik fisika, kimia, dan organoleptik.
3
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pepaya
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu tanaman buah tropis
yang berasal dari negara Meksiko Selatan. Menurut Setiaji (2009), pada abad ke-
17 tanaman ini menyebar ke berbagai negara tropis, termasuk negara Indonesia.
Tanaman ini dapat kita temukan di daerah-daerah yang basah, kering, dataran
rendah, serta pegunungan (sampai ketinggian 1.000 m dpl). Sebenarnya di
daerah dataran tinggi pepaya dapat tumbuh, tetapi buah yang dihasilkan kurang
optimal (Sujiprihati, 2009).
Buah pepaya menjadi salah satu komoditas buah yang cukup potensial
untuk dibudidayakan di Indonesia dalam bidang agribisnis. Dalam 1 hektar lahan,
buah pepaya yang siap dipanen dapat mencapai kisaran 168-170 ton/2 tahun
dalam kondisi lingkungan yang optimal. Pembudidayaan dan pengembangan
tanaman pepaya yang intensif dapat membuka lapangan kerja dan meningkatkan
pendapatan. Buah pepaya memiliki beberapa varietas, yaitu pepaya semangka
yang berbentuk lonjong, daging buahnya berwarna merah, rasa manis dan
banyak airnya, pepaya jinggo yang hampir mirip dengan pepaya semangka tetapi
rasanya kurang manis, pepaya bangkok atau pepaya Thailand yang memiliki kulit
luar tidak rata dan buahnya berwarna jingga bersemu merah dan keras, pepaya
cibinong , pepaya meksiko, pepaya solo, pepaya mas yang memiliki ciri daging
buahnya berwarna kuning, pepaya ijo dan pepaya item (Rukmana, 2012).
4
Berdasarkan taksonominya (Ming, 2013), tanaman pepaya dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Sub Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Caricales
Famili : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies : Carica papaya Linn.
Buah pepaya tergolong buah yang populer dan digemari oleh seluruh
penduduk. Ketersediaannya sepanjang tahun, memiliki varietas yang beragam,
serta murah yang menjadikan buah ini sebagai idola. Buah pepaya terdiri dari 3
bagian yaitu daging buah sebanyak 89,3%, kulit buah sebanyak 25,3%, dan biji
buah sebanyak 5,4% (Medina, 2003). Daging buah pepaya lunak, berwarna
merah atau kuning, rasanya manis dan menyegarkan. Namun, juga ada
beberapa masyarakat kurang menyukai karena baunya yang khas dan kurang
enak. Padahal buah pepaya ini memiliki banyak sekali manfaat bagi tubuh
manusia. Menurut Usman (2015), pepaya memiliki kandungan vitamin C,
flavonoid, folat, vitamin A, mineral, magnesium, vitamin E, kalium, serat, dan
vitamin B.
Buah pepaya banyak mengandung vitamin yang diperlukan untuk
meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Mengkonsumsi pepaya diyakini dapat
memperkuat sistem kekebalan tubuh dan mencegah beberapa penyakit seperti
pilek, flu, dan batuk. Manfaat buah pepaya yang tidak kalah penting adalah
berperan dalam mencegah kanker usus besar. Hal ini karena dalam buah
pepaya banyak mengandung serat. Serat ini akan memperlancar buang air besar
(Usman, 2015). Komposisi gizi buah pepaya dapat dilihat pada tabel 2.1.
5
Selain kandungan gizinya yang tinggi, buah pepaya juga mengandung
pektin alami. Pektin ini terdapat dalam seluruh bagian tanaman buah pepaya,
seperti akar, batang, daun, bunga, dan buah. Oleh karena itu, buah pepaya sisa
sadap yang tampilannya kurang menarik dapat diimanfaatkan untuk dioleh
menjadi pektin. Menurut Suyanti (2012), rendemen pektin yang diekstrak dari
buah pepaya sisa sadap sebesar 14,11%, sedangkan menurut Purwoko (2010),
rendemen pekin dari buah pepaya sisa sadap mencapai 18,69%.
2.2 Permen
Permen jelly merupakan permen yang terbuat dari air atau sari buah dan
bahan pembentuk gel, yang memiliki kenampakan jernih transparan serta
mempunyai tekstur dengan kekenyalan tertentu (Muawanah, 2012). Permen jelly
ini termasuk kedalam permen lunak. Permen jelly memiliki karakteristik umum
chewy yang bervariasi, dari agak lembut hingga agak keras (Farida, 2008).
6
Gambar 2.2 Permen Jelly (Safuadah, 2015)
Tekstur pada permen jelly ditentukan oleh bahan pembentuk gel (gelling
agent) yang digunakan. Jelly dengan gelatin akan bertekstur lunak dan bersifat
seperti karet. Jelly dengan penambahan agar-agar atau pektin akan bersifat
lunak dan mudah rapuh. Jelly dengan karagenan akan menghasilkan gel yang
kuat, namun kurang elastis.
Permen jelly termasuk kedalam makanan semi basah. Pangan semi
basah atau Intermediate Moisture Food (IMF) adalah produk pangan yang
mempunyai tekstur plastis sehingga memungkinkan untuk dapat dibentuk dan
dapat langsung dimakan, serta memiliki umur simpan lebih lama dibandingkan
pangan basah (Tiancheng, 2009). Umur simpan ini dipengaruhi karena kadar air
dan aw yang terkandung dalam bahan pangan semi basah. Biasanya kadar air
dari IMF adalah 10-14% dengan rentang aktivitas air (aw) antara 0,60-0,85
(Nopwinyuwong, 2010).
Setiap produk pangan pasti memilliki syarat mutu agar nilai gizi dan
keamanan produk terjaga bagi bagi produsen maupun konsumen. Selain itu,
adanya syarat mutu dapat menjadi sarana bagi konsumen untu mengetahuibaik
atau tidaknya suatu produk. Menurut SNI No. 3547.2-2008, syarat mutu permen
jelly adalah sebagai berikut:
7
Tabel 2.2 Syarat mutu permen jelly (lanjutan)
6. Cemaran logam
Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0
Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 2,0
Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0
Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03
7. Cemaran arsen (As) mg/kg Maks. 1,0
8. Cemaran mikroba
4
Angka lempeng koloni/gr Maks. 5 x 10
total
Bakteri coliform APM/gr Maks. 20
E. coli APM/gr <3
2
Staphylococcus Koloni/gr Maks. 1 x 10
aureus
Salmonella Negatif/ 25 gr
2
Kapang/khamir Koloni/gr Maks. 1 x 10
Sumber : Badan Standart Nasional, 2008
2.4.1 Pektin
8
Pektin berbentuk serbuk kasar atau halus, bewarna putih kekuningan,
hampir tidak berbau dan memiliki rasa seperti mucilago. Serbuk ini hampir larut
dalam 20 bagian air, membentuk cairan kentak, dan praktis tidak larut dalam
etanol atau pelarut organic lainnya (Ditjen POM, 1995). Dalam bidang pangan
pektin digunakan sebagai bahan pembentuk gel tergantung pada kandungan
metoksilnya dan sebagai penstabil pada es krim.
Senyawa pektin menurut Chaplin (2004), dapat dibagi empat yaitu :
a. Protopektin
Protopektin adalah senyawa pektin yang tidak larut dalam air, dapat
dihidrolisa menjadi pektin dan asam pektinat. Winarno (2002) menyatakan
bahwa protopektin lebih banyak terdapat pada buah-buahan yang belum
matang.
b. Asam pektinat
Asam pektinat adalah senyawa pektin asam poligalakturonat yang
mengandung sejumlah metil ester.
c. Pektin
Pektin adalah senyawa pektin asam poligalakturonat yang mengandung
3-16% gugus metoksi, dapat larut dalam air, membentuk jelly dengan gula
dalam suasana asam.
d. Asam pektat
Asam pektat adalah senyawa pektin yang tidak mengandung gugus
metilester dan terdapat pada buah yang terlalu matang serta sayuran busuk.
9
Konjak terdiri dari D-glukopiranosa dan D-mannopiranosa yang terhubung
dengan ikatan β-1,4 obligasi glukosidik (Mei Xu et al., 2011). Struktur kimia
konjak dapat dilihat pada gambar 2.4
10
2.4.3 Karagenan
11
(Bubnis, 2000). Pembentukan kerangka tiga dimensi oleh ‘double helix’ akan
mempengaruhi pembentukan gel. Proses pemanasan dengan suhu yang lebih
tinggi dari suhu pembentukan gel mengakibatkan polimer karagenan menjadi
acak. Bila suhu diturunkan maka larutan polimer akan membentuk pilinan ganda
dan apabila penurunan suhu dilanjutkan maka polimer ini akan membentuk
stuktur tiga dimensi (Glicksman 1983). Jika diteruskan, ada kemungkinan proses
pembentukan agregat terus terjadi dan gel akan mengerut sambil melepaskan
air. Proses terakhir ini disebut sineresis (Fardiaz 1989).
Secara umum karagenan membentuk gel pada suhu 45-65 °C dan
meleleh kembali jika suhu dinaikkan 10-20 °C dari suhu pembentukan gel
tertinggi yaitu 65 °C (Indriani dan Emi 1991). Ketika gel karagenan didinginkan di
bawah suhu pembentukan gel, gel karagenan bersifat sangat stabil pada pH
yang biasa terdapat dalam produk pangan. Jika pH kurang dari 4,3 viskositas
akan menurun jika suhu yang digunakan tinggi. Pada produk olahan pangan
yang mengalami pemanasan dan mempunyai pH rendah, biasanya karagenan
ditambahkan pada saat produk telah mengalami pemanasan (Thomas, 1999).
Konsistensi gel dipengaruhi beberapa faktor antara lain: jenis dan tipe
karagenan, konsistensi, adanya ion-ion serta pelarut yang menghambat
pembentukan hidrokoloid (Towle 1973).
12
2.4.4 Gula
2.4.5 Glukosa
Sirup glukosa merupakan produk olahan dari pati polisakarida lain seperti
selulosa dan hidrolisis menggunakan asam kuat atau enzim (Achyadi dkk.,
2000). Menurut Winarno (1997), pemecahan pati oleh α-amilase dapat
menghidrolisis pati menjadi fraksi-fraksi molekul yang terdiri dari 6-7 unit glukosa.
Sirup glukosa digunakan dalam industri makanan dan minuman terutama
industri permen, selai, dan pengalengan buah-buahan karena sirup glukosa
berfungsi untuk mengatur tingkat dan kecepatan proses kristalisasi sesuai
dengan keinginan industri dan untuk meningkatkan viskositas permen jelly
sehingga tidak lengket (Hidayat dan Ikarisztiana, 2004). Penggunan sirup
glukosa ternyata dapat mencegah kerusakan pada permen karena kandungan
fase cair dari permen memiliki konsentrasi bahan kering sebesar 75-76% dari
13
berat permen, kondisi ini tidak dapat diperoleh dengan melarutkan gula ataupun
dekstrosa secara sendiri-sendiri tetapi dengan melarutkan gula dan sirup gula,
dekstrosa atau sirup maltosa (Hidayat dan Ikarisztiana, 2004).
14
telah berisi sari buah masing-masing sesuai perlakuan yaitu 70, 75, 80 dan 85%
untuk sukrosa 10, 15, 20 dan 25% serta 5% untuk HFS dan 10% untuk sirup
glukosa dan asam sitrat secukupnya. Larutan selanjutnya dipanaskan pada suhu
90-100 oC sampai semua tercampur homogen dan sebagian air menguap.
Kemudian ditambahkan pektin sesuai perlakuan dan dilanjutkan pemanasan
sampai larutan mengental dan membentuk benang tipis yang tidak terputus.
Selanjutnya larutan permen dituang ke dalam cetakan. Permen yang telah
dicetak didinginkan pada suhu ruang selama 1 jam. Selanjutnya permen yang
telah mengeras disimpan selama 24 jam dalam lemari pendingin. Setelah
dikeluarkan dari lemari pendingin permen dibiarkan pada suhu ruang selama 1
jam untuk menetralkan suhu. Permen dikeluarkan dari cetakan dan ditaburin
dengan tepung tapioka dan tepung gula (Zulfaini, 2004).
15
III METODOLOGI PENELITIAN
3.2.1 Bahan
3.2.2 Alat
Alat yang digunakan untuk penelitian ini dibagi menjadi alat pembuatan
permen jelly dan alat analisis permen jelly pepaya. Alat-alat yang digunakan
untuk pembuatan permen jelly pepaya adalah pisau, timbangan digital (Logan),
gelas ukur (Pyrex), panci, blender, baskom, mixer, sendok, pengaduk, loyang,
termometer, dan cabinet drying (Omron).
Alat yang digunakan untuk analisa adalah glassware, oven listrik (WTB
Binder), desikator, cawan porselen, kompor listrik (Maspion), furnace
(Thermolyne), tensile strenghth, color reader (Minola CR-10), timbangan analitik
(Denver M-310), rak tabung kayu, shaker (Heidolph), vortex, kuvet,
spektrofotometer (Spectronic 20), buret dan statif, shaker waterbath, pH meter,
pompa vakum (Rocker Chemker 400), bola hisap, corong dan spatula.
16
3.3 Metode Penelitian
Keterangan:
K1A1 = konsentrasi konjak 2% (b/b), konsentrasi asam sitrat 0,1% (b/b)
K1A2 = konsentrasi konjak 2% (b/b), konsentrasi asam sitrat 0,2% (b/b)
K1A3 = konsentrasi konjak 2% (b/b), konsentrasi asam sitrat 0,3% (b/b)
K2A1 = konsentrasi konjak 3% (b/b), konsentrasi asam sitrat 0,1% (b/b)
K2A2 = konsentrasi konjak 3% (b/b), konsentrasi asam sitrat 0,2% (b/b)
K2A3 = konsentrasi konjak 3% (b/b), konsentrasi asam sitrat 0,3% (b/b)
K3A1 = konsentrasi konjak 4% (b/b), konsentrasi asam sitrat 0,1% (b/b)
K3A2 = konsentrasi konjak 4% (b/b), konsentrasi asam sitrat 0,2% (b/b)
K3A3 = konsentrasi konjak 4% (b/b), konsentrasi asam sitrat 0,3% (b/b)
Dari kedua faktor diperoleh 9 satuan percobaan dan akan dilakukan 3 kali
pengulangan sehingga total terdapat 27 satuan percobaan.
17
3.4.2 Pembuatan puree buah pepaya
Kimia:
Sortasi dan Pengupasan - Kadar air
- Total Asam
- Gula reduksi
Pencucian dan Pemotongan ± 2 cm - Pektin
Fisik:
Water Blanching (80 C, 3 menit) - Warna
Penghalusan
18
15% (b/b) untuk bagian luarnya dan dimasukkan kembali ke dalam cabinet drying
pada suhu 55 0C selama 30 menit. Diagram alir pembuatan permen jelly dapat
dilihat pada Gambar 3.2.
Dalam penelitian ini dilakukan analisa fisik pada buah pepaya yang
dijadikan bahan baku dan pada permen jelly yang dihasilkan. Analisa fisik yang
dilakukan pada buah pepaya adalah analisa warna dengan color reader.
Sementara itu, analisa fisik yang dilakukan pada permen jelly adalah analisa
warna dengan color reader dan analisa kekerasan dengan tensil streght.
Tahapan-tahapan analisa dapat dilihat pada lampiran 1.
Analisa kimia dilakukan pada bahan baku dan produk permen jelly.
Analisa kimia yang dilakukan pada bahan baku, yaitu: analisa kadar air dengan
metode oven, total asam (AOAC, 1990), gula reduksi dengan metode Nelson
Semogyi dan analisa pektin (Sudarmadji et all., 1989). Pada produk jadi
dilakukan analisa kadar air dengan metode oven, kadar abu (AOAC, 1990), total
asam (AOAC, 1990), pH dan gula reduksi dengan metode Nelson Semogyi.
Tahapan-tahapan analisa dapat dilihat pada lampiran 1.
19
interaksi tetapi disalah satu faktor atau keduanya terdapat beda nyata maka
dilakukan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) menggunakan selang
kepercayaan 5%.
20
Sukrosa : Glukosa (5:1) 40% b/b + Air
(25% b/b) Puree Buah Pepaya
Karagenan 2% b/b
Pemanasan hingga mendidih sambil Tepung Konjak
pengadukan (2%, 3%, 4%) b/b
Pencampuran dengan
mixer
Larutan Gula
Adonan
Pencetakan
Pemotongan
Analisa Produk
Kimia:
Pengeringan (suhu 50-55 0C selama 24 jam) - Kadar air
- Kadar abu
- Total asam
Pelapisan dengan gula castor (12%)
- Gula reduksi
Fisik:
- Warna
Pengeringan (suhu 55 0C selama 30menit)
- Kekerasan
Organoleptik:
- Rasa
Permen Jelly Pepaya - Aroma
- Warna
Pemilihan perlakuan terbaik - Tekstur
Analisa Produk
Perlakuan Terbaik
Kimia:
- Kadar serat
kasar
- Antioksidan
21
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bahan baku pembuatan permen jelly pepaya adalah buah pepaya. Buah
pepaya yang digunakan adalah jenis pepaya Thailand yang didapatkan dari
Pasar Belimbing Kota Malang, Jawa Timur. Sebelum diolah menjadi permen jelly
dilakukan analisa buah pepaya. Analisa ini dimaksudkan untuk mengetahui
bagaimana kondisi awal bahan baku sebelum diolah. Karakteristik fisikkimia
pepaya yang dianalisa adalah warna, kadar air, total asam, gula pereduksi dan
kadar pektin. Hasil analisa bahan baku pepaya dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Pada Tabel 4.1 dapat dilihat karakteristik fisikokimia pada bahan baku
pepaya. Kandungan kimia pepaya terbesar adalah air sebesar 89,64% dan
kompenen dengan jumlah kecil yaitu total asam sebesar 0,1728%. Kadar air
pada buah pepaya yang digunakan cukup berbeda jauh. Menurut literatur, kadar
air buah pepaya sekitar 79,75%. Perbedaan hasil analisa kadar air ini
disebabkan karena varietas pepaya yang digunakan berbeda. Selain itu,
dimungkinkan karena umur panen, iklim, lama penyimpanan, dan tingkat
kematangan. Pada buah yang matang akan mengalami kenaikan kadar air. Hal
ini dikarenakan dampak dari proses pematangan akibat degradasi protopektin
menjadi pektin/asam pektat. Menurut Arifiya dkk (2015), yang menyatakan
bahwa pektin ditemukan dalam dinding sel tumbuhan. Pektin berfungsi mengatur
aliran air antara sel dan memberikan kekakuan pada sel. Proses degradasi
pektin ini akan menyebabkan sel menjadi lunak dan tidak dapat
mempertahankan air dalam sel sehingga air akan berpindah ke luar sel dan
22
menyebabkan kadar airnya meningkat. Sementara itu, untuk hasil analisa total
asam pada bahan baku tidak berbeda dengan hasil analisa pada literatur.
Gula reduksi pada bahan baku pepaya sebesar 6,79%. Hasil ini berbeda
dengan literatur yang menyatakan kadar gula reduksi pada buah pepaya adalah
5,3%. Perbedaan hasil analisa ini dikarenakan varietas, umur panen, umur
simpan, sifat fisik dari buah pepaya yang digunakan berbeda dan metode analisa
yang digunakan. Buah pepaya yang digunakan pada literatur adalah buah
pepaya varietas solo dengan umur simpan 12 hari. Kenaikan kadar gula reduksi
ini disebabkan karena adanya pemecahan polimer karbohidrat menjadi monomer
yang menyebabkan kenaikan kadar gula. Kenaikan kadar gula ini akan
berpengaruh ke rasa buah yang akan semakin manis. Hal ini sejalan dengan
teori yang mengungkapkan bahwa lama penyimanan berpengaruh terhadap
kadar gula pada buah jeruk siam. Perubahan ini disebabkan karena adanya
proses pemecahan polisakarida menjadi gula (sukrosa, glukosa, fruktosa) yang
terjadi pada periode pasca panen (Helmiyesi, 2008).
Kadar pektin pada bahan penelitian ini sebesar 0,65%. Nilai kadar pektin
ini masih termasuk ke dalam kisaran kadar pektin sesuai literature. Menurut
literatur kadar pektin pada buah pepaya semangka Paris pada berbagai derajat
kematangan hanya sekitar 1% dan mengalami penurunan pada buah yang
semakin matang dengan nilai paling rendah 0,5%. Hal ini disebabkan karena
pektin mengalami hidrolisa menjadi asam pektat. Pada buah yang belum matang
banyak mengandung pektin dalam bentuk protopektin, sedangkan buah yang
matang banyak mengandung soluble pektin. Semakin matang buah maka pektin
yang terkandung akan terhidrolisa menjadi asam pektat (Tuhuloula dkk, 2013).
Sifat fisik dari bahan baku yang kita gunakan dapat dilihat dari nilai warna
yang diukur dengan menggunakan color reader. Dari analisis warna akan di
dapatkan 3 nilai, yaitu nilai kecerahan (L), nilai kemerahan (a*) dan nilai
kekuningan (b*). Hasil analisis warna bahan baku yang digunakan pada
penelitian tidak berbeda jauh pada nilai kecerahan dibandingkan dengan hasil
analisis warna pada literatur. Perbedaan dapat dilihat dari nilai kemerahan (a*)
dan nilai kekuningan (b*). Perbedaan ini disebabkan karena varietas yang
digunakan berbeda. Pada literatur digunakan pepaya varietas eksotika yang
mana karakteristiknya berbeda dengan buah pepaya yang digunakan pada
penelitian ini. Tingkat kematangan dari buah pepaya juga mempengaruhi tingkat
kemerahan dan kekuningan dari daging buah. Menurut (Silaban dkk, 2013), buah
23
yang sudah masak ditandai dengan adanya perubahan warna. Perubahan warna
tersebut disebabkan karena adanya pemecahan klorofil sedikit demi sedikit
secara enzimatik sehingga zat warna alami lainnya akan terbentuk. Hilangnya
klorofil ini akan tergantikan dengan terbentuknya pigmen karotenoid yang
menyebabkan warna kuning dan merah pada buah.
Kadar air adalah persentase kandungan air pada suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering
(dry basis). Kadar air ini memiliki peranan sangat penting pada bahan pangan.
Selain mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan,
kadar air juga menentukan tingkat kesegaran dan daya awet bahan pangan.
Kadar air yang tinggi akan menyebabkan tumbuhnya bakteri, kapang, dan khamir
sehingga menyebabkan perubahan pada bahan pangan. Nilai kadar air pada
permen jelly pepaya berkisar antara 15,59 – 19,59%. Kadar air permen jelly
pepaya terendah diperoleh pada perlakuan penambahan konsentrasi konjak 4%
dan penambahan konsentrasi asam 0,1% yaitu sebesar 15,59% sedangkan
kadar air permen jelly pepaya tertinggi diperoleh pada perlakuan penambahan
konsentrasi konjak 2% dan penambahan konsentrasi asam 0,3%. Rerata kadar
air pada permen jelly pepaya dapat dilihat pada Gambar 4.1.
21.00
19.00
17.00
Kadar Air (%)
15.00
Konjak 2% b/b
13.00
7.00
5.00
0,1 0,2 0,3
Konsentrasi Asam(% b/b)
24
Pada Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa rerata kadar air permen jelly
cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi asam yang
ditambahkan. Sementara itu, rerata kadar air permen jelly dengan penambahan
konsentrasi konjak cenderung lebih tinggi pada perlakuan penambahan
konsentrasi konjak 2% dan cenderung lebih rendah pada perlakuan penambahan
konsentrasi konjak 4%. Hasil analisa ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa
faktor penambahan konsentrasi asam dan interaksi antara faktor penambahan
konsentrasi konjak dengan faktor penambahan konsentrasi asam tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kadar air namun pada faktor
penambahan konsentrasi konjak memberikan pengaruh nyata ( = 0,05). Hasil
uji lanjut BNT perlakuan penambahan konsentrasi konjak terhadap kadar air
permen jelly pepaya ditunjukkan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Uji lanjut BNT rerata kadar air permen jelly pepaya akibat penambahan
konsentrasi konjak
Konsentrasi Konjak (% b/b) Nilai Kadar Air (%) BNT (5%)
2 19,16 ± 1,33 c
3 17,40 ± 0,41 b 0,69
4 16,11 ± 1,29 a
Keterangan: 1. Data yang diperoleh merupakan rata-rata dari 2 ulangan
2. Angka dengan huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata pada selang kepercayaan 95% ( = 0,05)
25
penggunaan konjak dengan xanthan atau karagenan akan bersinergi dalam
pembentukan gel reversible. Selama pendinginan, pada karagenan akan
membentuk jaringan polimer 3 dimensi dimana double helix membentuk
hubungan diantara rantai-rantai polimer. Hubungan ini akan membentuk struktur
gel tiga dimensi. Kemudian Udin (2013) juga menerangkan bahwa gel karagenan
ini akan berikatan dengan rantai asetil pada konjak sehingga membentuk ikatan
yang lebih kompleks. Air yang terkandung dalam permen jelly pepaya akan
terserap (teradsorbsi) pada permukaan koloid makromolekuler dan terdispersi
diantara koloid tersebut. Tepung konjak merupakan salah satu jenis thickening
agent yang memiliki kemampuan mengikat air yang sangat kuat (Faridah, 2014).
Anggraeni (2014) juga menyebutkan bahwa glukomanan mampu menyerap air
hingga 200 x berat awal. Selain itu, air bebas yang terkandung dalam permen
jelly pepaya juga akan terikat oleh gula. Menurut (Kusnandar, 2011), gula
memiliki gugus polar hidrofilik –OH pada rantainya. Gugus hidroksi inilah yang
menyebabkan gula mudah berikatan dengan air. Dalam struktur glukosa terdapat
6 gugus –OH bebas, maka satu molekul glukosa dapat mengikat 6 molekul air.
Hal ini didukung oleh (Jamaluddin, 2014) yang menyatakan bahwa air yang
terikat pada gula merupakan jenis air yang terikat kuat. Oleh karena itu air jenis
ini sukar untuk diuapkan. Hal inilah yang menyebabkan penurunan kadar air
seiring dengan ditambahkannya konsentrai konjak sebagai gelling agent.
26
4.00
3.50
3.00
Kadar abu (%) 2.50 Konjak 2% b/b
2.00 Konjak 3% b/b
1.50 Konjak 4% b/b
1.00
0.50
0.00
0,1 0,2 0,3
Konsentrasi Asam(% b/b)
Pada Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa rerata kadar abu permen jelly
cenderung menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi asam yang
ditambahkan. Sementara itu, rerata kadar abu permen jelly dengan penambahan
konsentrasi konjak cenderung lebih tinggi pada perlakuan penambahan
konsentrasi konjak 4% dan cenderung lebih rendah pada perlakuan penambahan
konsentrasi konjak 2%. Hasil analisa ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa
faktor penambahan konsentrasi asam dan interaksi antara faktor penambahan
konsentrasi konjak dengan faktor penambahan konsentrasi asam tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kadar abu namun pada faktor
penambahan konsentrasi konjak memberikan pengaruh nyata ( = 0,05). Hasil
uji lanjut BNT perlakuan penambahan konsentrasi konjak terhadap kadar abu
permen jelly pepaya ditunjukkan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Uji lanjut BNT rerata kadar abu permen jelly pepaya akibat penambahan
konsentrasi konjak
Konsentrasi Konjak (% b/b) Nilai Kadar Abu (%) BNT (5%)
2 2,20 ± 0,19 a
3 2,82 ± 0,25 b 0,32
4 3,11 ± 0,32 b
Keterangan: 1. Data yang diperoleh merupakan rata-rata dari 3 ulangan
2. Angka dengan huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata pada selang kepercayaan 95% ( = 0,05)
27
tertinggi diperoleh pada permen jelly dengan penambahan konsentrasi konjak
4% dan rerata kadar air terendah diperoleh pada permen jelly dengan
penambahan konsentrasi konjak 2%.
Kadar abu dalam permen jelly pepaya ini menunjukkan kadar mineral dari
produk. Dapat dilihat bahwa kadar abu permen jelly tergolong tinggi. Pada
permen jelly pepaya perlakuan penambahan konsentrasi konjak 2% dan 3%
masih memenuhi standar kadar abu berdasarkan SNI. Menurut Badan Standar
Nasional, kadar abu permen jelly adalah maksimal 3%. Namun, dapat dilihat
pada Tabel 4.3 bahwa permen jelly pepaya dengan perlakuan penambahan
konsentrasi konjak 4% menghasilkan kadar abu yang tidak sesuai standart SNI.
Hal ini disebabkan karena diduga pada pembuatan permen jelly pepaya ini kita
menggunakan bahan baku pepaya yang dapat digolongkan buah yang kaya
akan mineral. Selain itu, tepung konjak yang digunakan sebagai gelling agent
juga memiliki kadar abu yang lumayan tinggi sehingga semakin tinggi
penambahan konsentrasi konjak maka kadar abu juga semakin meningkat.
Menurut Faridah (2013), kadar abu pada tepung konjak dari umbi porang adalah
2,6%. Wirakusumah (2007) juga mengungkapkan bahwa buah-buahan pada
umumnya kaya akan berbagai jenis mineral, diantaranya kalium (K), kalsium
(Ca), Natrium (Na) dan zat besi (Fe). Menurut Sujiprihati (2009), dalam 100 g
buah pepaya mengandung 0,034 g kalsium, 0,011 g fosfor, 0,204 g kalium, dan
0,001 g zat besi. Perlakuan penambahan konsentrasi asam menujukkan tidak
berpengaruh nyata ( = 0,05%) terhadap kadar abu permen jelly pepaya. Hal ini
diduga karena konsentrasi asam yang ditambahkan sedikit sehingga tidak
berpengaruh ke dalam kadar abu.
Asam adalah bahan yang larut dalam air dan menghasilkan ion hidrogen.
Penghitungan total asam sangat penting untuk menentukan mutu produk olahan
terlebih yang menggunakan asam. Nilai total asam permen jelly pepaya berkisar
0,4587-0,6200%. Total asam terendah diperoleh pada permen jelly pepaya
dengan perlakuan penambahan konsentrasi konjak 4% dan penambahan asam
sitrat 0,1% sedangkan total asam tertinggi diperoleh pada permen jelly pepaya
dengan penambahan konsentrasi konjak 3% dan penambahan asam sitrat 0,3%.
Rerata total asam pada permen jelly pepaya dapat dilihat pada Gambar 4.3.
28
0.7000
0.6500
0.6000
Total Asam (%)
0.5500 Konjak 2% b/b
0.5000 Konjak 3% b/b
0.4000
0.3500
0.3000
0,1 0,2 0,3
Konsentrasi Asam Sitrat(% b/b)
Tabel 4.4 Uji lanjut BNT rerata total asam permen jelly pepaya akibat penambahan
konsentrasi konjak
Konsentrasi Konjak (% b/b) Nilai Total Asam (%) BNT (5%)
2 0,5125 ± 0,04 a
3 0,5582 ± 0,03 b 0,03
4 0,5262 ± 0,03 ab
Keterangan: 1. Data yang diperoleh merupakan rata-rata dari 3 ulangan
2. Angka dengan huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata pada selang kepercayaan 95% ( = 0,05)
29
Pada Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa rerata nilai total asam tertinggi
diperoleh pada penambahan konjak sebesar 3% yaitu sebesar 0,5582%.
Persamaan huruf yang mengikuti angka pada rerata penambahan konjak 3% dan
4% menunjukkan bahwa hasil kedua perlakuan tidak berbeda nyata. Sementara
itu rerata nilai total asam terendah diperoleh pada penambahan konjak 2%.
Konjak merupakan salah satu hidrokoloid yang dapat berfungsi sebagai gelling
agent. Selain berfungsi untuk pembentukan gel, gelling agent ini juga dapat
berfungsi untuk melindungi asam yang dapat rusak akibat pengolahan panas.
Hal ini sejalan dengan penelitian Astuti (2010), bahwa peningkatan kadar
hidrokoloid menyebabkan total asam dan vitamin c pada minuman jeli ekstrak
rosella meningkat pula. Menurut Imeson (2000), gelling agent yang ditambahkan
akan membentuk struktur dan matriks gel yang mampu mengikat komponen lain
yang terlarut oleh air dan mempertahankan stabilitas komponen tersebut
terhadap kondisi yang kurang menguntungkan seperti perlakuan panas. Namun,
disisi lain asam memiliki kemampuan untuk menurunkan stabilitas gel hidrokoloid
sehingga mempengaruhi kekuatan gel yang terbentuk terutama pada gel
karagenan. Karagenan akan kehilangan karakteristik gel dan kekentalannya
dalam sistem dengan nilai pH di bawah 4,3. Menurut (Achayadi, 2016),
karagenan akan mengalami autohidrolisis dalam larutan asam dengan hidrolisis
pada ikatan 3,6anhidro-D-galaktosa.
Nilai total asam pada permen jelly pepaya ini juga dipengaruhi oleh
penambahan konsentrasi asam sitrat. Semakin tinggi asam yang ditambahkan
maka nilai total asam yang terkandung juga semakin tinggi. Hasil uji lanjut BNT
perlakuan penambahan konsentrasi asam sitrat terhadap rerata nilai total asam
permen jelly pepaya ditunjukkan pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Uji lanjut BNT rerata total asam permen jelly pepaya akibat penambahan
konsentrasi asam sitrat
Konsentrasi Asam (%b/b) Nilai Total Asam (%) BNT (5%)
0,1 0,4778 ± 0,04 a
0,2 0,5315 ± 0,03 b 0,03
0,3 0,5876 ± 0,03 c
Keterangan: 1. Data yang diperoleh merupakan rata-rata dari 3 ulangan
2. Angka dengan huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata pada selang kepercayaan 95% ( = 0,05)
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa rerata nilai total asam tertinggi diperoleh
pada penambahan konsentrasi asam sitrat 0,3% yaitu sebesar 0,5876%
sedangkana rerata nilai total asam terendah diperoleh pada penambahan
30
kosentrasi asam sitrat 0,1% yaitu sebesar 0,4778%. Maka dari tabel tersebut
dapat disimpulkan bahwa nilai total asam pada permen jelly pepaya berbanding
lurus dengan penambahan konsentrasi asam sitrat. Hal ini didukung oleh
pernyataan Trissanti (2016), yang menyatakan bahwa penambahan asam sitrat
pada pembuatan sirup alang-alang menurunkan nilai pH dan menaikkan nilai
total asam sirup. Nilai total asam ditentukan dari banyaknya ion H+ pada bahan
pangan tersebut. Oleh sebab itu, semakin banyak asam yang ditambahkan maka
ion H+ pada bahan pangan akan meningkat sehingga nilai total asam meningkat
pula (Yuliani, 2011).
4.3.4 Nilai pH
6.60
6.40
6.20
6.00
Konjak 2% b/b
pH
5.80
Konjak 3% b/b
5.60
Konjak 4% b/b
5.40
5.20
5.00
0,1 0,2 0,3
Konsentrasi Asam(% b/b)
31
Pada Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa rerata nilai pH permen jelly pada
penambahan asam sitrat 0,2% semakin menurun pada perlakuan penambahan
konjak 2% dan 3% sedangkan pada perlakuan penambahan 4% mengalami
kenaikan. Sementara itu, rerata nilai pH pada penambahana asam sitrat 0,3%
diketahui menurun pada perlakuan penambahan konjak 3% dan 4% sedangkan
pada perlakuan penambahan konjak 2% mengalami kenaikan. Nilai pH pada
perlakuan penambahan konjak 2% cenderung lebih tinggi dan pada perlakuan
penambahan asam sitrat 0,3% cenderung lebih rendah. Hasil analisa ragam
(Lampiran 8) menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi konjak,
penambahan konsentrasi asam, dan interaksi kedua perlakuan memberikan
pengaruh yang nyata pada selang kepercayaan 5% ( = 0,05). Oleh karena itu,
dilakukan uji lanjut DMRT. Hasil uji lanjut DMRT perlakuan penambahan
konsentrasi konjak dan penambahan konsentraso asam sitrat terhadap rerata
nilai pH permen jelly pepaya ditunjukkan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Rerata nilai pH akibat penambahan konsentrasi konjak dan asam sitrat
Konsentrasi konjak Konsentrasi asam sitrat
Nilai pH
(% b/b) (% b/b)
0,1 6,3 ± 0,12 f
2
0,2 5,9 ± 0,06 cd
0,3 5,8 ± 0,06 bc
0,1 6,2 ± 0,10 ef
3
0,2 5,8 ± 0,12 bc
0,3 5,5 ± 0,06 a
0,1 6,2 ± 0,10 ef
4
0,2 6,1 ± 0,17 de
0,3 5,7 ± 0,06 ab
DMRT (5%) 0,167 – 0,190
Keterangan: 1. Data yang diperoleh merupakan rata-rata dari 3 ulangan
2. Angka dengan huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata pada selang kepercayaan 95% ( = 0,05)
32
ditambah 8,346 dengan nilai determinasi 0,793 yang berarti penurunan nilai pH
dipengaruhi oleh total asam sebesar 79,3%.
6.40
6.30
6.20
6.10
6.00
Nilai pH
5.90
5.80
5.70
y = -4.5947x + 8.3461
5.60
R² = 0.793
5.50
5.40
0.4000 0.4500 0.5000 0.5500 0.6000
Total Asam
33
4.3.5 Gula Pereduksi
30.00
25.00
Gula reduksi (%)
20.00
Konjak 2% b/b
15.00
Konjak 3% b/b
10.00
Konjak 4% b/b
5.00
0.00
0,1 0,2 0,3
Konsentrasi Asam(% b/b)
.
Gambar 4.6 Grafik rerata gula reduksi permen jelly pepaya
Pada Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa kadar gula reduksi cenderung
semakin meningkat dengan bertambahnya konsentrasi asam sitrat. Penambahan
konsentrasi konjak sebesar 4% menghasilkan nilai gula reduksi paling tinggi
sedangkan nilai gula reduksi pada penambahan konjak 3% adalah yang
terendah. Hasil analisa ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa faktor
penambahan konsentrasi konjak dan faktor penambahan konsentrasi asam
memberikan perbedaan yang nyata pada selang kepercayaan 5% ( = 0,05)
terhadap nilai gula reduksi, Namun, interaksi antara kedua faktor tidak
memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai gula reduksi pada selang
34
kepercayaan 5%. Hasil uji lanjut BNT perlakuan penambahan konsentrasi konjak
terhadap rerata nilai gula reduksi permen jelly pepaya ditunjukkan pada Tabel
4.7.
Tabel 4.7 Uji lanjut BNT rerata gula reduksi permen jelly pepaya akibat penambahan
konsentrasi konjak
Konsentrasi Konjak (% b/b) Nilai Gula Reduksi (%) BNT (5%)
2 19,45 ± 1,04 b
3 15,52 ± 1,50 a 1,20
4 21,60 ± 2,07 c
Keterangan: 1. Data yang diperoleh merupakan rata-rata dari 3 ulangan
2. Angka dengan huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata pada selang kepercayaan 95% ( = 0,05)
35
Tabel 4.8 Uji lanjut BNT rerata gula reduksi permen jelly pepaya akibat penambahan
konsentrasi asam sitrat
Konsentrasi Asam (%b/b) Nilai Gula Reduksi (%) BNT (5%)
0,1 15,79 ± 1,10 a
0,2 18,29 ± 2,16 b 1,20
0,3 22,49 ± 1,35 c
Keterangan: 1. Data yang diperoleh merupakan rata-rata dari 3 ulangan
2. Angka dengan huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata pada selang kepercayaan 95% ( = 0,05)
4.3.6 Kekerasan
36
tensile strength maka kekerasan suatu bahan juga semajun tinggi. Nilai
kekerasan pada permen jelly pepaya berkisar antara 19,07 – 27,40 N. Rerata
nilai kekerasan pada permen jelly pepaya dapat dilihat pada Gambar 4.7.
30.00
25.00
Nilai Kekerasan (N)
20.00
Konjak 2% b/b
15.00 Konjak 3% b/b
Konjak 4% b/b
10.00
5.00
0.00
0,1 0,2 0,3
Konsentrasi Asam(% b/b)
Pada Gambar 4.7 dapat dilihat bahwa kekerasan pada permen jelly
tertinggi diperoleh pada perlakuan penambahan konsentrasi konjak 4% dan
penambahan konsentrasi asam sitrat 0,3% yaitu 27,30 N sedangkan kekersan
permen jelly terendah diperoleh pada perlakuan penambahan konsentrasi konjak
2% dan penambahan asam sitrat 0,3% yaitu 19,07 N. Semakin bertambahnya
konsentrasi asam sitrat yang di tambahkan maka kekerasan permen jelly
cenderung menurun tetapi pada perlakuan penambahan konjak 4% mengalami
kenaikan nilai kekerasan seiring dengan ditambahkannya asam sitrat. Kebalikan
dari penambahan asam, kenaikan konsentrasi konjak cenderung memberikan
nilai kekerasan yang semakin keras atau meningkat. Hasil analisa ragam
(Lampiran 10) menunjukkan bahwa faktor penambahan konsentrasi asam dan
interaksi kedua faktor tidak memberikan perbedaan yang nyata pada selang
kepercayaan 5% ( = 0,05) terhadap nilai kekerasan, Namun, faktor
penambahan konsentrasi konjak memberikan perbedaan yang nyata terhadap
nilai kekerasan pada selang kepercayaan 5%. Hasil uji lanjut BNT perlakuan
penambahan konsentrasi konjak terhadap rerata nilai kekerasan permen jelly
pepaya ditunjukkan pada Tabel 4.9.
37
Tabel 4.9 Uji lanjut BNT rerata kekerasan permen jelly pepaya akibat penambahan
konsentrasi konjak
Konsentrasi Konjak (% b/b) Nilai Kekerasan (N) BNT (5%)
2 20,63 ± 3,56 a
3 23,79 ± 0,60 b 2,89
4 25,43 ± 1,69 b
Keterangan: 1. Data yang diperoleh merupakan rata-rata dari 3 ulangan
2. Angka dengan huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata pada selang kepercayaan 95% ( = 0,05)
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa nilai rerata kekerasan permen jelly pada
perlakuan 2% dan 4% memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Penambahan
konjak 2% memberikan nilai kekerasan terendah yaitu sebesar 20,63 N
sedangkan penambahan konsentrasi konjak 4% menghasilkan nilai kekerasan
permen jelly tertinggi yaitu sebesar 25,43 N. peningkatan nilai kekerasan pada
permen jelly ini dikarenakan kekuatan gel yang terbentuk antara konjak,
karagenan, dan sedikit pektin sangat kuat.
Konjak glukomannan adalah heteropolisakarida yang terdiri atas β-D-
glukosa (G) dan β-D-manosa (M) dengan rasio perbandingan G dan M yaitu
1:1,6 (Penroj et al., 2005). Tepung konjak dapat digunakan sebagai bahan
pengental, bahan pembentuk gel, dan pengikat air. Konjak glukomanan iti tidak
mampu membentuk gel dengan sendirinya karena pada konjak terdapat gugus
asetil yang menghalangi rantai panjang glukomanan untuk saling berikatan.
Untuk menghasilkan gel reversible maka konjak di kombinasikan dengan
hidrokoloid lain, yaitu karegenan atau xanthan gum.
Proses terjadinya gel karagenan diawali dengan perubahan polimer
karagenan menjadi bentuk gulungan acak (random coil). Perubahan ini
disebabkan proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu
pembentukan gel karagenan. Ketika suhu diturunkan, maka polimer karagenan
akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan menghasilkan titik -
titik pertemuan (junction points) dari rantai polimer (Verawaty, 2008).
Gel yang dibentuk oleh karagenan ini bersifat kaku dan tingkat
sineresisnya tinggi. Oleh karena itu, apabila karegenan dicampur dengan konjak
glukomanan yang tidak memiliki kemampuan membentuk gel maka akan terjadi
interaksi yang sinergis. Agregat pada gel karagenan yang terbentuk akan
bertemu dengan larutan konjak glukomanan dan mengikat gugus asetil pada
konjak glukomanan sehingga menghasilkan gel yang lebih kuat (Udin, 2013).
38
Sinergisme antara konjak-karagenan ini akan menghasilkan gel dengan
tekstur yang lebih kuat, elastis, dan tingkat sineresisnya rendah. Hal inilah yang
menyebabkan nilai kekerasan pada permen jelly semakin meningkat seiring
dengan pertambahan konsentrasi konjak. Selain itu, di dalam pembuatan permen
jelly pepaya ini kita menggunakan buah pepaya segar yang dapat dilihat pada
karakteristik bahan baku (Tabel 4.1) memiliki kadar pektin sebesar 0,65%. Pektin
ini akan mengalami degradasi yang disebabkan oleh proses pemasakan
sehingga menjadi pektin larut air dan berikatan dengan air. Menurut Siregar
(2008), penambahan asam (H+) akan menyebabkan pektin yang bermuatan
negatif menjadi tidak bermuatan/netral sehingga pektin akan menggumpal dan
membentuk suatu serabut halus. Dilihat dari Gambar 4.7, penambahan
konsentrasi asam yang semakin tinggi menyebabkan kekerasan pada permen
jelly menurun tetapi penambahan konsentrasi asam sitrat ini tidak memberikan
pengaruh yang nyata. Menurut Imeson (2000), asam memiliki kemampuan untuk
menurunkan stabilitas gel hidrokoloid sehingga mempengaruhi kekuatan gel
yang terbentuk terutama pada gel karagenan.
42.00
41.00
Tinkat Kecerahan (nilai L)
40.00
39.00
38.00
Konjak 2 % b/b
37.00
Konjak 3% b/b
36.00
35.00 konjak 4% b/b
34.00
33.00
0,1 0,2 0,3
Konsentrasi Asam (% b/b)
Gambar 4.8 Grafik rerata nilai kecerahan (L) permen jelly pepaya
39
Pada Gambar 4.8 menunjukkan bahwa tingkat kecerahan permen pada
perlakuan penambahan konjak 2% mengalami sedikit kenaikan seiring dengan
penambahan konsentrasi asam sedangkan pada perlakuan penambahan
konsentrasi konjak 3% mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya
konsentrasi asam sitrat. Pada penambahan konjak 4% mengalami kenaikan
pada penambahan konsentrasi asam sitrat 0,2% dan kemudian mengalami
penurunan pada penambahan asam sebanyak 0,3%. Tingkat kecerahan tertinggi
diperoleh permen jelly dengan perlakuan penambahan konsentrasi konjak 3%
dan penambahan konsentrasi asam 0,1%. Tingkat kecerahan terendah diperoleh
permen jelly dengan perlakuan penambahan konsentrasi konjak 3% dan
penambahan konsentrasi asam 0,3%. Hasil analisa ragam (Lampiran 11)
menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi asam memberikan pengaruh
yang tidak nyata pada selang kepercayaan 5% ( = 0,05). Sebaliknya, perlakuan
penambahan konsentrasi konjak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
tingkat kecerahan permen, namun ditemukan interaksi antara kedua faktor
tersebut. Oleh karena itu, dilakukan uji lanjut DMRT. Hasil uji lanjut DMRT
perlakuan penambahan konsentrasi konjak dan penambahan konsentrasi asam
sitrat terhadap rerata tingkat kecerahan permen jelly pepaya ditunjukkan pada
Tabel 4.10.
Tabel 4.10 Rerata tingkat kecerahan akibat penambahan konsentrasi konjak dan asam
sitrat
Konsentrasi konjak Konsentrasi asam sitrat
Rerata Nilai Kecerahan (L)
(% b/b) (% b/b)
0,1 37,77 ± 6,30 b
2
0,2 37,73 ± 6,27 b
0,3 38,27 ± 6,30 b
0,1 39,93 ± 6,02 c
3
0,2 38,13 ± 5,15 b
0,3 36,67 ± 6,64 a
0,1 38,60 ± 6,50 b
4
0,2 38,37 ± 5,43 b
0,3 37,80 ± 5,28 b
DMRT (5%) 1,032 – 1,178
Keterangan: 1. Data yang dperoleh merupakan rata-rata dari 3 ulangan
2. Angka dengan huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata pada selang kepercayaan 95% ( = 0,05)
40
perlakuan penambahan konsentrasi konjak 3% dan penambahan konsentrasi
asam 0,3%. Pada tabel 4.10 juga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi konjak yang ditambahkan maka tingkat kecerahan permen jelly akan
meningkat walaupun pada hasil analisa ragam penambahan konsentrasi konjak
ini tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hal ini dikarenakan konjak akan
menghasilkan gel yang tidak berwarna sehingga tidak akan mempengaruhi
warna dari permen jelly. Hal ini di dukung oleh Chairiyah dan Almatzier (2007)
yang mengungkapkan bahwa konjak tidak mempunyai warna, aroma, rasa
sehingga penggunaan konjak dengan berbagai konsentrasi seharusnya tidak
berpengaruh terhadap warna, aroma, dan rasa pada produk yang ditambahkan.
Sementara itu, penambahan konjak sebagai bahan pembentuk gel juga
akan mempengaruhi kadar asam pada produk. Semakin banyak konsentrasi
konjak yang ditambahkan maka nilai Total asam semakin meningkat (Tabel 4.4).
Peningkatan konsentrasi asam menyebabkan kecerahan pada permen jelly
semakin menurun. Hal ini diduga karena penambahan asam mempengaruhi nilai
pH pada permen jelly. Salah satu faktor yang mempengaruhi intensitas warna
suatu pigmen adalah pH. Pada buah pepaya mengandung pigmen karatenoid
yang merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning, orenye dan merah
oranye. Menurut Novita (2015), intensitas warna karatenoid akan lebih tinggi
pada suasana basa sehingga warna karatenoid menjadi lebih cerah. Manasika
(2015) juga mengungkapkan bahwa senyawa karoten stabil pada pH netral
ataupun alkali, tetapi tidak stabil pada pH asam, oksigen, cahaya dan panas.
Selain itu, reaksi pencoklatan akibat dari pemanasan sari buah dalam suatu
campuran dengan kadar gula tinggi akan semakin mengurangi tingkat kecerahan
permen jelly (Harijono, 2001).
Nilai kemerahan pada produk dapat dilihat dari hasil warna dengan notasi
a*. Nilai a* sebenarnya menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau. Nilai
a+ (positif) dari 0 sampai +80 untuk menyatakan warna merah sedangkan nilai a-
(negative) dari 0 sampai -80 untuk menyatakan warna hijau (Indrayani, 2012).
Rerata nilai kemerahan pada permen jelly berkisar dari 6,65 – 9,97. Rerata nilai
kemerahan pada permen jelly pepaya dapat dilihat pada Gambar 4.9.
41
12.00
Gambar 4.9 Grafik rerata nilai kemerahan (a*) permen jelly pepaya
Tabel 4.11 Uji lanjut BNT rerata kemerahan permen jelly pepaya akibat penambahan
konsentrasi konjak
Konsentrasi Konjak (% b/b) Nilai Kemerahan BNT (5%)
2 8,36 ± 3,87 b
3 7,71 ± 3,63 ab 1,16
4 6,80 ± 3,87 a
Keterangan: 1. Data yang diperoleh merupakan rata-rata dari 3 ulangan
2. Angka dengan huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata pada selang kepercayaan 95% ( = 0,05)
42
tertinggi diperoleh pada konsentrasi konjak 2% sebesar 8,36. Dapat disimpulkan
bahwa semakin bertambah konsentrasi konjak maka nilai kemerahan semakin
menurun. Hal ini diduga karena penambahan konjak yang semakin tinggi akan
menyebabkan zat terlarut pada adonan permen jelly semakin banyak sehingga
warna merah yang diakibatkan buah pepaya semakin pudar. Harijono (2001)
juga menyatakan bahwa pada gel yang kokoh intensitas warna pada produk
akan berkurang.
Nilai kemerahan permen jelly juga diperngaruhi oleh perlakuan
penambahan konsentrasi asam. Hasil uji uji lanjut BNT perlakuan penambahan
konsentrasi asam terhadap rerata nilai kemerahan permen jelly pepaya
ditunjukkan pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12 Uji lanjut BNT rerata nilai kemerahan permen jelly pepaya akibat
penambahan konsentrasi asam
Konsentrasi Asam (% b/b) Nilai Kemerahan BNT (5%)
0,1 8,78 ± 3,59 b
0,2 6,83 ± 3,96 a 1,16
0,3 7,26 ± 3,82 a
Keterangan: 1. Data yang diperoleh merupakan rata-rata dari 3 ulangan
2. Angka dengan huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata pada selang kepercayaan 95% ( = 0,05)
Tingkat warna kuning pada suatu produk dapat kita ketahui dari hasil
analisis warna yang memiliki notasi b*. Notasi b* ini menunjukkan warna kromatik
43
campuran biru dan kuning dengan nilai b+ dari 0 sampai +70 menunjukkan
warna kuning dan nilai b- dari 0 sampai -70 menunjukkan warna biru. Permen
jelly pepaya ini memiliki warna yang cenderung ke kuning sehingga b* bernilai
positif. Rerata nilai kekuningan pada permen jelly pepaya berkisar dari 5,13 –
6,23. Rerata tingkat warna kuning pada permen jelly dapat dilihat pada Gambar
4.10
7.00
6.00
Tingkat kekuningan (b)
5.00
0.00
0,1 0,2 0,3
Konsentrasi Asam(% b/b)
Gambar 4.10 Grafik rerata nilai kekuningan (b*) permen jelly pepaya
44
dilakukan pemanasan pada suhu tinggi sehingga menyebabkan warna kuning
sampai coklat yang akan mempengaruhi nilai b*.
4.0
3.5
3.0
Tingkat Kesukaan
2.5
Konjak 2%
2.0
Konjak 3%
1.5
Konjak 4%
1.0
0.5
0.0
Asam 0,1% Asam 0,2% Asam 0,3%
Gambar 4.11 Grafik rerata nilai kesukaan panelis terhadap rasa permen jelly pepaya
45
Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan
konsentrasi konjak dan penambahan konsentrasi asam memberikan pengaruh
nyata terhadap kesukaan panelis pada rasa permen jelly pepaya. Oleh karena itu
dilakukan uji lanjut. Rerata nilai kesukaan panelis terhadap rasa permen jelly
pepaya akibbat pengaruh penambahan konsentrasi konjak dan konsentrasi asam
dapat dilihat pada Lampiran 14. Dapat dilihat dari lampiran tersebut bahwa
permen jelly pepaya yang paling disukai panelis dari segi rasa adalah permen
jelly dengan penambahn konjak 2% dan asam 0,1%. Sementara itu permen jelly
dengan penambahan konjak 4% dan asam 0,2% adalah permen yang paling
tidak disukai oeh panelis. Hal ini disebabkan, semakin tinggi penambahan konjak
maka semakin keras gel yang terbentuk. Diduga efek gel yang semakin keras ini
mempengaruhi persepsi rasa panelis. Panelis menjadi kurang menikmati rasanya
karena teksturnya yang sangat keras. Penambahan asam juga mempengaruhi
rasa pada permen jelly. Konsentrasi asam 0,1% adalah konsentrasi asam yang
paling tepat menurut persepsi panelis. Asam sitrat merupakan jenis pencita rasa
asam yang paling banyak digunakan pada bergbagai jenis makanan. Menurut
Stratford (1999), asam sitrat sebagai pencita rasa memiliki keunggulan yaitu
memiliki rasa fruity yang ringan, mudah diperoleh, harganya yang murah, mudah
larut di dalam air, dan tidak bersifat racun. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi persepsi rasa suatu produk yaitu faktor usia, kondisi fisik, asal
panelis, suku, kebiasaan konsumsi makanan dan kesukaan makanan (Thurgood,
2009). Selain itu, Sharma (2008) juga mengungkapkan bahwa jenis kelamin
mempengaruhi persepsi rasa dimana sensitivitas perempuan lebih tinggi
dibandingkan laki-laki
46
3.5
3.0
Tingkat kesukaan
2.5
2.0 Konjak 2%
1.5 Konjak 3%
1.0 Konjak 4%
0.5
0.0
Asam 0,1% Asam 0,2% Asam 0,3%
Gambar 4.12 Grafik rerata nilai kesukaan panelis terhadap aroma permen jelly pepaya
47
Semakin tinggi konsentrasi asam semakin tinggi pula kesukaan panelis dari segi
aroma. Penambahan asam ini diduga dapat sedikit meminimalisir aroma yang
kurang enak dari karakteristik gelling agent. Perbedaan yang signifikan dari segi
aroma ini disebabkan karena rerata kesukaan panelis yang jauh antar sampel.
Hal ini dikarenakan kebanyakan dari masyarakat sangat tidak menyukai aroma
dari buah pepaya namun masih ada pula yang sangat menyukai aroma dari buah
pepaya.
4.0
3.5
3.0
Tingkat kesukaan
2.5
Konjak 2%
2.0
Konjak 3%
1.5
Konjak 4%
1.0
0.5
0.0
Asam 0,1% Asam 0,2% Asam 0,3%
Gambar 4.13 Grafik rerata nilai kesukaan panelis terhadap warna permen jelly pepaya
48
paling disukai panelis dari segi warna. Sementara itu, permen jelly dengan
perlakuan penambahan konjak 4% dan penambahan asam 0,2% menjadi
permen yang paling tidak disukai oleh panelis dari segi warna. Penambahan
konsentrasi konjak akan berpengaruh pada tingkat kemerahan produk. Dapat
dilihat pada Tabel 4.11 bahwa semakin bertambah konsentrasi konjak maka nilai
kemerahan semakin menurun. Hal ini diduga karena penambahan konjak yang
semakin tinggi akan menyebabkan zat terlarut pada adonan permen jelly
semakin banyak sehingga warna merah yang diakibatkan buah pepaya semakin
pudar. Harijono (2001) juga menyatakan bahwa pada gel yang kokoh intensitas
warna pada produk akan berkurang. Hal inilah yang menyebabkan pada
perlakuan konjak 4% kurang disukai oleh panelis.
Sementara itu penambahan asam akan berpengaruh pada tingkat
kecerahan dan kemerahan pada warna produk. Hal ini dapat di lihat pada Tabel
4.10 dan 4.12. Semakin tinggi asam yang ditambahkan maka nilai kecerahan dan
kemerahan pada produk akan menurun. Hal ini disebabkan karena penambahan
asam akan mempengaruhi nilai pH produk. Intensitas warna pigmen karatenoid
(yang memberikan warna merah oranye) akan lebih tinggi pada saat larutan
dalam kondisi cenderung basa. Semakin tinggi intensitas warna pada permen
jelly maka warna merah akan semakin terlihat dan cenderung lebih gelap. Hal ini
lah yang menyebabkan permen jelly dengan penambahan asam sitrat sebanyak
0,3% paling diminati panelis dari segi warna.
49
4.50
4.00
3.50
Tingkat Kesukaan
3.00
2.50 Konjak 2%
2.00 Konjak 3%
1.50 Konjak 4%
1.00
0.50
0.00
Asam 0,1% Asam 0,2% Asam 0,3%
Gambar 4.14 Grafik rerata nilai kesukaan panelis terhadap tekstur permen jelly pepaya
50
asam ini dapat mengimbangi efek dari penambahan konjak sehingga gel yang
terbentuk menjadi tidak terlalu keras. Namun, penambahan asam yang rendah
pada konsentrasi konjak yang rendah akan menghasilkan permen jelly yang
teksturnya tidak terlalu kenyal. Hal ini yang menyebabkan pada permen jelly
Perlakuan penambahan konjak 2% dan asam sitrat 0,1% menjadi permen jelly
yang paling tidak disukai oleh panelis dari segi tekstur.
51
Penurunan nilai kecerahan, nilai kemerahan dan nilai kekuningan
dibandingan dengan warna buah pepaya segar disebabkan karena adanya
penambahan kompoen lain dan akibat adanya reaksi kimia yang dihasilkan
karena proses pengolahan maupun akibat perlakuan. Pengolahan menggunakan
panas menyebabkan pigmen yang terkandung pada bahan baku mengalami
degradasi. Sebagian besar pigmen tidak stabil terhadap suhu pemanasan. Hal ini
didukung oleh Madalena (2007) yang menyatakan bahwa selama pemanasan
daun singkong dan daun singkong karet terjadi perubahan warna dari
hijau menjadi hijau kekuningan atau hijau kecoklatan. Perubahan warna
tersebut terjadi karena klorofil mengalami degradasi menjadi
turunannya. Perubahan warna sayuran berdampak pada perubahan
kandungan pigmennya, seperti klorofil dan karotenoid. Selain itu, juga terjadi
reaksi pencoklatan akibat proses karamelisasi. Proses karamelisasi ini akan
menyebabkan penurunan pada tingkat kecerahan suatu produk dan kenaikan
nilai kemerahan.
Penurunan pada kadar air dibandingkan dengan kadar air bahan baku ini
juga disebabkan karena adanya penambahan komponen-komponen lain yang
dapat mengikat air bebas yang terkandung dari bahan baku. Selain itu, proses
pengolahan dengan menggunakan panas juga berpengaruh pada kadar air ini.
Air-air bebas yang terkandung dalam bahan akan sebagian menguap selama
proses pengolahan. Hal ini didukung oleh Sundari (2015), kadar air pada bahan
pangan yang diproses dengan jenis pengolahan berbeda memberikan hasil yang
berbeda nyata dibandingkan bahan baku. Semakin tinggi suhu pengolahan yang
digunakan maka semakin tinggi penurunan kadar airnya.
Sementara itu, pada nilai total asam dan gula reduksi mengalami
kenaikan dibandingkan dengan bahan baku. Hal ini disebabkan karena adanya
perlakuan penambahan konsentrasi asam dan adanya penambahan gula
(sukrosa maupun glukosa) pada komposisi pembuatan permen jelly.
Penambahan asam ini akan mengakibatkan total asam meningkat dari total
bahan baku yang hanya 0,1728 menjadi 0,4702. Trissanti (2016), menyatakan
bahwa penambahan asam sitrat pada pembuatan sirup alang-alang menurunkan
nilai pH dan menaikkan nilai total asam sirup. Nilai total asam ditentukan dari
banyaknya ion H+ pada bahan pangan tersebut. Oleh sebab itu, semakin banyak
asam yang ditambahkan maka ion H+ pada bahan pangan akan meningkat
sehingga nilai total asam meningkat pula (Yuliani, 2011). Kenaikan gula reduksi
52
tentunya disebabkan oleh penambahan glukosa pada pembuatan permen jelly.
Penambahan glukosa pada pembutan permen jelly pepaya sekitar 8%. Menurut
Wijana (2011), penambahan glukosa pada permen jelly bertujuan untuk
meminimalisir proses kristalisasi sukrosa pada permen jelly. Proses kristalisasi ini
akan memberikan rasa berpasir pada permen jelly. Selain karena penambahan
glukosa, peningkatan gula reduksi ini juga terjadi akibat hidrolisis senyawa
karbohidrat menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhanna dan adanya
proses inversi sukrosa menjadi gula-gula invert. Menurut Suwarno (2015), inversi
sukrosa menjadi gula-gula invert ini dikatalisasi oleh adanya asam pada bahan
makanan. Semakin banyak asam yang ditambahkan maka pH larutan akan
semakin rendah. Nilai pH yang semakin rendah akan memicu gerakan molekul
reaktan semakin kuat sehingga kemungkinan bertumbukannya semakin besar
dan kecepatan reaksipun semakin besar.
Berdasarkan penilaian uji hedonik, permen jelly perlakuan terbaik ini
mendapatkan nilai tinggi pada rasa, tekstur, dan warnanya. Namun untuk aroma
mendapatkan nilai terendah (tidak suka). Hal ini dikarenakan buah pepaya
sendiri memiliki aroma khas yang memang tidak banyak orang menyukainya.
Pengolahan pepaya menjadi permen jelly ini kurang bisa meminimalisir bau khas
dari pepaya.
Serat adalah bagian dari tanaman yang tidak dapat diserap oleh tubuh.
Serat adalah zat non gizi dan menurut (Santoso, 2011) terbagi menjadi dua jenis
serat yaitu serat makanan (dietary fiber) dan serat kasar (crude fiber). Serat
kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan
kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat dan
natrium hidroksida (Muchtadi, 2001). Pada permen jelly pepaya perlakuan terbaik
menghasilkan serat kasar sebanyak 1,61%. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan
dengan kadar serat kasar pada permen jelly kulit buah naga yang hanya sekitar
0,34% - 0,57% (Wahyuni, 2011). Namun lebih rendah bila dibandingkan dengan
fruit leather dari campuran jambu biji merah dan sirsak yang memiliki kadar serat
kasar 4,53 – 4,57 % (Astuti, 2016)
. Perbedaan kadar serat kasar ini dipengaruhi oleh kandungan serat pada
bahan baku yang berbeda-beda. Menurut Lubis (2014), buah pepaya
53
mengandung serat sebesar 1,8 g/100 g. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar
serat kasar adalah penambahan komponen-komponen lain yang juga
mengakibatkan perubahan komponen kimia pada produk. Sebenarnya konjak
dan karagenan yang digunakan sebagai bahan pembentuk gel juga kaya akan
serat. Namun, serat yang terkandung adalah serat pangan larut air sehingga
tidak terhitung sebagai serat kasar. Serat kasar berbeda dengan serat pangan.
Serat pangan adalah bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh
enzim-enzim pencernaan. Oleh karena itu, hasil dari serat kasar lebih rendah
dibandingkan dengan hasil serat pangan karena asam sulfat dan natrium
hidroksida yang digunakan untuk menghidrolisis lebih kuat dibandingkan dengan
enzim-enzim pencernaan (Murdopo, 2014). Secara umum, serat pangan dibagi
menjadi 2 yaitu serat pangan larut (Soluble dietary fiber) dan serat pangan tidak
larut air (Insoluble dietary fiber).
Serat pangan larut ini memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh
manusia. Serat larut air ini akan mengikat air di dalam pencernaan dan
membentuk gel sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk dicerna dan
memberikan rasa kenyang. Hal inilah yang menyebabkan konjak banyak
dimanfaatkan untuk makanan diet. Selain itu, serat pangan juga bermanfaat
untuk mencegah mencegah sembelit, kanker kolon (usus besar) dan mengurangi
tingkat kolestrol (Susmiati, 2007).
54
Tabel 4.14 menunjukkan bahwa permen jelly pada konsentrasi 3000 ppm
dapat menghambat aktivitas DPPH sebesar 20,41%. Menurut (Kholila,2016),
aktivitas antioksidan pada permen jelly buah naga adalah sebesar 15,58%.
Aktivitas antioksidan pada permen jelly ekstrak kulit buah naga putih berkisar
14,14 – 40,58% (Junaida, 2016). Kadar anrioksidan pada buah pepaya tergolong
tinggi karena adanya kandungan vitamin C dan karotenoid yang dapat berfungsi
sebagai kadar antioksidan. Akan tetapi, nilai IC50 pada permen jelly pepaya
masih terlalu tinggi. Semakin besar nilai IC50 maka aktivitas antioksidannya
semakin lemah (Filbert, 2014). Menurut Widyasanti (2016), kekuatan aktivitas
antioksidan dibagi menjadi 4, yaitu aktivitas antioksidan kelompok sangat kuat
jika nilai IC50 kurang dari 50 ppm, kelompok kuat dengan IC50 antara 50-100
ppm, kelompok sedang jika nilai IC50 101-150 ppm dan kelompok lemah jika nilai
IC50 diantara 151-200 ppm. Berdasarkan kelompok tersebut, maka aktivitas
antioksidan pada permen jelly pepaya tergolong sangat lemah. Hal ini diduga
karena adanya pengaruh proses-proses pengolahan, penambahan asam, dan
penyimpanan permen jelly.
Beta-karoten merupakan salah satu pigmen dari karoten yang dapat
digunakan sebagai penawar yang kuat untuk oksigen reaktif dan radikal peroksil.
Betakaroten ini memiliki peran sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektron dari atomnya agar berikatan dengan elektron yang tidak berpasangan
dari radikal bebas tanpa menjadi radikal bebas baru. Sementara itu, vitamin C
berperan sebagai antioksidan dengan cara bekerja sebagai agen pereduksi.
Vitamin C dapat mereduksi dan memberikan elektronnya pada senyawa-
senyawa yang tidak berpasangan dan senyawa-senyawa yang reaktif tetapi tidak
radikal. Sayangnya kedua senyawa antioksidan ini sangat mudah rusak. Faktor-
faktor yang mempengaruhi kerusakan betakaroten dan vitamin C adalah suhu,
tekanan, pH, adanya O2 dan cahaya. Menurut Puspasari (2009), peningkatan
suhu perebusan dan dalam kondisi tertutup nyata menurunkan kandungan beta-
karoten pada sirup wortel. Oleh karena itu pada pembuatan permen jelly pepaya
ini kita menggunakan suhu pengeringan 50 0C untuk menghindari kerusakan
betakaroten. Betakaroten stabil pada pH yang cenderung netral sampai basa.
Pada pH di bawah 6, karotenoid akan mengalami isomerisasi. Sementara itu,
Vitamin C stabil pada pH 5,5 sampai 6,5 (Mukaromah, 2010)..
55
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
56
DAFTAR PUSTAKA
57
Badan Pusat Statistik. https://www.bps.go.id. Diakses pada 28 September 2016.
Badan Standarisasi Nasional. 2008. Kembang Gula Lunak. SNI 3547.2-2008.
Bubnis, W. A. 2000. Carrageenan. http://www.fmcbiopolymer.com/. Diakses
pada tanggal 6 Oktober 2016.
Bubnis, W. A. 2000. Carrageenan. http://www.fmcbiopolymer.com/. Diakses
pada 6 Maret 2017.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, and M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan.
Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Chairiyah, S. dan Almatsier. 2007. Pengaruh Konsentrasi Gum Konjac
Terhadap Mutu Cake Tepung Ketan. PATPI ISBN: 978- 979- 16456- 0-
7: 637 - 652.
Chaplin, M. 2004. Pektin. http://www.lsbu.ac.uk. Diakses pada tanggal 5 Oktober
2016.
deMan JM. 1989. Kimia Makanan. Padmawinata K, penerjemah. Institut
Teknologi Bandung. Bandung. Terjemahan dari: Principles of Food
Chemistry. hlm 190-212.
Diharmi, A., D. Fardiaz, et al.. 2011. Karakteristik Karagenan Hasil Isolasi
Euchuma Spinosum (Alga Merah) dari Perairan Semenep Madura.
Jurnal Perikanan dan Kelautan 16(1): 117-124.
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Departemen Kesehatan R.I.
Jakarta.
Erwinda, M. D. dan W. H. Susanto. 2014. Pengaruh pH Nira Tebu (Saccharum
officinarum) dan Konsentrasi Penambahan Kapur Terhadap Kualitas
Gula Merah. Jurnal Pangan dan Agroindustri 2(3): 54-64.
Fairus, S., haryono, A. Miranthi, dan A. Aprianto. 2010. Pengaruh Konsentrasi
HCl dan Waktu Hidrolisis Terhadap Perolehan Glukosa Yang
Dihasilkan Dari Pati Biji Nangka. Prosiding Seminar Nasional Teknik
Kimia “Kejuangan” Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan
Sumber Daya Alam Indonesia, Yogyakarta, pp. D02-1 – D02-6.
Fardiaz S. 1989. Hidrokoloid. Laboratorium Mikrobiologi Pangan PAU. IPB.
Bogor.
Farida A, 2008. Patiseri Jilid 3. Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Faridah, A. dan S. B. Widjanarko. 2014. Penambahan Tepung Porang Pada
Pembuatan Mi Dengan Substitusi Tepung Mocaf (Modified Cassava
Flour). J. Teknol. dan Industri Pangan 25(1): 98-105.
Faridah, A. dan S. B.Widjanarko. 2013. Optimization of Multilevel Ethanol
Leaching Process of Porang Flour (Amorphophallus muelleri) Using
58
Response Surface Methodology. Internasional Journal on Advanced
Science Engineering Information Technology, 3(2): 75-80.
Fitria, V. 2013. Karakterisasi Pektin Hasil Ekstraksi Dari Limbah Kulit Pisang
Kepok (Musa balbisiana ABB). Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Fitriningrum, R., Sugiyarto, dan A. Susilowati. 2013. Analisis Kandungan
Karbohidrat pada Berbagai Tingkat Kematangan Buah Karika (Carica
pubescens) di Kejajar dan Sembungan, dataran Tinggi Dieng, Jawa
Tengah. Bioteknologi. 10(1): 6-14.
FMCBiopolymer. 2001. Konjac Flour. FMC BioPolymer. Philadelphia.
Glicksman. 1983. Food and Hydrocolloids Volume II. CRC Press Inc. Florida
Hariyati, M. N. 2006. Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin Dari Limbah Proses
Pengolahan Jeruk Pontianak (Citrus nobilis var microcarpa). Skripsi.
IPB. Bogor.
Helmiyesi, R. B. Hastuti, dan E. Prihastanti. 2008. Pengaruh Lama Penyimpanan
Terhadap Kadar Gula dan Vitamin C pada Buah Jeruk Siam (Citrus noilis
var. microcarpa). Buletin Anatomi dan Fisiologi. 26(2): 33-37.
Hidayat, N. dan Ikarisztiana, K. 2004. Membuat Permen Jelly. Trubus
Agrisarana. Surabaya.
Imeson, A. P. 2000. Handbook of Hydrocolloids. CRC Press. New York
Indriani H. dan Emi S. 1991. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Rumput
Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.
Isnaini, L dan Yuniarti. 2014. Pengaruh Penambahan Gelling Agent Pada
Pembuatan Jelly Drink Nanas (Ananas comosus). UIN Malik Ibrahim.
Malang.
Jamaluddin, R. Molenaar, dan D. Tooy. 2014. Kajian Isotermi Sorpsi Air Dan
Fraksi Air Terikat Kue Pia Kacang Hijau Asal Kota Gorontalo. J.Ilmu
dan Teknologi Pangan, 2(1): 27-37.
Junaida, S. dan D. Utomo. 2016. Pengaruh Konsentrasi Penambahan Gula
Pasir Terhadap Kualitas Permenn Jelly Ekstrak Kulit Buah Naga
Putih (Hylocereus undatus). Jurnal Teknologi Pangan, 7 (1): 39-45.
Kaya, A. O. W. 2015. Perancangan Proses Pembuatan Gel Pengharum
Ruangan Berbasis Campuran Semirefined Carragenan dan
Glukomanan. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Boor.
Koswara, S. 2009. Teknologi Pembuatan Permen.
https://tekpan.unimus.ac.id/wp-content/.../07/TEKNOLOGI-PEMBUATAN-
PERMEN.pdf. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2016.
Kusnandar, F. 2011. Kimia Pangan Komponen Makro. Dian Rakyat. Jakarta.
Laos, A.K., E. Kirs, C.A. Kikkas, and D.T. Paalme. 2007. Crystallization of The
Saturated Sucrose Solution in The Presence of Fructose, Glucose,
59
and Corn Syrupe. Proseeding of European Congres of Chenical
Engineering (ECCE-6). Copenhagen, pp.: 231-237
Lubis, M. S. P., R. J. Nainggolan, dan E. Yusraini. 2014. Pengaruh
Perbandingan Nenas Dengan Pepaya dan Konsentrasi Gum Arab
Terhadap Mutu Fruit Leather. J.Rekayasa Pangan dan Pert., 2(3): 62-
68.
Madalena, Heriyanto, S. P. Hastuti, and L. Limantara. 2007. The Effect Of
Heating Time To The Content Of Pigments And Vitamin A In Cassava
(Manihot Esculenta Crantz) And Ceara-Rubber (Manihot Glaziovii
Muell. Arg) Leaves. Indo. J. Chem., 7 (1) 105 – 110.
Maitimu, C. V., A. M. Legowo, dan A. N. Al-Baari. 2013. Karakteristik
Mikrobiologis, Kimia Fisik, dan Organoleptik Susu Pasteurisasi
dengan Penambahan Ekstrak Daun Aileru (Wrightia calycina) Selama
Penyimpanan. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 2(1): 17.29.
Manasika, A. dan S. B. Widjanarko. 2015. Ekstraksi Pigmen Karotenoid Labu
Kabocha Menggunakan Metode Ultrasonik (Kajian Rasio Bahan :
Pelarut dan Lama Ekstraksi). Jurnal Pangan dan Agroindustri 3(3): 926-
938.
Medina., J.D.L.C., G.V. Guttierrez, and H.S. Garcia. 2003. PAWPAW: Post-
harvest Operation. INPhO-Post harvest Compendium. Food and
Agriculture Organization of the United Nations.
Mei Xu, Dong S.L., Bin Li, Chao Wang, Yu P.Z, Wen P Lv, and Bi J.X. 2012.
Comparative Study on Molecular Weight of Konjac Glucomannan by
Gel Permeation Chromatography-Laser Light Scattering-Refractive
Index and Laser Light-Scattering Methods. Journal of Spectroscopy
Volume 2013, Article ID685698.
Ming, R., and P.H. Moore. 2013. Genetics and Genomics of Papaya. Springer.
London.
Muawanah, A., I. Djajanegara, A. Sa’duddin, D. Sukandar dan N. Radiastuti.
2012. Penggunaan Bunga Kecombrang (Etlingera Elatior) Dalam
Proses Formulasi Permen Jelly. Jurnal Valensi 2(4): 526-533.
Muchtadi, D. 2001. SAYURAN SEBAGAI SUMBER SERAT PANGAN UNTUK
MENCEGAH TIMBULNYA PENYAKIT DEGENERATIF. JurnaL Teknd
Indwiri Pangan, 12(1): 61-71.
Mukaromah, U., S. H. Susetyorini, dan S. Aminah. 2010. Kadar Vitamin C, Mutu
Fisik, Ph Dan Mutu Organoleptik Sirup Rosella (Hibiscus sabdariffa,
L) Berdasarkan Cara Ekstraksi. Jurnal Pangan dan Gizi 1(1): 43-51.
Murdopo. 2014. Kadar Serat Pangan Dan Sifat Organoleptik Cookies Dengan
Penambahan Tepung Biji Kluwih (Antocarpus Communis) Dan
Angkak Sebagai Pewarna Alami. Skripsi. Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Surakarta.
60
Nalendra, H. 2015. Manfaat Pepaya bagi Tubuh Anda. http://www.kedokteran-
islam.net/2015/06/20/manfaat-pepaya-bagi-tubuh-anda/. Diakses pada
tanggal 5 Oktober 2016.
Natalia, I. 2011. Pengaruh Konsentrasi Gula Pasir, Asam Sitrat Dan Tingkat
Pemanasan Pada Gula Invert Yang Diaplikasikan Pada Selai Rosella
(Hibiscus sabdariffa) Ditinjau Dari Sifat Fisikokimia Dan Sensor.
Skripsi. Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang.
Nopwinyuwong, A., S. Trevanich, and P. Suppakul. 2010. Development of A
Novel Colorimetric Indicator Label for Monitoring Freshness
of Intrmediate-Moisture Dessert Spoilage. Journal of Talanta 81: 1127.
Novita, M., Satriana, dan E. Hasmarita. 2015. Kandungan Likopen dan
Karotenoid Buah Tomat (Lycopersicum pyriforme) Pada Berbagai Tingkat
Kematangan, Pengaruh Pelapisan Dengan Kitosan dan Penyimpanan.
Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia 7(1): 35-39.
Penroj, P., J. R. Mitchell., S. E. Hill., and W. Ganjanagunchorn. 2005. Effect of
Konjac Glucomannan Deacetylation on The Properties of Gels
Formed from Mixtures of Kappa Carrageenan and Konjac
Glucomannan. Carbohydrates Polymers, 59, 367 – 376.
Prastyaharast, L. dan E. Zubaidah. 2014. Evaluasi Pertumbuhan Lactobacillus
casei Dalam Medium Susu Skim Yang Disubstitusi Tepung Beras
Merah. Jurnal Pangan dan Agroindustri 2(4): 285-296.
Purwoko. 2010. Pembuatan Pektin Dari Buah Pepaya (Carica papaya L.) Sisa
Sadap. Jurnal Teknologi Industri Pertanian 12(1): 8-13.
Puspasari, D. P. W. 2009. Pengaruh Penutupan Dan Suhu Pada Proses
Perebusan Terhadap Karakteristik Sirup Wortel (Daucus carota L.).
AGROTEKNO, 15(1): 25-29.
Rahmawati, D. 2014. Gula invert.
Htpps://www.scribd.com/user.92975129/Desita-Rahmawati. Diakses
tanggal 6 Maret 2017.
Rowe, R.C., P.J. Sheskey, and S.C. Owen. 2006. Handbook Of
Pharmaceutical Exipients Fifth Edition. Pharmaceutical Press. London.
Rukmana, Rahmat. 2012. Seri Budi Daya Pepaya. Kanisius. Yogyakarta.
Safitri, A. A. 2012. Studi Pembuatan Fruit Leather Mangga-Rosella. Skripsi.
Universitas Hasanuddin. Makasar.
Safuadah, S. 2015. Teknologi Confectionery – Permen Jelly.
http://sarahtsafuadah.blog.upi.edu/2015/11/08/teknologi-confectionery-
permen-jelly/. Diakses pada tanggal 6 Oktober 2016.
Santana, P., N. Huda., dan T.A. Yang. 2012. Technology for Production of
Surimi Powder and Potential of Applications. International Food
Research Journal 19(4): 1313-1323.
61
Santoso, A. 2011. Serat Pangan (Dietary Fiber) dan Manfaatnya Bagi
Kesehatan. Magistra No. 75 Th. XXIII: 35-40.
Satriyanto, B. S. B. Widjanarko, dan Yunianta. 2012. Stabilitas Warna Ekstrak
Buah Merah (Pandanus conoideus) Terhadap Pemanasan Sebagai
Sumber Potensial Pigmen Alami. Jurnal Teknologi Pertanian, 13(3):
157-168.
Setiaji, A. 2009. Efektifitas Ekstrak Daun Pepaya Carica papaya L. Untuk
Pencegahan dan Pengobatan Ikan Lele Dumbo Clarias sp. yang
Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Sharma, K. 2008. Comparing sensory experience in bitter taste perception
of phenylthiocarbamide within and between human twins and
singletons: intrapair differences in thresholds and genetic variance
estimates. J. Anthropol Anz 66(2):211-24
Shofian, N. M., A. A. Hamid, A. Osman, N. Saari, F. Anwar, M. S. P. Dek, and R.
Hairuddin. 2011. Effect of Freeze-Drying on the Antioxidant
Compounds and Antioxidant Activity of Selected Tropical Fruits. Int.
J. Mol. Sci. 12: 4678-4692.
Silaban, S. D., E. Prihastanti, dan E. Saptiningsih. 2013. Pengaruh Suhu dan
Lama Penyimpanan Terhadap Kandungan Total Asam, Kadar Gula
serta Kematangan Buah Terung Belanda (Chphomandra betacea
Sent.). Buletin Anatomi dan Fisiologi. 21(1): 35-63.
Sinurat, E. dan Murniyanti. 2014. Pengaruh Waktu dan Suhu Pengeringan
Terhadap Kualitas Permen Jeli. JPB Perikanan, 9(2): 133–142.
Siregar, R. 2008. Pengaruh Konsentrasi Natrium Benzoat dan Lama
Penyimpanan Terhadap Mutu Mermalade Sirsak (Annona muricata
L). Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Subaryono dan B.S.B. Utomo. 2006. Penggunaan Campuran Karaginan dan
Konjak dalam Pembuatan Permen Jelly. Jurnal Pascapanen dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan 1(1): 10-26.
Sudaryati, H.P. dan T. Mulyani. 2003. The Manufacture of Lemon Jelly Candy
by The Addition of Gelatin and Glucose – Sucrose Proportion.
Prosiding Seminar Nasional dan Pertemuan Tahunan Perhimpunan Ahli
Teknologi Pangan Indonesia (PATPI). Yogyakarta.
Sujiprihati, S. dan K. Suketi.2009. Budidaya Pepaya Unggul. Penebar
Swadaya. Depok.
Sundari, D., Almasyhuri, dan A. Lamid. 2015. Pengaruh Proses Pemasakan
Terhadap Komposisi Zat Gizi Bahan Pangan Sumber Protein. Media
Litbangkes, 25(4): 235 – 242.
Suprapti, M. S. 2009. Aneka Olahan Mentah dan Mengkal. Kanisius.
Yogyakarta.
62
Susmiati. 2007. Peran Serat Makanan (Dietary Fiber) Dari Aspek
Pemeliharaan Kesehatan, Pencegahan dan Terapi Penyakit. Majalah
Kedokteran Andalas, 31(2).
Suwarno., R. D. Ratnani, dan I. Hartati. 2015. Proses Pembuatan Gula Invert
Dari Sukrosa Dengan Katalis Asam Sitrat, Asam Pektat dan Asam
Klorida. Momentum 11(2)L 99-103.
Suyanti, Setyadjit, dan A.B. Arif. 2012. Produk Diversifikasi Olahan Untuk
Meningkatkan Nilai Tambah dan Mendukung Pengembangan Buah
Pepaya (Carica Papaya L) di Indonesia. Buletin Teknologi Pascapanen
Pertanian 8(2): 62-70.
Thomas D.J., W.A. Atwell. 1999. Starches. The American Association of Cereal
Chemist Inc. Minnesota.
Thurgood, J. E. 2009. The Effect of Lipids on Recognition Threholds and
Intensity Ratings of the Five Basic Taste. Thesis. Utah State
University.
Tiancheng, L.I., Peng Zhou, dan T.P. Labuza. 2009. Effect of Sucrose
Crystallization and Moisture Migration on the Structural Changes of
a Coated Intermediate Moisture Food. International Journal Chem, Eng,
China 3(4): 346.
Toussaint, Samat, Maguelonne. 2009. The History of Food. Blackwell. London.
Towle, G.A. 1973. Carrageenan. In Industrial Gums. R.L. Wistler and Be.
Miller. S.N. (eds) Academic Press. London.
Trissanthi, C. M. dan W. H. Susanto. 2016. Pengaruh Konsentrasi Asam Sitrat
dan Lama Pemanasan Terhadap Karakteristik Kimia dan
Organoleptik Sirup Alang-alang (Imperata cylindrical). Jurnal Pangan
dan Agroindustri 4(1): 180-189.
Tuhuloula, A., L. Budiyarti, dan E. N. fitriana. 2013. Karakterisasi Pektin dengan
Memanfaatkan Limbah Kulit Pisang Menggunakan Metode Ekstraksi.
Konversi. 2(1): 21-27.
Udin, F. 2013. Kajian Pengaruh Penggunaan Campuran Karaginan dan
Konjak, dan Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica Val.) Terhadap
Karakteristik Permen Jelly. Skripsi. UNS. Surakarta.
Usman, M. 2015. Health Benefit of Papaya. JD-Biz Publishing. Canada.
Verawaty. 2008. Pemetaan Tekstur dan Karakteristik Gel Hasil Kombinasi
Karagenan dan Konjak. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wahyuni, D. T. dan S. B. Widjanarko. 2015. Pengaruh Jenis Pelarut dan Lama
Ekstraksi Terhadap Ekstrak Karotenoid Labu Kuning Dengan Metode
Gelombang Ultrasonik. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 3(2): 390-401.
63
Wahyuni, R. 2011. Pemanfaatan Kulit Buah Naga Super Merah (Hylicereus
costaricensis) Sebagai Sumber Antioksidan dan Pewarna Alami
Pada Pembuatan Jelly. Jurnal Teknologi Pangan 2(1): 68-85.
Wijana, S., A.F. Mulyadi, dan T.D.T. Septivirta. 2011. Pembuatan Permen Jelly
dari Buah Nanas (Ananas comosus L.) Subgrade (Kajian
Konsentrasi Karagenan dan Gelatin). Skripsi. Universitas Brawijaya.
Malang.
Winarno, F. G.. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Wirakusumah, E. S. 2007. Jus Buah dan Sayuran. Penebar Swadaya. Depok.
Yuliani, H.R. 2011. Karakterisasi Selai Tempurung Kelapa Muda. Prosiding
Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” Pengembangan Teknologi
Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia, Yogyakarta, pp.
D01-1 - D01-6.
Zulfaini, F., 2004. Pengaruh Perbandingan Konsentrasi Sukrosa dengan
High Fructose Syrup (HFS) dan Konsentrasi Pektin terhadap Mutu
Permen Jelly. Skripsi. USU. Medan.
64
LAMPIRAN
65
1.3 Analisa Total Asam (AOAC, 1990)
a. Standarisasi NaOH
- Sebanyak 0.1 g asam oksalat ((COOH)22H2O) (BM = 126) ditimbang lalu
dimasukan ke dalam enlenmeyer 250 ml
- Ditambahkan 25 ml aquades
- Ditambahkan indicator PP sebanyak 2-3 tetes
- Dititrasi dengan larutan NaOH hingga terbentuk warna merah muda yang
bertahan selama 15 detik
- Normalisasi NaOH dihitung menggunakan rumus:
b. Persiapan sampel
- Sampel sebanyak 10 ml dilarutkan menjadi 100 ml dalam labu takar,
kemudian ditambahkan aquades sampai tanda tera, selanjutnya
dihomogenkan dan disaring
- Filtrate diambil 10 ml dan dimasukan ke dalam Erlenmeyer, ditambahkan
2-3 tetes indicator PP
- Dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N sampai terjadi perubahan warna
menjadi biru dan warna tersebut tidak berubah kembali selama 30 detik
- Total asam tertitrasi dihitung menggunkan rumus:
Keterangan:
Ml NaOH : Jumlah larutan NAOH untuk titrasi (ml)
N NaOH : Normalitas NaOH 0.1
Grek : Berat ekivalen asam sitrat (64 g/mol)
FP : Faktor pengenceran (ml)
66
- Disiapkan 7 tabung reaksi, masing-masing diisi dengan 1 ml larutan
glukosa standar tersebut, satu tabung diisi air suling sebagai blanko
- Ditambahkan ke dalam masing-masing tabung reaksi tersebut 1 ml
reagen Nelson, selanjutnya seluruh tabung dipanaskan dalam air
mendidih selama 20 menit.
- Dilakukan pendinginan seluruh tabung dalam gelas beaker yang berisi air
dingin hingga mencapai suhu ruang
- Ditambahkan 1 ml reagen arsenomoblidat, dihomogenkan hingga semua
endapan CuO2 yang ada larut kembali
- Setelah semua endapan CuO2 larut sempurna, ditambahkan 7 ml air
suling dan dihomogenkan.
- Nilai OD (Optical DensityI) diperoleh dari pembacaan nilai spektofotometri
pada panjang gelombang 540 nm
- Dibuat kurva standar hubungan antara absorbansi (nilai OD) dengan
konsentrasi glukosa
b. Penetapan sampel
- Disiapkan larutan smapel yang memiliki kadar gula reduksi sekitar 28
mg/100 ml. perlu diperhatikan bahwa larutan sampel ini harus jernih. Jika
diperoleh larutan sampel yang keruh dan berwarna maka perlu dilakukan
penjernihan terlebih dahullu dnegan menggunakan Pb astetat atau bubur
ammonium hidroksida
- 1ml larutan sampel yang jernih dipipet ke dalam tabung reaksi
- Ditambahkan 1 ml reagen Nelson dan diperlukan seperti pada persiapan
kurva standar diatas.
- Gula reduksi dapat ditentukan berdasarkan OD larutan sampel dan
dimasukan dalam persamaan kurva standar yang diperoleh.
67
b. Bubur tomat ditimbang sebanyak 50 mg dan dimasukkan ke dalam labu
ukur 100 ml. akuades panas sebanyak 40 ml dimasukkan ke dalam labu
ukur dan ditunggu hingga dingin. Setelah akuades menjadi dingin, ke
dalam labu ukur ditambahkan lagi akuades sampai tanda batas.
c. Labu ukur diletakkan di atas penangas air selama 1 jam, kemudian
didinginkan dan disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman
n0 40.
d. Ekstrak dipipet sebanyak 25 ml, kemudian dimasukkan ke dalam beaker
glass 400 ml. ditambahkan 6,25 ml HCl 0,5 N dan 125 ml HCl-Alkohol
0,1N, kemudian dibiarkan selama 1 malam.
e. Larutan disaring dengan kertas saring Whatman no 40. Endapan
dimasukkan ke dalam beaker glass, dan kertas saring disemprot dengan
akuades panas agar semua endapan bisa masuk ke dalam beaker glass.
Larutan didinginkan, kemudian ditambah dengan 10 ml NaOH 0,1N dan
diencerkan sampai volume 150 ml, larutan dibiarkan selama 1 malam.
f. Larutan diasamkan dengan 50 ml CH3COOH 1N dan 5 ml Cacl. Larutan
dibiarkan 1 jam, kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring
Whatman no 40 yang sudah diketahui beratnya. Endapan dicuci dengan
larutan CH3COOH-Alkohol.
g. Kertas saring dan isinya dikeringkan pada 1100C sampai berat konstan
selama 3-5 jam. Keudian didinginkan dalam deksikator dan ditimbang.
Panaskan lagi dalam oven 1 jam, dinginkan dalam deksikator dan
ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan.
h. Kadar pektin dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Dimana:
a = berat konstan kertas saring dan endapan
b = berat konstan kertas saring
c = berat sampel
68
dimasukkan dalam larutan sampel. Angka yang ditunjukkan oleh pH meter
merupakan besarnya pH dari sampel. Apabila sampel padat, sampel dilarutkan
pada aquades pH netral terlebih dahulu.
Warna dapat diukur secara modern dengan color reader seri CR -10.
Color reader adalah alat pengukur warna yang didesain dengan tiga reseptor
sehingga mampu membedakan warna akurat antara terang dan gelap. Prinsip
kerja color reader adalah system pemaparan warna dengan menggunakan
system CIE dengan tiga reseptor yaitu L, a, b Hunter, lambang L menunjukkan
tingkat kecerahan berdasarkan warna putih, lambang a menunjukkan kemerahan
atau kehijauan, dan lambang b menunjukkan kekuningan atau kebiruan.
Cara kerja alat ini adalah ditempelkan pada sampel yang akan diuji
intensitas warnanya, kemudian tombol pengujian ditekan sampai berbunyi atau
lampu menyala dan akan memunculkan dalam bentuk angka dan kemudian
diukur pada grafik untuk mengetahui spesifikasi warna.
69
kesukaan atau ketidaksukaan konsumen terhadap suatu produk tertentu. Panelis
diminta tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan melalui
skala kesukaan. Skala hedonik dinyatakan dalam angka yaitu 5 (sangat suka), 4
(suka), 3 (agak suka), 2 (tidak suka) dan 1 (sagat tidak suka). Sampel disajikan
kepada 30 panelis tidak terlatih (mahasiswa FTP) di lingkungan Universitas
Brawijaya Malang. Setiap panelis dihadapkan pada sembilan sampel dan
diberikan kebebasan untuk memberikan penilaian beradasarkan tingkat
kesukaannya.
∑
1/2
∑
4. Perlakuan terbaik dipilih dari perlakuan yang mempunyai nilai L1, L2, dan L
terendah.
70
1.11 Analisa Kadar Serat Kasar (Sudarmadji dkk., 1997)
Prosedur analisa kadar serat kasar adalah sebagai berikut:
a. Sampel ditimbang sebanyak 1 gram.
b. Sampel dipindahkan ke dalam erlenmeyer.
c. Kemudian ditambahkan 200 ml H2SO4 mendidih (1,25 gram H2SO4 pekat/
100 ml 0,255 N) dan ditutup dengan pendingin balik, didihkan selama 60
menit dengan kadangkala digojog.
d. Saring suspensi melalui kertas saring halus dan residu yang tertinggal
dalam erlenmeyer dicuci dengan akuades mendidih.
e. Cucilah residu dalam kertas saring sampai air cucian tidak bersifat asam
lagi (uji dengan kertas lakmus)
f. Pindahkan secara kuantitatif residu dari kertas saring ke dalam
erlenmeyer kembali dengan spatula dan sisanya dicuci dengan NaOH
mendidih 0,313 N sebanyak 200 ml sampai semua residu masuk ke
erlenmeyer.
g. Didihkan dengan pendingin balik sambil digoyang-goyangkan selama 60
menit.
h. Bahan disaring dengan menggunakan kertas saring yang telah
dikeringkan (diketahui beratnya).
i. Setelah itu, kertas saring dicuci dengan 20 ml K2SO4 10%, kemudian
akuades mendidih hingga netral dan 15 ml alkohol. Residu beserta kertas
saring dikeringkan dalam oven bersuhu 110⁰C selama 1 jam.
Keterangan:
a = bobot residu dalam kertas saring yang telah dikeringkan (gram)
b = bobot kertas saring (gram)
w = bobot sampel (gram)
71
b. Sampel yang sudah halus ditambahkan 20 ml etanol 96% dan dimaserasi
selama 4 jam.
c. Hasil maserasi di masukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan
etanol 96% sampai tanda batas dan dihomogenkan.
d. Kemudian dilakukan pengenceran dengan konsentrasi 1000, 1500, 2000,
2500, dan 3000 ppm.
e. Masing-masing dari pengenceran dipipet sebanyak 2 ml dan dimasukkan
ke dalam tabung reaksi.
f. Kemudian ditambahkan DPPH sebanyak 1 ml dan diinkubasi pada
kondisi gelap selama 30 menit.
g. Larutan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm.
72
Lampiran 2. Kuisioner Uji Organoleptik
Dihadapan Saudara disajikan 9 sampel produk permen jelly. Cicipi sampel secara
berurutan dari kiri ke kanan. Panelis dipersilahkan untuk meminum air terlebih dahulu
sebelum mencicipi sampel. Dihadapan anda terdapat produk permen jelly, anda diminta
memberikan penilaian terhadap parameter yang disediakan (rasa, aroma, warna, dan
tekstur) sesuai dengan tingkat kesukaan anda. Tulislah penilaian anda pada tabel yang
tersedia sesuai kode sampel yang anda cicip. Pernyataan yang objektif sangat
membantu saya. Hasil penilaian anda diyatakan dalam angka dengan ketentuan sebagai
berikut:
Kode Atribut
sampel Rasa Aroma Warna Tekstur
328
194
547
062
241
422
575
485
163
Kritik dan saran :
73
Lampiran 3. Data Analisis Kimia Permen Jelly Pepaya
1. Kadar air
Ulangan
Perlakuan Jumlah Rerata STDEV
I III
K1A1 19.54 19.56 39.10 19.55 0.01
K1A2 18.24 18.41 36.65 18.33 0.12
K1A3 19.97 19.21 39.18 19.59 0.54
K2A1 17.35 16.93 34.28 17.14 0.30
K2A2 17.44 17.12 34.56 17.28 0.23
K2A3 17.23 18.32 35.55 17.78 0.77
K3A1 15.52 15.66 31.18 15.59 0.10
K3A2 15.84 16.24 32.08 16.04 0.28
K3A3 17.90 15.47 33.37 16.69 1.72
2. Kadar abu
Ulangan
Perlakuan Jumlah Rerata STDEV
I II III
K1A1 1,76 2,25 2,29 6,30 2,10 0,30
K1A2 2,21 2,17 1,98 6,36 2,12 0,12
K1A3 2,06 2,08 1,82 5,96 1,99 0,14
K2A1 2,97 2,58 2,69 8,24 2,75 0,20
K2A2 2,54 2,90 3,47 8,91 2,97 0,47
K2A3 2,76 2,59 2,66 8,01 2,67 0,09
K3A1 2,72 3,24 3,07 9,03 3,01 0,27
K3A2 2,64 3,73 3,63 10,00 3,33 0,60
K3A3 2,93 2,99 3,09 9,01 3,00 0,08
74
3. Total Asam
Ulangan
Perlakuan Jumlah Rerata STDEV
I II III
K1A1 0,4145 0,5165 0,4790 1,4100 0,4700 0,0516
K1A2 0,5540 0,4820 0,4798 1,5158 0,5053 0,0422
K1A3 0,5528 0,5864 0,5479 1,6871 0,5624 0,0210
K2A1 0,5195 0,5168 0,4781 1,5144 0,5048 0,0232
K2A2 0,5186 0,5852 0,5458 1,6496 0,5499 0,0335
K2A3 0,6566 0,5851 0,6183 1,8600 0,6200 0,0358
K3A1 0,4144 0,5170 0,4446 1,3760 0,4587 0,0527
K3A2 0,5198 0,5516 0,5468 1,6182 0,5394 0,0171
K3A3 0,5527 0,6180 0,5705 1,7412 0,5804 0,0338
4. Nilai pH
Ulangan
Perlakuan Jumlah Rerata STDEV
I II III
K1A1 6,4 6,2 6,4 19,00 6,33 0,12
K1A2 6,0 5,9 5,9 17,80 5,93 0,06
K1A3 5,9 5,8 5,8 17,50 5,83 0,06
K2A1 6,3 6,2 6,1 18,60 6,20 0,10
K2A2 5,9 5,7 5,9 17,50 5,83 0,12
K2A3 5,5 5,5 5,6 16,60 5,53 0,06
K3A1 6,1 6,3 6,2 18,60 6,20 0,10
K3A2 6,2 5,9 6,2 18,30 6,10 0,17
K3A3 5,6 5,7 5,7 17,00 5,67 0,06
75
Uji Lanjut DMRT (K x A)
K (% A (% Nilai
Nilai pH Urutan Sd DMRTα Notasi
b/b) b/b) R
2 0,1 6,2 5,5 2,998 0,1666 a
2 0,2 5,8 5,7 3,144 0,1747 ab
2 0,3 5,5 5,8 3,235 0,1749 bc
3 0,1 6,2 5,8 3,297 0,1832 bc
3 0,2 6,1 5,9 3,343 0,0556 0,1857 cd
3 0,3 5,7 6,1 3,376 0,1876 de
4 0,1 6,3 6,2 3,402 0,1890 ef
4 0,2 5,9 6,2 3,422 0,1901 ef
4 0,3 5,8 6,3 0,0000 f
5. Gula Reduksi
Ulangan
Perlakuan Jumlah Rerata STDEV
I II III
K1A1 15,27 15,59 17,05 47,91 15,97 0,95
K1A2 20,46 18,63 21,45 60,55 20,18 1,43
K1A3 20,37 19,13 19,08 58,59 19,53 0,73
K2A1 12,69 12,99 14,81 40,49 13,50 1,14
K2A2 13,86 14,61 16,54 45,01 15,00 1,38
K2A3 20,17 16,27 17,70 54,14 18,05 1,97
K3A1 17,68 19,19 16,83 53,69 17,90 1,20
K3A2 19,12 19,33 25,58 64,03 21,34 3,67
K3A3 26,51 24,04 26,14 76,70 25,57 1,33
76
Lampiran 4, Data Analisis Fisik Permen Jelly Pepaya
1. Kekerasan
Ulangan
Perlakuan Jumlah Rerata STDEV
I II III
K1A1 20,60 24,30 22,80 67,70 22,57 1,86
K1A2 22,60 19,90 18,30 60,80 20,27 2,17
K1A3 23,30 11,40 22,50 57,20 19,07 6,65
K2A1 25,10 25,60 23,80 74,50 24,83 0,93
K2A2 22,70 22,60 23,00 68,30 22,77 0,21
K2A3 24,50 23,20 23,60 71,30 23,77 0,67
K3A1 19,70 26,60 24,40 70,70 23,57 3,52
K3A2 25,30 25,80 24,90 76,00 25,33 0,45
K3A3 27,70 28,30 26,20 82,20 27,40 1,08
77
Uji Lanjut DMRT (K x A)
K (% A (% Nilai Kecerahan Nilai
Urutan Sd DMRTα Notasi
b/b) b/b) (L*) R
2 0,1 37,77 36,67 2,998 1,0322 a
2 0,2 37,73 37,73 3,144 1,0825 b
2 0,3 38,27 37,77 3,235 1,1138 b
3 0,1 39,93 37,80 3,297 1,1352 b
3 0,2 38,13 38,13 3,343 0,3443 1,1510 b
3 0,3 36,67 38,27 3,376 1,1624 b
4 0,1 38,60 38,37 3,402 1,1713 b
4 0,2 38,37 38,60 3,422 1,1782 b
4 0,3 37,80 39,93 - 0,0000 c
78
4. Nilai Kekuningan (b*)
Ulangan
Perlakuan Jumlah Rerata STDEV
I II III
K1A1 5,20 7,10 5,60 17,90 5,97 1,00
K1A2 4,50 7,10 5,10 16,70 5,57 1,36
K1A3 3,70 7,20 5,70 16,60 5,53 1,76
K2A1 4,30 7,20 6,30 17,80 5,93 1,48
K2A2 5,10 7,40 6,30 18,80 6,27 1,15
K2A3 4,50 7,20 7,00 18,70 6,23 1,50
K3A1 4,60 7,50 5,00 17,10 5,70 1,57
K3A2 4,20 5,90 5,30 15,40 5,13 0,86
K3A3 4,80 6,50 6,00 17,30 5,77 0,87
79
Lampiran 5. Data Analisis Ragam Kadar Air
80
Lampiran 6. Data Analisis Ragam Kadar Abu
81
Lampiran 7. Data Analisis Ragam Total Asam
82
Lampiran 8. Data Analisis Ragam Nilai pH
83
Lampiran 9. Data Analisis Ragam Gula Reduksi
84
Lampiran 10. Data Analisis Ragam Kekerasan
85
Lampiran 11. Data Analisis Ragam Nilai Kecerahan (L*)
86
Lampiran 12. Data Analisis Ragam Nilai Kemerahan (a*)
87
Lampiran 13. Data Analisis Ragam Nilai Kekuningan (b*)
88
Lampiran 14. Data Analisis Hedonik Rasa
89
Lampiran 15. Data Analisis Hedonik Aroma
90
Lampiran 16. Data Analisis Hedonik Warna
91
Lampiran 17. Data Analisis Hedonik Tekstur
92
Lampiran 18. Data Analisis Korelasi Antara Total Asam dengan pH
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 1 0.45601 0.45601 26.81 0.001
Residual Error 7 0.11905 0.01701
Total 8 0.57506
6.2
6.1
6.0
pH
5.9
5.8
5.7
5.6
5.5
0.450 0.475 0.500 0.525 0.550 0.575 0.600
Total Asam
93
Lampiran 19. Data Analisis Perlakuan Terbaik
Parameter K1A1 K1A2 K1A3 K2A1 K2A2 K2A3 K3A1 K3A2 K3A3
Kadar air 19,6 18,3 19,6 17,1 17,3 17,8 15,6 16,0 16,7
Total Asam 0,4700 0,5053 0,5624 0,5048 0,5499 0,6200 0,4587 0,5394 0,5804
pH 6,2 5,8 5,5 6,2 6,1 5,7 6,3 5,9 5,8
Kadar Gula 15,97 20,18 19,53 13,50 15,00 18,05 17,90 21,34 25,57
reduksi
Kadar abu 2,10 2,50 1,99 2,75 3,04 2,67 3,01 3,33 3,00
Kekerasan 22,6 20,3 19,1 24,8 22,7 23,8 23,6 25,3 27,4
L 37,8 37,7 38,3 39,9 38,1 36,7 38,6 38,4 37,8
a 10,0 6,7 8,4 9,0 7,2 6,9 7,3 6,6 6,5
b 6,0 5,6 5,5 5,9 6,3 6,2 5,7 5,1 5,8
Rasa 3,2 2,9 3,4 3,3 3,3 3,1 3,0 2,4 2,7
Aroma 2,8 2,8 2,8 2,6 2,9 2,9 2,7 2,3 2,7
Warna 3,5 3,5 3,6 3,4 3,5 3,4 3,4 2,7 3,0
Tekstur 2,3 3,5 3,6 2,9 3,5 3,4 2,9 2,7 3,0
Dk
Kadar air 0,797 0,851 0,796 0,910 0,902 0,877 1,000 0,972 0,934
Total Asam 0,758 0,815 0,907 0,814 0,887 1,000 0,740 0,870 0,936
pH 0,892 0,949 1,000 0,892 0,907 0,976 0,874 0,933 0,949
Kadar gula 0,625 0,789 0,764 0,528 0,587 0,706 0,700 0,835 1,000
reduksi
Kadar abu 0,948 0,796 1,000 0,724 0,655 0,745 0,661 0,598 0,663
Kekerasan 0,845 0,941 1,000 0,768 0,840 0,802 0,809 0,753 0,696
L 0,946 0,945 0,958 1,000 0,955 0,918 0,967 0,961 0,947
a 1,000 0,672 0,843 0,906 0,726 0,689 0,736 0,659 0,652
b 0,952 0,888 0,883 0,947 1,000 0,995 0,910 0,819 0,920
Rasa 0,941 0,871 1,000 0,980 0,990 0,921 0,891 0,713 0,802
Aroma 0,954 0,966 0,977 0,908 1,000 0,989 0,920 0,793 0,920
Warna 0,981 0,963 1,000 0,935 0,963 0,944 0,935 0,759 0,833
Tekstur 0,639 0,963 1,000 0,815 0,963 0,944 0,815 0,759 0,833
1-dk
Kadar air 0,203 0,149 0,204 0,090 0,098 0,123 0,000 0,028 0,066
Total Asam 0,242 0,185 0,093 0,186 0,113 0,000 0,260 0,130 0,064
pH 0,108 0,051 0,000 0,108 0,093 0,024 0,126 0,067 0,051
Kadar gula 0,375 0,211 0,236 0,472 0,413 0,294 0,300 0,165 0,000
reduksi
Kadar abu 0,052 0,204 0,000 0,276 0,345 0,255 0,339 0,402 0,337
Kekerasan 0,155 0,059 0,000 0,232 0,160 0,198 0,191 0,247 0,304
L 0,054 0,055 0,042 0,000 0,045 0,082 0,033 0,039 0,053
a 0,000 0,328 0,157 0,094 0,274 0,311 0,264 0,341 0,348
b 0,048 0,112 0,117 0,053 0,000 0,005 0,090 0,181 0,080
Rasa 0,059 0,129 0,000 0,020 0,010 0,079 0,109 0,287 0,198
94
Aroma 0,046 0,034 0,023 0,092 0,000 0,011 0,080 0,207 0,080
Warna 0,019 0,037 0,000 0,065 0,037 0,056 0,065 0,241 0,167
Tekstur 0,361 0,037 0,000 0,185 0,037 0,056 0,185 0,241 0,167
(1-dk)2
Kadar air 0,041 0,022 0,042 0,008 0,010 0,015 0,000 0,001 0,004
Total Asam 0,059 0,034 0,009 0,035 0,013 0,000 0,068 0,017 0,004
pH 0,012 0,003 0,000 0,012 0,009 0,001 0,016 0,005 0,003
Kadar gula 0,141 0,044 0,056 0,223 0,171 0,087 0,090 0,027 0,000
reduksi
Kadar abu 0,003 0,042 0,000 0,076 0,119 0,065 0,115 0,162 0,113
Kekerasan 0,024 0,004 0,000 0,054 0,026 0,039 0,036 0,061 0,092
L 0,003 0,003 0,002 0,000 0,002 0,007 0,001 0,002 0,003
a 0,000 0,107 0,025 0,009 0,075 0,097 0,070 0,116 0,121
b 0,002 0,012 0,014 0,003 0,000 0,000 0,008 0,033 0,006
Rasa 0,004 0,017 0,000 0,000 0,000 0,006 0,012 0,082 0,039
Aroma 0,002 0,001 0,001 0,008 0,000 0,000 0,006 0,043 0,006
Warna 0,000 0,001 0,000 0,004 0,001 0,003 0,004 0,058 0,028
Tekstur 0,130 0,001 0,000 0,034 0,001 0,003 0,034 0,058 0,028
dk*λ
Kadar air 0,061 0,065 0,061 0,070 0,069 0,067 0,077 0,075 0,072
Total Asam 0,058 0,063 0,070 0,063 0,068 0,077 0,057 0,067 0,072
pH 0,069 0,073 0,077 0,069 0,070 0,075 0,067 0,072 0,073
Kadar gula 0,048 0,061 0,059 0,041 0,045 0,054 0,054 0,064 0,077
reduksi
Kadar abu 0,073 0,061 0,077 0,056 0,050 0,057 0,051 0,046 0,051
Kekerasan 0,065 0,072 0,077 0,059 0,065 0,062 0,062 0,058 0,054
L 0,073 0,073 0,074 0,077 0,073 0,071 0,074 0,074 0,073
a 0,077 0,052 0,065 0,070 0,056 0,053 0,057 0,051 0,050
b 0,073 0,068 0,068 0,073 0,077 0,077 0,070 0,063 0,071
Rasa 0,072 0,067 0,077 0,075 0,076 0,071 0,069 0,055 0,062
Aroma 0,073 0,074 0,075 0,070 0,077 0,076 0,071 0,061 0,071
Warna 0,075 0,074 0,077 0,072 0,074 0,073 0,072 0,058 0,064
Tekstur 0,049 0,074 0,077 0,063 0,074 0,073 0,063 0,058 0,064
λ2(1-dk)2
Kadar air 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Total Asam 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
pH 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Kadar gula 0,001 0,000 0,000 0,001 0,001 0,001 0,001 0,000 0,000
reduksi
Kadar abu 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001
Kekerasan 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
L 0,000 0,001 0,000 0,000 0,000 0,001 0,000 0,001 0,001
a 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
b 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
95
Rasa 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Aroma 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Warna 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Tekstur 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
λ(1-dk)
Kadar air 0,016 0,011 0,016 0,007 0,008 0,009 0,000 0,002 0,005
Total Asam 0,019 0,014 0,007 0,014 0,009 0,000 0,020 0,010 0,005
pH 0,008 0,004 0,000 0,008 0,007 0,002 0,010 0,005 0,004
Kadar gula 0,029 0,016 0,018 0,036 0,032 0,023 0,023 0,013 0,000
reduksi
Kadar abu 0,004 0,016 0,000 0,021 0,027 0,020 0,026 0,031 0,026
Kekerasan 0,012 0,005 0,000 0,018 0,012 0,015 0,015 0,019 0,023
L 0,004 0,004 0,003 0,000 0,003 0,006 0,003 0,003 0,004
a 0,000 0,025 0,012 0,007 0,021 0,024 0,020 0,026 0,027
b 0,004 0,009 0,009 0,004 0,000 0,000 0,007 0,014 0,006
Rasa 0,005 0,010 0,000 0,002 0,001 0,006 0,008 0,022 0,015
Aroma 0,004 0,003 0,002 0,007 0,000 0,001 0,006 0,016 0,006
Warna 0,001 0,003 0,000 0,005 0,003 0,004 0,005 0,019 0,013
Tekstur 0,028 0,003 0,000 0,014 0,003 0,004 0,014 0,019 0,013
Σ dk*λ 0,868 0,878 0,933 0,856 0,875 0,885 0,843 0,802 0,853
L1 0,132 0,122 0,067 0,144 0,125 0,115 0,157 0,198 0,147
L2 0,002 0,001 0,001 0,002 0,002 0,002 0,002 0,003 0,002
L∞ 0,198 0,198 0,198 0,198 0,198 0,198 0,198 0,198 0,198
Total 0,333 0,322 0,266 0,344 0,325 0,314 0,357 0,399 0,347
Λ 0,077
λ2 0,006
96
Lampiran 20. Bahan-bahan Permen Jelly Pepaya
97
Lampiran 21. Proses Pembuatan Permen Jelly Pepaya
Pencampuran Pemasakan
Pencetakan
98
Pemotongan
99