Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kekayaan flora, Indonesia di yakini memiliki berbagai macam

tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat (Ma’at, 2009). Pengobatan

dan pendayagunaan obat tradisional merupakan salah satu komponen program

pelayanan kesehatan dasar, serta merupakan suatu alternatif untuk memenuhi

kebutuhan dasar penduduk di bidang kesehatan (Adnan, 2010).

Penggunaan tanaman sebagai obat telah lama dikenal oleh masyarakat

Indonesia. Penggunaan tanaman sebagai obat diperoleh melalui pengalaman

empiris secara turun temurun. Penggunaan tanaman obat secara tradisional

dilakukan dengan cara direbus, dimakan langsung, ataupun diperas diambil

sarinya. Penggunaan tanaman sebagai obat tradisional memiliki beberapa

keuntungan, antara lain adalah relatif lebih aman, mudah diperoleh, tidak

menimbulkan resistensi, dan relatif tidak berbahaya terhadap lingkungan

sekitar (Sugiarti, 2010).

Pisang merupakan buah terbanyak di dunia. Sekitar 16% dari total

jumlah buah didunia merupakan pisang (Food and Agriculture Organization,

2009). Pemanfaatan kulit pisang di Indonesia sangat rendah bahkan dianggap

sebagai limbah , sebagai campuran pakan ternak (20-30%), serta pupuk

kandang dan kompos (60-70%) (Husni, 2009).

Pisang raja merupakan salah satu jenis pisang yang mudah

didapatkan di Indonesia termasuk di kendari. Pemanfaatan buah pisang

1
menyisakan Kulit pisang, yang belum di manfaatkan secara optimal. Pisang

digunakan masyarakat dalam berbagai keperluan, baik sebagai buah, dibuat

makanan, maupun untuk acara ada.

Sebagian besar masyarakat baru memanfaatkan buah dan daun pisang.

Produk samping pedagang keripik pisang dan pisang goreng adalah limbah

kulit pisang. Kulit pisang memiliki anti mikroba baik pada bakteri gram

negatif maupun bakteri gram positif (Adil et al., 2013). Kulit pisang

merupakan salah satu anti oksidan pada kanker dan penyakit hati (Someya et

al., 2002).

Kulit buah pisang masak yang berwarna kuning kaya akan senyawa

flavonoid, maupun senyawa fenolik, di samping itu kulit buah pisang banyak

mengandung karbohidrat, mineral seperti kalium dan natrium, serta selulosa.

Flavonoid dan senyawa fenolik merupakan senyawa bioaktif yang

menunjukkan berbagai aktivitas yang berguna, seperti antioksidan,

antidermatosis, kemopreventif, maupun antiviral. Senyawa flavonoid dan

senyawa fenolik lainnya yang ada pada kulit pisang perlu diidentifikasi dan

diuji aktivitasnya, sehingga dapat meningkatkan pemanfaatan limbah kulit

buah pisang lebih optimal (Sri atun et al., 2007).

Kulit buah pisang dalam buah pisang terkandung seperti protein,

karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, B, C dan zat metabolit skunder

lainnya ( Harsono, 2014).

Bakteri adalah mikroorganisme yang menempati suatu daerah tanpa

menimbulkan penyakit pada inang yang ditempati. Tempat paling umum

2
dijumpai bakteri normal adalah tempat yang terpapar dengan dunia luar yaitu

kulit, mata, mulut, saluran pernafasan atas, saluran pencernaan dan saluran

urogenital (Trampuz et al., 2004). Tetapi terdapat juga bakteri yang bersifat

patogen yakni bakteri Staphylococcus Aureus dan E-coli.

Escherichia coli (E. coli) merupakan bakteri yang berada di dalam

saluran pencernaan bagian bawah dan dapat berubah menjadi patogen jika

perkembangannya didalam tubuh melebihi batas normal. Bakteri ini dapat

menyebar melalui kontaminasi debu atau melalui makanan dan minuman yang

terkontaminasi feses (Darsana, 2012).

Escherichia coli (E. coli) merupakan bakteri batang gram-negatif.

Karena habitat aslinya yang berada di dalam usus manusia maupun binatang,

bakteri ini dikelompokkan ke dalam Enterobacteriaceae (Brooks, 2001).

Penelitian aktivitas antimikroba dari limbah kulit pisang raja (Musa

paradisiaca var. Sapientum) sebagai antibakteri, sejauh ini belum di laporkan,

sehingga perlu dilakukan penelitian. Pada penelitian ini, limbah kulit pisang

raja akan di ekstraksi dengan etanol 70%, kemudian ekstraknya akan diujikan

kepada pertumbuhan bakteri E.coli dan Staphylococcus Aures, sehingga dapat

diketahui aktivitas antimikrobanya (Dewi, 2009).

Beberapa penelitian sebelumnya menyimpulkan ekstrak dari kulit

pisang kepok kuning (musa balbisiana) mengandung alkaloid , flavonoid,

saponin dan tanin yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri (Salam, et

al., 2010).

3
Berdasarkan penelitian di atas penulis tertarik melakukan penelitian

“Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Pisang Raja (Musa

paradisiaca var raja ). Terhadap Bakteri E-coli dan Staphylococcus aureus

dengan Metode Difusi Agar”

B. Perumusan Masalah

1. Pada konsentrasi berapakah aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah pisang

raja yang menghambat pertumbuhan bakteri E.coli?

2. Pada konsentrasi berapakah konsentrasi aktivitas antibakteri ekstrak kulit

buah pisang raja yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri

Staphylococcus aureus?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui konsentrasi optimum aktivitas antibakteri ekstrak kulit

buah pisang raja yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri E.coli

2. Untuk mengetahui konsentrasi optimum aktivitas antibakteri ekstrak kulit

buah pisang raja yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri

Staphylococcus aureus

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk menambah data ilmiah

dalam pemanfaatan kulit buah pisang raja sebagai antibakteri.

1. Penelitian ini memberikan informasi tentang khasiat dari Ekstrak kulit

buah pisang raja (Musa paradisiaca var sapientum) sebagai antibakteri.

2. Bagi Masyarakat, penelitian ini dapat menambah wawasan tentang

pemanfaatan tanaman herbal khususnya tanaman kulit buah pisang raja

4
(Musa paradisiaca var sapientum) sebagai pengobatan infeksi yang

disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus dan escherichia coli.

3. Bagi Peneliti, menambah pengetahuan dan keahlian dalam pengujian

aktivitas ekstrak tanaman kulit Ekstrak kulit buah pisang raja (Musa

paradisiaca var sapientum) sebagai antibakteri.

E. Keaslian Penelitian

Tabel.1 Keaslian penelitian


N Peneliti Judul Persamaan Perbedaan
O
1 Zukhri dan Aktivitas Antimikroba Metode Sampel yang
Hidayati Ekstrak Etanol pengujian berbeda.
(2017) Pelepah Pisang yang sama. Peneliti
Raja (Musa X sebelumnnya
Paradisiaca L.) Pada menggunakan
Bakteri pelepah pisang
Staphylococcus raja.
Auresus
2 Saraswati Uji aktivitas Metode Sampel yang
(2015) antibakteri ekstrak pengujian berbeda.
etanol 96% limbah yang sama Peneliti
kulit pisang kepok dengan sebelumnnya
kuning (Musa menggunakan menggunakan
balbisiana) Terhadap limbah kulit kulit pisang
bakteri penyebab pisang. kepok kuning.
jerawat ( Stapylococus
epidermidis,
Stapilococus aereus,
dan
Propionibacterium
acne)
3 Sihotang Uji Aktivitas Metode Penelitian ini
(2015) Antibakteri Ekstrak pengujian meliputi
Kulit Buah yang sama karakterisasi
Pisang Raja (Musa X dengan dan skrining
paradisiaca AAB) menggunakan fitokimia
Dalam Sediaan Gel kulit buah simplisia.
HPMC pisang raja.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Variabel Penelitian

1. Klasifikasi tanaman

Adapun klasifikasi pisang raja adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Divisi : Magnoliophyta ( Tumbuhan berbunga )

Kelas : Lilopsida ( Berkeping satu/monokoti)

Ordo : Musales

Famili : Musaceace ( suku pisang-pisangan)

Genus : Musa

Spesies : Musa paradisiaca var. Sapientum (Plantamor, 2008)

Gambar 1. Buah Pisang Raja


(Dokumentasi pribadi)

2. Morfologi Tanaman

Morfologi dari buah pisang Raja adalah buahnya berbentuk silinder

agak bengkok dan memiliki tiga garis menuju kebawah yang membentuk

sudut. Ujung bawah yang bengkok agak keras. Panjang buah sekitar 140-

6
200 mm dan diameternya 30-40 mm. permukaan luarnya halus dan

berwarna hijau atau hijau kekuningan. Warnanya berubah menjadi kuning

bila buah ini matang dan masak pada musim panas dan gugur. Bagian

yang masak pada buah ini memperlihatkan noda warna coklat gelap.

Warna kematangan tergantung pada jenis varietasnya tetapi secara umum

pisang yang matang buahnya akan menjadi empuk. Pisang yang kulitnya

telah menghitam hanya tahan 3-5 hari. Pisang yang belum matang dapat

diperam dalam suhu kamar.

3. Khasiat Tanaman

Khasiat dari buah pisang raja (Musa paradisiaca L. var raja)

adalah dapat mendinginkan demam, melancarkan kencing, bersifat

laksatif, membantu menurunkan hipertensi, dan bisa menenangkan janin

(Fang dan Jun, 2002).   

B. Uraian Bakteri

1. Bakteri Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk

bulat berdiameter 0,7-1,2 μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang

tidak teratur seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk

spora, dan tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ºC,

tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25ºC). Koloni

pada perbenihan padat berwarna abu-abu sampai kuning keemasan,

berbentuk bundar, halus, menonjol, dan berkilau. Lebih dari 90% isolat

klinik menghasilkan Staphylococcus aureus yang mempunyai kapsul

7
polisakarida atau selaput tipis yang berperan dalam virulensi bakteri

(Jawetz,et all., 2008).

Gambar 2. Staphylococcus aureus (Putri, 2017)

a. Klasifikasi bakteri

Menurut Todar (2005), klasifikasi Staphylococcus aureus

adalah sebagai berikut:

Kindom : Bacteria

Filum : Firmicutes

Kelas : Coccoi

Ordo : Bacillales

Famili : Staphylococcaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

b. Pertumbuhan dan perkembangan bakteri

Menurut (Pelczar dan Chan, 1988), pertumbuhan dan

perkembangan bakteri dipengaruhi oleh :

1) Zat makanan (nutrisi) Sumber zat makanan bagi bakteri diperoleh

dari senyawa karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, unsur logam

(natrium, kalsium, magnesium, mangan, besi, tembaga dan kobalt),

8
vitamin dan air untuk fungsi-fungsi metabolik dan

pertumbuhannya.

2) Keasaman dan kebasaan (pH) Kebanyakan bakteri mempunyai pH

optimum pertumbuhan antara 6,5-7,5, namun beberapa spesies

dapat tumbuh dalam keadaan sangat asam atau sangat alkali.

3) Temperatur proses pertumbuhan bakteri tergantung pada reaksi

kimiawi dan laju reaksi kimia yang dipengaruhi oleh temperatur.

Berdasarkan ini maka bakteri dapat diklasifikasikan sebagai

berikut :

a) Bakteri psikofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada

temperatur 0-30ºC, temperatur optimum adalah 10-20ºC.

b) Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada

temperatur 5-60ºC, temperatur optimum adalah 25-40ºC.

c) Bakteri termofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada

temperatur 50-100ºC, temperatur optimum adalah 55-65ºC.

4) Oksigen Beberapa spesies bakteri dapat hidup dengan adanya

oksigen dan sebaliknya spesies lain akan mati.

2. Bakteri Escherichia coli

Escherichia coli tersebar diseluruh dunia dan ditularkan bersama

air atau makanan yang terkontaminasi oleh feses. Escherichia coli

berbentuk batang, tebal 0,5μm, panjang antara 1,0 - 3,0 μm, bervariasi dari

bentuk koloid sampai berbentuk seperti filamen yang panjang, tidak

berbentuk spora, motil dan filamen perithin beberapa galur tidak memiliki

9
flagella dan bersifat Gram negatif. Escherichia coli bersifat aerob atau

kualitatif anaerob, dapat tumbuh pada media buatan. Beberapa sifat

Escherichia coli antara lain pertumbuhan optimum pada suhu 37ºC, dapat

tumbuh pada suhu 15ºC - 45ºC, 11 tumbuh baik pada pH 7,0 dan tumbuh

pada pH yang lebih tinggi (Purnama, 2013).

Gambar 3. Escherichia coli (Prasiddhanti dan Wahyuni, 2015)

a. Klasifikasi bakteri Escherichia coli (Hardjoeno, 2007)

Kingdom : Bacteria

Filum : Proterobacteria

Kelas : Gamma Proteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Escherichia

Species : Escherichia coli

b. Patogenesis

Beberapa strain dari E. coli selama proses evolusi mendapat

kemampuan virulensi yang membantu mereka menginfeksi host. Jenis

10
E. coli yang patogen tersebut dapat mengakibatkan gangguan intestinal

dan infeksi saluran kemih (Prescott, 2008).

C. Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya

dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan ketika

tercapai keseimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan

konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan

dari sampel dengan penyaringan (Mukhriani, 2014). Ekstrak yang diperoleh

sesudah pemisahan cairan dari residu tanaman obat dinamakan “micelle”.

Micelle ini dapat diubah menjadi bentuk obat siap pakai, seperti ekstrak cair

dan tinktura atau sebagai produk/bahan antara yang selanjutnya dapat diproses

menjadi ekstrak kering. (Depkes RI, 1995).

Ekstrak dapat dibuat menjadi tiga bentuk, yaitu Ekstrak setegah cair

(kental) seperti sirup yang dibuat dengan tidak membuang semua penyari,

Ekstrak padat (butir-butiran), konsistensinya plastis yang dibuat dengan

menguapkan hampir semua penyari, dan Ekstrak kering (serbuk) yang dibuat

melalui pengeringan dengan cara menguapkan semua penyari sepanjang masih

terlihat dan teraba (Depkes RI, 1995)

Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang

terdapat dalam simplisia. Ekstrak ini didasarkan pada perpindahan masa

komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada

lapisan antar muka, kemudian terdifusi masuk kedalam pelarut (Ansel, 1989).

11
D. Metode Ekstraksi

Proses ekstraksi sendiri dikelompokkan menjadi 2 metode yaitu cara

panas dan cara dingin (Hanani, 2016).

1. Cara Dingin

Metode ekstraksi dengan cara dingin merupakan metode penarikan

zat aktif dari suatu simplisia pada temperatur ruangan. Beberapa metode

ekstraksi cara dingin diantaranya:

a. Maserasi

Proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut

dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur

ruangan disebut maserasi (Hanani, 2016).

b. Perkolasi

Umumnya dilakukan pada temperatur ruangan disebut

perkolasi. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap

maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan

ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang

jumlahnya 1-5 kali bahan (Hanani, 2016).

2. Cara Panas

Metode ekstraksi dengan cara panas merupakan metode penarikan zat aktif

dari suatu simplisia dengan menggunakan pemanasan atau pada

temperatur tinggi. Beberapa metode ekstraksi cara panas diantaranya :

12
a. Refluks

Ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama

waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik disebut refluks. Umumnya dilakukan

pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga

dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Hanani, 2016).

b. Soxhlet

Ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi

kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya

pendinginan balik disebut soxhlet (Hanani, 2016).

c. Digesti

Maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur

yang lebih tinggi dari temperatur ruang, yaitu secara umum dilakukan

pada temperatur 40-50oC disebut digesti (Hanani, 2016).

d. Infus

Ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

(bejana infuse tercelup dalam penangan air mendidih, temperatur

terukur 96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit) disebut infus

(Hanani, 2016).

13
e. Dekokta

Infus pada waktu yang lebih lama (≥ 30oC) dan temperatur

sampai titik didih air disebut dekok. Metode ini digunakan untuk

mengekstraksi senyawa yang larut air dan stabil pada pemanasan

(Hanani, 2016).

f. Destilasi (Penyulingan)

Destilasi merupakan cara ekstraksi untuk menarik atau menyari

senyawa yang ikut menguap dengan air sebagai pelarut. Pada proses

pendinginan, senyawa dan uap air akan terkondensasi dan terpisah

menjadi destilat air dan senyawa yang diekstraksi. Cara ini umum

digunakan untuk menyari minyak atsiri dari tumbuhan (Hanani, 2016).

g. Lawan Arah (counter current)

Cara ekstraksi ini serupa dengan cara perkolasi, tetapi simplisia

bergerak berlawanan arah dengan pelarut yang digunakan. Cara ini

banyak digunakan untuk ekstraksi herbal dalam skala besar (Hanani,

2016).

h. Ultrasonik

Ekstraksi ultrasonik melibatkan penggunaan gelombang

ultrasonik dengan frekuensi 20-2000 kHz sehingga permeabilitas

dinding sel meningkat dan isi sel keluar. Frekuensi getaran

memengaruhi hasil ekstraksi (Hanani, 2016).

14
i. Gelombang Mikro (microwave assisted extraction, MAE)

Ekstraksi menggunakan gelombang mikro (2450 MHz)

merupakan ekstraksi yang selektif dan digunakan untuk senyawa yang

memiliki dipol polar. Cara ini dapat menghemat waktu ekstraksi

dibandingkan dengan cara konvensional seperti maserasi dan

menghemat pelarut (Hanani, 2016).

j. Ekstraksi Gas Superkritis (supercritical gas extraction, SGE)

Metode ekstraksi dilakukan menggunakan CO2 dengan tekanan

tinggi, dan banyak digunakan untuk ekstraksi minyak atsiri atau

senyawa yang bersifat mudah menguap atau termolabil (Hanani,

2016).

Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

maserasi. Maserasi adalah teknik yang digunakan untuk menarik atau

mengambil senyawa yang diinginkan dari suatu larutan atau padatan

dengan teknik perendaman terhadap bahan yang akan diekstraksi.

Sampel yang telah dihaluskan direndam dalam suatu pelarut organik

selama beberapa waktu (Ibrahim dan Marham, 2013).

Menurut (Koirewoa,dkk. 2012). Proses ini sangat menguntungkan

dalam isolasi senyawa bahan alam karena selain murah dan mudah dilakukan,

dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan

membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel,

sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam

pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur

15
lama perendeman yang dilakukan. Pelarut yang mengalir ke dalam sel dapat

menyebabkan protoplasma membengkak dan bahan kandungan sel akan larut

sesuai dengan kelarutannya. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan

memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut tersebut.

E. Ciprofloxacin

Antibiotik yang digunakan sebagai kontrol positif adalah

Ciprofloxacin. Ciprofloxacin merupakan antibiotik golongan fluorokuinolon,

yaitu golongan kuinolon baru dengan atom fluor pada cincin kuinolon.

Fluorokuinolon mempunyai daya antibakteri yang lebih besar dan toksisitas

yang lebih rendah. Menurut Jawetz et al (2007), ciprofloxacin memiliki efek

antibakteri dengan spektrum luas. Mekanisme kerja ciprofloxacin yaitu

dengan menghambat topoisomerase II = DNA girase) dan topoisomerase VI

pada bakteri. Enzim topoisomerase II berfungsi menimbulkan relaksasi dan

DNA yang mengalami positive supercoiling pada waktu transkrip dalam

proses replikasi DNA. Enzim topoisomerase VI berfungsi dalam pemisahan

DNA baru yang terbentuk setelah proses replikasi DNA bakteri selesai

(Setiabudy, 2007).

Komposis : Tiap tablet salut selaput mengandung : Ciprofloksasin 500

mg
Indikasi : Infeksi saluran kemih, saluran cerna, termasuk demam tifoid

dan paratiroid, saluram nafas kecuali pneumonia akibat

Streptococcus, infeksi kulit dan jaringan lunak, tulang dan

sendi.
Kontraindikas : Hipersensitif terhadap ciprofloxasin dan derivat kinolon yang

16
i lain, wanita hamil dan menyusui, anak dan remaja sebelum

akhir fase pertumbuhan.


Farmakologi : Ciprofloxacin (1-cyclopropyl-6-fluoro-1,4-dihydro-4-oxo-7-

(-1-piperazinyl-3-quinolone carboxylic acid) merupakan

salah satu obat sintetik derivat quinolone. mekanisme

kerjanya adalah menghambat aktifitas DNA gyrase bakteri,

bersifat bakterisida dengan spektrum luas terhadap bakteri

gram positif maupun gram negatif. ciprofloxacin diabsorbsi

secara cepat dan baik melalui saluran cerna, bioavailabilitas

absolut antara 69-86%, kira-kira 16-40% terikat pada protein

plasma dan didistribusi ke berbagai jaringan serta cairan

tubuh. metabolismenya dihati dan diekskresi terutama

melalui urine.
Dosis : Infeksi ringan(saluran kemih) : sehari 2x250 mg

Infeksi berat(saluran kemih) : sehari 2x500 mg

Infeksi ringan (saluran nafas) : sehari 2x500 mg

Infeksi berat (saluran nafas) : sehari 2x750 mg

Infeksi saluran pencernaan : sehari 2x500 mg


Efek samping : Kadang kadang terjadi keluhan saluran pencernaan seperti

mual, diare, muntah, dispepsia, sakit perut dan meteorisme

F. Antibakteri

Antibakteri adalah senyawa-senyawa kimia alami yang dalam kadar

rendah dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Salah satu bahan antibakteri

17
adalah antibiotik. Antimikroba dapat berupa senyawa kimia sintetik atau

produk alami. Antimikroba sintetik dapat dihasilkan dengan membuat suatu

senyawa yang sifatnya mirip dengan aslinya yang dibuat secara besar-besaran,

sedangkan yang alami didapatkan langsung dari organisme yang

menghasilkan senyawa tersebut dengan melakukan proses pengekstrakan

(Setyaningsih, 2004).

Kemampuan suatu senyawa antibakteri dalam menghambat

pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

1. Konsentrasi senyawa antibakteri yang digunakan

2. Jumlah dan spesies bakteri

3. Suhu lingkungan

4. Sifat-sifat baketri yang meliputi jenis, konsentrasi, umur, dan keadaan

mikroba

5. Sifat-sifat fisik dan kimia makanan termasuk kadar air, pH, jenis dan

jumlah senyawa didalamnya.

G. Penentuan Uji Aktivitas Antibakteri

Ada 2 metode penentuan antimikroba yaitu:

1. Metode Penyebaran (Diffusion)

18
Dalam metode ini zat antimikroba ditentukan berdasarkan daerah

hambatan yang terjadi. Beberapa modifikasi metode ini adalah :

a. Metode Cylinder Cup (Ring Diffusion Method)

Mikroba ditanam pada media agar kemudian silinder

diletakkan pada media tersebut dengan maksud menampung sejumlah

antibiotik atau antibakteri yang digunakan. Daya antimikroba dapat

dilihat dari lebar diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri yang

terjadi

b. Metode cawan kertas (Paper Disc Method)

Mikroba ditanam pada media agar, kemudian cawan kertas

yang berisi antibiotik dengan kadar tertentu diletakkan diatas media

agar tersebut. Daya antimikroba dapat dilihat dari lebar daerah

diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri yang terjadi.

c. Metode Sumuran Agar (Welss Method)

Mikroba ditanam pada media agar, kemudian dibuat lubang

dengan alat tertentu untuk menampung sejumlah

antimikroba/antibakteri yang digunakan. Daya antimikroba dapat

dilihat dari lebar diameter daerah hambatan pertumbuhan mikroba

yang terjadi.

2. Metode Pengenceran (DillutionMethod)

19
Prinsip metode ini adalah sampel (larutan) dimasukkan dalam

tabung yang berisi pembernihan cair, kemudian kedalam tabung tersebut

ditambahkan suspensi mikroba dengan jumlah tertentu. Pada keadaan

normal mikroorganismeakan tumbuh. Beberapa modifikasi dari metode ini

yaitu :

a. Metode Pengenceran Dalam Cairan (Broth Dillution Method)

Sejumlah tabung yang berisi media cair dan kuman dimasukkan

bahan/mikroba dengan bahan tertentu.

b. Metode Pengenceran Dalam Agar (Agar Dillution Method)

Prinsipnya sama dengan Borth Dillution Method, hanya media

cair diganti dengan media agar

c. Metode Pengenceran Secara Resmi (Serial Dillution Method)

Cara ini dilakukan dengan menggunakan sejumlah deretan

tabung media cair dengan konsentrasi yang berbeda-beda, kemudian

keadaan masing-masing tabung ditambahkan suspensi mikroba dengan

konsentrasi tertentu. Kocok sampai homogen dan diinkubasi pada suhu

37ᵒC, sebagai kontrol digunakan tabung berisi media pembenihan

dengan mikroorganisme. Potensi daya antimikroba yang diperoleh

kemudian dibandingkan dengan standar (Ferdawati, 2018)

Tabel 2. Kategori Kekuatan Aktivitas Antibakteri


Kode Diameter Zona Hambat (mm)

20
(-) ≤ 10

(+) 11 – 15

(++) 16 – 20

(+++) >20

Keterangan : (-) tidak beraktivitas


(+) aktivitas lemah
(++) aktivitas sedang
(+++) aktivitas kuat
(Carolia, 2016)

Gambar 4. Diagram plat agar yang dibagi menjadi 5 bagian

Pembacaan didasari pada ukuram zona inhibisi yang mengelilingi

setiap cakram. Zona-zona tersebut dihitung dalam milimeter (mm), dan

perbedaan ukuran walaupun hanya 2 hingga 3 mm dapat berarti berbeda

untuk menjelaskan organisme rentan ata sensitif terhadap obat, atau menjadi

resisten, yang mengindikasikan bahwa obat menjadi tidak efektif (Pollack,

2004).

Prinsip dari zona hambat adalah penghambatan terhadap

pertumbuhan, yaitu zona hambatan akan terlihat sebagai daerah jernih

21
Disekitar daerah yang mengandung zat anti bakteri. Diameter zona

hambatan pertumbuhan bakteri menunjukkan sensitivitas bakteri

terhadap zat antibakteri. Selanjutnya dikatakan bahwa semakin lebar

diameter zona hambatan yang terbentuk bakteri tersebut semakin sensitif.

Setelah 24 jam pengukuran dilakukan dengan mengukur diameter zona

bening yang terbentuk disekeliling kertas cakram (Paperdisk) sebanyak 2

perhitungan (diameter vertical dan diameter horizontal).

H. Hipotesis

Hipotesis penelitian adalah :

1. P > 0,05 H0 diterima, Ha ditolak

2. P < 0,05 H0 ditolak, Ha diterima

Keterangan :

1. H0 = Ekstrak kulit buah pisang (Musa


` paradisiaca var

sapientum) tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap

bakteri E-coli dan Staphulococcus aureus.

2. Ha = Ekstrak kulit buah pisang (Musa paradisiaca var

sapientum) memiliki aktivitas antibakteri terhadap

bakteri E-coli dan Staphulococcus aureus.

22
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian eksperimental

laboratorium,dengan desain one-shot case study yaitu suatu desain penelitian

dengan perlakuan terhadap variabel independen yang diikuti dengan

pengamatan atau pengukuran terhadap variabel independen (Sugiyono, 2011).

Pengujian menggunakan ekstrak kulit pisang var raja dengan varian

konsentrasi 5%, 20%, dan 40%, dengan desain penelitian sebagai berikut:

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Waktu Penelitian ini direncanakan pada bulan juni- juli 2019. Dan

Lokasi Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Mikrobiologi

Program Studi Farmasi STIKES Mandala Waluya Kendari.

C. Definisi Operasional

Ekstrak kulit buah pisang var raja adalah ekstrak yang diperoleh

dengan cara mengekstraksi kulit buah pisang var sapientum menggunakan

variasi pelarut alkohol 96 % dengan metode maserasi.

D. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, autoclave, batang

pengaduk, cawan porselin, cawan petri, gelas kimia 250 ml, gelas kimia 500

ml, inkubator, mikropipet, pingset, pipet ukur, karet penghisap, oven, neraca

analitik, sendok tanduk, hot plate, gelas ukur, lampu spritus, drigalsky, spoit 1

cc, mistar, erlenmeyer, corong, kaki tiga, asbes.

23
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, Ekstrak kulit

pisang raja, kloramfenikol, alumuniumfoil, suspensi E-coli dan

Staphylococcus aureus, NaCl 0,9%, kertas label, kertas pH, media Natrium

Agar (NA), paper disk, aquadest dan kapas.

E. Pengolahan Sampel

Kulit buah pisang raja yang diperoleh sebanyak 3 kg dibersihkan dan

disortasi basah kemudian dicuci dengan air mengalir hingga bersih. Kulit

buah pisang var sapientum yang sudah bersih dipotong kecil-kecil untuk

mempermudah pengeringan, kemudian dikeringkan dilemari pengering.

Setelah kering Kulit buah pisang var sapientum disortasi kering, dihaluskan

dengan cara diblender. Sampel disimpan di tempat kering sebelum digunakan.

F. Pembuatan Ekstraksi Kulit Pisang

Sampel kulit buah pisang Raja (3 kg). Ekstraksi dilakukan dengan

metode maserasi dengan pelarut a;kohol. Setelah di saring dengan kertas

saring, filtrat yang di peroleh diuapkan pada evaforator dengan pengurangan

tekanan hingga kental tetapi masih bisa dituang. Penguapan dilanjutkan pada

panci Stainless Steel diatas penangas air hingga diperoleh ekstrak kental untuk

di timbang.

G. Pembuatan Suspensi Bakteri

Bakteri biakan murni diambil dengan jarum ose steril, lalu ditanamkan

pada media agar miring dengan cara menggores. Selanjutnya diinkubasi

dalam inkubator pada suhu 370C selama 24 jam. Perlakuan yang sama

dilakukan pada setiap jenis bakteri uji.Bakteri uji yang telah diinokulasi

24
diambil dengan kawat ose steril lalu disuspensikan kedalam tabung yang

berisi 9 ml larutan NaCl 0,9%.

H. Pembuatan Larutan Uji

Dibuat larutan uji 5%, 20%, dan 40% b/v dengan cara ditimbang 5 gr,

20 gr, dan 40 gr. ekstrak etanol kulit buah pisang kemudian masing-masing

dilarutkan dalam 100 ml larutan CMC.

I. Pengujian Zona Daya Hambat

Pengujian zona hambat ekstrak etanol kulit pisang raja terhadap

pertumbuhan bakteri E.coli dan Staphylococcus aureus dengan metode difusi

agar.

Adapun prosedur pengujian zona hambat pada ekstrak kulit pisang

raja dalam penelitian ini yaitu disiapkan media nutrient agar (NA) steril yang

telah di cairkan dan biarkan pada suhu 45 0C kemudian ditambahkan 1 mL

suspensi bakteri uji, dipipet sebanyak 15 mL media nutrient agar (NA) tanpa

biakan biarkan hingga memadat (lapisan 1), diletakkan 5 paper disk diatas

permukaan lapisan 1 dengan menggunakan pinset, diatur jarak paper disk

satu dengan lainnya agar tidak saling berhimpitan,dimasukkan sampel

ekstrak kulit pisang raja dengan konsentrasi 5%, 20% dan 40%, diinkubasi

selama 1x24 jam pada suhu 37oC kedalam inkubator, dikeluarkan dari

inkubator dan diamati luas daerah hambatan pertumbuhan bakterinya dan

diukur zona hambatan yang terbentuk dengan menggunakan jangka sorong.

25
J. Pengolahan dan Analisis Data

Untuk mengetahui apakah ada pengaruh diameter zona hambat

terhadap pertumbuhan balkteri E-coli dan staphylococcus aureus maka

dilakukan uji stastistik dengan menggunakan uji one way Annova dengan

metode SPSS versi 16.0 (Bellia, 2016).

26
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Analisis Univariat

a. Hasil Ekstrak Kulit Buah Pisang Raja (Musa paradisiaca var raja)

Hasil ekstrak Kulit Buah Pisang Raja (Musa paradisiaca var

raja) dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3. Ekstrak Kulit Buah Pisang Raja (Musa paradisiaca var raja)
Simplisia Pelarut Etanol Ekstrak Rendamen (%)
1200 g 10.000 ml 120 g 10
Tabel 3 menunjukkan bahwa preparasi ekstrak kulit buah

pisang raja dilakukan dengan merendam simplisia kulit buah pisang

raja 1.200 gram dalam 10 liter latutan etanol. Maserat yang ada di

evaporasi yang menghasilakan ekstrak sebanyak 120 gram. Hasil

perhitungan rendemen ekstrak etanol kulit buah pisang raja (Musa

paradisiaca var raja) didapat dari berat ekstrak dibagi dengan berat

sampel segar dikali 100 % hingga didapatkan persen rendemen

sebanyak 10%.

b. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat terhadap Pertumbuhan

Bakteri staphylococcus aureus

Aktivitas ekstraksi kulit buah pisang raja (Musa paradisiaca

var raja) dapat dilihat pada tabel berikut ini :

27
Tabel 4. Aktivitas ekstrak kulit buah pisang raja (Musa paradisiaca
var raja) terhadap bekteri staphylococcus aureus
Zona Hambat (mm)
Replikasi Konsentrasi Ekstrak Kontrol Kontrol
5 (%) 20 (%) 40 (%) (+) (-)
Cawan 1 21 mm 22 mm 27 mm 40 mm 0 mm
Cawan 2 18 mm 21 mm 37 mm 43 mm 0 mm
Cawan 3 20 mm 20 mm 40 mm 30 mm 0 mm
Cawan 4 20 mm 23 mm 31 mm 30 mm 0 mm
Cawan 5 19 mm 24 mm 40 mm 35 mm 0 mm
Cawan 6 23 mm 25 mm 39 mm 37 mm 0 mm
Cawan 7 18 mm 22 mm 30 mm 30 mm 0 mm
Cawan 8 17 mm 22 mm 31 mm 35 mm 0 mm
Cawan 9 16 mm 23 mm 29 mm 37 mm 0 mm
Rata-rata 19 mm 22 mm 34 mm 35 mm 0 mm
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata diameter

dari 3 konsentrasi dengan 9 kali pengulangan menghasilkan zona

hambat yang berbeda-beda. Rata-rata diameter zona hambat ekstraks

kulit buah pisang raja pada konsentrasi 5% sebesar 19 mm, konsentrasi

20 % sebesar 22 mm, konsentrasi 40% sebesar 34 mm, dan rata-rata

diameter zona hambat kontrol positif sebesar 35 mm.

c. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat terhadap Pertumbuhan

Bakteri Escherichia coli

Aktivitas ekstrak kulit buah pisang raja (Musa paradisiaca var

raja) dapat dilihat pada tabel berikut ini :

28
Tabel 5. Aktivitas ekstrak kulit buah pisang raja (Musa paradisiaca
var raja) terhadap bekteri Escherichia coli
Zona Hambat (mm)
Replikasi Konsentrasi Ekstrak Kontrol Kontrol
5 (%) 20 (%) 40 (%) (+) (-)
Cawan 1 22 mm 29 mm 28 mm 28 mm 0 mm
Cawan 2 18 mm 30 mm 29 mm 29 mm 0 mm
Cawan 3 22 mm 29 mm 30 mm 30 mm 0 mm
Cawan 4 19 mm 30 mm 30 mm 30 mm 0 mm
Cawan 5 18 mm 29 mm 31 mm 30 mm 0 mm
Cawan 6 17 mm 30 mm 32 mm 30 mm 0 mm
Cawan 7 18 mm 29 mm 33 mm 30 mm 0 mm
Cawan 8 18 mm 30 mm 31 mm 31 mm 0 mm
Cawan 9 17 mm 20 mm 30 mm 32 mm 0 mm
Rata-rata 19 mm 28 mm 30 mm 30 mm 0 mm
Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata diameter

dari 3 konsentrasi dengan 9 kali pengulangan menghasilkan zona

hambat yang berbeda-beda. Rata-rata diameter zona hambat ekstraks

kulit buah pisang raja pada konsentrasi 5% sebesar 19 mm, konsentrasi

20 % sebesar 28 mm, konsentrasi 40% sebesar 30 mm, dan rata-rata

diameter zona hambat kontrol positif sebesar 30 mm.

2. Analisis Bivariat

a. Uji Normalitas Data

Uji normalitas data penelitian dilakukan dengan menggunakan

uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test. Adapun hasil uji

normalitas data dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 6. Uji Normalitas Data Penelitian


Variabel n p
Staphylococcus aureus 36 0.278
Escherichia coli 36 0.001

Berdasarkan tabel diatas, data veriabel penelitian untuk zona

hambat ekstrak kulit buah pisang raja terhadap bakteri Staphylococcus

29
aureus terdistribusi normal dengan nilai sig > α (0,05), maka uji

hipotesis penelitian dilakukan dengan statistik parametrik, sedangkan

untuk zona hambat ekstrak kulit buah pisang raja terhadap bakteri

Escherichia coli terdistribusi normal dengan nilai sig < α (0,05), maka

uji hipotesis penelitian dilakukan dengan statistik non parametrik.

b. Uji Hipotesis

1) Uji Beda Daya Hambat Varian Konsentrasi Ekstrak Kulit Buah

Pisang Raja terhadap Bakteri Staphylococcus aureus

Uji hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan

One Way Anova. Adapun hasil uji hipotesis dapat dilihat pada tabel

berikut ini :

Tabel 7. Uji Hipotesis Penelitian Staphylococcus aureus.


Ekstrak Kulit Buah Pisang Raja p-Signifikasi
Konsentrasi (5%, 20%, 40%, dan kontrol) 0.000
Sumber: Data Primer

Tabel 7 merupakan uji hipotesis penelitian dengan

menggunakan One Way Anova menunjukkan nilai sig. < 0,05. Hal

ini menunjukkan bahwa H0 ditolak, H1 diterima yaitu terdapat

perbedaan yang signifikan antara variasi konsentrasi ekstrak kulit

buah pisang raja terhadap daya hambat bakteri Staphylococcus

aureus.

2) Uji Beda Daya Hambat Varian Konsentrasi Ekstrak Kulit Buah

Pisang Raja terhadap Bakteri Escherichia coli

30
Uji hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan

Kruskal-Wallis Test. Adapun hasil uji hipotesis dapat dilihat pada

tabel berikut ini :

Tabel 8. Uji Hipotesis Penelitian Escherichia coli


Ekstrak Kulit Buah Pisang Raja p-Signifikasi
Konsentrasi (5%, 20%, 40%, dan kontrol) 0.000
Sumber: Data Primer

Tabel 8 merupakan uji hipotesis penelitian dengan

menggunakan Kruskal-Wallis Test menunjukkan nilai sig. < 0,05.

Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak, H1 diterima yaitu terdapat

perbedaan yang signifikan antara variasi konsentrasi ekstrak kulit

buah pisang raja terhadap daya hambat bakteri Escherichia coli.

B. PEMBAHASAN

Penelitian uji daya hambat ekstrak etanol kulit buah pisang raja

terhadap bakteri Staphylococcus aureus, dimaksudkan untuk mengetahui

aktifitas daya hambat ekstrak etanol kulit buah pisang raja terhadap bakteri

Staphylococcus aureus konsentrasi 5%, 20% dan 40%.

Penelitian ini menggunakan ekstrak kulit buah pisang raja (Musa

paradisiaca var raja) yang telah di dipisahkan dari daging kulit buah pisang

raja yang kemudian dicuci dengan air mengalir. kulit buah pisang raja yang

telah dicuci kemudian dirajang untuk memperbesar luas permukaan sampel

sehingga pelarut lebih mudah berpenetrasi ke dalam sel sehingga penarikan

senyawa kimia yang terkandung dalam sampel lebih maksimal. Setelah proses

perajangan,dilanjutkan proses pengeringan dengan cara di angin-anginkan.

Pengeringan dilakukan untuk menghentikan reaksi enzimatik yang dapat

31
menyebabkan penguraian untuk perubahan kandungan kimia yang terdapat

pada kulit buah pisang raja diperoleh dari hasil ekstraksi dengan metode

maserasi.

Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi yang merupakan

proses pengekstraksian sederhana dengan cara merendam simplisia kulit buah

pisang raja dengan pelarut etanol sebanyak 10.000 ml selama 3 x 24 jam

sehingga sampel menjadi lunak dan larut. Metode maserasi digunakkan untuk

mengekstrak jaringan tanaman yang belum diketahui kandungan senyawanya

yang kemungkinan bersifat tidak tahan panas shingga kerusakan kompoenen

tersebut dapat dihindari (Novita, 2016).

Proses yang terjadi selama ekstraksi adalah pemisahan senyawa-

senyawa dalam simplisia dan melarutnya kandungan senyawa kimia oleh

pelarut keluar dari sel tanaman melalui proses difusi dengan 3 tahapan yaitu

pada tahap pertama penetrasi pelarut ke dala sel tanaman sehingga terjadi

pengembangan (swelling) sel tanaman. Tahap kedua adalah proses disolusi

yaitu melarutnya kandungan senyawa didalam pelarut, isi sel akan larut karena

adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan diluar sel.

Tahap ketiga adalah difusi dari senyawa tanaman, keluar dari sel tanaman

(simplisia), larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan di

ganti oleh pelarut dengan konsentrasi rendah (Novita, 2016).

Pada proses maserasi digunakan simplisia kulit buah pisang raja

dengan berat 1.200 gram. Metode maserasi digunakan karena metodenya

relatif sederhana dan tidak memerlukan alat-alat yang relatif rumit, relatif

32
mudah, murah, dan dapat menghindari rusaknya komponen senyawa akibat

panas (Nabavi et al 2011). Pelarut yang digunakan yaitu etanol 96% karena

dapat menarik komponen baik yang bersifat polar maupun non polar. Etanol

96% digunakan sebagai pelarut karena dapat melarutkan Kristal DPPH

(Molyneux, 2004). Pelarut etanol 96% memiliki beberapa keuntungan,

diantaranya dapat menyebabkan senyawa yang terkandung didalam sampel

dapat terekstrak lebih banyak, karena dapat mengekstrak komponen kimia

yang tahan panas dan tidak tahan panas (Nabavi et al 2011). Filtrat hasil

maserasi disaring dengan kertas saring kemudian dengan rotary evaporator

hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 120 gram. Hasil rendemen dari

ekstrak etanol kulit buah pisang raja sebesar 10% (dapat dilihat pada tabel 2).

Penentuan persen rendemen berfungsi untuk mengetahui jumlah kandungan

senyawa yang tertarik oleh pelarut tersebut namun tidak dapat menentukan

jenis senyawa yang terbawa (Ukieyanna, 2012). Ekstrak etanol kulit buah

pisang raja yang diperoleh kemudian di uji aktivitas antibakterinya terhadap

bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

Aktivitas antibakteri dipengaruhi oleh beberepa faktor, antara lain

konsentrasi ekstrak, kandungan senyawa antibakteri, daya difusi ekstrak dan

jenis bakteri yang di hambat (Marselia, 2015). Dari hasil uji fitokimia yang di

lakukan oleh Adhayanti Ida et al (2018) menunjukkan senyawa metabolit

sekunder yang terdapat pada kulit buah pisang raja adalah flavonoid, tannin,

polifenol, dan triterpenoid.

33
Uji aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol kulit buah pisang raja

dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan paper disk (kertas

cakram). Salah satu metode paling umum digunakan untuk menentukan

dengan cepat sensitivitas bakteri dan resistensinya terhadap obat-obatan

antimikroba dengan menggunakan cakram kertas kecil yang masing-masing

dijenuhkan dengan larutan obat pada konsentrasi yang berbeda-beda. Cakram-

cakram tersebut diletakkan diatas plat agar tepat setelah plat telah tertutup

sepenuhnya oleh mikroba yang akan diuji (Pollack, 2016).

Respon hambatan pertumbuhan mikroba dapat diklasifikasikan sebagai

berikut, apabila diameter zona hambat >20 mm dikategorikan aktivitas kuat,

zona hambat 16-20 mm dikategorikan aktivitas sedang, zona hambat 11-15

mm dikategorikan lemah dan zona hambat <10 dikategorikan tidak memiliki

aktivitas antibakteri (Carolia, 2016).

Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit buah pisang raja

terhadap Staphylococcus aureus menunjukkan hasil rata-rata perlakuan pada

konsentrasi 5% menunjukkan zona hambat dan sebesar 19 mm dikategorikan

sedang, konsentrasi 20% menunjukkan zona hambat dan sebesar 22 mm

dikategorikan kuat, konsentrasi 40% menunjukkan zona hambat dan sebesar

34 mm dikategorikan kuat dan kontrol positif memiliki rata-rata hambatan

sebesar 35 mm dikategorikan kuat sedangkan kontrol negatif tidak memiliki

aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Sedangkan hasil

uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit buah pisang raja terhadap

Escherichia coli menunjukkan hasil rata-rata perlakuan pada konsentrasi 5%

34
menunjukkan zona hambat dan sebesar 19 mm dikategorikan sedang,

konsentrasi 20% menunjukkan zona hambat dan sebesar 28 mm dikategorikan

kuat, konsentrasi 40% menunjukkan zona hambat dan sebesar 30 mm

dikategorikan kuat dan kontrol positif memiliki rata-rata hambatan sebesar 30

mm dikategorikan kuat sedangkan kontrol negatif tidak memiliki aktivitas

antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa ekstrak etanol kulit buah pisang raja mengandung senyawa flavonoid,

tannin, polifenol, dan triterpenoid yang diduga mempunyai aktivitas

antibakteri.

Dari ketiga konsentrasi yang mempunyai daya uji hambat paling besar

adalah konsentrasi 40% dibandingkan dengan konsentrasi 5% dan 20%.

Semakin besar konsentrasi maka semakin besar pula daya hambatnya. Hal ini

dikarenakan semakin tinggi konsentrasi fraksi yang digunakan maka semakin

tinggi pula kandungan senyawa aktif didalamnya sehingga aktivitas

antibakteri semakin besar. Sebaliknya semakin rendah konsentrasi ekstrak

maka semakin sedikit pula kandungan zat aktif didalamnya sehingga aktivitas

antibakteri semakin berkurang (Normayanti, 2015).

Penelitian serupa telah dilakukan oleh Adhayanti Ida et al (2018)

terhadap ekstrak etanol kulit buah pisang raja dan hasil menunjukkan senyawa

metabolit sekunder yang terdapat pada kulit buah pisang raja adalah flavonoid,

tannin, polifenol, dan triterpenoid. Dimana kandungan senyawa ini diketahui

memiliki aktivitas antioksidan. Berdasarkan senyawa yang dikandung

didalamnya kemungkinan golongan senyawa aktif yaitu dari golongan

35
triterpenoid yang bekerja dengan mekanisme pengrusakan pada membran sel

bakteri. Hal ini sejalan dengan pernyataan Lake (2019) menyebutkan bahwa

mekanisme steroid sebagai antibakteri menyebabkan kebocoran pada lipososm

karena berinteraksi dengan membran fosfolipid sel yang menyebabkan

integritas membran menurun serta morfologi membran sel berubah yang

menyebabkan sel rapuh dan lisis.

Zona hambat paling besar ditunjukkan pada kontrol positif

ciprofloxacin. Ciprofloxacin ini bersifat bakterisidal dan termasuk antibiotik

dengan spektrum penggunaan yang luas. Ciprofloxacin dapat meghambat

pembentukan asam nukleat pada bakteri dengan cara menghambat enzim

topoisomerase II (DNA gyrase) dan enzim topoisomerase IV yang berperan

pada proses replikasi, traskripsi dan rekombinasi DNA (Rasyid, 2018).

Berdasarkan hasil yang didapatkan pada uji One Way ANOVA dimana

nilai probabilitas (p) = 0,000 atau nilai (p) < 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha

diterima yaitu ekstrak etanol kulit buah pisang raja memiliki daya antibakteri

terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan bakteri Escherichia

coli. uji One Way ANOVA merupakan uji yang digunakan untuk melihat ada

tidaknya pengaruh pada setiap kelompok, tetapi tidak dapat digunakan untuk

melihat seberapa besar signifikansi perbedaan rata-rata daya hambat tiap

kelompok perlakuan sehingga dilakukan uji selanjutnya yaitu LSD (Least

Significance Difference).

Perbedaan rata-rata tiap kelompok perlakuan pada penelitian ini diuji

dengan uji LSD (Least Significance Difference). Hasil yang didapatkan

36
menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan konsentrasi 5%, 2%, dan 40%,

pada ekstrak etanol kulit buah pisang raja mempunyai perbedaan hambat

bakteri yang tidak berbeda signifikan pada konsentrasi 20% dan 40%.

37
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Ekstrak etanol kulit buah pisang raja efektif menghambat aktifitas

pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 20% dan

40%.

2. Ekstrak etanol kulit buah pisang raja efektif menghambat aktifitas

pertumbuhan Escherichia coli pada konsentrasi 20% dan 40%.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada bakteri lain yang bersifat

patogen.

38
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh


Farida Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, 255-271, 607-608,
700, Jakarta, UI Press.
Agustina, Putri. (2017). “Media Pembelajaran Materi” Proceding Biology
Education Conference. Vol 14. No 1. Hal 318-321
Brooks, G.F., Janet, S.B., & Stephen A.M. 2005. Jawetz, Melnick and
Adelbergs, Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology) Buku I,
Alih Bahasa oleh Mudihardi, E., Kuntaman, Wasito, E.B., Mertaniasih,
N.M., Harsono, S., dan Alimsardjono, L. Jakarta : Salemba Medika. pp.
317-25, 358-60.
Cai Yin fang & Liu Cheng Jun. 2002. Terapi Buah. Jakarta : Prestasi
Pustaka. h 146-7
Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI. Hal.1033.
Darsana, I.G.O., 2012. Potensi Daun Binahong (Anredera Cordifolia (Tenore)
Steenis) dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Escherichia Coli
secara In Vitro, Indonesia Medicus Veterinus, 1 (3), 337 – 351.
Dewi, M.K., et al. (2009). Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Ralstonia solanacearum Penyebaba Penyakit
Layu. LenteraBio. 3(1):51-57.
Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO). 2009. Cultured
Aquatic Spesies Information Programme, Oreochromis niloticus
(Linnaeus,1758). http://www.fao.org/fishery/culturedspesies/Oreochromis
niloticus/en
Harsono, D. 2014. Meraih Sukses Pisang dan Potensi Limbahnya sebagai
Pengganti Makanan Ternak. http://Bio Central Organik Go Green.com
Diakses 15 Juli 2019.
Hardjoeno UL. 2007. Kapita Selekta Virus dan Interpretasi Hasil Laboratorium.
Makassar: Cahya Dinan Rucitra: hlm. 5-14.
Jawetz et al., 2008. Medical Microbiology. 24thed. North America: Lange
Medical book.
Ma’at, S., 2009. Sterilisasi Disinfeksi. 45-47, Airlangga University Press,
Surabaya.
Mukhriani, 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktf.
Jurnal Kesehatan, 7(2): 361-367.
Plantamor. 2008. Plantamor Situs Dunia Tumbuhan, Informasi Spesies-Pala
http://www.plantamor.com/index.php?plant=883. 15 Juli 2019.

39
Pelczar, M. J., Chan, E. C. S., 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta:
Universitas ndonesia Press.
Prescott, et al. (2008). Microbiology 7th edition. USA: McGraw-Hill Book
Company.
Pratiwi. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga.
Sastrohamidjojo, H.,1996. Sintesis Bahan Alami 140. Universitas Gadjah Mada
Press, Yogyakarta
Setiabudy, Rianto. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi V (cetak ulang dengan
perbaikan). Jakarta: Gaya Baru..
Someya, S., Yoshiki, Y., and Okubo, K., 2002, Antioxidant Compounds from
Bananas (Musa cavendish), Food Chemistry, 79 (3):351-354.
Todar, K. 2005. Salmonella and Salmonellosis. Todar’s Online Textbook of
Bacteriology. University of Wisconsin-Madison Department of
Bacteriology. http://textbookofbacteriology.net/salmonella.html, 15 Juli
2019.
Sri Atun S. 2007. Fitokimia beberapa spesies Dipterocarpaceae Indonesia dari
genus Vatica, Anisoptera, Hopea, dan Dipterocarpus [Disertasi].
Bandung: Fakultas Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung.
Sugiyono, 2011. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D alfabeta.
Trampuz, Andrej and Widmer, A.F., 2004, Hand Hygiene : A Frequently Missed
Livesaving Opportunity During Patient Care, Mayo Clinic
Proceedings,79:109 – 116.
Voigt, R., 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Diterjemahkan oleh
Soendani N. S., UGM Press, Yogyakarta.

40

Anda mungkin juga menyukai