Anda di halaman 1dari 29

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK KULIT BUAH PISANG AMBON ( Musa

Paradisiaci Var. Sapientum L) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI


Staphylococcus aureus

OLEH

ST MARWAH

19.080.AF

AKADEMI FARMASI

YAYASAN MA'BULO SIBATANG MAKASSAR

2022
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim

Assalamualaikum warahmatullahi Wabarakatu

segala puji syukur panjatkan kehadiran allah SWT atas limpahan


rahmat dan karunia-Nya sehingga saya selaku penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini sebagai salah satu syarat Akademi farmasi
Yamasi Makassar.

Penulis menyadari begitu banyak bantuan dari berbagai pihak


untuk menyelesaikan laporan tugas akhir ini. Oleh karena itu saya
mengucapkan rasa hormat dan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Soleh bin Said selaku yayasan Ma'bulo sibatang


Akademi Farmasi Yamasi Makassar
2. Ibu Dr.Harningsih Karim,S.Si., M.Sc Selaku Direktur Akademi
Farmasi Yamasi Makassar.
3. Ibu apt.Ananda Ramadani S.Farm, M.Si selaku pembimbing yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran
dan dukungan selama proses penelitian dan menyusun laporan
akhir.
4. Bapak Ibu dosen Akademi Farmasi Yamasi Makassar yang telah
banyak membantu memberikan motivasi dan saran selama
mengikuti Pendidikan.
5. Kepada orang tua saya Sahabu Dg.Tawang dan Nurhayani ,
Saudara dan keluarga yang senantiasa memberikan segala yang
terbaik, Do'a , dukungan serta bimbingan yang menjadi motivasi
dalam hidup saya.
6. Untuk sahabat-sahabat (GERABAH) dan Tim penelitian yang tidak
dapat saya sebutkan Namanya satu persatu yang selama ini selalu
memotivasi , semangat, dukungan serta menghibur selama
menyelesaikan program studi.
7. Teman-teman kelas Nonreguler.D yang telah memberikan
dukungan serta menghibur selama program studi
8. Semua pihak yang membantu tidak dapat saya sebutkan satu
persatu

Makassar, Juli 2022


Penulis

St Marwah
PROPOSAL PENELITIAN

JUDUL LTA : UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK KULIT BUAH


PISANG AMBON (Musa Paradisiaci Var.
Sapientum L) TERHADAP PERTUMBUHAN
BAKTERI Staphylococcus aureus

NAMA MAHASISWA : ST MARWAH

NOMOR INDUK : 19.080.AF

PEMBIMBING : Ananda Ramadani.S.Farm, M.Si

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki banyak


keanekaragaman flora dan fauna yang melimpah . Hingga saat ini
sudah banyak sekali penelitian yang memberikan perkembangan
tentang manfaat dari berbagai macam flora dan fauna dalam berbagai
macam penyakit. Hingga sekarang terdapat lebih dari 37.000 jenis
tumbuhan total yang ada di Indonesia dan hanya sebagian saja yang
sudah dilakukan penelitian dalam menentukan manfaat tumbuhan
tersebut. Salah satu jenis tanaman yang memiliki banyak
keanekaragaman di Indonesia adalah pisang. Indonesia merupakan
salah satu negara penghasil pisang primer yang hingga saat ini
tercatat lebih dari 200 jenis pisang ada di Indonesia. Buah pisang
merupakan salah satu buah yang melimpah di Indonesia karena
memiliki sifat yang cocok dengan iklim pertumbuhan di Indonesia.
Pisang merupakan tumbuhan yang di komsumsi sehari-hari dari
mulai di makan langsung hingga di olah dengan olahan khusus
sehingga menjadi lebih di minati oleh masyarakat. Secara umum
buahnya memiliki rasa manis sehingga buah pisang bisa di komsumsi
sehari-hari.
Pisang merupakan salah satu tanaman yang banyak digunakan
masyarakat di negara berkembang sebagai obat tradisional. Kulit
pisang memiliki Kandungan fenolik dan bahan aktif seperti tanin dan
flavonoid ( Wardini dkk, 2017).
Efek farmakologi dari tanaman pisang adalah anti ulser,
penyembuhan luka, anti oksidan, penangkal untuk gigitan ular,
hipoglikemik, aterogenik dan augmentasi otot rangka ( Swati,2011).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Noorhamdani ( 2012 )
menunjukkan bahwa senyawa tanin dan Flavonoid yang terdapat
dalam kulit pisang Ambon muda berpotensi untuk menghambat
pertumbuhan bakteri Eschercia coli. Dari latar belakang diatas, penulis
tertarik melakukan penelitian Uji antibakteri ekstrak kulit pisang ambon
terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.

I.2 Rumusan Masalah `


Apakah kulit buah pisang Ambon (Musa Paradisiaca Var.
Sapientum L) memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus ?

I.3 Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui adanya daya hambat ekstrak kulit buah
pisang ambon ( Musa Paradisiaca Var. Sapientum L ) terhadap
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus
I.4 Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini berguna untuk menambah ilmu pengetahuan,
mengembangkan sikap ilmiah dan meningkatkan keterampilan
dalam meneliti dan menyusun LTA.
2. Menjadi sumber referensi ilmiah bagi peneliti lanjutan mengenai
pengaruh ekstrak kulit buah pisang ambon ( Musa Paradisiaca
Var. Sapientum L ) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus .
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Uraian Tumbuhan


II.1.1 Klasifikasi tumbuhan Kulit Buah Pisang Ambon (Musa
Paradisiaca Var. Sapientum L)

Gambar 2.1 Buah Pisang Ambon


(Supriyadi dan Satuhu, 2008)

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Zingibiralles
Famili : Musaceaeh
Genus : Musa L
Spesies : Musa Paradisiaca Var. Sapientum (L)
(ITIS, 2018)

II.1.2 Nama Daerah


Pisang ambon memiliki nama daerah seperti Cau,
gedang, pisang, kisang, kedhang, pesang,pisah (Jawa);
pisang, galuh, gaol, punti, puntik, puti, galo, gae (Sumatera);
harias, peti, pisang, pute, puti, rahias (Kalimantan); biu,
pisang, kalo, mutu, punti, kulu, muko, busa, wusa, huni, hundi,
uki (Nusa Tenggara); tagin, see, lambi, lutu, lok, unti pepe,
sagin, punti, uti (Sulawesi); fudir, pitah, uki, temai, seram,
kulla, uru, temae empulu, fust, at, tela (Maluku); nando,
rumaya, pipi, mayu, (Irian) (Dalimartha Setiawan, 2007).

II.1.3 Morfologi Tumbuhan


Pisang ambon merupakan tanaman perdu dengan tinggi
kurang lebih lima meter. Dengan batang tegak, lunak, bulat,
hijau kekuningan. Batang pohon terbentuk dari perkembangan
dan pertumbuhan pelepah yang mengelilingi poros lunak
panjang. Batang pisang yanag sesungguhnya terdapat pada
bonggol yang tersembunyi dalam tanah. pisang Ambon
memiliki daun tunggal, lonjong, panjang 1,5 – 2 meter dengan
lebar 30-50 cm, ujung tumpul, pangkal runcing, ibu tulang
bulat berlekuk, hijau. Pisang ambon memiliki bunga majemuk,
bentuk tandan, berkelamin dua, terletak di ujung batang,
tangkai silindris, kepala sari bulat dan kuning (Steenis, 2008).

II.1.4 Kandungan Kimia


Buah pisang Ambon mengandung serotonin,
norepinefrin, tanin, hidroksitriptamin , dopamin, Vitamin A, B,
dan C. Juga mengandung Flavonoid, glukosa, fruktosa,
sukrosa, tepung, protein, lemak, minyak menguap, kaya akan
mineral (Kalium, kalsium, fosfor, Fe) pektin, serotonin, 5-
hidroksi triptamin, dopamin dan Noradrenalin (Dalimartha
Setiawan, 2007).
Kulit pisang Ambon memiliki Kemampuan menghambat
pertumbuhan bakteri disebabkan karena adanya senyawa
aktif yang terkandung di dalam kulit buah pisang ambon
(Musa Paradisiaca Var Sapientum) diantaranya yaitu Tanin,
flavonoid, saponin, glikosida, terpenoid, dan alkaloid
(Ighodaro,2012).
II.1.5 Efek Farmakologi
Adapun efek farmakologi dari kulit buah pisang Ambon (
Musa Paradisiaca var Sapientum yaitu memiliki khasiat
sebagai agen pencegah pertumbuhan dan perkembangan sel
kanker tanpa mengganggu sel normal ( NAM Andini dan I
wardart,2014). Memliki aktivitas sebagai antibakteri Spesies
Staphylococcus Aureus (Imam dan Akter,2001) . Kulit pisang
muda dapat menyembuhkan berbegai penyakit infeksi,
diantaranya diare oleh Escherchia coli, anti oksidan dan
dapat mengatasi jerawat (Minerva dan Permatasari, 2014) .

II.2 Uraian Bakteri


II.2.1 Klasifikasi Bakteri
Sistemik Staphylococcus Aureus adalah sebagai berikut :
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacteriales
Marga : Staphylococcus
Jenis : Staphylococcus Aureus
Staphylococcus aureus Merupakan bakteri gram positif
anggota family micrococcaeae berbentuk bulat, bergerombol
seperti susunan buah anggur koloni berwarna abu-abu hingga
kuning tua, koagulase positif dan sifatnya sebagai bakteri
komensal dalam tubuh manusia yang jumlahnya berimbang
dengan flora normal lainnya. Staphylococcus aureus pada
manisua di antaranya di temukan pada hidung , kulit ,
tenggorkan dan lain-lain.
II.2.2 Patogenesis
Staphylococus aureus merupakan bakteri patogen
penyebab infeksi. Staphyloccocus aureus dapat menyebabkan
penyakit mulai dari yang ringan sampai yang berat bahkan
sering menyebabkan acne dan frunkulosis pada kulit, infeksi
Staphyloccocus Aureus pada tulang juga sering menyebabkan
osteomielitis, infeksi Staphyloccocus aureus pada organ
dalam dapat menyebabkan endokarditis, pneumonia dan
infeksi berat lainnya. Pada luka terbuka Staphylococcus
aureus juga sering menyebabkan infeksi. Hal ini dikarenakan
Staphylococcus aureus mempunyai bagian-bagian dan produk
yang mendukungnya sebagai salah satu bakteri pathogen.
Bakteri ini juga dapat menyebabkan bermacam-macam infeksi
seperti pneuomia, meningitis, empyema, endocarditis, jerawat,
pioderma atau impetigo (Nuria, dkk,2009).
Bakteri Staphylococcus aureus adalah bakteri gram
positif yang berbentuk bulat berdiameter 0,7-1,2 µm, tersusun
dalam kelompok-kelompok tidak teratur seperti buah anggur,
fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan bersifat non
motil. Bakteri ini memiliki batas optimum pada suhu 37°C,
untuk membentuk pigmen yang paling baik membutuhkan
suhu 20°-25°C. Staphylococcus aureus memiliki bentuk koloni
yang berwarna abu-abu hingga kuning emas pekat, bersifat
koagulase positif karena sifat ini Staphylococcus aureus
dengan spesies lain.
Upaya pengendalian terhadap bakteri Staphylococcus
aureus telah banyak dilakukan dan terbukti dengan adanya
antibiotik. Namun sejauh ini antibiotik seperti Penisilin G,
Ampisillin, Amoksillin, Tetreasiklin Dan Kloramfenikol dapat
menyebabkan resistensi bila di gunakan dalam jangka
panjang . Sehingga di perlukan penemuan Antibiotik yang
lebih aman , mudah serta hemat biaya. Akibat timbulnya
resistensi pada anti biotik maka saat ini di temukan obat
tradisional dari beberapa tumbuhan yang mampu
menyembuhkan penyakit diantaranya kulit pisang (Nuria,
dkk,2009).

II.2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia
yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak
dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang di ekstrak
mengandung senyawa kimia yang dapat larut dan senyawa
yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein, dan
lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda akan
mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa
tersebut terhadap pemanasan,udara,cahaya,logam berat, dan
derajat keasaman. Dengan di ketahuinya senyawa aktif yang
di kandung simplisia akan mempengaruhi pemilihan pelarut
dan cara ekstraksi yang tepat (Depkes RI 2000)
Ekstrak/sari adalah material hasil penarikan oleh pelarut
air atau pelarut organik dari bahan kering (Dikeringkan) . hasil
penyarian tersebut kemudian pelarutnya dihilangkan dengan
cara penguapan dengan alat evapator sehingga diperoleh
ekstrak kental jika pelarutnya pelarut organik. Jika pelarutnya
air, pada tahap akhir dilakukan penghilang total dengan
pengentalan dengan Waterbath dengan temperatur 60 oC
(Syaifuddin Aziz,2012).
Metode – metode Ekstraksi yaitu :
1. Cara Dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrak simplisia
dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali
pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan
(kamar). Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat
berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak
tahan pemanasan . secara teknologi maserasi termasuk
ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi
pada keseimbangan (Depkes, 2000).
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang
selalu baru dan sempurna yang umumnya dilakukan
pada temperatur ruangan. Prinsip perkolasi adalah
dengan menempatkan serbuk simplisia pada suatu
bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat
berpori. Proses terdiri dari tahap pengembangan bahan,
(penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus
sampai di peroleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5
kali bahan (Depkes RI,2000)
2. Cara Panas
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada
temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan
jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan
penggulangan proses pada residu pertama 3-5 kali
sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
b. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi yang menggunakan
pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan
dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan pelarut jumlah pelarut yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Biomasa ditempatkan
dalam wadah soklet akan mengosongkan isinya kedalam
labu dasar bulat setelah pelarut mencapai kadar tertentu.
Setelah pelarut segar melewati alat ini melalui pendingin
refluks , ekstraksi berlangsung efisien dan senyawa dari
biomasa secara efektif ditarik kedalam pelarut karena
konsentrasi awalnya rendah dalam pelarut
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik ( dengan
pengadukan kontinu ) pada temperatur ruangan (kamar),
yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50 oC
d. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada
temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam
penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98 oC
selama (15-20 menit ).
e. Destilasi Uap
Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan
menguap ( minyak atsiri) dari bahan (segar atau
simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan
parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap
air dari ketel secara kontinu sampai sempurna diakhiri
dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa
kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air
bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna
atau memisah sebagian . destilasi uap , bahan simplisia
benar-benar tidak tercelup ke air yang mendidih , namun
dilewati uap air sehingga senyawa kandungan menguap
ikut terdestilasi . destilasi uap dan air , bahan (simplisia)
bercampur sempurna atau sebagian dengan air
mendidih , senyawa kandungan menguap tetap ontinu
ikut terdestilasi ( Depkes RI, 2000).
II.2.4 Tinjauan Cara Penentuan Daya Hambat
a. Metode difusi
pada metode ini, penentuan aktivitas
didasarkan pada kemampuan difusi dari
zat antimikroba dalam lempeng agar yang
telah diinokulasi dengan mikroba uji. hasil
pengamatan yang akan diperoleh berupa
ada atau tidaknya zona hambatan yang
akan terbentuk disekeliling zat antimikroba
pada waktu tertentu masa inkubasi. pada
metode ini dapat dilakukan dengan 3 cara,
yaitu :
1. Cara Cakram (Disc)
cara ini merupakan cara yang paling
sering digunakan untuk menentukan
kepekaan kuman terhadap berbagai
macam obat-obatan . Pada cara ini,
digunakan suatu cakram kertas saring
(paper disk) yang berfungsi sebagai
tempat menampung zat antimikroba .
kertas saring tersebut kemudian
diletakkan pada lempeng agar yang
telah diinokulasi mikroba uji, kemudian
diinkubasi pada waktu tertentu sesuai
dengan kondisi optinum darimikroba
uji. Pada umumnya, hasil yang bisa
diamati setelah inkubasi selama 18-24
jam dengan suhu 37 C . hasil
pengamatan yang diperoleh berupa
ada atau tidaknya daerah bening yang
terbentuk disekeliling kertas cakram
yang menunjukkan zona hambat pada
pertumbuhan bakteri.
Metode cakram disk atau cakram
kertas ini memiliki kelebihan dan
kekurangan. kelebihannya adalah
mudah dilakukan, tidak memelurkan
peralatan khusus dan relatif murah.
Sedangkan kelemahannya adalah
ukuran zona bening yang terbentuk
tergantung oleh kondisi inkubasi,
inokulasi, inokulum, predifusi dan
preinkubasi serta ketebalan medium.
Apabila keempat faktor tersebut tidak
sesuai maka hasil dari metode cakram
disk ini tidak dapat diaplikasikan pada
mikroorganisme yang pertumbuhannya
lambat dan mikroorganisme yang
bersifat anaerob obligat.
1. Cara parit (Ditch)
Suatu lempeng agar yang telah
diinokulasi dengan bakteri uji di
buat sebidang parit. Parit tersebut
berisi zat antimikroba, kemudian
diinkubasi pada waktu dan suhu
optimum yang sesuai untuk mikroba
uji. Hasil pengamatan yang akan
diperoleh berupa ada tidaknya zona
hambat yang akan terbentuk
disekitar parit.
2. Cara Sumuran (hole/cup)
Pada lempeng agar yang telah
diinokulasikan dengan bakteri uji
dibuat suatu lubang yang
selanjutnya diisi dengan zat uji.
Setelah diinkubasi pada suhu dan
waktu yang sesuai dengan mikroba
uji, dilakukan pengamatan dengan
melihat ada tidaknya zona
hambatan di sekeliling lubang
(Prayoga,2013).

b. Metode Dilusi

Pada metode ini dilakukan dengan mencampurkan zat antimikroba


dan media agar, yang kemudian diinokulasikan dengan mikroba didalam
media. Aktivitas zat antimikroba ditentukjan dengan melihat kadar hambat
minimum (KHM) yang merupakan konsentrasi terkecil dari zat antimkroba
uji yang masih memberikan efek penghambatan terhadap pertumbuhan
mikroba uji. Metode ini terdiri atas dua cara, yaitu :

a. Pengenceran serial dalam tabung

pengujian dilakukan dengan menggunakan sederetan tabung


reaksi yang diisi dengan inokulum kuman dan larutan antibakteri dalam
berbagai konsentrasi. Zat yang akan duluji aktivitas bakterinya diencerkan
sesuai serial dalam media cair, kemudian diinokulasi dengan kuman dan
diinkubasi pada waktu dan suhu yang sesuai dengan mikroba uji. Aktivitas
zat ditentukan sebagai KHM (Pratiwi,2008)
b. Penipisan lempeng agar

zat antibakteri diencerkan dalam media agar dan kemudian


dituangkan kedalam cawan petri. setelah agar dan kemudian dituangkan
kedalam cawan petri. setelah agar membeku , diinokulasikan kuman
kemudian diinkubasi pada waktu dan suhu tertentu. Konsentrasi terendah
dari larutan zat antibakteri yang masih memberikan hambatan terhadap
pertumbuhan kuman ditetapkan sebagai konsentrasi Hambat minimal
(KHM) (Pratiwi,2008)

Tabel.2.1 Kategori Diameter Zona Hambat

< 5 mm lemah
6-10 mm sedang
11-20 mm kuat
>n21 sangat kuat
(Surjowardoyo,2015)
BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif eksperimen
laboratorium untuk mengetahui apakah Ekstrak kulit buah pisang
ambon memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus

III.2 Alat dan Bahan


III.2.1 Alat
Alat yang di gunakan labu destilasi, paper disik,
aluminium foil, Batang pengaduk, bunset, cawan petri, cawan
porselin, corong, erlenmeyer 250 ml , gelas ukur 10 ml ,
handscoon, kain flanel, mistar, masker, oven, otoklaf, panci,
rotavapor, spoit, timbangan analitik, tabung, tabung reaksi,
dan water bath.
III.2.2 Bahan
Bahan yang di gunakan adalah kulit buah pisang Ambon
mentah, aqua dest, ekstrak kulit pisang ambon, etanol 96 % ,
Nutrien agar ( NA), Staphylococcus aureus (bakteri uji).
III.3 Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan April- juni 2022 di
laboratorium fitokimia dan laboratorium mikrobiologi akademi farmasi
yamasi makassar.
III.4 Prosedur Kerja
III.4.1 Pengolahan Sampel
Sampel kulit buah pisang ambon (Musa Paradiaca var.
Sapientum L) diambil dalam kondisi yang masih segar dan
mentah sebanyak 350 g, kemudian kulit buah pisang
dipisahkan dari isinya, lalu dicuci dengan air mengalir,
selanjutnya kulit buah dirajang dan dikeringkan dibawah
sinar matahari langsung. Setelah kering kulit buah siap
diekstraksi.
III.4.2 Pembuatan Ekstrak
Pembuatan ekstrak dilakukan secara maserasi.
Serbuk simplisia kulit buah pisang ambon ditimbang
sebanyak 350 g (satu bagian) dan dimasukkan dalam
toples kemudian ditambahkan 10 bagian pelarut etanol
96% dan direndam selama 3 jam dengan beberapa kali
pengadukan, dan didiamkan selama 21 jam.
Hasil maserasi disaring dan filtrat dikumpulkan dan
dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator pada
suhu 50oC hingga diperoleh ekstrak kental yang masih bisa
di tuang . selanjutnya ekstrak dipindahkan kedalam cawan
penguap dan pemekatan dilanjutkan diatas penangas air
pada suhu tidak lebih dari 50oC hingga diperoleh ekstrak
kental
III.4.3 Pengujian Antibakteri
III.4.3.1 Penyiapan Konsentrasi Ekstrak
Suspensi ekstrak etanol Kulit buah pisang Ambon
dengan konsetrasi 5 % b/v dibuat dengan cara ditimbang
0,05 g ekstrak, disuspensikan dalam 10 ml DMSO
ekstrak dengan konsentrasi 10 % b/v di buat dengan
cara ditimbang 0,1g ekstrak disuspensikan dalam 10 ml
DMSO. dan kontrol negatif menggunakan DMSO.
III.4.3.2 Pembuatan Media
Medium Nutrien Agar ( NA)
Komposisi : Pepton 5 , Meat extract 3 , Agar 12
Cara pembuatan :
Ditimbang NA sebanyak 2,8 g dan di masukkan ke
dalam Erlenmeyer lalu di larutkan dengan air suling
sebanyak 100 ml dengan sedikit pemanasan agar semua
bahan larut dan di strerilkan dalam autoklaf pada suhu
121oC selama 15 menit dengan tekanan 1 atm.
III.4.3.3 Penyiapan bakteri uji
a. Peremajaan bakteri
Dibuat terlebih dahulu medium agar miring
sebelum dilakukan peremajaan bakteri dengan cara
10 ml medium NA dituang ke dalam tabung reaksi lalu
dibiarkan sampai medium memadat , diambil 1 koloni
biakkan bakteri Staphylococcus aureus dengan
menggunakan ose bulat, kemudian di inkubasi dengan
cara digoreskan pada medium NA miring dan
diinkubasi pada suhu 37 selama 1x24 jam.

b. Pembuatan suspensi bakteri Staphylococcus


aureus
Diambil 1 ose biakan bakteri hasil peremajaan
disuspensikan dengan 10 ml larutan fisiologi NaCL 0,9
% , lalu dihomogenkan hingga diperoleh suspensi
staphylococcus aureus
III.4.3.4 Pengujian daya hambat
Disiapkan pengenceran dalam cawan ,
direndam paperdisk kedalam masing masing
sampel, di tuang Media NA ke cawan petri
(padatkan) , digoreskan Staphylococcus aureus
kepermukan media yang telah digores bakteri,
diberikan tanda pada masing-masing sampel,
diinkubasi 1x24 jam, diukur zona hambat
menggunakan jangka sorong, Diulang sebanyak 2
kali.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dilaboratorium Mikrobiologi


menunjukkan adanya efek antibakteri ekstrak kulit buah pisang ambon
(Musa paradisiaca var.sapientum L ) terhadap pertumbuhan bakteri
staphylococcus aureus . Ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening
disekeliling kertas cakram yang sudah diberi ekstrak . Hasil pengukuran
penelitian didapat dengan mengukur zona hambat ekstrak kulit buah
pisang ambon (Musa paradisiaca var.sapientum L ) dengan konsentrasi
5% dan 10% . Daerah yang ukur yaitu daerah tampak jernih yang tidak
ditumbuhi oleh bakteri Stapylococcus aureus disekitar kertas cakram
(paper disk), diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 4.1 Hasil penelitian pengamatan daya hambat ekstrak kulit buah
pisang ambon terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus
Replikasi
5% 10% K(-)
1 4,90 12,23 0
2 6,60 14,44 0
3 7,01 14,74 0
rata rata 6,17 11,08 0
kategori Sedang kuat

(Diagram)
IV.2 Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya daya hambat anti
bakteri dari ekstrak kulit buah pisang ambon (Musa paradisiaca
var.sapientum L) terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan
metode difusi agar dan menggunakan kertas cakram (paper disk).
Pada tabel 4.1 didapat hasil penelitian dengan konsentrasi ekstrak kulit
buah pisang ambon (Musa paradisiaca var sapientum L) 5% dan 10%
terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus . pengamatan
dilakukan dengan cara mengukur zona bening yang terbentuk
menggunakan jangka sorong. Berdasarkan zona hambatan, dapat dilihat
bahwa zona hambat pada konsentrasi 10% lebih besar bila dibandingkan
dengan konsentrasi 5 % . Adanya perbedaan zona hambat ini disebabkan
karena konsentrasi yang lebih besar mengandung lebih zat aktif yang
berkhasiat sebagai antibakteri.
secara keseluruhan dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi
ekstrak maka semakin besar diameter daerah hambat yang terbentuk. hal
ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Pelezar & chan (1988)
bahwa semakin besar konsentrasi senyawa antimikroba yang diujikan,
maka aktivitas antimikroba senyawa tersebut semakin besar.
pada konsentrasi 5 % rata-rata zona hambat ekstrak kulit buah
pisang ambon yaitu 6,17 mm pada konsentrasi 10 % rata-rata zona
hambat pada ekstrak kulit buah pisang ambon 11,08 mm. Menurut
Surdjowardoyo, Tri eko dkk(2015) zona hambat 6-10 mm dapat
dikagetorikan memiliki daya hambat Sedang, dan zona hambat 11-20
dikategorikan memiliki daya hambat yang kuat.
Diameter zona hambat pada control negatif menggunakan DMSO
tanpa ekstrak tidak terbentuk, hal ini menunjukkan bahwa zona hambat
antibakteri tidak dipengaruhi oleh faktor pelarut yang digunakan sehingga
aktivitas antibakteri yang dilakukan merupakan potensi yang dimiliki oleh
ekstrak kulit buah pisang ambon. Pada penelitian yang dilakukan
sebelumnya oleh Chanbuck, Z et al (2013) menemukan bahwa ekstrak
kulit buah pisang ambon yang segar dan berwarna kuning mampu
menghambat pertumbuhan bakteri staphylococcus aureus. Pada
penelitiam Dwi Rachmawati dkk, juga mengatakan bahwa ekstrak etanol
kulit buah pisang ambon (Musa paradisiaca Var. Sapientum L) dapat
menghambat pertumbuhan Esherichia coli sebagai bakteri gram negatif
dengan menghasilkan masing-masing diameter zona hambat yang
signifikan terhadap bakteri Eschercia coli.
BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Ekstrak kulit buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum
L) memiliki zona hambat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus . Diameter hambatan yang dihasilkan pada pengujian ekstrak kulit
buah pisang dengan konsentrasi 5% adalah 6.17 mm, sedangkan pada
konsentrasi 10% adalah 11,08 sehingga dapat disimpulkan bahwa pada
konsentrasi 5% dapat dikategorikan memiliki daya hambat yang lemah
dan pada konsentrasi 10% dapat dikategorikan memiliki daya hambat
yang kuat. Hasil analisa Statistik menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan antara diameter hambat pada konsentrasi yang berbeda
terhadap mikroba uji.

V.2 Saran
Diharapakan kepada peneliti selanjutnya untuk membuat Ekstrak
kulit buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum L) Dengan
konsentrasi yang lebih tinggi dan menguji aktivitasnya dengan jenis
bakteri lainnya.
LAMPIRAN. Prosedur Penelitian

SKEMA KERJA

Kulit Buah Pisang Ambon


Kultur murni bakteri

Diinkubasikan pada suhu - Dibersihkan


37°C selama 1 x 24 jam - Dipotong-potong
- Di Ekstraksi
Peremajaan
Staphylococcus aureus Ekstrak Cair

Disuspensikan dengan Dirotavapor


NaCl 0,9% 10 ml
Ekstrak Kental
Suspensi
Staphylococcus aureus
Medium
NA 20 ml Ekstrak kental kulit pisang
ambon dengan konsentrasi
10% dan 15%
Dihomogenkan
Dalam botol coklat

Kontrol Negatif

10%
15%

Pengukuran zona hambatan

Pembahasan dan kesimpulan


DAFTAR PUSTAKA

Allison, D., & Gilbert, P (2004) Pharmaceutical Microbiologi .USA:


Blackwell Science Massachusets
Dinastuti, Rina, Sri Poeranto Y.S., dan Dwi Yuni Nur Hidayati. (2015). Uji
Efektifitas Antifungal Ekstrak Kulit Pisang Kepok (Musa acuminata x
balbisiana) Mentah Terhadap Pertumbuhan Candida albicans
Secara In Vitro. Majalah Kesehatan FKUB. 2 (3).
Dalimartha Setiawan.2008. Atlas tumbuhan Obat Jilid % . jakarta : PT
Pustaka Bunda
Dirjen POM., Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Jakarta
: Departemen Kesehatan RI, 2000
Cushnie, T. P. & lamb, A. J., 2005, Antimicrobial activity of flavonoids,
International journal of Antimrobal agent, 26
Imam M>Z dan Aker S., 2011 Musa Paradisiaca L dan Musa Sapientum L.
: A Phytochemical and Pharmacologi Review, Bangladesh :
Departemen of farmacy Stamford university Bangladesh.
Indah SY. Dr & Bagus Supriyanto, S.KM,(2013) Keajaiban Kulit Buah.
Surabaya. Tibbun Media
Ighodaro, O. M,2012 , Evalution study on Ngerian Species Of Musa
Paradisiaca Peels, Researcher, 4 (8)
Juliantina, F., Citra, D. A ., Nirwanai , B., Nurmsitoh, T., Bowo, E,T.2009
Agent Antibakterial terhadap bakteri gram positif dan gram negatif,
jurnal kedokteran dan kesehatan Indonesia 1(1)
NAM Andini dan I Windarti, 2014 Potensi kulit pisang ambon ( Musa
Sapientum ) sebagai agen Kemoterapi dan Ko-kemoterapi pada
kanke payudara, Lampung: Fakultas Kedokteran Lampung.
Nuria, C., faizatun., Sumantri 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol
Daun Jarak Pagar ( Jatropa Curcas L) Terhadap bakteri
Staphyloccocus Aureus , Escercia Coli, dan Salmonella typhi
Atcc1048. Jurnal ilmu-Ilmu Pertanian,5(2):26-37
Noorhamdani, Permatasari Nur, Minerva Annie. 2012. Ekstrak Metanol
Kulit Pisang Ambon Muda (Musa paradisiaca L.) Sebagai
Antimikroba Terhadap Bakteri Escherichia coli Secara In Vitro.
Mikrobiologi FKUB. 2 (3):73-80.
Supriadi, Ahmad san Suyanti satuhu, 2008. Pisang, Budidaya,
pengelolahan dan prospek Pasa. Jakarta : Dian Rakyat
Supriati, Y dan E. Herlina , 2015 Sayuran organik Dalam pot. Penebar
Swadaya. Jakarta. 148 hal
Saifuddin A., 2014 Senyawa alam metabolit sekunder, Teori, Konsep dan
teknik Pemurnian , Yogyakarta : CV Budi Utama
Purwanti Pahrurodji, 2017 Gerakan Sekolah Bersih Menyenangkan.
Jakarta.5 hal
Pelezar, M.J., & Chan (1988) . Dasar-dasar Mikrobiologi 2 . Jakarta :UI
Press
Wardini, ladisia agata, dan Siti Sulandjari. 2017. Pengaruh Penambahan
Tepung Kulit Pisang Kepok dan Kulit Jeruk Nipis Terhadap Hasil
Lulur Tradisional. e-Journal,6 (1): 73-80.

Anda mungkin juga menyukai