OLEH
ST MARWAH
19.080.AF
AKADEMI FARMASI
2022
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim
St Marwah
PROPOSAL PENELITIAN
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Zingibiralles
Famili : Musaceaeh
Genus : Musa L
Spesies : Musa Paradisiaca Var. Sapientum (L)
(ITIS, 2018)
II.2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia
yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak
dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang di ekstrak
mengandung senyawa kimia yang dapat larut dan senyawa
yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein, dan
lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda akan
mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa
tersebut terhadap pemanasan,udara,cahaya,logam berat, dan
derajat keasaman. Dengan di ketahuinya senyawa aktif yang
di kandung simplisia akan mempengaruhi pemilihan pelarut
dan cara ekstraksi yang tepat (Depkes RI 2000)
Ekstrak/sari adalah material hasil penarikan oleh pelarut
air atau pelarut organik dari bahan kering (Dikeringkan) . hasil
penyarian tersebut kemudian pelarutnya dihilangkan dengan
cara penguapan dengan alat evapator sehingga diperoleh
ekstrak kental jika pelarutnya pelarut organik. Jika pelarutnya
air, pada tahap akhir dilakukan penghilang total dengan
pengentalan dengan Waterbath dengan temperatur 60 oC
(Syaifuddin Aziz,2012).
Metode – metode Ekstraksi yaitu :
1. Cara Dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrak simplisia
dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali
pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan
(kamar). Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat
berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak
tahan pemanasan . secara teknologi maserasi termasuk
ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi
pada keseimbangan (Depkes, 2000).
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang
selalu baru dan sempurna yang umumnya dilakukan
pada temperatur ruangan. Prinsip perkolasi adalah
dengan menempatkan serbuk simplisia pada suatu
bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat
berpori. Proses terdiri dari tahap pengembangan bahan,
(penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus
sampai di peroleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5
kali bahan (Depkes RI,2000)
2. Cara Panas
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada
temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan
jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan
penggulangan proses pada residu pertama 3-5 kali
sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
b. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi yang menggunakan
pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan
dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan pelarut jumlah pelarut yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Biomasa ditempatkan
dalam wadah soklet akan mengosongkan isinya kedalam
labu dasar bulat setelah pelarut mencapai kadar tertentu.
Setelah pelarut segar melewati alat ini melalui pendingin
refluks , ekstraksi berlangsung efisien dan senyawa dari
biomasa secara efektif ditarik kedalam pelarut karena
konsentrasi awalnya rendah dalam pelarut
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik ( dengan
pengadukan kontinu ) pada temperatur ruangan (kamar),
yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50 oC
d. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada
temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam
penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98 oC
selama (15-20 menit ).
e. Destilasi Uap
Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan
menguap ( minyak atsiri) dari bahan (segar atau
simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan
parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap
air dari ketel secara kontinu sampai sempurna diakhiri
dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa
kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air
bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna
atau memisah sebagian . destilasi uap , bahan simplisia
benar-benar tidak tercelup ke air yang mendidih , namun
dilewati uap air sehingga senyawa kandungan menguap
ikut terdestilasi . destilasi uap dan air , bahan (simplisia)
bercampur sempurna atau sebagian dengan air
mendidih , senyawa kandungan menguap tetap ontinu
ikut terdestilasi ( Depkes RI, 2000).
II.2.4 Tinjauan Cara Penentuan Daya Hambat
a. Metode difusi
pada metode ini, penentuan aktivitas
didasarkan pada kemampuan difusi dari
zat antimikroba dalam lempeng agar yang
telah diinokulasi dengan mikroba uji. hasil
pengamatan yang akan diperoleh berupa
ada atau tidaknya zona hambatan yang
akan terbentuk disekeliling zat antimikroba
pada waktu tertentu masa inkubasi. pada
metode ini dapat dilakukan dengan 3 cara,
yaitu :
1. Cara Cakram (Disc)
cara ini merupakan cara yang paling
sering digunakan untuk menentukan
kepekaan kuman terhadap berbagai
macam obat-obatan . Pada cara ini,
digunakan suatu cakram kertas saring
(paper disk) yang berfungsi sebagai
tempat menampung zat antimikroba .
kertas saring tersebut kemudian
diletakkan pada lempeng agar yang
telah diinokulasi mikroba uji, kemudian
diinkubasi pada waktu tertentu sesuai
dengan kondisi optinum darimikroba
uji. Pada umumnya, hasil yang bisa
diamati setelah inkubasi selama 18-24
jam dengan suhu 37 C . hasil
pengamatan yang diperoleh berupa
ada atau tidaknya daerah bening yang
terbentuk disekeliling kertas cakram
yang menunjukkan zona hambat pada
pertumbuhan bakteri.
Metode cakram disk atau cakram
kertas ini memiliki kelebihan dan
kekurangan. kelebihannya adalah
mudah dilakukan, tidak memelurkan
peralatan khusus dan relatif murah.
Sedangkan kelemahannya adalah
ukuran zona bening yang terbentuk
tergantung oleh kondisi inkubasi,
inokulasi, inokulum, predifusi dan
preinkubasi serta ketebalan medium.
Apabila keempat faktor tersebut tidak
sesuai maka hasil dari metode cakram
disk ini tidak dapat diaplikasikan pada
mikroorganisme yang pertumbuhannya
lambat dan mikroorganisme yang
bersifat anaerob obligat.
1. Cara parit (Ditch)
Suatu lempeng agar yang telah
diinokulasi dengan bakteri uji di
buat sebidang parit. Parit tersebut
berisi zat antimikroba, kemudian
diinkubasi pada waktu dan suhu
optimum yang sesuai untuk mikroba
uji. Hasil pengamatan yang akan
diperoleh berupa ada tidaknya zona
hambat yang akan terbentuk
disekitar parit.
2. Cara Sumuran (hole/cup)
Pada lempeng agar yang telah
diinokulasikan dengan bakteri uji
dibuat suatu lubang yang
selanjutnya diisi dengan zat uji.
Setelah diinkubasi pada suhu dan
waktu yang sesuai dengan mikroba
uji, dilakukan pengamatan dengan
melihat ada tidaknya zona
hambatan di sekeliling lubang
(Prayoga,2013).
b. Metode Dilusi
< 5 mm lemah
6-10 mm sedang
11-20 mm kuat
>n21 sangat kuat
(Surjowardoyo,2015)
BAB III
METODE PENELITIAN
Tabel 4.1 Hasil penelitian pengamatan daya hambat ekstrak kulit buah
pisang ambon terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus
Replikasi
5% 10% K(-)
1 4,90 12,23 0
2 6,60 14,44 0
3 7,01 14,74 0
rata rata 6,17 11,08 0
kategori Sedang kuat
(Diagram)
IV.2 Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya daya hambat anti
bakteri dari ekstrak kulit buah pisang ambon (Musa paradisiaca
var.sapientum L) terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan
metode difusi agar dan menggunakan kertas cakram (paper disk).
Pada tabel 4.1 didapat hasil penelitian dengan konsentrasi ekstrak kulit
buah pisang ambon (Musa paradisiaca var sapientum L) 5% dan 10%
terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus . pengamatan
dilakukan dengan cara mengukur zona bening yang terbentuk
menggunakan jangka sorong. Berdasarkan zona hambatan, dapat dilihat
bahwa zona hambat pada konsentrasi 10% lebih besar bila dibandingkan
dengan konsentrasi 5 % . Adanya perbedaan zona hambat ini disebabkan
karena konsentrasi yang lebih besar mengandung lebih zat aktif yang
berkhasiat sebagai antibakteri.
secara keseluruhan dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi
ekstrak maka semakin besar diameter daerah hambat yang terbentuk. hal
ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Pelezar & chan (1988)
bahwa semakin besar konsentrasi senyawa antimikroba yang diujikan,
maka aktivitas antimikroba senyawa tersebut semakin besar.
pada konsentrasi 5 % rata-rata zona hambat ekstrak kulit buah
pisang ambon yaitu 6,17 mm pada konsentrasi 10 % rata-rata zona
hambat pada ekstrak kulit buah pisang ambon 11,08 mm. Menurut
Surdjowardoyo, Tri eko dkk(2015) zona hambat 6-10 mm dapat
dikagetorikan memiliki daya hambat Sedang, dan zona hambat 11-20
dikategorikan memiliki daya hambat yang kuat.
Diameter zona hambat pada control negatif menggunakan DMSO
tanpa ekstrak tidak terbentuk, hal ini menunjukkan bahwa zona hambat
antibakteri tidak dipengaruhi oleh faktor pelarut yang digunakan sehingga
aktivitas antibakteri yang dilakukan merupakan potensi yang dimiliki oleh
ekstrak kulit buah pisang ambon. Pada penelitian yang dilakukan
sebelumnya oleh Chanbuck, Z et al (2013) menemukan bahwa ekstrak
kulit buah pisang ambon yang segar dan berwarna kuning mampu
menghambat pertumbuhan bakteri staphylococcus aureus. Pada
penelitiam Dwi Rachmawati dkk, juga mengatakan bahwa ekstrak etanol
kulit buah pisang ambon (Musa paradisiaca Var. Sapientum L) dapat
menghambat pertumbuhan Esherichia coli sebagai bakteri gram negatif
dengan menghasilkan masing-masing diameter zona hambat yang
signifikan terhadap bakteri Eschercia coli.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Ekstrak kulit buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum
L) memiliki zona hambat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus . Diameter hambatan yang dihasilkan pada pengujian ekstrak kulit
buah pisang dengan konsentrasi 5% adalah 6.17 mm, sedangkan pada
konsentrasi 10% adalah 11,08 sehingga dapat disimpulkan bahwa pada
konsentrasi 5% dapat dikategorikan memiliki daya hambat yang lemah
dan pada konsentrasi 10% dapat dikategorikan memiliki daya hambat
yang kuat. Hasil analisa Statistik menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan antara diameter hambat pada konsentrasi yang berbeda
terhadap mikroba uji.
V.2 Saran
Diharapakan kepada peneliti selanjutnya untuk membuat Ekstrak
kulit buah pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum L) Dengan
konsentrasi yang lebih tinggi dan menguji aktivitasnya dengan jenis
bakteri lainnya.
LAMPIRAN. Prosedur Penelitian
SKEMA KERJA
Kontrol Negatif
10%
15%