PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kulit merupakan bagian tubuh yang terletak di bagian terluar atau permukaan tubuh yang
berinteraksi langsung dengan lingkungan. Dalam kehidupan sehari- hari, kulit sering
berinteraksi dengan berbagai produk kecantikan seperti kosmetik, banda-benda sekitar, dan
lingkungan (Butarbutar, 2020). Kondisi lingkungan salah satu faktor yang memengaruhi
kondisi kesehatan kulit, karena kulit lebih sering berkontak langsung dengan lingkungan.
Selain itu iklim, tempat tinggal, kebiasaan hidup yang kurang sehat, dan alergi juga dapat
mempengaruhi kesehatan kulit (Putri et al., 2018).
Penyakit kulit sering dijumpai pada negara yang beriklim tropis seperti Indonesia, salah satu
penyebabnya yaitu bakteri. Staphylococcus aureus adalah bakteri yang dapat menyebabkan
infeksi pada kulit seperti jerawat, impetigo, bisul, selulitis, folikulitis, karbunkel, syndrome
kulit melepuh dan abses (Ansari et al., 2021). Bakteri Staphylococcus aureus, merupakan
bakteri flora normal pada mulut dan saluran pernapasan tetapi bersifat patogen menyebabkan
infeksi pada kulit.
Salah satu cara pencegahan yang dapat kita lakukan untuk mengatasi permasalah kulit
tersebut adalah dengan penggunaan lotion. Sediaan lotion merupakan kosmetik golongan
emolien (pelembut) minyak dalam air (Pradiningsih et al., 2022). Sediaan ini berfungsi sangat
baik dalam membantu menjaga kelembapan dan kelembutan kulit, juga menjaga elastisitas
kulit dari berbagai pengaruh lingkungan dan radikal bebas agar kulit selalu menjadi sehat dan
segar setiap waktu (Putriyana and Purgiyanti,, 2018). Lotion juga dapat digunakan untuk
melindungi kulit dari infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
Keunggulan lotion dibandingkan produk salep atau krim adalah lotion dapat tersebar tipis dan
dapat mencakup ke area kulit yang luas, lotion juga dapat segera diaplikasikan untuk area
yang berbulu karena bentuknya yang kurang kental (Rahman et al., 2013). Pemakaian lotion
yang memiliki manfaat sebagai antibakteri masih jarang digunakan. Kebanyakan produk-
produk lotion yang sering kita temui atau yang beredar dipasaran hanya memiliki manfaat
sebagai pelembab dan pencerah kulit. Sedangkan lotion yang mengandung manfaat sebagai
antibakteri masih jarang ditemukan. Untuk itu diperlukan lotion yang mengandung senyawa
antibakteri didalamnya, selain bermanfaat sebagai pelembab kulit lotion juga bermanfaat
sebagai antibakteri (Sari, et al., 2017).
Tumbuhan daun sisik naga telah Dimanfaatkan untuk pengobatan secara tradisional oleh
masyarakat sebagai sakit Kuning, sembelit, sakit perut, pendarahan, rematik, keputihan, dan
kanker Payudara. Bagian dari tumbuhan sisik naga yang banyak diteliti dan bermanfaat
Sebagai obat adalah daunnya. Bagian daunnya tersebut digunakan untuk Mengobati berbagai
penyakit, salah satunya adalah sariawan (Dalimartha, 2008). Tanaman sisik naga
mengandung saponin, polifenol, minyak atsiri,Sterol/triterpen, fenol, flavonoid, gula, dan
tanin (Hariana, 2006; Dalimartha, 2008).
Berdasarkan buku “Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia” jilid ke III (1995) karya Prof. H.
М. Hembing Wijayakusama, daun dan seluruh bagian tubuh sisik naga dapat dipakai untuk
mengobati luka luar atau penyakit kulit seperti kudis dan kurap. Cara pemakaiannya yaitu
tanaman yang segar dilumatkan kemudian dibubuhi di tempat yang sakit atau bisa juga
dengan cara direbus dan airnya dipakai sebagai air cuci pada luka.
Pada tahun 2017, Marjoni, Riza, dan lainnya telah menguji Ekstrak air daun sisik naga dan
menemukan aktivitas Analgetiknya. Daun sisik naga mengandung Berbagai senyawa kimia
seperti saponin, fenol, Flavonoid, sterol, dan tannin (Arif, dkk, 2018). Pada tahun 2014, Yanti
dan Sari melakukan uji aktivitas antibakteri Menggunakan ekstrak etanol dari daun sisik naga
Terhadap bakteri Staphylococcus aureus yang telah Resisten terhadap methicillin
(Methicillin-Resistant Staphylocccus aureus).Senyawa-senyawa bioaktif ini dapat memiliki
sifat Antifungi (Untu, S., 2019) dan antibakteri (Rahmawati, R., 2014).
Bakteri penyebab Penyakit kulit pada manusia yaitu Staphylococcus epidermidis. Terapi
pengobatan Terhadap infeksi bakteri diaplikasikan dengan penggunaan antibiotik yang saat
ini Telah banyak menimbulkan permasalahan kesehatan seperti resistensi antibiotik Dan
timbulnya efek samping yang berbahaya. Sehingga diperlukan penelitian yang Menunjang
perkembangan obat herbal sebagai obat antibakteri. Sisik naga merupakan tanaman epifit
yang banyak ditemukan merambat di Pohon-pohon. Selain itu berbagai Penelitian telah
dilakukan yang menunjukkan bahwa ekstrak tanaman ini memiliki Aktivitas antibakteri.
Berdasarkan latar belakang di atas, Daun sisik naga memiliki kandungan seperti
flavonoid, fenol, tanin, minyak atsiri, dan sterol yang berperan sebagai
antibakteri. Sehingga penulis ingin melakukan penelitian tentang Analisis Antibakteri
Sediaan Lotion Ekstrak Etanol Daun sisik naga Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus.
Karena penggunaan ekstrak daun sisik naga sebagai sediaan lotion masih belum pernah
dilakukan, Sehingga penulis tertarik melakukan penelitian ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas masalah yang dapat dirumuskan adalah apakah terdapat
perbedaan daya hambat pada sediaan lotion ekstrak etanol daun sisik naga formula 1
(konsentrasi ekstrak 40%) dan formula II (konantrasi ekstrak 50%), terhadap pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk menjelaskan perbedaan daya hambat sediaan lotion ekstrak etanol daun sisik naga
formula I dan II terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
2. Tujuan Khusus
a. Mengukur daya hambat sediaan lotion ekstrak etanol daun sisik naga formula
1 (konsentrasi 40%) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus
b. Mengukur daya hambat sediaan lotion ekstrak etanol daun sisik naga formula
II (konsentrasi 50%) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus
c. Menganalisis perbedaan daya hambat sediaan lotion ekstrak etanol daun sisik
naga formula 1, dan II terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
D. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah berdasarkan keilmuan bakteriologi dengan menganalisis
perbedaan daya hambat sediaan lotion ekstrak etanol daun sisik naga terhadap pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan penulis dalam
menganalisis sediaan lotion ekstrak etanol daun sisik naga terhadap bakteri Staphylococcus
aureus.
2. Bagi Institusi
Sebagai referensi dan bahan tambahan kepustakaan bagi mahasiswa/i Poltekkes Kemenkes
Pontianak Jurusan Teknologi Laboratorium Medis, khususnya dalam bidang bakteriologi
serta diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk pengembangan penelitian selanjutnya.
3. Bagi Masyarakat
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang manfaat
daun sisik naga sebagai sediaan lotion antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Jgn lupa keahlian penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
E. Pelarut
Sebelum melakukan ekstraksi hal yang harus dilakukan sebelumnya adalah memilih pelarut.
Pemilihan pelarut tentunya berdasarkan hasil pemeriksaan pendahuluan terhadap sampel
yang telah diidentifikasi sebelumnya. Jenis-jenis pelarut yang digunakan adalah pelarut
organik. Pelarut yang sering digunakan adalah air, etanol dan etanol-air (Najib, 2018).
Penggunaan etanol sebagai pelarut untuk mendapatkan komponen zat aktif lebih banyak.
Peran pelarut etanol adalah melarutkan hampir semua komponen baik yang bersifat polar,
semi polar, maupun non polar (Mustariani and Ajeng, 2018).
Etanol dipertimbangkan sebagai pelarut karena lebih selektif, tidak mudah ditumbuhi
mikroba, tidak beracun, netral, absorbsinya baik, bercampur dengan air dengan segala
perbandinganya, dan membutuhkan suhu yang relatif rendah untuk menguapkanya pada
sampel. Etanol dapat melarutkan alkaloid, minyak menguap, glikosida, kurkumin, antrakinon,
flavonoid, steroid, damar dan klorofil. Lemak, malam, tanin, dan saponin, hanya sedikit larut,
dalam alkohol, sehingga zat yang tidak diinginkan untuk tersari terlarut hanya dalam jumlah
sedikit (Najib, 2018).
E.Lotion
Skin lotion termasuk golongan kosmetik pelembab kulit yang terdiri dari berbagai minyak
nabati, hewani, maupun sintesis yang dapat berfungsi sebagai lemak buatan pada permukaan
kulit. Lemak ini melenturkan lapisan kulit yang kering dan kasar, serta mengurangi
penguapan air dari sel kulit, namun tidak dapat mengganti seluruh fungsi dan kegunaan dari
kulit (Hambali, et al., 2017). Berbeda dengan salep, lotion adalah campuran dua fase yang
tidak bercampur, distabilkan dengan sistem emulsi, dan berbentuk cairan yang dapat dituang
jika ditempatkan pada ruang. Lotion umumnya berbentuk emulsi minyak dalam air (O/W),
dimana minyak merupakan fase terdispersi (internal) dan air merupakan fase pendispersi
(eksternal), Hand and body lotion umumnya terdiri dari 10-15% fase minyak, 5-10%
humektan, dan 75-85% fase air (Hambali, et al., 2017). Sedangkan salep adalah sediaan
setengah padat ditujukan untuk pemakaian setengah padat pada kulit atau selaput lendir.
Salep diformulasikan untuk memberikan sediaan yang tidak larut, larut atau diemulsikan
dengan sekresi kulit (Wardiah, 2017).
Lotion sendiri merupakan suatu suspensi, emulsi, atau larutan dengan atau tanpa obat untuk
penggunaan topikal yang memiliki kekentalan paling rendah sehingga pemakaian cukup
mudah, gampang merata, ringan, dan tidak meninggalkan bekas. Juga cocok untuk konsumen
di daerah tropis terutama yang beraktivitas tinggi di luar ruangan (Ristiawati & Kristanty,
2019).
Skin lotion distabilkan dengan sistem emulsi dan jika ditempatkan pada suhu ruang berbentuk
cairan yang mudah dituang. Proses produksi skin lotion adalah dengan cara mencampurkan
bahan-bahan yang larut dalam fase lemak, dengan cara pemanasan dan pengadukan. Emulsi
yang baik memiliki sifat tidak berubah menjadi lapisa-lapisan, tidak berubah warna, dan tidak
berubah konsistensinya selama penyimpanan (Hambali, et al., 2017). Kestabilan emulsi
dipengaruhi oleh faktor mekanis, suhu, dan proses pembentukan emulsi serta perubahan nilai
pH dan viskositasnya. Nilai pH produk lotion yang baik menurut SNI 16-4399- 1996, yaitu
sebesar 4.5-8.0 karena nilai pH ini memberikan interaksi yang baik dengan kulit. Selain itu,
nilai viskositas yang baik untuk jenis lotion adalah 7556 CP (Hambali,et al., 2017).
Kestabilan emulsi yang baik ditandai dengan tidak terjadinya perubahan nilai yang besar pada
pH dan viskositas (Sayuti et al., 2016).
F. Bahan-bahan Pembuatan Lotion
1. Asam Stearat
Asam stearat (C16 H12 O2) merupakan asam lemak yang terdiri dari rantai berbentuk serbuk
berwarna putih. Asam stearat mudah larut dalam kloroform, eter, etanol, dan tidak larut dalam
air. Semakin besar pemakaian asam stearat, maka warna putih akan semakin berkilau
(Hambali, et al., 2017).
Emulsi yang baik memiliki sifat tidak berubah menjadi lapisan-lapisan, tidak berubah warna,
dan tidak berubah konsistensinya selama penyimpanan. Emulsi yang tidak stabil terjadi
karena masing masing fase cenderung bergabung dengan fese sesamanya membentuk suatu
agregat yang akhirnya dapat mengakibatkan emulsi pecah (Hambali, et al., 2017).
2. Cair Parafin
Paraffin cair atau minyak mineral adalah campuran hidrokarbon cair yang berasal dari
minyak tanah. Minyak ini merupakan cairan bening, tidak berwarna, tidak larut dalam
alkohol atau air dingin, tidak berbau, dan tidak berasa namun jika dipanaskan sedikit berabau
minyak tanah. Paraffin berfungsi sebagai pelarut dan penambah viskositas dalam fase
minyak. Pada kosmetik, paraffin cair digunakan pada eye shadow, lipstick, lip gloss, makeup
wajah, produk pembersih, krim, dan lotion (Hambali, et al., 2017).
Aplikasi selaput tipis dari bahan pelembut seperti minyak atau lilin, membuat kulit terasa
lembut dan halus, Bahan-bahan ini, umumnya dikenal dengan emollients, yang seringkali
mengurangi TEWL (transepidermal water loss) yang cenderung meningkatkan kandungan air
pada stratum corneum. Perubahan yang cepat pada gejala kulit yang kering dapat
dihubungkan dengan kemampuannya untuk mengisi celah pada lapisan tanduk dan glue down
cornecytes yang menonjol (Hambali, et al., 2017).
3. Setil Alkohol Setil alkohol (C16 H33 OH) merupakan butiran yang berwarna
putih, berbau khas lemak, rasa tawar, dan melebut pada suhu 45-50° C. Setil
alkohol larut dalam etanol dan eter, namun tidak larut dalam air. Bahan ini
berfungsi sebagai pengemulsi, penstabil, dan pengental. Setil alkohol adalah
alkohol dengan bobot molekul tinggi yang berasal dari minyak dan lemak
alami atau diproduksi dari petrokimia. Bahan ini termasuk dalam fase minyak
pada sediaan kosmetik. Pada formulasi produk, setil alkohol yang digunakan
kurang dari 2%. Setil alkohol merupakan lemak putih agak keras yang
mengandung gugus kelompok hidroksil dan digunakan sebagai penstabil
emulsi pada produk emuli seperti cream lotion (Hambali, et al., 2017).
Pemanfaatannya dalam industri kosmetik digunakan sebagai surfaktan
shampo, atau sebagai emollient (pelembut), emulsifier atau agen pengental
dalam produk cream dan lotion kulit (Kartika et al., 2010). Etil alkohol juga
digunakan sebagai agen peningkat viskositas, dan penyokong busa pada
produk kosmetik dan produk farmasi. Setil alkohol diketahui dapat
menyebabkan reaksi hipersensitivitas (alergi) pada pasien dengan kulit statis
atau kaki ulces yaitu 5,4% dari 116 kasus. Reaksi hipersensitivitas pada setil
alkohol disinyalir berhubungan dengan ketidakmurnian produk (Hambali, et
al., 2017).
4. Trietonolamin
Trietonolamin (CH2OHCH2)N) atau TEA merupakan cairan tidak berwarna
atau berwarna kuning pucat, jernih, tidak berbau atau hampir tidak sukar larut
dalam eter. TEA berfungsi sebagai pengatur pH dan pengemulsi pada fase air
dalam sediaan skin lotion. TEA merupakan bahan kimia organik yang terdiri
dari amina dan alkohol dan berfungsi sebagai penyeimbang pH pada formulasi
skin lotion. TEA tergolong dalam basa lemah (Hambali, et al., 2017).
5. Propilenglikol
Propilenglikol telah banyak digunakan sebagai pelarut, ekstraktan, dan
pengawet dalam berbagai parenteral dan nonparenteral formulasi farmasi.
Propilen glikol juga digunakan dalam kosmetik dan makanan industri sebagai
pembawa pengemulsi dan sebagai kendaraan untuk rasa di preferensi untuk
etanol, karena kurangnya volatilitas memberikan lebih banyak rasa yang
seragam (Shah et al., 2020).
Pada suhu dingin, propilen glikol stabil dalam keadaan tertutup rapat wadah,
tetapi pada suhu tinggi, di tempat terbuka cenderung teroksidasi, sehingga
menimbulkan produk seperti propionaldehida, asam laktat, piruvat asam, dan
asam asetat. Propilen glikol secara kimiawi stabil bila dicampur dengan etanol
(95%), gliserin, atau air, larutan berair dapat disterilkan dengan autoklaf (Shah
et al., 2020). Propilen glikol merupakan suatu senyawa organik yang
aplikasinya banyak dalam industri makanan, kosmetik dan farmasi, baik
sebagai pelarut, pelembut pada kosmetik maupun sebagai absorber untuk
menghilangkan excess air. Senyawa ini juga dapat dijadikan sebagai wetting
agent yang sempurna untuk natural gum dan dapat menjadi katalis dalam
proses penyederhanaan persenyawaan sitrus dan emulsi perasa lainnya (Idzati
et al., 2020).
6. Metil Paraben
Metil paraben atau atau nipagin digunakan sebagai pengawet dalam kosmetik,
produk makanan, dan formula farmasi. Metil paraben dapat digunakan sendiri
ataupun dengan kombinasi paraben lainnya, atau zat antimikroba lain. Bentuk
metil paraben adalah kristal tak berwarna, serbuk kristal putih, dan tidak
berbau. Metil paraben merupakan metil ester dari asam p-hidroksibenzoar.
Metil paraben mempunyai aktivitas antimikroba pada pH 4-8. Efek pengawet
akan menurun sebanding dengan meningkatnya pH (Hambali, et al., 2017).
7. Gliserin
Staphylococcus berasal dari kata staphylo yang berarti kelompok buah anggur
dan coccus yang berarti bulat dan tergolong bakteri gram positif. Di bawah
mikroskop, bakteri ini berbentuk bulat serta bergerombol seperti sekelompok
buah anggur. Bakteri Staphylococcus merupakan salah satu bakteri yang
sering menimbulkan infeksi pada manusia. Staphylococcus termasuk dalam
famili micrococcaceae (Husna, 2018). Genus Staphylococcus mencakup 31
spesies yang kebanyakan tidak berbahaya, menetap dikulit dan selaput lendir
(membran mukosa) manusia serta organisme lainnya. Bakteri ini juga
mencakup mikroba tanah dan dapat ditemui di seluruh dunia (Kuswiyanto,
2016).
Infeksi oleh bakteri jenis ini paling sering menimbulkan penyakit pada
manusia. Setiap jaringan atau organ tubuh dapat terinfeksi oleh bakteri ini dan
menyebabkan penyakit dengan tanda-tanda yang khas, yaitu peradangan,
nekrosis, dan pembentukan abses, Infeksi dapat berupa furenkel ringan pada
kulit hingga pienia yang fatal. Kecuali impetigo, umumnya bekteri ini bersifat
sporadik, bukan endemik (Kuswiyanto, 2016). Staphylococcus aureus adalah
patogen utama pada manusia. Hampir semua orang pernah mengalami infeksi
bakteri ini selama hidupnya, dari keracunan makanan atau infeksi kulit ringan
Bakteri jenis ini dapat diisolasi dari material klinik, carriers, makanan, dan
lingkungan. Bakteri ini tunbuh dengan baik di dalam kaldu biasa pada suhu
37°C. Kisaran suhu untuk pertumbuhanya adalah 15°C dan 40°C, sedangkan
suhu pertumbuhan optimal adalah 35°C. Berdasarkan pigmen yang dibuatnya
stafilokokus dibagi menjadi beberapa spesies yang berwarna kuning keemasan
dinamakan Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus sering ditemukan
dibagian hidung, kulit, ketiak atau perineum (Kuswiyanto, 2016).
2.Temperatur Inkubasi
Untuk memperoleh pertumbuhan yang optimal, inkubasi dilakukan pada suhu optimal
yaitu 35°C. Suhu kurang dari itu menyebabkan diameter zona hambatan lebih besar.
Ini bisa terjadi pada media yang diletakkan bertumpukan lebih dari dua cawan saat
inkubasi. Cawan yang berada ditengah suhunya kurang dari 35°C. Jika inkubasi pada
suhu lebih dari 35°C, terkadang ada bakteri yang kurang subur pertumbuhannya dan
pula obat yang difusinya kurag baik (Zeniusa et al., 2019). Pada penelitian ini suhu
yang digunakan selama inkubasi adalah 37°C.
3. Waktu Inkubasi
Jika waktu inkubasi kurang dari yang ditentukan, maka pertumbuhan bakteri belum
sempurna sehingga sukar dibaca atau diameter zona hambat lebih besar. Sebaliknya,
jika inkubasi lebih dari waktu yang ditentukan, maka pertumbuhan bakteri lebih
sempurna sehingga diameter zona hambatan semakin sempit. Waktu inkubasi yang
digunakan pada penelitan ini adalah 24 jam (Kuswiyanto, 2015).
4.Tebalnya Agar-Agar
Ketebalan agar-agar sekitar 4 mm. Kurang dari itu difusi ekstrak lebih cepat, lebih
dari itu difusi ekstrak lambat yang nantinya akan mempengaruhi besar kecilnya zona
hambat. Zona hambat yang sangat besar mungkin terbentuk pada media yang sangat
tipis, dan sebaliknya zona hambat yang kecil terbentuk dari media yang sangat tebal.
Perubahan kecil dalam ketebalan lapisan agar efeknya dapat diabaikan (Kuswiyanto,
2015).
5.Waktu pengeringan atau peresapan suspensi bakteri ke dalam agar MH.Waktu
pengeringan tidak boleh lebih dari batas waktu yang ditentukan karena dapat
mempersempit diameter zona hambat. Karena bakteri bakteri akan jauh lebih banyak
sehingga memperkecil zona hambat yang dihasilkan (Kuswiyanto, 2016).
C. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di
mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.
Dalam hipotesis ini menggunakan hipotesis komparatif model alternatif (Ha)
(Sugiyono, 2018).
Ha: Terdapat perbedaan daya hambat sediaan lotion ekstrak etanol daun pecut kuda
formula 1. Dan II terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcий aureus.