Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan memakai tanaman
berkhasiat obat menjadi salah satu upaya dalam penanggulangan masalah
kesehatan yang dihadapi. Pengetahuan tentang tanaman obat ini merupakan
warisan budaya bangsa berdasarkan pengalaman yang secara turun-temurun telah
diwariskan oleh generasi terdahulu kepada generasi berikutnya sampai saat ini.
Masalah yang masih merupakan penyebab kepercayaan diri seseorang
berkurang dalam beraktivitas ialah rambut berkrtombe. Rambut merupakan salah
satu pendukung penampilan, sehingga harus dirawat agar tetap bersih dan sehat.
Upaya perawatan rambut dapat dilakukan dengan shampo. Shampo digunakan
untuk menghilangkan partikel yang tidak diinginkan, seperti minyak dan ketombe.
Ketombe adalah suatu gangguan berupa pengelupasan kulit mati secara berlebihan
di kulit kepala, kadang disertai pula dengan pruritus (gatal-gatal) dan peradangan
(Toruan, 1989).
Shampo merupakan sediaan kosmetika yang digunakan untuk
membersihkan rambut, sehingga rambut dan kulit kepala menjadi bersih, dan
sedapat mungkin lembut, mudah di atur, dan berkilau (Faizatun dkk, 2008).
Shampo pada umumnya dapat digunakan untuk membersihkan kulit kepala dan
rambut. Bahan penyusun shampo terdiri dari dua komponen utama, yaitu bahan
utama dan bahan tambahan. Bahan utama merupakan bahan dasar shampo yang
biasanya berfungsi untuk membentuk busa dan sebagai pembersih
(surfaktan/detergen). Surfaktan merupakan kunci dari pembersihan rambut, karena
struktur molekulnya yang terdiri dari bagian hidrofilik dan lipofilik, memiliki
kemampuan menurunkan tegangan permukaan antara air dan kotoran, sehingga
kotoran tersuspensi dalam fase air.
Dalam mencuci rambut kita harus memperhatikan kandungan zat aktif yang
terdapat di dalam shampo yang kita pakai, terutama bagi orang yang berketombe,
shampo anti ketombe adalah sediaan kosmetika yang umumnya mengandung
desinfektan digunakan untuk membersihkan rambut dan dibuat khusus mengatasi
terjadinya gangguan rambut dan kulit kepala (Depkes, 1985). Shampo
antiketombe banyak yang mengandung senyawa-senyawa antibakteri seperti zink,

1
yang mempunyai efek dapat merusak kulit dan menimbulkan kerontokan rambut.
Oleh karena itu, perlu ada alternatif lain khususnya bahan alam yang dapat
digunakan sebagai antiketombe.
Mikroorganisme yang diduga sebagai penyebab utama ketombe adalah
tumbuhnya jamur Candida albicans. Candida albicans dikulit kepala juga dapat
menyebabkan rambut rontok sehingga terjadi alopesia, kulit bersisik dan terasa
gatal. Jamur ini sebenarnya merupakan flora normal di kulit kepala, namun pada
kondisi rambut dengan kelenjar minyak berlebih, jamur ini dapat tumbuh dengan
subur dan bersifat patogen (Figueras dkk, 2000).
Salah satu tanaman herba yang memiliki kandungan senyawa aktif yang
dapat dijadikan obat tradisional yaitu kulit jeruk purut. Kandungan kulit jeruk
purut (Citrus hystrix D.C) adalah saponin, tanin, flavonoid dan kumarin. Senyawa
kulit jeruk purut yang menunjukan aktivitas antifungi yitu saponin yang bereaksi
dengan mengganggu membran sel fungi, salah satunya yaitu candida albicans
(Septiadi, 2013). Selain itu kandungan senyawa antifungi lain seperti tanin,
mempengaruhi perubahan permeabilitas membran sel yang dapat menyebabkan
penurunan volume sel (Lim, 2006). Sama halnya dengan saponin dan tanin,
flavonoid juga dapat merusak membran sel sehingga terjadi perubahan
permeabilitas sel. Sedangkan kumarin merusak sel dengan membentuk pori-pori
dinding sel sehingga memyebabkan kematian sel (Widodo dkk, 2012).
Menurut penelitian Zakiyatul dkk (2015) yang telah dilakukan sebelumnya
menunjukan bahwa kulit jeruk purut dapat menghambat pertumbuhan koloni
Candida albicans. Jumlah koloni Candida albicans semakin menurun dengan
meningkatnya konsentrasi dan waktu kontak kulit jeruk purut. Konsentrasi 20%
dan waktu kontak 15 menit merupakan konsentrasi dan waktu kontak yang paling
mampu menghambat pertumbuhan Candida albicans. Hal ini disebabkan karena
adanya zat-zat aktif yang terkandung pada kulit jeruk purut yaitu saponin, tanin,
flavonoid dan kumarin yang dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans.
Pada penelitian ini akan dilakukan formulasi shampo gel dari ekstrak kulit
jeruk purut (Citrus hystrix D.C) dengan menggunakan basis viskolam sebagai
gelling agent dengan optimasi basis gel 3 konsentrasi yang berbeda yaitu 5%,

2
7,5% dan 10%, optimasi basis ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi basis
yang stabil dengan penambahan trietanolamin.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana formulasi sediaan shampo gel ekstrak kulit jeruk purut (Citrus hystrix
D.C)?
2. Apakah shampo gel dari ekstrak kulit jeruk purut (Citrus hystrix D.C) memiliki
aktivitas antijamur Candida albicans?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Untuk memformulasikan sediaan shampo gel ekstrak kulit jeruk purut (Citrus
hystrix D.C).
2. Untuk mengtahui shampo gel dari ekstrak kulit jeruk purut (Citrus hystrix D.C)
memiliki aktivitas antijamur Candida albicans.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan acuan untuk
penelitian yang lebih lanjut.
1.4.2 Bagi institusi pendidikan
Menambah literature atau bacaan serta informasi ilmiah mengenai stabilitas
sediaan shampo gel dari ekstrak kulitjeruk Purut (Citrus hystrix D.C) dengan
menggunakan viscolam sebagai gelling agent.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang
bermanfaat bagi masyarakat mengenai khasiat dari ekstrak kulit jeruk Purut
(Citrus hystrix D.C).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jeruk Purut (Citrus hystrix D.C)


2.1.1 Klasifikasi Jeruk Purut (Citrus hystrix D.C) (Joko, 2010)

3
Gambar 2.1 Jeruk Purut (Citrus hystrix D.C)
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Tracheobionta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub kelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Famili : Rutaceae
Genus : Citrus
Spesies : Citrus hystrix D.C (Joko, 2010)
2.1.2 Deskripsi Tanaman
Jeruk Purut (Citurs hystrix D.C) merupakan tumbuhan perdu yang
dimanfaatkan terutama buah dan daunnya sebagai bumbu penyedap
masakan.
Jeruk Purut (Citrus hystrix) adalah tanaman yang tumbuh pada daerah
tropis, yang tersebar luas di Asia bagian selatan. Daun dan buah digunakan
sebagai makanan. Buahnya berkecut, berbentuk pir dan berwarna hijau tua
dan akan menjadi kuning apabila sudah matang. Daunnya berwarna hijau
tua, mengkilap, dan permukaan bawah hijau muda atau kekuningan, buram,
jika diremas baunya harum. Biasanya daunnya tumbuh berpasangan dan
seperti angka delapan. Tangkai daun sebagian melebar menyerupai anak
daun. Helaian anak daun berbentuk bulat sampai lonjong, pangkal
membundar atau tumpul, ujung tumpul sampai meruncing. Panjangnya 8-15
cm dan lebarnya 2-6 cm dan kedua permukaan licin dengan bintik-bintik
kecil berwarna jernih (Joko, 2010).
Bunganya berbentuk bintang, berwarna putih kemerah-merahan atau
putih kekuning-kuningan. Bentuk buahnya bulat, kulitnya hijau berkerut,
rasanya asam agak pahit. Tanaman ini perdu, setinggi 3-5 meter. Dalam

4
kemasan dan ruang penyimpanan yang baik, daun jeruk purut bisa bertahan
selama sekitar satu minggu. Sementara buah dalam keadaan utuh, biasanya
bertahan untuk jangka waktu sekitar dua minggu (Joko, 2010).
2.1.3 Kandungan Kimia
Kulit buah jeruk purut mengandung tanin, steroid triterpenoid, minyak
atsiri yang mengadung sitrat, saponin, polifenol, minyak atsiri sitronellal,
sitronellol, linalool, geraniol, hidroksi sitronellal, linalil asetat, flavonoid
rutin, naringin, dan hesperidin.
Kulit buah jeruk purut berkhasiat sebagai anti bakteri kerena
mengandung saponin. Buah jeruk purut banyak digunakan untuk
menghilangkan bau ikan, pewangi pada tepung tawar, dan pencuci rambut.
Koposisi minyak atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran
persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur karbon (C), hydrogen (H),
dan oksigen (O) serta beberapa persenyawaan kimia yang mengandung
unsur nitrogen (N) dan belerang (S) (Ketaren, 1985).
2.2 Gel
2.2.1 Definisi Gel
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, gel kadang-kadang disebut
jeli, merupakan sistem semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari
partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi
oleh suatu cairan (Dirjen POM, 1995).
Pada umumnya gel merupakan sediaan setengah padat dengan
tampilan jernih, tembus cahaya, mengandung zat aktif. Merupakan dispersi
koloid, memiliki energy yang disebabkan karena adanya jaringan yang
saling terkait pada fase terdispersinya (Ansel, 1989).
Bahan-bahan pembentuk gel yang digunakan sebagai koloid pelindung
dalam suspensi, sebagai pengikat dalam granulasi, pengental untuk sediaan
oral dan sebagai basis untuk sediaan suppositoria. Sediaan banyak
digunakan pada produk obat-obatan, kosmetik, dan makanan, juga pada
berbagai proses industri. Pada kosmetik, yaitu sebagai sediaan untuk
perawatan kulit, sebagai pewangi, shampo dan pasta gigi (Herdiana, 2007).
2.2.2 Penggolongan Gel
Penggolongan sediaan gel dibagi menjadi dua yaitu :
1. Gel sistem dua fase

5
Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif
besar, massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma misalnya
magma bentonit. Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik,
membentuk semi padat jika dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan.
Sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin
homogenitas (Dirjen POM, 1995).
2. Gel sistem fase tunggal
Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar sama
dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara
molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat
dari makromolekul sintetik misalnya karbomer atau dari gom alam misalnya
tragakan (Dirjen POM, 1995).
2.2.3 Keuntungan dan Kerugian Gel
Keuntungan dan Kerugian Gel (Lachman dkk, 1994) :
1. Keuntungan sediaan gel
Untuk hidrogel: efek pendinginan pada kulit saat digunakan,
penampilan sediaan yang jernih dan elegan, pada pemakaian dikulit setelah
kering meninggalkan film tembus pandang, elastis, mudah dicuci dengan air,
pelepasan obatnya baik, kemampuan penyebarannya pada kulit baik.

2. Kekurangan sediaan gel


Untuk hidrogel: harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air
sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar
gel tetap jernih pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel tersebut
sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungan surfaktan
yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.
2.2.4 Kegunaan Gel
Kegunaan sediaan gel secara garis besar di bagi menjadi empat seperti:
1. Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral,
dalam bentuk sediaan yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat
dari gelatin dan untuk bentuk sediaan obat long-acting yang
diinjeksikan secara intramuskular.

6
2. Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi
tablet, bahan pelindung koloid pada suspensi, bahan pengental pada
sediaan cairan oral, dan basis suppositoria.
3. Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik,
termasuk pada shampo, parfum, pasta gigi, kulit dan sediaan perawatan
rambut.
4. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal (non
steril) atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh atau mata (gel steril).
2.2.5 Sifat dan Karakteristik Gel
Sediaan gel memiliki sifat sebagai berikut (Lachman dkk, 1994) :
1. Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik
ialah inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain.
2. Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk
padatan yang baik selama penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika
sediaan diberikan kekuatan atau daya yang disebabkan oleh
pengocokan dalam botol, pemerasan tube, atau selama penggunaan
topical.
3. Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan
yang diharapkan.
4. Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi
atau BM besar dapat menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan
atau digunkan.
5. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga
pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu.
Contoh polimer seperti MC, HPMC dapat terlarut hanya pada air yang
dingin yang akan membentuk larutan yang kental dan pada
peningkatan suhu larutan tersebut akan membentuk gel.
6. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh
pemanasan disebut thermogelation.
2.2.6 Komponen Gel
Untuk komponen gel di bagi menjadi dua gelling agents dan bahan
tambahan. Disetiap sediaan gel harus memiliki kedua komponen seperti
yang ada di bawah ini (Lachman dkk, 1994):
1. Gelling agent

7
Sejumlah polimer digunakan dalam pembentukan struktur berbentuk
jaringan yang merupakan bagian penting dari sistem gel. Termasuk dalam
kelompok ini adalah gom alam, turunan selulosa, dan karbomer.
Kebanyakan dari sistem tersebut berfungsi dalam media air, selain itu ada
yang membentuk gel dalam cairan non-polar. Beberapa partikel padat
koloidal dapat berperilaku sebagai pembentuk gel karena terjadinya flokulasi
partikel. Konsentrasi yang tinggi dari beberapa surfaktan non-ionik dapat
digunakan untuk menghasilkan gel yang jernih di dalam sistem yang
mengandung sampai 15% minyak mineral.
2. Bahan Tambahan
a.Pengawet
Meskipun beberapa basis gel resisten terhadap serangan mikroba, tetapi
semua gel mengandung banyak air sehingga membutuhkan pengawet
sebagai antimikroba. Dalam pemilihan pengawet harus memperhatikan
inkompatibilitasnya dengan gelling agent.

b. Penambahan bahan higroskopis


Bertujuan untuk mencegah kehilangan air. Contohnya gliserol,
propilenglikol dan sorbitol dengan konsentrasi 10-20%.
c.Chelating agent
Bertujuan untuk mencegah basis dan zat yang sensitive terhadap logam
berat. Contohnya EDTA.
2.3 Shampo
Shampo adalah sejenis cairan, seperti sabun yang berfungsi untuk
meningkatkan tegangan permukaan kulit (umumnya kulit kepala) sehingga dapat
meluruhkan kotoran, menghilangkan lemak, dan kulit kepala terkelupas pada
permukaan rambut serta kulit kepala dan memberikan efek kesehatan dari yang
menggunakan (Draelos, 2010).
2.3.1 Fungsi Shampo
Fungsi utama dari shampo adalah membersihkan rambut dan kulit kepala
dari kotoran rambut seperti sekresi alami dari kulit, kulit kepala yang terkelupas,
menumpukan kotoran dari lingkungan dan sisa dari produk perawatan ranbut yang

8
digunakan oleh konsumen. Setelah aksi pembersihan sempurna dapat memberikan
kepuasan bagi pemakai. Shampo akan menghasilkan rambut yang lembut,
berkilau, dan mudah diatur. Formulasi dari shampo dapat pula berupa campuran
yang ditekankan untuk beberapa kemampuan khusus seperti meminimalkan rasa
perih pada mata, mengontrol ketombe atau memberikan keharuman yang menarik
untuk bau wangi yang dapat diterima (Drealos, 2010).
2.3.2 Tipe-tipe Shampo
Shampo tersedia dalam beberapa varietas bentuk dan tipe. Beberapa metode
dari klasifikasi disesuaikan dengan keperluan dan berubah-ubah sesuai dengan
sudut pandang. Klasifikasi menurut bentuk produk terdiri dari cairan jernih,
lotion, pasta, dan gel. Shampo lebih lanjut dibedakan berdasarkan pertimbangan
khusus yang komponennya tidak biasa atau kombinasi dari komponen yang
tersedia, sebagai contoh shampoo untuk rambut dan kulit kepala dengan kondisi
khusus, shampo untuk anak-anak, atau bayi, shampo untuk laki-laki, dan lain-lain
(Draelos, 2010).
2.3.2.1 Shampo cair jernih
Shampo ini ada pada kebanyakan tipe yang popular, dan mempunyai
variasi penampilan dari formulasi yang paling baik. Dimana tidak ada gambaran
yang sangat jelas dari masyarakan yang mengharapkan shampo cair jernih, hal ini
dapat dilihat bahwa formula ini dapat dibagi secara kasar kedalam dua bagian
besar dari kekuatan membersihkan untuk rambut berminyak (yang mana
dikategorikan sebagai shampo pembersih) dank arena dengan janji dari
pembersihan, mereka menyarankan bahwa rambut berada dalam keadaan baik
setelah penggunaan shampo. Hal ini populer pada konsumen dengan rambut
kering dan dapat disebut sebagai “shampo kosmetik”.
Produk ini pada dasarnya mengandung larutan berair dari deterjen, yang
memiliki konsentrasi surfaktan bervariasi antara 10% dan 30%. Sediaan harus
memiliki konsistensinya yang sesuai. Jika sediaan terlalu encer, sediaan tersebut
terlalu mudah mengalir dari kulit kepala menuju ke wajah (mata) dan turun ke
leher. Jika sediaannya terlalu kental, sediaan itu sangat lambat susah dituang dari
botol dan tidak akan mudah tercampur dengan air pada rambut sehingga sediaan

9
tersebut kehilangan keefektifan penuhnya. Sediaan harus tetap jernih pada kondisi
penyimpanan normal. Titik kabutnya harus berada dibawah 50 C.
Tipe pembersih lebih mudah diformulasikan, karena hanya cocok untuk
larutan dari deterjen seperti TEA laurel sulfat atau laurel eter sulfat; TEA laurel
sulfat biasanya digunakan 30-33% larutan dalam 50 bagian dari ini, parfum,
pewarna, dan air hingga 100 bagian akan membuat bergerak, larutan jernih
dengan kekuatan pembusaan yang baik untuk produk yang lebih kental, eter sulfat
mungkin digunakan.
Kebanyakan shampo pengobatan dipasaran termasuk dalam kelas ini dan
mereka dibuat dengan dasar “pembersihan” dan penamabahan germisida. Shampo
yang tertinggal pada kulit kepala dan rambut untuk waktu yang singkat, germisida
harus pada tipe yang nyata, sehingga dapat meninggalkan kulit kepala dan
menghasilkan aksi.
Tipe kosmetik dari shampo cair dapat diformulasikan dengan mengoleksi
deterjen direkomendasikan untuk efek baik setelahnya seperti metil laurina,
amfoterik, dsb. Dan juga dari laurel sulfat dengan penggunaan tambahan alkohol
amida (Visvanathan, 2007).
2.3.2.2 Shampo Krim
Shampo bentuk ini adalah bentuk yang khusus dari kelas “kosmetik”,
karena masyarakat berharap shampo ini menjadi sangat lembut dalam aksinya
pada rambut. Kemunculan dari krim cair ini diperhitungkan untuk memberi
kelembutan, karena tidak bijaksana untuk memasukan sangat banyak bahan
berlemak ke dalam produk seperti ini, atau rambut akan menjadi berminyak lagi
setelah penggunaan pengopak biasanya ditambahkan untuk mengubah shampo
“kosmetik” tipe cair jernih kedalam shampo krim cair adalah stearat non ionik,
seperti propilenglikol stearat, polietilenglikol 400 distearat atau dietilenglikol
stearat, bersama dengan logam stearat yang tidak larut, seperti Mg, Zn, atau Cu
stearat; penambahan yang terakhir ini karena ester glikol cenderung larut kembali
dalam shampo pada suhu yang panas kemudian shampo lebih berkabut dari pada
krim.

10
Shampo krim dipertimbangkan, sebuah kesalahan estetika yang serius jika
cairan shampo emulsi mengkabut setelah penyimpanan jangka panjang atau
pendinginan yang kuat. Ahli kimia kosmetik membatasi formula ini dengan
persyaratan bahwa sisa produk jelas dibawah keadaan sekitar yang normal.
Beberapa deterjen dapat ditambahkan hanya dalam konsentrasi yang terbatas;
sebagai contoh, beberapa kelas dari lemak alkohol sulfat dengan kandungan tinggi
garam sulfat (yang mana kristalisasi pada temperatur rendah). Pengabutan dapat
lebih kuat dicegah dengan penambahan lemak lebih dari 5%.
Sementara krim cair secara nyata adalah emulsi, lotion susu ini adalah
emulsi yang sangat larut dan dengan melarutkannya dianggap bahwa tidak akan
mempunyai sifat warna putih dari emulsi atau merupakan larutan atau dispersi
dari bahan-bahan dalam air. Jadi untuk alasan ini, pengopak ditambahkan untuk
memberikan penampilan putih seperti susu.
Shampo krim cair dan shampo lotion susu adalah tipe yang sama secara
essensial, yang pertama biasanya adalah sesuatu yang mempunyai kekentalan
lebih tinggi daripada yang terakhir. Utamanya shampo ini adalah emulsi.
Bagaimanapun pada saat ini bahwa pengopak ditambahkan dan menghasilkan
produk dan biasanya dipilih sebagai lotion atau shampo susu. Ada beberapa
deterjen digunakan dalam formulasi cair ini, dan ini sama baiknya dengan tipe
pasta, sedikit pilihan ditunjukan untuk lemak alkohol sulfat. Bahan pelembut
rambut ditambahkan dalam kasus ini, juga adalah bahan yang didesain untuk
memberikan bentuk dan untuk pengemulsi adanya lemak. Kebanyakan krim cair
ini mempunyai beberapa polietilenglikol larut air sebagai bahan pembentuk,
pendispersi, penstabil busa, biasanya bahan pengemulsi yang digunakan adalah
TEA, etanolamin lain yang berhubungan dari amino glikol, 2-amino 2-metil-1,3
propandiol. Sebagai contoh bahan pelembut tertentu ditambahkan dalam
emulsifikasi sebagai deterjen (Visvanathan, 2007).
2.3.2.3 Sabun Shampo
Shampo sabun cair yang biasa adalah larutan berair garam kalium dari
minyak kelapa mudah larut dan dikembangkan cukup berbusa yang berhubungan
dengan asam laurat yang dikandung cukup besar oleh minyak. Minyak kelapa

11
dapat keseluruhan atau sebagian digantikan oleh minyak palm yang juga tinggi
kadar asam lauratnya tapi mengandung sedikit asam kaprilat dan asam kaproat.
Penambahan minyak zaitun (mengandung kebanyakan rioleine) memberi tekstur
yang halus, busa lebih stabil dan aksi meredakan iritasi kulit dari sabun minyak
kelapa. Ada 3 cara untuk menyiapkan shampo sabun :
1. Dasar sabun yang lengkap dapat dilarutkan dalam air
2. sam lemak bebas dapat dinetralisasi dengan alkali
3. Sabun dapat disiapkan dengan mensaponifikasi lemak bebas.
2.3.2.4 Shampo Gel
Jika kandungan bahan pengental dalam shampo cair atau krim secara kuat
ditingkatkan, hasilnya produk seperti jelly yang transparan. Menurut Djikstra,
dasar yang baik untuk tipe ini dari penyiapannya terdiri dari bagian seimbang dari
TEA lauril sulfat dan TEA miristat (Lachman dkk, 1994).
2.3.2.5 Shampo Kering
Shampo kering menghasilkan jenis yang paling murah dari sediaan
pembersih rambut. 5 g serbuk deterjen cukup untuk satu penggunaan dengan
harga kemasan yang rendah juga lebih praktis, lebih lagi, mudah untuk mengemas
dalam bagian penggunaan tunggal yang pasti utnuk keuntungan (shampo cair dan
shampo cair krim juga terdapat dalam kemasan tunggal, walaupun metode ini
pengemasannya terhitung mahal, ini lebih popular khususnya di Eropa). Pada
pihak lain, ini adalah keuntungan shampo kering yang bahan kondisionernya
dapat ditambahkan pada batas jumlah yang dipilih. Dari deterjen aktif, shampo ini
biasanya juga mengandung beberapa garam anorganik, karena garam ini
mempunyai reaksi alkali lemah dalam larutan (Soda bikarbonat, borax), dapat
meningkatkan kekuatan pembersihan untuk tingkat tertentu (Visvanathan, 2007).
2.4 Jamur Candida albicans
Candida sp adalah jamur yang dapat ditemukan sebagai flora normal pada
tubuh manusia, pada keadaan tertentu bersifat pathogen, berbentuk bulat atau
lonjong, koloni berwarna putih kekuningan dan berbau khas ragi (Dumilah, 1982).
Masalah yang sering terjadi sehubungan dengan Candida adalah timbulnya
ketombe pada kulit kepala. Selain itu Candida dikulit kepala juga dapat
menyebabkan rambut rontok sehingga terjadi alopesia, kulit bersisik dan terasa

12
gatal. Untuk mendapatkan rambut dan kulit kepala yang sehat diperlukan
perawatan yang baik agar terhindar dari penyakit kulit yang disebabkan oleh
jamur Candida. Hal ini dapat dilakukan dengan mencuci rambut sebanyak tiga
kali dalam seminggu. Shampo anti ketombe adalah sediaan kosmetika yang
umumnya mengandung densifektan digunakan untuk membersihkan rambut dan
dibuat khusus mengatasi terjadinya gangguan rambut dan kulit (Depkes, 1985).
2.5 Preformulasi
2.5.1 Viscolam
Gelling agent memiliki beberapa kauntungan yaitu memberikan efek
pendinginan pada kulit saat digunakan, dan daya lekat yang tinggi karena
pembentukan lapisan film pada permukaan kulit. Gelling agent yang digunakan
dalam penelitian ini adalah viscolam. Viscolam adalah polimer emulsi alkali yang
dapat mengembang dan khusus dirancang untuk memberikan penebalan dan sifat
menstabilkan produk berbasis surfaktan (Tamboto, 2014).
Dalam sediaan gel terdapat beberapa factor lain yang mempengaruhi
pelepasan obat selain kelarutan bahan aktif yaitu viskositas basis gel. Semakin
besar viskositas suatu zat maka koefisien difusi semakin kecil dan obat akan
semakin sulit dilepas dari basis. Salah satu komponen penting dalam sediaan gel
adalah basis gel. Basis gel yang baik adalah bersifat inert, tidak bereaksi dengan
komponen lain dalam formula, basis yang tidak terikat terlalu kuat denga obat
karena obat harus lepas dari basis sebelum menembus kulit. Berdasarkan hasil
penelitian sebelumnya viscolam memiliki stabilitas baik dalam penyimpanan di
suhu kamar maupun climatic chamber dan pH yang mendekati pH kulit manusia.
Penggunaan viscolam sebagai basis gel memiliki keuntungan lebih dari sekedar
pembawa yaitu berfungsi sebagai emollient dan pelembab kulit. Viscolam dapat
membentuk basis gel yang jernih dengan penambahan trietanolamin (TEA),
karena bersifat basa lemah sehingga diharapkan tidak mengiritasi pada kulit
(Nurdianti Lusi, 2015).
Berdasarkan penelitian Edityaningrum dan Rachmawati (2015) keseluruhan
pengujian terhadap basis gel HPMC, CMC-Na, karbopol 940, karboksimetil
kitosan, dan viscolam didapat basis gel viscolam yang terbaik karena memiliki pH

13
dan viskositas baik dan stabil, penampilan jernih, serta memberikan rasa lembut di
kulit. pH basis gel viscolam juga tampak lebih stabil dibanding bahan lainnya.
2.5.2 TEA (Trietanolamin)
Trietanolamin adalah campuran dari trietanolamin, dietanolamin, dan
monoetanolami. Rumus molekul : N (C2H4OH)3. Pemerian : cairan kental, tidak
berwarna hingga kuning pucat, bau lemah mirip amoniak dan higroskopik.
Kelarutan : mudah larut dalam air dan dalam etanol, larut dalam kloroform.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya dan suhu tidak
lebih dari 500 C. Kegunaan : sebagai emulgator. Range Konsentrasi 2-5 % (Dirjen
POM, 1979).
2.5.3 Metil Paraben
Metil parable memiliki ciri-ciri serbuk hablur halus, berwarna putih,
hamper tidak berbau dan tidak mempunyai rasa kemudian agak membakar diikuti
rasa tebal (Dirjen POM, 1979).
Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet dan antimikroba dalam
kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasi dan digunakan baik sendiri
atau dalam kombinasi dengan paraben lain atau antimikroba lain. Pada kosmetik,
metil paraben adalah pengawet antimikroba yang paling sering digunakan.Jenis
paraben lainnya efektif pada kisarah pH yang luas dan memiliki aktivitas
antimikroba yang kuat. Metil paraben meningkatkan aktivitas antimikroba dengan
panjangnya rantai alkil, namun dapat menurunkan kelarutan terhadap air, sehingga
paraben sering dicampur dengan bahan tambahan yang berfungsi meningkatkan
kelarutan. Kemampuan pengawet metil paraben ditingkatkan dengan penambahan
propilenglikol (Rowe dkk, 2009).
2.5.4 Propil Paraben
Propil paraben (C10H12O3) berbentuk bubuk putih, kristal, tidak berbau, dan
tidak berasa. Propil paraben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba
daloam kosmetik, produk makanan dan formulasi sediaan farmasi. Propil paraben
menunjukan aktifitas antimikroba antara pH 4-8. Efikasi pengawet menurun
dengan meningkatnya pH karena pembentukan anion fenolat. Paraben lebih
efektif terhadap ragi dan jamur dari pada terhadap bakteri. Mereka juga lebih aktif

14
terhadap gram-positif dibandingkan terhadap bakteri gram-negatif (Rowe dkk,
2009).
2.3.5 Propilen glikol
Propilen glikol (C3H8O2) merupakan cairan bening, tidak berwarna, kental,
praktis tidak berbau, manis dan memiliki rasa yang sedikit tajam menyerupai
gliserin. Propilen glikol larut dalam 6 bagian eter, tidak larut dengan minyak
mineral ringan atau fixed oil, tetapi akan melarutkan beberapa minyak esensial
(Rowe dkk, 2009).
Propilen glikol telah banyak digunakan sebagai pelarut, ekstraktan, dan
pengawet dalam berbagai formulasi farmasi parenteral dan non parenteral. Pelarut
ini umumnya lebih baik dari gliserin dan melarutkan berbagai macam bahan,
seperti kortikosteroid, fenol, obat sulfa, barbiturate, vitamin (A dan D), alkaloid
dan banyak anastesi local. Propilen glikol banyak digunakan sebagai pengawet
antimikroba, densifektan, humektan, plasticizer, pelarut dan zat penstabil.
Konsentrasi propilen glikol yang bisa digunakan sebagai humektan adalah 15%
(Rowe dkk, 2009).
2.5.6 BHT (Butil Hidroksi Toluene)
Butil hidroksi toluena digunakan sebagai antioksidan dalam obat, kosmetik,
dan makanan. Biasanya digunakan untuk menunda atau mencegah oksidasi lemak
dan minyak menjadi tengik, dan juga untuk mencegah hilangnya aktivitas
vitamin-vitamin yang larut dalam minyak. Konsentrasi BHT yang digunakan
untuk formulasi sediaan topical adalah 0,0075-0,1% (Rowe dkk, 2009).
2.5.7 NLS (Natrium Lauril Sulfat)
Sodium Lauril Sulfate (SLS), sodium lauril sulfate atau sodium dodecyl
sulfate (SDS atau NaDS) (C12H25SO4Na) adalah surfaktan anionik yang biasa
terdapat dalam produk-produk pembersih. Garam kimia ini adalah organosulfur
anion yang mengandung 12 ekor karbon terikat ke gugus sulfate, membuat zat
kimia ini mempunyai sifat ambifilik yang merupakan syarat sebagai detergen.
Kebanyakan detergen sintetik untuk shampo yang paling sering digunakan
adalah garam alkil sulfat terutama Na atau TEA lauril sulfate. Mudah dibuat,
ekonomis, memiliki aksi detergen yang kuat dan berbusa bagus pada air sadah.

15
Bahan ini memiliki kelarutan yang baik dalam air yang menghasilkan aksi pada
rambut dan membantu pembilasan. Natrium lauril sulfate paling sering digunakan
pada detergen sintetik. Kekurangan yang paling penting dari Natrium lauril sulfate
adalah efek menghilangkan minyak dan cenderung mengabsorpsi pada batang
rambut yang menbuat rambut terasa kering dan kaku. Efek ini bagaimanapun
dapat dikurangi dengan bahan tambahan yang cocok (Jellineck, 1957).
2.6 Kajian Penelitian Sejenis
1) Penelitian Mardinda, 2016.
Penelitian dengan judul “Formulasi dan Uji Aktivitas Sediaan Sampo
Antiketombe Ekstrak Etanol Daun Alamanda (Allamanda cathartica L.) Terhadap
Pertumbuhan Jamur Candida albicans Secara In Vitro” memiliki tujuan untuk
membuat formulasi sediaan shampo antiketombe ekstrak etanol daun Allamanda
catharticadengan tiga variasi konsentrasi yakni 15%, 30% dan 45% dan menguji
pengaruh peningkatan konsentrasi ekstrak etanol daun Allamanda cathartica pada
sediaan shampo antiketombe terhadap aktivitas antijamur. Hasil penelitian
membuktikan bahwa daun Allamanda cathartica dapat diformulasika sebagai
sediaan shampo antiketombe yang memenuhi persyaratan seperti organoleptik,
pH, tinggi busa dan kadar air. Uji aktivitas antijamur dilakukan dengan metode
difusi secara sumuran untuk mengetahui efektivitas antijamur dengan mengamati
daerah hambatan. Uji one-way anova menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang
nyata pada diameter zona hambat dan dilanjutkan dengan uji Duncan dengan taraf
kepercayaan 5% menunjukan diameter zona hambat tertinggi pada konsentrasi
45%.
2) Penelitian Rosiska, 2012.
Penelitian dengan judul ” Aktivitas Antijamur Senyawa Bioaktif Ekstrak
Gelidium latifolium Terhadap Candida albicans” memiliki tujuan untuk
mengetahui kandungan senyawa bioaktif dari Gelidium latifolium dengan pelarut
yang berbeda, untuk mengetahui potensi ekstrak Gelidium latifolium Sebagai
antijamur Candida albicans dan mengetahui pengaruh perbedaan tingkat
konsentrasi ekstrak Gelidium latifolium terhadap aktivitas antijamur. Penelitian
pendahuluan dilakukan untuk menentukan pelarut dan konsentrasi yang terbaik

16
untuk aktivitas antijamur ekstrak Gelidium latifolium terhadap antijamur Candida
albicans. Penelitian pendahuluan meliputi ekstraksi, uji aktivitas antijamur
menggunakan tiga pelarut yaitu n-heksan, aseton, metanol pada konsentrasi 0
mg/ml, 5 mg/ml, 10 mg/ml, 15 mg/ml, dan uji kontrol negatif masingmasing
pelarut. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi, kemudian pelarut diuapkan
menggunakan rotary evaporator. Tahapan uji aktivitas antijamur adalah sebagai
berikut: jamur yang sudah ditumbuhkan pada HIB kemudian dicampurkan secara
merata ke media SDA, dan dituang ke petridish, setiap petridish dibuat 4 sumuran,
masing-masing sumuran diisi ekstrak sesuai pelarut dan konsentrasi yang
diinginkan, petridish diinkubasi selama 3x24 jam dan diukur zona hambat (zona
bening) disekitar sumuran. Hasil menunjukkan bahwa ekstrak metanol mampu
menghasilkan zona hambat terhadap Candida albicans, sedangkan ekstrak n-
heksan dan aseton tidak menghasilkan zona hambat. Zona hambat tertinggi
terdapat pada konsentrasi 12 mg/ml yaitu sebesar 8 mm. Hasil uji skrinning
fitokimia menunjukkan bahwa terdapat senyawa alkaloid, triterpenoid, dan steroid
pada ekstrak metanol. Gelidium latifolium berpotensi sebagai antijamur alami,
antijamur yang dihasilkan bersifat polar.
3) Penelitian Budiman dkk, 2015
Penelitian dengan judul ”Uji Aktivitas Sediaan Gel Shampo Minyak Atrisi
Buah Lemon (Citrus limon Burm.) memiliki tujuan untuk menguji aktivitas
minyak atsiri buah lemon dalam bentuk sediaan gel sampo terhadap jamur
Malassezia sp. Penelitian ini diawali dengan penetapan Konsentrasi Hambat
Minimum (KHM) dari minyak atsiri buah lemon secara mikrobiologi untuk
mendapatkan konsentrasi bahan aktif dalam formulasi sediaan shampo gel.
Orientasi formula meliputi variasi konsentrasi karbomer dan Hidroksi Propil Metil
Selulosa (HPMC) sebagai basis gel.Evaluasi stabilitas sediaan gel meliputi
pengamatan organoleptis, homogenitas, pH dan viskositas. Dilakukan uji aktivitas
antiketombe dari formula terhadap jamur Malassezia sp. Hasil menunjukan bahwa
penetapan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) minyak atsiri terhadap jamur
Malassezia sp adalah 0.5%. Formulasi yang menunjukan hasil terbaik setelah
evaluasi sediaan adalah formula yang mengandung basis HPMC sebanyak 6%.

17
Sediaan shampo gel terbaik memiliki aktivitas sebagai antiketombe dengan
memberikan diameter hambat sebagai 29,4 mm terhadap jamur Malassezia sp.
Pada penentuan KHM minyak atsiri buah lemon (Citrus limon Burm.) dengan
menggunakan media SDA (Sabaroud Dextrosa Agar) pada jamur Malassezia sp.
Menunjukan konsentrasi hambat yaitu ditunjukkan dengan zona bening pada
konsentrasi 0,5%. Adanya aktivitas ini karena di dalam minyak atsiri terkandung
senyawa flavanoid dan terpen sebagai antibakteri. Konsentrasi ini dijadikan dasar
sebagai konsentrasi bahan aktif dalam formulasi sediaan sampo gel.
4) Penelitian Zakiyatul dkk, 2015
Penelitian dengan judul ”Efektivitas infusa kulit jeruk purut (Citrus hystrix
D.C) terhadap pertumbuhan Candida albicans penyebab sariawan secara in-vitro”
memiliki tujuan untuk mengetahui efektivitas infusa kulit jeruk purut (Citrus
hystrix D.C) terhadap pertumbuhan Candida albicans penyebab sariawan dari
10%, 15%, 20% dan konsentrasi dari 5 menit, 10 menit. Hasil menunjukan bahwa
infusa kulit jeruk purut dapat menghambat pertumbuhan koloni Candida albicans
yang ditunjukan pada hasil rata-rata jumlah koloni Candida albicansyang
dikontakan dengan infusa kulit jeruk purut lebih rendah dibandingkan dengan
jumlah koloni Candida albicans kontrol positif tanpa kontak dengan rata-rata
yaitu 35x104 CFU/100 µL. Jumlah koloni Candida albicans semakin menurun
dengan meningkatnya konsentrasi dan waktu kontak infusa kulit jeruk purut.
Konsentrasi 20% dan waktu kontak 15 menit merupakan konsentrasi dan waktu
kontak yang paling mampu menghambat pertumbuhan Candida albicans.

18
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimental laboratorium
untuk melihat formulasi dan uji aktivitas anti jamur (Candida albicans) sediaan
shampo gel dari ekstrak kulit jeruk purut (Citrus hystrix D .C).
3.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian menggunakan Ekstrak kulit jeruk purut (Citrus hystrix
D.C) yang berada di daerah Bulotadaa Kecamatan Sipatana Provinsi Gorontalo.
Penelitian ini hanya menggunakan kulit jeruk purut.
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah neraca analitik (Citizen), pH
meter, stirrer, viscometer (brookfield).
3.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Ekstrak kulit jeruk purut
(Citrus hystrix D.C), viskolam, trietanolamin (TEA), BHT, propilenglikol, metil
paraben, propil paraben, natrium laurel sulfat (NLS), parfum dan aqua destilata.
3.4 Proses Pembuatan Ekstrak Kulit Jeruk Purut

19
Pembuatan ekstrak kulit jeruk dilakukan dengan menggunakan metode
maserasi. Maserasi dilakukian dengan cara memasukkan kurang lebih 100 gram
serbuk simplisia dimasukkan kedalam toples, kemudian dituangi 750 ml etanol
70% merupakan pelarut polar yang digunakan untuk menyari zat aktif dari sampel
yang bersifat polar. Kandungan senyawa dalam kulit jeruk purut yang berkhasiat
sebagai antijamur seperti saponin. Senyawa-senyawa tersebut umumnya
merupakan senyawa polar yang tidak tahan terhadap pemanasan. Setelah itu
sampel didiamkan selama 2 x 24 jam dengan sesekali di kocok. Selanjutnya
sampel disaring dengan menggunakan kertas saring hingga didapatkan ekstrak
cair. Selanjutnya semua ekstrak cair yang didapat dikumpulkan menjadi satu
untuk dievaporasi samapi agak kental. Setelah agak kental diuapkan diatas
waterbath untuk mendapatkan ekstrak yang lebih pekat.
3.5 Optimasi Basis Gel
Tabel 3.1 Optimasi Basis Gel
KONSENTRASI (%)
BAHAN
F1 F2 F3

Viscolam 5% 7,5% 10%

TEA 2% 2% 2%

Aquadest hingga 100 100 100

Sumber data : data primer yang diolah, 2017


Optimasi berguna untuk mempertimbangkan suatu bentuk sediaan terhadap
karakteristik, kimia dan biologis dari semua bahan-bahan obat dan bahan-bahan
farmasetik yang akan digunakan dalam membuat sediaan gel (Ansel, 2008).
Untuk pembuatan optimasi basis gel untuk 3 konsentrasi yang berbeda yaitu
5%, 7,5% dan 10%, pertama-tama di ukur viscolam, TEA dan aquadest
menggunakan gelas ukur. Viscolam dan aquadest dimasukkan kedalam gelas
kimia kemudian di stirrer dan di tambahkan TEA sampai menjadi gel. Dimasukan
kedalam tabung reaksi dan di sentrifus.
3.6 Formulasi sediaan shampo gel Ekstrak kulit jeruk purut

20
Setelah didapatkan konsentrasi basis gel yang baik selanjutnya dibuat
Formulasi Ekstrak kulit jeruk purut menjadi bentuk sediaan shampo terdiri dari
zat aktif berupa kulit jeruk purut (Citrus hystrix D.C). Pertama-tama di timbang
semua bahan kemudian larutkan metil paraben dan propil paraben kedalam
propilenglikol diaduk sampai homogen (cawan porselin 1). Dilarutkan Natrium
lauril sulfat dengan air sedikit demi sedikit lalu diaduk, ditambahkan BHT sedikit
demi sedikit sampai homogen (cawan porselin 2). Kemudian dimasukan bahan
dalam cawan porselin 1 kedalam basis gel, diaduk. Lalu ditambahkan bahan
dalam cawan porselin 2 diaduk sampai homogen. Masukkan ekstrak kulit jeruk
purut (Citrus hystrix D.C), aduk sampai homogen, tambahkan parfum
secukupnya. Lalu ditambahkan aquadestilata sampai volume yang diperlukan.
Tabel 3.2 Formulasi Sediaan Shampo Gel
BAHAN FORMULA (%)

Ekstrak Kulit Jeruk Purut 20%

Viscolam 10%

TEA 2%

Propilenglicol 10%

Propil Paraben 0.1%

Metil Paraben 0.01%

BHT 0.1%

NLS 3.5%

Parfum q.s

Aquadest Add 100 ml

Sumber data : data primer yang diolah, 2017


3.7 Evaluasi Sediaan Sampo
a. Uji Organoleptis
Dilakukan pengamatan secara visual terhadap sediaan sampo yang
didapatkan meliputi bau, warna dan bentuk dari sediaan sampo (Tranggono,
Fatma, 2007).

21
b. Uji Viskositas
Uji viskositas shampo dilakukan menggunakan viskometer Brookfield
Kemudian diatur spindle dan kecepatan yang akan digunakan. Dijalankan alat
viskometer kemudian viskositas dari sampo akan terbaca. Viskositas shampo akan
berpengaruh pada saat filling ke wadah, proses pencampuran dan pada saat
pemakaian (Visvanathan, 2007).

c. Uji pH
Dilakukan dengan menggunakan stik pH universal yang dicelupkan kedalam
sampel yang telah dilarutkan dengan aquadest. Setelah tercelup dengan sempurna,
pH universal tersebut dilihat perubahan warnanya dan cocokkan dengan indikator
pH universal. Persyaratan pH untuk kulit yaitu 4,5-5,5 (Tranggono dan Fatma,
2007).
d. Uji kemampuan dan stabilitas busa
Uji kemampuan dan stabilitas busa dari shampo dilakukan dengan metode
cylinder shake. Caranya yaitu dengan memasukkan 50 ml shampo kedalam
tabung reaksi 250 ml kemudian dikocok kuat selama 10 kali. Total volume dari isi
busa diukur dan diamati penurunan dan stabilitas busanya (Kumar dkk, 2010).
3.8 Uji antijamur secara In-Vitro
3.8.1 Pembuatan Suspensi Jamur Uji
Biakan Candida albicans dalam media agar miring disuspensikan dengan
NaCl sebanyak 3 mL.Kemudian diambil secukupnya dan dimasukan kedalam
media pembenihan. Lalu dicampur dan diatur kekeruhannya sama dengan larutan
Mc.Farland (Carter dan Cole, 1990).
3.8.2 Pengujian Aktivitas Antijamur
Pengujian aktivitas antijamur dilakukan dengan cara media dasar PDA
dituang ke dalam 2 cawan petri masing-masing sebanyak ± 15 mL dan dibiarkan
memadat. Pada permukaan lapisan dasar diletakkan 2 pencadang dan diatur
sedemikian rupa sehingga terdapat daerah yang baik untuk mengamati zona
hambat yang terjadi. PDA yang mengandung suspensi jamur uji dituang ke dalam
cawan petri sebanyak ± 15 mL di sekeliling pencadang, kemudian cawan diputar
± 600 sebanyak 3 kali sehingga membentuk lapisan yang rata dan dibiarkan

22
memadat. Dikeluarkan pencadang dari cawan petri sehingga terbentuk sumur
yang akan digunakan untuk sediaan sampo antiketombe dengan berbagai
konsentrasi ekstrak dan kontrol positif yaitu shampo ekstrak kulit jeruk purut.
Diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 37oC selama 1x24 jam. Diamati zona
hambat yang terjadi di sekitar sumuran kemudian diukur diameter zona hambat
secara horizontal dan vertikal dengan menggunakan penggaris berskala.
3.9 Analisis Data
Untuk mengetahui apakah ada pengaruh diameter zona hambat terhadap
pertumbuhan jamur Candida albicans maka dilakukan uji statistik dengan
menggunakan uji one–way ANOVA untuk melihat perlakuan mana yang
memberikan pengaruh.

23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.I Hasil Penelitian
Tabel 4.I Hasil evaluasi organoleptik shampo gel ekstrak kulit jeruk purut
Formula Warna Bau
FI Kecoklatan Khas jeruk purut
Sumber data : data yang diolah, 2017
Tabel 4.I menunjukan hasil evaluasi organoleptik. Shampo gel ekstrak kulit jeruk
purut dievaluasi secara langsung meliputi warna dan bau. Hasil evaluasi
menunjukan bahwa formula berwarna kecoklatan dan berbau khas jeruk purut.
Tabel 4.2 Hasil evaluasi homogenitas shampo gel ekstrak kulit jeruk purut
T Formula
To Homogen
T1 Homogen
T2 Homogen
T3 Homogen
T4 Homogen
T5 Homogen
T6 Homogen
T7 Homogen
Sumber data : data yang diolah, 2017
Keterangan : T = Waktu
To = Tanpa siklus
T1 = Siklus 1
T2 = Siklus 2
T3 = Siklus 3
T4 = Siklus 4
T5 = Siklus 5
T6 = Siklus 6
T7 = Siklus 7
Tabel 4.2 menunjukan hasil evaluasi homogenitas. Shampo gel ekstrak kulit jeruk
purut dievaluasi dari siklus pertama sampai pada siklus ketujuh. Hasil evaluasi

24
menunjukan bahwa formula tampak homogen hingga siklus ketujuh, tidak
terdapat gumpalan partikel atau butiran kasar pada shampo gel ekstrak kulit jeruk
purut.
Tabel 4.3 Hasil evaluasi pH shampo gel ekstrak kulit jeruk purut
T Formula
To 5
T1 5
T2 4,5
T3 4,5
T4 5
T5 5
T6 5
T7 5,5
Sumber data : data yang diolah, 2017
Keterangan : T = Waktu
To = Tanpa siklus
T1 = Siklus 1
T2 = Siklus 2
T3 = Siklus 3
T4 = Siklus 4
T5 = Siklus 5
T6 = Siklus 6
T7 = Siklus 7
Tabel 4.3 Menunjukan bahwa dari waktu 0 sampai ke 7 sediaan shampo gel
ekstrak kulit jeruk purut mempunya pH pada To, T1, T4, T5 dan T6 yaitu pH 5. Pada
siklus T2 dan T3 mempunyai pH 4,5 dan pada siklus T 7 mempunyai pH 5,5.
Dimana jika melihat pH dari formula shampo gel ekstrak kulit jeruk purut masih
dalam batasan pH kulit manusia yaitu antara 4,5-6,5 (Tranggono, 2007).

Tabel 4.4 Hasil evaluasi viskositas shampo gel ekstrak kulit jeruk purut
dengan kecepatan 50 RPM menggunakan no spindel 07.
T Formula

25
To 1040 cp
T1 1440 cp
T2 1600 cp
T3 1840 cp
T4 2160 cp
T5 2460 cp
T6 2820 cp
T7 2940 cp
Sumber data : data yang diolah, 2017
Keterangan : T = Waktu
To = Tanpa siklus
T1 = Siklus 1
T2 = Siklus 2
T3 = Siklus 3
T4 = Siklus 4
T5 = Siklus 5
T6 = Siklus 6
T7 = Siklus 7
Tabel 4.4 Menunjukan bahwa hasil uji viskositas sediaan shampo gel kulit jeruk
purut (Citrus hystrix D.C) dengan kecepatan 50 RPM menggunakan no spindel 07
tanpak mengalami kenaikan nilai viskositas sediaan shampo gel dari siklus
pertama sampai ketujuh.

Tabel 4.5 Hasil uji aktivitas antijamur Candida albicans shampo gel ekstrak
kulit jeruk purut
Perlakuan Zona hambat (mm) Respon Hambatan
Pertumbuhan
Kosentrasi 10% 8 Sedang
Kosentrasi 15% 10 Sedang
Kosentrasi 20% 12 Kuat
Kontrol Positif 20 Sangat Kuat

26
Kontrol Negatif 0 -
Sumber data : data yang diolah, 2017
Tabel 4.5 Menunjukan bahwa shampo gel ekstrak kulit jeruk purut dapat
menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans. Hal ini dibuktikan dengan
terbentuknya zona bening yang berada disekitar kertas cakram. Kontrol positif
memiliki daya hambat paling besar yaitu 20 mm, kontrol negetif tidak memiliki
zona hambat, pada kosentrasi 10%, kosentrasi 15% dan kosentrasi 20% diameter
zona hambat yang terbentuk pada masing-masing yaitu F1 yaitu 8mm, F2 yaitu 10
mm dan F3 yaitu 12 mm.

Uji Diameter Zona Hambat Jamur Candida albicans

Diameter zona
hambat (mm)

Perlakuan
Gambar 4.1 Grafik zona hambat shampo gel ekstrak kulit jeruk purut (Citrus
hystrix D.C) terhadap jamur Candida albicans

Dari tabel 4.5 menunjukan bahwa terdapat zona hambat yang dihasilkan
oleh shampo gel ekstrak kulit jeruk purut dengan berbagai kosentrasi 10%, 15%
dan 20% terhadap jamur Candida albicans. Semakin tinggi kosentrasi yang
diberikan maka semakin besar zona hambat yang terbentuk. Hal ini membuktikan
bahwa shampo gel ekstrak kulit jeruk purut dapat menghambat pertumbuhan
Candida albicans karena adanya senyawa-senyawa yang berperan sebagai
antijamur yang terdapat didalamnya.
4.2 Pembahasan

27
Pada penelitian ini dilakukan dengan memformulasikan sediaan shampo
dengan zat aktif kulit jeruk purut. Penggunaan bahan alami sebagai alternatef
untuk mengatasi dan mengobati masalah-masalah pada rambut tanpa
menimbulkan efek samping dari bahan kimiawi dengan menggunakan bahan
tradisional yang di dapat dari alam sekitar yang diyakini dapat mengatasi kelenjar
sebum (minyak) pada kulit kepala. Salah satunya dengan menggunakan kulit jeruk
purut (Citrus hystrix D.C) yang dipakai untuk mengobati masalah yang
ditimbulkan pada kulit rambut dan diyakini berkhasiat sebagai anti jamur (Martos,
dkk, 2008).
Maka pada penelitian ini dibuat sediaan shampo gel dengan menggunakan
bahan aktif ekstrak kulit jeruk purut (Citrus hystrix D.C) yang diperoleh dengan
cara maserasi menggunakan alkohol 70% sebagai pelarut. Kulit jeruk purut
menurut zakiyatul dkk (2015) mempunyai aktivitas antijamur salah satunya jamur
Candida albicans. Candida albicans adalah jamur yang dapat ditemukan sebagai
flora normal pada tubuh manusia, pada keadaan tertentu bersifat pathogen,
berbentuk bulat atau lonjong, koloni berwarna putih kekuningan dan berbau khas
ragi (Dumilah, 1982). Sediaan shampo gel ini dibuat dengan menggunakan basis
viscolam, berdasarkan penelitian Edityaningrum dan Rachmawati (2015)
dibandingkan dengan basis gel HPMC, CMC-Na, karbopol 940, karboksimetil
kitosan, viscolam merupakan basis gel yang paling baik karena memiliki pH dan
viskositas baik dan stabil, penampilan jernih, serta memberikan rasa lembut di
kulit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui formulasi sediaan shampo gel
ekstrak kulit jeruk purut (Citrus hystrix D.C) serta uji aktivitas antijamur terhadap
jamur Candida albicans.
4.2.1 Formulasi Shampo Gel Ekstrak Kulit Jeruk Purut
Langkah awal yang dibuat dalam penelitian ini adalah mengoptimasi basis
gel menggunakan viscolam sebagai gelling agent dengan konsentrasi basis 5%,
7,5% dan 10%. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh
variasi kosentrasi viscolam terhadap kestabilan fisik shampo yaitu berupa tingkat
kekentalan dari sediaan. Namun, berdasarkan optimasi basis yang dilakukan
sediaan yang memiliki tingkat kekentalan yang baik yaitu pada kosentrasi 10%.

28
Bahan tambahan lainnya yang digunakan dalam formulasi shampo gel dari
ekstrak kulit jeruk purut ini yaitu propilenglikol yang bekerja sebagai humektan
yang berfungdi menjaga kelembapan dan kestabilan sediaan. Humektan menjaga
kestabilan sediaan gel dengan cara mengabsorbsi lembab dan mengurangi
penguapan air dari sediaan. Selain humektan, pada formulasi ini juga
menggunakan bahan tambahan BHT berfungsi sebagai antioksidan, NLS
berfungsi sebagai pembusa atau deterjen, Natrium Lauril Sulfat merupakan
golongan surfaktan anionik yang dikenal juga sebagai deterjen yang mempunyai
gugus hidrofilik dan gugus lipofilik. metil paraben dan propil paraben yang
berfungsi sebagai pengawet karena sediaan gel memiliki kandungan air tinggi
yang dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi mikroba. Pada penelitian ini juga
diperlukan penambahan trietanolamin sebagai alkalizing agent yang membuat
sediaan gel semakin basa, sehingga cocok dengan pH kulit. Viscolam sebagai
gelling agent, yang dikombinasikan dengan trietanolamine (TEA) sebagai agent
pengalkali untuk mendapatkan sifat pengembang dari gel.
Setelah formula dibuat, formula dievaluasi kestabilan fisik karena evaluasi
tersebut merupakan salah satu parameter untuk melihat kestabilan dari sediaan
gel. Menurut penelitian yang dilakukan oleh kuncari, dkk (2014) bahwa uji
stabilitas fisik dilakukan untuk mengetahui terjadinya perubahan fisik pada
formula shampo gel dan basis basis gel, yang disimpan selama beberapa minggu.
Parameter uji kestabilan yang diamati meliputi organoleptis (bau, warna), pH,
homogenitas, viskositas. Sediaan shampo gel ekstrak kulit jeruk purut di uji
kestabilannya pada suhu ekstrim yaitu 5oC selama 48 jam dan 40oC selama 48 jam
selama 7 siklus, 1 siklus dihitung selama 96 jam. Evaluasi kestabilan fisik
meliputi uji organoleptik, uji homogenitas, uji pH, dan uji viskositas.
4.2.2 Uji organoleptik shampo gel ekstrak kulit jeruk purut
Uji evaluasi fisik diawali dengan pengujian organoleptik, aspek yang
diamati dalam uji organoleptik adalah warna, bau dari sediaan shampo gel ekstrak
kulit jeruk purut. Hasil pengamatan organoleptik setelah penyimpanan dipercepat
disajikan pada tabel 4.1 dengan menunjukjan warna dan bau yang dihasilkan yaitu
memiliki warna kecoklatan, dan bau khas jeruk purut. Selama penyimpanan

29
sediaan shampo gel kulit jeruk purut tidak mengalami perubahan dan menunjukan
konsistensinya sehingga dapat dikatakan sediaan shampo gel stabil.
4.2.3 Uji homogenitas shampo gel kulit jeruk purut
Pada Pengujian homogenitas, bertujuan untuk melihat bahwa sediaan
tersebut homogen dan tidak memiliki partikel-partikel kecil yang dapat
mengganggu pada saat pemakaian. Dari hasil pengujian bahwa formula tersebut
memiliki homogenitas yang baik karena tidak memisah dan tidak terdapat
partikel-partikel kecil.
4.2.4 Uji pH shampo gel ekstrak kulit jeruk purut
Pengujian pH bertujuan untuk mengetahui tingkat keasaman pada sediaan
shampo gel yang dibuat. Uji dilakukan dengan menggunakan indikator pH
universal. Nilai pH dari suatu sediaan topikal harus berada dalam kisaran pH
balance yang sesuai dengan pH kulit, yaitu 4,5-6,5. Nilai pH tidak boleh terlalu
asam karena dapat menyebabkan iritasi kulit dan juga tidak boleh terlalu basa
karena dapat menyebabkan kulit bersisik (Kuncari, dkk., 2014).

Pengujian pH

Nilai pH

30
Waktu pengamatan setiap siklus
Gambar 4.2 Grafik hasil uji pH dari sediaan shampo gel dalam pengujian 2 siklus
mengalami paenurunan pada siklus kedua.
4.2.5 Uji Viskositas Shampo gel ekstrak kulit jeruk purut
Pada pengujian viskositas yaitu perubahan viskositas yang dipengaruhi
beberapa hal seperti perubahan kondisi fase dispers, emulgator, bahan tambahan
lain yaitu lingkungan (Dita F.A., dkk, 2014). Pengujian viskositas bertujuan untuk
melihat tingkat kekentalan formula tersebut, dapat disimpulkan bahwa Uji
viskositas sediaan shampo gel dari Ekstrak kulit jeruk purut (Citrus hystrix D.C)
mengalami perubahan yang tidak begitu signifikan setiap waktunya Hal ini
merupakan efek normal penyimpanan suatu shampo gel pada suhu yang lebih
tinggi adalah mempercepat koalesensi dan hal ini biasanya diikuti dengan
perubahan viskositas. Perubahan viskositas selama penyimpanan pada sediaan
shampo merujuk pada kestabilan fisiknya. Semakin kecil perubahan yang terjadi
pada viskositas suatu shampo maka semakin stabil pula shampo gel tersebut.

Uji Viskositas

Nilai Cp

31
Waktu pengamatan setiap siklus
Gambar 4.3 Grafik hasil Uji viskositas dari sediaan shampo gel mengalami
perupahan yang tidak signifikan setiap waktunya.
4.2.6 Uji efektifitas shampo gel kulit jeruk purut terhadap jamur Candida
albicans
Berdasarkan hasil pengujian daya hambat yang telah dilakukan terhadap
jamur Candida albicans dilakukan beberapa tahap.
Tahap pertama yang dilakukan dalam pengujian daya hambat yaitu
melakukan sterilisasi. Sterilisasi yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan
autoklaf dimana sterilisasi ini panas uap, sterilisasi dilakukan meliputi kegiatan
sterilisasi alat yang akan digunakan. Sterilisasi dalam mikrobiologi dilakukan
dengan tujuan untuk mematikan semua organisme yang terdapat dalam suatu
benda. Tahap selanjutnya yang dilakukan penyiapan media untuk pembiakan
(regenerasi) suspense jamur. Suspense jamur dibuat dengan cara menumbuhkan
jamur pada substrat. Substrat adalah media pertumbuhan jamur Candida albicans,
bentuk cair yang didalamnya mengandung nutrisi yang diperlukan untuk
pertumbuhan Candida albicans. Substrat yang digunakan adalah sediaan dalam
bentuk bubuk Lactose Brothg (LB) yang mengandung nutrient yang pada
umumnya dibutuhkan jamur.

Media LB yang telah dibuat dapat digunakan untuk penyiapan Starter


starter yang dimaksud adalah bibit Candida albicans yang ditumbuhkan dalam
substrat (media) pertumbuhan kultur jamur tersebut diperlukan waktu inkubasi
selama 24 jam.
Selanjutnya dilakukan pembuatan medium padat (solid) sebab metode
pengujian yang akan digunakan adalah media Potato Dextrose Agar (PDA)
dengan komposisi ekstrak kentang, glukosa dan agar.
Pengujian aktivitas antijamur shampo gel ekstrak kulit jeruk purut terhadap
jamur Candida albicans. Pengujian ini bertujuan untuk melihat ukuran diameter
zona hambat dari formula tersebut. Pengujian antijamur shampo gel ekstrak kulit
jeruk purut menggunakan 3 kosentrasi. F1 10%, F2 15% dan 20%, Kontrol yang

32
digunakan untuk pengujian antijamur yaitu ada dua, kontrol positif dan kontrol
negative. Kontrol positif yang digunakan adalah ketokonazol, dan kontrol negatif
yang digunakan yaitu basis. Hasil penelitian menunjukan bahwa sediaan shampo
gel kulit jeruk purut memiliki zona hambat yang ditandai dengan terbentuknya
zona hambat yang terlihat bening dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Zona
yang menandakan pertumbuhan jamur disekitar sediaan shampo gel ekstrak kulit
jeruk purut terhambat pada daerah tersebut.
Terbentuknya daerah yang bening ini karena sediaan shampo gel kulit jeruk
purut memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan jamur, sehingga dalam
kurun waktu 24 jam terbentuk zona hambat disekitar kertas cakram yang
mengandung sediaan shampo gel kulit jeruk purut. Hal ini berbeda dengan kertas
cakram yang mengandung basis sebagai kontrol negative dimana tidak terdapat
zona hambat disekitar kertas cakram yang menandakan terjadinya pertumbuhan
jamur dikertas cakram tersebut. Jika dibandingkan dengan zona hambat kontrol
positif, terlihat bahwa memiliki zona hambat yang lebih luas dan jernih,
menandakan pertumbuhan jamur telah dihambat.
Berdasarkan hasil pengamatan pada tabel 4.5 Diameter zona hambat yang
terbentuk pada pengujian anti jamur yaitu untuk Formula shampo gel kulit jeruk
purut yaitu F1 8 mm, F2 10mm, F3 12 mm, sementara daya hambat untuk kontrol
positif yaitu 20 mm dan untuk kontrol negative yaitu tidak memiliki zona hambat.
Zona hambat yang terbentuk disebabkan karena adanya zat-zat aktif yang
terkandung dalam kulit jeruk purut seperti saponin yang berfungsi sebagai
antijamur.

33
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
1. Ekstrak kulit jeruk purut dapat diformulasikan sebagai shampo gel anti
ketombe terhadap Jamur Candida albicans.
2. Diameter zona hambat yang terbentuk bervariasi. Diameter zona hambat yang
terbentuk pada pengujian anti jamur yaitu untuk Formula shampo gel kulit
jeruk purut yaitu F1 8 mm, F2 10mm dan F3 12 mm, sementara daya hambat
untuk kontrol positif yaitu 20 mm dan untuk kontrol negative yaitu tidak
memiliki zona hambat. Zona hambat yang terbentuk disebabkan karena

34
adanya zat-zat aktif yang terkandung dalam kulit jeruk purut seperti saponin
yang berfungsi sebagai antijamur.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek antijamur daun atau
perasan air jeruk purut dengan cara ekstraksi yang lain atau dengan menggunakan
kosentrasi yang lebih tinggi agar memperoleh hasil yang maksimal.

35

Anda mungkin juga menyukai