Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Tanaman obat merupakan aset nasional yang perlu digali, diteliti,
dikembangkan dan dioptimalkan pemanfaatannya. Keamanan dan mutu
suatu tanaman obat belum banyak yang didukung oleh penelitian ilmiah.
Pengembangan penggunaan tanaman obat semakin pesat dipengaruhi oleh
meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya kembali ke alam
(back to nature) dengan memanfaatkan obat obat alami.Efek samping yang
ditimbulkan oleh obat obat tradisional relative kecil jika dibandingkan dengan
obat obat dari bahan kimia.
Salah satu jenis tumbuhan berkhasiat yang dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat sebagai obat tradisional dalam pengobatan yaitu daun jeruk nipis
Citrus aurantifolia. Jeruk nipis Citrus aurantifolia merupakan tanaman yang
berasal dari daerah asia. Tanaman ini tumbuh baik pada iklim tropis seperti di
Indonesia yang keberadaanya dari ratusan tahun lalu hingga saat ini sering
digunakan sebagai obat tradisional dan bumbu masakan.
Berbagai komponen-komponen kimia yang terkandung di dalam daun
jeruk nipis Citrus aurantifolia sehingga dapat bermafaat sebagai obat
tradisional perlu untuk terus dikaji dan di teliti.Untuk alasan tersebut, maka
dianggap perlu pengetahuan yang cukup yang berhubungan dengan
pengkajian komponen komponen kimia tersebut.Hal tersebut dapat dilakukan
diantaranya dengan uji skrining fitokimia atau penapisan kimia Tahapan ini
merupakan tahapan awal yang dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan
kimia yang terkandung dalam tanaman obat. Pada tahap ini dapat diketahui
golongan senyawa kimia apa saja yang terkandung dalam tumbuhan yang
diteliti.

Pengujian ini dapat dilakukan terhadap daun jeruk nipis yang telah
diekstraksi yang kemudian diidentifikasi kandungan senyawa kimia yang
terkandung didalamnya.Hasil identifikasi dilanjutkan pada tahap fraksinasi
dengan metode ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut yang sesuai dan
berdasarkan hasil optimasi pelarut. Ekstrak yang diperoleh dari tahap
pemurnian ini akan diuji kembali menggunakan metode kromatografi lapis
tipis (KLT).Dengan pengujian skrining fitokimia, diharapkan mampu menjamin
mutu dari bahan baku obat tradisonal dari daun jeruk nipis Citrus aurantifolia.
I.2 Rumusan Masalah
Bagaimana metode pengujian skrining fitokimia dari daun jeruk nipis
Citrus aurantifolia?
I.3 Tujuan Praktikum
Tujuan dilakukan praktikum ini adalah untuk mengetahui komponen
kimia yang terkandung dalam daun jeruk nipis Citrus aurantifolia yang
diidentifikasi dengan pengujian skrining fitokimia.
I.4 Manfaat Praktikum
Hasil dari praktikum ini diharapkan mampu memberikan informasi bagi
masyarakat dan penelitian penelitian selanjutnya tentang uji skrining fitokimia
dari daun jeruk nipis Citrus aurantifolia yang digunakan sebagai bahan baku
obat tradisional.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Uraian Tanaman
II.1.1Klasifkasi Tanaman (Herlina W, dkk, 2011 )
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Sapindales
Famili
: Rutaceae
Genus

: Citrus

Spesies

Citrus

aurantifolia
Gambar

jeruk

nipis

(citrus aurantifolia) (Herlina W,


dkk, 2011).
II.1.2

Sinonim

Jeruk nipis memiliki beberapa nama yang berbeda di Indonesia, antara


lain jeruk nipis (Sunda), jeruk pecel (Jawa), jeruk dhurga (Madura), lemo
(Bali), mudutelong (Flores) dan lain sebagainya. Jeruk nipis merupakan
tumbuhan obat dari family Rutaceae (Herlina W, dkk, 2011).
II.1.3Morfologi
Jeruk nipis Citrus aurantifolia merupakan keluarga dari Rutaceae.
Tanaman ini umumnya berupa pohon bercabang tidak teratur,batang
menyebar, dan kayu berwarna coklat, dengan duri kaku pendek pada ranting.
Daun akut, seluruh berbentuk bulat panjang, lonjong-bulat telur, berwarna
hijau gelap di atas, pucat-hijau di bawah, bergantian dengan sempit petioles
daun bersayap. Bunga berwarna putih dan berdiri dari sudut daun. Buah
berbentuk bulat, berwarna kuning kehijauan dengan tipis kulit, juicy, harum
dan sangat asam (Nweke F.U, 2015).

Minyak esensial dari tanaman ini telah banyak dimanfaatkan sebagai


obat rakyat dalam pengobatan tradisional (Nweke F.U, 2015).
II.1.4 Kandungan Kimia
Daun Citrus aurantifolia diteliti ditemukan mengandung senyawa
fitokimia, flavonoid berikut, glikosida, tanin dan phlobatannins. Citrus
aurantifolia (keluarga: Rutaceae) jus buah mengandung banyak air dan
vitamin C. Daun,buah, dan minyak atsiri bunga mengandung limonene dan
linalool(ReddyL. J, dkk, 2012).
Minyak atsiri merupakan suatu zat yang berbau khas dan terdapat
pada beberapa tanaman, karena mudah menguap bila dibiarkan terbuka
pada suhu kamar maka umumnya minyak atsiri ini disebut dengan minyak
menguap. Adapun nama lain dari minyak atsiri adalah Volatile oils, Ethereal
oils, Esensial oils. Minyak atsiri adalah substansi alamiah yang telah dikenal
memiliki aktivitas antibakteri. Minyak tersebut dapat menghambat beberapa
bakteri yang merugikan. Dalam bidang farmasi minyak atsiri biasa digunakan
sebagai bahan obat-obatan, misalnya sebagai bahan untuk obat anti bakteri
dan anti jamur yang kuat (Wintari Taurinaand Rafikasari, 2014).
II.1.5

Khasiat Tanaman Daun Jeruk Nipis

Minyak esensial terutama digunakan sebagai antidepresan karena


mempromosikan penyegaran untuk pikiran. Hal ini dapat membantu untuk
rematik arthritis, obesitas dan selulit dan memiliki astringent dan tindakan
toning untuk membersihkan kulit berminyak dan jerawat,membantu dengan
herpes, luka dan gigitan serangga (Pathan R.K, 2012).
Selain menjadi minuman yang menyegarkan, buah jeruk nipis telah
dikonsumsi selama ribuan tahun yang lalu untuk menyembuhkan berbagai
penyakit. Akar, daun dan bunga sering digunakan sebagai obat. Daun jeruk
nipis

Citrus

aurantifolia

mengandung

minyak

esensial

yang

dapat

menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Kapur juga digunakan


untuk mengatasi disentri, sembelit, difteri, jerawat, pusing, batuk, bau badan,

menambah nafsu makan, mencegah rambut rontok, ketombe, flu, demam,


terlalu gemuk, amandel, dan peradangan hidung (ReddyL. J, dkk, 2012).
Daun jeruk nipis Citrus aurantifolia menunjukkan aktivitas yang nyata
terhadap bakteri Gram-positif dan Gram-negatif dan aktivitasnya cukup
sebanding dengan antibiotik standar seperti tobramycin, gentamisin sulfat,
ofloksasin dan siprofloksasin. Ekstrak daun dan minyak daun Citrus
aurantifolia metanol daun dan ekstrak etil asetat menunjukkan aktivitas
scavenging kuat atas radikal 1, 1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). Aktivitas
antibakteri dan antioksidan yang luar biasa ditunjukkan oleh ekstrak tanaman
dapat dikaitkan dengan efek sinergis dari senyawa aktif yang ada di
dalamnya (ReddyL. J, dkk, 2012).
Ekstrak hidroalkohol daun aurantifolia Citrus memiliki efek antibakteri
dan aktivitas antijamur, yang berguna untuk rasionalisasi dalam perawatan
kesehatan primer. Ekstrak C. aurantifolia secara signifikan efektif terhadap
Mucor spp dalam kasus jamur danmenunjukkan aktivitas yang lebih tinggi
pada Klebsiella pneumonia dan Staphylococcus aureus antara bakteri.
Informasi

vivo

dapat

membantu

dalam

menentukan

potensi

yang

sebenarnya, kegunaan tanaman ini untuk penanganan infeksi penyakit.


Sehingga

pekerjaan

lebih

lanjut

dapat

dilakukan

pada

isolasi

Prosedur untuk mengetahui bagian yang tepat yang bertanggung jawab


untuk aktivitas biologis (Pathan R.K, 2012).
Citrus aurantifolia adalah tanaman obat dan daunnya mengandung
minyak esensial, Psoralens dan kumarin yang hadir dalam minyak. Ekstrak
daun Citrus

aurantifolia menunjukkan penghambatan pertumbuhan efek

mutagenik yang cukup besar pada N. crassa. Penghambatan pertumbuhan


efek dievaluasi dengan mengukur pertumbuhan radial dari miselia dari strain
jamur Ema di VM agar piring. Ditemukan bahwa efek penghambatan
pertumbuhan meningkat denganmutasi di neurospora crassa dengan daun
ekstrak jeruk nipis Citrus aurantifolia (Apurba L.R, 2010).

II.2 Senyawa Metabolit Sekunder


a. Alkaloid
Alkaloid juga banyak terdapat dalam tumbuhan, khususnya pada
Angiospermae
alkaloid).Alkaloid

(lebih

dari

20%

umumnya

hanya

dari

semua

sedikit

spesies

terdapat

menghasilkan

pada

tumbuhan

Gymnospermae, lycopodium, Equisetum, jamur, dan alga.Alkaloid juga dapat


ditemukan pada bakteri, jamur, binatang laut, antropoda, amphibi, pada
sejumlah burung, dan mamalia.Alkaloid sangat penting bagi organisme yang
memproduksinya.Satu fungsi utamanya adalah sebagai pelindung dan untuk
melawan herbivora maupun predator.Beberapa alkaloid bersifat sebagai
antibakteri, antijamur, dan antiviral; dan konstituennya mungkin saja
menyebabkan keracunan bagi hewan (Fattorusso & Scafati, 2008).
Alkaloid

biasanya

dikelompokkan

berdasarkan

bentuk

cincin

heterosiklik nitrogen yang terdapat di dalamnya, sebagai contoh pirolidin,


piperidin, quinolin, isoquinolin, indol. Atom nitrogen pada alkaloid berasal dari
asam amino, dan pada umumnya struktur kerangka karbon pada asam amino
prekusor akan bertahan ketika dalam bentuk alkaloid. Prekusor asam amino
yang berhubungan dengan biosintesis alkaloid antara lain adalah ornitin, lisin,
asam nikotinoat, tirosin, triptopan, asam antranilat, dan histidin (Dewick,
2009).
b. Tannin
Tanin merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui
mempunyai beberapa khasiat yaitu sebagai astringen, anti diare, anti bakteri
dan antioksidan.Tanin merupakan komponen zat organik yang sangat
kompleks, terdiri dari senyawa fenolik yang sukar dipisahkan dan sukar
mengkristal, mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan
protein tersebut (Desmiaty et al., 2008).Tanin dibagi menjadi dua kelompok
yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi.Tanin memiliki peranan
biologis yang kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkhelat

logam. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis (Malangngi


L.P , dkk, 2012)
c. Saponin
Saponin adalah suatu glikosida alamiah yang terikat dengan steroid
atau triterpena. Saponin mempunyai aktifitas farmakologi yang cukup luas
diantaranya meliputi: immunomodulator, anti tumor, anti inflamasi, antivirus,
anti jamur, dapat membunuh kerang-kerangan, hipoglikemik, dan efek
hypokholesterol. Saponin juga mempunyai sifat bermacam-macam, misalnya:
terasa manis, ada yang pahit, dapat berbentuk buih, dapat menstabilkan
emulsi, dapat menyebabkan hemolisis. Dalam pemakaiannya saponin bisa
dipakai untuk banyak keperluan, misalnya dipakai untuk membuat minuman
beralkohol, dalam industri pakaian, kosmetik, membuat obat-obatan, dan
dipakai sebagai obat tradisional.
Biarpun

saponin

bisa

diisolasi

dari

binatang

tingkat

rendah,

sebenarnya saponin ditemukan terutama dalam tumbuh-tumbuhan.Namanya


diambil dari Genus suatu tumbuhan yaitu Saponaria, akar dari famili
Caryophyllaceae dapat dibuat sabun.Saponin juga bisa didapatkan dalam
beberapa famili tumbuhan yang lain (Dewick, 2009).
d. Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa bahan alam
yangbanyak

ditemukan

pada

tumbuhan.Flavonoid

pada

umumnya

mempunyai kerangka flavon C6-C3-C6, dengan tiga atom karbon sebagai


jembatan

antara

gugus

fenil

yang

biasanya

juga

terdapat

atom

oksigen.Berdasarkan pada tingkat ketidakjenuhan dan oksidasi dari segmen


karbon, flavonoid selanjutnya dibagi menjadi beberapa kelas seperti pada
Gambar 6.Senyawa ini biasanya terdapat sebagai pigmen tumbuhan untuk
menarik pollinators, atau sebagai bahan pertahanan bagi tumbuhan untuk
melawan serangga dan mikroorganisme (Rosa, dkk, 2010).

II.3 Ekstraksi
Ekstraksi ialah penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan
mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih di mana zat yang
diinginkan larut. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan komponen yang berada
dalam campuran secara selektif dengan pelarut yang sesuai. Prinsip
kelarutan yaitu pelarut polar melarutkan senyawa polar, pelarut semipolar
melarutkan senyawa semipolar, pelarut nonpolar melarutkan senyawa
nonpolar.Sediaan yang diperoleh dari hasil ekstraksi dinamakan ekstrak
sedangkan pelarutnya disebut penyari, sedangkan sisa-sisa yang tidak ikut
tersari disebut ampas (Harbone, 1994).
Ekstrak terdiri atas bentuk kering, kental, cair dibuat dengan cara
mengambil sari (menyari) simplisia menurut cara yang cocok, diluar pengaruh
cahaya matahari langsung. Sebagai caiaran penyari digunakan air, etanol,
atau campuran etanol dan air.
Proses penarikan senyawa kimia dalam sel tanaman yaitu dengan
cara pelarut organik menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel
yang mengandung zat aktif , zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar
sel, maka larutan terpekat akan terdistribusi keluar sel dan proses ini akan
berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat
aktif di dalam sel dan di luar sel. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan
massa komponen zat padat kedalam pelarut dimana perpindahan mulai
terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut
Berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi, suatu ekstraksi
dibedakan menjadi ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair.(Estien Yazid,
2005).
1. Ekstraksi padat-cair; zat yang diekstraksi terdapat di dalam campuran
yang berbentuk padatan. Ekstraksi jenis ini banyak dilakukan di dalam
usaha mengisolasi zat berkhasiat yang terkandung di dalam bahan alam
seperti steroid, hormon, antibiotika dan lipida pada biji-bijian.

2. Ekstraksi cair-cair; zat yang diekstraksi terdapat di dalam campuran yang


berbentuk cair. Ekstraksi cair-cair sering juga disebut ekstraksi pelarut
banyak dilakukan untuk memisahkan zat seperti iod atau logam-logam
tertentu dalam larutan air
Jenis-jenis ekstraksi dapat dibedakan menjadi ekstraksi cara dingin
yaitu tidak ada proses pemanasan selama proses ekstraksi berlangsung,
tujuannya untuk menghindari rusaknya senyawa yang dimaksud rusak
karena pemanasanan. Contoh maserasi dan perkolasi. Ekstraksi cara panas
yaitu metode yang melibatkan panas dalam prosesnya. Dengan adanya
panas secara otomatis akan mempercepat proses penyarian dibandingkan
cara dingin. Contoh refluks, soxlet, digesti, dan infusa(Estien Yazid, 2005)
II.3.1

Jenis Jenis

Metode Ekstraksi
1. Maserasi
Maserasi merupakan cara penyaringan yang sederhana. Istilah
maceration berasal dari bahasa latin macere, yang artinya merendam.
Maserasi merupakan metode ekstraksi dengan cara perendaman tanpa
melibatkan panas (Astuti 2012).Metode atau prinsip kerja maserasi dapat
diaplikasikan dalam dunia kesehatan.Contohnya adalah pelunakan jaringan
pada kondisi basah yang terjadi secara berkepanjangan pada kulit. Maserasi
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.
Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel
yang

mengandung

zat

aktif,

zat

aktif

akan

larut

dan

karena

adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di
luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut
berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi anatara larutan di luar
sel dengan di dalam sel (Depkes RI 1986).
Keuntungan cara penyarian dengan Maserasi adalah cara pengerjaan
dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian

cara maserasi adalah pengerjaannya lama, dan memerlukan cairan penyari


dan sampel yang banyak (Fathiyawati 2008).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan jalan melewatkan
pelarut yang sesuai secara lambat pada simplisia dalam suatu percolator.
Perkolasi bertujuan supaya zat berkhasiat tertarik seluruhnya dan biasanya
dilakukan

untuk

zat

berkhasiat

yang

tahan

ataupun

tidak

tahan

pemanasan.Prinsip perkolasi adalah sebagai berikut: serbuk simplisia


ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat
berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut,
cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai
keadaan jenuh. Gerak kebawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya
sendiri dan cairan diatasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung
untuk menahan. Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya
berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi,
daya kapiler dan daya geseran (friksi) (Sudjadi, 1986).
Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena:
a. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang
terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga
meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.
b. Ruangan diantara serbuk-serbuk simplisia membentuk saluran tempat
mengalir cairan penyari karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka
kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat
meningkatkan perbedaan konsentrasi.
Kelemahan perkolasi adalah memerlukan waktu yang lama sedangkan
substansi yang didapat relatif tidak banyak.

Keuntungan adalah tidak

diperlukannya pemanasan, sehingga teknik ini baik untuk substansi


termolabil (yang tidak tahan terhadap panas) (Sudjadi, 1986).
3. Refluks
Refluks adalah salah satu metode dalam ilmu kimia untuk mensintesis
suatu senyawa, baik organik maupun anorganik.Umumnya digunakan untuk

mensistesis senyawa-senyawa yang mudah menguap atau volatile. Pada


kondisi ini jika dilakukan pemanasan biasa maka pelarut akan menguap
sebelum reaksi berjalan sampai selesai (Sudjadi, 1986).
Prinsip dari metode refluks adalah pelarut volatil yang digunakan akan
menguap pada suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan kondensor
sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan mengembun pada
kondensor dan turun lagi ke dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap
ada selama reaksi berlangsung. Sedangkan aliran gas N 2 diberikan agar tidak
ada uap air atau gas oksigen yang masuk terutama pada senyawa organik
logam

untuk

sintesis

senyawa

anorganik

karena

sifatnya

reaktif.

Keuntungannya yaitu dapat digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel


yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung. Sedangkan
kerugiannya yaitu membutuhkan volume total pelarut yang besar dan
sejumlah manipulasi dari operator(Sudjadi, 1986).
4. Sokletasi
Sokletasi adalah suatu metode pemisahan suatu komponen yang
terdapat dalam sampel padat dengan cara penyarian berulang ulang
dengan pelarut yang sama, sehingga semua komponen yang diinginkan
dalam sampel terisolasi dengan sempurna. Pelarut yang digunakan ada 2
jenis, yaitu heksana (C6H14) untuk sampel kering dan metanol (CH3OH ) untuk
sampel basah. Jadi, pelarut yang dugunakan tergantung dari sampel alam
yang digunakan.Nama lain yang digunakan sebagai pengganti sokletasi
adalah pengekstrakan berulang ulang (continous extraction) dari sampel
pelarut (Sudjadi, 1986).
Prinsip kerja sokletasi yakni Penarikan komponen kimia yang
dilakukan dengan cara serbuk simplisia ditempatkan dalam klonsong yang
telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam
labu alas bulat sehingga menguap dan dikondensasikan oleh kondensor bola
menjadi molekul-molekul cairan penyari yang jatuh ke dalam klonsong
menyari zat aktif di dalam simplisia dan jika cairan penyari telah mencapai

permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat
melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai bila
cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi
telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan
dipekatkan (Sudjadi, 1986).
Syarat syarat pelarut yang digunakan dalam proses sokletasi
(Harborne, J.B. 1987).
a. Pelarut yang mudah menguap seperti : n-heksan, eter, petroleum eter,
b.
c.
d.
e.
f.

metil klorida dan alkohol.


Titik didih pelarut rendah.
Pelarut tidak melarutkan senyawa yang diinginkan.
Pelarut terbaik untuk bahan yang akan diekstraksi.
Pelarut tersebut akan terpisah dengan cepat setelah pengocokan.
Sifat sesuai dengan senyawa yang akan diisolasi, polar atau nonpolar.
Metode sokletasi yang dilakukan memiliki kelebihan dan kekurangan.

Berikut adalah kelebihan metode sokletasi(Harborne, J.B. 1987) :


a. Sampel terekstraksi dengan sempurna.
b. Proses ekstraksi lebih cepat.
c. Pelarut yang digunakan sedikit.
Sedangkan kelemahan dari metode sokletasi adalah sampel sampel
yang digunakan harus sampel yang tahan panas atau tidak dapat digunakan
pada sampel yang tidak tahan panas. Karena sampel yang tidak tahan panas
akan teroksidasi atau tereduksi ketika proses sokletasi berlangsung.
II.4 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi

adalah

teknik

pemisahan

campuran

berdasarkan

perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada


kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah
fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen
campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran.
Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan
komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat
(Seanita, Maria Monica 2008).

Pemisahan campuran dengan cara kromatografi didasarkan pada


perbedaan kecepatan merambat antara partikel-partikel zat yang bercampur
pada medium tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari pemisahan secara
kromatografi dapat kita temui pada rembesan air pada dinding yang
menghasilkan garis-garis dengan jarak ternentu (Seanita, Maria Monica
2008).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran
senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang
menggunakan.

Kromatografi

juga

merupakan

analisis

cepat

yang

memerlukan bahan sangat sedikit baik menyerap tau cuplikannya.KLT dapat


digunakan untuk memisahkan senyawa senyawa yang sifatnya hidrofobik
seperti lipida lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan
kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk
kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom,
identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala
kecil (Anggraeni, Megawati,2009).
Pemisahan senyawa biasanya menggunakan beberapa tekhnik
kromatografi, Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada
sifat kelarutan senyawa yang akan dipisahkan. Semua kromatografi memiliki
fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase
gerak (berupa cairan atau gas).Fase gerak mengalir melalui fase diam dan
membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran.Komponenkomponen yang berbeda bergerak pada laju berbeda.
Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis
silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam
atau plastik yang keras.Silica jel (atau alumina) merupakan fase diam. Fase
diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi
yang mana dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet. Fase gerak
merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai.Pelaksanaan ini

biasanya dalam pemisahan warna yang merupakan gabungan dari beberapa


zat pewarna atau pemisahan dan isolasi pigment tanaman yang berwarna
hijau dan kuning (Anggraeni, Megawati,2009).
Dasar pemisahan pada KLT adalah perbedaan kecepatan migrasi di
antara fase diam yang berupa padatan dan fasa gerak yang merupakan
campuran solven (eluen) yang juga dikenal dengan istilah pelarut
pengembang campur. Jenis eluen yang digunakan tergantung jenis sampel
yang akan dipisahkan. Eluen yang menyebabkan seluruh noda yang
ditotolkan pada pelat naik sampai batas atas pelat tanpa mengalami
pemisahan, dikatakan terlalu polar. Sebaliknya, apabila noda yang ditotolkan
sama sekali tidak bergerak, berarti eluen tersebut kurang polar. Sampel yang
biasanya berupa campuran senyawa organik diteteskan di dekat salah satu
sisi lempengan dalam bentuk larutan dengan jumlah kecil, biasanya
beberapa mikroliter berisi sejumlah mikrogram senyawa.Cara termudah untuk
memilih jenis eluen yang tepat adalah dengan menggunakan metode cincin
terkonsentrasi.

Hasil

pengamatan

akan

nampak

sebagai

noda-noda

berwarna pada kertas dengan jarak yang berbeda-beda dari garis awal.
Perembesan eluen dihentikan setelah eluan hampir mencapai ujung
kertas.Pada tahap ident8ifikasi atau penampakan noda, jika noda sudah
berwarna dapat langsung diperiksa dan ditentukan garga Rf-nya (Seanita,
Maria Monica 2008).
Penentuan jumlah komponen senyawa dapat dideteksi dengan
kromatografi lapis tipis (KLT) dengan menggunakan plat KLT yang sudah siap
pakai. Terjadinya pemisahan komponen-komponen pada KLT dengan Rf
tertentu dapat dijadikan sebagai panduan untuk memisahkan komponen
kimia tersebut dengan menggunakan kolom kromatografi dan sebagai fasa
diam dapat digunakan silika gel dan eluen yang digunakan berdasarkan basil
yang diperoleh dari KLT dan akan lebih baik kalau kepolaraan eluen pada
kolom kromatografi sedikit dibawah kepolaran eluen pada KLT (Lenny, 2006).

BAB III
METODE KERJA
III.1

Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Batang

pengaduk, cawan porselin, chamber, corong pisah, gegep, gelas kimia, hot
plate, lempeng KLT, pipet skala, pipet kapiler,

plat tetes, tabung reaksi,

toples, UV 254 nm dan UV 366 nm, dan vial.


Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Alkohol
70%, aquadest, asam asetat anhidrat, daun jeruk nipis citrus aurantifolia,

eter, etil asetat, FeCl3 1%, HCL P, HCL 2N, H2SO4 P, kertas saring, kloroform,
N- butanol, N- heksan, pereaksi dragendroff, pereaksi mayer, perekasi
wagner, dan serbuk Mg.
III.2
Cara Kerja
1. Pengambilan Sampel
Sampel berupa daun jeruk nipis Citrus aurantifolia diperoleh dari
kelurahan karampuang kecamatan panakkukang kota makassar Sulawesi
selatan.
2. Pengolahan Sampel
Sampel daun jeruk nipis Citrus aurantifolia yang diperoleh kemudian
dikumpulkan dan dicuci air mengalir hingga bersih. Daun segar yang telah
barsih kemudian disortasi basah tujuannya untuk memilih daun yang baik
untuk dibuat simplisia. Selanjutnya daun hasil pilihan dirajang dengan ukuran
2x2 cm untuk mempermudah pengeringan, kemudian dikeringkan di lemari
pengering hingga kadar airnya mencapai 5%, selanjutnya disortasi kering
kembali untuk memilih simplisia yang layak untuk diekstraksi, simplisia kering
kemudian lalu diserbukkan dengan menggunakan blender kemudian diayak
dengan pengayak no mest 20.

3. Ekstraksi
Serbuk simplisia daun jeruk nipis Citrus aurantifolia sebanyak 400 g
dimaserasi dengan menggunakan etanol 70% yang dikatakan selektif
mengekstraksi komponen fitokimia dengan perbandingan 1 : 7,5 ml. Simplisia
dimasukkan ke dalam wadah maserasi kemudian ditambahkan pelarut
secukupnya lalu didiamkan kurang lebih 15-30 menit. Sisa pelarut
ditambahkan hingga semua simplisia terendam sempurna.Diamkan di tempat
terlindung dari sinar matahari selama 3-5 hari sambil sekali-kali diaduk, lalu
disaring.Filtrat dikumpulkan kemudian dipekatkan hingga diperoleh ekstrak
kental.

Rendamen kemudian dihitung dengan menggunakan rumus :


Rendamen=

Berat ekstrak yang diperoleh


X 100
Berat simplisia yang diekstraksi

4. Pemeriksaan Organoleptik
Pemeriksaan organoleptik meliputi pengamatan bentuk, warna, bau
dan rasa dari ekstrak daun jeruk nipis Citrus aurantifolia.
5. Identifikasi Senyawa Kimia
a. Identifikasi Alkaloid
Sebanyak 0,5 g ekstrak daun jeruk nipis ditambahkan 1 mL asam
klorida 2 N dan 9 mL aquadest lalu dipanaskan selama 2 menit, didinginkan
dan disaring. Kemudian dibagi menjadi 3 bagian. Untuk bagian pertama
ditambahkan pereaksi Mayer, jika mengandung alkaloid maka akan
menghasilkan endapan putih (putih kekuningan). Untuk bagian kedua
ditambahkan pereaksi Dragendroff, jika mengandung alkaloid maka akan
menghasilkan endapan merah jingga. Untuk bagian ketiga ditambahkan
pereaksi Wagner, jika mengandung alkaloid akan menghasilkan endapan
coklat (Depkes RI., 1989).
b. Identifikasi Flavanoid
Sebanyak 0,5 g ekstrak daun jeruk nipis

ditambahkan 10 mL air

panas, dididihkan selama 10 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke


dalam 5 mL filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 mL asam klorida pekat
dikocok dan dibiarkan memisah. Flavanoid positif jika terjadi warna merah
(Depkes RI., 1989).
c. Identifikasi Saponin
Sebanyak 0,5 g ekstrak daun jeruk nipis dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, ditambahkan 10 mL air panas, didinginkan kemudian dikocok selama
10 detik, jika terbentuk busa setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil tidak kurang
dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N
menunjukkan adanya saponin (Depkes RI., 1989).
d. Identifikasi Tanin

Sebanyak 0,5 g ekstrak daun jeruk nipis ditambahkan dalam 100 mL


air panas kemudian didihkan selama 5 menit, setelah dingin kemudian di
saring dengan kertas saring. Filtrat ditambah 1-2 tetes FeCl 3 1%,
terbentuknya warna biru, hijau atau hitam menunjukkan adanya senyawa
golongan tanin (Depkes RI., 1989).
6. Uji kelarutan
Sebanyak 0,5 g ekstrak dibagi kedalam plat tetes. Kemudian
ditambahkan 1 ml pelarut n-butanol, n-heksan, kloroform dan etil asetat
kedalam masing-masing plat tetes,maka ekstrak tersebut akan larut pada
pelarutnya.
7. Fraksinasi
Hasil identifikasi kandungan kimia ekstrak etanol daun jeruk nipis
dijadikan sebagai acuan dalam tahap fraksinasi. Selain itu dilakukan pula
optimasi pelarut dengan melihat tingkat kelarutan ekstrak terhadap pelarut
yang akan digunakan. Pada umumnya tahap fraksionasi (pemisahan) dimulai
menggunakan pelarut non polar (heksana), dilanjutkandengan pelarut semi
polar (kloroform) dan dituntaskan menggunakan pelarut n-butanol yang lebih
polar. Rangkaian fraksionasi dengan berbagai pelarut tersebut bertujuan agar
pelarut non polar dapatmengekstraksi secara selektif komponen antioksidan
non polar terlebih dahulu, seperti terpenoid dan alkaloid.
Penggunaan pelarut semi polar (kloroform) pada tahapselanjutnya
diharapkan dapat mempartisi komponen semipolar sehingga dapat terpisah
dari komponen antioksidan lainnya yang bersifat polar. Pada partisi terakhir
digunakan pelarut n-butanol yang diharapkan dapat mengisolasi komponen
flavonoid. Pada akhirnya diharapkan agar proses pengisolasian terhadap
masing-masing komponen fitokimia yang dilakukan dapat berlangsung
optimal.
Partisi tahap pertama dilakukan terhadap ekstrak etanol menggunakan
pelarut n-heksana.Hasil fraksi etanol (I) hasil partisi tahap pertama
mengalami pemisahan lebih lanjut menggunakan pelarut kloroform yang

bersifat semi polar untuk memisahkan komponen fitokimia golongan alkaloid


karena berdasarkan literature golongan ini mampu ditarik dengan baik oleh
pelarut semi polar, seperti kloroform. Fraksi etanol (II) yang telah dipartisi
dengan pelarut kloroform pada partisi tahap II dilanjutkan dengan pemisahan
menggunakan pelarut n-butanol pada partisi tahap III ini.Penggunaan pelarut
n-butanol bertujuan untuk menarik dengan selektif golongan terbesar
antioksidan daun jeruk nipis, yaitu golongan flavonoid.
8. Identifikasi dengan Kromatografi lapis tipis
Sampel hasil fraksinasi dengan metode parrtisi cair cair kemudian
ditotolkan pada lempeng KLT secara garis lurus, Setelah kering lempeng
tersebut dielusi dalam chamber yang berisi eluen Metanol : Etil asetat (6:2),
Metanol : etil asetat (5:1), Metanol : etil asetat (4:2). Eluen tersebut
digunakan untuk mengeluasi pemeriksaan KLT yang diduga mengandung
flavonoid,alkaloid,antraglikosida,arbutin,glikosida jantung,zat pahit,flavonoid
atau saponin. Selanjutnya lempeng KLT diamati dibawah sinar UV 254 dan
366 nm untuk melihat penampakan bercak noda, setelah itu untuk
memperjelas penampakan noda, kemudian dapat di semprot dengan
menggunakan reagen Alcl3, kemudian diamati kembali dibawah sinar UV 254
dan 366 nm.

BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Uji Organoleptis Daun Jeruk Nipis
Warna

: Hijau kehitaman

Bau

: Bau khas

Bentuk

: Kental

Rasa

: Pahit

IV.2 Data Pengamatan


Sampel

Bobot
sampel

basah Bobot
sampel

kering

Rendamen

Daun

Jeruk

Nipis

rendamen=

400 g

250 g

62,5 %

bobot kering ekstrak


100
bobot basa h ekstrak

250 g
100
400 g

= 62,5 %
A. Hasi Ekstraksi
Sampel
Daun
Nipis

Jeruk

Metode

Bobot sampel

Pelarut

Maserasi

250 g

1750 mL

B. Hasil uji Kandungan Kimia


Golongan senyawa

Hasil

Ket

P. Mayer

Endapan putih

P. Wagner

Endapan cokelat

P. Dragendroff

Endapan jingga

Saponin

Terbentuk buih

Flavanoid

Berwarna merah

Tanin

Berwarna hijau

Alkaloid

C. Hasil Fraksinasi Ekstraksi cair-cair


Pelarut

Jumlah pelarut

keterangan

Sampel

50 ml

n-Heksan

50 ml

Larut

Kloroform

50 ml

Larut

Etil Asetat

50 ml

Larut

D. Hasil Uji KLT


Sampel

Pelarut

n-heksan
Daun

Jeruk

Nipis

(Citrus aurantifolia)
kloroform

UV 254
Rf

UV 366
Rf

0, 27

0, 21

0, 34

0, 41

0, 58

0, 65

0, 83

0, 94

0,2
0, 27

0, 72
0, 16

0, 34

0, 58

0, 38
0,9
0, 5
0,29
0, 34
0,92
0, 38
-

Etil asetat

Ekstrak

0, 4
0, 6
0, 16
0,25
0, 4
0, 6

n-heksan : kloroform : etil asetat


Perhitungan nilai Rf:
Rf =

Jarak yang ditempuh noda


jarak yang ditempuheluen
BAB V
PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini, yang kita lakukan adalah penyiapan sampel

yaitu Daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia). Penyiapan sampel merupakan


langkah awal sebelum melanjutkan ke tahap ekstraksi sampai KLT dan
sampel yang dipilih masih baik untuk digunakan.
Tahapan-tahapan dari penyiapan sampel meliputi pencucian, Tahap ini
dilakukan agar sampel yang baru saja diambil dan dicuci hingga bersih,
bebas dari kotoran-kotoran dan fragmen-fragmen. Selanjutnya dilakukan
sortasi basah, untuk memisahkan bagian-bagian tanaman yang sudah tidak
layak digunakan. Selanjutnya pengeringan, dalam tahap ini lebih baiknya
sampel tidak langsung terkena matahari. Ada beberapa cara pengeringan
misalnya diangin-angikan, disimpan diluar tapi ditutupi dengan kain hitam,
atau menggunakan oven pada suhu tertentu. Tahap selanjutnya sortasi kering

dan

perajangan

setelah

sampel

betul-betul

kering,

maka

disortasi

kering/dipotong kecil-kecil dan dilakukan perajangan. Sebaiknya, sebelum


dan sesudah kering sampel tersebut harus ditimbang agar diketahui berapa
persen rendamennya.
Pada simplisia yang akan diekstraksi perlu di ketahui kadar air yang
terkandung pada sampel simplisia. Tujuan di ketahui kadar air pada simplisia
untuk menghindari kelembapan dan pertumbuhan mikroba. Maka kadar air
yang baik terdapat pada simplisia yaitu 10%, artinya pada kadar tersebut
simplisia aman untuk digunakan.
Selanjutnya

dilakukan

ekstraksi

dengan

menggunakan

metode

maserasi. Pemilihan metode ini didasarkan pada karakteristik dari sampel


serta juga mencegah terurainya senyawa-senyawa yang tidak tahan terhadap
pemanasan. Sampel dimasukkan kedalam wadah (toples) sebanyak 250 g
dengan menggunakan cairan penyari etanol 70%, pemilihan etanol 70%
sebagai larutan penyari karena lebih mudah diuapkan dibanding air, tidak
mudah ditumbuhi mikroba dan relatif murah. Kemudian dibasahi selama 30
menit dengan tujuan agar simplisia dapat terbasahi sempurna setelah itu
ditambahkan cairan penyari etanol 70% sebanyak 1750 mL.

Kemudian

didiamkan selama 3-5 hari sambil sesekali diaduk. Hasil ekstraksi kemudian
disaring dan diuapkan menggunakan rotapavor untuk mendapatkan ekstrak
kental sebanyak 10,24 g.
Selanjutnya dilakukan uji pendahuluan ektrak etanol daun jeruk nipis
meliputi pengujian organoleptis yaitu bau khas, bentuk ekstrak kental,
menunjukkan warna hijau kehitaman dan rasa yang pahit. Kemudian
dilakukan Uji kandungan kimia bertujuan untuk mengetahui golongan
senyawa metabolit sekunder apa saja yang terkandung dalam ekstrak.
Hasil uji kandungan kimia pada ektrak daun jeruk nipis menunjukkan
ekstrak positif mengandung alkaloid dengan penambahan tiga pereaksi yaitu
Wagner terbentuk endapan coklat, diperkirakan endapan tersebut adalah

kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi wagner iodin bereaksi dengan I

dari kalium iodida menghasilkan ion I3- yang berwarna coklat. Pada uji
wagner, ion K+ akan membentuk ikatan kovalen koordinat dengan nitrogen
pada alkaloid membentuk kompleks kalium alkaoid yang mengendap.
Pada uji menggunakan pereaksi Dragendorff terbentuk endapan coklat
muda sampai kuning, endapan tersebut merupakan kalium-alkaloid. Pada
pembuatan pereaksi Dragendorff, bismut nitrat dilarutkan dalam HCl agar
tidak terjadi reaksi Nitrogen digunakan untuk membentuk ikatan kovalen
koordinat dengan K+ yang merupakan ion logam terbentuk endapan jingga.
Mayer positif terbentuk endapan putih karena pereaksi mayer
bertujuan untuk mendeteksi alkaloid, dimana pereaksi ini berikatan dengan
alkaloid melalui ikatan koordinasi antara atom N alkaloid dengan Hg pereaksi
mayer sehingga menghasilkan senyawa kompleks merkuri yang nonpolar
mengendap berwarna putih (harborne, 1987).
Pada uji flavanoid dengan penambahan serbuk Mg dan HCl Pekat
ekstrak positif terbentuk warna merah. Perubahan ini terjadi karena flavonoid
yang merupakan senyawa fenolik bereaksi dengan larutan shinoda
(Mg/HCL), di mana intensitas karakteristik warna tiap partikel senyawa fenolik
yang teroksidasi oleh magnesium klorida (Sari O P dan Taufiqurrohmah T,
2006).
Pada uji saponin dengan menggunakan pelarut HCl 2 N yang
didiamkan selama 10 menit terdapat busah setinggi 3 cm maka hasilnya
positif. Senyawa yang memiliki gugus polar dan non polar bersifat aktif
permukaan sehingga saat di kocok dengan air, saponin dapat membentuk
misel. Pada struktur misel, gugus polar menghadap keluar sedangkan gugus
nonpolarnya menghadap kedalam, keadaan inilah yang tampak seperti busa
( Robinson, 1995)
Pada uji tanin dengan penambahan FeCl 3 menghasilkan warna hijau
yang menunjukkan adanya tanin yang terkondensasi maka hasilnya positif

pada penambahan larutan FeCl3 1% di perkirakan larutan ini bereaksi dengan


salah satu gugus hidroksil yang ada pada senyawa tanin. Pereaksi FeCl 3
dipergunakan secara luas untuk mengidentifikasi senawa fenol termasuk
tanin (Robinson, 1995)
Selanjutnya dilakukan uji kelarutan dengan menggunakan beberapa
pelarut yaitu n-heksan, n-butanol, kloroform dan etil asetat. Hasil yang
didapatkan dari keempat pelarut mampu melarutkan ekstrak dengan baik.
Selanjutnya pengujian fraksinasi dengan menggunakan pelarut nheksan : air sebanyak 50 mL (1:1) kemudian dihomogenkan dengan cara
pengocokan dan didiamkan selama 15 menit hingga terbentuk 2 lapisan yaitu
larutan n-heksan berada pada posisi diatas karena bj n-heksan lebih kecil
dari pada bj air yaitu 1 : 0,26 setelah itu dikeluarkan fraksi n-heksan dan
diuapkan. Fraksi kedua yaitu air banding dengan kloroform (1:1) kemudian
dihomogenkan dengan cara pengocokan dan didiamkan selama 15 menit
hingga terbentuk 2 lapisan setelah itu dikeluarkan fraksi kloloform dan
diuapkan. Perlakuan yang sama pada pelarut etil asetat setelah terbentuk 2
lapisan dikeluarkan fraksi etil asetatnya dan diuapkan. Pada ketiga fraksi
yang telah dikeringkan digunakan pada proses identifikasi kromatografi lapis
tipis (KLT).
Identifikasi komponen kimia yang terdapat dalam ekstrak etanol nheksan, kloroform, etil asetat di lakukan secara kromatografi lapis tipis.
Metode kromatografi di lakukan dengan cara elusi di dalam chamber yang
berisi eluen n-heksan : etil asetat (3 : 1) yang telah dijenuhkan. Tujuan
penjenuhan chamber untuk mendapatkan hasil pemisahan yang baik agar
proses elusi hanya berasal dari eluen dan tidak diganggu oleh uap air dan
selama proses penjenuhan chamber dalam keadaaan tertutup rapat, dijaga
agar tidak bergeser sehingga dapat mencegah terjadinya ketidak jenuhan
pelarut dan mendapatkan nilai Rf yang sesuai yaitu 0,2-0,8 m.

Lempeng yang akan digunakan dibuat dari silika gel, sehingga


lempeng harus diaktifkan sebelum digunakan karena dalam penyimpanannya
ia akan

menyerap air di udara karena sifatnya yang higroskopik, untuk

mencegah penyerapan uap air yang lebih banyak, maka setelah itu diaktifkan
didalam oven dengan suhu 1050C selama 15 menit, sehingga pada suhu
tersebut diharapkan semua uap air yang terdapat pada lempeng telah habis.
Jika terdapat kandungan air dalam lempeng maka proses elusi dari ekstrak
tidak akan berjalan dengan baik dan kemungkinan terjadinya kehilangan
noda karena semua tempat pada lempeng telah dipenuhi oleh air.
Setelah lempeng dielusi, maka dikeluarkan dari chamber, kemudian
dibiarkan hingga kering selanjutnya noda-noda yang telah terelusi diamati di
bawah sinar UV 254nm dan UV 366nm, dan dilakukan penyemprotan larutan
H2SO4 10%. Penampakan noda pada sinar UV 254nm yaitu lempeng
berflouresensi dan noda berwarna gelap dan UV 366nm noda berflouresensi
dan lempeng berwarna gelap, kemudian lempeng disemprotkan dengan
H2SO4 10% disebabkan karena H2SO4 ini bersifat reduktor yang dapat
memutuskan ikatan rangkap sehingga panjang gelombangnya bertambah
dan warna noda dapat dilihat pada cahaya tampak/dengan mata dan
konsentrasi H2SO4 yang digunakan adalah 10%. karena jika konsentrasinya
terlalu pekat maka dapat merusak lempeng namun jika konsentrasinya terlalu
rendah

maka

kemampuan

pemutusan

ikatannya

tidak

maksimal.

Berdasarkan penampakan profil pada lempeng KLT tersebut dapat diketahui


penampakan noda pada lempeng berberbeda antara UV 254nm dan UV
366nm, hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi posisi bercak noda
maka sifatnya semakin polar mengikuti sifat dari eluen yang bersifat polar.
Kemudian dilakukan perhitungan nilai Rf dimana pada air UV 254nm
0,38 dan UV 366nm 0,16, 0,25, 0,4, 0,6. pelarut n-heksan dengan UV 254nm
0,27, 0,34, 0,41, 0,58, 0,65, 0,83, 0,94 dan UV 366nm 0,21. Untuk pelarut
kloroform hasil nilai Rf UV 254nm 0,2, 0,27, 0,34, 0,38, 0,9 dan UV 366nm

0,72, 0,16, 0,58. Dan untuk pelarut etil asetat hasil nilai Rf UV 254nm 0,5,
0,29, 0,34, 0,92, dan UV 366nm 0,4, 0,8.

BAB VI
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa sampel daun jeruk nipis
(Citrus aurantifolia) %rendamen yaitu 62,5 % dan diekstraksi dengan metode
maserasi diperoleh ekstrak sebanyak 10,24 g. Selanjutnya pada pengujian
organoleptis yaitu meliputi bau khas, bentuk ekstrak kental, menunjukan
warna hijau kehitaman dan rasa yang pahit. Hasil pengujian kandungan kimia
menunjukkan positif ekstrak mengandung alkaloid, flavanoid, saponin dan
tanin. Dan pada Ektraksi cair-cair fraksi yang dilakukan terpisah dengan baik
(terdapat 2 lapisan). Pada pengujian Kromatografi Lapis Tipis masih terlihat
noda yang mempunyai nilai Rf yang tidak sesuai.

VI. 2 Saran
Sebaiknya pada saat praktikum, praktikan lebih memahami prosedur
kerja agar praktikum bisa berjalan dengan lancar.

DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, Megawati. 2009. Kromatografi Lapis Tipis.departemen pendidikan
Nasional : Surabaya.
Apurba L. R, Mahbuba A. J And Tahsina R. 2010. Mutation InNeurospora
Crassa With Leaf Extract Of Citrus Aurantifolia And Their Soluble
Protein Content. University Of Dhaka: Bangladesh.
Astuti KW. 2012. Pengaruh Metode Ekstraksi Terhadap Perolehan Kembali.
Cannabinoid dari Daun Ganja.Indonesian Journal of Legal and
Forensic Sciences: Vol.2(1): 21-23.
Depkes RI. 1986. Sedian Galenik. Depkes RI: Jakarta.
De la Rosa, L., Emilio A., dan Gustavo, A. (2010). Fruit and Vegetable
Phytochemicals: Chemistry, Nutritional Value and Stability. WileyBlackwell Publishing : New York.

Dewick, P.M., 2009. Medicinal Natural Products: A Biosynthetic Approach.


Wiley-VCH Verlag GmbH & Co: Weinheim..
Fathiyawati. 2008. Uji Toksisitas Ekstrak Daun Ficus racemosa terhadap
Artemia salina Leach dan Profil Kromatografi Lapis Tipis. Universitas
Muhammadiyah press: Surakarta.
Fattorusso, E., dan Taglialatela-Scafati, O., 2008.Modern Alkaloids: Structure,
Isolation, Synthesis and Biology. Wiley-VCH Verlag GmbH & Co:
Weinheim.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. UGM Press: Yogyakarta.
Herlina W, dkk, 2011. Kitab Tanaman Obat Nusantara. Medpress: Yogyakarta
Liberty P. Malangngi, Meiske S. Sang, Jessy J. E. Paendong. 2012.
Penentuan Kandungan Tanin dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji
Buah Alpukat (Persea americana Mill).Unsrat : Manado.
Malangngi, L.P., Meiske S.S., dan Jessy J.E.P.. 2012. Penentuan Kandungan
Tanin dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji Buah Alpukat (Persea
americana Mill.). Jurnal MIPAUNSRAT: Manado.
Nagegowda, Dinesh A. (2010). Plant Volatile Terpenoid Metabolism:
Biosynthetic Genes, Transcriptional Regulation and Subcellular
Compartmentation. FEBS Letter.
Nweke, F. U. 2015. Effect Of Citrus Aurantifolia Leaf Extract On Mycelial
Growth And Spore Germination Of Different Plant Pathogenic Fungi.
Delta State University: Nigeria.
Rafi K.Pathan , Papi R. G, Parveen P, Tananki G And Soujanya P. 2012. In
Vitro Antimicrobial Activity OfCitrus Aurantifolia And Its Phytochemical
Screening. Life Sciences Feed Vol. 1 Issue 2.
Reddy L.J , Reshma D. J, Beena J and Spandana G. 2012. Evaluation Of
Antibacterial & Antioxidant Activities Of The Leaf Essential Oil
&LeafExtracts Of Citrus Aurantifolia. Andhra Pradesh: India .

Sianita,

Maria

Monica.

2008.

Kromatografi.

Departemen

Pendidikan

Nasional : Surabaya.
Sofia, Lenny. 2006. Isolasi dan Uji Bioaktifitas Kandungan Kimia Utama
Puding Merah dengan Metoda Uji Brine Shrimp.USU Repository.
Sumatera Utara.
Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. UGM Press: Yogyakarta.
Yazid, estien.2005. Kimia Fisika Untuk Para Medis. ANDI: Yogyakarta.

LAMPIRAN

Simplisia daun jeruk nipis

Ekstraksi Daun jeruk nipis

Ekstrak Daun
jeruk nipis

Berwarna
hijau

Busa
setinggi 3
cm

Berwarn
a merah

Endapa
n jingga

Endapa
n coklat
Endapa
n putih

Kandungan kimia Daun jeruk nipis (Alkaloid, Tanin, Flavanoid dan


Saponin)

Ekstraksi Cair-cair (air : nasetat)

UV 366nm

Heksan, air : kloroflorm dan air : etil

UV 254nm

SKRINING FITOKIMIA EKSTRAK DAUN JERUK NIPIS


(Citrus aurantifolia)

OLEH
KELOMPOK IV (Empat)
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Monica Balol 15.01.238


Novianti 15.01.239
Putu Putriani 15.01.266
Sri Wikra Wardani 15.01.267
Nurul Izzah Pasi 15.01.252
Satriani Hasan 15.01.253
7. I Gusti Ngurah D.A Timor
15.01.280

8. Yohanes D.B.S Bhonde


15.01.282
9. Jaka Lepangkari 15.01.292
10. Christiani Rante Sesa
15.01.366

2.

1.
ASISTEN : YURI PRATIWI UTAMI, S.Farm, M.Si.,
Apt

3.

4. SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI


5. MAKASSAR
6. 2016

Anda mungkin juga menyukai