Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Klasifikasi Tanaman Sirih Hijau

Gambar 1. Tanaman Sirih Hijau (Piper betle L.)

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliopyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Piperales

Famili : Piperaceae

Genus : Piper

Spesies : Piper betle L.

(Agromedia, 2008)

Tumbuhan Daun sirih (Piper betle) merupakan salah satu tumbuhan obat
yang banyak digunakan sebagai antibakteri. Daun sirih mengandung minyak atsiri
sampai 4,2% (Kartasapoetra, 1992), senyawa fenil propanoid, dan tanin (Depkes,
1980 dan Mahendra, 2005). Senyawa tersebut bersifat antimikroba dan antijamur
yang kuat dan dapat menghambat pertumbuhan Escherichia coli, Salmonella sp,
Staphylococcus aureus, Klebsiella, Pasteurella, dan mematikan Candida albicans
(Agusta, 2000). Hasil penelitian Istikhanah et al. (2014), bahwa ekstrak daun sirih
dapat digunakan untuk pengobatan ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas
hydrophila. Lebih lanjut Harman (2013), melaporkan bahwa penggunaan ekstrak
daun sirih dapat menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalispada
jaringan pulpa dengan konsentrasi 20%.

Daun sirih bisa digunakan sebagai antiseptik. Kandungan kimia dari


tanaman sirih ialah saponin, flavonoid, polifenol, dan minyak atsiri. Senyawa
saponin dapat bekerja sebagai antimikroba. Senyawa ini akan merusak membran
sitoplasma dan membunuh sel. Senyawa flavonoid diduga memiliki mekanisme
kerja mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sel tanpa dapat
diperbaiki lagi.

Daun sirih mempunyai aroma yang khas karena mengandung minyak atsiri
1- 4,2%, air, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, vitamin A, B, C,
yodium, gula dan pati. Dari berbagai kandungan tersebut, dalam minyak atsiri
terdapat fenol alam yang mempunyai daya antiseptik 5 kali lebih kuat
dibandingkan dengan fenol biasa (bakterisid dan fungisid) tetapi tidak sporasid.
Minyak atsiri dari daun sirih mengandung 30% fenol dan beberapa derivatnya.
Minyak atsiri terdiri dari hidroksi kavikol, kavibetol, estragol, eugenol,
metileugenol, karbakrol, terpen, seskuiterpen, fenilpropan, dan tanin, Kavikol
merupakan komponen paling banyak dalam minyak atsiri yang memberi bau khas
pada sirih. Kavikol bersifat mudah teroksidasi dan dapat menyebabkan perubahan
warna.

1.2 Klasifikasi Tanaman Jeruk Purut

Gambar 2. Tanaman Jeruk Purut (Citrus hystrix)

Kerajaan : Plantae

Sub Kerajaan : Tracheobionta


Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Rosidae

Bangsa : Sapindales

Suku : Rutaceae

Marga : Citrus

Jenis : Citrus hystrix D. C.

Sitrus atau yang dikenal dengan jeruk adalah salah satu tanaman yang
mempunyai nilai ekonomi tinggi karena mengandung vitamin C dan digunakan
sebagai penyedap masakan. Terdapat senyawa bioaktif seperti minyak atsiri,
flavonoid, saponin, dan steroiddalam daun jeruk (Hebert dkk., 2014).

Bahan aktif yang penting bagi kesehatan yang terdapat dalam daun jeruk adalah
vitamin C, flavonoid, karotenoid, limonoid, dan mineral. Flavonoid merupakan
bahan antioksidan yang mampu menetralisir oksigen reaktif dan berkontribusi
terhadap pencegahan penyakit kronis seperti kanker (Devy, 2010).

Jeruk purut termasuk famili Rutaceae, dimana bagian buah dan daunnya
umumnya dipakai oleh masyarakat sebagai obat tradisional. Bagian daun
umumnya digunakan untuk mengatasi kelelahan sehabis sakit berat dan juga
untuk menambah cita rasa masakan, sedangkan kulitnya digunakan sebagai obat
bisul, panas dalam, radang kulit, radang payudara, kulit bersisik, dan kulit
mengelupas (Setiawan, 2000). Selain itu, kulit buah jeruk purut juga dapat
digunakan untuk penyedap masakan, pembuatan kue, dan dibuat manisan (Setiadi
dan Parmin, 2004).

Daun jeruk purut merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri.
Di masyarakat penggunaan daun jeruk purut masih sebatas sebagai sumber aroma
bermacam kebutuhan maupun sebagai bumbu masakan. Namun, daun jeruk purut
ternyata memiliki beberapa keuntungan lainnya yaitu sebagai aromaterapi, obat
sakit kepala, antelmintik, dan pencuci mulut. Minyak atsiri yang terdapat pada
daun jeruk purut atau dalam bahasa Afrika disebut combava petitgrain digunakan
untuk beberapa produk olahan sebagai penambah rasa (Munawaroh & Handayani,
2010).
Beberapa kandungan senyawa dalam minyak atsiri daun jeruk purut yaitu
α-tokoferol, flavonoid, sianidin, myricetin, minyak atsiri, sitronellal, tannin,
steroid triterpenoid, alkaloid, polifenol (Rahmi, 2013). Minyak atsiri daun jeruk
purut memiliki kandungan paling banyak yaitu sitronelal (Jantan et al., 1996).
Fungsi dari salah satu senyawa kimia yaitu flavonoid memiliki fungsi seperti
antiseptik (Harborne, 1987). Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Yuliani et al (2011) menyatakan bahwa minyak atsiri daun jeruk purut memiliki
kandungan senyawa golongan terpen yang dapat berfungsi sebagai antibakteri
terhadap penyebab infeksi yaitu bakteri S.aureus dengan konsentrasi sebesar 2%.c
DAFTAR PUSTAKA

Agusta A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. ITB Press.


Bandung.

Ansel, H.C., 2005, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi keempat, UI Press,
Jakarta. p.490-491.

Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia edisi IV, Depkes RI, Jakarta. p.1119-
1120.

Garg A., Aggarwal D., Garg S. and K.Singla A., 2002, Spreading of Semisolid
Formulations, Pharmaceutical Technology, (September), p.84–102.

Guenther. E., 1987, Minyak Atsiri Jilid I, Diterjemahkan oleh Ketaren. S.,
Penerbit UI Press, Jakarta. p.133-134.

Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia, Edisi ke dua, ITB, Bandung. p.69-76.

Moeljanto RD, Mulyono. Khasiat dan Manfaat Daun Sirih, Obat Mujarab dari
Masa ke Masa. Jakarta: Penebar Swadaya, 2003.

Irmasari A. Perbandingan daya antibakteri antara gerusan daun sirih hitam, sirih
Jawa dengan oksitetrasiklin terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro.
Surabaya: Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga; 2002.

Imas. Pengaruh tumbukan daun sirih terhadap proses percepatan penyembuhan


luka insisi. Surabaya; Universitas Muhammadiyah Surabaya; 2015.

Block SS. 2001. Disinfection, Sterilization, and Preservation 5th Edition. USA:
Lippincott Williams & Wilkins.

David, S. P., Plastic Surgery Departement Airlangga, University School of


Medicine. Dr. Soetomo General Hospital, (2007): Anatomi Fisiologi Kulit dan
Penyembuhan Luka, Surabaya.

Deni Anggraini, Wiwik Sri Rahmides, Masril Malik. (2012): Formulasi Sabun
Cair dari Ekstrak Batang Nanas (Ananas comosus. L) untuk Mengatasi Jamur
Candida albicans. Prog ., 1 (1), 30-33

Departemen Kesehatan RI, 1978, Formularium Nasional, Edisi 2, Jakarta,


Halaman 315

Departemen Kesehatan RI, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi 3, Penerbit Dirjen


POM RI, Jakarta, Halaman: 96, 271272, 401, 455, 606-607,610,612-613
Departemen Kesehatan RI, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi 4, Penerbit
Direktorat Jendral POM RI, Jakarta, Halaman: 7-8, 595, 1144

Franklin TJ, Snow GA. 2005. Biochemistry and Melocular Biology of


Antimicrobial Drug Action 6th Edition. New York: Springer Science & Business
Media Inc.

Galuh, M. (2010): Perbedaan efek antifungi minyak atsiri daun sirih hijau, minyak
atsiri daun sirih merah dan resik-V sabun sirih terhadap pertumbuhan Candida
albicans secara in vitro, SKRIPSI, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Fakultas
Kedokteran, Halaman: 2,6-8

Havard CMH. 1990. Black’s Medical Dictionary 36th Edition. USA: Barnes &
Noble Books.

Howard C Ansel.(1989) : Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi ke 4, penerbit


Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Imas, R. (2012): Penentuan konsentrasi emulsifiying wax sebagai basis dalam


sediaan krim pelangsing herba, KTI, Akademi Farmasi Muhammadiyah
Kuningan, Fakultas Farmasi, Halaman: 1718, 44

Anda mungkin juga menyukai