Anda di halaman 1dari 30

PROPOSAL

UJI AKTIVITAS SEDIAAN GEL HAND SANITIZER EKSTRAK DAUN


JAMBLANG (Syzygium Cumini) TERHADAP BAKTERI
Staphylococcus Aureus

Disusun Oleh
NOVILKA DWI HIDAYANTI
E0016026

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BHAKTI MANDALA HUSADA
2019
PROPOSAL

UJI AKTIVITAS SEDIAAN GEL HAND SANITIZER EKSTRAK DAUN


JAMBLANG (Syzygium Cumini) TERHADAP BAKTERI
Staphylococcus Aureus

Disusun Oleh:
NOVILKA DWI HIDAYANTI
E0016026

Disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar


Sarjana Farmasi pada Program Studi S1 Farmasi
Di STIKes BHAMADA Slawi
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi yang berkaitan tentang kesehatan manusia perlu

diperhatikan, salah satunya dengan menjaga kebersihan tangan. Menjaga

kebersihan tangan adalah hal yang sangat penting dalam menunjang

kesehatan tubuh, karena bakteri dapat masuk melalui tangan dan

menyebabkan infeksi (Darmadi, 2008).

Cuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara mekanis

dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air. Tujuannya

adalah untuk menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari

permukaan kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara (Dahlan

dan Umrah, 2013).

Salah satunya dengan gel antiseptik sebagai media pencuci tangan.

Masyarakat lebih menyukai sediaan berbentuk gel karena transparan, mudah

merata jika dioleskan pada kulit, memberikan sensasi dingin dan tidak

menimbulkan bekas dikulit serta mudah digunakan (Ansiah.2014).

Aktivitas sehari-hari tangan sering kali terkontaminasi dengan mikroba

yang masuk kedalam tubuh kita (Khaerunnisa et al., 2015). Bakteri yang ada

pada tangan dapat berupa bakteri patogen dan non patogen. Staphylococcus

aureus merupakan bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi pada kulit

(Jawetz et al., 2005). Infeksi Staphylococcus aureus dapat menyebabkan

beberapa penyakit seperti jerawat dan diare hingga penyakit yang

menyebabkan kematian (Murray et al., 2002).


Sedian gel hand sanitizer dapat menjadi salah satu alternatif untuk tetap

menjaga kebersihan tangan dalam keadaan tidak adanya air dan sabun.

Sediaan gel hand sanitizer merupakan cairan pembersih tangan berbahan

dasar alkohol yang dapat digunakan untuk membunuh mikroorganisme

dengan cara pemakaian tanpa dibilas dengan air (Benjamin, 2010).

Salah satu tanaman yang dapat memberikan efek fisiologis atau

farmakologis adalah tanaman jamblang (Syzygium cumini). Bagian dari

tanaman ini yang sering digunakan sebagai obat tradisional adalah daun,

buah, biji, dan kulit batangnya (Ramya et al., 2012). Aktivitas farmakologis

dari daun jamblang diantaranya seperti antiinflamasi, antioksidan, antibakteri

(Kumar et al., 2013).

Hasil penelitian Kadek et al., (2017) menunujukkan bahwa ekstrak

etanol daun Jamblang (Syzygium cumini) positif mengandung senyawa

diantaranya alkaloid, tanin, saponin, dan steroid. Senyawa yang paling

banyak terkandung dalam daun jamblang adalah fenolik, saponin, dan steroid.

Penelitian Kadek et al., (2017) telah dilakukan untuk mengetahui daya

hambat ekstrak daun jamblang (Syzygium cumini) terhadap pertumbuhan

Staphylococcus aureus. Hasil menunujukkan ekstrak daun jamblang

(Syzygium cumini) mampu menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus

adalah konsentrasi 50% dengan diameter 16,5 mm untuk Staphylococcus

aureus.

Berdasarkan hasil penelitian pada uraian diatas maka perlu dilakukan

penelitian untuk mengetahui aktivitas ekstrak daun jamblang (Syzygium


cumini) dalam menghambat bakteri Staphylococcus aureus yang

diformulasikan dalam bentuk gel sebagai sediaan hand sanitizer.

1.2 Rumusan Masalah

1. Berapakah konsentrasi yang menghasilkan sifat fisik sediaan gel hand

sanitizer ekstrak daun jamblang (Syzygium cumini) yang paling baik?

2. Apakah terdapat aktivitas antibakteri pada sediaan gel hand sanitizer dari

ekstrak daun jamblang (Syzygium cumini) terhadap Staphylococcus

aureus?

3. Bagaimana daya tarik penggunaan gel hand sanitizer dari hasil data

kuesioner yang dibagikan?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui formulasi terbaik sediaan gel hand sanitizer ekstrak daun

jamblang (Syzygium cumini) berdasarkan uji fisik sediaan.

2. Mengetahui sediaan gel hand sanitizer ekstrak daun jamblang (Syzygium

cumini) memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus.

3. Mengetahui daya tarik penggunaan gel hand sanitizer paling banyak dari

data kuesioner yang dibagikan.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi mengenai manfaat daun jamblang (Syzygium

cumini) sebagai gel antibakteri alami non alkohol.

2. Meningkatkan potensi gel antibakteri bahan alam sebagai alternatif

pencegahan infeksi pada tangan.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tanaman Jamblang (Syzygium cumini)

Syzygium cumini umumnya dikenal sebagai tanaman jamblang,

family Myrtaceae. Tanaman berbuah lokal Indonesia ini sudah

dilupakan oleh sebagian besar masyarakat. Kurangnya budidaya

tanaman jamblang ini menyebabkan tanaman ini mulai langka.

Jamblang ini memiliki banyak manfaat, hampir seluruh bagian

tumbuhan tersebut telah diketahui kegunaannya secara tradisional

(Dalimartha S, 2003).

Gambar 1. Tanaman Jamblang

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Orde : Myrtales
Famili : Myrtaceae

Genus : Syzygium

Spesies : Syzygium cumini (L,) United States Departement

of Agriculture (2015)

Tanaman ini kokoh, bercabang banyak, percabangannya tidak

beraturan dan rendah (Morton, 1978). Tinggi maksimum dari tanaman

ini dapat mencapai 30 meter dan diameter batangnya 40-90 cm. Kulit

kayu yang berada di bagian bawah tanaman kasar dan berwarna kelabu

tua, sedangkan semakin ke atas akan semakin licin dan berwarna kelabu

muda. Daunnya saling berhadapan, bentuknya bundar telur sampai

lonjong, berukuran 5-25 cm panjangnya dan 2-10 cm lebarnya. Pangkal

daunnya berbentuk membundar, sedangkan ujungnya tumpul atau

berujung lancip. Tepi daunnya rata dan berpinggir tipis serta tembus

pandang. Selagi muda daunnya berwarna merah muda, setelah tua

daunnya menjadi kasar, berwarna hijau tua mengkilap pada bagian

atasnya. Jika diremas, daunnya agak berbau terpenting (Verheij dan

Coronel, 1997). Bunganya kecil-kecil, berwarna putih keabu-abuan

sampai merah jambu, dan wangi. Pada umumnya muncul dari cabang-

cabang yang tidak berdaun. Daun mahkotanya berbentuk bundar dan

berjumlah 4 helai (Anonim, 2006).

Menurut Mahmoud et. al (2001) bahwa secara umum genus

Syzygium mengandung metabolit sekunder berupa flavonoid, alkaloid,

tannin, terpenoid, yang digunakan di dalam dunia pengobatan antara

lain untuk antiradang, penahan rasa sakit, dan anti jamur.


Manfaat yang dimiliki oleh tumbuhan jamblang ini adalah

berkhasiat untuk menurunkan kadar glukosa darah (efek hipoglikemik)

pada penderita diabetes mellitus tipe II baik pada kulit kayu, biji, dan

daun dari tumbuhan ini. Selain itu, dengan rasa buahnya yang asam

manis, sifatnya sejuk, astringen kuat, berbau aromatik berkhasiat

melumas organ paru, menghentikan batuk, peluruh kencing (diuretic),

peluruh kentut (karminatif), memperbaiki gangguan pencernaan,

merangsang keluarnya air liur, dan menurunkan kadar glukosa darah

(hipoglikemik) (Anonim, 2012).

2.1.2 Simplisia

Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan

belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain

berupa bahan yang telah dikeringkan. Menurut penggolongannya

simplisia dibagi menjadi 3 yaitu simplisia nabati, simplisia hewani dan

simplisia mineral. Simplisia menurut Farmakope Herbal Indonesia

tahun 2009, adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan

untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan. Kecuali

dinyatakan lain suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari 60˚C

(Anonim,1979).

2.1.3 Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang

dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut

cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat


digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan

lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia

akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat

(Anonim, 2000).

Maserasi merupakan penyarian secara sederhana karena

dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan

penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk

kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut

karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan dan zat aktif

didalam sel dan di luar sel maka larutan yang terpekat di desak keluar

(Ahmad, 2006).

2.1.4 Kulit

Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar

yang menutupi dan melindungi permukaan tubuh. Kulit disebut juga

integumen atau kutis, tumbuh dari dua macam jaringan yaitu jaringan

epitel yang menumbuhkan lapisan epidermis dan jaringan pengikat

(penunjang) yang menumbuhkan lapisan dermis (kulit dalam)

(Sherwood, 2014).

Kulit merupakan organ yang paling luas sebagai pelindung

tubuh terhadap bahaya bahan kimia, cahaya matahari, mikroorganisme

dan menjaga keseimbangan tubuh dengan lingkungan. Kulit berfungsi

sebagai thermostat dalam mempertahankan suhu tubuh, melindungi

tubuh dari serangan mikroorganisme, sianr ultraviolet, dan berperan

pula dalam mengatur tekanan darah (Sherwood, 2014).


2.1.5 Antibakteri

Antibakteri adalah zat yang dapat menghambat pertumbuhan.

Dalam penggolongannya antibakteri dikenal dengan antiseptik dan

antibiotik. Berbeda dengan antibiotik yang tidak merugikan sel-sel

jaringan manusia, daya kerja antiseptik tidak membedakan antara

mikroorganisme dan jaringan tubuh. Namun pada dosis normal praktis

tidak bersifat merangsang kulit (Sastroamidjojo, S., 1967).

Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh bakteri dan

fungi, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat

pertumbuhan kuman. Obat yang digunakan untuk menghambat

pertumbuhan bakteri penyebab infeksi pada manusia dan harus

memiliki toksisitas selektif yang tinggi (Ganiswarna, G.S, 1995).

Antibiotik banyak digunakan sebagai pengobatan penyakit

infeksi, bioteknologi dan rekayasa genetika yang digunakan sebagai alat

seleksi terhadap mutan atau transforman. Prinsip kerja dari antibiotik

sama seperti prinsip kerja pestisida yaitu dengan menekan atau

memutus satu mata rantai metabolisme namun targetnya adalah bakteri

(Sastroamidjojo, S., 1967).

2.1.6 Hand Sanitizer

Sanitizer adalah desinfektan khusus yang mengurangi jumlah

kuman-kuman akibat kontaminasi sampai tingkat yang aman bagi

kesehatan masyarakat (Sriwijaya ed 2, 2008). Hand sanitizer adalah gel

dengan berbagai kandungan yang cepat membunuh mikroorganisme


yang ada dikulit tangan. Hand sanitizer banyak digunakan karena alasan

kepraktisan pada saat darurat tidak ada air. Hand satitizer mudah

dibawa dan bisa cepat digunakan tanpa perlu menggunakan air (Verica,

2014).

2.1.7 Gel

Gel adalah suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu

dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau

molekul organik yang besar dan saling diresapi cairan. Gel umumnya

merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih dan tembus cahaya

yang mengandung zat-zat aktif dalam keadaan terlarut (Ansel.

Howard.C, 1989).

Gel murni memiliki karakteristik yang transparan dan jernih.

Transparannya disebabkan karena seluruh komponennya larut dalam

bentuk koloid. Sifat transparan ini adalah karakter spesifik sediaan gel.

Saat ini, gel dijadikan basis untuk beberapa formula kompleks seperti:

penambahan partikel padat, sehingga menjadi suatu sistem suspensi

yang stabil dan penambahan senyawa lemak dan berminyak,

menghasilkan dispersi hidrolipid atau quasi-emulsi (Ansel.Howard.C,

1989).

Beberapa keuntungan sediaan gel meliputi: kemampuan

penyebarannya baik pada kulit; efek dingin yang dijelaskan melalui

penguapan lambat dari kulit; tidak ada penghambatan fungsi rambut

secara fisiologis; kemudahan pencuciannya dengan air yang baik dan

pelepasan obatnya baik (Voigt, 1994).


2.1.8 Staphylococcus Aureus

Gambar 2.1 Staphylococcus Aureus (Todar, 2008)

Staphylococcus aureus merupakan sel gram positif yang

berbentuk bulat berdiameter 0,7-1,2 μm, kebanyakan galur ini adalah

bakteri gram positif. Bakteri ini tidak bergerak dan tidak berspora.

Bakteri gram positif ini tertata seperti anggur, nonmotil, aerobik,

anaerobik fakultatif, menghasilkan koagulase, dapat ditemukan pada

selaput hidung, kulit, kantung rambut. Selain itu Staphylococcus aureus

juga dapat menyebabkan keracunan makanan, infeksi kulit ringan

sampai berat (Pelczar,MJ.1986).

Adapun sistematika dari bakteri Staphylococus aureus adalah

sebagai berikut :

Divisi : Schizophyta

Kelas : Schizomycetes

Ordo : Eubacteriales

Suku : Micrococcaceae

Genus : Staphylococus

Spesies : Staphylococus aureus (Holt et al., 2000).


Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri

meliputi: sumber energi yang diperlukan untuk reaksi-reaksi sintesis

yang membutuhkan energi dalam pertumbuhan dan restorasi,

pemeliharaan keseimbangan cairan, gerak dan sebagainya; sumber

karbon; sumber nitrogen, sebagian besar untuk sintesis protein dan asam-

asam nukleat; sumber garam-garam anorganik, khususnya folat dan

sulfat sebagai anion dan potasium, sodium magnesium, kalsium, besi,

mangan sebagai kation; bakteri-bakteri tertentu membutuhkan faktor-

faktor tumbuh tambahan, disebut juga vitamin bakteri, dalam jumlah

sedikit untuk sintesis metabolik esensial (Irianto, 2006).

2.1.9 Uraian Bahan

Uraian bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. CMC-Na

CMC-Na memiliki nama lain yaitu karboksimetil selulosa.

Pemeriannya yaitu serbuk granul, berwarna putih, tidak berbau dan

tidak berasa serta bersifat higroskopis. CMC-Na mudah terdispersi

dalam air, tidak larut dalam etanol, eter dan pelarut lain. pH antara

6,5-8,5. Dapat larut dalam air dingin maupun air panas. Disimpan

dalam wadah kedap udara. Dalam formulasi ini digunakan sebagai

Basis gel (Rowe et al., 2009).

2. Gliserin

Gliserin disebut juga gliserol atau gula alkohol merupakan

cairan yang kental, jernih, tidak berwarna dan mempunyai rasa


manis. Pemerian gliserin yaitu cairan jernih seperti sirup, tidak

berwarna, rasa manis, berbau khas lemah (Doerge.1982).

Kelarutannya dapat bercampur dengan air dan dengan etanol,

tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam minyak lemak.

Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat. Kegunaan sebagai agen

pelembut dalam sediaan handsanitizer (Anonim, 2006).

3. Propilen glikol

Propilen glikol merupakan cairan bening, tidak berwarna,

kental, praktis tidak berbau, manis dan memiliki rasa yang sedikit

tajam menyerupai gliserin. Propilen glikol larut dalam air, etanol

(95%) P dan dengan kloroform P, larut dalam 6 bagian eter P, tidak

dapat tercampur dengan eter minyak tanah P dan dengan minyak

lemak. Propilen glikol digunakan sebagai pengawet (Rowe,R.C.,

Paul, J.S., dan Marian.2009).

4. Aquadest

Aquadest merupakan cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau,

dan tidak berasa. Larut dengan semua jenis larutan. Pada saat

penyimpanan dan penggunaannya harus terlindungi dari kontaminasi

partikel-partikel ion dan jumlah karbon organik mikroorganisme

yang dapat tumbuh dan merusak fungsi air. Aquadest biasa

digunakan sebagai zat pelarut dalam berbagai jenis larutan

(Hardwood, 2006).
2.1.10 Uji Fisik Sediaan Gel Hand Sanitizer

1. Uji Organoleptis

Pengamatan dilakukan secara langsung berkaitan dengan

bentuk, warna dan bau dari sediaan gel yang telah dibuat. Tujuan

dilakukannya uji organoleptis pada sediaan gel untuk mengetahui

kualitas sediaan secara visual (Anonim, 1995).

2. Uji pH

Pengujian pH dilakukan dengan cara stik pH diletakkan pada

sediaan gel, lalu mencocokkan warna stik yang dihasilkan dengan

melihat indikator pH, sediaan harus sesuai pH kulit yaitu antara 4,5-

7,0. Uji pH dilakukan untuk melihat tingkat keasaman sediaan gel

untuk menjamin sediaan gel tidak menyebabkan iritasi pada kulit

(Tranggono, 2007).

3. Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas dilakukan dengan cara mengoleskan

sediaan pada kaca objek, kemudian diamati ada atau tidaknya

partikel kasar yang terdapat dalam sediaan. Uji homogenitas ini

bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya butiran kasar pada sediaan

(Anonim, 2000).

4. Uji Daya Sebar

Uji daya sebar dilakukan untuk melihat kemampuan sediaan

menyebar pada kulit. Sediaan gel yang baik akan memiliki daya

sebar baik apabila diaplikasikan pada kulit. Daya sebar yang baik

untuk sediaan gel memiliki diameter antara 5-7 cm (Garg et al.,

2002).
2.1.11 Uji Aktivitas Antibakteri

Metode cakram merupakan metode yang paling sering digunakan

untuk menentukan kepekaan kuman terhadap berbagai macam obat-

obatan. Metode cakram kertas saring ini memiliki kelebihan mudah

untuk dilakukan, tidak memerlukan peralatan khusus untuk perlakuan

dan biaya yang relative murah (Bonang, 1992).

Metode cakram dilakukan dengan menggunakan suatu cakram

kertas saring (paper disc) yang berfungsi sebagai tempat menampung

zat antimikroba. Metode cakram kertas saring ini memiliki kelebihan

mudah untuk dilakukan, tidak memerlukan peralatan khusus dan biaya

yang relative murah (Bonang, 1992).

Cakram kertas saring yang berisi agen antimikroba diletakkan

pada media agar yang telah ditanami mikoorganisme yang akan

berdifusi pada media agar tersebut. Pada umumnya hasil yang didapat

bisa diamati setelah inkubasi selama 18-24 jam dengan suhu 37˚C. Area

jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan suatu

mikroorganisme oleh agen antimikroba yang ada pada permukaan

media agar (Pratiwi, S. T., 2008).

Menurut David Stout pada penelitian Setiowati dan

Nugrahaningsih (2015), efektifitas suatu zat antibakteri bisa

diklasifikasikan pada tabel berikut :

Daya Hambat Bakteri Kategori


≥ 20 mm Sangat kuat
10-20 mm Kuat
5-10 mm Sedang
≤ 5 mm Lemah
2.1.12 Landasan Teori

Salah satu bentuk penyebaran mikroorganisme pada manusia

adalah melalui tangan (Shu, 2013). Staphylococcus aureus merupakan

bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi pada kulit. Gel yaitu

sistem semi padat berupa suspensi, yang terbuat dari partikel

anorganik kecil atau molekul organik besar yang terpenetrasi dalam

cairan (Syamsuni, 2006). Sediaan gel merupakan salah satu bentuk

sediaan yang cukup digemari sebagai hand sanitizer. Sediaan gel hand

sanitizer merupakan sediaan yang mempunyai kemampuan antibakteri

dalam menghambat pertumbuhan hingga membunuh bakteri (Sari dan

Isadiartuti, 2006).

Sediaan gel hand sanitizer dapat menjadi salah satu alternatif

untuk tetap menjaga kebersihan tangan dalam keadaan tidak adanya

air dan sabun. Hand sanitizer dalam bentuk sediaan gel sangat praktis

digunakan. Cara pemakaiannya dengan diteteskan pada telapak

tangan, kemudian diratakan pada permukaan tangan tanpa dibilas

dengan air (Sari dan Isadiartuti, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian Kadek et al., (2017) menyatakan

bahwa ekstrak daun jamblang (Syzygium cumini) mampu menghambat

pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 50%

dengan diameter 16,5 mm untuk Staphylococcus aureus.

2.1.13 Hipotesis

Sediaan gel hand sanitizer dari ekstrak etanol daun Jamblang

(Syzygium cumini) memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap

bakteri Staphylococcus aureus.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan di Laboratorium Bahan Alam

Farmasi Prodi S1 Farmasi STIKes Bhakti Mandala Husada Slawi.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas,

timbangan analitik, oven, blender, ayakan, bejana maserasi, mortir, stamper,

rotary evaporator, moisture analizer, jarum ose, autoklaf, inkubator, lampu

bunsen, tali, pinset, kain kasa.

Bahan yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah daun jamblang yang

diperoleh dari desa Glonggong, Etanol 96%, CMC-Na, Gliserin, Propilen

glikol, Aquadest, Nutrient Agar, Asam sulfat encer, bakteri Staphylococcus

aureus.

3.3 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain eksperimental laboratorium untuk

mengetahui aktivitas antibakteri sediaan gel ekstrak etanol daun jamblang

(Syzygium Cumini) terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan variabel

sebagai berikut:

1. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang

menyebabkan terjadinya perubahan. Pada penelitian ini variabel bebas yang

digunakan adalah konsentrasi ekstrak etanol daun jamblang (Syzygium

cumini).
2. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah faktor-faktor yang diamati dan diukur oleh

peneliti dalam sebuah penelitian. Variabel terikat yang digunakan adalah

sifat fisik sediaan gel hand sanitizer.

3. Variabel Terkendali

Variabel terkendali adalah variabel yang diupayakan untuk

dinetralisasi oleh peneliti. Variabel terkendali yang digunakan yaitu tempat

pengambilan sampel, suhu maserasi.

3.4 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian formulasi sediaan gel ekstrak etanol daun jamblang

(Syzygium cumini) sebagai hand sanitizer meliputi :

3.4.1 Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Bahan Alam

Farmasi Prodi S1 Farmasi STIKes Bhakti Mandala Husada Slawi.

Determinasi tanaman dilakukan untuk memastikan kebenaran identitas

dari tanaman yang akan diteliti.

3.4.2 Pembuatan Serbuk Simplisia

Sampel berupa daun jamblang dikumpulkan dan disortasi basah

kemudian dilakukan pencucian dibawah air mengalir sampai bersih

dengan tujuan untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran. Selanjutnya daun

jamblang ditiriskan, lalu dikeringkan dengan cara diangin-anginkan

untuk menghilangkan kadar air dalam daun. Setelah itu, sampel daun

kemudian dikeringkan terlebih dahulu. Sampel daun yang telah kering

dihaluskan dengan blender sampai menjadi serbuk (Anonim, 1985).


3.4.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Jamblang (Syzygium cumini)

Ekstrak daun jamblang diperoleh dengan cara metode maserasi.

Dilakukan dengan cara membuat perbandingan sampel dan pelarut yaitu

(1:7,5) cairan pemaserasi yang digunakan adalah etanol 96%. Serbuk

daun jamblang ditimbang seberat 200 gram, kemudian dipindahkan ke

dalam botol gelap yang ditambahkan 1500 ml etanol 96%, selanjutnya

diaduk dan ditutup. Setelah itu didiamkan selama 5 hari. Dalam proses

perendaman dilakukan penggojogan minimal 3x dalam sehari. Hasil dari

proses perendaman disaring kemudian dipekatkan dengan rotary

evaporator dengan tujuan untuk memisahkan ekstrak dari cairan penyari

dengan pemanasan. Ekstrak pekat yang dihasilkan kemudian dimasukkan

kedalam wadah yang steril (Voight, 1994).

3.4.4 Uji Parameter Ekstrak

3.4.4.1 Kadar Air

Alat moisture analizer di set pada suhu 1050 dan otomatis

langsung memeriksa ketika alat ditutup. Sebanyak 1,5 gram

ekstrak dimasukkan dan diratakan dalam mangkok alumunium

foil, kemudian dimasukkan ke dalam alat. Pemanas halogen akan

menyala dan memulai memanaskan ekstrak hingga bobot

konstan, selama lampu halogen masih menyala maka berat

ekstrak belum konstan setelah lampu mati berat ekstrak sudah

konstan dan dilayar akan ditampilkan kadar air dari ekstrak.

Persyaratan kadar air tidak boleh lebih dari 10 % (Anonim, 2000).


3.4.4.2 Kadar Abu

1. Kadar abu total.

Sebanyak 1 gram ekstrak ditimbang seksama (W1)

dimasukkan dalam krus silikat yang sebelumnya telah telah

dipijarkan dan ditimbang (W0). Setelah itu ekstrak dipijar

dengan menggunakan tanur secara perlahan-lahan dengan suhu

dinaikkan secara bertahap hingga 600 ± 25˚C hingga arang

habis. Kemudian ditimbang hingga bobot tetap (W2) (Anonim,

2000).

𝐊𝐚𝐝𝐚𝐫 𝐚𝐛𝐮 𝐭𝐨𝐭𝐚𝐥


𝑾𝟐 − 𝑾𝟎
= 𝒙𝟏𝟎𝟎%
𝑾𝟏
Keterangan:
W0 = bobot cawan kosong (gram)
W1 = bobot ekstrak awal (gram)
W2 = bobot cawan + ekstrak setelah diabukan (gram)

2. Kadar abu yang tidak larut asam

Yaitu dengan melarutkan abu dari hasil penetapan kadar abu

total dengan 25 mL asam sulfat encer dan didihkan selama 5

menit, bagian yang tidak larut disaring menggunakan kertas

saring bebas abu. Selanjutnya dicuci dengan air panas, abu

yang tersaring dan kertas saringnya dimasukkan kembali

dalam krus silikat yang sama. Setelah itu secara perlahan

dengan suhu dinaikan bertahap hingga 600 ± 250C sampai

arang habis. Kemudian ditimbang hingga bobot tetap (W3)

(Anonim, 2000).
𝐊𝐚𝐝𝐚𝐫 𝐚𝐛𝐮 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐥𝐚𝐫𝐮𝐭 𝐚𝐬𝐚𝐦
(𝑾𝟑. 𝑪) − 𝑾𝟎
= 𝒙𝟏𝟎𝟎%
𝑾𝟏
Keterangan :
W0 = bobot cawan kosong (gram)
C = bobot kertas saring (gram)
W1 = bobot ekstrak awal (gram)
W3 = bobot cawan + abu yang tidak larut asam (gram)

3.4.4 Uji Skrining Fitokimia

1. Uji Flavonoid

Ekstrak sebanyak 0,2 gram dimasukkan kedalam tabung reaksi,

kemudian ditambahkan air secukupnya dan dipanaskan selama 5

menit. Lalu tambahkan serbuk magnesium sebanyak 0,2 gram dan

ditambahkan 1 mL larutan HCl. Perubahan warna larutan yang

menjadi kuning menunjukkan adanya flavonoid (Anonim, 1977).

2. Uji Alkaloid

Satu gram serbuk simplisia daun jamblang ditambah dengan

sedikit larutan HCl 2N dipanaskan kemudian ditambahkan larutan

Mayer terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning

dan dengan Dragendrof terbentuk endapan berwarna coklat sampai

hitam, maka ada kemungkinan terdapat alkaloid (Depkes RI, 1977).

3. Uji Tanin

Serbuk simplisia daun jamblang ditambah 10 mL air panas

kemudian dididihkan selama 15 menit dan saring. Filtrat yang

diperoleh disebut larutan B ditambah pereaksi besi (III) klorida 1%.

Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna violet

(Robinson, 1995).

4. Uji Saponin
Sepuluh mL air panas dalam tabung reaksi didinginkan

kemudian ditambahkan 0,5 gram serbuk simplisia dan dikocok kuat-

kuat selama 10 detik. Uji positif ditunjukkan dengan terbentuknya

buih yang stabil selama ± 10 menit setinggi 1–10 cm (Depkes RI,

1977).

3.4.5 Formulasi Sediaan Gel

Formulasi sediaan gel hand sanitizer ekstrak daun jamblang

(Syzygium cumini) dibuat dalam konsentrasi 25%, 50%, dan 75%

dengan kontrol negatif tanpa menggunakan zat aktif dari ektrak daun

jamblang.

Tabel 3.1 Formulasi Hand Sanitizer Ekstrak Daun Jamblang

Bahan 25% 50% 75% K(-) Fungsi


Ekstrak Daun Jamblang 7,5 g 15 g 22,5 g - Zat aktif
CMC-Na 1,5 g 1,5 g 1,5 g 1,5 g Basis gel
Gliserin 3g 3g 3g 3g Pelembut
Propilen glikol 1,5 g 1,5 g 1,5 g 1,5 g Pengawet
Air ad 30 mL 30 mL 30 mL 30 mL Zat pelarut

3.4.6 Pembuatan Sediaan Gel Hand Sanitizer

Ekstrak Etanol Daun Jamblang (Syzygium cumini) ditimbang

masing-masing bahan, kemudian dikembangkan CMC-Na dalam

aquadest panas aduk cepat didalam mortir sampai terbentuk masa gel

yang jernih. Tambahkan propilen glikol aduk sampai homogen

selanjutnya tambahkan gliserin aduk hingga terbentuk gel yang

mengembang dan jernih. Tambahkan aquadest hingga 30 mL diaduk

sampai homogen, kemudian gel dilakukan uji evaluasi sifat fisik sediaan

gel dan uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus


(Manus et al.2016).

3.4.7 Pembuatan Media Nutrient Agar

Pembuatan media dilakukan dengan menimbang media Nutrient

Agar sebanyak 2,3 g kemudian dilarutkan dengan aquadest sebanyak 100

mL dalam erlenmeyer dan ditutup dengan aluminium foil. Selanjutnya

dipanaskan dan diaduk hingga mendidih. Kemudian disterilkan dalam

autoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit. Setelah itu dituang kedalam

cawan petri (Titaley, 2014).

3.4.8 Pembiakkan Bakteri Staphylococcus aureus

Pembiakkan bakteri dilakukan dengan metode tuang. Diambil satu

gores bakteri menggunakan jarum ose, kemudian dilarutkan dengan

aquadest bebas CO2 dalam tabung reaksi. Diambil 0,1 mL suspensi,

tuangkan pada media agar, lalu ratakan dengan batang L. Kemudian

diinkubasi pada suhu 37˚C selama 24 jam (Anonim, 1991).

3.4.9 Uji Sifat Fisik Gel Hand Sanitizer

1. Uji Organoleptis

Uji organoleptis dilakukan untuk melihat tampilan fisik sediaan

dengan cara melakukan pengamatan warna, bau dan tekstur dari

sediaan gel hand sanitizer yang telah dibuat (Djajadisastra Joshita.,

Abdul Mun’im, Dessy NP.2009).

2. Uji homogenitas

Sediaan gel diuji homogenitas dengan cara mengoleskannya

sediaan gel hand sanitizer pada kaca arloji. Kemudian struktur diamati

ada tidaknya partikel atau zat yang belum tercampur secara homogen
(Sudjono T.A., dkk.2012).

3. Uji pH

Mengoleskan sedikit sediaan gel pada stik pH, lalu mencocokkan

warna stik yang dihasilkan dengan melihat indikator pH. pH sediaan

gel sesuai dengan pH kulit yaitu antara 4,5-7,0 (Tranggono, 2007).

4. Uji Daya Sebar

Pengujian daya sebar dilakukan dengan cara sebanyak 0,5 gram

sampel gel diletakkan diatas kaca arloji berdiameter 15 cm, kaca

lainnya diletakkan diatasnya dan dibiarkan selama 1 menit. Diameter

sebar gel diukur. Setelah itu ditambahkan 50 gram beban tambahan

dan 100 gram didiamkan selama 1 menit lalu diukur diameter yang

konstan. Daya sebar 5-7 cm menunjukkan konsistensi semisolid yang

sangat nyaman dalam penggunaan (Garg et al., 2002).

5. Uji Kesukaan (Hedonic test)

Uji kesukaan dilakukan untuk mengetahui kesukaan responden

terhadap gel hand sanitizer yang dibuat. Penelitian ini menggunakan

20 orang sebagai responden yang diminta untuk menilai tekstur,

aroma, warna, dan tidak lengket (Yulianti, dkk., 2015).

3.4.10 Uji Aktivitas Antibakteri

Alat-alat yang akan digunakan disterilkan terlebih dahulu sebelum

digunakan. Alat-alat gelas disterilkan didalam oven. Media disterilkan di

autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Jarum ose dan pinset

disterilkan dengam menggunakan lampu bunsen (Dwidjoseputro, 1994).

Pengujian dilakukan dengan metode difusi cakram. Kertas cakram


dicelupkan dalam larutan uji sesuai konsentrasi selama 1 x 24 jam

kemudian diletakkan diatas permukaan media nutrient agar yang berisi

bakteri. Untuk kontrol negatif, kertas cakram dicelupkan dalam basis gel

tanpa ekstrak. Masing-masing cawan petri diinkubasi pada suhu 37˚C

selama 24 jam. Aktivitas antibakteri diamati berdasarkan pengukuran

diameter daerah hambat atau daerah bening yang terbentuk disekeliling

kertas cakram. Pengujian dilakukan 3 kali pengulangan (Mulyadi et al.,

2013).

Diameter zona hambat diukur dengan rumus:

Gambar 3.1 Pengukuran Diameter Zona Hambat (kandoli et al, 2016).

Keterangan :
DV : Diameter vertikal
DC : Diameter cakram
DH : Diameter horizontal (Torar et al., 2015).

3.5 Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan uji sediaan

secara deskriptif, dilanjutkan dengan uji aktivitas antibakteri dengan metode

difusi agar terhadap Staphylococcus aureus dengan menggunakan Kruskal-

Wallis Test dan pengolahan menggunakan Program SPSS.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Depkes RI.

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Depkes RI.

Anonim. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan


Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Anonim. 2006. Kumpulan kuliah Farmakologi Edisi 2. Jakarta: EGC.

Anonim. 2012. Identifikasi Senyawa Bahan Alam Serta Uji Antioksidan Ekstrak
Lempuyang Gajah (Zingiber zerumbet). (online) (http://chittaputri.blogspot.
com/2012/01/identifikasi-senyawa-bahanalam-serta.html, diakses tanggal 17
Februari 2014).

Ansel HC. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV.Terjemahan oleh
Ibrahim F. Jakarta: Universitas Indonesia.

Ansiah S.W. 2014 . Naskah Publikasi Skripsi: Formulasi Sediaan Gel Antiseptik
Fraksi Polar Daun Kesum (polygonum minus Huds ).Fakultas Kedokteran
UniversitasTanjung Pontianak.

Benjamin DT. (2010). Introduction To Hand Sanitizers. Tersedia. (http://www.


antimicrobialtestlaboratories.com/information_about_handsa nitizers.html.
Diakses Tanggal 19 Maret 2015).

Bhusari, S. N., Muzaffar, K., & Kumar, P. (2014). Effect of carrier agents on
physical and microstructural properties of spray dried tamarind pulp
powder. Powder Technology, 266, 354–364.

Bonang G. 1992. Mikrobiologi Untuk Profesi Kesehatan Edisi 16. Jakarta: Buku
kedokteran EGC

Carlton, L. G. dan Charles, O. T. 1993. Pathogenesis of Bacterial Infections in


Animal 2nd Edition. Iowa State Press : Iowa. 183-188.

Dahlan dan Umrah. 2013. Buku ajaran ketrampilan dasar praktik kebidanan.
Malang: Intimedia.

Darmadi, 2008. Infeksi Nosokomial, Problematika Dan Pengendaliannya. Jakarta:


Penerbit Salemba Medika.

Doerge, R,. 1982 Textbook Of Organic, Medicinal, And Pharmaceutical


Chemistry, Eighth Ed. Lippincott Williams And Wilkins, Philadelphia.

Ganiswarna, S,. 1995. Farmakologi dan Terapi Farmakologi Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta., edisi IV, 271-288 dan 800-810,
Bagian

Garg, A., D. Aggarwal, S. Garg, and A. K. Sigla. 2002. Spreading of Semisolid


Formulation: An Update. Pharmaceutical Tecnology. September: 84-102.

Harwood, R. J., 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients. Fifth Edition,


Pharmaceutical Press, UK.

Holt, et al. 2000. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. 9th ed.


Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. USA.

Jawetz, Melnick, Adelberg. 2005. Mikrobiologi Kedokteran, Edisi XXII.


Diterjemahkan oleh Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga, Jakarta, Penerbit Salemba Medika.

Kadek, Sudarmi., Ida, Bagus., Ketut, Muksin. 2017. Uji Daya Hambat Ekstrak
Daun Juwet (Syzygium cumini) Terhadap Petumbuhan Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus ATCC. Universitas Udayana: Bali. Vol(2): 47-51.

Keen, P.G.W., and M.S. Scott Morton. (1978). “Decision Support System and
Organizational Perspective.” Reading Ma : Addison-Wesley.

Khaerunnisa, et al. 2015. Formulasi dan Uji Efektivitas Sediaan Gel Antiseptik
Tangan Mengandung Ekstrak Etanol Daun Mangga Arumanis (Mangifera
Indica L.). Karya Tulis Ilmiah. Bandung: Universitas Islam Bandung.

Kumar, S. & Pundey, A. 2013. Chemistry and Biological Activites of Flavonoids.


The Scientific World Journal. Vol 2013: 1-16.

Mahmoud, A,. 2001. Propolis as a natural remedy : An update, Saudi Dental J;


(13):45-9.

Murray, P.R., K.S Rosenthal, G.S Kobayashi and M.A Pfaller. 2002. Medical
Microbiology edisi 4. United state of America.

Pelczar, M.J., Chan, E.C. dan Pelczar, M.F . 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi
Jilid I. Penerjemah: R.S. Hadioetomo. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia

Prabhakaran, Shylaja. 2011. Phytocemical and antimicrobial properties of


Syzygium cumini and ethanomedicinal plant of Javadhu hills. Research In
Pharmacy 1 (1): 22-32.

Pratiwi, S. T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. 188-189, Jakarta: Erlangga.

Radji, Maksum. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi dan
Kedokteran. Jakarta: EGC.

Ramya, S., Neethirajan, K., Jayakumararaj, R. (2012). Profile of bioactive


compounds in Syzygium cumini. Journal of Pharmacy Research, 5(8),4548-
4553.

Rowe, R. et al. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients, Fifth Edition,


Pharmaceutical Press, UK.

Sari, R. dan D. Isadiartuti. 2006. Antiseptic Activity Evaluation of Piper Leave


from piper Betle Linn Exctract in Hand Gel Antiseptic Preparation. Majalah
Farmasi Indonesia, 17(4): 163-169.

Sastroamidjojo, S,. 1967. Obat Asli Indonesia. Jakarta : Dian Rakyat.

Sherwood L. 2014. Fisiologi manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-8. Jakarta:
EGC..

Todar, K. Phd. 2008. Staphylococcus aureus and Staphylococcus disease. Todar’s


online text book of bacteriology (http://textofbacteriology.net/.html Diakses
pada 18 Oktober 2017).

Tranggono IR, Latifah. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetika.


Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

United States Departement of Agriculture. 2015. Natural Resourche Conservation


Service : Plant Profile Classification Syzygium cumini. (15 Oktober 2016).

Verheij, E.W.M. dan R.E Coronel,. 1997.Sumber daya Nabati Asia Tenggara
2.Penerjemah S. Danimihardja; H. Sutarno; N.W Utami Dan D.S.H.
Hopsen. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Verica, S. P. 2014. Pengaruh Konsentrasi Carbopol 940 Sebagai Gelling Agent


Terhadap Sifat Fisik Dan Stabilitas Gel Handsanitizer Minyak Daun Mint
(Oleum mentha piperita). Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma.

Wibawati, P.A,. 2012. Pengaruh Ekstrak Daun Sirih Merah (Piper Betle Var.
Rubrum) Terhadap Waktu Kesembuhan Luka Insisi yang Diinfeksi
Staphylococcus Aureus pada Tikus Putih. Skripsi, Fakultas Kedokteran
Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai