Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Luka

adalah

kerusakan

pada

struktur

anatomi

kulit

yang

menyebabkan terjadinya gangguan kulit. Contoh yang paling mudah


adalah jika jari tangan kita tersayat oleh pisau, maka luka yang timbul
akan menyebabkan terjadinya kerusakan pada kulit, sehingga kulit
tidak dapat melindungi struktur yang ada dibawahnya. Infeksi pada
luka dapat terjadi jika luka terkontaminasi oleh debu atau bakteri. Ini
disebabkan karena luka tidak dapat dirawat dengan baik. Salah satu
bakteri yang menyebabkan infeksi pada kulit luka yaitu bakteri
Staphylococcus aureus (Sim, Romi, 2009). Infeksi oleh Staphylococcus
aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai abses
bernanah, oleh sebab itu bakteri ini

disebut bakteri piogenik (WHO,

2004).
Untuk mengurangi resiko infeksi oleh bakteri Staphylococcus aureus
adalah dengan mengembalikan fungsi dari bagian tubuh yang terluka,
mengurangi risiko terjadinya infeksi dan meminimalkan terbentuknya
bekas luka dengan cara melakukan beberapa tindakan dasar seperti
mencuci tangan, membersihkan luka, membersihkan kulit disekitar
luka,

menutup

luka,

mengganti

perban

sesering

mungkin

dan

pemakaian gel yang mengandung antibiotik. (Depkes Minnosota,


2007).

Akan

tetapi

penggunaan

antibiotik

sekarang

sering

menyebabkan terjadinya resistensi bakteri terhadap zat antibiotik,


untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai antibiotik alami yang
terkandung didalam tanaman berkhasiat.
Salah satu tanaman yang berkhasiat adalah tanaman daun jambu
biji. Beberapa resep tanaman jambu biji telah terbukti mengobati diare,
disentri, demam berdarah, gusi bengkak, sariawan, jantung, dan
diabetes. Menurut Soedibyo (1998) bagian tanaman jambu biji yang
1

dapat berkhasiat sebagai obat tradisional adalah daun dan buahnya.


Daun jambu biji menurut resep obat - obatan tradisional dapat
dimanfaatkan sebagai antiinflamasi, hemostatik dan astringensia.
Buahnya dapat digunakan sebagai obat disentri dan kencing manis.
Salah satu senyawa aktif yang terkandung pada jambu biji adalah
tanin. Departemen Kesehatan pada tahun 1989 menyatakan bahwa
bagian tanaman yang sering digunakan sebagai obat adalah daunnya,
karena daunnya diketahui mengandung senyawa tanin 9-12%, minyak
atsiri, minyak lemak dan asam m alat (Yuliani dkk. 2003). Penelitian
yang telah dilakukan oleh Jeffi W. Ekoputro (2011) membuktikan bahwa
ekstrak etanol dari daun Jambu Biji mempunyai aktivitas antibakteri
terhadap Staphylococcus aureus. Senyawa dalam daun Jambu Biji yang
berupa flavonoid, eugenol, tanin dan terpenoid mempunyai efek
antibakteri dengan merusak struktur membrannya.
Berdasarkan aktivitas antibakteri yang dimiliki daun Jambu Biji maka
perlu dikembangkan suatu sediaan farmasi untuk mempermudah
penggunaannya.

Salah

satu

sediaan

farmasi

yang

dapat

mempermudah penggunaannya ialah gel. Dipilih sediaan gel karena


kemampuan penyebarannya baik pada kulit dan pelepasan obatnya
juga baik (Voigt, 1994).

1.2

Rumusan Masalah

1. Apakah ekstrak daun jambu biji dapat dijadikan sebagai sediaan gel
dan apa fungsinya?
2. Berapa konsentrasi ekstrak daun jambu biji yang digunakan?
3. Bagaimana cara pembutan sediaan gel dari ekstrak jambu biji?

1.3

Tujuan

Untuk membuat sediaan farmasi berupa gel dari ekstrak tanaman daun
jambu biji (Psidium guajava) yang terbukti bermanfaat sebagai obat
luka.

1.4

Manfaat

Memberikan informasi yang bermanfaat

dan dapat menambah

wawasan pengetahuan bagi masyarakat tentang manfaat daun jambu


biji (Psidium guajava) sebagai alternatif pengobatan luka yang
terinfeksi bakteri Staphylococcus aureus.
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Jambu Biji (Psidium guajava L.)


Jambu biji berasal dari Amerika tropik, tumbuh pada tanah yang
gembur maupun liat, pada tempat terbuka dan mengandung air cukup
banyak. Pohon ini banyak ditanam sebagai pohon buah-buahan.
Namun, sering tumbuh liar dan dapat ditemukan pada ketinggian 11.200 m dpl. Jambu biji berbunga sepanjang tahun (Hapsoh, 2011).

2.1.1 Sistematika Tumbuhan Jambu Biji


Secara botanis tanaman jambu biji diklasifikasikan sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava L.
Nama Lokal : Jambu Biji
2.1.2 Morfologi Tumbuhan Jambu Biji
Jambu biji perdu atau pohon kecil, tinggi 2-10 m, percabangan
banyak. Batangnya berkayu, keras, kulit batang licin, mengelupas,
berwarna cokelat kehijauan. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak
berhadapan, daun muda berambut halus, permukaan atas daun tua
licin. Helaian daun berbentuk bulat telur agak jorong, ujung tumpul,
pangkal membulat, tepi rata agak melekuk ke atas, pertulangan
menyirip, panjang 6-14 cm, lebar 3-6 cm, berwarna hijau. Bunga
tunggal, bertangkai, keluar dari ketiak daun, berkumpul 1-3 bunga,
berwarna putih. Buahnya buah buni, berbentuk bulat sampai bulat

telur, berwarna hijau sampai hijau kekuningan. Daging buah tebal,


buah yang masak bertekstur lunak, berwarna putih kekuningan atau
merah jambu. Biji buah banyak mengumpul di tengah, kecil-kecil.
Keras, berwarna kuning kecoklatan (Hapsoh, 2011).
2.1.3 Manfaat Tumbuhan Jambu Biji
Tanaman jambu biji atau Psidium guajava L. Termasuk familia
Myrtaceae, banyak tumbuh di daerah-daerah di tanah air kita.
Penduduk

terlalu

mementingkan

buahnya,

sedangkan

daun-

daunnya hanya sebagian kecil saja yang memperhatikannya,


padahal

mempunyai

nilai

obat

yang

baik,

terutama

untuk

menyembuhkan sakit: diare dan astringensia (Kartasapoetra, 1992).


Jambu biji memiliki beberapa kelebihan, antara lain buahnya dapat
dimakan sebagai buah segar, dapat diolah menjadi berbagai bentuk
makanan dan minuman. Selain itu, buah jambu biji bermanfaat
untuk pengobatan (terapi) bermacam-macam penyakit, seperti
memperlancar pencernaan, menurunkan kolesterol, antioksidan,
menghilangkan rasa lelah dan lesu, demam berdarah, dan sariawan.
Selain buahnya, bagian tanaman lainnya, seperti daun, kulit akar
maupun akarnya, dan buahnya yang masih muda juga berkhasiat
obat untuk menyembuhkan penyakit disentri, keputihan, sariawan,
kurap,

diare,

pingsan,

radang

lambung,

gusi

bengkak,

dan

peradangan mulut, serta kulit terbakar sinar matahari (Cahyono B,


2010).
Ekstrak etanol daun jambu biji juga telah dilakukan penelitian
terhadap uji aktivitas anti oksidannya (Soebagio,et al. 2007) dan uji
aktivitasnya sebagai anti bakteri penyebab diare (Adyana, et al.
2004).

2.2 Kandungan Fitokimia Pada Daun Jambu Biji (Psidium


guajava)
Menurut Taiz dan Zeiger (2002) metabolit sekunder yang
dihasilkan tumbuhan merupakan bagian dari sistem pertahanan diri.
Senyawa tersebut berperan sebagai pelindung dari serangan infeksi
4

mikroba

patogen

dan

mencegah

pemakanan

oleh

herbivora.

Metabolit sekunder dibedakan menjadi tiga kelompok besar yaitu


terpen, fenolik, dan senyawa mengandung nitrogen terutama
alkaloid. Tanin pada tanaman jambu biji dapat ditemukan pada
bagian buah, daun dan kulit batang, sedangkan pada bunganya
tidak banyak mengandung tanin. Daun tanaman jambu biji selain
mengandung tanin, juga mengandung zat lain seperti asam ursolat,
asam lat, asam guajaverin, minyak atsiri dan vitamin (Thomas,
1989). Daun-daun jambu biji memiliki kandungan zat-zat penyamak
(psiditanin) sekitar 9%, minyak atsiri berwarna kehijauan yang
mengandung eganol sekitar 0,4%, damar 3%, minyak lemak 6%,
dan

garam-garam

mineral

(Kartasapoetra,

2004).

Menurut

Direkbusarakom (1997) et al. dalam Sipahutar (2000) Tanaman


jambu biji banyak digunakan sebagai obat. Tanaman tersebut
bersifat anti diare, anti radang (inflamasi), dan menghentikan
pendarahan (hemostatik). Daun segarnya dapat digunakan untuk
pengobatan luar pada luka akibat kecelakaan, pendarahan akibat
benda tajam, dan borok (ulcus) di sekitar tulang.

2.3 Ekstraksi Daun Jambu Biji


Ekstraksi adalah kegiatan dalam pembuatan ekstrak, yaitu kegiatan
penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari
bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut yang sesuai (Depkes RI,
1986). Metode yang dikenal antara lain: dengan cara dingin yaitu
maserasi, perkolasi atau dengan cara panas yaitu refluks, soxlet,
digesti, infus, dekok (Depkes RI, 2000). Maserasi adalah proses
pengekstrakan

simplisia

dengan

menggunakan

pelarut

dengan

beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan


(kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode
pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik adalah
teknik dengan dilakukan pengadukan yang kontinyu (terus-menerus).
Remaerasi adalah teknik dengan dilakukan pengulangan penambahan

pelarut

setelah

dilakukan

penyaringan

maserat

pertama,

dan

seterusnya (Depkes RI, 2000).


Menurut Qadan et al. (2005) ekstrak daun jambu biji terdapat
senyawa tanin, triterpen, dan flavonoid glikosida yang mempunyai
aktivitas antimikroba. Menurut Metwally et al. (2010), flavonoid yang
terkandung pada ekstrak daun jambu biji meliputi 5 macam yaitu
quercetin,

quercetin--0--

L-arabinofuanoside,

quercetin--0--D-

arabinopyranoside, quercetin--0--D-glucoside, dan quercetin--0--Dgalactoside.


Tanin dapat digunakan sebagai antibakteri karena mempunyai
gugus fenol, sehingga tanin mempunyai sifat-sifat seperti alkohol yaitu
bersifat

antiseptik

yang

dapat

digunakan

sebagai

komponen

antimikroba. Tanin merupakan senyawa yang dapat mengikat dan


mengendapkan protein berlebih dalam tubuh. Pada bidang pengobatan
tanin

digunakan

sebagai

obat

diare,

hemostatik

(menghentikan

pendarahan), dan wasir (Naim, 2004). Siswantoro (2006) dalam


penelitiannya

menyebutkan

bahwa

tanin

yang

terdapat

dalam

tanaman dapat digunakan untuk membunuh bakteri baik pada


Streptococcus pyogenes maupun Pasteurella multocida secara in vitro.
Tanin merupakan himpunan polihidroksi fenol yang dapat dibedakan
dari fenol-fenol lain karena kemampuannya untuk mengendapkan
protein.

Tanin

mempunyai

aktivitas

antioksidan,

menghambat

pertumbuhan tumor. Tumbuhan yang mengandung tanin banyak


jenisnya diantaranya adalah daun teh, dan daun jambu biji (Psydium
guajava.). Tanin diduga berperan sebagai antibakteri karena memiliki
kemampuan membentuk senyawa kompleks dengan protein melalui
ikatan hidrogen, jika terbentuk ikatan hidrogen antara tanin dengan
protein kemungkinan protein akan terdenaturasi sehingga metabolisme
bakteri menjadi terganggu (Makkar, 2003).

2.4 Staphylococcus aereus


Staphylococcus aureus (S. aureus) adalah bakteri gram positif
yang menghasilkan pigmen kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak
6

menghasilkan spora dan tidak motil, umumnya tumbuh berpasangan


maupun berkelompok, dengan diameter sekitar 0,8-1,0 m. Bakteri ini
memproduksi toksin (enterotoksin) yang bersifat stabil terhadap
pemanasan (termostabil), tahan terhadap aktivitas pemecahan oleh
enzim-enzim pencernaan, dan relatif resisten terhadap pengeringan.
Selain enterotoksin, dia juga memproduksi hemolisin (toksin yang
dapat merusak dan memecah sel-sel darah merah). Substrat yang baik
untuk pertumbuhan dan produksi enterotoksin ialah substrat atau
makanan yang mengandung protein seperti daging, ikan, susu dan
produk olahannya.
S. aureus dapat ditemukan pada permukaan kulit sebagai flora
normal, terutama disekitar hidung, mulut, alat kelamin, dan sekitar
anus. Dapat menyebabkan infeksi pada luka biasanya berupa abses
merupakan

kumpulan

nanah

atau

cairan

dalam

jaringan

yang

disebabkan oleh infeksi. Jenis-jenis abses yang spesifik diantaranya


bengkak (boil), radang akar rambut (folliculitis). Infeksi oleh S. aureus
bisa menyebabkan sindroma kulit. Infeksi S. aureus dapat menular
selama ada nanah yang keluar dari lesi atau hidung. Selain itu jari
jemari juga dapat membawa Infeksi S. aureus dari satu bagian tubuh
yang luka atau robek (Dowshen, et al, 2002).

2.5 Gel
Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih,
tembus cahaya dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid
mempunyai kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang saling
berikatan pada fase terdispersi (Ansel, 1989). Zat-zat pembentuk gel
digunakan sebagai pengikat dalam granulasi, koloid pelindung dalam
suspensi, pengental untuk sediaan oral dan sebagai basis supositoria.
Secara luas sediaan gel banyak digunakan pada produk obat-obatan,
kosmetik dan makanan juga pada beberapa proses industri. Pada
kosmetik yaitu sebagai sediaan untuk perawatan kulit, sampo, sediaan
pewangi dan pasta gigi (Herdiana, 2007).
7

Makromolekul pada sediaan gel disebarkan keseluruh cairan sampai


tidak terlihat ada batas diantaranya, disebut dengan gel satu fase. Jika
masa gel terdiri dari kelompok-kelompok partikel kecil yang berbeda,
maka gel ini dikelompokkan dalam sistem dua fase (Ansel, 1989).
Polimer-polimer

yang

biasa

digunakan

untuk

membuat

gel-gel

farmasetik meliputi gom alam tragakan, pektin, karagen, agar, asam


alginat, serta bahan-bahan sintetis dan semisintetis seperti metil
selulosa, hidroksietilselulosa, karboksimetilselulosa, dan karbopol yang
merupakan

polimer

vinil

sintetis

dengan

gugus

karboksil

yang

terionisasi. Gel dibuat dengan proses peleburan, atau diperlukan suatu


prosedur khusus berkenaan dengan sifat mengembang dari gel
(Lachman., dkk, 1994).
Dasar gel yang umumnya digunakan adalah gel hidrofobik dan
hidrofilik. Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel
anorganik, bila ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit
sekali interaksi antara kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik,
bahan hidrofobik tidak secara spontan menyebar, tetapi harus
dirangsang dengan prosedur yang khusus (Ansel, 1989). Dasar gel
hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul organik yang besar dan
dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi.
Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut. Umumnya daya tarik
menarik pada pelarut dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak
adanya daya tarik menarik dari bahan hidrofobik. Sistem koloid
hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki stabilitas
yang lebih besar (Ansel, 1989). Gel hidrofilik umummnya mengandung
komponen bahan pengembang, air, humektan dan bahan pengawet
(Voigt, 1994). Beberapa keuntungan sediaan gel (Voigt, 1994) adalah
sebagai berikut:
kemampuan penyebarannya baik pada kulit
efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari

kulit
tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis
kemudahan pencuciannya dengan air yang baik
pelepasan obatnya baik

2.6 Natrium karboksi metilselulosa (Na-CMC)


Natrium karboksi metilselulosa (Na CMC) merupakan garam natrium
dari asam selulosaglikol dan dengan demikian berkarakter ionik. Sediaan
dengan 7-10% zat bersifat mudah disebarkan, konsistensinya plastis.
Untuk membuat salap, serbuknya digerus dengan bahan penahan
lembab, ke dalamnya ditambahkan air sebagian demi sebagian dan
dibiarkan membengkak. Proses pembengkakannya hanya sambil diaduk
kontinyu, sedikit tergantung dari suhu. Na CMC bisa larut baik di dalam air
dingin maupun air panas. Larutan dalam airnya stabil terhadap suhu dan
tetap stabil dalam waktu lama pada suhu 100o C, tanpa mengalami
koagulasi (Voight, 1971: 352-353). Na CMC digunakan secara luas untuk
formulasi sediaan farmasi oral dan topikal, terutama karena tingkat
viskositas yang dimilikinya. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, biasanya
3-6 %, digunakan sebagai basis dalam pembuatan gel dan pasta, glikol
sering kali dimasukkan untuk mencegah penguapan. Bobot molekul Na
CMC adalah 90.000-700.000 (Rowe et.al, 2003).

BAB III
Formulasi, Cara Kerja dan Evaluasi Sediaan
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat

Mortir
Stamper
Timbangan analitik
Kaca arloji

Cawan porselin
Sudip
Batang pengaduk
Beaker glass 50 ml
Gelas ukur 25 ml

3.1.2 Bahan

No
.
1.
2.
3.
4.

3.2

Nama

Jumlah (%)

Jumlah (mg)

Ekstrak Psidii folium


Cmc-na
Gliserin
Propilenglikol
Aquadest

5%
3,5 %
7%
3,5%
Ad 15 g

750 mg
525 mg
1050 mg
525 mg
Ad 15 g

Cara Kerja

1. Menyiapkan alat dan menimbang bahan sesuai dengan formula.


2. Mengukur air panas 20 x berat Cmc-Na yaitu sebanyak 10,5 ml
3. Memasukkan air untuk Cmc-Na kedalam mortir, taburkan Cmc-Na
(525 mg) diatasnya secara merata, tunggu kurang lebih 15 menit
ad mengembang. Aduk sampai menjadi basis gel.
4. Menyiapkan
ekstrak
psidii
folium
(750

mg)

dan

mencampurkannya kedalam campuran gliserin (10,5 g) dan


propilenglikol (525 mg), aduk ad homogen.
5. Memasukkan campuran ekstrak psidii folium ke dalam basis gel,
aduk ad homogen.
6. Tara cawan masukkan gel ke dalam cawan tambahkan aquadest
ad 15 g.
7. Masukkan ke dalam tube, dan beri etiket.
8. Mengemas sediaan ke dalam kemaan sekunder.

10

3.3

Skema kerja

Siapkan peralatan
dan bahan, serta
mengukur air panas
untuk cmc-na
Cmc-Na 525mg +
air u/Cmc-Na 10.5
ml (kembangkan
sampai 15 menit)

Gliserin 10,5mg +
propilenglikol 525mg +
ekstrak psidii folium
750 mg

Aduk ad menjadi
gel, sekitar 5
menit

Aduk ad
homogen

Timbang ad 15
g

11

Maukkan dalam tube,


beri etiket
dan dikemas
Dilakukan
pada
kemasan
pengamatan
sekunder
organoleptis

3.4

Evaluasi

sediaan

Spesifikasi Sediaan

1. Organoleptis :
o Bentuk
o Warna
o Bau
2. Viskositas
3. Akseptabilitas

: gel
: coklat
: khas psidii folium
: seperti lem
: Halus, dingin, mudah dicuci atau

dibersihkan dengan
air
4. Bobot
: 15 gram

Hasil

1. Organoleptis :
o Bentuk
o Warna
o Bau
2. Viskositas
3. Akseptabilitas

: gel
: coklat
: Khas psidii folium
: seperti lem
: Halus, dingin, mudah dicuci atau

dibersihkan dengan
4. Bobot

12

air
: 15 gram

13

3.5

Rancangan

etiket,

brosur

dan

kemasan

sekunder

Komposisi : Ekstrak Psidii Folium 5%, CMC-Na 3,5%,


Propilen glikol 3,5%, Gliserin 7%, Aquadest ad 15g.
Kegunaan : Salep antiseptik
Netto : 15gram

PSIDII GEL

PT. FARMA SEJAHTERA


SURABAYA

Obat luar
TR 151765781

Komposisi : Ekstrak Psidii Folium 5%, CMC-Na 3,5%,


Propilen glikol 3,5%, Gliserin 7%, Aquadest ad 15g.
Kegunaan : Salep antiseptik
Netto : 15gram

PSIDII GEL
PT. FARMA SEJAHTERA
SURABAYA

Obat luar
TR 151765781

PSIDII GEL
Komposisi :
Ekstrak Psidii
Folium 5%
CMC-Na 3.5%
Propilenglikol 3,5%
Gliserin 7 %
Aquadest ad 15 g
Kegunaan :
Salep antiseptic.
Cara pakai :
Oleskan secara
tipis dan merata pada
bagian yang sakit.
TR 151765781
PT.FARM SEJAHTERA
SURABAYA

14

PSIDII GEL
PT.FARMA SEJAHTERA OBAT LUAR
SURABAYA

15

BAB IV
PEMBAHASAN

Ekstrak daun jambu biji mengandung senyawa tanin, triterpen, dan


flavonoid glikosida yang mempunyai aktivitas antimikroba. Tanin diduga
berperan sebagai antibakteri karena memiliki kemampuan membentuk
senyawa kompleks dengan protein melalui ikatan hidrogen, jika terbentuk
ikatan hidrogen antara tanin dengan protein kemungkinan protein akan
terdenaturasi sehingga metabolisme bakteri menjadi terganggu. Tanin
dapat digunakan sebagai antibakteri karena mempunyai gugus fenol,
sehingga tanin mempunyai sifat-sifat seperti alkohol yaitu bersifat
antiseptik yang dapat digunakan sebagai komponen antimikroba. Pada
praktikum kali ini pembuatan sediaan gel psidii folium sebagai sediaan
obat luka infeksi bakteri Staphylococcus aereus dengan prosentasi zak
aktif 5% dari basis gel 15 gram. Prosentasi ini diambil dengan acuan pada
jurnal

(Jeanly.Paulina.Hamidah.2014.Uji efektivitas sediaan gel ekstrak

etanol daun jambu biji (psidium guajava linn) terhadap penyembuhan luka
yang terinfeksi bakteri staphylococcus aureus pada kelinci (orytolagus
cuniculus).Manado: Farmasi FMIPA) yang menghasilkan efek paling
maksimal diantara prosentasi kadar zat aktif yang lain. Formulasi sediaan
gel ekstrak etanol daun Jambu Biji dibuat dengan variasi konsentransi
ekstrak yaitu 1%, 5% dan 7% dengan Na-CMC sebagai basisnya. Dan
prosentasi dengan zat aktif 5% dinilai paling tepat dalam pembuatan gel
sebagai antibakteri.
Psidii folium diperoleh senyawa aktifnya dengan cara ekstraksi
metode maserasi, dimana serbuk dari psidii folium di rendam dengan
etanol selama 5 hari sambil sesekali di aduk kemudian disaring dengan
kain flannel, setelah itu dipekatkan dengan konsentrasi tertentu, dan
kemudian ekstrak psidii siap di proses untuk dijadikan sediaan herbal gel.
Pembuatan gel ekstrak Daun Jambu Biji dengan basis Na-CMC bertujuan
untuk memperoleh gel yang bersifat netral dan memiliki daya pengikat
16

zat aktif yang kuat karena Na-CMC merupakan polimer yang berasal dari
turunan selulosa yang akan cepat mengembang dalam air panas dan
membentuk campuran jernih yang bersifat

netral. Na-CMC akan

terdispersi kedalam air, kemudian butir-butir Na-CMC yang bersifat


hidrofilik akan menyerap air sehingga terjadi peningkatan viskositas. Pada
pembuatan gel ini juga ditambahkan gliserin dan propilenglikol. Gliserin
dan propilenglikol bekerja sebagai humektan atau penahan lembab yang
berfungsi meningkatkan kelembutan dan daya sebar sediaan juga
melindungi dari kemungkinan menjadi kering.
Dari evaluasi secara organoleptis memenuhi syarat praformulasi
dimana warna sediaan gel coklat, beraroma khas dari psidii folium, bentuk
fisik seperti lem, sediaam gel ini juga memberikan efek dingin setelah
dioleskan,

mudah di serap oleh kulit dan mudah dicuci dengan air,

walaupun pada saat pertama dioleskan agak sedikit lengket. Sementara


untuk persyaratan nilai pH suatu sediaan topical harus sesuai dengan pH
kulit yaitu 4,5-6,5 (Tranggono dan latifa, 2007). Dari hasil pengukuran pH
sediaan gel ekstrak daun Jambu Biji, dihasilkan nilai pH basis gel dengan
konsentransi ekstrak 1% adalah 7, gel dengan konsentransi ekstrak 5%
adalah 6, dan gel dengan konsentransi ekstrak 7% adalah 6. Sehingga
sediaan gel ekstrak daun jambu biji yang kami buat yaitu dengan kadar
ekstrak sebesar 5% memenuhi persyaratan pH.
Pada pembuatan sediaan gel ini terdapat

kendala, yaitu tidak

adanya bahan pengawet / antimikroba pada basis gel. Hal ni dapat


menyebabkan sediaan gel mudah ditumbuhi mikroorganisme, karena
pada basis gel mengandung air yang cukup banyak sehingga jamur atau
mikroba dapat tumbuh denga cepat. Tidak hanya itu, sediaan gel tersebut
dalam waktu 3 minggu teksturnya sudah mulai berubah, yang awalnya
tekstur seperti gel berubah agak sedikit lembek, ini dikarenakan kami
tidak melakukan uji stabilitas terhadap produk gel kami.
Perlu banyak perbaikan yang harus kami lakukan untuk membuat
sediaan gel yang lebih baik lagi. Salah satunya dengan penambahan zat
antimikroba.

17

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian gel ekstra psidii folium dengan variasi
konsentrasi 1%,5% dan 7% memiliki efek penyembuhan terhadap
luka

yang

terinfeksi

staphylococcus

aureus

pada

kelinci.Penyembuhan luka paling cepat terjadi pada konsentransi 5%


dibanding 7%,karena konsentransi bahan aktif juga merupakan
faktor penting dalam penyembuhan luka.
2. Tidak adanya bahan pengawet pada sediaan gel sehingga sediaan
tidak dapat tahan lama dan dapat dengan mudah ditumbuhi oleh
mikroorganisme.
3. Formulasi sangat

mempengaruhi

sediaan

gel,

seperti

pada

pengembangan cmc na dan air panas.


4. Sediaan berubah teksturnya dalam waktu kurang dari satu bulan,
yang awalnya berbentuk gel yang kental menjadi agak lembek, hal
ini disebabkan karena kami tidak melakukan uji evaluasi stabilitas.
5. Penyimpanan yang baik juga mempengaruhi sediaan gel ekstrak
daun jambu biji.

18

Anda mungkin juga menyukai