Anda di halaman 1dari 39

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN

MANGKOKAN (Nothopanax Scutellarium Merr.) TERHADAP


BAKTERI Propionibacterium Acne DENGAN MENGGUNAKAN
METODE DIFUSI AGAR

PROPOSAL

OLEH :

NAMA : DWI INTAN SAFIRA WALY

NPM : 4820118083

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)

MALUKU HUSADA

AMBON

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia menjadi salah satu negara yang masih mengandalkan tanaman
sebagai pengobatan tradisional yang telah dilakukan secara turun temurun
untuk mengobati beberapa penyakit dan memerlukan pembuktian secara
ilmiah untuk mengetahui kandungan total senyawa aktif dari suatu tanaman
yang digunakan sebagai obat tradisional (Syahruni et al., 2017).
Salah satu tanaman dari keluarga Araliaceae yang telah dibuktikan secara
ilmiah terakait aktivitas terhadap suatu penyakit yaitu daun mangkokan
(Nothoponax Scutellarium Merr). Daun mangkokan memiliki beberapa
kandungan total senyawa aktif seperti kalsium, oksalat, peroksidase,
amigladin, fosfor, besi, lemak, protein, vitamin A, B1, C, saponin, tannin,
flavonoid, alkaloid, dan terpenoid (Ashmawy et al., 2020; Eden et al., 2016;
Putri et al., 2020). Daun mangkokan secara tradisional untuk mengobati
radang payudara, penyembuh luka, gangguan saluran kemih, dan bau badan
(Rosa et al., 2019). Sedangkan secara ilmiah telah dibuktikan daun
mangkokan memiliki aktivitas antifungi (Putri et al., 2020). Antioksidan
(Eden et al., 2016), Antibakteri (Rosa et al., 2019), dan penyembuh luka
(Ashmawy et al., 2020).
Langkah pengobatan untuk penyakit infeksi adalah dengan pemberian
agen antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan dan atau membunuh
mikroba yang menginfeksi. Agen antimikroba sekarang ini telah banyak
ditemukan, tetapi beberapa di antaranya tidak efektif digunakan karena
banyaknya mikroba yang resisten dan efek sampingnya sangat merugikan
penderita. Oleh karena itu, pencarian antimikroba baru yang lebih efektif dari
tumbuhan menjadi perlu untuk terus dilakukan, terutama yang berasal dari
bahan alam (Wasito, 2011).
Mikroba yang umumnya tumbuh pada kulit adalah Staphylococcus
epidermidis, Staphylococcus aureus, Sarcina sp., Micrococcus sp., bakteri
koliform, Proteus, Difteroid, Bacillus subtillis, Mycobacterium, dan
Acinotebacter (Novarida, 2019).
Pada kulit yang semula dalam kondisi normal, seringkali terjadi
penumpukan kotoran dan sel kulit mati karena kurangnya perawatan dan
pemeliharaan, khususnya pada kulit yang memiliki tingkat reproduksi minyak
yang tinggi. Akibatnya saluran kandung rambut (folikel) menjadi tersumbat
menghasilkan komedo. Sel kulit mati dan kotoran yang menumpuk tersebut,
kemudian terkena bakteri acne, maka timbulah jerawat. Jerawat yang tidak
diobati akan mengalami pembengkakan (membesar dan berwarna
kemerahan) disebut papul. Bila peradangan semakin parah, sel darah putih
mulai naik ke permukaan kulit dalam bentuk nanah (pus), jerawat tersebut
disebut pustule ( Lestari 2015).
Propionibacterium acnes merupakan microorganisme utama yang
ditemukan di daerah infra infundibulum dan bakteri ini dapat mencapai
permukaan kulit dengan mengikuti aliran sebum. Meningkatnya jumlah
trigliserida dalam sebum akan meningkatkan jumlah Propionibacterium
acnes, karena trigleserida dalam sebum merupakan nutrisi bagi
Propionibacterium acne. Propionibacterium acnes diduga berperan penting
menimbulkan inflamasi pada acne vulgaris dengan menghasilkan kemotaktik
dan enzim lipase yang akan mengubah trigliserida menjadi asam lemak
bebas, serta menstimulasi aktivitas jalur klasik dan alternative komplemen
(Bromono dan Indiriatri, 2015)
Pengobatan jerawat dilakukan dengan cara menurunkan produksi sebum,
menurunkan inflamasi pada kulit, memperbaiki abnormalitas folikel dan
menurunkan jumlah koloni Staphylococcus aureus dan Propionibacterium
acne atau hasil metabolismenya. Pemberian suatu zat antibakteri seperti
tetrasiklin, eritromisin, dan klindamisin dapat menurunkan populasi bakteri
Staphylococcus aureus dan Propionibacterium acne (H, Cahyanto, Suwarjo,
& Lestari, 2015)
Berbagai macam antibiotik sintetik telah dikembangkan untuk melawan
penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, akan tetapi penggunaan
antibiotik sintetik kadang-kadang memberikan efek samping terhadap tubuh
yang tidak diinginkan (Aliero, 2008). Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian untuk mengembangkan antibiotik baru khususnya dari bahan alam.
Secara empiris daun mangkokan digunakan oleh masyarakat desa nalbessy
untuk pengobatan yaitu untuk mengobati luka. Masalah yang diangkat di
dalam penelitian ini adalah selain digunakan untuk mengobati luka daun
mangkokan juga diduga memiliki potensi untuk mengatasi jerawat
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Ike Yulia Wiendarlina dkk,
2019) menyatakan bahwa daun mangkokan mengandung senyawa yang
bersifat antibakteri.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka perlu dilakukan
penelitian tentang uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun mangkokan
(Nothopanax scutellarium Merr.) dibandingkan dengan antibiotik tetrasiklin
terhadap bakteri Staphylacoccus aureus dan Propionibacterium acne dengan
metode difusi agar.
Hipotesis penelitian ini adalah ekstrak etanol daun mangkokan dapat
mempengaruhi aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji/bakteri
Propionibacterium acne.

1.2. Rumusan Masalah


Permasalahan yang timbul adalah :
1. Apakah ekstrak etanol daun mangkokan (Nothopanax scutellarium
Merr.) dapat memberikan aktivitas antibakteri terhadap bakteri dan
Propionibacterium Acne ?
2. Berapakah konsentrasi optimum ekstrak etanol daun mangkokan yang
memberikan aktivitas sebagai antibakteri ?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Untuk Mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak daun mangkokan
(Nothopanax Scutellarium Merr) terhadap bakteri
Propionibacterium Acne.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengidentifikasi aktivitas antibakteri ekstrak etanol
daun mangkokan (Nothopanax scutellarium Merr.) terhadap
bakteri Propionibacterium Acne.
2. Untuk membandingkan konsentrasi optimum ekstrak etanol
daun mangkokan (Nothopanax scutellarium Merr.) yang
memberikan aktivitas antibakteri

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
daun mangkokan (Nothopanax Scutellarium Merr) yang dapat
memiliki potensi sebagai antibakteri, sehingga dapat dijadikan
dasar studi dan pengembangan di bidang Farmasi, Farmakologi
dan Biologi.
1.4.2. Manfaat Praktis atau Aplikatif
1. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan pengalaman ilmu kesehatan
khususnya ilmu Farmasi.
2. Bagi institusi
Dari hasil penelitian ini akan memberikan literature bagi
mahasiswa kesehatan dalam dunia pendidikan. Terutama dalam
melakukan uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun
mangkokan (Nothopanax Scutellarium Merr).
3. Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan kepada bahwa daun mangkokan selain
sebagai obat luka, daun mangkokan juga dapat digunakan sebagai
bahan obat dalam mengobati jerawat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Konsep Tanaman Mangkokan (Nothopanax


Scutellarium Merr)
2.1.1. Definisi Tanaman Mangkokan
Secara teori, mangkokan merupakan tumbuhan dikotil yang
memiliki akar tunggang yang tidak mempunyai pelindung khusus
karena akar lembaga tumbuh terus menjadi akar pokok. Pada akar
bersifar radial berkas pengangkutnya hanya nyata pada akar yang
belum mengadakan pertumbuhan yang menebal. Akar tumbuhan
ini berwarna putih kecoklatan (Remonda, 2018).
Daunnya tunggal, bertangkai, agak tebal, berupih sehingga
termasuk daun tunggal sempurna. Bentuknya bulat berlekuk seperti
mangkok, pangkal berbentuk jantung, tepi bergerigi, pertulangan
menyirip, warnanya hijau tua (Remonda, 2018).
Zaman dahulu dalam keadaan darurat daunnya digunakan sebagai
piring atau mangkok untuk makan bubur sagu sehingga dinamakan
daun mangkok. Daun muda dapat di makan sebagai lalap, udapan
mentah, atau di rebus dan di buat sayur (Remonda, 2018).
2.1.2. Klasifikasi Tanaman Mangkokan
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Apiales
Family : Araliaceae
Genus : Nothopanax
Spesies : Nothopanax scutellarium Merr.
Nama local : Daun mangkok (Medanense, 2018).

Gambar 2.1 Tanaman Mangkokan (Medanense, 2018)


2.1.3. Nama Daerah Tanaman Mangkokan (Nothopanax
Scutellarium Merr)
Nama Daerah tanaman ini adalah mamanukan (Sunda), godong
mangkokan (Jawa), puring (Madura). Nusa Tenggara : lanido,
ndalido, ranido, ndari (Roti). Sulawesi : daun mangkok (Menado),
mangko-mangko (Makasar). Maluku: ai lohoi, ai laun niwel, daun
koin, papeda (Ambon), goma matari, sawoko, rau
paroro, lanido. Melayu: daun koin, papeda, mangkok, memangkokan,
pohon mangkok (Bangsu, 2017).
2.1.4. Morfologi Tanaman Mangkokan (Nothopanax Scutellarium
Merr)
Mangkokan atau daun mangkokan (Nothopanax scutellarium
Merr.) adalah tumbuhan hias pekarangan dan tanaman obat yang
relatif populer di Nusantara. Namanya mengacu pada bentuk daunnya
yang melengkung serupa mangkok. Tumbuhan ini sering ditanam
sebagai tanaman hias atau tanaman pagar, tumbuhan ini dapat
ditemukan di ladang atau di tepi sungai karna tanaman ini tumbuh
liar. Daun mangkok jarang atau tidak pernah berbunga, tumbuhan ini
terdapat ditempat yang terkena sinar matahari dan tumbuh pada
ketinggian 1-200 M. Batang berkayu, bercabang, berbentuk bulat,
panjang dan lurus. Daun tunggal, bertangkai, agak tebal, bentuknya
bulat berlekuk seperti mangkok, pangkal berbentuk jantung, tepi
bergerigi, diameter 6-12 cm, pertulangan menyirip, berwarna hijau
tua (Bangsu, 2017).
2.1.5. Kandungan Kimia Tanaman Mangkokan (Nothopanax
Scutellarium Merr)
Batang dan daun mengandung zat gizi seperti kalsium, fosfor, zat
besi, lemak, protein, serta vitamin A, B1 dan C dan juga
mengandung senyawa kimia
seperti alkaloida, saponin, flavonoida dan polifenol (Putri et. Al,
2020).
2.1.6. Manfaat Tanaman Mangkokan (Nothopanax Scutellarium
Merr)
Akar dan daun mangkokan berkhasiat untuk mengatasi radang
payudara, pembengkakan dan melancarkan pengeluaran ASI, rambut
rontok, sukar kencing, bau badan dan luka (Rosa et. al, 2019).
2.2. Uraian Mikroba Uji
2.2.1. Definisi Bakteri
Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu dan berkembang
biak dengan membelah diri (aseksual). Ukuran bakteri bervariasi
baik penampang maupun panjangnya, tetapi pada umumnya
penampang bakteri adalah sekitar 0,7-1,5 μm dan panjangnya
sekitar 1-6 μm (Prayogo, 2017)
Bakteri dibagi dalam Gram-positif dan Gram-negatif berdasarkan
reaksinya terhadap pewarnaan gram. Perbedaan antara bakteri
gram-positif dan Gram-negatif, Staphylococcus aureus dan
Streptococcus sp sebagian besar terdiri atas beberapa lapisan
peptidoglikan yang membentuk struktur yang tebal dan kaku.
Kekakuan pada dinding sel bakteri yang disebabkan karena lapisan
peptidoglikan dan ketebalan peptidoglikan ini membuat bakteri
Gram-positif ini resisten terhadap lisis osmotic. Dinding sel bakteti
Gram-positif mengandung lapisan peptidoglikan yang tebal dan
asam teikoat. Dinding sel bakteri Gram-negatif mengandung
lapisan peptidoglikan yang tipis, membrane luar yang terdiri dari
protein, lipoprotein dan lipopolisakarida, daerah periplasma dan
membrane dalam. Bakteri Gram-negatif Escherichia coli dan
Pseudomonas sp terdiri atas satu atau sedikit lapisan peptidoglikan
pada dinding selnya (Prayogo, 2017)
2.2.2. Klasifikasi Bakteri
Klasifikasi P. acne sebagai berikut:
Kingdom : Bacteria
Phylum : Actinobacteria
Class : actinomycetales
Ordo : Propionibacterineae
Family : Propionibacteriaceae
Genus : Propionibacterium
Spesies : Propionibacterium acne (Dyah Ayu, 2020)
2.2.3. Sifat dan Morfologi
P. acnes merupakan bakteri flora normal pada kulit,
biasanya bakteri ini terdapat pada folikel sabasel. Tidak hanya itu
P. acnes juga dapat ditemukan pada jaringan manusia, paru-paru,
dan jaringan prostat. Kulit merupakan habitat utama dari P. acnes
namun dapat juga diisolasi dari rongga mulut, saluran pernapasan
bagian atas, saluran telinga eksternal, konjungtiva, usus besar,
uretra, dan vagina. P. acnes termasuk bakteri gram-positif,
pleomorfik, dan bersifat anaerob aerotoleran. P. acne memiliki
lebar 0,5-0,8 μm dan panjang 3-4 μm. Bakteri ini berbentuk batang
dengan ujung meruncing atau bulat (Prayogo, 2017).
Propionibacterium acne merupakan bakteri gram positif yang
berbentuk batang tak beraturan yang terlihat pada saat pewarnaan.
Tempat tumbuh bakteri ini dapat diudara dan tidak menghasilkan
endosfora. Bakteri ini dapat berubah-ubah bentuknya, dapat
berbentuk filament bercabang atau campuran antara bentuk batang.
P. acne membutuhkan oksigen mulai aerob atau anaerob fakultatif
sampai kemikroerofilik. Beberapa dapat bersifat patogen pada
tumbuhan dan hewan, P. acne masuk kedalam bakteri
orynebacteria. Bakteri ini termasuk flora normal kulit yang
berperan dalam pathogenesis jerawat dengan cara menghasilkan
lipase yang memecahkan asam lemah bebas dari lipid kulit. Asam
lemak ini dapat mengakibatkan inflamasi jaringan ketika
berhubungan dengan system imun dan terjadinya jerawat. Bakteri
ini termasuk tumbuh relative lambat karena bakteri ini tipikal
bakteri anaerob gram positif yang toleran terhadap udara (Dyah
Ayu, 2020).

Gambar 2.2 Morfologi Propionibacterium acne (Dyah Ayu,


2020)
2.2.4. Manfaat dan Patogenitas Propionibacterium acne
Pada acne vulgaris, ketika terjadi akumulasi sebum pada
unit polisebasea, maka akan memfasilitasi P. acne untuk
berproliferasi, karena trigliserida yang terdapat pada sebum akan
diubah dengan bantuan enzim lipase yang dihasilkan oleh p. acne
menjadi digliserida, monogliseridadan asam lemak bebas, yang
akan digunakan untuk metabolism P. acnes. Unit polisebase yang
terinfeksi oleh P. acnes akan menyebabkan timbulnya respon
inflamsi, sehingga gambaran klinis yang timbul berupa papulan,
pustular, nodula, dan kista (Prayogo, 2017).
Selain acne vulgaris, P. acnes yang terlibat dalam beberapa
penyakit seperti osteomielitis, peritonitis, infeksi gigi, rheumatoid
artritis, abses otak, emiema subdural, keratitis, ulkus kornea,
endoftalmitis, sarkoidosis, dan radang prostat. Sedangkan penyakit
yang melibabtkan infeksi P. acnes dan terkait alat-alat medis
(kateter, prosthetic joints, implants, dan lain-lain) yaitu
konjungtivitis akibat lensa kontak shunt nephritis, shunt associated
central nervous system infection, dan anaerobic arthiritis (Prayogo,
2017).
2.3. Tinjauan Umum Simplisia
2.3.1. Definisi Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan
sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan
kecuali dinyatakan lain Istilah simplisia dipakai untuk menyebut
bahan-bahan obat alam yang masih berada dalam wujud aslinya
atau belum mengalami perubahan bentuk. (Surya, 2017).
2.3.2. Jenis-jenis Simplisia
Menurut Herbie, (2018) simplisia dibagi menjadi tiga golongan
yaitu :
a. Simplisia Nabati
Simplisia yang dapat berupa tranaman, eksudat tanaman, atau
gabungan antara ketiganya. Eksudat tanaman adalah isi sel
yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara
tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya. Eksudat berupa zat
atau bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan
atau diisolasi dari tanaman.
b. Simplisia Hewani
Simplisia yang dapat berupa hewan utuh atau zat-zat berguna
yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia
murni misalanya minyak ikan dan madu.
c. Simplisia Mineral
Simplisia berupa bahan pelican atau mineral yang belum diolah
dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni.
2.3.3. Tahapan-Tahapan Pembuatan Simplisia
Menurut Surya, (2017) Setelah dilakukan pemanenan bahan
baku simplisia maka tahapan penanganan selanjutnya yaitu :
a. Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran
atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia misalnya
tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang yalah rusak
serta kotoran lain.
b. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor
lainnya yang melekat pada bahan simplisia, pencucian
dilakukan dengan air bersih misalnya air dari mata air, air
mengalir, air sumur dan PDAM.
c. Perajangan
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah
proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Tanaman
yang bar diambli jangan langsung dirajang tetapi dijemur
dalam keadaan utuh selama satu hari. Perajangan dapat
dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus
sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran
yang dikehendaki. Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan
maka semakin cepat penguapan air, sehingga mempercepat
waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga
menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang
mudah menguap, sehingga mempengaruhi komposisi, bau, rasa
yang diinginkan.
d. Pengeringan
Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang
tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang
lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan
reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusakan
simplisia. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar
tertentu dapat merupakan media pertumbuhan kapang jasad
renik lainnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dari proses pengeringan adalah
suhu pengeringan, kelembaban udara, waktu pengeringan dan
luas permukaan bahan.
e. Sortasi Kering
Simplisia yang telah kering tersebut masih sekali lagi dilakukan
sortasi untuk memisahkan kotoran, bahan organic asing, dan
simplisia yang rusak karena sebagai akibat proses sebelumnya.
f. Pengepakan dan Penyimpanan
Bahan pengepak harus sesuai dengan simplisia yang dipak.
Misalnya simplisia yang mengandung minyak atsiri jangan
dipak didalam wadah plastik, karena plastik akan menyerap
bau bahan tersebut. Bahan pengepak yang baik adalah karung
goni atau karung plastik. Penyimpanan harus teratur, rapi untuk
mencegah resiko terecemar atau saling mencemari satu sama
lain, serta untuk memudahkan pengambilan, pemeriksaan dan
pemeliharannya.
2.4. Tinjauan Umum Konsep Ekstraksi
2.4.1. Definisi Ekstraksi
Proses ekstraksi pada dasarnya adalah proses perpindahan
massa dari komponen zat padat yang terdapat pada simplisia ke
dalam pelarut organik yang digunakan. Pelarut organik akan
menembus dinding sel dan selanjutnya akan masuk ke dalam
rongga sel tumbuhan yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan
terlarut dalam pelarut organik pada bagian luar sel untuk
selanjutnya berdifusi masuk ke dalam pelarut. Proses ini terus
berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi zat aktif antara
di dalam sel dengan konsentrasi zat aktif di luar sel (Surya, 2017).
Proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut didasarkan pada
sifat kepolarannya. Senyawa polar akan larut pada pelarut polar
(air, etanol, methanol, butanol), senyawa non-polar akan larut pada
pelarut non-polar (n-heksan, eter, kloroform) (Surya, 2017).
Ekstrak merupakan suatu sediaan kental yang diperoleh dengan
cara mengekstrasi senyawa aktif dari simplisia nabati atau
simplisia hewani dengan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau
hampir semua pelarut diuapkan (Dirjen Pom, 2020). Untuk
mendapatkan senyawa aktif dalam suatu tumbuhan,pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan
(Dirjen Pom, 2020).
2.4.2. Tujuan Ekstraksi
Tujuan dari suatu proses ekstraksi dapat berupa:
memperoleh suatu bahan aktif yang tidak diketahui, memperoleh
suatu bahan aktif yang sudah diketahui, memperoleh suatu
senyawa yang strukturnya sejenis, memperoleh semua metabolit
sekunder dari suatu bagian tanaman dengan spesies tertentu,
mengidentifikasi semua metabolit sekunder yang terdapat dalam
suatu makhluk hidup sebagai penanda kimia atau kajian
metabolisme (Kumoro, 2017).
2.4.3. Jenis –Jenis Ekstraksi
Menurut Marjoni, (2018) Jenis-jenis metode ekstraksi yang
dapat digunakan adalah sebagai berikut :
1. Ekstraksi cara dingin
a. Maserasi
Maserasi berasal dari bahasa latin "macerate "yang artinya
merendam, sehingga maserasi dapat diartikan sebagai suatu
sediaan cair yung dibuat dengan cara merendam bahan
nabati menggunakun pelarut bukan air atau pelarut
setengah air seperti etanol encer selama waktu tertentu.
Maserasi merupakan salah satu cara ekstraksi yang sangat
sederhana hanya dilakukan dengan cara merendam serbuk
simplisia dengan pelarut yang cocok tanpa pemanasan dan
pada suhu kamar selama waktu tertentu dengan sesekali
diaduk.
Prinsip kerja maserasi adalah proses melarutnya zat aktif
berdasarkan sifat kelarutannya dalam suatu pelarut.
Ekstraksi zat aktif dilakukan dengan cara merendam
simplisia nabati dalam pelarut yang sesuai selama beberapa
hari pada suhu kamar dan terlindung dari cahaya. Pelarut
yang digunakan akan menembus dinding sel dan kemudian
masuk ke dalam sel tanaman yang penuh dengan zat aktif.
Pertemuan antara zat aktif dan pelarut akan mengakibatkan
terjadinya proses pelarutan dimana zat aktif akan terlarut
dalam pelarut.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian zat aktif secara dingin
dengan cara mengalirkan pelarut secara kontinu pada
simplisia selama waktu tertentu. Keuntungan metode ini
tidak memerlukan langkah tambahan, sampel selalu
diberikan pelarut baru. Adapun kekurangan metode ini
yaitu kontak antara sampel padat dengan pelarut tidak
merata dan terbatas, pelarut menjadi dingin selama proses
perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara
efisien, membutuhkan pelarut yang relatif banyak.
2. Ekstraksi cara panas
a. Soxhletasi
Proses soxhletasi merupakan proses ekstraksi panas
menggunakan alat khusus berupa ekstraktor soxhletasi,
suhu yang digunakan lebih rendah dibandingkan dengan
suhu pada metode refluks.
b. Refluks
Refluks merupakan proses ekstraksi dengan pelarut pada
titik didih pelarut selama waktu dan jumlah pelarut tertentu
dengan adanya pendingin balik (kondensor). Proses ini
umunya dilakukan 3-5 kali pengulangan pada residu
pertama, sehingga termasuk proses ekstraksi yang cukup
sempurna.
c. Infusa
Infus merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara
menyari simplisia nabati dengan air pada suhu 90°C selama
15 menit sambil sekali-sekali diaduk.
d. Dekokta
Proses penyarian secara dekokta hampir sama dengan
infusa, perbedaannya hanya terletak pada lamanya waktu
pemanasan. Waktu pemanasan pada dekokta lebih lama
dibanding metode infusa, yaitu 30 menit terhitung setelah
suhu mencapai 90°C. Metode ini sudah sangat jarang
digunakan karena selain proses penyariannya yang kurang
sempurna dan juga tidak dapat digunakan untuk
mengekstraksi senyawa yang bersifat yang termolabil.
e. Digestasi
Digestasi adalah proses ekstraksi yang cara kerjanya
hampir sama dengan maserasi, hanya saja digesti
meggunakan pemanasan rendah pada suhu 30°C- 40°C.
Metode ini biasanya digunakan untuk simplisia yang disari
baik pada suhu biasa.

f. Seduhan
Merupakan metode ekstraksi paling sederhana hanya
dengan merendam simplisia dengan air panas selama waktu
tertentu (5-10 menit).
g. Coque (penggodokan)
Merupakan proses penyarian dengan cara menggodok
simplisia hasilnya dapat langsung digunakan sebagai obat
secara keseluruhan termaksud ampasnya atau hanya hasil
godokannya saja tanpa menggunakan api langsung ampas.
2.5. Tinjauan Umum Antibakteri
2.5.1. Definisi Antibakteri
Antibakteri merupakan zat yang dapat mennggangu
pertumbuhan atau bahan mematikan bakteri dengan cara
menggangu metabolisme mikroba yang merugikan
Mikroorganisme dapat menimbulkan penyakit pada makhluk lain
karena memiliki kemampuan menginfeksi, mulai dan infeksi
ringan sampai infeksi berat bahkan kematian (Radji, 2019).
Antibakteri merupakan suatu senyawa yang dapat menghamba
pertumbuhan suatu bakteri. mekanisme kerjanya, antibakteri.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibakteri dibedakan menjadi
dua yaitu :
1. Zat bakterisida, merupakan suatu senyawa dimana pada dosis
kecil dapat mematikan mikroba (Radji, 2018).
2. Zat bakteriostatis, merupaakan suatu senyawa dimana pada dosis
kecil dapat menghentikan pertumbuhan dan menghambat
perbanyakan mikroba (Radji, 2018).
Aktivitas antibakteri dibuktikan melalui pengujian untuk
mengetahui kemampuan Suatu senyawa dalam menghambat atau
membunuh bakteri. Metode yang dapat digunakan dalam pengujian
aktivitas antibakteri yaitu metode difusi dan metode difusi yang di
gunakan untuk mengukur potensi antibakteri berdasarkan luas zona
jernih yang terbentuk di sekitar tempat (Radji, 2018).
Berdasarkan daya menghambat atau membunuhnya, antibakteri
dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu berspektrum sempit (
narrow spectrum) luas ( broad spectrum). Antibakteri yang
berspektrum sempit yaitu antibakteri yang hanya dapat bekerja
terhadap bakteri tertentu saja, misalnya hanya terhadap bakteri
gram positif saja atau bakteri gram negatif saja. Antibakteri yang
berspektrum luas dapat bekerja dengan baik pada bakteri gram
negatif maupun bakteri gram positif (Permana, 2017).
Berdasarkan mekanisme kerjanya dalam menghambat
pertumbuhan mikroorganisme, antibakteri digolongkan sebagai
berikut : ( Febriannasari, 2018).
Antibakteri yang dapat menghambat sintesis dinding sel Dinding
sel bakteri sangat penting untuk mempertahankan struktur sel
bakteri. Oleh karena itu, zat yang dapat merusak dinding sel akan
melisiskan dinding sel sehingga dapat mempengaruhi bentuk dan
struktur sel, yang pada akhirnya dapat membunuh sel bakteri
tersebut.
a. Antibakteri yang dapat mengganggu atau merusak membrane
sel Membran sel mempunyai peranan penting dalam
mengatur trasportasi nutrisi dan metabolit yang dapat keluar
masuk sel. Membrane sel juga berfungsi sebagai tempat
berlangsungnya respirasi dan aktivitas biosintesis dalam sel.
Beberapa jenis antibakteri dapat mengganggu membrane sel
sehingga dapat mempengaruhi kehidupan sel bakteri.
b. Antibakteri yang dapat mengganggu Biosintesis Asam
nukleat Proses replikasi DNA di dalam sel merupakan Siklus
yang sangat penting bagi kehidupan sel. Beberapa jenis
antibakteri dapat mengganggu metabolism Asam nukleat
tersebut sehingga mempengaruhi seluruh fase pertumbuhan
sel bakteri.
c. Antibakteri yang menghambat sintesis protein Sintesis
protein merupakan suatu rangkaian proses yang terdiri atas
proses transkripsi ( yaitu DNA ditranskripsi menjadi MRNA)
dan proses translasi ( yaitu mRNA ditranslasi menjadi
protein). Antibakteri dapat menghambat proses – proses
tersebut akan menghambat sintesis protein.
2.5.2. Pengukuran Zona Hambat
1. Aktivitas antibakteri dinyatakan positif apabila terbentuk Zona
hambat berupa zona bening di sekeliling kertas cakram.
Bagian yang dihitung dengan jangka sorong adalah diameter
dari zona hambat yang terbentuk ( saraswati, 2017).
2. Aktivitas daya hambat bakteri dinyatakan berdasarkan zona
hambat. Bening yang dihasilkan disekitar paper disk. Diameter
zona hambat pertumbuhan bakteri diukur dalam satuan mm dan
dijadikan ukuran kuantitatif untuk ukuran zona hambat
(Fatmala,2018).
Tabel 5.1
Klasifikasi Diameter Zona Bening dan Respon Hambat
Pertumbuhan Bakteri (Jannata et al, 2018)

Diameter Zona Bening Respon Hambatan

Pertumbuan

≥ 25 mm Sangat kuat

10-20 mm Kuat

5-10 mm Sedang

≤ 5 mm Lemah

2.5.3. Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Antibakteri


Faktor – factor yang mempengaruhi aktivitas antibakteri terdiri
dari, yaitu : ( Saraswati, 2017)
a. Konsentrasi Atau Instensitas zat Antibakteri Semakin tinggi
konsentrasi zat antibakterinya, maka Kemungkinan akan
semakin banyak bakteri yang terbunuh dalam Waktu yang
lebih cepat.
b. Jumlah Mikroorganisme Semakin banyak jumlah
mikroorganisme yang ada, maka semakin lama pula waktu
yang di perlukan untuk membunuh bakteri.
c. Suhu Kenaikan suhu dapat meningkatkan keefektifitasan dari
desinfektan atau bahan antimikroba. Hal ini disebabkan zat
kimia merusak mikroorganisme melalui reaksi kimia dapat
dipercepat dengan meningkatkan suhu.
d. Spesies Mikroorganisme menunjukan ketahanan yang
berbeda terhadap suatu bahan kimia tertentu.
e. Adanya bahan organic asing dapat menurunkan
keefektifitasan zat kimia antibakteri dengan cara
menonaktifkan bahan kimia tersebut.
f. Keasaman (PH) atau kebasahan (POH) Mikroorganisme yang
hidup pada PH asam akan lebih mudah dibasmi pada suhu
rendah dan dalam waktu yang singkat bila dibandingkan
dengan mikroorganisme yang hidup pada pH basa.
2.6. Tinjauan Umum Sterilisasi
2.6.1. Defenisi Sterilisasi
Sterilisasi dalam mikrobiologi merupakan suatu proses
Untuk mematikan semua mikroorganisme yang terdapat pada atau
di Dalam suatu benda. Pemilihan cara sterilisasi tergantung pada
jenis Bahan akan disterilkan hal- hal yang di lakukan ketika
pertama kalinya Melakukan pemindahan biakan bakteri secara
aseptic, sesungguhnya hal ini Telah menggunakan salah satu cara
sterilisasi, yaitu pembakaran. Pembakaran ( Hadioeto, 2019).
2.6.2. Metode Sterilisasi
Proses Sterilisasi terbagi atas 3 cara yaitu, sterilisasi Secara
fisik, sterilisasi secara kimia dan sterilisasi secara mekanik: ( Ihfar,
2018).
1. Sterilisasi Secara fisik
Sterilisasi secara fisik dapat dibagi menjadi 2 cara yaitu
pemanas basah dan pemanasan kering.
a. Pemanasan Basah
1. Autoklaf
Alat ini serupa tan gkai minyak dapat di isi dengan
uap air Autoklaf alat untuk mensterilkan berbagai
macam alat dan bahan yang di gunakan dalam
mikrobiologi menggunakan uap air autoklaf Memiliki
suatu ruangan yang mampu menahan tekanan di atas
1 atm. Biasanya autoklaf sudah diatur sedikian rupa,
sehingga pada suhu Tersebut, tekanan yang ada 1
atmosfer per 1 cm perhitungan waktu 15 atau 20
menit di mulai semenjak thermometer pada autoklaf
Menunjukan 121oC.
2. Tyndalisasi
Proses sterilisasi denggan cara menggunakan
pemanasan dengan Suhu 100oC selama 1 jam di
lakukan 3 kali berturut-turut dengan Selang waktu
24 jam.
3. Pasteurisasi
Suatu pemanasan yang lebih ringan dari sterilisasi dan
biasanya Suhu yang di gunakan di bawah 100oC yaitu
kira – kira 60-70oC. Selama 30 menit dan dilakukan
setiap hari selama tiga hari berturut-turut.
b. Pemanasan Kering
1. Oven
Sterilisasi ini dengan menggunakan udara panas alat -
alat yang di sterilkan di tempatkan dalam oven di
mana suhunya dapat mencapai 160-180oC. Oleh
karena daya penetrasi panas kering tidak sebaik
panas basah, maka waktu yang diperlukan paada
terilisasi cara ini lebih lama yakni selama 1-2 jam.
2. Pembakaran
Pembekaran juga merupakan salah satu metode
sterilisasi, Tetapi cara ini terbatas penggunaannya.
Cara ini bias dipergunakan Untuk mensterilkan alat
penanam kuman ( jarum ose atau sengkelit) yakni
dengan membakarnya sampai pijar, dengan cara ini
semua bentuk mikroorganisme hidup di matikan.
Penyinaran dengan sinar gelombang pendek
Mikroorganisme di udara dapat dibunuh dengan
penyinaran. Memakai sinar ultra violet. Panjang
gelombang yang dapat Membunuh mikroorganisme
adalah di antara 220-290 nm, radiasi yang Paling
efektif adalah 253,7 nm.
2. Sterilisasi Secara kimia
Antiseptik kimia biasanya dipergunakan dan dibiarkan
Menguap seperti halnya alkohol. Umumnya isopropyl alkohol
70-90% Merupakan antiseptik yang sangat efektif dan efisien.
3. Sterilisasi Secara Mekanik
Untuk beberapa bahan yang akibat pemanasan ataupun tekan
tinggi akan mengalami perubahan ataupun pengurian,
sterilisasinya harus di lakukan secara mekanik, misalnya
dengan saringan.
2.6.3. Metode Difusi
Metode ini biasanya digunakan untuk menentukan
konsentrasi hambat minimal dan konsentrasi bunuh minimal dari
suatu bahan uji atau obat terhadap kuman percobaan. Pada
prinsipnya bahan bakteri uji diencerkan sampai diperoleh beberapa
konsentrasi. Metode dilusi menggunakan antimikroba dengan
kadar yang menurun secara bertahap, baik dengan media cair atau
padat ( Rendy, 2017).
1. Metode Difusi
Metode difusi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu: (Rendy,
2017).
a. Metode Cakram Kertas ( Cara Kirby-Bauer)
Metode cakram merupakan cara yang paling sering
digunakan untu menentukan kepekaan antibakteri terhadap
suatu antibiotik. Pada metode ini digunakan suatu kertas
cakram saring (paper disc). Berfungsi sebagai tempat
menampung zat antimikroba. Kertas saring mengandung
zat antimikroba tersebut diletakkan pada lempeng agar
yang telah diinokulasi pada waktu dan suhu tertentu, sesuai
kondisi optimum dari mikroba uji yaitu pada suhu 37 oC
selama 18-24 Jam.
b. Metode Sumuran
Lempeng agar yang telah diinokulasi dengan bakteru uji
dibuat suatu lubang yang selanjutnya di isi dengan zat
antimikroba uji. Cara ini dapat diganti dengan meletakan
cawan porselin kecil yang biasa disebut fish spines diatas
medium agar,kemudian cawan-cawan tersebut di isi dengan
zat uji, setelah inkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam
dilakukan pengamatan dengan melihat ada atau tidaknya
zona hambatan disekeliling lubang cawan.
c. Metode Parit
Suatu lempeng agar yang telah diinokulasi dengan bakteri
uji dibuat sebidang parit. Parit tersebut di isi dengan zat
antimikroba, kemudian dinkubasi pada waktu dan suhu
optimum yang sesuain dengan mikroba uji. Hasil
pengamatan yang akan diperoleh adalah ada atau tidaknya
zona hambatan disekitar parit, interprestasi sama dengan
cara Kirby-Bauer.
2.6.4. Media
Media merupakan suatu bahan yang terdiri atas campuran
nutrisi yang dipakai untuk menambahkan mikroorganisme baik
dalam mengkultur bakteri, jamur, dan mikroorganisme lain
(Benson, 2002). Suatu media dapat menumbuhkan mikroorganisme
dengan baik diperlukan persyaratan antara lain: Media
diinkubasikan pada suhu tertentu, kelembapan harus cukup, pH
sesuai,dan kadar oksigen cukup baik, media pembenihan harus
steril, media tidak mengandung zat-zat penghambat, dan media
harus mengandung semua nutrisi yang mudah digunakan
mikroorganisme (Radji, 2017). Nutrisi yang dibutuhkan
mikroorganisme untuk pertumbuhan meliputi karbon, nitrogen,
unsur non logam seperti sulfur dan fosfor, unsur logam seperti Ca,
Zn, Na, K, Cu, Mn, Mg, dan Fe, vitamin, air, dan energi
(Cappucino, 2014). Media pertumbuhan dapat berupa media cair,
media kental (padat), media yang dapat diperkaya, media yang
kering dan media yang sintetik (Dwidjoseputro, 2018), sedangkan
menurut Benson (2017) media pertumbuhan mikroorganisme
berupa media padat, media cair dan media semi padat.
2.6.5. Tetrasiklin
Tetracycline adalah spektrum luas Poliketida antibiotik
yang dihasilkan oleh Streptomyces genus dari Actinobacteria,
diindikasikan untuk digunakan melawan infeksi bakteri banyak.
Ini adalah inhibitor sintesis protein. Hal ini umumnya digunakan
untuk mengobati jerawat hari ini, dan yang lebih baru, rosacea ,
dan memainkan peran historis dalam memerangi kolera di negara
maju. Itu dijual dengan merek Sumycin, Terramycin, Tetracyn, dan
Panmycin, antara lain. Actisite adalah seperti bentuk-serat benang,
digunakan dalam aplikasi gigi. Hal ini juga digunakan untuk
memproduksi turunan semi-sintetik beberapa yang bersama-sama
dikenal sebagai antibiotik tetrasiklin (25). Tetrasiklin memiliki
pemerian serbuk hablur kuning, tidak berbau. Stabil di udara tetapi
pada pemaparan dengan cahaya matahari kuat, menjadi gelap.
Dalam laruta dengan pH lebih kecil dari 2, potensi berkurang dan
cepat rusak dalam larutan alkali hidroksida (6).
Tetrasiklin mempunyai kelarutan sangat sukar larut dalam air, larut
dalam 50 bagian etanol (95%) P, praktis tidak larut dalam
kloroform P, dan dalam eter P. Larut dalam asam encer, larut
dalam alkali disertai peruraian (6). Struktur kimia tetrasiklin dapat
dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini :

Gambar 2.3 Struktur Kimia Tetrasiklin


Tetrasiklin ditemukan sekitar tahun 1940 merupakan antibiotik
yang mengganggu proses sintesis protein. Antibiotik ini juga
antibiotik pilihan yang mampu menghambat bakteri baik gram
positif maupun gram negatif. Senyawa ini diperoleh dari
Streotomyces aurefaciens dan Sterptomyces rimosus. Mekanisme
kerja tetrasiklin pada proses sisntesis protein yaitu antibiotik ini
berikatan dengan subunit 30S rRibosom sehingga akan
menghambat ikatan aminoasil -tRna pada sisi A rRibosom
sehingga akan mengganggu ikatan peptide (26).
Tetrasiklin tidak langsung menghambat penyusunan peptide atau
tahap translokasi, tetapi menghambat terminasi rantai peptide pada
kodon terminasi. Mekanisme penembusan tetrasiklin untuk masuk
ke dalam sel bakteri, kemungkinan sama dengan cara meghambat
sintesis protein ditambah modifikasi struktur guna penghambatan
sintesis protein. Bakteri yang sensitive terhadap tetrasiklin antara
lain: hemolitik Streptolocci, non hemolytic Streptolocci, Clostridia,
Brucella dan Haemophylus. Sedangkan untuk Escherichia coli,
pasteurella, Salmonella dan Cornybacterium bersifat agak atau
cukup sensitive terhadap tetrasiklin. Tetrasiklin merupakan basa
yang sukar larut dalam air, tetapi bentuk garam natrium atau garam
HCl-nya mudah larut. Dalam keadaan kering, bentuk basa dan
garam HCl tetrasiklin bersifat relatif stabil. Dalam larutan,
kebanyakan tetrasiklin sangat labil jadi berkurang potensinya (6).
2.6.6. Uraian Bahan
1. Agar (Dirjen POM, 2020)
Nama Resmi : AGAR
Nama Lain : Agar – agar
Pemerian : Tidak berbau, atau bau lemah; berasa
musilago pada lidah
Kelarutan : Tidak larut dalam air dingin, dan larut
dalam air mendidih
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai media pertumbuhan bakteri
2. Air Murni (Dirjen POM, 2020)
Nama Resmi : Purified Water
Nama Lain : Air Murni
RM / BM : H₂O / 18,02 gr/mol
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
dan tidak mempunyai rasa.
Penyimpanan : Kemasan wadah non reaktif yang
dirancang untuk mencegah masuknya mikroba.
Kegunaan : Sebagai pelarut
3. Etanol (Dirjen POM, 2020)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Alkohol/ Etanol
RM / BM : C₂H₆O / 46,07 gr/mol
Pemerian : Cairan mudah menguap, jernih, tidak
berwarna; bau khas dan menyebabkan rasa terbakar pada lidah.
Mudah menguap walaupun pada suhu rendah dan mendidih
pada suhu 78º, mudah terbakar.
Kelarutan : Bercampur dengan air dan praktis
bercampur dengan semua pelarut organik.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pereaksi

4. FeCl₃ (Dirjen POM, 2020)


Nama Resmi : FERII CHLORIDUM
Nama Lain : Besi (III) Klorida
RM / BM : FeCl3/ 162,2
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, hitam
kehijauan, bebas warna jingga dari garam nitrat yang telah
terpengaruhi oleh kelembaban.
Kelarutan : Larut dalam air, larutan beropalesensi
berwarna jingga
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
cahaya
Kegunaan : Sebagai pereaksi
5. HCl (Dirjen POM, 2020)
Nama Resmi : ACIDUM HYDROCHLORIDUM
Nama Lain : Asam klorida
RM / BM : HCl / 36,46 gr/mol
Pemberian : Cairan; tidak berwarnah; berasap, bau
merangsang, Jika diencerkan dengan 2 bagian air, asap dan bau
hilang.
Kelarutan : Larut dalam etanol, asam asetat, tidak larut
dalam air.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai Pereaksi
6. HgCl₂ (Dirjen POM, 2020)
Nama Resmi : HYDRARGYRI SUBCHLORIDUM
Nama Lain : Raksa (II) Klorida
RM / BM : HgCl₂ / 271,52
Pemerian : Serbuk halus, berat; putih; tidak berbauh,
hamper tidak berasa. Jika kenal udara, lambat laun warna
menjadi tua.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, dalam etanol
(95%) p, dalam eter p, dan dalam asam encer dingin
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
cahaya
Kegunaan : Sebagai Pereaksi
7. KI (Dirjen POM, 2020)
Nama Resmi : POTASSIUM IODIDE
Nama Lain : Kalium Iodida
RM / BM : KI / 166,00
Pemerian : Hablur heksahedral; transparan atau tidak
berwarna atau agak buram dan putih atau serbuk granul putih;
agak higroskopik. Larutan menunjukkan reaksi netral atau basa
terhadap lakmus.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, terlebih
dalam air mendidih, mudah larut dalam gliserin, larut dalam
etanol.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai Pereaksi
8. Tetrasiklin (Dirjen Pom, 2020)
Nama Resmi : Tetracyclinum
Nama Lain : Tetrasiklin
RM/BM : C22H24N2O8/444,44 gr/mol
Pemerian : Serbuk hablur, kuning tidak berbau, atau
sedikit berbau lemah.
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam 50
bagian etanol (95%), praktis tidak larut dalam kloroform, dan
dalam eter, larut dalam asam encer, larutdalam alkali disertai
peruraian
Penyimpanan : Dalam wadah tetutup baik, terlindung dari
cahaya
Khasiat : Zat tambahan
9. Etanol (Dirjen POM,2020)
Nama Resmi : Aethanolum
Nama lain : Etanol/alkohol
RM /BM : C2H5OH / 46,7 gr/mol
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah
menguap dan mudah bergerak, bau khas rasa panas
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam
Kloroform P, dan dalam eter P
Penyimpanan : Terlindung dari cahaya dan tempat sejuk
Kegunaan : Sebagai pelarut
10. NaCl (Dirjen POM, 2020)
Nama Resmi : SODIUM CHLORIDE
Nama Lain : Natrium klorida
RM / BM : NaCl / 58,44gr/mol
Pemerian : Hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau
serbuk hablur putih; rasa asin
Kelarutan : Mudah larut dalam air; larut dalam gliserin;
sukar larut dalam etanol
Penyimpanan : Dalam wadah terutup rapat
Kegunaan : Sebagai pelarut
11. Serbuk Magnesium (Dirjen POM, 2020)
Nama resmi : Serbuk magnesium
Nama lain : Serbuk magnesium
RM /BM : Mg₂ /591,24 gr/mol
Pemerian : Serbuk sangat halus diendapkan atau
giling, memiliki bau yang samar dan rasa yang khas. Bubuk
berminyak untuk menyentuh dan mudah melekat pada kulit.
Kelarutan : Tidak larut dalam etanol 95, eter dan air,
sedikit larut dalam benzene hangat dan etanol hangat.
Penyimpanan : Simpan dalam wadah tertutup rapat
Khasiat : sebagai pereaksi
2.6.7.TABEL KEASLIAN PENELITIAN

JUDUL PENELITI VARIABEL METODE HASIL


Uji Perbandingan Imelia Wijaya,  Konsentrasi 20%, Metode Ekstrak daun
Antibacteri Antara Axel Valerian, 40%, 60%, 80% dan Maserasi mangkok
Ekstrak Daun Mikhael 100% dan (Nothopanax
Mangkok Haposan Purba,  Staphylacoccus Metode scutellarium)
(Nothopanax Dalmasius, aureus Disc memiliki
scutellarium) dengan Ermi Girsang,  Ciprofloxacin 25μm/μl Diffusion efektivitas
Antibiotik Sri Wahyuni antibakteri paling
Ciprofloxacin Nasution besar pada
Terhadap konsentrasi 80%
Staphylacoccus sebesar 7 mm dan
aureus antibiotic
Ciprofloxacin
sebesar 12 mm
terhadap
pertumbuhan
bakteri gram
positif
Staphylacoccus
aureus
Uji Aktivitas Annisa  Konsentrasi 20.000 Metode Daya hambar
Antibakteri Ekstrak Primadiamanti, ppm, 40.000 ppm, Maserasi ekstrak daun
Daun Mangkokan Diah Astika 60.000 ppm, 80.000 dan mangkokan
(Nothopanax Winahyu, ppm dan 100.000 ppm Metode (Nothopanax
scutellarium) Yunda  Staphylacoccus Difusi scutellarium)
Terhadap Taqiyyah aureus dan Agar dengan
Staphylacoccus Ramadhana Pseudomonas konsentrasi
aureus dan aeruginosa 20.000 ppm dan
Pseudomonas  Tetrasiklin 40.00 ppm tidak
aeruginosa membentuk zona
hambatan
sedangkan
konsentrasi
60.000 ppm,
80.000 ppm dan
100. 000 ppm
dengan diameter
rata-rata
hambatan sebesar
7,70 mm, 15,11
mm, dan 15,69
mm mampu
membentuk zona
hambatan pada
bateri
Staphylacoccus
aureus. Daya
hambat ekstrak
daun mangkokan
dengan
konsentrasi
20.000 ppm,
40.000 ppm,
60.000 ppm,
80.000 ppm dan
100.000 ppm
tidak mampu
membentuk zona
hambatan pada
bakteri
Pseudomonas
aeruginosa
Uji Aktivitas Faradila Jahari  Konsentrasi 1%, 2%, Metode Ekstrak etanol
Antibakteri Ekstak 4%, 8% dan 16% Difusi daun mangkokan
Etanol Daun  Staphylacoccus Agar memiliki aktivitas
Mangkokan epidermidis dan antibakteri
(Nothopanax Pseudomonas terhadap bakteri
scutellarium Merr) aeruginosa uji/ bakteri
Terhadap Bakteri  Antibiotik penyebab bau
penyebab Bau Badan Kloramfenikol 30 ppm badan yaitu
Dengan Metode Difusi Pseudomonas
Agar aeruginosa dan
staphylococcus
epidermidis yang
ditandai dengan
adanya zona
hambat dengan
konsentrasi
optimum ekstrak
etanol daun
mangkokan yang
memberikan
aktivitas
aktibakteri
sebesar 16%
Uji Aktivitas Ekstrak Dwi Intan  Konsenterasi 20%, Metode
Etanol Daun Safira Wally 40%, 60%, 80% dan Maserasi
Mangkokan 100% dan
(Nothopanax  Propionibacterium Metode
Scutellarium) acne Difusi agar
Terhadap Bakteri  Kontrol (+) Tetrasiklin
Propionibacterium  Kontrol (-) Aquades
acne
BAB III

KONSEPTUAL

3.1. Kerangka Teori

Khasiat dan mangkokan antara lain :


Daun Mangkokan
(Nothoponax anti-inflamasi, peluruh air seni,
Scutellarium Merr) mencegah rambut rontok dan juga
menghilangkan bau badan
((Ashmawy et al., 2020).

Ekstrak Metode Propionibacterim


Etanol Maserasi acne

Kandungan akti antibakteri dalam tanaman


mangkokan :

1. Saponon
2. Tannin
3. Flavonoid
4. Alkaloid
5. Terpenoid (Putri et. al, 2020)

Uji aktivitas antibakteri


masing-masing ekstrak 20%,
40%, 60%, 80% dan 100%

Control (+) Tetrasiklin

Control (-) Aquades

Uji zona hambat ekstrak daun


mangkokan (Nothoponax
Scutellarium Merr)
3.2. Kerangka Konsep

Variable
Variable Independen Dependen

Ekstrak Etanol Daun Konsentrasi yang paling


Mangkokan efektif dari ekstrak etanol
(Nothoponax daun mangkokan terhadap
Scutellarium Merr) daya hambat bakteri
Propionibacterium acne

Keterangan :

Variable Independen :

Variable Dependen :

Pengaruh :

3.3. Hipotesis Penelitian


Hipotesis penelitian ini adalah ekstrak etanol daun mangkokan dapat
mempengaruhi aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji/bakteri
Propionibacterium Acne.
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental dimana akan
dilakukan di laboratorium. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
metode Difusi Agar Sumuran, dimana ekstrak etanol daun mangkokan
(Nothoponax Scutellarium Merr) yang akan di skrining fitokimia dan di ukur
zona hambat terhadap bakteri Propionibacterium acne selama 24 jam.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Farmasi Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan (STIKes) Maluku Husada.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan juni 2022.

4.3. Variable Penelitian


Adapun variable dalam penelitian ini terdiri dari dua variable yaitu :
(Sugiono, 2018)
1. Variable Independen
Variable Independen atau variabel bebas yaitu variabel yang
mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
terikat (dependen) yang disimbolkan dengan symbol (x).

2. Variabel Dependen
Variabel Dependen atau veriabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi
atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas, yang disimbolkan
dengan symbol (y).
4.4. Definisi Operasional

Variabel Defines Alat ukur Skala Hasil Ukur


Operasional
Variabel Simplisia daun Timbangan, Rasio Ekstrak
Independen mangkokan Gelas Ukur etanol daun
Ekstrak Etanol yang mangkokan
Daun Mangkokan diekstraksi konsentrasi
(Scutellarium dengan 20%, 40%,
Nothoponax Merr) menggunakan 60%, 80%
metode dan 100%
Maserasi,
kemudian
diuapkan
hingga
mendapatkan
ekstrak kental
daun
mangkokan
(Scutellarium
Merr)
Variabel Diameter Mistar Rasio
Dependen terpanjang
Zona hambat daerah dimana
bakteri bakteri tidak
Propionibacteriu tumbuh pada
m acne. cawan yang
ditandai
dengan adanya
daerah bening
di sekitar
kertas sampel
dengan
menggunakan
control positif
dan control
negatif

4.5. Instrument Penelitian


Alat dan Bahan yang digunakan
1. Alat
Alat yang digunakan adalah timbangan analitik, oven, autoklaf,
spatula, kain steril, sarung tangan, pinset, jarum ose, erlenmeyer 250
ml, beaker glass 250 ml, pipet ukur 1ml, 2 ml, 10 ml, lampu spirtus,
kertas cakram (disk cakram), cawan petri, rotary evaporator, mistar,
bulp.

2. Bahan
Bahan yang digunakan adalah sampel daun mangkokan (Nothopanax
Scutellarium Merr), aquades, etanol 96%, Media Nutrien Agar (NA),
tetrasiklin, biakan bakteri Staphylococcus aureus dan
Propionibacterium acne.

5.6. Prosedur Pengumpulan Data


5.6.1. Persiapan Sampel
1. Pengumpulan Sampel
Pengumpulan sampel diawali dari proses pemilihan sampel
daun mangkokan (Nothopanax Scutellarium Merr), sampel
yang diambil tersebut adalah sampel darat yang baik dan tidak
rusak dan diambil sebanyak 1500 gram.
2. Pembuatan Sampel
Sampel daun mangkokan (Nothopanax Scutellarium Merr)
yang telah dikumpulkan, di lakukan sortasi basah, setelah itu
dicuci bersih dengan air yang mengalir, kemudian di rajang dan
diangin-anginkan dengan tujuan agar sampel cepat kering,
setelah kering sampelnya di sortasi kering dan di haluskan,
kemudian di saring atau di tapis dan ditimbang berat keringnya.
3. Pelarut
Untuk melakukan ekstraksi zat aktif tertentu dari bahan
tanaman secara sempurna, harus menggunakan pelarut yang
ideal dan menunjukan selektifitas yang maksimal, mempunyai
kapasitas terbaik ditinjau dari koefisien saturasi produk dalam
medium dan kompatibel dengan sifat-sifat bahan yang
diekstraksi. Dalam penelitian ini Pelarut yang digunakan adalah
etanol karena secara umum pelarut ini palimg banyak
digunakan dalam proses isolasi senyawa organic karena dapat
melarutkan hampir seluruh golongan metabolit sekunder.
4.6.2. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Mangkokan (Nothopanax
Scutellarium Merr)
Simplisia Daun Mangkokan (Nothopanax Scutellarium
Merr) diekstraksi dengan cara maserasi. Simplisia yang telah
kering kemudian dihaluskan lalu ditimbang kurang lebih sebanyak
300 gr kemudian dimasukan kedalam bejana dan dimeserasi
menggunakan metanol 95% sebanyak 900 ml lalu ditutup wadah
meserasi dan diamkan selama 3 X 24 jam dan sesekali diaduk,
kemudian saring dengan kertas saring untuk memisahkan filtrat
dengan residu. Filtrat hasil maserasi di gabungakan dan diuapkan
pelarutnya (evaporasi) menggunakan hair dryer, sehingga
diperoleh ekstrak kental.
4.6.3. Uji Skrining Fitokimia
1. Uji Alkaloid
Sebanyak 1 mg ekstrak dimasukan kedalam tabung reaksi
ditambahkan 2 ml HCl, kemudian diaduk dan disaring. Filtrat
ditambahkan HgCl2 dan KI. Apabila terbentuk endapan kuning
jingga atau putih menunjukan bahwa sampel tersebut
mengandung alkaloid.
2. Uji Flavanoid
Sebanyak 1 mg ekstrak dimasukan kedalam tabung reaksi
kemudian Ditambahkan Mg dan 2 ml HCl. Ekstrak
menunjukan kandungan senyawa flavanoid bila terbentuk
warna jingga sampai merah
3. Uji Saponin
Sebanyak 1 mg ekstrak dimasukan kedalam tabung reaksi
kemudian di tambahkan 5 ml aquades lalu di kocok selama 20
detik hingga terbentuk busa stabil, kemudian ditambahkan 1
tetes HCl 2N lalu diamati perubahan yang terjadi. Apabila
terbentuk busa stabil (tidak hilang selama 20 menit). maka
menunjukan adanya saponin.
4. Uji fenolik
Sebanyak 1 mg ekstrak dimasukan kedalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan 2 tetes Fecl3 1%. Hasil positif di tandai
dengan adanya warna ungu dan biru kehitaman.
5. Uji Tanin
Sebanyak 1 mg Ekstak dimasukan kedalam tabung reaksi
kemudian di tambahkan 5 ml air panas dan 2 tetes FeCl3 1% .
Warna biru tua atau hijau kehitaman menunjukan adanya tanin.
4.6.4. Pembuatan Stok Variabel Konsentrasi
Pembuatan konsentrasi ekstrak etanol daun mangkokan
(Nothopanax Scutellarium Merr) dimulai dengan membuat
perhitungan untuk konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%
b/v dengan cara ditimbang 0,2 g, 0,4 g, 0,6 g, 0,8 dan 0,10 gr.
setelah itu masing-masing ekstrak dilarutkan dalam 1 ml larutan
aquades steril, sedangkan untuk kontrol negatifnya adalah
tetrasiklin yang dibuat di cawan petri lainnya. dimana 1 mg serbuk
obat kapsul dilarutkan dengan 2 ml aquades. Tetrasiklin adalah
antibiotic poliketida spekrum luas yang diproduksi dari genus
Streptomyces dari Actinobacteria. Tetrasiklin umumnya digunakan
untuk mengobati jerawat, kolera, brucellosis, pes atau sampar,
malaria, dan sifilis.
4.6.5. Sterilisasi Alat
Semua alat-alat dan medium yang akan digunakan terlebih
dahulu dibilas menggunakan air bersih kemudian disterilisasi.
Sterilisasi alat dan medium dilakukan dengan autoklaf pada suhu
121ºC selama 15 menit. Alat dan bahan yang disterilisasi adalah
alat dan bahan yang tahan dan tidak mengalami kerusakan pada
suhu tinggi.
4.6.6. Pembuatan Medium
Untuk uji aktivitas yaitu dengan Nutrient Agar (NA) ada dua
lapisan yaitu media dasar dan media pembenihan. Media dasar
dibuat dengan cara ditimbang Nutrient Agar (NA) sebanyak 2,3
gram, lalu dilarutkan dalam 100 ml aquades (23 g/1000 ml)
menggunakan erlenmeyer. Sedangkan media pembenihan dibuat
dengan cara ditimbang 5,75 gram NA, lalu dilarutkan dalam 250
ml aquades (23 g/1000 ml) menggunakan erlenmeyer. Setelah itu,
masing-masing media dihomogenkan dengan stirer diatas penangas
air sampai mendidih. Semua media disterilkan dalam autoklaf pada
suhu 121 °C selama 15 menit, kemudian dibiarkan pada suhu
ruangan selama ± 30 menit sampai memadat (Muljono et al.,
2017).
4.6.7. Penyiapan Bakteri Uji
Kultur murni bakteri Propionibacterium acne. terlebih
dahulu dikultur ulang untuk memperbanyak populasi bakteri
tersebut. Media Nutrient Agar sebanyak 10 ml disiapkan dalam
cawan petri. Bakteri uji diambil menggunkan ose steril kemudian
digoreskan secara zig-zag pada media Nutrient Agar Hasil kultur
bakteri diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C.
4.6.8. Pembuatan Suspensi Bakteri
Dilakukan tahapan pengenceran bakteri agar koloni bakteri
tidak menumpuk dengan cara diambil bakteri dan disuspensikan ke
dalam tabung reaksi yang berisi NaCl 0,9% sebanyak 10 ml.
Diambil 1 ml kedalam tabung reaksi 10⁻¹ yang berisi 9 ml NaCl
0,9%, Hal tersebut dilakukan hingga pengenceran sesuai dengan
standar Mc. Farland (1 x 10⁶ CFU/mL). Tujuan dilakukan
pengenceran adalah untuk mengurangi jumlah populasi bakteri.
4.6.9. Pembuatan Media Bakteri Uji
Suspensi yang telah disiapkan dengan mengikuti standar 0,5
McFarland sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam cawan petri steril
dan dituangkan sebanyak 15 ml media agar yang hangat, campuran
ini dihomogenkan dengan cara digoyangkan atau diputar cawan
petri secara perlahan membentuk angka 8 diatas meja yang rata
dalam kondisi aseptis dan kemudian media dibiarkan memadat.
4.6.10. Pengujian Antibakteri
Media NA padat yang telah diinokulasikan dengan bakteri
dibuat 4 lubang dengan diameter 6 mm. dari masing-masing
ekstrak dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%
diinjeksikan ke lubang sebanyak kurang lebih 50µ menggubakan
mikropipet. Sedangkan untuk control negatifnya berupa aquades
dan kontrol positif tetrasiklin yang dibuat di cawan petri lainnya.
Media tersebut diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam. Setelah
itu dilakukan pengukuran diameter zona hambat dengan
menggunakan penggaris yang ditandai dengan zona bening
disekitar sumuran.
4.7 Analisa Data
Pengamatan aktivitas antibakteri pada ekstrak etanal daun mangkokan
(Nothopanax scutellarium Merr) pada beberapa konsentrasi, serta pada
tetrasiklin dengan melakukan pengukuran terhadap daya hambatnya, setelah
diinkubasi selama 1 x 24 jam pada suhu 37ºC. Analisis data yang dilakukan
pada penelitian ini adalah eksperimental.
DAFTAR PUSTAKA

Antibakteri Kangen Water Terhadap Bakteri Propionibacterium acnes Dan


Ashmawy NS, Gad HA, Ashour ML, El-Ahmady SH, SIngab ANB. The Genus
Polyscias (Araliaceae): A phytochemical and biological review. Journal of Herb.
2020:23;e100377.

Bangsu Mike, 2017. Formulasi Sediaan Krim Ekstrak Daun Mangkokan


(Nothopanax scutellarium Merr.) Sebagai Anti-Aging. Universitas Sumatra
Utara : Medan

Dyah Ayu Permatasari, 2020. Aktivitas antibakteri Ekstrak Dan Fraksi Daun
Jambu Mete (Anacardium Occidentale Linn) Terhadap Propionibacterium acnes
Menggunakan Metode Difusi Sumuran. Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim : Malang

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Farmakope Indonesia. Edisi


VI. Jakarta : Direktor Jendral Pengawas Obat dan Makanan.

Li, B., & Webster, T. J. 2018. Bacteria Antibiotic Resistance : New challenges
and opportunities for implant associated orthopedic infections. Journal of
orthopedic research.

Ninin Hidayah. D, 2016. Uji Aktivitas Metanol Ekstrak Klika Anak Dara (Croton
Oblongus Burm. F). Universitas Islam Negeri Alauddin : Makassar.

Nur S., Mubarak F, Jannah C, Winarni DA, Rahman DA, Hamdayani LA, Sami
FJ. Total phenolic and flavonoid compounds, antioxidant and toxicity profile of
extract and fractions of paku atai tuber (Angiopteris ferox Copel). Food Res.
2019:3(6); 734–740.

Nur S, Angelina AA, Aswad M, Yulianty R, Burhan A, Nursamsiar. In vitro anti-


aging activity of Muntingia calabura L. fruit extract and its fractions. J Pharm
Pharmacogn Res. 2021:9(4); 409–421.

Nur Syamsu, Baitanu JA, Gani SA. Pengaruh tempat tumbuh dan lama
penyulingan secara hidrodestilasi terhadap rendemen dan profil kandungan kimia
minyak atsiri daun kemangi (Ocimum canum Sims L.). J Fitofarmaka Indonesia.
2019:6(2); 363–367.

Pangestu, Prayogo, 2017. Aktivitas Staphylococcus Epidermidis. Universitas


Muhammadiyah Purwokerto : Jawa Tengah.
Putri NM, Putri, JR, Elya B, Adawiyah R. antifungal activity of Polyscias
scutellaria Fosberg leaves against Candida albicans. Pharm Sci Res. 2020:7(3);
166–170.

Putri, F. A. 2017. Formulasi Ekstrak Etanol Rimpang Rumput Teki (Cyperus


rotundus) Sebagai Cairan Antiseptik Tangan (Hand Sanitizer). Skripsi. Padang :
Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia.

Remonda P. Sitohang, 2018. Formulasi Dan Uji aktivitas Sediaan NonEmulsi Dari
Ekstrak Daun Mangkok ( Nothopanax scutellarium Merr.) Sebagai Anti-Aging.
Universitas Sumatra Utara : Medan.

Syahruni R, Nur S. Identifikasi komponen kimia dan uji daya antioksidan ekstrak
buah dengen (Dilleniaserrata thunbr). Jurnal Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan.
2015:3(4); 162–169.

Setiabudi, R. 2010. Pengantar Antimikroba, dalam Farmakologi dan Terapi Edisi


5. FKUI : Jakarta.

Surya, E. (2016). Analisis Cemaran Mikroba Pada Sampel Simplisia Sambiloto,


Temulawak Dan Kunyit Di Tiga Tempat Penjualan Simplisia Di Purbalingga.
Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah Purwokerto: Purwokerto.

Syawal, H., R. Karnila., A. Dirta., & R. Kurniawan. (2017). Ekstrak Daun


Rhizophora Sp. Menghambat Pertumbuhan Bakteri Streptococcus Agalactiae Dan
Edwardsiella Tarda. Jurnal Veteriner 18(4) : 604-609.

Rahman, F.A., Haniastuti, T. & Utami, T.W., (2017). Skrining Fitokimia Dan
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona Muricata L.) Pada
Streptococcus Mutans Atcc 35668. Majalah Kedokteran Gigi Indonesia, 3(1):1-7

Rosa D, Halim Y, Kam N, Sugata M, Samantha A. Antibacterial activity of


Polyscias Scutellaria Fosberg against Acinetobacter Sp. Asian J Pharm Clin Res.
2019:12(1); e516.

Setiabudy, R. 2017. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit


FKUI.

Tahir M, Muflihunna A, Syafrianti S. Penentuan kadar fenolik total ekstrak etanol


daun nilam (Pogostemon cablin Benth.) dengan metode spektrofotometri UVVis.
Jurnal Fitofarmaka Indonesia. 2017:4(1); 215–218
Ucok Sangap Situmorang, 2019. Formulasi Dan Uji Sensitivitas Sediaan Gel Dari
antibiotic Doksisiklin Dan Tetrasiklin Terhadap Bakteri Propianibacterium acnes.
Institut Kesehatan Helvetia : Medan.

Anda mungkin juga menyukai