Anda di halaman 1dari 12

SEMINAR LITERATUR KIMIA

ISOLASI JAMUR ENDOFITIK DARI BUNGA TUMBUHAN


SAMBILOTO (ANDROGRAPHIS PANICULATA) SEBAGAI
SUMBER SENYAWA ANTIBAKTERI

OLEH :

NAMA : FIRDA FEBRIA

NIM : 1803608

PRGRAM STUDI : KIMIA (NK)

DOSEN PENGAMPU : UMAR KARLMAR NIZAR S.Si., M.S., Ph.D

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada tahun 2019 WHO mempublikasi hasil kajiannya bahwa resistensi

antibiotik terhadap berbagai bakteri telah menjadi ancaman bagi kesehatan

dalam beberapa waktu terakhir. Oleh karena itu, hal ini perlu menjadi

perhatiaan khusus bagi setiap orang, terutama akademisi (Windels et al.,

2019). Untuk mengatasi tingkat resistensi antibiotik yang cukup tinggi

tersebut, perlu dilakukan kajian lebih lanjut tentang zat bioaktif yang

memiliki efek antibakteri. Salah satunya dengan pemanfaatan ekstrak bahan

alami, seperti bunga tumbuhan sambiloto (Andrographis paniculata).

Salah satu tumbuhan obat yang dilaporkan memiliki aktivitas biologis

antibakteri sehingga berpotensi sebagai inang yang baik untuk jamur

endofitik ialah tumbuhan sambiloto. Sambiloto (Andrographis paniculata)

adalah salah satu tumbuhan obat yang banyak dimanfaatkan dalam

pengobatan tradisional. Sambiloto telah dilaporkan menunjukkan efek

antimikroba terhadap berbagai organisme mikroba (Sikumalay et al., 2016).

Jamur endofitik yang berasosiasi dengan jaringan tumbuhan berpotensi

menghasilkan senyawa yang berkhasiat seperti tumbuhan inangnya. Jamur

endofitik hidup pada jaringan internalsuatu organismedan tidak menimbulkan

efek negatif bagi organisme tersebut. Jamur endofitik ini terdapat dalam biji,

daun, bunga, akar, batang, dan ranting dari suatu tumbuhan. Kajian

sebelumnya menunjukkan bahwa jamur endofitik dapat menghasilkan

senyawa yang berpotensi sebagai antibakteri (Falugah et al., 2019). Jamur


endofitik memproduksi berbagai senyawa bioaktif tersebut untuk memberikan

perlindungan atau proteksi bagi tumbuhan inangnya. Beragam senyawa yang

pernahdiisolasi dari jamur endofitik antara lain senyawa golongan non fenolik

(terpenoid, steroid) dan fenolik (alkaloid, antrakuinon) (Manganyi & Ateba,

2020).

1.2 Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan proses isolasi jamur endofitik dari bunga tumbuhan

sambiloto (Andrographis paniculata).

2. Menjelaskan kandungan metabolit sekunder dari ekstrak jamur endofitik

pada bunga tumbuhan sambiloto (Andrographis paniculata).

1.3 Manfaat Penulisan

1. Memberikan informasi mengenai proses isolasi jamur endofitik dari

bunga tumbuhan sambiloto (Andrographis paniculata).

2. Memberikan informasi kandungan metabolit sekunder yang terkandung

dalam jamur endofitik pada bunga tumbuhan sambiloto (Andrographis

paniculata).
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resistensi Antibiotik

Antibiotik adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh

mikroorganisme jamur dan bakteriyang memiliki fungsi menghambat

maupun membunuh perkembangan bakteri dan mikroorganisme patogen,

sedangkan pada manusia tingkat toksisitasnya relatif kecil (Pratiwi, 2017).

Penggunaan antibiotiksecara tidak terkontrol mengakibatkan kecenderungan

antibiotik dapat dibeli bebas tanpa resep dari dokter. Hal ini

menyebabkantimbulnya fenomena bakteri yang resisten terhadap

antibiotik.Resistensi adalah penggunaan antibiotik sistemik dengan dosis

normal atau tingkat penghambatan minimun yang bertujuan untuk

penghambatan pertumbuhan bakteri. Penyebab utama resistensi antibiotik

adalah penggunaan antibiotik yang berlebihan dan tidak rasional (Falugah et

al., 2019). Permasalahan resistensi antibiotik yang kian memprihatinkan ini

memerlukan pencarian metabolit sekunder yang memiliki aktivitas

antibakteri. Salah satu sumber metabolit sekunder dengan aktivitas

antibakteri adalah tumbuhan sambiloto dan jamur endofitik yang berasosiasi

dengannya (Suhanah et al., 2021).

2.2 Tumbuhan Sambiloto (Andrographis paniculata)

Tumbuhan sambiloto umunnya terdiri dari akar, batang, daun, bunga,

buah dan biji. Tumbuhan sambiloto tergolong dalam tumbuhan dikotil

semusim yang tumbuh pada daratan rendah hingga ketinggian 700 meter

diatas permukaan laut. Tumbuhan sambiloto ini dapat tumbuh tegak hingga
ketinggian 30-110 cm di tempat yang lembab dan teduh. Batangnya

berwarna hijau tua dengan bentuk bujur sangkar. Daunnya berbentuk

tombak panjang tak berbulu dengan ukuran panjangnya hingga 8 cm dan

lebar 2,5 cm. Tumbuhan sambiloto juga memilliki bunga berukuran kecil

dan buah yang berbentuk kapsul dengan panjang sekitar 2 cm yang

mengandung banyak biji coklat kuning (Sivananthan, 2013; Yunita, 2021).

Tumbuhan sambiloto tumbuh di banyak negara Asia seperti Cina, India,

Thailand, Sri Langka termasuk Indonesia. Sambiloto memiliki sejarah yang

panjang sebagai obat di India. Ramuan dari sambiloto ini banyak digunakan

untuk mengobati gangguan hati. Sementara itu, sambiloto digunakan untuk

menurunkan suhu tubuh yang panas di Cina (Sivananthan, 2013). Sambiloto

banyak digunakan sebagai obat tradisional di Indonesia yang dipercaya

dapat bermanfaat untuk mengobati banyak penyakit seperti demam, radang

usus, influenza, radang amandel, diabetes, sakit paru-paru, luka infeksi, luka

bakar, diare, dan kudis (Yunita, 2021).

2.3 Jamur Endofitik

Suatu mikroba yang menghasilkan senyawa fungsional yang hidup

dalam sistem jaringan tumbuhan disebut dengan jamur endofitik. Jamur dan

bakteri dari mikroorganisme endofitik terkandung dalam tanaman yang

tersebar secara luas di muka bumi ini dimana kandungan mikroorganisme

endofitik tersebut bisa satu bahkan lebih dalam tanaman inangnya. Karena

hal tersebutlah jika mikroorganisme endofitik ini diisolasi dari suatu

tanaman obat, maka berpotensi memproduksi metabolit sekunder yang sama

dengan tanaman inangnya bahkan bisa memproduksi dalam jumlah yang


lebih banyak. Hal ini merupakan alternatif yang sangat menguntungkan

karena kita tidak perlu memanfaatkan tanaman inangnya untuk dijadikan

bahan baku dari obat (Bakhtra et al., 2020).

2.4 Proses Isolasi Jamur Endofitik dari Bunga Tumbuhan Sambiloto

(Andrographis paniculata)

1. Inokulasi Jamur Endofitik

Bunga tumbuhan sambiloto dibersihkan permukaannya denga aliran air

bersih. Kemudiian disterilisasikan permukaannya dengan merendamkan

permukaan bunga dengan larutan etanol 70% selama 45 detik dan

larutan NaOCl 3,5% selama 30 detik. Bunga yang telah disterilisasikan

ditempelkan ke media padat PDA dan diinkubasi pada suhu 28° C

selama 7 hari. Setelah 7 hari, jamur endofitik di sub-kultur ke media

padat PDA lainnya agar menghasilkan isolat tunggal jamur endofitik.

2. Optimasi Waktu Kultivasi Jamur Endofitik

Isolat jamur endofitik yang telah didapatkan kemudian dilakukan

optimasi terkait waktu kultivasi optimum jamur dalam memproduksi

metabolit sekunder. Kemduian dilanjutkan pemotongan 1x1 cm jamur

endofitik yang tumbuh pada media padat dimasukkan ke dalam enam

Erlenmeyer 250 mL yang berisi media beras. Dua erlenmenyer pada

masing-masing minggu kedua, ketiga dan keempat dipanen dan

diekstraksi dengan pelarut etil asetat selama 3x24 jam sehingga

didapatkan ekstrak etil asetat.


3. Kultivasi dan Ekstraksi Jamur Endofitik

Isolat jamur endofitik kemudian dikultivasi pada Erlenmeyer 250 mL

yang berisi media beras dan diinkubasi pada suhu 28°C hingga waktu

kultivasi optimumnya, kemudian fermentasi jamur endofitik dipanen

dan diekstraksi dengan etil asetat sebanyak tiga kali dan dilanjutkan

rotary evaporaor sehingga diperoleh ekstrak pekat etil asetat. Ekstrak etil

asetat kemudian diuji kandungan metabolit sekunder.

4. Uji Kandungan Metabolit Sekunder

1. Steroid/Terpenoid

Ekstrak jamur yang didapatkan dimasukkan ke dalam tabung reaksi

yang berbeda. Masing-masing tabung reaksi ditambahkan dengan

amoniak-kloroform dan H2SO4 2 N dan dikocok dengan kuat

kemudian didiamkan hingga membentuk dua lapisan. Lapisan bawah

diletakkan pada plat tetes, dibiarkan menguap dan ditambahkan

asam asetat anhidrat dan H2SO4 p.a. Jika terdapat perubahan warna

hijau-biru menandakan adanya senyawa steroid dan jika perubahan

warnanya yang terjadi menjadi merah menandakan adanya senyawa

terpenoid.

2. Alkaloid

Lapisan atas yang terdapat pada uji seroid/terpenoid dipindahkan ke

tiga tabung reaksi. Ke dalam masing-masing tabung reaksi secara

berurutan ditambahkan pereaksi Wagner, pereaksi Mayer dan

pereaksi Dragendorf. Jika mengandung senyawa alkaloid pada


ketiga pereaksi akan memberikan endapan jingga, endapan putih dan

endapan coklat.

3. Fenolik

Ekstrak organik jamur endofitik dimasukkan ke dalam plat tetes,

kemudian ditambahkan larutan FeCl3 1%. Jika mengandung senyawa

fenolik maka akan memberikan warna merah muda (Suhanah et al.,

2021).
BAB 3

PEMBAHASAN

Makalah ini bertujuan untuk mengetahui potensi jamur endofitik dari

bagian bunga tumbuhan A. paniculata atau biasa disebut dengan sambiloto yang

memiliki potensi sebagai sumber senyawa antibakteri. Tumbuhan sambiloto biasa

dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk berbagai penyakit yang menjadikan

dasar dalam pemilihan topik dari isi makalah ini. Berdasarkan sifat

etnofarmokologi suatu tumbuhan dipengaruhi oleh kemampuannya dalam

memproduksi senyawa bioaktif.

Pengisolasian jamur endofitik dari bunga sambiloto dilakukan dengan

membersihkan bunga samiloto dengan air mengalir yang bertujuan untuk

menghilangkan kotoran yang terdapat dipermukaan bunga tersebut. Selanjutnya

dilakukan proses sterilisasi menggunakan NaOCl 3,5% dan etanol 70% yang

bertujuan untuk memastikan bahwa bunga tersebut steril sehingga jamur akan

tumbuh pada media inokulan nantinya yaitu jamur endofitik yang berasal dari

dalam jaringan bunga sambiloto. Bunga sambiloto yang telah steril diinokulasi di

atas media PDA yang telah ditambahkan antibiotik. Setelah 7 hari, jamur yang

tumbuh pada media PDA di sub-kultur ke media PDA lainnya hingga diperoleh

isolat tunggal jamur endofitik yang diberi kode BS-1. Jamur BS-1 memiliki ciri

makroskopik berwarna putih dengan bentuk bulat serta membentuk koloni yang

memusat. Untuk permukaanya cukup kasar dengan persebaran tipis merata ke

semua permukaan media. Jamur BS-1 yang didapatkan kemudian di kultivasi dan

di ekstraksi dengan skala kecil untuk memastikan waktu optimum dari jamur

tersebut dalam memproduksi metabolit sekunder. Hasil ekstrak etil asetat jamur
BS-1 pada minggu pertama, kedua, ketiga dan keempat dianalisis kandungan

metabolit sekundernya berdasarkan massa ekstrak yang diperoleh. Untuk hasil

kultivasi menunjukkan bahwa waktu kultivasi optimumnya dalam menghasilkan

senyawa adalah dua minggu. Langkah selanjutnya yaitu mengkultivasi jamur BS-

1 selama waktu optimumnya yaitu dua minggu kemudian dilakukan ekstraksi

dengan etil asetat sehingga menghasilkan ekstrak etil asetat. Ekstrak etil asetat ini

kemudian dilakukan uji aktivitas antibakteri yang dapat diindikasikan terdapatnya

metabolit sekunder yang memiliki potensi sebagai sumber senyawa antibakteri.

Esktrak etil asetat kemudian diuji kandungan senyawanya dengan pengujian

senyawa alkaloid, steroid/terpenoid dan fenolik. Hasil dari uji yang telah

dilakukan esktrak tersebut positif mengandung senyawa alkaloid,

steroid/terpenoid dan fenolik (Suhanah et al., 2021).


BAB 4

KESIMPULAN

4.1. Jamur endofitik berhasil diisolasi dari bunga A. paniculata (sambiloto)

dengan kode BS-1.

4.2. Ekstrak etil asetat dari jamur BS-1 positif mengandung metabolit sekunder

alkaloid, steroid/terpenoid dan fenolik yang berpotensi sebagai sumber

senyawa antibakteri.
DAFTAR PUSTAKA

Bakhtra, D., Eriadi, A., & Putri, S. R. (2020). Skrining Aktivitas Antibakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli Ekstrak Etil Asetat Jamur
Endofit dari Daun Sirih Merah ( Piper crocatum. Jurna Farmasi Higea,
12(1).

Falugah, F., Posangi, J., & Yamlean, P. V. Y. (2019). UJI EFEK ANTIBAKTERI
JAMUR ENDOFIT PADA TUMBUHAN SEREH (Cymbopogon citratus)
PADA BAKTERI UJI Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli.
PHARMACON, 8(3), 705. https://doi.org/10.35799/pha.8.2019.29395

Manganyi, M. C., & Ateba, C. N. (2020). Untapped potentials of endophytic


fungi: A review of novel bioactive compounds with biological applications.
In Microorganisms (Vol. 8, Issue 12, pp. 1–25).
https://doi.org/10.3390/microorganisms8121934

Pratiwi, R. H. (2017). Mekanisme Pertahanan Bakteri Patogen Terhadap


Antibiotik. Jurnal Pro-Life, 4(3), 418–429.

Sikumalay, A., Suharti, N., & Masri, M. (2016). Efek Antibakteri dari Rebusan
Daun Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dan Produk Herbal
Sambiloto Terhadap Staphylococcus Aureus. Jurnal Kesehatan Andalas,
5(1), 196–200. https://doi.org/10.25077/jka.v5i1.468

Sivananthan, M. E. (2013). Medicinal and pharmacological properties of


Andrographis paniculata Department of Biomedical Science , Faculty of
Biomedicine and Health , ASIA Metropolitan University , Sivananthan and
Elamaran Sivananthan and Elamaran. 3(2), 1–12.

Suhanah, R. A., Suryelita, S., Etika, S. B., Ulfah, M., & Riga, R. (2021). Jamur
Endofitik Yang Diisolasi Dari Bunga Andrographis Paniculata (Sambiloto)
Sebagai Sumber Senyawa Antibakteri. Jurnal Insan Farmasi Indonesia, 4(1),
139–148. https://doi.org/10.36387/jifi.v4i1.664

Windels, E. M., Michiels, J. E., van den Bergh, B., Fauvart, M., & Michiels, J.
(2019). Antibiotics: Combatting tolerance to stop resistance. mBio, 10(5).
https://doi.org/10.1128/mBio.02095-19

Yunita, E. (2021). Mekanisme Kerja Andrografolida Dari Sambiloto Sebagai


Senyawa Antioksidan. Herb-Medicine Journal, 4(1), 43.
https://doi.org/10.30595/hmj.v4i1.8825

Anda mungkin juga menyukai