Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Negara Indonesia dikenal sebagai Negara yang memiliki iklim

tropis, disaat matahari terik seringkali tubuh mudah mengeluarkan keringat

yang dapat menimbulkan bau badan. Bau badan berasal dari kombinasi

antara keingat dan bakteri. Keringat tidak berbau tetapi bakteri yang

membuat bau badan karena umumnya bakteri melakukan aktivitas di

lingkungan yang lembab dan basah. Proses pengeluaran keringat merupakan

proses aktivitas alami yang dilakukan oleh tubuh. Bau badan merupakan

salah satu masalah yang mengganggu kehidupan sehari-hari (Zahara, 2018).

Bau tidak sedap tubuh seringkali membuat seseorang merasa kurang

percaya diri. Aroma yang tidak sedap tersebut biasanya akan muncul ketika

seseorang mulai berkeringat. Proses keluarnya keringat merupakan usaha

untuk mengatur suhu tubuh manusia. keringat mengandung air dan garam.

Keringat yang mengeluarkan bau tetapi ada juga yang tidak, biasanya bau

yang tidak sedap timbul bersama bau badan yang disebabkan oleh aktivitas

bakteri Staphylococcus epidermidis (Brun, 2005).

Daun kemangi mempunyai aktivitas farmakologis yang beragam

antara lain analgesik, antipiretik, antiseptik dan banyak juga yang memiliki

aktivitas antibakteri dan anti jamur yang kuat dengan kandungan kimia

flavonoid, glikosid, asam gallic dan esternya, minyak atsiri yang

mengandung eugenol sebagai komponen utamanya. Minyak atsiri daun

kemangi mengandung eugenol yang merupakan turunan senyawa fenol yang


memiliki efek antiseptic dan bekerja dengan merusak sel bakteri

(Siswandono, 2010).

Penelitian terdahulu menggunakan kandungan flavonoid daun

kemangi (O. sanctum) dapat memberikan efek antibakteri terhadap E. coli,

S. aureus, dan K. pneumonia. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa

kombinasi dari kedua senyawa flavonoid daun kemangi yaitu orientin dan

visenin memberikan efek antibakteri yang sinergis (saling menguatkan)

dibanding dengan penggunaan salah satu dari kedua senyawa flavonoid

(Ali, dkk, 2012).

Minyak kemangi memiliki kandungan dominan berupa sitral sebagai

antibakteri. Dimana kandungan sitral pada minyak kemangi terbagiatas cis-

sitral dan trans-sitral (Rubiyanto, 2012). Penelitian Mutmainnah (2014)

kandungan minyak kemangi pada sediaan sabun memiliki zona hambat

terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan konsentrasi ekstrak 25%

memberi diameter hambat sebesar 7,8 mm dan pada konsentrasi 5%

diperoleh zona hambat sebesar 8,1 mm.

Selain daun kemangi yang dapat digunakan sebagai antibakteri juga


terdapat daun mengkudu (Morinda citrifolia L) merupakan tanaman jenis
tropis yang terdistribusi di Asia Tenggara, Pasifik, Amerika Selatan, dan
Amerika Tengah. Tanaman ini dapat dimanfaatkan dari buah, daun, biji, dan
bunganya. Secara empiris daun mengkudu dipergunakan sebagai kompres
untuk menyembuhkan bagian kulit yang luka, sendi yang terkilir, dan juga
untuk mengurangi rasa nyeri (Wang, 2002). di beberapa daerah daunnya
dikonsumsi sebagai minuman untuk pengobatan demam secara umum,
pengobatan malaria, dan sebagai analgesik. Bahan aktif yang terdapat pada
daunnya yaitu saponin, triterpen, tanin, alkaloid, glikosida iridoid, dan
flavonoid. Efek utama senyawa kimia dalam daun mengkudu yang
berhubungan dengan proses penyembuhan luka antara lain saponin sebagai
antibakteri, tanin sebagai hemostatik serta astringensia, alkaloid berguna
sebagai analgesik, dan senyawa glikosida iridoid sebagai anti inflamasi,
sedangkan flavonoid sebagai anti oksidan dan anti inflamasi (Nayak, 2009).

Tanaman mengkudu mengandung senyawa bersifat antibakteri yaitu


antrakuinon, alkaloid, flavonoid, acubin, dan alizarin yag mampu melawan
mikroorganisme patogen. Potensi yang dimiliki mengkudu sebagai
antibakteri dapat menjadi suatu kajian penelitian yang menarik (Rukmana,
2002). Daun mengkudu mempunyai rasa agak langu atau sedikit pahit,
tetapi memiliki kandungan vitamin A yang tinggi, yakni 6.000 SI dalam
setiap 100 gram bahan hampir sama dengan kacang panjang, daun katuk,
daun singkong, wortel, asam askorbat, asam ursulat, tiamin, antrakuinon
(Rukmana, 2002). menurut Mangoting (2008), mengkudu merupakan
tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat dan termasuk dalam kelas
magnoliopsida, ordo Gentianales: Spesies Morinda citrifolia.

Penelitian Kameswari (2013) menunjukan besar rata-rata zona


hambat yang terbentuk pada masing-masing konsentrasi perasan daun
mengkudu menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli. Pada
konsentrasi 0% tidak terbentuk zonahambat, sedangkan pada konsentrasi
25% zonahambat 7,3 mm, konsentrasi 50% zonahambat 8,5 mm,
konsentrasi 75% zonahambat 10,4 mm, dan konsentrasi 100% zonahambat
yang terbentuk sebesar 12,5 mm.

Penelitian daun kemangi sudah banyak dilakukan sedangkan pada


daun mengkudu belum terlalu banyak dilakukan, tetapi buah mengkudu
sudah banyak penelitiannya sampai dibuat sediaan herbal. Berdasarkan latar
belakang diatas maka dapat dilakukan penelitian lebih lanjut, yakni
melakukan penelitian yang belum ada yaitu kombinasi ekstrak daun
kemangi dan daun mengkudu terhadap bakteri stapphylococcus epidermidis.

1.2 Perumusan Masalah


1. Apakah kombinasi ekstrak etanol daun kemangi dan daun
mengkudu mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri
Stapphylococcus epidermidis?.
2. Apakah kombinasi ekstrak etanol daun kemangi dan daun
mengkudu mempunyai aktivitas antibakteri lebih baik
dibandingkan ekstrak tunggal terhadap bakteri Stapphylococcus
epidermidis?.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui apakah kombinasi dari ekstrak etanol daun kemangi
dan daun mengkudu mempunyai aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Stapphylococcus epidermidis?.
2. Mengetahui apakah kombinasi dari ekstrak etanol daun kemangi
dan daun mengkudu mempunyai aktivitas antibakteri lebih baik
dibandingkan ekstrak tunggal terhadap bakteri Stapphylococcus
epidermidis.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan serta
informasi mengenai manfaat dari kombinasi ekstrak daun
kemangi dan daun mengkudu sebagai antibakteri dalam
menghambat bakteri Stapphylococcus epidermidis.
2. Menjadi acuan dalam membuat sediaan farmasi dari bahan alam
daun kemangi dan daun mengkudu khususnya sebagai
antibakteri.
BAB 2
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Peneletian dilaksanakan di laboratorium biologi farmasi, prodi SI

Farmasi, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Mandala Husada Slawi

dilakukan sejak bulan Februari sampai dengan bulan Juni.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender

(Philips), timbangan analitik (HWH-DJ203A), toples kaca bening,

aluminium foil, wraping, rotary evaporator (Butchi), thermostat waterbath

HH-6, moisture analizer, krus silikat, autoklaf (YX-280B), inkubator,

eksikator, api bunsen, kawat ose, cawan petri (Normax), cawan porselen,

alat-alat (Pyrex) seperti gelas ukur, gelas kimia, tabung reaksi, pipet ukur,

labu ukur (Pyrex), dankertas cakram (Oxoid).

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun kemangi,

daun mengkudu, bakteri Staphylococcus epidermidis, aquadest, etanol 96%

(Kontrol negatif), media Na (Nutrien Agar), H2SO4, NaOH, serbuk Mg,

HCI pekat, FeCl3 1%, pereaksi mayer, perekasi wagner, dan kloroform.
3.3 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratorium:

1. Variabel bebas

Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah

konsentrasi kombinasi ektrak etanol daun kemangi dan ekstrak daun

mengkudu.

2. Variabel terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah zona hambat bakteri

Staphylococcus epidermidis pada kombinasi ekstrak etanol daun

kemangi dan ekstrak daun mengkudu.

3. Variabel terkendali

Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah bakteri

Staphylococcus epidermidis, waktu inkubasi.

3.4 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut:

3.4.1 Determinasi Tanaman

Dilakukan untuk memastikan kebenaran identitas dari

tanaman yang akan diteliti dan menghindari kesalahan dalam

pengambilan bahan tanaman. Determinasi tanaman dilakukan di

Laboratorium Biologi Farmasi Prodi S1 Farmasi Stikes Bhakti

Mandala Husada Slawi.


3.4.2 Pembuatan Serbuk Simplisia

Pembuatan serbuk simplisia yang pertama dilakukan adalah

mengumpulkan bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini

berasal dari simplisia nabati yaitu daun kemangi dan daun mengkudu

Bahan baku daun kemangidiperoleh dari desa Jatibarang kabupaten

Brebes dan daun mengkudu diperoleh dari desa Kertaharja

kabupaten Tegal.

Setelah poses pengumpulan bahan, langkah selanjutnya

adalah sortasi basah yaitu dengan menyeleksi daun yang masih utuh

dan dipisahkan dengan kotoran yang menempel. Daun kemangi dan

daun mengkudu yang telah dibersihkan kemudian dicuci pada air

mengalir sampai brsih dan ditiriskan. Daun kemangi dan daun

mengkudu yang telah dicuci kemudian dikeringkan diudara terbuka

dengan ditutupi kain hitam agar tidak terkena sinar matahari secara

langsung selama satu hari kemudian dikeringkan dengan

menggunakan oven drying pada suhu kurang dari 60°C antara 30-

40°C selama 8 jam sampai kadar air pada simplisia daun kemangi

dan daun mengkudu tersebut menjadi ± 10%. Setelah daun kering

dilakukan penggilingan hingga menjadi serbuk (Sopianti, dkk.,

2018).

3.4.3 Pembuatan Ekstrak

Pembuatan ekstrak daun kemangi dan daun mengkudu 450

gram masing-masing bahan dimaserasi menggunakan etanol 96%


sampai simplisia terendam simpan pada suhu kamar selama 3 hari

disertai dengan pengadukan. Ekstrak disaring menggunakan kain

flanel (diperoleh ekstrak cair pertama). Selanjutnya filtrat disaring

dengan menggunakan kertas saring lalu diuapkan dengan rotary

evaporator hingga didapat ekstrak. Ekstrak dihilangkan pelarutnya

dengan menggunakan waterbath sampai diperoleh ekstrak kental

bebas pelarut. Dihitung persen rendeman (Anonim, 2008).

% Rendeman = Berat ekstrak yang didapat (g)


X 100%
Berat simplisia awal (g)b

3.4.4 Parameter Standar Ekstrak

a. Organoleptik

Organoleptik dilakukan dengan mengamati bentuk, warna, rasa, dan

bau dari ekstrak (Anonim, 2000).

b. Susut Pengeringan

Ekstrak sebanyak 1 gram dimasukan ke dalam botol timbang yang

sebelumnya telah dioven pada suhu 105°C selama 30 menit dan sudah

ditara, ditimbang seksama. Keringkan ekstrak pada suhu 105°C hingga

diperoleh bobot konstan, Penimbangan dilakukan setelah bobot timbang

dan ekstrak dimasukan ke dalam eksikator hingga suhu kamar (Anonim,

2000).

%SP = W1-W2
X 100%
W1

Keterangan :

W1 = bobot ekstrak sebelum pengeringan

W2 = bobot ekstrak setelah penetapan (Anonim,2000).

c. Kadar Air

Alat moisture analyzer di set pada suhu 105°C, dan otomatis

memeriksa ketika alat ditutup. Sebanyak 1,5 gram ekstrak dimasukan dan

diratakan dalam mangkok aluminium foil, kemudian dimasukan kedalam

alat. Pemanasan secara halogen akan menyala dan mulai memanaskan

ekstrak hingga bobot konstan, setelah lampu mati berat ekstrak sudah

konstan dan dilayar akan ditampilkan kadar air dalam ekstrak (Anonim,

2000).

d. Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 1 gram ekstrak ditimbang seksama (W) dimasukan dalam

krus silikat yang sebelumnya telah dipijarkan dan ditimbang (Wo).

Setelah itu ekstrak dipijar dengan menggunakan tanur secara perlahan-

lahan dengan suhu dinaikan secara bertahap hingga 600 + 25°C hingga

arang habis. Kemudian ditimbang hingga bobot tetap (W2). Hitung

terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b (Anonim, 2000).

Kadar abu total = W2 – W0


X 100%
W1
Keterangan:

Wo-bobot cawan kosong

W₁ = bobot ekstrak awal

W₂-bobot cawan + ekstrak setelah diabukan (gram)

e. Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu didihkan dengan 25

mL asam sulfat encer selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut

asam, kemudian disaring dengan kertas saring bebas abu dan residunya

dibilas dengan air panas. Abu yang tersaring dan kertas saringnya

dimasukan kembali dalam krus silikat yang sama. Setelah itu ekstrak

dipijar dengan menggunakan tanur secara perlahan-lahan dengan suhu

dinaikan secara bertahap hingga 600 25°C hingga arang habis. Kemudian

ditimbang dengan bobot tetap (W) (Anonim, 2000)

Kadar abu tidak larut asam = (W3 – C)W0


X 100%
W1

Keterangan:

Wo-bobot cawan kosong (gram)

C = bobot kertas saring (gram) W-bobot ekstrak awal (gram)

W, bobot cawan+abu yang tidak larut asam (gram) (Anonim,2000).


3.4.5 Uji Bebas Etanol

Sebanyak 5 mL ekstrak ditambah 1 mL NaOh IN secara perlahan-

lahan (setelah 3 menit) ditambahkan 2 ml. iodium 0,1 N. Jika timbul bau

iodoform dan terbentuk endapan kuning dalam 30 menit dan 30 menit

maka bahan mengandung etanol (Oktaviani dkk,2011).

3.4.6 Uji Skrining

a. Uji Flavonoid

Sampel 0,5 gram dicampur dengan etanol, dikocok lalu dipanaskan

dan disaring. Kemudian ditambahkan 20 mg serbuk Mg dan

ditambahkan 3 tetes HCI pekat. Jika terbentuk warna orange, merah

atau kuning menunjukan adanya flavonoid (Harbone, 1987).

b. Uji Tanin

Sampel 0,5 gram didihkan dengan 10 ml aquadest lalu disaring

Filtrat ditambahkan dengan beberapa tetes FeCl, 1% jika terbentuk

warna kehijauan atau bru kehitaman menunjukan adanya tanin

(Setyowati, dkk., 2014).

c. Uji Saponin

Sampel dididihkan dengan 20 mL air dalam penangas air ditambah

beberapa tetes HCI pekat. Filtrat dikocok dan didiamkan selama 15

menit. Terbentuknya busa yang stabil menunjukan adanya saponin

(Harbone, 1987).
d. Uji Alkaloid

Sampel 0,5 gram ditambah dengan 1 mL HCI 2 N dan 9 mL.

aquadest dipanaskan selama 2 menit, kemudian didingingkan dan

disaring, ditambah pereaksi Mayer. Pembentukan endapan putih

menandakan adanya alkaloid. Pada uji Wagner menunjukan hasil

positif jika larutan mengendap berwarna merah (Harbone, 1987).

e. Uji Triterpenoid

Sampel dicampur dengan 2mL kloroform dan 3 mL asam sulfat

pekat. Terbentuknya warna merah kecoklatan pada antar permukaan

menunjukan adanya triterpenoid (Harbone, 1987).

3.4.7 Uji Aktivitas Antibakteri

a Sterilisasi Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian uji aktivitas antibakteri

ini disterilkan terlebih dahulu sebelum digunakan Cawan petri dan

pipet volume dibungkus dengan kertas, kemudian disterilkan pada

autoclafdengan suhu 121°C selama 15 menit bersama dengan alat-alat

gelas. Jarum ose dan pinset disterilkan dengan lampu bunsen (Pratiwi,

2013).

b. Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)

Pembuatan media dilakukan dengan menimbang Nutrient Agar

sebanyak 2 gram kemudian dilarutkan dengan aquadest sebanyak 100


ml ke dalam erlenmeyer kemudian ditutup dengan aluminium foil.

Selanjutnya dipanaskan dan diaduk hingga mendidih. Kemudian

media disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C dengan tekanan 2

atm selama 15 menit. Kemudian dituang kedalam cawan petri

(Angelina, dkk., 2015).

c. Peremajaan Kultur Bakteri Staphylococcus epidermidis

Satu koloni biakan murni bakteri Staphylococcus epidermidis

diambil dengan menggunakan jarum ose steril, selanjutnya

diinokulasikan dalam media Nutrient Agar (NA) miring. Bakteri yang

sudah digoreskan pada media kemudian diinkubasi pada suhu 37°C

selama 24 jam (Kursia. Dkk., 2016).

d. Pembiakan Bakteri Staphylococcus epidermidis

Pembiakan bakteri dilakukan dengan metode tuang Koloni bakteri

Staphylococcus epidermidis pada media biakan Nutrient Agar (NA)

miring diambil sebanyak 1-2 ose Kemudian dimasukan ke dalam

tabung berisi aquadest steril. Sebanyak 0,1 ml. suspensi dituang ke

dalam media NA, lalu diratakan menggunakan batang L. Kemudian

diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam (Pangestu, dkk, 2017).

e. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun kemangi dan Daun Mengkudu

Pembuatan konsentrasi dilakukan dengan menimbang masing-

masing ekstrak kental yang sudah diperoleh. Pada penelitian

Angelina(2015), hasil zona hambat yang diperoleh pada ekstrak daun

kemangi terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus


dengan konsentrasi 60% diperoleh zona bening 13,34 mm. Sedangkan

pada pada penelitian Baroroh (2014) dilakukan penelitian ekstrak

daun mengkudu terhadap antibakteri Blood Disease Bacterium

diperoleh zona hambat sebesar 17,73 mm, dikatakan zona hambat

baik.

Pada penelitian yang akan dilakukan yaitu digunakan 60% kadar

ekstrak, perlakuan pada uji ekstrak tunggal dengan mengukur dari

masing-masing ekstrak tunggal dengan konsentrasi 60% yang

kemudian diujikan, sedangkan pada kombinasi masing-masing ekstrak

dibuat dengan perbandingan 1:5, 2:4, 3:3, 4:2, 5:1. Kontrol negatif

yang digunkan adalah etanol 96% (Angelina, dkk., 2015).

Pengujian Aktivitas Antibakteri

Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metodedifusi

cakram. Kertas cakram direndam pada masing-masing ekstrak dan

kontrol negatif selama 15 menit, kemudian diletakan pada permukaan

media Nutrien Agar yang telah berisi bakteri. Media yang telah diisi

dengan sediaan uji kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 24

jam. Aktivitas antibakteri diamati berdasarkan pengukuran diameter

daerah hambat atau daerah bening yang terbentuk disekeliling kertas

cakram. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan

(Djanggola, dkk., 2016).


Gambar3.5P engukuran

Diameter Zona Hambat

(Toy, dkk., 2015)

Zona Hambat = (DV-DC) + (DH-DC)


X 100%
2

Diameter zona hambat diukur dengan rumus

Keterangan:

Dy = Diameter vertikal

Dc = Diameter cakram

DH = Diameter horizontal

3.5 Analisa Data

Data hasil penelitian uji aktivitas antibakteri kombinasi ekstrak daun

kemangi dan daun mengkudu dianalisis dengan menggunakan

program SPPSS 22.0 for Windows Evaluation Version. Untuk melihat

apakah ada perbedaan yang bermakna dari masing-masing cakram uji

yang mengandung kombinasi dari dua bahan ekstrak yang berbeda

dari daun kemangi dan daun mengkudu dalam menghambat

pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis. Data pada

penelitian ini lebih dari 2 kelompok perlakuan sehingga menggunakan


uji Anova (One-way analysis of variance) dengan a = 0,05.

Persyaratan anova yang harus dipenuhi adalah berdistribusi normal

dan variasinya homogen, jika syarat anova tidak terpenuhi atau data

tidak terdistribusi normal maka dapat dilakukan uji non parametrik

menggunakan uji Kruskural Wallis Test.

Anda mungkin juga menyukai