Anda di halaman 1dari 29

PROPOSAL PENELITIAN

“UJI EVEKTIFITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK


ETANOL KULIT PISANG RAJA (Musa paradisiaca var.
Sapientum) PADA MENCIT JANTAN (Mus muscullus)
YANG DIINDUKSI KARAGENAN”

FIRDA
F201901152

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS SAINS DAN
TEKNOLOGI UNIVERSITAS
MANDALA WALUYA 2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Inflamasi adalah respon yang diberikan tubuh saat cedera atau terjadinya kerusakan

jaringan sebagai upaya perlindungan terhadap tubuh, bertujuan untuk menghancurkan

atau mengurangi agen/jaringan yang cidera (Latief dkk., 2019; Wang dkk., 2016).

Proses inflamasi melibatkan proses yang kompleks dan melibatkan banyak aktivitas tipe

sel dan mediator inflamasi. Aktivitas sel dan mediator inflamasi menyebabkan

timbulnya tanda inflamasi seperti eritema (kemerahan), edema (pembengkakan), panas,

nyeri dan hilangnya fungsi (Zahra & Carolia, 2017).

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa prevalensi penderita radang

sendi diseluruh dunia adalah berkisar 11,9 juta jiwa. Di negara-negara dengan

pendapatan tinggi prevalensi radang sendi adalah berkisar 1,3 juta jiwa, sedangkan

negara dengan pandapatan rendah hingga sedang prevalensi mencapai 5,9 juta. Di Asia

Tenggara terdapat 4,4 juta orang penderita radang sendi (WHO, 2004).

Obat antiinflamasi sintetik merupakan salah satu kelompok obat yang banyak

diresepkan dan sering digunakan tanpa resep dokter terdiri atas obat antiinflamasi

steroid (AINS) dan antiinflamasi nonsteroid (AINS). Masalah serius yang timbul pada

penggunaan obat AINS yaitu umumnya terjadi efek samping dalam penggunaan jangka

panjang, khususnya pada pasien lanjut usia. Obat AINS berpotensi menyebabkan efek

samping pada tiga sistem organ yaitu saluran cerna, ginjal, dan hati. Adapun efek

samping yang paling sering dijumpai adalah kecenderungan menginduksi ulser lambung

atau usus yang suatu keadaan dapat disertai anemia akibat pendarahan yang terjadi

pada saluran
cerna Pengobatan inflamasi banyak menggunakan obat berbahan kimia seperti obat

antiinflamasi baik golongan steroid maupun nonsteroid (Goodman, 2007).

Oleh karena itu, dengan efek samping obat sintetik yang akan merugikan manusia

penggunaan tumbuhan sebagai alternatif pengobatan antiinflamasi pada era modern ini

sangat menjanjikan, terapi menggunakan bahan yang berasal dari tumbuhan baik berupa

bagian atau organ tumbuhan ekstrak, isolat aktif suatu tumbuhan disebut dengan

fitoterapi, fitoterapi antiinflamasi sendiri telah banyak menunjukkan kemanjuran klinis

menjanjikan terkait efek samping yang ringan (Supriyatna, 2015).

Pisang merupakan buah tropis termasuk dalam famili Musaceae yang tumbuh di

berbagai negara di dunia (Anjum dkk., 2014). Semua bagian tanaman pisang

diantaranya bunga, daging buah, batang, daun dan kulit memiliki khasiat obat (Imam &

Akter, 2011). Pisang dikonsumsi manusia di seluruh dunia, dan umumnya setelah

daging buahnya dikonsumsi, kulit pisang akan dibuang menjadi sampah industri dan

rumah tangga atau dijadikan makanan hewan ternak (Subramaniam dkk., 2020).

Pereira & Maraschin (2007) mengungkapkan bahwa kulit pisang memiliki beberapa

aktivitas farmakologi diantaranya sebagai anti ulser dan hepatoprotektor pada hati yang

diinduksi parasetamol dosis toksik (Onasanwo dkk., 2013; Pusmarani dkk., 2022). Kulit

pisang juga memiliki aktivitas sebagai antibakteri dan antioksidan (Rita dkk., 2020; Rita

dkk., 2020). Daging buah dan kulit pisang mengandung beberapa senyawa fenolik

seperti asam galat, katekin, epikatekin, antosianin, glikosida, alkaloid dan tanin yang

telah dikaitkan dengan beberapa aktivitas farmakologi dan efek biologis.

Salah satu tanaman obat yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai antiinflamasi

adalah kulit pisang raja (Musa paradisiaca var. Sapientum). Pusmarani dkk, (2022)

melaporkan bahwa kulit pisang raja (Musa paradisiaca var. Sapientum) mengandung

beberapa senyawa metabolit yang berpotensi memiliki aktivitas antioksidan seperti


saponin, polifenol dan tanin, flavonoid, dan terpenoid. Flavonoid merupakan zat

polifenol yang terdapat pada buah-buahan, sayuran dan makanan. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa kulit pisang memiliki aktivitas antioksidan, penangkal radikal

bebas, pencegahan penyakit jantung koroner, dapat mencegah penyakit jantung koroner,

aktivitas hepatoprotektif, antiinflamasi, dan antikanker (Kumar & Pandey, 2013).

Maka berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan uji aktivitas

antiinflamasi ekstrak etanol kulit pisang raja (Musa paradisiaca var. Sapientum)

terhadap mencit jantan (Mus muscullus) yang diinduksi karagenan 1%.

B. Rumusan Masalah

1. Senyawa metabolit sekunder apakah yang terdapat dalam ekstrak kulit pisang raja

(Musa paradisiaca var. Sapientum)?

2. Apakah ekstrak kulit buah pisang raja (Musa paradisiaca var. Sapientum) dapat

memberikan efek antiinflamasi?

3. Pada konsentrasi berapaka kulit pisang raja (Musa paradisiaca var. Sapientum)

efektif sebagai antiinflamasi?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui jenis senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak

kulit pisang raja (Musa paradisiaca var. Sapientum).

2. Untuk mengetahui evektifitas antiinflamasi pemberian ekstrak kulit buah pisang raja

(Musa paradisiaca var. Sapientum) pada mencit jantan (Mus Muscullus) yang di

induksi dengan karagenan 1%.

3. Untuk mengetahui konsentrasi efektif kulit pisang raja (Musa paradisiaca var.

Sapientum) sebagai antiinflamasi.


D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang antiinflamasi

ekstrak etanol kulit pisang raja (Musa paradisiaca var. Sapientum) pada mencit

jantan (Mus muscullus).

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Ilmu Pengetahuan

Dapat memberikan informasi yang dapat dipertanggung jawabkan secara

ilmiah mengenai manfaat antiinflamasi ekstrak etanol kulit pisang raja (Musa

paradisiaca var. Sapientum) pada mencit jantan (Mus muscullus).

b. Bagi Institusi

Mewujutkan peran Universitas Mandala Waluya dalam meningkatkan

permasalahan yang terjadi di masyarakat terkait tanaman obat bahan alam.

c. Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan pengetahuan terhadap keahlian dalam pengujian

antiinflamasi ekstrak kulit pisang raja (Musa paradisiaca var. Sapientum) pada

mencit jantan (Mus muscullus).

E. Kebaruan Penelitian

Berdasarkan kajian literatur, penelitian tentang uji efektifitas antiinflamasi ekstrak

etanol kulit pisang raja (Musa paradisiaca var. Sapientum) pada mencit jantan (Mus

muscullus) yang di induksi karagenan belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya.

Penelitian yang terkait dengan penelitian ini yaitu sebagai berikut:


Tabel 1. Kebaruan Penelitian
No Peneliti Judul Persamaan Perbedaan
1. Fitriani Efek gel daun temu putih Pengujian dan Sampel yang
(2021) (Curcuma zedoaria hewan uji digunakan
(Christm.) Roscoe) sebagai penelitian
antiinflamasi dengan sebelumnya
metode induksi karagenan menggunakan
dan kantong granuloma kombinasi
pada mencit putih jantan metode

2. Nur (2022) Aktivitas antioksidan Sampel yang Pada


fraksi air, etil asetat dan N- digunakan penelitian
Heksan kulit sebelumnya
pisang raja (Musa melakukan
paradisiaca var. pengujian
Sapientum). antioksidan
dan pada
penelitian ini
dilakukan uji
efektifitas
antiinflamasi
3. Eka (2017) Efek antiinflamasi ekstrak Pengujian dan Pada
etanol daun kersen hewan uji penelitian
(Muntingia sebelumnya
calabura L.) pada mencit menggunakan
(Mus musculus). sampel yang
berbeda
4. Yulistia Uji aktivitas antiinflamasi Pengujian dan Pada
(2016). kuersetin kulit bawang hewan uji penelitian
merah (Allium cepa L.) sebelumnya
pada mencit putih jantan mengunakan
(Mus musculus). sampel yang
berbeda
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Variabel Terkait

1. Tinjauan Inflamasi

Inflamasi adalah respon protektif normal terhadap luka jaringan yang

disebabkan oleh trauma fisik zat kimia berbahaya atau agen mikrobiologi. Respon

tersebut penting untuk mempertahankan tubuh selama terjadi infeksi atau cedera

dan pertahanan homeostatik jaringan saat kondisi berbahaya (Corwin, 2008).

Inflamasi biasanya terbagi dalam tiga fase yaitu inflamasi akut, respon imun,

dan inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap cedera

jaringan hal itu terjadi melalui media rilisnya autoacid yang terlibat antara lain

histamine, serotonin, bradykinin, prostaglandin, dan leukotriene. Respon imun

terjadi bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan di aktifkan untuk

mrespon organism easing atau subtansi antigen yang terlepas selama respon

terhadap antiinflamasi akut atau kronik. Inflamasi kronik menyebapkan keluarnya

sejumlah mediator yang tidak menonjol pada respon akut (Katzung, 2002).

2. Mediator Inflamasi

Inflamasi dimulai saat sel mast berdegranulasi dan melepaskan bahan-bahan

kimianya seperti histamin, serotonin dan bahan kimia lainya. Histamin yang

merupakan mediator kimia utama inflamasi juga dilepaskan oleh basofil dan

trombosit. Akibat pelepasan histamin ini adalah vasodilatasi pembuluh darah

sehingga terjadi peningkatan aliran darah dan terjadinya peningkatan permeabilitas

kapiler pada awal inflamasi (Corwin, 2008).


Mediator lain yang dilepaskan selama respon inflamasi yaitu faktor kemotaktik

neutrofil dan eusinofil, dilepaskan oleh leukosit (neutrofil dan eusonofil) yang

dapat menarik sel-sel ke daerah cedera. Selain itu, juga dilepaskan prostaglandin

terutama seri E. Saat membran sel mengalami kerusakan, fosfolipid akan diubah

menjadi asam arakhidonat dikatalisis oleh fosfolipase A2. Asam arakhidonat ini

selanjutnya akan dimetabolisme oleh lipooksigenase dan siklooksigenase (COX).

Pada jalur siklooksigenase inilah prostaglandin disintesis. Prostaglandin dapat

meningkat aliran darah ke tempat yang mengalami inflamasi, meningkatkan

permeabilitas kapiler dan merangsang reseptor nyeri. Sintesis prostaglandin ini

dapat dihambat oleh golongan obat AINS. Leukotrien merupakan produk akhir dari

metabolisme asam arakhidonat pada jalur lipooksigenase. Senyawa ini dapat

meningkatkan permeabilitas kapiler dan meningkatkan adhesi leukosit pada

pembuluh kapiler selama cedera atau infeksi (Corwin, 2008).

Inflamasi dikenal dengan tanda-tanda utama inflamasi, yaitu:

a. Rubor (Kemerahan)

Rubor atau kemerahan biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di

daerah yang mengalami peradangan, seiring dengan dimulainya reaksi

peradangan, arteriol yang memasok daerah tersebut berdilatasi sehingga

memungkinkan lebih banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal.

Kapiler yang tadinya kosong atau mungkin hanya sebagian meregang secara

cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hyperemia atau kongesti,

menyebabkan kemerahan lokal pada peradangan akut (Price, 2006).

b. Kalor (Panas)

Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan reaksi kemerahan pada reaksi

peradangan akut. Sebenarnya panas secara khas hanya terjadi pada permukaan
tubuh yang secara normal lebih dingin dari 37˚C yang merupakan suhu inti

tubuh, daerah peradangan menjadi lebih hangat dari sekelilingnya karena lebih

banyak darah (pada suhu 37˚C) dialirkan dari dalam tubuh ke permukaan daerah

yang terkena dibandingkan dengan ke daerah yang normal (Price, 2006).

c. Dolor (Nyeri)

Dolor atau nyeri pada suatu reaksi terjadi akibat perubahan pH lokal atau

konsentrasi lokal ion-ion tertentu yang dapat merangsang ujung-ujung saraf.

Juga dapat timbul jika rangsang mekanik, termal, kimia (pelepasan zat-zat kimia

tertentuseperti histamin atau zat-zat kimia bioaktif lain dapat merangsang saraf)

atau listrik melampaui nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri). Selain itu

pembengkakan jaringan yang meradang menyebabkan peningkatan tekanan

lokal yang menimbulkan nyeri (Price, 2006).

d. Tumor (Pembengkakan)

Pembengkakan dihasilkan oleh cairan dan sel-sel yang berpindah dari aliran

darah ke jaringan interstisial. Campuran cairan dan sel-sel ini yang tertimbun

didaerah peradangan disebut eksudat. Awalnya eksudat ini hanya terdiri dari

cairan kemudian leukosit meninggalkan aliran darah dan ikut tertimbun sebagai

bagian eksudat (Price, 2006).

e. Fungsi laesa (Gangguan Fungsi)

Perubahan fungsi merupakan bagian yang lazim pada reaksi peradangan,

bagian yang bengak, nyeri disertai sirkulasi abnormal dan lingkungan kimiawi

lokal yang abnormal otomatis akan memicu fungsi jaringan menjadi abnormal

(Price, 2006).
3. Mekanisme Inflamasi

Proses inflamasi dimulai dari stimulus yang akan mengakibatkan kerusakan sel,

sebagai reaksi terhadap kerusakan sel maka sel tersebut akan melepaskan beberapa

fosfolipid yang diantaranya adalah asam arakidonat (Calder, 2006). Setelah asam

arakidonat tersebut bebas akan diaktifkan oleh beberapa enzim, diantaranya

siklooksigenase dan lipooksigenase. Enzim tersebut merubah asam arakidonat ke

dalam bentuk yang tidak stabil dan selanjutnya dimetabolisme menjadi leukotrien,

prostaglandin, prostasiklin, serta tromboksan yang menyebabkan terjadinya

inflamasi. (Ricklin dan Lambris, 2013).

4. Antiinflamasi

Antiinflamasi adalah sebagai agen/obat yang bekerja melawan atau menekan

proses peradangan. Terdapat tiga mekanisme yang digunakan untuk menekan

peradangan yaitu penghambatan enzim siklooksigenase, siklooksigenase megkatalis

sistetis pembawa pesan kimia yang poten yang disebut prostaglanding yang

mengatur peradangan, suhu tubuh, analsgesia, agregasi trombosit dan sejumlah

proses lainya. Mekanisme kedua untuk mengurangi peradangan untuk melibatkan

fungsi-fungsi imun, dalam proses peradangan peran prostaglanding untuk

memangil system imun. Infiltasi jaringan local oleh sel imun dan pelepasan

mediator kimia oleh sel-sel seperti itu menyebapkan peradangan (panas,

kemerahan, nyeri). Mekanisme ketiga untuk mengobati peradangan adalah

mengatagonis efek kimia yang dilepaskan oleh sel-sel imun. Histamin yang di

lepaskan ole sel mash dan basofil sebagai respon terhadap antigen, menyebapka

peradangan dan kontriksi brongkus dengan meningkat respon histamin pada sel-sel

brongkus (Olson, 2004).


Ada dua pengobatan untuk mengurangi peradangan secara farmakologi,

pengobatan pertama adalah kortisteroid dan yang kedua adalah penggunaan obat

antiinflamasi non steroid (AINS) (Olson, 2004).

a. Kartiksteroid

Gejala inflamasi dapat di cega atau ditekan dengan kartiksteroid.

Kartiksteroid bekerja menghambat aktifitas pospolipse, sehingga menghambat

pelepasan asam arikidonat yang diperlukan untuk mengaktivasi jalur enzim

berikutnya. Penghambatan ini menyebapkan sintetis prostaglandin, trombiksan,

prostasikolin, maupun leikotrien terganggu. Kortikosteroid juga dapat

mengurangi gejala inflamasi dengan efek vasokontriksi, menurunkan

permeabilitas kapiler dengan mengurangi jumlah histamin yang dilepaskan oleh

basofil, menghambat fagositosis leukosit dan makrofag jaringan (Katzung,

2010).

Kartiksteroid yang biasa digunakan diantaranya prednisone, betametason dan

deksametason. Penggunaan kartiksteroid sebagai antiinflamasi hanya bersifat

paliatif sehingga hanya gejalanya yang dihambat dihambat sedangkan penyebap

penyakit masih tetap ada (Katzung, 2010).

b. AINS (Antiinflamasi NonSteroid)

Obat golonggan AINS berkhasiat sebagai analgetik, antipiretik dan

antiinflamasi. Obat tersebut merupakan suatu kelompok senyawa yang

heterogen, sering tidak berkian secara kimiawi (kebanyakan merupakan asam

organik), namun memiliki persamaan denga efek terapi maupun efek samping

berdasarkan mekanisme kerjanya menghambat bosintetis prostaglandin

(Goodman & Gilman, 2008). Natrium diklofenak termasuk ke dalam obat

antiinflamasi non steroid turunan asam fenilasetat yang memiliki aktivitas

antiinflamasi, antipiretik dan analgesik (Siswandono & Bambang, 2000).


Senyawa ini merupakan inhibitor sikloksigenase dan menurunkan

konsentrasi intrasel arikidonat bebas dalam leukosit, dengan mengubah

pelepasan atau mengambil asam lemak tersebut (Goodman & Gilman, 2008).

Natrium diklofenak berbentuk serbuk kristal, berwarna putih atau agak

kekuningan dan sedikit higroskopis. Sedikit larut dalam air mudah larut dalam

metanol, larut dalam etanol 96% dan sedikit larut dalam aseton (Swetmen,

2015). Mekanisme kerja obat yaitu dengan menghambat biosintesis

prostaglandin yang merupakan salah satu mediator inflamasi melalui

penghambatan aktifitas

enzim siklooksigenase (Kartasasmita, 2002).

Adsorpsi obat melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap. Obat

terikat 99% pada protein plasma dan mengalami metabolisme lintas pertama first

pass sebesar 40 - 50% waktu paruh singkat yakni 1 sampai 3 jam diclofenak

terakumulasi di cairan sinovial yang menjelaskan efek terapi di sendi jauh lebih

panjang dari waktu paruh obat tersebut (Gunawan dkk., 2012). Obat

diekskresikan dalam bentuk glukoronida dan konjugat sulfat, terutama dalam

(60%) dan juga dalam empedu (sekitar 35%), kurang dari 1% diekskresikan

sebagai diklofenak (Swetmen, 2015).

Efek samping yang lazim dari penggunaan diklofenak adalah mual gastritis

eritema kulit dan sakit kepala sama seperti semua obat anti inflamasi non steroid

(Gunawan dkk., 2012).

5. Tinjauan Umum Hewan Percobaan

a. Klasifikasi Mencit

Kingdom : Animalia

Filium : Chordat a

Kelas : Mamalia
Ordo : Rudentia

Sub Ordo : Odontoceti

Familia : Muridae

Genus : Mus

Spesies : Mus musculus

b. Karakteristik Mencit

Mencit (Mus musculus) adalah hewan pengerat (Rodentia) yang cepat

berbiak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetiknya cukup besar

serta sifat anatomis dan fisiologinya terkarakterisasi dengan baik (Malole, 1989).

Mencit termasuk mamalia yang dianggap memiliki struktur anatomi

pencernaan mirip manusia, mudah ditangani dan mudah diperoleh dengan harga

relatif murah dibandingkan hewan uji yang lain (Smith, 1988). Hewan ini

bersifat fotofobik dan penakut. Mencit merupakan hewan nocturnal yang lebih

aktif di malam hari. Aktivitas ini menurun dengan kehadiran manusia

sehingga mencit

perlu diadaptasikan terlebih dahulu dengan lingkungannya (Pamudji, 2003).

B. Tinjauan Umum Variabel Bebas

1. Tinjauan Umum Tumbuhan Pisang Raja (Musa paradisiaca var. Sapientum)

a. Deskripsi Pisang Raja

Para ahli botani mengatakan bahwa tanaman pisang berasal dari India, jazirah

Melayu dan Filipina. Di wilayah timur tanaman ini tersebar melalui Samudera

Pasifik dan Hawai dan dibagian barat melalui samudera Hindia dan Afrika. Di

Indonesia, tanaman ini mulanya dikembang biakkan di Banyuwangi, Palembang

dan beberapa daerah di Jawa Barat (Endah, 2009).

Tanaman pisang mampu menyediakan energi yang cukup tinggi jika

dibandingkan dengan buah-buahan lainnya. Di dalam buah pisang terkandung


mineral, magnesium, fosfor, besi, vitamin C, B kompleks, B6, kalsium serta

berperan dalam kelancaran fungsi otak. Pisang juga sangat kaya akan karbohidrat

sebagai energi yang dapat digunakan secara langsung oleh tubuh (Endah, 2009).

Gambar 1. Tanaman Pisang (Musa paradisiaca L)

Salah satu jenis pisang yang banyak tumbuh yaitu pisang raja (Musa

paradisiaca var. Sapientum). Menurut ahli sejarah dan botani, secara umum pisang

raja (Musa paradisiaca var. Sapientum) berasal dari kawasan Asia Tenggara dan

pulau-pulau pasifik barat yang selanjutnya menyebar ke berbagai negara beriklim

tropis dan subtropis (Andriani, 2012).

b. Klasifikasi

Menurut Tjiptrosoepomo & Andriani (2012) mengungkapkan, klasifikasi

tanaman pisang raja adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Zingiberales

Famili : Musaceae

Genus : Musa L.

Spesies : Musa paradisiaca var. Sapientum


Gambar 2. Pisang raja (Musa paradisiaca var. Sapientum)

c. Morfologi

Pisang raja merupakan salah satu jenis pisang yang banyak tersebar secara luas

di Indonesia, pisang ini merupakan varietas unggulan yang telah dikenal oleh

masyarakat. Buah pisang ini memiliki diameter 3,2 cm dan panjang 12-18 cm.

Dalam satu tandan terdapat 6-9 sisir dan setiap sisir terdiri dari 14-16buah.

Sebagian besar masyarakat masih sangat bergantung pada obat tradisional

dikarenakan minimalnya efek samping yang ditimbulkan, mudah diperoleh dan

dapat diolah sendiri. Pada tanaman, senyawa yang paling banyak ditemukan yaitu

senyawa flavonoid baik itu pada akar, batang, daun, buah bahkan bunganya. Efek

flavonoid ini dapat digunakan sebagai reduktor, antioksidan dan bahkan dalam

makanan dapat berupa antihipertensi (Nugrahaningtyas dkk., 2005).

d. Kandungan Kimia

Menurut Adhayati & Pane (2013) kulit pisang diketahui mengandung beberapa

senyawa kimia seperti flavonoid, saponin, steroid, terpenoid, tanin dan polifenol.

Selain kandungan senyawa metabolit sekunder, kulit pisang juga mengandung

beberapa kandungan kimia berupa karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat

besi, vitamin B, C dan air. Warna kuning pada kulit pisang sangat kaya dengan

senyawa antioksidan, flavonoid dan fenolik. Senyawa antioksidan pada kulit pisang

yaitu katekin, gallokatekin dan epikatekin yang merupakan senyawa flavonoid

(Nuramanah, 2012).
e. Khasiat

Tanaman pisang telah lama dikenal sebagai tanaman yang berkhasiat

menyembuhkan berbagai macam penyakit misalnya pendarahan rahim, amandel,

lever, diare, cacar air dan ambeien. Kemampuan tanaman pisang ini disebabkan

oleh kandungan metabolit sekunder yang terkandung dalam tanaman tersebut.

Adapun senyawa-senyawa metabolit sekunder yaitu alkaloid, flavonoid, tannin,

saponin dan minyak atsiri (Maya, 2015).

Kulit buah pisang raja digunakan sebagai obat penyakit kuning, antidiare, obat

gangguan pencernaan (dispepsia) seperti penyakit maag, obat luka, menurunkan

kolesterol darah, dapat digunakan sebagai tepung untuk olahan makanan,

melembabkan kulit, menghilangkan bekas cacar, menghaluskan tangan dan kaki,

antinyamuk dan menjaga kesehatan retina mata dari kerusakan akibat cahaya

berlebih.

2. Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses pemisahan senyawa dari matriks atau simplisia dengan

menggunakan pelarut tertentu yang sesuai. Metode ekstraksi yang digunakan

tergantung pada jenis, sifat fisik dan sifat kimia dari kandungan senyawa yang akan

diekstraksi. Proses ekstraksi menggunakan pelarut disesuaikan dengan polaritas dari

senyawa yang akan di ambil. Simplisia yang akan diambil dapat berupa simplisia

segar ataupun simplisia yang telah dikeringkan (Hanani, 2015).

Salah satu jenis ekstraksi yang banyak digunakan adalah maserasi. Maserasi

merupakan jenis ekstraksi dingin atau tanpa melalui proses pemanasan. Maserasi

merupakan metode pemisahan senyawa dari simplisia dengan cara merendam

simplisia dalam pelarut pada suhu kamar sehingga dapat mengurangi kerusakan

senyawa metabolit pada simplisia. Proses yang terjadi pada maserasi yaitu pelarut

akan
memecah dinding sel akibat perbedaan konsentrasi di dalam dan diluar sel sehingga

senyawa yang terdapat di dalam sel akan berpindah keluar dari sel dan pelarut akan

masuk ke dalam sel sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi di dalam dan di luar

sel (Hanani, 2015).

Maserat yang diperoleh dengan proses maserasi kemudian dipekatkan dengan

menggunakan alat rotary evaporator yang akan memekatkan larutan dengan

memisahkan ekstrak dari pelarut yang menggunakan pemasan pada suhu kontan

berkisar antara 30 - 40 sehingga dapat diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental dapat

membentuk kristal jika di diamkan. Kristal yang terbentuk dapat berupa kristal

tunggal yang dapat dimurnikan dengan proses rekristalisasi. Kristal dapat juga terdiri

dari berbagai zat sehingga perlu dilarutkan kembali dan dipisahkan zat yang ingin

diambil dengan menggunakan kromatografi (Harborne, 1987).

3. Karagenan

Iritan yang digunakan untuk pengujian efek antiinflamasi beragam jenisnya, satu

diantaranya adalah karagenan. Karagenan merupakan polisakarida hasil ekstraksi

rumput laut dari famili Eucema, Chondrus dan Gigartina. Bentuknya berupah serbuk

berwarna pitih hingga kuning kecoklatan, ada yang berbentuk butiran kasar hingga

serbuk halus, tidak berbauh, serta memberi rasa berlendir dilidah. Karagenan juga

memiliki sifat larut dalam air bersuhu 80ºC (Rowe dkk, 2009).

Uji aktivitas antiinflamasi dengan metode induksi berguna untuk menilai

kontribusi mediator yang terlibat dalam perubahan vascular terkait dengan

peradangan akut. Perkembangan edema setela injeksi karagenan digambarkan

sebagai peristiwa bisafit, dimana berbagai mediator beroperasi secara berurutan

untuk menghasilkan respon inflamasi (Daniel dkk,1996).


Karagenan merupakan zat kimia yang kuat untuk melepaskan mediator inflamasi

dan proinflamasi (prostaglandin, leukortien, histamin, bardikinin, TNF-α, dan lain-

lain) (Amdekar dkk., 2012). Karagenan dipilih untuk menguji obat antiinflamasi

karena tidak bersifat antigenik (Nur Annis dkk., 2008). Inflamasi diukur dengan

melihat peningkatan ukuran edema telapak kaki yang maksimal sekitar 5 jam setela

injeksi karagenan dan dimodulasi oleh inhibitor molekul spesifik didalam proses

inflamasi (Paun & Willoughby, 2003).

4. Pengujian Antiinflamasi

Pengujian antiiflamasi bertujuan untuk mengetahui aktifitas antiinflamasi dari

ekstrak etanol pisang raja terhadap edema pada telapak kali mencit jantan. Edema

buatan ditimbulkan denga menginjeksi karagenan 1 % yang dilarutkan dalam larutan

fisiologis, sebanyak 0,1 ml pada telapak kaki setiap mencit secara intraplantar.

Inflamasi terbentuk apabila mencit memperlihatkan danya pembengkakan dan

kemerahan pada kaki serta mencit tidak dapat berjalan dengan linca seperti sebelum

diinjeksi. Pengukuran daya antiinflamasi dengan melihat kemampuan ekstrak etanol

pisang raja dalam menghambat udem (aktifitas antiinflamasi) pada telapak kaki

mencit akibat penyuntikan karagenan yang diukur dengan plestismometer.

C. Kajian Empiris

Kulit pisang raja (Musa paradisiaca var. Sapientum) sering dimanfaatkan sebagai

obat alami secara empiris dapat menyembuhkan pendarahan rahim, amandel, lever,

diare, cacar air, ambeien, penyakit kuning, gangguan pencernaan (dispepsia) seperti

penyakit maag, obat luka, dan menurunkan kolesterol darah (Maya, 2015).
BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

A. Dasar Pikir Penelitian

Inflamasi adalah peradangan atau respon terhadap cedera jaringan dan infeksi.

Ketika proses inflamasi berlangsung, terjadi reaksi (vaskuler) dimana cairan elemen-

elemen darah serta sel darah putih (leukosit) dan mediator kimia berkumpul pada tempat

cedera jaringan atau infeksi. Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme

perlindungan di mana tubuh berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen-agen

yang berbahaya pada tempat cedera dan menyiapkan kondisi untuk perbaikan jaringan.

Pengujian anti inflamasi dilakukan dengan metode induksi karagenan pada telapak

kaki mencit digunakan karagenan karena paling cepat menyebabkan inflamasi serta

memiliki bentuk gel yang baik dan tidak keras.

Salah satu tanaman yang berkhasiat sebagai antiinflamasi adalah kulit pisang raja

(Musa paradisiaca var. Sapientum). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kulit

pisang memiliki aktivitas antioksidan, dapat mencegah penyakit jantung koroner,

aktivitas hepatoprotektif, antiinflamasi, dan antikanker (Kumar & Pandey, 2013).


B. Bagan Kerangka Konsep Penelitian

Kandungan metabolik
sekunder

Efektifitas Antiinflamasi
Ekstrak etanol kulit pisang raja
(Musa paradisiaca var.
Sapientum)

Keterangan:
: Variabel independen yang diteliti
: Variabel yang tidak teliti
: Variabel dependen yang diteliti
: Menyatakan pengaruh antara variable independent dan dependen
C. Variabel Penelitian

1. Variabel Dependen

Variabel dependen merupakan variable yang dipengaruhi atau menjadi akibat

variabel bebas atau variable independen. Variable terikat atau dependen dalam

penelitian ini adalah efek antiinflamasi.

2. Variabel Independen

Variabel independen merupakan variable yang menjadi sebap perubahan atau

timbulnya variable dependen atau variable terikat. Adapun variabel dependen pada

penelitian ini adalah kandunggan metabolik sekunder dan ekstrak etanol kulit pisang

raja (Musa paradisiaca var. Sapientum).

D. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif

1. Definisi Operasional Variabel Terikat (Dependen)

Efek antiinflamasi diartikan sebagai usaha tubuh untuk merusak organisme yang

menyerng, serta menghilangkan zat iritan dan mengatur derajat perbaikanoleh

jaringan.
Kriteria Objektif:

a. Memiliki efek antiinflamasi: Dapat menghambat Pembenukan udem pada telapak

kaki mencit.

b. Tidak memiliki efek antiinflamasi: Tidak dapat menghambat pembentukan udem

pada telapak kali mencit.

Untuk mengetahui efek antiinflamasi, dilakukan perhitungan dalam persen

(%) efek antiinflamasi, dihitung dengan rumus:

% Volume Udema (P) = Vu x 100%


Vn

Keterangan:

Vu = Volume Udema

Vn = Volume kaki mencit normal (sebelum diinjeksi karagenan 1%)

2. Definisi Operasional Variabel Bebas (Independen)

a. Kandungan metabolic sekunder pada tanaman dapat diperole melalui skrining

fitokimia dengan menggunakan berbagai pereaksi untuk mengetahui kandungan

apa saja yang terdapat pada tabana uji.

b. Ekstrak kulit pisang raja (Musa paradisiaca var. Sapientum) adalah hasil yang

didapat dari proses meserasi sampel dengan menggunakan pelarut etanol 70%

selama 3x34 jam, kemudian dipekatkan dengan menggunakan alat rotary

evaporator yang akan memekatkan larutan dengan memisahkan ekstrak dari

pelarut yang menggunakan pemanasan pada suhu kontan berkisar antara 30 - 40ºC

sehingga dapat diperoleh ekstrak kental.

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah:

P> 0,05 Hо diterima, Ha ditolak

P< 0,05 Ho ditolak, Ha diterima


Keterangan:

1. Kandungan metabolic sekunder ekstrak etanol kulit pisang raja (Musa

paradisiaca var. Sapientum) memiliki efek antiinflamasi terhadap mencit jantan

(Mus Muscullus).

Ho = Kandungan metabolic sekunder ekstrak etanol kulit pisang raja (Musa

paradisiaca var. Sapientum) tidak memiliki efek antiinflamasi terhadap

mencit jantan (Mus muscullus).

Ha = Kandungan metabolic sekunder ekstrak etanol kulit pisang raja (Musa

paradisiaca var. Sapientum) memiliki efek antiinflamasi terhadap mencit

jantan (Mus muscullus).

2. Konsentrasi ekstrak kulit pisang raja (Musa paradisiaca var. Sapientum)

mempunyai efek antiinflamasi terhadap mencit jantan (Mus muscullus).

Ho = Pada konsentrasi 10%, 15% dan 25% ekstrak etanol kulit pisang raja

(Musa paradisiaca var. Sapientum) tidak memberikan efek antiinflamasi

pada mencit jantan (Mus muscullus).

Ha = Pada konsentrasi 10%, 15% dan 25% ekstrak etanol kulit pisang raja

(Musa paradisiaca var. Sapientum) dapat memberikan efek antiinflamasi

pada mencit jantan (Mus muscullus).


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis Penelitian ini merupakan penelitian analitik laboratorium yang bertujuan

untuk mengetahui uji efektifitas antiinflamasi ekstrak etanol kulit pisan raja (Musa

paradisiaca var. Sapientum) pada mencit jantan (Mus muscullus) yang diinduksi dengan

karagenan 1%. Desain penelitian ini mengunakan rancangan pra test and post test

controlled design. Dengan melakukan pengukuran volume awal kaki mencit jantan

sebelum (pra test) dan sesuda perlakuan (post test).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia dan

Laboratorium Farmakologi Program Studi S1 Farmasi Fakultas Sains Dan Teknologi

Universitas Mandala Waluya.

C. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah tanaman pisang raja (Musa paradisiaca var.

Sapientum) yang diperole dari Desa Baruga, Kecamatan Konda, Kabupaten Konawe

Selatan. Sampel yang digunakan adalah kulit pisang raja (Musa paradisiaca var.

Sapientum) yang telah dikeringkan dan berwarna kecoklatan.

D. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, spid

injeksi (One Med), jarum oral mencit, alat-alat gelas (batang pengaduk, gelas ukur

(Pyrex), gelas kimia (Pyrex), tabung reaksi), handskun (SENSI), kendang mencit, botol

minum.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit pisang raja (Musa

paradisiace van. Sapientum), aquades, karagenan 1%, natrium diklofenat, Na CMC, dan

NaCl 0,9%.
Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan dengan umur 2 sampai 3 bulan dan

berat badan 20-45 kg/BB sebanyak 25 ekor.

E. Prosedur Kerja

1. Pengambilan dan Pengolahan Sampel

Sampel kulit pisang raja (Musa paradisiaca var. Sapientum) diperoleh dari desa

Baruga, Kecamatan Konda, Kabupaten Konawe Selatan. Sampel kulit piang raja

(Musa paradisiaca var. Sapientum) yang akan digunakan selanjutnya disortasi dan

dicuci dengan air mengalir agar menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel

pada sampel. Selanjutnya sampel dikeringkan dengan cara diangin-anginkan dan

terlindung dari cahaya matahari langsung selama 2 sampai 3 hari. Ukuran simplisia

diperkecil lalu disimpan dalam wadah tertutup rapat.

2. Determinasi Sampel

Determinasi sampel dilakukan di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia

Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Mandala Waluya.

3. Ekstraksi

Simplisia kulit pisang raja yang telah kering ditimbang sebanyak 500 gram,

kemudia dilakukan maserasi selama 24 jam selama 3 hari dengan menggunakan

pelarut etanol 70%. Ekstrak kemudian disaring dan diuapka menggunakan rotary

evaporator hingga membentuk ekstrak kental.

4. Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan dengan penambahan reagen untuk memastikan

kebenaran zat kimia yang terkandung di dalam kulit pisang raja (Musa paradisiaca

var. Sapientum). Identifikasi senyawa meliputi alkaloid, flavonoid, saponin, sterol

dan triterpenoid, tanin dan polifenol.


a. Uji Alkaloid

Ekstrak etanol kulit pisang raja (Musa paradisiaca var. Sapientum) sebanyak

2 ml dalam cawan porselin, ditambahkan dengan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml

air, kemudian dipanaskandiatas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan

saring. Tiga tetes filtrat dipindahkan pada kaca arloji, ditambahkan pereaksi

mayer LP terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning yang larut

dalam etanol P menunjukkan adanya alkaloid (Depkes RI, 1995).

b. Uji Flavonoid

Ekstrak etanol kulit pisang raja (Musa paradisiaca var. Sapientum) sebanyak

2 ml dalam tabung reaksi ditambahkan 10 tetes HCl pekat dan 0,1 g serbuk logam

magnesium. Flavonoid ditandai dengan adanya warna merah jingga hingga merah

ungu (Depkes RI, 1995).

c. Uji Saponin

Ekstrak etanol kulit pisang raja (Musa paradisiaca var. Sapientum) sebanyak

2 ml dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan dan dikocok

selama 10 detik. Saponin ditandai dengan adanya buih yang mantap selama 10

menit setinggi 1 – 10 cm. Penambahan asam klorida 2 N buih tidak hilang

(Depkes RI, 1995).

d. Uji Steroid

Ekstrak etanol kulit pisang raja (Musa paradisiaca var. Sapientum) sebanyak

2 mL ditambahkan dengan 2-3 mL kloroform dan ditambahkan dengan

Lieberman- burchard (5 mL asam asetat anhidrat ditambahkan H2SO4 5 mL dan

etanol 50 mL). Positif mengandung steroid jika berwarna biru-hijau (Autherhoff

& Kovar, 2002).


e. Uji Tanin

Ekstrak etanol kulit pisang raja (Musa paradisiaca var. Sapientum) sebanyak

2 ml ditambahkan dengan larutan FeCl3 menghasilkan warna hijau kehitaman

untuk golongan tanin terkondensasi dan biru kehitaman untuk tanin terhidrolisis

(Widowati, 2006).

f. Uji sterol dan triterpenoid

Ekstrak etanol kulit pisang raja (Musa paradisiaca var. Sapientum) sebanyak

2 mL ditambahkan klorofrom lalu ditambahkan dengan asam asetat anhidrat.

Selanjutnya ditetesi dengan asam sulfat pekat, bila terbentuk warna hijau kebiruan

menunjukan adanya sterol. Jika yang diperole berupa cincin kecoklatan atau violet

pada perbatasan dua pelarut menunjukan adanya triterpenoid (Afriani dkk, 2016).

5. Penyiapan Bahan Uji

1. Pembuatan Larutan Na CMC 1%

Na CMC sebanyak 1g ditimbang, lalu dilarutkan dengan aquadest panas

sampai didapatkan volume larutan Na CMC sebanyak 100 mL sehingga diperoleh

larutan Na CMC 1%. Larutan Na CMC digunakan sebagai suspending agent

dalam konsentrasi 0,25 %-1,0 % (Rowe dkk., 2006).

2. Pembuatan Suspensi Natrium Diklofenak

Disiapkan natrium diklofenak sebanyak 10 tablet lalu ditimbang, kemudian

dihitung bobot rata-rata lalu digerus sampai halus. Serbuk natrium diklofenak

ditimbang kembali kemudian disuspensikan dalam larutan NaCMC 1% sedikit

demi sedikit sambil diaduk hingga homogen lalu dimasukkan ke dalam gelas

kimia 50 ml kemudian volumenya dicukupkan sampai 50 ml.


3. Pembuatan Suspensi Karagenan 1%

Ditimbang serbuk karagenin sebanyak 1 gram, kemudian dilarutkan dengan

larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%) sehingga didapat volume 30 ml dalam gelas

kimia.

4. Pemilihan dan Penyiapan Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan (Mus Muscullus), dengan

berat badan 20-45 kg/BB, kondisi hewan yang digunakan sehat.

Hewan uji ditentukan dengan rumus Federer untuk uji analitik, yaitu:

(t-1) (n-1) ≥ 15

Dimana (t) merupakan jumlah kelompok perlakuan dan (n) merupakan

jumlah sampel tiap kelompok perlakuan sehingga perhitungan sampel menjadi:

(t-1) (n-1) ≥ 15

(5-1) (5-1) ≥ 15

4 (5-1) ≥ 15

4n – 4 ≥ 15

4n ≥ 19

n ≥ 4,75

n~5

Dalam penelitian ini, mencit dibagi dalam dua kelompok control perlakuan

dan tiga kelompok perlakuan, dan jumlah sampel perkelompok 5 ekor

sehinggadidapat jumlah sampel 25 ekor mencit jantan.

Mencit jantan (Mus muscullus) diadaptasi dalam kendang kurang lebih

selama 1 minggu untuk proses aklimatisasi. Selama proses tersebut mencit diberi

makan dan minum. Selama 1 minggu mencit dipuaskan selama 18 jam

sebelum
perlakuan, namun tetap diberikan air minum. Setiap mencit diberi tanda pada

ekornya untuk membedakan mencit satu dengan mencit yang lain dan diberi

tanda denga spidol. Pada sendi belakang kiri mencit agar saat memasukan kaki

mencit kedalam plestismometer selalu sam.

6. Perlakuan Terhadap Hewan Uji

a. Mencit ditimbang berat badanya terlebih dahulu kemudian dikelompokan secara

acak menjadi 5 kelompok kemudian diukur volume kaki mencit sebelum

perlakuan sebagai volume awal.

b. Sedian diberikan per oral dengan volume sebagai berikut:

1) Kelompok I: 5 ekor tikus diberi suspense Na CMC 0,05 ml per oral sebagai

control negatif.

2) Kelompok II: 5 ekor mencit diberi larutan natrium diklofenak 0,05 ml secara

per oral sebagai control positif.

3) Kelompok III: 5 ekor mencit diberi ekstrak etanol kulit pisang raja dengan

konsentrasi 10%.

4) Kelompok IV: 5 ekor mencit diberi ekstrak etanol kulit pisang raja dengan

konsentrasi 15%.

5) Kelompok V: 5 ekor mencit diberi ekstrak etanol kulit pisang raja dengan

konsentrasi 25%.

c. I jam kemudian setela diberikan perlakuan, masing – masing telapak kaki mencit

diinduksi karagenan 1% sebanyak 0,2 ml secara subplantar sebelumnya kaki tikus

dibersihkan dengan alcohol 70%.

d. Setelah I jam disuntikan karagenan, volume kaki mencit dengan menggunakan alat

plestismometer untuk setiap selang waktu 30 menit selama 3 jam pengamatan.

e. Dicatat setiap hasil pengukuran dan dihitung presentase penghambatan udem.


f. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik terhadap volume telapak kaki mencit

(Ebta dkk, 2016).

F. Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam presentase penghambatan radang yaitu dengan

menggunakan uji Kolmogorov Smirnovz untuk melihat distribusi data apaka normal

atau tidak dan uji Levene untuk melihat homogenitas data. Apabila data terdistribusi

normal maka dilanjutkan dengan uji analisis varian (ANOVA) dengan tingkat

kepercayaan 95% sehingga dapat diketahui apakah perbedaan yang diperoleh bermakna

atau tidak (Santodo, 2008). Apabila terdapat perbedaan bermakna, maka dilanjutkan

dengan uji beda nyata terkecil LSD (Least Significant Difference).

G. Etika Penelitian

Dalam penelitian ini harus memenuhi prinsip etika dalam melakukan suatu

penelitian yaitu pertama peneliti membuat surat persetujuan penelitian yang ditanda

tangani oleh pembimbing I, pembimbing II dan mengajukan surat izin melakukan

penelitian kepada kepala Laboratorium Farmasi Universitas Mandala Waluya Kendari

setela disetujui selanjutnya peneliti menetukan alat dan bahan yang akan digunakan

dalam penelitian dan terakhir penelitian tetap memperhatikan aturan didalam

Laboratorium Farmasi Universitas Mandala Waluya Kendari.

Anda mungkin juga menyukai