Anda di halaman 1dari 63

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Obat

tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,

bahan mineral sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut secara

turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan dan dapat diterapkan sesuai

dengan norma yang berlaku di masyarakat. Obat tradisional yang merupakan

kekayaan indonesia, menuntut masyarakatnya untuk menggalakkan penggunaan

obat tradisional. Tingginya harga obat sintetis dan adanya efek samping yang

merugikan kesehatan memicu masyarakat untuk menggunakan obat tradisional

kembali.

Adapun Penggunaan obat tradisional oleh masyarakat adalah sebagai

aromaterapi, antipiretik, antiinflamasi, antihipertensi, obat batuk, dan sebagainya.

Pemanfaatan tanaman berkhasiat obat telah dilakukan sejak dahulu oleh

masyarakat dan diwariskan secara turun-temurun ke generasi berikutnya yang kita

kenal sebagai obat tradisional (Yuliani, Sambara & Setyarini, 2016:1). Bahkan

dari masa ke masa obat tradisional mengalami perkembangan yang semakin

meningkat, terlebih dengan munculnya isu kembali ke alam (back to nature) serta

krisis yang berkepanjangan. Dari segi efek samping memang diakui bahwa obat

alam atau obat tradisional memiliki efek samping relatif kecil dibandingkan obat

modern, tetapi perlu diperhatikan bila ditinjau dari kepastian bahan aktif dan
2

konsistensinya yang belum dijamin terutama untuk penggunaan secara rutin

(Katno & Pramono, 2008:2).

Demam sering dialami anak-anak maupun orang dewasa. Demam adalah

peningkatan suhu tubuh di atas normal dimana suhu tubuh normal berkisar antara

36,5° – 37,2°C. Demam yang berarti suhu tubuh di atas rentang yang normal, bisa

disebabkan oleh kelainan di otak sendiri atau oleh zat beracun yang memengaruhi

pusat pengaturan suhu. Beberapa penyebab demam yaitu termasuk infeksi bakteri,

tumor otak, dan kondisi lingkungan yang dapat mengakibatkan serangan demam

(Guyton & Hall, 2011:875).

Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) adalah sekelompok obat yang biasa

digunakan untuk mengobati rasa sakit dan peradangan (Jin jill, 2015:1084) Obat-

obat ini dipakai untuk mengobati nyeri yang ringan sampai sedang dan dapat

dibeli bebas. Obat-obat ini efektif untuk nyeri tumpul pada sakit kepala,

dismenore (nyeri menstruasi), nyeri pada inflamasi, abrasi minor, nyeri otot dan

arthritis ringan sampai sedang. Kebanyakan analgesik menurunkan suhu tubuh

yang meningkat, sehingga mempunyai efek antipiretik (Indijah, 2016:102-103).

Penggunaan obat NSAID dengan dosis rendah untuk waktu yang singkat

umumnya aman. Namun, efek samping yang serius dapat terjadi, terutama dengan

penggunaan dosis tinggi yang lebih lama. Efek samping paling serius adalah

meningkatnya risiko serangan jantung, stroke, tukak lambung, perdarahan saluran

cerna, dan penyakit ginjal, terutama pada orang yang memiliki riwayat masalah-

masalah ini (Jin jill, 2015:1084). Antipiretik dalam bentuk obat kimia, antara lain
3

seperti aspirin, paracetamol, dan ibuprofen. Selain itu, antipiretik bisa juga dalam

bentuk obat tradisional, yang didapat dari pemanfaatan tanaman obat.

Salah satu tanaman yang secara empiris digunakan sebagai obat tradisional

adalah tanaman gandarusa. Tanaman Gandarusa (Justicia gendarussa Burm. f)

merupakan salah satu tanaman obat yang tumbuh liar di hutan, tanggul sungai

atau dipelihara sebagai tanaman pagar, berkhasiat sebagai antioksidan,

hepatoprotektif, antihelmintik, antiinflamasi, antiartritik, antiangiogenik,

antimikroba, analgesik, dan aktivitas anti kecemasan (Kavitha, et al., 2014:992)

Esktrak daun gandarusa mengandung berbagai macam senyawa aktif yang

berpotensi sebagai antioksidan seperti flavonoid, saponin, tannin dan fenol.

Analisis fitokimia yang dilakukan di Laboratorium Teknologi Pertanian

Universitas Udayana (2016) menunjukkan bahwa ekstrak air daun gandarusa

mengandung flavonoid yang terdiri dari fenol, tanin, dan saponin dengan aktivitas

antioksidan sebesar 257,26 ppm GAEAC dan inhibition concentration 50 (IC50)

sebesar 4,15 mg/ml( Apriyanti, Pangkahila & Aman, 2017:160 ).

Dalam penelitian Widodo, Khumaidi, dan Lasongke (2019:201) dengan hasil

penelitiannya yaitu golongan senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak air

daun gandarusa adalah alkaloid, flavonoid, fenolik, saponin, dan steroid-

terpenoid. Hasil penelitian sebelumnya membuktikan bahwa beberapa tanaman

yang mengandung flavonoid memiliki aktivitas antipiretik seperti daun pare

(Ermawati, 2010), daun prasman (Kalay, et al., 2014) meniran (Jansen, 2015),

kulit batang faloak (Yuliani, et al., 2016), umbi bengkuang (Zulfa, et al., 2017),

batang yodium (Raka, 2017), biji kebiul (Florencia, 2018), dan buah wualae
4

(Malik, et al., 2018). Hal itu menunjukkan bahwa Daun Gandarussa (Justicia

gendarussa Burm.f) berpotensi memiliki efek sebagai antipiretik karena salah satu

senyawa yang terkandung didalam Daun Gandarussa yaitu senyawa Flavonoid.

Berdasarkan uraian diatas, belum banyak bukti ilmiah Daun Gandarussa

(Justicia gendarussa Burm.f) dapat mengobati demam. Oleh sebab itu, peneliti

ingin meneliti ekstrak Daun Gandarussa (Justicia gendarussa Burm.f) sebagai

obat antipiretik yang diujikan pada mencit jantan gallur swiss sebanyak 25 ekor

yang dibagi dalam 5 kelompok dengan jenis penelitian yang akan digunakan yaitu

Pretest-Posttest with Control Group dengan analisa datanya menggunakan One

Way ANOVA.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah ekstrak daun Gandarussa (Justicia gendarussa Burm.f) memiliki efek

antipiretik pada mencit (Mus musculus)?

2. Berapakah perubahan suhu mencit yang dihasilkan dari pemberian ekstrak

etanol daun Gandarussa (Justicia gendarussa Burm.f) dengan konsentrasi 1%,

5%, dan 10% ?

3. Apakah terdapat perbedaan aktivitas antipiretik antara ketiga konsentrasi

ekstrak etanol daun Gandarusa (Justicia gendarussa Burm.f) dengan

konsentrasi 1%, 5%, dan 10% ?


5

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui aktivitas antipiretik ekstrak daun Gandarussa (Justicia

gendarussa Burm.f) pada mencit jantan gallur swiss (Mus musculus)

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui apakah ekstrak daun Gandarussa (Justicia gendarussa

Burm.f) dapat memberikan efek antipiretik terhadap penurunan demam pada

mencit (Mus musculus) yang diinduksi dengan pepton 10%.

b. Untuk mengetahui adanya perubahan suhu mencit yang dihasilkan dari

pemberian ekstrak etanol daun Gandarussa (Justicia gendarussa Burm.f)

dengan konsentrasi 1%, 5%, dan 10%

c. Untuk mengetahui perbedaan aktivitas antipiretik antara ketiga konsentrasi

ekstrak etanol daun Gandarusa (Justicia gendarussa Burm.f) dengan

konsentrasi 1%, 5%, dan 10%

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat yaitu :

a. Memberikan informasi ilmiah mengenai manfaat ekstrak daun Gandarussa

(Justicia gendarussa Burm.f) sebagai antipiretik penurun demam.

b. Memberikan informasi untuk mengembangkan pemanfaatan daun Gandarussa

(Justicia gendarussa Burm.f) dalam pelayanan kesehatan.


6

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi Instansi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi Dinas Kesehatan di

Kota Maumere dalam upaya peningkatan penggunaan tanaman herbal sebagai

obat antipiretik.

b. Bagi Institusi Akademi

Dapat dijadikan sebagai acuan atau referensi bagi mahasiswa Akademi Farmasi

Santo Fransiskus Xaverius Maumere dan para peneliti lain untuk melakukan

penelitian selanjutnya.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain dalam penelitian

selanjutnya mengenai pemberian ekstrak daun Gandarussa ( Justicia gendarussa

Burm.f)

1.5 Ruang Lingkup

1.5.1 Ruang Lingkup Materi

Penelitian ini hanya sebatas untuk menguji efek aktivitas antipiretik ekstrak

daun Gandarussa (Justicia gendarussa Burm.f). Penelitian yang akan dilakukan

menggunakan sampel daun Gandarussa (Justicia gendarussa Burm.f) yang

diambil dari kota Maumere, yang akan dibuat ekstrak dengan konsentrasi 1%, 5%,

10% untuk menurunkan demam pada mencit jantan (Mus musculus) yang sudah

dinduksi oleh pepton 10%. Hewan uji mencit (Mus musculus) yang digunakan
7

sebanyak 25 ekor yang dibagi dalam 5 kelompok, masing-masing kelompok

terdiri dari 5 ekor mencit.

1.5.2 Ruang Lingkup Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Desember (...) sampai (...)

2020.

1.5.3 Ruang Lingkup Tempat

Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium fitokimia farmasi dan

farmakologi Farmasi Akademi Farmasi Santo Fransiskus Xaverius Maumere.

1.6 Keaslian Penelitian

Sepengetahuan peneliti, penelitian tentang uji antipiretik ekstrak daun

gandarussa (Justicia gendarussa Burm.f) terhadap mencit jantan gallur swiss

(Mus musculus) belum pernah dilakukan. Penelitian ini dilakukan dengan

menginduksi pepton pada mencit jantan lalu dianalisis dengan menggunakan

ANOVA. Beberapa penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini adalah :

1. “Aktivitas Analgetik Dan Anti-Inflamasi Fraksi-Fraksi Ekstrak Etanol

Daun Gandarussa (Justicia gendarussa Burm. f) Secara In Vivo Dan Uji

Keamanan Terhadap Lambung” (Rossa Juwita Hesturini, 2016). Metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol difraksinasi dengan

pelarut n-heksana, etil asetat dan air. Uji analgetik dilakukan dengan tail flick,

uji anti-inflamasi dilakukan dengan induksi karagenan kemudian dilakukan

pengamatan keamanan lambung tikus secara makroskopis dan mikroskopis.

Dosis ekstrak dan fraksi daun gandarusa berturut-turut yaitu 250 mg/kgbb, 500
8

mg/kgbb, fraksi n-heksana 314 mg/kgbb, fraksi 41,05 mg/kgbb dan fraksi air

144,8 mg/kgbb, kelompok kontrol negatif CMC 0.5% dan asetosal 360

mg/kgbb. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol, fraksi n-heksana,

fraksi etil asetat dan fraksi air memiliki aktivitas sebagai analgetik dan anti-

inflamasi. Fraksi etil asetat 144,8 mg/kgbb menunjukkan aktivitas analgetik

dan anti-inflamasi yang sebanding dengan asetosal dan menunjukkan

keamanan pada lambung sebanding dengan kontrol negatif. Hal yang

membedakan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah

penulis akan meneliti efek antipiretik daun Gandarussa dengan konsentrasi

ekstrak daun Gandarussa adalah 1%, 5% dan 10% pada mencit jantan gallur

swiss yang diinduksi dengan menggunakan pepton 10%.

2. ”Efek Pemberian Ekstrak Daun Gandarussa (Justicia gendarussa Burm.f)

Perubahan Gambaran Histologi Folikel Antral Ovarium Pada Mencit

Betina (Ni’mah Hidayatul Laili, 2018). Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode ekstrasi maserasi. Penelitian ini adalah penelitian

true experimental dengan menggunakan posttest only control group design.

Populasi yang digunakan adalah mencit betina berumur 16-17 bulan dengan

berat badan antara 18-35 gram. Total jumlah sampel yang digunakan 24 ekor.

Pemilihan sampel secara random, penelitian dilakukan selama 28 hari dan

dibagi menjadi 4 kelompok. Kelompok kontrol diberikan 0,48 ml aquadest dan

kelompok perlakuan masing–masing diberikan ekstrak daun gandarusa dengan

volume 0.48 ml peroral 2 kali sehari sesuai dosis. Sesudah perlakuan dilakukan

pembedahan, pembuatan preparat histologi ovarium,dan pengamatan


9

menggunakan mikroskop. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan

ANOVA dan dilanjutkan dengan Uji Post Hoc LSD. Berdasarkan hasil

penelitian menunjukan peningkatan kadar hormon estradiol endogen dan

perubahan gambaran histologi folikel antral ovarium secara bermakna dengan

nilai ( p<0,05) disebabkan daun gandarusa bersifat fitoestrogen dan antioksidan

alami. Sehingga hasilnya pemberian ekstrak daun gandarusa meningkatkan

kadar hormon estradiol endogen dan perubahan gambaran histologi folikel

antral ovarium pada mencit betina menjadi melebar dan jumlahnya menjadi

banyak. Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang akan

dilakukan adalah penulis akan melakukan pengujian aktivitas antipiretik

ekstrak daun Gandarussa pada mencit jantan gallur swiss yang diinduksi

dengan pepton 10%.

3. “Toksisitas Ekstrak Etanol dan Ekstrak Air dari Daun Jotang Kuda

(Synedrella nodiflora (L.) Gaertn.), Daun Gandarusa (Justicia gendarussa

Burm.F.), dan Daun Pulutan (Urena lobata L.) dengan Brine Shrimp

Lethality Test “ (Agustinus Widodo, 2019). Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah ekstraksi dengan metode maserasi. Ekstrak etanol

diperoleh dengan metode maserasi menggunakan etanol 96% dan ekstrak air

diperoleh dengan metode infusa. Uji toksisitas ekstrak dilakukan dengan BSLT

(Brine Shrimp Lethality Test), dan uji identifikasi golongan senyawa dilakukan

dengan Kromatografi Lapis Tipis. Hasil uji toksisitas (LC50) ekstrak etanol

96% dan ekstrak air daun jotang kuda secara berturut-turut yaitu 395,60 µg/ml

dan 109,25 µg/ml; daun gandarusa 713,34 µg/ml dan 18,02 µg/ml; dan daun
10

pulutan 188,38 µg/ml dan 85,37 µg/ml. Hasil identifikasi golongan senyawa

menunjukkan ekstrak air daun gandarusa mengandung alkaloid, flavonoid,

fenolik, saponin, dan steroid-terpenoid. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa ekstrak daun jotang kuda, daun gandarusa, dan daun pulutan memiliki

potensi untuk dikembangkan sebagai antikanker. Hal yang membedakan

penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penulis akan

meneliti efek aktivitas antipiretik ekstrak daun Gandarussa pada mencit jantan

gallur swiss (Mus musculus) yang diinduksi dengan pepton 10%.


11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Daun Gandarusa (Justicia gendarussa Burm. f)

2.1.1 Klasifikasi Tanaman

Klasifikasi tanaman gandarusa antara lain (Kavitha, et al,. 2014:991) :

Kingdom : Plantae

Division : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Order : Scrophulariales

Family : Acanthaceae

Genus : Justicia

Species : Justicia gendarussa Burm f.

Gambar 2.1 Tumbuhan Gandarusa (Asyad 2018, https://intisari.grid.id)

2.1.2 Nama daerah

Daun gandarusa memiliki nama yang berbeda-beda di tiap daerah seperti,

hikong (Sikka), daun perdu (Bajawa dan Nagekeo), besi-besi (Aceh), handarusa
12

(Sunda), gandarusa, tetean, trus (Jawa), ghandarusa (Madura), gandarisa (Bima).

Di negara lain disebut sebagai gandarussa, temenggong melela, urat sugi

(Malaysia), bo gu (China), kapanitubt (Filipina), chiang phraa mon (Thailand).

2.1.3 Morfologi Tanaman

Tanaman gandarusa adalah jenis tanaman perdu, tegak, tinggi lebih kurang

1,8 meter. Batang berkayu, segi empat, bercabang, beruas, berwarna cokelat. Daun

tunggal, bentuk lanset, panjang 3-6 cm, lebar 1,5-3,5 cm, bertulang menyirip,

warna hijau tua. Bunga majemuk, bentuk malai, panjang 3-12 cm, mahkota

bentuk tabung, berbibir dua, berwarna ungu. Buah bentuk gada, berbiji empat,

licin, masih muda berwarna hijau setelah tua hitam. Tanaman ini tumbuh liar di

hutan dan sering dijumpai sebagai tanaman pagar (Kurdi, 2010:124-125).

2.1.4 Kandungan Kimia Tanaman

Alkaloid, Saponin, Flavonoid, Polifenol, Alkaloid yustisina, dan Minyak

atsiri. (Kurdi, 2010:125).

2.1.5 Khasiat Tanaman

Analgesik, Antipiretik, Diaforetik, Diuretik, Sedatif (Kurdi, 2010:125),

antioksidan, hepatoprotektif, antihelmintik, antiinflamasi, antiartritik,

antiangiogenik, antimikroba, dan aktivitas anti kecemasan (Kavitha, et al.,

2014:992).
13

2.1 Tinjauan Tentang Mencit (Mus musculus)

2.2.1 Klasifikasi mencit

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub filum : Vertebrata

Class : Mamalia

Sub class : Theria

Ordo : Rodentia

Sub ordo : Myomorpha

Famili : Muridae

Sub family : Murinae

Genus : Mus

Species : Mus musculus (Nugroho, 2018:12-13)

Gambar 2.2 Mencit (Mus musculus) (Rumah mencit medan,

https://lookaside.fbsbx.com)
14

2.2.2 Morfologi mencit

Mencit berbeda dengan tikus, dimana ukurannya mini, berkembang biak

sangat cepat, dan 99% gennya mirip dengan manusia. Oleh karena itu mencit

sangat representative jika digunakan sebagai model penyakit genetic manusia

(bawaan). Selain itu, mencit juga sangat mudah untuk di rekayasa genetiknya

sehingga menghasilkan model yang sesuai untuk berbagai macam penyakit

manusia. Selain itu, mencit juga lebih menguntungkan dalam hal kemudahan

penanganan, tempat penyimpanan, serta harganya yang relatif lebih murah

(Stevani, 2016:6). Mencit bersifat penakut, fotofobik, cenderung berkumpul

dengan sesamanya, lebih aktif pada malam hari dibandingkan pada siang hari (Eff,

Rakhmawati, & Fentami., 2015:5).

2.2.3 Karakteristik Mencit

Mencit memiliki ukuran tubuh kecil, berwarna putih, memiliki siklus estrus

teratur yaitu 4-5 hari. Kondisi ruang untuk pemeliharaan mencit harus senantiasa

bersih, kering dan jauh dari kebisingan. Suhu ruang pemeliharaan juga harus

dijaga kisarannya antara 18-19ºC serta kelembaban udara antara 30-70% (Akbar,

2010:6).

Mencit betina dewasa dengan umur 35-60 hari memiliki berat badan 18-35

g. Lama hidupnya 1-2 tahun, dapat mencapai 3 tahun.masa reproduksi mencit

betina berlangsung 1,5 tahun. Mencit betina atau jantan dapat dikawinkan pada

umur 8 mimggu. Lama kebuntingan 19-20 hari. Jumlah anak mencit rata-rata 6-15

ekor dengan berat lahir antara 0,5-1,5 g (Akbar, 2010:6).


15

Mencit sering digunakan dalam penelitian dengan pertimbangan hewan

tersebut memiliki beberapa keuntungan yaitu daur estrusnya teratur dan dapat

dideteksi, periode kebuntingannya relatif singkat, dan mempunyai anak yang

banyak serta terdapat keselarasan pertumbuhan dengan kondisi manusia (Akbar,

2010:6).

2.3 Tinjauan Tentang Ekstrak dan Ekstraksi

2.3.1 Defenisi Ekstraksi

Extractio berasal dari perkataan “extrahere”, “to draw out” , menarik sari,

yaitu suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan asal. Umumnya

ekstraksi dikerjakan untuk simplisia yang mengandung zat-zat yang berkhasiat

atau zat-zat lain untuk keperluan tertentu. Simplisia (hewan/tumbuhan)

mengandung bermacam-macam zat atau senyawa tunggal, sebagian mengandung

khasiat pengobatan, misalnya bermacam-macam alkaloid, glukosida, damar,

oleoresin, minyak atsiri, lemak, dan sebagainya (Syamsuni, 2006:242-243).

Tujuan utama ekstraksi ialah mendapatkan atau memisahkan sebanyak

mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan (concentrata) dari zat-zat yang

tidak berfaedah, agar lebih mudah dipergunakan (kemudahan diabsorbsi, rasa,

pemakaian, dan lain-lain) dan disimpan dan dibandingkan simplisia asal, dan

tujuan pengobatannya lebih terjamin. Karena pada umumnya zat-zat berkhasiat

dalam simplisa terdapat dalam keadaan tercampur, diperlukan cara penarikan dan

cairan penarik tertentu (tunggal/campuran), yang kelak dapat menghasilkan

bermacam-macam preparat galenik sesuai dengan pengolahannya, misalnya


16

infusa, decocta, macerata, tinctura, resin dan lain-lain. Suhu juga sangat

memengaruhi hasil penarikan (Syamsuni, 2006:242-243).

Simplisia yang dipergunakan umumnya sudah dikeringkan, tetapi kadang

simplisia segar juga dipergunakan. Untuk mempermudah, simplisia yang sudah

kering dilembabkan terlebih dahulu atau dimaserasi dalam batas waktu tertentu.

Disamping itu, simplisia dihaluskan lebih dahulu agar proses difusi zat-zat

berkhasiatnya lebih cepat daripada jika proses difusi zat-zat berkhasiatnya lebih

cepat daripada jika proses difusi yang melewati dinding sel yang utuh (proses

osmosis) (Syamsuni, 2006:244-245).

2.3.2 Defenisi Ekstrak

Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan yang

diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat,

menggunakan menstruum yang cocok, uapkan semua atau hampir semua dari

pelarutnya dan sisa endapan atau serbuk diatur untuk ditetapkan standarnya

(Ansel, 1989:616-617).

Ekstrak ada tiga macam yaitu ekstrak kering (siccum), kental (spissum), dan

cair (liquidum), yang dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut

cara yang sesuai di luar pengaruh cahaya matahari langsung. Cairan penyari yang

dipakai adalah air, eter, serta campuran etanol dan air (Syamsuni, 2006: 263).

Prosedur klasik untuk memperoleh kandungan senyawa organik dari

jaringan tumbuhan kering (galih, biji kering, akar, daun) ialah dengan

mengekstraksi-sinambung serbuk bahan dengan alat soxhlet dengan menggunakan

sederetan pelarut secara berganti-ganti, mulai dengan eter, lalu eter bumi, dan
17

kloroform (untuk memisahkan lipid dan terpenoid). Kemudian digunakan alkohol

dan etil asetat (untuk senyawa yang lebih polar). Metode ini berguna bila kita

bekerja dengan skala gram. Tetapi jarang sekali kita mencapai pemisahan

kandungan yang sempurna, dan senyawa yang sama mungkin saja terdapat (dalam

perbandingan yang berbeda) dalam berbagai fraksi. Ekstrak yang diperoleh

dijernihkan dengan penyaringan menggunakan ‘celite’ dan pompa air, lalu

dipekatkan dalam hampa. Sekarang hal ini biasanya dilakukan dalam penguap

putar yang akan memkatkan larutan menjadi volume kecil tanpa terjadi percikan

pada suhu antara 30ºC dan 40ºC. Ekstraksi kandungan atsiri dari tumbuhan

memerlukan tindakan pencegahan khusus (Haborne, 1987:6-7).

Pada prosedur ekstraksi terdapat jalan pintas yang dapat dipelajari dalam

pengalaman. Misalnya, bila mengisolasi kandungan dari jaringan daun, yang larut

dalam air, seharusnya lipid dihilangkan pada tahap dini sebelum pemekatan, yaitu

dengan mencuci ekstrak berulang-ulang dengan eter minyak bumi. Kenyataannya,

bila ekstrak etanol diuapkan dengan penguap putar, hampir semua klorofil dan

lipid melekat pada dinding labu. Dengan keterampilan, pemekatan dapat

dilakukan tepat sampai suatu saat tertentu sehingga larutan air yang pekat dapat

dipipet hampir tanpa mengandung cemaran lemak (Haborne, 1987:7).

Ekstrak yang pekat mungkin mengkristal bila dibiarkan. Bila hal ini tejadi,

ekstrak harus disaring dan keseragamannya diuji dengan kromatografi dengan

menggunakan beberapa pengembang. Bila terdapat senyawa tunggal, kristal dapat

dimurnikan dengan pengkristalan kembali, dengan demikian bahan tersedia untuk

analisis lebih lanjut. Kebanyakan kristal tersebut berupa campuran sehingga perlu
18

dilarutkan kembali dalam pelarut yang sesuai dan kandungannya dipisahkan

dengan cara kromatografi. Banyak juga senyawa yang tetap berada dalam cairan

induk, dan ini pun harus difraksinasi cegah kehilangan senyawa, ekstrak

pekatharus disimpan dalam lemari es dan ditambahi sesepora toluena untuk

mencegah pertumbuhan jamur (Haborne, 1987:7).

2.3.3 Cara Ekstraksi

Pemilihan teknik ekstraksi bergantung pada bagian tanaman yang akan

diekstraksi dan bahan aktif yang diinginkan. Oleh karena itu, sebelum ekstraksi

dilakukan perlu diperhatikan keseluruhan tujuan melakukan ekstraksi. Tujuan dari

suatu proses ekstraksi adalah untuk memperoleh suatu bahan aktif yang tidak

diketahui, memperoleh suatu bahan aktif yang sudah diketahui, memperoleh

sekelompok senyawa yang struktur sejenis, memperoleh semua metabolit

sekunder dari suatu bagian tanaman dengan spesies tertentu, mengidentifikasi

semua metabolit sekunder yang terdapat dalam suatu mahluk hidup sebagai

penanda kimia atau kajian metabolisme (Endarini, 2016:149).

Teknik ekstraksi yang ideal adalah teknik ekstraksi yang mampu

mengekstraksi bahan aktif yang diinginkan sebanyak mungkin, cepat, mudah

dilakukan, murah, ramah lingkungan dan hasil yang diperoleh selalu konsisten

jika dilakukan berulang-ulang (Endarini, 2016:145). Adapun cara-cara ekstraksi

antara lain :

a. Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan

dengan cara merendam serbuk simplisa dalam cairan penyari. Cairan penyari akan
19

menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif,

zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat

aktif didalam sel dengan yang diluar sel, maka larutan yang terpekat didesak

keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi kesimbangan konsentrasi

antara larutan diluar sel dan didalam sel (Ningsih, et all, 2016:6).

Maserasi dilakukan dengan melakukan perendaman bagian tanaman secara

utuh atau yang sudah digiling kasar dengan pelarut dalam bejana tertutup pada

suhu kamar selama sekurang-kurangnya 3 hari dengan pengadukan berkali-kali

sampai semua bagian tanaman yang dapat larut melarut dalam cairan pelarut.

Pelarut yang digunakan adalah alkohol atau kadang-kadang juga air. Campuran ini

kemudian disaring dan ampas yang diperoleh dipress untuk memperoleh bagian

cairnya saja. Cairan yang diperoleh kemudian dijernihkan dengan penyaringan

atau dekantasi setelah dibiarkan selama waktu tertentu. Keuntungan proses

maserasi diantaranya adalah bahwa bagian tanaman yang akan diekstraksi tidak

harus dalam wujud serbuk yang halus, tidak diperlukan keahlian khusus dan lebih

sedikit kehilangan alkohol sebagai pelarut seperti pada proses perkolasi atau

sokhletasi. Sedangkan kerugian proses maserasi adalah perlunya dilakukan

penggojogan/pengadukan, pengepresan dan penyaringan, terjadinya residu pelarut

di dalam ampas, serta mutu produk akhir yang tidak konsisten (Endarini,

2016:145).

Lamanya waktu maserasi berbeda-beda tergantung pada sifat atau ciri

campuran obat dan menstruum. Lamanya harus cukup supaya dapat memasuki

rongga dari struktur obat dan melarutkan semua zat yang mudah larut. Lamanya
20

maserasi bisa mmerlukan waktu beberapa jam atau beberapa hari untuk ekstraksi

yang optimum (Ansel, 1989:612). Untuk obat-obat yang mengandung sedikit atau

tidaksama sekali bahan seperti benzoe, aloe, tolu,dan stiraks, yang hampir

seluruhnya melarut dalam menstruum, maserasi merupakan metode yang paling

baik ntuk ekstraksi (Ansel, 1989:608).

Maserasi dapat dimodifikasi menjadi beberapa metode yaitu (Ningsih,

Puspitasari, Triatmoko & Dianasari, 2016:7) :

1) Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu

pada suhu 40-50ºC. cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisa

yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.

2) Maserasi dengan mesin pengaduk yaitu menggunakan mesin pengaduk yang

berputar terus-menerus, waktu proses maserasi dapat dipersingkat 6-24 jam.

3) Remaserasi

Cairan penyari dibagi 2. Seluruh serbuk simplisia dimaserasi dnegan cairan

penyari pertama, sesudah dienap-tuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi

dengan cairan penyari yang kedua.

4) Maserasi melingkar

Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu

bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara

berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.

b. Perkolasi

Percolare berasal dari kata “colare” = to strain, artinya menyerkai dan “per”

= through, artinya menembus. Dengan demikian, perkolasi adalah suatu cara


21

penarikan memakai alat yang disebut perkolator yang simplisianya terendam

dalam cairan penyari, zat-zat akan terlarut dan larutan tersebut akan menetes

secara beraturan sampai memenuhi syarat yang telah ditetapkan (Syamsuni,

2006:250).

Perkolasi merupakan teknik yang paling sering digunakan untuk mengekstrak

bahan aktif dari bagian tanaman dalam penyediaan tinktur dan ekstrak cair.

Sebuah perkolator, biasanya berupa silinder yang sempit dan panjang dengan

kedua ujungnya berbentuk kerucut yang terbuka. Bagian tanaman yang akan

diekstrak dibasahi dengan sejumlah pelarut yang sesuai dan dibiarkan selama

kurang lebih 4 jam dalam tangki tertutup. Selanjutnya, bagian tanaman ini

dimasukkan ke dalam perkolator dan bagian atas perkolator ditutup. Sejumlah

pelarut biasanya ditambahkan hingga membentuk lapisan tipis di bagian tanaman

yang akan dieskstrak. Bagian tanaman ini dibiarkan mengalami maserasi selama

24 jam dalam perkolator tertutup. Setelah itu, cairan hasil perkolasi dibiarkan

keluar dari perkolator dengan membuka bagian pengeluaran (tutup bawah)

perkolator. Sejumlah pelarut ditambahkan lagi (seperti membilas) sesuai dengan

kebutuhan hingga cairan ekstrak yang diperoleh menjadi kurang lebih tiga per

empat dari volume yang diinginkan dalam produk akhir. Ampas ditekan/dipress,

dan cairan yang diperoleh ditambahkan ke dalam caira ekstrak. Selanjutnya,

sejumlah pelarut ditambahkan lagi ke dalam cairan ekstrak untuk memperoleh

ekstrak dengan volume yang diinginkan. Campuran ekstrak yang diperoleh

dijernihkan dengan penyaringan atau sedimentasi dengan dilanjutkan dengan

dekantasi (Endarini, 2016:146).


22

c. Infusa

Menurut FI IV, infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi

simplisia nabati dengan air pada suhu 90°C selama 15 menit (Syamsuni, 2006:

270).

Infusi dibuat dengan maserasi bagian tanaman dengan air dingin atau air

mendidih dalam jangka waktu yang pendek. Pemilihan suhu infus tergantung pada

ketahanan senyawa bahan aktif yang selanjutnya segera digunakan sebagai obat

cair. Hasil infus tidak bisa digunakan dalam jangka waktu yang lama karena tidak

menggunakan bahan pengawet. Namun pada beberapa kasus, hasil infusi (larutan

infus) dipekatkan lagi dengan pendidihan untk mengurangi kadar airnya dan

ditambah sedikit alkohol sebagai pengawet (Endarini, 2016:145-146).

d. Sokhletasi

Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan

jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ningsih, et all,

2016:8).

Pada teknik ekstraksi ini, bagian tanaman yang sudah digiling halus

dimasukkan ke dalam kantong berpori (thimble) yang terbuat dari kertas saring

yang kuat dan dimasukkan ke dalam alat sokhlet untuk dilakukan ekstraksi.

Pelarut yang ada dalam labu akan dipanaskan dan uapnya akan mengembun pada

kondenser. Embunan pelarut ini akan merayap turun menuju kantong berpori yang

berisi bagian tanaman yang akan diekstrak. Kontak antara embunan pelarut dan

bagian tanaman ini menyebabkan bahan aktif terekstraksi. Ketika ketinggian


23

cairan dalam tempat ekstraksi meningkat hingga mencapai puncak kapiler maka

cairan dalam tempat ekstraksi akan tersedot mengalir ke labu selanjutnya

(Endarini, 2016:147).

Proses ini berlangsung secara terus-menerus (kontinyu) dan dijalankan

sampai tetesan pelarut dari pipa kapiler tidak lagi meninggalkan residu ketika

diuapkan. Keuntungan dari proses ini jika dibandingkan dengan proses-proses

yang telah dijelaskan sebelumnya adalah dapat mengekstrak bahan aktif dengan

lebih banyak walaupun menggunakan pelarut yang lebih sedikit. Hal ini sangat

menguntungkan jika ditinjau dari segi kebutuhan energi, waktu dan ekonomi.

Pada skala kecil, proses ini hanya dijalankan secara batch. Namun, proses ini akan

lebih ekonomis jika dioperasikan secara kontinyu dengan skala menengah atau

besar (Endarini, 2016:147).

2.3.4 Macam-macam Cairan Pelarut (Cairan Penarik)

Cairan pelarut atau cairan penarik yang baik adalah yang dapat melarutkan

zat-zat berkhasiat tertentu, tetapi zat-zat yang tidak berguna tidak terbawa serta.

Macam-macam cairan pelarut atau cairan penarik antara lain adalah :

a. Air

Termasuk pelarut yang murah dan mudah digunakan dengan pemakaian yang

luas. Pada suhu kamar, air adalah pelarut yang baik untuk berbagai zat, misalnya

garam alkaloid, glukosida, sakarida, asam tumbuh-tumbuhan, zat warna, dan

garam-garam mineral. Air hangat atau mendidih mempercepat dan memperbanyak

kelarutan zat, kecuali Condurangin, kalsium hidrat, dan garam-glauber, karena


24

kemungkinan zat-zat yang tertarik akan mengendap (sebagian) jika cairan itu

sudah mendingin (suhu kamar) (Syamsuni, 2006:246).

Keuntungan penarikan dengan air adalah bahwa jenis-jenis gula, gom, asam

tumbuh-tumbuhan, garam mineral, dan zat-zat warna akan tertarik atau melarut

lebih dahulu dan larutan yang terjadi ini dapat melarutkan zat-zat lain dengan

lebih baik daripada oleh air saja, misalnya damar-damar pada penarikan Cascara

cortex, atau sejumlah alkaloid pada penarikan dengan air. Air memiliki

kekurangan sebagai pelarut, yaitu karena air dapat menarik banyak zat, namun

banyak diantara zat tersebut yang merupakan media yang baik untuk pertumbuhan

jamur dan bakteri, akibatnya simplisia mengembang sedemikian rupa sehingga

mempersulit penarikan pada perkolasi (Syamsuni, 2006:246).

Pada penarikan tertentu, air tersebut diasamkan sedikit dengan HCl, asam cuka,

atau asam tartrat, atau dibasahkan dengan sedikit amonia guna mempermudah

penarikan zat-zat. Misalnya campuran air-etanol-asam pada penarikan Scale, air-

asam pada penarikan Chinae,atau air yang basa pada penarikan Cascara

(Syamsuni, 2006:246-247).

b. Aseton

Juga tidak dipergunakan untuk sediaan galenik obat-dalam. Merupakan pelarut

yang baik untuk berbagai lemak, minyak atsiri, dan damar. Baunya kurang enak

dan sukar hilang dari sediaan. Pemakaian aseton mislanya pada pembuatan

Capsicum Oleoresina (Syamsuni, 2006: 248).


25

c. Etanol

Etanol hanya dapat melarutkan zat-zat tertentu, tidak sebanyak air dalam

melarutkan berbagai jenis zat, oleh karena itu lebih baik dipakai sebagai cairan

penarik untuk sediaan galenik yang mengandung zat berkhasiat tertentu

(Syamsuni, 2006:247).

Umumnya etanol adalah pelarut yang baik untuk alkaloid, glukosida, damar-

damar, dan minyak atsiri, tetapi tidak untuk jenis gom, gula, dan albumin. Etanol

juga menyebabkan enzim-enzim tidak bekerja, termasuk peragian, serta

menghalangi pertumbuhan jamur dan sebagian besar bakteri sehingga disamping

sebagai cairan penyari, juga berguna sebagai pengawet. Campuran air-etanol,

yaitu hidroalkoholik menstrum, lebih baik daripada air saja. Beberapa zat

berkhasiat memiliki kelarutan yang hampir sama baiknya dalam air-etanol dan

dalam Spiritus fort sehingga biaya produksi dengan air-etanol akan lebih murah.

Kadar alkohol dalam cairan hidroalkoholik menstrum tergantung pada sifat zat

yang akan ditarik; terkadang karena beberapa hal, kadarnya lebih kecil dari 3%.

Kadang-kadang dalam proses penarikan, masing-masing air dan alkohol

dipergunakan lebih dahulu; pertama dengan air, kemudian etanol, atau sebaliknya

(Syamsuni, 2006:247).

d. Eter

Kebanyakan zat dalam simplisia tidak larut dalam cairan ini, tetapi beberapa

zat mempunyai kelarutan yang baik, misalnya alkaloid basa, lemak-lemak, damar,

dan minyak-minyak atsiri. Karena eter bersifat snagat atsiri, maka disamping

mempunyai efek farmakologi, cairan ini kurang tepat digunakan sebagai


26

menstrum sediaan galenik cair, baik untuk pemakaian dalam maupun untuk

sediaan yang nantinya disimpan lama. Adakalanya eter yang dipakai dicampur

dengan etanol, misalnya Extractum Cubebarum (Syamsuni, 2006:248).

e. Glycerinum

Terutama dipergunakan sebagai cairan tambahan pada cairan hidroalkoholik

untuk penarikan simplisa yang mengandung zat-zat samak. Gliserin adalah pelarut

yang baik untuk tanin dan hasil-hasil oksidasinya; jenis-jenis gom dan albumin

juga larut dalam gliserin. Cairan ini tidak atsiri sehingga tidaksesuai untuk

pembuatan ekstrak-ekstrak kering, tetapi baik sekali untuk pembuatan fluid

gliserata, seperti yang dipergunakan dalam N.F VIII, dengan perbandingan 3

volume air dengan 1 volume gliserin (Syamsuni, 2006:247-248).

f. Kloroform

Tidak dipergunakan untuk sediaan-dalam karena mempunyai efek farmakologi.

Merupakan pelarut yang baik untuk alkaloid basa, damar, minyak lemak, dan

minyak atsiri. Air kloroform dipergunakan pada pembuatan Extractum Secalis

cornuti (Syamsuni, 2006:248-249).

g. Solvent hexane

Cairan ini adalah salah satu hasil dari penyulingan minyak tanah kasar.

Merupakan pelarut yang baik untuk lemak-lemak dan minyak-minyak. Biasanya

dipergunakan hanya untuk mengawal lemakkan simplisia yang mengandung

lemak-lemak yang tidak diperlukan sebelum simplisia yang mengandung lemak-

lemak yang tidak diperlukan sebelum simplisia tersebut dibuta sediaan

galeniknya, misalnya Strychnin, Secale (Syamsuni, 2006:248).


27

Pemilihan jenis pelarut yang baik harus mempertimbangkan beberapa faktor

antara lain memilih pelarut yang cocok untuk zat terlarut tertentu. Tetapi

disamping faktor-faktor kelarutan, pemilhan didasarkan pada sifat-sifat tambahan

dari pelarut seperti kemurnian, toksisitas yang rendah, viskositas, kecocokan

dengan bahan-bahan pembuat formula lainnya, tidak tercampurkan secara kimia,

rasa yang tidak enak, bau, warna dan ekonomis (Ansel, 1989:312). Larutan

pengekstraksi yang digunakan disesuaikan dengan kepolaran senyawa yang

diinginkan. Menurut prinsip like dissolves like, suatu pelarut akan cenderung

melarutkan senyawa yang mempunyai tingkat kepolaran yang sama. Pelarut polar

akan melarutkan senyawa polar dan sebaliknya (Suryani, Permana, & Jambe,

2015:2).

Flavonoid merupakan senyawa golongan polifenol yang terdistribusi luas pada

tumbuhan dalam bentuk glikosida yang berikatan dengan suatu gula, karena itu

flavonoid merupakan senyawa yang bersifat polar. Pelarut polar yang biasa

digunakan untuk ekstraksi flavonoid adalah metanol, aseton, etanol, air, dan

isopropanol (Suryani, Permana, & Jambe, 2015:2).

Berdasarkan penjelasan diatas, dalam praktikum ini peneliti memilih pelarut

etanol. Karena pelarut etanol bersifat polar yang mampu melarutkan senyawa

flavonoid yang terkandung dalam daun gandarusa, tidak toksis, mudah diuapkan

dalam proses penguapan ekstrak, harganya terjangkau dan mudah didapat.


28

2.4 Demam

2.4.1 Pengertian Demam

Demam didefinisikan sebagai kenaikan suhu tubuh diatas suhu tubuh

normal (lebih dari 1000F atau 37,8ºC), obat yang digunakan untuk menurunkan

demam dikenal sebagai antipiretik (Stevani, 2016:72).

2.4.2 Patofisiologi Demam

Secara teoritis kenaikan suhu pada infeksi dinilai menguntungkan, oleh

karena aliran darah makin cepat sehingga makanan dan oksigenasi makin lancar.

Namun kalau suhu terlalu tinggi (di atas 38,5ºC) pasien mulai merasa tidak

nyaman, aliran darah cepat, jumlah darah untuk mengaliri organ vital (otak,

jantung, paru) bertambah, sehingga volume darah ke ekstremitas dikurangi,

akibatnya ujung kaki/tangan teraba dingin. Demam yang tinggi memacu

metabolisme yang sangat cepat, jantung dipompa lebih kuat dan cepat, frekuensi

napas lebih cepat. Dehidrasi terjadi akibat penguapan kulit dan paru dan disertai

dengan ketidakseimbangan elektrolit, yang mendorong suhu makin tinggi.

Kerusakan jaringan akan terjadi bila suhu tubuh lebih tinggi dari 41ºC, terutama

pada jaringan otak dan otot yang bersifat permanen. Kerusakan tersebut dapat

menyebabkan kerusakan batang otak, terjadinya kejang, koma sampai

kelumpuhan. Kerusakan otot yang terjadi berupa rabdomiolisis dengan akibat

terjadinya mioglobinemia (Ismoedijanto, 2002:104-105).

Suhu badan diatur oleh keseimbangan antara produksi dan hilangnya panas.

Alat pengatur suhu tubuh berada di hipotalamus. Pada keadaan demam,

keseimbangan ini terganggu tetapi dapat dikembalikan ke normal oleh obat mirip-
29

aspirin. Ada bukti bahwa peningkatan suhu tubuh pada keadaan patologik diawali

pelepasan suatu zat pirogen endogen atau sitokin misalnya interleukin-1 (IL-1)

yang memacu penglepasan PG yang berlebihan di daerah preoptik hipotalamus.

Selain itu PGE2 terbukti menimbulkan demam-setelah diinfuskan ke ventrikel

serebral atau disuntikkan ke daerah hipotalamus. Obat mirip-aspirin menekan efek

zat pirogen endogen dengan menghambat sintesis PG. Demam yang timbul akibat

pembentukan PG tidak dipengaruhi, demikian pula peningkatan suhu oleh sebab

lain misalnya latihan fisik (Wilmana & Gan, 2012:232-233).

Perkembangan respon demam mirip dengan proses termoregulasi normal

yang mengikuti paparan suhu dingin yang rendah. Namun, setiap titik

keseimbangan termal disetel ulang ke tingkat yang lebih tinggi sehingga suhu

tubuh perifer dan pusat normal sekarang dirasakan sebagai sinyal suhu dingin oleh

sirkuit termoregulator. Akibatnya, demam berbeda dari serangan panas dan

hipertermia di mana suhu tubuh tinggi. vated tanpa peningkatan yang sesuai dari

titik keseimbangan termal. Seperti termoregulasi, bukti yang berkembang

menunjukkan bahwa pembentukan demam mengikuti beberapa mekanisme aferen

dan eferen independen tergantung pada situs, sifat dan tingkat keparahan

peradangan (Ogoina, 2011:110).

2.4.3 Tindakan Umum Penurunan Demam

Diusahakan agar tidur atau istirahat agar metabolismenya menurun.

Cukupi cairan agar kadar elektrolit tidak meningkat saat evaporasi terjadi. Aliran

udara yang baik misalnya dengan kipas, memaksa tubuh berkeringat, mengalirkan

hawa panas ke tempat lain sehingga demam turun. Jangan menggunakan aliran
30

yang terlalu kuat, karena suhu kulit dapat turun mendadak. Ventilasi / regulasi

aliran udara penting di daerah tropik. Buka pakaian/selimut yang tebal agar terjadi

radiasi dan evaporasi. Lebarkan pembuluh darah perifer dengan cara menyeka

kulit dengan air hangat (tepid-sponging). Mendinginkan dengan air es atau

alkohol kurang bermanfaat (justru terjadi vasokonstriksi pembuluh darah),

sehingga panas sulit disalurkan baik lewat mekanisme evaporasi maupun radiasi.

Pada hipertermi, pendinginan permukaan kulit (surfacecooling) dapat membantu

(Ismoedijanto, 2002:105).

Tindakan simtomatik yang lain ialah dengan pemberian obat demam. Cara

kerja obat demam adalah dengan menurunkan set-point di otak dan membuat

pembuluh darah kulit melebar sehingga pengeluaran panas ditingkatkan. Obat

yang sederhana adalah asam salisilat dan derivatnya. Rentang daya kerja obat ini

cukup panjang, aman untuk dikonsumsi umum. Beberapa golongan antipiretik

murni, dapat menurunkan suhu bila anak demam namun tidak menyebabkan

hipotermi bila tidak ada demam, seperti: asetaminofen, asetosal, ibuprofen. Obat

lain adalah obat yang bersifat antipiretik pada dosis rendah dan menimbulkan

hipotermi pada dosis tinggi seperti metamizol dan obat yang dapat menekan pusat

suhu secara langsung (chlorpromazine), mengurangi menggigil namun dapat

menyebabkan hipotermi dan hipotensi (Ismoedijanto, 2002:105-107).


31

2.5 Antipiretik

Obat analgesik antipiretik serta obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS)

merupakan salah satu kelompok obat yang banyak diresepkan dan juga digunakan

tanpa resep dokter. Obat-obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen,

secara kimia. Walaupun demikian obat-obat ini ternyata memiliki banyak

persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Prototip obat golongan ini

adalah aspirin, karena itu obat golongan ini sering disebut juga sebagai obat mirip

aspirin (aspirin-like drugs) (Wilmana dan Gan, 2012:230).

Antipiretik bekerja dengan menghambat pembentukan PGE2, yang

mengurangi umpan balik antara neuron yang mengatur demam dan hipotalamus

dengan demikian mampu menurunkan demam. Semua antipiretik bekerja dengan

menghambat enzim siklooksigenase, sama seperti kerja dari analgetik. Pengaturan

suhu tubuh memerlukan keseimbangan yang akurat antara pembentukan dan

hilangnya panas; hipotalamus mengatur set point sehingga suhu dipertahankan.

Saat demam, set point ini meningkat dan NSAID mendorongnya kembali ke

keadaan normal. Obat ini tidak mempengaruhi suhu tubuh jika suhu tubuh naik

oleh faktor seperti olahraga atau meningkatnya suhu lingkungan (Stevani,

2016:72).

2.5.1 Klasifikasi Parasetamol/Acetaminophenum (Stevani, 2016:62)

Nama resmi : Acetaminophenum

Nama sinonim : Parasetamol

Pemerian : Berupa hablur atau serbuk hablur putih, rasa pahit,

berbau, serbuk kristal dengan sedikit rasa pahit.


32

Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian

etanol (95 %)P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40

bagian gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol P;

larut dalam larutan alkalihidroksida

Kegunaan : Bahan aktif, Antipiretik

Dosis manusia : 325–1000 mg tiap 4-6 jam maksimum 4g/hari

Farmakokinetik : Parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna

melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam

plasma dicapai dalam waktu setengah jam dan masa paruh

plasma antara 1-3 jam

Asetaminofen (parasetamol) merupakan metabolit fenasetin dengan efek

antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak tahun 1893. Efek antipiretik

ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Fenazetin tidak digunakan lagi dalam

pengobatan karena penggunaannya dikaitkan dengan terjadinya analgesik

nefropati, anemia hemolitik dan mungkin kanker kandung kemih. Asetaminofen

di Indonesia lebih dikenal dengan nama parasetamol, dan tersedia sebagai obat

bebas. Walau demikian, laporan kerusakan fatal hepar akibat takar lajak akut perlu

diperhatikan. Tetapi perlu diperhatikan pemakai maupun dokter bahwa efek anti-

inflamasi parasetamol hampir tidak ada (Wilmana & Gan, 2012:237).

Parasetamol tersedia sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 500 mg atau

sirup yang mengandung 120 mg/5 mL. adapun dosis obat paracetamol adalah

sebagai berikut (Bebenista & Nowak, 2014:13):


33

a. Di bawah 2 tahun – tidak ada dosis yang dianjurkan, pengobatan di bawah

pengawasan dokter.

b. 2-3 tahun – 160 mg (dosis harian dibagi menjadi dua unit dosis, yaitu, 2 x 80

mg); dosis total sesuai sampai 1/2 dari dosis tunggal untuk orang dewasa, yaitu

325 mg;

c. 4-6 tahun – 240 mg (dosis harian dibagi menjadi tiga unit dosis, yaitu, 3 x 80

mg); dosis total sesuai sampai 3/4 dosis tunggal untuk orang dewasa;

d. 6-9 tahun – 320 mg (dosis harian dibagi menjadi empat unit dosis, yaitu, 4 x 80

mg); dosis totalnya sama sebagai dosis tunggal untuk orang dewasa;

e. 9-11 tahun – 320-400 mg (dosis harian dibagi menjadi empat-lima unit dosis,

yaitu 4-5 x 80 mg; dosis total sesuai dengan 1– 1 1/4 dosis tunggal untuk

dewasa;

f. 11-12 tahun – 320-480 mg (dosis harian dibagi empat-enam unit dosis, yaitu 4-

6 x 80 mg; dosis total sesuai dengan 1 – 1 1/2 dosis tunggal untuk dewasa.

g. Dosis parasetamol untuk dewasa 300 mg-1 g per kali, dengan maksimum 4 g

per hari. (Wilmana & Gan, 2012:239).

Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik,

telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik lainnya, parasetamol

sebaiknya tidak diberikan terlalu lama karena kemungkinan menimbulkan

nefropati analgesik. Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih

besar dan tidak menolong. Karena hampir tidak mengiritasi lambung, parasetamol

sering dikombinasi dengan AINS untuk efek analgesik (Wilmana & Gan,

2012:238).
34

2.5.2 NSAID

Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) adalah sekelompok obat

biasa digunakan untuk mengobati nyeri dan peradangan. (Jin, 2015:1084).

Obat-obat antiradang, analgesik dan antipiretik merupakan suatu kelompok

senyawa yang heterogen, sering tidak berkaitan secara kimia (walaupun

kebanyakan diantaranya merupakan asam organik) namun mempunyai kerja

terapeutik dan efek samping tertentu yang sama. Protetipenya adalah aspirin; oleh

karena itu, senyawa-senyawa ini sering disebut obat mirip aspirin dan juga sering

disebut obat antiradang nonsteroid atau NSAID (Non Steroid Antiinflamasi

Drugs). NSAID adalah suatu kelompok agen yang berlainan secara kimiawi dan

memiliki perbedaan dalam aktivitas antipiretik, analgesik dan anti-inflamasinya.

Obat ini terutama bekerja melalui penghambatan enzim siklooksigenasi yang

mengkatalisis langkah pertama dalam biosisntesis prostanoid (Stevani, 2016:62).

Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau

tukak peptik yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan

saluran cerna. Efek samping lain ialah gangguan fungsi trombosit akibat

penghambatan biosintesis tromboksan Az (TXAz) dengan akibat perpanjangan

waktu perdarahan. Efek ini telah dimanfaatkan untuk terapi prof ilaksis trombo-

emboli (Wilmana, 2001:210).

NSAID dapat digolongkan menjadi dua yaitu (Wilmana, 2001:208) :

a. Asam Karboksilat

1) Derivat Asam Salisilat, contoh obat : Aspirin, Benorilat, Dillunisal, dan

Salsalat.
35

2) Derivat asam propionic, contoh obat : Asam tiaprofenat, Fenbulen,

Fenoprofen, Flurbiprofen, lbuprofen, Ketoprofen, dan Naproksen.

3) Derivat asam acetit dibagi atas dua yaitu :

- Derivat Asam Fenilasetat, contoh obat : Diklofenak, dan Fenklofenak.

- Derivat Asam Asetat-inden / indol, contoh obat : lndometasin, Sulindak, dan

Tolmetin.

4) Derivat Asam Fenamat, contoh obat : Asam mefenamat, dan Meklofenamat.

b. Asam enolat

1) Derivat Pirazolon, contoh obat : Azapropazon, Fenilbutazon, dan

Oksifenbutazon.

2) Derivat Oksikam, contoh obat : Piroksikam, dan Tenoksikam.

2.6 Penginduksi Demam (Pepton)

Pepton merupakan protein yang diperoleh dari peruraian enzim hidrolitik

seperti pepsin, tripsin, papin. Pepton mengandung Nitrogen dan bersifat sebagai

larutan penyangga, beberapa kuman dapat tumbuh dalam larutan pepton 4%

(Yusmaniar, Wardiyah, & Nida, 2017:12).

Pemerian pepton berupa serbuk, kuning kemerahan hingga coklat, memiliki

bau khas tetapi tidak busuk. Larut dalam air membentuk larutan coklat

kekuningan, bereaksi sedikit asam, tidak larut dalam etanol dan dalam eter (Ditjen

POM, 1979:1191).
36

2.7 Tinjauan Bahan

1. Air suling (FI Edisi III, Hal.96)

Nama Resmi : AQUA DESTILATA

Nama Lain : Air Suling

RM/BM : H2O/18,02

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak

mempunyai rasa

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

2. Etanol (FI. Edisi III,. Tahun 1979, Hal. 65)

Nama resmi : AETHANOLUM

Nama lain : Etanol

Rumus molekul : C2H6O

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap

dan mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah

terbakar dengan memberikan nyala biru yang

tidak berasap.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P

dan dalam eter P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung

dari cahaya, di tempat sejuk, jauh dari nyala api.

Khasiat : Zat tambahan.


37

3. Na-CMC (Ditjen POM, 1979)

Nama Resmi : NATRII CARBOXYMETHYL CELLULOSUM

Sinonim : Natrium Karboksimetil selulosa

Pemerian : Serbuk atau butiran putih atau kuning gading,

tidak berbau, dan bersifat higroskopik

Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air dan membentuk

suspensi klorida tidak larut dalam etanol

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai kontrol negatif

4. Pepton (FI Edisi IV Tahun 1979, Hal. 1191)

Nama Resmi : PEPTON

Nama Lain : Pepton daging, Pepton Kering

Pemerian : Serbuk, kuning kemerahan sampai coklat, bau

khas, tidak busuk.

Kelarutan : Larut dalam air, memberikan larutan berwarna

coklat kekuningan yang bereaksi sedikit asam,

praktis tidak larut dalam etanol (95%) P dan

dalam Eter P.

Kegunaan : Sebagai sumber nutrient yang spesifik untuk

mikroba bakteri.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.


38

5. Parasetamol/Acetaminophenum (Stevani, 2016:62)

Nama resmi : Acetaminophenum

Nama sinonim : Parasetamol

Pemerian : Berupa hablur atau serbuk hablur putih, rasa pahit,

berbau, serbuk kristal dengan sedikit rasa pahit.

Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian

etanol (95 %)P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40

bagian gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol P;

larut dalam larutan alkalihidroksida

Kegunaan : Bahan aktif, Antipiretik

Dosis manusia : 325–1000 mg tiap 4-6 jam maksimum 4g/hari

Farmakokinetik : Parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna

melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam

plasma dicapai dalam waktu setengah jam dan masa paruh

plasma antara 1-3 jam


39

2.8 Kerangka Berpikir

Mencit jantan gallur swiss (Mus Daun muda Gandarussa (Justicia


musculus) gendarussa Burm.f) yang diambil di
Kota Maumere
Ditimbang
Dipuasakan
Diukur suhu awal Dicuci bersih
Dikelompokkan (random) Dipotong kecil-kecil
Diangin-anginkan
Diinduksi pepton 10%
Ekstrak etanol Daun

Diukur suhu awal setelah Gandarusa (Justicia


diinduksi gendarussa Burm.f)

Demam

Alkaloid Saponin Flavonoid Polifenol Minyak Alkaloid


atsiri

Aktifitas antipiretik

Ekstrak daun Ekstrak daun Ekstrak daun


gandarussa gandarussa gandarussa
konsentrasi 1% konsentrasi 5% konsentrasi 10%

Memiliki efek antipiretik Tidak memiliki efek


antipiretik

Konsentrasi optimal yang


memiliki efek antipiretik
40

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen sesungguhnya (true

experiment) Pretest-Posttest with Control Group. Dalam rancangan ini dilakukan

randomisasi, artinya pengelompokkan anggota-anggota kelompok kontrol dan

kelompok eksperimen dilakukan berdasarkan acak atau random. Kemudian

dilakukan pretest (01) pada kedua kelompok tersebut, dan diikuti intervensi (X)

pada kelompok eksperimen. Setelah beberapa waktu dilakukan posstet (02) pada

kedua kelompok tersebut (Notoatmodjo, 2012:58).

Dengan randomisasi (R), maka kedua kelompok mempunyai sifat yang sama

sebelum dilakukan intervensi (perlakuan). Karena kedua kelompok sama pada

awalnya, maka perbedaan hasil Posttest (02) pada kedua kelompok tersebut dapat

disebut sebagai pengaruh intervensi atau perlakuan. Rancangan ini adalah salah

satu rancangan yang terkuat dalam mengontrol ancaman-ancaman terhadap

validitas (Notoatmodjo, 2012:58).

Rancangan ini dapat diperluas, dengan melibatkan lebih dari satu variabel

bebas. Dengan kata lain, perlakuan dilakukan pada lebih dari satu kelompok,

dengan bentuk perlakuan yang berbeda. Pada rancangan ini, kesimpulan-

kesimpulan mengenai efek perbedaan antara program (intervensi) satu dengan

lainnya dapat dicapai tanpa menggunakan kelompok kontrol. Rancangan ini dapat

digambarkan sebagai berikut (Notoatmodjo, 2012:58-59):


41

Pretest Perlakuan Posttest

R (Kel. Eksperimen a) 01 x(a) 02(a)

R (Kel. Eksperimen b) 01 x(b) 02(b)

01 x(c) 02(c)
R(Kel. Eksperimen c)
01 02(+)
R (Kel. Kontrol +)
01 02(-)
R (Kel, Kontrol -)

Tabel 3.1 tabel penelitian pretest-posstest with

control group (Notoatmodjo, 2012:59).

Keterangan :

a. Kel. eksperimen a : kelompok uji dosis 1

b. Kel. eksperimen b : kelompok uji dosis 2

c. Kel. eksperimen c : kelompok uji dosis 3

d. Kel. kontrol + : kelompok kontrol positif

e. Kel. kontrol - : kelompok kontrol negatif

f. 01 : pretest berupa pengukuran suhu 5 kelompok mencit yang sudah

disuntikkan pepton 10%

g. x(a) : kelompok 1 mencit dengan pemberian ekstrak daun gandarusa 1%

h. x(b) : kelompok 2 mencit dengan pemberian ekstrak daun gandarusa 5%

i. x(c) : kelompok 3 mencit dengan pemberian ekstrak daun gandarusa 10%

j. 02(a): postest berupa pengukuran suhu kelompok mencit dengan pemberian

ekstrak daun gandarusa 1%

k. 02(b): postest berupa pengukuran suhu kelompok mencit dengan pemberian

ekstrak daun gandarusa 5%


42

l. 02(c): postest berupa pengukuran suhu kelompok mencit dengan pemberian

ekstrak daun gandarusa 10%

m. 02(+): postest berupa pengukuran suhu kelompok mencit dengan pemberian

obat paracetamol sebagai kontrol positif

n. 02(-): postest berupa pengukuran suhu kelompok mencit dengan pemberian

NaCMC 1% sebagai kontrol negatif

Adapun dalam penelitian ini perlakuan, Posttest, Pretest nya sebagai berikut :

Pretest Pengukuran suhu awal pada 5 kelompok mencit yang sudah


disuntikkan pepton 10%

Perlakuan Pemberian ekstrak daun gandarussa pada 3 kelompok mencit


yaitu kelompok 3, 4, 5 dengan konsentrasi masing-masingnya
1%, 5% dan 10%

Postesst Pengukuran suhu setelah pemberian ekstrak daun gandarusa

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit gallur swiss

(Muss muscullus), jenis kelamin jantan, berat badan 20-30 gram. Dan daun dari

tanaman gandarusa (Justicia gendarussa Burm.f) yang diambil di Kota Maumere.

3.2.2 Sampel
43

a. Mencit

Menurut Gay, jumlah sampel untuk penelitian eksperimental minimal 15

sampel, sehingga Rumus perhitungan sampel untuk penelitian eksperimental

sederhana yaitu (Sani, 2018:52) :


(t-1) (r-1) ≥ 15

Ket. = t : banyak kelompok perlakuan

r : jumlah replikasi

Pada penelitian ini diketahui banyak kelompok perlakuan (t) adalah 5

kelompok, jadi jumlah replikasi (r) pada penelitian ini adalah :

(t-1) (r-1) ≥ 15

= (5-1) (r-1) ≥ 15

= 4 (r-1) ≥ 15

4r = 15+4

r = 19/4

= 4,75 = 5 replikasi mencit jantan gallur swiss

Maka peneliti membutuhkan sampel penelitian untuk tiap 1 kelompok adalah 5

ekor mencit jantan putih gallur swiss (Muss muscullus). Jadi, total mencit yang

dibutuhkan adalah 25 ekor mencit jantan gallur swiss (Muss muscullus) yang akan

dirandom (acak).

b. Daun gandarusa

Sampel berupa daun gandarusa muda yang diambil di lorong batarang, jalan

K. S. Tubun, kota Maumere, Flores-Nusa Tenggara Timur, yang akan


44

dilarutkan dengan etanol 70% dan diekstraksi dengan menggunakan metode

maserasi.

3.2.1 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik Pengambilan Sampel dalam penelitian ini adalah Purposive

Sampling. Purposive Sampling adalah Suatu teknik penentuan sampel dengan

pertimbangan tertentu atau sleksi khusus (Siyoto & Sodik, 2015:66). Teknik

Purposive Sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang dilakukan atas

dasar pertimbangan peneliti semata yang menganggap bahwa unsur-unsur yang

dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil. Teknik ini digunakan

jika seorang peneliti telah mengenal betul populasi yang akan diteliti. Dengan

demikian, sampel tersebut akan representatif terhadap populasi yang sedang

diteliti. Purposive Sampling juga sering dikaitkan dengan tujuan penelitian yang

akan dilakukan (Surahman, Rachmat, & Supardi, 2016:96).

a. Kriteria Inklusi

1. Berjenis kelamin jantan

2. Berat badan : 20 gram-30 gram

3. Kondisi sehat, aktif dan tidak ada kelainan anatomik

4. Daun dari tanaman gandarusa yang ada di kota maumere

b. Kriteria eksklusi

1. Mencit mati atau sakit selama penelitian

2. Bagian tanaman gandarusa selain daun


45

3.3 Variabel Penelitian

a. Variabel Bebas (independent)

Sering disebut juga sebagai variabel bebas; variabel yang mempengaruhi;

merupakan variabel yang dapat mempengaruhi atau yang menjadi sebab

perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat) (Surahman, Rachmat, &

Supardi, 2016:58).

Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol daun

gandarusa (Justicia gendarussa Burm.f).

b. Variabel tergantung (dependent)

Disebut juga variabel terikat, variabel akibat, variabel respon, output

konsekuen, merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat

karena adanya variabel bebas (Surahman, Rachmat, & Supardi, 2016:59).

Adapun variabel tergantung dalam penelitian ini adalah efek antipiretik pada

mencit yang ditunjukkan dengan suhu tubuh.

3.4 Defenisi Operasional

Defenisi Operasional adalah batasan dan cara pengukuran variabel yang akan

diteliti. Defenisi Operasional disusun dalam bentuk matrik, yang berisi : nama

variabel, deskripsi variabel, alat ukur, hasil ukur dan skala ukur yang digunakan

(nominal, ordinal, interval, dan rasio). Defenisi operasional dibuat untuk

memudahkan dan menjaga konsistensi pengumpulan data, menghindarkan

perbedaan interpretasi serta membatasi ruang lingkup variabel (Surahman,

Rachmat, & Supardi, 2016:62).


46

Adapun variabel dalam penelitian ini adalah :

a. Variabel bebas : ekstrak etanol daun gandarusa (Justicia gendarussa Burm.f)

b. Variabel terikat : efek antipiretik yang ditunjukkan suhu tubuh mencit jantan

gallur swiss (Muss muscullus)

No. Variabel Defenisi operasional Alat ukur Hasil ukur Skala

1. Konsentrasi Ekstrak daun gandarusa Gelas ukur Konsentrasi Ratio

dosis ekstrak (Justicia gendarussa dan ekstrak 1%, 5%,

etanol daun Burm.f) adalah ekstrak timbangan 10% b/v dan

gandarusa hasil ekstraksi etanol analitik dinyatakan

(Justicia 70% dengan metode dalam gr/ml

gendarussa maserasi.

Burm.f)
2. Suhu tubuh Efek antipiretik ekstrak termometer Nilai rata-rata Interval

mencit jantan daun gandarusa pada digital penurunan suhu

gallur swiss mencit setelah 3 jam rektal mencit

(Muss diberikan pepton 10% dengan satuan

muscullus) diukur tiap 30 menit ºC

selama 180 menit.

3.5 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Fitokimia Farmasi dan

Farmakologi Farmasi Akademi Farmasi Santo Fransiskus Xaverius Maumere pada

bulan Desember 2020.

3.6 Alat dan Bahan


47

3.6.1 Alat-alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah :

No. Alat Kegunaan

1. Baskom Sebagai wadah untuk menampung simplisia kering

daun gandurasa (Justicia gendarussa Burm. f) yang

sudah dihaluskan/diblender
2. Batang pengaduk Digunakan untuk mengaduk/mencampurkan serbuk

simplisia daun gandarussa (justicia gendarussa

Burm. f) dengan etanol sebagai pelarut pada proses

ekstraksi dengan metode maserasi


3. Bunsen Untuk memanaskan sebuah cairan yang

membutuhkan energi panas ketika proses reaksi

tersebut dilakukan.
4. Corong gelas Untuk membantu memasukkam cairan dari tempat

satu ke tempat yang lain yang memiliki diameter

lubang yang lebih kecil.

5. Erlenmeyer 100 ml Untuk mencampur bahan-bahan yang dianalisa, dan

melarutkan bahan-bahan terkhusus seperti

komposisi media

6. Gelas ukur 100 ml Sebagai alat untuk mengukur volume larutan


7. Kaki tiga Sebagai penahan kawat kasa dan penyangga ketika

proses pemanasan.
8. Kawat kasa Untuk dijadikan alas gelas yang diletakkan pada

kaki tiga

9. Kertas saring Digunakan untuk menyaring maserat agar bisa

mendapatkan ekstrak cair dari proses ekstraksi


48

dengan metode maserasi


10. Kompor Sebagai alat untuk memanaskan/menguapkan

ekstrak cair daun gandarussa (Justicia gendarussa

Burm. f) sehingga menghasilkan ekstrak kental.


11. Pipet tetes Digunakan untuk memindahkan volume cairan yang

telah terukur dalam jumlah yang sangat kecil yaitu

berupa tetesan
12. Mortir dan stamper Untuk menghancurkan atau menghaluskan suatu

bahan atau zat yang masih bersifat padat atau

kristal, dan juga untuk menghaluskan bahan yang

dimana sebelum direaksikan harus dihaluskan

terlebih dahulu.
13. Senduk tanduk Untuk mengambil bahan berbentuk serbuk
14. Spatula Untuk mengaduk zat tertentu, termasuk zat yang

diperlukan dalam tabung reaksi yang memang perlu

diaduk.

15. Spuit injeksi 1ml Untuk membantu proses pemberian obat dan

(yang dilengkapi ekstrak daun gandarusa (Justicia gendarussa

dengan jarum Burm.f) pada mencit (Muss mussculuss) secara oral.

sonde oral)
16. Termometer digital Untuk mengukur suhu pada mencit jantan gallur

swiss (Muss mussculuss) pada pengujian antipiretik


17. Timbangan analitik Untuk menimbang berat daun gandarussa yang

akan diekstraksi, dan juga untuk mengukur berat

badan pada Mencit jantan gallur swiss (Muss

mussculus)
49

3.6.2 Bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah :

No. Bahan Kegunaan


1. Air suling Sebagai pelarut
2. Daun gandarusa (Justicia Sebagai sampel bahan penelitian dalam

gendarussa Burm. f) pengujian efek antipiretik


3. Etanol 70% Sebagai pelarut dalam ekstraksi daun

gandarusa (Justicia gendarussa Burm. f)


4. Na-CMC 1% Sebagai kontrol negatif
5. Paracetamol (0,195%) Sebagai kontol positif
6. Pepton Sebagai penginduksi demam

3.7 Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan gallur

swiss (Muss mussculus) berumur 3-4 bulan, jantan dengan berat 20-30 gram

sebanyak 25 ekor yang akan dibagi secara random (acak) dalam 5 kelompok yaitu,

1 kelompok kontrol positif, 1 kelompok kontrol negatif, dan 3 kelompok untuk

ekstrak daun gandarusa (Justicia gendarussa Burm. f) konsentrasi 1%, 5% dan

10%.

3.8 Prosedur Kerja

1. Penyiapan sampel

Sampel berupa daun gandarusa (Justicia gendarussa Burm.f) diambil di

lorong batarang, jalan K. S. Tubun, kota Maumere, Flores-Nusa Tenggara Timur

dengan cara memotong tangkai daun gandarusa menggunakan tangan kosong .

2. Pengolahan sampel
50

Sampel yang diambil yaitu sampel yang segar dari daun gandarusa (Justicia

gendarusa Burm.f) yang diperoleh, dipilih dan diambil bagian daun pertama

hingga daun ketiga dari tanaman gandarusa. Sampel kemudian disortasi basah dan

dicuci bersih di bawah air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang berupa

tanah atau lumpur yang menempel pada sampel atau bahan asing lain dari bahan

simplisia, setelah bersih dari pengotor kemudian dikeringkan dengan cara diangin-

anginkan ditempat sejuk dan terhindar dari sinar matahari. Setelah kering, lalu

dilakukan sortasi kering dan dihaluskan menggunakan blender dan diayak no. 60

sehingga didapatkan serbuk daun gandarusa.

3. Ekstraksi sampel penelitian dengan cara maserasi

Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode maserasi.

Proses maserasi dimulai dengan menimbang serbuk halus simplisia daun

gandarusa (Justicia gendarussa Burm. f) sebanyak 500 gram kemudian

diekstraksi dengan etanol 70% sebanyak 2 liter. Setelah dicampurkan dengan

pelarut etanol, maserat diaduk dengan alat pengaduk hingga homogen direndam

selama 24 jam sambil sesekali diaduk. Pisahkan maserat dan ulangi proses

ekstraksi sebanyak 2 kali dengan jumlah dan jenis pelarut yang sama kemudian

kumpulkan semua maserat. Maserat kemudian disaring menggunakan kertas

saring untuk mendapatkan ekstrak cair. Ekstrak cair kemudian diuapkan untuk

memperoleh ekstrak kental.

4. Pembuatan sampel penelitian dengan konsentrasi 1%b/v, 5%b/v, 10%b/v :

a. Pembuatan ekstrak dengan konsentrasi 1% b/v

1) Disiapkan alat dan bahan


51

2) Timbang ekstrak kental etanol daun gandarusa sebanyak 0,1 gram

3) Kemudian tambahkan Na-CMC 1% hingga 10 ml

4) Kemudian dikocok hingga larut dan diberi etiket

b. Pembuatan ekstrak dengan konsentrasi 5% b/v

1) Disiapkan alat dan bahan

2) Timbang ekstrak kental etanol daun gandarusa sebanyak 0,5 gram

3) Kemudian tambahkan Na-CMC 1% hingga 10 ml

4) Kemudian dikocok hingga larut dan diberi etiket

c. Pembuatan ekstrak dengan konsentrasi 10% b/v

1) Disiapkan alat dan bahan

2) Timbang ekstrak kental etanol daun gandarusa sebanyak 1 gram

3) Kemudian tambahkan Na-CMC 1% hingga 10 ml

4) Kemudian dikocok hingga larut dan diberi etiket

5. Pembuatan larutan Na-CMC 1% b/v :

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Ditimbang Na-CMC sebanyak 1 gram.

c. Masukan Na-CMC kedalam gelas ukur lalu tambahkan aquades hingga 100

ml sambil diaduk hingga homogen, ditandai dengan tidak nampaknya lagi

serbuk berwarna putih kemudian didinginkan dan diberi etiket.

6. Pembuatan Pepton 10% b/v

Larutan pepton 10% dibuat dengan menimbang 10 gram pepton kemudian

dilarutkan dalam 100 ml air suling dan dikocok hingga homogen lalu beri etiket.
52

7. Pembuatan Suspensi Paracetamol 0,195%

Dibuat larutan persediaan sebanyak 100 ml yaitu timbang serbuk parasetamol

sebanyak A mg. Kemudian masukan serbuk parasetamol yang sudah ditimbang

kedalam labu 100 ml tambahkan aquades sampai 100 ml kocok hingga homogen.

8. Penyiapan Hewan Uji Mencit

Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan dengan berat badan 20-30

gram yang telah dikarantina untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan selama

satu minggu. Hewan uji yang disiapkan sebanyak 25 ekor dibagi dalam 5

kelompok perlakuan secara random, yang terdiri dari 5 ekor mencit perkelompok.

9. Perlakuan Hewan Uji Mencit :

a. Hewan uji mencit mula-mula dipuasakan terlebih dahulu selama 4 jam

kemudian hewan uji masing-masing ditimbang berat badannya, lalu diberi

penandaan masing-masing di tubuh mencit lalu dikelompokkan menjadi 5

kelompok hewan secara random (acak), dalam 1 kelompok dibagi menjadi 5

ekor mencit.

b. Ukur suhu rektal awal mencit, kemudian diinduksi demam menggunakan

pepton 10% 1 ml/30 gram BB mencit secara subkutan setelah 30 menit suhu

rektal mencit kemudian diukur kembali dengan menggunakan termometer,

kemudian masing-masing kelompok diperlakukan berdasarkan perlakuan

masing-masing.

c. Pada kelompok I diberikan Na-CMC 1% b/v secara peroral sebagai kontrol

negatif.
53

d. Kelompok II, III, dan IV diberikan ekstrak daun gandarusa secara peroral

dengan konsentrasi 1% b/v, 5% b/v, dan 10% b/v.

e. Kemudian kelompok V diberikan paracetamol 0,195% secara oral sebagai

kontrol positif.

f. Setelah diberi perlakuan suhu rectal mencit kemudian diukur kembali masing-

masing pada menit ke 30, 60, 90, 120, 150, dan 180.

3.9 Hipotesis

Dalam penelitian ini hipotesis yang digunakan ada dua yaitu, hipotesis

deskriptif dan hipotesis komparatif. Hipotesis deskriptif adalah dugaan tentang

nilai suatu variabel mandiri, tidak membuat perbandingan atau hubungan

(Sugiyono, 2016:86). Sedangkan, hipotesis komparatif adalah pernyataan yang

menunjukkan dengan nilai dalam satu variabel atau lebih pada sampel yang

berbeda (Sugiyono, 2016:88). Jadi rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ekstrak daun gandarussa (Justicia gendarussa Burm.f) memiliki efek

antipiretik pada mencit (Mus musculus) ? (hipotesis deskriptif)

Rumusan hipotesis

Ho : ekstrak daun gandarussa (Justicia gendarussa Burm.f) tidak memiliki efek

antipiretik pada mencit (Mus musculus)

Ha : ekstrak daun gandarussa (Justicia gendarussa Burm.f) memiliki efek

antipiretik pada mencit (Mus musculus)


54

2. Berapakah perubahan suhu mencit yang dihasilkan dari pemberian ekstrak

etanol daun gandarusa (Justicia gendarussa Burm.f) dengan konsentrasi 1%,

5%, dan 10% ? (hipotesis deskriptif)

a. Ho : perubahan suhu mencit yang dihasilkan dari pemberian ekstrak etanol

daun gandarusa konsentrasi 1% lebih kecil atau sama dengan konsentrasi

5% dan konsentrasi 10%

Ha : perubahan suhu mencit yang dihasilkan dari pemberian ekstrak etanol

daun gandarusa konsentrasi 1% lebih besar dari konsentrasi 5% dan

konsentrasi 10%

b. Ho : perubahan suhu mencit yang dihasilkan dari pemberian ekstrak etanol

daun gandarusa konsentrasi 5% lebih kecil atau sama dengan konsentrasi

1% dan konsentrasi 10%

Ha : perubahan suhu mencit yang dihasilkan dari pemberian ekstrak etanol

daun gandarusa konsentrasi 5% lebih besar dari konsentrasi 1% dan

konsentrasi 10%

c. Ho : perubahan suhu mencit yang dihasilkan dari pemberian ekstrak etanol

daun gandarusa konsentrasi 10% lebih kecil atau sama dengan konsentrasi

1% dan konsentrasi 5%

Ha: perubahan suhu mencit yang dihasilkan dari pemberian ekstrak etanol

daun gandarusa konsentrasi 5% lebih kecil atau sama dengan konsentrasi

1% dan konsentrasi 10%


55

3. Apakah terdapat perbedaan aktivitas antipiretik antara ketiga konsentrasi

ekstrak etanol daun gandarusa (Justicia gendarussa Burm.f) dengan

konsentrasi 1%, 5%, dan 10% ? (hipotesis komparatif)

Ho : tidak terdapat perbedaan aktivitas antipiretik antara ketiga konsentrasi

ekstrak etanol daun gandarusa (Justicia gendarussa Burm.f) konsentrasi 1%,

5%, dan 10% dengan kontrol positif.

Ha : terdapat perbedaan aktivitas antipiretik antara ketiga konsentrasi ekstrak

etanol daun Gandarusa (Justicia gendarussa Burm.f) konsentrasi 1%, 5%, dan

10% dengan kontrol positif.

3.10 Analisis data

Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode Analisis Of Varians

(ANOVA). Uji anova merupakan uji yang memberikan gambaran hasil yang

hampir sama dengan uji t test dimana hasilnya memberikan gambaran hubungan

antara variabel bebas dengan variabel terikat. Namun uji anova juga dikenal

dengan istilah uji F. Syarat uji anova ada 2 yaitu data harus normal dan data harus

homogen. jika kedua syarat terpenuhi maka pengolahan data untuk data yang

terdiri dari lebih 2 variabel dapat dilakukan dengan uji anova (Sani, 2018:121).

Untuk penelitian ini yang digunakan adalah anova jenis One way ANOVA

(ANOVA satu Arah). One way ANOVA adalah jenis uji parametrik untuk

mengetahui perbedaan rata-rata antara dua variabel atau lebih dari dua variabel.

Dimana variabel dependent 1 dibandingkan dengan lebih dari satu variabel

independen. Interpretasi data dilihat dari nilai signifikansi jika data yang diperoleh
56

mendapat nilai signifikansi < 0,05 maka dapat dikatakan bahwa ada perbedaan

yang bermakna untuk tiap variabel dan sebaliknya jika nilai signifikansi > 0,05

maka diartikan tidak ada perbedaan yang bermakna antar variabel. Ada dua syarat

yang harus dipenuhi oleh suatu data agar dapat digunakan analisis dengan uji

ANOVA satu arah yaitu data harus normal dan varians data harus homogen (sama)

(Sani, 2018:122).

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, B.(2010).Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif Yang Berpotensi


Sebagai Bahan Antifertilitas.Jakarta: Adabia Press.
Ansel, H.C.(1989).Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi.Jakarta:Universitas
Indonesia (UI-Press).
Apriyanti, D.I., Pangkahila, W., & Aman, IGM.(2017).Pemberian Ekstrak Daun
Gandarussa (Justicia gendarussa Burm.) Menurunkan Kadar F2-Isoprostan
Urin Tikus Wistar (Rattus norvegicus) Jantan yang Diinduksi Latihan Fisik
Berlebih.Denpasar: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Asyhad, M.H.(2018).Kontrasepsi Pria, tapi jarak 100 Hari Sudah Subur Lagi.
(https://intisari.grid.id diakses pada tanggal 1 juli 2020).
Bebenista, M. J., & Nowak, J. Z.(2014).Paracetamol: Mechanism Of Action,
Applications And Safety Concern.Poland: Department of Pharmacology,
57

Chair of Pharmacology and Clinical Pharmacology at the Medical University


of Lodz, Zeligowskiego.
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga.Jakarta : Depertemen
Kesehatan RI.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat.Jakarta : Depertemen
Kesehatan RI.
Eff, A.R.Y., Rakhmawati, I., & Fentami, N.A.2015.Petunjuk Praktikum
Farmakologi.Universitas Esa Unggul: Program Studi Ilmu Farmasi fakultas
Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul.
Endarini, L.H.(2016).Modul Bahan Ajar Cetak: Farmakognosi dan Fitokimia.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Ermawati, E. F.(2010). Efek antipiretik ekstrak daun pare (momordica charantia
l.) Pada tikus putih jantan.Skripsi tidak diterbitkan.Surakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Florencia, R.(2018).Uji Aktifitas Antipiretik Eksrak Biji Kebiul (Caesalpinia
bondul (L.) Roxb.)Terhadap Tikus Putih Jantan Yang Diinduksi Vaksin DPT-
HB.Skripsi tidak diterbitkan.Indaralaya: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya.
Guyton, A.C., & Hall, J.E.(2011).Textbook of Medical Physiology Twelfth
Edition.Philadelphia: Saunders, an imprint of Elsevier Inc.
Haborne, J.B.(1989).Metode Fitokimia :Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan.Bandung:ITB.
Heturini, R.J.(2016).Analgesik Dan Anti-inflamasi Fraksi-fraksi Ekstrak Etanol
Daun Gandarusa (Justicia gendarussa Burm. f) Secara In Vivo Dan Uji
Keamanan Terhadap Lambung.Surakarta: Program Studi S2 Ilmu Farmasi
Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta.
Indijah, S.W.(2016).Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi : Farmakologi.Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Ismoedijanto.(2002).Demam Pada Anak.Sari Pediatri, Volume 2, Nomor 2,
Agustus 2002:103-108
Jansen, I., Wuisan, J., & Awaloei, H.(2015). Uji Efek Antipiretik Ekstrak Meniran
(Phyllantus niruri L.) Pada Tikus Wistar (Rattus norvegicus) Jantan Yang
Diinduksi Vaksin DPT-HB.Manado: Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi Manado.
Jin, J.(2015).Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs.Jamma Patient Page Volume
314 Nomor 10, 8 September 2015.
58

Kalay, S., Bodhi, W., & Yamlean, P.V.Y.(2014).Uji Efek Antipiretik Ekstrak
Etanol Daun Prasman (Eupatorium triplinerve Vahl.) Pada Tikus Jantan
Gallur Wistar (Rattus Norvegicus L.) Yang Diinduksi Vaksin DPT-
HB.Manado: Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT Manado.
Katno & Pramono, S.(2008).Tingkat Manfaat dan keamanan Tanaman Obat dan
Obat Tradisional.Laporan penelitian tidak diterbitkan.Yogyakarta: Fakultas
Farmasi Universitas Gadjah Mada.
Kavitha, K., Sangeetha, K.S.S., Sujatha K. & Umamaheswari, S.Phytochemical
and Pharmacological Profile of Justicia gendarussa Burm f.Journal of
Pharmacy Research Volume 8, 7 july 2014.
Kurdi, A.(2010).Tanaman Herbal Indonesia: Cara Mengolah dan Manfaatnya
Bagi Kesehatan.SMKN 1 Tanjung.
Laili, N.H.(2018).Efek Pemberian Ekstrak Daun Gandarussa (Justicia
gendarussa Burm. f) Terhadap Kadar Hormon Estradiol Endogen Dan
Perubahan Gambaran Histologi Folikel Antral Ovarium Pada Mencit
Betina.Semarang: Program Studi Magister Biomedik Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
Malik, F., Ningsi, A., Bafadal, M., Saktiani, D.N., & Wahyuni.(2018). Uji Efek
Antipiretik Ekstrak Etanol Buah Wualae (Etlingera elatior (Jack) R.M.
Smith) Terhadap Mencit Jantan (Mus musculus L.) Galur Balb/C. Kendari:
Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo, Kampus Hijau Bumi Tridharma
Anduonohu Kendari.
Ningsih, I. Y., Puspitasari, E., Triatmoko, B., & Dianasari, D.(2016).Buku
Petunjuk: Fitokimia Edisi Revisi X.Jember: Bagian Biologi Farmasi, Fakultas
Farmasi Universitas Jember.
Notoatmodjo, S.(2012).Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta : Rineka Cipta.
Nugroho,R.A.(2018).Mengenal Mencit Sebagai Hewan Laboratorium.Samarinda:
Mulawarman Universitas Press.
Ogoina, D.(2011).Fever, Fever Patterns and Diseases Called ’Fever’-A
review.Nigeria: Immunology and Infectious Disease Unit, Department of
Medicine, Bingham University Teaching Hospital, Jos Plateau State.
Raka, A.S.(2017). Uji Aktivitas Analgetik Dan Antipiretik Ekstrak Batang
Yodium (Jatropha multifida L.) Pada Tikus Putih Jantan Galur
Wistar.Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta.
Rumah mencit medan, ( https://lookaside.fbsbx.com diakses pada tanggal 1 juli
2020).
59

Sani, F.(2018).Metodologi Penelitian Farmasi komunitas dan Eksperimental :


Dilengkapi dengan Analisis Data Program SPSS.Yogyakarta: DEEPUBLISH
(Grup Penerbitan CV Budi Utama).
Siyoto, S., & Sodik, M.A.(2015).Dasar Metodologi Penelitian.Yogyakarta:
Literasi Media Publishing
Stevani, H.(2016).Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi : Farmakognosi Dan
Fitokimia.Jakarta: Kementerian kesehatan Republik Indonesia.
Surahman., Rachmat, M., & Supardi, S.(2016).Modul Bahan Ajar Cetak
Farmasi : Meteodologi penelitian.Jakarta:Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Suryani, N. C., Permana, D. G. M., & Jambe, A. A. G. G. A.(2015).Pengaruh
Jenis Pelarut Terhadap Kandungan Total Flavonoid Dan Akttivitas
Antioksidan Ekstrak Daun Matoa(Pometia pinnata).Universitas Udayana:
Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Udayana.
Syamsuni, H.S.(2006).Ilmu Resep.Jakarta:Kedokteran EGC.
Widodo, A., Khumaidi, A., & Lasongke, P.F.A.(2019).Toksisitas Ekstrak Etanol
dan Ekstrak Air Dari Daun Jotang Kuda (Synedrella nodiflora (L.) Gaertn.),
daun Gandarusa (Justicia Gendarussa Burm.F.), dan Daun Pulutan (Urena
lobata L.) dengan Brine Shrimp Lethality Test.Jurnal Farmasi Galenika
:GalenikaJournal of Pharmacy, 5(2), 198-205.
doi:10.22487/j24428744.2019.v5.i2.13935
Wilmana, P.F.(2001).Farmakologi dan Terapi Edisi 4.Jakarta : Departemen
Farmakologi Dan Teraupetik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Wilmana, P.F., & Gan, S.(2012).Farmakologi dan Terapi Edisi 5.Jakarta:
Departemen Farmakologi Dan Teraupetik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Yuliani, N.N., Sambara, J., & Setyarini, Y,.(2016).Uji Efek Antipiretik Ekstrak
Etanol Kulit Batang Faloak (Sterculia sp.) Pada Mencit Putih Jantan (Mus
musscullus) Yang diinduksi Vaksin DPT-HB.Jurnal Info Kesehatan.
(online).Vol.14, No 2.
Yusmaniar, Wardiyah, & Nida, K.(2017).Praktikum Mikrobiologi dan
Parasitologi.Jakarta: Kementerian kesehatan Republik Indonesia.
Zulfa, N.R.A., Sastramihardja, H.S., & Dewi, M.K.(2017). Uji Efek Antipiretik
Ekstrak Air Umbi Bengkuang (Pachyrhizus erosus) pada Mencit (Mus
musculus) Model Hiperpireksia.Bandung: Fakultas Kedokteran, Universitas
Islam Bandung.
60

LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Kerja Efek Antipiretik Ekstrak Daun Gandarussa


(Justicia gendarussa Burm. f) Terhadap Mencit (Mus mussculus)

Daun gandarusa Mencit


(Justicia gendarussa)
(Mus musculus)

Dipotong kecil-kecil Dikelompokkan


Dicuci bersih Dipuasakan
Dikeringkan Ditimbang

Ekstrak Daun Diukur suhu rektal


gandarusa konsentrasi awal
1%, 5%, 10%
61

Perlakuan hewan uji

Mencit diinduksi pepton 10 %

Ukur suhu mencit setiap


30 menit

Kelompok I Kelompok II Kelompok Kelompok Kelompok V


III IV
Kontrol Pemberian Kontrol
negatif Na- ekstrak Daun Pemberian Pemberian positif
CMC 1% gandarusa ekstrak Daun ekstrak Daun parasetamol
1% gandarusa gandarusa 0,925%
5% 10%

Pengambilan data pada menit ke 30,


60, 90, 120,150 dan 180

Analisis data

Lampiran II. Perhitungan Dosis


Kesimpulan
1. Perhitungan dan konversi dosis Parasetamol dari manusia ke mencit (Mus

mussculus):

Parasetamol :

Dosis Lazim paracetamol untuk manusia = 500 mg

Faktor konversi manusia ke mencit = 0,0026

Konversi dosis untuk mencit BB 20 gram = 500 mg x 0,0026

= 1,3 mg
62

Untuk mencit dengan berat 30 g = (30 g/ 20 g) x KD mencit BB 20 g

= (30 g/ 20 g) x 1,3 mg

= 1,95 mg

Dibuat larutan dalam 100 ml:

Volume pemberian per oral = 1 ml

Jumlah Parasetamol yang di gunakan = x KD 30 g

= x 1,95 mg

= 195 mg atau 0,195 gram

% kadar parasetamol = x 100%

= x 100%

= 0,195 %

Bobot 1 tablet parasetamol = 0,57 g → 570 mg

Bobot parasetamol yang ditimbang = x A = A mg

2. Berat ekstrak yang dibutuhkan untuk membuat dosis ekstrak daun gandarusa

(Justicia gendarussa Burm. f) dengan konsentrasi 1%, 5%, dan 10%.

Ket :

V1 = volume larutan standar (ml)

C1 = konsentrasi larutan standar (mg/ml)


63

V2 = volume larutan yang dibuat (ml)

C2 = konsentrasi larutan yang dibuat (mg/ml)

a. Konsentrasi ekstrak 1% dengan larutan stok 10 ml

V1 x C1 = V2 x C2

100ml x 1g = 10ml x C2

100g/ml = 10ml x C2

C2 = = 0,1g

b. Konsentrasi ekstrak 5% dengan larutan stok 10 ml

V1 x C1 = V2 x C2

100ml x 5g = 10ml x C2

500g/ml = 10ml x C2

C2 = = 0,5g

c. Konsentrasi ekstrak 10% dengan larutan stok 10ml

V1 x C1 = V2 x C2

100ml x 10g = 10ml x C2

1000g/ml = 10ml x C2

C2 = = 1g

Anda mungkin juga menyukai