Anda di halaman 1dari 61

1

UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL


DAUN CENGKEH (Syzygium aromaticum L. )TERHADAP
TIKUS PUTIH JANTAN ( Rattus norvegicus L.)

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh:

NURI ANGGRAINI

482011805077

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

STIK SITI KHADIJAH PALEMBANG

2022
2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia yang beriklim tropis menyebabkan tanahnya subur sehingga

banyak jenis tumbuhan yang dapat tumbuh. Diantara berbagai jenis tersebut

beberapa jenis tumbuhan memiliki khasiat sebagai obat. Kalangan

masyarakat banyak yang belum mengetahui bahwa semua kekayaan di

negara ini tersimpan khasiat yang sangat besar dari tanaman tersebut.

Namun sebagian besar dari tumbuhan obat itu tidak diketahui oleh manusia

sehingga tidak pernah terawat dengan baik. Hal tersebut menyebabkan

manusia semakin tidak mengenal jenis-jenis tumbuhan obat dan akhirnya

tumbuhan obat berkesan sebagai tanaman liar yang mengganggu kehidupan

tumbuhan lainnya (Hariana, 2013).

Obat merupakan suatu bahan yang di gunakan untuk menyembukan

,mengurangi, menghilangkan gejala penyakit. Sejalan dengan munculnya

jenis- jenis penyakit yang merebak luas dimasyarakat mengakibatkan

kebutuhan obat menjadi suatu hal yang sangat penting. Tetapi seiring

berkembangnya teknologi banyak obat yang ditemukan. Obat-obatan ini

banyak mengandung kimia buatan sehingga banyak mempunyai efek

samping yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Oleh karena itu, kebanyakan

masyarakat Indonesia menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah


3

satu upaya menanggulangi berbagai masalah kesehatan (Calisa, 2010) .

Penggunaan tanaman obat untuk penyembuhan suatu penyakit di

dasarkan pada pengalaman yang secara turun-temurun diwariskan oleh

generasi terdahulu kepada generasi berikutnya. Tanaman obat merupakan

suatu komponen penting dalam pengobatan tradisional. Selain lebih

ekonomis, efek samping ramuan herbal sangat kecil. Karena itu,

penggunaan obat. herbal alami dengan formulasi yang tepat sangat penting

dan tentunya lebih aman dan efektif. Tumbuhan yang sering digunakan

sebagai bahan obat diantaranya adalah tanaman cengkeh. Tanaman cengkeh

(Syzigium aromaticum) merupakan tanaman rempah yang dapat ditemukan

di Indonesia dan dimanfaatkan dalam industri rokok, makanan dan obat-

obatan.

Bagian yang biasa di gunakan terdapat pada bagian daun, bunga, dan

ganggang/tangkai tanaman cengkeh. Daun cengkeh digunakan masyarakat

untuk mengobati berbagai penyakit diantaranya menghilangkan inflamasi

dan sebagian masyarakatmenggunakan daun cengkeh sebagai obat penyakit

dalam. Tanaman cengkeh mempunyai sifat yang khas karena semua bagian

pohon mengandung minyak atsiri mulai dari akar, batang, daun sampai

bunga. Daun cengkeh mengandung komponen fenolik yang tinggi yaitu

kandungan minyak atsiri mencapai 2-3% dengan kadar eugenol antara 80-

85% (Hadi, 2012). Senyawa eugenol mempunyai aktivitas farmakologi

sebagai analgesik, antiinflamasi, antimikroba, stimulant, dan anastetik lokal

sehingga senyawa ini banyak dimanfaatkan dalam industri farmasi. Eugenol

mempunyai sifat sebagai stimulan, anestetik lokal, karminatif, antiseptik

dan antispasmodik. senyawa eugenol merupakan komponen utama yang


4

terkandung dalam minyak atsiri cengkeh. Eugenol mengandung senyawa

aktif seperti saponin, flavonoid, tannin, dan minyak atsiri (Pramod et al,

2010). Mekanisme flavonoid dalam menghambat proses terjadinya

inflamasi pada luka bakar melalui berbagai cara yaitu menghambat

permeabilitas kapiler, menghambat pelepasan serotonin dan histamin ke

tempat terjadinya radang, metabolisme asam arakidonat dengan cara

meghambat kerja siklogenase. Serta sekresi enzim lisosom yang merupakan

mediator inflamasi penghambatan mediator inflamasi ini dapat menghambat

proliferasi dari proses radang, sel neutrophil, dan sel endothelial (Negara

dkk, 2014).

Penelitian lain juga mengatakan daun cengkeh memiliki kandungan

minyak atsiri 1-4%, yang dapat dimanfaatkan sebagai obat. Pemisahan

kandungan kimia dari bunga cengkeh, tangkai cengkeh dan daun cengkeh

yang menunjukkan bahwa bunga cengkeh dan daun cengkeh mengandung

saponin, alkaloid, flavonoid, glikosida, tannin dan minyak atsiri sedangkan

tangkai bunga cengkeh mengandung saponin, tannin, alkaloid, glikosida,

flavonoid dan minyak atsiri (talahatu, 2015).

Antiinflamasi merupakan jenis obat yang di gunakan untuk

menyembuhkan inflamasi atau radang. Berdasarkan mekanisme kerja obat-

obat antiinflamasi golongan steroid dan obat antiinflamasi non steroid.

Beberapa kondisi yang mengindikasi terjadinya inflamasi yaitu kalor

(panas), rubor (kemerahan ), dolor (nyeri), tumor (pembengkakan ) dan

gangguan fungsi pada area yang mengalami inflamasi (fitriyani et al ,

2011). Efek samping dari penggunaan obat golongan steroid yaitu

dapatmenurunkan respon imun tubuh terhadap infeksi, menurunkan sintesis


5

glukokortikoid, osteoporosis, hipertensi menyebabkan kegemukan pada area

tertentu dan moonface. Sedangkan efek samping dari penggunaan obat

antiinflamasi non steroid (AINS) yang dapat menyebabkan gangguan

saluran pencernaan, menghambat induksi kehamilan, mual, penurunan nafsu

makan, konstipasi, mengganggu fungsi trombosit (Sukmawati et al., 2015).

Pada penelitian Anggitasari Wima (2019), melakukan penelitian tentang

Uji Efek Analgetik Minyak Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum)

Penelitian ini menggunakan metode reflek geliat dengan 20 mencit jantan

galur Balb/C yang terbagi menjadi empat kelompok. Kelompok I sebagai

kontrol diberi CMC Na 0,5%, kelompok II dan II masing-masing diberi

minyak daun cengkeh dengan dosis 100 mg/kgBB dan 200 mg/kgBB, dan

kelompok IV diberi aspirin. Bahan yang digunakan untuk menginduksi

nyeri adalah asam salisilat. Data yang diamati berupa jumlah geliat mencit.

Dan jika di bandingkan dengan pemberian aspirin menunjukan hasil

mendekati.

Menurut Sinulingga Stephanie (2019), melakukan penelitian tentang

efektivitas ekstrak bunga cengkeh (Syzygium aromaticum) terhadap jumlah

sel neutrofil pada soket pasca pencabutan gigi sebagai antiinflamasi.

Penelitian ini menggunakan metode rancangan post test only control group

design de. Dengan 25 tikus jantan yang terbagi menjadi 5 perlakuan.

Konsentrasi 20%, 40%, dan 60%. Hasil penelitian menunjukan bahwa Hasil

dan analisa data menunjukkan bahwa jumlah neutrofil tertinggi terdapat

pada kontrol negatif yaitu kelompok tikus yang diberi basis gel. Sementara

jumlah neutrofil pada kelompok kontrol positif yang diberi Aloclair gel

relatif lebih rendah dibandingkan kontrol negatif tetapi lebih tinggi


6

dibandingkan dengan kelompok perlakuaan hampir seluruh perlakuan

menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap kontrol negatif.

Dari beberapa penelitian tentang pemanfaatan daun cengkeh sebagai

analgetik sudah di lakukan tetapi belum terdapat penelitian tentang

pemanfaatan daun cengkeh (Syzygium aromaticum) sebagai antiinflamasi

terhadap tikus putih jantan (Rattus norvegicus). Maka dari itu penulis

tertarik untuk melakukan penelitian tentang uji aktivitas ekstak etanol daun

cengkeh (Syzygium aromaticum) terhadap tikus jantan putih (Rattus

norvegicus)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat

dirumuskan permasalahan : Bagaimana aktivitas antiinflamasi dari dosis uji

ekstrak etanol daun cengkeh (Syzygium aromaticum)?

1.3. Pertanyaan Penelitian

1.3.1. Apakah ekstrak daun cengkeh memiliki aktivitas antiinflamasi terhadap

tikus putih jantan?

1.3.2. Bagaimana efek antiinflamasi ekstrak etanol daun cengkeh dengan

dosis 100 mg/KgBB, 300 mg/KgBB, dan 600 mg/KgBB?

1.3.3. Bagaimana efek antinflamasi ekstrak etanol daun cengkeh dengan dosis

100 mg/KgBB, 300 mg/KgBB, dan 600 mg/KgBB di bandingkan

dengan natrium diklofenak?


7

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi ekstrak etanol daun cengkeh

(Syzygium aromaticum) pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus ).

1.4.1. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi daun cengkeh (Syzygium

aromaticum) pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus) yang

memiliki aktivitas antiinflamasi.

2. Untuk mengetahui efek antiinflamasi ekstrak etanol daun cengkeh

(syzygium aromaticum) dengan dosis 100 mg/kgBB, 300 mg/kgBB,

dan 600 mg/kgBB.

3. Untuk mengetahui efek antiinflamasi ekstrak etanol daun cengkeh

(syzygium aromaticum) dengan dosis 100 mg/kgBB, 300

mg/KgBB, dan 600 mg/kgBB


8

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini di harapkan dapat memperoleh informasi

bahwa ekstrak etanol daun cengkeh (Syzygium aromaticum) memiliki

aktivitas antiinflamasi yang dapat di manfaat kan untuk mengobati anti

radang.

1.5.2. Bagi STIK Siti Khadijah Palembang

Menambah bahan bacaan di perpustakaan dan menjadi bahan

referensi untuk dapat di gunakan sebagai dasar penelitian di bidang

kesehatan lebih lanjut.

1.5.3. Bagi Peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai referensi untuk

peneliti selanjutnya yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai aktivitas

antiinflamasi ekstrak daun cengkeh ( syzygium aromaticum) .


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum)

2.1.1. Klasifikasi Tanaman Daun cengkeh (syzygium aromaticum)

Klasifikasi ilmiah tanaman daun cengkeh adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae
Subkindom : trachiobonta

Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae

Class : Dicotyledonea
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Spesies : Syzygium aromaticum L. ( Suwarto, dkk. 2014).

Gambar 2.1 Tanaman Daun cengkeh ( Uswantun. 2017)

9
10

2.1.2. Nama Daerah dan Nama Asing

Masyarakat indonesia mengetahui bahwa tanaman cengkeh dikenal

dengan berbagai macam nama yaitu : bunga rawan (Sulawesi), bungeu

lawang (Sumatra) dan cengkeh (Jawa). Istilah lain dari cengkehl

diantaranya sinke, cangke, cengke, gomode, sake, singke, sangke dan

hungo lawa, cengkih (singapura), bunga cengkih (malaysia). (Nuraini,

2014).

2.1.3 Morfologi Tanaman Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum)

Daun cengkeh adalah daun berwarna hijau dan bulat dengan bagian

ujung dan pangkal nya yang berbentuk runcing. Daun ini dapat anda

temukan dengan mudah pada beberapa daerah di Indonesia Cengkeh

(Syzygium aromaticum L.) termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat

memiliki batang pohon besar dan berkayu keras. Cengkeh mampu

bertahan hidup puluhan bahkan sampai ratusan tahun, tingginya dapat

mencapai 20-30 meter dan cabang-cabangnya cukup lebat. Daun

tunggal, bertangkai, tebal, kaku, bentuk bulat telur sampai lanset

memanjang, ujung runcing, pangkal meruncing, tepi tulang daun menyirip,

permukaan atas mengkilap, panjang 6-13,5 cm, lebar 2,5-5 cm, warna

hijau muda atau coklat muda saat masih muda dan hijau tua ketika tua.

Bunga dan buah cengkeh akan muncul pada ujung ranting daun dengan

tangkai pendek serta bertandan. Pada saat masih muda bunga cengkeh

berwarna keungu-unguan kemudian berubah menjadi kuning kehijauan

dan berubah lagi menjadi merah muda apabila sudah tua.


11

Sedang bunga cengkeh kering akan berwarna cokelat kehitaman dan

berasa pedas sebab mengandung minyak atsiri. Perbanyakan tanaman

dapat dilakukan secara vegetatif dan generatif. Tanaman ini tumbuh baik

di daerah tropis di ketinggian 6001.100 meter di atas permukaan laut (dpl)

di tanah yang berdrainase baik (WC lestari, 2017).

2.1.4. Kandungan Kimia Tanaman Daun cengkeh


Tanaman cengkeh mengandung rendemen minyak atsiri dengan jumlah

cukup besar, baik dalam bunga (10–20%), tangkai (5–10%)maupun daun

(1–4%) (Nurdjannah, 2007). Minyak atsiri dari bunga cengkeh memiliki

kualitas terbaik karena hasil rendemennnya tinggi dan mengandung

eugenol mencapai 80–90%. Kandungan minyak atsiri bunga cengkeh

didominasi oleh eugenol dengan komposisi eugenol (81,20%), trans-β-

kariofilen (3,92%), α-humulene (0,45%), eugenol asetat (12,43%),

kariofilen oksida (0,25%) dan trimetoksi asetofenon(0,53%) (Prianto dkk.

2013). Eugenol (C10H12O2) adalah senyawa berwarna bening hingga

kuning pucat, kental seperti minyak, bersifat mudah larut dalam pelarut

organik dan sedikit larut dalam air. Eugenol memiliki berat molekul

164,20 dengan titik didih 250–255ºC (Bustaman, 2011).

Eugenol merupakan senyawa yang terdapat pada minyak atsiri bunga

cengkeh dan berfungsi sebagai zat antifungi dan antibakteri. Mekanisme

kerja eugenol sebagai zat antifungi dimulai dengan penetrasi eugenol pada

membran lipid bilayer sel jamur yang mengakibatkan terhambat suatu

sintesis ergosterol dan terganggunya permeabilitas dinding sel jamur

sehingga terjadi degradasi dinding sel jamur, dilanjutkan dengan rusaknya

membran sitoplasma dan membran protein yang menyebabkan isi dari


12

sitoplasma keluar dari dinding sel jamur. Apabila hal ini terus-menerus

terjadi, lama-kelamaan sel jamur akan mengalami penurunan fungsi

membran dan ketidakseimbangan metabolisme akibat gangguan transport

nutrisi hingga menyebabkan sel lisis dan pertumbuhan jamur menjadi

terhambat (Brooks, dkk. 2008).

2.1.5. Manfaat dan kegunaan daun cengkeh

Pemanfaatan tanaman cengkeh di Sulawesi Utara sebagian besar

hanya mencakup bagian bunganya saja sedangkan bagian daun hanya

dianggap sebagai limbah, padahal di dalam daun cengkeh terkandung suatu

komponen minyak atsiri dan komponen fenolik yang selama ini kurang

dimanfaatkan secara maksimal (Rorong, 2008). Komponen fenolik

merupakan antioksidan alami yang bermanfaat bagi manusia, antioksidan

merupakan senyawa penting dalam menjaga kesehatan tubuh yang terbukti

sebagai pelidung melawan efek bahaya radikal bebas dan diketahui pula

mampu menurunkan resiko kanker, obat sakit gigi, penyakit jantung

coroner, stroke, artherosclerosis, ospteoporosis, inflamasi, penyakit

neurodegeneratif, dan produk aroma terapi (Lumingkewas dkk. 2014).

2.2. Ekstraksi

2.2.1 Pengertian Ekstraksi

Metode ekstraksi adalah salah satu metode yang dilakukan untuk

pengujian pada kayu khususnya di bidang kehutanan dengan lebih spesifik

untuk melihat rendemen suatu bahan. Pengertian lainnya menyebutkan


13

ekstraksi adalah isolasi senyawa metabolit sekunder dari suatu tanaman .

contohnya adalah proses pengekstrakan tebu menjadi gula dengan

menggunakan air sebagai bahan pelarutnya (Febrina et al. 2015).

Ekstrak adalah sediaan kental yang di peroleh dengan mengekstrak

senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan

pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan

dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga

memenuhi baku yang telah ditentukan. Sebagian besar ekstrak dibuat

dengan mengekstraksi bahan baku obat secara perkolasi. Seluruh perkolat

biasanya dipekatkan secara destilasi dengan menggunakan tekanan

(Dirjen POM, 2014).

2.2.2 Metode Ekstraksi

1) Cara Dingin

a. Maserasi

salah satu cara ekstraksi, dimana sediaan cair yang dibuat dengan

cara mengekstraksi bahan nabati yaitu direndam menggunakan pelarut

bukan air (pelarut nonpolar) atau setengah air, misalnya etanol encer,

selama periode waktu tertentu sesuai dengan aturan dalam buku resmi

kefarmasian (Anonim, 2014). Maserasi adalah salah satu jenis metoda

ekstraksi dengan sistem tanpa pemanasan atau dikenal dengan istilah

ekstraksi dingin, jadi pada metoda ini pelarut dan sampel tida
14

mengalami pemanasan sama sekali. Sehingga maserasi merupakan teknik

ekstraksi yang dapat digunakan untuk senyawa yang tidak tahan panas

atau pun tahan panas (Hamdani, 2014) .Prinsip maserasi adalah

pengikatan /pelarutan zat aktif berdasarkan sifat kelarutannya dalam suatu

pelarut (like dissolved like), penyarian zat aktif yang dilakukan dengan

cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama

tiga hari pada temperatur kamar, terlindung dari cahaya, cairan penyari

akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Metode ini digunakan

untuk menyari simplisia yang mudah mengembang, seperti benzoin,

stiraks, dan lilin. Penggunaan metode ini misalnya pada sampel yang

berupa daun, contohnya pada penggunaan pelarut eter atau aseton untuk

melarutkan lemak/lipid. Keuntungan cairan penyarian dengan maserasi

adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana (Dirjen

POM, 2014).

b. Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari

melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip ekstraksi dengaan

perkolasi adalah serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana

silinder, yang bagian bawah nya diberi sekat berpori, cairan penyari

dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan

melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yangdilalui sampel dalam

keadaan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh keasaman gaya berat

nya sendiri dan tekanan penyari dari cairan di atasnya, dikurangi dengan
15

daya kapiler yang cenderung untuk menahan gerakan ke bawah (Dirjen

POM, 2014).

2) Cara Panas

Ekstraksi secara panas dilakukan untuk mengekstraksi komponen

kimia yang tahan terhadap pemanasan, seperti glikosida, saponin, dan

minyak-minyak menguap yang mempunyai titik didih yang tinggi,

selain itu pemanasan juga diperuntukkan untuk membuka pori-pori sel

simplisia sehingga pelarut organik mudah masuk ke dalam sel untuk

melarutkan komponen kimia. Metode ekstraksi yang termasuk cara

panas yaitu (Tobo, 2011).

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik

didihnya, jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya

pendingin balik selama waktu tertentu dan. Untuk mendapatkan proses

ekstraksi sempurna dilakukan penggulangan proses residu pertama sama.

3-5 kali (Askandari, 2015).

b. Sokletasi

Metode ekstraksi sokletasi merupakan suatu metode pemisahan zat

dari campuran nya dengan pemanasan, pelarut yang digunakan akan

mengalami sirkulasi, dibandingkan dengan cara maserasi, ekstraksi

sokletasi memberikan hasil ekstrak yang lebih tinggi. Pelarut melewati alat

ini melalu pendingin, refluks, ekstraksi berlangsung sangat efisien dan

secara efektif senyawa dari biomasa ditarik kedalam pelarut karena

konsentrasi awalnya rendah (Sri Irianty and Yenti, 2014).


16

c. Digesti

Metode ekstrasi yang dilakukan sama seperti maserasi hanya saja

memerlukan temperatur pada suhu lebih tinggi dari suhu ruangan pada

proses maserasi yaitu sekitar 40-50 derajat selsius.

d. Infusa

Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara menyari

simplisia nabati dengan air pada suhu 90°C selama 15 menit. Kecuali

dinyatakan lain, infusa dilakukan dengan cara sebagai berikut : “Simplisia

dengan derajat kehalusan tertentu dimasukkan ke dalam panci infusa,

kemudian ditambahkan air secukupnya. Panaskan campuran di atas

penangas air selama 15 menit, dihitung mulai suhu 90°C sambil sekali-

sekali diaduk. Serkai selagi panas menggunakan kain flannel, tambahkan

air panas secukupnya melalui ampas sehingga diperoleh volume infus

yang dikehendaki”.

e. Dekok

Proses penyarian secara dekokta hampir sama dengan infusa,

perbedaannya hanya terletak pada lamanya waktu pemanasan. Waktu

pemanasan pada dekokta lebih lama dibanding metode infusa, yaitu 30

menit dihitung setelah suhu mencapai 90°C. Metode ini sudah sangat

jarang digunakan karena selain proses penyariannya yang kurang

sempurna dan juga tidak dapat digunakan untuk mengekstraksi senyawa

yang bersifat yang termolabil.


17

2.3. Metabolit Sekunder

Metabolisme merupakan seluruh perubahan kimia yang terjadi dalam

sel hidup yang meliputi pembentukan dan penguraian senyawaan kimia.

Metabolime primer dalam suatu tumbuhan meliputi seluruh jalur

metabolisme yang sangat penting kemampuan tumbuhan untuk

mempertahankan kelangsungan hidupnya ( tatang shabur julianto, 2019).

Metabolit sekunder adalah senyawa yang dihasilkan dalam jalur

metabolism lain yang walaupun dibutuhkan tapi dianggap tidak penting

peranannya dalam pertumbuhan Suatu tumbuhan ( tatang shabur julianto,

2019).

Metabolit sekunder juga digunakan sebagai penanda dan pengatur jalur

metabolisme primer (tatang shabur julianto, 2019). Beberapa manfaat dari

kandungan senyawa sekunder ini berpotensi pada antioksidan, antikanker,

antiinflamasi, antimikroba, antidiabetes, antitripanosoma Golongan senyawa

metabolit sekunder adalah alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, steroid dan

triterpenoid (Gunawan dkk., 2016).

2.3.1 Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa yang kebanyakan bersifat basa dan tidak

berwarna, sifat basa ini membuatnya lebih mudah terdekomposisi terutama

oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen. Setelah diisolasi, alkaloid

berbentuk padatan kristal yang tidak larut tetapi ada juga berbentuk amorf

seperti nikotin dan ada pula yang berupa cairan seperti konini

(Mukhriani, 2014).

Alkaloid yang terkandung dalam tanaman biasanya terdapat pada bagian


18

tertentu, misalnya pada akar, kulit, buah bahkan pada getah tanaman. Fungsi

dari alkaloid ini bisa digunakan oleh tanaman sebagai racun untuk

melindungi diri dari serangga dan binatang, sebagai faktor pertumbuhan

tanaman dan sebagai cadangan makanan bagi tumbuhan (Mukhriani, 2014).

Alkaloid biasanya tidak berwarna dan kebanyakan bersifat optis aktif

dan berbentuk kristal, namun ada pula dalam bentuk cairan (misalnya

nikotin) pada suhu kamar. Senyawa ini merupakan turunan dari asam

amino. Alkaloid juga berfungsi dalam bidang farmakologi diantaranya

sebagai analgetik (penghilang rasa sakit),mengatur kerja jantung, berperan

dalam sistem peredaran darah dan sistem pernafasan dan antimalaria

(Arifuddin, 2013).

2.3.2 Flovonoid

Flavonoid merupakan senyawa yang bersifat polar karena mengandung

gugus hidroksil sehingga larut dalam pelarut polar seperti etanol, butanol,

metanol, etil asetat, aseton dimetil sulfoksida dan air. Sedangkan gugus

yang kurang polar dari flavonoid cenderung lebih mudah larut dalam pelarut

semi polar seperti eter dan kloroform (Ilyas, 2011).

Salah satu sifat yang dimiliki oleh flavonoid sehingga dapat berperan

sebagai antioksidan yaitu kemampuanya mendonorkan atom hidrogennya

dengan cara mengkelat logam. Senyawa flavonoid sangat banyak tersebar

dalam jaringan tanaman. Flavonoid termasuk dalam senyawa fenolik

dengan struktur kimia C6C3C6, yang terdiri dari satu cincin Adan satu

cincin B dan cincin tengah berupa heterosiklik yang mengandung oksigen

(Redha, 2010).
19

Flavonoid ditemukan tersebar pada bagian-bagian tanaman seperti buah,

daun, biji, akar, kulit kayu, batang dan bunga. Fungsi umum yang dimiliki

oleh flavonoid yaitu pemberi zat warna bunga pada tanaman dan membantu

proses penyerbukan. Selain itu, senyawa ini juga berperan dalam

perlindungan diri dari serangan jamur maupun paparan sinar UV-B.

Senyawa ini memiliki struktur berupa cincin aromatis yang memberikan

gambaran bahwa senyawa ini terbentuk dari jalur biosintesis poliketida

(Raharjo, 2013).

Fungsi lain dari flavonoid dalam tanaman yaitu pemberi pigmen pada

tanaman, misalnya memproduksi warna bunga merah, kuning atau biru.

Selain itu, flavonoid juga melindungi struktur sel, meningkatkan produksi

vitamin C, antiinflamasi dan antibiotik (Lumbessy, 2013).

2.3.3 Terpenoid

Terpenoid lebih umum disebut sebagai minyak atsiri, senyawa ini

memberikan bau yang khas dari bermacam-macam bagian tanaman.

Beberapa ahli botani menganggap bahwa minyak atsiri disekresi dalam sel-

sel minyak, didalam ruangan (saluran ekskresi) sehingga minyak atsiri

didefenisikan sebagai secret tanaman yang memiliki bau intensif dan

dilokalisasi pada tempat-tempat tertentu (Mukhriani, 2014).

Lokasi terpenoid dalam tanaman tergantung pada suku tanaman

tersebut, misalnya dalam rambut kelenjar (pada family Labiate), didalam

saluran minyak (pada family Umbellifearae). Minyak atsiri terbentuk oleh

protoplasma akibat adanya peruraian lapisan resin dari dinding sel atau oleh

hidrolisis dari glikosida tertentu.


20

Fungsi dari senyawa ini yaitu karena aromanya dapat mengusir serangga,

mencegah daun dan bunga rusak (Mukhriani, 2014).

2.3.4 Saponin

Saponin adalah glikosida triterpen yang memiliki sifat cenderung polar

karena ikatan glikosidanya. Saponin telah terdeteksi lebih dari 90 suku

tumbuhan dan merupakan senyawa aktif permukaan yang bersifat seperi

sabun. Berdasarkan kemampuannya saponin dapat membentuk busa dan

menghemolisis sel darah. Berdasarkan aglikonnya, saponin dibagi menjadi

dua, yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid (Simaremare, 2014).

2.3.5 Tanin

Tanin atau lebih dikenal dengan asam tanat (bentuk spesifik dari

tanin) merupakan senyawa fenolik polimer dengan banyak gugus hidroksil

dan memiliki struktur yang cukup beragam dengan berat molekul tinggi

yakni sekitar 500 sampai 20.000 Da (Eldin dkk, 2016).

Tanin alami memiliki sifat yang mudah larut dalam pelarut polar

seperti air, etanol, metanol, tetapi sukar larut pada pelarut non polar seperti

benzena, eter, kloroform, dan petroleum eter. Kelarutan tanin akan

meningkat jika dilarutkan dengan air panas (Motta dkk., 2020).

selain itu tanin memiliki warna kuning muda atau coklat muda, dan

dapat menghasilkan senyawa berwarna dengan garam-garam besi karena

adanya gugus fenol. Sebagian besar tanin dalam bentuk serbuk yang bersifat

amorf, serta memiliki massa longar dan bau yang khas (Lima dkk., 2012).

2.4 Inflamasi

2.5.1 Pengertian Inflamasi


21

Inflamasi atau radang merupakan proses fungsi pertahanan tubuh

terhadap masuknya organisme maupun gangguan lain. Inflamasi merupakan

suatu reaksi dari jaringan hidup guna melawan berbagai macam rangsangan

(Soenarto, 2014). Fenomena yang terjadi dalam proses inflamasi meliputi

kerusakan mikrovaskular, meningkatnya permeabilitas kapiler dan migrasi

leukosit menuju jaringan radang (Chen et al., 2018). Tanda-tanda dari

inflamasi yaitukemerahan (rubor), panas (kalor), bengkak (tumor), nyeri

(dolor), dan hilangnya fungsi (function laesa) (Soenarto, 2014). Reaksi

radang meskipun membantu menghilangkan infeksi dan stimulus yang

membahayakan serta memulai proses penyembuhan jaringan, reaksi radang

dapat pula mengakibatkan kerugian dikarenakan mengakibatkan jejas pada

jaringan normal misalnya pada inflamasi dengan reaksi berlebihan (infeksi

berat), berkepanjangan, autoimun, atau kelainan alergi (Zhang et al., 2019).

2.4.2 Klasifikasi Inflamasi

Secara umum terdapat dua klasifikasi respon inflamasi, yakni inflamasi

akut dan inflamasi kronik.

a. Inflamasi Akut

Inflamasi ini ditandai dengan kemerahan dan panas yang terlihat

jelas pada jaringan luar. Hal ini akibat pecahnya sel mast sehingga

melepaskan mediator-mediator inflamasi dan enzim lisosom serta ditandai

dengan banyaknya leukosit. Selain dari peristiwa tersebut, terjadi eksudasi

cairan plasma ke tempat inflamasi yang terus meningkat sehingga terbentuk

cairan eksudat yang ditandai dengan edema (Alfi Inayati, 2010).

b. Inflamasi Kronik

Inflamasi ini ditandai dengan banyaknya eksudat jaringan

granulomatosis, monotosit, dan pengumpulan plasma sel. Akibat jaringan

mengalam fibrosis dan timbullah hyperplasia di sekitar jaringan. Tetapi hal


22

ini dapat terjadi tergantung dari kedudukan dan inflamasi kronik. Elemen-

elemen jaringan yang diserang akan menghasilkan reaksi imun antara suatu

antigen dengan suatu antibody yangmerangsang terjadinya inflamasi.

Inflamasi kronik mempunyai waktu kerja yang lama (Alfi Inayati, 2010).

2.4.3 Penyebab Inflamasi

Dari proses peradangan penyebab umumnya antara lain sebagai berikut :

1) Jaringan nekrosis seperti infarkiskemik

2) Infeksi bakteri pirogenik danvirus

3) Agen fisik seperti trauma, panas, dingin dan radiasi pengion

4) Reaksi hipersensitivitas seperti parasit dan basil tuberculosis

5) Cedera kimiawi seperti korosif, agen pereduksi, toksin bakteri, asam dan

Basa

2.5.4 Tanda-tanda Inflamasia.

1. Kemerahan (rubor)

Gejala berikutnya terjadi adalah kemerahan (rubor) biasanya

merupakan hal pertama yang dilihat di daerah yang mengalami

peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteri yang

mensuplai darah ke daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih

banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Pembuluh-

pembuluh darah yang sebelumnya kosong atau sebagian saja meregang

dengan cepat dan terisi penuh oleh darah. Keadaan ini dinamakan

hiperemi atau kongesti menyebabkan warna merah lokal karena

peradangan akut .
23

2. Rasa panas (kalor)

Rasa panas dan warna kemerahan terjadi secara bersamaan. Rasa

panas disebabkan karena jumlah darah lebih banyak di tempat radang

daripada di daerah lain di sekitar radang. Fenomena panas ini terjadi

bila terjadi di permukaan kulit. Sedangkan bila terjadi jauh di dalam

tubuh tidak dapat dilihat dan rasakan (Pober and Sessa, 2015).

3. Rasa sakit (dolor)

Rasa sakit akibat radang dapat disebabkan karena adanya

peregangan jaringan akibat adanya edema sehingga terjadi peningkatan

tekanan lokal yang dapat menimbulkan rasa nyeri, dan adanya

pengeluaran zat–zat kimia atau mediator nyeri seperti prostaglandin,

histamin, bradikinin yang dapat merangsang saraf perifer di sekitar

radang sehingga dirasakan nyeri (Wijaya et al., 2015)

4. Pembengkakan (tumor)

Gejala paling nyata pada peradangan adalah pembengkakan yang

disebabkan oleh terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler, adanya

peningkatan aliran darah dan cairan ke jaringan yang mengalami cedera

sehingga protein plasma dapat keluar dari pembuluh darah ke ruang

interstitial (Soenarto, 2014).

5. Fungsiolaesa

Fungsiolaesa merupakan gangguan fungsi dari jaringan sebagai

konsekuensi dari suatu proses inflamasi. Gerakan yang terjadi pada daerah

radang, baik yang dilakukan secara sadar atau secarare fleksakan mengalami
24

hambatan oleh rasa sakit, pembengkakan yang hebat secara fisik

mengakibatkan berkurangnya gerak jaringan (Wijaya et al., 2015).

2.5.5 Mediator Inflamasi

Pada tahap awal terjadinya radang, jaringan mengeluarkan stimulus

yang dapat memicu pelepasan mediator kimia plasma atau jaringan ikat.

Mediator tersebut berpengaruh terhadap respon vaskular maupun selular

berikutnya. Respon radang akan berakhir jika stimulus inflamasi jaringan

dan mediatornya hilang, dikatabolisme tubuh atau dihambat pengeluarannya

(Mitchell et al., 2015).

Mediator kimiawi pada inflamasi dihasilkan oleh sel yang mengalami

jejas atau dapat juga berupa faktor plasma. Mediator yang dihasilkan oleh

sel antara lain vasoactive amines (histamin, serotonin), metabolit asam

arakidonat (prostaglandin, leukotrien), faktor neutrophil (protease), dan

lymphokine. Faktor plasma terdiri dari komplemen, kinin (bradykinin),

faktor koagulasi, dan sistem fibrinolitik (Mitchell et al., 2015). Berdasarkan

jenisnya, mediator inflamasi dibagi menjadi 2 yaitu mediator lokal yang

disintesis secara lokal oleh sel di tempat inflamasi dan mediator sistemik

yang bisa sirkulasi di dalam plasma dan disintesis oleh hati

(Abdulkhaleq et al, 2018).

Peranan mediator kimia pada inflamasi akut meliputi beberapa fungsi

dalam dilatasi vaskular, peningkatan permeabilitas, dan kemotaksis. Fungsi

dalam dilatasi vaskular diperankan oleh histamin, serotonin, bradikinin, dan

prostaglandin. Mediator kimia untuk peningkatan permeabilitas adalah


25

histamin, serotonin, bradikinin, komplemen 3a, komplemen 5a,

prostaglandin, leukotriene, protease lisosomal, dan oksigen radikal.

Sementara itu, mediator yang berperan dalam kemotaksis adalah

komplemen 5a, prostaglandin, leukotrien, komplemen 3b (opsonin), dan

bradikinin (Mitchell et al, 2015).

1). Histamin

Histamin terdapat di semua jaringan yang mempunyai peran

modulasi dalam berbagai inflamasi dan respon imun.Didalam jaringan

histamin disimpan dalam sel mast dan dibebaskan sebagai hasil interaksi

antigen. Reseptor histamin yaituH1 dan H2. Kedua reseptor ini

menimbulkan vasodilatasi pada arteri dan pembuluh darah koronari,

menurunkan tekanan darah sistemik dan merendahkan resistensi kapiler

(Askandari, 2015).

2). Serotonin

Serotonin (5-HT) merupakan neurotransmiter yang telah terbukti

terlibat dalam berbagai fungsi otak, termasuk proses pembelajaran dan

mengingat informasi. Serotonin memegang peran penting dalam proses

pembelajaran dan memori karena jalur neuron serotonergik menginervasi

berbagai daerah pada sistem saraf pusat serta beragam jenis reseptor

serotonin dapat ditemukan melimpah di hampir seluruh bagian otak.

Keadaan ini memungkinkan serotonin memengaruhi mekanisme

pembelajaran dan memori pada level seluler dan molekuler melalui

beragam mekanisme bergantung pada jenis reseptor yang diaktivasinya.


26

Serotonin diketahui dapat memengaruhi proses pembelajaran dan

memori, di antaranya melalui fasilitasi sinaps dan modulasi penglepasan

neurotransmiter tertentu, terlibat dalam pembentukan potensiasi jangka

panjang (long-term potentiation, LTP), serta neurogenesis pada

hipokampus (Ar furqaani, 2015).

3.) Bradikinin

Bradikinin merupakan vasodilator yang menyebabkan vasodilatasi.

Bradykinin berasal dari kininogen yang dirubah oleh kalkrein menjadi

bradykinin. Terlambat nya metabolisme bradikin ini lah yang

menyebabkan terjadinya vasodilatasi karena bradykinin menumpuk.

Bradykinin akan berikatan denganreseptor BK 2 pada pembuluh darah

sehingga mengaktifkan ekspresi produksi prostaglandin. Prostaglandin

inilah yang akan mengakibatkan terjadinya vasodilatasi. Perlu diketahui

bahwa peningkatan bradykinin dipercaya bertanggung jawab sebagai

penyebab batuk kering yang merupakan efek sampingdari ACE Inhibitor.

Hal ini dikarenakan bradykinin berikatan dengan reseptor batuk di

bronkus sehingga mengakibatkan munculnya refleks batuk

( J biochem .2017).

4). Prostaglandin

Prostaglandin merupakan molekul pembawa pesan pada proses

inflamasi (radang). Sintesis prostaglandin dapat terjadi bila membran sel

mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik, atau

mekanis, sehingga enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah


27

fosfolipida menjadi asam arakhidonat ( DA palupi.2017).

5.) Leukotrien

Leukotrien merupakan kelompok triena terkonjugasi yang dibentuk

dari asam arakidonat yang ditemukan di dalam leukosit, sel mast,

trombosit dan makrofag melalui jalur lipoksigenase sebagai respons

terhadap stimulus imunologis dan nonimunologis. Inflamasi kulit dan

kemotaksis termasuk salah satu efek sistemik dari leukotrien

(Amalia, 2016).

2.5.6 Obat-obat Antiinflamasi

Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat antiinflamasi dibagi menjadi

dua golongan yaitu : obat antiinflamasi golongan steroid dan obat

antiinflamasi golongan nonsteroid (Amalia, 2016).

1. Obat Anti inflamasi Steroid

Obat obat yang tergolong obat antiinflamasi steroid antara lain kortison

asetat, hidrokortison, deksametashon, betametashon, prednisone dan

sebagainya (Amalia, 2016). Obat antiinflamasi steroid disintesis secara alami

di korteks adrenal dan hasil biosintesisnya dari kolestrol. Mekanisme kerja

obat antiinflamasi steroid adalah menghambat pelepasan prostaglandin

dariberbagai sel yang memproduk sifaktor-faktor untuk membangun respon

radang (Askandari,2015).
28

2. Obat Antiinflamasi Non Steroid (AINS)

Obat analgesik, antipiretik serta obat antiinflamasi non steroid (AINS)

adalah suatu golongan obat yang heterogen, bahkan secara kimia beberapa

obat sangat berbeda. Walaupun demikian obat-obat ini ternyata memiliki

banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Golongan

heterogen tersebut memiliki kesamaan efek terapi dan efek samping karena

sebagian besar efek terapi dan efek sampingnya berdasarkan atas

penghambatan biosintesis prostaglandin (PG). Obat AINS secara uumum

tidak menghambat biosintesis leuktrienyang diketahui ikut berperan dalam

inflamasi. Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga

konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat

menghambat siklo- oksigenase dengan cara yang berbeda (Gunawan, 2016).

Efek antiinflamasi AINS disebabkan karena inhibisi enzim COX-2.

Terdapat dalam dua bentuk enzim siklooksigenase yaitu COX-1 yang

terdapat dalam sebagian besar jaringan terutama pada mukosa lambung,

trombosit dan pembuluh darah ginjal yang terbentuk di segala jenis kondisi

fisiologis, sedangkan COX-2 terdapat di leukosit, fibrolast dan makrofag

yang terbentukkarena induksi seperti peradangan (Arifa, 2017). Obat-obat

antiinflamasi antara lain indometasin, asam salisilat, ibu profen, asam

mefenamat, fenilbutazon, dan diklofenak (Askandari, 2015).


29

2.6 Natrium Diklofenak

Natrium diklofenak adalah obat golongan AINS dari

turunan asam fenil asetat. Obat yang di pergunakan dalam

pengobatan rheumatoid arthritis, penyakit sendi degeneratif,

spondilitis ankilosa, trauma, dismenorea dan penanganan nyeri

yang terjadi pada operasi ringan . Obat ini bekerja dengan cara

menghambat enzim cyclooxygenase (COX) sehingga produksi

prostaglandin di seluruh tubuh akan menurun. Penghambatan

terhadap enzim cyclooxygenase-2 (COX-2) diperkirakan

memediasi efek antipiretik (penurunan suhu tubuh saat demam),

analgesik (pengurangan rasa nyeri), dan antiinflamasi (anti

peradangan).

Gambar 2.2 Rumus Bangun Natrium Diklofenak

Sedangkan penghambatan enzim COX-1 menyebabkan

gangguan pada pencernaan berupa luka atau ulkus di lambung di

samping gangguan pembekuan darah . Natrium diklofenal sering

di gunakan untuk penangas simptomatik jangka lama

pembekuan darah. Pada artritis reumatoid, osteoartritis, dan

spondilitis ankilosa. Senyawa ini mungkin juga berguna untuk

penanganan jangka pendek cedera otot rangka akut, bahu nyeri

akut (bisipital tendinitis dan subdeltoid bursitis), nyeri


30

paskaoperasi, dan dismenorea ( arifa. 2017)

Mekanisme kerja dari natrium diklofenak menghambat

kerja enzim siklooksigenase yang berfungsi untuk membantu

pembentukan prostaglandin saat terjadinya luka dan

menyebabkan rasa sakit dan peradangan.

1) Uraian Kimia (Farmakope Indonesia Edisi V,2014)

Nama Resmi :Diclofenac Sodium

Nama Lain :Natrium Diklofenak

Nama Kimia :(2-2,6-diklorophenyl) amino


benzeneacetic acid

Rumus Molekul :C14H10Cl2NNaO2

Berat Molekul : 318,13

Pemerian :Serbuk hablur, melebur pada suhu 2840.

Kelarutan : Mudah larut dalam metanol, larut

dalam etanol, agak sukar larut

dalam air, praktis tidak larut

dalam kloroform dan eter.

Wadah danpenyimpanan : Dalam wadah tertutup

rapat dan tidak Tembus

cahaya.

2) Farmakokinetik

diabsorpsi baik setelah konsumsi per oral. Obat

selanjutnya akan mengikuti siklus enterohepatik, berakhir di

urine danfeses.

3) Farmakodinamik
31

Natrium diklofenak mengikatkan diri dan berkelat pada

kedua isoform dari enzim siklooksigenase 1 (COX-1) dan 2

(COX-2).

Hal ini akan menghalangi konversi asam arakidonat menjadi

prostaglandin. Inhibisi natrium diklofenak terhadap COX-2

akan meredakan rasa nyeri dan inflamasi, dan inhibisi obat

terhadap COX-

Dapat menimbulkan efek buruk terhadap gastrointestinal.

Natrium diklofenak dapat lebih aktif terhadap COX-2,

daripada beberapa obat lain golongan antiinflamasi

nonsteroid yang mengandung asam karboksilat.

2.7 Tikus putih ( Rattus norvegicus).

Gambar 2.3 tikus (rattus norvegicus ). ( Uswantun, 2017)

Hewan uji yang sering digunakan diberbagai penelitian

adalah binatang pengerat terutama mencit (Mus musculus L) dan

tikus (Rattus norvegicus L). Hal ini dikarenakan secara genetik

manusia dan kedua hewan uji tersebut memiliki kemiripan.

Jenis mencit dan tikus yang paling banyak digunakan adalah

jenis albino galur Sprague Dawley dangalur Wistar (Sari, 2019).


32

Adapun klasifikasi dari tikus adalah

sebagai berikut: Kindom :

Animalia

Divisi :Chordata

Ordo :Rodentia

Kelas :Mamalia

Famili :Muridae

Genus : Rattus

Spesies. : Rattus Norvegicus (Akbar, 2010).

2.7.1 Volume Maksimum Larutan Sediaan Hewan Percobaan

Volume maksimum larutan sediaan uji yang dapat diberikan

pada beberapa hewan uji (Ritschel, 1974).

Tabel 2. 1 Volume Maksimum Jalur Pemberian pada Hewan Uji

Jenis Hewan Volume Maksimum (ml) sesuai jalur


Percobaan pemberian
i. i.m i.p s.c p.o
v
Mencit (20-30 g) 0,5 0,0 1,0 0,5- 1,0
5 1,0
Tikus (200 g) 1,0 0,1 2-5 2-5 5,0

Hamster (50 g) - 0,1 1-2 2-5 2,5

Marmut (250 g) - 0,2 2-5 5,0 10,0


5
Kelinci (2,5 kg) 5-10 0,5 10- 5-10 20,0
20
Kucing (3 kg) 5-10 1,0 10- 5-10 50,0
20
Anjing (5 kg) 10-20 5,0 20- 10,0 100,0
50
33

2.7.2 Konversi Perhitungan Dosis

Konversi dosis antara jenis hewan dengan manusia ( Laurence

and Bacharach, 1964)

Tabel 2. 2. Konversi Perhitungan Dosis Antar Jenis Hewan dan Manusia

Mencit Tikus Marmut Kelin Kera Anjing Manusia


Hewan 20 g 200 g 400 g ci 1,2 4 kg 12 kg 70 kg
kg

Mencit 20 g 1,0 7,0 12,25 27,8 64,1 124,2 387,9

Tikus 200 g 0,14 1,0 1,74 3,9 9,2 17,8 56,0

Marmut 400 g 0,08 0,57 1,0 2,25 5,2 10,2 31,5

Kelinci 1,2 kg 0,04 0,25 0,44 1,0 2,4 4,5 14,2

Kera 4 kg 0,016 0,11 0,19 0,42 1,0 1,9 6,1

Anjing 12 kg 0,008 0,06 0,10 0,22 0,52 1,0 3,1

Manusia 70 kg 0,002 0,018 0,031 0,07 0,16 0,32 1,0


6
34

2.8 KARAGEN

Karagenan adalah senyawa hidrokoloid yang terdiri dari natrium, magnesium, kalsium

sulfat dan ester (Nafiah, 2011). Karagenan diperoleh dari ekstraksi rumput laut merah kelas

Rhodophyceae dengan air maupun alkali cair. Karagenan merupakan kompleks polisakarida

yang dibentuk dari monomer galaktosa yang dikelompokkan menjadi 3 tipe yaitu lambda, iota

dan kappa.

Karagenan tipe lambda dihasilkan dari rumput laut jenis Chondrus crispus yang

mengandung 35% ester sulfat dan mempunyai anhidrogalaktosa pada posisi 3 dan 6, sedangkan

karagenan jenis kappa yang dihasilkan dari Eucheuma cottonii yang mengandung ester sulfat

26% dan memiliki anhidrogalaktosa pada posisi 3 dan 6, kappa merupakan salah satu polimer gel

kuat yang mempunyai struktur heliks tersier yang menyebabkan pembentukan gel. Karagenan jenis

iota yang dihasilkan dari Eucheuma spinosum yang mengandung ester sulfat 32% dan memiliki

anhidrogalaktosa pada posisi yang sama (Arifah, 2017).

Dalam percobaan menggunakan hewan karagenan sering digunakan untuk menguji aktivitas

antiinflamasi suatu obat. Sebagai agen pendinduksi inflamasi pemilihan karagenan berdasarkan

pada sifatnya yang antigenik dan tidak memberikan efek sistemik. Pada saat proses inflamasi
35

karagenan menginduksi cedera sel sehingga melepaskan mediator. Udema terbentuk pada saat

pelepasan mediator inflamasi, dan setelah di injeksi hanya mampu bertahan selama 5-6 jam selama

24 jam (Arifah, 2017).

Ada dua fase yang melibatkan beberapa mediator inflamasi pada proses pembentukan udema

yang diinduksi oleh karagenan yaitu fase pertama terjadi selama 3 jam setelah diinduksi karagenan

dimana terjadi pelepasan mediator serotonin, histamin, bradikinin dan sintesis prostaglandin

meningkat disekitar jaringan luka. Sedangkan fase kedua terjadi mulai dari jam ketiga sampai jam

kelima dan terjadi pelepasan lisosom, prostaglandin dan protease (Arifah, 2017).
36
37
38
39

2.9 PenelitianTerkait

No Nama dan Judul Metode Hasil


Tahun
1. Wima Uji efek menggunakan Ekstrak etanol daun daun
anggitasari analgetik minyak metode reflek cengkeh dengan dosis
(2019) pada daun geliat kelompok I sebagai
cengkeh kontrol di beri kontrol
(Syzygium diberi CMC Na 0,5%,
aromaticum) kelompok II dan II
masing-masing diberi
minyak daun cengkeh
dengan dosis 100 mg/kg
BB dan 200 mg/kgBB,
dan kelompok IV diberi
aspirin. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa
minyak daun cengkeh
dosis 100 mg/kgBB dan
200
2 Stephanie Efektivitas ekstrak Menggunakan Ekstrak bunga cengkeh
sinulingga Bunga cengkeh metoderancangan dengan konsentrasi 20%,
(2019) (syzygium post test only 40%, 60%. Hasil dan
aromaticum) control group Analisa data menunjukan
Terhadap jumlah sel designde bahwa jumlah neutrofil
neutrofil tertinggi terdapat pada
pada soket pasca control negative yaitu
pencabutan gigi, kelompok tikus yang
sebagai anti inflamasi diberi basic gel.

3 Brijesh R Evaluati on of in – Secara in vivo Ekstrak minyak cengkeh


humbal, vivoanti inflamasi dengan dosis 100
Kamlesh A activity of syzygium mg/kgBB, 250 mg/kgBB,
sadariya, aromaticum oil in dan 500 mg/kgBB. Hasil
Jaimin A male wistar rats penelitian menunjukan
Prajapati, bahwa minyak cengkeh
Shailesh K menunjukan efek
Bhavsar and antiinflamasi dengan dosis
Aswin M ketiga. Efek antiinflamasi
thaker indometasin tertimhhi
pada 3 jam dibandingkan
dengan dosis minyak
cengkeh .
4 Fatimatuzzah Efektifitas Desain penelitian Ekstrak etanol bunga
roh (2015). Ekstrak Bunga Menggunakan tr cengkeh dengan dosis 20
Cengkeh(Syzygium experiment post %, 40 % dan 60 %. Hasil
aromaticum) design penelitian ini menunjukan
terhadap Jumlah dosis 60% mempengaruhi
Pembuluh Darah jumlah kapiler pada tikus
Kapiler padaProses putih.
Penyembuhan Luka
Insisi Fase
Proliferasi
40

2.10 Kerangka Teori

Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka di atas

maka diperoleh kerangka teori sebagaI berikut :

Bagian tanaman : Batang Bunga


Buah Biji Daun

Metode ekstraksi :
Maserasi
Perkolasi Refluks Sokletasi
Digesti
Infusa
Dekok Mekanisme Kerja
Flavonoid : Menghambat
proses inflamasi dan Aktivitas antiinflamasi
menghambat daun cengkeh (syzygium
pelepasanmediator- aromaticum) pada tikus
mediator inflamasi. putih jantan (rattus
Mekanisme kerja minyak norvegicus)
atsiri :
Minyak atsiri dapat
menghambat agregrasi
Metabolit platelet dengan cara
sekunder : menghambat pembentukan
Alkaloid tromboksan
Flavonoid
Saponin
Tanin
minyak atsiri
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen (experimental )

penelitian eksperimen adalah penelitian yang digunakan untuk mencari

pengaruh tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan,

kondisi yang terkendalikan di maksud adalah adanya hasil dari penelitian

dikonversikan ke dalam angka-angka, untuk analisis yang digunakan adalah

dengan menggunakan analisis statistik (Sugiyono, 2011). Jenis penelitian

ini menggunakan metode penelitian eksperimen dengan Pretest and Postest

with Control Group Design dengan rancangan kontrol negatif adalah CMC

(placebo) dan kontrol positif adalah Natrium Diklofenak (Sugiyono, 2009).

3.2. Kerangka Konsep

Variabel Dependen Variabel Independen

-Na-CMC 1% kontrol (-)


-Natrium diklofenak Kontrol (+) Aktivitas AntiInflamasi Pada
-- Tikus Putih Jantan (rattus
-ekstrak Etanol Daun Cengke norvegicus)
(syzygium aromaticum)
100 mg/kgBB,
300 mg/kgBB, dan 600 mg/kgBB
42
43

3.3. Subjek Penelitian


Kriteria inkulusi sampel pada penelitian hewan percobaan dalam penelitian

ini adalah tikus putih jantan jenis galur wistar, berusia 2-3 bulan, berat badan

tikus 200 g, hewan diperoleh dari Palembang tikus center.

Besar subjek penelitian yang di gunakan pada penelitian hewan uji di

tentukan dengan menggunakan rumus Federer

(r-1) x (t-1) ≥ 15

Keterangan :

r = total sampel

t = total

kelompok percobaan

(r-1) x (t-1) ≥ 15
(r -1) x (5-1) ≥ 15
(r -1) x (4) ≥ 15
4r - 4 ≥ 15
4r ≥ 15+4
4r ≥ 19
r ≥ 4,75 di bulat kan menjadi 5

Dengan demikian, pada penelitian kali ini setiap kelompok perlakuan

terdapat 5 kelompok untuk menghindari terjadi nya dropout tikus di

lebihkan 10-20% jadi terdapat 6 ekor dalam setiap kelompok sehingga

seluruh subjek penelitian berjumlah sebanyak 30 ekor tikus putih jantan

(agustina, 2013).
44

3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Variabel Bebas

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen

(minarsih,2019). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah aktivitas

antiinflamasi terhadap tikus putih jantan (Rattus Norvegicus ) yang

diinduksi karagen

3.4.2 Variabel Terikat

Variabel terikat (Dependen) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat adanya variabel bebas. (MM minarsih, 2019). Variabel

terikat yang dipakai dalam penelitian ini adalah konsetrasi ekstrak etanol

daun cengkeh (syzygium aromaticum) 100 mg/kgBB, 300 mg/kgBB, dan

600 mg/kgBB.

3.5 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Farmakologi dan

Laboratorium Kimia Farmasi STIK Siti Khadijah Palembang.

3.6. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei s/d Juni 2022.

3.7. Etika Penelitian

Dalam penelitian menggunakan hewan uji ada 3 prinsip,yaitu sebagai berikut:

1) Replacement
45

Replacement dapat diartikan sebagai penggunaan sistem tidak- hidup

(mati) sebagai alternatif, misalnya sebuah model komputer atau manekin.

Hal ini juga dapat berarti penggantian vertebrata menjadi invertebrata. Ini

juga mencakup kultur sel dan jaringan (Yurista., dkk 2016).


46

2) Reduction

Reduction adalah menurunkan jumlah hewan uji yang digunakan tanpa

mengurangi informasi yang berguna.

Hal ini mungkin dicapai dengan mengurangi jumlah variabel melalui desain

eksperimental yang baik, menggunakan statistik yang tepat, menggunakan

genetik hewan yang homogen, dan memastikan bahwa kondisi eksperimen

terkontrol dengan baik (Yurista., dkk 2016).

3) Refinement

Refinement adalah perubahan dalam berapa aspek perlakuan yang

berpotensi menimbulkan rasa sakit atau stress jangka panjang,

memperlakukan hewan uji secara manusiawi dan memelihara hewan uji

dengan baik sehingga menjamin kesejahteraan hewan coba hingga akhir

studi (Yurista., dkk2016).

3.8. Instrumen Penelitian

3.8.1 Alat dan Bahan Penelitian

1) Alat Penelitian

Kandang tikus, tempat makan dan minum tikus, timbangan tikus, botol,

timbangan analitik, labu ukur, tabung perkolator, plestimometer,

alumunium foil 1%, rotary evaporator, jarum oral (sonde), gelas ukur,

beaker glass, spuit injeksi, labu takar, corong pisah, pengaduk kaca,

lumpang dan stamper, pipet volume, dan stopwacth, kaca arloji, penangas

air, saringan, tabung reaksi.


47

2) Bahan Penelitian

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini berupa Daun cengkeh, Bahan

kimia yang digunakan yaitu : Natrium Diklofenak, etanol 96%, Na-CMC

1% dan aquadest, karagen, asam klorida, pereaksi mayer, natrium

hidroksida, magnesium, FeCl3 0,1%, pereaksi mayer, pereaksi

bouchardat.

3.9. Pengumpulan Data

1. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Cengkeh

Pembuatan ektrak etanol daun cengkeh dilakukan dengan metode

maserasi menggunakan pelarut etanol 96%. Serbuk simplisia

ditimbang sebanyak 500 gr, simplisia daun cengkeh di maserasi

dengan 2 liter etanol 96%, maserasi di lakukan sampai dengan

senyawa tertarik sempurna, terlindung dari matahari langsung dan

berada pada suhu ruangan dengan beberapa kali pengadukan, proses

maserasi di lakukan selama 3 hari ,kemudian di saring menggunakan

kain ,sebagai penyaringan tahap pertama.


48

Rumus menghitung rendemen ekstrak

% Rendemen ekstrak = Berat ekstrak yang di peroleh


100%
Bobot serbuk simplisia yang di ekstrak

2. Skrining Fitokimia

a. Pemeriksaan Alkaloid

Ditimbang 0,5 gram ekstrak, tambahkan 1 ml asam klorida 2N dan 9

ml aquadest ,lalu didihkan diatas penangas air selama 2 menit,

dinginkan dan saring, pindahkan 3 tetes filtrat pada kaca arloji,

tambahkan 2 tetes pereaksi Mayer (jika terbentuk endapan

menggumpal berwarna putih maka menunjukkan adanya alkaloid),

tambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat (jika terbentuk endapan

berwarna cokelat hitam maka menunjukkan adanya alkaloid) (Malik,

dkk 2014).

b. Pemeriksaan Flavonoid

0,5 gram ekstrak ditambahkan 50 ml air panas, dididihkan selama 5

menit, lalu disaring. Filtrat yang diperoleh dilarutkan dalam 1 ml

sampai 2 ml etanol 96% ditambahkan 0,5 g serbuk magnesium (Mg)

dan 2 ml asam klorida 2 N, diamkan selama 1 menit. Kemudian

tambahkan 10 tetes Natrium Hidroksida (NaOH), biarkan hingga 2-3

menit jika terbentuk warna merah intensif maka menunjukkan adanya

flavonoid.
49

c. Pemeriksaan Saponin

0,5 gram ekstrak dimasukkan kedalam tabung reaksi, di didihkan

dalam 10 ml air selama 15 menit, lalu didinginkan dan dikocok

vertikal dalam tabung reaksi selama 10 detik. Terbentuknya busa yang

persisten pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N atau pada

pendiaman selama kurang lebih 10 menit, menunjukkan adanya

senyawa saponin.

d. Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 0,5 gram ekstrak direbus dalam 10 ml air di dalam tabung

reaksi dan disaring, kemudian ditambahkan beberapa reres FeCl3 0,1%

dan amati, jika terbentuk warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman

menunjukkan adanya senyawa tanin.


50

3. Pembuatan Na CMC 1%

Timbang 1 gram Na-CMC lalu dimasukkan ke dalam lumpang yang

berisi air panas. Didiamkan selama 15 menit lalu digerus sampai

homogen dan masukkan ke dalam labu ukur, kemudian tambahkan air

hingga volume mencapai 100 ml.

4. Pembuatan Suspensi Natrium Diklofenak

Perhitungan dosis natrium diklofenak

- Dosis untuk manusia : 50 mg – 150 mg/ hari.

- Dosis untuk tikus ( 200 g) 50 mg X 0,018 = 0,9


mg/200g

=4,5mg/kg BB

Menurut farmakope edisi III, Penetapan kadar tablet memerlukan 20 tablet.

Maka, diambil 20 tablet Na.diklofenak, kemudian di gerus dan ditimbang berat

totalnya 4.200 mg Maka, berat bahan aktif Na.diklofenak dalam 20 tablet = 50

mg/tab X 20 Tablet = 1.000 mg Sehingga, serbuk Na.diklofenak yang digunakan

4,5 mg
X 4.200 mg = 18,9 mg
1000
mg
51

Ditimbang serbuk Na.diklofenak sebanyak 18,9 mg.Kemudian, digerus. Lalu

dilarutkan dengan Cmc Na 1% hingga 20 ml.

Natrium diklofenak yang diberikan

(Misal BB Tikus = 200 g (0,2 kg))

18,9 mg
X 0,2 = 2 ml
1,89 mg/ml

5. Pembuatan Suspensi Ekstrak

Dosis suspensi yang akan dibuat adalah 100 mg/kgBB, 300 mg/kgBB, dan

600 mg/kgBB. Cara pembuatan dan cara perhitungan dosis ekstrak etanol daun

cengkeh adalah sebagai berikut :

- Ekstrak etanol daun cengkeh masing-masing ditimbang sebanyak 100 mg,

untuk satu ekor tikus 200 g di timbang 20 mg ekstrak kemudian dimasukkan ke

dalam lumpang dan ditambahkan suspensi Na- CMC 1% sedikit demi sedikit

sambil digerus sampai homogen hingga 10 ml.

- Ekstrak etanol daun cengkeh masing-masing ditimbang sebanyak 300 mg,

untuk satu ekor tikus 200 g di timbang 60 mg ekstrak kemudian dimasukkan ke

dalam lumpang dan ditambahkan suspensi Na- CMC 1% sedikit demi sedikit

sambil digerus sampai homogen hingga 10 ml.

- Ekstrak etanol daun cengkeh masing-masing ditimbang sebanyak 600 mg,

untuk satu ekor tikus 200 g di timbang 120 mg ekstrak kemudian dimasukkan

ke dalam lumpang dan ditambahkan suspensi Na- CMC 1% sedikit demi sedikit

sambil digerus sampai homogen hingga 10 ml.


52

6. Pembuatan Suspensi Karagen 1%

Karagen ditimbang sebanyak 0,1 gr, kemudian dilarutkan dengan

larutan garam fisiologis (NaCl 0,9 %) sampai homogen. Lalu dimasukkan ke

dalam labu ukur, kemudian cukupkan dengan larutan garam fisiologis (NaCl

0,9%) sampai 10 ml. Dipanaskan dan aduk sampai mengembang lalu dibiarkan

selama beberapa menit, untuk setiap tikus di injeksi 0,1 ml karagen 1% secara

sublantar pada kaki tikus.

3.10.1 Penyiapan Hewan Uji

Tikus di aklimatisasi terlebih dahulu selama 7 hari di dalam kandang

laboratorium farmakologi di stik siti khadijah palembang agar dapat

menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Selama di aklimatisasi tikus

di berikan makanan dan minuman yang seragam. Penimbangan BB

( berat badan) selama masa aklimatisasi, tikus dipuasakan selama ±4 jam

sebelum percobaan, namun tetap di beri minum. Dalam penelitian ini

digunakan kelompok acak, jumlah tikus yang digunakan adalah 30 ekor

yang dibagi menjadi 5 kelompok.


53

Setiap kelompok terdiri dari 6 ekor tikus sesuai dengan Pedoman

Umum Metodologi Penelitian dan Evaluasi Obat Tradisional (WHO,

2000) dan setiap kelompok ditambahkan 1 ekor tikus. Rincian kelompok

perlakuan anti inflamasi dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Pengelompokan Hewan Uji

Jumlah tikus

Kelompok (Ekor) Perlakuan oral Induksi

Kontrol 6 (Ekor) Diberikan suspensi Na CMC Di induksi karagen

Negatif(-) Tikus sebanyak 1%. 1% sebanyak 2 ml

Kelompok I setelah 1 jam

perlakuan oral.

Kontrol 6 (Ekor) Diberikan natrium diklofenak Di induksi karagen

Positif(+) Tikus dengan dosis 18,9 mg/kgBB 1% sebanyak 0,1

Kelompok II ml

setelah 1 jam

perlakuan oral.
Dosis 1 6 (Ekor) Diberikan suspensi ekstrak etanol Di induksi karagen
Ekstrak
Tikus 96% daun cengkeh dengan dosis 100 1% sebanyak 0,1
daun
mg/kgBB ml
cengkeh
dengan setelah 1 jam
dosis 100
perlakuan oral.
mg/KgBB
Dosis 2 6 (Ekor) Diberikan suspensi ekstrak etanol 96 Di induksi karagen
Ekstrak
Tikus % daun cengkeh dengan dosis 300 1% sebanyak 0,1
daun
mg/kgBB ml
cengkeh
dengan setelah 1 jam
dosis 300
perlakuan oral.
mg/KgBB

Dosis 3 6 (Ekor) Di berikan suspensi ekstrak etanol Di induksi karagen


Ekstrak
Tikus 96 % daun cengkeh dengan dosis 1% sebanyak 0,1
daun
54

cengkeh 600 mg/kgBB ml


dengan
setelah 1 jam
dosis 600
mg/KgBB
55

3.11 Prosedur Pengujian Antiinflamasi


Uji aktivitas antiinflamasi dengan metode induksi karagen pada telapak kaki

tikus (Rustam et al., 2007).

1. Tikus di aklimatisasi terlebih dahulu selama 7 hari di dalam kandang stik

siti khadijah agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.

2. Selama aklimatisasi tikus di berikan makan dan minum yang seragam.

3. Dilakukan penimbangan berat badan tikus.

4. Tikus dipuasakan selama ±4 jam sebelum percobaan, namun air minum

tetap diberikan.

5. Tikus dikelompokkan menjadi 6 kelompok secara acak masing masing

kelompok terdiri dari 4 ekor tikus.

6. kemudian ditimbang lagi dan diberi kode tertentu pada awal penelitian,

tiap tikus diberi tanda dengan spidol sebatas mata kaki, agar pemasukan

kaki dalam air raksa setiap kali selalu sama.

7. Volume awal kaki tikus diukur sebelum diberi perlakuan dan dinyatakan

sebagai volume kaki dasar (Vo). Kelompok kontrol negatif diberikan Na

CMC 1%, kelompok kontrol positif diberikan natrium diklofenak dosis

4,5 mg/kgBB dan empat kelompok lain diberikan bahan uji sesuai dosis

yang telah direncanakan secara oral.

8. 60 menit kemudian semua tikus disuntikkan suspensi karagenan 1% pada

telapak kaki tikus sebanyak 0,1 ml. Penyuntikan karagenan dilakukan

secara subplantar. Sebelum penyuntikan telapak kaki tikus dibersihkan

dengan etanol 96%.

9. Setelah 1 jam disuntikkan karagenan, volume kaki tikus diukur

menggunakan alat pletismometer setiap 60 menit selama 6 jam dan


56

dinyatakan sebagai volume akhir (Vt). Dihitung volume radang dan

persen inhibisi radang nya.

3.11 Tahap pengamatan

Analisa data dilakukan dengan menghitung persen udem dengan rumus

sebagai berikut (Swathy et al., 2010).

Keterangan :

Vt =Volume telapak kaki pada waktu t

Vo=Volume telapak kaki pada waktu o

Dan rumus persen inhibisi radang (Kalabharathi et al., 2011)

Keterangan :

A = persen radang rata -rata kelompok kontrol

B = persen radang rata -rata kelompok zat uji (Sebiantoro, 2010).

3.12 Analisis Data

Analisis data yang diperoleh diolah secara statistik menggunakan

aplikasi SPSS versi 22. Pada analisis data ini dilakukan uji Kolmogorov

Smirnov untuk melihat normalitas data dan uji Levene untuk melihat

homogenitas data. Jika data berdistribusi normal dan homogen, dilanjutkan

dengan analisis varians satu arah (ANOVA) dengan tingkat kepercayaan


57

95%.

Jika data tidak berdistribusi normal atau homogen, maka uji Kruskal

Wallis dilanjutkan untuk mengetahui perbedaannya, uji Mann Whitney

dilakukan untuk melihat perbedaan antara masing-masing kelompok

perlakuan (Dahlan, 2012).

3.13 Definisi Operasional

Tabel 3.2 Definisi operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Hasil Skala


Ukur Ukuran Ukur

1 Bebas Penurunan Pengamatan Plethys Turun dan Rasio


(Independen) inflamasi pada mometer tidak
Aktivitas kaji Tikus turunnya
antiinflamasi putih jantan volume
terhadap tikus inflamasi
putih jantan pada kaki
(rattus tikus putih
norvegicus L) jantan .
2 (Terikat) Dosis 100 Pengamatan Observasi Berat/volume Ordinal
Dosisekstrak mg/kgBB,300
etanol daun mg/kgBB, 600
mg/KgBB
cengkeh
(syzygium
aromaticum)
58

3.15. Hipotesis

H0 : Tidak ada aktivitas ekstrak daun cengkeh (syzygium aromaticum)

terhadap tikus putih jantan (rattus norvegicus).

Ha : Ada aktivitas ekstrak daun cengkeh (syzygium aromaticum) terhadap

tikus putih jantan (rattus norvegicus).


DAFTAR PUSTAKA

Abdulkhaleq L. A., Assi M., Abdullah R. et al. 2018. The Crucial Roles of
Inflammatory Mediators in inflammatory: A Review, Vet World.

Amalia, Dini. 2016. Uji Aktivtas Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Pare
(Momordica CharantiaL.)Terhadap Mencit(MusMusculus).Universitas Islam
Negeri Alauddin.

Arifa, I. M. (2017). Uji Aktivitas Antiinflamasi Senyawa N-(Hidroksietil)-P-


Metoksi Sinamamida (NHPMS) terhadap Udema pada Telapak Kaki Tikus
Jantan yang Diinduksi Karagenan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Askandari. (2015). Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol 70% Buah Parijoto
(medinila speciosa Blume) Secara In Vitro dengan Metode Stabilisasi
Membran HRBC (Human Red Blood Cell). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Audina, M., Yuliet., dan Khaerati, K. 2018. Efektivitas Antiinflamasi Ekstrak


Etanol Daun Sumambu (Hyptis capitata Jacq.) pada Tikus Putih Jantan
(Rattu norvegicus L.) yang Diinduksi dengan Karagenan. Volume 12.

Calisa.A., 2010, Pemanfaatan Tanaman Sebagai Obat Antidiabetes. Proposal


Penelitian Universitas Jogjakarta, Diakses pada 21 januari 2014.Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, 2007, Undang Undang Kesehatan Nomor 23
tahun 1992, Jakarta

Chen L., Deng H., Hengmin C. et al, 2018, Inflammatory Responses and
Inflammation-associated Diseases in Organs, Oncotarget, Volume 9, pp.
7204-7218 [online], (Diunduh tanggal 23 oktober 2019), Tersedia dari :
https://www.nebi.nlm.nih.gov /pmc /articles/PMC5805548/ Ditjen POM.
(2014). Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Halaman 330.
Hariana, A,Tumbuhan Obat dan Khasiatnya, Penebar Swadaya;Jakarta, 2007,
Hal 111.Istiqomah. (2013). Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan
Soklektasi terhadap Kadar Piperin Buah Cabe Jawa (Piperis retrofracti
fructus). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kalabharathi, H.L., Suresha, R.N., Pragathi, B., Pushpa, V.H., & Satish, A.M.,
2011. "Anti inflammatory activity of fresh tulsi leave (Ocimum Sanctum) in
albinorats". International Journal of Pharma and Bio Sciences, Volume.2
No.4:45-5

Khotimah, K.2016. Skrining Fitokimia dan Identifikasi Metabolit Sekunder


Senyawa Karpain pada Ekstrak Metanol Daun Carica pubescens Lenne & K.
Koch dengan LC/MS (Liquid Chromatograph-tandem Mass Spectrometry).
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

Lumbessy, M., Abidjulu, J., jessy J. E. Paendong., 2013. "Uji Total Flavonoid
Pada Beberapa tanaman Obat Tradisional di Desa Waitina Kecamatan
Mangoli Timur Kabupaten Kepulauan Sula Provinsi Maluku Utara". Jurnal
MIPA UNSRAT. Vol. 2 (1), hal. 50-55.

Malik, A., Edward, F., dan Waris, R. (2014). "Skrining Fitokimia dan Penetapan
Kandungan Flavonoid Total Ekstak Metanolik Herba Boroco (Celosia
argentea L.)". Jurnal Fitokimia Indonesia, Vol No. 1.

Mitchell R. N., Cotran R. S., 2013, Acute and Chronic Inflammation, In : Kumar
V, Abbas A.K, Fausto N, eds, Robbins and Cotran Pathologic Basis of
Disease, 8th ed, Philadelphia: Elsevier Saunders, pp. 43- 77.

Mitchell R., Kumar V., Abbas A. K. et al, 2015, Inflammation and Repair, In :
Robbins and Cotran Pathologic Basis Of Disease, Philadelphia: Elsavier
Saunders, pp.31-40.

Nasution, E. S. (2019). Penuntun Praktikum Farmakologi dan Toksikologi


Fakultas Farmasi USU. Universitas Sumatera Utara.

Negara, R.F.K., Ratnawati, R., dan Dina, D.S.L.I. Juni, 2014. "Pengaruh
Perawatan Luka Bakar Derajat II Menggunakan EKstrak Etanol Daun Sirih
(Piper betle Linn.) Terhadap Peningkatan Ketebalan Jaringan Granulasi pada
Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan(Galur wistar)". Majalah Kesehatan
FKUB, hlm 86-94 .

Pober J. S., Sessa W. C., 2015, Inflammation and the Blood Microvascular
System. Cold Spring Harb Perspect Biol, Volume 7(1), pp. 1-12 [online],
(Diunduh tanggal 5 November 2019), Tersedia dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/artichles/PMC4292166/

Pramod, K., S.H. Ansari and J. Ali. 2010. Eugenol: a natural compound with
versatile pharmacological actions. Natural Product Communications 5(12) :
1999-2006.

Sari,K.W.(2019).Uji Efektivitas Antiinflamasi Kombinasi Ekstrak Herba


Seledri(Apium graveolens L.) dan Daun Binahong (Anredera cordifolia
(Ten.) Steenis) pada Tikus Putih. STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.

Sidabutar, M. D., Kairupan, F. C., & Durry, M. 2016. "Pengaruh Pemberian


Ekstrak Daun cengkeh (Syzygium aromaticum) Terhadap Gambaran
Histopatologik Hati Tikus Wistar yang diberikan Parasetamol Dosis Toksik".
Jurnal e-Biomedik (eBm), No.1 Vol.4 Vol.4 januari-juni 2016.
Simaremare, E. S. (2014)." Skrining Fitokimia ekstrak Etanol Daun Gatal
(Laportea decumana (Roxb.) Wedd)". Journal Pharmacy, Vol. 11
No.Soenarto, 2014, Inflamasi, In: Siti Setiati, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Edisi IV Jilid 1, Jakarta: Interna Publishing, pp. 93-108.

Sugiyono (2011). Metode penelitian kuntitatif kualitatif dan R&D. Alfabeta


Swathy, B., Lakshmi, S.M., & Kumar, A.S., 2010. Evaluation of analgesic
and antiinfammatory Properties of chloris barbata (sw.). International
Journal of Phytopharmacology, Volume 1 No.2:92-96.

Talahatu, D.R. dan papilaya, P.M., 2015, Pemanfaatan Ekstrak Daun Cengkeh
(Syzygium aromaticum L.) sebagai Herbisida Alami Terhadap Pertumbuhan
Gulma Rumput Teki (Cyperus Rotundus L.), Biopendix, 1 (2), 149-159.

Wijaya L., Saleh I., Theodorus et al, 2015. Efek Antiinflamasi Fraksi Daun
Andong (Cordyline fructicosa l) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus Novergicus)
Galur Sprague Dawley, Biomedical Journal of Indonesia, Vol.1(1), pp. 16 –
24 [online], (Diunduh tanggal 2 November 2019).

Yurista, S.R., Ferdian, R.A., dan Sargowo, D. (2016)." Principles of the 3Rs and
Arrive Guidlines in Animal Research". Jurnal Kardiologi Indonesia, Vol. 37
No. zanang X., Wu X., Hu Q. et al, 2019, Mitochondrial DNA in Liver Inflammation
and Oxidative Stress, Life Sciences, Volume 236, pp.

Zuhroh,fadhilatuz.(2018).Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun


Sirih(PiperBetle L.) Dan Pengaruhnya Tehadap Jumlah Leukosit Pada Tikus
Putih Jantan Yang Diinduksi Karagenan. Universitas Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai