Anda di halaman 1dari 6

BAB III.

ANALISA ARTIKEL

3.1 Jenis: Nama Ilmiah tanaman, Ciri-ciri, Nama produk yang sudah dibuat obat

Daun sirih merupakan tanaman herbal tradisional yang sering digunakan masyarakat
untuk menyembuhkan berbagai penyakit seperti keputihan pada wanita, menghilangkan bau
badan, hingga penyakit yang akut dan bisa menyebabkan kematian seperti halnya kanker.
Selain memiliki banyak manfaat, daun sirih juga banyak kita jumpai dan mudah untuk
dibudidayakan. Penggunaan daun sirih pun yang sangat mudah menjadi obat yang sering
orang gunakan karena pengolahannya yang mudah dan sederhana. Daun sirih memiliki nama
ilmiah Piper betle L. Terdapat beberapa jenis daun sirih di Indonesia yaitu daun sirih merah,
daun sirih hitam, daun sirih kuning, dan daun sirih hijau tua. Tanaman sirih tumbuh
merambat dengan tinggi mencapai 5-15 m tergantung media rambatannya. Batangnya
berwarna hijau kecokelatan. Daun sirih berbentuk jantung dan warnanya kekuningan, hijau
tua, atau hitam. Sirih yang berwarna kuning dapat dikonsumsi langsung karena rasanya yang
kurang pedas. Sedangkan daun sirih yang berwarna hijau tua dan hitam lebih banyak dioleh
terlebih dahulu menjadi obat karena selain lebih pedas juga mengandung lebih banyak
minyak asiri. Permukaan daun sedikit kasar saat diraba. Bunganya tersusun atas bulir,
merunduk, dan panjangnya 5-15 cm. Buahnya merupakan buah buni berbentuk bulat,
berdaging, dan berwarna kuning hijau (Ir. Fauziah M, 2007).

Gambar 3.1 Daun sirih


3.2 Kandungan dalam Obat Tradisional: Zat-zat yang terkandung beserta
fungsi/indikasinya

Pada umumnya daun sirih mengandung minyak atsiri, fenol dan chavicol (isomer
dengan euginol), tanin, gula, vitamin-c, pati dan diastase. Fenol sirih memiliki fungsi
mengurangi rangsangan saraf pusat dan anestesi lokal. Ekstrak daun sirih juga mengandung
sejumlah besar molekul bioaktif seperti polifenol, alkaloid, steroid, dan saponin. Akibat
banyaknya kandungan yang terdapat di dalamnya, daun sirih memiliki banyak fungsi
diantaranya sebagai antidiabetes, antiulcer, antifertilitas, kardiotonik, antitumor,
antimutagenik, depresi pernapasan dan antihelmenthetic, serta digunakan dalam
penyembuhan luka (Chandra dkk, 2012).

Daun sirih merah mengandung senyawa kimia seperti alkaloid, senyawa polifenolat,
avonoid, tanin, saponin, dan minyak atsiri. Daya antifungi daun ini mungkin disebabkan oleh
adanya senyawa alkaloid, avonoid, tanin, dan minyak atsiri (Sudewo, 2010). Alkaloid adalah
zat aktif dari tanaman yang berfungsi sebagai obat dan aktivator kuat bagi sel imun yang
dapat menghancurkan bakteri, virus, jamur, dan sel kanker (Olivia dkk, 2004). Alkaloid
mempunyai aktivitas antimikroba dengan menghambat estera se, DNA, RNA polimerase, dan
respirasi sel serta berperan dalam interkalasi DNA (Aniszewki, 2007). Sedangkan sebagai
antifungi, secara biologi alkaloid menyebabkan kerusakan membran sel. Alkaloid akan
berikatan kuat dengan ergosterol membentuk lubang atau saluran sehingga menyebabkan
membran sel bocor dan kehilangan beberapa bahan intra sel seperti elektrolit (terutama
kalium) dan molekul-molekul kecil. Hal ini mengakibatkan kerusakan yang tetap pada sel
dan kematian sel pada jamur (Mycek et al , 2001; Setiabudy & Bahry, 2007).

Senyawa avonoid dan minyak atsiri dilaporkan berperan sebagai antifungi


(Wiryowidagdo, 2008). Selain itu, avonoid juga dilaporkan berperan sebagai antivirus,
antibakteri, antiradang, dan antialergi. Sebagai antifungi, avonoid mempunyai senyawa
genestein yang berfungsi menghambat pembelahan atau proliferasi sel. Senyawa ini mengikat
protein mikrotubulus dalam sel dan mengganggu fungsi mitosis gelendong sehingga
menimbulkan penghambatan pertumbuhan jamur. Flavonoid menunjukkan toksisitas rendah
pada mamalia sehingga beberapa avonoid digunakan sebagai obat bagi manusia (Roller,
2003; Siswandono & Soekardjo, 2000).

Tanin juga diduga mempunyai efektivitas dalam menghambat pertumbuhan atau


membunuh Candida albicans. Tanin bersifat menciutkan dan mengendapkan protein dari
larutan dengan membentuk senyawa yang tidak larut. Selain itu, tanin berperan dalam sistem
pertahanan tubuh dan mempunyai aktivitas antioksidan serta antiseptik (Sirait, 2007;
Sulistyawati & Mulyati, 2009). Pengaruh senyawa fenol yang terdapat dalam daun sirih
merah terhadap Candida albicans adalah mendenaturasi ikatan protein pada membran sel
sehingga membran sel lisis dan mungkin fenol dapat menembus ke dalam inti sel. Masuknya
fenol ke dalam inti sel inilah yang menyebabkan jamur tidak berkembang (Sulistyawati &
Mulyati, 2009).

3.3 Farmasetika: Bentuk Sediaan Obat yang sudah ada, proses pengolahan yang sudah
dianjurkan

Bentuk sediaan obat : infusa daun sirih

Proses pengolahan :

a. Infusa daun sirih ini dibuat dengan kadar 10%. Caranya yaitu diambil beberapa
lembar daun sirih segar, bersihkan kemudian potong kecil-kecil dengan menggunakan
gunting. Pemotongan daun sirih tidak boleh terlalu kecil juga tidak boleh terlalu tipis
karena akan menyebabkan minyak atsiri yang terkandung dalam daun sirih akan
rusak.
b. Kemudian ditimbang seberat 10 gram, lalu dimasukkan ke dalam panci infuse.
c. Ambil 100 ml aquades dan masukkan ke dalam panci infuse yang telah berisi daun
sirih.
d. Pada saat itu diharapkan semua kandungan minyak atsiri dalam daun sirih akan larut
kedalam cairan.
e. Selanjutnya panci infuse diangkat dan didinginkan hingga mencapai suhu kamar.
Dilakukan kalibrasi botol 100 ml.
f. Setelah cairan infuse dingin, cairan diserkai menggunakan kain flannel dan corong
gelas. Penyerkaian infusa dilakukan saat dingin agar minyak atsiri tidak menguap.
g. Lalu hasil serkai dibagi 2 , yaitu pada wadan vial untuk penotolan KLT dan pada
botol 100 ml yang telah kalibrasi. Untuk mendapat volume 100 ml, ditambahkan
aquades pada serkaian hingga didapat volume 100 ml.
h. Penambahan aquades pada serkaian dimaksudkan agar tidak ada minyak atsiri yang
tertinggal pada flannel (Rahma, 2013).

Evaluasi sediaan yang dilakukan pada sediaan infuse daun sirih adalah uji organoleptis. Uji
organoleptis yang dilakukan meliputi uji bentuk, uji warna, rasa dan bau. Hasil dari uji
organoleptis adalah (Rahma, 2013) :
1. Bentuk : larutan / cairan
2. Warna : kuning kecoklatan bening
3. Bau : aromatic
4. Rasa : agak pahit, getir dan agak pedas

Sediaan infusa hanya bertahan tidak lebih dari 24 jam sehingga penggunaannya harus
sesegera mungkin setelah sediaan jadi. Dengan demikian, biasanya penggunaannya langsung
diminum atau untuk berkumur (Rahma, 2013).

3.4 Farmakokinetik

Farmakokinetik menjelaskan bagaimana nasib obat dalam tubuh, meliputi :

a. Absorbsi
Infusa daun sirih diminum sehingga absorbsi infusa daun sirih melalui oral dengan
absorbsi dapat terjadi pada lambung dan usus halus.
b. Distribusi
Infusa daun sirih yang berbentuk cairan akan mudah didistribusikan ke dalam tubuh
melalui peredaran darah kemudian cairan infusa akan berikatan dengan protein dan
menjadi inaktif dalam tubuh sedangkan cairan infusa sirih yang bebas akan menjadi
aktif dan menimbulkan efek farmakologik.
c. Metabolisme
Pada proses metabolisme cairan sirih terjadi di hati......
d. Ekskresi
Obat yang dikeluarkan berupa... melalui urine ataupun keringat.

3.5 Farmakodinamik

Respon obat tradisional pada tubuh dapat dibedakan menjadi 2 yaitu efek fisiologik
primer dan sekunder. Dimana pada cairan daun sirih yang digunakan sebagai obat memiliki
efek primer yaitu menyembuhkan penyakit kanker sedangkan efek sekunder pada infusa
daun sirih yaitu terjadinya gangguan pertumbuhan pada janin.

3.6 Dosis : minimal, maksimal, dosis toksik/letal

Pemberian dosis yang bermacam-macam, mulai dari 10, 30, dan 100 mg/hari mampu
mengakibatkan peningkatan fagositosis makrofag. Pemberian ekstrak daun sirih merah
dengan dosis 100 mg/hari lebih efektif untuk meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag
dibandingkan penggunaan dosis 10 atau 30 mg/hari. Sehingga dapat disimpulkan dosis
minimal pada daun sirih sekitar 10 mg/hari dengan dosis maksimal sekitar 100 mg/hari.
Sedangkan dosis toksik terjadi jika melebihi dosis maksimum yaitu sebesar 100 mg/hari
sedangkan dosis letal ... (Saraswati dkk, 2016)

3.7 Indikasi dan Kontraindikasi

3.8 Efek Samping Obat

Daun sirih memang memiliki banyak manfaat, akan tetapi penggunaan yang
berlebihan dapat menimbulkan efek samping yang dapat membahayakan bagi tubuh, seperti
terjadinya difisiensi asam folat pada ibu hamil sehingga berpengaruh pada janin dan
menyebabkan terjadinya gangguan perkembangan janin dan kelainan bawaan janin seperti
pertumbuhan janin terhambat. Selain itu juga pada ibu menyusui dapat mengurangi produksi
ASI (Diandra, 2017).

3.9 Hal-hal yang harus diperhatikan

3.10 Implikasi keperawatan


Adapun implikasi keperawatan yang dapat diberikan kepada pasien, yaitu :
a. Perawat dapat memenuhi kebutuhan dasar pasien seperti, pemenuhan makanan dan
minuman, pemenuhan kebutuhan sandang seperti memfasilitasi pasien dengan baju
atau pakaian yang longgar, menyelipkan atau menyumbatkan kain kecil dibagian
bekas payudara yang telah diangkat, menyediakan penutu kepala untuk menutupi
rambut kepala yang rontok akibat kemotherapi yang dijalani pasien.
b. Perawat membantu untuk menasehati pasien agar tidak putus asa dan selalu berdoa
memohon kesembuhan.
c. Memberikan dukungan penguatan dan semangat, memberikan perhatian dan kasih
sayang serta memberikan empati dan perhatian yang mendalam.
d. Bersikap yang ramah, senyum, dan memberikan penjelasan yang benar mengenai
pelayanan kesehatan terutama informasi mengenaai penyakit kanker (Anggraeni &
Ekowati, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Aniszewki, T. 2007. Alk aloid Secrets of Life. Amsterdam: Elsevier. pp. 18.

Mycek, M.J., Harvey, R.A., Champe, P.C., Fisher, B.D. 2001. Farmakologi Ulasan
Bergambar: Obat-obat Antijamur. Edisi 2. Jakarta: Widya Medika. pp. 341-7.

Olivia, F. , Alam, S., & Hadibroto, I. 2004. Seluk Beluk Food Suplemen. Jakarta: Gramedia.
pp. 49

Roller, S. 2003. Natural Antimicrobials for the Minimal Processing of Foods. Washington
DC: CRC Press. pp. 211.

Setiabudy, R. & Bahry, B. 2007. Farmakologi dan Terapi: Obat Jamur. Edisi 5. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp. 571-84.

Sirait, M. 2007. Penuntun Fitok imia dalam Farmasi. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Siswandono, dan Soekardjo, B., 2000. Kimia Medicinal. UNAIR Press, Surabaya, pp. 115-
142

Sudewo, B., 2007, Basmi Penyakit dengan Sirih Merah, PT Agromedia Pusat, Jakarta. pp.
37-47.

Sulistyawati, D. & Mulyati, S. 2009. Uji Ak tivitas Antijamur Infusa Daun Jambu Mete
(Anacardium occidentale, L.) terhadap Candida albicans. Biomedika. 2(1): 47-51.

Wiryowidagdo, S. 2008. Kimia dan Farmakologi Bahan Alam. Jakarta: EGC. pp. 310.

Anda mungkin juga menyukai