Anda di halaman 1dari 9

PERAWATAN KOLOSTOMI

A. Anatomi Dan Fisiologi Usus Besar


Usus besar adalah salah satu organ pencernaan yang ada di dalam tubuh manusia yang
panjangnya kira-kira satu setengah meter. Organ ini dimulai dari pangkal usus halus dan mulai di
katup ileokolik atau ileosekal sebagai tempat lewatnya sisa makanan. Usus besar atau colon
terletak di bagian usus antara usus buntu dan rektum. Organ ini dapat dibedakan dari usus halus
melalui ukurannya yang lebih besar dan adanya taenia coli dan appendices epiploicae (umbai
peritonium yang mengandung lemak pada permukaan sekum).

Fungsi usus besar antara lain:


1. Absorbsi air, garam, dan glukosa
Usus besar mengabsorbsi air dan elektrolit sebanyak 80% sampai 90% dari gimus yang tersisa
dan mengubahnya dari cairan menjadi masa semi padat.
2. Sekresi musin oleh kelenjar di dalam lapisan dalam
Usus besar hanya meproduksi mukus. Sekresinya tidak mengandung enzim atau hormon
pencernaan.
3. Penyiapan selulosa yang berupa hidratkarbon di dalam tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, dan
sayuran hijau dan penyiapan sisa protein yang belum dicernakan oleh kerja bakteri yang
digunakan untuk ekskresi.
4. Mengekskresi sisa zat dalam bentuk feses
Air mencapai 75% sampai 80% dari feses. Di dalam usus besar sepertiga materi padatnya
adalah bakteri dan sisanya yang 2% sampai 3% adalah nitrogen, zat sisa organik dan
anorganik dari sekresi pencernaan serta mukus dan lemak. Fese juga mengandung sejumlah
materi kasar atau serat dan selulosa yang tidak tercerna.

Beberapa organ yang terletak di usus besar antara lain:


1. Sekum
Sekum adalah kantong lebar yang terletak di daerah iliaka kanan dan menempel pada otot
iliopsoas. Organ ini berlanjut ke atas sebagai colon asenden.
2. Appendiks
Appendiks adalah tonjolan yang berbentuk seperti cacing dengan panjang sampai 18 cm dan
membuka di sekum sekitar 2,5 cm dibawah katup ileosekal. Organ ini berhubungan dengan
mesenterium ileum oleh mesenterium pendek yang berbentuk segitiga dan di dalamnya
terdapat pembuluh darah dan pembuluh limfe appendikscular.
3. Colon Asenden
Membentang dari sekum pada fosa iliaka dekstra ke sisi kanan abdomen sampai fleksura
colica dekstra di bawah lobus hepatis dekster.
4. Colon Transversal
Teretak pada fleksura colica dekstra colon membelok ke kiri dan menyilang abdomen yang
dapat menggantung lebih rendah daripada umbilikus, naik pada sisi kiri, dan berakhir pada
fleksura colica sinistra dibawah lien.
5. Colon Desendens
Pada fleksura colica sinistra, colon membelok kembali ke bawah pada sisi kiri abdomen
sampai tepi pelvis, tempat colon belanjut sebagai colon sigmoid.
6. Colon Sigmoid (Pelvicus)
Colon sigmoid memilki beberapa lengkungan di dalam pelvis dan berakhir pada sisi yang
berlawanan dengan pertengahan sacrum tempatnya berhubungan dengan rectum.
7. Rectum
Rectum memiliki panjang sekitar 12 cm dan mendapat namanya kaena berbentuk lurus atau
hampir lurus. Rectum dimulai pada pertengahan sacrum dan berakhir pada kanalis analis.
B. Pengertian
Kolostomi adalah tindakan bedah dengan cara membawa kolon keluar melalui stoma
yang dibuat di dinding abdomen. Stoma kolostomi ada yang dibuat secara permanen dan ada
yang sementara. Stoma tidak memiliki ujung saraf perasa sehingga tidak akan merasakan nyeri,
tetapi stoma sangat kaya dengan pembuluh darah sehingga mudah terjadi perdarahan jika tidak
ditangani dengan benar. Kolostomi ini digunakan salah satunya ketika seseorang mengalami
penyakit tertentu yang dapat mencegah feses keluar secara normal dari rectum. Oleh karena itu,
tindakan kolostomi perlu dilakukan untuk membantu pasien memenuhi kebutuhan eliminasinya
dengan cara membuat lubang buatan (stoma) yang bersifat permanen maupun sementara.

Kantung yang digunakan dalam tindakan kolostomi difungsikan untuk menampung feses.
Adanya katung kolostomi tersebut dapat melindungi kulit, menghindari bau yang sangat
menyengat, memberikan rasa nyaman, dan tidak menarik perhatian orang. Selain menjaga
kondisi kantung kolostomi, perawat juga berperan dalam memperhitungkan lokasi ostomi,
ukuran, tipe, dan jumlah keluaran atau output stoma, aktifitas fisik dan keinginan pasien, usia,
dan biaya peralatan. Kantung kolostomi yang digunakan oleh pasien harus diganti sepanjang
hari. Hal penting lain yang berhubungan adalah tindakan tersebut digunakan untuk mencegah
kulit terpapar feses yang dapat menyebabkan iritasi.
C. Tujuan
Tujuan dari tindakan kolostomi yaitu:
1. Sebagai bagian dari terapi bedah kanker kolorektal.
2. Mangatasi masalah obstruksi, perforasi, infeksi, dan trauma pada kolon.
3. Pembuatan saluran eliminasi fekal permanen setelah reseksi usus distal.

D. Jenis
Ada beberapa jenis kolostomi yaitu:
1. Kolostomi kolon transversum

Kolostomi ini berada di abdomen bagian atas, bisa di tengah atau di sisi kanan
abdomen. Kolostomi jenis ini dilakukan pada kasus-kasus diverkulitis, inflammatory bowel
disease, kanker, obstruksi, trauma, dan cacat bawaan. Pada tipe ini feses keluar sebelum
mencapai kolon desenden. Kolostomi kolon tranversum dibuat untuk memberikan
kesempatan pada kolon dibawahnya untuk sembuh dari inflamasi, infeksi atau setelah operasi
dengan cara menjaga feses agar tidak melewati area tersebut. Biasanya kolostomi dibuat
temporer dan akan ditutup setelah proses penyembuhan selesai. Kolostomi kolon tranversum
dibuat permanen jika bagian kolon dibawahnya harus dibuang. Atau karena klien sudah tidak
bisa dilakukan operasi lagi. Kolostomi ini tidak akan ditutup dan klien akan defekasi melalui
stoma seumur hidup.
Pada kolostomi kolon tranversum hanya sebagian kecil dari kolon yang aktif. Tipe
produksi yang keluar dari kolostomi ini bervariasi tetapi biasanya berupa feses yang lembek.
Feses ini masih mengandung enzim pencernaan yang dapat mengiritasi kulit di sekitar stoma.
Klien harus memakai kantong kolostomi sepanjang waktu karena pengeluaran feses tidak bisa
diatur atau ditahan. Kolostomi ini biasanya baru berfungsi 3-4 hari setelah operasi.
Tidak ada batasan khusus untuk diet klien, tapi klien harus meningkatkan intake cairan
hingga 10 gelas per hari. Kolostomi juga tidak mengatasi konstipasi. Klien dengan riwayat
konstipasi harus dianjurkan untuk mengkonsumsi cukup serat, air, dan cukup aktivitas untuk
mengatasi kondisi ini.

2. Kolostomi kolon asenden


Kolostomi kolon asenden diletakkan disisi kanan abdomen. Kolostomi ini mengeluarkan
produksi yang sangat cair karena hanya sedikit sekali bagian kolon yang aktif. Kolostomi jenis
ini relative jarang karena biasanya ahli bedah lebih memilih ileostomi. Feses yang keluar dari
kolostomi kolon asenden mengandung banyak enzim pencernaan yang dapat dikontrol
pengeluaran fesesnya sehingga memerlukan kantong kolostomi yang dipakai sepanjang hari.
3. Kolostomi kolon desenden dan sigmoid

Kolostomi ini dibagian kiri bawah abdomen. Biasanya feses yang keluar padat dan bisa
dikontrol. Pada kolostomi kolon sigmoid feses yang keluar lebih padat dan bisa keluar secara
teratur. Feses ini tidak mempunyai enzim pencernaan yang bisa mengiritasi kulit sekitar stoma.
Kolon ini bisa dilatih agar keluar secara teratur pada waktu yang telah dijadwalkan. Waktu ini
harus selalu sama setiap hari. Pada orang yang telah mempunyai BAB secara teratur tiap hari
biasanya akan mudah untuk dilatih, tetapi pada yang sejak sebelum sakit tidak memiliki pola
defekasi yang teratur biasanya tidak bisa dilatih. Pelatihan bisa dialtih dengan cara makan
makanan tertentu yang bisa menyebabkan pergerakan usus atau dengan irigasi kolon secara
teratur. Jika pola defekasi sudah bisa dilatih maka klien tidak perlu selalu memakai kantong
kolostomi tetapi bisa memakai penutup kolostomi untuk mencegah feses keluar. Kolostomi
kolon sigmoid adalah jenis kolostomi yang paling sering. Biasanya kolostomi akan berfungsi 5
hari setelah operasi.

E. Perawatan Kolostomi
Klien dengan kolostomi perlu mengganti secara teratur kantong kolostominya.
Penggantian dilakukan minimal 1 kali/hari dan maksimal 4 kali/hari. Klien dapat memilih tipe
kolostomi sesuai dengan kebutuhannya. Syarat kantong kolostomi yang baik adalah:
1. Tidak mudah bocor setidaknya sampai pemakaian selama 3 hari.
2. Dapat mencegah bau.
3. Melindungi kulit disekitar stoma
4. Tidak mudah terlihat jika ditutupi baju.
5. Mudah dipasang dan dilepas
Klien dengan pola defekasi yang telah teratur pada kolostomi kolon desenden dan sigmoid dapat
menggunakan penutup kolostomi.

F. Komplikasi
Adapun beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan kolostomi yang dilakukan pada
pasien. Komplikasi yang dimaksud antara lain:
1. Obstruksi
2. Infeksi
3. Parastomal hernia
4. Parastomal abses, ulser dan fistula
5. Gangguan eliminasi dan peredaran darah terganggu.

Referensi:

Gibsaon, John. 2002. Fisiologi dan Anatomi Modern Untuk Perawat. Jakarta: EGC.

Pearce, Evelin. 2008. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia.

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperwatan Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC.

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.
PERAWATAN KOLOSTOMI

PSIK
UNIVERSITAS
JEMBER
NO DOKUMEN NO REVISI HALAMAN
PROSEDUR
TETAP TANGGAL DITETAPKAN OLEH
TERBIT

PENGERTIAN Tindakan perawatan stoma kolostomi serta penggantian kantong


kolostomi
TUJUAN 1. Menjaga kebersihan klien.
2. Mencegah iritasi.
3. Mencegah iritasi kulit sekitar stoma.
4. Mempertahankan kenyamanan klien dan lingkungannya.
INDIKASI 1. Kantong kolostomi sudah penuh.
2. Terjadi kebocoran kantong kolostomi.
3. Disesuaikan dengan kondisi stoma.
KONTRAINDIKASI -
PERSIAPAN 1. Pastikan identitas klien yang akan dilakukan tindakan.
PASIEN 2. Kaji kondisi klien.
3. Beritahu dan jelaskan pada klien atau keluarganya mengenai
tindakan yang akan dilakukan.
PERSIAPAN ALAT 1. Bak instrumen steril berisi:
a. 1 pinset sirurgis
b. 2 pinset anatomis
c. 1 kom
d. Kassa secukupnya
2. Sarung tangan bersih
3. Korentang
4. Kantong kolostomi
5. Bengkok
6. Tempat sampah
7. Tissue
8. Normal saline
9. Zink salep
10. Plester/hipafix
11. Gunting plester
12. Kapas alkohol
13. Handuk-perlak
14. Gaun pelindung/apron
15. Masker
16. Urinal pot
CARA BEKERJA 1. Ucapkan salam, panggil klien dengan nama kesukaannya.
2. Jelaskan prosedur, tujuan, dan perkiraan lama tindakan yang akan
dilakukan.
3. Menjaga privacy klien, dengan memasang sampiran di sekitar
tempat tidur klien.
4. Cuci tangan. Pasang sarung tangan bersih dan masker serta apron.
5. Siapkan peralatan steril. Tuangkan normal saline dalam kom.
6. Tanyakan pada klien apakah ada keinginan untuk buang air kecil.
Jika ada, siapkan urinal pot.
7. Atur posisi klien. Pasien ditempatkan dalam posisi tiduran di atas
tempat tidur/brancard. Buka baju di lokasi stoma.
8. Letakkan perlak di sisi terdapat stoma dan letakkan bengkok di
atasnya.
9. Lepaskan kantong kolostomi mulai bagian atas dengan
membasahi plester/perekat dengan kapas alkohol. Selalu tahan
kulit pada saat melepas plester.
10. Masukkan kantong kolostomi yang akan dibuang ke dalam wadah
tahan air kemudian buang ke tempat sampah.
11. Kaji kondisi stoma kolostomi dan kulit sekitarnya.
12. Bersihkan stoma kolostomi dengan kassa basah. Bersihkan juga
area di sekitar stoma.
13. Berikan salep zink pada sekitar kulit kolostomi (jika perlu).
14. Siapkan kantong kolostomi baru. Ukur stoma dan gunting
kantong kolostomi sesuai dengan ukuran stoma.
15. Rekatkan kantong kolostomi dengan posisi yang sesuai dengan
aktivitas klien. Perkuat sekitar kantong kolostomi dengan
plester/hipafix.
16. Rapikan klien dan peralatan.
17. Lepas sarung tangan dan apron.
18. Cuci tangan.
HASIL 1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan yang dilakukan.
2. Berikan reinforsment positif pada klien.
3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya.
4. Akhiri kegiatan dengan baik.
DOKUMENTASI 1. Catat tindakan yang telah dilakukan dalam dokumentasi
keperawatan.
2. Catat hasil pengkajian: jumlah cairan, warna, respon klien, dan
lain-lain.
3. Dokumentasikan evaluasi tindakan: SOAP
4. Tanda tangan dan nama perawat.

Anda mungkin juga menyukai