Anda di halaman 1dari 48

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia yang beriklim tropis menyebabkan tanahnya subur sehingga

banyak jenis tumbuhan yang dapat tumbuh. Diantara berbagai jenis tersebut

beberapa jenis tumbuhan memiliki khasiat sebagai obat. Kalangan

masyarakat banyak yang belum mengetahui bahwa semua kekayaan di

negara ini tersimpan khasiat yang sangat besar dari tanaman tersebut. Namun

sebagian besar dari tumbuhan obat itu tidak diketahui oleh manusia sehingga

tidak pernah terawat dengan baik. Hal tersebut menyebabkan manusia

semakin tidak mengenal jenis-jenis tumbuhan obat dan akhirnya tumbuhan

obat berkesan sebagai tanaman liar yang mengganggu kehidupan tumbuhan

lainnya (Hariana, 2013).

Obat merupakan suatu bahan yang digunakan untuk menyembuhkan,

mengurangi, menghilangkan gejala penyakit. Sejalan dengan munculnya

jenis-jenis penyakit yang merebak luas di masyarakat mengakibatkan

kebutuhan obat menjadi suatu hal yang sangat penting. Tetapi seiring

berkembangnya teknologi banyak obat yang ditemukan. Obat-obatan ini

banyak mengandung kimia buatan sehingga banyak mempunyai efek

samping yang berbahaya bagi kesehatan tubuh bila digunakan dalam jangka

waktu yang lama. Oleh karena itu, kebanyakan masyarakat Indonesia

menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya


2

menanggulangi berbagai masalah kesehatan (Calisa, 2010).

Penggunaan tanaman obat untuk penyembuhan suatu penyakit

didasarkan pada pengalaman yang secara turun-temurun diwariskan oleh

generasi terdahulu kepada generasi berikutnya. Tanaman obat merupakan

suatu komponen penting dalam pengobatan tradisional. Selain lebih

ekonomis, efek samping ramuan herbal sangat kecil. Karena itu, penggunaan

obat herbal alami dengan formulasi yang tepat sangat penting dan tentunya

lebih aman dan efektif.

Tumbuhan yang sering digunakan sebagai bahan obat diantaranya

adalah tanaman cengkeh (Syzigium aromaticum) merupakan tanaman rempah

yang dapat ditemukan di Indonesia dan dimanfaatkan dalam industri rokok,

makanan dan obat-obatan. Bagian yang biasa digunakan terdapat pada bagian

daun, bunga, dan ganggang/tangkai tanaman cengkeh. Daun cengkeh

digunakan masyarakat untuk mengobati berbagai penyakit diantaranya

menghilangkan inflamasi dan sebagian masyarakat menggunakan daun

cengkeh sebagai obat penyakit dalam.

Tanaman cengkeh mempunyai sifat yang khas karena semua bagian

pohon mengandung minyak atsiri mulai dari akar, batang, daun sampai

bunga. Daun cengkeh dapat dimanfaatkan sebagai obat pemisahan kandungan

kimia dari bunga cengkeh, tangkai cengkeh dan daun cengkeh yang

menunjukkan bahwa bunga cengkeh dan daun cengkeh mengandung saponin,

alkaloid, flavonoid, glikosida, tannin dan minyak atsiri sedangkan tangkai

bunga cengkeh mengandung saponin, tannin, alkaloid, glikosida, flavonoid


3

dan minyak atsiri (Talahatu, 2015).

Mekanisme flavonoid dalam menghambat proses terjadinya inflamasi

pada luka bakar melalui berbagai cara yaitu menghambat permeabilitas

kapiler, menghambat pelepasan serotonin dan histamin ke tempat terjadinya

radang, metabolisme asam arakidonat dengan cara meghambat kerja

siklogenase. Serta sekresi enzim lisosom yang merupakan mediator inflamasi

penghambatan mediator inflamasi ini dapat menghambat proliferasi dari

proses radang, sel neutrophil, dan sel endothelial (Negara, 2014). Mekanisme

antiinflamasi saponin adalah dengan menghambat pembentukan eksudat dan

menghambat kenaikan permeabilitas vaskular (Fitriyani, 2011). Tanin

mempunyai aktivitas antioksidan yang berperan sebagai anti inflamasi

dengan berbagai cara yaitu menghambat produksi oksidan (O2) oleh

neutrofil, monosit dan makrofag. Penghambatan produksi oksidan O2akan

mengurangi pembentukkan H2O2 yang mengakibatkan produksi asam

hipoklorid (HOCl) dan OH ikut terhambat. Menghambat langsung oksidan

reaktif seperti radikal hidroksi (OH) dan asam hipoklorid (Sukmawati, 2015).

Senyawa alkaloid dapat memiliki efek antiinflamasi dengan menekan

pelepasan histamin oleh sel mast, mengurangi sekresi interleukin-1 oleh

monosit dan PAF pada platelet (Luliana dkk, 2017).

Antiinflamasi merupakan jenis obat yang digunakan untuk

menyembuhkan inflamasi atau radang. Berdasarkan mekanisme kerja obat-

obat antiinflamasi golongan steroid dan obat antiinflamasi non steroid.

Beberapa kondisi yang mengindikasi terjadinya inflamasi yaitu kalor (panas),


4

rubor (kemerahan), dolor (nyeri), tumor (pembengkakan) dan gangguan

fungsi pada area yang mengalami inflamasi. Efek samping dari penggunaan

obat golongan steroid yaitu dapat menurunkan respon imun tubuh terhadap

infeksi, menurunkan sintesis glukokortikoid, osteoporosis, hipertensi

menyebabkan kegemukan pada area tertentu dan moonface. Sedangkan efek

samping dari penggunaan obat antiinflamasi non steroid (AINS) yang dapat

menyebabkan gangguan saluran pencernaan, menghambat induksi kehamilan,

mual, penurunan nafsu makan, konstipasi, mengganggu fungsi trombosit.

Inflamasi atau radang merupakan proses fungsi pertahanan tubuh

terhadap masuknya organisme maupun gangguan lain. Inflamasi merupakan

suatu reaksi dari jaringan hidup guna melawan berbagai macam rangsangan

(Soenarto, 2014).

penelitian Anggitasari, W. 2018 tentang uji efek analgetik minyak daun

cengkeh (Syzygium aromaticum), Berdasarkan hasil penelitian yang telah di

lakukan bahwa minyak daun cengkeh memiliki efek analgesic di lihat dari

kemampuan untuk mengurangi geliat mencit jantan. Minyak daun cengkeh

dengan dosis 200 mg/KgBB lebih berpotensi sebagai analgesik.

Menurut Sinulingga Stephanie (2019), melakukan penelitian tentang

efektivitas ekstrak bunga cengkeh (Syzygium aromaticum) terhadap jumlah

sel neutrofil pada soket pasca pencabutan gigi sebagai antiinflamasi. Hasil

penelitian ekstrak bunga cengkeh dengan konsentrasi 20%, 40%, dan 60%

memiliki efek antiinflamasi dan mampu mengurangi jumlah sel neutrophil

pada soket pasca pencabutan gigi.


5

Dari beberapa penelitian tentang pemanfaatan daun cengkeh sebagai

analgetik sudah dilakukan tetapi belum terdapat penelitian tentang

pemanfaatan daun cengkeh (Syzygium aromaticum) sebagai antiinflamasi

terhadap tikus putih jantan (Rattus norvegicus). Maka dari itu penulis tertarik

untuk melakukan penelitian tentang uji aktivitas ekstak etanol daun cengkeh

(Syzygium aromaticum) terhadap tikus jantan putih (Rattus norvegicus).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat

dirumuskan permasalahan: Bagaimana efektivitas antiinflamasi dari dosis uji

ekstrak etanol daun cengkeh (Syzygium aromaticum)?

1.3. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana efek antinflamasi ekstrak etanol daun cengkeh (Syzygium

aromaticum) dengan dosis 300 mg/kgBB, 400 mg/kgBB, dan 500

mg/kgBB?

2. Bagaimana efek antiinflamasi ekstrak etanol daun cengkeh (Syzygium

aromaticum) dengan dosis 300 mg/kgBB, 400 mg/kgBB, dan 500

mg/KgBB di bandingkan dengan natrium diklofenak?

3. Senyawa apa saja yang terdapat di dalam ekstrak etanol daun cengkeh?

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui efektivitas antiinflamasi ekstrak etanol daun cengkeh


6

(Syzygium aromaticum) pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus).

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui efek antiinflamasi ekstrak etanol daun cengkeh

(syzygium aromaticum) dengan dosis 300 mg/kgBB, 400 mg/kgBB,

dan 500 mg/kgBB

2. Untuk mengetahui efek antiinflamasi ekstrak etanol daun cengkeh

(syzygium aromaticum) dengan dosis 300 mg/kgBB, 400 mg/kgBB,

dan 500 mg/kgBB di bandingkan dengan natrium diklofenak.

3. Untuk mengetahui senyawa kimia yang terdapat didalam ekstrak

etanol daun cengkeh.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh informasi bahwa

ekstrak etanol daun cengkeh (Syzygium aromaticum) memiliki aktivitas

antiinflamasi yang dapat di manfaat kan untuk mengobati anti radang.

1.5.2. Bagi STIK Siti Khadijah Palembang

Menambah bahan bacaan di perpustakaan dan menjadi bahan

referensi untuk dapat di gunakan sebagai dasar penelitian di bidang

kesehatan lebih lanjut.

1.5.3. Bagi Peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk peneliti

selanjutnya yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai aktivitas


7

antiinflamasi ekstrak daun cengkeh (Syzygium aromaticum).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum)

2.1.1Klasifikasi Tanaman Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum)

Klasifikasi ilmiah tanaman daun cengkeh adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkindom : Trachiobonta

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Class : Dicotyledonea

Ordo : Myrtales

Famili : Myrtaceae

Genus : Syzygium

Spesies : Syzygium aromaticum L. (Suwarto, dkk., 2014)

Gambar 2.1 Tanaman Daun Cengkeh (Uswantun. 2017)

8
9

2.1.1. Nama Daerah dan Nama Asing

Masyarakat Indonesia mengetahui bahwa tanaman cengkeh dikenal

dengan berbagai macam nama yaitu: bunga rawan (Sulawesi), bungeu

lawang (Sumatra) dan cengkeh (Jawa). Istilah lain dari cengkeh

diantaranya sinke, cangke, cengke, gomode, sake, singke, sangke dan

hungo lawa, cengkih (Singapura), bunga cengkih (Malaysia) (Nuraini,

2014).

2.1.3 Morfologi Tanaman Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum)

Daun cengkeh adalah daun berwarna hijau dan bulat dengan bagian

ujung dan pangkal nya yang berbentuk runcing. Daun ini dapat anda

temukan dengan mudah pada beberapa daerah di Indonesia Cengkeh

(Syzygium aromaticum L.) termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat

memiliki batang pohon besar dan berkayu keras. Cengkeh mampu

bertahan hidup puluhan bahkan sampai ratusan tahun, tingginya dapat

mencapai 20-30 meter dan cabang-cabangnya cukup lebat, daun tunggal,

bertangkai, tebal, kaku, bentuk bulat telur sampai lanset memanjang, ujung

runcing, pangkal meruncing, tepi tulang daun menyirip, permukaan atas

mengkilap, panjang 6-13,5 cm, lebar 2,5-5 cm, warna hijau muda atau

coklat muda saat masih muda dan hijau tua ketika tua. Bunga dan buah

cengkeh akan muncul pada ujung ranting daun dengan tangkai pendek

serta bertandan. Pada saat masih muda bunga cengkeh berwarna keungu-

unguan kemudian berubah menjadi


10

kuning kehijauan dan berubah lagi menjadi merah muda apabila sudah

tua sedang bunga cengkeh kering akan berwarna cokelat kehitaman dan

berasa pedas sebab mengandung minyak atsiri. Perbanyakan tanaman

dapat dilakukan secara vegetatif dan generatif. Tanaman ini tumbuh baik

di daerah tropis di ketinggian 6001.100 meter di atas permukaan laut (dpl)

di tanah yang berdrainase baik.

2.1.4. Kandungan Kimia Tanaman Daun Cengkeh

Tanaman cengkeh mengandung rendemen minyak atsiri dengan

jumlah cukup besar, baik dalam bunga (10–20%), tangkai (5–10%)maupun

daun (1–4%) (Nurdjannah, 2007). Minyak atsiri dari bunga cengkeh

memiliki kualitas terbaik karena hasil rendemennnya tinggi dan

mengandung eugenol mencapai 80–90%. Kandungan minyak atsiri bunga

cengkeh didominasi oleh eugenol dengan komposisi eugenol (81,20%),

trans-β- kariofilen (3,92%), α-humulene (0,45%), eugenol asetat (12,43%),

kariofilen oksida (0,25%) senyawa berwarna bening hingga kuning pucat,

kental seperti minyak, bersifat mudah larut dalam pelarut organik dan

sedikit larut dalam air. Eugenol memiliki berat molekul 164,20 dengan

titik didih 250–255ºc. Eugenol merupakan senyawa yang terdapat pada

minyak atsiri bunga cengkeh dan berfungsi sebagai zat antifungi dan

antibakteri.

Mekanisme kerja eugenol sebagai zat antifungi dimulai dengan

penetrasi eugenol pada membran lipid bilayer sel jamur yang

mengakibatkan terhambat suatu sintesis ergosterol dan terganggunya


11

permeabilitas dinding sel jamur sehingga terjadi degradasi dinding sel

jamur, dilanjutkan dengan rusaknya membran sitoplasma dan membran

protein yang menyebabkan isi dari sitoplasma keluar dari dinding sel

jamur. Apabila hal ini terus-menerus terjadi, lama-kelamaan sel jamur

akan mengalami penurunan fungsi membran dan ketidakseimbangan

metabolisme akibat gangguan transport nutrisi hingga menyebabkan sel

lisis dan pertumbuhan jamur menjadi terhambat.

2.1.5. Manfaat dan Kegunaan Daun Cengkeh

Pemanfaatan tanaman cengkeh di Sulawesi Utara sebagian besar

hanya mencakup bagian bunganya saja sedangkan bagian daun hanya

dianggap sebagai limbah, padahal di dalam daun cengkeh terkandung

suatu komponen minyak atsiri dan komponen fenolik yang selama ini

kurang dimanfaatkan secara maksimal (Rorong, 2019). Komponen fenolik

merupakan antioksidan alami yang bermanfaat bagi manusia, antioksidan

merupakan senyawa penting dalam menjaga kesehatan tubuh yang terbukti

sebagai pelidung melawan efek bahaya radikal bebas dan diketahui pula

mampu menurunkan resiko kanker, obat sakit gigi, penyakit jantung

coroner, stroke, artherosclerosis, ospteoporosis, inflamasi, penyakit

neurodegeneratif, dan produk aroma terapi.

2.2 Inflamasi

2.2.1 Pengertian Inflamasi

Inflamasi atau radang merupakan proses fungsi pertahanan tubuh


12

terhadap masuknya organisme maupun gangguan lain. Inflamasi

merupakan suatu reaksi dari jaringan hidup guna melawan berbagai

macam rangsangan. Fenomena yang terjadi dalam proses inflamasi

meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya permeabilitas kapiler

dan migrasi leukosit menuju jaringan radang (Chen et al., 2018). Tanda-

tanda dari inflamasi yaitu kemerahan (rubor), panas (kalor), bengkak

(tumor), nyeri (dolor), dan hilangnya fungsi (function laesa). Reaksi

radang meskipun membantu menghilangkan infeksi dan stimulus yang

membahayakan serta memulai proses penyembuhan jaringan, reaksi

radang dapat pula mengakibatkan kerugian dikarenakan mengakibatkan

jejas pada jaringan normal misalnya pada inflamasi dengan reaksi

berlebihan (infeksi berat), berkepanjangan, autoimun, atau kelainan

alergi.

2.2.2 Klasifikasi Inflamasi

Secara umum terdapat dua klasifikasi respon inflamasi, yakni inflamasi

akut dan inflamasi kronik.

a. Inflamasi Akut

Inflamasi ini ditandai dengan kemerahan dan panas yang

terlihat jelas pada jaringan luar. Hal ini akibat pecahnya sel mast

sehingga melepaskan mediator-mediator inflamasi dan enzim lisosom

serta ditandai dengan banyaknya leukosit. Selain dari peristiwa

tersebut, terjadi eksudasi cairan plasma ke tempat inflamasi yang

terus meningkat sehingga terbentuk cairan eksudat yang ditandai


13

dengan edema.

b. Inflamasi Kronik

Inflamasi ini ditandai dengan banyaknya eksudat jaringan

granulomatosis, monotosit, dan pengumpulan plasma sel. Akibat

jaringan mengalam fibrosis dan timbullah hyperplasia di sekitar

jaringan. Tetapi hal ini dapat terjadi tergantung dari kedudukan dan

inflamasi kronis. Elemen- elemen jaringan yang diserang akan

menghasilkan reaksi imun antara suatu antigen dengan suatu antibody

yangmerangsang terjadinya inflamasi. Inflamasi kronik mempunyai

waktu kerja yang lama.

2.2.3 Penyebab Inflamasi

Dari proses peradangan penyebab umumnya antara lain berikut :

1) Jaringan nekrosis seperti infarkiskemik

2) Infeksi bakteri pirogenik danvirus

3) Agen fisik seperti trauma, panas, dingin dan radiasi pengion

4) Reaksi hipersensitivitas seperti parasit dan basil tuberculosis

5) Cedera kimiawi seperti korosif, agen pereduksi, toksin bakteri, asam

dan Basa

2.2.4 Tanda-tanda Inflamasia.

1) Kemerahan (rubor)

Gejala berikutnya terjadi adalah kemerahan (rubor) biasanya

merupakan hal pertama yang dilihat di daerah yang mengalami

peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteri yang


14

mensuplai darah ke daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih

banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi local. Pembuluh-

pembuluh darah yang sebelumnya kosong atau sebagian saja

meregang dengan cepat dan terisi penuh oleh darah. Keadaan ini

dinamakan hiperemi atau kongesti menyebabkan warna merah lokal

karena peradangan akut.

2) Rasa panas (kalor)

Rasa panas dan warna kemerahan terjadi secara bersamaan. Rasa

panas disebabkan karena jumlah darah lebih banyak di tempat radang

daripada di daerah lain di sekitar radang. Fenomena panas ini terjadi

bila terjadi di permukaan kulit. Sedangkan bila terjadi jauh di dalam

tubuh tidak dapat dilihat dan rasakan.

3) Rasa Sakit (dolor)

Rasa sakit akibat radang dapat disebabkan karena adanya

peregangan jaringan akibat adanya edema sehingga terjadi

peningkatan tekanan lokal yang dapat menimbulkan rasa nyeri, dan

adanya pengeluaran zat–zat kimia atau mediator nyeri seperti

prostaglandin, histamin, bradikinin yang dapat merangsang saraf

perifer di sekitar radang sehingga dirasakan nyeri.

4) Pembengkakan (Tumor)

Gejala paling nyata pada peradangan adalah pembengkakan

disebabkan oleh terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler, adanya

peningkatan aliran darah dan cairan ke jaringan yang mengalami


15

cedera sehingga protein plasma dapat keluar dari.

5). Fungsiolaesa

Fungsiolaesa merupakan gangguan fungsi dari jaringan sebagai

konsekuensi dari suatu proses inflamasi. Gerakan yang terjadi pada

daerah radang, baik yang dilakukan secara sadar atau secara

refleksakan mengalami hambatan oleh rasa sakit, pembengkakan yang

hebat secara fisik mengakibatkan berkurangnya gerak jaringan

(Wijaya et al., 2015)

2.2.5 Mediator Inflamasi

Pada tahap awal terjadinya radang, jaringan mengeluarkan stimulus

yang dapat memicu pelepasan mediator kimia plasma atau jaringan ikat.

Mediator tersebut berpengaruh terhadap respon vaskular maupun selular

berikutnya. Respon radang akan berakhir jika stimulus inflamasi jaringan

dan mediatornya hilang, dikatabolisme tubuh atau dihambat

pengeluarannya (Mitchell et al., 2015). Mediator kimiawi pada inflamasi

dihasilkan oleh sel yang mengalami jejas atau dapat juga berupa faktor

plasma. Mediator yang dihasilkan oleh sel antara lain vasoactive amines

(histamin, serotonin), metabolit asam arakidonat (prostaglandin,

leukotrien), faktor neutrophil (protease), dan lymphokine. Faktor plasma

terdiri dari komplemen, kinin (bradykinin), faktor koagulasi, dan sistem

fibrinolitik (Mitchell et al., 2015).

Berdasarkan jenisnya, mediator inflamasi dibagi menjadi 2 yaitu

mediator lokal yang disintesis secara lokal oleh sel di tempat inflamasi
16

dan mediator sistemik yang bisa sirkulasi di dalam plasma dan disintesis

oleh hati (Abdulkhaleq et al, 2018). Peranan mediator kimia pada

inflamasi akut meliputi beberapa fungsi dalam dilatasi vaskular,

peningkatan permeabilitas, dan kemotaksis. Fungsi dalam dilatasi

vaskular diperankan oleh histamin, serotonin, bradikinin, dan

prostaglandin.

Mediator kimia untuk peningkatan permeabilitas adalah histamin,

serotonin, bradikinin, komplemen 3a, komplemen 5a, prostaglandin,

leukotriene, protease lisosomal, dan oksigen radikal. Sementara itu,

mediator yang berperan dalam kemotaksis adalah komplemen 5a,

prostaglandin, leukotrien, komplemen 3b (opsonin), dan bradikinin

(Mitchell et al, 2015).

1) Histamin

Histamin terdapat di semua jaringan yang mempunyai peran

modulasi dalam berbagai inflamasi dan respon imun.Didalam jaringan

histamin disimpan dalam sel mast dan dibebaskan sebagai hasil

interaksi antigen. Reseptor histamin yaituH1 dan H2. Kedua reseptor

ini menimbulkan vasodilatasi pada arteri dan pembuluh darah

koronari, menurunkan tekanan darah sistemik dan merendahkan

resistensi kapiler (Askandari, 2015

2) Serotonin

Serotonin (5-HT) merupakan neurotransmiter yang telah terbukti

terlibat dalam berbagai fungsi otak, termasuk proses pembelajaran dan


17

mengingat informasi.

Serotonin memegang peran penting dalam proses pembelajaran

dan memori karena jalur neuron serotonergik menginervasi berbagai

daerah pada sistem saraf pusat serta beragam jenis reseptor serotonin

dapat ditemukan melimpah di hampir seluruh bagian otak. Keadaan

ini memungkinkan serotonin memengaruhi mekanisme pembelajaran

dan memori pada level seluler dan molekuler melalui beragam

mekanisme bergantung pada jenis reseptor yang diaktivasinya.

Serotonin diketahui dapat memengaruhi proses pembelajaran dan

memori, di antaranya melalui fasilitasi sinaps dan modulasi

penglepasan neurotransmiter tertentu, terlibat dalam pembentukan

potensiasi jangka panjang (long-term potentiation, LTP), serta

neurogenesis pada hipokampus.

3) Bradikinin

Bradikinin merupakan vasodilator yang menyebabkan

vasodilatasi. Bradykinin berasal dari kininogen yang dirubah oleh

kalkrein menjadi bradykinin. Terlambat nya metabolisme bradikin ini

lah yang menyebabkan terjadinya vasodilatasi karena bradykinin

menumpuk. Bradykinin akan berikatan denganreseptor BK 2 pada

pembuluh darah sehingga mengaktifkan ekspresi produksi

prostaglandin. Prostaglandin inilah yang akan mengakibatkan

terjadinya vasodilatasi. Perlu diketahui bahwa peningkatan bradykinin

dipercaya bertanggung jawab sebagai penyebab batuk kering yang


18

merupakan efek sampingdari ACE Inhibitor.

Hal ini dikarenakan bradykinin berikatan dengan reseptor batuk di

bronkus sehingga mengakibatkan munculnya refleks batuk

4) Prostaglandin

Prostaglandin merupakan molekul pembawa pesan pada proses

inflamasi (radang). Sintesis prostaglandin dapat terjadi bila membran

sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik, atau

mekanis, sehingga enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah

fosfolipida menjadi asam arakhidonat.

5.) Leukotrien

Leukotrien merupakan kelompok triena terkonjugasi yang

dibentuk dari asam arakidonat yang ditemukan di dalam leukosit, sel

mast, trombosit dan makrofag melalui jalur lipoksigenase sebagai

respons terhadap stimulus imunologis dan nonimunologis. Inflamasi

kulit dan kemotaksis termasuk salah satu efek sistemik dari

leukotriene (Amalia, 2016).

2.2.6 Obat-obat Antiinflamasi

Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat antiinflamasi dibagi

menjadi dua golongan yaitu: obat antiinflamasi golongan steroid dan

obat antiinflamasi golongan nonsteroid (Amalia, 2016).

1) Obat Anti inflamasi Steroid

Obat obat yang tergolong obat antiinflamasi steroid antara lain

kortison asetat, hidrokortison, deksametashon, betametashon,


19

prednisone dan sebagainya (Amalia, 2016). Obat antiinflamasi

steroid disintesis secara alami di korteks adrenal dan hasil

biosintesisnya dari kolestrol. Mekanisme kerja obat antiinflamasi

steroid adalah menghambat pelepasan prostaglandin dari berbagai

sel yang memproduk sifaktor-faktor untuk membangun respon

radang (Askandari,2015).

2). Obat Antiinflamasi NonSteroid (AINS)

Obat analgesik, antipiretik serta obat antiinflamasi non steroid

(AINS) adalah suatu golongan obat yang heterogen, bahkan secara

kimia beberapa obat sangat berbeda. Walaupun demikian obat-obat

ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun

efek samping. Golongan heterogen tersebut memiliki kesamaan efek

terapi dan efek samping karena sebagian besar efek terapi dan efek

sampingnya berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin

(PG). Obat AINS secara uumum tidak menghambat biosintesis

leuktrienyang diketahui ikut berperan dalam inflamasi.

Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga

konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat

menghambat siklo- oksigenase dengan cara yang berbeda.

Efek antiinflamasi AINS disebabkan karena inhibisi enzim

COX-2. Terdapat dalam dua bentuk enzim siklooksigenase yaitu

COX-1 yang terdapat dalam sebagian besar jaringan terutama pada

mukosa lambung, trombosit dan pembuluh darah ginjal yang


20

terbentuk di segala jenis kondisi fisiologis, sedangkan COX-2

terdapat di leukosit, fibrolast dan makrofag yang terbentukkarena

induksi seperti peradangan (Arifa, 2017). Obat-obat antiinflamasi

antara lain indometasin, asam salisilat, ibu profen, asam mefenamat,

fenilbutazon, dan diklofenak (Askandari, 2015).

2.3 Natrium Diklofenak

Natrium diklofenak adalah obat golongan AINS dari turunan asam

fenil asetat. Obat yang di pergunakan dalam pengobatan rheumatoid arthritis,

penyakit sendi degeneratif, spondilitis ankilosa, trauma, dismenorea dan

penanganan nyeri yang terjadi pada operasi ringan.

Obat ini bekerja dengan cara menghambat enzim cyclooxygenase

(COX) sehingga produksi prostaglandin di seluruh tubuh akan menurun.

Penghambatan terhadap enzim cyclooxygenase-2 (COX-2) diperkirakan

memediasi efek antipiretik (penurunan suhu tubuh saat demam), analgesik

(pengurangan rasa nyeri), dan antiinflamasi (anti peradangan).

Gambar 2.2 Rumus Bangun Natrium diklofenak (Pandey, 2013)

Diklofenak sedangkan penghambatan enzim COX-1 menyebabkan

gangguan pada pencernaan berupa luka atau ulkus di lambung di samping

gangguan pembekuan darah. Natrium diklofenal sering di gunakan untuk


21

penangas simptomatik jangka lama pembekuan darah. Pada artritis

reumatoid, osteoartritis, dan spondilitis ankilosa. Senyawa ini mungkin juga

berguna untuk penanganan jangka pendek cedera otot rangka akut, bahu nyeri

akut (bisipital tendinitis dan subdeltoid bursitis), nyeri paskaoperasi, dan

dismenorea (arifa. 2017).

Mekanisme kerja dari natrium diklofenak menghambat kerja enzim

siklooksigenase yang berfungsi untuk membantu pembentukan prostaglandin

saat terjadinya luka dan menyebabkan rasa sakit dan peradangan.

1) Uraian Kimia (Farmakope Indonesia Edisi V,2014)

Nama Resmi : Diclofenac Sodium

Nama Lain : Natrium Diklofenak

Nama Kimia : (2-2,6-diklorophenyl) amin benzeneacetic

acid

Rumus Molekul : C14H10Cl2NNaO2

Berat Molekul : 318,13

Pemerian : Serbuk hablur, melebur pada suhu 2840.

Kelarutan :Mudah larut dalam methanol larut dalam

etanol, agak sukar larut dalam air, praktis

tidak larut dalam kloroform dan eter.

Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan tidak tembus cahaya.

2) Farmakokinetik

Diabsorpsi baik setelah konsumsi per oral. Obat selanjutnya akan

mengikuti siklus enterohepatik, berakhir di urine dan feses.


22

3) Farmakodinamik

Natrium diklofenak mengikatkan diri dan berkelat pada kedua

isoform dari enzim siklooksigenase 1 (COX-1) dan 2 (COX-2). Hal ini akan

menghalangi konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin. Inhibisi

natrium diklofenak terhadap COX-2 akan meredakan rasa nyeri dan

inflamasi, dan inhibisi obat terhadap COX-2 Dapat menimbulkan efek

buruk terhadap gastrointestinal. Natrium diklofenak dapat lebih aktif

terhadap COX-2, daripada beberapa obat lain golongan antiinflamasi

nonsteroid yang mengandung asam karboksilat.

2.4 Ekstraksi

2.4.1 Pengertian Ekstraksi

Ekstraksi adalah salah satu metode yang dilakukan untuk pengujian

pada kayu khususnya di bidang kehutanan dengan lebih spesifik untuk

melihat rendemen suatu bahan. Pengertian lainnya menyebutkan

ekstraksi adalah isolasi senyawa metabolit sekunder dari suatu tanaman.

Contohnya adalah proses pengekstrakan tebu menjadi gula dengan

menggunakan air sebagai bahan pelarutnya.

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstrak

senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan

pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut

diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian


23

sehingga memenuhi baku yang telah ditentukan. Sebagian besar ekstrak

dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara perkolasi. Seluruh

perkolat biasanya dipekatkan secara destilasi dengan menggunakan

tekanan (Dirjen POM, 2014).

2.4.2 Metode Ekstraksi

1) Cara Dingin

a. Maserasi

salah satu cara ekstraksi, dimana sediaan cair yang dibuat

dengan cara mengekstraksi bahan nabati yaitu direndam

menggunakan pelarut bukan air (pelarut nonpolar) atau setengah

air, misalnya etanol encer, selama periode waktu tertentu sesuai

dengan aturan dalam buku resmi kefarmasi. Maserasi adalah salah

satu jenis metoda ekstraksi dengan sistem tanpa pemanasan atau

dikenal dengan istilah ekstraksi dingin, jadi pada metoda ini pelarut

dan sampel tidak mengalami pemanasan sama sekali. Sehingga

maserasi merupakan teknik ekstraksi yang dapat digunakan untuk

senyawa yang tidak tahan panas atau pun tahan panas.

Prinsip maserasi adalah pengikatan /pelarutan zat aktif berdasarkan

sifat kelarutannya dalam suatu pelarut (like dissolved like),

penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk

simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada

temperatur kamar, terlindung dari cahaya, cairan penyari akan

masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Metode ini digunakan


24

untuk menyari simplisia yang mudah mengembang, seperti

benzoin, stiraks, dan lilin. Penggunaan metode ini misalnya pada

sampel yang berupa daun, contohnya pada penggunaan pelarut eter

atau aseton untuk melarutkan lemak/lipid. Keuntungan cairan

penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan

yang digunakan sederhana (Dirjen POM, 2014).

b. Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari

melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip ekstraksi

dengaan perkolasi adalah serbuk simplisia ditempatkan dalam

suatu bejana silinder, yang bagian bawah nya diberi sekat berpori,

cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk

tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel

simplisia yangdilalui sampel dalam keadaan jenuh. Gerakan ke

bawah disebabkan oleh keasaman gaya berat nya sendiri dan

tekanan penyari dari cairan di atasnya, dikurangi dengan daya

kapiler yang cenderung untuk menahan gerakan ke bawah (Dirjen

POM, 2014).

2) Cara Panas

Ekstraksi secara panas dilakukan untuk mengekstraksi komponen

kimia yang tahan terhadap pemanasan, seperti glikosida, saponin, dan

minyak-minyak menguap yang mempunyai titik didih yang tinggi,

selain itu pemanasan juga diperuntukkan untuk membuka pori-pori sel


25

simplisia sehingga pelarut organik mudah masuk ke dalam sel untuk

melarutkan komponen kimia. Metode ekstraksi yang termasuk cara

panas.

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik

didihnya, jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya

pendingin balik selama waktu tertentu dan. Untuk mendapatkan

proses ekstraksi sempurna dilakukan penggulangan proses residu

pertama sama. 3-5 kali (Askandari, 2015).

b. Sokletasi

Metode ekstraksi sokletasi merupakan suatu metode pemisahan

zat dari campuran nya dengan pemanasan, pelarut yang digunakan

akan mengalami sirkulasi, dibandingkan dengan cara maserasi,

ekstraksi sokletasi memberikan hasil ekstrak yang lebih tinggi.

Pelarut melewati alat ini melalu pendingin, refluks, ekstraksi

berlangsung sangat efisien dan secara efektif senyawa dari biomasa

ditarik kedalam pelarut karena konsentrasi awalnya rendah.

c. Digesti

Metode ekstrasi yang dilakukan sama seperti maserasi hanya

saja memerlukan temperatur pada suhu lebih tinggi dari suhu

ruangan pada proses maserasi yaitu sekitar 40-50 derajat celcius.

d. Infusa

Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara


26

menyari simplisia nabati dengan air pada suhu 90°C selama 15

menit. Kecuali dinyataka lain, infusa dilakukan dengan cara sebagai

berikut : “Simplisia dengan derajat kehalusan tertentu dimasukkan

ke dalam panci infusa, kemudian ditambahkan air secukupnya.

Panaskan campuran di atas penangas air selama 15 menit, dihitung

mulai suhu 90°C sambil sekali- sekali diaduk. Serkai selagi panas

menggunakan kain flannel, tambahkan air panas secukupnya melalui

ampas sehingga diperoleh volume infus yang dikehendak".

e. Dekok

Proses penyarian secara dekokta hampir sama dengan infusa,

perbedaannya hanya terletak pada lamanya waktu pemanasan.

Waktu pemanasan pada dekokta lebih lama dibanding metode

infusa, yaitu 30 menit dihitung setelah suhu mencapai 90°C. Metode

ini sudah sangat jarang digunakan karena selain proses penyariannya

yang kurang sempurna dan juga tidak dapat digunakan untuk

mengekstraksi senyawa yang bersifat yang termolabil.

2.5 Metabolit Sekunder

Metabolisme merupakan seluruh perubahan kimia yang terjadi dalam sel

hidup yang meliputi pembentukan dan penguraian senyawaan kimia.

Metabolime primer dalam suatu tumbuhan meliputi seluruh jalur

metabolisme yang sangat penting kemampuan tumbuhan untuk

mempertahankan kelangsungan hidupnya.


27

Metabolit sekunder adalah senyawa yang dihasilkan dalam jalur

metabolisme lain yang walaupun dibutuhkan tapi dianggap tidak penting

peranannya dalam pertumbuhan suatu tumbuhan.

Metabolit sekunder juga digunakan sebagai penanda dan pengatur

jalur metabolisme primer Beberapa manfaat dari kandungan senyawa

sekunder ini berpotensi pada antioksidan, antikanker, antiinflamasi,

antimikroba, antidiabetes, antitripanosoma Golongan senyawa metabolit

sekunder adalah alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, steroid dan triterpenoid

2.5.1 Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa yang kebanyakan bersifat basa dan tidak

berwarna, sifat basa ini membuatnya lebih mudah terdekomposisi terutama

oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen. Setelah diisolasi, alkaloid

berbentuk padatan kristal yang tidak larut tetapi ada juga berbentuk amorf

seperti nikotin dan ada pula yang berupa cairan seperti konini. Alkaloid

yang terkandung dalam tanaman biasanya terdapat pada bagian tertentu,

misalnya pada akar, kulit, buah bahkan pada getah tanaman. Fungsi dari

alkaloid ini bisa digunakan oleh tanaman sebagai racun untuk melindungi

diri dari serangga dan binatang, sebagai faktor pertumbuhan tanaman dan

sebagai cadangan makanan bagi tumbuhan.

Alkaloid biasanya tidak berwarna dan kebanyakan bersifat optis aktif

dan berbentuk kristal, namun ada pula dalam bentuk cairan (misalnya

nikotin) pada suhu kamar. Senyawa ini merupakan turunan dari asam

amino. Alkaloid juga berfungsi dalam bidang farmakologi diantaranya


28

sebagai analgetik (penghilang rasa sakit),mengatur kerja jantung, berperan

dalam sistem peredaran darah dan sistem pernafasan dan antimalaria.

2.5.2 Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa yang bersifat polar karena

mengandung gugus hidroksil sehingga larut dalam pelarut polar seperti

etanol, butanol, metanol, etil asetat, aseton dimetil sulfoksida dan air.

Sedangkan gugus yang kurang polar dari flavonoid cenderung lebih

mudah larut dalam pelarut semi polar seperti eter dan kloroform. Salah

satu sifat yang dimiliki oleh flavonoid sehingga dapat berperan sebagai

antioksidan yaitu kemampuanya mendonorkan atom hidrogennya dengan

cara mengkelat logam. Senyawa flavonoid sangat banyak tersebar dalam

jaringan tanaman.

Flavonoid termasuk dalam senyawa fenolik dengan struktur kimia

C6C3C6, yang terdiri dari satu cincin Adan satu cincin B dan cincin

tengah berupa heterosiklik yang mengandung oksigen.

Flavonoid ditemukan tersebar pada bagian-bagian tanaman seperti buah,

daun, biji, akar, kulit kayu, batang dan bunga. Fungsi umum yang dimiliki

oleh flavonoid yaitu pemberi zat warna bunga pada tanaman dan

membantu proses penyerbukan. Selain itu, senyawa ini juga berperan

dalam perlindungan diri dari serangan jamur maupun paparan sinar UV-B.

Senyawa ini memiliki struktur berupa cincin aromatis yang memberikan

gambaran bahwa senyawa ini terbentuk dari jalur biosintesis poliketida.

Fungsi lain dari flavonoid dalam tanaman yaitu pemberi pigmen pada
29

tanaman, misalnya memproduksi warna bunga merah, kuning atau biru.

Selain itu, flavonoid juga melindungi struktur sel, meningkatkan produksi

vitamin C, antiinflamasi dan antibiotik (Lumbessy, 2013).

2.5.3 Terpenoid

Terpenoid lebih umum disebut sebagai minyak atsiri, senyawa ini

memberikan bau yang khas dari bermacam-macam bagian tanaman.

Beberapa ahli botani menganggap bahwa minyak atsiri disekresi dalam

sel- sel minyak, didalam ruangan (saluran ekskresi) sehingga minyak atsiri

didefenisikan sebagai secret tanaman yang memiliki bau intensif dan

dilokalisasi pada tempat-tempat tertentu (Mukhriani, 2014).

Lokasi terpenoid dalam tanaman tergantung pada suku tanaman

tersebut, misalnya dalam rambut kelenjar (pada family Labiate), didalam

saluran minyak (pada family Umbellifearae). Minyak atsiri terbentuk oleh

protoplasma akibat adanya peruraian lapisan resin dari dinding sel atau

oleh hidrolisis dari glikosida tertentu. Fungsi dari senyawa ini yaitu karena

aromanya dapat mengusir serangga, mencegah daun dan bunga rusak

(Mukhriani, 2014).

2.5.4 Saponin

Saponin adalah glikosida triterpen yang memiliki sifat cenderung

polar karena ikatan glikosidanya. Saponin telah terdeteksi lebih dari 90

suku tumbuhan dan merupakan senyawa aktif permukaan yang bersifat

seperi sabun. Berdasarkan kemampuannya saponin dapat membentuk busa

dan menghemolisis sel darah. Berdasarkan aglikonnya, saponin dibagi


30

menjadi dua, yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid (Simaremare,

2014).

2.5.5 Tanin

Tanin atau lebih dikenal dengan asam tanat (bentuk spesifik dari

tanin) merupakan senyawa fenolik polimer dengan banyak gugus hidroksil

dan memiliki struktur yang cukup beragam dengan berat molekul tinggi

yakni sekitar 500 sampai 20.000 Da.

Tanin alami memiliki sifat yang mudah larut dalam pelarut polar

seperti air, etanol, metanol, tetapi sukar larut pada pelarut non polar seperti

benzena, eter, kloroform, dan petroleum eter. Kelarutan tanin akan

meningkat jika dilarutkan dengan air panas.

Selain itu tanin memiliki warna kuning muda atau coklat muda, dan

dapat menghasilkan senyawa berwarna dengan garam-garam besi karena

adanya gugus fenol. Sebagian besar tanin dalam bentuk serbuk yang

bersifat amorf, serta memiliki massa longar dan bau yang khas.

2.6 Karagen

Karagenan adalah senyawa hidrokoloid yang terdiri dari natrium,

magnesium, kalsium sulfat dan ester. Karagenan diperoleh dari ekstraksi

rumput laut merah kelas Rhodophyceae dengan air maupun alkali cair.

Karagenan merupakan kompleks polisakarida yang dibentuk dari monomer

galaktosa yang dikelompokkan menjadi 3 tipe yaitu lambda, iota dan kappa.

Karagenan tipe lambda dihasilkan dari rumput laut jenis


31

Chondrus crispus yang mengandung 35% ester sulfat dan mempunyai

anhidrogalaktosa pada posisi 3 dan 6, sedangkan karagenan jenis kappa yang

dihasilkan dari Eucheuma cottonii yang mengandung ester sulfat 26% dan

memiliki anhidrogalaktosa pada posisi 3 dan 6, kappa merupakan salah satu

polimer gel kuat yang mempunyai struktur heliks tersier yang menyebabkan

pembentukan gel. Karagenan jenis iota yang dihasilkan dari Eucheuma

spinosum yang mengandung ester sulfat 32% dan memiliki anhidrogalaktosa

pada posisi yang sama. Dalam percobaan menggunakan hewan karagenan

sering digunakan untuk menguji aktivitas antiinflamasi suatu obat. Sebagai

agen peninduksi inflamasi pemilihan karagenan berdasarkan pada sifatnya

yang antigenik dan tidak memberikan efek sistemik. Pada saat proses

inflamasi karagenan menginduksi cedera sel sehingga melepaskan mediator.

Udema terbentuk pada saat pelepasan mediator inflamasi, dan setelah

diinjeksi hanya mampu bertahan selama 5-6 jam selama 24 jam (Arifah,

2017).

Ada dua fase yang melibatkan beberapa mediator inflamasi pada proses

pembentukan udema yang diinduksi oleh karagenan yaitu fase pertama terjadi

selama 3 jam setelah diinduksi karagenan dimana terjadi pelepasan mediator

serotonin, histamin, bradikinin dan sintesis prostaglandin meningkat disekitar

jaringan luka. Sedangkan fase kedua terjadi mulai dari jam ketiga sampai jam

kelima dan terjadi pelepasan lisosom, prostaglandin dan protease

(Arifah,2017)
32

Gambar 2.4 Struktur Kimia Lamda-Karagenan (Tojo dan Projo, 2003).

2.7 Tikus Putih (Rattus norvegicus).

Gambar 2.3 Tikus Putih (Rattus norvegicus) (Uswantun, 2017)

Hewan uji yang sering digunakan diberbagai penelitian adalah binatang

pengerat terutama mencit (Mus musculus L) dan tikus (Rattus norvegicus).

Hal ini dikarenakan secara genetik manusia dan kedua hewan uji tersebut

memiliki kemiripan. Jenis mencit dan tikus yang paling banyak digunakan

adalah jenis albino galur Sprague Dawley dangalur Wistar (Sari, 2019).

Adapun klasifikasi dari tikus adalah sebagai berikut:

Kindom : Animalia
Divisi : Chordata
Ordo : Rodentia
Kelas : Mamalia
Famili : Muridae
33

Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus (Akbar, 2010).
2.7.1 Volume Maksimum Larutan Sediaan Hewan Percobaan

Tabel 2. 1 Volume Maksimum Jalur Pemberian pada Hewan Uji


(Assegaf,2005).

Hewan Volume Maksimum (ml) sesuai jalur pemberian


Percobaan
i.v i.m i.p s.c p.o
Mencit (20-30 0,5 0,05 1,0 0,5-1,0 1,0
g)
Tikus (200 g) 1,0 0,1 2-5 2-5 5,0
Hamster (50 g) - 0,1 1-2 2-5 2,5
Marmut (250 g) - 0,25 2-5 5,0 10,0
Kelinci (2,5 kg) 5-10 0,5 10-20 5-10 20,0
Kucing (3 kg) 5-10 1,0 10-20 5-10 50,0
Anjing (5 kg) 10-20 5,0 20-50 10,0 100,0

2.7.2 Konversi Perhitungan Dosis

Tabel 2.2 Konversi Perhitungan Dosis Antar Jenis Hewan dan manusia
(Assegaf,2005).
Hewan Mencit Tikus Marmut Kelinci Kera Anjing Manusia
20g 200 g 400 g 1,2 kg 4 kg 12 kg 70 kg

Mencit 20 g 1,0 7,0 12,2 27,8 64,1 124, 387,9


5 2
Tikus 200 g 0,14 1,0 1,74 3,9 9,2 17,8 56,0

Marmut 400 g 0,08 0,57 1,0 2,25 5,2 10,2 31,5

Kelinci 1,2 kg 0,04 0,25 0,44 1,0 2,4 4,5 14,2

Kera 4 kg 0,016 0,11 0,19 0,42 1,0 1,9 6,1

Anjing 12 kg 0,008 0,06 0,10 0,22 0,52 1,0 3,1

Manusia 70 kg 0,002 0,018 0,03 0,07 0,16 0,32 1,0


6 1
34

2.8 PenelitianTerkait

Tabel 2.3. Penelitian Terkait

No Nama dan Judul Metode Hasil


Tahun
1. Wima Uji efek menggunakan Ekstrak etanol daun daun
Anggitasari analgetik minyak metode reflek cengkeh dengan dosis
(2019) pada daun geliat kelompok I sebagai kontrol
cengkeh di beri kontrol diberi CMC
(Syzygium Na 0,5%, kelompok II dan
aromaticum) II masing-masing diberi
minyak daun cengkeh
dengan dosis 100 mg/kg
BB dan 200 mg/kgBB, dan
kelompok IV diberi aspirin.
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa
minyak daun cengkeh dosis
100 mg/kgBB dan 200
2 Stephanie Efektivitas ekstrak Menggunakan Ekstrak bunga cengkeh
Sinulingga Bunga cengkeh metoderancangan dengan konsentrasi 20%,
(2019) (Syzygium post test only 40%, 60%. Hasil dan
aromaticum) control group Analisa data menunjukan
Terhadap jumlah sel designde bahwa jumlah neutrofil
neutrofil tertinggi terdapat pada
pada soket pasca control negative yaitu
pencabutan gigi, kelompok tikus yang diberi
sebagai anti basic gel.
inflamasi
3 Brijesh R Evaluati on of in – Secara in vivo Ekstrak minyak cengkeh
humbal, vivoanti inflamasi dengan dosis 100
Kamlesh A activity of syzygium mg/kgBB, 250 mg/kgBB,
sadariya, aromaticum oil in dan 500 mg/kgBB. Hasil
Jaimin A male wistar rats penelitian menunjukan
Prajapati, bahwa minyak cengkeh
Shailesh K menunjukan efek
Bhavsar and antiinflamasi dengan dosis
Aswin M ketiga. Efek antiinflamasi
Thaker indometasin tertimhhi pada
3 jam dibandingkan dengan
dosis minyak cengkeh .
4 Fatimatuzzah Efektifitas Desain penelitian Ekstrak etanol bunga
roh (2015). Ekstrak Bunga Menggunakan tr cengkeh dengan dosis 20
Cengkeh(Syzygium experiment post %, 40 % dan 60 %. Hasil
aromaticum) design penelitian ini menunjukan
terhadap Jumlah dosis 60% mempengaruhi
Pembuluh Darah jumlah kapiler pada tikus
Kapiler padaProses putih.
Penyembuhan Luka
Insisi Fase
Proliferasi
35

2.9 Kerangka Teori

Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka di atas maka diperoleh

kerangka teori sebagaI berikut;

Bagian tanaman
Batang
Bunga
Daun
Buah
Biji

Metode ektraksi
Maserasi
Perkolasi Mekanisme Kerja
Refluks Flavonoid :
Sokletasi Dengan menghambat
Digesti pelepasan mediator
Infusa inflamasi
Dekok

Mekanisme Kerja Tanin :


Metabolit Sekunder: Menghambat produksi oleh
Alkaloid neotrofil, monosi, makrof
Flavanoid Aktivitas
Saponin Antiflamasi
Tanin Daun Cengkeh
Terpenoid Mekanisme Kerja
Alkaloid : (Syzygium
Steroid aromaticum)
menekan pelepasan histamin
oleh sel mast, mengurangi Pada tikus
sekresi interleukin-1 oleh jantan (Rattus
monosit dan PAF pada norveginus)
platelet .

Mekanisme Kerja
Saponin : Menghambat
pembentukan eskudat dan
permeabilitas vascular
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen (experimental)

penelitian eksperimen adalah penelitian yang digunakan untuk mencari

pengaruh tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan,

kondisi yang terkendalikan di maksud adalah adanya hasil dari penelitian

dikonversikan ke dalam angka-angka, untuk analisis yang digunakan adalah

dengan menggunakan analisis statistik (Sugiyono, 2011). Jenis penelitian ini

menggunakan metode penelitian eksperimen dengan Pre and Post Test with

Control Group Design dengan rancangan kontrol negatif adalah CMC

(placebo) dan kontrol positif adalah Natrium Diklofenak (Sugiyono, 2009)

3.2 Kerangka Konsep

-Na-CMC 1%(Kontrol Negatif) Efektivitas Antiinflamasi


-Natrium diklofenak (Kontrol Positif) pada tikus putih jantan
-Ekstrak Etanol Daun Cengkeh (Rattus norvegicus)
300, 400 dan 500 mg/kgBB

Variabel dependen Variabel independen

3.3. Subjek Penelitian

Kriteria inklusi sampel pada penelitian hewan percobaan dalam

penelitian ini adalah tikus putih jantan galur wistar, sehat, berusia 2-3 bulan,

berat badan tikus 150-200 g.

(r-1) x (t-1) ≥ 15
37

Keterangan : r = total sampel


t = total kelompok percobaan
(r-1) x (t-1) ≥ 15
(r -1) x (5-1) ≥ 15
(r -1) x (4) ≥ 15
4r - 4 ≥ 15
4r ≥ 15+4
4r ≥ 19
r ≥ 4,75
r=5

Dengan demikian, pada penelitian kali ini setiap kelompok

perlakuan terdapat 5 kelompok untuk menghindari terjadinya dropout

tikus di lebihkan 10-20% jadi terdapat 6 ekor dalam setiap kelompok

sehingga seluruh subjek penelitian berjumlah sebanyak 30 ekor tikus

putih jantan (Agustina, 2013).

3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Variabel Bebas

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen

(Minarsih,2019). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah aktivitas

antiinflamasi terhadap tikus putih jantan (Rattus norvegicus) yang

diinduksi karagen

3.4.2 Variabel Terikat

Variabel terikat (Dependen) adalah variabel yang dipengaruhi atau

yang menjadi akibat adanya variabel bebas (Minarsih, 2019). Variabel

terikat yang dipakai dalam penelitian ini adalah konsetrasi ekstrak etanol

daun cengkeh (Syzygium aromaticum) 300 mg/kgBB, 400 mg/kgBB, dan


38

500 mg/kgBB.

3.5 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Farmakologi dan

Laboratorium Kimia Farmasi STIK Siti Khadijah Palembang.

3.6. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juli 2022.

3.7. Etika Penelitian

Dalam penelitian menggunakan hewan uji ada 3 prinsip, yaitu sebagai

berikut:

1) Replacement

Replacement dapat diartikan sebagai penggunaan sistem tidak- hidup

(mati) sebagai alternatif, misalnya sebuah model komputer atau manekin.

Hal ini juga dapat berarti penggantian vertebrata menjadi invertebrata. Ini

juga mencakup kultur sel dan jaringan (Yurista., dkk 2016).

2) Reduction

Reduction adalah menurunkan jumlah hewan uji yang digunakan tanpa

mengurangi informasi yang berguna. Hal ini mungkin dicapai dengan

mengurangi jumlah variabel melalui desain eksperimental yang baik,

menggunakan statistik yang tepat, menggunakan genetik hewan yang

homogen, dan memastikan bahwa kondisi eksperimen terkontrol dengan

baik (Yurista., dkk 2016).

3) Refinement
39

Refinement adalah perubahan dalam berapa aspek perlakuan yang

berpotensi menimbulkan rasa sakit atau stress jangka panjang,

memperlakukan hewan uji secara manusiawi dan memelihara hewan uji

dengan baik sehingga menjamin kesejahteraan hewan coba hingga akhir

studi (Yurista., dkk2016).

3.8. Instrumen Penelitian

3.8.1 Alat dan Bahan Penelitian

1) Alat Penelitian

Kandang tikus, tempat makan dan minum tikus, timbangan tikus,

botol, timbangan analitik, labu ukur, plestimometer, alumunium foil

1%, rotary evaporator, jarum oral (sonde), gelas ukur, beaker glass,

spuit injeksi, labu takar, corong pisah, pengaduk kaca, lumpang dan

stamper, pipet volume, dan stopwacth, kaca arloji, penangas air,

saringan, tabung reaksi.

2) Bahan Penelitian

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini berupa Daun cengkeh,

Bahan kimia yang digunakan yaitu: Natrium Diklofenak, etanol 96%,

Na-CMC 1% dan aquadest, karagen, asam klorida, pereaksi mayer,

natrium hidroksida, magnesium, FeCl3 0,1%, pereaksi mayer, pereaksi

bouchardat.

3.9. Pengumpulan Data

1. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Cengkeh


40

Pembuatan ekstrak etanol daun cengkeh dilakukan dengan metode

maserasi menggunakan pelarut etanol 96%. Serbuk simplisia ditimbang

sebanyak 500 gr, selanjutnya direndam dalam 2 liter etanol 96% dan di

tutup rapat terhindar dari cahaya matahari langsung. Proses perendaman

selama 3 hari. Setelah tiga hari campuran simplisia dan etanol disaring

sehingga diperoleh maserat I. Ampas di rendam kembali dengan etanol

selama 1 hari di saring kembali dan diperoleh maserat II. Maserat I dan II

diendapkan semalam kemudian di pisahkan dari residu dan di pekatkan

menggunakan rotary evaporator pada suhu 60ᵒc sampai diperoleh ektrak

kental etanol.

Rumus menghitung rendemen ekstrak :

% Rendemen ekstrak =Berat ekstrak yang di peroleh


100%
Bobot serbuk yg di ekstrak

2. Skrining Fitokimia

a. Pemeriksaan Alkaloid

Ditimbang 0,5 gram ekstrak, tambahkan 1 ml asam klorida 2N dan 9

ml aquadest ,lalu didihkan diatas penangas air selama 2 menit,

dinginkan dan saring, pindahkan 3 tetes filtrat pada kaca arloji,

tambahkan 2 tetes pereaksi Mayer (jika terbentuk endapan

menggumpal berwarna putih maka menunjukkan adanya alkaloid),

tambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat (jika terbentuk endapan

berwarna cokelat hitam maka menunjukkan adanya alkaloid) (Malik,

dkk 2014).
41

b. Pemeriksaan Flavonoid

0,5 gram ekstrak ditambahkan 50 ml air panas, dididihkan selama 5

menit, lalu disaring. Filtrat yang diperoleh dilarutkan dalam 1 ml

sampai 2 ml etanol 96% ditambahkan 0,5 g serbuk magnesium (Mg)

dan 2 ml asam klorida 2 N, diamkan selama 1 menit. Kemudian

tambahkan 10 tetes Natrium Hidroksida (NaOH), biarkan hingga 2-3

menit jika terbentuk warna merah intensif maka menunjukkan adanya

flavonoid.

c. Pemeriksaan Saponin

0,5 gram ekstrak dimasukkan kedalam tabung reaksi, di didihkan

dalam 10 ml air selama 15 menit, lalu didinginkan dan dikocok

vertikal dalam tabung reaksi selama 10 detik. Terbentuknya busa yang

persisten pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N atau pada

pendiaman selama kurang lebih 10 menit, menunjukkan adanya

senyawa saponin.

d. Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 0,5 gram ekstrak direbus dalam 10 ml air di dalam tabung

reaksi dan disaring, kemudian ditambahkan beberapa reres FeCl3

0,1% dan amati, jika terbentuk warna hijau kecoklatan atau biru

kehitaman menunjukkan adanya senyawa tanin.

3. Pembuatan Na CMC 0,5%

Timbang 0,5 gram Na-CMC ke dalam 10 ml aquadest panas.

Didiamkan selama 15 menit lalu digerus sampai homogen dan masukkan


42

ke dalam labu ukur, kemudian tambahkan air hingga volume mencapai

100 ml.

4. Pembuatan Suspensi Natrium Diklofenak

Zat murni natrium diklofenak yang diberikan adalah dosis yang

meliputi dosis terapi manusia yaitu 25 mg. Dosis lazim untuk manusia

(dewasa) mengandung 25-50 mg. Faktor konversi dari manusia (70 kg)

ke tikus (100 g) sebesar 0,018. Volume maksimum larutan sediaan uji

yang diberikan pada hewan uji tikus secara peroral adalah 5,0 ml. Dosis

natrium diklofenak yang diberikan dalam mg/kg):

Perhitungan dosis natrium diklofenak

- Dosis untuk tikus ( 200 g) = 50mg X 0,018 = 0,9 mg/200g

Maka dosis natrium diklofenak yang digunakan adalah 0,9 mg untuk

tikus 200 g, sehingga dosis dalam mg/kgBB adalah

0,9 mg = x
200 gr 1kg
x = 0,9 x 1000 g
200 g
x = 4,5 mg/KgBB

Natrium diklofenak ditimbang sebanyak 4,5 mg/kgBB digerus perlahan

di dalam lumpang, tambahkan suspensi NaCMC 1% sedikit demi sedikit

sambil digerus sampai homogen, volume dicukupkan hingga 1 ml

5. Pembuatan Suspensi Ekstrak

Cara pembuatan dan cara perhitungan dosis ekstrak etanol daun cengkeh

adalah sebagai berikut :


43

- Ekstrak etanol daun cengkeh masing-masing ditimbang sebanyak 300

mg, untuk satu ekor tikus 200 g ekstrak kemudian dimasukkan ke dalam

lumpang dan ditambahkan suspensi Na- CMC 0,5% sedikit demi sedikit

sambil digerus sampai homogen hingga 12 ml.

- Ekstrak etanol daun cengkeh masing-masing ditimbang sebanyak 400

mg, untuk satu ekor tikus 200 g ekstrak kemudian dimasukkan ke dalam

lumpang dan ditambahkan suspensi Na- CMC 0,5% sedikit demi sedikit

sambil digerus sampai homogen hingga 12 ml.

- Ekstrak etanol daun cengkeh masing-masing ditimbang sebanyak 500

mg, untuk satu ekor tikus 200 g ekstrak kemudian dimasukkan ke dalam

lumpang dan ditambahkan suspensi Na- CMC 0,5% sedikit demi sedikit

sambil digerus sampai homogen hingga 12 ml.

6. Pembuatan Suspensi Karagen 1%

Karagen ditimbang sebanyak 0,1 gr, kemudian dilarutkan

dengan larutan garam fisiologis (NaCl 0,9 %) sampai homogen. Lalu

dimasukkan ke dalam labu ukur, kemudian cukupkan dengan larutan

garam fisiologis (NaCl 0,9%) sampai 10 ml. Setiap tikus diinjeksi 0,1 ml

karagen 1% secara subplantar pada kaki tikus.


44

3.10 Kelompok Perlakuan Hewan Uji

Rincian kelompok perlakuan antiinflamasi dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Kelompok Perlakuan


Kelompok Perlakuan hewan uji Jumlah tikus (ekor)

Kontrol Negatif(-) Diberikan suspensi Na CMC 6


Kelompok I 0,5 % sebanyak 1 ml
Kontrol Positif(+) Diberikan natrium diklofenak 6
Kelompok II dengan dosis 4,5 mg/kgBB
Dosis 1 Diberikan suspensi ekstrak 6
Ekstrak daun cengkeh dengan etanol 96% daun cengkeh
dosis 300 mg/KgBB dengan dosis 300 mg/kgBB
(kelompok III)
Dosis 2 Diberikan suspensi ekstrak 6
Ekstrak daun cengkeh dengan etanol 96% daun cengkeh
dosis 400 mg/KgBB dengan dosis 400 mg/kgBB
(Kelompok IV)
Dosis 3 Diberikan suspensi ekstrak 6
Ekstrak daun cengkeh dengan etanol 96% daun cengkeh
dosis 500 mg/KgBB dengan dosis 500 mg/kgBB
(kelompok V)

3.11 Prosedur Pengujian Antiinflamasi

Tikus diaklimatisasi terlebih dahulu selama 7 hari di dalam

kandang agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru selama

aklimatisasi tikus di berikan makan dan minum yang seragam,

kemudian Dilakukan penimbangan berat badan tikus, setelah itu tikus

dipuasakan selama 9 jam sebelum percobaan, namun air minum tetap

diberikan. Sebelum dilakukan pengujian, tikus ditimbang terlebih

dahulu dan diukur volume udema kaki tikus, kemudian masing masing

tikus diinduksi dengan karagenin 1% secara subplantar lalu diukur

volume awal kaki tikus. Setelah itu, diukur volume udema kaki tikus 60

menit setelah penyuntikan karagenin 1% dengan cara mencelupkannya

ke dalam alat platysmometer. Kemudiaan sediaan diberikan peroral


45

dengan volume pemberian pada tikus sebanyak 1 ml sesuai dengan

kelompok perlakuan sebagai berikut :

a. Kelompok I : 6 ekor tikus diberi suspensi Na-CMC 0,5% dosis

peroral sebagai kontrol negatif.

b. Kelompok II : 6 ekor tikus diberi natrium diklofenak 4,5 mg/kgBB

sebagai kontrol positif secara peroral.

c. Kelompok III : 6 ekor tikus diberi ekstrak daun cengkeh dengan dosis

300 mg/kgBB secara peroral.

d. Kelompok IV : 6 ekor tikus diberi ekstrak daun cengkeh dengan

dosis 400 mg/kgBB secara peroral.

e. Kelompok V : 6 ekor tikus diberi ekstrak daun cengkeh dengan dosis

500 mg/kgBB secara peroral.

Kemudian diukur volume udem telapak kaki tikus setelah perlakuan

setiap selang waktu 30 menit selama 3 jam. Volume udem ditentukan

berdasarkan kenaikan raksa pada alat plathysmometer.

3.12 Tahap Pengamatan

Analisa data dilakukan dengan menghitung persen udem dengan rumus

sebagai berikut (Swathy et al., 2010).

Keterangan:
Vt =Volume telapak kaki pada waktu t
Vo=Volume telapak kaki pada waktu o
46

Dan rumus persen inhibisi radang (Kalabharathi et al., 2011)

Keterangan:
A = persen radang rata -rata kelompok kontrol

B = persen radang rata -rata kelompok zat uji (Sebiantoro, 2010).

3.13 Analisis Data

Analisis data yang diperoleh diolah secara statistik menggunakan

aplikasi SPSS versi 25. Pada analisis data ini dilakukan uji Kolmogorov

Smirnov untuk melihat normalitas data dan uji Levene untuk melihat

homogenitas data. Jika data berdistribusi normal dan homogen, dilanjutkan

dengan analisis varians satu arah (ANOVA) dengan tingkat kepercayaan

95%. Jika data tidak berdistribusi normal atau homogen, maka uji Kruskal

Wallis dilanjutkan untuk mengetahui perbedaannya, uji Mann Whitney

dilakukan untuk melihat perbedaan antara masing-masing kelompok

perlakuan (Dahlan, 2012).


47

Tabel 3.2 Observasi


Kelo Tikus Ta To t30 t90 120 t150 t180 Penuruna
mpok nudem
perla (ml)
kuka
n
Na- 1
CMC 2
0,5% 3
(kontr 4
ol 5
Negati
f)
Natriu 1
m 2
diklof 3
enak 4
(kontr 5
ol
Positif
)
Dosis 1
100 2
mg/kg 3
BB 4
5
Dosis 1
300 2
mg/B 3
B 4
5
Dosis 1
600 2
mg/B 3
B 4
5

Keterangan: ta : Sebelum Diinduksi Karagenan


to : Setelah Diinduksi Karagenan
t30 : Menit ke 60
t60 : Menit ke 120
t90 : Menit ke 180
t120: Menit ke 240
t180 : Menit ke 300
48

3.14 Definisi Operasional

Tabel 3.2 Definisi operasional

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Hasil Skala


Ukur Ukuran Ukur
Bebas Penurunan Pengamatan Plethys Turun Rasio
(Independ inflamasi mometer dan tidak
en) pada kaji turunnya
Aktivitas Tikus putih volume
antiinfla jantan inflamasi
masi pada kaki
terhadap tikus
tikus putih
putih jantan .
jantan
(Terikat Dosis Pengamatan Observasi Berat/ Ordi
) Dosis 300mg/ volume nal

ekstrak kgBB

etanol 400mg/

daun kgBB

cengkeh 500mg/
KgBB

3.15. Hipotesis

H 0: Tidak ada efektivitas antiinflamasi ekstrak daun cengkeh (Syzygium

aromaticum) terhadap tikus putih jantan (Rattus norvegicus).

Ha: Ada efektivitas antiinflamasi ekstrak daun cengkeh (Syzygium

aromaticum) terhadap kus putih jantan (Rattus norvegicus).

Anda mungkin juga menyukai