Anda di halaman 1dari 16

USULAN PRODUK HERBAL TERSTANDART

PIL ANALGESIK DARI EKSTRAK ETANOL DAUN

INGGU

WIDIYAWANTI

10117164

S – 1 FARMASI

KELAS A

Fakultas Farmasi

Institut Ilmu Kesehatan Bahkati Wiyata

Kediri 2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Nyeri merupakan suatu perasaan yang tidak enak yang disebabkan oleh
rangsangan yang kuat atau merusak, yang apabila dibiarkan dapat
mempengaruhi aktivitas sehari – hari. Banyak obat analgesik yang beredar
dipasaran, mulai dari obat yang terbuat dari bahan kimai dan obat yang terbuat
dari ekstrak tanaman. Dengan perkembangan zaman, banyak obat – obat
bermunculan yang terbuat dari ekstrak suatu tanaman. Indonesia merupakan
negara dengan banyak keanekaragaman hayati. Di Indonesia diperkirakan
terdapat 9.600 spesies tanaman yang telah dimanfaatkan sebagai pengobatan
alami secara turun menurun. Masyarakat indonesia biasanya memanfaatkan
tanaman tersebut dengan di buat sediaan jamu. Salah satu tanaman yang
memiliki khasiat yaitu daun Inggu ( Ruta angustifolia L.) . Daun inggu
memiliki potensi untuk dijadikan bahan baku obat tradisional karena pada
tanaman tersebut banyak mengadung zat fitokimia yang berkhasiat bagi tubuh
manusia. Menurut penelitian, senyawa yang terkadung dalam daun inggu yaitu
flavonoid sebagai kuersetin, saponin, tanin, kuinon, steroid, dan minyak atsiri.
Salah satu senyawa yang terkandung dalam daun Inggu yaitu steroid dan
flavonoid dapat berpotensi sebagai analgesik. Dalam penelitian Yane Dila dan
Sri Rejeki menunjukkan bahwa ekstrak daun inggu pada dosis 10 mg/kg BB,
20 mg/kg BB, dan 40mg/kg BB memberikan efek analgesik pada tikus.Selain
dibuat jamu dalam bentuk cairan, pengguaan ekstrak tanaman juga dapat
dibuat dengan bentuk sediaan jamu yang lain. Salah satu sediaan jamu selain
dalam bentuk ciaran yaitu sediaan jamu dalam bentuk Pil. Sedian Pil dipilih
karena memiliki beberapa keuntungan.Karena adanya perkembangan zaman,
banyak sediaan obat yang tidak berbentuk Pil, sehingga masih jarang ditemui
sediaan ektrak dalam bentuk Pil. Padahal dibandingkan dengan sediaan solid
yang lain, Pil merupakan sediaan yang mudah dibuat tidak memerlukan bahan
tambahan yang terlalu banyak. Oleh karena itu Pada penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui efek analgesik dari sediaan pil ekstrak daun Inggu serta
dosis yang efektif memberikan efek analgesik pada sediaan pil ekstrak daun
inggu.

1
1.2.Rumusan Masalah
1.2.1. Apa yang dimaksud dengan nyeri ?
1.2.2. Apa yang dimaksud dengan tanaman daun Inggu ?
1.2.3. Apa yang dimaksud dengan ekstraksi ?
1.2.4. Apa yang dimaksud dengan sediaan pil (pilule) ?
1.2.5. Berapa dosis yang efektif sebagai analgesik pada sediaan pil ekstrak
tanaman daun Inggu ?
1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan nyeri.
1.3.2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan tanaman daun Inggu.
1.3.3. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan ekstraksi.
1.3.4. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan sediaan pil (pilule).
1.3.5. Untuk mengetahui berapa dosis yang efektif sebagai analgesik pada
sediaan pil ekstrak tanaman daun Inggu.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Nyeri
2.1.1. Pengertian Nyeri
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), Nyeri
adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang
didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Teori Specificity “suggest” menyatakan bahwa Nyeri adalah
sensori spesifik yang muncul karena adanya injury, dan informasi ini didapat
melalui sistem saraf perifer dan sentral melalui reseptor nyeri di saraf
nyeri perifer dan spesifik di spinal cord.
Secara umum Kebidanan mendefinisikan Nyeri sebagai apapun yang
menyakitkan tubuh, yang dikatakan individu yang mengalaminya, dan yang
ada kapanpun individu mengatakannya.
2.1.2. Mediator Nyeri
Mediator nyeri yang paling penting yaitu amin histamin yang
bertanggung jawab untuk kebanyakan reaksi alergi (bronchokontriksi,
pengembagan mukosa, pruritus) dan nyeri. Bradykinin adalah polipeptida
(rangkaian asam amino) yang dibentuk dari protein plasma. Prostaglandi
mirip struktunya dengan asam lemak dan terbentuk dari asam arachidonat.
Menurut perkiraan zat – zat ini dapat meningkatkan kepekaan ujung ujung
saraf sensori bagi rangsangan nyeri yang diakibatkan oleh mediator lainnya.
Zat – zat ini berkhasiat vasodilatasi kuat dan meningkatkan permeabilitas
kapiler yang mengakibatkan radang dan udema. (Tjay TH, Rahardja K. 2007)
2.1.3. Ambang Nyeri
Ambang nyeri diartikan sebagai tingkatan dimana nyeri diraskan untuk
pertama kalinya. Dengan kata lain, intensitas rangsangan terendah pda saat
seseorang meraskan nyeri. Untuk setiap orang ambang yerinya adalah
konstan. (Tjay TH, Rahardja K. 2007)
2.2. Tanaman Daun Inggu
2.2.1. Klasifikasi Tanaman
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledoneae
Sub Classis : Dialypetalae
Ordo : Rutales

3
Familia : Rutaceae
Genus : Ruta
Species : Ruta angustifolia (L.) Pers. (Van Steenis, 2005)
2.2.2. Sinonim
Ruta chalapensis L. var. angustifolia (L.) Back.
2.2.3. Nama Lain
Nama latin Ruta angustifolia Pers. atau R. chalepensis (graveolens)
Linn. Var. angustifolia (Sastroamidjojo, 2001). Di Sumatera inggu memiliki
nama daerah aruda, di Jawa disebut inggu atau godong minggu, sedangkan di
Sulawesi disebut anruda busu (Depkes RI, 1989).
2.2.4. Morfologi Tanaman
Daun majemuk menyirip rangkap ganjil, tidak bertangkai, helaian anak
daun berbentuk lanset atau jorong memanjang, panjang 6 cm sampai 10 cm,
lebar 1,5 cm sampai 2,5 cm, pinggir daun agak menggulung ke bawah,
permukaan atas licin, warna hijau kelabu, ibu tulang daun dan tulang cabang
menonjol pada permukaan bawah, warna hijau keputih-putihan, batang bulat,
bagian atas beralur tidak jelas, ruas-ruas pendek, batang beserta cabang licin
berwarna abu-abu kecoklatan (Depkes RI, 1989).
2.2.5. Ekologi dan Penyebaran
Tinggi tanaman inggu antara 1,00-1,50 m. tanaman ini berasal dari
Eropa Selatan dan Afrika Utara. Di Jawa, inggu tidak berbunga pada tempat
dengan ketinggian kurang dari 1000 m diatas permukaan laut (Heyne, 1989).
Ruta dapat ditemui dari timur Makronesia melalui mediterania sampai
selatan-barat Asia (Anonim, 2002).
2.2.6. Kandungan Kimia
Kandungan kimia yang terdapat dalam tanaman inggu adalah
metilnoniketon, keton pinena, I-limonena, ceneol, asam rutinat, kokusaginin,
edulinin, rhamno glikosid, kuersetin, xantotoksin, serta sedikit tannin (Agoes,
2010). Dalam ekstrak etanol tanaman inggu mengandung psoralen, bergapten
dan isopimpinellin (Gunaydin & Savci, 2005). Selain itu inggu juga
mengandung kumarin (rutamarin), furanokuinolin alkaloid (kokusagin,
fagarin) dan glikosida flavonol rutin. (Wagner dan Bladt, 1995).
2.2.7. Khasiat dan Kegunaan
Tanaman inggu telah diketahui memiliki banyak khasiat dalam
mengobati berbagai macam penyakit, seperti demam, influenza, batuk, radang

4
paru, kejang pada anak, epilepsi, cegukan (singultus, hiccup), kolik, histeri,
hepatitis, abortivum, ezkema pada anak, bisul, radang kulit bernanah,
menghilangkan nyeri seperti nyeri ulu hati dan dada, hernia, haid tidak
teratur, amenorrhea, radang vena (flebitis), pelebaran vena (vena varikosa),
cacingan, pembersih darah, memar (D) (E) (F) (A) (B) (C) 6 akibat terbentur
benda keras atau gigitan ular berbisa atau serangga, keracunan obat atau
keracunan lain yang mematikan, serta stimulan pada saraf dan kandungan
(uterus) (Agoes, 2010). Untuk menghilangkan kejang pada anak-anak,
rebusan atau seduhan dari daunnya dengan bawang merah dan bangle dalam
cuka diikatkan pada pergelangan dan pada pelipis. Selain itu, seduhannya
juga merupakan obat untuk mengeluarkan keringat bagi orang Melayu dan air
perasan dari daunnya diteteskan sebagai obat penyakit telinga. Menggerus
halus inggu dengan kunir dan beras, konon dapat digosokkan pada kulit
sebagai obat ketombe dan penyakit gudig (Heyne, 1989).
2.3. Ekstraksi Simplisia
2.3.1. Pengertian Ekstraksi Simplisia
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair.
Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke
dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Dengan
diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah
pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (DepKes RI, 2000).
2.3.2. Macam – Macam Metode Ekstraksi Simplisia
1. Ekstraksi cara dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi
termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi
pada keseimbangan (DepKes RI, 2000).
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
penyarian sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya
dilakukan pada temperatur ruang. Proses terdiri dari tahapan
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi

5
sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai
diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali dari bahan
(DepKes RI, 2000).
2. Ekstraksi cara panas
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada
temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut
terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik
(DepKes RI, 2000).
b. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru,
dengan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik
(DepKes RI, 2000).
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi dari
temperatur suhu kamar, yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50 ⁰C (DepKes RI, 2000).
d. Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90 ⁰C
selama 15 menit. Infusa adalah ekstraksi menggunakan pelarut air
pada temperatur penangas air dimana bejana infus tercelup dalam
waktu tertentu (15-20 menit) (DepKes RI, 2000).
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥ 30 ⁰C) dan
temperatur sampai titik didih air (DepKes RI, 2000).
2.4. Sediaan Pil
2.4.1. Pengertian Pil
Pil adalah suatu sediaan yang berbentuk bulat sepeti kaleng
mengandung satu atau lebih bahan obat.Berat pil berkisar antar 100 mg
sampai 500 mg.
Pil kecil yang beratnya kira-kira 30 mg disebut granul dan pil besar
yang beratnya lebih dari 500 mg disebut boli.Boli biasanya digunakan untuk
pengobatan hewan seperti sapi, kuda dan lain-lain. Bila tidak disebut lain
granul mengandung bahan obat berkhasiat 1 mg

6
2.4.2. Syarat sediaan Pil yang baik
 Homogen (ukuran, bentuk, warna, dosis)
 Mempunyai kekenyalan, daya rekat dan kekerasan tertentu
 Mempunyai waktu hancur tertentu
Menurut FI III, syarat waktu hancur sediaan Pil, yaitu :
 Tidak boleh > 15 menit untuk pil tidak bersalut
 Tidak boleh > 60 menit untuk pil bersalut gula atau selaput
 Untuk pil salut enterik: Setelah dilakukan pengujian dalam larutan
HCl 0,06 N selama 3 jam, pada pengujian selanjutnya (larutan dapar
pH 6,8) waktu hancur pil tidak boleh > 60 menit
2.4.3. Macam – macam sediaan Pil
 Bolus, tiap sediaan berberat > 300 mg
 Pil, tiap sediaan berberat 60 – 300 mg
 Granul, tiap sediaan berberat 1/3 – 1 grain
 Parvul, tiap sediaan berberat < 1/3 grain
2.4.4. Tujuan sediaan Pil
 Mudah digunakan/ditelan
 Menutup rasa obat yang tidak enak
 Relatif > stabil dibanding bentuk sedian serbuk dan solutio
 Sangat baik utk sedian yang penyerapannya dikehendaki lambat
2.4.5. Kerugian sediaan Pil
 Obat yang dikehendaki memberikan aksi yang cepat
 Obat yang dalam keadaan larutan pekat dapat mengiritasi lambung
 Bahan Obat padat/serbuk yang voluminous dan Bahan Obat cair
dalam jumlah besar
 Penyimpanan lama sering menjadi keras dan tidak memenuhi waktu
hancur
 Ada kemungkinan ditumbuhi jamur (dapat diatasi dengan bahan
pengawet)
2.4.6. Komposisi Pil
a. Zat utama : berupa bahan obat yang memenuhi persyaratan F.I.
b. Zat tambahan yang terdiri dari:
 Zat pengisi : untuk memperbesar volume massa pil agar mudah
dibuat, contoh :akar manis, atau bahan lain yg cocok.

7
 Zat pengikat : untuk memperbesar daya kohesi maupun adhesi
massa pil, agar massa pil dapat saling melekat menjadi massa yang
kompak, contoh: sari akar manis, gom akasia, tragakan, camp.
bahan tsb atau bahan lain yg cocok.
 Zat pembasah : untuk memperkecil sudut kontak ( <900 ) antar
molekul, sehingga massa menjadi lembab dan mudah dibentuk,
contoh: air, gliserol, sirop, madu, atau campuran bahan lain yg
cocok.
 Zat penabur: untuk memperkecil/ mengurangi gesekan antara
molekul sejenis , sehingga massa pil tidak lengket pada alat
pembuat pil ataukah lengket dengan pil lainnya, contoh:
likopodium, talk atau bahan lain yg cocok.
 Zat penyalut : fungsinya adalah untuk menutupi rasa dan bau yang
tidak enak; mencegah perubahan karena pengaruh udara; atau
supaya pil pecah dalam usus (enteric coated pils), contoh: perak,
balsam tolu, keratin, gelatin, gula atau bahan lain yg cocok.

8
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1.Desain Penelitian
Desain penelitian adalah suatu strategi untuk mencapai tujuan penelitian yang
telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penuntun peneliti pada
seluruh proses penelitian (Nursalam, 2003 : 81). Ada dua macam desain
penelitian, yaitu desain penelitian Eksperimetal dan Non-Eksperimental. Pada
penelitian ini menggunakan desain Eksperimental. Pada desain eksperimental ini
bertujuan untuk mengetahui sebab akibat dai perlakuaan yang dilakukan. Pada
desain eksperimental terdapat tiga jenis desain yaitu, a. Desain penelitian pra-
eksperimental, b. desain eksperimental semu, dan c. desain eksperimental
sungguhan (Nursalam, 2003: 87). Pada penelitain ini, digunakan jenis desain
eksperimental sungguhan, yaitu suatu desain eksperimental yang memliki
karakteristik melibatkan kelompok kontrol dan kelompok eksperimen yang
ditentukan secara acak. Desain eksperimental untuk menganalisis efek analgesik
sediaan pil ekstrak daun inggu pada tiku putih jantan dengan metode Tail Flick dan
Paw Pressure Test (Randall Selitto).

3.2.Sampel dan Populasi


3.2.1 Sampel Hewan
Sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu tikus putih jantan galur
wistar yang berumur 2 – 3 bulna dengan berat masing masing sekitar 150 –
200 gram. Jumlah tikus yang digunakan pada tiap kelompok uji yaitu 5 ekor,
dengan begitu jumlah tikus yang digunakan pada penelitian ini 25 ekor.
3.2.2 Sampel Tanaman
Sampel tanaman yang digunakan yaitu tanaman Daun Inggu (Ruta
angustifolia [L.] pers.) Daun Inggu yang digunakan adalah daun yang
masih muda dan berwarna hijau muda.
3.3.Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan berifat eksperimental. Percobaan ini dilakukan di
Laboratorium Fitokimia dan Laboratorium Farmakolosi Instititut Ilmu Kesehatan
Bhakti Wiyata, Kediri.
3.4.Alat dan Bahan
3.4.1 Alat
Alat yang digunakan pada penelitain ini yaitu, Blender, Oven, Neraca
Analitik, Ayakan, Erlemeyer, Beaker Glass, Gelas Ukur, Mortir dan Stemper,

9
Kain Flanel, Timbangan Tikus, Pipet Tetes, Pipet Ukur, Spuit injeksi, Sonde,
Sarung tangan, Stopwatch, lampu spiritus, seperangkat alat analisi tail flick
analgesy-meter dan UGO BASILE 37215 ITALY analgesy-meter.
3.4.2 Bahan
Simplisia daun Inggu, etanol 96 %, CMC na, Asam Mefenamat,
Tramadol, Radix Liquiritiae, dan Succus Liquiritiae
3.5.Analisa Data
Data-data yang diperoleh dianalisis dengan uji analisis varians (ANOVA) satu
arah dan analisis LSD. Analisis ANOVA dinyatakan dalam rata-rata±SD, dimana
hasil pengujian signifikan jika p ≤ 0,05. Analisis lanjutan LSD dilakukan dengan
taraf kepercayaan 95%.

10
BAB IV
KERANGKA KONSEP

Ekstrak daun
beluntas

Uji skrining
Fitokimia

Saponin Steroid Flavonoid Tanin

Uji efek analgesik

Diberi
sediaan Pil
populasi
Ekstrak
Daun Hanya diberi
Inggu Kelompok Kelompok CMC Na
Perlakuan Kontrol

Kelompok Kelompok Kelompok


Kontrol Efek
10 mg / kg 20 mg / kg 40 mg / kg Efek Positif
Positif Negatif
BB BB BB

11
Penjelasan Kerangka Konsep
Simplisia daun Inggu dibuat ekstrak dengan cara maserasi dengan etanol 96 %.
Setelah itu dilakukan skrining fitokimia untuk mengetahui kandungan senyawa
yang ada pada ekstrak daun inggu tersebut. Skrining fitokimia yang dilakukan
yaitu senyawa flavonoid, steroid, saponin dan tanin. Senyawa yang harus positif
diharapkan yaitu flavonoid dan steroid karena pada kedua senyawa tersebut yang
memiliki efek analgesik. Setelah dilakukan skiring tahap selanjutnya yaitu
pembuatan pil ekstrak daun inggu. Pil dibuat dengan kekuatan ekstrak yaitu 50
mg dengan bahan tambahan radix liquiritae dan succus liquirtae. Setelah itu
diberika kepada tikus untuk dilakukan eksperimen dengan dibagi 2 kelompok,
yaitu kelompok perlakuan , kontrol positif, dan kontrol negatif. Pada kelompok
perlakuan di lakukaan perlakuan dosis 10 mg / kg BB untuk 1 kelompok 1, 20 mg
/ kg BB kelompok 2, 40 mg/ kg BB kelompok 3. Untuk kontrol positif diberi
tramadol dan asam mefenamat. Dan untuk kelompok negatif hanya diberi CMC
na. Setelah diberi perlakuan pada masing masing kelompok lalu selanjutnya
dilakukan tes efek analgesik dengan metode Tail Flick dan metode Paw Pressure
Test (Randall Selitto). Metode Tail Flick dilakukan dengan cara hewan uji diberi
panas sebagai penginduksi lalu dihitung jumlah liukan ekor pada tikus sedangkan
pada metode Paw Pressure Test (Randall Selitto) dilakukan dengan cara
rangsangan tekanan mekanis sebagai penginduksi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2002. Medicinal and Poisonous Plants 2. In: Van Valkenburg,


J.LCH & Bunyapraphatsara, Plant Resources of South-East Asia, 484-
485. Bogor, Indonesia.
Agoes, A. 2010. Tanaman Obat Indonesia. Buku 3. Jakarta : Penerbit
Salemba Medika.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia . 1989 . Materia Medika
Indonesia. Jilid V. Jakarta: Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat. Edisi I. Direktorat Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan. Jakarta : Direktorat Pengawasan Obat Tradisional.
Gunaydin, K. and Savchi, S. 2005. Phytochemical Studies on Ruta
Chalapensis (Lam.) Lamarck. Natural Product Research. Vol 19. No
3. 203-210.
Heyne, K. 1989. Tumbuhan Indonesian II,diterjemahkan oleh Badan Litbang
Kehutanan Jakarta, 1080. Jakarta : Badan Litbang Departemen
Kehutanan.
Keswara, Yane Dila & Sri Rejeki Handayani. 2019. Uji Aktivitas Analgesik
Ekstrak Etanol Daun Inggu Pada Tikus Putih Jantan. Journal Syifa
Science dan Clinical Research. Vol. 1. No. 2hal 57 – 69.
Noer, Shafa, Rosa Dewi Pratiwi, & Efri Gresinta. Penetapan Kadar Senyawa
Fitokimia (Tanin, Saponin, dan Flavonoid) pada Ekstrak Daun Inggu.
Eksakta: Jurnal Ilmu-ilmu MIPA. p.ISSN : 1411-1047. e.ISSN : 2503
– 2564. Hal 19 – 29.
Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Sastrohamidjojo, H . 2001 . Kimia Dasar . Yogyakarta : Gajah Mada
University Press.
Tjay TH & Rahardja K. 2007. Obat – Obat Penting : Khasiat, Penggunaan,
dan Efek – Efek Sampingnya. Edisi 6. Cetakan 3. Jakarta : PT.
Gramedia .
Van Steenis, C.G.G.J . 2005 . Flora . Jakarta : PT Pradnya Pramita.

13
HASIL PLAGIARISM CHECKER

BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

14
BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 4 KERANGKA KONSEP

15

Anda mungkin juga menyukai