Anda di halaman 1dari 109

UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL

DAUN SIRIH HIJAU (PIPER BETLE L) TERHADAP


TIKUS PUTIH JANTAN (RATTUS NORVEGICUS)
YANG DIINDUKSI KARAGENAN

SKRIPSI

Oleh:
MARIA ULFA
NIM. 51704019

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


STIK SITI KHADIJAH
PALEMBANG
2021

i
UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL
DAUN SIRIH HIJAU (PIPER BETLE L) TERHADAP
TIKUS PUTIH JANTAN (RATTUS NORVEGICUS)
YANG DIINDUKSI KARAGENAN

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Farmasi (S.Farm)

Oleh :
MARIA ULFA
NIM. 51704019

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


STIK SITI KHADIJAH
PALEMBANG
2021

ii
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SITI KHADIJAH PALEMBANG
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
Skripsi, Juli 2021

MARIA ULFA
51704019

Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Sirih Hijau (Piper Betle L)
Terhadap Tikus Putih Jantan (Rattus Novergicus) yang diinduksi Karagenan

ABSTRAK
Daun sirih hijau (Piper Betle L) merupakan salah satu tanaman yang
digunakan sebagai bahan obat tradisional. Daun sirih hijau dimanfaatkan sebagai
pengobatan yang berkaitan dengan gangguan mulut, seperti radang gusi. Daun sirih
hijau mengandung senyawa metabolit sekunder yaitu flavonoid, saponin, dan tanin.
Flavonoid, saponin dan tanin adalah senyawa yang memiliki aktivitas antiinflamasi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi ekstrak
etanol daun sirih hijau (Piper Betle L) terhadap tikus putih jantan (Rattus
Novergicus). Penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan karagenan sebagai
mediator radang pada telapak kaki tikus, lalu pemberian suspensi ekstrak etanol
daun sirih hijau (Piper Betle L) secara oral dengan dosis 75 mg/kgBB, 100
mg/kgBB, 125 mg/kgBB, Natrium Diklofenak sebagai kontrol positif dan Natrium
CMC sebagai kontrol negatif. Pengukuran volume dari menit ke 30 sampai menit
180 dengan menggunakan alat plethysmometer. Diperoleh presentase penurunan
radang untuk Natrium Diklofenak sebagai kontrol positif yaitu 37,5%, Natrium
CMC sebagai kontrol negatif yaitu 6,66%, ekstrak 75 mg/kgBB yaitu 25,7%,
ekstrak 100 mg/kgBB yaitu 28,8% sedangkan ekstrak 125 mg/kgBB yaitu 31,8%.
Berdasarkan hasil penelitian ekstrak tanaman daun sirih hijau memiliki aktivitas
antiinflamasi terhadap tikus putih jantan.

Kata Kunci : Antiinflamasi, Daun Sirih Hijau, Natrium Diklofenak

iii
INSTITUTE OF HEALTH SCIENCE
SITI KHADIJAH PALEMBANG
PHARMACY SI STUDY PROGRAM
Scientific Writing, July 2021

MARIA ULFA
51704019

Anti-Inflammatory Activity Test of Green Betel Leaf (Piper Betle


L) Ethanol Extract Against White Male Rat (Rattus Novergicus)
Induced by Carrageenan

ABSTRACT
Green betel leaf (Piper Betle L) is one of the plants used as a traditional
medicine. Green betel leaf is used as a treatment related to oral disorders, such as
gingivitis. Green betel leaf contains secondary metabolites, namely flavonoids,
saponins, and tannins. Flavonoids, saponins and tannins are compounds that have
anti-inflammatory activity. The purpose of this study was to determine the anti-
inflammatory activity of the ethanolic extract of green betel leaf (Piper Betle L)
against male white rats (Rattus novergicus). This research was carried out by
giving carrageenan as a mediator of inflammation on the soles of the rats' feet,
then giving a suspension of ethanol extract of green betel leaf (Piper Betle L)
orally at a dose of 75 mg/kgBW, 100 mg/kgBW, 125 mg/kgBW, Sodium
Diclofenac as positive control and Sodium CMC as negative control. Volume
measurement from 30 minutes to 180 minutes using a plethysmometer. It is
obtained the percentage of inflammation reduction for Sodium Diclofenac as
positive control is 37.5%, Sodium CMC as a negative control is 6.66%, extract 75
mg/kgBW is 25.7%, extract for 100 mg/kgBW is 7.31%, while for extract 125
mg/kgBW is 6.25%. Based on the results of research, green betel leaf extract has
a anti-inflammatory activity against male white rats.

Keysword : Anti-Inflammatory, Green Betel Leaf, Diclofenac Sodium

iv
v
vi
vii
viii
BIODATA DIRI

Nama : Maria Ulfa

NIM : 51704019
Alamat : RT 02 RW 01 LK II Kecamatan Makarti Jaya
Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan
Tempat, dan Tanggal Lahir : Makarti Jaya, 25 Februari 2000

No. Handphone : 08127321866

Email : mulfa0049@gmail.com

Nama Orang Tua

Ayah : Baharudin

Ibu : Nursan

RIWAYAT PENDIDIKAN

Tahun 2004-2005 : TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal Palembang

Tahun 2005-2011 : SD Negeri 1 Makarti Jaya

Tahun 2011-2014 : SMP Negeri 1 Makarti Jaya

Tahun 2014-2017 : SMA Negeri 1 Makarti Jaya

Tahun 2017-2021 : STIK Siti Khadijah Palembang

ix
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

“Ketika kamu merasa DOWN, ingatlah perjuangan orang tua mu, tidak ada

alasan untuk gagal dan menyerah. Skripsi sama seperti cinta, walau kadang

membuat menangis karena tersakiti, kita tetap berusaha bertahan dan setia karena

kita tahu semuanya akan berakhir bahagia.” –Maria Ulfa-

Persembahan Skripsi ini untuk :

 Alhamdulilah Terima kasih kepada Allah Swt yang telah memberikan segala

nikmat terutama nikmat kesehatan sampai sekarang ini agar bisa menyelesaikan

skripsi ini.

 Teruntuk alm. Ayah, teruntuk ibunda dan adikku tercinta yang tiada hentinya

selalu mendukung, mendoakan, dan selalu memberi nasehat, kritik, semangat

serta motivasi dan materi selama menempuh pendidikan selama ini.

 Teruntuk keluargaku opa, oma, oom dan tante tercinta yang selalu

mendukungku, memberikan semangat serta selalu mendengar keluh kesahku

sampai ditahap skripsi ini.

 Kepada sahabat-sahabatku teman seperjuanganku Chika Sasra Mawarni, Siti

Falia Katrina, Maudilla Ramadhani, Tiara Aqnes, Fadia Faradilla, Ayu Fatmah,

dan Sanisa Andini yang telah memberikan support, motivasi dan senantiasa

meluangkan waktu dan pikiran untuk penyelesaian penyusunan skripsi ini.

 Kepada adik tingkat sekaligus teman yaitu Rudi hartono, robby, dan yossy

julian yang telah sigap membantu pada saat penelitian.

x
 Kakak Tingkatku Vira Fitriyah, S.Farm yang telah membantu dan memberikan

semangat dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini.

 Teman-teman satu angkatan S1 Farmasi 2017 yang selalu memberikan

dukungan, semangat, canda dan tawa.

 Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu yang telah

membantu penulis baik langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan

laporan penelitian ini.

xi
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat

dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini yang berjudul “Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Sirih

Hijau (Piper Betle L) Terhadap Tikus Putih Jantan (Rattus Norvegicus)

Yang Diinduksi Karagenan”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mengerjakan skripsi

pada Program Strata-1 di Jurusan Farmasi STIK Siti Khadijah Palembang.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak akan selesai tanpa

bantuan berbagai pihak. Karena itu pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. H.M.T. Kamaluddin, M.Sc, Sp. FK selaku Ketua STIK

Siti Khadijah Palembang.

2. Bapak Apt. Sigit Cahyo Hardiansyah, S. Farm., M. Kes selaku Ketua

Program Studi S1-Farmasi STIK Siti Khadijah Palembang dan

Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan masukan dan saran

selama penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Apt. Mayaranti Wilsya, S.Far., M.Sc selaku Pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan masukan dan saran selama penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Apt. Farizah, S.Si., M.Si selaku Dosen Penguji skripsi.

xii
5. Seluruh Dosen dan Staff di Program Studi S1 Farmasi STIK Siti Khadijah

Palembang yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam

penyusunan skripsi ini.

6. Alm. Ayah, Ibu, Adik dan seluruh keluarga saya yang selalu mendoakan

saya, memberikan support dan material kepada saya serta kasih sayang

yang selalu tercurah selama ini.

7. Teman-teman satu angkatan S1 Farmasi 2017 yang selalu memberikan

dukungan, semangat, canda dan tawa.

8. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu yang telah

membantu penulis baik langsung maupun tidak langsung dalam

menyelesaikan laporan penelitian ini.

Penulis menyadari skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan.

Penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan

perbaikannya sehinga akhirnya skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

bidang pendidikan dan penerapan dilapangan serta bisa dikembangkan lagi

lebih lanjut. Aamiin.

Palembang, Juli 2021

Penulis

xiii
DAFTAR ISI

JUDUL ............................................................................................................ i
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii
ABSTRAK .................................................................................................... iii
ABSTRACT ................................................................................................. iv
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... v
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... vi
PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................................... vii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIATISME ............................................... viii
BIODATA DIRI ........................................................................................... ix
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................... x
KATA PENGANTAR ................................................................................. xii
DAFTAR ISI ............................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xviii
DAFTAR BAGAN ...................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xx

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................... 2
1.3 Pertanyaan Penelitian ......................................................................... 3
1.4.Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
1.4.1 Tujuan Umum ........................................................................... 3
1.4.2 Tujuan Khusus .......................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................. 4
1.5.1 Bagi Masyarakat........................................................................ 4
1.5.2 Bagi STIK Siti Khadijah Palembang ........................................ 4
1.5.3 Bagi Peneliti .............................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Uraian Tanaman Daun Sirih Hijau (Piper Betle L) ............................ 5
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Daun Sirih Hijau (Piper Betle L) ............ 5
2.1.2 Nama Latin (Nama Daerah) ...................................................... 6
2.1.3 Morfologi Tanaman Daun Sirih Hijau (Piper Betle L) ............. 6
2.1.4 Kandungan Kimia Tanaman Daun Sirih Hijau (Piper Betle L) 6
2.2 Ekstraksi ............................................................................................. 7
2.2.1 Pengertian Ekstraksi ................................................................. 7
2.2.2 Metode Ekstraksi ...................................................................... 8
2.3 Skrining Fitokimia ........................................................................... 11
2.4 Metabolit Sekunder.......................................................................... 12
2.4.1 Alkaloid .................................................................................. 12
2.4.2 Flavonoid ................................................................................ 13

xiv
2.4.3 Terpenoid ................................................................................ 14
2.4.4 Saponin. ................................................................................... 14
2.4.5 Tanin ........................................................................................ 14
2.5 Karagenan ....................................................................................... 15
2.6 Inflamasi ........................................................................................... 17
2.6.1 Pengertian Inflamasi ............................................................... 17
2.6.2 Klasifikasi Inflamasi ............................................................... 17
2.6.3 Penyebab Inflamasi ................................................................. 18
2.6.4 Mediator Inflamasi .................................................................. 18
2.7 Obat-obat Antiinflamasi ................................................................... 21
2.7.1 Obat Antiinflamasi Steroid ..................................................... 21
2.7.2 Obat Antiinflamasi Non-Steroid ............................................. 21
2.7.3 Natrium Diklofenak ................................................................ 22
2.8 Hewan Percobaan ............................................................................. 25
2.8.1 Klasifikasi Tikus Putih Jantan ................................................ 25
2.8.2 Cara Pemberian Obat Hewan Percobaan ................................ 26
2.9 Metode Pengujian Efek Antiinflamasi ............................................. 28
2.9.1 Plestimometer.......................................................................... 28
2.10 Konversi Perhitungan Dosis .......................................................... 29
2.10.1 Volume Maksimum Larutan Sediaan Hewan Percobaan .... 30
2.11 Penelitian Terkait ........................................................................... 31
2.12 Kerangka Teori .............................................................................. 33

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Desain Penelitian .............................................................................. 34
3.2 Kerangka Konsep ............................................................................. 34
3.3 Subjek Penelitian .............................................................................. 35
3.4 Variabel Penelitian ........................................................................... 36
3.4.1 Variabel Bebas (Independen) ................................................. 36
3.4.2 Variabel Terikat (Dependen) .................................................. 36
3.5 Tempat Penelitian ............................................................................. 36
3.6 Waktu Penelitian............................................................................... 36
3.7 Etika Penelitian ................................................................................. 37
3.8 Instrumen Penelitian ......................................................................... 38
3.8.1 Alat dan Bahan Penelitian ....................................................... 38
3.9 Metode Pengumpulan Data .............................................................. 39
3.10 Analisis Data................................................................................... 45
3.11 Definisi Operasional ....................................................................... 45
3.12 Hipotesis ......................................................................................... 46
3.13 Alur Penelitian ................................................................................ 48
3.13.1 Alur Pembuatan Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun Sirih
Hijau (Piper Betle L) ...................................................................... 48
3.13.2 Alur Penelitian Tikus Putih Jantan (Rattus Norvegicus) ..... 49

xv
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ................................................................................ 50


4.2 Pembahasan ...................................................................................... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 Kesimpulan ..................................................................................... 61
4.2 Saran ................................................................................................ 62

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xvi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Konversi Perhitungan Dosis Antar Jenis Hewan dan Manusia ............ 29
Tabel 2.2 Volume Maksimum Larutan Sediaan Hewan Percobaan ..................... 30
Tabel 2.3 Penelitian terkait ................................................................................... 31
Tabel 3.1 Definisi Operasional ............................................................................. 46
Tabel 4.1 Penapisan Skrining Fitokimia Ekstrak Tanaman Daun Sirih Hijau ...... 51
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Volume Udem Kaki Tikus (mL) ............................. 52

xvii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tanaman Daun Sirih Hijau (Piper Betle L)......................................... 5


Gambar 2.2 Rumus Bangun Natrium Diklofenak ................................................. 23
Gambar 2.3 Tikus Putih Jantan (Rattus Norvegicus) ............................................ 25
Gambar 4.1 Grafik rata-rata presentase radang tiap waktu pengamatan .............. 54

xviii
DAFTAR BAGAN

Tabel 3.1 Kerangka Teori ..................................................................................... 33


Tabel 3.2 Kerangka Konsep .................................................................................. 34
Tabel 3.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Sirih Hijau (Piper Betle L) ............... 48
Tabel 3.4 Perlakuan Hewan Uji ............................................................................ 49

xix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran: 1 Surat Bahan Baku Murni Natrium Diklofenak

Lampiran: 2 Surat Determinasi Tanaman Daun Sirih Hijau (Piper Betle L)

Lampiran: 3 Animal’s Certificate

Lampiran: 4 Proses Adaptasi Tikus Putih Jantan (Rattus Norvegicus)

Lampiran: 5 Proses Pengeringan Daun Sirih Hijau (Piper Betle L)

Lampiran: 6 Perkolasi

Lampiran: 7 Proses Rotary Evaporator

Lampiran: 8 Proses Waterbath

Lampiran: 9 Ekstrak Kental Daun Sirih Hijau (Piper Betle L)

Lampiran: 10 Sediaan Suspensi

Lampiran: 11 Skrining Fitokimia

Lampiran: 12 Proses Perlakuan

Lampiran: 13 Data Udem Kaki Tikus (mL)

Lampiran: 14 Presentase Penurunan Udem Pada Tikus

Lampiran: 15 Randemen

xx
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki

kelembapan tinggi sehingga memungkinkan tumbuhnya berbagai jenis

tanaman. Berbagai tumbuhan di negara ini tumbuh dengan subur, mulai dari

tumbuhan yang dimanfaatkan untuk obat-obatan, tanaman hias dan

makanan. Di kalangan masyarakat banyak yang belum mengetahui bahwa

semua kekayaan di negara ini tersimpan khasiat yang sangat besar dari

tanaman tersebut. Saat ini penggunaan tanaman sebagai alternatif

pengobatan mengalami peningkatan. WHO pada tahun 2016 mencatat

bahwa 80% penduduk dunia masih menggantungkan sistem pengobatan

tradisional yang mayoritas melibatkan tumbuhan untuk menyembuhkan

penyakit dan penduduk dunia menggunakan obat herbal untuk mendukung

kesehatan mereka (Hakim, dkk 2020).

Tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan obat tradisional

adalah daun sirih hijau (Piper Betle L). Daun sirih hijau dimanfaatkan

sebagai pengobatan yang berkaitan dengan gangguan mulut, seperti radang

gusi dan memberikan efek antiinflamasi yang telah terbukti dengan dosis

sebesar 108 mg/kg BB dalam bentuk ekstrak. Ekstrak daun sirih hijau

mengandung minyak atsiri, saponin, flavonoid, dan tanin. Tanin diketahui

mempunyai aktivitas antiinflamasi, astringen, antidiare, dieuretik dan

1
2

antipiretik. Sedangkan flavonoid bekerja menghambat protein kinase,

fosfodiesterase, aldoreduktase, monoamine oksidase, DNA polymerase dan

lipooksigenase. Saponin mempunyai aktivitas farmakologi yang telah

dilaporkan sebagai antiinflamasi (Zuhroh, 2019).

Antiinflamasi merupakan sebutan untuk agen/obat yang bekerja

melawan atau menekan proses peradangan (Amalia, 2016). Obat modern

yang sering digunakan sebagai analgetika dan antiinflamasi adalah obat

golongan NSAID (Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs). Efek

teraupetik NSAID sebagai antiinflamasi analgetik yang kemampuannya

untuk menghambat biosintesis prostaglandin yang merupakan mediator

nyeri. Efek samping NSAID yang sering terjadi yaitu tukak lambung atau

tukak peptik (Aulia., dkk 2013).

Berdasarkan uraian di atas, penulis mencoba melakukan penelitian

untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi ekstrak etanol daun sirih hijau

(Piper Betle L) terhadap tikus putih jantan (Rattus Norvegicus) yang

diinduksi karagenan.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat

dirumuskan permasalahan : Belum diketahuinya aktivitas antiinflamasi dari

dosis uji ekstrak etanol daun sirih hijau (Piper Betle L).
3

1.3 Pertanyaan Penelitian

1.3.1 Apakah ekstrak daun sirih hijau (Piper Betle L) memiliki aktivitas

antiinflamasi terhadap tikus putih jantan (Rattus Norvegicus) yang

diinduksi karagenan?

1.3.2 Pada dosis berapa ekstrak etanol daun sirih hijau (Piper Betle L)

memiliki aktivitas antiinflamasi?

1.3.3 Senyawa kimia apa saja yang terdapat didalam ekstrak etanol daun

sirih hijau (Piper Betle L)?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui aktivitas ekstrak etanol daun sirih hijau

(Piper Betle L) pada tikus putih jantan (Rattus Norvegicus) yang

diinduksi karagenan pada telapak kaki tikus.

1.4.2 Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui dosis ekstrak etanol daun sirih hijau (Piper

Betle L) pada tikus putih jantan (Rattus Norvegicus) yang

memiliki aktivitas antiinflamasi.

2) Untuk mengetahui senyawa kimia yang terdapat didalam

ekstrak etanol daun sirih hijau (Piper Betle L).


4

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Masyarakat

Dapat digunakan sebagai pengobatan alternatif yang efektif antara

lain sebagai obat antiinflamasi.

1.5.2 Bagi STIK Siti Khadijah Palembang

Diharapkan dapat digunakan sebagai data dan bahan referensi dan

pengembangan bagi penelitian berikutnya.

1.5.3 Bagi Peneliti

Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan dasar

untuk penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pemberian

tanaman daun sirih hijau terhadap inflamasi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman Daun Sirih Hijau (Piper Betle L)

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Daun Sirih Hijau (Piper Betle L)

Klasifikasi ilmiah tanaman daun sirih hijau adalah sebagai

berikut :

Kingdom : Plantae

Division : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Piperales

Famili : Piperaceae

Genus : Piper

Spesies : Piper Betle Linn (Negari, 2020)

Gambar 2.1 Tanaman Daun Sirih Hijau (Piper Betle L) Sumber : (Sumut, ilustrasi

daun sirih.dedaunan.com 28 September 2020)

5
6

2.1.2 Nama Latin (Nama Daerah)

Masyarakat indonesia mengetahui bahwa tanaman sirih

dikenal dengan berbagai macam nama yaitu Suruh, Seda (Jawa);

Seureh (Sunda); Base (Bali); Donile, Parigi (Sulawesi); dan Bido,

Gies (Maluku) (Negari, 2020).

2.1.3 Morfologi Tanaman Daun Sirih Hijau (Piper Betle L)

Sirih merupakan jenis tumbuhan merambat dan bersandar pada

pohon lain, yang tingginya 5-15 meter. Sirih termasuk dalam

famili Piperaceae yang memiliki daun tunggal letaknya berseling

dengan bentuk bervariasi mulai dari bundar telur atau bundar telur

lonjong, pangkal berbentuk jantung atau agak bundar berlekuk

sedikit, ujung daun runcing, pinggir daun rata agak menggulung

ke bawah, panjang 5-18 cm, lebar 3-12 cm. Daun berwarna hijau,

permukaan atas rata, licin agak mengkilat, tulang daun agak

tenggelam, permukaan bawah agak kasar, kusam, tulang daun

menonjol, bau aromatiknya khas, rasanya pedas. Sedangkan

batang tanaman berbentuk bulat dan lunak berwarna hijau agak

kecoklatan dan permukaan kulitnya kasar serta berkerut-kerut

(Inayatullah, 2012).

2.1.4 Kandungan Kimia Tanaman Daun Sirih Hijau (Piper Betle L)

Daun sirih dapat digunakan sebagai antiinflamasi karena

mengandung 4,2% minyak atsiri yang terdiri dari betle phenol dan

beberapa derivatnya diantaranya euganol allypyrocatechine,


7

cineol, mehyl euganol, caryophyllen, hidroksi kavikol, kavikol,

kabivetol, estragol, ilypryrokatekol 9, karvakol, alkaloid,

flavonoid, triterpenoid atau steroid, saponin, terpen, fenilpropan,

terpinen, diastase dan tanin (Carolia, 2016).

2.2 Ekstraksi

2.2.1 Pengertian Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses penarikan atau pemisahan

komponen atau zat aktif suatu simplisia dengan menggunakan

pelarut tertentu (Yudi., dkk 2014). Tujuan ekstraksi adalah

memisahkan bahan padat dan bahan cair suatu zat dengan bantuan

pelarut. Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi solut di antara dua

fasa cair yang tidak bercampur. Posisi zat-zat terlarut antara dua

cairan yang tidak dapat bercampur menawarkan banyak

kemungkinan yang menarik untuk pemisahan analisis. Ekstraksi

yang benar dan tepat tergantung dari jenis senyawa, tekstur, dan

kandungan air bahan tumbuhan yang akan diekstraksi (Bawa A.A.,

dkk 2014).

Faktor penting dalam proses ekstraksi adalah pemilihan

pelarut yang sesuai. Etanol merupakan pelarut yang bersifat

universal sehingga dapat melarutkan analit yang bersifat polar dan

non polar. Maka dari itu pada penelitian tanaman daun sirih hijau

(Piper Betle L) pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi


8

adalah etanol. Etanol dapat menarik alkaloid, steroid, saponin, dan

flavonoid dari tanaman (Khotimah, 2016).

2.2.2 Metode Ekstraksi

Ada beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan

dalam berbagai penelitian antara lain yaitu :

1) Cara Dingin

a) Maserasi

Maserasi adalah cara penyairan sederhana. Maserasi

dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam

cairan penyari dengan beberapa kali pengadukan pada

temperatur ruangan. Cairan penyari akan menembus dinding

sel atau masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat

aktif, zat aktif tersebut akan larut karena adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel maupun di

luar sel. Keuntungan cairan penyarian dengan maserasi

adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan

sederhana (Askandari, 2015).

b) Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu

baru dan sempurna (Exhaustiva extraction) yang

umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Prinsip

perkolasi adalah dengan menempatkan serbuk simplisia

pada suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi


9

sekat berpori. Proses terdiri dari tahap pengembangan

bahan, tahap maserasi, tahap perkolasi sebenarnya

(penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai

diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan

(Istiqomah, 2013). Kelebihan dari metode perkolasi adalah

tidak terjadi kejenuhan, pengaliran meningkatkan difusi

(dengan di aliri cairan penyari sehingga zat seperti

terdorong untuk keluar dari sel). Kekurangan dari metode

perkolasi adalah caian penyari lebih banyak, resiko

cemaran mikroba untuk penyari air karena dilakukan

secara terbuka (Mauliyanti, 2017).

2) Cara Panas

a) Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada

temperatur titik didihnya, jumlah pelarut terbatas yang

relatif konstan dengan adanya pendingin balik selama

waktu tertentu dan. Untuk mendapatkan proses ekstraksi

sempurna dilakukan penggulangan proses residu pertama

sampai 3-5 kali (Askandari, 2015).

b) Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut

yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat

khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah


10

pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik

(Askandari, 2015). Biomasa ditempatkan di dalam wadah

soklet yang dibuat dengan kertas saring. Alat soklet akan

mengosongkan isinya kedalam labu alas bulat setelah

pelarut mencapai kadar tertentu. Pelarut melewati alat ini

melalu pendingin, refluks, ekstraksi berlangsung sangat

efisien dan secara efektif senyawa dari biomasa ditarik

kedalam pelarut karena konsentrasi awalnya rendah

(Istiqomah, 2013).

c) Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan

kontinu) pada temperatur ruangan (kamar), yaitu secara

umum dilakukan pada temperatur 40-500C (Askandari,

2015).

d) Infusa

Adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur

penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air

mendidih, temperatur terukur 96-980C selama waktu

tertentu (15-20 menit) (Askandari, 2015).

e) Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama

(suhu lebih dari 300C) dan temperatur sampai titik didih air

(Istiqomah, 2013).
11

2.3 Skrining Fitokimia

Fitokimia merupakan ilmu pengetahuan yang menguraikan

aspek kimia suatu tanaman dan mencakup aneka ragam senyawa

organik yang dibentuk dan disimpan oleh organisme, yakni struktur

kimianya, biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, isolasi,

perbandingan komposisi senyawa kimia, penyebaran secara alamiah dan

fungsi biologisnya. Analisis fitokimia dilakukan untuk menentukan ciri-

ciri dari komponen bioaktif suatu ekstrak kasar yang mempunyai efek

farmakologis yang bermanfaat bila diujikan dengan sistem biologi

(Khotimah, 2016).

Skirining fitokimia merupakan suatu pemeriksaan golongan

senyawa kimia yang terdapat dalam suatu simplisia tanaman. Skrining

fitokimia dapat digunakan untuk membuktikan ada tidaknya senyawa

kimia tersebut di dalam tanaman (Yudi., dkk 2014). Metode skrining

fitokimia dilihat dengan cara pengujian warna menggunakan suatu

pereaksi warna. Pemilihan pelarut dan metode ekstraksi berperan

penting dalam skrining fotokimia. Skrining fitokimia serbuk simplisia

dan sampel dalam bentuk basah meliputi pemeriksaan kandungan

senyawa alkaloid, flavonoid, terpenoid, saponin dan tanin (Khotimah,

2016).
12

2.4 Metabolit Sekunder

Pada makhluk hidup metabolisme dibagi menjadi metabolisme

primer dan metabolisme sekunder. Metabolisme primer merupakan

proses yang eensial bagi tumbuhan seperti respirasi dan fotosintesis.

Bagi kehidupan organisme metabolisme sekunder merupakan proses

yang tidak esensial. Bagi tumbuhan hilangnya metabolit sekunder tidak

menyebabkan kematian secara langsung, tetapi secara tidak langsung

dapat menyebabkan berkurangnya ketahanan hidup tumbuhan

(Khotimah, 2016).

Metabolit sekunder merupakan produk metabolisme pada suatu

tanaman yang dihasilkan oleh suatu organ sebagai sumber energi bagi

tanaman tetapi tidak dimanfaatkan secara langsung. Metabolit sekunder

digolongkan menjadi lima, yaitu glikosida, terpenoid, fenol, flavonoid

dan alkaloid (Khotimah, 2016).

2.4.1 Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa tanpa warna yang bersifat optik aktif,

mempunyai bentuk kristal tetapi ada juga yang berupa cairan

(misalnya nikotin). Alkaloid ditemukan pada daun, ranting, biji dan

kulit kayu dari tumbuh-tumbuhan (Khotimah, 2016). Bagi manusia

alkaloid sering beracun dan mempunyai efek fisiologis yang

menonjol, maka dari itu berguna untuk pengobatan (Putranti, 2013).

Berdasarkan prinsip pembentukan campuran alkaloid dibentuk

menjadi tiga bagian, yaitu elemen yang mengandung N, elemen tanpa


13

N yang ditemukan dalam molekul alkaloid dan reaksi yang terjadi

untuk pengikatan elemen pada alkaloid. Alkaloid berfungsi sebagai

pengatur tumbuh dan penarik serangga (Putranti, 2013).

2.4.2 Flavonoid

Flavonoid berasal dari bahasa latin yang mengacu pada warna

kuning. Flavonoid sering ditemukan dalam bentuk pigmen dan co-

pigmen. Flavonoid adalah golongan metabolit sekunder terbesar yang

disintesis dari asam piruvat melalui metabolisme asam amino yang

terdiri dari C6-C3-C6 dan sering ditemukan dalam bentuk glikosida

atau gugusan gula bersenyawa diberbagai macam tumbuhan. Dalam

dosis kecil flavonoid bekerja sebagai stimulan di jantung dan

pembuluh darah kapiler, sebagai diuretik dan antioksidan pada lemak

(Putranti, 2013). Flavonoid dapat dilakukan dengan pemeriksaan

fitokimia yaitu untuk menentukan keberadaan senyawa golongan

flavonoid dan uji adanya senyawa polifenol. Ada 10 jenis flavonoid

diantaranya yaitu flavonol, flavon, isoflavon, auron, antosianin,

proantosianidin, flavanon, glikoflavon, khalkon, dan biflavonil

(Khotimah, 2016). Flavonoid larut dalam pelarut polar seperti etanol,

metanol, butanol dan aseton. Mekanisme kerja dari flavonoid, yaitu

menghambat proses inflamasi dan menghambat pelepasan mediator-

mediator inflamasi seperti histamin dan prostaglandin (Audina., dkk

2018).
14

2.4.3 Terpenoid

Terpenenoid adalah suatu senyawa yang terdiri atas isoprene

CH2 = C(CH3)-CH=CH2 dan kerangka karbonnya dibangun oleh

penyambungan dua atau lebih satuan C5. Terpenoid merupakan

komponen tanaman yang memiliki bau dan dapat diisolasi dari bahan

nabati dengan penyulingan yang disebut minyak atsiri. Terpenoid

mempunyai beberapa macam senyawa yaitu monoterpen dan

seskuiterpen yang mudah menguap, diterpen yang sukar menguap,

triterpen dan sterol yang tidak mudah menguap. Senyawa ini larut di

dalam lemak dan terdapat di dalam sitoplasma sel tumbuhan

(Khotimah, 2016).

2.4.4 Saponin

Saponin adalah glikosida triterpen yang memiliki sifat

cenderung polar karena ikatan glikosidanya. Saponin telah terdeteksi

lebih dari 90 suku tumbuhan dan merupakan senyawa aktif permukaan

yang bersifat seperi sabun. Berdasarkan kemampuannya saponin

dapat membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Berdasarkan

aglikonnya, saponin dibagi menjadi dua, yaitu saponin steroid dan

saponin triterpenoid (Simaremare, 2014).

2.4.5 Tanin

Tanin adalah golongan senyawa yang terdapat dalam

tumbuhan berpembuluh yang memiliki gugus fenol. Secara kimia

tanin dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu tanin terkondensasi


15

dan tanin terhidrolisis (Khotimah, 2016). Tanin terkondensasi

merupakan polimer senyawa flavonoid dengan ikatan karbon berupa

cathecin dan gallocathecin, sedangkan tanin yang mudah terhidrolisis

merupakan ellagic acid dan polimer gallic yang berikatan antara ester

dengan sebuah molekul gula. Tanin berasal dari leguminosa yang

membentuk tanin terkondensasi dan memiiliki ikatan kompleks

dengan protein yang lebih kuat dibandingkan dengan tanin

terhidrolisis. Tanin temasuk senyawa fenolik yang cenderung larut

dalam air dan pelarut polar. Bentuk ikatan tanin yang dapat

berinteraksi dengan protein, yaitu ikatan hidrogen, ikatan ion dan

ikatan kovalen (Hidayah, 2016).

2.5 Karagenan

Karagenan adalah senyawa hidrokoloid yang terdiri dari

natrium, magnesium, kalsium sulfat dan ester (Nafiah, 2011).

Karagenan diperoleh dari ekstraksi rumput laut merah kelas

Rhodophyceae dengan air maupun alkali cair. Karagenan merupakan

kompleks polisakarida yang dibentuk dari monomer galaktosa yang

dikelompokkan menjadi 3 tipe yaitu lambda, iota dan kappa. Karagenan

tipe lambda dihasilkan dari rumput laut jenis Chondrus crispus yang

mengandung 35% ester sulfat dan mempunyai anhidrogalaktosa pada

posisi 3 dan 6, sedangkan karagenan jenis kappa yang dihasilkan dari

Eucheuma cottonii yang mengandung ester sulfat 26% dan memiliki


16

anhidrogalaktosa pada posisi 3 dan 6, kappa merupakan salah satu

polimer gel kuat yang mempunyai struktur heliks tersier yang

menyebabkan pembentukan gel. Karagenan jenis iota yang dihasilkan

dari Eucheuma spinosum yang mengandung ester sulfat 32% dan

memiliki anhidrogalaktosa pada posisi yang sama (Arifah, 2017).

Dalam percobaan menggunakan hewan karagenan sering

digunakan untuk menguji aktivitas antiinflamasi suatu obat. Sebagai

agen pendinduksi inflamasi pemilihan karagenan berdasarkan pada

sifatnya yang antigenik dan tidak memberikan efek sistemik. Pada saat

proses inflamasi karagenan menginduksi cedera sel sehingga

melepaskan mediator. Udema terbentuk pada saat pelepasan mediator

inflamasi, dan setelah di injeksi hanya mampu bertahan selama 5-6 jam

selama 24 jam (Arifah, 2017).

Ada dua fase yang melibatkan beberapa mediator inflamasi pada

proses pembentukan udema yang diinduksi oleh karagenan yaitu fase

pertama terjadi selama 3 jam setelah diinduksi karagenan dimana terjadi

pelepasan mediator serotonin, histamin, bradikinin dan sintesis

prostaglandin meningkat disekitar jaringan luka. Sedangkan fase kedua

terjadi mulai dari jam ketiga sampai jam kelima dan terjadi pelepasan

lisosom, prostaglandin dan protease (Arifah, 2017).


17

2.6 Inflamasi

2.6.1 Pengertian Inflamasi

Inflamasi adalah suatu respon protektif tubuh terhadap

cedera jaringan dan infeksi. Pada saat proses inflamasi berlangsung,

terjadi reaksi vaskular dimana elemen-elemen darah, cairan, sel

darah putih dan mediator kimia berkumpul pada tempat cedera

jaringan atau infeksi. (Audina., dkk 2018). Respon inflamasi

bertujuan untuk mengeliminasi sel yang terinfeksi, partikel asing,

mikroorganisme maupun antigen sehingga struktur dan fungsi

normal jaringan dapat kembali. Respon inflamasi terhadap edema,

vasodilatasi, dan kerusakan jaringan biasanya diikuti dengan

beberapa tanda, diantaranya tumor (bengkak), rubor (merah), calor

(panas), dan dolor (nyeri). Respon terhadap luka jaringan ditandai

dengan kehilangan fungsi (Arifa, 2017).

2.6.2 Klasifikasi Inflamasi

Secara umum terdapat dua klasifikasi respon inflamasi ,

yakni inflamasi akut dan inflamasi kronik.

a) Inflamasi Akut

Inflamasi akut adalah respon inflamasi yang terjadi dalam

waktu yang cepat terhadap luka pada pembuluh darah maupun

jaringan dikarenakan adanya eksudasi cairan (edema) dan

emigrasi dan neutrofil. Inflamasi akut mempunyai respon dua

stase yaitu yang pertama adalah selular yang melibatkan


18

pengeluaran leukosit dan akumulasinya pada jaringan yang

terinfeksi, dan yang kedua adalah vaskular yang ditandai

dengan kenaikan vasodilatasi dan kenaikan permbeabilitas

sehingga memungkinkan protein plasma meninggalkan

sirkulasi (Arifa, 2017).

b) Inflamasi Kronik

Inflamasi kronik adalah respon inflamasi yang terjadi dalam

durasi yang lebih lama. Inflamasi kronik biasanya

berhubungan dengan proliferasi pembuluh darah, fibrosis

maupun nekrosis jaringan (Arifa, 2017).

2.6.3 Penyebab Inflamasi

Dari proses peradangan penyebab umumnya antara lain

sebagai berikut :

1) Jaringan nekrosis seperti infark iskemik

2) Infeksi bakteri pirogenik dan virus

3) Agen fisik seperti trauma, panas, dingin dan radiasi pengion

4) Reaksi hipersensitivitas seperti parasit dan basil tuberkulosis

5) Cedera kimiawi seperti korosif, agen pereduksi, toksin bakteri,

asam dan basa (Askandari, 2015).

2.6.4 Mediator Inflamasi

Kerusakan jaringan dan migrasi sel akibat adanya noksi

yang akan membebaskan berbagai mediator radang yaitu antara

lain histamin, kalidin, serotonin, bradikinin, leukotrien dan


19

prostaglandin. Penyebab inflamasi selalu menimbulkan jaringan

yang timbul melalui proses yang sama yaitu melewati zat

perantara yang dilepaskan dan dinamakan sebagai mediator

(Amalia, 2016).

1) Histamin

Histamin terdapat di semua jaringan yang mempunyai peran

modulasi dalam berbagai inflamasi dan respon imun. Di dalam

jaringan histamin disimpan dalam sel mast dan dibebaskan

sebagai hasil interaksi antigen. Reseptor histamin yaitu H1 dan

H2. Kedua reseptor ini menimbulkan vasodilatasi pada arteri

dan pembuluh darah koronari, menurunkan tekanan darah

sistemik dan merendahkan resistensi kapiler (Askandari,

2015).

2) Serotonin

Serotonin (5-hidroksitriptamin, 5-Hf) merupakan

vasokonstriktor yang kuat kecuali pada otot jantung dan otot

rangka, karena pada otot jantung dan rangka tersebut serotonin

melebarkan pembuluh darah. Pada radang (inflamasi)

serotonin mengalami peningkatan permeabilitas vaskular.

Dalam konsentrasi tinggi serotonin terdapat dalam platelet

darah, perifer mukosa usus dan otak. Serotonin disintesis dari

L-Triptofan dalam sel enterochromaffin pada mukosa saluran

cerna (Amalia, 2016).


20

3) Bradikinin

Pada saat pelepasan bradikinin menyebabkan timbulnya rasa

nyeri, vasodilatasi yang hebat di dalam beberapa rangkaian

vaskular dan terjadi pembengkakan dalam proses inflamasi.

Pemecahan protein plasma kininogen oleh enzim protease

spesifik dihasilkan dari bradikinin (Amalia, 2016).

4) Prostaglandin

Prostaglandin adalah golongan senyawa eucosanoid yang

disintesis oleh berbagai jenis sel turunan asam arakidonat.

Prostaglandin dapat meningkatkan sensitivitas sensor saraf

terhadap rangsangan nyeri, dapat menyebabkan vasodilatasi

dan dapat meningkatkan permeabilitas (Amalia, 2016).

Prostaglandin mempunyai efek fisiologi dan farmakologi

secara luas terhadap otot polos, produksi hormon, SSP,

lipolisis pada depot lemak dan agregasi trombosit (Askandari,

2015).

5) Leukotrien

Leukotrien adalah produk akhir dari metabolisme asam

arakhidonat dan disintesis sebagai respon terhadap antigen

yang dapat meningkatkan permeabilitas vaskular. Inflamasi

kulit dan kemotaksis termasuk salah satu efek sistemik dari

leukotrien (Amalia, 2016).


21

2.7 Obat-obat Antiinflamasi

Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat antiinflamasi dibagi

menjadi dua golongan yaitu : obat antiinflamasi golongan steroid dan

obat antiinflamasi golongan nonsteroid (Amalia, 2016).

2.7.1 Obat Antiinflamasi Steroid

Obat-obat yang tergolong obat antiinflamasi steroid antara lain

kortison asetat, hidrokortison, deksametashon, betametashon,

prednisone dan sebagainya (Amalia, 2016). Obat antiinflamasi

steroid disintesis secara alami di korteks adrenal dan hasil

biosintesisnya dari kolestrol. Mekanisme kerja obat antiinflamasi

steroid adalah menghambat pelepasan prostaglandin dari berbagai

sel yang memproduksi faktor-faktor untuk membangun respon

radang (Askandari, 2015).

2.7.2 Obat Antiinflamasi Non Steroid (AINS)

Obat analgesik, antipiretik serta obat antiinflamasi non

steroid (AINS) adalah suatu golongan obat yang heterogen,

bahkan secara kimia beberapa obat sangat berbeda. Walaupun

demikian obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam

efek terapi maupun efek samping. Golongan heterogen tersebut

memiliki kesamaan efek terapi dan efek samping karena sebagian

besar efek terapi dan efek sampingnya berdasarkan atas

penghambatan biosintesis prostaglandin (PG). Obat AINS secara

uumum tidak menghambat biosintesis leuktrien yang diketahui


22

ikut berperan dalam inflamasi. Golongan obat ini menghambat

enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat

menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat siklo-

oksigenase dengan cara yang berbeda (Gunawan, 2016). Efek

antiinflamasi AINS disebabkan karena inhibisi enzim COX-2.

Terdapat dalam dua bentuk enzim siklooksigenase yaitu COX-1

yang terdapat dalam sebagian besar jaringan terutama pada

mukosa lambung, trombosit dan pembuluh darah ginjal yang

terbentuk di segala jenis kondisi fisiologis, sedangkan COX-2

terdapat di leukosit, fibrolast dan makrofag yang terbentuk karena

induksi seperti peradangan (Arifa, 2017). Obat-obat antiinflamasi

antara lain indometasin, asam salisilat, ibu profen, asam

mefenamat, fenilbutazon, dan diklofenak (Askandari, 2015).

2.7.3 Natrium Diklofenak

Natrium diklofenak adalah obat golongan AINS dari turunan

asam fenil asetat. Obat yang di pergunakan dalam pengobatan

rheumatoid arthritis, penyakit sendi degeneratif, spondilitis

ankilosa, trauma, dismenorea dan penanganan nyeri yang terjadi

pada operasi ringan (Arifa, 2017). Absorbsi obat ini melalui

saluran cerna berlangsung cepat. Obat ini terikat 99% pada protein

plasma dan mengalami efek first-pass sebesar 40-50%. Walaupun

waktu paruh singkat yaitu 1-3 jam, diklofenak diakumulasi di

cairan sinovia yang menjelaskan efek terapi di sendi jauh lebih


23

panjang dari waktu paruh obat. Efek samping yang lazim adalah

mual, gastritis, eritema kulit dan sakit kepala sama seperti semua

obat AINS, pemakaian obat ini harus berhati-hati untuk penderita

tukak lambung. Meningkatnya enzim transaminasi dapat terjadi

15% pasien dan umumnya kembali ke normal. Pemakaian selama

kehamilan tidak dianjurkan dan dosis untuk orang dewasa 100-150

mg sehari terbagi dua atau tiga dosis (Gunawan, 2016).

1) Uraian Kimia (Farmakope Indonesia Edisi V, 2014)

Nama Resmi : Diclofenac Sodium

Nama Lain : Natrium Diklofenak

Nama Kimia : (2-(2,6-diklorophenyl) amino

benzeneacetic acid

Rumus Molekul : C14H10Cl2NNaO2

Berat Molekul : 318,13

Rumus Bangun :

Gambar 2.2 Rumus Bangun Natrium

Diklofenak

Pemerian : Serbuk hablur, melebur pada suhu 2840.


24

Kelarutan : Mudah larut dalam metanol, larut dalam

etanol, agak sukar larut dalam air, praktis

tidak larut dalam kloroform dan eter.

Wadah dan : Dalam wadah tertutup rapat dan tidak

penyimpanan tembus cahaya.

2) Mekanisme Kerja

Mekanisme kerja obat natrium diklofenak dengan cara

menghambat biosintesis prostaglandin yang merupakan salah

satu mediator inflamasi melalui penghambatan aktivitas enzim

siklooksiginase (Widianti, 2017).

3) Farmakokinetik

Obat natrium diklofenak di absrobsi melalui saluran

cerna berlangsung dengan cepat dan sempurna di dalam

lambung. Kadar plasma tertinggi dicapai dalam dua jam.

Metabolismenya terjadi di dalam hati dan urin merupakan

jalan utama ekskresi obat natrium diklofenak (Amalia, 2016).

4) Farmakodinamik

Obat natrium diklofenak memiliki aktivitas antiinflamasi

yaitu menghambat aktivitas dari enzim siklooksigenase yang

mengurangi produksi prostaglandin oleh jaringan (Dini

Amalia, 2016).
25

2.8 Hewan Percobaan

2.8.1 Klasifikasi Tikus Putih Jantan

Hewan uji yang sering digunakan diberbagai penelitian

adalah binatang pengerat terutama mencit (Mus musculus L)

dan tikus (Rattus norvegicus L). Hal ini dikarenakan secara

genetik manusia dan kedua hewan uji tersebut memiliki

kemiripan. Jenis mencit dan tikus yang paling banyak

digunakan adalah jenis albino galur Sprague Dawley dan galur

Wistar (Sari, 2019). Adapun klasifikasi dari tikus putih adalah

sebagai berikut :

Kindom : Animalia

Divisi : Chordata

Ordo : Rodentia

Kelas : Mamalia

Famili : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus Norvegicus

Gambar 2.3 Tikus Putih Jantan


26

Sumber : Tikus Putih Penelitian, 2018

Tikus putih jantan mempunyai berbagai sifat yang

menguntungkan yaitu perkembangbiakan cepat, mempunyai

ukuran yang lebih besar dari mencit. Ciri-ciri tikus putih yaitu

sepeti albino, kepala kecil, dan ekor yang lebih panjang

dibanding badannya, cukup tahan terhadap perlakuan dan

pertumbuhannya cepat (Sari, 2019).

2.8.2 Cara Pemberian Obat Hewan Percobaan

1) Oral

Hewan uji dipegang dengan sempurna, diberikan

dengan alat suntik yang dilengkapi dengan jarum berujung

tumpul dan berbentuk bola. Jarum dimasukkan ke dalam

mulut perlahan-lahan, diluncurkan melalui langit-langit ke

belakang sampai esofagus (Nasution, 2019).

2) Intravena

Pada tikus tidak di lakukan anestesi, penyuntikkan

dapat dilakukan pada ekor, pada vena penis (khusus untuk

tikus jantan), atau pada vena di permukaan dorsal kaki.

Pada tikus yang dianastesi, penyuntikkan dapat dilakukan

pada vena femoralis (Nasution, 2019).

3) Subkutan

Untuk menyuntikkan tikus secara subkutan hewan

tersebut diletakkan diatas meja. Kemudian letakkan


27

telapak tangan kiri perlahan dibelakangnya dan pegang

kulit ditengkuknya dengan ibu jari dan telunjuk. Dengan

tangan kanan memegang jarum suntik, tusukkan dalam

lipatan kulit dengan cepat. Ujung jarum semestinya bebas

bergerak diantara kulit dan otot. Jika panjang jarum yang

digunakan itu sesuai, maka jarum tidak akan tertusuk

terlalu dalam. Gerak-gerakkan jarum dengan jari telunjuk

dan ibu jari untuk menentukan posisi jarum pada tempat

yang tepat, kemudian suntiklah, tarik jarum dengan tangan

kiri, urut bagian yang disuntik tadi (Nasution, 2019).

4) Intraperitoneal

Untuk menyuntikkan tikus secara intraperitonial,

peganglah kulit leher hewan uji tersebut dengan jari

telunjuk dan ibu jari. Pegangan yang sempurna akan

meregangkan kulit diabdomennya. Suntik di bagian

kuadran bawah abdomen dengan satu tusukan dengan

cepat dan jangan ragu-ragu. Dorong jarum ke bagian

dimana jarum tidak menembus hati, buah pinggang, spleen

atau kandung kemih, lalu ditekan secara perlahan

(Nasution, 2019).
28

5) Intramuscular

Untuk tikus, penyuntikkan dilakukan pada otot glutes

maksimus atau bisep fermoris atau semi tendinosus paha

belakang (Nasution, 2019).

6) Intradermal

Pada tikus, penyuntikkan dilakukan pada perut

sebelah kanan garis tengah, jangan terlalu tinggi agar tidak

mengenai hati dan kandung kemih. Hewan uji dipegang

pada punggung supaya kulit abdomen menjadi tegang.

Pada saat penyuntikkan, posisi kepala lebih rendah dari

abdomen. Suntikkan jarum membentuk sudut 100

menembus kulit dan otot masuk ke rongga peritoneal

(Nasution, 2019).

2.9 Metode Pengujian Efek Antiinflamasi

Sebelum dilakukan percobaan dengan metode induksi

karagenan, volume awal telapak kaki hewan uji di ukur dengan

alat plestismometer.

2.9.1 Plestimometer

Plestimometer adalah alat yang berfungsi sebagai

pengukur volume kaki hewan uji. Terdapat dua jenis

plestimometer, yaitu plestimometer digital dan

plestimometer air raksa. Plestimometer digital mempunyai


29

keuntungan yang lebih baik dibandingkan dengan

plestimometer air raksa. Plestimometer terdiri dari tabung

yang lebih besar, yang digunakan untuk memasukkan kaki

hewan uji. Kaki hewan uji diberikan batas pada bagian

sendi tibiotarsal terlebih dahulu agar setiap pengukuran

dilakukan pada batas yang sama sebelum melakukan

pengukuran dengan plestimometer. Setelah itu, bagian

telapak kaki belakang dicelupkan hingga batas tersebut dan

menimbulkan peningkatan cairan yang berubah dikedua

tabung. Menilai volume telapak kaki berdasarkan waktu

dan ambil rata-rata volume telapak kaki (Widianti, 2017).

2.10 Konversi Perhitungan Dosis

Konversi dosis antara jenis hewan dengan manusia

Hewan Mencit Tikus Marmut Kelinci Kera Anjing Manusia

Percobaan 20 g 200 g 400 g 1,2 kg 4 kg 12 kg 70 kg

Mencit 20 g 1,0 7,0 12,25 27,8 64,1 124,2 387,9

Tikus 200 g 0,14 1,0 1,74 3,9 9,2 17,8 56,0

Marmut 400 g 0,08 0,57 1,0 2,25 5,2 10,2 31,5

Kelinci 1,2 kg 0,04 0,25 0,44 1,0 2,4 4,5 14,2

Kera 4 kg 0,016 0,11 0,19 0,42 1,0 1,9 6,1

Anjing 12 kg 0,008 0,06 0,10 0,22 0,52 1,0 3,1

Manusia 70 kg 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,16 0,32 1,0


30

Tabel 2. 1. Konversi Perhitungan Dosis Antar Jenis Hewan dan Manusia

2.10.1 Volume Maksimum Larutan Sediaan Hewan

Percobaan

Volume maksimum larutan sediaan uji yang dapat diberikan

pada beberapa hewan uji

Jenis Hewan Volume Maksimum (ml) sesuai jalur pemberian

Percobaan i.v i.m i.p s.c p.o

Mencit (20-30 g) 0,5 0,05 1,0 0,5-1,0 1,0

Tikus (200 g) 1,0 0,1 2-5 2-5 5,0

Hamster (50 g) - 0,1 1-2 2-5 2,5

Marmut (250 g) - 0,25 2-5 5,0 10,0

Kelinci (2,5 kg) 5-10 0,5 10-20 5-10 20,0

Kucing (3 kg) 5-10 1,0 10-20 5-10 50,0

Anjing (5 kg) 10-20 5,0 20-50 10,0 100,0

Tabel 2. 2. Volume Maksimum Jalur Pemberian pada Hewan Uji


31

2.11 Penelitian Terkait

Tabel 2. 3. Perbandingan Penelitian Terkait

Nama dan
No Judul Metode Hasil
Tahun

1. Fadhilatuz Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak etanol Ekstrak etanol daun

Zuhroh, 2018 Ekstrak Etanol Daun Sirih daun sirih sirih (Piper betle L.)

(Piper betle L.) dan (Piper betle L.) dengan dosis 100, 50,

Pengaruhnya terhadap dengan dan 25 mg/kgbb

Jumlah Leukosit pada Tikus menggunakan memiliki efek

Jantan yang Diinduksi metode antiinflamasi dan dapat

Karagenan maserasi menurunkan volume

udema kaki tikus

jantan pada dosis 100

mg/kg bb.

2. Dini Amelia, Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak etanol Ekstrak etanol daun

2016 Ekstrak Etanol Daun Pare daun pare pare (Momordica

(Momordica Carantia L) (Momordica Carantia L) dengan

Terhadap Mencit Carantia L) konsentrasi 2%,4%,

(Musmusculus) dengan dan 6% memiliki efek

menggunakan antiinflamasi dan efek

metode antiinflamasi yang

maserasi paling besar adalah 6%


32

diantara konsentrasi

yang digunakan.

3. Sukmawati, Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak etanol Ekstrak etanol daun

dkk (2015) Ekstrak Etanol Daun Pisang daun pisang pisang ambon (Musa

Ambon (Musa paradisiaca ambon (Musa paradisiaca L.)

L.) Terhadap Tikus Putih paradisiaca L.) memiliki aktivitas

(Rattus Norvegicus L.) Yang dengan sebagai antiinflamasi

Diinduksi Karagenan menggunakan terhadap tikus putih

metode yang diinduksi

maserasi karagenan. Dosis

ekstrak etanol daun

pisang ambon (Musa

paradisiaca L.) yang

dapat digunakan untuk

memberikan efek

antiinflamasi adalah

EDP 750 mg/KgBB.


33

2.12 Kerangka Teori

Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka di atas

maka diperoleh kerangka teori sebagai berikut :

Bagian Tanaman :
Batang
Bunga
Buah
Biji
Daun

Metode Ekstraksi :
Maserasi
Perkolasi
Refluks
Sokletasi
Digesti
Infusa
Dekok Mekanisme
Kerja Flavonoid
Metabolit Sekunder: : Menghambat Aktivitas antiinflamasi
Alkaloid proses inflamasi daun sirih hijau (Piper
Flavonoid dan menghambat Betle L) pada tikus
Saponin pelepasan putih jantan (Rattus
Tanin mediator- Norvegicus)
mediator
inflamasi seperti
Aktivitas
histmain dan
Antiinflamasi Daun
prostaglandin.
Sirih Hijau :
Dosis Ekstrak Daun
Sirih Hijau
75 mg/kgBB, 100
mg/kgBB, 125
mg/kgBB

Keterangan :

__________________ : Diteliti

--------------------------- :Tidak Diteliti


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode

eksperimen laboratorium. Metode penelitian eksperimen merupakan

penelitian yang paling dapat diandalkan keilmiahannya (paling

valid), karena dilakukan dengan pengontrolan secara ketat terhadap

variabel-variabel pengganggu di luar yang dieksperimenkan

(Jaedun, 2011). Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian

eksperimen dengan Pretest and Postest with Control Group Design

dengan rancangan kontrol negatif adalah CMC (placebo) dan

kontrol positif adalah Natrium Diklofenak (Elisabeth., dkk 2012).

3.2 Kerangka Konsep

Variabel Dependen :
Na-CMC 1% kontrol (-)
Variabel Independen :
Natrium Diklofenak kontrol
Aktivitas Antiinflamasi Pada
(+)
Tikus Putih Jantan (Rattus
Ekstrak Etanol Daun Sirih
Norvegicus)
Hijau (Piper Betle L)
75 mg/kgBB, 100 mg/kgBB,
125 mg/kgBB
Skema 3.1 Kerangka Konsep

34
35

3.3 Subjek Penelitian

Besar subjek penelitian yang digunakan pada penelitian

hewan uji ditentukan dengan menggunakan rumus Federer yaitu :

(n-1)(t-1) ≥ 15
Keterangan :

n = besar sampel tiap kelompok

t = banyaknya kelompok

(n-1)(t-1) ≥ 15

(n-1)(5-1) ≥ 15

(n-1)(4) ≥ 15

4n-4 ≥ 15

4n ≥ 15 + 4

4n ≥ 19

n ≥ 19/4

n ≥ 4,75 dibulatkan menjadi 5

Jadi, n = 5

Dengan demikian, setiap kelompok perlakuan terdapat

5 ekor tikus putih, sehingga seluruh subjek penelitian

berjumlah sebanyak 25 ekor tikus putih dan cadangan

sebanyak 5 ekor tikus putih.


36

3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Variabel Bebas (Independen)

Variabel bebas (independen) adalah variabel yang

menjadi sebab terjadinya atau terpengaruhnya variabel terikat

(Christalisana, 2018). Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah aktivitas antiinflamasi terhadap tikus putih jantan

(Rattus Norvegicus) yang diinduksi karagenan.

3.4.2 Variabel Terikat (Dependen)

Variabel terikat (Dependen) adalah variabel yang

dipengaruhi karena adanya variabel bebas (Christalisana,

2018). Variabel terikat yang dipakai dalam penelitian ini

adalah dosis ekstrak etanol daun sirih hijau (Piper Betle L) 75

mg/kgBB, 100 mg/kgBB, dan 125 mg/kgBB.

3.5 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Farmakologi dan

Laboratorium Kimia Farmasi STIK Siti Khadijah Palembang.

3.6 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April s/d Mei 2021.
37

3.7 Etika Penelitian

Dalam penelitian menggunakan hewan uji ada 3 prinsip,

yaitu sebagai berikut :

1) Replacement

Replacement dapat diartikan sebagai penggunaan sistem tidak-

hidup (mati) sebagai alternatif, misalnya sebuah model

komputer atau manekin. Hal ini juga dapat berarti penggantian

vertebrata menjadi invertebrata. Ini juga mencakup kultur sel

dan jaringan (Yurista., dkk 2016).

2) Reduction

Reduction adalah menurunkan jumlah hewan uji yang

digunakan tanpa mengurangi informasi yang berguna. Hal ini

mungkin dicapai dengan mengurangi jumlah variabel melalui

desain eksperimental yang baik, menggunakan statistik yang

tepat, menggunakan genetik hewan yang homogen, dan

memastikan bahwa kondisi eksperimen terkontrol dengan baik

(Yurista., dkk 2016).

3) Refinement

Refinement adalah perubahan dalam berapa aspek perlakuan

yang berpotensi menimbulkan rasa sakit atau stress jangka

panjang, memperlakukan hewan uji secara manusiawi dan

memelihara hewan uji dengan baik sehingga menjamin


38

kesejahteraan hewan coba hingga akhir studi (Yurista., dkk

2016).

3.8 Instrumen Penelitian

3.8.1 Alat dan Bahan Penelitian

1) Alat Penelitian

Kandang, botol, timbangan analitik, labu ukur,

tabung perkolator, plestimometer, rotary evaporator,

jarum oral (sonde), gelas ukur, beaker glass, spuit injeksi,

labu takar, corong pisah, pengaduk kaca, lumpang dan

stamper, pipet volume, dan stopwacth.

2) Bahan Penelitian

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini berupa

Daun Sirih Hijau (Piper Betle L) yang diperoleh dari PT.

Mitra Dulur Sejahtera (MDS) Palembang. Bahan kimia

yang digunakan yaitu : NaCl 0,9% (b/v), karagenan 1%,

Natrium Diklofenak, etanol 96%, Na-CMC 1% dan

aquadest.

3) Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian

ini adalah tikus putih jantan (Rattus Norvegicus) Galur

Wistar dengan berat badan 100-120 g. Hewan diperoleh

dari daerah Kota Palembang.


39

3.9 Metode Pengumpulan Data

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah tikus putih jantan (Rattus Norvegicus) sebanyak 25 ekor yang

dibagi dalam 5 kelompok perlakuan dan setiap kelompok perlakuan

terdapat 5 ekor adalah tikus putih jantan (Rattus Norvegicus).

Sebelum dilakukan penelitian, seluruh hewan uji di adaptasikan

terlebih dahulu selama 7 hari di laboratorium.

1) Ekstrak Etanol Daun Sirih Hijau

Pembuatan ektrak etanol daun sirih hijau dilakukan dengan

metode perkolasi menggunakan pelarut etanol 96%. Serbuk

simplisia ditimbang sebanyak 330 gram, masukkan serbuk

simplisia ke dalam beaker glass, tambahkan pelarut 96%, aduk

hingga merata dan diamkan selama 1 jam. Kemudian masukkan

serbuk simplisia ke dalam tabung perkolator sedikit demi

sedikit. Tuangkan pelarut etanol 96% secukupnya secara

perlahan ke dalam tabung perkolator, lalu diaduk sampai pelarut

merata. Diamkan selama satu hari agar termaserasi dan tutup

dengan aluminium foil. Setelah satu hari buka kran tabung

perkolator pelan-pelan, gunakan vakum agar larutan penyari

menetes kebawah melewati serbuk simplisia, lalu dilakukan

pengulangan sebanyak tiga kali agar menghasilkan pelarut selalu

baru, kemudian ditampung menggunakan beaker glass. Hasil

yang diperoleh setelah penyaringan diuapkan menggunakan


40

rotary evaporator sampai sebagian besar pelarutnya menguap

dan dilanjutkan dengan proses penguapan di atas penangas air

sampai didapatkan ekstrak kental dan dikeringkan.

2) Skrining Fitokimia

a) Pemeriksaan Alkaloid

Ditimbang 0,5 gram ekstrak, tambahkan 1 ml asam

klorida 2 N dan 9 ml aquadest, lalu didihkan diatas penangas

air selama 2 menit, dinginkan dan saring, pindahkan 3 tetes

filtrat pada kaca arloji, tambahkan 2 tetes pereaksi Mayer

(jika terbentuk endapan menggumpal berwarna putih maka

menunjukkan adanya alkaloid), tambahkan 2 tetes pereaksi

Bouchardat (jika terbentuk endapan berwarna cokelat hitam

maka menunjukkan adanya alkaloid) (Malik., dkk 2014).

b) Pemeriksaan Flavonoid

0,5 gram ekstrak ditambahkan 50 ml air panas,

dididihkan selama 5 menit, lalu disaring. Filtrat yang

diperoleh dilarutkan dalam 1 ml sampai 2 ml etanol 96%

ditambahkan 0,5 g serbuk magnesium (Mg) dan 2 ml asam

klorida 2 N, diamkan selama 1 menit. Kemudian tambahkan

10 tetes Natrium Hidroksida (NaOH), biarkan hingga 2-3

menit jika terbentuk warna merah intensif maka

menunjukkan adanya flavonoid.


41

c) Pemeriksaan Saponin

0,5 gram ekstrak dimasukkan kedalam tabung reaksi,

dididihkan dalam 10 ml air selama 15 menit, lalu

didinginkan dan dikocok vertikal dalam tabung reaksi

selama 10 detik. Terbentuknya busa yang persisten pada

penambahan 1 tetes asam klorida 2 N atau pada pendiaman

selama kurang lebih 10 menit, menunjukkan adanya

senyawa saponin.

d) Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 0,5 gram ekstrak direbus dalam 10 ml air

di dalam tabung reaksi dan disaring, kemudian ditambahkan

beberapa reres FeCl3 0,1% dan amati, jika terbentuk warna

hijau kecoklatan atau biru kehitaman menunjukkan adanya

senyawa tanin.

3) Pembuatan Na-CMC 1%

Timbang 1 gram Na-CMC lalu dimasukkan ke dalam

lumpang yang berisi air panas. Didiamkan selama 15 menit lalu

digerus sampai homogen dan masukkan ke dalam labu ukur,

kemudian tambahkan air hingga volume mencapai 100 ml.

4) Pembuatan Suspensi Natrium Diklofenak

Zat murni natrium diklofenak yang diberikan adalah dosis

yang meliputi dosis terapi manusia yaitu 25 mg. Dosis lazim

untuk manusia (dewasa) mengandung 25-50 mg. Faktor


42

konversi dari manusia (70 kg) ke tikus (100 g) sebesar 0,018.

Volume maksimum larutan sediaan uji yang diberikan pada

hewan uji tikus secara peroral adalah 5,0 ml.

Dosis natrium diklofenak yang diberikan dalam mg/kg) :

Dosis tikus = 25 mg x 0,018

= 0,45 mg

Maka dosis natrium diklofenak yang digunakan adalah 0,45 mg

untuk tikus 100 g, sehingga dosis dalam mg/kgBB adalah :

0,45 mg x
=
100 g 1 kg

0,45 mg
x= × 1000 g
100 g

x = 4,5 mg/kgBB

Natrium diklofenak ditimbang sebanyak 4,5 mg/kgBB

digerus perlahan di dalam lumpang, tambahkan suspensi Na-

CMC 1% sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen,

volume dicukupkan hingga 1 ml.

5) Pembuatan Suspensi Karagen

Karagen ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian dilarutkan

dengan larutan garam fisiologis (NaCl 0,9 %) sampai homogen.

Lalu dimasukkan ke dalam labu ukur, kemudian cukupkan

dengan larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%) sampai 100 ml.

Dipanaskan dan aduk sampai mengembang lalu dibiarkan


43

selama beberapa menit, untuk setiap tikus di injeksi 1 ml karagen

1% secara sublantar pada kaki tikus.

6) Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol Daun Sirih Hijau

Dosis suspensi yang akan dibuat adalah 75 mg/kgBB, 100

mg/kgBB, dan 125 mg/kgBB. Cara pembuatan dan cara

perhitungan dosis ekstrak etanol daun sirih hijau adalah sebagai

berikut :

Ekstrak etanol daun sirih hijau masing-masing ditimbang

sebanyak 75 mg, 100 mg, dan 125 mg. kemudian dimasukkan ke

dalam lumpang dan ditambahkan suspensi Na-CMC 1% sedikit

demi sedikit sambil digerus sampai homogen hingga 10 ml.

Volume suspensi ekstrak etanol daun sirih hijau diberikan pada

tikus adalah 1% x BB. Misalnya BB tikus = 100 g

Maka suspensi yang diberikan 1% x 100 g = 1 ml (Zuhroh,

2018).

 Uji Antiinflamasi

Sebanyak 25 ekor tikus putih jantan sebagai hewan uji dibagi

menjadi 5 kelompok dengan jumlah masing-masing

kelompok sebanyak 5 ekor secara acak, yaitu :

a) Kelompok I : 5 ekor tikus diberi suspensi Na-

CMC 1% b/v peroral sebagai

kontrol negatif.
44

b) Kelompok II : 5 ekor tikus diberi Natrium

Diklofenak 4,5 mg/kgBB secara

peroral sebagai kontrol positif.

c) Kelompok III : 5 ekor tikus diberi ekstrak etanol

daun sirih dosis 75 mg/kgBB

secara peroral.

d) Kelompok IV : 5 ekor tikus diberi ekstrak etanol

daun sirih dosis 100 mg/kgBB

secara peroral.

e) Kelompok V : 5 ekor tikus diberi ekstrak etanol

daun sirih dosis 125 mg/kgBB

secara peroral.

Sebelum diberi antiinflamasi semua hewan uji

dilakukan pengukuran volume kaki, lalu lakukan induksi

radang dengan cara menginjeksikan sebanyak 1 ml karagen

1% secara sublantar pada telapak kaki tikus. Beri tanda pada

kaki tikus sebagai batas pengukuran dengan alat

plethysmometer. Setelah didapatkan inflamasi

(peradangan), seluruh hewan uji diberikan bahan uji dan

volume pemberian pada tikus 1 ml sesuai dengan kelompok

perlakuan. Kemudian ukur volume udem telapak kaki tikus

setelah perlakuan pada menit ke 30, 60, 90, 120, 150 dan
45

180. Volume edema ditentukan berdasarkan kenaikan raksa

pada alat plethysmometer. Setelah itu catat hasil

pengukuran volume inflamasi tikus dan perubahan volume

inflamasi pada setiap kelompok perlakuan.

3.10 Analisis Data

Data yang didapatkan dari parameter uji berupa pengukuran

kadar inflamasi total dianalisis secara statistik sederhana dengan

cara menghitung rata-rata penurunan udem tikus.

3.11 Definisi Operasional

Skala
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukuran
Ukur

1 Bebas

(Independen)

Aktivitas Penurunan Pengamatan Plethysmometer Turun dan Rasio

antiinflamasi inflamasi tidak turunnya

terhadap tikus pada kaki volume

putih jantan tikus yang inflamasi pada

(Rattus diinduksi kaki tikus.

Norvegicus) dengan

yang karagenan.
46

diinduksi

karagenan.

2 Terikat

(Dependen)

Dosis ekstrak Dosis 75 Pengamatan Observasi Berat/volume Ordinal

etanol daun mg/kgBB,

sirih hijau 100

(Piper Betle mg/kgBB,

L) dan 125

mg/kgBB

Tabel 3.1 Definisi Operasional

3.12 Hipotesis

Hipotesis merupakan gabungan dari kata “hipo” yang artinya

dibawah, dan “tesis” yang artinya kebenaran. Secara keseluruhan

hipotesis berarti dibawah kebenaran (belum tentu benar) dan baru

dapat diangkat menjadi suatu kebenaran jika memang telah disertai

dengan bukti-bukti (Setyawan, 2014).

Ada 2 macam hipotesis, yaitu :

1) Hipoteis nol (H0) adalah suatu pernyataan tidak adanya

perbedaan karakteristik atau parameter populasi.


47

H0 : Tidak Adanya Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol

Daun Sirih Hijau (Piper Betle L) Pada Tikus Putih Jantan

(Rattus Norvegicus) yang Diinduksi Karagenan.

2) Hipotesis alternatif (H1) adalah suatu pernyataan yang

bertentangan dengan H0.

H1 : Adanya Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Sirih

Hijau (Piper Betle L) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus

Norvegicus) yang Diinduksi Karagenan.


48

3.13 Alur Penelitian

3.13.1 Alur Pembuatan Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun

Sirih Hijau (Piper Betle L)

Bagan 3.2 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Sirih Hijau

(Piper Betle L)

Daun Sirih Hijau

Lalu disortir dan dicuci dengan air

Kemudian dikeringkan, Setelah daun kering dihaluskan menggunakan


blender, di ayak, lalu ditimbang sebanyak 500 gram

Masukkan serbuk simplisia kedalam beaker glass, tambahkan pelarut


96%, aduk hingga merata dan diamkan selama 1 jam

Kemudian masukkan serbuk simplisia ke dalam tabung perkolator


sedikit demi sedikit. Tuangkan secara perlahan pelarut 96%
secukupnya, aduk hingga merata

Diamkan selama satu hari agar termaserasi dan tutup dengan aluminium
foil

Setelah satu hari buka kran tabung perkolator pelan-pelan, gunakan alat
vakum agar larutan penyari menetes kebawah melewati serbuk
simplisia, lalu dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali agar
menghasilkan pelarut yang selalu baru, kemudian ditampung
menggunakan beaker glass

Lalu penguapan dengan rotary evaporator


pada suhu 600 selama 4 jam

Hasil ekstrak daun sirih hijau


49

3.13.2 Alur Penelitian Tikus Putih Jantan (Rattus Norvegicus)

Bagan 3.3 Perlakuan Hewan Uji

Tikus diaklimitasi selama 7 hari di Laboratorium

Dipuasakan selama 4 jam dengan tetap di beri minum

Ditimbang berat badan

Diukur volume awal kaki tikus

Dibagi menjadi 5 kelompok secara acak

Kelompok (+) Kelompok (-) Kelompok (I) Kelompok (II) Kelompok (III)
5 ekor 5 ekor 5 ekor 5 ekor 5 ekor
Tikus Tikus Tikus Tikus Tikus

Diinduksi karagen 1 ml pada bagian telapak kaki untuk


menginduksi terjadinya pembengkakan, ditunggu selama 3 jam

Setelah diinduksi karagen, ukur volume kaki tikus

Ekstrak Ekstrak Etanol Ekstrak Etanol


Natrium
Etanol Daun Daun Sirih Daun Sirih
Diklofenak Na-CMC 1%
Sirih Hijau 75 Hijau Hijau
4,5 mg/kg
mg/KgBB 125 mg/KgBB
100 mg/KgBB

Masing-masing perlakuan dinilai melalui pengukuran volume dari menit ke 30,60,90,120,150, dan
180 dengan menggunakan alat plethysmometer.

Dicatat hasil pengukuran volume inflamasi tikus dan di analisis perubahan volume pada
setiap perlakuan
50

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakologi dan Laboratorium

Kimia Farmasi STIK Siti Khadijah Palembang, pelaksanaan penelitian ini

dimulai dari tanggal 27 April sampai tanggal 4 Mei 2021.

4.1.1 Hasil Ekstraksi Tanaman Daun Sirih Hijau (Piper Betle L)

Dari proses ekstraksi metode perkolasi, ekstrak kering tanaman daun

sirih hijau sebanyak 330 gram simplisia menggunakan pelarut etanol 96%.

Diperoleh ekstrak kental sebanyak 71,5 gram dengan randemen sebesar

21,5% b/b, untuk lebih jelas perhitungan randemen bisa lihat pada

lampiran: 15 (Randemen).

Kemudian ekstrak kental yang diperoleh dimasukkan ke dalam wadah

gelas kaca yang ditutup rapat dan dilapisi aluminium foil untuk mencegah

terjadinya kontaminasi, ekstrak disimpan di dalam lemari pendingin.

4.1.2 Hasil Penapisan Skrining Fitokimia Ekstrak Tanaman Daun Sirih

Hijau (Piper Betle L)

Adapun hasil penapisan skirining fitokimia ekstrak tanaman daun

sirih hijau dapat dilihat pada tabel berikut :

50
51

No Skrining Pereaksi Hasil Kesimpulan

Fitokimia

1 Alkaloid Sampel + Pereaksi Mayer -

Aquadest, (Warna putih

Mayer, bergumpal)

Bouchardat Pereaksi

Bouchardat

(Warna cokelat

hitam)

2 Flavonoid Sampel + Warna merah +

Aquadest, intensif

Etanol 96%,

Magnesium,

HCl, NaOH

3 Saponin Sampel + Terbentuk busa +

Aquadest,

HCl

4 Tanin Sampel + Warna hijau +

Aquadest, kecokelatan/biru

FeCl kehitaman

Tabel 4.1 Penapisan Skrining Fitokimia Ekstrak Tanaman Daun

Sirih Hijau
52

Dari hasil tabel diatas komponen kandungan senyawa kimia yang

telah dianalisis menggunakan pereaksi spesifik yang terdapat di dalam

tanaman daun sirih hijau di ketahui mengandung senyawa flavonoid,

saponin, dan tanin.

4.3.1 Hasil Pengujian Antiinflamasi

Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan, hasil pengukuran

volume kaki tikus yang telah diinduksi karagenan dan diberikan perlakuan

konsentrasi uji ekstrak tanaman daun sirih hijau serta kontrol positif dan

kontrol negatif pada menit ke 30, 60, 90, 120, 150, dan 180 dapat dilihat

pada lampiran 13 : Hasil pengujian antiinflamasi.

Tabel 4.2

Hasil Pengukuran Volume Udem Kaki Tikus (mL)

Kelompok Penurunan
Tikus TA T0 T180
Perlakuan Udem (ml)
1 0,29 0,48 0,20 0,28

Natrium 2 0,21 0,45 0,30 0,15


Diklofenak 3 0,21 0,46 0,40 0,06
(Kontrol Positif) 4 0,30 0,51 0,30 0,21
5 0,29 0,49 0,30 0,19
Rata-rata ± Standar
0,36 0,48 0,30 0,18
Deviasi
1 0,20 0,25 0,20 0,05
Na-CMC 1%
2 0,22 0,30 0,30 0,10
(Kontrol Negatif)
3 0,25 0,32 0,40 0,02
53

4 0,26 0,35 0,20 0,15


5 0,24 0,31 0,30 0,01
Rata-rata ± Standar
0,23 0,30 0,28 0,07
Deviasi

1 0,24 0,31 0,20 0,11


2 0,32 0,35 0,30 0,05
Dosis 75
3 0,30 0,42 0,20 0,22
mg/kgBB
4 0,35 0,33 0,30 0,03
5 0,31 0,34 0,30 0,04
Rata-rata ± Standar
0,30 0,35 0,26 0,09
Deviasi
1 0,30 0,50 0,30 0,10
2 0,28 0,35 0,40 0,15
Dosis 100
3 0,35 0,50 0,30 0,04
mg/kgBB
4 0,31 0,45 0,40 0,12
5 0,35 0,45 0,20 0,14
Rata-rata ± Standar
0,32 0,45 0,32 0,11
Deviasi
1 0,20 0,40 0,20 0,20
2 0,21 0,45 0,30 0,12
Dosis 125
3 0,18 0,28 0,20 0,05
mg/kgBB
4 0,28 0,50 0,30 0,15
5 0,31 0,55 0,40 0,10
Rata-rata ± Standar
0,24 0,44 0,30 0,12
Deviasi
54

Keterangan :

TA : Sebelum Diinduksi Karagenan

T0 : Setelah Diinduksi Karagenan

T180 : Menit Ke-180

0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
MENIT 30 MENIT 60 MENIT 90 MENIT 120 MENIT 150 MENIT 180

Na.Diklofenak Na.CMC 1%
Dosis 75 mg/kg BB Dosis 100mg/kgBB
Dosis 125mg/kgBB

Gambar 4.1 Grafik rata-rata presentase radang tiap waktu

pengamatan.

Berdasarkan Gambar 4.1 diatas terlihat bahwa terjadi peningkatan persen

radang pada menit ke-30 hingga menit ke-90 setelah diberi perlakuan, selanjutnya

terjadi penurunan radang pada menit ke-120 hingga menit ke-180 pada semua

kelompok perlakuan.
55

4.2 Pembahasan

Pada penelitian ini digunakan sampel tanaman daun sirih hijau yang di

peroleh dari PT. Mitra Dulur Sejahtera (MDS) Palembang sebanyak 330 gram yang

dikeringkan. Tujuan pengeringan yaitu, mengurangi kadar air yang terdapat pada

tanaman. Selain itu, proses ini juga bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang

tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.

Pengeringan juga akan mencegah agar simplisia tidak berjamur dan kandungan

kimia yang berkhasiat tidak berubah.

Dalam pembuatan ekstrak etanol daun sirih hijau tanaman yang telah

dijadikan serbuk, ditambahkan pelarut. Pelarut yang digunakan adalah etanol 96%.

Etanol merupakan pelarut polar sehingga pelarut ini sering digunakan untuk

mengidentifikasi senyawa kimia (Suhendra, 2019). Penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Fadhilatuz Zuhroh (2018) pelarut yang digunakan yaitu pelarut

etanol 96%. Dari hasil yang peneliti dapatkan terbukti bahwa etanol dapat menarik

suatu senyawa kimia seperti flavonoid, saponin, dan tanin. Peneliti berpendapat

penggunaan etanol sebagai pelarut karena etanol lebih mudah menarik senyawa

metabolit sekunder.

Dalam pembuatan ekstrak tersebut dipilih metode ekstraksi cara dingin

yaitu metode perkolasi. Metode perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang

selalu baru dan sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan

(Istiqomah, 2013). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fadhilatuz

Zuhroh (2018), peneliti menggunakan metode maserasi. Hasil dari penelitian ini
56

setelah dilakukan metode perkolasi didapatkan larutan ekstrak daun sirih hijau

sebanyak dua liter dan dilakukan pemisahan larutan menggunakan rotary

evaporator yang berfungsi untuk memisahkan uap yang terbentuk dari cairan.

Untuk mendapatkan ekstrak kental dilakukan pemanasan menggunakan waterbath,

dari penelitian ini ekstrak kental yang didapat sebanyak 71,5 gram dan randemen

yang diperoleh 21,5% b/b. Randemen tersebut bermanfaat sebagai data informasi

untuk penelitian selanjutnya. Dalam penelitian tersebut metode perkolasi

digunakan karena perkolasi memiliki kelebihan tersendiri, yaitu tidak terjadi

kejenuhan, pengaliran meningkatkan difusi (dengan dialiri cairan penyari sehingga

zat seperti terdorong untuk keluar dari sel) (Mauliyanti, 2017).

Dalam penelitian ini digunakan ekstrak etanol daun sirih hijau yang sama

dengan ekstrak yang digunakan Fadhilatuz Zuhroh (2018), dari skrining fitokimia

yang telah dilakukan oleh Fadhilatuz Zuhroh ekstrak etanol daun sirih hijau

mengandung senyawa golongan flavonoid, saponin, tanin, dan steroid/triterpenoid.

Tujuan skrining fitokimia adalah untuk mengetahui keberadaan kandungan kimia

tertentu di dalam ekstrak, khususnya kandungan kimia yang di duga dapat memiliki

aktivitas antiinflamasi. Dari hasil pengujian pada tabel 4.1 diatas menunjukkan

bahwa ekstrak daun sirih hijau memiliki kandungan kimia yaitu flavonoid, saponin,

dan tanin.

Ekstrak etanol daun sirih hijau yang telah di dapatkan dilarutkan dengan Na-

CMC 1% karena sifatnya yang mudah larut dalam air menghasilkan suspensi yang

stabil, resistensi yang baik terhadap mikroba dan tidak mengiritasi hewan uji. Pada

penelitian ini digunakan ekstrak daun sirih hijau dengan tiga variasi dosis, variasi
57

dosis ini dibuat untuk mengetahui dosis yang memberikan efek yang paling efektif

sebagai antiinflamasi. Dosis yang digunakan adalah dosis 75 mg/kgBB, 100

mg/kgBB, dan 125 mg/kgBB.

Pemberian sediaan secara oral, karena rute ini umum digunakan, caranya

aman, mudah, dan tidak menyakiti hewan uji. Hewan percobaan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan. Pemilihan jenis kelamin untuk

mencapai keseragaman kondisi penelitian. Hewan uji yang telah di aklimitasi

selama 7 hari tujuannya untuk penyesuaian terhadap kondisi lingkungan. Kelompok

perlakuan ini terdiri dari 5 kelompok masing-masing terdiri dari 5 ekor hewan

percobaan. Kelompok I sebagai kelompok kontrol positif diberikan suspensi

Natrium Diklofenak, kelompok II sebagai kelompok kontrol negatif diberikan

suspensi Na-CMC 1%, kelompok III diberikan suspensi ekstrak sirih hijau dengan

dosis 75 mg/kgBB, kelompok IV diberikan suspensi ekstrak sirih hijau dengan

dosis 100 mg/kgBB, dan kelompok V diberikan suspensi ekstrak sirih hijau dengan

dosis 125 mg/kgBB.

Pembuatan radang pada kaki tikus menggunakan karagenan 1% sebanyak 1

ml yang disuntikkan secara sublantar pada telapak kaki tikus. Karagenan digunakan

karena karagen akan menstimulasi sistem imun untuk memproduksi antibody dan

mensistensi sel mast agar menimbulkan proses peradangan. Selain itu, udem yang

ditimbulkan mudah diamati. Pemberian karagenan akan memacu prostaglandin

sehingga menyebabkan inflamasi, yang ditandai dengan adanya pembengkakan

pada kaki tikus.


58

Kemudian kontrol positif sebagai pembanding menggunakan natrium

diklofenak yang merupakan obat golongan AINS dari turunan asam fenil asetat.

Obat yang dipergunakan dalam pengobatan rheumatoid arthritis, penyakit sendi

degeneratif, spondilitis ankilosa, trauma, dismenorea, dan penanganan nyeri yang

terjadi pada operasi ringan (Arifa, 2017). Natrium digunakan sebagai pembanding

karena obat ini memiliki aktivitas dengan jalan menghambat enzim siklooksigenase

sehingga pembentukan prostaglandin terhambat.

Pada penelitian ini sebelum menentukan daya antiinflamasi terlebih dahulu

dihitung persen radang yang diperoleh dari semua kelompok perlakuan. Hasil

perhitungan persen radang kelompok kontrol, pembanding, esktrak dosis 75

mg/kgBB, dosis 100 mg/kgBB dan dosis 125 mg/kgBB dapat dilihat pada lampiran.

Untuk kelompok kontrol menunjukkan bahwa pada menit ke-30 sampai menit ke-

90 mengalami peningkatan persen radang sedangkan pada menit ke-120 sampai

menit ke-180 menunjukkan penurunan radang. Pada kelompok Natrium Diklofenak

menunjukkan bahwa pada menit ke-30 sampai menit ke-90 mengalami peningkatan

persen radang dan pada menit ke-120 sampai menit ke-180 mengalami penurunan

radang. Pada kelompok Na-CMC 1% menunjukkan bahwa pada menit ke-30

sampai menit ke-90 mengalami peningkatan persen radang dan pada menit ke-120

sampai menit ke-180 mengalami penurunan radang tetapi tidak begitu besar. Pada

dosis 75 mg/kgBB menunjukkan bahwa pada menit ke-30 sampai menit ke-90

mengalami peningkatan persen radang dan pada menit ke-120 sampai menit ke-180

mengalami penurunan radang. Kemudian pada dosis 100 mg/kgBB menunjukkan

bahwa pada menit ke-30 sampai menit ke-90 mengalami peningkatan persen radang
59

dan pada menit ke-120 sampai menit ke-180 mengalami penurunan radang lebih

besar dari dosis 75 mg/kgBB. Sedangkan pada dosis 125 mg/kgBB menunjukkan

bahwa pada menit ke-30 sampai menit ke-90 mengalami peningkatan persen radang

dan pada menit ke-120 sampai menit ke-180 mengalami penurunan radang yang

mendekati persen penurunan radang kontrol positif atau kontrol pembanding

Natrium Diklofenak. Rata-rata peningkatan radang kaki tikus terjadi pada menit ke-

30, menit ke-60, dan menit ke-90. Sedangkan pada menit ke-120, menit ke-150, dan

menit ke-180 telah menunjukkan penurunan radang. Dari persen radang yang

terbentuk kemudian dicari nilai rata-rata penurunan udem tikus yang tujuannya

untuk melihat adanya perbedaan bermakna pada tiap kelompok perlakuan.

Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus tersebut diketahui ekstrak

dosis 75 mg/kgBB memiliki persen daya antiinflamasi sebesar 25,7%, diketahui

ekstrak dosis 100 mg/kgBB memiliki persen daya antiinflamasi sebesar 28,8%,

diketahui ekstrak dosis 125 mg/kgBB memiliki persen daya antiinflamasi sebesar

31,8%, untuk kontrol positif atau pembanding memiliki persen daya antiinflamasi

sebesar 37,5%, sedangkan untuk kontrol negatif memiliki persen daya antiinflamasi

sebesar 6,66%. Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fadhilatuz Zuhroh

(2018), ekstrak etanol daun sirih memiliki efek antiinflamasi dan dapat menurunkan

volume udema kaki tikus jantan pada dosis 100 mg/kgBB. Mekanisme aktivitas

antiinflamasi dari ekstrak tanaman daun sirih hijau ini kemungkinan disebabkan

karena kemampuannya untuk menghambat enzim siklooksigenase sehingga

pembentukan prostaglandin sebagai mediator inflamasi juga menjadi terhambat.

Kemampuan penghambatan ini di duga karena adanya kandungan senyawa


60

flavonoid, saponin, dan tanin yang terdapat di dalam tanaman daun sirih hijau

dimana meknisme flavonoid dalam menghambat terjadinya inflamasi melalui dua

cara yaitu menghambat asam arakhidonat dan sekresi enzim lisosom dari endotelial

sehingga menghambat proliferase dan eksudasi dari proses inflamasi. Adanya

kemampuan flavonoid dalam menghambat enzim lipooksigenase dapat

menyebabkan penghambatan pada sintesis mediator inflamasi, sehingga dapat

mengurangi peradangan (Zuhroh, 2018). Mekanisme saponin dalam menghambat

terjadinya inflamasi yaitu berdasarkan kemampuannya saponin dapat membentuk

busa dan menghemolisis sel darah sehingga menghambat kenaikan permeabilitas

vaskular (Simaremare, 2014).


61

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan tentang uji aktivitas

antiinflamasi ekstrak etanol daun sirih hijau (Piper Betle L) terhadap tikus

putih jantan yang diinduksi karagenan dapat disimpulkan bahwa :

1) Ekstrak tanaman daun sirih hijau memiliki aktivitas antiinflamasi terhadap

tikus putih jantan.

2) Berdasarkan hasil penelitian dari ekstrak dosis 75 mg/kgBB, 100 mg/kgBB

dan 125 mg/kgBB dari ekstrak daun sirih hijau mampu menurunkan

inflamasi pada tikus yang diinduksi karagenan. Ekstrak dosis 125

mg/kgBB mampu menurunkan udem pada kaki tikus sebesar 31,8%, maka

dapat disimpulkan semakin besar dosis ekstrak daun sirih hijau mampu

memberikan aktivitas yang sama dengan Natrium Diklofenak sebagai

pembanding.

3) Berdasarkan hasil penelitian dari skrining fitokimia ekstrak etanol daun

sirih hijau mengandung senyawa golongan flavonoid, saponin, dan tanin.

61
62

5.2 Saran

1) Perlu dilakukan peningkatan dosis ekstrak tanaman daun sirih hijau agar

diketahui dosis ekstrak tanaman daun sirih hijau yang memberikan aktivitas

antiinflamasi yang paling efektif.

2) Perlu dilakukan isolasi senyawa metabolit sekunder yang terkandung di

dalam tanaman daun sirih hijau yang berperan sebagai antiinflamasi.


DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Dini. 2016. Uji Aktivtas Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Pare (Momordica
Charantia L.) Terhadap Mencit (Mus Musculus). Universitas Islam Negeri Alauddin.

Arifa, I. M. (2017). Uji Aktivitas Antiinflamasi Senyawa N-(Hidroksietil)-P-Metoksi


Sinamamida (NHPMS) terhadap Udema pada Telapak Kaki Tikus Jantan yang
Diinduksi Karagenan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Askandari. (2015). Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol 70% Buah Parijoto
(medinila speciosa Blume) Secara In Vitro dengan Metode Stabilisasi Membran
HRBC (Human Red Blood Cell). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Audina, M., Yuliet., dan Khaerati, K. (2018). Efektivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol
Daun Sumambu (Hyptis capitata Jacq.) pada Tikus Putih Jantan (Rattu norvegicus
L.) yang Diinduksi dengan Karagenan. Volume 12.

Aulia, Y., S. F. dan F. R. (2013). Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Wortel (Daucus Carota
L.) terhadap Tikus Strain Wistar (Rattus Norvegicus) yang Diinjeksi Karagenan.
Volume 9 N.

Bawa A.A., Bogoriani N.W., Diantariani N.P., dan S. N. L. U. (2014). Ekstraksi Zat Warna
Alam dari Bonggol Tanaman Pisang (Musa paradiasciaca L.,) dengan Metode
Maserasi, Refluks, dan Soklektasi. Volume 8.

Carolia. N., dan N. W. (2016). Potensi Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper Betle L.) sebagai
Alternatif Terapi Acne vulgaris. Volume 5 N.

Christalisana, C. (2018). Pengaruh Pengalaman dan Karakter Sumber Daya manusia


Konsutan Manajemen Konstruksi terhadap Kualitas Pekerjaan pada Proyek di
Kabupaten Pandeglang. Jurnal Fondasi, Volume 7 N.

Ditjen POM. (2014). Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan


Republik Indonesia. Halaman 330.

Elisabeth., Barung., Adeanne., Wullur., dan Pansariang. I. (2012). Uji Efektivitas


Antinflamasi Infus Herba Suruhan (peperomia pelucida L.) pada Tikus Putih (Rattus
norvegicus).

Gunawan, Sulistia Gan. (2016). Farmakologi dan Terapi Edisi 6. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI. Halaman 244.

Helda., dan M. S. (2018). Efek Antiinflamasi Ekstrak Daun Bakung (Crynum Asiaticum
L.) Pada Tikus Putih Janta Setelah Diinduksi Karagenan. Jurnal Kesehatan
Palembang, Volume 13.
Hidayah, N. (2016). Pemanfaatan Senyawa Metabolit Sekunder tanaman (Tanin dan
Saponin) dalam Mengurangi Emisi Metan Ternak Ruminansia. Jurnal Sains
Peternakan Indonesia, Vol. 11 No.

Hakim, A., Jamaluddin., Loka I.N., Junaidi E., dan Aini S. (2020). Isolasi Senyawa
Hesperidin dari Kulit Buah Jeruk Manis (Citrus Sinensis). Volume 15.

Inayatullah Seila. (2012). Efek Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper Betle L.) terhadap
Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus Aureus. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Istiqomah. (2013). Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan Soklektasi terhadap


Kadar Piperin Buah Cabe Jawa (Piperis retrofracti fructus). UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Jaedun, A. (2011). Metode Penelitian Ekspermen. Jurnal Artikel Ilmiah.

Khotimah, K. (2016). Skrining Fitokimia dan Identifikasi Metabolit Sekunder Senyawa


Karpain pada Ekstrak Metanol Daun Carica pubescens Lenne & K. Koch dengan
LC/MS (Liquid Chromatograph-tandem Mass Spectrometry). UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang.

Malik, A., Edward, F., dan Waris, R. (2014). Skrining Fitokimia dan Penetapan
Kandungan Flavonoid Total Ekstak Metanolik Herba Boroco (Celosia argentea L.).
Jurnal Fitokimia Indonesia, Vol No. 1.

Mukhrani. (2014). Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif. Jurnal
Kesehatan, Volume VII.

Nafiah, H., Winarni., dan S. B. E. (2012). Pemanfaatan Karagenan Dalam Pembuatan


Nugget Ikan Cucut. Indonesian Journal of Chemical Science.

Nasution, E. S. (2019). Penuntun Praktikum Farmakologi dan Toksikologi Fakultas


Farmasi USU. Universitas Sumatera Utara.

Negari, B. M. A. (2020). Studi Literatur Efektivitas Antiseptik Ekstrak Daun Sirih (Piper
betle L.) dan Sirih Merah (Piper crocatum). Universitas Muhammadiyah Mataram.

Putranti, I. (2013). Skrining Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Rumput Laut
Sargassum duplication dan Turbinaria ornata dari Jepara. Universitas Diponegoro
Semarang.

Sari, K. W. (2019). Uji Efektivitas Antiinflamasi Kombinasi Ekstrak Herba Seledri (Apium
graveolens L.) dan Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) pada Tikus
Putih. STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.

Setyawan, D. A. (2014). Hipotesis.

Simaremare, E. S. (2014). Skrining Fitokimia ekstrak Etanol Daun Gatal (Laportea


decumana (Roxb.) Wedd). Journal Pharmacy, Vol. 11 No.
Suhendra, C.P., Widarta, I.W.R., dan Wiadnyani A.I.S. (2019). Pengaruh Konsentrasi
Etanol Terhadap Aktivitas Antioksidan Ekstrak Rimpang Ilalang (Imperata
cylindrica (L) Beauv.) Pada Ekstraksi Menggunakan Gelombang Ultrasonik. Jurnal
Ilmu dan Teknologi Pangan, Vol 8 (1).

Sukmawati., Y. dan H. R. (2015). Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Pisang
Ambon (Musa paradisiaca L.) terhadap Tikus Putih (Rattus norvegicus L.) Diinduksi
Karagenan. Journal of Pharmacy, Vol 1 (2).

Widianti. Z. (2017). Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Zaitun (Olea europaea L.)
pada Edema Telapak Kaki Tikus Galur Sprague-Dawley Jantan yang Diinduksi
Karagenan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Yudi., Irawan H., dan P. A. (2014). Ekstraksi Senyawa Metabolit Sekunde yang terdapat
pada Daun Mangrove Xylocarpus Granatum dengan Pelarut yang Berbeda.

Yurista, S.R., Ferdian, R.A., dan Sargowo, D. (2016). Principles of the 3Rs and Arrive
Guidlines in Animal Research. Jurnal Kardiologi Indonesia, Vol. 37 No.

Zuhroh, fadhilatuz. (2018). Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Sirih (Piper Betle
L.) Dan Pengaruhnya Tehadap Jumlah Leukosit Pada Tikus Putih Jantan Yang
Diinduksi Karagenan. Universitas Sumatera Utara.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Bahan Baku Murni Natrium Diklofenak
Lampiran 2. Surat Determinasi Tanaman Daun Sirih Hijau (Piper Betle L)
Lampiran 3. Animal’s Certificate
Lampiran 4. Proses Adaptasi Tikus Putih Jantan (Rattus Norvegicus)
Lampiran 5. Proses Pengeringan Daun Sirih Hijau (Piper Betle L)

Lampiran 6. Perkolasi
Lampiran 7. Proses Rotary Evaporator

Lampiran 8. Proses Waterbath

Lampiran 9. Ekstrak Kental Daun Sirih Hijau (Piper Betle L)


Lampiran 10. Sediaan Suspensi

Bahan

Suspensi Karagenan
Suspensi Ekstrak
Etanol Daun Sirih Hijau
(Piper Betle L)

Suspensi Na.Diklofenak dan


Na.CMC

Lampiran 11. Skrining Fitokimia

Senyawa Kimia Hasil Gambar


Alkaloid Pereaksi Mayer :
Tidak terbentuk warna
Putih bergumpal (-)
Pereaksi Bouchardat :
Tidak terbentuk warna
cokelat hitam (-)

Flavonoid Terbentuk warna merah


Intensif (+)
Saponin Terbentuk Busa

Tanin Terbentuk warna hijau


Kecokelatan/biru kehitaman

Lampiran 12. Proses Perlakuan

Sebelum Diinduksi Karagenan

Sesudah Diinduksi Karagenan


Penyuntikan pada telapak
Kaki tikus

Proses pengoralan

Proses pengukuran volume kaki


tikus dengan menggunakan alat
plethysmometer
Lampiran 13. Data Udem Kaki Tikus (mL)

Kelompok Menit Menit Menit Penurunan


Menit Menit Menit
Tikus TA T0 ke- ke- ke- Udem
Perlakuan ke-30 ke-60 ke-90
120 150 180 (ml)
1 0,29 0,48 0,60 0,70 0,70 0,60 0,60 0,20 0,28
Natrium 2 0,21 0,45 0,60 0,70 0,80 0,70 0,70 0,30 0,15
Diklofenak
3 0,21 0,46 0,60 0,80 0,70 0,60 0,60 0,40 0,06
(Kontrol
Positif) 4 0,30 0,51 0,70 0,80 0,80 0,70 0,70 0,30 0,21

5 0,29 0,49 0,60 0,80 0,90 0,80 0,80 0,30 0,19

Rata-rata ± Standar
0,36 0,48 0,62 0,76 0,78 0,68 0,52 0,30 0,18
Deviasi

1 0,20 0,25 0,40 0,50 0,50 0,40 0,30 0,20 0,05


Na-CMC 2 0,22 0,30 0,40 0,40 0,50 0,40 0,30 0,30 0,10
1%
3 0,25 0,32 0,50 0,60 0,90 0,70 0,70 0,40 0,02
(Kontrol
Negatif) 4 0,26 0,35 0,70 0,80 0,80 0,60 0,60 0,20 0,15

5 0,24 0,31 0,50 0,50 0,70 0,50 0,50 0,30 0,01

Rata-rata ± Standar
0,23 0,30 0,50 0,56 0,68 0,52 0,46 0,28 0,07
Deviasi

1 0,24 0,31 0,40 0,70 0,90 0,50 0,50 0,20 0,11

2 0,32 0,35 0,30 0,70 0,60 0,40 0,40 0,30 0,05


Dosis 75
3 0,30 0,42 0,50 0,90 0,80 0,40 0,50 0,20 0,22
mg/kgBB
4 0,35 0,33 0,60 0,90 0,90 0,60 0,60 0,30 0,03

5 0,31 0,34 0,40 0,60 0,70 0,40 0,20 0,30 0,04

Rata-rata ± Standar
0,30 0,35 0,44 0,76 0,78 0,46 0,44 0,26 0,09
Deviasi

1 0,30 0,50 0,45 0,60 0,70 0,50 0,40 0,30 0,10

2 0,28 0,35 0,40 0,50 0,60 0,40 0,60 0,40 0,15


Dosis 100
3 0,35 0,50 0,50 0,50 0,60 0,50 0,40 0,30 0,04
mg/kgBB
4 0,31 0,45 0,48 0,60 0,70 0,40 0,70 0,40 0,12

5 0,35 0,45 0,50 0,60 0,70 0,60 0,60 0,20 0,14

Rata-rata ± Standar
0,32 0,45 0,47 0,56 0,67 0,46 0,44 0,32 0,11
Deviasi

1 0,20 0,40 0,45 0,50 0,70 0,40 0,30 0,20 0,20


2 0,21 0,45 0,50 0,60 0,80 0,50 0,50 0,30 0,12

Dosis 125 3 0,18 0,28 0,30 0,50 0,70 0,50 0,50 0,20 0,05
mg/kgBB 4 0,28 0,50 0,60 0,70 0,90 0,60 0,50 0,30 0,15

5 0,31 0,55 0,60 0,70 0,80 0,40 0,40 0,40 0,10

Rata-rata ± Standar
0,24 0,44 0,49 0,60 0,78 0,48 0,44 0,30 0,12
Deviasi

Lampiran 14. Presentase Penurunan Udem Pada Tikus

Natrium Diklofenak = 0,48-0,30


x 100 = 37,5%
0,48

Na-CMC 1% = 0,30-0,28
x 100 = 6,66 %
0,30

Dosis 75 mg/kgBB = 0,35-0,26


x 100 = 25,7%
0,35

Dosis 100 mg/kgBB = 0,45-0,32


x 100 = 28,8 %
0,45

Dosis 125 mg/kgBB = 0,44-0,30


x 100 = 31,8 %
0,44

Lampiran 15. Randemen

Randemen = Berat Ekstrak Kental


x 100%
Berat Simplisia
= 71,5 gram
x 100%
330 gram
= 21,5% b/b
Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Sirih Hijau (Piper
Betle L) Terhadap Tikus Putih Jantan (Rattus Novergicus) yang
diinduksi Karagenan

MARIA ULFA
STIK Siti Khadijah Palembang Program Studi S1 Farmasi
Email : mulfa0049@gmail.com

Email :ABSTRAK
mulfa0049@gmail.com

Daun sirih hijau (Piper Betle L) merupakan salah satu tanaman yang digunakan
sebagai bahan obat tradisional. Daun sirih hijau dimanfaatkan sebagai pengobatan yang
berkaitan dengan gangguan mulut, seperti radang gusi. Daun sirih hijau mengandung
senyawa metabolit sekunder yaitu flavonoid, saponin, dan tanin. Flavonoid, saponin
dan tanin adalah senyawa yang memiliki aktivitas antiinflamasi. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi ekstrak etanol daun sirih hijau
(Piper Betle L) terhadap tikus putih jantan (Rattus Novergicus). Penelitian ini dilakukan
dengan cara memberikan karagenan sebagai mediator radang pada telapak kaki tikus,
lalu pemberian suspensi ekstrak etanol daun sirih hijau (Piper Betle L) secara oral
dengan dosis 75 mg/kgBB, 100 mg/kgBB, 125 mg/kgBB, Natrium Diklofenak sebagai
kontrol positif dan Natrium CMC sebagai kontrol negatif. Pengukuran volume dari
menit ke 30 sampai menit 180 dengan menggunakan alat plethysmometer. Diperoleh
presentase penurunan radang untuk Natrium Diklofenak sebagai kontrol positif yaitu
37,5%, Natrium CMC sebagai kontrol negatif yaitu 6,66%, ekstrak 75 mg/kgBB yaitu
25,7%, ekstrak 100 mg/kgBB yaitu 28,8% sedangkan ekstrak 125 mg/kgBB yaitu
31,8%. Berdasarkan hasil penelitian ekstrak tanaman daun sirih hijau memiliki aktivitas
antiinflamasi terhadap tikus putih jantan.

Kata Kunci : Antiinflamasi, Daun Sirih Hijau, Natrium Diklofenak


PENDAHULUAN polymerase dan lipooksigenase.
Saponin mempunyai aktivitas
Indonesia merupakan negara farmakologi yang telah dilaporkan
beriklim tropis yang memiliki sebagai antiinflamasi (Zuhroh, 2019).
kelembapan tinggi sehingga
memungkinkan tumbuhnya berbagai Antiinflamasi merupakan
jenis tanaman. Berbagai tumbuhan di sebutan untuk agen/obat yang bekerja
negara ini tumbuh dengan subur, melawan atau menekan proses
mulai dari tumbuhan yang peradangan (Amalia, 2016). Obat
dimanfaatkan untuk obat-obatan, modern yang sering digunakan
tanaman hias dan makanan. Di sebagai analgetika dan antiinflamasi
kalangan masyarakat banyak yang adalah obat golongan NSAID (Non
belum mengetahui bahwa semua Steroidal Anti-inflammatory Drugs).
kekayaan di negara ini tersimpan Efek teraupetik NSAID sebagai
khasiat yang sangat besar dari antiinflamasi analgetik yang
tanaman tersebut. Saat ini kemampuannya untuk menghambat
penggunaan tanaman sebagai biosintesis prostaglandin yang
alternatif pengobatan mengalami merupakan mediator nyeri. Efek
peningkatan. WHO pada tahun 2016 samping NSAID yang sering terjadi
mencatat bahwa 80% penduduk dunia yaitu tukak lambung atau tukak
masih menggantungkan sistem peptik (Aulia., dkk 2013).
pengobatan tradisional yang Berdasarkan uraian di atas,
mayoritas melibatkan tumbuhan penulis mencoba melakukan
untuk menyembuhkan penyakit dan penelitian untuk mengetahui aktivitas
penduduk dunia menggunakan obat antiinflamasi ekstrak etanol daun sirih
herbal untuk mendukung kesehatan hijau (Piper Betle L) terhadap tikus
mereka (Hakim, dkk 2020). putih jantan (Rattus Norvegicus) yang
Tanaman yang dapat diinduksi karagenan.
digunakan sebagai bahan obat
tradisional adalah daun sirih hijau
(Piper Betle L). Daun sirih METODE PENELITIAN
dimanfaatkan sebagai pengobatan
yang berkaitan dengan gangguan Metode yang digunakan pada
mulut, seperti radang gusi dan penelitian ini adalah metode
memberikan efek antiinflamasi yang eksperimen laboratorium. Metode
telah terbukti dengan dosis sebesar penelitian eksperimen merupakan
108 mg/kg BB dalam bentuk ekstrak. penelitian yang paling dapat
Ekstrak daun sirih mengandung diandalkan keilmiahannya (paling
minyak atsiri, saponin, flavonoid, dan valid), karena dilakukan dengan
tanin. Tanin diketahui mempunyai pengontrolan secara ketat terhadap
aktivitas antiinflamasi, astringen, variabel-variabel pengganggu di luar
antidiare, dieuretik dan antipiretik. yang dieksperimenkan (Jaedun,
Sedangkan flavonoid bekerja 2011). Jenis penelitian ini
menghambat protein kinase, menggunakan metode penelitian
fosfodiesterase, aldoreduktase, eksperimen dengan Pretest and
monoamine oksidase, DNA Postest with Control Group Design
dengan rancangan kontrol negatif Fit pul
adalah CMC (placebo) dan kontrol ok an
positif adalah Natrium Diklofenak im
(Elisabeth., dkk 2012). ia

1 Al Samp May -
kal el+A er =
HASIL PENELITIAN oi quad War
d est, na
Penelitian ini dilakukan di Maye Puti
Laboratorium Farmakologi dan r, h
Laboratorium Kimia Farmasi STIK Bouc Bou
Siti Khadijah Palembang, harda char
pelaksanaan penelitian ini dimulai t dat =
dari tanggal 27 April sampai tanggal warn
4 Mei 2021. a
coke
lat
4.1.1 Hasil Ekstraksi Tanaman hita
Daun Sirih Hijau (Piper Betle L) m
Dari proses ekstraksi metode
perkolasi, ekstrak kering tanaman 2 Fl Samp War +
daun sirih hijau sebanyak 330 gram av el+A na
simplisia menggunakan pelarut etanol on quad mera
96%. Diperoleh ekstrak kental oi est, h
sebanyak 71,5 gram dengan d Etan inten
randemen sebesar 21,5% b/b, untuk ol sif
lebih jelas perhitungan randemen bisa 96%,
lihat pada lampiran: 15 (Randemen). Mag
Kemudian ekstrak kental yang nesiu
diperoleh dimasukkan ke dalam m,
wadah gelas kaca yang ditutup rapat HCl,
dan dilapisi aluminium foil untuk NaO
mencegah terjadinya kontaminasi, H
ekstrak disimpan di dalam lemari 3 Sa Samp Terb +
pendingin. po el+A entu
4.1.2 Hasil Penapisan Skrining Fitokimia ni quad k
Ekstrak Tanaman Daun Sirih n est, busa
Hijau (Piper Betle L) HCl
Adapun hasil penapisan
skirining fitokimia ekstrak tanaman 4 Ta Samp War +
daun sirih hijau dapat dilihat pada ni el+A na
tabel berikut : n quad hijau
N Sk Perea Hasi Ke est, keco
o rin ksi l sim FeCl kelat
in an/bi
g ru
kehit 0,2 0,4 0,3
5 0,19
ama 9 9 0

n Rata-rata ± 0,3 0,4 0,3


0,18
Standar Deviasi 6 8 0

Tabel 4.1 Penapisan Skrining Fitokimia 0,2 0,2 0,2


1 0,05
0 5 0
Ekstrak Tanaman Daun Sirih
Hijau 2
0,2 0,3 0,3
0,10
Na- 2 0 0
CMC
Dari hasil tabel diatas 1% 0,2 0,3 0,4
3 0,02
komponen kandungan senyawa kimia 5 2 0
(Kontrol
yang telah dianalisis menggunakan 0,2 0,3 0,2
Negatif)
pereaksi spesifik yang terdapat di 4 0,15
6 5 0
dalam tanaman daun sirih hijau di
0,2 0,3 0,3
ketahui mengandung senyawa 5 0,01
4 1 0
flavonoid, saponin, dan tanin.
Rata-rata ± 0,2 0,3 0,2
0,07
Standar Deviasi 3 0 8
4.3.1 Hasil Pengujian Antiinflamasi
Berdasarkan hasil percobaan
yang dilakukan, hasil pengukuran
0,2 0,3 0,2
volume kaki tikus yang telah 1
4 1 0
0,11
diinduksi karagenan dan diberikan
perlakuan konsentrasi uji ekstrak 0,3 0,3 0,3
2 0,05
2 5 0
tanaman daun sirih hijau serta kontrol Dosis
positif dan kontrol negatif pada menit 75
3
0,3 0,4 0,2
0,22
ke 30, 60, 90, 120, 150, dan 180 dapat mg/kgB 0 2 0
B
dilihat pada lampiran 13 : Hasil 0,3 0,3 0,3
4 0,03
pengujian antiinflamasi. 5 3 0

0,3 0,3 0,3


5 0,04
1 4 0
Tabel 4.2
Hasil Pengukuran Volume Udem Kaki Rata-rata ± 0,3 0,3 0,2
0,09
Standar Deviasi 0 5 6
Tikus (mL)
Kelomp Penuru 0,3 0,5 0,3
ok Tik T18 nan 1 0,10
TA T0 0 0 0
Perlaku us 0 Udem
an (ml) 0,2 0,3 0,4
2 0,15
8 5 0
0,2 0,4 0,2 Dosis
1 0,28 100 0,3 0,5 0,3
9 8 0 3 0,04
mg/kgB 5 0 0
Natrium
0,2 0,4 0,3 B
Diklofe 2 0,15 0,3 0,4 0,4
1 5 0 4 0,12
nak 1 5 0
0,2 0,4 0,4
(Kontrol 3 0,06 0,3 0,4 0,2
1 6 0 5 0,14
Positif) 5 5 0
0,3 0,5 0,3
4 0,21 Rata-rata ± 0,3 0,4 0,3
0 1 0 0,11
Standar Deviasi 2 5 2
0,2 0,4 0,2 Berdasarkan Gambar 4.1
1 0,20
0 0 0
diatas terlihat bahwa terjadi
0,2 0,4 0,3 peningkatan persen radang pada
2 0,12
1 5 0 menit ke-30 hingga menit ke-90
Dosis
125 0,1 0,2 0,2 setelah diberi perlakuan, selanjutnya
3 0,05 terjadi penurunan radang pada menit
mg/kgB 8 8 0
B ke-120 hingga menit ke-180 pada
0,2 0,5 0,3
4
8 0 0
0,15 semua kelompok perlakuan.

0,3 0,5 0,4 4.2 Pembahasan


5 0,10
1 5 0
Pada penelitian ini digunakan
Rata-rata ± 0,2 0,4 0,3
0,12
sampel tanaman daun sirih hijau yang
Standar Deviasi 4 4 0 di peroleh dari PT. Mitra Dulur
Sejahtera (MDS) Palembang
sebanyak 330 gram yang dikeringkan.
Keterangan :
Tujuan pengeringan yaitu,
TA : Sebelum Diinduksi
mengurangi kadar air yang terdapat
T0 : Setelah Diinduksi
pada tanaman. Selain itu, proses ini
T180 : Menit Ke-180
juga bertujuan untuk mendapatkan
simplisia yang tidak mudah rusak,
0.9 sehingga dapat disimpan dalam waktu
0.8 yang lebih lama. Pengeringan juga
akan mencegah agar simplisia tidak
0.7
berjamur dan kandungan kimia yang
0.6 berkhasiat tidak berubah.
0.5 Dalam pembuatan ekstrak
0.4 etanol daun sirih hijau tanaman yang
0.3 telah dijadikan serbuk, ditambahkan
pelarut. Pelarut yang digunakan
0.2
adalah etanol 96%. Etanol merupakan
0.1 pelarut polar sehingga pelarut ini
0 sering digunakan untuk
MENIT MENIT MENIT MENIT MENIT MENIT mengidentifikasi senyawa kimia
30 60 90 120 150 180 (Suhendra, 2019). Penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh
Na.Diklofenak Na.CMC 1% Fadhilatuz Zuhroh (2018) pelarut
yang digunakan yaitu pelarut etanol
Dosis 75 mg/kg BB Dosis 100mg/kgBB
96%. Dari hasil yang peneliti
Dosis 125mg/kgBB
dapatkan terbukti bahwa etanol dapat
menarik suatu senyawa kimia seperti
flavonoid, saponin, dan tanin. Peneliti
Gambar 4.1 Grafik rata-rata berpendapat penggunaan etanol
presentase radang tiap waktu sebagai pelarut karena etanol lebih
pengamatan. mudah menarik senyawa metabolit
sekunder.
Dalam pembuatan ekstrak tersebut kandungan kimia yang di duga dapat
dipilih metode ekstraksi cara dingin memiliki aktivitas antiinflamasi. Dari
yaitu metode perkolasi. Metode hasil pengujian pada tabel 4.1 diatas
perkolasi adalah ekstraksi dengan menunjukkan bahwa ekstrak daun
pelarut yang selalu baru dan sempurna sirih hijau memiliki kandungan kimia
yang umumnya dilakukan pada yaitu flavonoid, saponin, dan tanin.
temperatur ruangan (Istiqomah, 2013).
Pada penelitian sebelumnya yang Ekstrak etanol daun sirih hijau yang
dilakukan oleh Fadhilatuz Zuhroh telah di dapatkan dilarutkan dengan
(2018), peneliti menggunakan metode Na-CMC 1% karena sifatnya yang
maserasi. Hasil dari penelitian ini mudah larut dalam air menghasilkan
setelah dilakukan metode perkolasi suspensi yang stabil, resistensi yang
didapatkan larutan ekstrak daun sirih baik terhadap mikroba dan tidak
hijau sebanyak dua liter dan dilakukan mengiritasi hewan uji. Pada penelitian
pemisahan larutan menggunakan ini digunakan ekstrak daun sirih hijau
rotary evaporator yang berfungsi dengan tiga variasi dosis, variasi dosis
untuk memisahkan uap yang terbentuk ini dibuat untuk mengetahui dosis
dari cairan. Untuk mendapatkan yang memberikan efek yang paling
ekstrak kental dilakukan pemanasan efektif sebagai antiinflamasi. Dosis
menggunakan waterbath, dari yang digunakan adalah dosis 75
penelitian ini ekstrak kental yang mg/kgBB, 100 mg/kgBB, dan 125
didapat sebanyak 71,5 gram dan mg/kgBB.
randemen yang diperoleh 21,5% b/b. Pemberian sediaan secara oral, karena
Randemen tersebut bermanfaat rute ini umum digunakan, caranya
sebagai data informasi untuk aman, mudah, dan tidak menyakiti
penelitian selanjutnya. Dalam hewan uji. Hewan percobaan yang
penelitian tersebut metode perkolasi digunakan dalam penelitian ini adalah
digunakan karena perkolasi memiliki tikus putih jantan. Pemilihan jenis
kelebihan tersendiri, yaitu tidak terjadi kelamin untuk mencapai keseragaman
kejenuhan, pengaliran meningkatkan kondisi penelitian. Hewan uji yang
difusi (dengan dialiri cairan penyari telah di aklimitasi selama 7 hari
sehingga zat seperti terdorong untuk tujuannya untuk penyesuaian terhadap
keluar dari sel) (Mauliyanti, 2017). kondisi lingkungan. Kelompok
Dalam penelitian ini digunakan perlakuan ini terdiri dari 5 kelompok
ekstrak etanol daun sirih hijau yang masing-masing terdiri dari 5 ekor
sama dengan ekstrak yang digunakan hewan percobaan. Kelompok I sebagai
Fadhilatuz Zuhroh (2018), dari kelompok kontrol positif diberikan
skrining fitokimia yang telah suspensi Natrium Diklofenak,
dilakukan oleh Fadhilatuz Zuhroh kelompok II sebagai kelompok kontrol
ekstrak etanol daun sirih hijau negatif diberikan suspensi Na-CMC
mengandung senyawa golongan 1%, kelompok III diberikan suspensi
flavonoid, saponin, tanin, dan ekstrak sirih hijau dengan dosis 75
steroid/triterpenoid. Tujuan skrining mg/kgBB, kelompok IV diberikan
fitokimia adalah untuk mengetahui suspensi ekstrak sirih hijau dengan
keberadaan kandungan kimia tertentu dosis 100 mg/kgBB, dan kelompok V
di dalam ekstrak, khususnya
diberikan suspensi ekstrak sirih hijau sampai menit ke-90 mengalami
dengan dosis 125 mg/kgBB. peningkatan persen radang sedangkan
pada menit ke-120 sampai menit ke-
Pembuatan radang pada kaki tikus 180 menunjukkan penurunan radang.
menggunakan karagenan 1% sebanyak Pada kelompok Natrium Diklofenak
1 ml yang disuntikkan secara sublantar menunjukkan bahwa pada menit ke-30
pada telapak kaki tikus. Karagenan sampai menit ke-90 mengalami
digunakan karena karagen akan peningkatan persen radang dan pada
menstimulasi sistem imun untuk menit ke-120 sampai menit ke-180
memproduksi antibody dan mengalami penurunan radang. Pada
mensistensi sel mast agar kelompok Na-CMC 1% menunjukkan
menimbulkan proses peradangan. bahwa pada menit ke-30 sampai menit
Selain itu, udem yang ditimbulkan ke-90 mengalami peningkatan persen
mudah diamati. Pemberian karagenan radang dan pada menit ke-120 sampai
akan memacu prostaglandin sehingga menit ke-180 mengalami penurunan
menyebabkan inflamasi, yang ditandai radang tetapi tidak begitu besar. Pada
dengan adanya pembengkakan pada dosis 75 mg/kgBB menunjukkan
kaki tikus. bahwa pada menit ke-30 sampai menit
Kemudian kontrol positif ke-90 mengalami peningkatan persen
sebagai pembanding menggunakan radang dan pada menit ke-120 sampai
natrium diklofenak yang merupakan menit ke-180 mengalami penurunan
obat golongan AINS dari turunan asam radang. Kemudian pada dosis 100
fenil asetat. Obat yang dipergunakan mg/kgBB menunjukkan bahwa pada
dalam pengobatan rheumatoid menit ke-30 sampai menit ke-90
arthritis, penyakit sendi degeneratif, mengalami peningkatan persen radang
spondilitis ankilosa, trauma, dan pada menit ke-120 sampai menit
dismenorea, dan penanganan nyeri ke-180 mengalami penurunan radang
yang terjadi pada operasi ringan lebih besar dari dosis 75 mg/kgBB.
(Arifa, 2017). Natrium digunakan Sedangkan pada dosis 125 mg/kgBB
sebagai pembanding karena obat ini menunjukkan bahwa pada menit ke-30
memiliki aktivitas dengan jalan sampai menit ke-90 mengalami
menghambat enzim siklooksigenase peningkatan persen radang dan pada
sehingga pembentukan prostaglandin menit ke-120 sampai menit ke-180
terhambat. mengalami penurunan radang yang
mendekati persen penurunan radang
Pada penelitian ini sebelum kontrol positif atau kontrol
menentukan daya antiinflamasi pembanding Natrium Diklofenak.
terlebih dahulu dihitung persen radang Rata-rata peningkatan radang kaki
yang diperoleh dari semua kelompok tikus terjadi pada menit ke-30, menit
perlakuan. Hasil perhitungan persen ke-60, dan menit ke-90. Sedangkan
radang kelompok kontrol, pada menit ke-120, menit ke-150, dan
pembanding, esktrak dosis 75 menit ke-180 telah menunjukkan
mg/kgBB, dosis 100 mg/kgBB dan penurunan radang. Dari persen radang
dosis 125 mg/kgBB dapat dilihat pada yang terbentuk kemudian dicari nilai
lampiran. Untuk kelompok kontrol rata-rata penurunan udem tikus yang
menunjukkan bahwa pada menit ke-30 tujuannya untuk melihat adanya
perbedaan bermakna pada tiap sehingga dapat mengurangi
kelompok perlakuan. peradangan (Zuhroh, 2018).
Mekanisme saponin dalam
Berdasarkan perhitungan menghambat terjadinya inflamasi
menggunakan rumus tersebut yaitu berdasarkan kemampuannya
diketahui ekstrak dosis 75 mg/kgBB saponin dapat membentuk busa dan
memiliki persen daya antiinflamasi menghemolisis sel darah sehingga
sebesar 25,7%, diketahui ekstrak dosis menghambat kenaikan permeabilitas
100 mg/kgBB memiliki persen daya vaskular (Simaremare, 2014).
antiinflamasi sebesar 28,8%, diketahui
ekstrak dosis 125 mg/kgBB memiliki
persen daya antiinflamasi sebesar
31,8%, untuk kontrol positif atau KESIMPULAN DAN SARAN
pembanding memiliki persen daya 5.1 Kesimpulan
antiinflamasi sebesar 37,5%,
sedangkan untuk kontrol negatif Dari hasil penelitian yang telah
memiliki persen daya antiinflamasi dilakukan tentang uji aktivitas
sebesar 6,66%. Dari penelitian antiinflamasi ekstrak etanol daun sirih
sebelumnya yang dilakukan oleh hijau (Piper Betle L) terhadap tikus
Fadhilatuz Zuhroh (2018), ekstrak putih jantan yang diinduksi karagenan
etanol daun sirih memiliki efek dapat disimpulkan bahwa :
antiinflamasi dan dapat menurunkan
4) Ekstrak tanaman daun sirih hijau
volume udema kaki tikus jantan pada
memiliki aktivitas antiinflamasi
dosis 100 mg/kgBB. Mekanisme
terhadap tikus putih jantan.
aktivitas antiinflamasi dari ekstrak
5) Berdasarkan hasil penelitian dari
tanaman daun sirih hijau ini
ekstrak dosis 75 mg/kgBB, 100
kemungkinan disebabkan karena
mg/kgBB dan 125 mg/kgBB dari
kemampuannya untuk menghambat
ekstrak daun sirih hijau mampu
enzim siklooksigenase sehingga
menurunkan inflamasi pada tikus yang
pembentukan prostaglandin sebagai
diinduksi karagenan. Ekstrak dosis
mediator inflamasi juga menjadi
125 mg/kgBB mampu menurunkan
terhambat. Kemampuan
udem pada kaki tikus sebesar 31,8%,
penghambatan ini di duga karena
maka dapat disimpulkan semakin
adanya kandungan senyawa flavonoid,
besar dosis ekstrak daun sirih hijau
saponin, dan tanin yang terdapat di
mampu memberikan aktivitas yang
dalam tanaman daun sirih hijau
sama dengan Natrium Diklofenak
dimana meknisme flavonoid dalam
sebagai pembanding.
menghambat terjadinya inflamasi
6) Berdasarkan hasil penelitian dari
melalui dua cara yaitu menghambat
skrining fitokimia ekstrak etanol daun
asam arakhidonat dan sekresi enzim
sirih hijau mengandung senyawa
lisosom dari endotelial sehingga
golongan flavonoid, saponin, dan
menghambat proliferase dan eksudasi
tanin.
dari proses inflamasi. Adanya
kemampuan flavonoid dalam
menghambat enzim lipooksigenase
dapat menyebabkan penghambatan
pada sintesis mediator inflamasi,
5.2 Saran Aulia, Y., S. F. dan F. R. (2013). Efek
Antiinflamasi Ekstrak Etanol Wortel
3) Perlu dilakukan peningkatan dosis (Daucus Carota L.) terhadap Tikus
ekstrak tanaman daun sirih hijau agar Strain Wistar (Rattus Norvegicus)
diketahui dosis ekstrak tanaman daun yang Diinjeksi Karagenan. Volume 9
sirih hijau yang memberikan aktivitas N.
antiinflamasi yang paling efektif.
4) Perlu dilakukan isolasi senyawa Bawa A.A., Bogoriani N.W., Diantariani
metabolit sekunder yang terkandung di N.P., dan S. N. L. U. (2014). Ekstraksi
dalam tanaman daun sirih hijau yang Zat Warna Alam dari Bonggol
berperan sebagai antiinflamasi. Tanaman Pisang (Musa paradiasciaca
L.,) dengan Metode Maserasi, Refluks,
dan Soklektasi. Volume 8.
DAFTAR PUSTAKA
Carolia. N., dan N. W. (2016). Potensi
Amalia, Dini. 2016. Uji Aktivtas Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper Betle
Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun L.) sebagai Alternatif Terapi Acne
Pare (Momordica Charantia L.) vulgaris. Volume 5 N.
Terhadap Mencit (Mus Musculus).
Universitas Islam Negeri Alauddin. Christalisana, C. (2018). Pengaruh
Pengalaman dan Karakter Sumber
Arifa, I. M. (2017). Uji Aktivitas Daya manusia Konsutan Manajemen
Antiinflamasi Senyawa N- Konstruksi terhadap Kualitas
(Hidroksietil)-P-Metoksi Sinamamida Pekerjaan pada Proyek di Kabupaten
(NHPMS) terhadap Udema pada Pandeglang. Jurnal Fondasi, Volume
Telapak Kaki Tikus Jantan yang 7 N.
Diinduksi Karagenan. UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Ditjen POM. (2014). Farmakope Indonesia
Edisi V. Jakarta: Departemen
Askandari. (2015). Uji Aktivitas Kesehatan Republik Indonesia.
Antiinflamasi Ekstrak Etanol 70% Halaman 330.
Buah Parijoto (medinila speciosa
Blume) Secara In Vitro dengan Elisabeth., Barung., Adeanne., Wullur., dan
Metode Stabilisasi Membran HRBC Pansariang. I. (2012). Uji Efektivitas
(Human Red Blood Cell). UIN Syarif Antinflamasi Infus Herba Suruhan
Hidayatullah Jakarta. (peperomia pelucida L.) pada Tikus
Putih (Rattus norvegicus).
Audina, M., Yuliet., dan Khaerati, K.
(2018). Efektivitas Antiinflamasi Gunawan, Sulistia Gan. (2016).
Ekstrak Etanol Daun Sumambu Farmakologi dan Terapi Edisi 6.
(Hyptis capitata Jacq.) pada Tikus Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Putih Jantan (Rattu norvegicus L.) Halaman 244.
yang Diinduksi dengan Karagenan.
Volume 12. Helda., dan M. S. (2018). Efek
Antiinflamasi Ekstrak Daun Bakung
(Crynum Asiaticum L.) Pada Tikus
Putih Janta Setelah Diinduksi (Celosia argentea L.). Jurnal
Karagenan. Jurnal Kesehatan Fitokimia Indonesia, Vol No. 1.
Palembang, Volume 13.
Mukhrani. (2014). Ekstraksi, Pemisahan
Hidayah, N. (2016). Pemanfaatan Senyawa Senyawa, dan Identifikasi Senyawa
Metabolit Sekunder tanaman (Tanin Aktif. Jurnal Kesehatan, Volume VII.
dan Saponin) dalam Mengurangi
Emisi Metan Ternak Ruminansia. Nafiah, H., Winarni., dan S. B. E. (2012).
Jurnal Sains Peternakan Indonesia, Pemanfaatan Karagenan Dalam
Vol. 11 No. Pembuatan Nugget Ikan Cucut.
Indonesian Journal of Chemical
Hakim, A., Jamaluddin., Loka I.N., Junaidi Science.
E., dan Aini S. (2020). Isolasi Senyawa
Hesperidin dari Kulit Buah Jeruk Nasution, E. S. (2019). Penuntun Praktikum
Manis (Citrus Sinensis). Volume 15. Farmakologi dan Toksikologi
Fakultas Farmasi USU. Universitas
Inayatullah Seila. (2012). Efek Ekstrak Sumatera Utara.
Daun Sirih Hijau (Piper Betle L.)
terhadap Pertumbuhan Bakteri Negari, B. M. A. (2020). Studi Literatur
Staphylococcus Aureus. Universitas Efektivitas Antiseptik Ekstrak Daun
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Sirih (Piper betle L.) dan Sirih Merah
Jakarta. (Piper crocatum). Universitas
Muhammadiyah Mataram.
Istiqomah. (2013). Perbandingan Metode
Ekstraksi Maserasi dan Soklektasi Putranti, I. (2013). Skrining Fitokimia dan
terhadap Kadar Piperin Buah Cabe Aktivitas Antioksidan Ekstrak Rumput
Jawa (Piperis retrofracti fructus). UIN Laut Sargassum duplication dan
Syarif Hidayatullah Jakarta. Turbinaria ornata dari Jepara.
Universitas Diponegoro Semarang.
Jaedun, A. (2011). Metode Penelitian
Ekspermen. Jurnal Artikel Ilmiah. Sari, K. W. (2019). Uji Efektivitas
Antiinflamasi Kombinasi Ekstrak
Khotimah, K. (2016). Skrining Fitokimia Herba Seledri (Apium graveolens L.)
dan Identifikasi Metabolit Sekunder dan Daun Binahong (Anredera
Senyawa Karpain pada Ekstrak cordifolia (Ten.) Steenis) pada Tikus
Metanol Daun Carica pubescens Putih. STIKES Bhakti Husada Mulia
Lenne & K. Koch dengan LC/MS Madiun.
(Liquid Chromatograph-tandem Mass
Spectrometry). UIN Maulana Malik Setyawan, D. A. (2014). Hipotesis.
Ibrahim Malang.
Simaremare, E. S. (2014). Skrining
Malik, A., Edward, F., dan Waris, R. Fitokimia ekstrak Etanol Daun Gatal
(2014). Skrining Fitokimia dan (Laportea decumana (Roxb.) Wedd).
Penetapan Kandungan Flavonoid Journal Pharmacy, Vol. 11 No.
Total Ekstak Metanolik Herba Boroco
Sukmawati., Y. dan H. R. (2015). Uji yang terdapat pada Daun Mangrove
Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Xylocarpus Granatum dengan Pelarut
Etanol Daun Pisang Ambon (Musa yang Berbeda.
paradisiaca L.) terhadap Tikus Putih
(Rattus norvegicus L.) Diinduksi Yurista, S.R., Ferdian, R.A., dan Sargowo,
Karagenan. Journal of Pharmacy, Vol D. (2016). Principles of the 3Rs and
1 (2). Arrive Guidlines in Animal Research.
Jurnal Kardiologi Indonesia, Vol. 37
Widianti. Z. (2017). Efek Antiinflamasi No.
Ekstrak Etanol Daun Zaitun (Olea
europaea L.) pada Edema Telapak Zuhroh, fadhilatuz. (2018). Uji Efek
Kaki Tikus Galur Sprague-Dawley Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Sirih
Jantan yang Diinduksi Karagenan. (Piper Betle L.) Dan Pengaruhnya
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tehadap Jumlah Leukosit Pada Tikus
Putih Jantan Yang Diinduksi Karagenan.
Yudi., Irawan H., dan P. A. (2014). Universitas Sumatera Utara.
Ekstraksi Senyawa Metabolit Sekunde

Anda mungkin juga menyukai