Anda di halaman 1dari 80

KARYA TULIS ILMIAH

UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI GEL EKSTRAK


ETANOL BIJI JENITRI (Elaeocarpus serratus L.) PADA
MENCIT PUTIH JANTAN (Mus musculus L.) YANG
DIINDUKSI KARAGENAN

NI PUTU LIA EKA SETIANI

PROGRAM STUDI D III FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2020
KARYA TULIS ILMIAH

UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI GEL EKSTRAK


ETANOL BIJI JENITRI (Elaeocarpus serratus L.) PADA
MENCIT PUTIH JANTAN (Mus musculus L.) YANG
DIINDUKSI KARAGENAN

NI PUTU LIA EKA SETIANI

NIM: 171124

PROGRAM STUDI D III FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2020

i
UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI GEL EKSTRAK
ETANOL BIJI JENITRI (Elaeocarpus serratus L.) PADA
MENCIT PUTIH JANTAN (Mus musculus L.) YANG
DIINDUKSI KARAGENAN

Karya Tulis Ilmiah ini untuk Memenuhi Syarat Kelulusan


Pada Program Studi Diploma Tiga Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Mahasaraswati Denpasar

NI PUTU LIA EKA SETIANI


NIM: 171124

PROGRAM STUDI D III FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2020

ii
LEMBAR PENGESAHAN
NASKAH KARYA TULIS ILMIAH

Judul : Uji Aktivitas Antiinflamasi Gel Ekstrak Etanol


Biji Jenitri (Elaeocarpus serratus L.) Pada
Mencit Putih Jantan (Mus musculus L.) Yang
Diinduksi Karagenan.
Penyusun : Ni Putu Lia Eka Setiani
NIM : 171124
Tanggal Ujian : 13 Juli 2020

Telah disetujui oleh pembimbing

Pada tanggal……

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

apt. Debby Juliadi, S.Farm., M.Farm. apt. Nyoman Budiarta Siada, S.Farm., M.Farm.
NIDN.0802029101 NIDN.0824068702

Mengetahui

Dekan Fakultas Farmasi Ketua Program Studi D III Farmasi

apt. I Made Agus Sunadi P, S.Si., M.Biomed. apt. I Gede Made Suradnyana, S.Si., M.Farm.
NPK. 08.77.17.488 NPK.61.6974.06.321

iii
Karya tulis ilmiah ini Telah Diuji Pada
Tanggal 13 Juli 2020

Pengujian Karya Tulis Ilmiah ditetapkan berdasarkan


SK Dekan Fakultas Farmasi Universitas Mahasaraswati Denpasar
Nomor: 773/FF-UNMAS/E.10/VII/2020
Tanggal: 7 Juli 2020

Ketua : apt. Debby Juliadi, S.Farm., M.Farm.


Sekretaris : apt. Nyoman Budiarta Siada, S.Farm., M.Farm.
Anggota : apt. Ni Made Dharma Shantini, S.Farm., M.Sc.

iv
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Ni Putu Lia Eka Setiani

NIM : 171124

Program Studi : Diploma III Farmasi

Tempat/ Tanggal Lahir : Tabanan, 27 Juli 1999

Alamat : Br. Kukuh Kawan, Kukuh, Kerambitan, Tabanan

Telepon : 085792129149

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa saya tidak menjiplak setengah atau


sepenuhnya karya tulis ilmiah orang lain.

Demikian pernyataan saya buat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya,


dan apabila dikemudian hari ternayata tidak benar, maka saya brsedia dituntut
sesuai perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, ………………

Yang Membuat Pernyataan,

MATERAI

Ni Putu Lia Eka Setiani

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi


Wasa/Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala rahmat dan karunia yang telah
dilimpahkan-Nya sehingga karya tulis ilmiah yang berjudul “UJI AKTIVITAS
ANTIINFLAMASI GEL EKSTRAK ETANOL BIJI JENITRI (Elaeocarpus
serratus L.) PADA MENCIT PUTIH JANTAN (Mus musculus L.) YANG
DIINDUKSI KARAGENAN” selesai tepat pada waktunya. Karya Tulis Ilmiah
ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan akademik dalam meraih gelar
Ahli Madya Farmasi.
Banyak hambatan yang dihadapi penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini, namun berkat doa, dorongan, serta bantuan dari berbagai pihak,
akhirnya Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak apt. I Made Agus Sunadi Putra., S.Si., M.Biomed. selaku Dekan
Fakultas Farmasi Universitas Mahasaraswati Denpasar.
2. Bapak apt. I Gede Made Suradnyana, S.Si, M.Farm. selaku Ketua Program
Studi Diploma III Fakultas Farmasi Universitas Mahasaraswati Denpasar.
3. Ibu apt. Debby Juliadi, S.Farm., M.Farm. selaku dosen pembimbing utama
yang dengan tulus dan penuh kesabaran telah meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan, saran dan petunjuk serta dorongan semangat
dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
4. Bapak apt. Nyoman Budiarta Siada, S.Farm., M.Farm. selaku dosen
pembimbing pendamping yang dengan tulus dan penuh kesabaran telah
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran dan petunjuk
serta dorongan semangat dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Desak Putu Nanik Kristina, A.Md. Farm. serta I Made Agus Mahardika,
A.Md. Farm selaku laboran Fakultas Farmasi Universitas Mahasaraswati
Denpasar yang telah banyak membantu dalam penelitian penulis.

vi
6. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Fakultas Farmasi Universitas Mahasaraswati
Denpasar yang telah mendidik, membimbing, dan membantu penulis
selama masa studi.
7. Orang tua, adik, dan teman-teman atas kasih sayang, dukungan baik materi
dan moral, motivasi, serta doa di setiap waktu.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
membantu dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan


Karya Tulis Ilmiah ini, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
diharapkan dari para pembaca untuk menyempurnakan dan semoga Karya Tulis
Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, 30 Juni 2020


Penulis,

(Ni Putu Lia Eka Setiani )

vii
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi gel


ekstrak etanol biji jenitri (Elaeocarpus serratus L.) pada mencit putih jantan (Mus
musculus L.) yang diinduksi karagenan serta untuk mengetahui dosis optimal gel
ekstrak etanol biji jenitri dalam menghambat inflamasi.
Metode yang digunakan adalah Paw Udema. Dalam pengambilan sampel
menggunakan metode randomized control groups pretest and posttest.
Pengambilan data yang digunakan yaitu dengan metode eksperimental dan metode
pretest dan posttest. 24 ekor mencit putih jantan dibagi menjadi 4 kelompok
perlakuan. Kelompok 1 diberikan gel tanpa ekstrak, kelompok 2 diberikan
natrium diklofenak gel, kelompok 3 diberikan gel dengan konsentrasi ekstrak biji
jenitri 14mg/20gBB mencit, dan kelompok 4 diberikan diberikan gel dengan
konsentrasi ekstrak biji jenitri 28mg/20gBB mencit yang diberikan secara topikal.
Parameter yang diukur adalah volume peradangan telapak kaki mencit dari
jam ke-1 hingga jam ke-6. Hasil penelitian diuji dengan analisis statistik dengan
menggunakan One Way ANOVA dan LSD (Least Significant Difference). Hasil
analisis yang didapatkan adalah terdapat perbedaan bermakna antara kelompok
kontrol negatif terhadap kelompok kontrol positif dan kelompok perlakuan dan
tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok kontrol positif dengan kelompok
perlakuan. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa gel ekstrak etanol
biji jenitri (Elaeocarpus serratus L.) dengan konsentrasi ekstrak 14 mg dan 28
mg/20gBB mencit memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi pada mencit putih
jantan (Mus musculus L.) yang diinduksi karagenan dan gel ekstrak etanol biji
jenitri dengan konsentrasi 28 mg/20gBB mencit memiliki efek sebagai
antiinflamasi paling optimal.
Kata Kunci: Ekstrak etanol biji jenitri (Elaeocarpus serratus L.), gel, inflamasi,
antiinflamasi.

viii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................................. i
HALAMAN PERSYARATAN................................................................................. ii
HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN.................................................................. iii
HALAMAN PENETAPAN PENGUJI...................................................................... iv
SURAT PERNYATAAN .......................................................................................... v
KATA PENGANTAR............................................................................................... vi
ABSTRAK................................................................................................................. viii
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL...................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xiv
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN LATIN.................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian............................................................................................. 4
1.4.1 Manfaat teoritis.......................................................................................... 4
1.4.2 Manfaat praktis........................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 6
2.1 Subjek Material.................................................................................................. 6
2.1.1 Klasifikasi biji jenitri.................................................................................. 6
2.1.2 Deskripsi biji jenitri................................................................................... 7
2.1.3 Kandungan kimia biji jenitri...................................................................... 8
2.2 Gel...................................................................................................................... 8
2.3 Subjek Disiplin................................................................................................... 9
2.3.1 Inflamasi..................................................................................................... 9
2.3.2 Mekanisme terjadinya inflamasi................................................................ 9
2.3.3 Tanda inflamasi.......................................................................................... 10
2.3.4 Jenis-jenis inflamasi................................................................................... 12
2.3.5 Antiinflamasi.............................................................................................. 12
2.3.6 Pengujian efek iinflamasi........................................................................... 13
2.4 Subjek Eksperimen............................................................................................. 15

ix
2.4.1 Klasifikasi mencit putih jantan................................................................... 15
2.4.2 Deskripsi mencit putih jantan.................................................................... 15
2.4.3 Penanganan hewan coba............................................................................ 16
2.5 Metode................................................................................................................ 17
2.5.1 Metode penelitian....................................................................................... 17
2.5.2 Metode ekstraksi........................................................................................ 17
2.6 Analisis Statistik................................................................................................. 19
2.7 Hipotesis............................................................................................................. 21
2.8 Kerangka Konseptual......................................................................................... 22
BAB III METODE PENELITIAN............................................................................. 23
3.1 Bahan.................................................................................................................. 23
3.1.1 Gel ekstrak etanol biji jenitri...................................................................... 23
3.1.2 Natrium diklofenak gel.............................................................................. 23
3.1.3 Karagenan.................................................................................................. 23
3.2 Alat dan Instrumen............................................................................................. 24
3.3 Desain Penelitian................................................................................................ 24
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel..................................... 25
3.4.1 Variabel Penelitian..................................................................................... 25
3.4.2 Definisi Operasional Variabel.................................................................... 26
3.5 Populasi dan Sampel.......................................................................................... 26
3.5.1 Populasi...................................................................................................... 26
3.5.2 Sampel........................................................................................................ 26
3.5.3 Perhitungan sampel.................................................................................... 27
3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................................. 28
3.6.1 Lokasi penelitian........................................................................................ 28
3.6.2 Waktu penelitian........................................................................................ 29
3.7 Prosedur Kerja.................................................................................................... 29
3.7.1 Pemilihan dan penyiapan sampel............................................................... 30
3.7.2 Ekstraksi biji jenitri................................................................................. 30
3.7.3 Pembuatan gel ekstrak etanol biji jenitri.................................................... 30
3.7.4 Penyiapan larutan karagenan...................................................................... 31
3.7.5 Penyiapan hewan coba............................................................................... 31
3.7.6 Pengujian antiinflamasi.............................................................................. 32
3.7.7 Skema pengujian antiinflamasi.................................................................. 33
3.8 Analisis Hasil..................................................................................................... 34
3.9 Pengolahan dan Analisis Data ........................................................................... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN................................................................................. 36
4.1 Identifikasi Tumbuhan....................................................................................... 36

x
4.2 Hasil Ekstraksi Biji Jenitri (Elaeocarpus serratus L.) ...................................... 36
4.3 Hasil Pengukuran Volume Inflamasi................................................................. 37
4.4 Hasil Analisis Data ............................................................................................ 40
4.4.1 Uji normalitas............................................................................................. 40
4.4.2 Uji homogenitas (varians) data.................................................................. 41
4.4.3 Uji t berpasangan ...................................................................................... 41
4.4.4 Uji one way anova ..................................................................................... 42
4.4.5 Uji Least significant difference (LSD) ...................................................... 43
BAB V PEMBAHASAN........................................................................................... 45
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN......................................................................... 51
6.1 Simpulan ........................................................................................................... 51
6.2 Saran .................................................................................................................. 51
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 52
Lampiran ................................................................................................................... 56

xi
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 3.1: Waktu Penelitian....................................................................................... 29
Tabel 3.2: Formulasi Gel Antiinflamasi Ekstrak Biji Jenitri..................................... 30
Tabel 4.1: Persentase Rata-rata Volume Edema Telapak Kaki Mencit .................... 37
Tabel 4.2: Persentase Daya Antiinflamasi (DAI) ..................................................... 39
Tabel 4.3: Hasil Area Under Curve (AUC) .............................................................. 40
Tabel 4.4: Hasil Uji Normalitas ................................................................................ 40
Tabel 4.5: Hasil Uji Homogenitas ............................................................................. 41
Tabel 4.6: Hasil Uji T Berpasangan .......................................................................... 42
Tabel 4.7: Hasil Uji One Way Anova ........................................................................ 42
Tabel 4.8: Hasil Uji Least significant difference (LSD)............................................ 43

xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 2.1: Biji Jenitri.............................................................................................. 6


Gambar 2.2: Proses terjadinya inflamasi................................................................... 9
Gambar 2.3: Mencit Putih Jantan............................................................................... 15
Gambar 2.4: Kerangka Konsep.................................................................................. 21
Gambar 3.1: Skema Rancangan Penelitian ............................................................... 24
Gambar 3.2: Skema Pengujian Antiinflamasi ........................................................... 33
Gambar 4.1: Grafik Persentase Rata-rata Volume Edema Telapak Kaki Mencit...... 38
Gambar 4.2: Grafik Persentase Daya Antiinflamasi (DAI)....................................... 39

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1: Hasil Identifikasi Tumbuhan Jenitri (Elaeocarpus serratus L.)............ 57


Lampiran 2: Surat Pengajuan Etical Clearance ......................................................... 60
Lampiran 3: Surat Pembelian Mencit ....................................................................... 61
Lampiran 4: Perhitungan Hasil Rendemen................................................................ 62
Lampiran 5: Gambar Biji Jenitri ............................................................................... 63
Lampiran 6: Proses Penghalusan dan Penimbangan Biji Jenitri................................ 64
Lampiran 7: Proses Pembuatan Ekstrak Biji Jenitri................................................... 65
Lampiran 8: Peroses Penimbangan Bahan Dalam Pembuatan Gel Biji Jenitri.......... 66
Lampiran 9: Perhitungan Dosis.................................................................................. 67
Lampiran 10: Proses Pengujian Aktivitas Antiiflamasi Pada Mencit ....................... 68
Lampiran 11: Hasil Analisis Statistik ....................................................................... 70

xiv
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

AINS : Anti-Inflamasi Non Steroid.


ANOVA : Analisis of variance
AUC : Area Under the Curve
COX : Cyclooxygenase.
DAI : Daya Antiinflamasi
LIPI : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
LSD : Least Significant Defference
Pletysmometer : Alat yang digunakan untuk mengukur telapak kaki mencit.
Post test : Pengujian yang dilakukan setelah perlakuan.
Pre test : Pengujian yang dilakukan sebelum perlakuan.
TEA : Trietanolamin
PPG : Propilenglikol

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Inflamasi adalah suatu respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh
kerusakan pada jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang
merusak, atau zat mikrobiologik (Agustina et al. 2015). Ciri khas inflamasi adalah
kemerahan (rubor), panas (kalor), pembengkakan (edema), nyeri (dolor), dan
gangguan fungsi jaringan (fungsio laesa) (Price et al. 2000).
Inflamasi dapat diatasi dengan menggunakan antiinflamasi. Antiinflamasi
adalah sebutan untuk agen/obat yang bekerja melawan atau menekan proses
peradangan (Dorlan 2002). Berdasarkan terapeutiknya maka obat antiinflamasi
dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu golongan steroid dan golongan Non steroid
(Katzung 2002). Namun kedua golongan obat tersebut memiliki banyak efek
samping. NSAIDs bersifat lipofilik dan asam, sehingga dapat menyebabkan
kerusakan secara topikal (Amrulloh 2016). Efek samping penggunaan
kortikosteroid topikal jangka panjang dapat berupa telangiektasis, hipertrikosis,
erupsi akneiformis, kulit kering, eritema mirip rosasea, dermatitis perioral,
hiperpigmentasi, hipopigmentasi, fotosensitivitas, atrofi, striae, dan dermatitis
kontak alergi (Hengge 2006). Berdasarkan hal tersebut maka banyak dilakukan
pengembangan antiinflamasi yang berasal dari bahan alam, terutama pada
tanaman.
Tanaman yang telah terbukti secara ilmiah memiliki khasiat sebagai
antiinflamasi, yaitu daun mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Shecff.) Boerl.),
rimpang kencur (Kaempferiae galanga L.), daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas
(L.) Lamk.), kelopak bunga rosela merah (Hisbiscus sabdariffa), bunga dan daun
asam jawa (Tamarindus indica), dan biji jenitri (Elaeocarpus serratus L.)
(Rinayanti et al. 2014), (Yuniarni et al. 2015), (Hasanah et al. 2011), (Riansyah et
al. 2015), (Saptarini et al. 2012), (Joshi & Jain 2014).

1
2

Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai obat inflamasi adalah
jenitri (Elaeocarpus serratus L.). Pemilihan biji jenitri dalam penelitian ini
dikarenakan umumnya masyarakat hanya memanfaatkan bagian biji tanaman
jenitri sebagai perhiasan (kalung) atau gelang kesehatan, tasbih, dan digunakan
oleh umat Hindu untuk alat meditasi dan berdoa. Hasil analisis skrining fitokimia
biji jenitri mengandung glikosida, alkaloid, steroid, dan flavonoid (Singh et al.
2000). Flavonoid merupakan senyawa yang memiliki aktivitas farmakologi
sebagai antiinflamasi. Joshi & Jain (2014), menyatakan biji jenitri memiliki
kemampuan sebagai obat penenang, antihipertensi, antiepilepsi, antidepressant
effect, antidiabetic, antiulcerogenic, analgesic, antiinflamasi, dan antibakteri. Dari
berbagai hasil penelitian yang dilaporkan, kandungan kimia yang memiliki khasiat
sebagai antiinflamasi adalah flavonoid (Agustina 2015).
Untuk membuktikan bahwa ekstrak biji jenitri memiliki aktifitas sebagai
antiinflamasi maka perlu dibuat sediaan dan dilakukan pengujian terhadap hewan
coba. Sediaan yang dibuat adalah sediaan topikal. Sediaan topikal dipilih karena
pemberian obat secara oral memiliki beberapa kelemahan terutama ketika bentuk
sediaan seperti tablet dan kapsul, yang dapat menyebabkan kesulitan menelan
(dysphasia), dan pemberian obat memiliki rasa yang tidak enak, yang
menyebabkan ketidakpatuhan pada pasien terutama pada anak dan usia lanjut
terutama mereka yang tidak memiliki akses ke air minum (Ramesh et al. 2011).
Salah satu sediaan topikal adalah gel. Gel merupakan sediaan topikal setengah
padat yang nyaman digunakan karena menciptakan lingkungan lembab, dingin
dan daya serap yang baik pada kulit serta mudah dicuci dengan air (Anonim
2014).
Pada penelitian sebelumnya telah dibuat sediaan gel ekstrak etanol biji
jenitri dan melalui beberapa tahap pengujian mutu fisik dengan hasil yang stabil.
Untuk mengetahui adanya aktivitas antiinflamasi pada gel ekstrak etanol biji
jenitri, maka dilakukan pengujian untuk mencari dosis optimal sebagai
antiinflamasi dilihat dari penurunan volume udem telapak kaki mencit putih
jantan (Mus musculus L.) yang diinduksi karagenan.
3

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah gel ekstrak etanol biji jenitri (Elaeocarpus serratus L.) memiliki
aktivitas antiinflamasi pada mencit putih jantan (Mus musculus L.) yang
diinduksi karagenan?
2. Berapa dosis optimal gel ekstrak etanol biji jenitri (Elaeocarpus serratus
L.) dalam menghambat inflamasi?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi gel ekstrak etanol biji jenitri
(Elaeocarpus serratus L.) pada mencit putih jantan (Mus musculus L.)
yang diinduksi karagenan.
2. Untuk mengetahui dosis optimal gel ekstrak etanol biji jenitri
(Elaeocarpus serratus L.) dalam menghambat inflamasi.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah ilmu
pengetahuan dan memperkaya hasil penelitian yang ada, khususnya di bidang
farmakologi.
1.4.2 Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan kepada


masyarakat mengenai pemanfaatan biji jenitri (Elaeocarpus serratus L.) sebagai
pengobatan alternatif sebagai antiinflamasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Subjek Material


2.1.1 Klasifikasi biji jenitri (Elaeocarpus serratus L.)

Gambar 2.1 Biji Jenitri (Joshi & Jain 2014)

Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spematophyta
Divisi : Magoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Rosidae
Ordo : Oxalidales
Suku : Elaeocarpaceaae
Marga : Elaeocarpus
Jenis : Elaeocarpus serratus L.
Sinonim:
Elaeocarpus adenophyllus Wall. [Invalid], Elaeocarpus barnardii Burkill,
Elaeocarpus cuneatus Wight, Elaeocarpus ganitrus Roxb. Ex G.Don,
Elaeocarpus malabaricus Oken, Elaeocarpus perim-kara DC., Elaeocarpus

4
5

princara Buch.-Ham., Elaeocarpus sphaericus (Gaertn.) K.Schum. [Illegitimate],


Ganitrus roxburghii Wight, Ganitrus sphaerica Gaertn.
2.1.2 Deskripsi biji jenitri (Elaeocarpus serratus L.)
Jenitri (Elaeocarpus ganitrus) merupakan salah satu tanaman kehutanan
yang habitat aslinya berasal dari Negara subtropics dengan penyebaran yang
cukup luas terutama di beberapa negara Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia,
Myanmar, dan Thailand), Madagaskar, CinaBagian Selatan, Nepal, Australia, dan
kepulauan pasifik. Daerah penyebaran tanaman jenitri di Indonesia meliputi
daerah Jawa Tengah, Kalimantan, Bali, dan Timor, dan tempat tumbuh tanaman
jenitri berada pada ketinggian 500–1000 m dpl bahkan bias tumbuh pada
ketinggian 1200 mdpl (Sutarman 2010).
Di Indonesia biji jenitri selain bermanfaat sebagai pohon pelindung jalan
raya (hutan kota), kayunya digunakan untuk pertukangan dan bahan baku alat
musik (gitar, piano), selain itu bentuk dan ukuran biji jenitri yang unik dapat
menghasilkan berbagai produk perhiasan (gelang, kalung, tasbih), bahkan di India
dipergunakan sebagai bahan sesajen pada upacara pembakaran mayat. Buah
Jenitri berwarna biru dan berbentuk bulat, sedangkan biji jenitri memiliki
kekhasan sendiri yaitu ornamen berbentuk garis tidak beraturan. Warna biji jenitri
berbeda - beda tergantung dari kematangan dan bentuk buah, tetapi di domisili
oleh warna coklat tua merah (Heyne 1987).

2.1.3 Kandungan kimia dan khasiat biji jenitri


Biji jenitri mengandung senyawa kimia seperti tannin, pitosterol,
karbohidrat, protein, asam gallic dan ellagic, quercetin, serta asam lemak
termasuk asam palmitat dan asam linoleat (Joshi & Jain 2014). Kombinasi
senyawa metabolit seperti; flavonoid, alkaloid, tannin, dan glikosida, dapat
digunakan sebagai senyawa antimicrobial. Serta kandungan asam lemak palmitat
yang terdapat dalam biji jenitri mempunyai aktivitas antimicrobial terhadap
bakerti S. mutans (Kumar et al. 2010).
Senyawa bioaktif yang terkandung dalam biji jenitri dapat berpotensi
sebagai obet alami, yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit (Setyawati
6

2010). Joshi & Jain (2014), menyatakan biji jenitri memiliki kemampuan sebagai
obat penenang, antihipertensi, antiepilepsi, antidepressant effect, antidiabetic,
antiulcerogenic, analgesik, antiinflamasi, dan antibakteri. Hasil analisis skrining
fitokimia biji jenitri mengandung glikosida, alkaloid, steroid, dan flavonoid
(Singh et al. 2000).

2.2 Gel
Gel merupakan sediaan topikal setengah padat yang nyaman digunakan
karena menciptakan lingkungan lembab, dingin dan daya serap yang baik pada
kulit serta mudah dicuci dengan air (Anonim 2014). Sediaan gel mempunyai
kelebihan diantaranya adalah memiliki viskositas dan daya lekat tinggi sehingga
tidak mudah mengalir pada permukaan kulit, memiliki sifat tiksotropi sehingga
mudah merata bila dioles, tidak meninggalkan bekas, hanya berupa lapisan tipis
seperti film saat pemakaian, mudah tercucikan dengan air, dan memberikan
sensasi dingin setelah digunakan, mampu berpenetrasi lebih jauh dari krim, sangat
baik dipakai untuk area berambut dan lebih disukai secara kosmetika, gel segera
mencair jika berkontak dengan kulit dan membentuk satu lapisan dan absorpsinya
pada kulit lebih baik daripada krim (Sharma 2008).

2.3 Subjek Disiplin


2.3.1 Inflamasi
Inflamasi adalah suatu respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh
kerusakan pada jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang
merusak, atau zat mikrobiologik. Inflamasi berfungsi untuk menghancurkan,
mengurangi, atau melokalisasi (sekuster) baik agen yang merusak maupun
jaringan yang rusak (Agustina et al. 2015).
2.3.2 Mekanisme terjadinya inflamasi
Proses inflamasi dimediatori oleh histamin, prostaglandin, eicosanoid,
leukotrien, sitokin, nitritoksida, dan lain-lain. Proses terjadinya inflamasi dimulai
dengan kerusakan jaringan akibat stimulus yang menyebabkan pecahnya sel mast
7

diikuti dengan pelepasan mediator inflamasi, dilanjutkan dengan terjadinya


vasodilatasi yang kemudian menyebabkan migrasi sel leukosit.

Gambar 2.2 Proses terjadinya inflamasi (Kumar et al. 2014)

Peradangan adalah respon perlindungan tubuh terhadap cedera pada


jaringan. Cedera menyebabkan pelepasan tiga bahan kimia yang merangsang
respon pembuluh darah yang memaksa cairan dan sel darah putih mengalir ke
lokasi cedera. Ujung saraf yang distimulasi sinyal memberi sinyal pada otak
bahwa ada cedera.
Zat kimia tersebut adalah:
1. Histamin.
Merupakan zat kimia yang berfungsi untuk membawa lebih banyak darah
dan cairan getah bening ke area cedera (Kamienski 2006).
2. Kinin
Merupakan protein plasma darah yang mempengaruhi kontraksi otot
polos, meningkatkan aliran darah ke seluruh tubuh, dan merangsang
reseptor rasa sakit (Kamienski 2006).
3. Prostaglandin
Prostaglandin merupakan zat kimia yang bekerja sebagai pembawa pesan
kimia. Prostaglandin tidak berpindah tempat tetapi bekerja dengan baik
dalam sel dimana mereka disintesis. Prostaglandin disintesis dalam setiap
sel di dalam tubuh, zat kimia ini mengaktifkan respon inflamasi dan
menghasilkan rasa sakit dan demam. Prostaglandin diproduksi sebagai
respon terhadap sel darah putih yang mengalir ke daerah jaringan yang
terluka (Kamienski 2006).
8

2.3.3 Tanda inflamasi


Ciri khas inflamasi adalah kemerahan (rubor), panas (kalor),
pembengkakan (edema), nyeri (dolor), dan gangguan fungsi jaringan (fungsio
laesa) (Price et al. 2000).
1. Rubor (kemerahan) terjadi pada tahap pertama dari proses inflamasi yang
terjadi karena darah terkumpul di daerah jaringan yang cedera akibat dari
pelepasan mediator kimia tubuh (kinin, prostaglandin, histamin). Ketika
reaksi radang timbul maka pembuluh darah melebar (vasodilatasi
pembuluh darah) sehingga lebih banyak darah yang mengalir ke dalam
jaringan yang cedera.
2. Tumor (pembengkakan) merupakan tahap kedua dari inflamasi yang
ditandai adanya aliran plasma ke daerah jaringan yang cedera.
3. Kalor (panas) berjalan sejajar dengan kemerahan karena disebabkan oleh
bertambahnya pengumpulan darah (banyaknya darah yang disalurkan),
atau mungkin karena pirogen yang menggangu pusat pengaturan panas
pada hipotalamus.
4. Dolor (nyeri) disebabkan banyak cara, perubahan lokal ion-ion tertentu
dapat merangsang ujung saraf, timbulnya keadaan hiperalgesia akibat
pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif
lainnya dapat merangsang saraf, pembengkakan jaringan yang meradang
mengakibatkan peningkatan tekanan lokal juga dapat merangsang saraf.
5. Functio laesa, kenyataan adanya perubahan, gangguan, kegagalan fungsi
telah diketahui, pada daerah yang bengkak dan sakit disertai adanya
sirkulasi yang abnormal akibat penumpukan dan aliran darah yang
meningkat juga menghasilkan lingkungan local yang abnormal sehingga
tentu saja jaringan yang terinflamasi tersebut tidak berfungsi secara
normal.
9

2.3.4 Jenis-jenis inflamasi


1. Inflamasi Akut
Inflamasi akut terjadi dalam waktu singkat yang ditujukan untuk
menghilangkan agen penyebab inflamasi dan membatasi jumlah jaringan
yang rusak. (Kumar et al. 2009).
2. Inflamasi Kronik
Inflamasi kronik berlangsung lama dan dapat merupakan
perkembangan dari inflamasi akut (Kumar et al. 2009).

2.3.5 Antiinflamasi
Antiinflamasi adalah sebutan untuk agen/obat yang bekerja melawan atau
menekan proses peradangan (Dorlan 2002). Terdapat tiga mekanisme yang
digunakan untuk menekan peradangan yaitu pertama penghambatan enzim
siklooksigenase. Siklooksigenase mengkatalisa sintesis pembawa pesan kima
yang poten disebut prostaglandin, yang mengatur peradangan, suhu tubuh,
analgesik, agregasi trombosit dan sejumlah proses lain. Mekanisme kedua untuk
mengurangi keradangan melibatkan penghambatan fungsi-fungsi imun. Dalam
proses peradangan, peran prostaglandin adalah untuk memanggil system imun.
Infiltrasi jaringan lokal oleh sel imun dan pelepasan mediator kimia oleh sel-sel
seperti itu menyebabkan gejala peradangan (panas, kemerahan, nyeri). Mekanisme
ketiga untuk mengobati peradangan adalah mengantagonis efek kimia yang
dilepaskan oleh sel-sel imun. Histamin, yang dilepaskan oleh sel mast dan
basophil sebagai respon terhadap antigen, menyebabkan peradangan dan kontriksi
bronkus dengan mengikat respon histamine pada sel-sel bronkus (Olson 2003).
Inflamasi dapat diatasi dengan menggunakan antiinflamasi. Obat
antiinflamasi yang biasa digunakan dibagi menjadi dua, yaitu antiinflamasi steroid
dan antiinflamasi nonsteroid (Widiyantoro et al. 2012). Namun kedua golongan
obat tersebut memiliki banyak efek samping.
10

1. Efek samping penggunaan kortikosteroid topikal jangka panjang dapat


berupa telangiektasis, hipertrikosis, erupsi akneiformis, kulit kering,
eritema mirip rosasea, dermatitis perioral, hiperpigmentasi,
hipopigmentasi, fotosensitivitas, atrofi, striae, dan dermatitis kontak
alergi (Hengge 2006). Penggunaan kortikosteroid sebagai antiinflamasi
merupakan terapi paliatif, yaitu hanya gejalanya saja yang dihambat
sedangkan penyebab penyakit tetap ada (Wilmana 2007).
2. NSAIDs bersifat lipofilik dan asam, sehingga dapat menyebabkan
kerusakan secara topikal (Amrulloh 2016).

2.3.6 Pengujian efek iinflamasi


Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menguji model inflamasi akut
diantaranya.
a. Induksi Karagenan
Induksi udem dilakukan pada kaki hewan uji, dalam hal ini mencit
disuntikkan suspensi karagenan secara subplantar. Obat uji diberikan secara
topikal. Volume edema kaki diukur sengan alat plethysmometer. Aktivitas
inflamasi obat uji ditunjukkan oleh kemampuan obat uji mengurangi udem
yang diinduksi karagenan pada telapak kaki.
b. Induksi Asam Asetat
Metode ini bertujuan untuk mengevaluasi inhibisi terhadap peningkatan
permeabilitas vaskuler yang diinduksi oleh asam asetat secara intraperitoneal.
Sejumlah pewarna (evan’s Blue 10%) disuntikkan secara intravena. Aktivitas
inhibisi obat uji terhadap peningkatan permeabilitas vaskuler ditunjukkan oleh
kemampuan obat uji dalam mengurangi kosentrasi pewarna yang menempel
dalam ruang abdomen, yang disuntikkan sesaat setelah induksi asam asetat.
c. Induksi Histamine
Metode yang digunakan hampir sama dengan metode induksi karagenan,
namun penginduksi yang digunakan adalah 0,1 ml larutan hostamine 1%.
d. Induksi Asam Arakidonat
11

Metode yang digunakan hampir sama dengan metode induksi xylene,


hanya saja penginduksi yang digunakan adalah asam arakidonat yang
diberikan secara topikal pada kedua permukaan daun telinga kanan hewan uji.

e. Induksi Xylene pada udem daun telinga


Hewan uji diinduksi xylene dengan mikropipet pada kedua permukaan
daun telinga kanannya. Telinga kiri digunakan sebagai kontrol. Terdapat dua
parameter yang diukur dalam metode ini, yaitu ketebalan dan bobot dari daun
telinga mencit. Ketebalan daun telinga mencit yang telah diinduksi diukur
dengan menggunakan jangka sorong digital, lalu dibandingan dengan telinga
kiri. Jika penggunaan parameter bobot daun telinga, maka daun telinga mencit
dipotong dan ditimbang. Kemudian beratnya dibandingkan dengan telinga
kirinya (Fitriyani et al. 2011).

2.4 Subjek Eksperimen


2.4.1 Klasifikasi mencit putih jantan (Mus musculus L.)

Gambar 2.3 Mencit Putih Jantan (Akbar 2010)

Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Class : Mammalia
Ordo : Rodentia
12

Family : Muridae
Genus : Mus
Species : Mus musculus L.
(Akbar 2010)
2.4.2 Deskripsi mencit putih jantan (Mus musculus L.)
Mencit (Mus musculus L.) termasuk mamalia pengerat (rodensia) yang
cepat berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, variasi
genetiknya cukup besar serta sifat anatomisnya dan fisiologisnya terkarakteristik
dengan baik. Mencit yang sering digunakan dalam penelitian di laboratorium
merupakan hasil perkawinan tikus putih “inbreed” maupun “outbreed”. Dari hasil
perkawinan sampai generasi 20 akan dihasilkan strain- strain murni dari mencit.
(Akbar 2010).

Mencit (Mus musculus L.) memiliki ciri-ciri berupa bentuk tubuh kecil,
berwarna putih, memiliki siklus estrus teratur yaitu 4-5 hari. Kondisi ruang untuk
pemeliharaan mencit (Mus musculus L.) harus senantiasa bersih, kering dan jauh
dari kebisingan. Suhu ruang pemeliharaan juga harus dijaga kisarannya antara 18-
19ºC serta kelembaban udara antara 30-70%. Mencit sering digunakan dalam
penelitian dengan pertimbangan hewan tersebut memiliki beberapa keuntungan
yaitu daur estrusnya teratur dan dapat dideteksi, periode kebuntingannya relatif
singkat, dan mempunyai anak yang banyak serta terdapat keselarasan
pertumbuhan dengan kondisi manusia (Akbar 2010).

2.4.3 Penanganan Hewan Coba


Pada penggunaan hewan coba khususnya mencit, ada berbagai hal yang
harus diperhatikan para peneliti.
Berikut tahapan memegang mencit yang benar:
1. Peneliti memegang ekor mencit pada bagian ujung dengan
mengunakan tangan kanan dan diletakkan pada tempat datar yang tidak
licin seperti ram kawat pada penutup kandang. Hal ini ditujukan untuk
memberikan kesempatan mencit mencengkeram kawat ketika di tarik.
13

2. Telunjuk dan ibu jari tangan kiri menjepit tengkuk mencit, ekornya
tetap dipegang dengan tangan kanan.
3. Permukaan perut dihadapkan kedepan dengan membalikkan posisi
tubuh mencit, ekor dijepitkan antara jari manis dan kelingking tangan
kiri (Insitute of Laboratory Animal Resources Commission on Life
Sciences (2010).

2.5 Metode
2.5.1 Metode penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
metode Paw Udema atau pembentukan edema buatan dengan menggunakan
larutan karagenan 1% sebagai indikator udema. Dalam pengambilan sampel
menggunakan metode randomized control groups pre test and post test atau
pengambilan kelompok sampel secara acak. Penelitian ini menggunakan 4
kelompok perlakuan pada mencit yang masing masing kelompok terdapat 6 ekor
mencit. Pengambilan data yang digunakan yaitu dengan metode eksperimental
dan menggunakan metode pre test dan post test. Data pretest adalah data volume
kaki mencit yang diukur pada jam ke-0 sebelum diberi perlakuan, sedangkan data
posttest adalah data volume kaki mencit setelah diinduksi karagenan dan
diberikan masing-masing perlakuan pada setiap kelompok dari jam ke-1 sampai
jam ke-6. Pengukuran udema mencit menggunakan alat plethysmometer. Setelah
pelepasan mediator inflamasi, terjadi edema yang mampu bertahan selama 6 jam
dan berangsur-angsur berkurang dalam waktu 24 jam setelah injeksi (Hidayati
2008).
2.5.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia
yang diekstraksi mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang
tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain. Senyawa aktif
yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan
minyak atsiri, alkaloid, flafonoid, dan lain-lain (Depkes RI 2000).
14

Metode Ekstraksi
1. Cara dingin:
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan
prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan (Depkes RI
2000).
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada
temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan,
tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/
penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat)
yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Depkes RI 2000).
2. Cara panas:
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatifkonstan
dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses
pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses
ekstraksi sempurna (Depkes RI, 2000).
b. Soxhletasi
Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya
pendinginan balik (Depkes RI 2000).
15

c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara
umum dilakukan pada temperatur 40-50oC (Depkes RI 2000).
d. Infundasi
Infundasi adalahekstraksi menggunakan pelarut air pada temperature
penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih,
temperatur terukur 96-980C) selama waktu 15-20 menit (Depkes RI 2000).
e. Dekoktasi
Dekoktasi adalah infundasi pada waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan
temperatur sampai titik didih air (Depkes RI 2000)

2.6 Analisis Statistik


Analisis of variance atau ANOVA merupakan salahsatu uji parametrik
yang berfungsi untuk membedakannilai rata-rata lebih dari dua kelompok data
dengancara membandingkan variansinya (Ghozali, 2009). Prinsipuji Anova adalah
melakukan analisis variabilitas datamenjadi dua sumber variasi yaitu variasi di
dalamkelompok (within) dan variasi antar kelompok (between). Bila variasi
within dan between sama (nilaiperbandingan kedua varian mendekati angka
satu),berarti nilai mean yang dibandingkan tidak adaperbedaan. Sebaliknya bila
variasi antar kelompok lebih besar dari variasi didalam kelompok, nilai mean
yang dibandingkan menunjukkan adanya perbedaan.
Uji Anova dapat dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan jumlah variabel yang
diamati, yaitu One Way Anova dan Two Way Anova. One Way Anova digunakan
bila ada satu variabel yang ingin diamati, sedangkan Two Way Anova digunakan
apabila terdapat dua variabel yang ingin diamati. Uji Anova dapat digunakan
untuk menyelidiki apakah ada pengaruh faktor terhadap respon penelitian. Uji-uji
yang dapat digunakan antara lain uji masing-masing faktor dan uji interaksi antar
factor. (Ghozali 2009)
2.7 Hipotesis
16

Diduga gel ekstrak etanol biji jenitri (Elaeocarpus serratus L.) yang
diberikan pada mencit putih jantan (Mus musculus L.) yang diinduksi karagenan
mempunyai aktivitas sebagai antiinflamasi.

2.8 Kerangka Konseptual

Inflamasi adalah suatu


respon protektif setempat Obat antiinflamasi ada
Dicari alternatif dua golongan yaitu
yang ditimbulkan oleh
lain sebagai antiinflamasi steroid
kerusakan pada jaringan
antiinflamasi yang dan non steroid namun
yang disebabkan oleh
berasal dari bahan kedua golongan obat
trauma fisik, zat kimia
alam, terutama tersebut memiliki
yang merusak, atau zat
pada tanaman. banyak efek samping
mikrobiologik

Tanaman yang digunakan yaitu biji jenitri (Elaeocarpus


serratus L.) yang diesktraksi kemudian diformulasikan
menjadi gel antiinflamasi.

Dilakukan pengujian aktivitas antiinflamasi gel ekstrak etanol biji


jenitri pada mencit putih jantan yang diinduksi karagenan dengan
konsentrasi ekstrak 14 mg dan 28 mg.

Apakah gel ekstrak etanol biji jenitri (Elaeocarpus serratus L.) memiliki
aktivitas antiinflamasi pada mencit putih jantan (Mus musculus L.) yang
diinduksi karagenan ?

Berapa dosis optimal gel ekstrak etanol biji jenitri (Elaeocarpus


serratus L.) dalam menghambat inflamasi?

Diduga gel ekstrak biji jenitri (Elaeocarpus serratus L.) yang


diberikan pada mencit putih jantan (Mus musculus L.) yang
diinduksi karagenan mempunyai aktivitas sebagai antiinflamasi.

Gambar 2.4 Kerangka Konseptual


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Bahan
3.1.1 Gel ekstrak etanol biji jenitri
Gel ekstrak etanol biji jenitri adalah gel yang dibuat dari esktrak etanol biji
jenitri (Elaeocarpus serratus L.) dimana biji jenitri kering dihaluskan kemudian
diekstraksi dan diformulasikan menjadi gel ekstrak etanol biji jenitri dengan
perbedaan konsentrasi ekstrak yaitu 14 mg dan 28 mg. Bahan-bahan yang
digunakan dalam formulasi gel ekstrak etanol biji jenitri adalah karbomer,
Trietanolamin (TEA), Propilenglikol (PPG), Metil Paraben, Propil paraben, dan
aquadest.
3.1.2 Natrium diclofenak gel
Natrium diklofenak merupakan obat golongan antiinflamasi nonsteroid
(OAINS) dengan efek analgesik, antiinflamasi, dan antipiretik yang digunakan
secara luas pada nyeri akut, subakut, dan kronis (Sinatra et al. 2011). Obat ini
umum digunakan untuk kondisi yang berkaitan dengan nyeri kronis pada
muskuloskeletal, seperti artritis reumatoid, osteoartritis, spondilitis ankilosa,
spondiloartritis, dan artritis gout (Sinatra et al. 2011).
3.1.3 Karagenan
Karaginan merupakan senyawa iritan yang banyak digunakan dalam
metode udem telapak kaki mencit dan udem yang dihasilkan lebih responsif
terhadap obat antiinflamasi (Goodman. 2008). Udem yang disebabkan induksi
karagenan dapat bertahan selama 6 jam, dan berangsur-angsur berkurang dalam
waktu 24 jam. (Corsini et al. 2005).
3.2 Alat dan Instrumen
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan peralatan yang ada di
Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Mahasaraswati Denpasar yaitu alat-
alat kaca,sudip, timbangan analitik, sendok tanduk, kertas perkamen aluminium

17
18

foil, kertas saring, botol semprot, pH meter, pinset, ember, waterbath, mortir,
stamper, oven, beaker glass, batang pengaduk, blender, lumping, tempat makanan
dan minuman mencit, kandang mencit, sarung tangan, spuit dan alat
plethysmometer.

3.3 Desain Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan rancangan
penelitian randomized control groups pre test and post test design dengan
menggunakan 4 kelompok uji. Penelitian ini dilakukan selama 6 jam.

P1
01 05
R R P2
02 06
P S P3
03 07
P4
04 08

Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian


Keterangan:
P : Populasi
S : Sampel
R : Randomisasi
P1 : Kontrol negatif (kelompok diberikan gel tanpa zat aktif)
P2 : Kontrol positif (kelompok diberikan natrium diklofenak gel)
P3 : Perlakuan (kelompok diberikan gel ekstrak etanol biji jenitri dengan
konsentrasi zat aktif 14 mg)
P4 : Perlakuan (kelompok diberikan gel ekstrak etanol biji jenitri dengan
konsentrasi zat aktif 28 mg)
01-04 : Pengamatan pre test edema kaki hewan coba
05-08 : Pengamatan post test edema kaki hewan coba

18
19

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel


3.4.1 Variabel Penelitian
1. Variabel independen (bebas)
Variabel Independen (bebas) disebut juga variabel stimulus, prediktor,
anticeden. Menjadi sebab perubahan atau timbulnya varibel dependen. Dalam
penelitian ini variabel independen (bebas) adalah konsentrasi ekstrak etanol biji
jenitri dalam sediaan gel antiinflamasi yaitu 14 mg dan 28 mg.
2. Variabel dependen (terikat)
Variabel Dependen (terikat) disebut juga variable output, kriteria dan
konsekuen. Variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya
variable bebas. Dalam penelitian ini Variabel Dependen (terikat) adalah aktivitas
antiinflamasi.
3. Variabel moderator
Variabel moderator adalah variabel yang mempengaruhi (memperlemah/
memperkuat) hubungan antara variabel independen dengan dependen (variabel
dependen kedua). Dalam penelitian ini variabel moderator adalah umur mencit,
berat badan, jenis kelamin, kondisi lingkungan, kondisi lab, kondisi peneliti.

3.4.2 Definisi Operasioanal (DO) Variabel


Gel ekstrak etanol biji jenitri adalah gel yang dibuat dari esktrak etanol biji
jenitri (Elaeocarpus serratus L.). Biji jenitri yang didapat dari Desa Bubunan,
Kecamatan Seririt, Singaraja, Bali yang kemudian diekstraksi dengan metode
maserasi dan menggunakan pelarut etanol 70%. Ekstrak etanol biji jenitri yang
didapat kemudian diformulasikan menjadi gel ekstrak etanol biji jenitri dengan
perbedaan konsentrasi yaitu 14 mg dan 28 mg/20mgBB mencit yang selanjutnya
diuji aktifitas antiinflamasinya kepada mencit putih jantan (Mus musculus L.)
yang sebelumnya telah diinduksi karagenan 1% kemudian diukur dengan
menggunakan alat plethysmometer.
20

3.5 Populasi dan Sampel


3.5.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah hewan coba yaitu mencit putih jantan
(Mus musculus L.) yang diambil secara acak.

3.5.2 Sampel
Sampel yanag digunakan adalah mencit yang memiliki kriteria sebagai
berikut:
1. Kriteria inklusi
a. Mencit jantan
b. Umur tiga bulan
c. Sehat, ditandai dengan gerakannya yang aktif, bulu bersih, mata jernih
2. Kriteria eksklusi
a. Mencit mati
b. Mencit sakit, ditandai dengan gerakannya yang tidak aktif, bulu kusam,
mata tidak jernih
3. Kriteria drop out
Yang merupakan kriteria drop out dalam penelitian ini adalah mencit yang
mati saat dilakukannya pengujian.

3.5.3 Perhitungan Sampel


Perhitungan sampel yang akan digunakan pada penelitian ini dihitung
dengan menggunakan rumus Federer.
Rumus Federer
Persamaan 3.1 ( n – 1 )( t – 1 ) ≥ 15
Keterangan:
n = Jumlah sampel pada tiap kelompok perlakuan
t = Jumlah kelompok perlakuan
21

Berdasarkan rumus tersebut, jumlah sampel yang akan digunakan:


Diketahui: t = 4
Maka, ( n – 1 )( t – 1 ) ≥ 15
( n – 1 )( 4 – 1 ) ≥ 15
( n – 1 )( 3 ) ≥ 15
3n – 3 ≥ 15
3n ≥ 18
n≥6

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, besar sampel yang digunakan pada


penelitian sebanyak 6 ekor mencit untuk setiap kelompok perlakuan. Untuk
menghindari drop out maka sampel dilebihkan 1 ekor pada setiap kelompok
sehingga jumlah sampel menjadi 7 ekor untuk tiap kelompok perlakuan. Jadi
jumlah sampel seluruhnya adalah 28 ekor.

3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.6.1 Lokasi penelitian
Determinasi tanaman dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya ‘Eka Karya’ Bedugul, Tabanan,
Bali. Pembuatan gel dan pengujian aktivitas antiinflamasi gel ekstrak biji jenitri
pada mencit putih jantan yang diinduksi karagenan dilakukan di Laboratorium
Teknologi dan Farmasetika dan Laboratorium Farmakologi dan Bahan Alam
Fakultas Farmasi Universitas Mahasaraswati Denpasar.
22

3.6.2 Waktu penelitian


Penelitian gel ekstrak etanol biji jenitri sebagai antiinflamasi dilakukan pada
bulan:
Tabel 3.1 Waktu Penelitian
Bulan
No Jenis Kegiatan 01/ 02/ 03/ 04/ 05/ 06/ 07/
20 20 20 20 20 20 20
1 Studi Pustaka
2 Determinasi Tanaman
3 Pengumpulan biji jenitri
4 Ekstraksi biji jenitri
5 Pembuatan sediaan gel antiinflamasi
6 Pengujian gel ekstrak etanol biji jenitri
sebagai antiinflamasi terhadap mencit
7 Analisis data, pembahasan, kesimpulan,
dan saran
8 Penulisan laporan

3.7 Prosedur Kerja


3.7.1 Pemilihan dan penyiapan sampel
Biji jenitri (Elaeocarpus serratus L.) kering yang akan digunakan
dikumpulkan, dicuci dan disortasi kemudian dihaluskan dengan penumbukan dan
blender sehingga diperoleh serbuk biji jenitri. Selanjutnya, ditimbang dengan
seksama pada timbangan analitik.
3.7.2 Ekstraksi biji jenitri
Proes ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi, menggunakan pelarut
etanol 70%. Serbuk simplisia sebanyak 500 gram direndam dengan menggunakan
pelarut etanol 70% dengan perbandingan plarut 1: 10 sebanyak 5 liter didalam
toples kaca kemudian didiamkan selama 3 hari (diaduk setiap hari selama 10
menit). Setelah 3 hari ekstrak disaring dengan kertas saring secara manual dan
filtrate hasil maserasi kemudian diuapkan diatas water bath dengan suhu 50°C
hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental yang diperoleh kemudian
disimpan pada wadah tertutup rapat dan terlindung dari cahaya matahari.
23

3.7.3 Pembuatan gel ekstrak etanol biji jenitri


Formulasi gel ekstrak etanol biji jenitri
Tabel 3.2 Formulasi gel ekstrak etanol biji jenitri (Oryza et al. 2014).
Bahan Formula I (%) Formula II (%) Fungsi
Ekstrak biji jenitri 0,14 0,28 Bahan aktif
Karbomer 2 2 Geling agent
TEA 3 3 Alkalizing agent
Kosolven, humektan,
PPG 15 15
peningkatan penetrasi
Metal paraben 0,2 0,2 Pengawet
Propil paraben 0,02 0,02 Pengawet
Aquadest Ad 100 Ad 100 Pelarut

Pembuatan sediaan gel dimulai dari penimbangan bahan, sejumlah


karbomer dibuat dengan mendispersikan karbomer dengan air suling yang telah
dipanaskan hingga suhu 70oC, dibiarkan mengembang dan digerus sampai
homogen, kemudian ditambahkan trietanolamin, digerus sampai homogen sampai
terbentuk masa gel yang jernih, setelah itu ditambahkan sejumlah ekstrak, metil
paraben dan propil paraben yang telah dilarutkan dengan propilenglikol, digerus
homogen dan ditambahkan sisa aquadest. Sebagai pembanding digunakan blanko
(tanpa ekstrak biji jenitri) (Oryza et al. 2014).

3.7.4 Penyiapan larutan karagenan


1. Pembuatan larutan karagenan 1%
a. Dosis karagenan = 1 % b/v = 1 g/100 ml
b. Setiap mencit diinjeksi larutan karagenan sebanyak 0,1 ml
c. Sehingga larutan karagenan dibuat sebanyak 1 g/100 ml = 100
mg/10ml dengan cara 100 mg serbuk karagenan dilarutkan dalam
10 ml aquadest. Dimana dalam pemberian 0,1 ml mengandung
karagenan sebanyak 1%.
24

3.7.5 Penyiapan Hewan Coba


Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah mencit putih jantan
(Mus musculus L.) sebanyak 24 ekor. Seluruh mencit diambil secara acak dan
dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan dimana setiap kelompok masing-masing
terdiri dari 6 ekor mencit putih jantan yang berumur 3 bulan dengan berat badan
20-30 gram. Mencit diadaptasi selama 7 hari dan masing-masing kelompok
mencit ditandai pada bagian ekor dan bagian kaki kanan mencit dengan
menggunakan spidol permanen agar memudahkan perlakuan. Sebelum pengujian,
mencit dipuasakan selama 18 jam dengan tetap diberi air minum. Diukur telapak
kaki mencit untuk pengambilan data pretest menggunakan alat plethysmometer.
Kemudian diinjeksi karagenan 1% sebanyak 0,1 ml disuntikkan secara
intraplantar pada kaki mencit. Didiamkan mencit selama 1 jam lalu diukur volume
kaki mencit untuk pengambilan data posttest dengan menggunakan alat
plethysmometer. Hewan yang sehat, ditandai dengan memperlihatkan gerakan
yang lincah.

3.7.6 Pengujian Antiinflamasi


1. Kelompok I sebagai kontrol negatif diberikan gel yang tidak
mengandung ekstrak biji jenitri
2. Kelompok II sebagai kontrol positif diberikan natrium diklofenak gel
3. Kelompok III dan IV sebagai kelompok perlakuan diberikan gel
ekstrak etanol biji jenitri dengan konsentrasi ekstrak 14 mg/ dan 28
mg. Perlakukan tersebut dilakukan secara topikal.
4. Diukur volume kaki mencit setiap 1 jam dengan menggunakan alat
plethysmometer untuk mendapatkan data posttest jam ke-2 hingga jam
ke-6. Analisis dilakukan terhadap hasil perubahan volume kaki mencit
dimulai jam ke-1 hingga jam ke-6 selama 6 jam setelah penyuntikan
karaginan dan pemberian gel ekstrak etanol biji jenitri. Setelah
pelepasan mediator inflamasi, terjadi edema yang mampu bertahan
selama 6 jam dan berangsur-angsur berkurang dalam waktu 24 jam
setelah injeksi (Hidayati. 2008).
25

3.7.7 Skema pengujian antiinflamasi

24 ekor mencit putih dipuasakan selama 18 jam

Kaki mencit ditandai dan diukur volume kaki mencit dengan menggunakan pletysmometer (pretest)

Telapak kaki mencit diinduksi karagenan 0,1 ml 1%

Setelah satu jam volume kaki mencit diukur kembali

bagai kontrol negatif diberikan


Kelompok
Kelompok gelsebagai
III sebagai
II yang tidak
kelompok mengandung
Kelompok
perlakuan
kontrol IV sebagai
positif ekstrak
diberikanbiji
gel jenitri
natrium
kelompok
diberikan diklofenak
ekstrak
perlakuan
etanol geljenitri
diberikan
biji gel dengan
ekstrak konsentrasi
etanol biji jenitri
ekstrakdengan
14 mg/20gB
konsen

Pengukuran volume udem dilakukan setiap 1 jam sampai jam ke-6 setelah perlakuan.

Analisis Data

Laporan penelitian

Gambar 3.2 Skema Pengujian Antiinflamasi


26

3.8 Analisis Hasil


Data yang diperoleh berupa volume kaki mencit, kemudian untuk
menghitung volume udem. Volume udem adalah selisih kaki mencit sebelum dan
sesudah diradang dengan rumus I.
Vt−Vo
x 100 % ……………………………………………….(3.1)
Vo
Keterangan:
Vu : Volume edema kaki mencit tiap waktu t
Vt : Volume edema kaki mencit setelah diradangkan dengan karagenan 1%
pada waktu (t)
Vo : Volume edema kaki mencit sebelum dikaragenan 1%

Setelah didapat data volume edema, kemudian dibuat kurva perbandingan


volume edema versus waktu. Kemudian dihitung AUC (Area Under the Curve)
yaitu luas daerah rata-rata di bawah kurva yang merupakan hubungan volume
udema rata-rata tiapm satuan waktu dengan rumus 2.
n Vtn−Vtn
AUC = (tn-tn-1) ………….……………………………..
n−1 2
(3.2)
Keterangan:
Vtn-1 : Rata-rata volume udem pada tn-1
Vtn : Rata-rata volume udem pada tn
Presentasi daya antiinflamasi (penghambatan volume udem) dihitung berdasarkan harga
AUC kontrol negative dan harga AUC perlakuan pada tiap individu menggunakan rumus
AUCk −AUCp
%DAI = x 100 % ………………………………………
AUCk
(3.3)
Keterangan:
%DAI : persen daya antiinflamasi
AUCk : rata-rata kurva volume udem terhadap waktu untuk kontrol
negatif
27

AUCp : rata-rata kurva volume udem terhadap waktu untuk kelompok


perlakuan tiap individu.

3.9 Pengolahan dan Analisis Data


Uji normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk karena jumlah sampel yang
akan digunakan sebanyak <50. Jika, (p) > 0,05 menunjukkan bahwa data yang
diuji mempunyai sebaran data yang normal. Untuk menguji kesamaan varians dari
kelompok atau sampel yang berbeda dilakukan uji Homogenitas menggunakan
Levene’s test of varians. Jika uji menghasilkan nilai p > 0,05, maka varians dari
data yang diuji adalah sama (homogen). Jika data yang diperoleh merupakan
distribusi normal dan homogen, maka akan dilakukajn uji t berpasangan. Dimana
pengujian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan bermakna antara pretest
dengan posttest pada setiap kelompok perlakuan. Untuk mengetahui apakah
terdapat perbedaan bermakna antar kelompok maka dilakukan uji one way Anova,
jika uji menghasilkan nilai p<0,05 diuji lebih lanjut dengan uji Least Significant
Difference (LSD) untuk mengetahui data yang memiliki perbedaan terhadap yang
lainnya.
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Identifikasi Tumbuhan


Identifikasi tumbuhan yang dilakukan di UPT. Balai Konversi Tumbuhan,
Kebun Raya Eka Karya, LIPI, Bedugul menyatakan bahwa tanaman yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman Jenitri (Elaeocarpus serratus L.)
Klasifikasi tanaman jenitri:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spematophyta
Divisi : Magoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Rosidae
Ordo : Oxalidales
Suku : Elaeocarpaceaae
Marga : Elaeocarpus
Jenis : Elaeocarpus serratus L.

4.2 Hasil Ekstraksi Biji Jenitri (Elaeocarpus serratus L.)


Sampel biji jenitri kering dengan berat 800 gram setelah diserbuk
diperoleh serbuk simplisia dengan berat 500 gram, kemudian serbuk simplisia
diekstraksi menggunakan pelarut etanol 70% sebanyak 5 liter sehingga diperoleh
ekstrak kental sebanyak 6,1 gram, sehingga mendapatkan hasil rendemen yaitu
1,22 %.

28
29

4.3 Hasil Pengukuran Volume Inflamasi pada Telapak Kaki Mencit


Penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas antiinflamasi gel ekstrak
etanol biji jenitri (Elaeocarpus serratus L.) pada mencit putih jantan (Mus
muscullus L.) yang diinduksi karagenan. Hewan coba yang digunakan dalam
penelitian ini adalah mencit putih jantan sebanyak 24 ekor yang kemudian dibagi
secara acak menjadi 4 kelompok perlakuan dimana setiap kelompok terdiri dari 6
ekor mencit. Pengukuran pretest dan posttest dilakukan dengan menggunakan alat
plethysmometer yang diperoleh hasil penelitian sebagai berikut:
1. Persentase Rata-rata Volume Edema pada Telapak Kaki Mencit
Tabel 4.1 Persentase Rata-rata Volume Edema pada Telapak Kaki Mencit
Kontrol Kontrol Positif Konsentrasi Konsentrasi
Negatif (%) (%) 14 mg (%) 28 mg (%)
Jam 0 0 0 0 0
Jam 1 138,43 92,83 91,75 75,88
Jam 2 153,73 64,15 74,96 48,98
Jam 3 165,75 51,75 52,98 48,98
Jam 4 172,98 35,26 42,78 41,35
Jam 5 177,75 28,33 37,63 34,50
Jam 6 180,13 20,00 34,86 34,50

200
180
160
140
120 Kontrol Negatif
100 Kontrol Positif
80 Konsentrasi 14 mg
Konsentrasi 28 mg
60
40
20
0
Jam 0 Jam 1 Jam 2 Jam 3 Jam 4 Jam 5 Jam 6

Gambar 4.1 Grafik Persentase Rata-Rata Volume Edema pada Telapak Kaki
Mencit
30

Keterangan
Kontrol negatif : Kelompok kontrol negatif yang diberikan gel tanpa zat
aktif
Kontrol positif : Kelompok kontrol positif yang diberikan Natrium
Diklofenak Gel
Konsentrasi 14 mg : Kelompok yang diberikan gel ekstrak etanol biji jenitri
konsentrasi ekstrak 14 mg
Konsentrasi 28 mg : Kelompok yang diberikan gel ekstrak etanol biji jenitri
konsentrasi ekstrak 28 mg

Berdasarkan Tabel 4.1 dan Gambar 4.1 menunjukkan adanya peningkatan


volume edema telapak kaki mencit pada kelompok perlakuan 1 (kontrol negatif)
sedangkan adanya penurunan volume edema telapak kaki mencit tertinggi ada
pada kelompok perlakuan 2 (kontrol positif) dan dilanjutkan dengan kelompok
perlakuan 4 (gel ekstrak etanol biji jenitri konsentrasi ekstrak 28 mg) dengan
persentase rata-rata volume telapak kaki mencit pada jam ke 6 sebesar 34,5 %.

2. Persentase Daya Antiinflamasi Berbagai Kelompok Perlakuan


Tabel 4.2 Persentase Daya Antiinflamasi
Hasil Persentase DAI (Daya Antiinflamasi) (%)
Kelompok 2 (Kontrol Positif) 68,58
Kelompok 3 (Konsentrasi Ekstrak 14 mg) 64,76
Kelompok 4 (Konsentrasi ekstrak 28 mg) 68,83

Chart Title
70
68
66
64
62
Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4

Gambar 4.2 Grafik Persentase Daya Antiinflamasi Berbagai Kelompok


Perlakuan
31

Berdasarkan Tabel 4.2 dan Gambar 4.2 menunjukkan bahwa persentase


daya antiinflamasi (% DAI) yang paling tinggi adalah pada kelompok 4 (gel
ekstrak etanol biji jenitri konsentrasi ekstrak 28 mg) dan sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan persentase daya antiinflamasi (% DAI) kelompok 2 (kontrol
positif) yaitu dengan selisih ±0,25 % namun masih dalam rentang angka yang
sama. Hal ini berarti bahwa aktivitas antiinflamasi kelompok kelompok 4 (gel
ekstrak etanol biji jenitri konsentrasi ekstrak 28 mg) sebanding dengan kelompok
2 (kontrol positif).

3. Hasil Data Area Under the Curve (AUC)


Tabel 4.3 Hasil Data Area Under the Curve (AUC)
Hasil Data AUC (%)
Kelompok 1 149,78
Kelompok 3 52,77
Kelompok 4 46,67
AUC (Area Under Curve) merupakan suatu nilai suatu nilai yang
menggambarkan besaran volume edema masing-masing kelompok tiap satuan
waktu. Semakin besar nilai AUC menunjukkan bahwa aktivitas antiinflamasi obat
dalam menurunkan volume edema semakin kecil. Sebaliknya, semakin kecil,nilai
AUC menunjukkan aktivitas antiinflamasi obat semakin besar (Sutrisna 2010).
Berdasarkan hasil tersebut maka aktivitas antiinflamasi terbesar pada kelompok 4.

4.4 Hasil Analisa Data


4.4.1 Uji normalitas
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas
Shapiro Wilk Keterangan
Kelompok df Sig
Kontrol Negatif Pretest 6 0,101 Normal
Posttest 6 0,167
Kontrol Positif Pretest 6 0,167 Normal
Posttest 6 0,415
Konsentrasi Ekstrak 14mg Pretest 6 0,201 Normal
Posttest 6 0,712
Konsentrasi Ekstrak 28 mg Pretest 6 0,091 Normal
Posttest 6 0,781
32

Uji distribusi data diperoleh dengan analisis Shapiro-Wilk karena sampel


kurang dari 50. Hasil uji normalitas pada tabel 4.4 menunjukan nilai p > 0,05. Hal
ini berarti bahwa data terdistribusi normal.

4.4.2 Uji homogenitas (varians) data

Tabel 4.5 Hasil Uji Homogenitas


Kelompok Sig
Kontrol Negatif 1,000
Kontrol Positif 0,496
Konsentrasi Ekstrak 14mg 1,000
Konsentrasi Ekstrak 28 mg 0,760

Uji statistik data yang berikutnya adalah Test of Homogenity of Variances.


Uji ini menggunakan Levene test pada keempat kelompok. Berdasarkan tabel 4.5
menunjukan nilai p > 0,05 yang artinya sebaran data volume edema pada telapak
kaki mencit adalah homogen. Karena data uji normalitas dan homogenitas yang
diperoleh merupakan distribusi normal dan homogen, maka akan dilakukan uji t
berpasangan.

4.4.3 Uji t berpasangan


Karena data uji normalitas dan homogenitas yang diperoleh merupakan
distribusi normal dan homogen, maka akan dilakukajn uji t berpasangan untuk
mengetahui perbedaan antara sebelum dan sesudah perlakuan pada setiap
kelompok.
Tabel 4.6 Hasil Uji T Berpasangan
IK 9,5 % Nilai P Keterangan
Min Max
Kontrol Negatif Pretest -.24626 -.21374 Berbeda
0,000
Posttest bermakna
Kontrol Positif Pretest -.08730 -.04603 Berbeda
0,000
Posttest bermakna
Konsentrasi 14 Pretest -.09934 -.05400 Berbeda
0,000
mg Posttest bermakna
Konsentrasi 28 Pretest -.09203 -.05130 Berbeda
0,000
mg Posttest bermakna
33

Hasil uji T berpasangan pada tabel 4.6 menunjukkan nilai Significancy


0,000 (p < 0,05 ) dengan IK tidak melewati nol, maka secara statistik terdapat
perbedaan Indeks Masa Tubuh (IMT) yang bermakna sebelum dan sesudah
perlakuan.

4.4.4 Uji one way ANOVA


Tabel 4.7 Hasil Uji One Way Anova
Kelompok n Sig.
Kontrol Negatif 6
Kontrol Positif 6 0,029
Konsentrasi 14 mg 6
Konsentrasi 28 mg 6

Hasil uji one way anova pada tabel 4.7 menunjukkan angka Sig 0,029
(p<0,05). Oleh karena p < 0,05 berarti terdapat perbedaan bermakna pada tiap
kelompok perlakuan.

4.4.5 Uji least significant difference (LSD)


Uji LSD dilakukan untuk mengetahui perbandingan hasil dari masing-
masing kelompok. Hasil Uji LSD (Least Significance Difference)
Tabel 4.8 Hasil Uji LSD (Least Significance Difference)
Kelompok Perlakuan Nilai p

Kontrol Positif (P2) 0,007


Ada perbedaan bermakna
Kontrol Negatif Konsentrasi 14 mg 0,027
(P1) (P3) Ada perbedaan bermakna
Konsentrasi 28 mg 0,017
(P4) Ada perbedaan bermakna
Konsentrasi 14 mg 0,609
Kontrol Positif (P3) Tidak ada perbedaan bermakna
(P2) Konsentrasi 28 mg 0,754
(P4) Tidak ada perbedaan bermakna
Konsentrasi 14 mg Konsentrasi 28 mg 0,842
(P3) (P4) Tidak ada perbedaan bermakna
34

Berdasarkan pengamatan hasil uji Least Significant Difference (LSD)


dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Berdasarkan hasil uji LSD dapat diketahui perbandingan antara kelompok


kontrol negatif (P1) dengan kelompok kontrol positif (P2) menunjukkan
nilai p = 0,007 yang artinya terdapat perbedaan bermakna antara P1 dan
P2.
b. Pada perbandingan hasil uji kelompok kontrol negatif (P1) dengan
formulasi gel ekstrak etanol biji jenitri konsentrasi ekstrak 14 mg (P3)
terlihat bahwa nilai p = 0,027 yang artinya terdapat perbedaan bermakna
antara P1 dan P3.
c. Pada perbandingan hasil uji kelompok kontrol negatif (P1) dengan
formulasi gel ekstrak etanol biji jenitri konsentrasi ekstrak 28 mg (P4)
terlihat bahwa nilai p = 0,017 yang artinya terdapat perbedaan bermakna
antara P1 dan P4.
d. Pada perbandingan hasil uji antara kelompok kontrol positif (P2) dengan
kelompok perlakuan formulasi gel ekstrak etanol biji jenitri konsentrasi
ekstrak 14 mg (P3) diperoleh nilai p = 0,609 yang artinya tidak terdapat
perbedaan bermakna antara P2 dan P3.
e. Pada perbandingan hasil uji antara kelompok kontrol positif (P2) dengan
kelompok perlakuan formulasi gel ekstrak etanol biji jenitri konsentrasi
ekstrak 28 mg (P4) diperoleh nilai p = 0,754 yang artinya tidak terdapat
perbedaan bermakna antara P2 dan P4.
f. Pada perbandingan hasil uji antara kelompok perlakuan formulasi gel
ekstrak etanol biji jenitri konsentrasi ekstrak 14 mg (P3) dengan kelompok
perlakuan formulasi gel ekstrak etanol biji jenitri konsentrasi ekstrak 28
mg (P4) diperoleh nilai p = 0,842 yang artinya tidak terdapat perbedaan
bermakna antara P3 dan P4.
BAB V
PEMBAHASAN

Penelitian ini dibuat untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi gel ekstrak


etanol biji jenitri (Elaeocarpus serratus L.) pada mencit putih jantan (Mus
musculus L.) yang diinduksi karagenan, serta untuk mengetahui dosis optimal gel
ekstrak etanol biji jenitri dalam menghambat inflamasi. Biji jenitri diambil dari
Seririt, Singaraja, Bali kemudian dilakukan determinasi tanaman di Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya ‘Eka
Karya’ Bedugul, Tabanan, Bali.
Pada penelitian ini menggunakan biji jenitri (Elaeocarpus serratus L). Biji
jenitri kering dengan berat 800 gram dilakukan sortasi kemudian dihaluskan
dengan penumbukan dan blender sehingga diperoleh serbuk simplisia.
Selanjutnya, serbuk simplisia ditimbang dengan seksama pada timbangan analitik
untuk kemudian dilakukan ekstraksi. Proses ekstraksi dilakukan dengan metode
maserasi. Penggunaan metode maserasi karena metode ini memiliki cara
pengerjaan yang mudah dan peralatan yang sederhana (Adrian 2000). Pelarut yang
digunakan adalah etanol 70% yang bertujuan untuk menarik flavonoid yang
terdapat pada biji jenitri dikarenakan flavonoid merupakan senyawa polar, maka
umumnya flavonoid cukup larut dalam pelarut polar seperti etanol, methanol,
buthanol (Trifani 2012).
Serbuk simplisia sebanyak 500 gram direndam dengan menggunakan
pelarut etanol 70% dengan perbandingan pelarut yaitu 1: 10 sebanyak 5 liter
didalam toples kaca coklat kemudian didiamkan selama 3 hari (diaduk setiap hari
selama 10 menit). Setelah 3 hari ekstrak disaring dengan menggunakan kertas
saring secara manual dan filtrate hasil maserasi kemudian diuapkan diatas water
bath dengan suhu 50°C hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental yang
diperoleh sebanyak 6,1 gram yang kemudian disimpan pada wadah tertutup rapat
dan terlindung dari cahaya matahari untuk selanjutnya diformulasikan menjadi
sediaan gel.

35
36

Pembuatan sediaan gel dimulai dari penimbangan bahan, sejumlah


karbomer dibuat dengan mendispersikan karbomer dengan air suling yang telah
dipanaskan hingga suhu 70oC, dibiarkan mengembang dan digerus sampai
homogen, kemudian ditambahkan trietanolamin, digerus sampai homogen sampai
terbentuk masa gel yang jernih, setelah itu ditambahkan sejumlah ekstrak, metil
paraben dan propil paraben yang telah dilarutkan dengan propilenglikol, digerus
homogen dan ditambahkan sisa aquadest (Oryza et al. 2014). Dalam pembuatan
sediaan gel dibuat 2 gel dengan konsentrasi ekstrak etanol biji jenitri yang berbeda
yaitu konsentrasi 14 mg/20mgBB dan 28 mg/20mgBB. Sebagai pembanding
digunakan blanko (tanpa ekstrak biji jenitri). Sediaan gel yang telah dibuat
memiliki mutu fisik yang stabil sehingga dapat dilakukan pengujian terhadap
hewan coba.
Pengujian ini menggunakan hewan coba yaitu mencit putih jantan (Mus
musculus L.) yang berumur 2-3 bulan dengan berat 20-40 gram. Pemilihan mencit
sebagai hewan coba dikarenakan karakter biologis dan tingkah laku mencit yang
mirip dengan manusia. Jenis kelamin jantan dipilih karena kondisi hormonal pada
mencit putih jantan lebih stabil dibandingkan dengan mencit betina karena mencit
betina akan mengalami perubahan hormonal seperti pada masa mencit ectrus.
Pada perhitungan sampel menggunakan rumus Federer hewan coba yang
digunakan berjumlah 6 ekor mencit untuk setiap kelompok, sehingga jumlah
sampel seluruhnya adalah 24 ekor mencit.
Mencit diambil secara acak dan dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan,
dimana masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor mencit. Mencit diadaptasi
selama 7 hari dan masing-masing kelompok mencit ditandai pada bagian ekor dan
bagian kaki kanan mencit dengan menggunakan spidol permanen agar
memudahkan perlakuan. Sebelum pengujian, mencit dipuasakan selama 18 jam
dengan tetap diberi air minum. Sebelum diberi perlakuan diukur telapak kaki
mencit untuk pengambilan data pretest menggunakan alat plethysmometer.
Kemudian diinjeksi karagenan 1% sebanyak 0,1 ml disuntikkan secara
intraplantar pada kaki mencit. Didiamkan mencit selama 1 jam lalu diukur volume
37

kaki mencit untuk pengambilan data posttest jam pertama dengan menggunakan
alat plethysmometer.
Pada pengujian antiinflamasi pembentukan udem mengunakan karagenan
1% dikarenakan karagenan tidak bersifat antigenik dan tidak menimbulkan efek
sistemik. Penggunaan karagenan memiliki beberapa keuntungan antara lain tidak
meninggalkan bekas, tidak menimbulkan kerusakan jaringan, dan memberikan
respon yang peka terhadap obat antiinflamasi. Udem yang dihasilkan oleh
karagenan dapat bertahan selama 6 jam dan berangsur-angsur berkurang dalam
waktu 24 jam.
Kelompok I sebagai kontrol negatif diberikan gel yang tidak mengandung
ekstrak biji jenitri, kelompok II sebagai kontrol positif diberikan natrium
diklofenak gel, kelompok III dan IV sebagai kelompok perlakuan diberikan gel
ekstrak etanol biji jenitri dengan konsentrasi ekstrak 14 mg/20mgBB dan 28
mg/20mgBB. Konsentrasi ekstrak tersebut diperoleh berdasarkan literatur yang
menyebutkan bahwa dosis pengujian antiinflamasi ekstrak biji jenitri pada tikus
yaitu 100 mg dan 200 mg. Karena pada pengujian kali ini menggunakan hewan
coba mencit, maka dosis tersebut dikonversi menjadi dosis mencit sehingga
mendapatkan dosis 14 mg/20mgBB dan 28 mg/20gBB mencit. Perlakukan
tersebut dilakukan secara topikal. Diukur volume kaki mencit setiap 1 jam dengan
menggunakan alat plethysmometer untuk mendapatkan data. Analisis dilakukan
terhadap hasil perubahan volume kaki mencit dimulai jam ke-1 hingga jam ke-6
selama 6 jam setelah penyuntikan karaginan dan pemberian gel ekstrak etanol biji
jenitri.
Data hasil pengukuran volume kaki mencit selama pengujian bahwa
terdapat peningkatan volume edema telapak kaki mencit pada kelompok
perlakuan 1 (kontrol negatif) sedangkan adanya penurunan volume edema telapak
kaki mencit tertinggi ada pada kelompok perlakuan 2 (kontrol positif) dan
dilanjutkan dengan kelompok perlakuan 4 (gel ekstrak etanol biji jenitri
konsentrasi ekstrak 28 mg/20mgBB) dengan persentase rata-rata volume telapak
kaki mencit pada jam ke 6 sebesar 34,5 % dan terakhir pada kelompok perlakuan
3 (gel ekstrak etanol biji jenitri konsentrasi ekstrak 14 mg/20mgBB) dengan
38

persentase rata-rata volume telapak kaki mencit pada jam ke 6 sebesar 34,86 %.
Sehingga pemberian gel ekstrak etanol biji jenitri dengan dosis 28 mg/20gBB
mencit merupakan dosis yang berpotensi tinggi untuk menghambat udem, hal ini
terlihat dari persentase penghambat terbesar. Suatu bahan dikatakan memiliki efek
antiinflamasi jika pada hewan coba yang diinduksi karagenan 1% mengalami
penurunan pembengkakan hingga 50% atau lebih.
Setelah mendapatkan data hasil persentase rata-rata kemudian dicari
persentase daya antiinflamasi. Daya Antiinflamasi (DAI) merupakan suatu usaha
dalam menghambat gejala peradangan. Persentase daya antiinflamasi merupakan
persentase kemampuan suatu senyawa memberikan aktivitas antiinflamasi. Hasil
persentase daya antiinflamasi (% DAI) menunjukkan bahwa persentase daya
antiinflamasi kelompok 4 (gel ekstrak etanol biji jenitri konsentrasi ekstrak 28
mg) yaitu 68,83 %, lebih tinggi dibandingkan dengan persentase daya
antiinflamasi kelompok kontrol positif yaitu 68,58 % dengan selisih ±0,25 %
namun masih dalam rentang angka yang sama. Hal ini berarti bahwa aktivitas
antiinflamasi kelompok 4 (gel ekstrak etanol biji jenitri konsentrasi ekstrak 28
mg) sebanding dengan kelompok kontrol positif. Berdasarkan hasil data AUC
(Area Under Curve) bahwa aktivitas antiinflamasi terbesar pada kelompok 4 yaitu
kelompok yang diberikan gel ekstrak etanol biji jenitri konsentrasi 28 mg. (Area
Under Curve) merupakan suatu nilai suatu nilai yang menggambarkan besaran
volume edema masing-masing kelompok tiap satuan waktu. Semakin besar nilai
AUC menunjukkan bahwa aktivitas antiinflamasi obat dalam menurunkan volume
edema semakin kecil. Sebaliknya, semakin kecil, nilai AUC menunjukkan
aktivitas antiinflamasi obat semakin besar (Sutrisna 2010).
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil uji aktivitas antiinflamasi gel
ekstrak etanol biji jenitri selanjutnya dilakukan analisis untuk melihat adanya
perbedaan rata-rata dari setiap kelompok melalui uji statistik. Terlebih dahulu,
dilakukan analisis dengan uji Test of Normality (uji normalitas) menggunakan
Shapiro-Wilk. Uji distribusi data diperoleh dengan analisis Shapiro-Wilk karena
sampel kurang dari 50. Hasil uji normalitas pada kelompok kontrol negatif,
kelompok kontrol positif, gel ekstrak etanol biji jenitri konsentrasi ekstrak 14 mg
39

dan 28 mg menunjukan hasil nilai p > 0,05. Hal ini berarti bahwa data terdistribusi
normal.
Uji statistik data yang berikutnya adalah Test of Homogenity of Variances.
Uji ini menggunakan Levene test pada keempat kelompok. Hasil uji homogenitas
menunjukan nilai p > 0,05 yang artinya sebaran data volume edema pada telapak
kaki mencit adalah homogen. Karena data uji normalitas dan homogenitas yang
diperoleh merupakan distribusi normal dan homogen, maka akan dilakukan uji t
berpasangan untuk mengetahui perbedaan antara sebelum dan sesudah perlakuan
pada setiap kelompok. Hasil uji T berpasangan menunjukkan nilai Significancy
0,000 (p < 0,05 ), maka secara statistik terdapat perbedaan Indeks Masa Tubuh
(IMT) yang bermakna sebelum dan sesudah perlakuan.
Selanjutnya dilakukan analisis statistic dengan uji One way ANOVA
untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan secara signifikan. Hasil uji one
way anova menunjukkan angka Sig 0,029 (p < 0,05 ) ini membuktikan bahwa
volume kaki mencit kelompok kontrl negatif, kelompok kontrol positif, dan
kelompok perlakuan gel ekstrak etanol biji jenitri konsentrasi 14 mg dan 28 mg
terdapat perbedaan volume kaki mencit.
Selanjutnya dilakukan uji LSD (Least Significant Difference). Uji LSD
dilakukan untuk mengetahui perbandingan hasil dari masing-masing kelompok
kontrol negatif, kontrol positif dan kelompok perlakuan gel ekstrak etanol biji
jenitri konsentrasi 14 mg/20mgBB mencit dan 28 mg/20mgBB mencit. Hasil yang
didapatkan adalah terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol negatif
terhadap kelompok kontrol positif dan kelompok perlakuan gel ekstrak etanol biji
jenitri konsentrasi 14 mg/20mgBB mencit dan 28 mg/20mgBB mencit, dan tidak
ada perbedaan bermakna antara kelompok kontrol positif dan kelompok perlakuan
gel ekstrak etanol biji jenitri konsentrasi 14 mg/20mgBB mencit dan 28
mg/20mgBB mencit. Hal tersebut berarti bahwa gel ekstrak etanol biji jenitri
konsentrasi 14 mg14 mg/20mgBB mencit dan 28 mg/20mgBB mencit memiliki
aktivitas antiinflamasi sebanding dengan kontrol positif.
Berdasarkan uraian hasil penelitian maka dapat dinyatakan bahwa gel
ekstrak etanol biji jenitri konsentrasi 14 mg/20gBB mencit dan 28 mg/20gBB
40

mencit dapat menurunkan volume edema pada kaki mencit. Penurunan volume
edema mencit disebabkan adanya senyawa flavonoid dimana senyawa flavonoid
secara khusus mampu menghentikan pembentukan dan pengeluaran zat-zat yang
menyebabkan peradangan akibat reaksi alergi. Pemberian flavonoid dapat
menurunkan jumlah leukosit dan mengurangi aktivasi komplemen sehingga
menurunkan adhesi leukosit ke endotel dan mengakibatkan penurunan respon
inflamasi tubuh (Nijveltd et al. 2001).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, gel ekstrak etanol biji jenitri
konsentrasi 14 mg/20mgBB mencit dan 28 mg/20mgBB mencit memiliki efek
sebagai antiinflamasi sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku obat
tradisional untuk antiinflamasi.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan
1. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa gel ekstrak etanol
biji jenitri (Elaeocarpus serratus L) dengan konsentrasi ekstrak 14
mg/20gBB mencit dan 28 mg/20gBB mencit memiliki aktivitas sebagai
antiinflamasi pada mencit putih jantan (Mus musculus L.) yang diinduksi
karagenan.
2. Gel ekstrak etanol biji jenitri (Elaeocarpus serratus L.) dengan konsentrasi
28 mg/20gBB mencit memiliki efek antiinflamasi optimal dilihat dari
persentase rata-rata volume edema pada telapak kaki mencit, berdasarkan
persentase daya antiinflamasi berbagai kelompok perlakuan dan
berdasarkan hasil data AUC (Are Under Curve).
6.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dosis dengan variasi yang
lebih banyak untuk melihat efektivitas dari aktivitas antiinflamasi gel ekstrak
etanol biji jenitri, uji toksisitas, serta metode induksi radang yang lain selain
menggunakan karagenan.

41
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Ri., D. T. Indrawati, dan M. A. Masruhin. Aktivitas Ekstrak Daun


Salam (Eugenia poyantha) Sebagai Antiinflamsi Pada Tikus Putih (Rattus
norvegicus). J. Trop. Pharm. Chem. 2015;3(2):120-123
Akbar Budhi. 2010. Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif Yang
Berpotensi Sebagai Bahan Antifertilitas. Adabia Press UIN Jakarta.
Amrulloh, F. M. & Utami, N. (2016). Hubungan Konsumsi OAINS terhadap
Gastritis. Jurnal Majority; 5; 18-21.
Hengge UR. Ruzicka T, Schwartz RA. Cork MJ. Adverse effects of topical
glucocorticosteroids. J Am Acad Dermatol. 2006;54;1-15.
Harjawinata, M.B., Hardhienata, S., & Qur’ania, A. (2015). Aplikasi Pencocokan
Jenis Tanaman Obat Berdasarkan Penyakit Berbasis WEB. Bogor:
UNPAK.
Anonim. (2014). Farmakope Indonesia. Edisi V. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
Atik Fitriyani, et al. Uji Antiinflamasi Ekstrak Metanol Daun Sirih merah (Piper
crocatum Ruiz & Pav) Pada Tikus Putih, 2011, Majalah Obat Tradisional,
Vol. 16, pp. 34-42.
Corsini, E;Paola R. D; Viviani, B; Genovese, T; Mazzon, E; Lucchi, L; Galli,
C.L; and Cuzzorcrea S. (2005). Increased carrageenan-Induced Acute Lung
Inflamation in Old Rats, Immunology,115(2):253-261.
Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obta. Dirjen
POM. Direktorat Pengawasan Obat Tradisional.
Dorlan, W.A.N. (2002). Kamus Kedokteran Dorlan Edisi 29. Jakarta: EGC. Hal
68.
Ghozali, Imam, 2009, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS,
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Goodman dan Gilman, 2008. Dasar Farmakologi dan Terapi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Hasanah A. N., Fikri N., Ellin F., dan Ade Z. Analisis Kandungan Minyak Atsiri
dan Uji Aktivitas Antiinflamsi Ekstrak Rimpang Kencur (Kaempferiae
Farmaka Suplemen Volume 14 Nomor 2 122 galanga L.). Jurnal
Matematika & Sains. 2011;16(3):147-152.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid 3. Kementerian Kehutanan.
Jakarta.
Hidayati, N.A., Shanti, L., dan Ahmad, D.S, 2008, Kandungan Kima dan Uji
Antiinflamasi Ekstrak Etanol Lantana camara L. Pada Tikus Putih (Rattus
norvegicus L.) Jantan, Bioteknologi, 5(1): 10-17.

42
43

Insitute of Laboratory Animal Resources Commission on Life Sciences. 2010.


Guide for the care and use of laboratory animals national academy of
science USA National Research Council.
Joshi & Jain. 2014. A Review on Ethnomedicinal and Traditional Uses of
Elaeocarpus ganitrus Roxb. (Rudraksha). International Journal of Pharma
and Bio Sciences, 5(1): 494 – 511.
Kamienski Marie, Jim Keogh. 2006. Pharmacology Demystified. MeGRAW-
HILL Companies. United States of America.
Katzung,B G. 2002 Farmakologi Dasar Klinik. Diterjemahkan oleh bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Jakarta: Salemba
Medik. (462)
Kumar, V. dan Robbins, 2009.“Buku Ajar Patologi I”, Edisi 7, Penerjemah: Staf
Pengajar Laboratorium Patologi Anatomi FK UNAIR, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Kumar, Vinay, Abdul K. Abbas, dan Nelson Fausto, 2014. Dasar Patologis
penyakit, Ed. 7, Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta. 49, 50.
Lelo A. dan Hidayat (2004). NSAID: Friend or Foe. Makasar: Journal of the
Indonesia Dental Association.
Nijveldt, M.J., Hearvey, R.A., dan Champe, P.C. 2001, Farmakologi Ulasan
Bergambar. Edisi ii. Alih Bahasa Agus, HA. Jakarta: Widya Medika. (401,
404, 406).
Novitasiah, H. R. (2013). Study Etnobotani Komparatif Tumbuhan Rempah yang
Bernilai Obat di Desa Tombi Kecamatan Ampibabo Kabupaten Parigi
Moutong Sulawesi Tengah. Skripsi pada FKIP UNTAD Palu: tidak
diterbitkan.
Nugroho dan Ignatius A.2010. Lokakarya Nasional Tanaman Obat Indonesia
Edisi 2. Asia Pacific Forest Genetic Resources Programme.
Olson, James. (2003). BelajarMudahFarmakologi. Jakarta: EGC. Hal 166-167
Oryza, dkk. 2014. Uji Aktifitas Antiinflamasi Gel Ekstrak Buah Kktus (Opuntia
elatior Mill.) Pada Tikus (Ratuus norvegicus L.) Yang Diinduksi Lamda
Karagenan. Tadulako: Online Jurnal of Natural Science, Vol.3(2):79-94.
Price S. A. and L. M. Wilson, 2000, Patofisiologi, konsep klinis proses-proses
penyakit, Edisi 6, Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta, h. 57-58
Ramesh, K., Threveen, C., and Hareesha, C. 2011. Taste Masking and Evaluation
Methods for Orodispersible Tablets. Int J Pharm Ind Res. Vol 1: 1-5 .
Riansyah Y., Lanny M., dan Ratu C. Uji Aktivitas Antiinflamasi Ektrak Etanol
Daun Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas (L.) Lamk.) Terhadap Tikus Wistar
Jantan. Prosiding PenelitianSPeSIA Unisba. 2015;3(2):630-636.
44

Rinayanti, A., Ema D., dan Melisha A. H. Uji Efek Antiinflamsi Fraksi Air Daun
Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Shecff.) Boerl.) Terhadap Tikus
Putih (Rattus norvegicus L.). Pharm Sci Res. 2014;1(2):78-85.
Saptarini N. M., Fitriani D., dan Bedjo P. Aktivitas Antiinflamasi Ektrak Kelopak
Bunga Hisbiscus sabdariffa. Jurnal Medika Planta. 2012;1(5):18-23.
Setyawati, T. 2010. Pemanfaatan Pohon Berkhasiat Obat di cagar Alam. Jurnal
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Vol VII (2): 177 – 192.
Sharma, S. Topical drug delivery systems: A review. Diunduh dari
http://www.pharmainfo.net. Last update: 10/11/2008
Sinatra RS, Jahr JS, Watkins-Pitchford JM, editors. The Essence of Analgesia and
Analgesics. Cambridge: Cambridge University Press; 2011. p. 229-231.
Singh RK, Acharya SB, Bhattacharya SK 2000. Pharmalogical Activity of
Elaeocarpus sphaericus. India: Departement of Pharmacology, Institue of
Medical Sciences, Banaras Hindu Unversity, Varanasi – 221 005.
Sutarman, A. 2010. Mengenal Tanaman Jenitri (Elaeocarpus Sphaericus Schum).
Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian.
Kementerian Pertanian.
http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/mengenaltanaman-jenitri-elaeocarpus-
sphaericus-schum. Diakses pada tanggal 2 Mei 2014.
Sutrisna, EM., D. F. Widyasari dan Suprapto. 2010. Uji Efek Anti Inflamasi
Ekstrak Etil Asetat Buah Semu Jambu Mete (Ana cardium Occidentale L.)
Terhadap Edema pada Telapak Kaki Tikus Putih (Rattus Norvegicus)
Jantan yang Diinduksi Karagenin. Biomedika 2 (1): 33-37.
Widiyantoro, A., Lia D., Indri K., Supardi, Dedy G. H., Niwick, dkk. Aktivitas
Antiinflamsi Senyawa Bioaktif dari Kulit Batang Pauh Kijang (Irvingia
malayana Oliv. Ex. A. Benn) Terhadap Tikus Putih (Rattus norvegicus)
yang Diinduksi Karagenan. Kaunia. 2012;8(2):118-126.
Wilmana P.F., 2007. Analgesik-Antipiretik, Analgesik-Antiinflamasi Nonsyeroid
dan Obat Gangguan Sendi Lainnya, dalam Gunawan, S.G., Setiabudy, R.,
Nafrialdi, Elysabteh. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia pp.
207-220.
Yuniarni U., Siti H., Winda O., dan Ratu C. Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak
Etanol Buah dan Daun Asam Jawa (Tamarindus Indica) Serta
Kombinasinya Pada Tikus Jantan Galur Wistar. Prossiding SnaPP.
2015;S1(1):83-88.
Adrian, Peyne. (2000). Analisa Ekstraktif Tumbuhan Sebagai Sumber Bahan
Obat. Pusat Penelitian. Universitas Negeri Andalas.
Trifani. (2012). Ekstraksi pelarut cair-cair. http://awjee. Diakses pada tanggal 10
januari 2019.
45
LAMPIRAN

46
47

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan Jenitri (Elaeocarpus serratus


L.)
48
49
50
51

Lampiran 2. Surat Pengajuan Etical Clearance


52

Lampiran 3. Surat Pembelian Mencit


53

Lampiran 4. Perhitungan Hasil Rendemen

Perhitungan Hasil Rendemen


Rendemen = Bobot ekstrak x 100 %
Bobot simplisia
= 6,1 gram x 100 %
500 gram
= 1,22 %
54

Lampiran 5. Gambar Biji Jenitri


55

Lampiran 6. Proses penghalusan dan penimbangan biji jenitri

Proses Penghalusan Biji Jenitri

Proses Penimbangan Serbuk Biji Jenitri


56

Lampiran 7. Proses pembuatan ekstrak biji jenitri

Proses Maserasi Serbuk Biji Jenitri Proses Penyaringan

Proses Penguapan diatas water bath Proses Penimbangan Ekstrak


57

Lampiran 8. Proses penimbangan bahan dalam pembuatan gel ekstrak


etanol biji jenitri.

Proses Penimbangan Bahan

Proses Penimbangan Bahan Hasil Sediaan Gel


58

Lampiran 9. Perhitungan Dosis

1. Konversi dosis ekstak biji jenitri


Faktor Konversi dari tikus (200 gram) ke mencit (20 gram) = 0,14
Dosis pada tikus = 200 mg dan 100 mg
Apabila konversi ke mencit maka: = 200 mg x 0,14 = 28 mg/20gBB
Dosis 100 mg tikus ke mencit menjadi: = 100 mg x 0,14 = 14 mg/20gBB

2. Pembuatan larutan karagenan 1%


a. Dosis karagenan = 1 % b/v = 1 g/100 ml
b. Setiap mencit diinjeksi larutan karagenan sebanyak 0,1 ml
c. Sehingga larutan karagenan dibuat sebanyak 1 g/100 ml = 100
mg/10ml dengan cara 100 mg serbuk karagenan dilarutkan dalam 10
ml aquadest. Dimana dalam pemberian 0,1 ml mengandung karagenan
sebanyak 1%.
59

Lampiran 10. Proses pengujian aktivitas antiinflamasi pada mencit


No
Gambar Keterangan
.

1 Penimbangan karagenan

Penimbangan bobot
2 mencit

3 Induksi karagenan pada


telapak kaki mencit

Pemberian perlakuan
4 secara topikal pada
mencit
60

Pengukuran volume
5 udem pada alat
plethysmometer
61

Lampiran 11. Hasil Analisis Statistik

1. Hasil Uji Normalitas


Tests of Normality

Kelompok Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Kontrol Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

Kontrol Negatif Pretest .333 6 .036 .827 6 .101

Posttest .202 6 .200* .853 6 .167


*
Kontrol Positif Pretest .202 6 .200 .853 6 .167
*
Posttest .209 6 .200 .907 6 .415
Konsentrasi Ekstrak Pretest .286 6 .136 .863 6 .201
14mg Posttest .189 6 .200* .947 6 .712
Konsentrasi Ekstrak 28 Pretest .293 6 .117 .822 6 .091
mg Posttest .195 6 .200 *
.955 6 .781

2. Hasil Uji Homogenitas (Varians) Data

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Kontrol Negatif .000 1 10 1.000


Kontrol Positif .500 1 10 .496
Konsentrasi Ekstrak 14mg .000 1 10 1.000
Konsentrasi Ekstrak 28 mg .099 1 10 .760
62

3. Hasil Uji T Berpasangan

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the Sig. (2-

Std. Std. Error Difference t df tailed)

Mean Deviation Mean Lower Upper

Pair Pretest Kontrol -


-.2300
1 Negatif - Posttest .01549 .00632 -.24626 -.21374 36.36 5 .000
0
Kontrol Negatif 6
Pair Pretest Kontrol
-.0666
2 Positif - Posttest .01966 .00803 -.08730 -.04603 -8.305 5 .000
7
Kontrol Positif
Pair Pretest
3 Konsentrasi
Ekstrak 14 mg - -.0766
.02160 .00882 -.09934 -.05400 -8.693 5 .000
Posttest 7
Konsentrasi
Ekstrak 14 mg
Pair Pretest
4 Konsentrasi
Ektrak 28 mg - -.0716
.01941 .00792 -.09203 -.05130 -9.045 5 .000
Posttestt 7
Konsentrasi
Ekstrak 28 mg

4. Hasil Uji One Way Anova


ANOVA
Kelompok Perlakuan

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .050 3 .017 3.286 .029


Within Groups .224 44 .005
Total .274 47
63

5. Hasil Uji LSD (Least Significance Difference)

Multiple Comparisons

Dependent Variable: Kelompok Perlakuan


LSD

Mean 95% Confidence Interval

Difference (I- Std. Lower Upper


(I) Kelompok Uji (J) Kelompok Uji J) Error Sig. Bound Bound
*
Kontrol Negatif Kontrol Positif .08167 .02911 .007 .0230 .1403

Konsentrasi Ekstrak
.06667* .02911 .027 .0080 .1253
14 mg

Konsentrasi Ekstrak
.07250* .02911 .017 .0138 .1312
28 mg
Kontrol Positif Kontrol Negatif -.08167* .02911 .007 -.1403 -.0230
Konsentrasi Ekstrak
-.01500 .02911 .609 -.0737 .0437
14 mg
Konsentrasi Ekstrak
-.00917 .02911 .754 -.0678 .0495
28 mg
Konsentrasi Ekstrak Kontrol Negatif -.06667* .02911 .027 -.1253 -.0080
14 mg Kontrol Positif .01500 .02911 .609 -.0437 .0737
Konsentrasi Ekstrak
.00583 .02911 .842 -.0528 .0645
28 mg
Konsentrasi Ekstrak Kontrol Negatif -.07250* .02911 .017 -.1312 -.0138
28 mg Kontrol Positif .00917 .02911 .754 -.0495 .0678

Konsentrasi Ekstrak
-.00583 .02911 .842 -.0645 .0528
14 mg

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.


64

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Ni Putu Lia Eka Setiani lahir di Tabanan, Bali, pada tanggal 27 Juli 1999,
merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan
I Nyoman Dwija dan Ni Wayan Sudarmi. Pada tahun
2004 memulai pendidikannya di TK Negeri Tabanan
kemudian melanjutkan ke SD N 2 Kukuh pada tahun
2005. Pada tahun 2011 melanjutkan ke SMP N 1
Kerambitan dan SMA N 1 Kerambitan pada tahun 2014.
Untuk memperoleh gelar Ahli Madya Farmasi, penulis
melanjutkan studinya di Fakultas Farmasi Universitas
Mahasaraswati Denpasar, angkatan 2017. Semasa
kuliah, penulis aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa
Stana dan sempat memperoleh juara 2 pada lomba tari
kontemporer dalam kegiatan porsesa tahun 2017. Penulis juga ikut serta dalam
berbagai kegiatan kampus seperti pengabdian masyarakat. Setelah menyelesaikan
Program Studi Diploma III Farmasi, penulis berniat untuk mengabdikan diri
dibidang kefarmasian yang berkompetensi dan profesional.

Anda mungkin juga menyukai