Anda di halaman 1dari 101

PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SEDUHAN TEH BIJI

BUAH ALPUKAT BIASA (Persea americana Mill) DENGAN BIJI BUAH


ALPUKAT MENTEGA (Persea americana Mill) MENGGUNAKAN
METODE DPPH

Skripsi

Diajukan Dalam Rangka Penyusunan Tugas Akhir


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi

DISUSUN OLEH :

NURUL FATMA NELLY

NIM. 01021232

PROGRAM STUDI S1-FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS YPIB MAJALENGKA TAHUN

2022
BIODATA PENULIS

Nama : Nurul Fatma Nelly

Nim : 01021232

Tahun Masuk : 2021

Tempat Lahir : Kediri

Tanggal Lahir : 13 Juni 1999

Alamat : Kediri Lombok Barat

Telp : 08996654054

Status : Belum Menikah

Riwayat Pendidikan

1. Sdn 5 Kediri : Lulus Tahun 2011

2. Mts Di Pi Nurul Hakim Kediri : Lulus Tahun 2014

3. Ma Di Pi Nurul Hakim Kediri : Lulus Tahun 2017

4. D3 Farmasi Unw Mataram : Lulus Tahun 2020

i
ABSTRAK

Nurul Fatma Nelly, 2023 “Uji Aktivitas Antioksidan Seduhan Teh Biji Buah
Alpukat Biasa (Persea americana Mill) Dengan Biji
Buah Alpukat Mentega (Persea americana Mill)
Menggunakan Metode DPPH”. Penelitian ini
dilakukan di Laboratorium Fakultas Farmasi
Universitas YPIB Majalengka, dengan Pembimbing
Utama : Bambang Karsidin, M.Si dan Pembimbing
Serta apt. Subagja, M.Si,.

Atom atau molekul dengan elektron tidak berpasangan di orbit terluarnya


dianggap sebagai radikal bebas, atau singkatnya ROS. Radikal bebas memiliki
kemampuan untuk masuk ke dalam tubuh menyerang sel sehat dan sel tersebut
dapat kehilangan struktur dan fungsinya. Antioksidan adalah zat yang dapat
mencegah radikal bebas yang merugikan tubuh. Dimana salah satu sediaan
minuman untuk membuat antioksidan dari bahan alam tersebut adalah teh.

Aktivitas antioksidan dan nilai IC50 dari seduhan teh biji alpukat biasa
(Persea americana Mill) dan teh biji alpukat mentega (Persea americana Mill)
menjadi fokus penelitian ini pada variasi seduhan 70 dan 100 derajat celcius
selama 3 menit yang menunjukan aktivitas antioksidan dan nilai IC50 yang
paling baik. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer
untuk mengamati absorbansi dari masing-masing larutan uji dan kemudian
ditentukan nilai IC50nya.

Dari kedua jenis sampel yang digunakan terdapat perbedaan aktivitas


antioksidan antara seduhan teh biji alpukat biasa dengan seduhan teh biji alpukat
mentega dengan variasi suhu yang berbeda. Hasil dari uji antioksidan
menunjukkan seduhan teh biji buah alpukat biasa pada suhu 100⁰C memiliki
aktivitas antioksidan yang paling baik atau yang paling tinggi dengan nilai IC 50
94,756 ppm dengan kategori kuat berdasarkan intensitas kekuatan antioksidan.

Kata Kunci : Teh, Biji buah alpukat (Persea americana Mill), Antioksidan, dan
DPPH

ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Judul Penelitian : Perbandingan Aktivitas Antioksidan Seduhan Teh Biji


Buah Alpukat Biasa (Persea Americana Mill) Dengan
Biji Buah Alpukat Mentega (Persea Americana Mill)
Menggunakan Metode DPPH

Nama Mahasiswa : Nurul Fatma Nelly

Nim : 01021232

Program Studi : S-1 Farmasi

Tanggal :

Telah disetujui oleh :

Pembimbing Utama Pembimbing Serta

Bambang Karsidin, M.Si Apt. Subagja, M.Si


NIDN : 8835130017 NIDN : 0412116308

Mengetahui,

Dekan Fakultas Farmasi Universitas YPIB Majalengka

Apt. Ahmad Azrul Zuniarto, M.Farm


NIDN : 0426066902

iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada allah

SWT atas rahmat serta ridha-nya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan

judul “Perbandingan aktivitas antioksidan seduhan teh biji buah alpukat

biasa (Persea americana Mill) dengan biji buah alpukat mentega (Persea

americana Mill) menggunakan metode DPPH”. Skripsi ini diajukan dalam

rangka Penyusunan Tugas Akhir Skripsi Untuk mendapatkan gelar Sarjana

Farmasi di Fakultas Farmasi, Universitas YPIB Majalengka.

Pada kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih atas segala

bantuan, baik berupa moril maupun materil, kepada :

1. Yth. Kedua orang tua yang telah memberikan dorongan moril dan do’a

restunya kepada penulis demi tercapainya cita-cita penyelesaian studi

2. Bapak H.Satmaja BA. Selaku pembinana yayasan pendidikan imam bonjol

cirebon

3. Bapak Jejen Nurbayan, S.Sos, selaku ketua yayasan pendidikan imam

bonjol cirebon

4. Bapak Wawan Kurniawan, SKM.,S.Kep.,Ners.,M.Kes.,M.Kep, selaku

rektor Universitas YPIB Majalengka

5. Bapak apt. Ahmad Azrul Zuniarto, M.Farm, selaku Dekan Fakultas

Farmasi Universitas YPIB Majalengka.

iv
6. Bapak Bambang Karsidin, M.Si, selaku pembimbing utama yang telah

membimbing dan memotivasi penulis dalam proses penyusunan skripsi

ini.

7. Bapak apt. Subagja, M.Si, selaku pembimbing serta yang telah

membimbing dan memotivasi penulis dalam proses penyusunan skripsi

ini.

8. Para dosen, staff dan karyawan Universitas YPIB Majalengka.

9. Rekan-rekan serta kolega yang tidak bisa penulis sebutkan semuanya,

yang selalu mendo’akan dan menyemangati penulis.

Semoga allah swt memberikan imbalan yang berlipat ganda atas segala do’a dan

bantuan yang telah diberikan dalam proses penyusunan skripsi ini, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.

Penulis pun menyadari dengan segala kerendahan hati, bahwa masih terdapat

kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan

saran yang membangun agar skripsi ini jauh lebih baik dari sebelumnya. Semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan dan dapat digunakan

sebagaimana mestinya.

Cirebon, 4 Juli 2022

Penulis

(Nurul Fatma Nelly)

v
DAFTAR ISI

BIODATA PENULIS ............................................................................ i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................... ii

LEMBAR PERSERUJUAN PENGUJI ................................................. iii

ABSTRAK ............................................................................................ iv

KATA PENGANTAR ............................................................................ v

DAFTAR ISI .......................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ................................................................................ vii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................... viii

DAFTAR BAGAN .............................................................................. ix

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ x

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................... 1

1.2 Pembatasan Masalah ............................................................. 4

1.3 Identifikasi Masalah ............................................................. 4

1.4 Perumusan Masalah .............................................................. 5

1.5 Tujuan Penelitian .................................................................. 5

1.6 Manfaat Penelitian ................................................................ 6

1.7 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................... 7

1.8 Hipotesa ................................................................................ 7

vi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 8

2.1 Deskripsi Tanaman ............................................................... 8

2.2 Pembuatan Simplisia ............................................................ 13

2.3 Ekstraksi ............................................................................... 15

2.4 Tinjauan Tentang Teh ........................................................... 17

2.5 Radikal Bebas ....................................................................... 22

2.6 Antioksidan ........................................................................... 23

2.7 Spektrofotometri ................................................................... 31

BAB III METODE PENELITIAN ......................................................... 39

3.1 Objek Penelitian ................................................................... 39

3.2 Metode Penelitian ................................................................. 42

3.3 Desain Penelitian .................................................................. 43

3.4 Alat dan Bahan ..................................................................... 43

3.5 Langkah Kerja ...................................................................... 44

3.6 Sumber Data dan Alat Pengumpulan Data ........................... 53

3.7 Teknik Pemgolahan dan Analisis Data ................................. 54

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 58

vii
DAFAR TABEL

Tabel 1.1 Waktu Penelitian............................................................................... 8

Tabel 2.1 Hubungan antara warna dengan panjang gelombang sinar

tampak.............................................................................................. 38

Tabel 4.1 Hasil Skrining Fitokimia Biji Buah Alpukat (Persea americana

Mill).................................................................................................. 59

Tabel 4.2 Hasil Uji Organoleptik Serbuk dan Sediaan Teh Biji Buah

Alpukat (Persea americana Mill).................................................... 60

Tabel 4.3 Hasil Uji pH Teh Biji Buah Alpukat (Persea americana Mill)....... 61

Tabel 4.4 Hasil Uji Kadar Air Serbuk Biji Buah Alpukat (Persea

americana Mill)............................................................................... 62

Tabel 4.5 Hasil Absorbansi, % Inhibisi, Nilai IC50 Asam Askorbat................. 63

Tabel 4.6 Hasil Absorbansi, % Inhibisi, Nilai IC50 Teh Biji Buah Alpukat

Biasa Suhu 70⁰C............................................................................. 64

Tabel 4.7 Hasil Absorbansi, % Inhibisi, Nilai IC50 Teh Biji Buah Alpukat

Biasa Suhu 100⁰C.......................................................................... 65

Tabel 4.8 Hasil Absorbansi, % Inhibisi, Nilai IC50 Teh Biji Buah

Alpukat Mentega Suhu 70⁰C........................................................ 66

Tabel 4.9 Hasil Absorbansi, % Inhibisi, Nilai IC50 Teh Biji Buah

Alpukat Mentega Suhu 100⁰C........................................................ 67

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Buah Alpukat................................................................................ 9

Gambar 2.2 Struktur DPPH.............................................................................. 27

Gambar 3.1 Operasional Variabel.................................................................... 41

Gambar 4.1 Kurva Regresi Linier antara Konsentrasi (ppm) dan % Inhibiasi

asam askorbat (vitamin C)............................................................ 63

Gambar 4.2 Kurva Regresi Linier antara Konsentrasi (ppm) dan % Inhibiasi

teh biji buah alpukat biasa pada suhu 70⁰C.................................. 64

Gambar 4.3 Kurva Regresi Linier antara Konsentrasi (ppm) dan % Inhibiasi

teh biji buah alpukat biasa pada suhu 100⁰C................................ 65

Gambar 4.3 Kurva Regresi Linier antara Konsentrasi (ppm) dan % Inhibiasi

teh biji buah alpukat mentega pada suhu 70⁰C............................. 66

Gambar 4.4 Kurva Regresi Linier antara Konsentrasi (ppm) dan % Inhibiasi

teh biji buah alpukat mentega pada suhu 100⁰C........................... 68

ix
DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Desain Penelitian............................................................................. 43

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Determinasi Tanaman................................................................... 86

Lamoiran 2 Perhitungan Pengenceran Larutan Vitamin C............................... 87

Lampiran 3 Perhitungan Pengenceran Larutan DPPH..................................... 89

Lampiran 4 Perhitungan Pengenceran Larutan Sampel Teh Biji Buah

Alpukat Biasa dan Mentega........................................................... 90

Lampiran 5 Hasil Absorbansi, % Inhibisi dan IC50.................................................. 92

Lampiran 6 Jadwal Kegiatan Penelitian........................................................... 95

Lampiran 7 Proses Pembuatan Simplisia......................................................... 96

Lampiran 8 Skrining Fitokimia........................................................................ 97

Lampiran 9 Pengujian....................................................................................... 98

xi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Ahli gizi dan profesional kesehatan lainnya sering menggunakan

istilah antioksidan dan radikal bebas. Istilah tersebut mulai mendapat

perhatian publik dalam beberapa tahun terakhir, terutama di kalangan

individu yang peduli dengan kesehatan dan gaya hidup mereka. Beberapa

penelitian juga menemukan peran tekanan oksidatif yang disebabkan oleh

revolusioner bebas dan penyakit berbahaya lainnya, seperti kanker, infeksi

kardiovaskular, dan penyakit degeneratif. Selain itu, penelitian ini

menunjukkan bahwa antioksidan dapat membantu mengobati penyakit ini..

(Barhé & Tchouya, 2016).

Atom atau molekul dengan elektron tidak berpasangan di orbit

terluarnya dianggap sebagai radikal bebas, atau singkatnya ROS. Radikal

bebas memiliki waktu paruh yang sangat pendek dan sangat reaktif.

(Kumalaningsih, 2007). Elektron berpasangan menghasilkan radikal bebas

yang sangat reaktif, yang kemudian menetralkan diri dengan menangkap

atau mengambil elektron dari senyawa lain seperti protein, lipid,

karbohidrat, dan DNA. Radikal bebas memiliki kemampuan untuk masuk

ke dalam tubuh, menyerang sel sehat, dan sel tersebut dapat kehilangan

struktur dan fungsinya. Penuaan dini dan sejumlah penyakit keduanya

disebabkan oleh akumulasi kerusakan ini. (Liochev, 2013).

1
2

Antioksidan adalah zat yang dapat mencegah radikal bebas yang

merugikan tubuh. Menurut Halliwell (2012), antioksidan dapat mengikat

radikal bebas, memberikan elektron, dan menghentikan reaksi berantai

radikal bebas. Antioksidan alami dan antioksidan sintetik adalah dua jenis

antioksidan. Sementara antioksidan sintetik berasal dari produk kimia yang

diproduksi (Isfahlan et al., 2010), antioksidan alami berasal dari ekstraksi

bahan alami yang berpotensi menangkap radikal bebas. Namun demikian,

penelitian tentang potensi antioksidan alami yang berasal dari tanaman

telah banyak dilakukan karena kekhawatiran akan efek negatif dari

penggunaan antioksidan sintetik.(Saleh, Clark, Woodard, dan Deolu,

2010).

Dimana salah satu sediaan minuman untuk membuat antioksidan

dari bahan alam tersebut adalah teh. Jenis minuman non-alkohol bernama

teh terbuat dari daun teh yang melalui proses pengolahan tertentu.

Flavonoid, kafein, dan tanin semuanya ditemukan dalam teh. Flavonoid

teh merupakan antioksidan yang dapat menurunkan risiko penyakit

kardiovaskuler (Surti, 2005). Teh tidak hanya dibuat dari daun teh, tetapi

juga dapat dibuat dari simplisia lain, seperti biji alpukat, pada produk teh

masa kini.

Salah satu tanaman yang banyak dimiliki Indonesia adalah tanaman

alpukat. Sebagian besar masyarakat hanya mengkomsumsi buahnya saja,

sedangkan biji, daun, dan kulit buahnya jarang dimanfaatkan (L. P.

Malangngi et al., 2012) untuk mengobati diabetes, sariawan, dan sakit gigi
3

(Paramawati & Dumilah, 2016). Selain itu, banyak penelitian telah

menunjukkan bahwa ekstrak daun dan biji alpukat memiliki sifat antivirus

(Almeida et al., 2009), pencegahan diabetes (Lima et al., 2001), serta

antioksidan dan antimikroba (Nathaniel et al., 2015).

Agen tanin yang ditemukan dalam biji alpukat bertindak sebagai

antioksidan alami. Melalui perbaikan fungsi pankreas dalam produksi

insulin, antioksidan alami dapat mengontrol kadar glukosa darah

(Widowati, 2008). Menurut Suryowiyoto (2005), kandungan tanin pada

biji alpukat dapat berperan sebagai astringen (Imroatoassalihah, 2002),

mengendapkan protein pada selaput lendir usus, membentuk lapisan yang

mencegah kanker usus besar, dan menghambat penyerapan glukosa

sehingga kadar glukosa darah turun tidak naik secara berlebihan.

Alpukat merupakan buah pilihan bagi penderita diabetes melitus

karena mengandung flavonoid selain tanin. Fathonah dkk. (2014)

mengklaim bahwa flavonoid merupakan antioksidan yang dapat

meningkatkan fungsi sel beta pankreas, meningkatkan sensitivitas insulin,

dan mengurangi resistensi insulin

Polifenol dengan sifat antioksidan dan antibakteri dapat ditemukan

pada biji dan kulit buah alpukat (Rodrguez-Carpena et al., 2011). Polifenol

secara luas diakui memiliki sifat antioksidan yang mencegah peroksidasi

lipid akibat radikal bebas


4

Berdasarkan temuan penelitian yang dilakukan oleh (Marlinda et

al., 2012). Varietas biji bulat merah (alpukat biasa) dan varietas biji

panjang hijau (alpukat mentega) keduanya mengandung metabolit

sekunder alkaloid, triterpenoid, tanin, flavonoid, dan saponin, menurut

analisis metabolit sekunder dan uji toksisitas yang dilakukan pada biji

alpukat mentega segar dan kering dari varietas hijau panjang. Alpukat

biasa dikenal juga dengan varietas merah bulat, memiliki ciri fisik sebagai

berikut: buah berukuran sedang dengan kasar dan mudah rusak, berwarna

merah saat matang, daging buah berserat, dan biji besar. Alpukat mentega

yang juga dikenal dengan varietas hijau panjang memiliki ciri fisik sebagai

berikut: biji besar, kulit halus, daging kuning mentega tebal, dan warna

hijau kekuningan saat matang (L. Malangngi et al., 2012).

Maka dari itu peneliti tertarik ingin melanjutkan peneletian dari

Mira Marlinda, et al menggunakan dua varietas sampel dari biji buah

alpukat dengan judul penelitian mengenai “Perbandingan aktivitas

antioksidan seduhan teh biji buah alpukat biasa (Persea americana

Mill) dengan biji buah alpukat mentega (Persea americana Mill)

menggunakan metode DPPH”.

1.2. Pembatasan Masalah

Agar pokok masalah yang dibahas tidak terlalu luas, maka permasalahan

dapat dibatasi sebagai berikut:

1) Subyek Penelitian : Seduhan teh biji buah alpukat biasa dengan

varietas merah bundar dan alpukat mentega dengan varietas hijau


5

panjang pada variasi seduhan berdasarkan prosedur seduhan teh hitam

dan teh hijau dengan suhu 1000C dan 700C selama 3 menit.

2) Objek Penelitian : Aktivitas antioksidan

3) Parameter Penelitian : Nilai IC50

1.3. Identifikasi Masalah

Pada penelitian kali ini, penulis mengidentifikasi beberapa masalah

sebagai berikut:

1) Menentukan apakah perbedaan jenis alpukat dapat mempengaruhi

aktivitas antioksidan dari seduhan teh biji alpukat biasa (Persea

americana Mill) dengan teh biji alpukat mentega (Persea americana

Mill)

2) Menentukan bagaimana aktivitas antioksidan dari seduhan teh biji

alpukat biasa (Persea americana Mill) dengan teh biji alpukat mentega

(Persea americana Mill)

3) Menentukan berapakah nilai IC50 pada seduhan teh biji alpukat biasa

(Persea americana Mill) dengan teh biji alpukat mentega (Persea

americana Mill) ?

1.4. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, adapun rumusan masalah pada

penelitian kali ini adalah sebagai berikut :

1) Apakah perbedaan jenis dapat mempengaruhi aktivitas antioksidan dari

seduhan teh biji alpukat biasa (Persea americana Mill) dengan teh biji

alpukat mentega (Persea americana Mill) ?


6

2) Bagaimana aktivitas antioksidan dari seduhan teh biji alpukat biasa

(Persea americana Mill) dengan teh biji alpukat mentega (Persea

americana Mill) ?

3) Berapakah nilai IC50 pada seduhan teh biji alpukat biasa (Persea

americana Mill) dengan teh biji alpukat mentega (Persea americana

Mill) ?

1.5. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang dapat diambil dalam penelitian kali ini adalah sebagai

berikut :

1) Untuk mengetahui apakah jenis dapat mempengaruhi perbedaan aktivitas

antioksidan dari seduhan teh biji alpukat biasa (Persea americana Mill)

dengan teh biji alpukat mentega (Persea americana Mill)

2) Untuk mengetahui bagaimana aktivitas antioksidan dari seduhan teh biji

alpukat biasa (Persea americana Mill) dengan teh biji alpukat mentega

(Persea americana Mill)

3) Untuk mengetahui berapakah nilai IC50 pada seduhan teh biji alpukat

biasa (Persea americana Mill) dengan teh biji alpukat mentega (Persea

americana Mill)

1.6. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian yang telah dilakukan akan diuraikan sebagai berikut :

1.6.1. Bagi Peneliti

Memperluas pemahaman peneliti tentang pemanfaatan biji

alpukat (Persea americana Mill) yang dapat dibuat menjadi teh dan
7

berkhasiat sebagai antioksidan alami yang ampuh melawan radikal

bebas.

1.6.2. Untuk institusi pendidikan

sebagai referensi lebih lanjut untuk penelitian tentang teh biji

alpukat aktif antioksidan (Persea americana Mill).

1.6.3. Untuk Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat umum tentang bahan-

bahan alami yang dapat dimanfaatkan sebagai antioksidan untuk

melawan efek berbahaya dari radikal bebas.

1.7. Tempat dan Waktu Penelitian

1.7.1. Tempat Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan di Laboratorium Farmakologi

Fakultas Farmasi Universitas YPIB Majalengka di Jalan Perjuangan

Majasem, Cirebon, Jawa Barat.

1.7.2. Waktu Penelitian

Adapun waktu penelitian dapat dilihat pada tabel 1.1. Berikut ini :

Tabel 1.1. Tabel waktu penelitian

Nama Bulan – Tahun

Kegiatan Juni Oktober Januari Februari Maret

2022 2022 2023 2023 2023

PENYUSUNA

N PROPOSAL √
8

SEMINAR

PROPOSAL √

PENELITIAN √

PENYUSUNA

N SKRIPSI √

SIDANG

SKRIPSI √

1.8. Hipotesa

Ho : Apakah tidak terdapat perbedaan aktivitas antioksidan seduhan teh biji

alpukat biasa (Persea americana Mill) dengan seduhan teh biji alpukat

mentega (Persea americana Mill).

Ha : Apakah terdapat perbedaan aktivitas antioksidan seduhan teh biji alpukat

biasa (Persea americana Mill) dengan seduhan teh biji alpukat mentega

(Persea americana Mill).


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Tanaman Alpukat (Persea americana Mill)


Gambar buah alpukat dapat dilihat pada gambar 2.1 sebagai berikut:

a) Alpukat varietas hijau panjang b) Alpukat varietas merah bundar

Gambar 2.1 Buah Alpukat (Gilbert, 2018 )

2.1.1 Taksonomi tumbuhan Alpukat (Persea americana Mill)

Salah satu cara berpikir tentang taksonomi adalah sebagai cara

mengelompokkan sesuatu menurut tingkatan tertentu. Menurut

Suratman (2011), taksonomi yang lebih tinggi lebih umum dan

taksonomi yang lebih rendah lebih spesifik

Adapun klasifikasi alpukat secara lengkap adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan Berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua atau dikotil)

Sub kela : Magnoliidae

9
10

Ordo : Laurales

Famili : Lauraceae

Genus : Persea

Spesies : Persea americana Mill. (Hasti Mustopa, 2015).

2.1.2 Ekologi dan Penyebaran

Tanaman alpukat menghasilkan buah. Tanaman alpukat

diperkirakan telah tiba di Indonesia pada abad ke-18. Mereka berasal

dari dataran rendah dan dataran tinggi Amerika Tengah. Secara

resmi, sejak tahun 1920 hingga 1930, Indonesia meneliti dua puluh

varietas alpukat dari Amerika Tengah dan Amerika Serikat dalam

upaya mengidentifikasi varietas unggul yang dapat meningkatkan

kesehatan gizi, khususnya di dataran tinggi (Materia Medika

Indonesia, 2006).

Tanaman alpukat dibagi menjadi tiga ras atau ras berdasarkan

sifat ekologisnya:

1) Orang Meksiko berasal dari dataran tinggi Meksiko dan Ekuador,

yang iklimnya semitropis dan antara 2.400 dan 2.800 meter di

atas permukaan laut. Buah dan daun ras ini berbau seperti adas.

Masa pembungaan berlangsung sekitar enam bulan sebelum buah

dapat dipanen. Buah berbentuk lonjong, berukuran 100-225 gram

dengan batang pendek dan kulit tipis halus. Rongga buah diisi

dengan biji besar. Daging buah paling banyak mengandung lemak

dan minyak. Ras ini mampu menahan suhu rendah.


11

2) Suku Guatemala berasal dari dataran tinggi Amerika Tengah

yang beriklim subtropis dan hidup antara 800-2.400 meter di atas

permukaan laut. Ras ini memiliki toleransi yang lebih rendah

terhadap suhu dingin (-4,5 derajat Celsius). Dill tidak meresap ke

daun. Buahnya cukup besar, beratnya antara 200 hingga 2300

gram, dan kulitnya yang tebal, keras, mudah rusak, dan kasar

dikenal sebagai bintil. Menghasilkan buah antara sembilan dan

dua belas bulan setelah berbunga. Kulit biji melekat pada biji

yang relatif kecil, yang melekat erat pada rongga. Daging

buahnya mengandung minyak dalam jumlah sedang.

3) Ras Indian Barat berasal dari dataran rendah tropis Amerika

Tengah dan Selatan pada ketinggian kurang dari 800 meter di atas

permukaan laut. Daun dari varietas ini tidak berbau seperti adas

dan warnanya lebih terang dibandingkan dengan dua ras lainnya.

Mereka dapat mentolerir suhu serendah minus 2 derajat Celcius.

Buahnya besar, beratnya antara 400 sampai 2.300 gram,

bertangkai pendek, dan kulitnya licin tetapi agak keras dan tebal.

6 sampai 9 bulan setelah berbunga, menghasilkan buah. Bijinya

kasar, besar, dan sering lepas di dalam rongga. Daging buahnya

mengandung minyak paling sedikit

Ada dua jenis alpukat yang tersedia di Indonesia:

a. Alpukat hijau panjang dan alpukat hijau bulat adalah varietas

terbaik.
12

b. Alpukat merah panjang, alpukat merah bulat, alpukat mega

murapi, alpukat mega peninggahan, dan alpukat mega gaguan,

serta alpukat yang merupakan hasil keturunan atau persilangan

antara ketiga kelompok lainnya, merupakan varietas tambahan.

Sadwiyanti dan lain-lain, 2009).

Alpukat varietas merah bulat atau disebut alpukat biasa

memiliki ciri-ciri yang sebenarnya: buah berukuran sedang dengan

kasar dan mudah rusak, berwarna merah saat matang, daging

berserat, dan biji besar. Alpukat mentega yang juga dikenal dengan

varietas hijau panjang memiliki ciri fisik sebagai berikut: buah besar

dengan kulit halus, daging kuning mentega tebal saat matang, dan

biji buah besar. L. Malangngi dan lainnya, 2012.

2.1.3 Morfologi Tanaman Alpukat

Tanaman alpukat memiliki batang berwarna coklat kotor

dengan banyak cabang dan ranting yang ditumbuhi bulu-bulu halus

dan dapat tumbuh hingga setinggi 20 meter. Batang dari tanaman

alpukat biasanya digunakan untuk okulasi, pengembangan bibit, dan

okulasi. Akar tunggang dan akar rambut adalah dua jenis akar yang

dimiliki tanaman alpukat. Tanaman alpukat hanya memiliki sedikit

rambut pada akarnya, sehingga pemupukan yang tepat sangat

diperlukan (Hasti Mustopa, 2015).

Daun muda berwarna kemerahan dan berambut rapat,

sedangkan daun tua berwarna hijau dan gundul (Hasti Mustopa,


13

2015), dan berjejal di ujung cabang, panjang 1,5-5 cm, berbentuk

lonjong sampai bulat, tebal seperti kulit. , ujung dan pangkal

runcing, tepi rata kadang sedikit menggulung, dan tulang menyirip.

Bunga alpukat sempurna (hermafrodit), tetapi pola

berbunganya adalah dikogami, yang berarti mekar dan mekar di

antara dua mekar pada waktu yang berbeda. Menurut Hasti Mustopa

(2015), bunga betina berfungsi pada hari pertama mekar, sedangkan

bunga jantan berfungsi pada hari kedua.

2.14 Kandungan Zat Kimia buah Alpukat

Alpukat mengandung banyak senyawa kimia yang melimpah.

Alkaloid, saponin, dan flavonoid dapat ditemukan baik pada buah

maupun daunnya. Polifenol, quercetin, dan gula alkohol persit juga

bisa ditemukan di daunnya. sedangkan tanin hadir dalam daging.

Menurut Ade (2007), bijinya sangat kaya akan triterpenoid,

flavonoid, tanin, dan saponin.

Menurut Alsuhendra (2007), biji alpukat juga mengandung

campuran komponen polifenol seperti epikatin dan katekin, serta pati

59,87%, air 12,67%, abu 2,78%, dan mineral 0,54%. Campuran

kompleks senyawa polifenol yang terdapat pada biji alpukat dapat

ditemukan secara melimpah.

2.15 Khasiat dan Manfaat

Daun pahit dan kelat memiliki sifat antivirus, hipotensi,

antikonvulsan, dan antibakteri. Bijinya juga memiliki sejumlah efek


14

farmakologi, antara lain diuretik (peluruh kencing), antibakteri,

antioksidan, antiinflamasi, analgesik, dan kemampuan menurunkan

kadar gula darah (Margowati et al., 2016).

2.2 Pembuatan Simplisia

1) Pengumpulan bahan baku

Kadar senyawa aktif dalam simplisia bervariasi berdasarkan

bagian tanaman yang digunakan, umur atau bagian panen, waktu panen,

dan lingkungan tumbuh.

2) Penyortiran basah

Penyortiran basah digunakan untuk menghindari benda asing,

membuang tanah yang menempel pada bahan simplisia, dan membuang

bagian tanaman yang tidak diperlukan.

3) Pencucian Bahan

simplisia dicuci untuk menghilangkan kotoran dan pengotor

lainnya. Air yang bersih digunakan untuk mencuci.

4) Pencacahan

Untuk memudahkan proses pengeringan, pengepakan, dan

penggilingan, berbagai bahan simplisia harus diiris.

5) Pengeringan

Pengeringan mengurangi jumlah air dalam produk dan

menghentikan reaksi enzimatik. Selain itu juga dapat mencegah simplisia

menjadi busuk atau rusak sehingga simplisia tidak mudah rusak dan

dapat disimpan dalam waktu yang lama. Kesederhanaan dan metode


15

pengeringan menentukan suhu pengeringan. Antara 30 dan 80°C dapat

digunakan untuk pengeringan.

6) Penyortiran kering

Pemilihan bahan setelah proses pengeringan dikenal dengan

penyortiran kering. Bahan yang terbakar terlalu parah dipilih. Bahan-

bahan yang sudah dibersihkan dari kotoran hewan atau yang sudah rusak

terlindas roda kendaraan (seperti dijemur di pinggir jalan).

7) Pengepakan dan penyimpanan

Setelah proses penjemuran dan penyortiran kering selesai, simplisia

harus ditempatkan dalam wadah tersendiri agar tidak tercampur. Selain

itu, gudang penyimpanan menampung wadah berisi simplisia

2.3 Ekstraksi

2.3.1 Definisi Ekstraksi

Menggunakan ekstraktor tertentu, senyawa kimia diekstraksi

dari jaringan tumbuhan atau hewan dalam proses ekstraksi. Jenis

senyawa yang diisolasi dan bahan tumbuhan yang diekstraksi

menentukan metode ekstraksi yang tepat (Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, 2000).

2.3.2 Macam-macam Cairan Penyari

1) Air

Air adalah cairan sederhana dan murah yang dapat digunakan

untuk berbagai keperluan, antara lain: pewarna, garam mineral,

garam alkaloid, dan glikosida.


16

2) Ethanol

Ethanol adalah cairan penyaring Pasifik yang hanya dapat

melarutkan alkaloid, resin, dan minyak atsiri; itu tidak bisa

melarutkan albumin, gula, atau permen karet. Sediaan galenik

biasanya menggunakan etanol (Soeprapto, 1995).

3) Eter

Sebagian besar zat simplisia tidak larut dalam cairan ini, tetapi

beberapa di antaranya, seperti alkaloid, lemak, resin, dan minyak

atsiri, larut dengan baik.

2.3.3 Metode Ekstraksi

Ekstraksi berbasis pelarut:

1) Metode Dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah cara ekstraksi simplisia dengan cara

mengocok atau mengaduk campuran beberapa kali pada suhu

ruang dengan pelarut (Syamsuni, 2007).

b. Perkolasi

Menurut Syamsuni (2007), perkolasi adalah ekstraksi yang

biasanya dilakukan pada suhu kamar dengan menggunakan

pelarut baru hingga sempurna.

2) Cara Panas

a. refluks
17

Refluks adalah ekstraksi pelarut pada titik didihnya untuk

jumlah waktu yang telah ditentukan dan jumlah pelarut yang

relatif konstan dengan adanya pendinginan balik.

b. Soxhlet

Soxhlet adalah teknik ekstraksi yang memanfaatkan

pelarut baru dan biasanya melibatkan penggunaan alat

khusus. Dengan adanya pendinginan balik, metode ini

memungkinkan ekstraksi terus menerus dengan jumlah

pelarut yang relatif konstan.

c. Digesti

Digestion adalah maserasi kinetik yang berlangsung pada

suhu ruangan (room) dengan pengadukan konstan.

d. Infus

Infus adalah ekstrak yang dicampur dengan pelarut air dan

dipanaskan dalam penangas air (bejana infus direndam dalam

penangas air yang mendidih dan diukur suhunya).

e. Dekok

Dekok adalah infus yang disimpan lebih lama dan

dipanaskan hingga titik didih air.

f. Distilasi Uap

Menurut Voight (1994), destilasi uap adalah proses

ekstraksi senyawa volatil (minyak atsiri) dari bahan segar atau

simplisia dengan menggunakan uap air berdasarkan peristiwa


18

tekanan parsial senyawa volatil tersebut. Fase uap air yang

terkondensasi terus menerus diekstraksi hingga sempurna,

pada titik mana kondensasi uap terjadi.

2.4 Tinjauan Tentang Teh

Orang Cina awalnya menggunakan penemuan minuman teh sebagai obat

untuk berbagai penyakit. Teh pertama kali disajikan sebagai makanan penting

sosial pada tahun 589, pada awal dinasti Sui. Tanaman teh berasal dari

Assam, Burma, Cina, dan Chikiang, Cina, di sebelah timur. Geirgia dan

Corrientes merupakan tanaman yang dijual secara komersial di wilayah

paling utara (Siregar, 2009).

Pada tahun 1684, Dr. Andreas Cleyer membawa bibit tanaman teh ke

Indonesia untuk dijadikan tanaman hias. Ini menandai awal kemunculan teh

di sana. Kemudian, pada tahun 1694, disebutkan bahwa perdu teh muda dari

Cina tumbuh di Jakarta. Bibit teh dari Cina mulai ditanam di pulau Jawa

Indonesia pada tahun 1728. Pada tahun 1877, R.E. Kerk Hoven menanam teh

assam di kebun Gambang di Jawa Barat yang terletak di Sri Lanka (Ceylon).

Sejak itu, teh asam secara bertahap menggantikan teh Cina. 2009 (Siregar)

Setelah air putih, teh merupakan minuman yang paling banyak dikonsumsi

dan diduga memiliki banyak manfaat. Ada dua jenis teh: teh herbal dan teh

non-herbal. Teh yang dibuat tanpa herba berasal dari tanaman Camelia

sinensis. Teh yang tidak ditanam sendiri dikumpulkan menjadi 3 kelompok

yaitu teh hitam, teh hijau, dan teh oolong. Menurut Wahyuningsih & Febriana

(2011), teh herbal biasanya dibuat dari akar, batang bunga, daun, biji, dan
19

kulit buah tanaman obat. Komponen-komponen ini mudah disiapkan dan larut

dalam air panas.

2.4.1 Teh Non Herbal

Jenis teh non-herbal berbasis pengolahan ada empat jenis teh

berbasis pengolahan:

1) Teh Hitam (Black Tea) adalah jenis teh yang melalui proses

fermentasi paling lama dan lama, sehingga menghasilkan warna

yang sangat gelap dan aroma yang paling kuat. Jenis teh yang

paling banyak dikonsumsi adalah teh hitam. Waktu di dalam

cangkir: 3 hingga 5 menit pada suhu 100 derajat Celcius.

2) Teh Oolong (Oolong Tea) Teh oolong merupakan perpaduan teh

hijau dan hitam. Satu varietas teh oolong hanya mengalami

setengah dari proses fermentasi. Sebelum dan sesudah digulung,

teh mengalami fermentasi yang cepat. Daunnya baru setengah

terfermentasi, sehingga bagian pinggirnya berwarna kemerahan

sedangkan bagian tengahnya masih hijau. Teh oolong lebih terasa

seperti teh hijau saat diseduh, namun warna dan aromanya kurang

kuat dibanding teh hitam. Waktu di dalam cangkir: 5 hingga 7

menit pada suhu 700 derajat Celcius.

3) Teh Hijau (Green Tea) Berbeda dengan teh putih yang mengalami

proses pengeringan dan penguapan lebih singkat dibandingkan teh

hijau, teh hijau tidak mengalami proses fermentasi. Waktu di dalam

cangkir: 1 hingga 3 menit, 70 derajat Celcius.


20

4) Teh putih terbuat dari daun teh terbaru yang masih ditumbuhi bulu-

bulu halus. Teh putih tidak mengalami proses fermentasi, hanya

diuapkan dan dikeringkan. Daun teh putih setelah dikeringkan tidak

berwarna hijau tapi berwarna putih keperakan dan jika diseduh

berwarna lebih pucat dengan aroma lembut dan segar. Katekin

dalam jumlah tinggi ketika dihidangkan, teh putih memiliki warna

kuning pucat dan aroma yang lembut dan segar. Teh ini merupakan

yang paling lembut di antara semua jenis teh. Untuk memproduksi

teh putih juga tidak bisa dilakukan sembarangan. Masa seduh : 5 –

7 menit, 60 0C.

2.4.2 Teh Herbal

Minuman teh yang dikenal sebagai teh herbal adalah ramuan

tunggal atau kombinasi herbal. Teh herbal tidak hanya dikonsumsi

sebagai minuman biasa tetapi juga sebagai minuman yang berkhasiat

untuk meningkatkan kesehatan. Tergantung pada bahan bakunya, setiap

teh herbal memiliki khasiat yang berbeda. Tumbuhan herbal atau obat

yang secara alami memiliki khasiat untuk membantu pengobatan jenis

penyakit tertentu menjadi bahan campuran bahan baku yang digunakan

(Dewata et al., 2017).

Mengenai berbagai komponen teh herbal, biasanya terdiri dari

sejumlah komponen yang disebut infus. Daun kering, biji, kayu, buah,

bunga, dan tumbuhan lain digunakan untuk membuat infusa


21

(Ravikumar, 2014). Pengolahan bunga berry, kulit tanaman, daun, dan

akar menghasilkan teh herbal.

Nama yang lebih umum untuk teh herbal adalah tisane, dan

merupakan campuran herbal yang terbuat dari daun, biji, dan akar

berbagai tumbuhan. Tisane dibuat dengan menggabungkan bagian-

bagian tanaman kering seperti biji-bijian, herba, kacang-kacangan,

buah-buahan, dan bunga. Karena teh herbal tidak berasal dari tanaman

kamelia sinensis yang digunakan untuk membuat teh, maka teh herbal

tidak dapat disebut sebagai teh seduh (Ravikumar, 2014).

2.4.3 Evaluasi Teh Biji Buah Alpukat

1) Pengamatan Organoleptis

Penelitian ini merupakan salah satu contoh penelitian

eksperimen, yaitu jenis penelitian yang dikontrol terhadap kondisi

yang ada dan dilakukan secara sistematis, logis, dan menyeluruh.

Parameter yang diukur dengan uji organoleptik meliputi warna,

rasa, bau, aroma, dan tekstur (Depkes RI, 2000). Jenis penelitian

ini digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap

yang lain dalam kondisi yang terkendali.

2) Uji pH

Sebuah pH meter digunakan untuk mengukur pH kantong teh

herbal yang sudah jadi. Elektroda pH meter dicelupkan ke dalam

larutan teh celup herbal, dan angka pada pH meter dibiarkan

bergerak hingga menunjukkan angka tetap. Nilai pH kemudian


22

dicatat. Menurut SE & Lestari (2016), pH yang diperoleh harus

bersifat asam (pH 6-7) dari uji pH yang dilakukan dengan pH

meter karena mempengaruhi rasa bedak.

3) Uji Kadar Air

Pengeringan merupakan strategi menghilangkan atau

menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara

menghilangkan air dengan memanfaatkan energi (SE dan Lestari,

2016). Pendugaan kadar air dilakukan dengan menggunakan

pedoman SNI dan telah ditetapkan kadar air (%) sebagai syarat

mutu teh, kantong teh memiliki norma kadar air paling tinggi 10%.

2.5 Radikal Bebas

2.5.1 Definisi Radikal Bebas

Atom atau molekul dengan elektron tidak berpasangan di orbit

terluarnya adalah radikal bebas, juga dikenal sebagai spesies oksigen

reaktif (ROS). Menurut Kumalaningsih (2007), radikal bebas bersifat

sangat reaktif dan memiliki waktu paruh yang sangat singkat.

2.5.2 Pengaruh Radikal Bebas

Stabilitas dicapai ketika radikal bebas berinteraksi dengan molekul

di sekitarnya. Jika reaksi ini tidak dihentikan dapat menyebabkan

kerusakan pada semua molekul seluler, termasuk struktur karbohidrat,

protein, lemak, dan asam nukleat (Winarsi, 2007). Reaksi ini terjadi

terus menerus di dalam tubuh. Menurut Kumalaningsih (2007),

bernapas, makan lemak, dan tinggal di lingkungan yang tidak sehat


23

semuanya dapat memasukkan dan membentuk radikal bebas ke dalam

tubuh.

Mikroorganisme penyebab infeksi tubuh pertama-tama

membutuhkan kekuatan membunuh radikal bebas. Berbagai jenis

penyakit degeneratif, termasuk penyakit jantung koroner, tekanan darah

tinggi, aterosklerosis, dan diabetes melitus, dapat dipicu oleh paparan

radikal bebas yang berkepanjangan dan berlebihan, yang merusak sel,

mengurangi kemampuan beradaptasi dengan lingkungannya, dan pada

akhirnya menyebabkan kerusakan sel. kematian. Ekstremis bebas sering

disamakan dengan oksidan karena memiliki sifat yang serupa dan dapat

menyebabkan kerusakan yang sama meskipun interaksinya unik.

Antioksidan endogen dalam tubuh normalnya akan menetralkan radikal

bebas yang diproduksi dalam tubuh. Ketidakseimbangan antara radikal

bebas dan antioksidan, atau stres oksidatif, terjadi ketika kadar radikal

bebas terlalu tinggi dan antioksidan endogen tidak mampu

menetralisirnya (Irmawati, 2014).

2.6 Antioksidan

2.6.1 Definisi Antioksidan

Senyawa antioksidan merupakan senyawa donor elektron dalam

arti kimia. Dari sudut pandang biologis, antioksidan adalah zat yang

dapat digunakan tubuh untuk menangkal atau mengurangi efek negatif

oksidan. Menurut Winarsi (2007), antioksidan menghambat aktivitas

senyawa oksidan dengan mendonorkan elektron pada senyawa tersebut.


24

2.6.2 Fungsi Antioksidan

Agar atom dan elektron yang tidak berpasangan memperoleh

pasangan elektron dan menjadi stabil, antioksidan menetralkan radikal

bebas. Antioksidan dapat melindungi tubuh dari kanker dan kondisi

degeneratif lainnya. Antioksidan juga membantu memperlambat proses

penuaan (Tapan, 2005). Senyawa yang dikenal sebagai antioksidan

mampu mencegah atau memperlambat proses oksidasi dengan

mendonorkan elektron ke radikal bebas sehingga tidak membahayakan

sel atau jaringan lain. Baik mekanisme enzimatik maupun non

enzimatik berperan dalam pertahanan tubuh terhadap radikal bebas

(Moussa, 2008).

2.6.3 Jenis Antioksidan

Antioksidan dibagi menjadi tiga kelompok menurut cara

kerjanya:

1) Antioksidan primer

Juga disebut sebagai antioksidan yang diproduksi tubuh atau

enzimatik. Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan primer

jika dapat dengan cepat memberikan senyawa radikal atom

hidrogen, mengubah radikal antioksidan menjadi senyawa yang

lebih stabil. Enzim Superoxide Dismutase (SOD), Glutathione

Peroxydase (GPx), dan Catalase (CAT) adalah antioksidan utama.

Enzim tersebut mencegah terbentuknya radikal bebas sebagai

antioksidan dengan cara memutus reaksi berantai (polimerisasi)


25

dan mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil (Winarsi,

2007). Konsumsi mikronutrien seperti Cu (Tembaga), Zn (Zinc),

Mn (Mangan), dan Fe (Besi) berpengaruh pada pertahanan radikal

bebas dengan antioksidan primer. Sebagai kofaktor SOD, keempat

mikronutrien ini memainkan peran penting dalam fungsinya.

Menurut Winarsi (2007), enzim GPx membantu enzim katalase dan

enzim SOD dalam mempertahankan konsentrasi oksigen yang

stabil dan mencegah transformasinya menjadi pro-oksidan.

2) Antioksidan sekunder

Juga disebut sebagai antioksidan non-enzimatik atau eksogen.

Kelas antioksidan ini juga dikenal sebagai sistem pertahanan

preventif karena mencegah atau mengganggu pembentukan

senyawa oksigen reaktif dengan cara mengkelat logam. Cairan

ekstraseluler adalah tempat terjadinya khelasi logam. Antioksidan

sekunder dapat menghentikan atau menangkap radikal bebas dalam

reaksi oksidasi berantai. Vitamin E, vitamin C, karotenoid, fenol,

dan polifenol adalah antioksidan sekunder. Flavonoid (flavonol,

isoflavon, katekin, dan flavonon), turunan asam sianat, tokoferol,

dan asam organik polifungsional seperti asam urat, bilirubin, dan

albumin adalah yang paling umum. Musarofah 2015).

3) Antioksidan Tersier

Sistem enzim perbaikan DNA dan reduktase metionin

sulfoksida termasuk dalam kategori antioksidan tersier. Protein ini


26

mampu mempertahankan kerusakan biomolekuler yang disebabkan

oleh reaktivitas ekstrim bebas. Kerusakan tegakan tunggal atau

ganda adalah ciri khas kerusakan DNA akibat radikal bebas.

kelompok non basis dan kelompok basis sama (Winarsi, 2007).

Mekanisme kerja dan efektivitas sebagai antioksidan dari berbagai

antioksidan yang tersedia sangat bervariasi. Menurut Siagian

(2002), perlindungan antioksidan sinergis terhadap oksidasi

seringkali berasal dari kombinasi beberapa antioksidan.

2.6.4 Metode Uji Antioksidan dengan Metode DPPH

Radikal bebas 1,1-Diphenyl-2-Picrylhidrazyl (DPPH) stabil

pada suhu kamar dan sering digunakan untuk menilai kapasitas

antioksidan dari berbagai senyawa atau ekstrak alami.

Gambar 2.2 memberikan gambaran struktur DPPH:

Gambar 2.2 Struktur DPPH (Molyneux, 2004).

Untuk menghasilkan molekul diamagnetik yang stabil, DPPH

mengambil elektron atau radikal hidrogen. Antioksidan akan

menetralkan radikal bebas DPPH dengan cara berinteraksi

dengannya baik melalui transfer elektron maupun radikal hidrogen.

Jika semua elektron pada radikal bebas DPPH berpasangan, larutan


27

akan berubah warna dari ungu tua menjadi kuning cerah, dan

absorbansinya pada 516 nm akan hilang. Jumlah elektron atau atom

hidrogen yang ditangkap oleh molekul DPPH dengan adanya zat

pereduksi dapat digunakan untuk mengukur perubahan ini. Jika nilai

IC50 suatu zat kurang dari 200 ppm, zat tersebut memiliki sifat

antioksidan. Menurut Mollyneux (2004), zat tersebut kurang aktif

tetapi masih berpotensi sebagai antioksidan jika nilai IC50 yang

diperoleh antara 200 dan 1000 ppm.

Dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis untuk

mengukur penangkapan radikal DPPH oleh suatu senyawa yang

memiliki aktivitas antioksidan, metode uji aktivitas antioksidan ini

bertujuan untuk mengukur aktivitas antioksidan dengan menentukan

nilai aktivitas penangkapan radikal bebas yang diwakili oleh nilai

IC50. Konsentrasi senyawa uji yang dapat menghilangkan radikal

bebas sebesar 50% disebut sebagai nilai IC50. Aktivitas scavenging

radikal bebas lebih tinggi ketika nilai IC50 lebih rendah.

Menurut Al Ridho (2013), pengukuran ini didasarkan pada

adanya radikal bebas yang stabil, DPPH, dikombinasikan dengan

senyawa antioksidan yang dapat mendonorkan hidrogen untuk

menekan radikal bebas. Metode DPPH tidak spesifik untuk

komponen antioksidan tertentu, melainkan untuk semua senyawa

antioksidan dalam sampel. Suatu senyawa dinyatakan anti radikal

bebas sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 10 g/mL, kuat jika
28

nilai IC50 antara 10 dan 50 μg/mL, sedang jika nilai IC50 antara 50

dan 100 μg/mL, lemah jika nilai IC50 antara 100 dan 250 μg/mL.

Memahami sifat fungsional makanan akan lebih mudah dengan

pengukuran kapasitas antioksidan totalnya. Pada pelarut polar

maupun nonpolar, metode DPPH dapat mengukur aktivitas

antioksidan total. Pengukuran komponen yang larut dalam pelarut

yang digunakan dalam analisis adalah satu-satunya batasan dari

beberapa metode lainnya. Semua komponen antioksidan larut lemak

dan larut air diukur menggunakan metode DPPH. Metode DPPH

dipilih karena kesederhanaan, kemudahan penggunaan, kecepatan,

kepekaan, dan kebutuhan sampel yang rendah. Senyawa radikal

bebas yang stabil dari gugus nitrit oksida adalah DPPH. Menurut

Prakash et al., senyawa ini memiliki sifat padatan berwarna ungu

kehitaman, larut dalam pelarut DMF atau etanol/metanol, memiliki

titik didih 127-129 oC, panjang gelombang maksimum 517 nm,

berat molekul sebesar 394,3 g/mol, dan rumus kimia C18H12N5O6.

2001.

Saat menguji antioksidan yang ditemukan dalam produk

alami, metode DPPH sangat umum. Hal ini disebabkan karena

DPPH merupakan radikal stabil yang dapat dibeli secara komersial

dan tidak perlu dibentuk sebelum pengujian, tidak seperti metode

ABTS. Hasilnya, metode ini dianggap sebagai metode yang mudah

dan sangat berguna untuk menyaring atau mengukur aktivitas


29

antioksidan baik dalam bentuk murni maupun kompleks (Magalhes

et al., 2008).

Pada prosedur DPPH, absorbansi kontrol adalah absorbansi

DPPH, dan blanko adalah etanol 95%. Menurut Mollyneux (2004),

nilai aktivitas penangkapan radikal bebas berbanding lurus dengan

derajat perubahan warna yang menghasilkan absorbansi yang lebih

kecil.

Absorbansi DPPH sebelum menambahkan sampel adalah

absorbansi kontrol yang digunakan dalam prosedur DPPH. kontrol

yang digunakan untuk memastikan sistem pengukuran stabil. Dalam

rangkaian pengukuran, kontrol juga berfungsi untuk menjaga agar

konsentrasi DPPH total tetap konstan.

Uji yang dilakukan untuk mengetahui aktivitas antioksidan

suatu zat adalah metode DPPH perendaman radikal bebas.

Kemampuan suatu senyawa atau ekstrak untuk mencegah reaksi

oksidasi dikenal sebagai aktivitas antioksidannya, dan kemampuan

ini dapat diukur dalam persentase. Nilai konsentrasi efisien (EC50)

atau konsentrasi penghambatan (IC50), yang mengacu pada

konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat menyebabkan 50%

radikal bebas DPPH kehilangan sifat radikalnya, merupakan

parameter yang digunakan untuk menunjukkan aktivitas

antioksidan. Menurut Susi Endrini dkk. (2009), bahan dengan


30

aktivitas antioksidan yang tinggi akan memiliki nilai EC50 atau

IC50 yang rendah.

Pertama-tama perlu ditentukan apakah ada korelasi yang

signifikan antara dua kuantitas yang diukur sebelum melanjutkan

dengan perhitungan analitik tambahan berdasarkan regresi linier

yang diperoleh. Akibatnya, besarnya koefisien korelasi r harus

ditentukan; nilainya dapat berkisar dari -1 hingga r 1 (Gandjar, I. G.,

dan Rohman, 2015). Metode yang digunakan untuk menghitung

persamaan regresi linier berdampak pada bagaimana nilai r

dihitung.

Dengan menggunakan nilai a dan b dari persamaan umum

sebelumnya, kita dapat menentukan persamaan regresi linier. Nilai

IC50 dapat dihitung sebagai x dengan mengganti y dengan nilai 50

dari persamaan regresi linier yang diperoleh (konsentrasi inhibisi 50

persen.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

3.1.1 Populasi

Menurut Notoatmodjo (2012), populasi adalah seluruh objek

penelitian atau obyek yang diteliti. Tanaman buah alpukat (Persea

americana Mill) dengan varietas hijau panjang dan merah bulat

menjadi populasi penelitian ini.

3.1.2 Pengambilan Sampel dan Pengambilan Sampel

1) Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang diteliti atau

yang mewakilinya (Arikunto, 1998). Biji alpukat (Persea americana

Mill) dengan varietas hijau panjang dan merah bulat dijadikan

sebagai sampel penelitian.

2) Pengambilan sampel

Purposive sampling artinya sampel dipilih semata-mata

atas dasar keyakinan peneliti bahwa anggota sampel yang diambil

sudah memiliki karakteristik yang diinginkan (Sugiyono, 2013).

Daerah Cirebon menjadi sumber sampel.

3.1.1 Variabel Penelitian dan Operasional Penelitian

Berikut beberapa variabel beserta penjelasannya, seperti yang

dikemukakan oleh Sugiyono (2013):

1) Variabel Penelitian

31
32

Variabel dalam suatu penelitian meliputi variabel bebas

(independent), variabel terikat (dependent), dan variabel kontrol.

Variabel adalah kualitas studi penelitian dan menarik kesimpulan

dari mereka.

a. Variabel independen

Variabel risiko, penyebab, atau faktor yang mempengaruhi

variabel dependen adalah contoh variabel independen.

Penyeduhan teh biji alpukat biasa (Persea americana Mill)

dengan biji alpukat mentega (Persea americana Mill) selama tiga

menit pada suhu 70 dan 100 derajat Celcius merupakan variabel

bebas penelitian.

b. Variabel dependen

Mengikuti pengobatan, hasil, efek, atau variabel yang

terpengaruh adalah variabel dependen. Aktivitas antioksidan

seduhan teh biji alpukat biasa (Persea americana Mill) dengan

biji alpukat mentega (Persea americana Mill) selama tiga menit

pada suhu 70 dan 100 derajat Celcius merupakan variabel

dependen penelitian.

c. Variabel kontrol

Variabel yang dikontrol atau dipertahankan konstan agar

tidak mempengaruhi variabel utama yang diselidiki disebut

variabel kontrol. Variabel ini terutama digunakan pada metode

eksperimen yang bersifat membuat perbandingan (Sugiyono,


33

2013).. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah vitamin C

(asam askorbat).

2) Operasional Variabel

X1a

X1b

X2a Y

X2b

K+

Gambar 3.1 Operasional Variabel

Keterangan:

X1 a : Teh yang terbuat dari biji alpukat (Persea americana

Mill) diseduh selama tiga menit pada suhu 70 derajat

Celcius.

X1 b : Teh yang diinfuskan dengan biji alpukat (Persea

americana Mill) dan diseduh selama tiga menit pada

suhu 100 derajat Celcius.

X2 a : Teh yang terbuat dari biji alpukat mentega (Persea

americana Mill) yang diseduh selama tiga menit pada

suhu 70 derajat Celcius.


34

X2 b : Teh yang terbuat dari biji alpukat mentega (Persea

americana Mill) yang diseduh selama tiga menit pada

suhu 100 derajat Celcius.

K+ : Vitamin C (kontrol positif)

Y : Aktivitas sebagai antioksidan

3.2 Metode Penelitian

Menurut Notoadmojo (2012), metode eksperimen (experiment)

adalah metode yang digunakan dalam proses penelitian. Metode eksperimen

mensyaratkan melakukan percobaan atau perlakuan pada objek yang menjadi

subjek penyelidikan untuk mempelajari tentang hasil perlakuan dan

mengumpulkan data.
35

3.3 Desain Penelitian

Bagan 3.1 Desain Penelitian

3.4 Alat dan Bahan

3.4.1 Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

spektrofotometer UV-Vis, oven, kompor listrik, blender, batang

pengaduk, sendok, beaker glass, glass ukur, tabung reaksi, penjepit


36

tabung reaksi, rak tabung reaksi, paket stick pH, pisau, timbangan

digital, pipet tetes, ayakan mesh 100.

3.4.2 Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah

Biji buah alpukat, aquadest, kertas saring whatman, FeCl 3 1%,

NaOH 10%, serbuk Mg, amil alcohol, Hcl, H 2SO4 pekat, serbuk

vitamin C, serbuk DPPH.

3.5 Langkah Kerja

3.5.1 Determinasi Tanaman

Dengan mencocokkan ciri-ciri morfologi tanaman biji alpukat,

penentuan bertujuan untuk menentukan (membentuk atau

memastikan) kebenaran biji alpukat biasa (Persea americana Mill)

dan biji alpukat mentega (Persea americana Mill). Di Fakultas

Farmasi Universitas YPIB Majalengka dilakukan penentuan tanaman.

3.5.2 Pengumpulan Bahan

Bahan berupa biji alpukat biasa (Persea americana Mill)

dengan biji buah alpukat mentega (Persea americana Mill) yang

didapatkan dari kelurahan Kalitanjung, Kecamatan Harjamurti, Kota

Cirebon.

3.5.3 Pembuatan Simplisia Biji Buah Alpukat

Pembuatan simplisia dilakukan dengan cara, masing-

masing 2 kg biji alpukat biasa dan mentega yang telah dikumpulkan,

dibersihkan dengan cara dicuci dengan air mengalir dan ditiriskan.


37

Biji alpukat dipotong-potong lalu dikeringkan dengan cara

dikeringkan dibawah sinar matahari sampai simplisia benar-benar

kering. Kemudian simplisia dihaluskan dengan cara diblender sampai

menjadi serbuk. Kemudian diayak menggunakan pengayakan 100

mesh dan disimpan dalam wadah kaca yang tertutup rapat.

3.5.4 Pembuatan Seduhan Teh Biji Buah Alpukat

Cara penyeduhan pada teh mengacu pada SNI 3836-2013

tentang teh yaitu 2,4 gram sampel dalam 140 ml air atau aquadest.

Masing-masing serbuk teh biji buah alpukat biasa dan mentega

ditimbang sebanyak 2,4 gram kemudian memasukkan ke dalam

beaker glass dan masing-masing sampel diseduh pada suhu 70 0C

dan 1000C dengan air sebanyak 140 ml selama waktu 3 menit.

Hasil seduhan disaring dengan kertas saring whatman dan filtrat

teh yang dihasilkan dianalisa kandungan flavonoid, tanin dan

antioksidannya.

3.5.5 Skrining Fitokimia

Skrining yang dilakukan adalah uji flavonoid dan tanin.

Metode skrining fitokimia adalah sbb :

1) Pemeriksaan Flavonoid

Setelah ditimbang satu gram bubuk biji alpukat dari masing-

masing sampel, ditambahkan 10 ml air panas, direbus selama 5

menit, dan air panas disaring. 5 ml filtrat ditambahkan ke dalam

50 mg serbuk magnesium, 1 mililiter HCl pekat, dan 1 ml amil


38

alkohol. dibiarkan memisah setelah dikocok. Pada lapisan amil

alkohol, warna merah, kuning, dan jingga menunjukkan positif

flavonoid (Departemen Kesehatan RI, 2000).

2) Evaluasi Tanin

Dari setiap sampel, 0,5 gram serbuk simplisia diekstraksi

dengan 10 ml air suling, disaring, dan filtrat yang tidak berwarna

diencerkan dengan air. Tambahkan 1-2 tetes reagen besi (III)

klorida 1% ke dalam 2 ml larutan. Tanin ada jika zat tersebut

berwarna biru atau hitam (Farnsworth, 1966).

3.5.6 Pengujian Kualitas Teh Biji Alpukat

Dalam penelitian ini, empat pengujian Teh Biji Alpukat

digunakan untuk mengevaluasi kualitasnya, yaitu:

2) Uji Organoleptik

Bentuk, warna, dan bau teh biji alpukat diamati

menggunakan panca indera (Abdassah, 2017).

2) Ukur pH

pH teh diukur dengan pH meter dengan cara mencelupkan

elektroda pH meter ke dalam larutan teh (dua gram bubuk teh

dalam seratus mililiter air), biarkan angka pada pH meter

bergerak sampai itu menunjukkan nilai tetap, dan kemudian

merekam hasilnya. Menurut SE & Lestari (2016), pH yang

diperoleh harus bersifat asam (pH 6-7) dari uji pH yang dilakukan

dengan pH meter karena mempengaruhi rasa bedak.


39

3) Uji Kadar Air

Serbuk simplisia diambil satu gram dari masing-masing

sampel dan diletakkan di atas plat aluminium sebelum dianalisa

dalam halogen moisture analyzer untuk mengetahui kadar air

sampel. Setelah mengatur moisture analyzer ke 1050C, menutup

penutup moisture analyzer, dan menunggu beberapa menit hingga

hasil kadar air muncul, hasil yang diperoleh dicatat. Menurut SNI

4342-2014, mutu teh celup harus memiliki kadar air minimal 10%

sesuai standar.

3.5.6 Analisis Aktivitas Antioksidan Seduhan Teh Biji Buah Alpukat

Analisis aktivitas antioksidan pada penelitian ini dilakukan pada

Seduhan teh biji buah alpukat. Adapun langkah-langkahnya yaitu :

1) Pembuatan Larutan (Persiapan Awal)

a. Pembuatan larutan DPPH 100 ppm

Timbang 10 mg DPPH, campurkan dengan alkohol 70%

menjadi 100 ml dalam labu ukur, kocok hingga homogen, dan

simpan larutan di tempat gelap.

b. Membuat Larutan Vitamin C 100 ppm

Timbang 10 mg bubuk vitamin C murni, campurkan dengan

100 ml air suling, dan kocok hingga merata. Larutan induk

kemudian dipipet ke dalam rangkaian konsentrasi masing-

masing 0,2 mlr, 0,4 ml, 0,6 ml, 0,8 mlr, dan 10 ml dengan
40

menggunakan pipet. Kemudian hingga volume 10 ml

ditambahkan alkohol 70%.

c. Pembuatan Larutan Blanko

Isi tabung reaksi dengan 2 ml larutan DPPH, tambahkan 2

ml alkohol 70% (1:1), kocok hingga homogen, dan simpan

selama 30 menit di tempat gelap.

d. Pembuatan Larutan Sampel

1) 2,4 gram setiap sampel dilarutkan dalam 140 mililiter air

yang telah diseduh selama tiga menit pada suhu berkisar

antara 70 hingga 100 derajat Celcius. Untuk mencapai

konsentrasi 500 ppm, masing-masing sampel diambil 2,9

ml dari hasil seduhan dan ditambahkan 100 ml akuades

dalam labu ukur.

2) Setelah itu dibuat larutan dari larutan dengan rentang

konsentrasi sebagai berikut: 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, 80

ppm, dan 100 ppm masing-masing dengan cara dipipet 0,4

mL, 0,8 mL, dan 1,2 mL.

2) Pengukuran Aktivitas Antioksidan

a. Pengukuran aktivitas antioksidan vitamin C terhadap

radikal bebas DPPH

Sebanyak 2 ml larutan vitamin C dengan konsentrasi 2

ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, dan 10 ppm, masing-masing

ditambahkan 2 ml larutan DPPH (1:1) , dikocok hingga


41

homogen, lalu disimpan di tempat gelap selama 30 menit.

Volume campuran kemudian direduksi menjadi 10. Setelah itu

digunakan spektrofotometer UV-Vis untuk mengukur

absorbansi pada panjang gelombang maksimum 517 nm

(Molyneux, 2004).

b. Pengukuran aktivitas antioksidan sampel teh biji alpukat

yang direndam DPPH terhadap radikal bebas

Sebanyak 2 mL sample series solution ditambahkan pada

setiap sampel dengan konsentrasi 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, 80

ppm, dan 100 ppm, masing-masing. Campuran tersebut

kemudian dihomogenkan dan disimpan. pada suhu kamar

selama tiga puluh menit di lokasi yang gelap. Setelah itu

digunakan spektrofotometer UV-Vis untuk mengukur

absorbansi pada panjang gelombang maksimum 517 nm

(Molyneux, 2004).

c. Persamaan regresi linier, nilai IC50 (konsentrasi inhibisi),

dan persentase inhibisi

Persentase inhibisi menunjukkan aktivitas radikal. Rumus

berikut dapat digunakan untuk menentukan persentase

penghambatan radikal DPPH dari masing-masing konsentrasi

larutan sampel:

% Inhibisi = Absorban Blangko – Absorban Sampel x 100%


Absorban Blangko
42

Persamaan regresi linier y = a ± bx digunakan untuk

memplot konsentrasi sampel dan persentase inhibisi yang telah

diperoleh dari masing-masing konsentrasi pada sumbu x dan y.

Nilai IC50 dari setiap sampel ditentukan dengan menerapkan

persamaan ini. Konsentrasi sampel yang mampu merendam

50% dari konsentrasi awal radikal DPPH disebut sebagai nilai

IC50. Menurut Purni (2012), nilai IC50 ditentukan dengan

mensubstitusi 50 untuk nilai Y pada nilai X.

a. Persamaan regresi linier

Persamaan regresi linear ditentukan dengan

menggunakan metode kurva baku menggunakan program

Microsof excel.

Langkah –langkahnya yaitu :

1) Membuat tabel data antara setiap pengenceran konsentrasi

larutan dengan presentase inhibisinya.

2) Mengubah tabel tersebut menjadi bentuk kurva garis yang

bertitik (tipe kurvanya yaitu scatter with smooth lines and

markers) dengan konsentrasi seri larutan sebagai sumbu x

dan presentase inhibisinya sebagai sumbu y.

3) Pada hasil akan mucul nilai intercept sebagai nilai b dan

variabel x sebagai nilai a.

4) Persamaan regresi linear dan nilai R2 secara otomatis akan

muncul pada layar kurva.


43

b. Penentuan Nilai IC50 (Inhibition Concentration)

Langkah–langkah menentukan nilai IC50 (Inhibition

Concentration) yaitu :

a) Menghitung nilai X sebagai nilai IC50 dengan mensubtitusi

nilai % inhibsi (y) sebesar 50, sehingga persamaan menjadi

50 = aX+b. substitusi nilai a dan b dari regresi linear yang

sudah diperoleh.

b) Menentukan kriteria tingkat kekuatan antiosidan sampel

dengan membandingkan nilai IC50 yang diperoleh dengan

nilai IC50 pada literatur

3.6 Sumber Data dan Alat Pengumpulan Data

3.6.1 Sumber Data

a) Data Primer

Data yang berasal langsung dari subjek penelitian disebut

data primer. Data primer penelitian ini diperoleh langsung dari

Laboratorium YPIB Universitas Majalengka pengujian aktivitas

antioksidan Rebusan Teh Biji Alpukat menggunakan metode DPPH.

Data primer penelitian ini terdiri dari:

a. Nilai absorbansi larutan

b. Nilai persentase (%) inhibisi

c. Nilai koefisien determinasi R2 dan koefisien korelasi r

d. Persamaan regresi linier dan kurva baku

e. Nilai IC50
44

b) Data Skunder

Yang dimaksud dengan data sekunder adalah informasi

yang telah disusun, seperti informasi yang ditemukan dalam

publikasi dan dokumen. Mengenai perbandingan aktivitas

antioksidan seduhan teh dari biji alpukat (Persea americana Mill)

dan biji alpukat dari mentega (Persea americana Mill) dengan

menggunakan metode DPPH, diperoleh data sekunder dari berbagai

studi literatur dan jurnal penelitian ilmiah.

3.6.2 Alat Pengumpulan Data

Data primer dalam penelitian ini yang meliputi absorbansi

larutan diperoleh dan dikumpulkan menggunakan alat

Spektrofotometri UV-Vis.

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

3.7.1. Teknik Pengolahan Data

Data absorbansi yang diperoleh dari setiap pengenceran

konsentrasi larutan yaitu larutan blanko, vitamin C, Seduhan Teh Biji

Buah Alpukat untuk setiap konsentrasi larutan kemudian

dikumpulkan.

Selanjutnya diolah menggunakan metode analisa regresi linier dengan

beberapa tahapan sebagai berikut:

1) Menghitung persentase (%) inhibisi setiap konsentrasi larutan

menggunakan rumus.
45

2) Membuat sebuah tabel dan kurva baku yang menyatakan kolerasi

antara konsentrasi seri larutan dengan persentase inhibisinya.

3) Menentukan nilai R2 dan persamaan regresi liniernya untuk

mendapatkan nilai a dan b pada persamaan umum regresi linier.

4) Menghitung nilai x sebagai nilai konsentrasi inhibisi IC50 dengan

mensubstitusi nilai Y = 50 pada persamaan regresi linier.

3.7.2 Teknik Analisis Data

Persamaan regresi (regresi linier sederhana), Y = ax + b,

digunakan untuk menganalisis data aktivitas antioksidan. Analisis

regresi adalah model matematis yang dapat digunakan untuk

mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Menurut

Sugiyarto (2015), tujuan analisis regresi adalah untuk mengestimasi

atau memprediksi nilai suatu variabel melalui variabel lain (variabel

independen atau independen). Program Excel atau SPSS (Statistical

Package for Service Solution) dapat digunakan untuk melakukan

analisis ini.

Nilai IC50 ditentukan setelah aktivitas antioksidan Vitamin C

dan Seduhan Teh Biji Buah Alpukat serta dievaluasi secara terpisah.

Aktivitas antioksidan lebih kuat ketika nilai IC50 lebih rendah,

sedangkan aktivitas antioksidan lebih lemah ketika nilai IC50 lebih

tinggi.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui aktivitas antioksidan dan

nilai IC50 dari biji alpukat biasa (Persea Americana Mill) dan biji alpukat

mentega (Persea Americana Mill) pada variasi seduhan 70 dan 100 derajat

celcius yang menunjukan aktivitas antioksidan dan nilai IC50 yang paling

baik. Laboratorium Farmasetika Fakultas Farmasi Universitas YPIB

Majalengka di Jalan Perjuangan Majasem, Cirebon, Jawa Barat menjadi

tempat dilakukannya penelitian ini. Adapun hasil penelitian sebagai berikut:

4.1.1 Hasil Determinasi Tanaman

Langkah pertama adalah mengidentifikasi tanaman yang

digunakan melalui penentuan tanaman. Laboratorium Farmakognosi

Fakultas Farmasi YPIB Universitas Majalengka melakukan

determinasi tanaman ini.

4.1.2 Pengumpulan Bahan

Biji alpukat biasa (Persea americana Mill) dan mentega

(Persea americana Mill) merupakan bagian tanaman yang digunakan

dalam penelitian ini. Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel

yang digunakan berasal dari famili Lauraceae. Alpukat yang kami

coba berasal dari Desa Kalitanjung di Kecamatan Harjamurti Kota

Cirebon. Bahan lainnya diperoleh dari Laboratorium Farmasi dan

46
47

Laboratorium Fakultas Farmasi YPIB Universitas Majalengka,

selain 2 kilogram biji alpukat dari kecamatan Kalitanjung.

4.1.2 Hasil Proses Pembuatan Simplisia

Simplisia dibuat dengan mengumpulkan 2 kg biji alpukat

biasa dan mentega, ditiriskan, dan dicuci dengan air mengalir. Irisan

biji alpukat kemudian dijemur hingga simplisia kering saat disentuh.

Setelah kering, biji alpukat ditumbuk hingga menghasilkan 500 gram

simplisia kering. Simplisia kemudian diblender dan diayak

menggunakan saringan no. 100 untuk menghasilkan 190 gram

serbuk simplisia yang selanjutnya disimpan dalam wadah tertutup.

Pengeringan dilakukan untuk menghentikan reaksi enzimatik yang

menyebabkan biji alpukat membusuk atau mengubah komposisi

kimianya. Formula untuk menghitung susut pengeringan adalah

sebagai berikut:

Bobot simplisia basah−bobot simplisia kering


susut pengeringan : x
Bobot simplisia basah

100 %

2000−190
susut pengeringan biji Alpukat Biasa= x100 % = 90,5 %
2000

2000−190
susut pengeringan biji Alpukat Mentega= x100%=90,5%
2000

4.1.3 Skrining Fitokimia Biji Buah Alpukat (Persea americana Mill)

Untuk memberikan gambaran golongan senyawa yang terdapat pada

biji alpukat (Persea americana Mill) maka dilakukan skrining


48

fitokimia. Tabel di bawah ini menunjukkan hasil skrining, yang

meliputi:

Tabel 4.1 Hasil Skrining Fitokimia Biji Buah Alpukat (Persea

americana Mill)

No Bahan Pemeriksaan Pereaksi Hasil Keterangan

1. Alpukat Flavonoid Serbuk Mg, ++ Terbentuk

Biasa Hcl pekat, warna kuning

Amil alkohol. pada lapisan

amil alkohol.

Terbentuk

Tanin Fecl3 1% ++ warna biru

kehitaman

2. Alpukat Flavonoid Serbuk Mg, + Terbentuk

Mentega Hcl pekat, warna kuning

Amil alkohol. pada lapisan

amil alkohol.

Terbentuk

Tanin Fecl3 1% + warna biru

kehitaman
49

4.1.5 Hasil Evaluasi Mutu Teh Biji Buah Alpukat (Persea americana

Mill)

Evaluasi kualitas Teh Biji Alpukat yang dilakukan untuk penelitian

ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini, yang meliputi:

Tabel 4.2 Hasil Uji Organoleptik Serbuk dan Sediaan Teh Biji

Buah Alpukat (Persea americana Mill)

No Bahan Bentuk Pengamatan Hasil

Sediaan

1. Alpukat Serbuk Warna Coklat Tua.

Biasa Bau Bau khas biji alpukat

biasa.

Rasa Sepat

Tekstur Serbuk Halus

Alpukat Warna Coklat Muda.

Mentega Bau Bau khas biji alpukat

mentega.

Rasa Sepat

Tekstur Serbuk Halus

2. Alpukat Sediaan Warna Orange Tua.

Biasa Teh Bau Bau khas biji alpukat

biasa.

Rasa Sepat.
50

Tekstur Cair.

Alpukat Warna Orange Muda.

Mentega Bau Bau khas biji alpukat

mentega.

Rasa Sepat.

Tekstur Cair.

Tabel 4.3 Hasil Uji pH Teh Biji Buah Alpukat (Persea americana

Mill)

No Bahan Hasil

1. Alpukat Biasa 70⁰C 6

2. Alpukat Biasa 100⁰C 6

3. Alpukat Mentega 70⁰C 7

4. Alpukat Mentega 100⁰C 7

Tabel 4.4 Hasil Uji Kadar air Serbuk Biji Buah Alpukat (Persea

americana Mill)

No Bahan Hasil
51

1. Alpukat Biasa 8,76 %

2. Alpukat Mentega 9,35 %

4.1.6 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Seduhan Teh Biji Buah Alpukat

(Persea americana Mill) Dengan Metode DPPH

5 konsentrasi masing-masing pelarut digunakan dalam metode

DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) untuk uji aktivitas antioksidan.

Nilai IC50 dapat digunakan untuk menyatakan aktivitas antioksidan.

Jika nilai IC50 dibawah 50 ppm, berarti aktivitas antioksidannya

sangat kuat. Aktivitas antioksidan yang kuat ditunjukkan dengan nilai

IC50 antara 50 dan 100 ppm. Aktivitas antioksidan sedang ketika nilai

IC50 antara 101 dan 150 ppm. Aktivitas antioksidan rendah ketika

nilai IC50 antara 151 dan 200 ppm. Data aktivitas antioksidan asam

askorbat pada 70 dan 100 derajat Celcius untuk teh biji alpukat biasa

dan pada 70 dan 100 derajat Celcius untuk teh biji alpukat mentega

disediakan di bawah ini.

Tabel 4.5 Hasil Absorbansi, % inhibisi dan IC50 asam askorbat


(vitamin c)
52

Konsentrasi Absorbansi % Persamaan Regresi IC50 Kategori


(ppm) Blanko Vit C Inhibisi Linier Antioksi
dan
2 0,156 14,92
4 0,128 29,67 y = 7,0875x + 0,663 Sangat
6 0,182 0,103 43,41 R² = 0,9996 6,96 Kuat
8 0,078 57,14
10 0,052 71,43

Vitamin C
80
70
f(x) = 7.0875 x + 0.662999999999997
60 R² = 0.999580812143626
% Inhibisi

50
40
30
20
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Konsentrasi (ppm)

Gambar 4.1 Kurva regresi linier antara konsentrasi (ppm)


dengan % inhibisi asam askorbat (Vitamin C)

Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat hasil regresi linier dari

vitamin C yang didapatkan yaitu 0,9996 dan mempunyai nilai IC 50

sebesar 6,96 ppm. Berdasarkan tabel intensitas antioksidan, hal ini

menunjukkan bahwa vitamin C termasuk dalam kategori sangat kuat.

Tabel 4.6 Hasil Absorbansi, % inhibisi dan IC 50 Teh Biji Buah


Alpukat Biasa Suhu 70⁰C
53

Konsentrasi Absorbansi % Persamaan Regresi IC50 Kategori


(ppm) Blanko Samp Inhibisi Linier Antioksi
el dan
20 0,725 15,697
40 0,708 17,674 y = 0,2692x + 10,057
60 0,860 0,610 29,069 R² = 0,9001 148,37 Sedang
80 0,565 34,302 6
100 0,565 34,302

Alpukat Biasa 70 ⁰C
40
35 f(x) = 0.26919 x + 10.0574
30 R² = 0.898709803777814
% Inhibisi

25
20
15
10
5
0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110

Konsentrasi (ppm)

Gambar 4.2 Kurva regresi linier antara konsentrasi (ppm)


dengan % inhibisi teh biji buah alpukat biasa pada
suhu 70⁰C

Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat hasil regresi linier dari

teh biji buah alpukat biasa suhu 70⁰ yang didapat yaitu 0,9001 dan

memiliki nilai IC50 sebesar 148,376 ppm. Berdasarkan tabel

intensitas antioksidan, hal ini menunjukkan bahwa teh biji buah

alpukat biasa suhu 70⁰C termasuk dalam kategori sedang.


54

Tabel 4.7 Hasil Absorbansi, % inhibisi dan IC 50 Teh Biji Buah


Alpukat Biasa Suhu 100⁰C

Konsentrasi Absorbansi % Persamaan Regresi IC50 Kategori


(ppm) Blanko Samp Inhibisi Linier Antioksi
el dan
20 0,640 23,809
40 0,611 27,261 y = 0,3631x + 15,594
60 0,840 0,510 39,285 R² = 0,9732 94,756 Kuat
80 0,457 45,595
100 0,412 50,952

Alpukat Biasa 100 ⁰C


60
50
f(x) = 0.3631 x + 15.5944
40 R² = 0.973215143230496
% Inhibisi

30
20
10
0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110

Konsentrasi (ppm)

Gambar 4.3 Kurva regresi linier antara konsentrasi (ppm)


dengan % inhibisi teh biji buah alpukat biasa pada
suhu 100⁰C

Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat hasil regresi linier dari

teh biji buah alpukat biasa suhu 100⁰C yang didapat yaitu 0,9732

dan memiliki nilai IC50 sebesar 94,756 ppm. Berdasarkan tabel


55

intensitas antioksidan, hal ini menunjukkan bahwa teh biji buah

alpukat biasa suhu 100⁰C termasuk dalam kategori kuat.

Tabel 4.8 Hasil Absorbansi, % inhibisi dan IC50 Teh Biji

Buah Alpukat Mentega Suhu 70⁰C

Konsentrasi Absorbansi % Persamaan Regresi IC50 Kategori


(ppm) Blanko Samp Inhibisi Linier Antioksi
el dan
20 0,792 6,382
40 0,745 11,938 y = 0,2666x + 1,6657
60 0,846 0,685 19,030 R² = 0,9835 181,29 Lemah
80 0,644 23,877 8
100 0,617 27,068

Alpukat Mentega 70 ⁰C
30
25 f(x) = 0.266555 x + 1.6657
R² = 0.983504536285146
20
% Inhibisi

15
10
5
0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110

Konsentrasi (ppm)

Gambar 4.4 Kurva regresi linier antara konsentrasi (ppm)


dengan % inhibisi teh biji buah alpukat mentega
pada suhu 70⁰C

Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat hasil regresi linier dari

teh biji buah alpukat mentega suhu 70⁰C yang didapat yaitu 0,9835
56

dan memiliki nilai IC50 sebesar 181,298 ppm. Berdasarkan tabel

intensitas antioksidan, hal ini menunjukkan bahwa teh biji buah

alpukat mentega suhu 70⁰C termasuk dalam kategori lemah.

Tabel 4.9 Hasil Absorbansi, % inhibisi dan IC 50 Teh Biji Buah


Alpukat Mentega Suhu 100⁰C

Konsentrasi Absorbansi % Persamaan Regresi IC50 Kategori


(ppm) Blanko Samp Inhibisi Linier Antioksi
el dan
20 0,711 15,457
40 0,658 21,759 y = 0,2652x + 11,39
60 0,841 0,579 29,013 R² = 0,9473 145,588 Sedang
80 0,548 34,839
100 0,543 35,434

Alpukat Mentega 100 ⁰C


40
35 f(x) = 0.26517 x + 11.3902
30 R² = 0.947349034748154
% Inhibisi

25
20
15
10
5
0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110

Konsentrasi (ppm)
57

Gambar 4.5 Kurva regresi linier antara konsentrasi (ppm)


dengan % inhibisi teh biji buah alpukat mentega
pada suhu 100⁰C

Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat hasil regresi linier dari

teh biji buah alpukat mentega suhu 100⁰C yang didapat yaitu 0,9473

dan memiliki nilai IC50 sebesar 145,588 ppm. . Berdasarkan tabel

intensitas antioksidan, hal ini menunjukkan bahwa teh biji buah

alpukat mentega suhu 100⁰C termasuk dalam kategori sedang.

4.2 Pembahasan

Dalam penelitian berjudul “Perbandingan aktivitas antioksidan

seduhan teh dari biji alpukat biasa (Percea americana Mill) dan biji alpukat

dari mentega (Percea americana Mill)” menggunakan metode dpph, peneliti

membandingkan aktivitas antioksidan kedua varietas tersebut. Karena

banyaknya manfaat kesehatannya, biji alpukat digunakan sebagai bahan atau

sampel utama dalam penelitian ini. Metabolit sekunder flavonoid, tanin,

alkaloid, triterpenoid, dan saponin dapat ditemukan pada biji alpukat


58

(Marlinda et al., 2012). Sedangkan flavonoid dan tanin biji alpukat

merupakan antioksidan alami yang dapat digunakan untuk mengobati

berbagai macam penyakit.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antioksidan

dan nilai IC50 seduhan teh biji alpukat mentega (Persea americana Mill) dan

seduhan teh biji alpukat biasa (Persea americana Mill) pada variasi seduhan

70 dan 100 derajat Celcius selama tiga menit. . Seduhan teh biji alpukat

yang memiliki aktivitas antioksidan dan nilai IC50 tertinggi.

Untuk menjamin kebenaran tanaman yang akan digunakan dalam

penelitian, penelitian ini diawali dengan pemilihan tanaman terlebih dahulu.

Penentuan tersebut menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan dalam

penelitian adalah tanaman biji alpukat marga Persea, dengan varietas merah

bulat alpukat biasa dan varietas hijau panjang alpukat mentega.

Biji buah alpukat yang digunakan adalah biji buah alpukat yang

masih segar yang berwarna coklat yang diperoleh dari kelurahan Kalitanjung

kecamatan Harjamukti, kota Cirebon. Biji buah alpukat yang telah

dikumpulkan dari masing-masing sampel yang digunakan ditimbang dan

didapatkan beratnya 2 kg kemudian dicuci menggunakan air bersih yang

mengalir dengan tujuan untuk menghilangkan bakteri maupun mikroba yang

terdapat pada biji tersebut. Biji buah alpukat yang telah dibersihkan dirajang

dengan tujuan untuk mempercepat proses pengeringan.


59

Simplisia kemudian dikeringkan untuk menurunkan kadar airnya dan

mencegah pertumbuhan jamur dan bakteri, sehingga dapat disimpan lebih

lama dan tahan terhadap kerusakan. Selain itu, tujuan pengeringan adalah

untuk menghentikan reaksi enzimatik yang menyebabkan dekomposisi biji

alpukat atau perubahan komposisi kimianya. Hasil dari simplisia kering

diserbukkan dengan menggunakan blander lalu diayak. Tujuan dari

pengayakan adalah untuk memperkecil ukuran dan memperluas permukaan

sehingga memperbesar terjadinya kontak antara serbuk dan pelarut. Karena

serbuk simplisia memiliki luas permukaan yang kontak dengan pelarut lebih

besar, maka serbuk yang lebih halus akan lebih mudah diekstraksi karena

pelarut akan lebih mudah memecah dinding sel dan hasil ekstraksi akan

lebih efektif dan efisien (Cahyani et al. ., 2017).

Biji alpukat dari masing-masing sampel kemudian diseduh dengan

140 mililiter air sesuai dengan SNI 3836-2013 untuk teh. Setiap sampel

mengandung 2,4 gram bubuk teh yang diseduh selama tiga menit dengan

suhu berkisar antara 70 hingga 100 derajat Celcius sebelum disaring melalui

kertas saring whatman.

Tes skrining fitokimia kemudian digunakan untuk mengevaluasi hasil

seduhan. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengidentifikasi metabolit

sekunder yang terdapat pada setiap sampel teh biji alpukat. Hal ini sesuai

dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa biji alpukat biasa

varietas merah bulat dan biji alpukat mentega varietas hijau panjang

mengandung metabolit sekunder flavonoid dan tanin (Marlinda dan rekan,


60

2012). Dalam analisis tanin dan flavonoid, teh biji alpukat biasa memiliki

konsentrasi tanin dan flavonoid yang lebih tinggi daripada teh biji alpukat

mentega. Hal ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Liberty P.

Malangngi et al., yang menemukan bahwa biji alpukat kering biasa

mengandung lebih banyak tanin daripada biji alpukat mentega kering.

Sebaliknya, rata-rata kandungan total flavonoid ekstrak biji alpukat biasa

lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak biji alpukat mentega, menurut

penelitian yang dilakukan pada tahun 2019 oleh Hani Asmorowati et al.

Uji organoleptis serbuk dan sediaan teh biji buah alpukat dilakukan

terhadap warna, bau, rasa dan tekstur. Warna yang dihasilkan pada serbuk

alpukat biasa yaitu coklat tua dan warna coklat muda pada serbuk alpukat

mentega dan bau yang dihasilkan yaitu bau khas dari masing-masing sampel

dengan rasa yang sama-sama sepat dan teksturnya berupa serbuk halus.

Sedangkan, warna yang dihasilkan pada sediaan tehnya yaitu warna orange

tua pada alpukat biasa dan orange muda pada alpukat mentega, bau dan rasa

yang dihasilkan juga sama pada sediaan serbuk dengan tekstur cair.

Uji pH sediaan teh biji buah alpukat dari masing-masing sampel dan

variasi penyeduhan dilakukan untuk melihat apakah pH sesuai dengan pH

sediaan teh yaitu harus asam (pH 6-7) karena dapat mempengaruhi kualitas

rasa serbuk (SE & Lestari, 2016). Didapatkan hasil seduhan teh biji buah

alpukat biasa dan mentega pada suhu 70⁰C memiliki pH 6 dan seduhan teh

biji buah alpukat biasa dan mentega pada suhu 100⁰C memiliki pH 7. Hal
61

tersebut berarti bahwa keempat sampel memenuhi persyaratan pH pada

sediaan teh.

Uji kadar air serbuk biji buah alpukat dari masing-masing sampel

dilakukan untuk melihat kandungan air dari sampel dimana kadar air yang

tinggi menyebabkan.. mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk

berkembang biak sehingga terjadi perubahan pada sampel sediaan. Uji kadar

air dilakukan menggunakan alat moisture analyzer dengan persyaratan kadar

air pada teh maksimum sebesar 10%. Didapatkan hasil kadar air pada serbuk

biji buah alpukat biasa sebesar 8,76% dan kadar air pada.. serbuk biji buah

alpukat mentega sebesar 9,35%. Hal tersebut berarti bahwa kedua sampel

memenuhi persyaratan kadar air pada sediaan teh.

Alat spektrofotometri UV-Vis digunakan untuk uji aktivitas

antioksidan. Menurut Ikhlas (2013), spektrofotometer digunakan karena

kerjanya yang selektif dan otomatis serta kemampuannya mendeteksi adanya

suatu senyawa pada kadar yang sangat rendah (sensitif). Kemampuan

antioksidan untuk menetralkan radikal bebas merupakan dasar dari strategi

ini. Setelah penambahan teh biji alpukat mentega dan teh biji alpukat biasa

pada suhu seduh 70 dan 100 derajat, dilakukan uji absorbansi sisa DPPH.

Pada panjang gelombang maksimumnya, nilai absorbansi DPPH akan

menurun jika suatu zat memiliki aktivitas antioksidan. Absorbansi DPPH

dibandingkan dengan absorbansi blanko yaitu absorbansi DPPH dalam

etanol tanpa penambahan zat uji yaitu seduhan teh dari biji alpukat (Persea
62

americana Mill). Hal ini dilakukan untuk mengukur penurunan absorbansi

DPPH.

Blanko disiapkan dan disimpan di tempat gelap untuk menghindari

sinar matahari dan cahaya yang dapat menguraikan larutan. Untuk

membandingkan aktivitas antioksidan sampel dan absorbansi DPPH

sebelum direduksi oleh sampel digunakan blanko sebagai kontrol.

Spektrofotometer UV-Vis mengukur sisa radikal bebas dengan

membandingkan absorbansi blanko dengan absorbansi yang telah direduksi

oleh DPPH. Aktivitas antioksidan sampel semakin besar perbedaannya

semakin besar.

Perubahan warna DPPH dari ungu menjadi kuning atau dari ungu

menjadi ungu yang memudar menunjukkan adanya penurunan absorbansi

DPPH. Penambahan konsentrasi larutan uji seduhan teh biji alpukat

berkorelasi langsung dengan proses penghambatan DPPH. Senyawa yang

dapat memberikan radikal hidrogen pada radikal DPPH sehingga

mereduksinya menjadi radikal yang stabil, kurang toksik, dan reaktifitas

rendah menjadi penyebab perubahan warna DPPH (Desmiaty et al., 2008).

Nilai persentase penghambatan radikal DPPH (% penghambatan) dan nilai

persentase penghambatan (IC50) dapat ditentukan dari nilai absorbansi

DPPH yang diperoleh. Angka yang dikenal sebagai nilai IC50 menunjukkan

konsentrasi ekstrak yang mampu menghambat radikal bebas sebesar 50%.

Nilai antioksidan lebih tinggi ketika nilai IC50 lebih rendah. Persamaan

regresi linier digunakan untuk menentukan nilai IC50.


63

Pelaksanaan uji aktivitas antioksidan dimulai dengan menentukan

panjang gelombang maksimum untuk meningkatkan penyerapan cahaya

larutan atau karena absorbansi maksimum pada panjang gelombang

maksimum, sehingga sensitivitas tinggi, batas deteksi rendah, dan

kesalahan pengukuran berkurang (Ikhlas, 2013). . Hasil penggunaan

spektrofotometer UV-Vis untuk menentukan panjang gelombang

maksimum menunjukkan bahwa DPPH memiliki serapan maksimum 517

nm.

Asam askorbat digunakan sebagai pembanding dalam penelitian ini

sebagai kontrol positif karena merupakan antioksidan alami dan

antioksidan sekunder dengan gugus hidroksi yang menangkap radikal

bebas dan mencegah reaksi berantai (Ikhlas, 2013). Tujuan penggunaan

kontrol positif untuk menguji aktivitas antioksidan adalah untuk

membandingkan aktivitas antioksidan teh biji alpukat dengan aktivitas

antioksidan vitamin C.

Selain itu, rangkaian konsentrasi 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, dan

10 ppm digunakan untuk pembanding standar dan pengukuran kontrol

positif absorbansi vitamin C. Setelah diambil 2 ml dari setiap rangkaian

konsentrasi, ditambahkan 2 ml DPPH, dihomogenkan, dan diinkubasi

selama 30 menit di ruang gelap. Menurut Hartano dkk. (1998), tujuannya

adalah untuk meningkatkan aktivitas DPPH hingga terjadi reaksi antara

DPPH dengan sampel yang akan diuji. Pengukuran absorbansi asam

askorbat pada konsentrasi 2 ppm menunjukkan absorbansi tertinggi 0,156


64

dan persentase inhibisi terendah 14,29. Namun, absorbansinya paling

rendah pada 10 ppm, yaitu sebesar 0,052, dan persentase inhibisinya

paling tinggi sebesar 71,43 persen. Asam askorbat termasuk dalam

kategori antioksidan sangat kuat dengan nilai IC50 sebesar 6,96

berdasarkan hasil persamaan regresi linier Y=ax+b. Menurut temuan,

kemampuan asam askorbat untuk menetralkan radikal bebas menurun

seiring dengan meningkatnya konsentrasi (ppm). Hal ini terjadi karena

radikal DPPH akan menerima tambahan atom hidrogen dari gugus

hidroksi sehingga terjadi reduksi DPPH menjadi DPPH-H yang

mengalami perubahan warna dari ungu menjadi kuning (Desmiaty et al.,

2008).

Sifat antioksidan teh biji alpukat biasa dan teh biji alpukat mentega

kemudian dievaluasi dengan menyeduhnya pada suhu 70⁰C dan 100⁰C

selama tiga menit pada konsentrasi masing-masing 20 ppm, 40 ppm, 60

ppm, 80 ppm, dan 100 ppm. Masing-masing seri konsentrasi diambil 2 ml,

dan ditambahkan 2 ml DPPH ke dalam campuran homogen setelah

diinkubasi selama 30 menit di ruang gelap. Menurut Hartati (1996), hal ini

dilakukan untuk memaksimalkan aktivitas DPPH sehingga terjadi reaksi

antara sampel yang akan diuji. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan

bahwa konsentrasi berbanding lurus dengan persentase inhibisi dan

berbanding terbalik dengan absorbansi; semakin rendah konsentrasi (ppm),

semakin besar absorbansi dan semakin rendah persentase inhibisi.

Sementara itu, absorbansi menurun dan inhibisi meningkat secara


65

proporsional dengan konsentrasi (ppm. Sedangkan semakin besar

konsentrasi (ppm) maka absorbansi semakin kecil dan % inhibisi semakin

besar/meningkat. Berdasarkan hasil persamaan regresi linier seduhan teh

biji buah alpukat biasa pada suhu 70⁰C memiliki nilai IC50 sebesar 148,376

ppm sehingga dapat disimpulkan bahwa seduhan teh biji buah alpukat

biasa pada suhu 70⁰C memiliki aktivitas antioksidan yang sedang karena

(IC50 101-150 ppm), kemudian seduhan teh biji buah alpukat biasa pada

suhu 100⁰C memiliki nilai IC50 sebesar 94,756 ppm sehingga dapat

disimpulkan bahwa seduhan teh biji buah alpukat biasa pada suhu 100⁰C

memiliki aktivitas antioksidan yang kuat karena (IC 50>50 ppm), sedangkan

pada seduhan teh biji buah alpukat mentega pada suhu 70⁰C memiliki nilai

IC50 sebesar 181,298 ppm sehingga dapat disimpulkan bahwa seduhan teh

biji buah alpukat mentega pada suhu 70⁰C memiliki aktivitas antioksidan

yang lemah karena (IC50 151-200 ppm) dan seduhan teh biji buah alpukat

mentega pada suhu 100⁰C memiliki nilai IC50 sebesar 145,588 ppm

sehingga dapat disimpulkan bahwa seduhan teh biji buah alpukat mentega

pada suhu 100⁰C memiliki aktivitas antioksidan yang sedang karena (IC 50

101-150 ppm).

Dari hasil yang didapatkan dapat kita lihat bahwa kedua sampel

dengan variasi suhu seduhan yang berbeda memiliki aktivitas antioksidan

yang berbeda. Dimana aktivitas antioksidan tertinggi yaitu pada seduhan

teh biji buah alpukat biasa pada suhu 100⁰C dan aktivitas antioksidan

terendah yaitu pada seduhan teh biji buah alpukat mentega pada suhu
66

70⁰C. Ini karena biji alpukat mengandung metabolit sekunder seperti

antioksidan flavonoid dan tanin, yang lebih banyak terdapat pada sampel

biji alpukat biasa. Dimana baik secara langsung maupun tidak langsung

flavonoid berfungsi sebagai antioksidan. Dengan menyumbangkan ion

hidrogen, flavonoid dapat menetralkan efek berbahaya dari radikal bebas

dan berfungsi sebagai antioksidan langsung. Sementara secara tidak

langsung, ia melakukannya dengan membuat antioksidan endogen menjadi

lebih sensitif. Menurut mekanisme kerjanya, flavonoid bekerja sama

dengan mekanisme kerja antioksidan sekunder. Quercetin adalah salah

satu flavonoid yang ditemukan dalam biji alpukat. Quercetin adalah

senyawa flavonoid yang sangat kuat. Hal ini bisa jadi karena senyawa ini

mengandung gugus hidroksil yang lebih banyak dibandingkan senyawa

flavonoid lainnya. Aktivitas antioksidan suatu molekul meningkat seiring

dengan meningkatnya jumlah gugus hidroksil tersubstitusi karena lebih

banyak atom hidrogen yang dapat disumbangkan (Anggorowati et al.,

2016). Tanin, di sisi lain, juga berfungsi sebagai antioksidan sekunder

karena dapat memperlambat oksidasi dan ion besi chelate (Amarowicz et

al., 2000).

Hasil pengujian menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan seduhan

teh biji alpukat cenderung meningkat dengan meningkatnya suhu. Selain

itu, suhu penyeduhan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

aktivitas antioksidan teh biji alpukat. Ini mungkin karena ekstraksi

senyawa fenolik yang tumbuh seperti fenol, flavonoid, dan tanin. Proses
67

ekstraksi metabolit sekunder dalam suatu bahan dapat dipercepat saat suhu

dinaikkan. Karena jaringan tanaman dapat rusak oleh suhu tinggi, semakin

banyak senyawa yang diekstraksi. Menurut Amaliya & Putri (2014),

kisaran suhu optimal untuk ketahanan terhadap senyawa flavonoid adalah

0⁰C sampai 100⁰C. Ibrahim dkk mengatakan bahwa laju ekstraksi juga

dipengaruhi oleh suhu dan waktu ekstraksi, seperti yang dikemukakan

tahun 2015. Dengan bertambahnya waktu dan suhu ekstraksi, laju proses

akan meningkat. Penelitian Muhammad Fauzan dkk. dari tahun 2022 juga

mendukung hal tersebut. Asam askorbat digunakan sebagai pembanding

karena memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat, artinya nilai IC50

asam askorbat sangat kuat karena merupakan senyawa murni. Tingkat

aktivitas antioksidan tertinggi ditemukan pada 100⁰C, sedangkan tingkat

terendah ditemukan pada 70⁰C. Selain itu, gugus hidroksil pada molekul

vitamin C berperan sebagai antioksidan sekunder yang mengikat radikal

bebas dan mencegah reaksi berantai (Ikhlas, 2013).

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berikut kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian mengenai

perbandingan aktivitas antioksidan seduhan biji alpukat mentega (Persea

americana Mill) dan biji alpukat biasa (Persea americana Mill) dengan

metode DPPH:
68

1) Seduhan biji alpukat mentega (Persea americana Mill) dan biji alpukat

biasa (Persea americana Mill) dalam teh dapat memberikan efek yang

berbeda pada aktivitas antioksidan.

2) Seduhan teh biji alpukat biasa pada suhu 100 derajat Celcius memiliki

aktivitas antioksidan paling tinggi dengan aktivitas antioksidan yang

kuat, sedangkan seduhan teh biji alpukat mentega pada suhu 70 derajat

Celcius memiliki aktivitas antioksidan paling rendah, dengan kategori

aktivitas antioksidan lemah.

3) Nilai IC50 dari seduhan teh biji alpukat biasa dan biji buah alpukat

mentega pada suhu 70⁰C dan 100⁰C secara berturut yaitu 148,376 ppm,

94,756 ppm, 181,298 ppm dan 145,588 ppm.

5.2 Saran

Hasil dari penelitian ini telah mengarahkan penulis untuk membuat

rekomendasi sebagai berikut:

1) Sampel biji alpukat mentega dan sampel biji alpukat biasa harus diuji

aktivitas antioksidannya dalam bentuk sediaan lain, seperti ekstrak.

2) Perlu dilakukan penelitian tambahan mengenai waktu penyeduhan dan

suhu kedua sampel biji alpukat tersebut.


69

DAFTAR PUSTAKA

Abdassah, M. (2017). Nanopartikel dengan gelasi ionik. Farmaka, 15(1), 45–52.


Ade, Z. (2007). Aktivitas antidiabetes ekstrak biji buah alpukat (Persea
americana Mill) bentuk bulat. : Universitas Pendjadjaran.
Al Ridho, E. (2013). Uji aktivitas antioksidan ekstrak metanol buah lakum
(Cayratia trifolia) dengan metode DPPH (2, 2-Difenil-1-Pikrilhidrazil).
Jurnal Mahasiswa Farmasi Fakultas Kedokteran UNTAN, 1(1).
Almeida, C. A. P., Debacher, N. A., Downs, A. J., Cottet, L., & Mello, C. A. D.
(2009). Removal of methylene blue from colored effluents by adsorption on
montmorillonite clay. Journal of Colloïd and Interface Science, 332(1), 46–
53.
70

Alsuhendra. (2007). STUDI KEMAMPUAN PATI BIJI ALPUKAT (Persea


americana Mill) PREGELATINASI SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR
PADA TABLET PARACETAMOL KEMPA LANGSUNG SKRIPSI Diajukan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih.
Amaliya, R. R., & Putri, W. D. R. (2014). Karakterisasi edible film daripati
jagung dengan penambahan filtrat kunyit putih sebagai antibakteri [in press
juli 2014]. Jurnal Pangan Dan Agroindustri, 2(3), 43–53.
Amarowicz, R., Naczk, M., & Shahidi, F. (2000). Antioxidant activity of crude
tannins of canola and rapeseed hulls. Journal of the American Oil Chemists’
Society, 77(9), 957.
Anggorowati, D. A., Priandini, G., & Thufail, T. (2016). Potensi daun alpukat
(persea americana miller) sebagai minuman teh herbal yang kaya
antioksidan. Industri Inovatif: Jurnal Teknik Industri, 6(1), 1–7.
Barhé, T. A., & Tchouya, G. R. F. (2016). Comparative study of the anti-oxidant
activity of the total polyphenols extracted from Hibiscus Sabdariffa L.,
Glycine max L. Merr., yellow tea and red wine through reaction with DPPH
free radicals. Arabian Journal of Chemistry, 9(1), 1–8.
Cahyani, N. A., Djuanda, D., & Sudin, A. (2017). Penerapan Metode VAKS
(Visual, Auditory, Kinestethic, Sugestopedia) Untuk Meningkatkan
Keterampilan Berbicara Pada Materi Memerankan Tokoh Drama. Jurnal
Pena Ilmiah, 2(1), 1571–1580.
Christian, G. D., Dasgupta, P. K., & Schug, K. A. (2013). Analytical chemistry.
John Wiley & Sons.
Departemen Kesehatan RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat. 2000.
Desmiaty, Y., Ratih, H., Dewi, M. A., & Agustín, R. (2008). Penentuan jumlah
tanin total pada daun jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk) dan daun
sambang darah (Excoecaria bicolor Hassk.) secara kolorimetri dengan
pereaksi biru prusia. Ortocarpus, 8(1), 106–109.
Dewata, I. P., Wipradnyadewi, P. A. S., & Widarta, I. W. R. (2017). Pengaruh
suhu dan lama penyeduhan terhadap aktivitas antioksidan dan sifat sensoris
teh herbal daun alpukat (Persea americana Mill.). Jurnal ITEPA Vol, 6(2).
Gandjar, I. G. dan Rohman, A. (2015). Kimia Farmasi Analisis. 2015.
Halliwell, B. (2012). Free radicals and antioxidants: updating a personal view.
Nutrition Reviews, 70(5), 257–265.
Hartati, S. (1996). Efek Antibakteri Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa
blimbi L) dengan Etanol 95% Terhadap Pertumbuhan Bakteri Lactobacillus
sp (in vitro). UGM, Yogyakarta.
Holme, D. J. dan Peck, H. (1998). Analytical Biochemistry (3rd editio). 1998.
Ikhlas, N. (2013). Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum
71

americanum Linn) dengan Metode DPPH (2, 2-Difenil-1-Pikrilhidrazil).


Irmawati, L. I. (2014). Manajemen Logistik Farmasi di Rumah Sakit. Surabaya:
Penerbit Universitas Airlangga: Hal, 31.
Isfahlan, A. J., Mahmoodzadeh, A., HASANZADEH, A., Heidari, R., & Jamei, R.
(2010). Antioxidant and antiradical activities of phenolic extracts from
Iranian almond (Prunus amygdalus L.) hulls and shells. Turkish Journal of
Biology, 34(2), 165–173.
Kumalaningsih, S. (2007). Antioksidan alami, Penangkal radikal bebas, cetakan 2.
Jakarta: Penerbit Trubus Agrisarana, 8–11.
Lima, V. L. A. G. De, MÉLO, E. D. E. A., & SANTOS LIMA, L. D. O. S. (2001).
Physicochemical characteristics of bilimbi (Averrhoa bilimbi L.). Revista
Brasileira de Fruticultura, 23(2), 421–423.
Liochev, S. I. (2013). Reactive oxygen species and the free radical theory of
aging. Free Radical Biology and Medicine, 60, 1–4.
Magalhães, L. M., Segundo, M. A., Reis, S., & Lima, J. L. F. C. (2008).
Methodological aspects about in vitro evaluation of antioxidant properties.
Analytica Chimica Acta, 613(1), 1–19.
Malangngi, L. P., Sangi, M. S., Paendong, J. J. E., Kimia, J., & A T A K U N C I
A B S T R, M. K. (2012). Penentuan Kandungan Tanin dan Uji Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Biji Buah Alpukat (Persea americana Mill.). In
JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE (Vol. 1, Issue 1).
Malangngi, L., Sangi, M., & Paendong, J. (2012). Penentuan kandungan tanin dan
uji aktivitas antioksidan ekstrak biji buah alpukat (Persea americana Mill.).
Jurnal Mipa, 1(1), 5–10.
Margowati, S., Priyanto, S., & Wiharyani, M. (2016). Efektivitas Pengunaan
Rebusan Daun Alpukat Dengan Rebusan Daun Salam Dalam Penurunan
Tekanan Darah Pada Lansia.
Marlinda, M., Sangi, M. S., & Wuntu, A. D. (2012). Analisis Senyawa Metabolit
Sekunder dan Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Biji Buah Alpukat (Persea
americana Mill.). In JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE (Vol. 1, Issue 1).
Molyneux, P. (2004). The use of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl
(DPPH) for estimating antioxidant activity. Songklanakarin J. Sci. Technol,
26(2), 211–219.
Paramawati, R., & Dumilah, H. D. R. (2016). Khasiat Ajaib Daun Avokad.
Penebar Swadaya Grup.
Prakash, A., Rigelhof, F., & Miller, E. (2001). Medallion laboratories analytical
progress: Antioxidant activity. J. DeVries, PhD (Ed), Medallion
Laboratories, 19(2), 1–6.
Press, B. R., Barrett, E. P., Joyner, L. G., Halenda, P. P., Brunauer, S., Emmett, P.
H., & Teller, E. (n.d.). Abdul Rohman.(2007). Kimia Farmasi Analisis.
72

Yogyakarta: Pustaka Pelajar Alfiany, H., Bahri, S. & Nurakhirawati.(2013).


Kajian penggunaan arang aktif tongkol jagung sebagai adsorben logam Pb
dengan beberapa activator asam. Journal Natural Science, 2 (3), .
Environmental Sciences, 1, 15.
Ravikumar, C. (2014). Review on herbal teas. Journal of Pharmaceutical
Sciences and Research, 6(5), 236.
Rodríguez-Carpena, J.-G., Morcuende, D., Andrade, M.-J., Kylli, P., & Estévez,
M. (2011). Avocado (Persea americana Mill.) phenolics, in vitro antioxidant
and antimicrobial activities, and inhibition of lipid and protein oxidation in
porcine patties. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 59(10), 5625–
5635.
SE, D. P. D., & Lestari, C. I. (2016). Peran Sekretaris Dalam Menangani
Perjalanan Dinas Pimpinan Pada PT. Dwi Anugerah Abadi.
Siagian, S. P. (2002). Kiat meningkatkan produktivitas kerja. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sirait, M. (2007). Penuntun fitokimia dalam farmasi. Bandung: Penerbit ITB,
158–159.
Siregar, N. (2009). Pengaruh Lamanya Perendaman Daun Teh terhadap Kadar
Tannin Beverage di PT. Coca–Cola Botling Indonesia Medan. Universitas
Sumatera Utara.
Sugiyono, D. (2013). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif,
kualitatif dan R&D.
Suratman, A. R. (2011). Hukum Investasi dan Pasar Modal. Jakarta: Sinar
Grafika.
Surti, N. (2005). Cantik Dengan Bahan Alami. PT Elex Media Komputindo.
Jakarta.
Suryowiyoto, S. (2005). Mengenal Beberapa Tanaman yang Digunakan
Masyarakat Sebagai Antidiabetik untuk Menurunkan Kadar Gula dalam
Darah.
Syamsuni. (2007). DENGAN METODE DPPH (2.2-difenil-1-pikrilhidrazil)
SKRIPSI Diajukan Dalam Rangka Penyusunan Tugas Akhir Skripsi Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi.
Tapan, E. (2005). Penyakit Degeneratif. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Voight, R. (1994). Buku pelajaran teknologi farmasi. Penerjemah Soendani, NS.
Gajah Mada University. Yogyakarta.
Wahyuningsih, A., & Febriana, D. (2011). Kajian stres hospitalisasi terhadap
pemenuhan pola tidur anak usia prasekolah di ruang anak RS Baptis Kediri.
Jurnal Penelitian STIKES Kediri, 4(2), 66–71.
widowati. (2008). formulasi teh hijau,biji alpukat dll.
Winarsi, H. (2007). Antioksidan alami dan radikal. Kanisius.
73

LAMPIRAN 1

Hasil Determinasi Tanaman


74

LAMPIRAN 2

Perhitungan Pengenceran Larutan Vitamin C

1. Perhitungan pembuatan larutan induk/larutan stok

100 µg 0 , 1 mg
Konsentrasi larutan induk/larutan stok adalah 100 ppm = =
mL mL
75

Volume larutan yang dibuat adalah 100 mL, jadi =

0 ,1 mg
x 100 mL=10 mg = 0,01 gram
mL

(ditimbang serbuk vitamin C dengan bobot 0,01 gram, dilarutkan dengan

aquadest kedalam labu takar 100 mL dan ditambahkan aquadest sampai

tanda batas).

2. Perhitungan pembuatan larutan seri (pengenceran)

Konsentrasi larutan seri yang dibuat adalah 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm

dan 10 ppm sebanyak masing-masing 10 mL.

 Konsentrasi 2 ppm

V1.C1 = V2.C2

V1.100 ppm = 10 mL.2 ppm

10 mL .2 ppm 20 mL
V1 = = = 0,2 mL ( dipipet 0,2 mL larutan induk
100 ppm 100

dimasukan kedalam labu takar 10 mL ditambahkan etanol 70%

sampai tanda batas).

 Konsentrasi 4 ppm

V1.C1 = V2.C2

V1.100 ppm = 10 mL.4 ppm

10 mL .4 ppm 40 mL
V1 = = = 0,4 mL ( dipipet 0,4 mL larutan induk
100 ppm 100

dimasukan kedalam labu takar 10 mL ditambahkan etanol 70%

sampai tanda batas).

 Konsentrasi 6 ppm

V1.C1 = V2.C2
76

V1.100 ppm = 10 mL.6 ppm

10 mL .6 ppm 60 mL
V1 = = = 0,6 mL ( dipipet 0,6 mL larutan induk
100 ppm 100

dimasukan kedalam labu takar 10 mL ditambahkan etanol 70%

sampai tanda batas).

 Konsentrasi 8 ppm

V1.C1 = V2.C2

V1.100 ppm = 10 mL.8 ppm

10 mL .8 ppm 80 mL
V1 = = = 0,8 mL ( dipipet 0,8 mL larutan induk
100 ppm 100

dimasukan kedalam labu takar 10 mL ditambahkan etanol 70%

sampai tanda batas).

 Konsentrasi 10 ppm

V1.C1 = V2.C2

V1.100 ppm = 10 mL.10 ppm

10 mL .10 ppm 100 mL


V1 = = = 1 mL ( dipipet 1 mL larutan induk
100 ppm 100

dimasukan kedalam labu takar 10 mL ditambahkan etanol 70%

sampai tanda batas).

LAMPIRAN 3

Perhitungan Pengenceran Larutan DPPH

1. Perhitungan pembuatan larutan induk/larutan stok


77

100 µg 0 , 1 mg
Konsentrasi larutan induk/larutan stok adalah 100 ppm = =
mL mL

Volume larutan yang dibuat adalah 100 mL, jadi =

0 ,1 mg
x 100 mL=10 mg = 0,01 gram
mL

(ditimbang serbuk DPPH dengan bobot 0,01 gram, dilarutkan dengan

etanol 70% kedalam labu takar 100 mL dan ditambahkan etanol 70%

sampai tanda batas).

LAMPIRAN 4

Perhitungan Pengenceran Larutan Sampel Teh Biji Buah Alpukat Biasa dan

Mentega
78

1. Perhitungan pembuatan larutan induk/larutan stok 500 ppm

Seduhan teh dibuat dengan cara menimbang 2,4 gram dari masing-masing

sampel yang kemudian dilarutkan dengan 240 mL air. Jadi,

2 , 4 gram 2.400 mg
= = 17. 142 ppm
140 mL 0 , 14 L

V1.C1 = V2.C2

V1.17.142 ppm = 10 mL.500 ppm

10 mL .500 ppm 5000 mL


V1 = = = 0,29 mL ad 10 mL atau 2,9 mL ad 100
17.142 ppm 17.142

mL (dipipet 2,9 mL larutan induk sampel dimasukan kedalam labu takar

100 mL ditambahkan air sampai tanda batas).

2. Perhitungan pembuatan larutan seri (pengenceran)

 Konsentrasi 20 ppm

V1.C1 = V2.C2

V1.500 ppm = 10 mL.20 ppm

10 mL .20 ppm 200 mL


V1 = = = 0,4 mL (dipipet 0,4 mL larutan induk
500 ppm 500

sampel dimasukan kedalam labu takar 10 mL ditambahkan etanol

70% sampai tanda batas).

 Konsentrasi 40 ppm

V1.C1 = V2.C2

V1.500 ppm = 10 mL.40 ppm


79

10 mL .40 ppm 400 mL


V1 = = = 0,8 mL (dipipet 0,8 mL larutan induk
500 ppm 500

sampel dimasukan kedalam labu takar 10 mL ditambahkan etanol

70% sampai tanda batas).

 Konsentrasi 60 ppm

V1.C1 = V2.C2

V1.500 ppm = 10 mL.60 ppm

10 mL .60 ppm 600 mL


V1 = = = 1,2 mL (dipipet 1,2 mL larutan induk
500 ppm 500

sampel dimasukan kedalam labu takar 10 mL ditambahkan etanol

70% sampai tanda batas).

 Konsentrasi 80 ppm

V1.C1 = V2.C2

V1.500 ppm = 10 mL.80 ppm

10 mL .80 ppm 800 mL


V1 = = = 1,6 mL (dipipet 1,6 mL larutan induk
500 ppm 500

sampel dimasukan kedalam labu takar 10 mL ditambahkan etanol

70% sampai tanda batas).

 Konsentrasi 100 ppm

V1.C1 = V2.C2

V1.500 ppm = 10 mL.100 ppm

10 mL .100 ppm 1000 mL


V1 = = = 2 mL (dipipet 2 mL larutan induk
500 ppm 500

sampel dimasukan kedalam labu takar 10 mL ditambahkan etanol

70% sampai tanda batas).


80

LAMPIRAN 5

Hasil Absorbansi, % Inhibisi dan IC50

Absorbansi blanko− Absorbansi sampel


Rumus % Inhibisi = x 100 %
Absorbansi blanko

Persamaan regresi linier : y = ax + b

1. Vitamin C

0,182−0,156
 2 ppm = X 100=14 , 29
0,182

0,182−0,118
 4 ppm = X 100=29 , 67
0,182

0,182−0,103
 6 ppm = X 100=43 , 41
0,182

0,182−0,078
 8 ppm = X 100=57 ,14
0,182

0,182−0,052
 10 ppm = X 100=71 , 43
0,182

IC 50 y = ax + b

50 = 7,0879x + 0,6593

50−0,6593
X=
7,0879 x

X = 6,961

2. Teh Biji Buah Alpukat Biasa Suhu 70⁰C

0,860−0,725
 20 ppm = X 100=15,697
0,860

0,860−0,708
 40 ppm = X 100=17,674
0,860
81

0,860−0,610
 60 ppm = X 100=29,069
0,860

0,860−0,565
 80 ppm = X 100=34,302
0,860

0,860−0,565
 100 ppm = X 100=34,302
0,860

IC 50 y = ax + b

50 = 0,2692x + 10,057

50−10,057
X=
0,2692

X = 148,376

3. Teh Biji Buah Alpukat Biasa Suhu 100⁰C

0,840−0,640
 20 ppm = X 100=23,809
0,840

0,840−0,611
 40 ppm = X 100=27,261
0,840

0,840−0,510
 60 ppm = X 100=39,285
0,840

0,840−0,457
 80 ppm = X 100=45,595
0,840

0,840−412
 100 ppm = X 100=50,952
0,840

IC 50 y = ax + b

50 = 0,3631x + 15,594

50−15,594
X=
0,3631

X = 94,756
82

4. Teh Biji Buah Alpukat Mentega Suhu 70⁰C

0,846−0,792
 20 ppm = X 100=6,382
0,846

0,846−0,745
 40 ppm = X 100=11,938
0,846

0,846−0,685
 60 ppm = X 100=19,030
0,846

0,846−0,644
 80 ppm = X 100=23,877
0,846

0,846−0,617
 100 ppm = X 100=27,068
0,846

IC 50 y = ax + b

50 = 0,2666x + 1,6657

50−1,6657
X=
0,2666

X = 181,298

5. Teh Biji Buah Alpukat Mentega Suhu 100⁰C

0,841−0,711
 20 ppm = X 100=15,457
0,841

0,841−0,658
 40 ppm = X 100=21,759
0,841

0,841−0,597
 60 ppm = X 100=29,013
0,841

0,841−0,548
 80 ppm = X 100=34,839
0,841

0,841−0,543
 100 ppm = X 100=35,434
0,841

IC 50 y = ax + b
83

50 = 0,2652x + 11,39

50−11, 39
X=
0,2652

X = 145,588

LAMPIRAN 6

Jadwal Kegiatan Penelitian

N Waktu 2022 2023


O Penelitian
Jun Jun Jul Oktobe Janua Februa Februa Mare
i i i r ri ri ri t

1 Pengajuanjud
ul skripsi

2 Penelusuran
pustaka
 
3 Penyusunan
proposal

4 Seminar
proposal

84

5 Penelitian


6 Analisa dan
pengumpulan
data  

7 Penyusunan
skripsi

8 Sidang 
skripsi

LAMPIRAN 7
Proses Pembuatan Simplisia

Alpukat biasa varietas merah Alpukat biasa varietas merah


bundar panjang
85

Pengumpulan bahan baku/sampel Pengubahan bentuk/perajangan

Sortasi Kering
Pengeringan

Penghalusan Simplisia Simpisia Halus

LAMPIRAN 8
Skrining Fitokimia

Alat-alat yang digunakan Bahan yang digunakan


86

Uji tanin sebelum Uji tanin sesudah

Uji flavonoid sebelum Uji flavonoid sesudah

LAMPIRAN 9
Pengujian
87

Waterbath Spektrofotometri

Uji organoleptis bentuk dan Uji organoleptis bentuk dan


warna serbuk warna sediaan

Uji organoleptik bau Uji organoleptik rasa

Penyeduhan pada suhu 70 dan Proses Penyaringan


100 derajat celcius
88

Uji ph alpukat biasa pada variasi Uji ph alpukat mentega pada


suhu 70⁰C variasi suhu 70⁰C

Uji ph alpukat biasa pada variasi Uji ph alpukat mentega pada


suhu 100⁰C variasi suhu 100⁰C

Uji kadar air serbuk simplisia Hasil seduhan


dengan moisture analyzer

Pengenceran larutan induk Hasil pengenceran larutan seri


sampel sampel
89

Pembuatan larutan DPPH Proses inkubasi larutan sampel

Uji aktivitas antioksidan


menggunakan spektrofotometri
uv-vis

Anda mungkin juga menyukai