Anda di halaman 1dari 35

PERBANDINGAN UJI MUTU STANDAR PADA OBAT

TRADISIONAL SEDIAAN KAPSUL

LAPORAN KERJA PRAKTIK


DI PT SARAKAMANDIRI SEMESTA

Oleh :
Siti Qur’aniati
41204720116091

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NUSA BANGSA
BOGOR
2020
PERBANDINGAN UJI MUTU STANDAR PADA OBAT
TRADISIONAL SEDIAAN KAPSUL

LAPORAN KERJA PRAKTIK


DI PT SARAKAMANDIRI SEMESTA

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains,


Pada Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam

Oleh :
Siti Qur’aniati
41204720116091

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NUSA BANGSA
BOGOR
2020
LEMBAR PENGESAHAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NUSA BANGSA

Kami menyatakan bahwa Laporan Kerja Praktik yang ditulis oleh :

Nama : Siti Qur’aniati

NPM : 41204720116091

Program Studi : Kimia

Judul : Perbandingan Uji Mutu Standar pada Obat Tradisional


Sediaan Kapsul

Diterima sebagai syarat untuk menyelesaikan Laporan Kerja Praktik pada Program
Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Nusa
Bangsa
Menyetujui:
Pembimbing I Pembimbing II

Mamay Maslahat, S.Si., M.Si. Liza Syafitri S,Farm. Apt

Mengetahui:
Dekan Ketua Program Studi Kimia

Dr. Ridha Arizal, M.Sc Dian Arrisujaya, S.Pd., M.Si


KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrohim

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-nya yang tak terhingga, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kerja praktek lapangan dengan judul “Perbandingan Uji Mutu Standar Pada Obat
Tradisional Sediaan Kapsul”. Laporan ini merupakan hasil kerja praktik yang
dilakukan di Laboratorium Quality Control PT Sarakamandiri Semesta pada bulan
Juli sampai September 2019. Penulisan laporan ini berdasarkan data dan sumber
yang benar dan diperoleh selama kerja praktik, baik berupa buku atau penjelasan
langsung dan pengarah dari perusahaan.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ridha Arizal, M.Sc
selaku Dekan Fakultas MIPA Universitas Nusa Bangsa, Bapak Dian Arrisujaya,
S.Si., M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Universitas Nusa Bangsa, Ibu
Mamay Maslahat, S.Si., M.Si selaku pembimbing I atas bimbingan dan arahannya
Liza Syafitri S.Farm., Apt selaku pembimbing II, orang tua, keluarga, staf
Laboratorium Quality Control PT Sarakamandiri Semesta, dosen beserta seluruh
staf Fakultas MIPA Universitas Nusa Bangsa yang telah memberikan doa dan
semangat. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya serta membalas segala
amal dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan maupun penulisan, terdapat


banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna karena terbatasnya kemampuan,
pengetahuan, dan pengalaman yang dimiliki. Akhir kata, semoga laporan kerja
praktik ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca dalam rangka menambah
wawasan.

Bogor, Febuari 2020

Penulis
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan obat tradisional dan pengobatan tradisional saat ini
berkembang sangat pesat khususnya obat tradisional yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan. Hal ini dapat dilihat semakin banyaknya bentuk-bentuk sediaan obat
tradisional dalam bentuk kemasan yang sangat menarik konsumen. Perkembangan
ini membuat Pemerintah atau instansi terkait merasa perlu membuat aturan
perundang-undangan yang mengatur dan mengawasi produksi dan peredaran
produk-produk obat tradisional agar masyarakat terhindar dari hal-hal yang tidak
diinginkan khususnya masalah kesehatan, salah satu peraturan tersebut adalah UU
Kesehatan RI No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, dan Sediaan Farmasi.
Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-
bahan tersebut yang secara tradisional digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman ( Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2004).
Berdasarkan Undang Undang Kesehatan RI No. 23 Tahun 1992 yang dimaksud
Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. Dalam
Undang-undang ini juga disebutkan bahwa hakekat obat atau pengertian obat
adalah bahan atau campuran yang dipergunakan untuk diagnosis, mencegah,
mengurangi, menghilangkan atau menyembuhkan penyakit, luka.
Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk
mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala
penyakit pada manusia atau hewan (Drs. H. Syamsuni, 2005). Industri-industri obat
tradisional yang menghasilkan berbagai macam sediaan obat, harus mengikuti
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha
Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional. Setiap industri harus
memenuhi persyaratan dalam memproduksi obat tradisional sesuai dengan Cara
Produksi Obat Tradisional Yang Baik (CPOTB).
Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian tentang “Perbandingan
uji mutu standar pada obat tradisional sediaan kapsul’’. Pengujian ini bertujuan
untuk melihat perbandingan kualitas mutu obat sediaan kapsul yang beredar di

27
pasaran. Ketidaksesuaian uji mutu dengan standar yang berlaku akan menimbulkan
potensi masalah di kemudian hari, oleh karena itu perlunya pengujian pada obat
tadisional dilakukan sebaik mungkin. Pada pengujian uji mutu yang dilakukan pada
obat tradisional sediaan kapsul ini meliputi uji organoleptik, waktu hancur,
keseragaman bobot, kadar air, dan pencemaran mikroba menurut Keputusan
Menkes RI No. 661/Menkes/SK/VII/1994 tentang persyaratan obat tradisional
untuk sediaan kapsul.

B. Tujuan dan Manfaat


Tujuan umum kerja praktik yaitu menerapkan dan menelaah ilmu
pengetahuan yang didapat selama perkuliahan di Universitas Nusa Bangsa, serta
melatih menyesuaikan diri dengan kondisi di lapangan sehingga menjadi terampil.
Tujuan khusus kerja praktik ini yaitu untuk mengetahui kualitas mutu obat
tradisional sediaan kapsul yang beredar di pasaran apakah memenuhi syarat standar
mutu obat tradisional yang sesuai dengan Cara Produksi Obat Tradisional Yang
Baik (CPOTB).
Manfaat dari kerja praktik yang telah dilakukan ini sebagai sarana untuk
mendapatkan pengalaman magang atau bekerja di Laboratorium dan menambah
wawasan serta pengetahuan dalam bidang Farmasi.

27
II. TINJAUAN UMUM PT. SARAKAMANDIRI SEMESTA

A. Sejarah dan Profil Perusahaan PT. Sarakamandiri Semesta


PT Sarakamandiri Semesta berdiri sejak tahun 2007 dan merupakan perusahaan
industri farmasi yang bergerak di bidang Obat Herbal Tradisional dan telah
menerapkan CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik dan Benar)
dalam kegiatan usahanya. Cara pembuatan obat tradisional yang baik mencakup
seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pengendalian mutu yang dilakukan
salah satunya terhadap bahan baku aktif maupun bahan baku tambahan. Obat
tradisional yang baik didapat dari bahan baku yang baik pula. Oleh karena itu obat
tradisional yang dihasilkan harus melalui proses pengujian yang intensif mulai dari
bahan baku hingga produk jadi. Berikut merupakan logo perusahan dari PT.
Sarakamandiri Semesta

Gambar 1. Logo Sarakamandiri Semesta

B. Visi dan Misi PT Sarakamandiri Semesta


Sejalan dengan visi PT Sarakamandiri Semesta yaitu menjadi industri obat
tradisional yang berdaya saing global. Adapun misi PT Sarakamandiri Semesta
yaitu:
1) Memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk obat tradisional yangaman,
bermutu dan kompetitif
2) Meningkatkan bisnis obat tradisional yang bermanfaat bagi masyarakat dan
semua pihak yang terkait
3) Mengembangkan kompetensi sumber daya manusia sehingga dapat berperan
dalam pengembangan industri obat tradisional nasional.

27
C. Motto PT Sarakamandiri Semesta
PT Sarakamandiri Semesta memiliki motto yaitu “Make Life Ballance” yang
artinya bahwa PT Sarakamandiri Semesta melalui produk obat tradisionalnya akan
berusaha meningkatkan mutu kehidupan masyarakat agar lebih seimbang dengan
gaya hidup back to nature.

D. Struktur Organisasi
Struktur organisasi pabrik di PT. Sarakamandiri Semesta dipimpin oleh
seorang manager pabrik (plant manager) yang dibantu oleh beberapa departemen
di bawahnya. Manager pabrik mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas
seluruh operasi maupun pengambilan keputusan yang terjadi di dalam pabrik.
Adapun mengenai wewenang dan tanggung jawab dari tiap-tiap departemen dapat
di uraikan sebagai berikut:
1. Departemen Perencanaan dan Pengendalian Produksi (PPIC Departement)
Mempunyai wewenang untuk membuat perencanaan dan pengendalian
suatu produk serta penyediaan bahan baku produk. Ruang lingkupnya adalah
penerimaan departemen PPIC dipimpin oleh seorang manager dan dalam
kegiatannya dibantu oleh supervisor dan staff.

2. Departemen Gudang (Storage Departement)


Bertanggung jawab atas penerimaan dan penyimpanan bahan baku,
penyimpanan dan pengiriman produk kepada pelanggan. Departemen ini dipimpin
oleh seorang manager yang membawahi bagian transportasi dan dibantu oleh
bagian administrasi.

3. Departemen Pengawasan Mutu (Quality Control Departement)


Tanggung jawab departemen ini meliputi pengawasan mutu produksi
dengan melakukan serangkaian pengujian fisik, kimia dan mikrobiologi. Pengujian
dilakukan terhadap bahan baku, bahan penolong, bahan kemasan, air dan limbah
pabrik. Departemen ini sangat berhubungan erat dengan departemen produksi
karena berbagai tindakan yang di ambil oleh bagian produksi sangat tergantung
pada hasil analisis dari departemen pengawasan mutu. Departemen pengawasan
mutu dipimpin oleh seorang manager yang dibantu oleh tiga bagian utama, yaitu

27
quality control, quality assurance, laboratorium QC (Quality Control) dan IPC
(Inspector Quality Control).

4. Departemen Pemeliharaan (Maintanance Departement)


Departemen ini dipimpin oleh seorang manager yang membawahi bagian
engineering dan bagian utility. Departemen ini bertanggung jawab dalam
pemeliharaan pabrik secara keseluruhan, yaitu pemeliharaan mesin produksi,
sarana produksi dan fasilitas pendukung pabrik.

5. Departemen Personalia (Human Resources Departement)


Departemen personalia dipimpin oleh seorang manager yang membawahi
bagian administrasi perusahaan dan keamanan.

6. Departemen Produksi (Production Departement)


Bertanggung jawab atas seluruh proses pembuatan produk sesuai dengan
jadwal yang dikeluarkan oleh departemen PPIC.

7. Departemen Produk Jadi (Finishing Departement)


Departemen produk jadi ini mempunyai wewenang dan tanggung jawab
dalam proses penyelesaian akhir produk.

8. Departemen Akunting (Accounting Departement)


Mempunyai tanggung jawab dalam masalah keuangan dan dalam
kegiatannya dibantu oleh staff.

27
III. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Obat Tradisional


Obat tradisional adalah obat-obatan yang diolah secara tradisional, turun-
temurun, berdasarkan resep nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan, atau
kebiasaan setempat, maupun pengetahuan tradisional dimana berfungsi untuk
mencegah, mengurangi rasa sakit, memperlambat proses penyakit dan
menyembuhkan penyakit. Adapun pengertian lainnya obat tradisional adalah bahan
atau ramuan bahan yang berasal dari bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral
maupun sediaan galenik atau campuran dan bahan-bahan tersebut secara tradisional
telah digunakan untuk pengobatan sesuai dosis tertentu agar efek terapi atau
khasiatnya bisa kita dapatkan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 246/Menkes/Per/V/1990, tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan
Pendaftaran Obat Tradisional.
Pada pengembangannya obat dapat dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Pengembangan Obat Modern


Pengembangan obat tradisional yang kandungan zat aktifnya cukup
besar (>2% ) sehingga mudah diisolasi dan dimurnikan. Isolat yang sudah
murni inilah siap dikembangkan menjadi obat modern yang siap diresepkan
oleh dokter yang kualitasnya mirip dengan bahan aktif obat modern. Kadar
bahan aktif besar sehingga tanaman obat dikatakan sebagai sumber bahan
obat/prekursor (single component).
2. Pengembangan Obat Tradisional
Pengembangan obat tradisional yang kandungan zat aktif kecil (<1%)
sehingga sulit diisolasi. Dalam hal ini kandungan kimianya akan banyak
jenisnya sehingga dapat dikatakan sebagai standarisasi ekstrak tanaman
obat (campuran galenik). Standarisasi dalam hal ini dapat dilakukan mulai
dari bahan baku obat sampai menjadi sedian Fitofarmaka. Ekstrak terstandar
(multikomponen atau campuran bahan aktif) atau sediaan fitofarmaka yang
mengandung ekstrak terstandar yang berkhasiat, terjamin kualitasnya,
keamanannya serta kemanfaatan terapinya.

27
Menurut penelitian masa kini, obat-obatan tradisional memang bermanfaat bagi
kesehatan dan saat ini penggunaannya cukup gencar dilakukan karena lebih mudah
dijangkau masyarakat, baik harga maupun ketersediaannya. Obat tradisional pada
saat ini banyak digunakan karena menurut beberapa penelitian tidak terlalu
menyebabkan efek samping, karena masih bisa dicerna oleh tubuh. Bagian dari obat
tradisional yang banyak digunakan atau dimanfaatkan di masyarakat adalah akar,
rimpang, batang, buah, daun dan bunga. Seperti misalnya akar alang-alang
dipergunakan untuk obat penurun panas, rimpang temulawak dan rimpang kunyit
banyak dipergunakan untuk obat hepatitis. Batang kina dipergunakan untuk obat
malaria, kulit batang kayu manis banyak dipergunakan untuk obat tekanan darah
tinggi. Buah mengkudu banyak dipergunakan untuk obat kanker, buah belimbing
banyak dipergunakan untuk obat tekanan darah tinggi. Daun bluntas untuk obat
menghilangkan bau badan, bunga belimbing wuluh untuk obat batuk.

Gambar 2. Bentuk sediaan/simplisia Obat Tradisional


(Sumber : pondokibu.com.2013)

Perkembangan obat tradisional kini beragam, kebanyakan berupa campuran


yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sehingga dikenal dengan obat herbal atau obat
bahan alam Indonesia. Obat Herbal atau Obat Bahan Alam Indonesia adalah obat
tradisonal yang diproduksi oleh Indonesia dan berasal dari alam atau produk
tumbuhan obat Indonesia. Bentuk obat tradisional yang dijual dipasaran dalam
berbagai bentuk sediaan seperti bentuk kapsul, serbuk, cair, simplisia dan tablet.

27
Gambar 3. Logo Obat Tradisional yang Terstandarisasi
(Sumber : Majalah Farmasetika, Vol. 1 No. 1, 2016)

Bentuk-bentuk sediaan obat tradisional pada saat ini sudah semakin aman dan
terstandarisasi serta dikemas dengan baik untuk menjaga keamanan produk sediaan
atau simplisia tanaman obat tradisional tersebut. Obat tradisional sebagaimana
tercantum dalam PerMenKes Nomor 007 tahun 2012 adalah bahan atau ramuan
yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral sediaan cairan (galenik)
atau campuran dari bahan yang secara turun-temurun telah digunakan untuk
pengobatan dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Syarat Obat Tradisional merurut PerMenKes Nomor 007 tahun 2012 antara lain
adalah menggunakan bahan yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu,
dibuat dengan menerapkan CPOTB, memenuhi persyaratan Farmakope Herbal
Indonesia atau persyaratan lain yang diakui, berkhasiat yang dibutkikan secara
turun-temurun, empiris atau secara ilmiah serta penandaan berisi informasi yang
lengkap dan tidak menyesatkan. Pada umumnya khasiat dari obat tradisional tidak
dapat langsung dirasakan. Cara kerjanya bertahap dengan pemakaian secara terus-
menerus (Soedibyo,2004).
Penggolongan obat tradisional dibagi menjadi 3 (BPOM, 2004) :

a) Jamu (Imperial Based Herbal Medicine)


Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secra tradisional dalam bentuk
serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi bahan tanaman yang menjadi
penyusun jamu tersebut serta digunakan secara tradisional. Jamu tidak
memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis tetapi cukup dengan
bukti pengalaman, tetapi meskipun demikian jamu tidak cukup dengan
terbukti berkhasiat saja, tetapi harus aman sesuai persyaratan yang
ditetapkan BPOM dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

27
Gambar 4. Logo Jamu
(Sumber : http://www.kompasiana.com)

b) Obat Herbal Terstandar (Scientific Based Herbal Medicine)


Obat herbal terstandar adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak
atau penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, hewan maupun
mineral. Untuk melaksanakan proses ini membutuhkan peralatan yang lebih
kompleksdan berharga mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang
mendukung dengan pengetahuan maupun keterampilan pembuatan ekstrak.
Obat herbal terstandar telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara
ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah distandarisasi.

Gambar 5. Logo Obat Herbal Terstandar


(Sumber : http://www.kompasiana.com)

c) Fitofarmaka (Clinical Based Herbal Medicine)


Fitofarmaka adalah sedian obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan
dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinis, bahan baku
dan produk jadinya telah distandarisasi.

27
Gambar 6. Logo Fitofarmaka
(Sumber : http://www.kompasiana.com)

Produk jamu yang beredar di masyarakat harus memenuhi kriteria berikut :


1. Aman
2. Klaim khasiat secara ilmiah, melalui uji pra-klinik
3. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
4. Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam
produk jadi.

Perlunya dilakukan beberapa pengujian untuk mengetahui mutu dari obat


tradisional antara lain : kadar air, waktu hancur, mikrobiologi, keseragaman bobot,
organoleptik, pemeriksaan kimia, serta pemeriksaan simplisia/bahan baku yang
digunakan. Mutu bahan baku dan obat tradisional akan berpengaruh terhadap
keamanan obat tradisional karena pemanfaatannya oleh masyarakat luas, bahkan
mungkin diekspor ke luar negeri. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui
seberapa jauh perbandingan mutu obat tradisional dari sedian obat kapsul.

B. Deskripsi Kapsul
Kapsul adalah sedian padat yang terdiri dari obat dalam cangkak keras atau
lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin : tetapi dapat juga
terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai (Depkes RI, 1995). Ukuran cangkang
kapsul keras bervariasi dari nomer paling kecil (5) sampai nomer paling besar (000),
kecuali ukuran cangkang untuk hewan. Umumnya ukuran nomer 00 adalah ukuran
terbesar yang dapat diberikan pada pasien. Ada juga kapsul gelatin keras ukuran 0
dengan bentuk memanjang (dikenal sebagai ukuran OE), yang memberikan
kapasitas isi lebih besar tanpa peningkatan diameter.

27
C. Deskripsi Bahan Aktif Obat
A. Gingseng (Panax Gingseng)

Gambar 7. Gingseng
(Sumber : Britannica.com)

Klasifikasi :
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Orde : Apiles
Familli : Araliaceae
Genus : Panax
Spesies : Panax Gingseng

Gingseng (Panax Gingseng) merupakan salah satu tanaman herbal terkenal


yang memiliki banyak manfaat. Kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam
akar gingseng diketahui mengandung senyawa ginsenosida oleh ilmuan Jepang dan
panakosida oleh ilmuan Rusia (Tyler, 1993).

Gambar 8. Struktur ginsenosida


(Sumber : https://en.m.wikipedia.org)

27
B. Kunyit (Curcuma domestica Val)

Gambar 9. Kunyit
(Sumber : ayobandung.com)

Klasifikasi : (Sumber : Hidayat dan Hutapea, (1991))


Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledonae
Orde : Zingiberales
Familli : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma domestica Val

Kunyit (Curcuma domestica) adalah salah satu jenis tanaman yang banyak
dibudidayakan di Indonesia. Tanaman kunyit memiliki banyak manfaat selain
digunakan sebagai bumbu dalam berbagai jenis masakan, kunyit juga bisa
digunakan sebagai obat, kosmetik dan bahan industri.
Berikut struktur kima yang terkandung dalam senyawa kunyit yaitu kurkumin.

Gambar 10. Struktur Kimia Kurkumin


(Sumber : https://en.m.wikipedia.org)

27
C. Manggis (Garcinia manggostana L)

Gambar 11. Buah Manggis


(http://hellosehat.com)

Klasifikasi :
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Orde : Guttiferanales
Familli : Guttiferae
Genus : Garcinia
Spesies : Garcinia mangostana

Manggis (Garcinia manggostana L) merupakan tanaman buah yang banyak


tumbuh secara alami pada hutan tropis. Buah manggis dapat disajikan dalam
keadaan segar. Komponen terbesar dari buah manggis adalah air, yaitu 83%.
Komponen protein dan lemak yang terkandung sangat kecil, dan buah manggis ini
mengandung vitamin B1 dan vitamin C. Secara tradisional buah digunakan untuk
mengobati diare, radang, amandel, keputihan, wasir, dan borok. Kulit buah manggis
digunakan untuk mengobati sariawan, nyeri urat, sembelit, dan kulit batang
digunakan untuk mengatasi nyeri perut dan akar digunakan untuk mengatasi haid
yang tidak teratur (Anomim C,2005). Adanya kandungan metabolit sekunder dalam
kulit manggis yaitu xhanthone. Xhanthone sangat bermanfaat untuk kesehatan
tubuh sebagai antioksidan, antiinflamasi, dan antimikroba (Mardiana,2012).

Gambar 12. Struktur Xhanthone


(Sumber : Poerwanto dkk., 2009)

27
D. Pengujian Mutu Standar Obat Tradisional
Banyaknya perusahaan farmasi atau pabrik yang memproduksi obat tradisional
dengan berbagai jenis seperti : kapsul, liquid, krim, sachet. Selain itu, banyak
perusahaan obat tradisional yang kurang mementingkan kualitas mutu dari obat
tersebut, maka dilakukan uji mutu untuk melihat perbandingan mutu obat yang
dijual di pasaran. Mutu standar obat dijadikan acuan untuk menetapkan kebenaran
khasiat dan keamanan. Kapsul harus memenuhi persyaratan uji diantaranya :

1. Uji Organoleptik
Pada pengujian ini meliputi pemerikasaan sifat fisik pada isi kapsul berupa
warna, bau, dan rasa. Dilihat apakah warna, bau dan rasa dari obat yang diuji sesuai
dengan standar obat tradisional dan sesuai dengan informasi yang tertera pada
kemasan.

2. Uji Keseragaman Bobot Kapsul


Tabel 1. Range Penyimpangan Isi Bobot Kapsul
Bobot Rata-Rata Isi Penyimpangan terhadap bobot isi rata-rata
Kapsul A B
Lebih dari 120 mg 7,5% 15%

Persyaratan keseragaman bobot tidak boleh terdapat 2 atau lebih bobot yang
menyimpang lebih jauh dari bobot yang sudah ditetapkan dapat diterapkan pada
sediaan padat produk kapsul lunak tanpa mengandung zat aktif atau inkatif yang
ditambahkan mengandung 500 mg zat aktif atau lebih dari bobot satuan sediaan.
Pada uji ini bertujuan untuk mengetahui besarnya penyimpangan bobot per
kapsul dan penyimpangan ini berhubungan dengan penyimpangan dosis yang
memenuhi persyaratan menurut keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia
Nomor 661/MENKES/SK/VII/1994.

3. Uji Waktu Hancur pada Obat


Uji waktu hancur dilakukan untuk mengetahui seberapa lama sediaan obat
tradisional atau senyawa dapat diserap oleh tubuh. Uji waktu hancur tidak
menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna. Interval waktu
hancur yaitu 5-30 menit, sediaan dinyatakan larut sempurna apabila sisa sediaan

27
yang tertinggal pada kasa alat uji merupakan masa lunak yang tidak mempunyai
inti yang jelas (Ansel,1989). Kecuali bagian dari penyalut atau cangkang kapsul
yang tidak larut. Pengujian ini menggunakan alat Desintegration Tester, bila 1 obat
atau 2 obat tidak hancur sempurna ulangi pengujian dengan 12 obat lainnya dilihat
tidak kurang 16 dari 18 obat yang diuji harus hancur sempurna (Dep Kes RI,1997)

Gambar 13. Desintegration Tester


Spesifikasi Alat
Nama Alat : Desintegration Tester
Merek : Tianjin Guoming Medicinal
Tipe : BJ-2
4. Uji Kadar Air
Pada pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan air yang
berlebihan pada bahan obat tradisional. Kadar air yang tidak sesuai dengan standar
akan mempercepat pertumbuhan mikroba. Pada pengujian ini menggunakan alat
Moisture Analyzer dimana prinsip kerjanya untuk mengukur kandungan kadar air
atau tingkat kekeringan suatu bahan.
Air tersebut berasal dari kandungan simplisia, penyerapan pada saat
produksi atau penyerapan uap air dari udara pada saat berada dalam penyimpanan.
Kadar air harus tetap memenuhi persyaratan, selama di industri maupun di
penyimpanan. Upaya menekan kadar air serendah mungkin perlu mendapat
pertimbangan terutama bila kandungan obat tradisional tergolong minyak atsiri atau
bahan lain yang mudah menguap.

27
Gambar 14. Mouisture Analyzer
Spesifikasi Alat :
Nama Alat : Moisture Analyzer
Merek : Japan Technology
Tipe : KETT FD-610

5. Cemaran mikroba
Adanya cemaran mikrobapada kemasan obat tradisional diduga terjadi
karena beberapa faktor salah satunya adalah pada saat penyimpanan bahan
(pengeringan) atau pada saat pembuatan. Identifikasi adanya mikroba yang patogen
dilakukan secara analisis mikrobiologis seperti pengujian ALT (Angka Lempeng
Total) dan AKK (Angka Kapang Khamir).
1. Angka Kapang/Khamir (AKK)
Salah satu parameter keamanan obat tradisional adalah angka
kapang/khamir. AKK adalah jumlah koloni kapang dan khamir yang tumbuh dari
cuplikan yang diinokulasikan pada media yang sesuai setelah inkubasi selama 3-5
hari. Tujuan dilakukannya uji AKK adalah memberikan jaminan bahwa sediaan
obat tradisional tidak mengandung cemaran fungi melebihi batas yang ditetapkan
karena mempengaruhi stabilitas dan aflatoksin yang berbahaya bagi kesehatan.
Prinsip uji AKK yaitu pertumbuhan kapang/khamir setelah cuplikan diinokulasikan
pada media yang sesuai dan diinkubasi pada suhu 20-25oC dan diamati mulai hari
ketiga sampai hari kelima. Media yang digunakan adalah Potato Dextrose Agar
(PDA). Setelah diinkubasi, kemudian dihitung koloni yang tumbuh dengan dan
dinyatakan dalam koloni/ml (DepKes RI, 2000).

27
Khamir adalah kelompok fungi uniseluler yang bersifat mikroskopik. Ada
beberapa genus khamir yang dapat membentuk miselium dengan khamir tersebar
di alam, tetapi tidak seluas daerah penyebaran bakteri. Pada umumnya khamir
mempunyai ukuran sel-sel yang lebih besar diandingkan bakteri. Ukuran khamir
sekitar 1-5 mikron lebar dan panjangnya sekitar 5-30 mikron (Tarigan, 1988).
khamir tidak mempunyai flagel dan organel lain untuk melakukan pergerakan.
Beberapa bentuk khamir yaitu bulat, elips atau bulat telur dan batang.
Khamir bersifat fakultatif artinya khamir dapat hidup dalam keadaan aerob
maupun anaerob (Pratiwi, 2008). Pertumbuhan khamir mula-mula akan berwarna
putih, tetapi jika spora telah timbul akan terbentuk berbagai warna tergantung dari
jenis kapang (Radji, 2010). Petumbuhan kapang pada bahan makanan maupun
bahan baku obat tradisional dapat mengurangi kualitas makanan atau obat
tradisional karena kapang menghasilkan toksin yang berbahaya bagi tubuh
manusia. Secara umum, kapang banyak dijumpai ditanah. Kapang dapat menembus
sel-sel akar tumbuhan dan hifa, kapang dapat juga berkumpul kedalam selubung
mengelilingi akar-akar, sehingga pada saat pemanenan, fungi yang telah menembus
sel-sel akar akan tetap menempel pada bahan hingga proses pengeringan
(Tjitrisono, 1986).
Pertumbuhan kapang pada bahan baku obat tradisional dapat mengurangi
kualitas obat tradisional karena kapang menghasilkan toksin yang berbahaya bagi
tubuh manusia. Secara umum, kapang banyak dijumpai ditanah. Kapang dapat
menembus sel-sel akar tumbuhan dan hifa, kapang dapat juga berkumpul kedalam
selubung mengelilingi akar-akar, sehingga pada saat pemanenan, fungi yang telah
menembus sel-sel akar akan tetap menempel pada bahan hingga proses pengeringan
(Tjitrisno, 1986).

2. Angka Lempeng Total (ALT)


Pemeriksaan Angka Lempeng Total (ALT) adalah untuk menentukan
jumlah bakteri dan kapang yang sensitif terhadap proses desinfektan seperti bakteri
coliform, mikroba resisten desinfektan seperti pembentuk spora dan mikroba yang
dapat berkembang cepat pada air olahan tanpa residu desinfektan dalam suatu
sampel. Meski telah mengalami proses desinfeksi yang berbeda, umum bagi

27
mikroba tumbuh selama perlakuan (treatment) dan distribusi dengan konsentrasi
berkisar 104-105sel/ml.
Nilai Angka Lempeng Total (ALT) bervariasi tergantung berbagai faktor
diantaranya kualitas sumber air, jenis perlakuan, konsentrasi residu desinfektan,
lokasi sampling, suhu air mentah, waktu pengujian, metode uji meliputi suhu dan
waktu inkubasi (Martoyo et al., 2014). Uji ALT merupakan metode untuk
menghitung angka cemaran bakteri aerob mesofil yang terdapat dalam sampel
dengan metode cara tuang (pour plate) pada media padat dan diinkubasi selama 24-
48 jam pada suhu 35-450C dengan posisi dibalik.
Menurut Cappucino (2008) dipilih suhu antara 35-450C karena pada suhu
ini bakteri aerob mesofil dapat tumbuh dengan baik. Prinsip pengujian ini yaitu
pertumbuhan koloni bakteri aerob mesofil setelah cuplikan diinokulasikan pada
media lempeng agar dengan cara tuang dan diinkubasi pada suhu yang sesuai. ALT
harus ditekan sekecil mungkin meskipun mikroba tersebut tidak membahayakan
kesehatan, namun terkadang karena pengaruh sesuatu dapat menjadi mikroba
membahayakan. ALT dapat digunakan sebagai petunjuk tingkat berapa industri
tersebut melaksanakan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB)
(DepKes RI,1994).
Perhitungan jumlah bakteri yang hidup (viable count) menggambarkan
jumlah sel yang hidup, sehingga lebih tepat apabila dibandingkan dengan cara total
cell count. Pada metode ini setiap sel mikroba yang hidup dalam suspensi akan
tumbuh menjadi 1 koloni setelah diinkubasikan dalam media biakan dengan
lingkungan yang sesuai. Koloni bakteri adalah kumpulan dari bakteri-bakteri yang
sejenis dan mengelompok membentuk suatu koloni. Setelah diinkubasi maka akan
diamati dan dihitung jumlah koloni yang tumbuh dan merupakan perkiraan atau
dugaan dari jumlah mikroba dalam suspensi tertentu (Hadioetomo, 1993).

27
IV. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Kerja Praktik dilaksanakan pada Bulan Juli sampai September 2019 di
Laboratorium Quality Control PT. Sarakamandiri Semesta, Jl. Pancasila I Cicadas
Gunung Putri-Bogor 16964, Jawa Barat, Indonesia.

B. Bahan dan Alat :


Bahan-bahan yang digunakan yaitu Obat Tradisionl Merk A (Sampel
Pembanding), B dan C (Sampel uji yang disampling dipasaran), media ALT yaitu
Nutrient Agar (Merk KGaA), media AKK yaitu Potato Dextrose Agar (Merk
KGaA), Water Peptone (Merk KGaA), Aquades steril.

Peralatan yang digunakan pada percobaan ini yaitu : Moisture Analyzer,


Desigentration Tester, Timbangan, Autoclave, Inkubator, Oven, Penangas Air,
Laminar Air Flow (NuAire Airflow)

C. Metode Analisis :
1. Uji Organoleptik
Sampel kapsul A, B dan C dibuka dan dipisahkan dari isi dan cangkang
kapsul, kemudian isi kapsul diuji secara organoleptik. Pengujian yang dilakukan
meliputi dari segi warna, bau dan rasa.

2. Uji Keseragaman Bobot


Sampel kapsul 20 pcs dibuka kemudian dikeluarkan isi kapsul dan
ditimbang, selanjutnya bobot isi kapsul dihitung rata-ratanya. Bobot rata-rata
yang ditimbang tidak boleh menyimpang dari kolom A dan B.

3. Uji Kadar Air Kapsul


Isi sediaan kapsul diuji dengan alat Moisture Balance pada suhu 115◦C
dengan waktu 10 menit. Isi sediaan kapsul dimasukkan sebanyak 5 gram,
kemudian ditunggu sampai selesai dan catat.

4. Uji Waktu Hancur pada Obat


Sebagai media pemanas dimasukkan air pada wadah Desintegration Tester
dan disetting pada suhu ±37OC. Selanjutnya air dimasukkan sebagai media

27
pelarut sampai batas yang tertera didalam beaker glass. Sampel kapsul
dimasukkan 1 kapsul ke dalam keranjang dan dimasukkan cakram pada setiap
keranjang, jika suhu air didalam beaker glass sudah mencapai suhu ±37OC,
kemudian keranjang dicelupkan ke dalam media pelarut. Selanjutnya dilihat
berapa waktu yang didapatkan. Waktu hancur ditentukan dengan cara diuraikan
dalam Farmakope Indonesia edisi IV (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia 1995).

5. Cemaran Mikroba
1. Pengujian sampel ALT (Angka Lempeng Total )
Pada Alat, tempat dan lainnya disemprotkan dengan alkohol 70% karena
pengerjaannya dilakukan secara aseptis, selanjutnya dinyalakan lampu
Bunsen. Sampel isi kapsul dimasukkan ke dalam buffer water peptone
dengan pengenceran 10-1 dan dipipet 1 mL dari setiap tingkat pengenceran
yaitu 10-2.. Selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan petri streril yang
masing – masing sudah diberi label 10-1, 10-2. Pada Media Nutrient Agar
(NA) cair dituang ± 20 mL dan dihomogenkan dengan cara memutar cawan
petri membentuk angka 8 dibiarkan hingga menjadi agar kemudian
diinkubasi pada suhu 350C selama 48 jam. Cawan yang telah diinkubasi
diamati dan dihitung jumlah koloni yang tumbuh.
2. Pengujian sampel AKK (Angka Kapang Khamir)
Pada Alat, tempat dan lainnya disemprotkan dengan alkohol 70%
karena pengerjaannya dilakukan secara aseptis, selanjutnya dinyalakan
lampu Bunsen. Sampel isi kapsul dimasukkan ke dalam buffer water
peptone dengan pengenceran 10-1 dan dipipet 1 mL dari setiap tingkat
pengenceran yaitu 10-2.. Selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan petri
streril yang masing – masing sudah diberi label 10-1, 10-2. Pada Media
Potato Dextrose Agar (PDA) cair dituang ± 20 mL dan dihomogenkan
dengan cara memutar cawan petri membentuk angka 8 dibiarkan hingga
menjadi agar kemudian diinkubasi pada suhu 20-250C selama 5 hari. Cawan
yang telah diinkubasi diamati dan dihitung jumlah koloni yang tumbuh.

27
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Organoleptik Sampel Kapsul A, B, C


Tabel 2. Hasil Pengujian Organoleptik
Sampel Warna Bau Rasa
Coklat

A Khas Jamu Pahit

Hijau Muda

B Khas Pahit

Kuning Tua

C Khas Pahit

Pengujian organoleptik pada obat tradisional menggunakan 3 sampel. Sampel


A merupakan sampel pembanding sedangkan untuk sampel B dan C merupakan
sampel yang dibeli di pasaran. Pada warna isi sampel sediaan kapsul A tersebut
adalah coklat, memiliki bau menyengat yang khas seperti jamu dengan tekstur yang
halus dan rasa yang pahit. Untuk warna isi sampel sediaan kapsul B berwarna hijau
terang namun terdapat beberapa warna lain yang tidak tercampur sempurna dengan
bau yang khas tidak menyengat seperti jamu namun terdapat tekstur yang kasar dan
memiliki rasa pahit. Begitupun untuk warna isi sampel sediaan kapsul C adalah
kuning tua namun terdapat beberapa warna lain yang tidak tercampur sempurna
dengan bau yang khas tidak menyengat namun terdapat tekstur yang kasar dan
memiliki rasa pahit. Pada hal ini untuk sampel B dan C adanya kecurigaan
mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) karna adanya bahan yang tidak tercampur
dan perlu pengujian lebih lanjut. Sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 661/Menkes/SK/VII/1994 tentang melindungi

27
masyarakat terhadap hal-hal yang dapat menggangu dan merugikan kesehatan perlu
dicegah beredarnya obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan keamanan
dan syarat dalam obat tradisional yang baik yaitu berbentuk halus, merata atau
tercampur tanpa menggumpal, tidak mengandung Bahan Kimia Obat (BKO), bahan
baku yang digunakan aman.

B. Keseragaman Bobot Sampel Kapsul A, B, C


Uji Keseragaman Bobot sangat penting dimana untuk memastikan sampel A, B,
dan C memiliki bobot yang beragam dan tidak melebihi dari range bobot isi A. 7,5%
yaitu 462,5-537,5 mg tidak melebihi dari range bobot isi B. 15% yaitu 425-575
mg.
Sesuai persyaratan tentang keseragaman bobot menurut Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 661/MENKES/SK/VII/1994 dimana tidak boleh
terdapat lebih dari 2 bobot yang menyimpang. Adanya beberapa faktor yang
menyebabkan bobot mengalami penyimpangan karena kurangnya homogenitas dan
kehalusan serbuk yang dibuat serta penyimpanan produk yang menyebabkan
kelembaban pada produk tersebut yang mempengaruhi bobot, bau dan rasa dari obat
tersebut.
Pada sampel A dan B memenuhi persyaratan keseragaman bobot menurut
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 661/MENKES/SK/VII/1994 yaitu
tidak melebihi penyimpangan terhadap bobot isi A. 7,5 % dan B. 15% dan hasil ini
sesuai dengan informasi yang terdapat pada kemasan yaitu 500mg perkapsul.

27
Tabel 3. Data Keseragaman Bobot Sampel A,B dan C

Keseragaman Bobot Sampel A,B dan C


No.
A (mg) B (mg) C (mg)
1 501 506 453
2 507 510 503
3 492 523 498
4 483 493 422
5 493 511 576
6 487 522 505
7 494 487 506
8 506 495 500
9 502 499 512
10 504 506 481
11 523 514 488
12 522 515 380
13 480 510 490
14 521 525 495
15 505 511 493
16 504 503 491
17 490 499 500
18 503 499 490
19 499 506 502
20 503 506 518
Rata-rata 501 507 490
Min 480 487 380
Maks 523 525 576

Dapat dilihat dari Tabel 3 merupakan data keseragaman bobot dari ketiga
sampel obat tradisional yang telah dianalisis yaitu sampel A, B dan C. Untuk sampel
A dimana bobot maksimal adalah 523 mg dan bobot minimal adalah 480 mg,
sedangkan untuk sampel B dimana bobot maksimal adalah 525 mg dan bobot
minimal adalah 487 mg. Sedangkan untuk sampel C dapat dilihat pada tabel diatas

27
terdapat 3 bobot yang melebih range bobot batas maksimal dan minimal. Pada
bobot maksimal adalah 576 mg dan untuk bobot minimal adalah 380 mg, maka
dalam hal ini sampel C tidak memenuhi persyaratan.

C. Kadar Air Sampel Kapsul A, B, C

12
10 10.1 10 10
10

8 7.1

6 5.5

0
A B C
Hasil (%)

Gambar 15. Grafik Kadar Air Sampel A, B dan C

Pada pengujian kadar air ini, bertujuan untuk memberi batasan maksimal pada
kandungan air dalam bahan (ekstrak). Pada Gambar 15 hasil pengujian kadar air
untuk sampel A,B dan C, pada sampel A dan C hasil yang didapat mememuhi
persyaratan kadar air standar BPOM yaitu tidak lebih dari 10 % yaitu 7,1 % dan 5,5
%. Pada sampel B memiliki nilai kadar air yang tinggi yaitu sekitar 10,1 %, dimana
pada hasil ini tidak memenuhi persyaratan kadar air. Hal ini perlu diperhatikan
karena semakin tinggi kandungan air maka akan semakin mudah obat tersebut
ditumbuhi jamur/kapang sehingga akan mempengaruhi dalam masa penyimpanan
produk dan mempengaruhi dari ekstrak kapsul dari segi warna, bau dan rasa pada
obat tersebut. Untuk menghindari hal-hal tersebut maka perlu diperhatikan adanya
kemungkinan yang mempengaruhi tingginya nilai kadar air pada sampel yaitu sifat
dari bahan itu sendiri karena ekstrak umunya bersifat higroskopis, adanya
kontaminasi sampel dengan udara luar.

27
D. Waktu Hancur Sampel Kapsul A, B, C
Tabel 4. Pengujian Waktu Hancur

Sampel Hasil Standar


A 3 Menit 07 Detik ≤ 30 Menit
B 4 Menit 15 Detik ≤ 30 Menit
C 8 Menit 31 Detik ≤ 30 Menit

Pada pengujian waktu hancur perlu dilakukan untuk obat tradisional yang
berbentuk pil , tablet atau kapsul sesuai Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Persyaratan
Mutu Obat Tradisional. Sampel A,B dan C dinyatakan larut jika bahan (ekstrak)
terlarut sempurna, karena semakin cepat daya hancur obat maka semakin cepat
penyerapan zat aktif oleh tubuh.
Dari hasil pengujian waktu hancur pada sampel A, B dan C dapat dilihat dari
tabel 5 bahwa, semua sampel memenuhi persyaratan waktu hancur sesuai
persyaratan Departemen Kesehatan yaitu tidak boleh lebih dari 60 menit dan sesuai
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
12 Tahun 2014 Tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional tidak boleh lebih dari
30 menit namun menurut Farmakope III waktu hancur kapsul tidak lebih dari 15
menit. Pada sampel A hancur pada 3 Menit 7 detik, sampel B hancur pada 4 Menit
7 detik dan pada sampel C waktu yang dibutuhkan lebih lama yaitu 8 Menit 31 detik
karena adanya faktor yang mempengaruhi seperti sifat fisik granul, daya serap
granul dan cangkang kapsul yang keras, serbuk yang tidak homogen.

27
E. Cemara Mikroba sampel A, B, C
Tabel 5. Pengujian Angka Lempeng Total (ALT)
Sampel Hasil ALT Standar
A 9 x 101 ≤104 koloni/g
B 1,9 x 102 ≤104 koloni/g
C 2,3 x 102 ≤104 koloni/g

Tabel 6. Pengujian Angka Kapang Khamir (AKK)

Sampel Hasil AKK Standar


A 4 x 101 ≤103 koloni/g
B 1,5 x 102 ≤103 koloni/g
C 2,0 x 102 ≤103 koloni/g

Salah satu persyaratan obat tradisional yang baik adalah harus bebas dari
cemaran mikroba yaitu Angka Lempeng Total (ALT) dan Angka Kapang dan
Khamir (AKK). Sesuai Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Persyaratan Mutu Obat
Tradisional cemaran mikroba pada sediaan kapsul untuk ALT adalah ≤104 koloni/g
sedangkan untuk AKK adalah ≤103 koloni/g.
Dari data hasil pengujian ALT dan AKK diatas untuk sampel A,B,C memenuhi
persyaratan uji mutu standar pada obat tradisional dimana tidak melebihi standar
yang ditetapkan. Namun nilai untuk ALT dan AKK dari sampel B dan C termasuk
tinggi dibandingkan dengan sampel pembanding yaitu sampel A, hal ini bisa terjadi
karena adanya faktor yang mempengaruhi pencemaran mikroba pada isi kapsul
tersebut seperti kurangnya kebersihan selama proses, hasil kadar air yang tinggi,
suhu yang lembab dan tempat penyimpanan yang kotor atau basah yang
menyebabkan sampel cepat ditumbuhi oleh bakteri dan jamur.

27
V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan hasil studi ini dapat disimpulkan bahwa pada obat tradisional
yang ada dipasaran untuk kapsul B dan C sebagian hasilnya tidak memenuhi
persyaratan mutu standar sesuai dengan acuan BPOM dan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 661/MENKES/SK/VII/1994. Dimana pada pengujian
keseragaman bobot pada sampel A dan B memenuhi persyaratan yaitu tidak
melebihi range bobot isi 7,5% dan 15% namun untuk sampel C tidak memenuhi
pesyaratan karena melebihi range bobot yaitu dengan bobot maksimal 576 mg dan
bobot minimal 380 mg.
Sedangkan pada pengujian kadar air sampel A dan C memenuhi persyaratan
yaitu tidak melebihi 10 % sedangkan pada sampel B tidak memenuhi persyaratan
yaitu 10,1 %. Pada pengujian cemaran mikroba pada sampel B dan C didapatkan
hasil ALT dan AKK yang cukup tinggi yaitu pada nilai ALT yaitu 1,9 x 102 dan
2,3 x 102 sedangkan pada AKK yaitu 1,5 x 102 dan 2, x 102 .

B. Saran
Setelah pengujian mutu standar sesuai acuan Farmakope dan BPOM
perlunya pengujian leboh lanjut seperti pengujian Bahan Kimia Obat (BKO) pada
obat tradisional untuk mengetahui kandungannya selain bahan aktif dan bahan
tambahan, karena banyaknya perusahaan yang tidak mengacu pada Cara Produksi
Obat Tradisional Yang Baik (CPOTB) yang telah ditetapkan dan perlunya
kebijakan khusus dari BPOM untuk menarik peredaran obat tradisional yang tidak
memenuhi standa

27
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2013, Ramuan Tradisional untuk Menambah Berat Badan. Jakarta :


Pondokibu.com

Analisis Kandungan Metampiron pada Jamu Tradisional yang Beredar di Kota


Medan, Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara,
Medan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1990, Permenkes R.I. No.


246/Menkes/Per/V/1990. Tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan
Pendaftaran Obat Tradisional, Depkes R.I., Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1994, Kepmenkes RI No.


661/Menkes/SK/VII/1994 Tentang Persyaratan Obat Tradisional, Depkes RI.,
Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000, Parameter Standar Umum


Ekstrak Tumbuhan Obat, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Direktorat Pengawasan Obat Tradisional,
Departemen Kesehatan RI., Jakarta, 3, 13-17, 24-25, 29-30, 32.

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 761/Menkes/SK/IX/1992 tentang Pedoman


Fitofarmaka 1995. Direktorat Pengawasan Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan, Depkes RI.

Ansel, H. C. 1989. Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms. Edisi


ke-4. Farida Ibrahim, penerjemah. Jakarta: UI Press.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia edisi


IV
https://www.elscolab.com/fr-en/news/ph-and-temperature-a-complicated-
relationship (Diakses pada tanggal 22 Januari 2020)

http:// penggolongan-obat- tradisional.html// Suryana.2011. Penggolongan


Obat Tradisional. (Diakses 12 Desember 2019)

http://jamupdf.com// Sarmoko. 2010. Jamu, Obat Herbal Terstandar (OHT)


Dan Fitofarmaka. (Diakses pada 12 Desember 2019)

Fery Kus Lina, 2012, Jamu, Obat Herbal Terstandarisasi dan Fitofarmaka,
Jakarta

Pratiwi, S.T, (2005). Pengujian Cemaran Bakteri dan Cemaran


Kapang/Khamir pada produk Jamu Gendong di Daerah Istimewa Yogyakarta.
(Skripsi). Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada.

31
Pratiwi, S. T. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Jakarta : Erlangga

Formularium Obat Herbal Asli Indonesia (FOHAI) Tahun 2016. http://


books.google.co.id html// diakses 10 Januari 2020.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, (2005). Lampiran


Cara Produksi Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).Jakarta: Badan POM RI

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, (2010). Acuan


Sediaan Herbal (Vol.5). Jakarta: Badan POM RI

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2005. Kriteria dan Tata Laksana
Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka. Jakarta:
Badan Pengawas Obat Makanan Republik Indonesia 13.
Auterhoff and Kovan, 1997, Identifikasi Obat, (Sugiarso), Penerbit ITB
Bandung

31
Lampiran 1. Diagram Alir Percobaan

Penimbangan 20 pcs isi kapsul


sampel A,B dan C

Parameter uji Organoleptik:


Penampakan fisik, warna dan bau

Pengujian kadar air pada isi kapsul


dengan suhu 115ᵒC selama 10 menit

Pengujian waktu hancur dengan suhu


±37OC

Pengujian cemaran mikroba


ALT dan AKK

Pengolahan data untuk


menyimpulkan hasil

31
Lampiran 2. Struktur Organisasi PT. Sarakamandiri Semesta

Direktur Utama

Direktur Pemasaran

Busdev &
Reg Manager

Markering Staff R&D


Support

Kabag Kabag Kabag Kabag Kabag Finance HRD


Teknik Produksi PPIC QA QC Acounting Manager
Manager
SPV Staff
Koordinator SPV
Teknik Staff QC HRD
Pengolahan Finance
Kepala
Staff QA
Gudang
Staff
Teknik Staff
Koordinator Staff Acounting
Pengemas Administrasi Cleaning
IPC QC Service
Helper
Administrasi
Teknik
Driver

31

Anda mungkin juga menyukai