Anda di halaman 1dari 97

PELAKSANAAN

GAMBARAN KESESUAIANPELAYANAN FARMASI


PELAKSANAAN PELAYANAN
KLINIS
FARMASI BERDASARSTANDAR
KLINIS PELAYANAN
BERDASAR STANDAR PELAYANAN
KEFARMASIAN
KEFARMASIAN DI APOTEK KASUS
DI APOTEK(STUDY
APOTEK(STUDY KASUSAPOTEK
MITRA MINA KOTA TEGAL)
MITRA MINA
KOTA

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

ESTI DAMAYANTI

16080026

PROGRAM STUDI DIII FARMASI

POLITEKNIK HARAPAN BERSAMA

TEGAL 2019
PELAKSANAAN PELAYANAN
GAMBARAN KESESUAIAN FARMASI
PELAKSANAAN
KLINIS BERDASAR
PELAYANAN FARMASISTANDAR PELAYANAN
KLINIS BERDASAR STANDAR
KEFARMASIAN
PELAYANAN DI APOTEK
KEFARMASIAN DI APOTEK(STUDY
(STUDY KASUSAPOTEK
KASUS
MITRA
MINA KOTA

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Mencapai


Gelar Ahli Madya Program Studi D-III Farmasi

Oleh :

ESTI DAMAYANTI

16080026

PROGRAM STUDI DIII FARMASI

POLITEKNIK HARAPAN BERSAMA

TEGAL 2019

i
ii
i
v
v
MOTTO
 Aku tidak aneh, aku adalah edisi terbatas

 Saya datang, saya bimbingan, saya ujian, saya revisi dan saya menang.

 Hidup adalah seni menggambar tanpa penghapus.

 Terimalah dirimu apa adanya, kecuali kamu pembunuh berantai.

 Bersikap baiklah pada kutu buku. Kau mungkin akhirnya bekerja untuk mereka.

v
PERSEMBAHA

Karya Tulis Ini saya persembahkan kepada :

 Bapak dan ibu tercinta yang telah memberikan segala kasih sayangnya

serta do’a restu, bimbingan, kesabaran, bantuan dan pengertianya.

 Kakak dan semua keluarga tersayang atas do’a dan dukungannya

 Dedi widarto yang telah memberikan semangat dan dukungan.

 Bapak dan Ibu Dosen yang telah membimbing saya selama menjadi

mahasiswa Politeknik Harapan Bersama Tegal

 Untuk sahabat-sahabatku khususnya the beriks, alun sukma nindri, nandita

putri jayanti dan indah apriliyani yang sudah membantu dalam pembuatan

karya tulis ini serta selalu memberi motivasi dan semangat selama menjadi

mahasiswa di Politeknik Harapan Bersama Tegal.

 Serta semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu , terimakasih

atas semuanya saya sayang kalian semua.

vi
PRAKART

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,

hidayat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun Karya Tulis Ilmiah

yang berjudul “Pelaksanaan Pelayanan Farmasi Klinis Berdasar Standar

Pelayanan Kefarmasian di Apotek (Study Kasus Apotek Mitra Mina Kota

Tegal)”. Tujuan karya tulis ilmiah ini adalah untuk memenuhi persyaratan dalam

menempuh Ujian Akhir Pendidikan Diploma III Farmasi Politeknik Harapan

Bersama Tegal.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, Penulis banyak mendapatkan

bimbingan , pengarahan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Khafdillah, MS. S. Kom, selaku Ketua Yayasan Politeknik Harapan

Bersama Tegal.

2. Bapak Ir. MC. Chambali, B.Eng, E,E. M.Kom. selaku Direktur Politeknik

Harapan Bersama Tegal.

3. Bapak Heru Nurcahyo, S.Farm., M.Sc., Apt. Selaku Ketua Prodi D-III

Farmasi Politeknik Harapan Bersama Tegal

4. Ibu Sari Prabandari, S.Farm.,MM.,Apt. Selaku Dosen Pembimbing I yang

telah memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan Karya Tulis

Ilmiah ini.

5. Bapak Akhmad Aniq Barlian, S.Farm.M.Hkes. Selaku Dosen Pembimbing II

yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan Karya Tulis

Ilmiah ini.

i
6. Kedua Orang tuaku tersayang yang telah memberikan dukungan dan nasehat

dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

7. Dedi widarto yang telah memberikan motivasi, bantuan dan dukungan dalam

pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.

8. Sahabat dan teman – teman seperjuangan yang telah memberikan semangat

dan dukungan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

9. Seluruh staf Dosen D-III Farmasi Politeknik Harapan Bersama Tegal.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik atas segala

jasanya, bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, penulis

menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini jauh dari kesempurnaan.

Untuk itu penulis sangat mengharap kritik dan saran dari semua pihak yang

bersifat membangun lebih baiknya Karya Tulis Ilmiah ini.

Tegal, 9 Mei 2019

Penulis

x
INTISA
Damayanti, Esti., Prabandari, Sari., Barlian, Akhmad Aniq., 2019.
Gambaran Kesesuaian Pelaksanaan Pelayanan Farmasi Klinis Berdasar
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (Study Kasus Apotek Mitra Mina
Kota Tegal)

Pelayanan farmasi klinik di apotek merupakan bagian dari pelayanan


kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan
dengan Sediaan farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pelayanan Farmasi Klinik di Apotek
Mitra Mina Kota Tegalsesuai dengan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 tahun 2016
Metode yang digunakan dalam penelitiaan ini adalah deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan
wawancara mendalam terkait kegiatan Pelayanan Farmasi Klinik di apotek
dengan fokus penelitian pada Pengkajian dan Pelayanan Resep, Dispensing
disertai Informasi Obat.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan Pelayanan Farmasi Klinik di
Apotek Mitra Mina Kota Tegal terdiri dari Pengkajian dan Pelayanan Resep,
Dispensing yang di sertai Informasi Obat belum sepenuhnya sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia nomor 73 tahun 2016 tentang standar
pelayanan kefarmasian di apotek.Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian
disarankan untuk membaca kembali standar pelayanan kefarmasian di apotek
yang sudah dibuat oleh pemerintah agar dapat menjalankan profesinya sesuai
dengan standar yang telah dibuat.

Kata Kunci : Apotek, pelayanan farmasi klinis, wawancara mendalam

x
Abstra
Damayanti, Esti., Prabandari, Sari., Barlian, Akhmad Aniq., 2019. The
Overview of Approppriate Implementation of Clinical Pharmaceutical
Service at Pharmacy (Case Study of Mitra Mina Pharmacy of Tegal)

Clinical pharmaceutical service in pharmacies are part of pharmacy


services that are directly and accountable to patients in relation to pharmaceutical
preparations, medical devices and medical supplies, with the aim of achieving
definite results to improve the quality of life of patients. This study aims to
determine the overview of approppriate implementation of clinical pharmaceutical
service at pharmacy (Case Study of Mitra Mina Pharmacy of Tegal) according to
the Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia Number 73
of 2016
The method used in this research was descriptive with a qualitative
approach. Data collection was done by way of observation and in-depth
interviews related to Clinical Pharmacy Services activities in pharmacies with a
focus on research on Prescription Assessment and Services, Dispensing with Drug
Information.
Based on the results of the research, the Clinical Pharmaceutical Service
at the Mitra Mina Pharmacy consists of Prescription Assessment and Services,
Dispensing that is accompanied by Drug Information is not fully in accordance
with Indonesian Health Minister Regulation number 73 of 2016 concerning
pharmaceutical service standards at pharmacies. Pharmacists and pharmacy
technical personnel are advised to re-read pharmaceutical service standards at
pharmacies that have been made by the government in order to carry out their
profession in accordance with the standards that have been made.

Keywords: Pharmacy, clinical pharmaceutical service, purposive sampling,


Deep interview

x
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul................................................................................................................i
Halaman Judul...............................................................................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN.....................................................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................................iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS............................................................v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...................................vi
MOTTO.......................................................................................................................vii
PERSEMBAHAN......................................................................................................viii
PRAKARTA.................................................................................................................ix
INTISARI.....................................................................................................................xi
ABSTRACT..................................................................................................................xii
DAFTAR ISI..............................................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................xv
DAFTAR TABEL......................................................................................................xvi
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................3
1.3 Batasan Masalah...........................................................................................3
1.4 Tujuan Penelitian..........................................................................................4
1.5 Manfaat Penelitian........................................................................................4
1.6 Keaslian Penelitian.......................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................6
2.1. Tinjauan Pustaka..........................................................................................6
2.1.1 Pelayanan Kefarmasian..................................................................6
2.1.2 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek....................................8
2.2 Apotek........................................................................................................25
2.3Kerangka Teori...........................................................................................27
2.4Kerangka Konsep........................................................................................28
BAB III METODE PENELITIAN..............................................................................29
3.1 Ruang Lingkup Penelitian..........................................................................29
3.2 Rancangan dan Jenis Penelitian..................................................................29

3.3 Subjek Penelitian........................................................................................30


xi
3.3.1 Populasi........................................................................................30
3.3.2 Sampel..........................................................................................30
3.3.3 Teknik Sampling..........................................................................31
3.4 Variabel Penelitian.....................................................................................31
3.5 Dimensi Penelitian.....................................................................................32
3.6 Jenis dan Sumber Data...............................................................................33
3.6.1 Sumber Data.................................................................................33
3.6.2 Cara Pengumpulan Data..............................................................33
3.7 Pengolahan dan Analisis Data...................................................................35
3.7.1 Pengolahan data...........................................................................35
3.7.2 Analisis Data................................................................................36
3.7.3 Triangulasi...................................................................................37
3.8 Etika Penelitian...........................................................................................37
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................................38
4.1 Gambaran Pelayanan Farmasi Klinis di Apotek Mitra Mina Kota Tegal. 38
4.1.1 Pengkajian dan Pelayanan Resep................................................41
4.1.2 Dispensing...................................................................................52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................60
5.1 Kesimpulan................................................................................................60
5.2 Saran..........................................................................................................60
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................61
LAMPIRAN................................................................................................................63
CURICULUM VITAE................................................................................................80

xi
DAFTAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori.......................................................................................26


Gambar 2.2 Kerangka Konsep....................................................................................27

x
DAFTAR
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian...................................................................................5
Tabel 3.1 Dimensi Penelitian.................................................................................32
Tabel 4.1 Standar Operasional Prosedur................................................................39
Tabel 4.2 Aspek Pengkajian dan Pelayanan Resep................................................41
Tabel 4.3 Dispensing..............................................................................................52
Tabel 4.4 Pemberian Informasi Obat.....................................................................56

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Observasi Pelayanan Farmasi Klinis.....................................64


Lampiran 2 Pedoman wawancara mendalam (Untuk Apoteker)...........................66
Lampiran 3 Pedoman wawancara mendalam (Untuk asisten apoteker)................67
Lampiran 4 Surat Pernyataan.................................................................................68
Lampiran 5 Hasil wawancara dengan Apoteker....................................................69
Lampiran 6 Hasil wawancara dengan tenaga teknis kefarmasian..........................72
Lampiran 7 Surat Izin Penelitian di Apotek...........................................................74
Lampiran 8 Dokumentasi Wawancara...................................................................75
Lampiran 9 Alur Pelayanan Resep di Apotek........................................................76
Lampiran 10 Apotek Mitra Mina Kota Tegal........................................................77
Lampiran 11 Resep................................................................................................78
Lampiran 12 Kartu status pasien............................................................................79

xv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi

dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin

secara fisik dan menyediakan kepuasan pelanggan. Pelayanan sebagai salah

satu unsur yang penting terutama dalam bidang kesehatan seperti yang

diungkapkan dalam penelitian Dewi Arda bahwa pelayanan kesehatan

merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam UUD Negara Republik

Indonesia tahun 1945 yang harus diwujudkan dengan upaya peningkatan

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi – tingginya (Dewi Arda, 2018).

Salah satu tempat pelayanan kesehatan di Indonesia adalah Apotek.

Apotek merupakan suatu sarana untuk penyaluran perbekalan farmasi

kepada masyarakat. Tugas dan fungsi apotek adalah tempat pengabdian

apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan, sarana farmasi untuk

melakukan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat

serta sarana penyalur perbekalan farmasi, termasuk obat yang diperlukan

masyarakat, secara luas dan merata (Septiani, 2018).

Pemerintah mengeluarkan peraturan yang tertuang dalam Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesian Nomor 73 tahun 2016 tentang

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek yang terdiri dari 3 aspek yaitu

aspek sumber daya manusia, aspek pelayanan dan aspek evaluasi mutu

pelayanan(Permenkes RI, 2016). Dengan adanya peraturan tersebut, maka

1
2

pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker di apotek harus sesuai

dengan standar yang telah ditetapkan. Pelayanan Kefarmasian itu sendiri

adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang

berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti

untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Permenkes RI, 2016). Tujuan

adanya pelayanan kefarmasian yaitu untuk mengidentifikasi, mencegah dan

menyelesaikan masalah yang terkait dengan obat.

Salah satu permasalahan dalam pelayanan kefarmasian adalah

kejadian medication eror.Menurut Menteri Kesehatan RI Nomor

1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa medication eror adalah

kejadian yang merugikan akibat pemakaian obat selama dalam penanganan

tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah. Bentuk medication eror

yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah medication eror yang terjadi

pada pelayanan farmasi klinis yang meliputi pengkajian dan pelayanan resep,

dispensing disertai informasi obat dimana dampak yang akan ditimbulkan jika

tidak dilakukan pelayanan farmasi klinis dapat menyebabkan kesalahan

dalam pengobatan kepada pasien, dengan demikian pelayanan kefarmasian

yang baik sangat dibutuhkan masyarakat untuk menjaga dan meningkatkan

kesehatan(Depkes RI, 2004).

Medication eror dalam pelayanan kefarmasian dapat terjadi di apotek

karena Apotek sebagai salah satu tempat pelayanan kesehatan yang mudah

dijumpai oleh masyarakat. Salah satunya Apotek Mitra Mina Kota Tegal

yang
3

terletak stategis di pinggir jalan raya kota tegal dan mempunyai praktik

dokter bersama sehingga memungkinkan banyak pasien yang berobat disana.

Berdasarkan hasil latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian yang berjudul “Gambaran Kesesuaian Pelaksanaan

Pelayanan Farmasi Klinis berdasar Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

(Study Kasus Apotek Mitra Mina Kota Tegal)”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang

dirumuskan dalam penelitian ini yaitu bagaimana Gambaran Kesesuaian

Pelaksanaan Pelayanan Farmasi Klinis dengan Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek.

1.3 Batasan Masalah

Agar permasalahan tidak meluas maka dibatasi dengan batasan

masalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini hanya mencakup Apoteker Pengelola Apotek dan Tenaga

Teknis Kefarmasian.

2. Penelitian ini mencangkup Pelayanan Farmasi Klinis dengan fokus

penelitian yaitu : Pengkajian dan pelayanan resep, dispensing disertai

informasi obat.
4

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran Pelaksanaan

Pelayanan Farmasi Klinis sesuai dengan Standar Pelayanan Kefarmasian

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 di

Apotek Mitra Mina Kota Tegal.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi Peneliti

Diharapkan peneliti dapat memperoleh sejauh mana Apoteker di Apotek

telah melakukan Pelayanan Farmasi Klinis sesuai Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 73

Tahun 2016.

2. Bagi Apotek

Menjadi bahan evaluasi bagi Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian di

Apotek Mitra Mina Kota Tegal untuk lebih meningkatkan pelayanan

Farmasi Klinis.

3. Bagi pembaca

Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan dan wawasan

masyarakat mengenai Pelayanan Farmasi Klinik di Apotek.


5

1.6 Keaslian Penelitian

Tabel 1. 1 Keaslian Penelitian


Pembeda Mulyagustina, Inayah Aflakhatul, Damayanti Esti, 2019
Wiedyaningsih 2017
Chairun, Kristina
Susi Ari, 2017

Judul Implementasi Evaluasi Standar Gambaran Kesesuian


Penelitian Standar Pelayanan Pelayanan Pelaksanaan
Kefarmasian di Kefarmasian di Pelayanan Farmasi
Apotek Kota Jambi Apotek Kecamatan Klinis berdasar
Adiwerna Tegal Standar Pelayanan
Kefarmasian di
Apotek (Study Kasus
Apotek Mitra Mina)
Subyek Sampel pada Sampel pada Sampel pada
Penelitian Penelitian ini Penelitian Penelitian
adalah Apoteker ini yaitu Apoteker ini adalah Apoteker
Pengelola Apotek Pengelola Apotek Pengelola Apotek dan
(APA) atau Tenaga Teknis
Apoteker Kefarmasian
Pendamping
(APING)
Metode Penelitian ini Metode penelitian Metode penelitian ini
Penelitian menggunakan ini menggunakan menggunakan
metode deskriptif kualitatif purposive sampling
convenience
sampling
Tempat seluruh apotek Seluruh Apotek Apotek Mitra Mina
Penelitian dalam wilayah Di kecamatan Tegal
Kota Jambi. Adiwerna

Metode Metode diambil Metode pengambilan Metode diambil dari


Pengambil dari data secara deskriptif Data primer
an data data kuantitatif
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pelayanan Kefarmasian

Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical care) adalah praktek

yang dilakukan apoteker untuk memenuhi kebutuhan obat pasien dan

bertanggung jawab terhadap keputusanya (Inayah, 2017). Praktek

pelayanan Kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya

berfokus pada pengelolaan obat (drug oriented) berkembang menjadi

pelayanan Komprehensif meliputi pelayanan obat dan pelayanan

farmasi klinik yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup

pasien. Praktik pelayanan kefarmasian dilakukan berdasarkan Standar

Pelayanan Kefarmasian di Apotek, yang diterapkan sebagai acuan

pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Apotek (Mulyagustina et all,

2017).

Pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical care) dapat diterapkan

pada individual atau masyarakat. Keberhasilan farmakoterapi

merupakan sesuatu yang spesifik pada setiap pasien, oleh karena itu

pasien membutuhkan pelayanan apoteker pada saat menerima obat.

Untuk pelayanan pengobatan pada pasien secara individual, apoteker

perlu mengembangkan pelayanan yang melibatkan kerja sama

denganpasien (Inayah, 2017).

6
7

Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan

terjadinya kesalahan pengobatan (medication eror) dalam proses

pelayanan. Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan tenaga

kesehatan lainya dalam menetapkan terapi untuk mendukung

pengobatan yang rasional. Sebagai upaya agar para apoteker dapat

melaksanakan pelayanan kefarmasian dengan baik, Ditjen Yanfar dan

Alkes, Departemen Kesehatan bekerja sama dengan Ikatan Sarjana

Farmasi di Indonesia (ISFI) menyusun Standar Pelayanan Kefarmasian

di Apotek. Hal ini sesuai dengan standar kompetensi Apoteker di

Apotek untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian kepada

masyarakat(Permenkes RI, 2016). Tujuan penetapan standar yaitu

sebagai pedoman praktek apoteker dalam menjalankan profesi, untuk

melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional, serta

melindungi profesi dalam menjalankan praktek pelayanan kefarmasian

(Permenkes RI, 2014).

Peraturan terbaru mengenai Standar Pelayanan Kefarmasian di

Apotek adalah Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 tahun 2016

tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Peraturan ini

menggantikan peraturan yang sebelumnya yaitu Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek. Peraturan ini menetapkan keharusan adanya

pelayanan farmasi klinik di apotek karena pelayanan farmasi klinik di

apotek merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian yang langsung


8

dan bertanggung jawab kepada pasien terkait dengan sediaan farmasi,

alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dengan maksud mencapai

hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

2.1.2 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Pelayanan kefarmasian di apotek memiliki standar yang

ditetapkan oleh pemerintah yaitu dalam Keputusan Menteri Kesehatan

Nomor 73 Tahun 2016.

1. Sumber Daya Kefarmasian

a. Sumber Daya Manusia

Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh

Apoteker, dapat dibantu oleh Apoteker pendamping atau Tenaga

Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi dan

Surat Izin Praktik.

Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian Apoteker harus

memenuhi kriteria :

1) Persyaratan administrasi

a) Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang

terakreditasi.

b) Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA).

c) Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku.

d) Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA).

2) Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik,

tandapengenal.
9

3) Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan atau Continuing

Professional Development (CPD) dan mampu memberikan

pelatihan yang berkesinambungan.

4) Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan

akanpengembangan diri, baik melalui pelatihan, seminar,

workshop, pendidikan berkelanjutan atau mandiri.

5) Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap

peraturan perundang undangan, sumpah Apoteker, standar

profesi (standar pendidikan, standar pelayanan, standar

kompetensi dan kode etik) yang berlaku.

Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang

apoteker harus menjalankan peran yaitu:

a) Pemberi layanan

Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi

dengan pasien. Apoteker harus mengintegrasikan

pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan secara

berkesinambungan.

b) Pengambil keputusan

Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam

mengambil keputusan dengan menggunakan seluruh

sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.


1

c) Komunikator

Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien

maupun profesi kesehatan lainnya sehubungan dengan

terapi pasien. Oleh karena itu harus mempunyai

kemampuan berkomunikasi yang baik.

d) Pemimpin

Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi

pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi

keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif,

serta kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola

hasil keputusan.

e) Pengelola

Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia,

fisik, anggaran dan informasi secara efektif. Apoteker

harus mengikuti kemajuan teknologi informasi dan

bersedia berbagi informasi tentang Obat dan hal-hal lain

yang berhubungan dengan Obat.

f) Pembelajar seumur hidup

Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap

dan keterampilan profesi melalui pendidikan berkelanjutan

(Continuing Professional Development atau CPD)


1

g) Peneliti

Apoteker harus selalu menerapkan prinsip atau kaidah

ilmiah dalam mengumpulkan informasi Sediaan Farmasi

dan Pelayanan Kefarmasian dan memanfaatkannya dalam

pengembangan dan pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian.

b. Sarana dan Prasarana

Apotek harus mudah diakses oleh masyarakat. Sarana dan

prasarana Apotek dapat menjamin mutu Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta kelancaran

praktik Pelayanan Kefarmasian.

Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang

Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang memiliki

fungsi:

1)Ruang penerimaan Resep

Ruang penerimaan Resep sekurang-kurangnya terdiri dari

tempat penerimaan Resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1

(satu) set komputer. Ruang penerimaan Resep ditempatkan

pada bagian paling depan dan mudah terlihat oleh pasien.

2)Ruang pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan

secara terbatas) Ruang pelayanan Resep dan peracikan atau

produksi sediaan secara terbatas meliputi rak Obat sesuai

kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan sekurang-

kurangnya disediakan peralatan peracikan, timbangan Obat,


1

air minum (air mineral) untuk pengencer, sendok Obat, bahan

pengemas Obat, lemari pendingin, termometer ruangan,

blanko salinan Resep, etiket dan label Obat. Ruang ini diatur

agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup,

dapat dilengkapi dengan pendingin ruangan (air conditioner).

3)Ruang penyerahan Obat

Ruang penyerahan obat berupa konter penyerahan obat yang

dapat digabungkan dengan ruang penerimaan Resep.

4)Ruang konseling

Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja

dan kursi konseling, lemari buku, buku-buku referensi,

leaflet, poster, alat bantu konseling, buku catatan konseling

dan formulir catatan pengobatan pasien.

5) Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai. Ruang penyimpanan harus

memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, kelembaban,

ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan

keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi

dengan rak atau lemari Obat, pallet, pendingin ruangan (AC),

lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan

psikotropika, lemari penyimpanan Obat khusus, pengukur

suhu dan kartu suhu.


1

6)Ruang arsip

Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang

berkaitan dengan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta Pelayanan

Kefarmasian dalam jangka waktu tertentu.

2. Pelayanan Farmasi Klinik

a. Pengkajian dan Pelayanan Resep

Kegiatan pengkajian Resep meliputi administratif, kesesuaian

farmasetik dan pertimbangan klinis.

1) Kajian administratif meliputi:

a) Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan.

b) Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat,

nomor telepon dan paraf.

c) Tanggal penulisan Resep.

2) Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:

a) Bentuk dan kekuatan sediaan.

b) Stabilitas.

c) Kompatibilitas (Ketercampuran obat).

3) Pertimbangan klinis meliputi:

a) Ketepatan indikasi dan dosis obat.

b) Aturan, cara dan lama penggunaan obat.

c) Duplikasi dan atau polifarmasi.


1

d) Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping

obat, manifestasi klinis lain).

e) Kontraindikasi.

f) Interaksi.

3. Dispensing (Dilakukan oleh Apoteker)

Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian

informasi Obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal

sebagai berikut:

a. Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep:

1) Menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan Resep.

2) Mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan

dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan

keadaan fisik obat.

b. Melakukan peracikan obat bila diperlukan.

c. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:

1) Warna putih untuk obat dalam atau oral.

2) Warna biru untuk obat luar dan suntik.

3) Menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk

suspensi atau emulsi.

4) Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah

untuk obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan

menghindari penggunaan yang salah.


1

Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut

(Dilakukan oleh Apoteker):

a) Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan

pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada

etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat

(kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep).

b) Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.

c) Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien.

d) Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi Obat.

e) Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal

yang terkait dengan obat antara lain manfaat obat, makanan

dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek

samping, cara penyimpanan obat dan lain-lain.

f) Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan

dengan cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi

tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil.

g) Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau

keluarganya.

h) Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf

oleh Apoteker (apabila diperlukan).

i) Menyimpan resep pada tempatnya.

j) Apoteker membuat catatan pengobatan pasien.


1

Apoteker di Apotek juga dapat melayani obat non resep

atau pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan

edukasi kepada pasien yang memerlukan obat non resep untuk

penyakit ringan dengan memilihkan obat bebas atau bebas

terbatas yang sesuai.

4. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang

dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai

Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan

bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi

kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai Obat

termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal.

Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi

khusus, rute dan metode pemberian, farmakokinetik, farmakologi,

terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu

hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas,

ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.

Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi:

a. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan.

b. Membuat dan menyebarkan bulletin atau brosur dan leaflet,

pemberdayaan masyarakat (penyuluhan).

c. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien.

d. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa


1

farmasi yang sedang praktik profesi.

e. Melakukan penelitian penggunaan obat.

f. Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah.

g. Melakukan program jaminan mutu.

5. Konseling

Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker

dengan pasien atau keluarga untuk meningkatkan pengetahuan,

pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan

perilaku dalam penggunaan obat dan menyelesaikan masalah

yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker

menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan

pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health

Belief Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien

atau keluarga pasien sudah memahami obat yang digunakan.

Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:

a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati

atau ginjal, ibu hamil dan menyusui).

b. Pasien dengan terapi jangka panjang atau penyakit kronis

(misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi).

c. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus

(penggunaan kortikosteroid dengan tappering down atau off).


1

d. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit

(digoksin, fenitoin, teofilin).

e. Pasien dengan polifarmas pasien menerima beberapa obat

untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga

termasuk pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang

diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat.

f. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.

Tahap kegiatan konseling :

1) Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien

2) Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui

Three Prime Questions, yaitu:

a) Apa yang disampaikan dokter tentang obat Anda?

b) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian

obat Anda?

c) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang

diharapkan setelah Anda menerima terapi obat tersebut?

3) Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan

kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan

obat.

4) Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan

masalah penggunaan obat.


1

5) Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman

pasien.

Apoteker mendokumentasikan konseling dengan

meminta tanda tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien

memahami informasi yang diberikan dalam konseling.

6. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care)

Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat

melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan

rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan

pengobatan penyakit kronis lainnya.

Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat

dilakukan oleh Apoteker meliputi :

a. Penilaian atau pencarian (assessment) masalah yang

berhubungan dengan pengobatan.

b. Identifikasi kepatuhan pasien.

c. Pendampingan pengelolaan obat dan atau alat kesehatan di

rumah, misalnya cara pemakaian obat asma, penyimpanan

insulin.

d. Konsultasi masalah obat atau kesehatan secara umum.

e. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan

obat berdasarkan catatan pengobatan pasien.

f. Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah.


2

7. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang

pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau

dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.

Kriteria pasien:

a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.

b. Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.

c. Adanya multidiagnosis.

d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.

e. Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.

f. Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi

Obat yang merugikan.

Kegiatan:

1) Memilih pasien yang memenuhi kriteria.

2) Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan

pasien yang terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan

Obat dan riwayat alergi, melalui wawancara dengan pasien

atau keluarga pasien atau tenaga kesehatan lain.

3) Melakukan identifikasi masalah terkait Obat. Masalah terkait

Obat antara lain adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi,

pemberian Obat tanpa indikasi, pemilihan Obat yang tidak

tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, terjadinya reaksi

Obat yang tidak diinginkan atau terjadinya interaksi Obat.


2

4) Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien

dan menentukan apakah masalah tersebut sudah atau

berpotensi akan terjadi.

5) Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang

berisi rencana pemantauan dengan tujuan memastikan

pencapaian efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak

dikehendaki.

6) Hasil identifikasi masalah terkait obat dan rekomendasi yang

telah dibuat oleh apoteker harus dikomunikasikan dengan

tenaga kesehatan terkait untuk mengoptimalkan tujuan terapi.

7) Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi obat

dengan menggunakan formulir.

8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap

Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada

dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan

profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi

fisiologis.

Kegiatan:

a. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko

tinggi mengalami efek samping Obat.

b. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).


2

c. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat

Nasional.

Faktor yang perlu diperhatikan:

1) Kerjasama dengan tim kesehatan lain.

2) Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

9. Evaluasi Pelayanan Kefarmasian

a. Mutu Manajerial

1) Metode Evaluasi

a) Audit

Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan

kualitas pelayanan dengan pengukuran kinerja bagi yang

memberikan pelayanan dengan menentukan kinerja yang

berkaitan dengan standar yang dikehendaki. Oleh karena

itu, audit merupakan alat untuk menilai, mengevaluasi,

menyempurnakan Pelayanan Kefarmasian secara sistematis.

Audit dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil

monitoring terhadap proses dan hasil pengelolaan.

b) Review

Review yaitu tinjauan atau kajian terhadap

pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian tanpa dibandingkan

dengan standar.
2

Review dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil

monitoring terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi dan

seluruh sumber daya yang digunakan.

c) Observasi

Observasi dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil

monitoring terhadap seluruh proses pengelolaan Sediaan

Farmasi.

2) Indikator Evaluasi Mutu

a) kesesuaian proses terhadap standar.

b) efektifitas dan efisiensi.

b. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik

1) Metode Evaluasi Mutu

a) Audit

Audit dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil

monitoring terhadap proses dan hasil pelayanan farmasi

klinik.

b) Review

Review dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil

monitoring terhadap pelayanan farmasi klinik dan seluruh

sumber daya yang digunakan.

c) Survei

Survei yaitu pengumpulan data dengan menggunakan

kuesioner. Survei dilakukan oleh Apoteker berdasarkan


2

hasil monitoring terhadap mutu pelayanan dengan

menggunakan angket atau kuesioner atau wawancara

langsung.

d) Observasi

Observasi yaitu pengamatan langsung aktivitas atau proses

dengan menggunakan cek list atau perekaman. Observasi

dilakukan oleh berdasarkan hasil monitoring terhadap

seluruh proses pelayanan farmasi klinik.

2) Indikator Evaluasi Mutu

Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan

adalah :

a) Pelayanan farmasi klinik diusahakan zero deffect dari

medication error.

b) Standar Prosedur Operasional (SPO): untuk menjamin

mutu pelayanan sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan.

c) Lama waktu pelayanan Resep antara 15-30 menit.

Keluaran Pelayanan Kefarmasian secara klinik berupa

kesembuhan penyakit pasien, pengurangan atau hilangnya

gejala penyakit, pencegahan terhadap penyakit atau gejala,

memperlambat perkembangan penyakit.


2

2.2. Apotek

Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan

praktek kefarmasian sedangkan fasilitas kefarmasian adalah sarana yang

digunkan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian (Menteri Kesehatan, 2017)

Izin Pendirian Apotek (Menteri Kesehatan, 2018).

1. Apotek diselenggarakan oleh pelaku usaha perseorangan.

2. Pelaku usaha perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu

apoteker.

3. Persyaratan untuk memperoleh izin apoten sebagaimana dimaksud dalam

pasal 3 ayat (1) huruf x terdiri atas :

a) STRA.

b) Surat Izin Praktik Apoteker.

c) Denah bangunan.

d) Daftar sarana dan prasarana.

e) Berita acara pemeriksaan.

Adapun tugas dan fungsi apotek adalah (Bogadenta, 2013) :

1. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan

sumpah jabatan apoteker

2. Sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian

3. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan mendistribusikan sediaan

farmasi, antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika.

4. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,

pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat,


2

pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi

obat, serta pengembangan obat, dan obat tradisional.


2

2.3. Kerangka Teori

Kerangka teori pada penelitian ini yaitu sebagai berikut :


Sumber Daya Kefarmasian
-Sumber daya manusia Pengkajian dan pelayanan resep
-Sarana dan Prasarana Kajian Administratif
Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan
Nama dokter, SIP, alamat, nomor telepon dan paraf
Tanggal penulisan resep
- - Pengkajian dan pelayanan resep Kajian Kesesuaian Farmasetik
- Pengkajian
Dispensing Bentuk kekuatan sediaan
- dan Stabilitas
pelayanan
-Pelayanan Informasi Obat Kompatibilitas
Standar Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan Farmasi Klinik
Konseling Pertimbangan Klinis
Pelayanan Kefarmasian dirumah Aturan cara dan lama penggunaan
Pemantauan Terapi Obat Duplikasi atau polifarmasi
Monitoring Efek Samping Ketepatan indikasi dan dosis
Reaksi obat yang tidak diinginkan
Kontra indikasi
Interaksi

Dispensing
- Mutu Manajerial
Evaluasi Mutu Pelayanan menyiapkan obat sesuai permintaan resep
- Mutu Pelayanan Farmasi Klinik melakukan peracikan obat bila diperlukan
memberikan etiket
Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat yang ber

Keterangan : : Tidak diteliti

: Yang diteliti

Gambar 2. 1 Kerangka Teori


2

2.4. Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pengkajian dan pelayanan resep


a. Kajian Administratif
a) Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan
Gambar 2. 2 Kerangka Konsep
b) Nama dokter, SIP, alamat, nomor telepon dan paraf
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Gambaran c) Tanggal penulisan resep
Pelayanan Farmasi Klinik
Pelaksanaan Pengkajian dan Pelayanan Resep b. Kajian Kesesuaian Farmasetik
a) Bentuk
Dispensing (Penyiapan, penyerahan, pemberian informasi obat) kekuatan sediaan
Pelayanan
b) Stabilitas
Farmasi
c) Kompatibilitas
c. Pertimbangan Klinis
a) Aturan cara dan lama penggunaan
b) Duplikasi atau polifarmasi
c) Ketepatan indikasi dan dosis
d) Reaksi obat yang tidak diinginkan
e) Kontra indikasi
f) Interaksi

2. Dispensing
a. menyiapkan obat sesuai permintaan resep.
b. melakukan peracikan obat bila diperlukan.
c. Memberikan etiket.
d. Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan
terpisah untuk Obat yang berbeda untuk menjaga mutu
Obat dan menghindari penggunaan yang salah.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian kali ini adalah pada ruang lingkup

farmasi komunitas dimana dalam penelitian ini akan diteliti mengenai

Gambaran Kesesuaian Pelaksanaan Pelayanan Farmasi Klinis dengan

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek sehingga nantinya akan diketahui

sesuai atau tidaknya pelaksanaan pelayanan farmasi klinis di Apotek Mitra

Mina dengan Standar Pelayanan Kefarmasian menurut Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 73 tahun 2016. Tempat penelitian akan dilaksanakan di

apotek mitra mina kota tegal dengan periode waktu penelitian pada bulan

Januari 2019 – Maret 2019 .

3.2 Rancangan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penilitian deskriptif dengan pendekatan

kualitatif. Dimana penelitian kualitatif ini adalah prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata – kata tertulis atau lisan dari orang –

orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2007).

29
3

3.3 Subjek Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan jumlah anggota dari suatu

himpunan yang ingin diketahui karakteristiknya berdasarkan

inferensi atau generalisasi (Supardi dan Surahman, 2014). Populasi

pada penelitian ini yaitu Apoteker Pengelola Apotek dan Tenaga

Teknis Kefarmasian

3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebuah gugus atau sejumlah tertentu anggota

himpunan yang dipilih dengan cara tertentu agar mewakili populasi

(Supardi dan Surahman, 2014) sampel dalam penelitian ini yaitu

Apoteker Pengelola Apotek dan Tenaga Teknis Kefarmasian.

Dalam pengambilan sampel penelitian ini ditentukan dengan

kriteria sebagai berikut :

Kriteria Inklusi

1. Apoteker, kriteria inklusi yang digunakan adalah apoteker yang

berkedudukan sebagai APA (Apoteker Pengelola Apotek)

2. Tenaga Teknis Kefarmasian, kriteria inklusi yang digunakan

adalah tenaga teknis kefarmasian (Sarjana Farmasi, Ahli Madya

Farmasi, Analis Farmasi,dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten

Apoteker), kecuali apotek yang tidak mempunyai tenaga teknis

kefarmasian namun sudah bekerja di apotek lebih dari 1 tahun

dan ditunjuk oleh Apoteker setempat.


3

Kriteria Ekslusi pada penelitian ini yaitu Apoteker Pengelola

Apotek dan Tenaga Teknis Kefarmasian yang tidak berkenan di

wawancarai

3.3.3 Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitan ini adalah

purposive sampling yaitu cara pengambilan sampel berdasarkan

kriteria yang ditentukan oleh peneliti untuk dapat dianggap mewakili

karakteristik populasinya. (Notoatmodjo, 2010).

3.4 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah Pelaksanaan Pelayanan Farmasi

Klinis, Pelayanan Farmasi Klinis yang diteliti yaitu pengkajian dan

pelayanan resep, dispensing disertai informasi obat.


3

3.5 Dimensi Penelitian

Tabel 3. 1 Dimensi Penelitian


Variabel Dimensi Operasional Alat Ukur Kriteria Ukur

Pelaksanaan Pertanyaan berupa variasi dari variabel penelitian yaitu : Wawancara Sesuai apabila
Pelayanan 1.Pengkajian dan pelayanan resep
Farmasi a. Kajian Administratif Mendalam, responden
Klinis a) Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan
b) Nama dokter, SIP, alamat, nomor telepon dan paraf Observasi menyatakan
c) Tanggal penulisan resep
b. Kajian Kesesuaian Farmasetik berdasarkan
a) Bentuk kekuatan sediaan
b) Stabilitas teori.
c) Kompatibilitas
c. Pertimbangan Klinis
a) Aturan cara dan lama penggunaan
b) Duplikasi atau polifarmasi
c) Ketepatan indikasi dan dosis
d) Reaksi obat yang tidak diinginkan
e) Kontra indikasi
f) Interaksi
2. Dispensing
a. menyiapkan obat sesuai permintaan resep
b. melakukan peracikan obat bila diperlukan
c. memberikan etiket
d. Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah
untuk Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan
menghindari penggunaan yang salah.
Setelah penyiapan Obat dilakukan hal sebagai berikut:
a) Sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus
dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan
nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis
dan jumlah Obat (kesesuaian antara penulisan etiket
dengan Resep)
b) Memanggil nama dan nomor tunggu pasien
c) Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien
d) Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi
Obat
e) Memberikan informasi cara penggunaan Obat dan hal-
hal yang terkait dengan Obat
f) Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan
dengan cara yang baik,
g) Memastikan bahwa yang menerima Obat adalah
pasien atau keluarganya
h) Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan
diparaf oleh Apoteker
i) Menyimpan Resep pada tempatnya
j) Apoteker membuat catatan pengobatan pasien .
3

3.6 Jenis dan Sumber Data

3.6.1 Sumber Data

Data yang digunakan berupa data primer. Data primer

didapatkan dari wawancara mendalam yang telah dilakukan peneliti

dengan responden yaitu Apoteker Pengelola Apotek dan Tenaga Teknis

Kefarmasian

3.6.2 Cara Pengumpulan Data

2. Alat

Alat dalam penelitian ini berupa pedoman wawancara dan

lembar observasi yang bersumber pada Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di

Apotek.

4. Persiapan

Peneliti melakukan tahap persiapan yaitu perizinan untuk

penelitian di Apotek Mitra Mina Kota Tegal. Tahapan perizinan

tersebut adalah :

a. Surat pengambilan data dan penelitian dari Politeknik Harapan

Bersama Kota Tegal yang ditujukan kepada Apoteker Pengelola

Apotek.

b. Apoteker Pengelola Apotek mengeluarkan Surat Pengantar

Kepada Kepala Manager KUD Karya Mina Kota Tegal


3

5. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan

melalui beberapa cara diantaranya :

a. Wawancara Mendalam

Menurut (Harsono, 2008) wawancara merupakan

percakapan yang terarah yang tujuanya untuk mengumpulkan

informasi etnografi. Wawancara mendalam dapat diberi makna

kombinasi antara pertanyaan – pertanyaan deskriptif, struktural

dan kontras. Wawancara pada penelitian ini dilakukan pada

Apoteker Pengelola Apotek dan Tenaga Teknis Kefarmasian

Apotek Mitra Mina Kota Tegal.

b. Observasi kualitatif

Observasi kualitatif merupakan observasi yang

didalamnya peneliti langsung turun ke lapangan untuk mengamati

perilaku dan aktivitas individu di lokasi penelitian (Sulaeman,

2015).

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah pengambilan data yang diproses

melalui dokumen-dokumen. Metode dokumentasi dipakai untuk

mengumpulkan data dari sumber-sumber dokumen yang mungkin

mendukung atau bahkan berlawanan dari hasil wawancara.


3

Cara pengumpulan datanya sebagai berikut :

1) Peneliti mendatangi Apoteker Pengelola Apotek di Apotek

Mitra Mina Kota Tegal.

2) Peneliti menerima izin dari Apoteker Pengelola Apotek,

peneliti menjelaskan tujuan penelitian dan etika penelitian.

3) Penelitian memberikan lembar permohonan menjadi responden

dan lembar persetujuan responden.

4) Pewawancara dan responden biasanya belum saling kenal –

mengenal sebelumnya.

5) Responden selalu menjawab pertanyaan.

6) Pewawancara selalu bertanya kepada responden tersebut.

7) Pewawancara tidak menjuruskan pertanyaan kepada suatu

jawaban, tetapi harus selalu bersifat netral.

8) Pertanyaan yang ditanyakan mengikuti panduan yang telah

dibuat sebelumnya. Pertanyaan panduan ini dinamakan

interview gulde.

3.7 Pengolahan dan Analisis Data

3.7.1 Pengolahan data

Pada penelitian ini data yang diambil adalah data kualitatif,

yaitu data yang berhubungan dengan kategorisasi, karakteristik atau

sifat variabel atau sifat hasil pengklarifikasian atau penggolongan suatu

data (Notoatmodjo, 2012). Data – data yang didapat dari hasil


3

observasi, wawancara mendalam kemudian diolah dengan cara

membandingkan dan menyesuaikan dengan pedoman yang dibuat oleh

Peraturan Menteri Keshatan Nomor 73 Tahun 2016. Kemudian hasilnya

akan dibuat kedalam bentuk kutipan wawancara dan dilakukan analisis

data.

3.7.2 Analisis Data

Menurut Miles, Hubermasn (2007) Analisis data yang dilakukan

adalah analisis deskriptif yaitu dengan memaparkan hasil uji peneliti

untuk diambil kesimpulan tanpa uji statistik. Salah satu analisis data

dibagi menjadi tiga alur kegiatan :

1. Reduksi Data (data reduction)

Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang

menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang data yang

tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa

sehingga simpulan final dapat ditarik dan diverifikasi.

2. Penyajian Data

Sajian data adalah suatu rangkaian organisasi informasi

yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Penyajian

data dimaksud untuk menentukan pola - pola yang bermakna serta

memberikan tindakan.

3. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan bagian dari suatu kegiatan

konfigurasi yang utuh. Kesimpulan ditarik semenjak peneliti


3

menyusun pencatatan, pernyataan – pernyataan, konfigurasi, arahan

sebab akibat, dan berbagai proporsisi.

3.7.3 Triangulasi

Data yang telah di kumpulkan dan dicatat dalam kegiatan

penelitian juga harus di buktikan ke absahannya. Dalam menguji

kebenaran data di gunakan teknik triangulasi yaitu teknik pemeriksaan

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar sumber

data itu untuk pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data

tersebut. Triangulasi yang di lakukan merupakan Triangulasi Sumber

Data, dimana peneliti menggunakan lebih dari satu sumber data, di

antaranya: wawancara, observasi, dan dokumentasi (Sugiyono 2014).

3.8 Etika Penelitian

Etika penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam

pelaksanaan sebuah penelitian mengingat penelitian yang berhubungan

langsung dengan manusia karena manusia mempunyai hak asasi dalam

kegiatan penelitian.Tujuan etika penelitian ini adalah menjamin agar tidak

ada yang dirugikan dalam penelitian ini atau dampak negatif yang muncul.

Dalam kegiatan penelitian, peneliti harus mendapat rekomendasi dari

Politeknik Harapan Bersama Prodi D-III Farmasi yang mendapatkan

tembusan dari Apotek Mitra Mina Kota Tegal ke KUD Karya Mina Kota

Tegal untuk mendapatkan persetujuan penelitian di Apotek Mitra Mina Kota

Tegal.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di Apotek Mitra Mina Kota Tegal dengan

menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, pengambilan

data observasi dilakukan pada tanggal 15 maret 2019, pengambilan data

wawancara dilakukan pada tanggal 25-28 maret 2019 kepada informan yang

terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.

Hasil penelitian ini akan diuraikan dalam bentuk kutipan wawancara

mulai dari pelayanan dan pengkajian resep, dispensing di sertai informasi

obat. Karena berdasarkan observasi yang telah dilakukan kegiatan pelayanan

farmasi klinis di apotek baru berjalan pada pengkajian dan pelayanan resep,

dispensing yang disertai informasi obat.

4.1 Gambaran Pelayanan Farmasi Klinis di Apotek Mitra Mina Kota Tegal

Pelayanan farmasi klinik di apotek meliputi pengkajian dan pelayanan

resep, dispensing, pelayanan informasi obat (PIO), konseling, pelayanan

kefarmasian di rumah (home pharmacy care), pemantauan terapi obat (PTO),

monitoring efek samping obat (MESO). Dalam penelitian ini dilakukan

observasi dan wawancara mendalam untuk mendeskripsikan pelayanan

farmasi klinik berupa pengkajian dan pelayanan resep, dispensing yang

disertai informasi obat.

38
3

Dengan hasil penelitian sebagai berikut :

Tabel 4.1Standar Operasional Prosedur


Standar Operasional Prosedur
No Pertanyaan Jawaban Kesesuaian
1. Adakah SOP pelayanan Ada Sesuai
farmasi klinis?
2. Dasar pembuatan SOP Peraturan Sesuai
pemerintah no.51
tahun 2009
tentang pekerjaan
kefarmasian
3. Kesesuaian SOP dan Ada pelanggaran Tidak sesuai
pelaksanaan teknis
(Sumber : Observasi dan wawancara)

Standar pelayanan farmasi klinik di apotek berdasarkan hasil

wawancara yang telah dilakukan mengacu pada peraturan pemerintah

No.51 tentang pekerjaan kefarmasian tahun 2009.

Hal ini dikutip dari hasil wawancara dengan apoteker :

“Ada, yang menjadi dasar pembuatan SOP yaitu adanya

undang – undang kesehatan sama peraturan pemerintah No. 51 tentang

pekerjaan kefarmasian tahun 2009”

Kebijakan yang menjadi standar pelayanan farmasi klinik di

apotek masih mengadopsi pada peraturan pemerintah No. 51 tahun

2009 tentang pekerjaan kefarmasian, apotek disarankan untuk membuat

standar operasional prosedur yang mengacu pada peraturan pemerintah

No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

karena Standar Operasional Prosedur harus diperbaharui secara terus

menerus sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di

bidang farmasi dan ketentuan peraturan perundang – undangan


4

sebagaimana disebutkan dalam peraturan pemerintah No. 51 tahun

2009 tentang pekerjaan kefarmasian.

Tujuan dibuatnya standar operasional di apotek yaitu untuk

pelaksanaan pelayanan terhadap permintaan tertulis dari dokter,

menghindari kesalahan dalam penyerahan resep dan untuk mengurangi

kejadian polifarmasi agar terwujud pengobatan yang rasional.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang telah

dilakukan dengan apoteker dan tenaga teknis kefarmasian keduanya

menyatakan masih ada pelanggaran peraturan atau SOP terkait

pelayanan farmasi klinik.

Hal ini dikutip dari hasil wawancara dengan apoteker :

“Masih ada pelanggaran mb, kepatuhan petugas yang sering

lupa SOP sehingga pelayanan kurang sesuai”

Hasil wawancara dengan tenaga teknis kefarmasian :

“Ngga semuanya sesuai SOP mb”

Jenis pelanggaran yang dilakukan di apotek berdasarkan

observasi yaitu mengenai pengkajian dan pelayanan resep kepatuhan

petugas tentang adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) hal ini

disebabkan karena keterbatasan Sumber Daya Kefarmasian dan petugas

pelayanan kefarmasian lebih mementingkan pelayanan yang cepat

karena jika harus dilakukan pengecekan pada semua bagian waktu

pengerjaan satu resep akan membutuhkan waktu yang lama sementara


4

petugas pelayanan kefarmasian dihadapkan pada banyaknya resep yang

masuk sehingga pengkajian resep belum sepenuhnya dilakukan.

4.1.1 Pengkajian dan Pelayanan Resep

Pengkajian dan pelayanan resep dilakukan oleh kedua pihak

yaitu apoteker dan tenaga teknis kefarmasian dilihat dari aspek kajian

administratif, kajian kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis.

Tenaga teknis kefarmasian melakukan pengkajian resep apabila

apoteker tidak berada di apotek tetapi tidak semua aspek pengkajian

resep dilakukan.

Tabel 4.2Aspek Pengkajian dan Pelayanan Resep


No Kegiatan Dilakukan Tidak Dilakukan
A. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Kajian Administratif
a. Nama pasien 
b. Umur 
c. Jenis kelamin 
d. Berat badan 
1. e. Nama dokter 
f. Nomor Surat Izin Praktik Dokter (SIP) 
g. Alamat dokter 
h. Nomor telepon dokter 
i. Paraf dokter 
j. Tanggal penulisan resep 
Kajian Kesesuaian Farmasetik
a. Bentuk dan kekuatan sediaan 
2. b. Stabilitas 
c. Kompatibilitas (Ketercampuran Obat) 
Pertimbangan Klinis
a. Ketepatan indikasi dan dosis obat 
b. Aturan, cara dan lama penggunaan 
c. Duplikasi dan/atau polifarmasi 
3. d. Reaksi obat yang tidak diinginkan 
e. Kontra indikasi 
f. Interaksi 
Jumlah Total Presentasi 14 x 100 : 19 = 73,6% 73,6% 26,4%
(Sumber : Observasi)
4

Dari hasil observasi kegiatan pelayanan farmasi klinik yang

paling sering dilakukan oleh apoteker adalah kajian administratif, kajian

farmasetik, pertimbangan klinis dan penyerahan obat yang disertai

informasi obattetapi jika apoteker tidak berada di apotek kegiatan

tersebut dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian, kegiatan pelayanan

farmasi klinik yang sering dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian

adalah penyiapan obat sesuai dengan permintaan resep. Tetapi pada

proses pengkajian resep terdapat beberapa kendala.

Hal ini dikutip dari hasil wawancara dengan apoteker :

“Pelayanan farmasi klinik di apotek mengenai pengkajian dan

pelayanan resep serta dispensing kurang lebih 80% sudah sesuai SOP

meskipun masih ada 20% yang tidak sesuai.misalnya tentang skrining

resep yang tidak lengkap tapi bisa diatasi dengan melihat pada data

kartu status”

Hasil wawancara dengan tenaga teknis kefarmasian

“Pelayanannya 80% sudah sesuai SOP mba, tapi masih ada

20% yang belum sesuai.kadang dalam resep ngga ada berat badan

pasien tapi itu bisa dilihat dari kartu status pasien mba, kalo jenis

kelamin kita langsung melihat dari pasienya sama namanya”

Dari hasil wawancara apoteker maupun tenaga teknis

kefarmasian menyatakan bahwa 80% sudah sesuai dengan Standar

Operasional Prosedur (SOP) dan 20% masih belum sesuai dengan

Standar Operasional Prosedur (SOP) namun berdasarkan observasi


4

yang telah dilakukan pengkajian dan pelayanan resep baru berjalan

73,6% Sehingga masih ada 26,4% yang belum sesuai dengan Standar

Operasional Prosedur (SOP) hal ini dapat menimbulkan kejadian

medication eror pada resep salah satunya karena tidak terdapat berat

badan pada resep dimana berat badan pasien sangat dibutuhkan dalam

perhitungan dosis khususnya pada pasien anak – anak.

Pengkajian resep itu sendiri merupakan hasil evaluasi dengan

cara membandingkan literature dan ketentuan yang telah di tetapkan

terhadap resep dokter untuk mengetahui, menentukan dan memastikan

kelengkapan resep dan kerasionalan resep yang diberikan oleh dokter

kepada pasiennya melalui farmasis. Tujuan dilakukanya pengkajian

resep yaitu untuk mencegah terjadinya kelalaian pencantuman

informasi, penulisan resep yang buruk dan penulisan resep yang tidak

tepat.

Menurut permenkes no. 73 tahun 2016 tentang standar

pelayanan kefarmasian di apotek aspek pertama yang dilakukan pada

pengkajian resep adalah kajian administratif kegiatan yang harus

dilaksanakan yaitu pengecekan terhadap nama pasien, umur, jenis

kelamin, berat badan, nama dokter nomor surat izin prakter dokter

(SIP), alamat dokter, nomer telepon dokter, paraf dokter dan tanggal

penulisan resep.
4

Hasil wawancara dengan apoteker

“Untuk nomer SIP itu sendiri sudah ada dipapan praktek

dokternya mba jadi tidak dicantumkan di resep, dan untuk

menghabiskan stok lembar resep yang masih ada jadi belum ada nomer

SIP nya di resep, kalo lembar resepnya sudah habis saya akan buatkan

lembar resep yang baru dan mencantumkan nomor SIP dokternya”

Hasil wawancara dengan tenaga teknis kefarmasian

“Iya soale nomor SIP dokternya sudah ada di papan praktek

dokternya mba”

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah

dilakukan ketidaksesuaian dalam resep dengan Permenkes Nomor 73

tahun 2017 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek adalah

tidak adanya paraf dokter, nomor surat izin praktik dokter, berat badan

pasien dan jenis kelamin pasien hal ini merupakan kesalahan pada

teknik penulisan resep berdasarkan penelitian sebelumnya yang di

lakukan di kota Madya Yogyakarta menunjukan bahwa

ketidaklengkapan resep disebabkan antara lain karena tidak adanya

paraf dokter, nomor izin praktik dokter dan tanggal resep(Rahmawati

dan Oetari, 2010). Artinya bahwa SIP (Surat Izin Praktik) dokter dan

paraf dokter paling sering tidak tercantum dalam resep dimana

seharusnya tanda tangan dokter dalam resep harus dicantumkan karena

untuk menjamin keaslian resep dan untuk meminimalisir terjadinya

pemalsuan resep namun dalam penelitian ini peneliti tidak menemukan


4

resep yang memiliki paraf. Kemudian untuk penulisan nomor surat izin

praktek dokter dalam resep harus dicantumkan karena untuk menjamin

keamanan pasien, bahwa dokter yang bersangkutan mempunyai hak dan

dilindungi undang – undang dalam memberikan pengobatan bagi

pasienya. Kajian administratif yang tidak sesuai selanjutnya adalah

tidak adanya jenis kelamin dalam resep dimana pencantuman jenis

kelamin merupakan salah satu aspek yang diperlukan karena agar tidak

terjadi kesalahan pada saat penyerahan obat.Kemudian kajian

administratif yang tidak sesuai menurut Permenkes Nomor 73 tahun

2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek selanjutnya

yaitu pencantuman berat badan pasien dimana pencantuman berat badan

pasien merupakan salah satu aspek yang diperlukan dalam perhitungan

dosis jika informasi berat badan tidak ada dalam resep maka

perhitungan dosis obat sulit ditentukan dan tidak dapat dijamin

ketepatanya terutama pada resep racikan untuk anak - anak.Dilihat dari

hasil wawancara untuk mengatasi skrining resep yang tidak tercantum

dalam resep bisa dilihat pada kartu status pasien tetapi setelah

dilakukan telaah dokumen pada kartu status pasien tidak terdapat jenis

kelamin dan berat badan pasien, di dalam kartu status pasien hanya

terdapat nama pasien, umur pasien, nomor anggota pasien, pekerjaan

pasien, alamat pasien, diagnosa, therapy dan tekanan darah pasien tidak

terdapat berat badan dan jenis kelamin pasien.


4

Aspek yang kedua dalam pengkajian resep yaitu kajian

kesesuaian farmasetik menurut Permenkes no. 73 tahun 2016 tentang

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek kegiatan yang harus

dilakukan dalam kajian farmasetik yaitu melakukan pengecekan pada

bentuk dan kekuatan sediaan, stabilitas dan kompatibilitas

(Ketercampuran Obat). Kekuatan sediaan dan stabilitas obat sangat

penting dilakukan karena suatu bentuk sediaan obat memiliki cara atau

teknik penggunaan yang khusus. Kekuatan sediaan dan stabilitas

berbeda, sehingga dengan adanya pengecekan ini diharapkan dapat

meminimalisasi efek samping yang tidak diinginkan. Dari hasil

wawancara yang telah dilakukan apoteker melakukan pengecekan

stabilitas obat.

Hasil wawancara dengan apoteker :

“Pada proses pegkajian mengenai kajian kesesuaian farmasetik

disini melakukan pengecekan tersebut misalnya pada pengecekan

stabilitas obat itu dilakukan mba tapi satu minggu sekali atau kadang

satu bulan sekali dilihat dari penyimpanan nya gimana sudah sesuai

atau belum kaya misal obat yang harus disimpan pada lemari dan

terhindar dari sinar matahari langsung”

Hasil wawancara dengan tenaga teknis kefarmasian :

“Kalo yang farmasetik itu paling yang bentuk dan kekuatan

sediaan ngeceknya mb. Kalo yang stabilitas obat itu biasanya bapa

anggun yang ngecek mba tapi juga ngga setiap hari”


4

Pengecekan stabilitas obat dilakukan setiap satu minggu sekali

oleh apoteker karena hal ini jika tidak dilakukan akan berdampak pada

efektifitas, keamanan dan mutu obat. Kemudian ketidaksesuaian di

dalam resep berdasarkan observasi yaitutidak mencantumkan bentuk

sediaan dimana setiap bentuk sediaan memiliki cara atau teknik

penggunaan yang berbeda – beda dari setiap obat. Pengecekan yang

ketiga pada aspek kajian farmastik yaitu kompatibilitas (ketercampuran

obat).

Hasil wawancara dengan apoteker :

“Pengecekan kompatibilitas dilakukan pada resep yang racikan

atau puyer mb misalnya antibiotik tidak boleh dicampur dengan obat

yang lain”

Hasil wawancara dengan tenaga teknis kefarmasian :

“Jarang dilakuin mba paling kalo ada bapa anggun, yang

ngecek bapa anggunya”

Pengecekan kompatibilatas obat (ketercampuran obat) dilakukan

di apotek pada resep berupa racikan dimana penulisan nama obat

racikan atau campuran sangat penting dalam resep agar dalam proses

pelayanan tidak terjadi kekeliruan atau kesalahan pencampuran obat,

karena tidak semua obat dapat bercampur dengan baik untuk itu dokter

harus menuliskan nama obat dengan jelas dengan melihat

kompatibilitas dari masing – masing obat sehingga terhindar dari

kesalahan pemberian obat. dilihat dari hasil wawancara antibiotik tidak


4

boleh dicampur dengan obat lain karena antibiotik itu sendiri harus

diminum sampai habis sedangkan kebanyakan masyarakat

mengkonsumsi obat jika sudah sembuh maka obat tersebut berhenti

diminum karna dianggapnya sudah sembuh. Pengecekan kelengkapan

farmasetik ini penting dilakukan untuk menghindari kekeliruan dalam

memberikan jenis obat yang diperlukan, seperti kekuatan obat jika

dalam satu resep tidak dilengkapi kekuatan obat dan bentuk sediaan

walaupun sudah ada kesepakatan tidak menutup kemungkinan

terjadinya kekeliruan dalam memberikan kekuatan sediaan obat yang

diperlukan sehingga dosis yang diberikan bisa tidak mencapai efek

terapi.

Aspek ketiga dari pengkajian resep yaitu pertimbangan klinis

menurut permenkes no. 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan

kefarmasian di apotek kegiatan yang harus dilakukan pada saat

pertimbangan klinis yaitu ketepatan indikasi dan dosis obat aturan, cara

dan lama penggunaan, duplikasi dan atau polifarmasi, reaksi obat yang

tidak diinginkan (alergi, efek samping obat,manifestasi klinis lainya),

kontra indikasi dan interaksi obat. Dari hasil observasi dan wawancara

apoteker melakukan kegiatan pertimbangan klinis.

Hal ini dikutip dari hasil wawancara dengan apoteker :

“Untuk kegiatan pertimbangan klinis saya melakukannya mb

seperti pengecekan interaksi obat dilakukan di awal misanya obat

golongan prekursor tidak boleh dicampurkan dengan obat golongan


4

prekursor lainya karena dapat meningkatkan efek samping obat seperti

itu mb. Kaya misal obat pencernaan juga mb”

Hasil wawancara dengan tenaga teknis kefarmasian :

“Melakukan sih mba tapi cuman beberapa aja misalnya kaya

tepat indikasi, tepat dosis , aturan, cara dan lama penggunaan,

interaksi obat itu selalu dilakukan”

Berdasarkan hasil wawancara di atas apoteker dan tenaga teknis

kefarmasian melakukan kegiatan pertimbangan klinis seperti pada

pengecekan interaksi obat. ketepatan indikasi, dosis obat, aturan, cara

dan lama penggunaan kemudian untuk duplikasi atau polifarmasi di

apotek tidak pernah terjadi adanya duplikasi atau polifarmasi, lalu untuk

keterangan indikasi dan kontra indikasi sebenarnya dilakukan oleh

apoteker maupun tenaga teknis kefarmasian pada saat penyerahan obat

pada pasien. Pentingnya pengecekan pertimbangan klinis ini salah

satunya untuk mencegah terjadinya interaksi obat antara obat yang satu

dengan yang lain nya yang ada dalam satu resep tersebut dan untuk

meminimalisasi terjadinya manifestasi klinis lainya yang mungkin

dapat terjadi. Pada saat observasi di dalam resep terdapat dosis obat

namun ada juga yang tidak mencantumkan dosis obat hal ini

dikarenakan sudah ada kesepakatan jika dosis obat tidak dicantumkan

dalam resep maka diberikan obat dengan dosis sediaan yang paling

kecil tetapi hal ini berpotensi menimbulkan kesalahan dan merugikan

pasien karena dosis obat berpengaruh terhadap optimasi terapi.


5

Dalam hal ini berdasarkan observasi yang telah dilakukan

tenaga teknis kefarmasian melakukan pengkajian resep hal – hal

tersebut termasuk suatu bentuk pelanggaran pelayanan farmasi klinik,

karena seharusnya yang melakukan pengkajian resep atau skrining

resep menurut Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2011, adalah

apoteker bukan tenaga teknis kefarmasian.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Susanti,

2013) bahwa pengkajian resep dilakukan oleh apoteker dengan hasil

penelitian yang berpotensi menimbulkan medication eror yang sangat

berbahaya terjadi karena tidak ada bentuk sediaan obat 84%, potensi

kesalahan terbanyak terjadi pada dokter tidak menuliskan SIP yakni

100%, tidak ada paraf dokter 91%, tidak ada berat badan dan jenis

kelamin pasien 88%.

Alur pelayanan resep di apotek mitra mina kota

tegal Hasil wawancara dengan apoteker

”Alur pelayanan resep di apotek yang pertamapasien

mendaftar, langsung masuk keruangan dokter, dokter mendiagnosa

penyakit pasien kemudian baru menulis resep, resep diebrikan kepada

pasien disertakan kartu rekam medis, kemudian diberikan kepada

apotek untuk dilakukan peracikan setelah itu tenaga teknis kefarmasian

atau apoteker menskrining resep terlebih dahulu, kemudian kalo udah


5

sesuai dilakukan peracikan dan diberikan ke pasien yang disertai

dengan KIE”

Hasil wawancara dengan tenaga teknis kefarmasian

“Resep diterima dari pasien, kemudian resep di skrining

terlebih dahulu mb, setelah resep di skrining kemudian dihitung dosis

jumlah obat dan harganya kemudian dilakukan penyiapan dan

peracikan obat setelah itu diberi etiket kemudian membuat kwitansi

pembayaran sebelum di serahkan dilakukan pengecekan akhir setelah

di cek obat diserahkan yang disertai dengan KIE mba”

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan

apoteker dan tenaga teknis kefarmasian mengenai alur pelayanan resep

yaitu dimulai dari resep yang diterima sampai pada penyerahan obat

sebagian sudah sesuai dengan alur pelayanan resep di apotek tetapi pada

saat observasi ketika ada banyaknya resep yang masuk pengerjaan resep

belum sesuai dengan alur pelayanan resep di apotek hal ini dikarenakan

keterbatasan sumber daya kefarmasian sehingga tidak bisa melakukan

pengecekan pada setiap aspek pengkajian resep, tujuan dibuatnya alur

pelayanan resep di apotek ini agar apoteker maupun tenaga teknis

kefarmasian selalu melakukan apa yang sudah ada pada alur pelayanan

resep di apotek sehingga pelayanan kefarmasian dapat tercapai secara

maksimal tetapi kenyataanya di lapangan pelayanan kefarmasian di

apotek belum tercapai secara maksimal.


5

4.1.2 Dispensing

Aspek kedua yang diteliti pada penelitian ini adalah dispensing

dimana menurut permenkes no. 73 tahun 2016 tentang standar

pelayanan kefarmasian di apotek kegiatanya dimulai dari penyiapan,

penyerahan dan pemberian informasi obat.

Tabel 4.3 Dispensing


Dispensing
No Pertanyaan Jawaban Kesesuaian
1. Penyiapan obat racikan Resep dibedakan Sesuai
dan non racikan menjadi dua
2. Pemeriksaan akhir pada Melakukan Sesuai
saat akan di serahkan pemeriksaan akhir
pada pasien
3. Informasi yang Aturan pakai obat, Sesuai
diberikan penyimpanan,
makanan yang
dihindari
4. Penyimpanan resep Tiap bulan dan Sesuai
tahun
5. Pengemasan obat Dijadikan satu Tidak sesuai
6. Pencataan pengobatan Melakukan Sesuai
pasien
7. Edukasi pada Cara minum obat, Sesuai
pelayanan swamedikasi penyimpanan obat

Hal pertama yang dilakukan pada aspek dispensing adalah

penyiapan obat. Penyiapan obat merupakan kegiatan pokok dalam

pemberian obat kepada pasien. Pekerjaan ini dilaksanakan setelah resep

diteliti dan perhitungan obat dilakukan.

Hasil wawancara dengan apoteker :

“Resep dibedakan menjadi dua yaitu resep umum dan resep

anggota, resep umum dihitung dulu harga obat dan jasa dokternya,

setelah itu pasien setuju atau tidak, jika setuju dilakukan peracikan.
5

Kalo resep anggota pasien ndaftar, diperiksa, mendapatkan resep

langsung dilayani peracikanya atau langsung dilakukan peracikan”

Hasil wawancara dengan tenaga teknis kefarmasian :

“Penyiapan obat itukan ada dua jadi yang pertama itu yang non

racikan menyiapkan obat dulu sesuai permintaan resep menghitung

dulu kebutuhan jumlah obat sesuai resep terus ngambil obat pada rak

penyimpanan obat dan memperhatikan tanggal kadaluarsanya takutnya

sudah mendekati tanggal kadaluarsa gitu mba, kemudian yang racikan

juga sama kaya gitu bedanya kalo racikan harus ngitung dosis dulu

kalo yang non racikan kan tinggal ambil – ambil aja”

Perbedaan antara resep anggota dan umum adalah jika pasien

yang merupakan anggota nelayan yang memeriksakan diri ke apotek

memiliki kartu anggota nelayan sedangkan resep umum pasien yang

memeriksakan diri ke apotek tidak memiliki kartu anggota nelayan.

Kemudian dari hasil observasi dan wawancara pada saat pengambilan

obat dilakukan pengecekan tanggal kadaluarsa hal ini dilakukan agar

obat yang diterima dahulu atau sudah mendekati tanggal kadaluarsa

harus dikeluarkan terlebih dahulu sesuai dengan sistem FEFO dan

FIFO. Metode FEFO dilakukan dengan menempatkan obat – obatan

yang ED (expired date) lebih lama diletakan dibelakang dan obat –

obatan yang mempunyai expired date lebih cepat ditempatkan di depan,

sedangkan metode FIFO dilakukan dengan cara obat – obatan yang

baru
5

masuk (first in) diletakan dibelakang obat yang sudah lebih awal masuk

agar obat yang lebih awal masuk bisa lebih dulu keluar (Firt out).

Penerpan FEFO dan FIFO bertujuan untuk meminimalisir

kerugian dari Apotek dikarenakan rusaknya obat karena kadaluarsa

karena tanpa penerapan FEFO dan FIFO stok obat lama yang

seharusnya sudah habis akan masih tetap tersimpan. Kemudian pada

resep yang memerlukan proses peracikan harus dilakukan perhitungan

dosis terlebih dahulu dengan menggunakan alat bantu seperti kalkulator

karena agar terjaminnya ketepatan dosis obat. Proses peracikan obat

meliputi meyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan

memberikan etiket pada wadah, proses peracikan obat harus dibuat

suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah

obat serta penulisan etiket yang benar, pada saat penulisan etiket

sebaiknya dilakukan pada saat penyiapan obat karena agar dilakukan

pengecekan ulang. Dimana etiket warna putih untuk obat dalam/oral,

warna biru untuk obat luar dan suntik dan label kocok dahulu pada

sediaan suspensi atau emulsi. Kemudian hal yang dilakukan dari

dispensing selanjutnya yaitu proses pengemasan.

Hasil wawancara dengan tenaga teknis kefarmasian :

“Kalo pengemasan obat kita dijadiin satu aja mba sama obat

yang lainya dengan satu plastik”

Ketidaksesuaian pada saat pengemasan obat di Apotek Mitra

Mina masih dijadikan satu dalam satu plastik sedangkan Menurut


5

Permenkes no. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian

di Apotek pengemasan obat harus terpisah untuk obat yang berbeda

tujuanya untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan obat

yang salah. Kemudian pada saat penyerahan obat harus dilakukan

pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara

penggunaan serta jenis dan jumlah obat (kesesuaian antara penulisan

etiket dengan resep). Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang

telah dilakukan dengan apoteker dan tenaga teknis kefarmasian, di

apotek melakukan pemeriksaan kembali sebelum diserahkan pada

pasien namun pemeriksaan akhir dilakukan oleh satu petugas yang

sama, kecuali jika ada apoteker di apotek yang melakukan peracikan

dan pemeriksaan akhir berbeda dimana yang menyiapkan obat adalah

tenaga teknis kefarmasian dan yang melakukan pengecekan akhir

sebelum diserahkan ke pasien adalah apoteker.

Hal ini dikutip dari hasil wawancara dengan apoteker :

“Iya mba, sebelum diserahkan kita selalu melakukan

pemeriksaan akhir agar tidak salah pada saat obat diberikan kepada

pasien”

Hasil wawancara dengan tenaga teknis kefarmasian :

“Iya disini kalo mau diserahin ke pasien biasanya dicek lagi

mba”

Pada tahap ini merupakan tahap pengecekan sebuah sediaan

yang sudah jadi dan siap diberikan kepada pasien beserta informasi
5

tentang sediaan tersebut oleh apoteker atau tenaga teknis

kefarmasian,tujuan dilakukannya pemeriksaan akhir ini untuk

memastikan bahwa sediaan tersebut sudah benar dan sesuai dengan

resep baik dalam jenis obat, dosis, bentuk sediaan serta pengemasan dan

etiket. Tahap selanjutnya pada aspek dispensing yaitu penyerahan obat

disertai informasi obat. Menurut permenkes no. 73 tahun 2016 tentang

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek pemberian informasi pada

saat penyerahan obat meliputi cara penggunaan obat dan hal – hal yang

terkait denga obat antara lain manfaat obat, makanan dan minuman

yang harus dihindari, kemungkinan efek samping dan lain – lain.

Tabel 4.4 Pemberian Informasi Obat


No Kegiatan Kesesuaian

1. Cara Penggunaan Obat 

2. Manfaat Obat 

3. Makanan dan Minuman yang harus dihindari 

4. Efek Samping 

(Sumber : Observasi)

Hasil wawancara dengan apoteker :

“Pemberian informasi obat pada saat penyerahan obat

mengenai aturan pakai obat, cara penggunaan obat, penyimpanan obat

dan memberikan edukasi makanan apa saja yang perlu dihindari “

Hasil wawancara dengan tenaga teknis kefarmasian :

“Informasinya mengenai aturan pakai obat, penyimpanan obat,

efek samping obat, dan makanan apa saja yang perlu dihindari”
5

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah

dilakukan apoteker dan tenaga teknis kefarmasian telah melakukan

pemberian informasi obat dengan baik sesuai dengan permenkes no. 73

tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek tujuan di

berikannya informasi obat pada pasien yaitu untuk mencapai hasil

pengobatan yang baik dan dikatakan sembuh. Pada saat apoteker atau

tenaga teknis kefarmasian melakukan penyerahan obat pada pasien

tidak memanggil nomor urut pasien tetapi langsung memanggil nama

pasien hal ini karena pada saat akan diserahkan petugas sudah

mengecek nomor urut pasien terlebih dahulu. Tetapi apoteker maupun

tenaga teknis kefarmasian selalu melakukan pemeriksaan ulang

identitas pasien dan alamat pasien hal ini dilakukan agar tidak salah

pasien pada saat memberikan obat.

Aspek selanjutnya pada dispensing yaitu mengenai

penyimpanan resep pada tempatnya.


5

Hasil wawancara dengan apoteker :

“Penyimpanan resep dikumpulkan setiap hari, dibedakan

antara resep umum dan resep anggota dengan tanggal yang berbeda

kemudian diikat dijadikan satu tiap satu bulan sekali dan diberi tanda

bulan dan tahun, disimpan dalam dus penyimpanan resep khusus atau

arsip resep kemudian untuk pemusnahan resep 3 tahun sekali dengan

membuat berita acara pemusnahan resep yang ditujukan kepada kepala

dinas kesehatan kota tegal, tembusanya ke dinas kesehatan provinsi

sama BPOM mba”

Hasil wawancara dengan tenaga teknis kefarmasian :

“Kalo penyimpanan resepnya itu sebulan sekali di iket pakai

kertas sama dikasi nama bulan dan tahun terus di simpen di kardus

penyimpanan resep mba”

Dari hasil wawancara penyimpanan resep berdasarkan bulan dan

tahunnya hal ini untuk mempermudah dalam pencarian resep apabila

ada ketidaksesuaian pada saat pemberian obat pada pasien.

Aspek selanjutnya dari dispensing yaitu pencatatan pengobatan

pasien, apoteker melakukan pencatatan pengobatan pasien.

Hal ini dikutip dari hasil wawancara dengan apoteker :

“Ya, saya melakukan pencatatan pengobatan pasien mba itu

dilakukan apabila ada pasien yang membeli obat keras atau antibiotik”

Pencatatan pengobatan pasien dilakukan oleh apoteker untuk

pasien – pasien yang memerlukan pengobatan khusus diantaranya


5

lansia, balita, pasien degeneratif yang sebelumnya telah mendapatkan

obat – obatan yang diresepkan dari dokter. Pencatatan pasien ini

dijadikan bahan evaluasi efikasi terapi obat.

Aspek dispensing yang terakhir yaitu pelayanan swamedikasi,

pelayanan swamedikasi merupakan salah satu praktek kefarmasian

apoteker untuk menjamin obat yang digunakan oleh pasien tepat, aman,

dan berkhasiat sesuai yang diharapkan oleh pasien tanpa berkonsultasi

terlebih dahulu dengan dokter.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka didapatkan simpulan bahwa

apotek mitra mina kota tegal belum sepenuhnya menjalanan kegiatan pelayanan

farmasi klinis terutama pada aspek pengkajian dan pelayanan resep, dispensing di

sertai informasi obat yang terdapat pada permenkes no. 73 tahun 2016 tentang

standar pelayanan kefarmasian di apotek.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada semua aspek pelayanan

farmasi klinis di apotek.

2. Pengkajian resep yang lengkap maka akan berkurangnya medication eror

pada resep dan tidak menghambat pada saat proses pengerjaan resep.

3. Perlu adanya SOP mengenai pelayanan obat non resep.

4. Perlu adanya pemisahan petugas peracikan denganyang akan melakukan

pemeriksaan akhir.

5. Perlu dilakukan penelitian ulang mengenai aspek dispensing dalam

memberikan etiket.

6
DAFTAR PUSTAKA

Bogadenta, Aryo. 2013. Menejemen Pengelolaan Obat. 2 ed. Yogyakarta: D-Medika.

Depkes RI. 2004. “Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 027/Menkes/sk/IX/2004 tentang


Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.” Jakarta.

Dewi Arda, Kusuma. 2018. “Analisis Waktu Tunggu (Dispensing Time) Pelayanan
Resep Obat Jadi dan Obat Racikan Pada Pasien di Puskesmas Talang Kabupaten
Tegal.” Politeknik Harapan Bersama Tegal.

Harsono. 2008. “Model - Model Pengelolaan Perguruan Tinggi.” Yogyakarta.

Inayah, Aflakhatul. 2017. “Evaluasi Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek


Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal.” Tegal: Politeknik Harapan Bersama
Tegal.

Menteri Kesehatan, RI. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9
Tahun 2017 tentang Apotek. Jakarta.

———. 2018. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2018
tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor
Kesehatan. Jakarta.

Mulyagustina, Chairun Wiedyaningsih, dan Susi Kristina. 2017. “Implementasi Standar


Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kota Jambi.”

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.


———. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. 2 ed. Jakarta: Rineka Cipta.

Permenkes RI. 2014. “Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35


tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.” Jakarta.

———. 2016. “Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 tentang


Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.” Jakarta.

Rahmawati, Fita, dan Oetari. 2010. “Kajian Penulisan Resep Tinjauan Aspek Legalitas
dan Kelengkapan Resep di Apotek - Apotek Kota Madya Yogyakarta.”

6
6

Septiani, Rizki. 2018. “Gambaran Waktu Tunggu Pelayanan Resep Obat di Apotek Mugi
Sehat Brebes.” Politeknik Harapan Bersama Tegal.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kulitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sulaeman, Endang Sulistina. 2015. Metode Penelitian Kualitatif & Campuran. 1 ed.
Surakarta: UNS Press.

Supardi, dan Surahman. 2014. Metode Penelitian Untuk Mahasiswa Farmasi. Jakarta:
Trans Info Media.

Susanti, Ika. 2013. “Identifikasi Medication Eror pada Fase Prescribing, Transcribing,
dan Dispensing di Depo Farmasi Rawat Inap Penyakit Dalam Gedung Teratai,
Instalasi Farmasi RSUP FATMAWATI.”
LAMPIRAN

6
6

Lampiran 1 Lembar Observasi Pelayanan Farmasi Klinis


Diadopsi dari sumber (Permenkes RI, 2016)

No Kegiatan Dilakukan Tidak Dilakukan


B. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Kajian Administratif
k. Nama pasien
l. Umur
m. Jenis kelamin
n. Berat badan
1. o. Nama dokter
p. Nomor Surat Izin Praktik Dokter
(SIP)
q. Alamat dokter
r. Nomor telepon dokter
s. Paraf dokter
t. Tanggal penulisan resep
Kajian Kesesuaian Farmasetik
g. Bentuk dan kekuatan sediaan
2. h. Stabilitas
i. Kompatibilitas (Ketercampuran
Obat)
Pertimbangan Klinis
d. Ketepatan indikasi dan dosis obat
e. Aturan, cara dan lama penggunaan
f. Duplikasi dan/atau polifarmasi
3. j. Reaksi obat yang tidak diinginkan
k. Kontra indikasi
l. Interaksi
B. Dispensing
Penyiapan Obat
a. Menghitung kebutuhan jumlah obat
b. Mengambil obat yang dibutuhkan
pada rak penyimpanan dengan
1. memperhatikan nama obat, tanggal
kadaluarsa dan keadaan fisik obat
2. Melakukan peracikan obat
Memberikan etiket
a. Warna putih untuk obat dalam/oral
3. b. Warna biru untuk obat luar dan suntik
c. Label “Kocok Dahulu” pada sediaan
bentuk suspense dan emulsi
4. Memastikan obat dalam wadah yang
terpisah
6

5. Penyerahan Obat
a. Sebelum obat diserahkan dilakukan
pemeriksaan kembali
b. Memanggil nama dan nomor tunggu
pasien
c. memeriksa ulang identitas dan nama
pasien
d. menyerahkan obat disertai informasi
obat
e. informasi obat meliputi manfaat obat,
makanan dan minuman yang
dihindari, kemungkinan efek
samping,
cara penyimpanan obat
f. penyerahan obat pada pasien dengan
cara yang baik
g. memastikan yang menerima obat
adalah pasien atau keluarganya
h. membuat salina resep
i. menyimpan resep pada tempatnya
j. membuat catatan pengobatan pasien
k. melakukan pelayanan swamedikasi
6

Lampiran 2Pedoman wawancara mendalam (Untuk Apoteker)


1. Adakah kebijakan/SOP tersendiri di apotek mengenai pelayanan farmasi
klinik?
2. Apa yang menjadi dasar pembuatan kebijakan tersebut?
3. Bagaimana kesesuain SOP dan pelaksanaan teknis menurut bapak selama ini?
4. Bagaimana kesesuaian pelaksanaan pelayanan dan pengkajian resep selama
ini?
5. Kenapa dalam resep tidak mencantumkan nomor SIP dokter?
6. Kalo pengkajian kesesuaian farmasetik di apotek melakukan tidak pak?
7. Kemudian aspek yang terakhir dari pengkajian resep mengenai pertimbangan
klinis, apakah di apotek bapak melakukan kegiatan tersebut?
8. Bagaimana alur pelayanan presep di apotek bapak?
9. Bagaimana proses penyiapan obat?
 Untuk resep racikan dan non racikan
10. Kalo resep mau diserahkan dilakukan pemeriksaan akhir atau tidak pak?
11. Pada saat penyerahan obat, informasi apa saja yang diberikan kepada pasien?
12. Bagaimana penyimpanan resepnya?
13. Apakah apoteker melakukan pencatatan pengobatan pasien?
14. Bagaimana edukasi yang diberikan apoteker terhadap pelayanan swamedikasi
yang diberkan?
6

Lampiran 3 Pedoman wawancara mendalam (Untuk asisten apoteker)


1. Bagaimana kesesuain SOP dan pelaksanaan teknis menurut anda selama ini?
2. Bagaimana kesesuaian pelaksanaan pelayanan dan pengkajian resep selama
ini, apakah sudah sesuai SOP?
3. Kenapa dalam resep tidak mencantumkan nomor SIP nya?
4. Bagaimana alur pelayanan resep di apotek ?
5. Bagaimana proses penyiapan obat?
 Untuk resep racikan dan non racikan
6. Kalo pengemasan obatnya bagaimana mba?
7. Kalo resep mau diserahkan dilakukan pemeriksaan akhir atau tidak?
8. Pada saat penyerahan obat, informasi apa saja yang diberikan kepada pasien?
9. Bagaimana penyimpanan resepnya?
6

Lampiran 4 Surat Pernyataan


SURAT PERNYATAAN

BERSEDIA MENJADI INFORMAN PENELITIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Jabatan :

Alamat :

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa setelah mendapatkan

penjelasan penelitian dan memahami informasi yang diberikan oleh peneliti

serta mengetahui tujuan dan manfaat penelitian, maka dengan ini saya

secara sukarela bersedia menjadi informan dalam penelitian yang dilakukan

oleh saudara Esti Damayanti Mahasiswa Program Studi D-III Farmasi

Politeknik Harapan Bersama Tegal yang berjudul Gambaran Kesesuaian

Pelaksanaan Pelayanan Farmasi Klinik berdasar Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek (Studi Kasus Apotek Mitra Mina Kota Tegal).

Demikian pernyataan ini saya buatdengan sebenar-benarnya dan

penuh kesadaran serta tanpa paksaan dari siapapun.

Tegal,.........................2019

(…………………………..)

Informan
6

Lampiran 5 Hasil wawancara dengan Apoteker


Peneliti: Adakah kebijakan/SOP tersendiri di apotek mengenai pelayanan
farmasi klinik?
Apoteker :Ada mba

Peneliti: Apa yang menjadi dasar pembuatan kebijakan tersebut pak?


Apoteker : Yang menjadi dasar yaitu adanya undang-undang kesehatan sama
peraturan pemerintah no. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian.

Peneliti : Bagaimana kesesuaian SOP dan pelaksanaan teknis menurut


bapak selama ini?
Apoteker :Masih ada pelanggaran mba, kepatuhan petugas yang sering lupa
SOP sehingga pelayanan kurang sesuai.

Peneliti : Bagaimana kesesuaian pelaksanaan pelayanan dan pengkajian


resep selama ini, apakah sudah sesuai SOP?
Apoteker :Pelayanannya 80% sudah sesuai SOP mba, tapi masih ada 20% yang
belum sesuai, kadang dalam resep ngga ada berat badan pasien, tapi itu bisa
dlihat dari kartu status pasien mba, kalo jenis kelamin kita langsung melihat dari
pasiennya sama namanya

Peneliti : Kenapa dalam resep tidak mencantumkan nomor SIP dokternya


pak?
Apoteker :Untuk nomor SIP itu sendiri sudah ada di papan praktek dokternya
mba jadi tidak dicantumkan di resep, dan untuk menghabiskan stok resep yang
masih ada jadi belum ada nomor SIP nya di resep, kalo lembar resepnya sudah
habis saya akan buatkan lembar resep yang baru dan mencantumkan nomor SIP
dokternya.

Peneliti : kalo pengkajian kesesuaian farmasetik di apotek melakukan tidak


pak?
Apoteker :Pada proses pengkajian mengenai kajian kesesuaian farmasetik disini
melakukan pengecekan tersebut misalnya pada pengecekan stabilitas obat itu
dilakukan mb, tapi satu minggu sekali atau kadang satu bulan sekali dilihat dari
penyimpanannya gimana sudah sesuai atau belum kaya misal obat yang harus
disimpan pada lemari dan terhindar dari sinar matahari langsung.
7

Peneliti : Kemudian aspek yang terakhir dari pengkajian resep mengenai


pertimbangan klinis, apakah di apotek bapak melakukan kegiatan tersebut?
Apoteker :Untuk kegiatan pertimbangan klinis saya melakukan mba,
sepertipengecekan interaksi obat yang dilakukan di awal misalnya obat golongan
prekursor tidak boleh dicampurkan dengan obat golongan prekursor lainnya
karena dapat meningkatkan efek samping obat seperti itu mba, kaya misal obat
pencernaan juga mba.

Peneliti : Bagaimana alur pelayanan resep di apotek bapak?


Apoteker :Alur pelayanan resep di apotek yang pertama pasien mendaftar,
langsung masuk keruangan dokter, dokter mendiagnosa penyakit pasien
kemudian baru menulis resep, resep diberikan kepada pasien disertakan kartu
status, kemudian diberikan kepada apotek untuk dilakukan peracikan setelah itu
tenaga teknis kefarmasian atau apoteker menskrining resep terlebih dahulu,
kemudian kalo udah sesuai dilakukan peracikan dandiberikan ke pasien yang
disertai dengan KIE.

Peneliti : bagaimana proses penyiapan obat untuk resep racikan maupun


non racikan?
Apoteker :Resep dibedakan menjadi dua yaitu resep umum dan resep anggota,
resep umum dihitung dulu harga obat dan jasa dokternya, setelah itu pasien
setuju atau tidak, jika setuju dilakukan peracikan. Kalo resep anggota pasien
ndaftar, diperiksa, mendapatkan resep langsung dilayani peracikanya atau
langsung dilakukan peracikan.

Peneliti : kalo resep mau diserahkan dilakukan pemeriksaan akhir atau


tidak pak?
Apoteker :Iya mb, sebelum diserahkan kita selalu melakukan pemeriksaan akhir
agar tidak salah pada saat obat diberikan kepada pasien.

Peneliti : pada saat penyerahan obat informasi apa saja yang diberikan
kepada pasien?
Apoteker :Pemberian informasi obat pada saat penyerahan obat mengenai
aturan pakai obat, cara penggunaan obat, penyimpanan obat dan memberikan
edukasi makanan apa saja yang perlu dihindari.
7

Peneliti : bagaimana penyimpanan resepnya?


Apoteker :Penyimpanan resep dilumpulkan setiap hari, dibedakan antara resep
umum dan resep anggota dengan tanggal yang berbeda kemudian diikat dijadikan
satu tiap satu bulan sekali dan diberi tanda bulan dan tahun, disimpan dalam dus
penyimpanan resep khusus atau arsip resep kemudian untuk pemusnahan resep 3
tahun sekali dengan membuat berita acara pemusnahan resep yang ditujuakan
kepada kepala dinas kesehatan kota tegal, tembusanya ke dinas kesehatan
provinsi sama balai pom mba.

Peneliti : apakah apoteker melakukan pencatatan pengobatan pasien?


Apoteker :Ya , saya melakukan pencatatan pengobatan pasien mb itu dilakukan
apabila ada pasien yang membeli obat keras atau antibiotik.
7

Lampiran 6 Hasil wawancara dengan tenaga teknis kefarmasian


Peneliti : Bagaimana kesesuaian SOP dan pelaksanaan teknis menurut mba
selama ini?
Tenaga teknis kefarmasian :Ngga semuanya sesuai SOP mb.

Peneliti : Bagaimana kesesuaian pelaksanaan pelayanan dan pengkajian


resep selama ini, apakah sudah sesuai SOP?
Tenaga teknis kefarmasian : Pelayanannya 80% sudah sesuai SOP mb, tapi
masih ada 20% yang belum sesuai.kadang dalam resep ngga ada umur pasien,
berat badan pasien tapi itu bisa dilihat dari kartu status pasien mb, kalo jenis
kelamin kita langsung melihat dari pasienya sama namanya.

Peneliti : Kenapa dalam resep tidak mencantumkan nomor SIP dokternya?


Tenaga teknis kefarmasian : Iya soale nomer SIP dokternya sudah ada di papan
praktek dokternya mba.

Peneliti : Bagaimana alur pelayanan resep di apotek?


Tenaga teknis kefarmasian : Resep diterima dari pasien, kemudian resep di
skrining terlebih dahulu mb, setelah resep di skrining kemudian dihitung dosis
jumlah obat dan harganya kemudian dilakukan penyiapan dan peracikan obat
setelah itu diberi etiket kemudian membuat kwitansi pembayaran sebelum di
serahkan dilakukan pengecekan akhir setelah di cek obat diserahkan yang
disertai dengan KIE mba.

Peneliti : Bagaimana proses penyiapan obat untuk resep racikan maupun


non racikan?
Tenaga teknis kefarmasian : Penyiapan obat itukan ada dua jadi yang pertama
itu yang non racikan menyiapkan obat dulu sesuai permintaan resep menghitung
dulu kebutuhan jumlah obat sesuai resep terus ngambil obat pada rak
penyimpanan obat dan memperhatikan tanggal kadaluarsanya takutnya sudah
mendekati tanggal kadaluarsa gitu mba, kemudian yang racikan juga sama kaya
gitu bedanya kalo racikan harus ngitung dosis dulu kalo yang non racikan kan
tinggal ambil2 aja.

Peneliti : Bagaimana pengemasan obatnya?


Tenaga teknis kefarmasian : Kalo pengemasan obat kita dijadiin satu aja mba
7

sama obat yang lainya dengan satu plastik.

Peneliti : Kalo resep mau diserahkan dilakukan pemeriksaan akhir atau


tidak mba?
Tenaga teknis kefarmasian : Iya disini kalo mau diserahin ke pasien biasanya
dicek lagi mba.

Peneliti : Pada saat penyerahan obat, informasi apa saja yang diberikan
kepada pasien?
Tenaga teknis kefarmasian : Informasinya mengenai aturan pakai obat,
penyimpanan obat, efek samping obat, dan makanan apa saja yang perlu
dihindari.

Peneliti : Bagaimana penyimpanan resepnya?


Tenaga teknis kefarmasian : Kalo penyimpanan resepnya itu sebulan sekali di
iket pakai kertas sama dikasi nama bulan dan tahun terus di simpen di kardus
penyimpanan resep mba.
7

Lampiran 7 Surat Izin Penelitian di Apotek


7

Lampiran 8Dokumentasi Wawancara


7

Lampiran 9 Alur Pelayanan Resep di Apotek


7

Lampiran 10 Apotek Mitra Mina Kota Tegal


7

Lampiran 11 Resep
7

Lampiran 12 Kartu status pasien


8

CURICULUM VITAE

Nama : Esti Damayanti


Tempat, Tanggal Lahir : Brebes, 24 November 1998
Alamat : Desa Karangbinangun Rt/Rw 04/03 Kec.
Songgom Kab. Brebes
Email : estidamayanti.24@gmail.com
No HP 08174901992
PENDIDIKAN
SD : MI Al – Hidayah Karangbinangun
SMP : SMPN 02 Songgom
SMA : SMK Saka Medika Dukuhwau
DIII : Politeknik Harapan Bersama Kota Tegal
Judul JTI : Gambaran Kesesuian pelaksanaan pelayanan
farmasi klinis berdasar Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek (Study Kasus
Apotek Mitra Mina Kota Tega;)
BIODATA AYAH
Nama : Sutono
Alamat:Desa Karangbinangun Rt/Rw 04/03 Kec. Songgom Kab.
Brebes Pekerjaan : Petani
BIODATA IBU
Nama : Witati
Alamat: Desa Karangbinangun Rt/Rw 04/03 Kec. Songgom Kab.
Brebes Pekerjaan : Pedagang

Anda mungkin juga menyukai