Anda di halaman 1dari 81

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA) DI

APOTEK KIMIA FARMA 502 PETTARANI


MAKASSAR, PERIODE 27 Februari – 07 April 2023

DISUSUN OLEH :
SUJASMIN KURNIAWAN
23039037

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan pada


Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR

2023
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)
FARMASI PERAPOTEKAN
DI APOTEK KIMIA FARMA PETTARANI
PERIODE 27 FEBRUARI 2023 – 07 APRIL 2023

DISUSUN OLEH:
SUJASMIN KURNIAWAN
23039037

Disetujui Oleh:

Pembimbing PKPA APOTEK Pembimbing PKPA APOTEK


Program Studi Profesi Apoteker APOTEK Kimia Farma Pettarani
STIFA Makassar

Apt. Maria Ulfa, S.Farm., M.Si. apt. Mabrur Ridwan, S.Farm


NIDN. 0926058801

Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker

Dr. apt. Fajriansyah, S.Farm., M.Si.


NIDN. 091908802

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT,

karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan seluruh

rangkaian kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Perapotekan di

Apotek Kimia Farma 502 Pettarani, guna memenuhi salah satu persyaratan

dalam menyelesaikan Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) di Fakultas

Farmasi, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar. Penulis juga ingin

menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Apt. Maria Ulfa,S.Farm., M.Si.selaku Pembimbing PKPA Perapotekan


Program Studi Profesi Apoteker Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar.

2. Bapak apt. Mabrur Ridwan, S.Farm selaku Pharmacy Manager (PhM)

dan seluruh staf Apotek Kimia Farma Pettarani yang telah membimbing

selama melakukan kegiatan PKPA.

3. Bapak Dr. apt. Fajriansyah, M.Si, selaku Ketua Program Studi Profesi

Apoteker (PSPA) di Fakultas Farmasi, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi

Makassar

4. Apt. Maria Ulfa, S.Farm., M.Si. Koordinator PKPA Perapotekan

Program Studi Profesi Apoteker Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar

5. Kedua orang tua, keluarga, serta sahabat-sahabat yang selalu ada untuk

memberikan dukungan.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini pula penulis mengharapkan saran

dari semua pihak guna kesempurnaan laporan ini di masa yang akan datang.

Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak khususnya

dalam pengembangan ilmu kefarmasian.

Makassar, April 2023

iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii

KATA PENGANTAR ................................................................................... iii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. v

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................... 1


B. Tujuan PKPA ..................................................................................... 3
C. Manfaat PKPA ................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Apotek .............................................................................. 6


B. Persyaratan Pendirian Apotek ............................................................ 7
C. Peran Apoteker ................................................................................... 9
D. Prosedur Perizinan Apotek ................................................................. 11
E. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek ........................................ 12
F. Pelayanan Farmasi Klinik .................................................................. 17
G. Tinjauan Umum Tempat PKPA ......................................................... 25

BAB III PELAYANAN RESEP

A. Resep .................................................................................................. 35
B. Skrining Resep ................................................................................... 35
C. Skrining Farmasetik ........................................................................... 36
D. Pertimbangan Klinik .......................................................................... 37
E. Uraian Obat ........................................................................................ 45
F. Analisis Interaksi Obat ....................................................................... 50
G. Penyiapan, Pembuatan dan Pengemasan Obat ................................... 55

iv
H. Etiket dan Copy Resep ....................................................................... 56
I. Penyerahan Obat ................................................................................ 56

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................ 57
B. Saran................................................................................................... 57

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 58

LAMPIRAN ................................................................................................... 60

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi Kimia Farma Tbk

Lampiran 2. Struktur Organisasi Kimia Farma Apotek Unit Makassar

Lampiran 3. Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma 502 Pettarani

Lampiran 4. Form Surat Pesanan Narkotika

Lampiran 5. Form Surat Pesanan Psikotropika

Lampiran 6. Form Surat Pesanan Prekursor

Lampiran 7. Salinan Resep

Lampiran 8. Dokumentasi Rak/Gondola/Lemari Penyimpanan Obat di


Ruang penyimpanan

Lampiran 9. Lemari Penyimpanan Obat-obatan Narkotik dan Psikotropika

Lampiran 10. Dokumentasi Kegiatan PKPA Apotek di Apotek Kimia


Farma 502 Pettarani

vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan salah satu

unsur yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh

akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan berhak untuk memperoleh

pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau (UU No 36 tahun

2009 tentang Kesehatan). Kebijakan mutu pelayanan kesehatan harus

didasarkan pada layanan yang efektif, aman, berfokus pada individu (people

oriented), tepat waktu, efisien, adil dan terintegrasi bagi individu dan

populasi sesuai standar pelayanan, perkembangan ilmu pengetahuan, serta

memperhatikan hak dan keterlibatan pasien (Kemenkes RI, 2020).

Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang dapat

membantu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.Apotek adalah

sarana pelayanan kefarmasian tempat apoteker melakukan praktik

kefarmasian.Pelayanan kefarmasian adalah pelayanan secara langsung dan

bertanggung jawab kepada pasien dalam hal yang berkaitan dengan sediaan
farmasi (Permenkes RI No 73, 2016). Apotek juga mempunyai dua fungsi

utama sebagai suatu unit sarana kesehatan, yaitu sebagai tempat pengabdian

kepada masyarakat (non profit oriented) mencakup penyediaan obat-obatan

dan perbekalan farmasi, pemberian informasi dan konseling obat, serta

evaluasi terhadap penggunaan obat-obatan yang digunakan masyarakat

sehingga peningkatan kualitas kesehatan masyarakat dapat tercapai.

Kemudian fungsi apotek yang kedua berhubungan dengan bisnis (profit

1
oriented) yang mencakup pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan

farmasi di apotek serta kegiatan promosi dan strategi penjualan untuk

mendatangkan keuntungan material bagi apotek guna menjamin

kelangsungan operasional apotek (Mukaddas, A., dkk., 2018).

Apoteker mempunyai peran yang sangat penting dalam menjalankan

pekerjaan dan pelayanan kefarmasian di apotek.Apoteker dituntut mampu

menjalankan pekerjaan kefarmasian yang meliputi pengamanan, pengadaan,

penyimpanan, pelayanan obat atas resep dokter, dan pelayanan informasi

obat sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun

2009. Apoteker juga harus memperhatikan standar pelayanan kefarmasian

di apotek sesuai dengan Permenkes No 73 Tahun 2016. Standar

kefarmasian dilakukan untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian

dan keselamatan pasien dari penggunaan obat yang tidak rasional.

Berdasarkan Permenkes No 73 Tahun 2016, ada dua standar pelayanan

kefarmasian di apotek, yaitu pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,

dan Bahan Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi klinik. Apoteker

dituntut mampu menjalankan peran profesinya dalam memberikan

pelayanan kefarmasian terbaik pada masyarakat, serta mampu menjalankan

peran manajerial apotek seperti pengelolaan obat-obatan dan perbekalan


farmasi, pengelolaan keuangan, dan sumber daya manusia, Selain itu,

perubahan paradigma pelayanan kefarmasian dari drug oriented menjadi

patient oriented mengharuskan apoteker meningkatkan pengetahuan,

kerampilan perilaku dan komunikasi yang efektif agar dapat melakukan

interaksi pada pasien dan tenaga kesehatan lainnya (Chabib, L., dkk. 2020).

Sehubungan dengan pentingnya peranan Apoteker dalam dunia

kesehatan terutama dalam praktik kefarmasian di Apotek sebagaimana


dijelaskan sebelumnya, maka para calon Apoteker selain memerlukan

pengetahuan teoritis mengenai hal-hal terkait praktik kefarmasian, juga

perlu melakukan praktik langsung ke dunia kerja. Oleh karena itulah,

Program Studi Profesi Apoteker Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar

bekerjasama dengan PT Kimia Farma Apotek untuk menyelenggarakan

suatu Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). PKPA dilaksanakan pada

tanggal 27 Februari 2023 hingga 07 April 2023 di Apotek Kimia Farma 502

Pettarani yang bertempat di Jl. A. P. Pettarani No.18, Banta-Bantaeng, Kec.

Rappocini, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. PKPA di apotek ini

diharapkan dapat membantu membuka wawasan dan menambah

pengalaman serta memberikan kesempatan untukmengimplementasikan

ilmu yang didapatkan oleh calon Apoteker saat kuliahuntuk memperoleh

gambaran nyata terkait aspek legalitas organisasi, aspek bisnis, pelayanan

kefarmasian, pengelolaan sumber daya di apotek dan segala sesuatu

yangberhubungan dengan apotek serta diharapkan dapat dijadikan bekal

untuk terjun ke dunia kerja yang sebenarnya yaitu sebagai seorang

Apoteker.

B. Tujuan PKPA Apotek

1. Meningkatkan pemahaman calon Apoteker tentang peran, fungsi dan posisi


dan tanggung jawab Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di Apotek.

2. Membekali calon Apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,

keetrampilan dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan

kefarmasian di apotek.

3. Memberi kesempatan kepada calon Apoteker untuk melihat dan

mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam

rangka pengembangan praktik farmasi komunitas di apotek

3
4. Mempersiapkan calon Apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai

tenaga farmasi yang profesional.

5. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian di

apotek.

C. Manfaat PKPA

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan :

a. Struktur ogranisasi di apotek

b. Tugas pokok dan fungsi masing-masing struktur di apotek

c. Tugas pokok dan fungsi Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di

apotek

d. STRA, SIPA dan SIA

e. Dasar Hukum Apotek

f. Survey lokasi untuk studi kelayakan apotek

2. Mahasiswa memahami dan mampu melakukan perencanaan perbekalan

farmasi

3. Mahasiswa memahami dan mampu melakukan pengadaan dan

penerimaan perbekalan farmasi

4. Mahasiswa mampu memahami dan dan melakukan penyimpanan obat

5. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan pemusnahan dan


penarikan persediaan farmasi

6. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan pengendalian persediaan

farmasi

7. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan pencatatan dan pelaporan

8. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian dan pelayanan resep

9. Mahasiswa mampu melakukan dispensing sediaan farmasi

10. Mahasiswa mampu melakukan Pelayanan Informasi Obat (PIO)


11. Mahasiswa mampu melakukan konseling

12. Mahasiswa mampu melakukan pelayanan kefarmasian di rumah

(homecare), Pemantauan Terapi Obat (PTO), Monitoring Efek samping

Obat (MESO)

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Apotek

Apotek merupakan salah satu fasilitas kefarmasian tempat

dilakukannya praktek/pekerjaan kefarmasian oleh apoteker. Pelayanan

kefarmasian yang dimaksud adalah suatu pelayanan langsung dan

bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi

(obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik) dengan maksud mencapai

hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Dalam

penyelenggaraannya,apotek menjalankan fungsi pengelolaan sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi

klinik, termasuk di komunitas (Permenkes, No. 73, 2016; Permenkes, No.9,

2017).

Berdasarkan peraturan pemerintah (PP) No.51 tahun 2009 apotek

adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian

oleh apoteker. Praktik kefarmasian yang dimaksud sesuai dengan pekerjaan

kefarmasian yaitu pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,

pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan

obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi

obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (Permenkes,

No.51,2009).

Dalam melakukan pelayanan kefarmasian harus sesuai dengan standar

pelayanan kefarmasian di apotek. Standar Pelayanan Kefarmasian merupakan

tolak ukur yang digunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam

menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pengaturan Standar Pelayanan

Kefarmasian di apotek bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan


kefarmasian, menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian, dan

melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional

dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).(Permenkes No 73, 2016).

B. Persyaratan Pendirian Apotek

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 9 tahun 2017

tentang apotek, harus memenuhi beberapa persyaratan pendirian antara lain :

1. Apoteker dapat mendirikan apotek dengan modal sendiri dan/atau modal

dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan

2. Dalam hal apoteker yang mendirikan apotek bekerjasama dengan

pemilik modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan

sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan.

3. Adapun persyaratan lain yang juga harus diperhatikan yaitu :

a. Lokasi

Pemerintah daerah kabupaten/kota dapat mengatur persebaran

apotek di wilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat

dalam mendapatkan pelayanan kefarmasian.

b. Bangunan

Bangunan apotek harus memiliki fungsi keamanan,

kenyamanan, dan kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada


pasien serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang

termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang lanjut usia.

Bangunan apotek harus bersifat permanen yaitu bagian dan/atau

terpisah dari pusat perbelanjaan, apartemen, rumah toko, rumah

kantor, rumah susun, dan bangunan yang sejenis.

c. Sarana, Prasarana dan Peralatan

Bangunan apotek paling sedikit memiliki sarana ruang yang

7
berfungsi:

a) Penerimaan resep

b) Pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara

terbatas)

c) Penyerahan sediaan farmasi dan alat kesehatan

d) Konseling

e) Penyimpanan sediaan farmasi dan alat kesehatan dan

f) Arsip

Prasarana apotek paling sedikit terdiri atas :

a) Instalasi air bersih

b) Instalasi listrik

c) Sistem tata udara

d) Sistem proteksi kebakaran

Peralatan apotek meliputi semua peralatan yang dibutuhkan

dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian antara lain meliputi

rak obat, alat peracikan, bahan pengemas obat, lemari pendingin,

meja, kursi, komputer, sistem pencatatan mutasi obat, formulir

catatan pengobatan pasien dan peralatan lain sesuai dengan

kebutuhan. 8 Formulir catatan pengobatan pasien merupakan


catatan mengenai riwayat penggunaan sediaan farmasi dan/atau

alat kesehatan atas permintaan tenaga medis dan catatan

pelayanan apoteker yang diberikan kepada pasien.

d. Ketenagaan

Apoteker pemegang SIA (Surat Izin Apotek) dalam

menyelenggarakan apotek dapat dibantu oleh apoteker lain, tenaga

teknis kefarmasian dan/atau tenaga administrasi. Apoteker dan


tenaga teknis kefarmasian wajib memiliki surat izin praktik yaitu

SIPA (Surat Izin Praktik Apoteker) bagi apoteker dan SIPTTK

(Surat Izin Praktek Tenaga Teknis Kefarmasian) untuk tenaga teknis

kefarmasian yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah

kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang

di kabupaten/kota tempat tenaga kerfarmasian kepala dinas

kesehatan kabupaten/kota tempat praktik kefarmasian dilakukan

(Permenkes RI, No. 9, 2017)

C. Peran apoteker

Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan

telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker (PERMENKES,2016).

Apoteker pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah diberi surat

izin apotek (SIA). Apoteker pengelola apotek harus memenuhi persyaratan

yang sudah ditentukan (Permenkes. 2016) :

a) Persyaratan Administrasi:

1. Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang

terakreditasi.

2. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA).

3. Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku.

4. Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)

b) Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda

pengenal.

c) Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing

Professional Development (CPD) dan mampu memberikan

9
pelatihan yang berkesinambungan.

d) Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan

pengembangan diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop,

pendidikan berkelanjutan atau mandiri.

e) Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap

peraturan perundang-undangan, sumpah Apoteker, standar

profesi (standar pendidikan, standar pelayanan, standar

kompetensi dan kode etik) yang berlaku.

Apoteker pengelola apotek adalah apoteker yang diberi Surat Izin

Apotek (SIA) dan dalam profesinya dapat dibantu oleh asisten apoteker dan

apoteker pedamping dan/atau tenaga administrasi dalam menyelenggarakan

apotek (PERMENKES,2017). Apoteker pengelola apotek dapat didampingi

oleh apoteker pendamping yang juga dapat menggantikan apoteker

pengelola apotek dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian

(DEPKES,2009).

Apoteker pengelola apotek (APA) yang berhalangan melakukan

tugasnya pada jam buka apotek harus menunjuk apoteker pendamping.

Apabila apoteker pengelola apotek dan apoeker pendamping berhalangan

melakukan tugasnya karena hal-hal tertentu maka apoteker pengelola apotek

harus menunjuk apoteker pengganti. Apoteker pengganti adalah apoteker

yang menggantikan apoteker pengelola apotek selama apoteker pengelola

apotek tersebut tidak berada ditempat lebih dari tiga bulan secara terus

menerus dan telah memiliki surat izin kerja serta tidak bertindak sebagai

apoteker pengelola apotek diapotek lain (KEPMENKES,2002). Apabila

apoteker pengelola apotek berhalangan hadir melakukan tugasnya lebih dari


2 tahun secara terus menerus surat izin apoteker atas nama apoteker

bersangkutan dicabut (KEPMENKES, 2002).

D. Prosedur Perizinan Apotek

1. Surat izin Apotek (SIA)

SIA berlaku 5 tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi

persyaratan. Untuk memperoleh SIA, apoteker harus mengajukan

permohonan tertulis kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dengan

menggunakan formulir 1 permohonan tertulis harus ditandatangani oleh

apoteker disertai dengan kelengkapan dokumen administratif meliputi:

a. Fotokopi STRA dengan menunjukan STRA asli;

b. Fotokopi kartu tanda penduduk (KTP);

c. Fotokopi nomor pokok wajib pajak apoteker;

d. Fotokopi peta lokasi dan denah bangunan; dan

e. Daftar prasarana, sarana, dan peralatan.

Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima

permohonan dan dinyatakan telah memenuhi kelengkapan dokumen

administratif, pemerintah daerah kabupaten/kota menugaskan tim pemeriksa

untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek dengan

menggunakan formulir 2. Tim pemeriksa harus melibatkan unsur dinas


kesehatan kabupaten/kota yang terdiri atas:

a. Tenaga kefarmasian; dan

b. Tenaga lainnya yang menangani bidang sarana dan prasarana.

Paling lama dalam waktu 6 hari kerja sejak tim pemeriksa

ditugaskan, tim pemeriksa harus melaporkan hasil pemeriksaan setempat

yang dilengkapi berita acara pemeriksaan (BAP) kepada pemerintah daerah

kabupaten/kota dengan menggunakan formulir 3. Paling lama dalam waktu

11
12 hari kerja sejak pemerintah daerah kabupaten/kota menerima laporan dan

dinyatakan memenuhi persyaratan, pemerintah daerah kabupaten/kota

menerbitkan sia dengan tembusan kepada direktur jenderal, kepala dinas

kesehatan provinsi, kepala balai POM, kepala dinas kesehatan

kabupaten/kota, dan organisasi profesi dengan menggunakan formulir 4.

Hasil pemeriksaan dinyatakan masih belum memenuhi persyaratan,

pemerintah daerah kabupaten/kota harus mengeluarkan surat penundaan

paling lama dalam waktu 12 hari kerja dengan menggunakan formulir 5.

Permohonan yang dinyatakan belum memenuhi persyaratan, pemohon dapat

melengkapi persyaratan paling lambat dalam waktu 1 (satu) bulan sejak

surat penundaan diterima. Apabila pemohon tidak dapat memenuhi

kelengkapan persyaratan, maka pemerintah daerah kabupaten/kota

mengeluarkan surat penolakan dengan menggunakan formulir 6. Apabila

pemerintah daerah kabupaten/kota dalam menerbitkan SIA melebihi jangka

waktu, apoteker pemohon dapat menyelenggarakan apotek dengan

menggunakan BAP sebagai pengganti SIA. Dalam hal pemerintah daerah

menerbitkan SIA, maka penerbitannya bersama dengan penerbitan SIPA

untuk apoteker pemegang SIA.Masa berlaku SIA mengikuti masa berlaku

SIPA (Permenkes RI, No. 9, 2017).


E. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Standar pelayanan kefarmasian merupakan tolak ukur yang

dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam

menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian adalah

suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang

berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti

untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Permenkes RI, N0. 73, 2016).
Pelayanan kefarmasian di apotek meliputi dua kegiatan yaitu

kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi, alat

kesehatan dan bahan medis habis pakai dan kegiatan pelayanan farmasi

klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana

dan prasarana (Permenkes RI, N0. 73, 2016).

1. Perencanaan

Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat

kesehatan dan bahan medis habis pakai perlu diperhatikan pola penyakit,

pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat. Tujuan dari

perencanaan yaitu agar proses pengadaan obat atau perbekalan farmasi yang

ada di apotek menjadi efektif dan efisien sesuai dengan anggaran yang

tersedia. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan

perencanaan, diantaranya :

a. Pemilihan pemasok, kegiatan pemasok (PBF), service (ketepatan

waktu, barang yang dikirim, ada tidaknya diskon bonus, layanan

obat expired date (ED) dan tenggang waktu penagihan), kualitas

obat dan perbekalan farmasi lainnya, ketersediaan obat yang

dibutuhkan dan harga.

b. Ketersediaan barang atau perbekalan farmasi (sisa stok, rata-rata


pemakaian obat dan satu periode pemesanan pemakaian dan waktu

tunggu pemesanan dan pemilihan metode perencanaan).

2. Pengadaan

Suatu proses kegiatan yang bertujuan agar tersedia sediaan farmasi

dengan jumlah dan jenis yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan.

Pengadaan yang efektif merupakan suatu proses yang mengatur berbagai

cara, teknik dan kebijakan yang ada untuk membuat suatu keputusan

13
tentang obat-obatan yang akan diadakan, baik jumlah maupun sumbernya.

Beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam pengadan sediaan farmasi dan

perbekalan kesehatan, yaitu :

a. Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diadakan memiliki izin edar

atau nomor registrasi.

b. Mutu, keamanan dan manfaat sediaan farmasi serta alat kesehatan dapat

dipertanggung jawabkan

c. Pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan berasal dari jalur resmi

d. Dilengkapi dengan persyaratan administrasi.

3. Penerimaan

Penerimaan Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin

kesesuain jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga

yang tertera dalam pesanan. Penerimaan juga merupakan kegiatan verifikasi

penerimaan/penolakan, dokumentasi dan penyerahan yang dilakukan

dengan menggunakan checklist yang sudah disiapkan untuk masing-masing

jenis produk yang berisi antara lain :

a. Kebenaran jumlah kemasan dan mencocokkan faktur dengan surat

pesanan

b. Kebenaran kondisi kemasan


c. Kebenaran jenis produk yang diterima

d. Kebenaran jumlah satuan dalam tiap kemasan

e. Tidak terlihat tanda-tanda kerusakan barang

f. Tidak terlihat kelainan warna, bentuk dan kerusakan pada isi produk

g. Jangka waktu expired date (ED) yang memadai

4. Penyimpanan

Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari
pabrik.Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada

wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis

informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat

nama obat, nomor batch dan tanggal expired date (ED). Semua obat atau

bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin

keamanan dan stabilitasnya. Sistem penyimpanan dilakukan dengan

memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi obat serta disusun secara

alfabet. Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expired First Out)

dan FIFO (First In First Out).

5. Pemusnahan

Sediaan farmasi yang tidak memenuhi syarat sesuai standar yang

ditetapkan harus dimusnahkan. Prosedur pemusnahan obat hendaklah dibuat

yang mencakup pencegahan pencemaran lingkungan dan mencegah

jatuhnya obat tersebut di kalangan orang yang tidak berwenang. Sediaan

farmasi yang akan dimusnahkan disimpan terpisah dan dibuat daftar yang

mencakup jumlah dan identitas produk.

Berikut ketentuan pemusnahan menurut Permenkes RI No. 35 tahun

2014 :

a. Obat yang expired date (ED) atau rusak harus dimusnahkan sesuai
dengan jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan obat expired date (ED)

atau rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan

oleh apoteker dan disaksikan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota.

Pemusnahan obat selain narkotika/psikotropika dilakukan oleh apoteker

dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian yang memiliki surat izin

praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita

acara pemusnahan.

15
b. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 tahun dapat

dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker dan

disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di apotek dengan cara

dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan berita acara

dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.

6. Pengendalian

Pengendalian persediaan dimaksudkan untuk membantu pengolahan

perbekalan sediaan farmasi dan alat kesehatan agar mempunyai persediaan

dalam jenis dan jumlah yang cukup sekaligus menghindari kekosongan dan

menumpuknya persediaan. Pengendalian persediaan merupakan upaya

untuk mempertahankan tingkat persediaan pada suatu tingkat tertentu

dengan mengendalikan arus barang yang masuk melalui pengaturan sistem

pesanan atau pengadaan (scheduled inventory dan perpetual inventory),

penyimpanan dan pengeluaran untuk memastikan persediaan efektif dan

efisien atau tidak terjadi kelebihan atau kekurangan, kerusakan, expired

date atau kadaluwarsa dan kehilangan serta pengembalian pesanan sediaan

farmasi. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik

secara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat

nama obat, tanggal expired (ED), jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran


dan sisa persediaan.

7. Pencatatan dan pelaporan

Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi,

alat kesehatan dan bahan medis habis pakai meliputi pengadaan (surat

pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk

penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.

Pelaporan terdiri atas pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan


internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen

Apotek yang meliputi laporan keuangan, barang dan laporan lainnya.

Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi

kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

meliputi pelaporan narkotika dan pelaporan psikotropika dan pelaporan

lainnya.

F. Pelayanan Farmasi Klinik

Pelayanan Farmasi Klinik Pelayanan farmasi klinik merupakan

pelayanan langsung yang diberikan oleh apoteker kepada pasien dalam

rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya

efek samping karena obat untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety)

sehingga kualitas hidup pasien terjamin. Berdasarkan Permenkes No. 73

tahun 2016, pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi :

1. Pengkajian dan Pelayanan Resep

Kegiatan pengkajian resep meliputi administrasi, kesesuaian

farmasetik dan pertimbangan klinis.

a. Kajian adminsitrasi, terdiri dari :

(1) Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan

(2) Nama dokter, nomor surat izin praktek (SIP), alamat, nomor telepon
dan paraf

(3) Tanggal penulisan resep

b. Kajian kesesuaian farmasetik yang terdiri dari :

(1) Bentuk dan kekuatan sediaan

(2) Stabilitas

(3) Kompatibilitas (ketercampuran obat

c. Pertimbangan klinis yang terdiri dari :

17
(1) Ketepatan indikasi dan dosis obat

(2) Aturan pakai, cara dan lama penggunaan obat

(3) Duplikasi dan/atau polifarmasi

(4) Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat,

manifestasi klinik lain)

(5) Kontraindikasi

(6) Interaksi obat

Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka

apoteker harus menghubungi dokter penulisan resep. Pelayanan resep dimulai

dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan serta penyiapan sediaan farmasi,

alat kesehatan dan bahan medis habis pakai termasuk peracikan obat,

pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur

pelayanan dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat

(medication error).

2. Dispensing

Dispensing terdiri atas penyiapan, penyerahan dan pemberian

informasi obat. Setelah dilakukan pengkajian resep, dilakukan hal sebagai

berikut :

a. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep


(1) Menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan resep

(2) Mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan

memperhatikan nama obat, tanggal expire (ED) dan keadaan fisik

obat.

b. Melakukan peracikan obat bila diperlukan

c. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi :

(1) Etiket warna putih untuk obat oral


(2) Etiket warna biru untuk obat luar dan suntik

(3) Menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi

atau emulsi

d. Memasukkan obat kedalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat

yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan

salah.

Setelah penyiapan obat, hal yang dlakukan selanjutnya yaitu :

a. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan

kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan

serta jenis dan jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan

resep

b. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien

c. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien

d. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi oba

e. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait

dengan obat antara lain manfaat obat, makan dan minuman yang harus

dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan dan lain-lain

f. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang

baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya


tidak stabil

g. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya

h. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan di paraf oleh

apoteker (apabila diperlukan)

i. Menyimpan resep pada tempatnya

j. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien. Apoteker di apotek juga

dapat melayani obat non-resep atau pelayanan swamedikasi. Apoteker

19
harus memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan obat non-

resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat bebas atau bebas

terbatas yang sesuai.

3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh

apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, di

evaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek

penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau

masyarakat.Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas dan

herbal.

Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan

metode pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif,

efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping,

interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari obat dan

lain-lain.

Kegiatan pelayanan informasi obat di apotek meliputi :

a. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan

b. Membuat dan menyebarkan bulletin/brosur/leaflet, pemberdayaan

masyarakat (penyuluhan)
c. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien

d. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi

yang sedang praktik profesi

e. Melakukan penelitian penggunaan obat

f. Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah

g. Melakukan program jaminan mutu

Pelayanan informasi obat harus didokumentasikan untuk membantu


penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat. Hal-hal yang harus

diperhatikan dalam dokumentasi pelayanann informasi obat :

a. Topik pertanyaan

b. Tanggal dan waktu pelayanan informasi obat diberikan

c. Metode pelayanan informasi obat (lisan, tertulis atau melalui telepon)

d. Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti

riwayat alergi, apakah pasien sedang mengalami hamil/meyusui, data

laboratorium)

e. Uraian pertanyaan

f. Jawaban pertanyaan

g. Referensi

h. Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, melalui telepon) dan data

apoteker yang memberikan pelayanan informasi obat.

4. Konseling

Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan

pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran

dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat

dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali

konseling, apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat


kepatuhan pasien dinilai rendah, maka perlu dilanjutkan dengan metode

Health Belief Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau

keluarga pasien sudah memahami obat yang digunakan.

Kriteria pasien/keluarga pasien yang diberi konseling yaitu :

a. Pasien kondisi khusus (pediatrik, geriatrik, gangguan fungsi hati dan/atau

ginjal, ibu hamil dan menyusui)

b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis. Misalnya :

21
tuberkulosis, diabetes mellitus, AIDS, epilepsy

c. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus. Misalnya

penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off

d. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit. Misalnya

digoksin, fenitoin, teofilin

e. Pasien dengan polifarmasi, pasien menerima beberapa obat untuk

indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk

pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat

disembuhkan dengan satu jenis obat

f. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.

Tahapan kegiatan konseling meliputi :

a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien

b. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui three prime

questions, yaitu : apa yang disampaikan dokter mengenai obat anda? Apa

yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat anda? Apa yang

dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diiharapkan setelah anda

menerima terapi obat tersebut?

c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada

pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat


d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah

penggunaan obat

e. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien.

Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda

tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang

diberikan dalam konseling.


5. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care)

Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan

pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk

kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.

Jenis pelayanan kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh apoteker

meliputi :

a. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan

pengobatan.

b. Identifikasi kepatuhan pasien.

c. Pendampingan pengelolaan obat dan/atau alat kesehatan di rumah

misalnya cara pemakaian obat asma, penyimpanan insulin.

d. Konsultasi masalah obat atau kesehatan secara umum.

e. Monitoring pelaksanaan, efektifitas, dan keamanan penggunaan obat

berdasarkan catatan pengobatan pasien.

f. Dokumentasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian di rumah.

6. Pemantauan terapi obat (PTO)

Pemantauan terapi obat (PTO) merupakan proses yang memastikan

bahwa seseorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau

dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping. Kriteria


pasien antara lain:

a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.

b. Menerima obat lebih dari 5 jenis

c. Adanya multidiagnosis

d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati

e. Menerima obat dengan indeks terapi sempit.

f. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang

23
merugikan.

Kegiatan yang dilakukan pada pemantauan terapi obat, antara lain :

a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria

b. Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien yang

terdiri atas riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat dan riwayat

alergi, melalui wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau

tenaga kesehatan lain.

c. Melakukan identifikasi masalah terkait obat. Masalah terkait obat antara

lain adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian obat tanpa

indikasi, pemilihan obat yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis

terlalu rendah, terjadinya reaksi obat yang tidak diinginkan atau

terjadinya interaksi obat.

d. Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan

menentukan apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi akan terjadi.

e. Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi rencana

pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan

meminimalkan efek yang tidak dikehendaki

f. Hasil identifikasi masalah terkait obat dan rekomendasi yang telah dibuat

oleh apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan terkait


untuk mengoptimalkan tujuan terapi

g. Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi obat

7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Monitoring efek samping obat (MESO) merupakan kegiatan

pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak

diharapkan terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk

tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.


Kegiatan yang dilakukan yaitu :

a. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai risiko tinggi

mengalami efek samping obat

b. Mengisi formulir monitoring efek samping obat (MESO)

c. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional

Faktor- faktor yang perlu diperhatikan dalam monitoring efek

samping obat yaitu :

a. Kerjasama dengan tim kesehatan lain

b. Ketersediaan formulir monitoring efek samping obat

G. Tinjauan Umum Tempat PKPA

1) Sejarah Kimia Farma

Gambar 1. Logo Kimia Farma

Sejarah PT Kimia Farma Tbk dimulai hampir dua abad yang lalu

yaitu tahun 1817 yang kala itu merupakan perusahaan farmasi pertama
didirikan Hindia Belanda di Indonesia bernama NV Chemicalien Handle

Rathkamp & Co. Kemudian pada awal kemerdekaan dinasionalisasi oleh

pemerintah Republik Indonesia dan seterusnya pada tanggal 16 Agustus

1971 menjadi PT (Persero) Kimia Farma, sebuah perusahaan farmasi

negara yang bergerak dalam bidang industry farmasi, distribusi, dan apotek.

Sampai dengan tahun 2002, apotek merupakan salah satu kegiatan usaha PT

Kimia Farma (Persero)Tbk, yang selanjutnya pada awal tahun 2003 di-spin-

25
off menjadi PT Kimia Farma Apotek (Kimia farma apotek.co.id).

PT Kimia Farma Apotek menjadi anak perusahaan PT Kimia Farma

(Persero) Tbk sejak tangga l4 Januari 2003 berdasarkan akta pendirian No.6

tahun 2003 yang dibuat dihadapan Notaris Ny.Imas Fatimah,S.H di Jakarta

dan telah diubah dengan akta No.42 tanggal 22 April 2003 yang dibuat

dihadapan Notaris Nila Noor djasmani Soeyasa Besar,S.H. Akta ini telah

mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia dengan surat keputusan No:C-09648HT.01.01TH2003

tanggal 1 Mei 2003 (Kimiafarmaapotek.co.id).

Pada tahun 2010 dibentuk PT Kimia Farma Diagnostika dan

merupakan anak perusahaan PT Kimia Farma Apotek yang melaksanakan

pengelolaan kegiatan usaha Perseroan dibidang laboratorium klinik (Kimia

farma apotek.co.id).

Saat ini PT Kimia Farma Apotek bertransformasi menjadi health care

provider company, suatu perusahaan jaringan layanan kesehatan terintegrasi

dan terbesar di Indonesia, yang pada akhir tahun 2015 memiliki 725 apotek,

300 klinik dan praktek dokter bersama, 42 laboratorium klinik, dan 10

optik, dengan visi menjadi perusahaan jaringan layanan kesehatan yang

terkemuka dan mampu memberikan solusi kesehatan masyarakat di


Indonesia (Kimia farma apotek.co.id).

2) Visi dan Misi Kimia Farma

a.) Visi

Menjadi perusahaan jaringan layanan kesehatan yang terkemuka

dan mampu memberikan solusi kesehatan masyarakat di

Indonesia.
b.) Misi

Menghasilkan pertumbuhan nilai perusahaan yang berkelanjutan

berbasis teknologi,informasi, komunikasi, melalui :

(1) Pengembangan layanan kesehatan yang terintegrasi

meliputi apotek,klinik, laboratorium klinik, optik, alat

kesehatan dan layanan kesehatan lainnya

(2) Saluran distribusi utama produk sendiri dan pilihan utama

saluran distribusi prosuk principal

(3) SDM yang memiliki kompetensi, komitmen dan integritas

tinggi

(4) Pengembangan bisnis baru

(5) Peningkatan pendapatan lainnya(other in come)

3) Lokasi, Sarana dan Prasarana

a) Lokasi Apotek

Lokasi Apotek Kimia Farma 502 Pettarani berada dijalan

A.P. pettarani No. 18 Makassar. Lokasinya strategis karena

terletak di jalan raya A.P. Pettarani yang banyak dilalui

kendaraan serta tersedia lahan parker yang cukup luas, selain itu

lokasinya terletak diantara rumah sakit dan klinik, seperti Rumah


Sakit Faisal Makassar dan Rumah Sakit Paramount serta Klinik

Orbita (Spesialis Mata).

Gambar 2.1 Lokasi Kimia Farma Pettarani

27
b) Sarana dan Prasarana

Apotek Kimia Farma 502 Pettarani buka selama 24 jam,

berlantai 2 untuk klinik yang menyediakan beberapa prakter

dokter.Penataan ruangan apotek yang diatur sedemikian rupa agar

dapat mempermudah pegawai dalam pelaksanaan pelayanan

apotek dan memberikan kenyamanan bagi pasien yang datang.

Pembagian tata letak ruangan di Apotek Kimia Farma 502

Pettarani adalah sebagai berikut :

(1) Ruang Tunggu

Ruang tunggu Apotek Kimia Farma 502 Pettarai

dilengkapi dengan kursi yang nyaman, pendingin ruangan,

fasilitas televisi sehingga dapat memberikan kenyamanan

bagi pelanggan ataupun keluarga pelanggan yang datang

membawa resep ke apotek untuk menebus obat.

(2) Tempat penerimaan resep dan penyerahan perbekalan

farmasi

Untuk tempat penerimaan resep dilengkapi dengan

komputer yang digunakan untuk melakukan transaksi

penjualan oleh kasir.Sedangkan untuk tempat penyerahan


perbekalan farmasi dilengkapi dengan meja dan kursi untuk

memudahkan dan memberikan kenyamanan kepada

pelanggan saat Apoteker memberikan informasi obat.

(3) Swalayan Farmasi

Pada swalayan tersedia obat-obat bebas, obat bebas

terbatas, obat tradisional, suplemen makanan

(multivitamin), produk susu, sediaan kosmetik, produk dan


perlengkapan bayi, alat-alat kesehatan dan produk lain.

(4) Tempat Peracikan

Ruangan ini merupakan tempat dilakukannya

penyiapan atau pun peracikan obat.Pada ruangan ini

dilengkapi dengan lemari penyimpanan obat, fasilitas

peracikan seperti mortir dan stamfer, spatel, gelas ukur dan

alat-alat peracikan lainnya. Selain itu pada tempat ini juga

tersedia meja untuk pemberian etiket dan pengemasan obat.

(5) Tempat penyimpanan obat

Ruangan penyimpanan sediaan farmasi, alat

kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai harus

memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur dan

kelembaban. Pada ruangan penyimpanan harus dilengkapi

dengan rak/ lemari obat, pallet, pendingin ruangan (AC),

lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika

dan psikotropika serta pengukur suhu dan kartu suhu.

(6) Ruang administrasi umum

(7) Musholla

(8) Gudang
(9) Ruang dokter

(10) Toilet, dan tempat parker yang luas

29
Gambar 2.2 Bangunan Kimia Farma Pettarani

4) Struktur Organisasi

Apotek Kimia Farma 502 Pettarani mempunyai struktur organisasi

yang ditetapkan oleh PT. Kimia Farma Apotek , subdivisi pembinaan dan

pengembangan sumber daya manusia, yaitu berdasarkan garis organisasi

yang disusun dari atas ke bawah. Pembentukan struktur organisasi ini

bertujuan agar manajemen apotek berjalan dengan baik dan setiap pegawai

yang bekerja mengetahui tugasnya, siapa atasan langsungnya dan

wewenangnya.

a) Pimpinan Apotek (Pharmacy Manager)


Pimpinan apotek adalah seorang Apoteker yang telah

mengucapkansumpah dan telah memperoleh Surat Izin Kerja

(SIK) dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia melalui Dinas

Kesehatan wilayah setempat. Pimpinan apotek mempunyai tugas

dan kewajiban memimpin, merencanakan, mengkoordinasikan,

melaksanakan dan mengawasi kegiatan apotek serta melakukan

kegiatan-kegiatan untuk pengembangan. Pimpinan apotek


bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup apotek yang

dipimpin dan mendelegasikan tugas kepada bawahannya.

Pharmacy Manager (PhM) Bertanggung jawab kepada

Manager Business atas pelaksanaan fungsi profesi kefarmasian

dalam hal pelayanan dan manajerial di apotek. Tugas PhM, yaitu:

(1) Mengendalikan pelaksanaan fungsi profesi kefarmasian di

apotek agar dapat memberikan pelayanan prima kepada

pelanggan.

(2) Mengendalikan pengelolaan apotek dalam aspek bisnis

untuk mencapai tujuan apotek yang menjadi tanggung

jawabnya secara efektif dan efisien.

(3) Membangun kerjasama yang solid dan efektif SDM yang

berada di lingkungan apotek yang menjadi tanggung

jawabmya.

(4) Melakukan penilaian konduite SDM yang berada di apotek

yang menjadi tanggung jawabnya.

Wewenang PhM, yaitu:

(1) Mengambil keputusan dalam rangka pelaksanaan fungsi

kefarmasian di apotek yang menjadi tanggung jawabnya.


(2) Memimpin SDM dalam memberikan pelayanan

kefarmasian terbaik di lingkungan apotek yang menjadi

tanggung jawabnya.

b) Apoteker Penanggung Jawab (APJ)

Tugas dan tanggung jawab APJ adalah sebagai berikut :

(1) Bertanggung jawab atas pengadaan obat, terutama obat-

obat golongan narkotika dan psikotropika.

31
(2) Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk

meningkatkan omset penjualan dan mengembangkan hasil

usaha apotek dengan mempertimbangkan masukan dari

karyawan lainnya untuk perbaikan pelayanan dan kemajuan

apotek.

(3) Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai

dengan fungsinya (apotek sebagai tempat pengabdian

profesi) dan memenuhi segala kebutuhan perundang-

undangan di bidang perapotekan yang berlaku.

(4) Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada

pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama

obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan

obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang

penggunaan obat meliputi indikasi obat, dosis obat, cara

pemakaian obat, durasi penggunaan pemakaian obat serta

efek samping obat yang mungkin terjadi pada pasien serta

informasi tambahan lain yang diperlukan.

c) Apoteker Pendamping (APING)

Tugas dan tanggung jawab APING adalah sebagai berikut:


(1) Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai

dengan fungsinya (apotek sebagai tempat pengabdian

profesi) dan memenuhi segala kebutuhan perundang-

undangan di bidang perapotekan yang berlaku.

(2) Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai

dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menulis

etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkan obat.


(3) Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada

pasien untuk mendukung penggunaan obat yang rasional.

Dalam hal ini Apoteker harus memberikan informasi yang

benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis,

bijaksana, dan terkini.

(4) Melaksanakan pelayanan swamedikasi.

(5) Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada

pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama

obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan

obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang

penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain

yang diperlukan.

(6) Membuat salinan resep dan kwintasi bila dibutuhkan.

d) Tenaga Teknik Kefarmasian

Bertanggung jawab kepada Supervisor Pelayanan atas

pelaksanaan pelayanan resep maupun penjualan bebas. Tugas

TTK, yaitu :

(1) Melayani resep tunai, resep kredit, penjualan bebas dan

penjualan UPDS (Upaya Pengobatan Diri Sendiri),


memberi harga (jika menjadi kasir), memeriksa dan

menyerahkan obat kepada pelanggan.

(2) Memeriksa kerasionalan dan kelengkapan resep serta

menghitung dosis untuk resep racikan yang memerlukan

perhitungan dosis.

(3) Membuat etiket, memeriksa kelengkapan, dan kebenaran

obat sesuai dengan resep dan menyerahkan obat kepada

33
pelanggan.

(4) Memberi informasi obat seperti aturan pakai dan cara

penggunaan obat.

(5) Mencatat penerimaan dan pemasukan barang ke dalam

kartu stok.

(6) Mengontrol stok.


BAB III
PELAYANAN RESEP DI APOTEK
A. Resep
R/ Clopidogrel 75 mg tab XXX
S 0-1-0 pc

R/ Simvastatin 20 mg tab XXX


S 0-0-1

R/ Aptor tab XXX


S 0-1-0 pc

R/ Irbesartan 150 mg tab XXX


S 1 dd 1 tab
\
R/Amlodipine 10 mg tab XXX
S 1 dd 1 tab

R/Bisoprolol 2,5 mg tab XXX


Gambar 3.1 Resep
S 1 dd 1 tab

B. Skrining Resep

2. Skrining Administrasi
Tabel 3.1 Kajian Administrasi

No Skrining Administratif Ada Tidak


Ada
1 Nama Dokter ✓ -
2 SIP ✓ -
3 Alamat dan Nomor telepon dokter ✓ -
4 Tanggal Penulisan Resep ✓ -
5 Tanda resep diawal penulisan resep (R/) ✓ -
6 Aturan Pakai ✓ -
7 Nama Pasien ✓ -
8 Alamat Pasien - ✓
9 No. Telepon Pasien - ✓
10 Umur Pasien ✓
11 Berat Badan Pasien - ✓
12 Jenis Kelamin Pasien - ✓

35
13 Tanda Tangan / Paraf Penulis Resep ✓ -

Berdasarkan hasil pengkajian resep diatas, pada kajian administratif

tidak dicantumkan alamat pasien, nomor telepon pasien, jenis kelamin pasien,

dan berat badan pasien.Solusi terkait untuk alamat pasien, nomor telepon

pasien, jenis kelamin pasien dan berat badan pasien dapat di tanyakan langsung

kepada pasien.

C. Skrining farmasetik

Tabel 3.2 Kajian Farmasetik

Aptor
Komponen
Clopidogrel Simvastatin (Acetylsalicylic Irbesartan Amlodipine Bisoprolol
Kesesuaian
acid)

Bentuk
Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet
sediaan

Kekuatan
R/ 75 mg R/ 20 mg - R/150 mg R/ 10 mg R/ 2,5 mg
sediaan

Cara
oral
pemberian

Jumlah 30

Aturan pakai S 0-1-0 pc S 0-0-1 S 0-1-0 pc S 1 dd 1 S 1 dd 1 S 1 dd 1

Stabilitas dan
Simpan pada suhu kamar (<30°C)
penyimpanan

Inkompabilitas - - - - - -
D. Pertimbangan Klinis

Tabel 3.3 Kajian Klinis

Komponen Aptor
Kesesuaian Clopidogrel Simvastatin Irbesartan Amlodipine Bisoprolol
(Acetylsalicylic acid)
Ketepatan Menurunkan Menurunkan kadar Sakit kepala, pusing, Pengobatan pada
Amolidipine Hipertensi, angina,
Indikasi kejadian trombolitik kolesterol total dan sakit gigi, nyeri hipertensi esensial.
digunakan untuk infark miokard.
pada infark miokard, LDL pada pasien otot,demam (ISO vol Untuk menurunkan
pengobatan Sebagai monoterapi
stroke iskemik, dengan 52. 2019:5) mikro dan
hipertensi, angina atau dikombinasikan
penyakit arteri hiperkolesterolmia, makroalbuminurea
stabil kronik, angina dengan
perifer, angina tak menurunkan kadar pada pasien
vasospastik. antihipertensi
stabil (ISO vol 52. kolesterol pada hipertensi dengan
Amlodipine dapat lainnya (ISO vol 52.
2019 : 182) pasien diabetic nefropati
diberikan sbg terapi 2019: 234)
hiperkolesterolmia yang disebabkan oleh
tunggal atau
yang disertai dengan NIDDM (Non-
dikombinasikan
hipertrigleseridemia Insulin Dependen
dengan obat
(ISO vol 52. 2019: Diabetik Mellitus)
antihipertensi dan
254) (ISO vol 52. 2019:
antiangina lainnya
245) (thiazide, ACE-I,
beta bloker, nitrat
dan nitroglycerine
sublingual) (ISO vol
52. 2019: 237)
Ketepatan Berdasarkan Resep : Berdasarkan Resep : Berdasarkan Resep : Berdasarkan Resep : Berdasarkan Resep : Berdasarkan Resep :
Dosis  Dosis sekali : 75  Dosis sekali : 20  Dosis sekali :  Dosis sekali :  Dosis sekali : 10  Dosis sekali : 2,5
Mg mg 100 Mg 150 Mg mg mg

37
 Dosis Sehari : 1 x  Dosis Sehari : 1 x  Dosis Sehari : 1 x  Dosis Sehari : 1  Dosis Sehari : 1 x  Dosis Sehari : 1 x
75 mg = 16 mg 20 mg = 20 mg 100 mg = 100 mg x 150 mg = 150 10 mg = 10 mg 2,5 mg = 2,5 mg
mg
Berdasarkan Berdasarkan Berdasarkan
referensi (MIMS, Berdasarkan Berdasarkan referensi Berdasarkan referensi (MIMS, referensi (MIMS,
2023) referensi (MIMS, (MIMS, 2023) referensi (MIMS, 2023) 2023)
Dosis Dewasa dan 2023) Dosis Aptor untuk 2023) Dosis awal sehari Dosis awal sehari
Lanjut usia 75 mg Dosis Simvastatin Dewasa: Penggunaan Dewasa Dosis 1x5mg, maksimal 2.5 mg 1 x/hr.
1x/hr. maksimal sehari 40 jangka panjang: 75- anjuran 150 mg sehari 1x10 mg
mg sebagai dosis 150 mg sekali sehari. 1x/hr. Sehingga, dosis
Sehingga, dosis tunggal. Sehingga, dosis sekali dan sehari
sekali dan sehari Sehingga, dosis Sehingga, dosis sekali dan sehari tepat
tepat Sehingga, dosis sekali dan sehari sekali dan sehari tepat
sekali dan sehari tepat tepat
tepat
Ketepatan S 0-1-0 pc S 0-0-1 S 0-1-0 pc S 1 dd 1 S 1 dd 1 S 1 dd 1
Aturan Berdasarkan Berdasarkan Berdasarkan referensi Berdasarkan Berdasarkan Berdasarkan
Pakai referensi referensi (Medscape) (Medscape) referensi (Medscape) referensi referensi
(Medscape) Pemberian untuk Pencegahan angina Untuk hipertensi, (Medscape) (Medscape)
Berikan 75 mg/hari pasien pectoris dan infark penggunaan Pemberian Pemberian
secara Per Oral hiperkolesterolemia miokard diberikan irbesartan 150 amlodipine untuk bisoprolol untuk
hingga 12 bulan. diberikan dosis awal dengan dosis 1 x mg/hari PO awalnya; pasien hipertensi pasien yang
: 10-20 mg secara Per sehari 1 tablet dapat ditingkatkan dengan dosis mengalami hipertesi
Kesimpulan : tepat Oral di malam hari menjadi 300 mg/hari maintenance : 5-10 yaitu 2,5-5 mg PO
aturan pakai Kesimpulan : tepat mg/hari qDay.
Kesimpulan : tepat aturan pakai Kesimpulan : tepat
aturan pakai aturan pakai Kesimpulan : tepat Kesimpulan : tepat
aturan pakai aturan pakai
Polifarmasi Pada resep yang didapatkan terdapat 6 jenis Obat yang diberikan kepada pasien (Clopidogrel, Simvastatin, Aptor, Irbesartan, Amlodipine
dan Bisoprolol) hal ini menujukkan bahwa terjadi peresepan yang berlebih (Overprescribing) dan didalam resep juga menunjukkan adanya
polifarmasi peresepan majemuk (Multiple Prescribing) dimana terdapat 3 jenis obat dengan fungsi yang sama sebagai antihipertensi yaitu
Amlodipin, Irbesartan dan Bisoprolol
Kontraindi Berdasarkan Berdasarkan Berdasarkan referensi Berdasarkan Berdasarkan Berdasarkan
kasi referensi (MIMS. referensi (MIMS. (MIMS. 2023). referensi (MIMS. referensi (MIMS. referensi (MIMS.
2023). 2023). Hipersensitivitas 2023). 2023). 2023).
Perdarahan Penyakit hati aktif terhadap aspirin, Perdarahan patologis Perdarahan Perdarahan
patologis aktif atau peningkatan salisilat dan NSAID aktif (misalnya ulkus patologis aktif patologis aktif
(misalnya ulkus serum transaminase lainnya; riwayat peptikum atau (misalnya ulkus (misalnya ulkus
peptikum atau persisten yang tidak serangan asma, perdarahan peptikum atau peptikum atau
perdarahan dapat dijelaskan. angioedema, intrakranial). perdarahan perdarahan
intrakranial). Penggunaan urtikaria, atau rinitis Gangguan hati yang intrakranial). intrakranial).
Gangguan hati yang bersamaan dengan yang dipicu oleh parah. Gangguan hati yang Gangguan hati yang
parah. inhibitor CYP3A4 aspirin atau NSAID parah. parah.
yang kuat (misalnya lainnya. Polip hidung
itraconazole, yang berhubungan
ketoconazole, dengan asma; aktif
posaconazole, atau riwayat ulserasi
voriconazole, peptik berulang dan
erythromycin, perdarahan
clarithromycin, gastrointestinal;
telithromycin, diatesis hemoragik,
inhibitor protease gangguan koagulasi
HIV, boceprevir, (misalnya hemofilia,
telaprevir, trombositopenia),
nefazodone, gagal jantung parah,
cobicistat), termasuk asam urat. Gangguan

39
gemfibrozil, ginjal dan hati yang
ciclosporin, dan
parah. Anak-anak <16
danazol; penggunaantahun dan/atau
bersamaan dan dalammereka yang pernah
waktu 7 hari setelah
atau sedang sembuh
penghentian asamdari cacar air atau
fusidat. Kehamilan gejala mirip flu.
dan laktasi. Kehamilan (dosis
>100 mg setiap hari
selama trimester ke-3)
dan laktasi (selama
penggunaan jangka
panjang dan/atau
dosis tinggi).
Penggunaan
bersamaan dengan
metotreksat ≥15 mg
setiap minggu.
Interaksi Berdasarkan Berdasarkan (MIMS, Berdasarkan (MIMS, Berdasarkan (MIMS, Berdasarkan Berdasarkan
(MIMS, 2023) 2023) 2023) 2023) (MIMS, 2023) (MIMS, 2023)

Peningkatan risiko Peningkatan risiko Peningkatan risiko Kontraindikasi pada Peningkatan Penggunaan
perdarahan dengan miopati dan perdarahan dengan Kehamilan. konsentrasi plasma bersamaan dengan
aspirin, rhabdomyolisis agen antiplatelet Penggunaan sistemik dengan Ca antagonis
antikoagulan, dengan lomitapide, lainnya (misalnya bersamaan dengan imunosupresan (misalnya
antiplatelet, NSAID amiodarone, clopidogrel, aliskiren pada pasien (misalnya verapamil,
termasuk verapamil, diltiazem, dipyridamole), dengan diabetes ciclosporin, diltiazem) dapat
penghambat amlodipine, antikoagulan mellitus atau tacrolimus). menyebabkan
siklooksigenase 2 dronedarone, (misalnya heparin, gangguan ginjal Peningkatan penurunan
(COX-2), ranolazine, asam warfarin), dan (GFR <60 konsentrasi serum kontraktilitas otot
trombolitik, nikotinat (≥1 g setiap trombolitik. mL/min/1.73 m2). simvastatin. jantung dan
penghambat hari), daptomycin, Peningkatan risiko Peningkatan paparan penundaan konduksi
glikoprotein IIb/IIIa, fibrat (kecuali perdarahan dengan penghambat impuls
SSRI, penghambat fenofibrate), gastrointestinal atau enzim CYP3A4 atrioventrikular.
reuptake serotonin flukonazol, ulserasi dengan (misalnya Penggunaan
norepinefrin. Efek acipimox, dan NSAID lainnya, SSRI penghambat bersamaan dengan
antiplatelet dapat colchicine. (misalnya sertraline, protease, antijamur obat antihipertensi
dikurangi bila Peningkatan paroxetine), dan azol, eritromisin, yang bekerja secara
diberikan dengan konsentrasi serum kortikosteroid. diltiazem). sentral (misalnya
inhibitor CYP2C19 dengan elbasvir, Membalikkan efek Penurunan clonidine,
sedang atau kuat grazoprevir, dan agen uricosuric konsentrasi plasma methyldopa,
(misalnya ticagrelor. (misalnya probenecid, dengan penginduksi moxonidine,
esomeprazole, Peningkatan efek sulfinpyrazone). CYP3A4 (misalnya rilmenidine)
omeprazole, antikoagulan Dapat meningkatkan rifampisin). selanjutnya dapat
fluvoxamine, kumarin. Penurunan efek antidiabetes menurunkan tonus
moclobemide, konsentrasi serum (misalnya simpatis sentral
voriconazole, dengan rifampisin. sulfonilurea, insulin) (penurunan denyut
ticlopidine, Berpotensi Fatal: dan thiopental. jantung dan curah
carbamazepine, Peningkatan risiko Mengganggu ekskresi jantung,
efavirenz). Dapat miopati dan litium dan digoksin vasodilatasi). Efek
meningkatkan rhabdomyolysis ginjal, sehingga pada waktu
konsentrasi plasma dengan asam fusidic, meningkatkan konduksi
substrat CYP2C8 penghambat konsentrasi obat atrioventrikular
(misalnya CYP3A4 yang kuat dalam plasma. dapat diperkuat
repaglinide, (mis. gemfibrozil, Peningkatan ekskresi dengan agen
paclitaxel). dan danazol. dengan antasida. antidisritmia Kelas I

41
Penyerapan Dapat menurunkan (misalnya
mungkin tertunda efek diuretik disopyramide,
dan dikurangi oleh (misalnya quinidine) dan Kelas
agonis opioid spironolactone, III (misalnya
(misalnya morfin). furosemide) dan agen amiodaron). Dapat
antihipertensi meningkatkan waktu
(misalnya ACE konduksi
inhibitor, β-blocker). atrioventrikular dan
Dapat mengakibatkan risiko bradikardia
asidosis berat dan dengan obat
peningkatan toksisitas parasimpatomimetik
SSP dengan inhibitor . Dapat
anhidrase karbonat mengintensifkan
(misalnya efek penurun gula
acetazolamide). Dapat darah dari insulin
meningkatkan efek dan agen
nefrotoksik antidiabetes oral.
siklosporin dan Mengurangi denyut
tacrolimus. jantung dan
Meningkatkan meningkatkan waktu
konsentrasi plasma konduksi
zafirlukast. atrioventrikular
Mengurangi dengan glikosida
pengikatan fenitoin digitalis. Dapat
dan asam valproat ke melemahkan refleks
albumin serum, takikardia dan
menghasilkan meningkatkan risiko
peningkatan hipotensi dengan
konsentrasi bebas obat anestesi.
obat. Penggunaan NSAID dapat
bersamaan dengan mengurangi efek
metamizole atau hipotensi bisoprolol.
ibuprofen dapat Penggunaan
mengurangi efek bersama agen β-
kardioprotektif simpatomimetik
aspirin. Dapat (misalnya
meningkatkan efek isoprenalin,
merugikan atau toksik dobutamin) dan
dari vaksin yang bisoprolol dapat
mengandung virus mengurangi efek
varicella (terutama kedua agen tersebut.
risiko sindrom Reye), Dapat membuka
sulfonamid, dan kedok efek
vankomisin (terutama vasokonstriktor
ototoksisitas). yang dimediasi α-
Peningkatan tingkat adrenoseptor dari
penyerapan dengan simpatomimetik
metoclopramide dan yang mengaktifkan
domperidone. adrenoseptor β- dan
Berpotensi Fatal: α (misalnya
Meningkatkan norepinefrin,
toksisitas hematologis epinefrin) yang
metotreksat, terutama menyebabkan
bila digunakan pada peningkatan tekanan
dosis ≥15 mg setiap darah dan
minggu. memperburuk

43
klaudikasio
intermiten.
Meningkatkan risiko
hipotensi dengan
agen antihipertensi
lain (misalnya
antagonis Ca
dihidropiridin) dan
obat lain dengan
potensi penurun
tekanan darah
(misalnya TCA,
barbiturat,
fenotiazin).
Peningkatan risiko
bradikardia dengan
meflokuin.
Peningkatan efek
hipotensi dan risiko
krisis hipertensi
dengan MAOI
(kecuali penghambat
MAO-B).
Mengurangi waktu
paruh eliminasi
dengan rifampisin.
Dapat menyebabkan
penurunan aktivitas
simpatik yang
berlebihan dengan
obat-obatan yang
menguras
katekolamin
(misalnya reserpin,
guanethidine). β-
blocker topikal
(misalnya tetes mata
untuk pengobatan
glaukoma) dapat
menambah efek
sistemik bisoprolol.
Penggunaan
bersamaan dengan
moxisylyte dapat
menyebabkan
hipotensi postural
yang parah.

45
E. Uraian Obat
1. Clopidogrel

Tabel 3.4Uraian Clopidogrel

DESKRIPSI Nama Obat Clopidogrel


Sediaan 75 mg dan 300 mg
obat
Rumus
bangun

C24H20N6O3
Golongan Antikoagulan, antiplatelet, dan
fibrinolitik (trombolitik).
Mekanisme Clopidogrel bekerja dengan memblok
kerja reseptor adenosine difosfat (ADP)
sehingga
tidak terjadi aktivasi platelet dan
pembekuan darah
Farmakokinetik : onset tergantung dosis
Absorpsi : baik ikatan protein 98%
metabolisme melalui hati waktu paruh 13
jam waktu puncak dalam serum 2 jam
Eksresi 60% melalui urin dan 23%
melalui feses

2. Simvastatin

Tabel 3.1 Uraian Simvastatin

DESKRIPSI Nama Obat Simvastatin


Sediaan obat 10mg dan 20 mg
Rumus
bangun
C25H38O5
Golongan Statin
Mekanisme Menghambat secara kompetitif koenzim
kerja 3-hidroksi-3-metilglutaril (HMG CoA)
reduktase, yakni enzim yang berperan
pada sintesis kolesterol, terutama dalam
hati.
Absorpsi: Bioavailavailabilitas < 5%;
waktu untuk mencapai kadar puncak 4
jam; absorpsi 85%
Distribusi
Ikatan protein 95%
Metabolisme
Metabolisme ekstensif di hati melalui
CYP3A4 dan mengalami first pass
effect
Eliminasi
Ekskresi di ginjal 13%; Ekskresi di feses
60%;
3. Aptor

Tabel 3.6 Uraian Aptor


DESKRIPSI Nama Obat Acetylsalicylic Acid
Sediaan obat 100 mg
Rumus
bangun

C9H8O4
Golongan Antiinflamasi non steroid (NSAID)

47
Mekanisme Deskripsi: Aspirin adalah salisilat yang
kerja menunjukkan aktivitas analgesik,
antiinflamasi, dan antipiretik. Ini adalah
penghambat enzim siklooksigenase-1
dan 2 (COX-1 dan 2) yang tidak dapat
diubah, menghasilkan penghambatan
langsung biosintesis prostaglandin. Ini
menghambat agregasi trombosit melalui
asetilasi siklooksigenase trombosit,
sehingga secara ireversibel mencegah
pembentukan faktor agregasi trombosit
tromboksan A2.
Farmakokinetik:
Absorbsi: Diserap dengan cepat dan baik
dari saluran pencernaan (oral). Makanan
mengurangi tingkat tetapi tidak tingkat
penyerapan. Bioavailabilitas: 50-75%.
Waktu untuk mencapai konsentrasi
plasma puncak: Tab berlapis nonenterik:
Kira-kira 1-2 jam (20 menit saat
dikunyah); Tab berlapis enterik: 3-4 jam
(2 jam saat dikunyah).
Distribusi: Didistribusikan secara luas
dan mudah ke sebagian besar jaringan
dan cairan tubuh. Melewati plasenta dan
memasuki ASI. Volume distribusi: 10 L.
Pengikatan protein plasma: Aspirin:
33%. Salisilat: 90-95% (konsentrasi
<100 mcg/mL); 70-85% (konsentrasi
100-400 mcg/mL); 25-60% (konsentrasi
>400 mcg/mL).
Metabolisme: Sebagian dihidrolisis oleh
esterase di mukosa gastrointestinal
menjadi salisilat (aktif), yang kemudian
dikonjugasi di hati menjadi asam
salisilat, salisil fenolik glukuronida, asil
glukuronida salisilat, asam gentisat, dan
asam gentisurat.
Ekskresi: Melalui urin (75% sebagai
asam salisilat, 10% sebagai asam
salisilat, 10% sebagai fenolik
glukuronida, 5% sebagai asil
glukuronida). Waktu paruh eliminasi:
Aspirin: 15-20 menit (konsentrasi
plasma). Salisilat: Kira-kira 2-3 jam
(dosis 325 mg); 15-30 jam (dosis tinggi).
4. Irbesartan

Tabel 3.7 Uraian irbesartan


DESKRIPSI Nama Obat Irbesartan
Sediaan obat 150 mg
Rumus
bangun

C25H28N6O
Golongan Angiotensin Reseptor Bloker (ARB)
Mekanisme Irbesartan adalah antagonis reseptor
kerja angiotensin II. Ini memblokir efek
vasokonstriksi dan mensekresi
aldosteron dari angiotensin II dengan
mengikat secara selektif reseptor
angiotensin II reseptor tipe 1 (AT1).
Onset: 1-2 jam.
Durasi: >24 jam.
Farmakokinetik:
Absorbsi: Cepat dan sepenuhnya diserap
dari saluran pencernaan.
Bioavailabilitas: 60-80%. Waktu untuk
mencapai konsentrasi plasma puncak:
1,5-2 jam.
Distribusi: Volume distribusi: 53-93 L.
Pengikatan protein plasma: Kira-kira
96%.
Metabolisme: Dimetabolisme di hati
melalui konjugasi dan oksidasi
glukuronida; oksidasi terutama dimediasi
oleh isoenzim CYP2C9.
Ekskresi: Terutama melalui feses (80%);
urin (kira-kira 20%; <2% sebagai obat
yang tidak diubah). Waktu paruh
eliminasi terminal: Kira-kira 11-15 jam

49
5. Amlodipine

Tabel 3.8 Uraian Amlodipine


DESKRIPSI Nama Obat Amlodipine
Sediaan obat 5 mg dan 10 mg
Rumus
bangun

C20H25ClN2O5
Golongan Calcium Channel Blocker (CCB)
Mekanisme Amlodipine, penghambat saluran Ca
kerja dihydropyridine, mengurangi resistensi
pembuluh darah perifer dan tekanan
darah dengan merelaksasi otot polos
pembuluh darah koroner dan vasodilatasi
koroner melalui penghambatan
masuknya ion transmembran Ca ke
dalam otot polos jantung dan pembuluh
darah.
Onset: 24-48 jam.
Durasi: 24 jam.
Farmakokinetik:
Absorbsi: Diserap dengan baik dari
saluran pencernaan. Bioavailabilitas:
Kira-kira 60-65%. Waktu untuk
mencapai konsentrasi plasma puncak: 6-
12 jam.
Distribusi: Melewati plasenta dan
memasuki ASI. Volume distribusi: 21
L/kg. Pengikatan protein plasma: Kira-
kira 98%.
Metabolisme: Dimetabolisme secara luas
di hati menjadi metabolit tidak aktif.
Ekskresi: Melalui urin (60% sebagai
metabolit, 10% sebagai obat yang tidak
diubah). Waktu paruh eliminasi terminal:
35-50 jam.
6. Bisoprolol

Tabel 3.9 Uraian Bisoprolol


DESKRIPS Nama Bisoprolol
I Obat
Sediaan 2,5 mg dan 5 mg
obat
Rumus
bangun

C18H31NO4
Golongan Beta Bloker
Mekanism Bisoprolol adalah agen penyekat β1-
e kerja adrenoreseptor yang poten dan sangat
selektif dengan sedikit atau tanpa efek pada
reseptor β2 otot polos bronkus dan
pembuluh darah kecuali pada dosis tinggi
(≥20 mg). Mekanisme kerjanya dalam
pengobatan hipertensi belum sepenuhnya
ditetapkan tetapi mungkin terkait dengan
penurunan curah jantung, penghambatan
pelepasan renin oleh ginjal, dan penurunan
aliran simpatis dari pusat vasomotor di otak.
Dalam pengobatan angina, blokade reseptor
β1 mengurangi kerja jantung sehingga
mengurangi kebutuhan oksigen.
Onset: 1-2 jam.
Farmakokinetik:
Absorbsi: Cepat dan hampir sepenuhnya
diserap dari saluran pencernaan.
Bioavailabilitas: Kira-kira 90%. Waktu
untuk mencapai konsentrasi plasma puncak:
2-4 jam.
Distribusi: Didistribusikan secara luas di
dalam tubuh dengan konsentrasi tinggi di
jantung, hati, paru-paru, dan air liur.
Melintasi penghalang darah-otak. Volume
distribusi: 3,5 L/kg. Pengikatan protein

51
plasma: Kira-kira 30%.
Metabolisme: Dimetabolisme secara luas di
hati menjadi metabolit tidak aktif;
mengalami metabolisme lintas pertama yang
signifikan (sekitar 20%).
Ekskresi: Melalui urin (50% sebagai obat
yang tidak berubah; sisanya sebagai
metabolit tidak aktif); feses (<2%). Waktu
paruh eliminasi: 9-12 jam.
F. Analisis Interaksi obat

a. Interaksi Bisoprolol dengan Aspirin (Aptor)

 Menurut Drugbank.com

Menurut (Drugbank.com) (Moderate) Asam asetilsalisilat dapat

menurunkan aktivitas antihipertensi Bisoprolol. Obat antiinflamasi

nonsteroid (NSAID) dapat menghasilkan vasokonstriksi yang

menyebabkan peningkatan tekanan darah. Hal ini dapat meningkatkan

risiko hipertensi pada mereka yang diobati dengan anti-hipertensi beta-

blocker

 Menurut Drug.com

Aspirin dosis tinggi dapat menumpulkan efek antihipertensi beta-

blocker. Mekanisme yang diusulkan adalah penghambatan sintesis

prostaglandin.Aspirin dosis rendah tampaknya tidak mempengaruhi

tekanan darah. Selain itu, beta-blocker dapat memberikan efek antiplatelet,


yang dapat menambah efek beberapa salisilat. Metoprolol juga dapat

meningkatkan penyerapan aspirin dan/atau konsentrasi plasma salisilat;

Namun, signifikansi klinis dari efek ini tidak diketahui. Data telah

bertentangan. Sampai informasi lebih lanjut tersedia, pasien yang

memerlukan terapi bersamaan harus dipantau untuk respon antihipertensi

yang berubah setiap kali salisilat diperkenalkan atau dihentikan, atau

ketika dosisnya diubah


 Menurut (Medscape.2023)

Aspirin menurunkan efek Bisoprolol dengan antagonisme

farmakodinamik.Penggunaan NSAID jangka panjang (>1 minggu).NSAID

menurunkan sintesis prostaglandin.

Manajemen Interaksi : penggunaan bisoprolol dan aspirin dosis tinggi

dapat menyebabkan terjadinya interaksi antagonis dimana aspirin dosis tinggi

dapat menurukan efek bisoprolol dalam menurunkan tekananan darah, sehingga

terkait dengan penggunaan aspirin harus memperhatikan dosis yang digunakan,

penggunaan dosis rendah tidak menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan


darah (Drug.com).

b. Interaksi Amlodipine dengan clopidogrel

 Menurut Drugbank.com

Kemanjuran terapeutik Clopidogrel dapat menurun bila digunakan

dalam kombinasi dengan Amlodipine.Penghambat saluran kalsium

diketahui menghambat CYP3A4. Clopidogrel diaktifkan oleh enzim

CYP3A4. Oleh karena itu, penggunaan bersama clopidogrel dan calcium

channel blocker menyebabkan penurunan penghambatan trombosit oleh

clopidogrel karena kurangnya aktivasi obat

Manajemen Interaksi : Penggunaan Amlodipine dan clopidogrel

dapat menrunkan efek terapi clopidogrel sehingga perlu dilakukan

manajemen interaksi dengan pemantauan efek atau respon clopidogrel

(Stockley, 2008; Lexicomp, 2018).

c. Interaksi Irbesartan dengan aspirin

 Menurut Drugbank.com

Risiko atau tingkat keparahan gagal ginjal, hiperkalemia, dan

hipertensi dapat meningkat bila Irbesartan dikombinasikan dengan asam

53
asetilsalisilat. Agen antiinflamasi nonsteroid (NSAID) menghasilkan

vasokonstriksi, terutama ketika sistem renin-angiotensin dihambat. Ini

dapat meningkatkan tekanan darah dan menyebabkan disfungsi ginjal atau

cedera ginjal akut. Disfungsi ginjal ini dapat mengakibatkan peningkatan

retensi kalium dan akhirnya hyperkalemia.

 Menurut Drug.com

Menggabungkan obat ini dapat mengurangi efek irbesartan dalam

menurunkan tekanan darah. Selain itu, obat-obatan ini dapat memengaruhi

fungsi ginjal anda, terutama jika sering digunakan bersama atau secara
kronis

 Menurut (Medscape.2023)

Irbesartan dan aspirin. Aspirin menurunkan efek Irbesartan dengan

antagonisme farmakodinamik. NSAID menurunkan sintesis prostaglandin

ginjal vasodilatasi, dan dengan demikian mempengaruhi homeostasis

cairan dan dapat mengurangi efek antihipertensi.

Manajemen Interaksi : Penggunaan NSAIDs dapat melemahkan

efek dari antihipertensi (irbesartan) sehingga manajemen untuk mengatasi

interaksi tersebut adalah dengan melakukan pemantauan terhadap tekanan

darah (Stockley, 2008; Lexicomp, 2018).

d. Interaksi Amlodipine dengan Aspirin

 Menurut Drugbank.com

Metabolisme asam asetilsalisilat dapat menurun bila

dikombinasikan dengan Amlodipine. Obat subjek diketahui sebagai

penghambat CYP2C9 sementara obat yang terpengaruh dilaporkan

dimetabolisme oleh CYP2C9. Pemberian bersamaan dengan agen ini dapat

menyebabkan peningkatan konsentrasi serum dari obat yang terkena akibat


penurunan metabolisme oleh CYP2C9, yang dapat mengakibatkan

peningkatan insiden dan/atau keparahan efek samping yang terkait dengan

obat yang terkena.

 Menurut Drug.com

Kombinasi tersebut dapat menyebabkan tekanan darah Anda

meningkat. Anda mungkin memerlukan penyesuaian dosis atau tekanan

darah Anda diperiksa lebih sering. Juga, jika Anda sudah menggunakan

kombinasi dan berhenti minum aspirin, tekanan darah Anda bisa turun.

Penting untuk memberi tahu dokter anda tentang semua obat lain yang
anda gunakan, termasuk vitamin dan herbal. Jangan berhenti

menggunakan obat apa pun tanpa terlebih dahulu berbicara dengan dokter

anda.

Manajemen Interaksi : Penggunaan Aspirin dan Amlodipine dapat

digunakan secara bersamaan asalkan tidak ada reaksi alergi dan efek

samping lainnya. Selain itu harus perlu dilakukan control pada dokter

untuk memeriksa keadaan penderita. Serta jangan menambahkan atau

mengurangi dosis obat tanpa saran dari dokter. Selain itu perlu dilakukan

pemantauan tekanan darah (Stockley, 2008; Lexicomp, 2018).

e. Interakasi Irbesartan dan Bisoprolol

 Menurut Drugbank.com

Bisoprolol dapat meningkatkan aktivitas hipotensi Irbesartan.

Meskipun banyak pasien yang didiagnosis dengan hipertensi kemungkinan

diresepkan dan menggunakan beberapa obat antihipertensi sekaligus untuk

mempertahankan tekanan darah yang sehat, fakta bahwa penggunaan

kombinasi obat antihipertensi dapat mengakibatkan penurunan tekanan

55
darah sinergis dan aditif secara alami meningkatkan risiko potensi

hipotensi berat.

 Menurut Medscape.2023

Ibesartan dan bisoprolol keduanya meningkatkan kalium

serum.Gunakan perhatian/Monitor. Meningkatkan toksisitas yang lain

dengan lainnya. Dapat menyebabkan penuruan fungsi ginjal, terutama

pada orang lanjut usia.

Manajemen Interaksi : Penggunaan obat antihipertensi secara

bersamaan dapat menyebabkan terjadinya hipotensi oleh karena itu terkait


dengan manajemen interaksi perlu dilakukan pemantauan terapi obat

dengan pemantauan pada tekanan darah sehingga dapat mempertahankan

tekanan darah pada pasien (Drugbank.com)

f. Interaksi Amlodipine dengan Simvastatin

 Menurut Drugbank.com

Konsentrasi serum Simvastatin dapat ditingkatkan bila

dikombinasikan dengan Amlodipine.Informasi resep FDA untuk

simvastatin menyarankan bahwa dosis tidak boleh melebihi 20 mg per hari

jika digunakan bersamaan dengan amlodipine. Selama uji klinis,

pemberian simvastatin 80mg dosis tunggal pada akhir rejimen 10 hari

amlodipine 10mg menghasilkan 77% peningkatan AUC simvastatin dan

peningkatan Cmax 47%. Interaksi ini kemungkinan terjadi melalui

penghambatan CYP3A4 karena simvastatin dan amlodipine adalah

substrat dari enzim ini. Karena peningkatan paparan statin, terapi

bersamaan dapat menyebabkan peningkatan risiko reaksi merugikan

terkait statin termasuk miopati dan rhabdomyolysis. Sebuah studi kohort

berbasis populasi dari 32.801 pasien menunjukkan peningkatan risiko efek


samping setelah resep bersama statin yang dimetabolisme CYP3A4 dan

penghambat saluran kalsium yang menghambat 3A4. Pasien yang

menerima statin yang dimetabolisme CYP3A4 memiliki risiko cedera

ginjal akut, hiperkalemia, infark miokard akut, dan stroke iskemik akut

yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan mereka yang menerima

statin yang tidak dimetabolisme CYP3A4.

 Menurut Drug.com

Menggabungkan obat-obatan ini dapat secara signifikan

meningkatkan kadar simvastatin dalam darah. Hal ini dapat meningkatkan


risiko efek samping seperti kerusakan hati dan kondisi langka namun

serius yang disebut rhabdomyolysis yang melibatkan kerusakan jaringan

otot rangka.Dalam beberapa kasus, rhabdomyolysis dapat menyebabkan

kerusakan ginjal bahkan kematian. Anda mungkin memerlukan

penyesuaian dosis atau pemantauan yang lebih sering oleh dokter Anda

untuk menggunakan kedua obat dengan aman, atau dokter Anda mungkin

meresepkan obat alternatif yang tidak berinteraksi.Beri tahu dokter Anda

segera jika Anda mengalami nyeri otot, nyeri tekan, atau kelemahan yang

tidak dapat dijelaskan selama pengobatan dengan simvastatin atau obat

serupa, terutama jika gejala ini disertai dengan demam atau urin berwarna

gelap.

 Menurut (Medscape.2023)

Hati-hati terhadap potensi risiko kombinasi, potensi peningkatan

miopati/Rhabdomyolisis. Batasi dosis simvastatin hingga tidak lebih dari

20 mg/hari bila digunakan bersamaan.

Manajemen Interaksi : Gunakan obat alternative lain, sebisa

mungkin hindari kombinasi ini, atau jika benar-benar harus menggunakan

57
terapi maka dosis simvastatin tidak boleh melebihi 20 mg setiap hari bila

digunakan dalam kombinasi dengan amlodipine, dan perlu adanya

penyesuaian dosis atau pemantauan lebih sering untuk keamanan

menggunakan kedua obat (Stokley, 2008) (Drug.com).

g. Interkasi Bisoprolol dengan Amlodipin

 Menurut (Medscape.2023)

Meningkatkan efek yang lain dengan sinergi Farmakodinamik.

Gunakan perhatian/monitor. Kedua obat tersebut menurunkan tekanakan

darah.
Manajemen Interaksi : Interaksi antara Bisoprolol dan Amlodipin

terjadi secara farmakodinamika bla digunakan secara bersamaan dapat

menghambat metabolism oksidatif beta bloker dan efek farmakologi aditif

dengan penurunan Blood Pressure dan detak jantung. Sehingga

penggunaan obat ini secara bersamaan harus dihindari dan perlu dilakukan

pemantauan terapi (Dasopang, 2014).

G. Penyiapan, pembuatan dan pengemasan obat


a. Melakukan proses penyiapan obat sesuai dengan permintaan pada resep

b. Menghitung jumlah atau kebutuhan obat sesuai dengan resep

c. Mengambil obat yang dibutuhkan pad arak penyimpanan dengan


memperhatikan nama obat, tanggal kadaluarsa dan keadaan fisik obat

d. Diberi etiketputih yang memuatnomor resep, tanggalpenyiapan


obat,nama pasien dan aturan pakai serta kegunaan obat

e. Memasukkan obat kedalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat
yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan penggunaan yang salah
Gambar 3.2 Penyiapan Obat

H. Etiket dan Copy Resep

59
Gambar 3.3 Etiket dan Copy Resep

I. Penyerahan Obat
Setelah obat disiapkan, diracik dan dikemas, selanjutnya diserahkan
kepada pasien/keluarga pasien yang mengambil obat. Namun terlebih dahulu
dilakukan pengecekan kembali atau double check untuk menyesuaikan antara obat
yang disiapkan dengan resep. Berdasarkan Permenkes No. 73 (2016) tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek, saat akan dilakukan penyerahan obat
maka disertai pelayanan informasi obat (PIO) oleh apoteker. Informasi yang
diberikan kepada pasien berupa :
a. Pasien ataupun keluarganya yang diberikan informasi bahwa
penggunaan obat ini harus sesuai dengan aturan pakai dan jangan
diminum lebih dari dosis yang dianjurkan.
b. Pada resep pertama yaitu clopidogrel, saat diberikan obat ini kepada
pasien hal yang disampaikan kepada pasien yaitu kegunaan obat
sebagai pengecer darah dan aturan pakai diminum 1 kali sehari pada
siang hari setelah makan.
c. Pada resep kedua yaitu simvastatin, saat diberikan obat ini kepada
pasien hal yang disampaikan kepada pasien yaitu kegunaan obat
sebagai obat kolesterol dan aturan pakai diminum 1 kali sehari pada
malam hari.
d. Pada resep ketiga yaitu aptor, saat diberikan obat ini kepada pasien hal
yang perlu disampaikan kepada pasien yaitu kegunaan obat pencegah
penggumpalan darah dan aturan pakai diminum 1 kali sehari pada siang
hari setelah makan.
e. Pada resep keempat yaitu irbesartan, saat diberikan obat ini kepada
pasien hal yang perlu disampaikan kepada pasien yaitu kegunaan obat
tekanan darah dan aturan pakai diminum 1 kali sehari.
f. Pada resep kelima yaitu amlodipine, saat diberikan obat ini kepada
pasien hal yang perlu disampaikan kepada pasien yaitu kegunaan obat
tekanan darah dan aturan pakai diminum 1 kali sehari.
g. Pada resep keenam yaitu bisoprolol, saat diberikan obat ini kepada
pasien hal yang perlu disampaikan kepada pasien yaitu kegunaan obat
tekanan darah dan aturan pakai diminum 1 kali sehari.
h. Obat-obat tersebut disimpan pada suhu ruangan (15-30°C), terlindung
dari cahaya matahari langsung, terhindar dari jangkauan anak-anak.

Apabila terjadi reaksi efek samping berlebih atau gejala yang tidak kunjung
mereda dapat segera menghubungi dokter atau apoteker untuk penangan lebih
lanjut.

61
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil skrining resep ditemukan adanya ketidaksesuaian

dalam penulisan resep menurut PERMENKES RI NO 35 Tahun 2014

tentang Standar Pelayan Kefarmasian di Apotek. Berdasarkan pengkajian

pada resep tersebut didapatkan beberapa hal yang tidak memenuhi

kriteria terutama pada skrining administratif resep berupa alamat


pasien,jenis kelamin pasien dan berat badan pasien. Data ini perlu untuk

dilengkapi untuk meminimalisir terjadi kesalahan atau kekeliruan dalam

membaca resep. Dan ditemukan adanya interaksi obat di dalam resep

tersebut. Maka dari itu perlu ditinjau kembali obat yang diberikan pada

pasien hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya efek yang tidak

diinginkan.

B. Saran

Sebagai seorang farmasis dalam melalukan pelayanan resep

pentingnya melakukan pengkajian resep terutama resep yang memiliki

recipe lebih dari 5 item obat untuk mengetahui adanya interaksi obat dan

waktu minum obat yang tepat dan perlu ditingkatkan komunikasi antara

apoteker dengan dokter dalam menentukan terapi untuk mencegah

terjadinya interaksi obat.


DAFTAR PUSTAKA

Astiti PMA, Mukaddas A, Illah SA. Identifikasi Drug Related Problems


(DRPs) Pada Pasien Pediatri Pneumonia Komunitas di Instalasi
Rawat Inap RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah.J Farm Galen
(Galenika J Pharmacy). 2017;3(1):57–63.
Chabib, M. N. dkk.(2020). Karakteristik Individu dan Lingkungan Kerja
serta Pengaruhnya terhadap Kepuasan Kerja Karyawan. Jombang:
LPPM Universitas KH. A. Wahab Hasbullah.
Dasopang, E.S., Harahap, U., & Lindarto, D., 2015, Polifarmasi dan
Interaksi. Obat Pasien Usia Lanjut Rawat Jalan dengan Penyakit
Metabolik, Jurnal. Farmasi Vol. 4 No. 4
Drugbank (2023). Drugbank: https:://www.drugbank.ca/ [online]. Diakses
pada. Maret 2023.
Drugs.com, 2023, Prescription Drug Information, Interactions & Side
Effects,. Terdapat di:
https://www.drugs.com/drug_interactions.html [Diakses pada.
Maret 2023]
Ikatan Apoteker Indonesia. 2019 ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia,
Volume 51. Jakarta: PT ISFI Penerbitan
Kemenkes. 2014. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor Hk.02.02/Menkes/413/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Sumpah/Janji Apoteker. Menteri Kesehatan Indonesia : Jakarta
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2019, Petunjuk Teknis
Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek, Jakarta
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1332/Menkes/Sk/X/2002 Tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek
KementerianKesehatanRepublikIndonesia.2020.PetunjukTeknisStandarPe
layanan Kefarmasian diApotek.Jakarta : Kemenkes RI.
Medscape.com, 2023, Drug Interaction Checker, Terdapat di:
https://reference.medscape.com/drug-interactionchecker [Diakses
pada Maret 2023]
MIMS.2023.www.mims.comdiaksespadaMaret2023.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 14, 2021,
Standar Kegiatan Usaha Dan Produk Pada Penyelenggaraan
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan, Jakarta.

63
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Menkes RI:
Jakarta.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Menkes RI:
Jakarta
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017
tentang Apotek.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51, 2009, Pekerjaan
Kefarmasian, Jakarta. Pusat Informasi Obat Nasional (PIO Nas) –
Pedoman Umum
Stockley, 2008.Stockley’s Drug Interaction, 8th Edition. Pharmaceutical
Press., London.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan
WHO.(2020). The ten Star Pharmacist. World Health Organization
LAMPIRAN

Lampiran 1 Struktur Organisasi Kimia Farma Tbk

65
Lampiran 2 Struktur Organisasi Kimia Farma Apotek Unit Makassar
Lampiran 3 Struktur Organisasi Apotek
Kimia Farma 502 Pettarani

PHARMACY MANAGER
Apt. Mabrur Ridwan, S.Farm

APOTEKER
Apt. Rr Retno W Pratiwi,
S.Farm
Apt. Suryani, S.Si

TENAGA TEKNIK SPG


KEFARMASIAN
Nur Alim Akbar, A.Md. Farm
Wahyu Alfanhadi, A. Md. Farm
Sri Wahida, S.Farm
Indrawati Palute, S.Farm

67
Lampiran 4 Form Surat Pesanan Narkotika (Peraturan Menteri Kesehatan,
No. 3 2015)
Lampiran 5. Form Surat Pesanan Psikotropika

69
Lampiran 6. Form Surat Pesanan Prekursor (Peraturan Menteri Kesehatan,
No.3, 2015)
Lampiran 7. Salinan Resep

71
Lampiran 8. Dokumentasi Rak/Gondola/Lemari Penyimpanan Obat di
Ruang penyimpanan
Lampiran 9. Lemari Penyimpanan Obat-obatan
Narkotik dan Psikotropika

73
Lampiran 10. Dokumentasi Kegiatan PKPA Apotek di Apotek Kimia Farma
502 Pettarani
75

Anda mungkin juga menyukai