Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


DI APOTEK PENDIDIKAN SANATA DHARMA YOGYAKARTA
PERIODE 1 JULI -31 AGUSTUS 2017

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Apoteker (Apt.)
Program Studi Profesi Apoteker

Disusun oleh:
Albertin Gilang Kristanti, S. Farm 168115150
Albertus Ivan Brilian, S. Farm 168115151

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017

i
ii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
kasih, berkat, dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir laporan yang berjudul “LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI
APOTEKER DI APOTEK PENDIDIKAN SANATA DHARMA PERIODE 1 Juli-
31 Agustus 2017”. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Apoteker (Apt.) di Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama proses PKPA hingga penyelesaian
laporan ini, penulis telah mendapatkan bantuan, dukungan, semangat, saran dan
kritik dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:

1. Ibu Aris Widayati, Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, Apt., M.Kes., Ph.D., Apt selaku Ketua
Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma dan selaku dosen pembimbing internal praktek kerja atas
bimbingan, arahan dan masukan selama praktek kerja.
3. Ibu Sri Siwi Rahayu, S.Si., Apt., selaku APA sekaligus pembimbing PKPA
di Apotek Pendidikan Sanata Dharma atas diskusi dan banyak pengarahan
yang diberikan selama proses PKPA.
4. Ibu Bernadetta Wenni Sukma W., S.Farm., Apt., selaku Apoteker
Pendamping Apotek Pendidikan Sanata Dharma yang telah memberikan
banyak pengarahan selama proses PKPA.
5. Bapak F.X. Budianto, selaku karyawan bagian administrasi Apotek
pendidikan Sanata Dharma atas kerjasama dan bantuannya selama proses
PKPA.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak


kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Yogyakarta, Januari 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN .............................................................. ii
PRAKATA ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................v
BAB 1. PENDAHULUAN ....................................................................1
A. Latar Belakang ...........................................................................1
B. Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker .....................................2
C. Manfaat Praktek Kerja Profesi Apoteker ...................................2
BAB II. TINJAUAN UMUM APOTEK ...............................................3
A. Aspek Legalitas Organisasi........................................................3
B. Aspek Bisnis ............................................................................11
C. Aspek Pengelolaan Sumber Daya ............................................15
D. Aspek Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care) ..............19
E. Aspek Pelayanan Kefarmasian ................................................20
F. Evaluasi ....................................................................................27
BAB III. PEMBAHASAN ...................................................................30
A. Aspek Legalitas dan Organisasi ...............................................30
B. Aspek Bisnis ............................................................................32
C. Aspek Pengelolaan Sumber Daya ............................................38
D. Aspek Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care) ..............42
E. Aspek Pelayanan Kefarmasian ................................................44
F. Evaluasi ....................................................................................50
BAB IV. KESIMPULAN dan SARAN ...............................................53
A. Kesimpulan ..............................................................................53
B. Saran ........................................................................................53
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................54
LAMPIRAN .........................................................................................55

iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Ilustrasi Struktur Organisasi Apotek ..................................11
Gambar 2. Tanda Khusus Obat Keras..................................................23
Gambar 3. Tanda Khusus Obat Narkotika dan Psikotropika ...............25
Gambar 4. Struktur Organisasi Apotek Sanata Dharma ......................33

v
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
DI APOTEK PENDIDIKAN SANATA DHARMA YOGYAKARTA
PERIODE 1 JULI -31 AGUSTUS 2017

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Apoteker (Apt.)
Program Studi Profesi Apoteker

Disusun oleh:
Albertin Gilang Kristanti, S. Farm 168115150
Albertus Ivan Brilian, S. Farm 168115151

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu
mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Apotek
juga merupakan salah satu sarana bagi seorang profesi apoteker untuk menjalankan
pelayanan kefarmasian sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) merupakan suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien dengan tujuan mencapai hasil yang
pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Permenkes RI, 2016). Pelayanan
kefarmasian yang dilakukan oleh seorang Apoteker sebagai penanggung jawab di
apotek yaitu mengelola persediaan farmasi dan melakukan pelayanan farmasi
klinik. Seiring dengan perubahan zaman, pelayanan kefarmasian mengalami
pergeseran paradigma dari pelayanan berbasis produk (drug oriented) ke arah
pelayanan berbasis pasien (patient oriented). Paradigma patient oriented mengacu
pada pelayanan kefarmasian yang menjadikan pasien sebagai fokus utama
pelayanan apoteker. Dalam pelayanan patient oriented, seorang apoteker dituntut
untuk memiliki keterampilan, pengetahuan, dan keahlian mengenai farmasi klinik,
seperti pengkajian resep, pelayanan informasi obat, pemberian pelayanan
kefarmasian ke rumah-rumah pasien, pemantauan penggunaan obat, atau
monitoring efek samping obat.
Selain pelayanan farmasi klinik, apoteker juga harus mampu mengelola
sediaan farmasi yang meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pemusnahan, pengendalian, pencatatan, dan pelaporan. Aspek bisnis dan
pengelolaan sumber daya menjadi salah satu pengetahuan yang harus dimiliki oleh
apoteker sehingga peran apoteker sebagai penyalur perbekalan farmasi ke
masyarakat dapat terpenuhi dengan baik.
Melihat banyaknya tuntutan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan
oleh seorang calon apoteker, Institusi Pendidikan Profesi Apoteker melakukan
kegiatan berupa Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di apotek selama 2 bulan.
Apotek Sanata Dharma merupakan salah satu apotek pilihan tempat dilakukannya

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 1


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

PKPA. Melalui PKPA di Apotek Sanata Dharma diharapkan para calon apoteker
dapat meningkatkan wawasan, pengetahuan, dan keterampilan dalam melakukan
pengelolaan sediaan farmasi dan pelayanan pasien di apotek secara profesional
yang sesuai dengan kode etik profesi dan perundang-undangan yang berlaku.

B. Tujuan
1. Meningkatkan pemahaman mengenai peran, fungsi, dan tanggung jawab
Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di apotek.
2. Meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman praktis
untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek.
3. Mempunyai kesempatan untuk melihat dan mempelajari strategi dan
pengembangan apotek.
4. Mempersiapkan diri dalam memasuki dunia kerja di apotek.
5. Memperoleh gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian di
apotek.

C. Manfaat PKPA
1. Mengetahui dan memahami tugas dan tanggung jawab apoteker dalam
mengelola apotek.
2. Memperoleh pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di apotek.
3. Memperoleh pengetahuan manajemen praktis di apotek.
4. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi apoteker yang profesional di
apotek.

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 2


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

BAB II
TINJAUAN UMUM APOTEK
A. Aspek Legalitas Organisasi
1. Peraturan Perundang-Undangan yang Terkait dengan Apotek
Terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait apotek,
diantaranya adalah :
a. Undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentangKesehatan
(menggantikan Undang-undang Republik Indonesia No. 23tahun 1992).
b. UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
c. UU RI No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.
d. UU RI No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian (mencabut Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1965 tentang
Apotek, Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980, dan Peraturan Pemerintah No.
41 tahun 1990).
f. Permenkes RI No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek.
g. Permenkes RI No. 5 tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan
dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor.
h. Permenkes RI No. 889 tahun 2011 tentang Registrasi, Izin Parktik, dan Izin
Kerja Tenaga Kefarmasian.
i. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1332/MENKES/SK/X/2002 (mengubah Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993) tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek.
j. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
k. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1176 tahun 1999 tentang Daftar Obat
Wajib Apotek No. 3.
l. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 924 tahun 1993 tentang Daftar Obat Wajib
Apotek No. 2.

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 3


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

m. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 347 tahun 1990 tentang Obat Wajib
Apotek
n. Keputusan Kongres Nasional XVII ISFI No. 006/KONGRESXVIII/ISFI/2009
tentang Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia.
Menurut Permenkes RI No.73 tahun 2016 mengenai standar pelayanan
kefarmasian di apotek, yang dimaksud dengan apotek adalah sarana pelayanan
kefarmasian tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian oleh apoteker. Menurut UU
Kesehatan No.36 tahun 2009 meliputi pembuatan dan pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan
obat, bahan obat dan obat tradisional.
Berdasarkan Permenkes RI No.31 tahun 2016 mengenai registrasi, izin
praktik dan izin kerja tenaga kefarmasian, menyebutkan bahwa setiap tenaga
kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat
izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat izin yang dimaksud adalah
SIPA bagi Apoteker; atau SIPTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian.
1. SIPA bagi Apoteker di fasilitas kefarmasian hanya diberikan untuk 1 (satu)
tempat fasilitas kefarmasian.
2. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) SIPA bagi
Apoteker di fasilitas pelayanan kefarmasian dapat diberikan untuk paling banyak
3 (tiga) tempat fasilitas pelayanan kefarmasian.
3. Dalam hal Apoteker telah memiliki Surat Izin Apotek, maka Apoteker yang
bersangkutan hanya dapat memiliki 2 (dua) SIPA pada fasilitas pelayanan
kefarmasian lain.
4. SIPTTK dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas
kefarmasian.
SIPA atau SIPTTK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 diberikan oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang
berwenang di kabupaten/kota tempat Tenaga Kefarmasian menjalankan praktiknya.

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 4


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

2. Sumpah Kode Etik Profesi Farmasis/Apoteker Terkait Bidang Farmasi


Perapotekan
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan. Seorang Apoteker dalam menjalankan profesinya
dan akan bertanggungjawab dalam penyelenggaraan praktik kefarmasian, maka
harus mengucapkan sumpah menurut tata cara agama yang dipeluknya atau
mengucapkan janji yang diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi Farmasi di
Indonesia yang meluluskan tenaga profesi apoteker tersebut. Pelaksanaan
pengambilan sumpah/janji Apoteker dilakukan dalam bentuk sidang terbuka yang
diselenggarakan tersendiri dengan mengenakan jas profesi apoteker.
Menurut Kepmenkes No.413 Tahun 2014 tentang tatacara pelaksanaan
sumpah janji apoteker, ucapan sumpah dimulai dengan kata-kata “Demi Allah saya
bersumpah” bagi mereka yang beragama Islam, dan sumpah untuk mereka yang
Bergama lain kata-kata “Demi Allah” disesuaikan dengan tatacara masing-masing
agama. Bunyi sumpah apoteker :
1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan
terutama dalam bidang Kesehatan;
2. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya
dan keilmuan saya sebagai Apoteker;
3. Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan kefarmasian
saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan;
4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian;
5. Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berikhtiar dengan sungguh-
sungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan,
kesukuan, politik kepartaian, atau kedudukan sosial;
6. Saya ikrarkan Sumpah/Janji*) ini dengan sungguh-sungguh dan dengan penuh
keinsyafan.”
Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya
serta dalam mengamalkan keahliannya dan menjalankan pengabdiannya harus
senantiasa berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker. Dalam menjalankan

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 5


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

prakteknya, seorang Apoteker diikat oleh sebuah kode etik yang mengatur
bagaimana Apoteker bertindak dan berprilaku serta menentukan batasan-batasan
moral dari Apoteker. Kode etik farmasis merupakan salah satu pedoman untuk
membatasi, mengatur, dan sebagai petunjuk bagi farmasis dalam menjalankan
profesinya secara baik dan benar serta tidak melakukan perbuatan tercela (Hartini
dan Sulasmono, 2007). Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian
profesinya berpedoman pada satu ikatan moral yaitu :
a) Kewajiban umum
1) Seorang Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan
sumpah/janji Apoteker.
2) Seorang Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan
mengamalkan kode etik Apoteker Indonesia.
3) Seorang Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai
kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang
teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.
4) Seorang Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang
kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
5) Di dalam menjalankan tugasnya seorang Apoteker harus menjauhkan diri dari
usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat
dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.
6) Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi
orang lain.
7) Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
8) Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-
undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan bidang farmasi pada
khususnya.
b) Kewajiban Apoteker terhadap pasien
Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus
mengutamakan kepentingan masyarakat menghormati hak asasi pasien dan
melindungi makhluk hidup insani.

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 6


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

c) Kewajiban Apoteker terhadap teman sejawat


1) Seorang Apoteker harus memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia
sendiri ingin diperlakukan.
2) Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati
untuk mematuhi ketentuan-ketentuan kode etik.
3) Seorang Apoteker harus mempergunakan seorang kesempatan untuk
meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara
keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling
mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.
d) Kewajiban Apoteker terhadap teman sejawat petugas kesehatan lainnya
1) Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk
membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai,
menghargai, dan menghormati sejawat petugas kesehatan lain.
2) Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan
yang dapat mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya kepercayaan
masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lain.
(Hartini dan Sulasmono, 2007).

3. Tatacara Perizinan Pendirian Apotek dan Studi Kelayakan


Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002
yang mengubah Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/2002
mengenai tatacara pemberian izin apotek, dituliskan bahwa pemberian izin apotek
diberikan oleh menteri yang wewenangnya dilimpahkan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/ Kota. Perizinan apotek berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 7 dan pasal 9 adalah sebagai
berikut :
a) Permohonan izin apotek ditujukan kepada Kepala DinKes Kebupaten/Kota
dengan menggunakan contoh formulir model APT-1 (formulir pengajuan ijin
dari Apoteker ke Dinkes Kab/Kota).
b) Dengan menggunakan formulir APT-2 (permohonan pemeriksaan dari DinKes
Kab/Kota kepada Balai POM untuk melakukan pemeriksaanke calon apotek),

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 7


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Kepala DinKes Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 hari kerja setelah


menerima permohonan, dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai
POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk
melakukan kegiatan.
c) Selambat-lambatnya 6 hari setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala
DinKes Kabupaten/Kota, Tim DinKes Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM
melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh formulir
APT-3 (laporan hasil pemeriksaan Balai POM kepada Dinkes Kab/Kota).
d) Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dan 3 tidak
dilaksanakan, Apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap
melakukan kegiatan kepada Kepala DinKes Kabupaten/Kota setempat dengan
tembusan kepada Kepala DinKes Propinsi menggunakan contoh formulir APT-
4 (surat pernyataan siap melakukan kegiatan).
e) Dalam jangka waktu 12 hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 atau pernyataan yang dimaksud dalam ayat
4, Kepala DinKes Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek
(SIA) dengan menggunakan contoh formulir APT-5 (surat ijin apotek (SIA).
f) Dalam hal pemeriksaan tim DinKes Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM
dimaksud ayat 3 masih belum memenuhi syarat, Kepala DinKes
Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 hari kerja mengeluarkan Surat
Penundaan dengan menggunakan contoh formulir APT-6 (surat penundaan).
g) Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 6, Apoteker
diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal penundaan.
Kemudian apabila permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi
persyaratan dimaksud pasal 5 dan atau pasal 6, atau lokasi apotek tidak sesuai
dengan permohonan, maka Kepala DinKes Kabupaten/ Kota setempat dalam
jangka waktu selambat-lambatnya 12 hari kerja
h) Wajib mengeluarkan surat penolakan serta dengan alasan-alasannya dengan
mempergunakan contoh formulir model APT-7 (surat penolakan) (pasal 9).

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 8


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor Tahun 2008 tentang


perizinan dibidang kesehatan, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh Apoteker
dalam permohonan izin pendirian apotek yang diajukan kepada Dinas Kesehatan
adalah sebagai berikut:
a) Setiap Apoteker atau Apoteker yang bekerjasama dengan pemilik sarana yang
penyelenggarakan apotek wajib memiliki Izin Apotek.
b) Izin Apotek berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperbaharui. Syarat-syarat
yang harus dipenuhi untuk memperoleh izin apotek:
 Akte PT/CV bila PSA merupakan Badan Hukum
 Akte perjanjian kerjasama antara APA (Apoteker Pengelola Apotek) dan
PSA (Pemilik Sarana Apotek)
 Daftar alat perlengkapan apotek dan daftar OGB
 Foto Copy Izin Gangguan (HO)
 Foto Copy KTP Pemohon / Pemilik
 Foto Copy KTP pemegang kuasa (jika dikuasakan)
 Hasil pemeriksaan kualitas air dari laboratorium Dinas Kesehatan Kab.
Sleman
 Perlengkapan administrasi (Form Laporan, Etiket) SK berhenti bekerja dari
tempat terakhir Apoteker/Asisten Apoteker (bila sudah bekerja) atau Surat
Lolos butuh bila dari luar Provinsi
 Salinan SIK dan foto copy ijazah Apoteker dan Asisten Apoteker /Aping
 Salinan/Foto Copy Denah Bangunan dan Peta lokasi
 Salinan/Foto Copy Surat Izin Kerja/SP Apoteker
 Surat Permohonan
 Surat Pernyataan AA/Aping tidak bekerja di apotek/perusahaan farmasi lain
(bermaterai Rp 6.000)
 Surat Rekomendasi Pendirian Apotek dari Dinas Kesehatan (Untuk
Perizinan baru)
 Surat Rekomendasi dari IAI

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 9


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

 Surat izin atasan langsung bila pemohon PNS/ABRI atau instansi lain Surat
kuasa bermaterai Rp 6.000,- atau Surat Tugas bila tidak bisa mengurus
sendiri
 Surat pernyataan APA/Aping tidak bekerja tetap pada perusahaan farmasi
lain dan tidak menjadi APA di apotek lain (bermaterai Rp 6.000,-)
 Surat pernyataan PSA tidak terlibat pelanggaran usaha di bidang farmasi
(bermaterai Rp 6.000,-)
 Surat yang menyatakan status bangunan dalam bentuk akte hak
milik/sewa/kontrak.
Perizinan apotek yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Yogyakarta
No.2 tahun 2008 Bagian Keempat Pasal 17, yaitu :
a) Pengajuan izin penyelenggaraan sarana dan tenaga kesehatan, pemohon izin
mengajukan surat permohonan kepada Walikota atau pejabat yang ditunjuk
dengan mengisi formulir yang telah disediakan.
b) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan paling lama 10 (sepuluh)
hari kerja sejak permohonan dinyatakan lengkap dan benar secara administratif
dan teknis.
c) Apabila persyaratan dinyatakan belum lengkap dan atau belum benar, maka ada
pemberitahuan paling lambat 5 (lima) hari kerja, sejak diterimanya permohonan.
d) Apabila tidak ada pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
persyaratan dinyatakan lengkap dan benar.
Studi kelayakan merupakan proses menentukan apakah suatu ide bisnis layak
dilaksankan atau tidak. Studi kelayakan ini nantinya menentukan apakah suatu
usaha yang didirikan memenuhi faktor sehingga menunjang keberhasilan suatu
pendirian apotek tersebut dari berbagai faktor, sehingga diperlukanlah studi dengan
menggunakan sumber-sumber yang akan dianalisis datanya. Terdapat beberapa
aspek dalam studi kelayakan yakni aspek yuridis/lokasi, aspek pasar, aspek
permodalan dan keuangan, aspek manajerial dan aspek teknis (Anief, 2005).
4. Struktur Organisasi
Struktur organisasi merupakan komponen dalam suatu organisasi yang
menunjukkan adanya pembagian kerja (job description) dan fungsi masing-masing

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 10


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

jabatan yang terkoordinasi, menunjukkan spesialisasi pekerjaan, garis perintah, dan


tanggung jawab pekerjaan misalnya suatu laporan (Hartini dan Sulasmono, 2007).
Struktur organisasi harus menggambarkan secara jelas antara pembagian dan
hubungan pekerjaan, fungsi dan kewajiban, wewenang, tanggung jawab dan hak,
sehingga tujuan apotek dapat tercapai dengan mengefektifkan dan mengefisienkan
kinerja apotek (Hartini dan Sulasmono, 2007)
Struktur organisasi apotek dapat diilustrasikan sebagai berikut :

Apoteker
Pengelola
Apotek

Apotek
Pendamping
(Aping)

Tata usaha Asisten Apoteker Petugas


Pelayanan dan Bendahara
Gudang
Pemberian Resep
Karyawan
Pembantu Kasir
Juru Resep

Gambar 1. Ilustri Struktur Organisasi Apotek


(Anief, 2005)
B. Aspek Bisnis
1. Permodalan
Modal merupakan aspek yang penting dalam setiap usaha termasuk dalam
pendirian apotek. Modal adalah dana yang diperlukan baik untuk memulai usaha
maupun untuk menjaga usaha tersebut dapat tetap beroperasi dan bertumbuh.
Modal di apotek dapat diperoleh secara ekuitas (modal sendiri seperti tabungan
pribadi) dan hutang (modal pinjaman seperti hutang bank atau hasil kerja sama
dengan PSA). Modal terbagi menjadi 2 macam ditinjau dari penggunaannya yaitu :

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 11


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

a) Modal lancar yaitu modal yang tertanam dalam barang-barang yang lancar
berputar dari bentuk yang satu menjadi bentuk yang lain secara terus-menerus di
dalam jangka waktu operasional. Contoh modal lancar: kas, surat berharga dan
piutang usaha.
b) Modal tetap yaitu modal yang diinvestasikan ke dalam barang-barang tetap
seperti kendaraan, gedung, perlengkapan dan peralatan. Meski bentuknya tetap,
nilai barang-barang tetap dapat berkurang seiring berjalannya waktu (Umar,
2005).
Modal yang dibutuhkan dalam pendirian apotek dapat berupa: modal
operasional, modal non operasional, dan cadangan modal. Peraturan Pemerintah
Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian pasal 25 menyebutkan bahwa
Apoteker dapat mendirikan apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari
pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan. Dalam hal Apoteker yang
mendirikan Apotek bekerja sama dengan pemilik modal maka pekerjaan
kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan.

2. Perhitungan BEP
Break Even Point atau titik impas adalah suatu titik dimana total hasil penjualan
sama dengan total biaya (biaya tetap dan biaya variabel). Analisis BEP digunakan
untuk mengambil keputusan mengenai jumlah minimal yang harus dipertahankan
agar apotek tidak mengalami kerugian, jumlah penjualan yang harus memperoleh
keuntungan tertentu dan seberapa jauh berkurangnya penjualan agar perusahaan
tidak menderita rugi (Anief, 2005). Apotek dikatakan mencapai BEP apabila dalam
laporan perhitungan laba atau rugi pada periode tertentu, apotek tidak memperoleh
baik laba maupun rugi. Berikut adalah rumus untuk menghitung BEP:

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 12


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

3. Strategi Pengembangan Apotek


Pengembangan apotek saat ini tidak hanya mempertimbangkan aspek bisnis
semata, tetapi juga harus mempertimbangkan aspek pelayanan kefarmasian yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Strategi dalam pengembangan
apotek dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a) Pengembangan apotek ke dalam atau intensifikasi adalah pengembangan apotek
dalam hal manajemen pelayanan, manajemen ruang, manajemen SDM,
manajemen administrasi, manajemen obat dan manajemen keuangan.
b) Pengembangan apotek ke luar atau ekstensifikasi adalah pengembangan apotek
dalam hal manajemen pemasaran, pembukaan cabang dan diferensiasi usaha.
(Seto, Nita dan Triana, 2008)
4. Perpajakan
Perpajakan merupakan salah satu unsur penting dalam pengelolaan apotek
karena pajak merupakan kewajiban, dimana setiap apotek diberikan kepercayaan
menghitung sendiri pajak yang menjadi kewajibannya dan membayar pajak yang
terhutang tersebut. Apotek sebagai tempat usaha, diwajibkan untuk membayar
pajak. Aspek perpajakan apotek antara lain :
a. Pajak Reklame/iklan (papan nama apotek) adalah pajak yang dikenakan
terhadap pemasangan papan nama Apotek, pajak ini dibayarkan satu tahun sekali
(Hartini dan Sulasmono, 2007).
b. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak atas tanah dan bangunan
apotek yang dibayarkan tiap tahunnya tergantung pada luas tanah dan bangunan
apotek.
c. Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21(PPh 21)
Pajak Penghasilan pasal 21 (PPh pasal 21) merupakan pemotongan pajak
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam
negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan. Besarnya PPh 21
adalah berdasarkan penghasilan netto dikurangi penghasilan tidak kena pajak
(PTKP). PTKP diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 13


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Kena Pajak. PTKP yang berlaku semenjak tanggal 27 Juni 2016 hingga sekarang
adalah sebagai berikut :
Tabel I. Tarif PTKP PMK Nomor 101/PMK.010/2016
Jenis PTKP Setahun (Rp) Sebulan (Rp)
Wajib pajak orang pribadi Rp 54.000.000,00 Rp 4.500.000
Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp 4.500.00,00 Rp 375.000
Tambahan untuk seorang isteri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan Rp 54.000.000,00 Rp 4.500.000
suami
Tambahan untuk setiap anggota keluarga yang
Rp 4.500.000,00 Rp 375.000
sedarah, paling banyak 3 orang

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa perhitungan pajak


merupakan hasil dari pengurangan penghasilan netto dengan penghasilan tidak
kena pajak. Hasil pengurangan ini disebut penghasilan kena pajak (PKP) yang
menjadi dasar dalam perhitungan tarif pajak penghasilan (PPh). Tarif PPh wajib
pajak orang pribadi dalam negeri menurut UU No. 36 tahun 2008 dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel II. Tarif PPh Wajib Pajak Orang Pribadi
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,- 5%
Di atas Rp 50.000.000,- s.d Rp. 250.000.000,- 15%
Di atas Rp 250.000.000,- s.d Rp 500.000.000,- 25%
Di ats Rp 500.000.000,- 30%

d. Pajak PPh 22 (WAPU)


Menurut UU Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan
Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak
terhadap Wajib Pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang.
Jumlah besaran pajak yang harus dibayarkan atas pembelian barang dan atau
bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha adalah sebesar 1,5% dari harga
pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
e. Pajak PPh pasal 4 ayat 2 tentang penghasilan berupa sewa tanah/bangunan.
Penghasilan yang didapatkan atas sewa tanah dan/atau bangunan akan
dikenakan tarif 10% sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 14


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1996
tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah
dan/atau Bangunan.
f. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 Pasal 7 mengatur tarif Pajak
Pertambahan Nilai adalah 10%. Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai
yang seharusnya sudah dibayarkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pajak
Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan barang kena pajak,
penyerahan jasa kena pajak, ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor barang
kena pajak tidak berwujud dan/atau ekspor jasa kena pajak.

5. Kewirausahaan
Kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan
berbeda melalui pemikiran kreatif dan inovatif (Suryana, 2006). Pekerjaan
kefarmasian di bidang apotek/ farmasi komunitas merupakan salah satu bidang
usaha yang membutuhkan keahlian wirausaha, tidak hanya PSA saja yang memiliki
jiwa wirausaha tetapi apoteker yang bertanggung jawab terhadap pelayanan
kefarmasian di apotek juga dituntut untuk memiliki jiwa wirausaha untuk
mengambangkan bisnis apotek. Apoteker dituntut memiliki jiwa wirausaha,
diantaranya mempunyai kemampuan merumuskan tujuan usaha dan
melaksanakannya, memotivasi diri dan karyawan, inovatif, inisiatif, kreatif, berani
mengambil resiko dan memiliki strategi menghadapi kegagalan (Suryana, 2006).

C. Aspek Pegelolaan Sumber Daya


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 73 tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek, sumber daya kefarmasian dibagi menjadi dua
bagian yakni sumber daya manusia dan sarana prasarana.

1. Sumber Daya Manusia


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 73 tahun 2016, pelayanan
kefarmasian di apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dan dibantu oleh Apoteker

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 15


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Pendamping dan/ atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda
Registrasi dan Surat Izin Praktek.
Seorang apoteker dalam melakukan pelayanan kefarmasian harus mempunyai
kemampuan meenyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil
keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi
kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien, menempatkan diri sebagai
pemimpin, kemampuan mengelola sumber daya manusia, fisik, anggaran dan
informasi secara efektif, selalu meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan
profesi, menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam mengumpulkan informasi sediaan
farmasi dan memanfaatkannya dalam penelitian dan pengembangan, serta
membantu memberi pendidikan (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2016).

2. Sarana dan Prasarana


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, apotek harus mudah diakses oleh
masyarakat. Sarana dan prasarana Apotek dapat menjamin mutu Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta kelancaran praktik Pelayanan
Kefarmasian.

3. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnya


a. Perencanaan
Perencanaan adalah kegiatan seleksi dalam pemilihan jenis, jumlah dan
harga dalam rangka pengadaan dengan tujuan memenuhi jenis dan jumlah
sediaan farmasi yang sesuai dengan anggaran biaya dan kebutuhan apotek dalam
waktu yang tepat untuk menghindari terjadinya kekosongan barang (stock out)
maupun penumpukan barang (over stock) (DepKes RI, 2014). Menurut Hartini
dan Sulasmono (2007), beberapa metode perencanaan yang dapat digunakan
yaitu:
1) Metode epidemiologi.
Perencanaan ini berdasarkan pola penyebaran, wabah, atau jenis penyakit
yang terjadi di masyarakat yang datanya dapat diperoleh dari instansi
kesehatan.

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 16


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

2) Metode konsumsi.
Perencanaan ini berdasarkan data perputaran jenis dan jumlah barang yang
dijual pada periode sebelumnya yang dapat dikelompokkan menjadi barang
fast moving dan barang slow moving.
3) Metode kombinasi.
Metode kombinasi merupakan gabungan dari metode epidemiologi dan
metode konsumsi berdasarkan pada pola penyebaran penyakit dan melihat
kebutuhan sediaan farmasi periode sebelumnya.
4) Metode Just In Time.
Perencanaan dengan metode ini dilakukan hanya ketika barang tersebut
dibutuhkan di apotek dan termasuk golongan obat mahal, jarang dibeli atau
diresepkan dan memiliki waktu kadaluarsa yang pendek.
5) Metode Pareto/ABC.
Perencanaan dengan metode ini dilakukan dengan membagi barang yang
tersedia ke dalam tiga kelompok yang didasarkan pada volume penjualan
tahunan dan jumlah investasinya. Persediaan kelompok A berisi 20% dari
total persediaan dengan biaya total persediaan 70-80%, persediaan
kelompok B berisi 30% dari total persediaan dengan biaya total persediaan
15-20%, dan persediaan kelompok C berisi 50% dari total item dengan
biaya total persediaan sebesar 5%.
6) Metode Vital, Esensial, dan Non Esensial (VEN)
Perencanaan dengan metode ini dilakukan dengan mengelompokkan obat
yang didasarkan kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan.
b. Pengadaan
Berdasarkan Cara Pelayanan Farmasi yang Baik (CPFB), pengadaan adalah
kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan hasil perencanaan. Teknik
pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan dalam jenis dan jumlah
yang tepat dengan harga yang ekonomis dan memenuhi persyaratan mutu,
keamanan dan kemanfaatan.
Obat-obatan dan perbekalan farmasi yang diperoleh apotek harus bersumber
dari pabrik farmasi, Pedagang Besar Farmasi (PBF), apotek lain atau sarana

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 17


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

distribusi lain yang sah dan harus memenuhi Daftar Obat Wajib Apotek.
Pengadaan barang meliputi proses pemesanan, pembelian, dan penerimaan
barang.
c. Penyimpanan
1) Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka
harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas
pada wadah baru, wadah sekurangkurangnya memuat nomor batch dan
tanggal kedaluwarsa.
2) Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga
terjamin keamanan dan stabilitasnya.
3) Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan
kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
4) Pengeluaran obat memakai sistem First Expire First Out (FEFO) dan First
In First Out (FIFO) (Menteri Kesehatan RI, 2014).

Penyimpanan obat dengan penanganan khusus, seperti serum, vaksin, dan


obat-obatan yang mudah rusak atau meleleh pada suhu kamar disimpan dalam
lemari es (Hartini dan Sulasmono, 2007).

4. Administrasi
Berdasarkan Permenkes RI No. 35 tahun 2014, dalam menjalankan Pelayanan
Kefarmasian di Apotek perlu dilaksanakannya beberapa kegiatan administrasi,
diantaranya:
a) Administrasi Umum
Administrasi umum meliputi pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika,
psikotropika dan dokumentasi yang disesuaikan dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
b) Administrasi Khusus
Administrasi khusus merupakan administrasi pelayanan meliputi
pengarsipan, resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil
monitoring penggunaan obat.

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 18


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

D. Aspek Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care)


1. Konseling promosi dan edukasi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Bab II, Konseling
merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk
meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi
perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang
dihadapi pasien. Keberadaan Apoteker di apotek memberikan perbedaan dalam hal
pelayanan obat tanpa resep dibandingkan dengan toko/swalayan lain yang juga
melayani pembelian obat. Konseling diberikan kepada pasien/keluarga pasien
dengan kriteria tertentu seperti pasien anak-anak, orang tua, ibu hamil dan
menyusui, pasien dengan terapi jangka panjang, obat yang memiliki instruksi
khusus dan indeks terapi sempit, serta pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
2. Pengobatan mandiri (self-medication)
Pengobatan sendiri adalah suatu perawatan sendiri oleh masyarakat terhadap
penyakit yang umum diderita, dengan menggunakan obat-obatan yang dijual bebas
dipasaran atau obat keras yang bisa didapat tanpa resep dokter dan diserahkan oleh
Apoteker di apotek. Hal ini mengandung makna bahwa walaupun oleh dan untuk
diri sendiri, pengobatan sendiri harus dilakukan secara rasional. Tindakan
pemilihan obat dan penggunaan produk sepenuhnya merupakan tanggung jawab
penggunanya dan orang yang bersangkutan mampu menegakkan diagnosis
penyakit yang dideritanya. Berdasarkan Permenkes Nomor 35 tahun 2016,
Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan obat non
resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat bebas atau bebas terbatas
yang sesuai.
3. Pelayanan residensial (home care)
Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan
kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan
pasien dengan pengobatan kronis lainnya. Beberapa jenis pelayanan kefarmasian di
rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker antara lain penilaian/pencarian masalah

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 19


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

yang berhubungan dengan pengobatan, identifikasi kepatuhan pasien,


pendampingan pengelolaan obat dan/atau alat kesehatan di rumah.

E. Aspek Pelayanan Kefarmasian


1. Pengelolaan Resep
a. Skrining Resep
Skrining resep dilakukan untuk menjamin bahwa obat yang akan diterima
oleh pasien sesuai dan tepat dengan kebutuhan pasien sehingga tidak merugikan
pasien. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014, terdapat 3
hal yang perlu diperhatikan dalam skrining resep, yaitu :
1. Persyaratan Administrasi
Skrining ini untuk menghindari kesalahan penulisan resep maupun
pemalsuan resep (Bogadenta, 2012). Kajian administrasi ini meliputi: nama
pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan, nama dokter, nomor Surat Izin
Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf dan tanggal penulisan resep
(Menteri Kesehatan RI, 2014).
2. Kesesuaian Farmasetik
Skrining farmasetika adalah penyesuaian obat dengan kondisi pasien
(Bogadenta, 2012). Kajian farmasetik meliputi: bentuk dan kekuatan sediaan,
stabilitas serta kompatibilitas atau ketercampuran obat (Menteri Kesehatan RI,
2014).
3. Pertimbangan Klinis
Skrining klinis adalah penyesuaian obat dengan kondisi klinis pasien
(Bogadenta, 2012). Pertimbangan klinis meliputi: ketepatan indikasi dan dosis
obat, aturan, cara dan lama penggunaan obat, duplikasi dan/atau polifarmasi,
reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi klinik
lain), kontraindikasi serta interaksi (Menteri Kesehatan RI, 2014).
b. Dispensing
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014, dispensing
terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat. Setelah
melakukan pengkajian resep dilakukan hal sebagai berikut:

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 20


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

1) Peracikan
Menyiapkan obat (menimbang, mencampur, meracik) sesuai dengan
permintaan yang terdapat pada resep. Kemudian obat dimasukkan dalam wadah
dan diberikan paraf pada pengendalian resep. Dalam melaksanakan peracikan,
obat harus dibuat sesuai prosedur tetap sesuai dengan memperhatikan dosis,
jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar (Hartini dan Sulasmono,
2007).
2) Pemberian Etiket
Etiket harus jelas dan dapat dibaca. Obat yang diserahkan atas dasar resep,
harus dilengkapi dengan etiket berwarna putih untuk obat dalam dan warna biru
untuk obat luar. Pada etiket harus dicantumkan: nama dan alamat apotek, nama
dan surat izin pengelolaan apoteker pengelola apotek, nomor dan tanggal
pembuatan, nama pasien, aturan pemakaian.
3) Kemasan obat yang diberikan
Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga
terjaga kualitasnya (Hartini dan Sulasmono, 2007).
4) Penyerahan obat
Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir
terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh
apoteker disertai dengan pemberian informasi kepada pasien (Hartini dan
Sulasmono, 2007).
5) Informasi obat
Informasi obat kepada pasien, sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian
obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan
dan minuman yang harus dihindari selama terapi (Hartini dan Sulasmono,
2007).

2. Pengelolaan Obat Wajib Apotek


Berdasarkan Kepmenkes RI no. 347/Menkes/SK/VII/1990, OWA adalah obat
keras tertentu yang dapat diserahkan oleh Apoteker kepada pasien di apotek tanpa

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 21


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

resep dokter. Tujuan diberlakukannya OWA meningkatkan pelaksanaan


pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional.
Kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter menurut Permenkes
RI no. 919 tahun 1993 adalah:
a) Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah
usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
b) Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada
kelanjutan penyakit.
c) Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
d) Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia.
e) Obat dimaksud memiliki rasio khasiat kemanan yang dapat dipertanggung
jawabkan untuk pengobatan sendiri.
Ketentuan mengenai obat kategori OWA diatur dalam:
a) Kepmenkes RI no.347/Menkes/SK/VII/1990 tentang OWA dengan lampiran
daftar OWA no. 1.
b) Permenkes RI no. 925/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Perubahan OWA no.
1. Obat yang dikeluarkan dari daftar OWA no.1 berupa beberapa golongan obat
keras yang diubah menjadi obat bebas dan obat bebas terbatas dengan
pertimbangan resiko efek samping obat yang ringan.
c) Permenkes RI no. 924/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar OWA no. 2.
d) Kepmenkes RI no. 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar OWA no. 3.
Golongan Obat Wajib Apotek (OWA) yaitu:
 Obat Wajib Apotek No. 1
Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
347/MenKes/SK/VII/1990, obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep
dokter oleh apoteker di apotek yaitu obat dengan kelas terapi oral
kontrasepsi, obat saluran pencernaan, obat mulut dan tenggorokan, obat
saluran napas, obat yang mempengaruhi sistem neuromuscular, antiparasit,
obat kulit topikal.

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 22


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

 Obat Wajib Apotek No. 2


Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
924/MenKes/PER/X/1993, obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep
dokter oleh apoteker di apotek yang berupa nama generik obat yaitu
albendazol, bacitracin, clindamicin, dexametason dll.
 Obat Wajib Apotek No. 3
Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1176/MenKes/SK/X/1999, obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep
dokter oleh apoteker di apotek yaitu obat dengan kelas terapi saluran
pencernaan dan metabolisme, obat kulit, antiinfeksi umum, sistem
muskuloskeletal, sistem saluran pernafasan, organ-organ sensorik.

3. Pengelolaan Obat Keras, Narkotika dan Psikotropika


Obat keras adalah obat-obatan yang tidak digunakan untuk keperluan teknik
yang mempunyai khasiat mengobati, menguatkan, membaguskan,
mendesinfektankan, dan lain-lain tubuh manusia, baik dalam bungkusan, maupun
tidak, yang telah ditetapkan oleh Secretaris Van Staat, Hoofd van het Department
van Gosendheid.
Berdasarkan Undang-undang Obat Keras St. no. 419 tanggal 22 Desember
1949, obat keras digolongkan menjadi 2, yaitu obat-obatan G dan obat-obatan W.
Obat-obatan G adalah obat-obat keras yang oleh Sec.V.St. didaftarkan pada daftar
obat-obatan berbahaya (gevaarlijk; daftar G). Obat-obatan W adalah obat-obat
keras yang oleh Sec.V.St.didaftar pada daftar peringatan (warschuwing; daftar W).

Gambar 2. Tanda Khusus Obat Keras

Pengelolaan obat keras yaitu meliputi pengadaan/pembelian, penyimpanan,


distribusi, dan pemusnahan. Pengadaan/pembelian harus menggunakan surat
pemesanan non-narkotika/non-psikotropika (SP) yang ditanda tangani oleh
Apoteker Pengelola Apotek (APA)/Aping. Untuk melakukan pemesanan obat,

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 23


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

apotek menyertakan Surat Pesanan (SP) yang berisi nama obat dan jumlah obat
yang dipesan. SP dibuat rangkap dua, satu untuk PBF dan yang lain untuk arsip
apotek (Winanti,dkk., 2013). Obat keras disimpan dalam lemari kaca biasa dengan
penyusunan secara alfabetis. Pelayanan resep obat keras didasarkan atas resep
dokter, kecuali obat yang masuk ke dalam daftar OWA.

4. Pengelolaan Narkotika, Psikotropika, dan Prekusor


Berdasarkan Undang-Undang RI no. 35 tahun 2009 tentang narkotika,
narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan.
Berdasarkan Permenkes RI No 3 tahun 2015, penyimpanan narkotika dan
psikotropika dilakukan di lemari khusus yang memenuhi persyaratan, diantaranya
: Terbuat dari bahan yang kuat, tidak mudah dipindahkan, mempunyai du buah
kunci yang berbeda, harus diletakkan ditempat yang aman dan tidak terlihat oleh
umum, kunci lemari dipegang oleh Apoteker Penanggung Jawab / apoteker yang
ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan (Permenkes RI, 2015).
Apotek yang melakukan produksi, penyaluran, atau penyerahan narkotika,
psikotropika, dan prekursor farmasi wajib membuat pencatatan mengenai
pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi.
Seluruh dokumen pencatatan, dokumen penerimaan, dokumen penyaluran,
dan/atau dokumen penyerahan termasuk surat pesanan narkotika, psikotropika, dan
prekursor farmasi wajib disimpan secara terpisah paling singkat tiga tahun. Apotek
wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan dan
penyerahan/penggunaan narkotika dan psikotropika setiap bulan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepala balai setempat (Menteri
Kesehatan RI, 2015).

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 24


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Gambar 3. Tanda Khusus Obat Narkotika (Kiri) dan Tanda Khusus Obat
Psikotropika (Kanan)

5. Pengelolaan Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas, Obat Tradisional,


Kosmetik, Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Lainnya
a) Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI no.
1027 tahun 2004 menyatakan bahwa pengelolaan obat bebas, obat bebas terbatas,
obat tradisional, kosmetik, alat kesehatan, dan perbekalan kesehatan lainnya
meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, dan pelayanan/pengeluaran.
Apoteker wajib memberikan informasi obat yang tepat sehubungan dengan
pengobatan dengan obat tanpa resep. Tanda khusus untuk obat bebas adalah
lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Kode huruf pada nomor
registrasi obat bebas di Indonesia adalah DBL (Dagang Bebas Lokal). Obat bebas
atau disebut dengan Handverkoop (HV) atau Over The Counter (OTC) adalah obat
yang dapat diperoleh secara bebas tanpa resep dokter dan dapat dibeli di apotek,
toko obat atau toko biasa (Sutantiningsih, 2004).
Obat bebas terbatas adalah obat yang dapat diperoleh tanpa resep dokter di
apotek atau toko obat terdaftar yang memiliki ijin, penyerahannya harus dengan
kemasan asli beserta suatu tanda peringatan khusus. Tanda peringatan khusus
tersebut antara lain:
a. P1: Awas! Obat keras! Baca aturan pakainya.
b. P2: Awas! Obat keras! Hanya untuk kumur. Jangan ditelan.
c. P3: Awas! Obat keras! Hanya untuk bagian luar badan.
d. P4: Awas! Obat keras! Hanya untuk dibakar.
e. P5: Awas! Obat keras! Tidak ditelan.
f. P6: Awas! Obat keras! Obat wasir, tidak ditelan.
Tanda khusus untuk obat bebas terbatas berupa lingkaran biru dengan garis
tepi berwarna hitam dan dicantumkan tanda peringatan.

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 25


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

b) Obat Tradisional
Menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2009, obat tradisional adalah bahan
atau ramuan bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian
(galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah
digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat.
c) Kosmetik
Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan
pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital
bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mengubah
penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara
tubuh pada kondisi baik (PerMenKes 1176, 2010).
d) Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Lainnya
PerMenKes No. 35 tahun 2014, alat kesehatan adalah instrumen, aparatus,
mesin, dan/atau implan yang tidak mengandung obat, digunakan untuk mencegah,
mendiagnosa, menyembuhkan, dan meringankan penyakit, merawat orang sakit
serta memulihkan kesehatan pada manusia dan/atau membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh. Pengelolaan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
lainnya diatur dalam Undang-Undang RI No.36 Tahun 2009 pasal 106.

6. Pengelolaan Obat Rusak, Kadaluarsa, pemusnahan Obat dan Resep


Berdasarkan Permenkes RI no. 35 tahun 2014, obat kadaluarsa atau rusak
harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Obat yang dinyatakan
rusak bila telah mengalami perubahan fisik maupun kimia yang berakibat pada
perubahan khasiat, mutu, maupun kemurnian sehinga tidak memenuhi syarat yang
ditentukan.Kerusakan dapat terjadi selama penyimpanan ataupun pendistribusian
yang tidak memenuhi syarat. Obat kadaluarsa dan rusak dapat juga diretur ke PBF
tergantung dengan kesepakatan awal antara apotek dan PBF.
Pemusnahan Obat dan Resep Berdasarkan Permenkes RI Nomor 35 tahun
2014, pemusnahan obat kadaluarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau
psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 26


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Kabupaten/Kota. Pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan


oleh Apoteker dan disaksikan oeh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin
praktik atau surat izin kerja yang dibuktikan dengan berita acara pemusnahan.
Berdasarkan PMK RI no. 35 tahun 2014, resep yang telah disimpan melebihi
jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh
Apoteker disaksikan oleh petugas lain di apotek dengan cara dibakar atau
pemusnahan lain, yang dibuktikan dengan berita acara pemusnahan resep. Resep
yang mengandung narkotika dan psikotropika dilakukan perhitungan perlembar,
dan untuk resep non-narkotika dan non-psikotropika ditimbang dalam kilogram.
Berita acara pemusnahan obat kadaluarsa atau rusak serta resep dibuat rangkap 4
(empat) dan ditandatangani oleh APA dan seorang petugas apotek yang ikut
memusnahkan.Berita acara dikirim kepada Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala BPOM dan sebagai arsip apotek.

F. Evaluasi
1. Audit sediaan farmasi
Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan dengan
pengukuran kinerja bagi yang memberikan pelayanan dengan menentukan kinerja
yang berkaitan dengan standar yang dikehendaki. Audit sediaan farmasi dilakukan
oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap proses dan hasil pengelolaan.
Audit sediaan farmasi tidak hanya terhadap sediaan farmasi tetapi juga meliputi
perbekalan farmasi lainnya seperti alat kesehatan, bahan medis habis pakai dan
lainnya. Audit sediaan farmasi dapat dilakukan melalui stock opname yakni
kegiatan penghitungan fisik persediaan yang ada di gudang untuk kemudian dijual.
Tujuan dilakukannya stock opname ini adalah untuk mengetahui keakuratan catatan
pembukuan yang merupakan salah satu fungsi sistem pengedalian sediaan farmasi
di apotek. Audit sediaan farmasi juga mengevaluasi tempat penyimpanan dan
tanggal kadaluwarsa.
2. Audit SOP manajemen
Audit Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan kegiatan penilaian
mengenai kesesuaian aktivitas yang dilakukan dibandingkan dengan SOP yang

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 27


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

berlaku di suatu tempat pelayanan tertentu. Audit SOP manajemen di apotek


berfokus pada pengelolaan manajerial di apotek. Audit dilakukan oleh apotek
berdasarkan hasil monitoring terhadap seluruh proses pengelolaan manajerial di
apotek. Contohnya yakni proses transaksi dengan distributor dan ketertiban
dokumentasi di apotek.
3. Audit Finansial (cash flow, neraca, laporan rugi laba)
Audit dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap proses
dan hasil pengelolaan keuangan di apotek dalam periode tertentu. Hasil audit
finansial merupakan laporan keuangan apotek. Laporan keuangan merupakan saran
untuk menyajikan informasi mengenai posisi keuangan dan kinerja dari sebuah
usaha yang dapat bermanfaat bagi pihak internal dan eksternal. Hal-hal yang harus
dilaporkan dalam laporan keuangan adalah arus kas mengenai jumlah uang yang
masuk dan keluar, neraca dan laporan laba-rugi.

4. Survey kepuasan pelanggan


Indeks kepuasan pelanggan di apotek merupakan data dan informasi tentang
tingkat kepuasan pelanggan yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif
dan kualitatif atas pendapat pelanggan dalam memperoleh pelayanan dari
penyelenggara pelayanan kefarmasian di apotek dengan membandingkan antara
harapan dan kinerjanya. Survei yang dilakukan dapat menggunakan kuesioner.
Survei dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap mutu
pelayanan dengan menggunakan angket/kuesioner atau wawancara langsung.
5. Audit SOP pelayanan
Audit SOP pelayanan dilakukan untuk menjamin mutu pelayanan sesuai
dengan standar yang ditetapkan contoh audit dilakukan oleh Apoteker berdasarkan
hasil monitoring terhadap proses dan hasil pelayanan kefarmasian. Contohnya
yakni audit penyerahan obat kepada pasien oleh Apoteker dan audit waktu
pelayanan. Tujuan untuk mengusahakan zero deffect dari medication error yang
mungkin dapat terjada dalam proses pelayanan kefarmasian di apotek.

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 28


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

6. Dokumentasi pelayanan kefarmasian (Patient medication record, dokumentasi


konsultasi)
Setiap kegiatan yang berkaitan dengan pelayanan kefarmasian sebaiknya
didokumentasikan dengan baik. Kegiatan dokumentasi di apotek bertujuan untuk
menyediakan data dan bukti dari proses pelayanan kefarmasian sehingga dapat
ditunjukkan apabila ada pemeriksaan/akreditasi dari badan yang berwenang.
Contoh dokumentasi pelayanan kefarmasian di apotek yakni catatan pengobatan
pasien, lembar konsultasi dan pertanyaan pasien seputar obat.

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 29


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Aspek Legalitas dan Organisasi
1. Sejarah Pendirian Apotek dan Peraturan Perundang-Undangan Terkait Apotek
Apotek Sanata Dharma didirikan pada tanggal 19 Juni 2002 berlokasi di
komplek Kampus III Universitas Sanata Dharma, Paingan, Maguwoharjo, Depok,
Sleman, Yogyakarta. Tujuan didirikannya apotek ini adalah guna memberikan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat sekitar, karyawan, dosen, dan mahasiswa
Universitas Sanata Dharma, selain itu juga sebagai sarana pembelajaran bagi
mahasiswa S1 Farmasi dan Profesi Apoteker.
Berdasarkan Kepmenkes RI No.1332/ MENKES/ SK / 10/2002 mengenai
ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek dan Perda No.16 tahun 2014, Apotek
Sanata Dharma telah memperoleh Surat Izin Apotek (SIA) bernomor
503/646/DKS/2002, dan telah mempebaharui Surat Izin Apotek (SIA) dengan
nomor 503/5546/DKS/2013 dengan seorang APA yaitu Sri Siwi Rahayu, S.Si.,
Apt., dan Apoteker Pendamping yakni Bernadetta Wenni Sukma Windarti, S.Farm.,
Apt., serta seorang tenaga tata usaha yaitu FX. Budianto.

2. Sumpah dan Kode Etik Profesi Farmasis/Apoteker Terkait Bidang Farmasi di


Apotek
Berdasarkan Keputusan Kongres Nasional ISFI XVIII tanggal 18 Desember
2009 di Jakarta yang menghasilkan Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia
menyebutkan ada 4 kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang Apoteker yaitu
kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, teman sejawat dan sejawat petugas
kesehatan lain. Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker Pendamping di Apotek
Pendidikan Sanata Dharma telah melaksanakan pelayanan kefarmasian di Apotek
sesuai dengan kode etik dan hal ini dibuktikan dengan kehadiran Apoteker di apotek
dari jam buka hingga jam tutup Apotek dengan memberikan pelayanan kefarmasian
yang mengutamakan kepentingan masyarakat, seperti pemberian konseling,
informasi obat dan edukasi.

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 30


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

3. Tatacara Perizinan Pendirian Apotek dan Studi Kelayakan


a) Tatacara Perizinan Pendirian Apotek
Apotek Pendidikan Sanata Dharma telah memiliki surat izin Apotek
dengan Nomor 503/5546/DKS/2013 yang telah mengikuti persyaratan sesuai
dengan Kepmenkes RI Nomor 1332 Tahun 2002 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pendirian Apotek. Persyaratan yang telah dipenuhi antara lain :
1) Mempunyai APA atas nama Sri Siwi Rahayu, S.Si., Apt dengan STRA
19790523/STRAUSD/2003/23577 dan memiliki ijazah yang telah
terdaftar di KepMenKes, telah mengucapkan lafal sumpah/janji
Apoteker Indonesia, mempunyai SIPA serta tidak bekerja di perusahaan
farmasi lain dan tidak menjadi APA di Apotek lain.
2) APA memiliki STRA, SIPA dan KTP setempat.
3) Pemilik Sarana Apotek tidak pernah terlibat dalam pelanggaran undang-
undang bidang obat, memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
4) Memiliki Izin Hinder Ordonantie (HO).
5) Memiliki bangunan yang secara teknis dan operasional sudah memenuhi
syarat.
6) Memenuhi standarisasi kualitas air yang pengujiannya dilakukan oleh
laboratorium Dinas Kesehatan Sleman, melalui Puskesmas Depok.
7) Memiliki ketersedian perbekalan dan sediaan farmasi minimal sesuai
standar Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) rumah sakit tipe C.
8) Memiliki surat rekomendasi dari Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia
(ISFI)
9) Memenuhi syarat standar pengelolaan limbah apotek.

b) Study Kelayakan
Study kelayakan Apotek Pendidikan Sanata Dharma dibuat pada saat
pendirian apotek pada tanggal 19 Juni 2002. Studi kelayakan merupakan
gagasan atas suatu proyek untuk menentukan layak atau tidaknya
dilaksanakan. Aspek-aspek penilaian study kelayakan Apotek Pendidikan
Sanata Dharma yaitu :

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 31


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

 Aspek Finansial
Sumber modal utama Apotek berasal dari Yayasan Sanata Dharma.
Dalam studi kelayakan ini dilakukan perhitungan BEP dan laba rugi untuk
mengetahui omset Apotek.
 Aspek Hukum
Apotek Pendidikan Sanata Dharma telah memiliki kelengkapan
dokumen sebagaimana diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
 Aspek pasar dan pemasaran
Apotek Pendidikan Sanata Dharma didirikan di lingkungan Universitas
Sanata Dharma (USD) dengan mayoritas konsumennya adalah mahasiswa
USD. Pendirian Apotek ini masih berada satu wilayah dengan Institut
Pertanian (INSTIPER) Yogyakarta, pemukiman penduduk dan beberapa
perumahan seperti Taman Cemara, Candi Gebang, Candi Indah dan Jambu
Sari. Apotek ini mudah dijangkau oleh mahasiswa dan karyawan USD,
selain itu juga memudahkan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
dan konsultasi kesehatan yang maksimal maka tata ruangan dibuat
senyaman mungkin dengan fasilitas yang memadai.
 Aspek manajemen/organisasi
Apotek Pendidikan Sanata Dharma memiliki SDM yang terdiri dari
seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA), seorang Apoteker
Pendamping (APING), seorang petugas administrasi dimana masing-
masing tenaga kerja mempunyai tugas, tanggung jawab dan wewenang
sesuai dengan bidang dan perannya di Apotek.

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 32


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

4. Struktur Organisasi Apotek

Apoteker Pengelola Apotek


(APA)
Apoteker Pendamping

Fungsi Fungsi Adminstrasi Fungsi Pelayanan


Gudang Pembelian

Gambar 4. Struktur Organisasi Apotek Sanata Dharma


Dalam struktur organisasi Apotek Pendidikan Sanata Dharma saat ini, APA
dan APING bertanggung jawab terhadap fungsi pembelian, fungsi gudang (untuk
mengatur keluar masuknya sediaan farmasi) dalam hal keamanan, penataan, dan
perawatan sediaan farmasi yang ada di Apotek), fungsi pelayanan, fungsi keuangan,
dan fungsi pencatatan (dilakukan oleh APA, APING dan administrasi).

B. Aspek Bisnis
1. Permodalan
Apotek Pendidikan Sanata Dharma merupakan apotek pendidikan yang
didirikan oleh Yayasan Sanata Dharma selaku pemilik saranan apotek. Modal awal
pendirian apotek ini sebesar Rp. 225.000.000,-, terdiri atas modal tetap sebesar Rp
175.000.000,- yang digunakan untuk memberli perlengkapan apotek sebesar Rp
25.000.000,- dan persediaan obat serta alat kesehatan sebesar Rp 150.000.000,-,
dan modal operasional sebesar Rp 50.000.000,-. Modal ini tidak termasuk
bangunan apotek karena bangunan sudah disediakan oleh Yayasan Sanata Dharma.
Sejak tahun 2008 hingga sekarang, manajemen dan pengelolaan Apotek
Pendidikan Sanata Dharma dialihkan ke Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma dari Yayasan Sanata Dharma, sehingga semua kegiatan serta kebijakan
operasional apotek menjadi tanggung jawab FF USD. Pemberian gaji karyawan
serta pengelolaan pajak, sepenuhnya masih ditanggung oleh pihak Yayasan Sanata
Dharma

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 33


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

2. Perhitungan BEP
BEP merupakan nilai penjualan yang diperoleh dimana apotek tidak
mengalami keuntungan maupun kerugian atau mencapai titik impas. Berdasarkan
perhitungan BEP pada proposal awal pendirian apotek tahun 2002 diperkirakan
BEP apotek akan tercapai setelah 4 tahun yaitu pada tahun 2006, tetapi pada tahun
2008 Apotek Pendidikan Sanata Dharma belum mecapai BEP. Pada tahun 2008,
Apotek Pendidikan Sanata Dharma mengalami perubahan sistem pengelolaan,
yaitu yang sebelumnya dikelola oleh Yayasan Sanata Dharma menjadi FF USD
sehinggan perhitungan BEP diulang kembali dengan asumsi bahwa pada tahun
2008 merupakan tahun ke-0 dan tahun 2009 merupakan tahun ke-1.
Terdapat beberapa hal yang dapat menjadi faktor penyebab Apotek
Pendidikan Sanata Dharma belum mencapai BEP, yaitu:
a. Lokasi Apotek Pendidikan Sanata Dharma yang kurang strategis karena tidak
terletak di tepi jalan utama paingan sehingga beberapa masyarakat tidak
mengetahui keberadaan apotek.
b. Minat beli masyarakat yang berada di sekitar Apotek Pendidikan Sanata Dharma
rendah sehingga menyebabkan keuntungan yang diperoleh kecil.
c. Tujuan awal pendirian apotek yang mengutamakan segi pelayanan kesehatan
dan pendidikan dibandingkan segi bisnis.
d. Jadwal praktik dokter di Klinik Pratama Sanata Dharma hanya dua kali dalam
sehari dan setiap praktik hanya dua jam sehingga penghasilan yang diperoleh
dari pelayanan resep belum optimal.
Berdasarkan perhitungan BEP tahun 2009-2014 menunjukkan bahwa omzet
yang diperoleh Apotek Pendidikan Sanata Dharma lebih besar dibandingkan
perhitungan BEP serta setiap tahunnya mengalami peningkatan keuntungan namun
tidak signifikan. Pembiayaan gaji karyawan apotek sendiri ditanggung oleh
Yayasan Sanata Dharma sehingga keuntungan yang diperoleh apotek digunakan
untuk keperluan operasional apotek.

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 34


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

3. Strategi Pengembangan Apotek


Beberapa strategi guna pengembangan Apotek Pendidikan Sanata Dharma
telah diterapkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan serta mempercepat
kemajuan apotek. Strategi yang diterapkan tidak hanya dari sisi internal namun juga
dari sisi eksternal, meliputi:
a. Strategi pengembangan apotek dari sisi internal, diantaranya:
1) Apoteker selalu berada di apotek saat jam buka Apotek Pendidikan Sanata
Dharma serta melakukan pelayanna komunikasi, informasi, dan edukasi
(KIE) kepada pasien. Melalui pelayanan yang dilakukan oleh apoteker ini
diharapkan peran apoteker dalam pelayanan kefarmasian kepada masyarakat
semakin terlihat sehingga diharapkan mampu meningkatkan kualitas
pelayanan apotek.
2) Apoteker memberikan pelayanan yang ramah, cepat, dan tepat. Apabila
terdapat obat yang dibutuhkan oleh konsumen namun tidak tersedia di Apotek
Pendidikan Sanata Dharma maka Apoteker akan mengupayakan memberikan
solusi dengan memilih obat alternatif atau obat lain yang memiliki kandungan
yang sama (obat sepadan).
3) Apoteker membantu pasien mengenai pemilihan obat yang sesuai dengan
keluhan pasien dalam cakupan penyakit common illness (swamediaksi).
4) Pemilihan PBF yang tepat dalam hal pengadaan perbekalan farmasi maupun
alat kesehatan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan PBF,
misalnya: menerima retur, barang yang dipesan dapat diantar tepat waktu,
serta memberikan diskon.
5) Terdapat fasilitas yang mendukung peningkatan kualitas pelayanan apotek,
misalnya area parkir yang cukup luas serta gratis, ruangan apotek yang
nyaman dengan adanya tempat duduk yang mencukupi, terdapat televisi dan
pendingin ruangan sehingga dapat meningkatkan kepuasan konsumen/pasien.
6) Menyediakan obat tradisional (herbal), alat kesehatan, serta kosmetik yang
sering digunakan pasien atau pelanggan.

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 35


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

7) Pemeriksaan jumlah stok barang yang masuk dan keluar dengan teliti
(stelling) setiap hari sehingga dapat mencegah adanya kehilanagan barang
yang tidak terdeteksi serta mencegah kerugian bagi apotek.
8) Terdapat kebijakan obat-obatan gratis yang dapat meringankan beban bagi
mahasiswa, karyawan, dan keluarga karyawan Universitas Sanata Dharma
setelah melakukan pemeriksaan kesehatan.
9) Terdapat kebijakan pembayaran biaya obat di luar resep serta daftar obat
gratis dengan cara pemotongan gaji bagi dosen dan karyawan tetap
Universitas Sanata Dharma.

4. Perpajakan
Apotek Pendidikan Sanata Dharma termasuk sebuah badan usaha sehingga
apotek ini diwajibkan membayar pajak. Pembayaran pajak apotek ditanggung oleh
Yayasan Sanata Dharma kecuali pajak pertambahan nilai. Pajak yang wajib dibayar
oleh apotek meliputi:
a. PPh 21, merupakan pajak penghasilan pribadi atau perorangan. Pajak tersebut
dibebankan kepada karyawan sesuai gaji yang diterima. PPh 21 ini dibayarkan
secara langsung oleh Yayasan Sanata Dharma.
b. PPN (Pajak Pertambahan Nilai), pajak ini dibebankan kepada apotek untuk
setiap pembelian perbekalan farmasi. Pajak yang dibayar sebesar 10% dari setiap
harga netto perbekalan farmasi. PPN yang harus dibayarkan oleh apotek ini
dibebankan kepada konsumen dengan dimasukkan dalam harga jual perbekalan
farmasi di apotek.
c. PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), pajak ini dikenakan atas tanah dan bangunan
yang digunakan. Besar pajak yang harus dibayarkan tergantung dari luas tanah
dan bangunan serta lokasi apotek. Pajak ini dibayarkan sekali setahun sebelum
tanggal 1 Oktober oleh Yayasan Sanata Dharma.

5. Kewirausahaan
Apoteker merupakan badan usaha yang memiliki dua fungsi, yaitu sebagai
unit pelayanan kesehatan (patient oriented) serta unit bisnis (profit oriented).

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 36


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Sebagai unit pelayanan kesehatan, apoteke menyediakan perbekalan farmasi yang


dibutuhkan oleh masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas kesehatan
masyarakat. Sebagai unit bisnis, apotek dalam menjalankan usahanya bertujuan
untuk memperoleh keuntungan. Pengelolaan apotek yang baik membutuhkan
apoteker serta PSA yang memiliki jiwa entrepreneur agar dapat mengembangkan
apotek menjadi semakin lebih maju tanpa mengesampingkan kepentingan pasien
maupun konsumen. Pengembangan apotek dilakukan oleh orang yang berhubungan
langsung dengan apotek dan tahu seluk beluk apotek yang dapat melakukan
perencanaan hingga pelaksanaan pengembangan apotek karena mengetahui
kekurangan dan kelebihan apotek.
Sebagai unit pelayanan kesehatan, Apotek Pendidikan Sanata Dharma telah
melakukan pelayanan kesehatan dengan baik. Hal tersebut dapat terlihat dari
praktik kefarmasian yang telah dijalankan oleh apoteker, misalnya pemberian
komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kepada pasien serta membantu pemilihan
obat untuk swamedikasi pasien terkait penyakit common illness yang diderita.
Sebagai unit bisnis, Apotek Pendidikan Sanata Dharma belum menerapkan aspek
kewirausahaan secara penuh. Hal tersebut karena pada awal pendirian apotek ini
berstatus sebagai apotek pendidikan dengan tujuan utama memberikan pelayanan
kesehatan yang berkualitas untuk masyarakat serta sebagai sarana pendidikan bagi
mahasiswa fakultas farmasi. Setelah mengalami pergantian manajemen dan
pengelol pada tahun 2008, yang sebelumnya dikelola oleh Yayasan Sanata Dharma
lalu diserajkan kepada FF USD, diharapkan apotek ini mengalami perkembangan
yang signifikan sehinggan pihak FF USD mulai menyusun strategi pengembangan
apotek. Beberapa strategi yang dilakukan misalnya pengurangan jumlah tenaga
kerja di apotek untuk meningkatkan efisiensi kerja serta mengurangi pengeluaran
apotek. Strategi lainnya adalah dengan melakukan sistem pembelian kredit bagi
karyawan tetap Universitas Snata Dharma dengan tujuan untuk menarik minat para
karyawan agar memprioritaskan Apotek Pendidikan Sanata Dharma dalam berobat.
Beberapa strategi yang telah dilakukan tersebut diharapkan mampu meningkatkan
pendapatan apotek.

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 37


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

C. Aspek Pengelolaan Sumber Daya


1. Sumber Daya Manusia (SDM)
Apotek Pendidikan Sanata Dharma buka setiap hari Senin s.d Jumat pukul
07.30 – 20.30 WIB. selama 24 jam. Apotek Pendidikan Sanata Dharma terbagi atas
2 shift dengan jumlah jam kerja 8 jam/ hari. Pembagian shift pagi mulai dari jam
07.30-15.30 WIB dan shift siang mulai pukul 12.30-20.30 WIB. Pada setiap shift
akan dan selama jam buka apotek akan ada apoteker yang berada di apotek, APA
di Apotek Sanata Dharma bertugas pada shift pagi dan APING bertugas pada shift
siang. Karyawan administrasi di Apotek Sanata Dharma bertugas mulai pukul
07.30-15.30 WIB. Bagian kasir langsung dapat dilakukan oleh semua tenaga kerja
yang ada di Apotek ketika melayani pembelian. Pembantu umum tidak lagi
digunakan karena terdapat cleaning service dari bagian Rumah Tangga Universitas
Sanata Dharma yang akan membersihkan apotek setiap hari sebelum jam buka
apotek dan pada saat jam pergantian shift.

2. Sarana dan Prasarana


Berdasarkan PerMenKes RI Nomor 35 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di apotek, Apotek Pendidikan Sanata Dharma sudah
memenuhi ketentuan standar sarana dan prasarana di apotek. Apotek Sanata
Dharma berdampingan denga klinik Pratama Sanata Dharma, memiliki fasilitas
dokter praktek. Apotek Sanata Dharma mempunyai tempat parkir yang memadai
dan terdapat ATM disamping apitek, didalam apotek terdapat ruang tunggu yang
nyaman dengan adanya kursi, pendingin ruangan (AC), televise, dan ruangan selalu
bersih. Apotek Sanata Dharma memiliki tempat racikan dilengkapi dengan
peralatan raci seperti timbangan obat, meja peracikan, berbagai macam ukuran
kapsul, pembungkus pulveres, mortar dan stemper.
Apotek Sanata Dharma juga dilengkapi dengan lemari khusus untuk
menyimpan narkotika dan psikotropika, lemari pendingin untuk menyimpan obat-
obatan yang kurang stabil bila disuhu kamar, dan lemari penyimpanan obat paten
dan OWA serta obat-obat generik. Apotek Sanata Dharma juga dilengkapi dengan
adanya buku penunjang seperti ISO, MIMS, Farmakope Indonesia guna mencari

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 38


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

informasi obat serta terdapat komputer untuk memasukkan data penjualan,


menyimpan data pasien dan mengecek saldo obat apotek. Selain itu, terdapat meja
tempat penerimaan resep dan meja penyerahan obat dan dilengkapi dengan tempat
untuk menempatkan majalah kesehatan.

3. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnnya


Manajemen pengelolaan sediaan farmasi di Apotek Sanata Dharma
mencakup perencanaan, pengadaan dan penerimaan, penyimpanan, dan distribusi
obat.
a. Perencanaan
Perencanaan pengadaan perbekalan farmasi di Apotek Pendidikan Sanata
Dharma didasarkan pada:
 Pola epidemiologi dilakukan dengan melihat pola penyakit yang ada di
masyarakat sekitar dan pola peresepan yang dilakukan oleh dokter.
 Pola konsumsi masyarakat dilakukan dengan mengevaluasi kebutuhan dan
permintaan konsumen.
 Jumlah persediaan barang yang menipis atau kosong.
 Kemampuan daya beli masyarakat.
 Diskon yang diberikan PBF serta pemberitahuan adanya kenaikan harga.
Perencanan pengadaan dengan metode just in time dilakukan hanya untuk
permintaan obat yang jarang digunakan, harganya mahal dan tidak tersedia di
Apotek Pendidikan Sanata Dharma. Perencanaan dengan metode ini biasanya
dilakukan dengan memesan obat yang dibutuhkan pada Apotek rekanan yang
terletak disekitar Apotek Pendidikan Sanata Dharma.
 Dengan mempertimbangkan sifat barang fast moving atau slow moving
(Sistem Pareto). Sehingga produk-produk yang lebih banyak dipesan adalah
produk yang fast moving.
Kegiatan perencanaan yang dilakukan yaitu mengecek dan mencatat obat atau
barang yang habis atau hampir habis melalui data stok di komputer dan dengan
melihat stok fisik, selanjutnya menentukan obat-obat yang akan dipesan. Kegiatan
perencanaan disusun dalam buku defecta, dimana pada buku defekta terdapat obat-

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 39


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

obat yang akan dipesan pada PBF. Pencatatan barang pada buku defekta rutin
dilakukan setiap hari.

b. Pengadaan dan Penerimaan


Pengadaan merupakan realisasi dari perencanaan. Pengadaan barang di
Apotek Pendidikan Sanata Dharma dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan
menyesuaikan kebutuhan dengan pertimbangan jumlah, kemudahan menghubungi
distributor dan waktu tunggu hingga barang datang. Pengadaan dilakukan
berdasarkan perencanaan dalam jumlah yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan
jangka pendek. Pengadaan barang dilakukan dengan delivery order (DO) dimana
Apoteker mencatat barang yang habis atau hampir habis di buku defekta. Apoteker
Pengelola Apotek (APA) akan menulis Surat Pesanan (SP) yang kemudian
ditandatangani dan dicap setelah ada persetujuan tentang harga, diskon, waktu
pengantaran, maupun retur jika barang tersebut kadaluwarsa.
Penerimaan adalah suatu kegiatan dalam menerima perbekalan farmasi yang
diserahkan dari unit-unit pengelola yang lebih tinggi (PBF) kepada unit pengelola
di bawahnya (apotek). Perbekalan farmasi yang dikirim dari distributor ke apotek
disertai dengan bukti faktur. Apoteker akan melakukan pengecekan terhadap
barang yang datang disesuaikan dengan SP dan faktur, pemeriksaan meliputi nama
sediaan, bentuk sediaan, jumlah, dosis, ED, nomor batch dan kondisi sediaan. Jika
sudah sesuai, surat pesanan atau faktur ditandatangani dan diberi stampel apotek
oleh apoteker yang menerima barang.
Faktur kemudian disimpan atau didokumentasikan dalam buku hutang (berisi
tanggal datang, nama PBF, tanggal faktur, nomor faktur, tanggal jatuh tempo,
harga, tanggal lunas) dan disusun berdasarkan nama PBF untuk memudahkan
pencarian bila terjadi masalah atau pada saat penagihan hutang (inkaso). Barang
pesanan yang telah diperiksa dan diterima kemudian juga dicocokkan dengan buku
defekta lalu dicatat dalam buku pembelian (untuk barang yang pembayarannya
secara kredit), kartu stok, kartu stelling, dan buku ED. Faktur yang diminta dari
distributor sebanyak dua lembar, kemudian dientry sesuai dengan jumlah, jenis dan
nilai barang di faktur pemesanan yang kemudian akan masuk ke system apotek.

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 40


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

c. Penyimpanan
Apotek Pendidikan Sanata Dharma tidak memiliki ruang gudang khusus
untuk menyimpan barang-barang persediaan, biasanya barang yang datang akan
langsung ditata dalam rak atau etalase. Untuk barang yang dibeli dalam jumlah
banyak akan disimpan pada lemari penyimpanan yang terletak di bawah rak
penataan. Obat-obat OTC ditata pada etalase dan rak di tempat yang mudah terlihat
yaitu terletak di bagian depan Apotek, sedangkan untuk obat-obat non-OTC (obat
keras, obat generik, OWA, obat paten dan obat-obat yang sering diresepkan oleh
dokter) ditata pada rak di bagian dalam Apotek sehingga tidak terlihat langsung dan
tidak dapat diakses oleh pasien atau konsumen.
Penataan Obat non-OTC dibedakan menjadi obat generic, obat paten dan
obat paten selain bentuk sediaan tablet dan kapsul. Penataan obat non_OTC
dilakukan secara alfabetis dan bentuk sediaannya sedangkan obat OTC ditata
berdasarkan farmakologi dan bentuk sediaan. Metode penyimpanan dan
pengeluaran obat di Apotek Pendidikan Sanata Dharma sudah sesuai dengan
PerMenKes RI Nomor 35 Tahun 2016, yaitu menggunakan sistem First In First Out
(FIFO) dan First Expired First Out (FEFO) di mana obat yang pertama datang atau
waktu kadaluarsa lebih pendek disusun pada bagian terdepan supaya obat dengan
waktu kadaluwarsa lebih pendek ataupun obat yang telah lama ada di Apotek dapat
terjual lebih dahulu.
Penyimpanan obat-obat narkotika, psikotropika dan termolabil dilakukan
diruang peracikan apoteek. Obat-obat narkotika-psikotropika disimpan di dalam
lemari peyimpanan khusus dengan dua pintu dan dua kunci yang berbeda
sedangkan utnuk obat-obatan yang bersifat termolabil diletakkan dalam lemari
pendingin.

d. Administrasi
Apotek Sanata Dharma melakukan dua proses administrasi, antara lain:
1) Administrasi Umum, meliputi pencatatan dan pengarsipan pembelian serta
penjualan barang, pencatatan OWA, dan pelaporan narkotika-psikotropika.

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 41


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

2) Administrasi pelayanan, meliputi pengarsipan resep perbulan, pengarsipan


resep narkotika-psikotropika, penulisan dan pengarsipan rekam medis pasien,
dan pengarsipan informed consent pasien.

D. Aspek Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care)


1. Konseling promosi dan edukasi
Apotek Pendidikan Sanata Dharma memiliki ruang khusus untuk melakukan
konsultasi. Namun, ruangan tersebut belum digunakan secara maksimal karena
pelanggan atau pasien yang datang enggan melakukan konseling di dalam ruangan
tersebut. Pasien atau pelanggan yang datang lebih memilih untuk berdiri di depan
etalase apotek dan melakukan konsultasi terkait keluhan yang dialami lalu
kemudian meminta rekomendasi obat. Kegiatan konseling yang dilakukan pada
Apotek Pendidikan Sanata Dharma belum didokumentasikan atau dicatat ke dalam
formulir konseling.
Kegiatan konseling juga dilakukan untuk pasien yang berobat di klinik
pratama. Pasien menyerahkan resep setelah memeriksakan diri ke dokter.
Kemudian Apoteker menyerahkan obat dan memberikan konseling informasi
terkait obat yang diberikan. Informasi yang diberikan antara lain, nama dan indikasi
obat, dosis dan cara penggunaan, efek samping serta kontraindikasi obat. Melalui
konseling informasi obat, diharapkan pasien patuh menggunakan obat yang
diberikan secara tepat dan menghindari terjadinya kesalahan dalam penggunaan
obat.
Kegiatan promosi yang dilakukan di Apotek Pendidikan Sanata Dharma
kepada pemilih obat atau pemilih suplemen yang dilakukan oleh pasien. Apoteker
berperan dalam memberikan pilihan alternatif dari obat yang memiliki indikasi
yang sama dengan keluhan yang dialami oleh pasien atau menawarkan penambahan
suplemen untuk mengingkatkan kualitas hidup serta memaksimalkan hasil terapi
obat.
Selain itu, salah satu promosi kesehatan yang ada di Apotek Pendidikan
Sanata Dharma adalah tersedianya majalah-majalah kesehatan. Pasien atau
pelanggan yang datang dapat membaca majalah tersebut sambil menunggu obat

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 42


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

disiapkan sehingga pengetahuan pasien atau pelanggan tentang kesehatan semakin


bertambah dan diharapkan dapat meningkatkan kesadaran pasien atau pelanggan
untuk hidup sehat.
2. Pengobatan mandiri (self-medication)
Pengobatan sendiri adalah pengobatan yang dapat dilakukan oleh pasien
dalam rangka menyembuhkan diri sendiri dengan menggunakan obat tanpa resep
(golongan obat bebas, bebas terbatas, OWA) dengan bertanggung jawab dan tepat
indikasi. Penyakit yang dapat disembuhkan dengan pengobatan sendiri adalah
penyakit yang tergolong ringan (common illness). Penyakit yang sering dijumpai di
Apotek Pendidikan Sanata Dharma yang diobati dengan pengobatan sendiri antara
lain demam, batuk, pilek, pegal-linu, sakit gigi, diare, konstipasi, penyakit maag,
mual muntah, iritasi mata ringan, keletihan, anemia, dan penyakit ringan lainnya.
Pasien yang datang ke Apotek Pendidikan Sanata Dharma sering kali
melalukan pengobatan mandiri daripada memeriksakan diri ke dokter. Apoteker
berperan dalam menggali informasi mengenai penyakit dan keluhan yang dirasakan
oleh pasien dalam rangka meningkatkan pemahaman pasien terhadap kondisi tubuh
dan penyakit pasien, kemudian memberikan pilihan obat yang tepat. Apoteker
hanya membantu memberikan pilihan obat, keputusan untuk memilih obat
diserahkan kembali kepada pasien sendiri.
Selain itu, ada juga pasien yang datang dengan hanya membeli obat tertentu
karena sudah biasa menggunakannya atau mendapat informasi dari orang lain.
Apoteker berperan dalam memastikan ketepatan dan kesesuaian obat yang diminta
dengan kondisi dan keluhan pasien. Jika obat yang diminta pasien tidak tepat
indikasi, maka Apoteker bertanggung jawab menyarankan obat lain yang tepat
dengan keluhan penyakit pasien.
Lebih lanjut, Apoteker wajib memberikan informasi dengan jelas dan lengkap
kepada pasien mengenai obat dan penyakit yang diderita. Jika diperlukan, informasi
terapi farmakologi juga dapat diberikan. Jika dalam 3 hari setelah menjalani
pengobatan mandiri pasien tidak membaik, maka pasien disarankan untuk
memeriksakan diri ke dokter.

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 43


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Obat yang digunakan untuk pengobatan sendiri meliputi obat bebas, obat
bebas terbatas dan OWA (Obat Wajib Apotek). Penggunaan OWA dicatat ke dalam
buku khusus OWA, dimana pencatatan meliputi nama obat, nama dan alamat
pasien, harga obat, indikasi, dan aturan pemakaian obat. Pencatatan dilakukan
untuk kepentingan apabila sewaktu-waktu terjadi penyidakan dokumen dari
BPOM.

3. Pelayanan residensial (home care)


Pelayanan residensial merupakan salah satu bentuk care giver dari seorang
Apoteker kepada pasien. Pelayanan residensial dilakukan untuk pasien lansia atau
penderita penyakit kronis dimana pasien dengan keadaan tersebut membutuhkan
pemantauan terhadap penyakit dan penggunaan obatnya.
Pada Apotek Pendidikan Sanata Dharma, pelayanan residensial belum dapat
dilakukan karena terbatasnya tenaga kerja yang ada serta pelayanan residensial
belum masuk ke dalam program pelayanan Apotek Pendidikan Sanata Dharma.
Pelayanan residensial ini biasanya dilakukan oleh mahasiswa S1 Farmasi untuk
melakukan pemantauan obat di masyarakat.

E. Aspek Pelayanan Kefarmasian


1. Pengelolaan Resep
Berdasarkan PerMenKes RI No.73 Tahun 2016, resep adalah permintaan
tertulis dari dokter atau dokter gigi kepada apoteker, baik dalam bentuk paper
maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai
peraturan yang berlaku. Apotek Sanata Dharma melayani resep dokter daam bentuk
paper. Jalur pengelolaa resep di Apotek Sanata Dharma adalah :
a. Pengkajian Resep (Skrining Resep)
Skrining resep adalah tahap awal yang dilakukan saat pasien datang
dengan membawa resep. Tujuan dilakukan skrining resep yaitu melihat
keabsahan dan kelengkapan suatu resep. Sumber resep Apotek Sanata
Dharma berasal dari Klinik Pratama Universitas Sanata Dharma dan sebagian

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 44


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

kecil resep dari luar. Resep yang diterima oleh Apoteker akan diskrining,
meliputi :
1) Persyaratan Administrasi
Dilakukan pemeriksaan kesesuaian identitas pasien (nama dan umur)
dengan resep untuk mencegah kesalahan terutama pada pemberian dosis,
identitas dokter penulis resep yang mencakup nama dan nomor izin
praktek, tanggal resep, serta otorisasi berupa tanda tangan atau paraf
dokter.
2) Kesesuaian Farmasetik
Mengecek nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan yang tertulis pada
resep, ketersediaan obat di apotek dan kesesuaian untuk pasien yang
bersangkutan (suitable), serta apabila obat tersebut merupakan resep
racikan apakah terjadi inkompatibilitas antar komponen yang diracik.
Pengecekan kesesuaian farmasetis juga mencakup ketepatan dosis, aturan
pakai, cara dan teknik penggunaan, apakah sudah tercantum dengan benar
pada resep dan sesuai dengan identitas pasien.
3) Pertimbangan klinis
Perlu dilakukan untuk melihat adanya kemungkinan Drug Related
Problem (DRP). Apoteker mengecek apakah obat yang diresepkan sesuai
dengan indikasi, dosis, aturan pakai, cara penggunaan, serta ama
penggunaan obat terhadap umur, berat badan, serta kondisi penyakit
pasien. Apoteker juga mengkaji apakah ada interaksi atau tidak antar
obat/komponen dalam resep.

b. Peracikan Obat (Dispensing)


Sebelum meracik obat, apoteker di Apotek Sanata Dharma akan
memastikan bahwa obat yang telah disiapkan sesuai dengan obat yang ada di
resep sedangkan untuk resep non racikan dapat langsung dilakukan penyiapan
obat dengan melihat nama obat, kekuatan, dan jumlah obat yang diambil.
Resep racikan yang pernah dilayani di Apotek Sanata Dharma adalah resep
racikan dalam bentuk kapsul, pulveres, dan krim. Proses peracikan obat di

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 45


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Apotek Pendidikan Sanata Dharma memperhatikan hygine process di mana


setiap alat yang akan digunakan untuk meracik obat (mortir, stamper, sudip)
disterilkan terlebih dahulu dengan alkohol 70% untuk meminimalkan
kontaminasi.
c. Etiket
Apotek Sanata Dharma terdapat dua jenis etiket yaitu etiket berwarna putih
untuk obat dalam dan etiket yang berwarna biru untuk obat luar. Obat yang
telah siap, kemudian dikemas dan diberi etiket sesuai dengan aturan pakai
obat, apakah untuk obat dalam atau obat luar. Pada etiket tercantum nama dan
alamat apotek serta nomor telepon apotek, nomor resep, tanggal pembuatan,
nama pasien, dan aturan pemakaian.
d. Kemasan Obat yang diberikan
Obat yang akan diserahkan kepada pasien dikemas dengan rapi
menggunakan kemasan yang sesuai agar kualitas obat tetap terjaga.
e. Penyerahan Obat
Apabila obat telah selesai dikemas dan diberi etiket, pengecekan akhir
terhadap kesesuaian resep, obat dan etiket dilakukan oleh Apoteker yang
meliputi nama obat, jumlah, bentuk sediaan serta aturan pakai dan selanjutnya
obat diserahkan kepada pasien. Penyerahan obat kepada pasien disertai
dengan informasi obat dan konseling cara penggunaannya. Apoteker juga
harus menginformasikan kepada pasien mengenai terapi non farmakologi
untuk menunjang keberhasilan terapi. Informasi yang diberikan harus
menggunakan bahasa yang jelas dan mudah dipahami oleh pasien agar tidak
terjadi kesalahan dalam pasien menerima informasi yang diberikan.
2. Pengelolaan Obat Wajib Apotek (OWA)
Obat Wajib Apotek (OWA) merupakan obat keras yang dapat diberikan
dalam jumlah tertentu oleh apoteker kepada pasien tanpa harus ada resep dokter.
Pembelian OWA di Apotek Sanata Dharma harus disertai dengan pencatatan nama
pasien dan alamat pasien pada entry komputer. Saat penyerahan obat disertai
dengan pemberian konseling, informasi, dan edukasi seperti pemberian informasi
meliputi dosis, aturan pakai, kontraindikasi, efek samping, jangka waktu

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 46


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

pengobatan, hal- hal yang perlu dihindari pasien selama pengobatan. Pelayanan
OWA pada Apotek Sanata Dharma disertai dengan pendokumentasian pada buku
OWA yang berisi tanggal, nama, alamat, keluhan, nama OWA, jumlah obat serta
aturan pakai.

3. Pengelolaan Obat Keras, Narkotika dan Psikotropika


a. Pengelolaan Obat Keras
Pada dasarnya pengelolaan obat keras di Apotek Sanata Dharma sama
seperti pengelolaan obat lainnya. Penyimpanan obat keras ini diletakkan di
rak dalam ruang obat yang disusun berdasarkan alfabetis, bentuk sediaan,
obat generik, obat paten secara alfabetis yang bertujuan untuk mempermudah
pencarian obat, namun tetap memperhatikan FIFO (First In First Out) dan
FEFO (First Expired First Out). Pelayanan obat keras dilakukan dengan resep
dokter kecuali untuk OWA yang dapat diserahkan tanpa resep dokter.
b. Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika
Pengadaan narkotika dan psikotropika di Apotek di Apotek Sanata
Dharma dilakukan dengan membuat surat pesanan khusus narkotika dan
psikotropika sesuai dengan perundang-undangan. Formulir tersebut terdiri
dari identitas APA dan SIPA, jumlah dan nama sediaan yang diminta, tujuan
penggunaan, PBF atau intern yang dituju, tanggal, cap apotek, paraf.
Satu lembar SP narkotika hanya untuk 1 sediaan dan 1 kekuatan. Satu
lembar SP psikotropika hanya digunakan untuk 1 distributor, namun boleh
memuat lebih dari 1 macam obat(maksimal 3 obat) untuk tiap surat pesanan.
SP Psikotropikadibuat rangkap 2 yaitu 1 untuk PBF dan 1 lagi untuk arsip
apotek. SP untuk obat narkotika hanya boleh memuat 1 jenis narkotika.
Pada saat proses penerimaan, setiap obat yang datang selalu dicek
kesesuaian nama, jumlah, nomor batch, tanggal kadaluarsa dan kondisi
fisiknya antara faktur, SP dan barang datang. Faktur dari PBF yang terdapat
narkotika dan psikotropika ditulis dibuku pembelian khusus narkotika dan
psikotropika, diarsipkan dan digabungkan dengan SP terkait permintaan
sediaan tersebut. Gabungan arsip dan faktur kemudian disimpan di apotek.

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 47


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Penyimpanan narkotika dan psikotropika di Apotek Sanata Dharma disimpan


dilemari khusus terbuat dari kayu dengan dua pintu dan dua kunci yang
berbeda. Lemari penyimpanan ini diletakkan diruang peracikan sehingga
tidak terlihat oleh pasien. Penyusunan dilakukan secara alfabetis dengan
urutan FEFO dan FIFO untuk mempermudah pencarian dan pengendalian.
Perlu dilakukan pernanganan khusus untuk narkotika dan psikotropika
agar tidak terjadi penyalahgunaan. Seluruh proses pengelolaan ini harus
dimonitoring oleh Apoteker. Pengelolaan obat keras, narkotika dan
psikotropika meliputi pengadaan, penyimpanan, distribusi, pemusnahan dan
pelaporan.
c. Pengelolaan Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas, Obat Tradisinal, Kosmetik,
Alat Kesehatan, dan Perbekalan Kesehatan lainnya
1) Pengadaan
Pengadaan obat bebas, obat bebas terbatas, obat tradisional, kosmetik,
alat kesehatan, dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan dengan
menggunakan Surat Pesanan (SP) yang ditandatangani oleh APA dan
diberi cap Apotek. SP tersebut terdiri atas dua lembar, lembar berwarna
putih digunakan sebagai arsip PBF dan lembar berwarna biru digunakan
untuk arsip Apotek. Proses pengadaan di Apotek Pendidikan Sanata
Dharma dilakukan dengan metode konsumsi, yaitu dengan melihat laku
atau tidaknya obat/barang tersebut. Selain itu, digunakan pula metode
epidemiologi yang berarti menyesuaikan dengan pola penyakit di daerah
tersebut pada saat itu juga. Adapun obat/barang tertentu yang
menggunakan metode konsinyasi. Pengadaannya didasarkan pada data
persediaan yang sudah hampir habis dicatat pada buku defekta.
2) Penyimpanan
Penyimpanan OTC dilakukan dengan sistem FEFO (First Expired First
Out) dan FIFO (First In First Out). Hal ini bertujuan untuk mencegah
terjadinya kerugian yang diakibatkan oleh kerusakan barang karena
kadaluarsa. Penataan barangnya menggunakan sistem FEFO yaitu dengan
menata barang dengan melihat tanggal kadaluarsa, dimana OTC dengan

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 48


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

tanggal kadaluarsa paling dekat diambil terlebih dahulu dan sistem FIFO
apabila OTC sejenis memiliki tanggal kadaluarsa yang sama, sehingga
OTC yang baru datang dari distributor diletakkan di bagian belakang,
tujuannya agar OTC yang lama dapat terjual dan diambil lebih dahulu.
3) Distribusi
Pelayanan dilakukan langsung oleh Apoteker, dan dibantu oleh
mahasiswa PKPA atau mahasiswa magang. Pelayanan obat bebas, obat
bebas terbatas, kosmetik, obat tradisional dilakukan tanpa resep dokter dan
disertai dengan pemberian informasi yang jelas dan mudah dipahami oleh
pasien. Informasi obat yang diberikan mencakup indikasi, efek samping
obat, kontraindikasi, dan lain-lain. Apabila pasien atau konsumen tidak
mengetahui obat apa yang akan dibeli, maka Apoteker menanyakan
keluhan pasien tersebut kemudian menyarankan obat apa yang cocok
untuk pasien atau konsumen tersebut.
4) Pemusnahan
Di Apotek Pendidikan Sanata Dharma, proses penanganan untuk obat-
obat yang belum kadaluarsa tetapi dalam kondisi rusak maupun kemasan
rusak biasanya dilakukan proses retur ke PBF yang menyuplai obat
tersebut. Namun, dalam hal ini proses retur harus berdasarkan perjanjian
awal pembelian obat. Obat-obat yang telah mendekati masa kadaluarsa,
biasanya PBF akan menerima retur sebelum masa ED obat habis (tiga
sampai enam bulan sebelum ED) atau sesuai dengan kesepakatan diawal
pembelian, sehingga perlu dilakukan pengontrolan kadaluarsa dengan
mengecek buku ED untuk obat-obat yang mendekati masa ED tersebut.
d. Pengelolaan Obat Rusak, Kadaluarsa, Pemusnahan Obat dan Resep
Pengelolaan obat-obatan yang kadaluarsa atau rusak di Apotek Pendidikan
Sanata Dharma dilakukan dengan mengecek buku ED dan buku retur untuk
mengecek obat-obat yang mendekati ED (6 bulan sebelum ED). Pencatatan
ED obat segera dilakukan setiap kali obat datang dari PBF sehingga seluruh
obat dipastikan tercatat. Pengecekan obat-obat yang mendekati waktu
kadaluarsa dilakukan setiap pergantian bulan, sehingga bisa segera dilakukan

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 49


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

pengembalian ke PBF yang bersangkutan ataupun dimusnahkan sesuai sesuai


dengan peraturan yang berlaku. Obat-obat yang akan diretur ke PBF yang
bersangkutan yang sebelumnya telah dilakukan kesepakatan terlebih dahulu
antara Apotek dengan PBF. Namun, tidak semuanya dapat dilakukan retur
pada PBF yang bersangkutan. PBF biasanya mempunyai aturan khusus untuk
retur, misalnya harus dalam satu kaleng utuh atau satu box utuh untuk
narkotika dan obat generik berlogo (OGB) dan satu strip utuh untuk
psikotropika (Sanbe®). Obat yang tidak dapat di retur, akan dimusnahkan dan
menjadi kerugian bagi Apotek, sehingga pada laporan keuangan dimasukkan
dalam bagian penyusutan. Resep di Apotek Pendidikan Sanata Dharma
dipisahkan tiap bulannya dan disimpan rapi sebagai arsip apotek.
Pemusanahan dilakuan dengan cara dihibahkan kepada Fakultas Farmasi
USD untuk kepentingan pembelajaran. Pemusnahan obat disaksikan oleh
karyawan Apotek. Pada waktu proses pemusnahan pihak Apotek juga harus
membuat berita acara pemusnahan yang disertai dengan daftar nama obat
yang akan dimusnahkan. Format berita acara antara lain, hari dan tanggal
pemusnahan, tanggal awal dan tanggal akhir resep, dan berat resep dalam
kilogram.

F. Evaluasi
1. Audit sediaan farmasi
Kegiatan audit sediaan farmasi yang dilakukan oleh Apotek Pendidikan
Sanata Dharma adalah stok opname. Kegiatan stok opname dilakukan setiap
pergantian shift kerja di apotek, yaitu pagi dan sore hari. Stok opname dilakukan
dengan menghitung jumlah fisik dari setiap produk sediaan farmasi yang terjual
pada shift sebelumnya. Kemudian hasil perhitungan tersebut dicatat dan dicocokkan
ke dalam kartu steling. Hasil stok opname akan sesuai ketika jumlah fisik sediaan
farmasi sama atau sesuai dengan sisa produk yang tertera pada kartu steling. Stok
opname dilakukan setiap pergantian shift dengan tujuan untuk mengontrol serta
pengendalian terhadap sediaan farmasi agar terhindar dari ketidaksesuaian yang
dapat menyebabkan kerugian.

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 50


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

2. Audit SOP manajemen


Pada Apotek Pendidikan Sanata Dharma tidak dilakukan audit SOP
manajemen.
3. Audit Finansial (cash flow, neraca, laporan rugi laba)
Audit finansial pada Apotek Pendidikan Sanata Dharma dilakukan setiap
tahun. Audit finansial dilakukan oleh pihak Yayasan Sanata Dharma. Data yang
dibutuhkan untuk proses audit disiapkan oleh pihak administrasi Apotek
Pendidikan Sanata Dharma. Data yang dibutuhkan antara lain cash flow, neraca dan
laporan rugi laba. Data yang disiapkan tersebut kemudian dikirimkan kepada
Yayasan Sanata Dharma melalui Fakultas Farmasi Sanata Dharma.
4. Survey kepuasan pelanggan
Pada Apotek Pendidikan Sanata Dharma, survey kepuasan pelanggan sudah
dilaksanakan. Survey kepuasan pelanggan dilakukan dengan tujuan untuk
mengevaluasi pelayanan yang diberikan oleh Apoteker kepada pelanggan. Selain
itu, dengan survey dapat diamati pendapat dan pandangan dari pelanggan terhadap
pelayanan di apotek. Survey yang dilakukan yaitu dengan menyediakan kotak saran
yang dapat diisi oleh pelangan ketika datang ke apotek.
5. Audit SOP pelayanan
Audit SOP pelayanan bertujuan untuk menjamin bahwa pelayanan yang
dilakukan pada apotek selalu diperbaharui dan sesuai dengan peraturan hukum
kefarmasian yang berlaku. Pada Apotek Pendidikan Sanata Dharma tidak
dilaksanakan Audit SOP Pelayanan. Menurut pengalaman selama menjalani masa
PKPA, audit dilakukan hanya ketika akan diadakan akreditasi FF Sanata Dharma.
6. Dokumentasi pelayanan kefarmasian (Patient medication record, dokumentasi
konsultasi)
Dokumentasi pelayanan kefarmasian sudah dilakukan pada Apotek
Pendidikan Sanata Dharma. Dokumentasi dilakukan untuk pasien yang berobat di
klinik pratama dan menebus resep di apotek. Tetapi dokumentasi yang dilakukan
hanya sebatas patient medication record yang ditulis pada buku pengobatan pasien
serta form yang ditandatangani oleh pasien, yang menyatakan bahwa pasien

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 51


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

mengerti dengan penjelasan pengobatan yang disampaikan oleh Apoteker.


Dokumentasi konsultasi sampai saat ini belum dilakukan.

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 52


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Praktik Kerja Profesi Apoteker di Apotek Pendidikan Sanata Dharma
Meningkatkan pemahaman calon Apoteker tentang peran, fungsi, dan tanggung
jawab Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di apotek, diantaranya
pengelolaan sediaan farmasi, pelayanan farmasi klinis, dan melakukan evaluasi
pelayanan kefarmasian.
2. Pelaksanaan PKPA di Apotek Pendidikan Sanata Dharma memberikan bekal
kepada calon Apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan
pengalamam praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek.
3. Pelaksanaan PKPA di Apotek Pendidikan Sanata Dharma memberikan
kesempatan kepada calon Apoteker untuk mempelajari strategi dan
pengembangan apotek.
4. Pelaksanaan PKPA di Apotek Pendidikan Sanata Dharma mempersiapkan calon
Apoteker dalam memasuki dunia kerja.
5. Pelaksanaan PKPA di Apotek Pendidikan Sanata Dharma memberikan
gambaran tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian di apotek dan
penyelesaiannya.

B. Saran
1. Skrining resep yang terdokumentasi secara berkala dilakukan oleh Apoteker
ketika menerima resep baik dari klinik atau dari luar. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi kejadian medication error dalam proses pelayanan kefarmasian di
apotek.
2. Meningkatkan komunikasi antara Apotek dan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma sehingga kegiatan pengelolaan apotek dapat berjalan lebih baik
dan lancar.
3. Apoteker meminta FF USD untuk memberi bantuan dan kesempatan untuk
Apoteker mengikuti pelatihan berkelanjutan seperti training dan seminar.

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 53


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

DAFTAR PUSTAKA

Anief, 2005. Manajemen Farmasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.


Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Hartini, Y.S., dan Sulasmono, 2007. Apotek: Ulasan Beserta Naskah Peraturan
Perundang-undangan Terkait Apotek Termasuk Naskah dan Ulasan
Permenkes Tentang Apotek Rakyat. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.
Permenkes RI, 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.
Seto, S., Nita, Y., dan Triana, L., 2008. Manajemen Farmasi, Lingkup Apotek,
Farmasi Rumah Sakit, Pedagang Besar Farmasi, Industri Farmasi.
Airlangga University. Surabaya. pp 117-146.
Suryana, 2006. Kewirausahaan: Pedoman Praktis: Kiat dan Proses Menuju Sukses.
Edisi. 3. Salemba Empat. Jakarta.
Umar, M., 2005. Manajemen Apotek Praktis. CV. Ar-Rahman. Solo.

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 54


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

LAMPIRAN

Lampiran 1. STRA APA dan APING

Lampiran 2. SIA Lampiran 3. Format SP Obat

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 55


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Lampiran 4. Format SP

Lampiran 5. SP Prekusor Lampiran 6. Format Copy Resep

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 56


Laporan PKPA Apotek Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta,
Program Studi Profesi Apoteker, Angkatan XXXIV,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Lampiran 7. Etiket Obat dalam dan Luar

Lampiran 8.Format Kwitansi Pembayaran Lampiran 9.Kartu Stelling

Periode 1 Juli - 31 Agustus 2017 57

Anda mungkin juga menyukai