Disusun oleh:
Albertin Gilang Kristanti, S. Farm 168115150
Albertus Ivan Brilian, S. Farm 168115151
i
ii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
kasih, berkat, dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir laporan yang berjudul “LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI
APOTEKER DI APOTEK PENDIDIKAN SANATA DHARMA PERIODE 1 Juli-
31 Agustus 2017”. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Apoteker (Apt.) di Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama proses PKPA hingga penyelesaian
laporan ini, penulis telah mendapatkan bantuan, dukungan, semangat, saran dan
kritik dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ibu Aris Widayati, Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, Apt., M.Kes., Ph.D., Apt selaku Ketua
Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma dan selaku dosen pembimbing internal praktek kerja atas
bimbingan, arahan dan masukan selama praktek kerja.
3. Ibu Sri Siwi Rahayu, S.Si., Apt., selaku APA sekaligus pembimbing PKPA
di Apotek Pendidikan Sanata Dharma atas diskusi dan banyak pengarahan
yang diberikan selama proses PKPA.
4. Ibu Bernadetta Wenni Sukma W., S.Farm., Apt., selaku Apoteker
Pendamping Apotek Pendidikan Sanata Dharma yang telah memberikan
banyak pengarahan selama proses PKPA.
5. Bapak F.X. Budianto, selaku karyawan bagian administrasi Apotek
pendidikan Sanata Dharma atas kerjasama dan bantuannya selama proses
PKPA.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Ilustrasi Struktur Organisasi Apotek ..................................11
Gambar 2. Tanda Khusus Obat Keras..................................................23
Gambar 3. Tanda Khusus Obat Narkotika dan Psikotropika ...............25
Gambar 4. Struktur Organisasi Apotek Sanata Dharma ......................33
v
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
DI APOTEK PENDIDIKAN SANATA DHARMA YOGYAKARTA
PERIODE 1 JULI -31 AGUSTUS 2017
Disusun oleh:
Albertin Gilang Kristanti, S. Farm 168115150
Albertus Ivan Brilian, S. Farm 168115151
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu
mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Apotek
juga merupakan salah satu sarana bagi seorang profesi apoteker untuk menjalankan
pelayanan kefarmasian sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) merupakan suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien dengan tujuan mencapai hasil yang
pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Permenkes RI, 2016). Pelayanan
kefarmasian yang dilakukan oleh seorang Apoteker sebagai penanggung jawab di
apotek yaitu mengelola persediaan farmasi dan melakukan pelayanan farmasi
klinik. Seiring dengan perubahan zaman, pelayanan kefarmasian mengalami
pergeseran paradigma dari pelayanan berbasis produk (drug oriented) ke arah
pelayanan berbasis pasien (patient oriented). Paradigma patient oriented mengacu
pada pelayanan kefarmasian yang menjadikan pasien sebagai fokus utama
pelayanan apoteker. Dalam pelayanan patient oriented, seorang apoteker dituntut
untuk memiliki keterampilan, pengetahuan, dan keahlian mengenai farmasi klinik,
seperti pengkajian resep, pelayanan informasi obat, pemberian pelayanan
kefarmasian ke rumah-rumah pasien, pemantauan penggunaan obat, atau
monitoring efek samping obat.
Selain pelayanan farmasi klinik, apoteker juga harus mampu mengelola
sediaan farmasi yang meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pemusnahan, pengendalian, pencatatan, dan pelaporan. Aspek bisnis dan
pengelolaan sumber daya menjadi salah satu pengetahuan yang harus dimiliki oleh
apoteker sehingga peran apoteker sebagai penyalur perbekalan farmasi ke
masyarakat dapat terpenuhi dengan baik.
Melihat banyaknya tuntutan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan
oleh seorang calon apoteker, Institusi Pendidikan Profesi Apoteker melakukan
kegiatan berupa Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di apotek selama 2 bulan.
Apotek Sanata Dharma merupakan salah satu apotek pilihan tempat dilakukannya
PKPA. Melalui PKPA di Apotek Sanata Dharma diharapkan para calon apoteker
dapat meningkatkan wawasan, pengetahuan, dan keterampilan dalam melakukan
pengelolaan sediaan farmasi dan pelayanan pasien di apotek secara profesional
yang sesuai dengan kode etik profesi dan perundang-undangan yang berlaku.
B. Tujuan
1. Meningkatkan pemahaman mengenai peran, fungsi, dan tanggung jawab
Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di apotek.
2. Meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman praktis
untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek.
3. Mempunyai kesempatan untuk melihat dan mempelajari strategi dan
pengembangan apotek.
4. Mempersiapkan diri dalam memasuki dunia kerja di apotek.
5. Memperoleh gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian di
apotek.
C. Manfaat PKPA
1. Mengetahui dan memahami tugas dan tanggung jawab apoteker dalam
mengelola apotek.
2. Memperoleh pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di apotek.
3. Memperoleh pengetahuan manajemen praktis di apotek.
4. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi apoteker yang profesional di
apotek.
BAB II
TINJAUAN UMUM APOTEK
A. Aspek Legalitas Organisasi
1. Peraturan Perundang-Undangan yang Terkait dengan Apotek
Terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait apotek,
diantaranya adalah :
a. Undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentangKesehatan
(menggantikan Undang-undang Republik Indonesia No. 23tahun 1992).
b. UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
c. UU RI No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.
d. UU RI No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian (mencabut Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1965 tentang
Apotek, Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980, dan Peraturan Pemerintah No.
41 tahun 1990).
f. Permenkes RI No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek.
g. Permenkes RI No. 5 tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan
dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor.
h. Permenkes RI No. 889 tahun 2011 tentang Registrasi, Izin Parktik, dan Izin
Kerja Tenaga Kefarmasian.
i. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1332/MENKES/SK/X/2002 (mengubah Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993) tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek.
j. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
k. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1176 tahun 1999 tentang Daftar Obat
Wajib Apotek No. 3.
l. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 924 tahun 1993 tentang Daftar Obat Wajib
Apotek No. 2.
m. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 347 tahun 1990 tentang Obat Wajib
Apotek
n. Keputusan Kongres Nasional XVII ISFI No. 006/KONGRESXVIII/ISFI/2009
tentang Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia.
Menurut Permenkes RI No.73 tahun 2016 mengenai standar pelayanan
kefarmasian di apotek, yang dimaksud dengan apotek adalah sarana pelayanan
kefarmasian tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian oleh apoteker. Menurut UU
Kesehatan No.36 tahun 2009 meliputi pembuatan dan pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan
obat, bahan obat dan obat tradisional.
Berdasarkan Permenkes RI No.31 tahun 2016 mengenai registrasi, izin
praktik dan izin kerja tenaga kefarmasian, menyebutkan bahwa setiap tenaga
kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat
izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat izin yang dimaksud adalah
SIPA bagi Apoteker; atau SIPTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian.
1. SIPA bagi Apoteker di fasilitas kefarmasian hanya diberikan untuk 1 (satu)
tempat fasilitas kefarmasian.
2. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) SIPA bagi
Apoteker di fasilitas pelayanan kefarmasian dapat diberikan untuk paling banyak
3 (tiga) tempat fasilitas pelayanan kefarmasian.
3. Dalam hal Apoteker telah memiliki Surat Izin Apotek, maka Apoteker yang
bersangkutan hanya dapat memiliki 2 (dua) SIPA pada fasilitas pelayanan
kefarmasian lain.
4. SIPTTK dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas
kefarmasian.
SIPA atau SIPTTK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 diberikan oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang
berwenang di kabupaten/kota tempat Tenaga Kefarmasian menjalankan praktiknya.
prakteknya, seorang Apoteker diikat oleh sebuah kode etik yang mengatur
bagaimana Apoteker bertindak dan berprilaku serta menentukan batasan-batasan
moral dari Apoteker. Kode etik farmasis merupakan salah satu pedoman untuk
membatasi, mengatur, dan sebagai petunjuk bagi farmasis dalam menjalankan
profesinya secara baik dan benar serta tidak melakukan perbuatan tercela (Hartini
dan Sulasmono, 2007). Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian
profesinya berpedoman pada satu ikatan moral yaitu :
a) Kewajiban umum
1) Seorang Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan
sumpah/janji Apoteker.
2) Seorang Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan
mengamalkan kode etik Apoteker Indonesia.
3) Seorang Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai
kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang
teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.
4) Seorang Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang
kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
5) Di dalam menjalankan tugasnya seorang Apoteker harus menjauhkan diri dari
usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat
dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.
6) Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi
orang lain.
7) Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
8) Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-
undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan bidang farmasi pada
khususnya.
b) Kewajiban Apoteker terhadap pasien
Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus
mengutamakan kepentingan masyarakat menghormati hak asasi pasien dan
melindungi makhluk hidup insani.
Surat izin atasan langsung bila pemohon PNS/ABRI atau instansi lain Surat
kuasa bermaterai Rp 6.000,- atau Surat Tugas bila tidak bisa mengurus
sendiri
Surat pernyataan APA/Aping tidak bekerja tetap pada perusahaan farmasi
lain dan tidak menjadi APA di apotek lain (bermaterai Rp 6.000,-)
Surat pernyataan PSA tidak terlibat pelanggaran usaha di bidang farmasi
(bermaterai Rp 6.000,-)
Surat yang menyatakan status bangunan dalam bentuk akte hak
milik/sewa/kontrak.
Perizinan apotek yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Yogyakarta
No.2 tahun 2008 Bagian Keempat Pasal 17, yaitu :
a) Pengajuan izin penyelenggaraan sarana dan tenaga kesehatan, pemohon izin
mengajukan surat permohonan kepada Walikota atau pejabat yang ditunjuk
dengan mengisi formulir yang telah disediakan.
b) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan paling lama 10 (sepuluh)
hari kerja sejak permohonan dinyatakan lengkap dan benar secara administratif
dan teknis.
c) Apabila persyaratan dinyatakan belum lengkap dan atau belum benar, maka ada
pemberitahuan paling lambat 5 (lima) hari kerja, sejak diterimanya permohonan.
d) Apabila tidak ada pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
persyaratan dinyatakan lengkap dan benar.
Studi kelayakan merupakan proses menentukan apakah suatu ide bisnis layak
dilaksankan atau tidak. Studi kelayakan ini nantinya menentukan apakah suatu
usaha yang didirikan memenuhi faktor sehingga menunjang keberhasilan suatu
pendirian apotek tersebut dari berbagai faktor, sehingga diperlukanlah studi dengan
menggunakan sumber-sumber yang akan dianalisis datanya. Terdapat beberapa
aspek dalam studi kelayakan yakni aspek yuridis/lokasi, aspek pasar, aspek
permodalan dan keuangan, aspek manajerial dan aspek teknis (Anief, 2005).
4. Struktur Organisasi
Struktur organisasi merupakan komponen dalam suatu organisasi yang
menunjukkan adanya pembagian kerja (job description) dan fungsi masing-masing
Apoteker
Pengelola
Apotek
Apotek
Pendamping
(Aping)
a) Modal lancar yaitu modal yang tertanam dalam barang-barang yang lancar
berputar dari bentuk yang satu menjadi bentuk yang lain secara terus-menerus di
dalam jangka waktu operasional. Contoh modal lancar: kas, surat berharga dan
piutang usaha.
b) Modal tetap yaitu modal yang diinvestasikan ke dalam barang-barang tetap
seperti kendaraan, gedung, perlengkapan dan peralatan. Meski bentuknya tetap,
nilai barang-barang tetap dapat berkurang seiring berjalannya waktu (Umar,
2005).
Modal yang dibutuhkan dalam pendirian apotek dapat berupa: modal
operasional, modal non operasional, dan cadangan modal. Peraturan Pemerintah
Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian pasal 25 menyebutkan bahwa
Apoteker dapat mendirikan apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari
pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan. Dalam hal Apoteker yang
mendirikan Apotek bekerja sama dengan pemilik modal maka pekerjaan
kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan.
2. Perhitungan BEP
Break Even Point atau titik impas adalah suatu titik dimana total hasil penjualan
sama dengan total biaya (biaya tetap dan biaya variabel). Analisis BEP digunakan
untuk mengambil keputusan mengenai jumlah minimal yang harus dipertahankan
agar apotek tidak mengalami kerugian, jumlah penjualan yang harus memperoleh
keuntungan tertentu dan seberapa jauh berkurangnya penjualan agar perusahaan
tidak menderita rugi (Anief, 2005). Apotek dikatakan mencapai BEP apabila dalam
laporan perhitungan laba atau rugi pada periode tertentu, apotek tidak memperoleh
baik laba maupun rugi. Berikut adalah rumus untuk menghitung BEP:
Kena Pajak. PTKP yang berlaku semenjak tanggal 27 Juni 2016 hingga sekarang
adalah sebagai berikut :
Tabel I. Tarif PTKP PMK Nomor 101/PMK.010/2016
Jenis PTKP Setahun (Rp) Sebulan (Rp)
Wajib pajak orang pribadi Rp 54.000.000,00 Rp 4.500.000
Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp 4.500.00,00 Rp 375.000
Tambahan untuk seorang isteri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan Rp 54.000.000,00 Rp 4.500.000
suami
Tambahan untuk setiap anggota keluarga yang
Rp 4.500.000,00 Rp 375.000
sedarah, paling banyak 3 orang
tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1996
tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah
dan/atau Bangunan.
f. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 Pasal 7 mengatur tarif Pajak
Pertambahan Nilai adalah 10%. Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai
yang seharusnya sudah dibayarkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pajak
Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan barang kena pajak,
penyerahan jasa kena pajak, ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor barang
kena pajak tidak berwujud dan/atau ekspor jasa kena pajak.
5. Kewirausahaan
Kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan
berbeda melalui pemikiran kreatif dan inovatif (Suryana, 2006). Pekerjaan
kefarmasian di bidang apotek/ farmasi komunitas merupakan salah satu bidang
usaha yang membutuhkan keahlian wirausaha, tidak hanya PSA saja yang memiliki
jiwa wirausaha tetapi apoteker yang bertanggung jawab terhadap pelayanan
kefarmasian di apotek juga dituntut untuk memiliki jiwa wirausaha untuk
mengambangkan bisnis apotek. Apoteker dituntut memiliki jiwa wirausaha,
diantaranya mempunyai kemampuan merumuskan tujuan usaha dan
melaksanakannya, memotivasi diri dan karyawan, inovatif, inisiatif, kreatif, berani
mengambil resiko dan memiliki strategi menghadapi kegagalan (Suryana, 2006).
Pendamping dan/ atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda
Registrasi dan Surat Izin Praktek.
Seorang apoteker dalam melakukan pelayanan kefarmasian harus mempunyai
kemampuan meenyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil
keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi
kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien, menempatkan diri sebagai
pemimpin, kemampuan mengelola sumber daya manusia, fisik, anggaran dan
informasi secara efektif, selalu meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan
profesi, menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam mengumpulkan informasi sediaan
farmasi dan memanfaatkannya dalam penelitian dan pengembangan, serta
membantu memberi pendidikan (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2016).
2) Metode konsumsi.
Perencanaan ini berdasarkan data perputaran jenis dan jumlah barang yang
dijual pada periode sebelumnya yang dapat dikelompokkan menjadi barang
fast moving dan barang slow moving.
3) Metode kombinasi.
Metode kombinasi merupakan gabungan dari metode epidemiologi dan
metode konsumsi berdasarkan pada pola penyebaran penyakit dan melihat
kebutuhan sediaan farmasi periode sebelumnya.
4) Metode Just In Time.
Perencanaan dengan metode ini dilakukan hanya ketika barang tersebut
dibutuhkan di apotek dan termasuk golongan obat mahal, jarang dibeli atau
diresepkan dan memiliki waktu kadaluarsa yang pendek.
5) Metode Pareto/ABC.
Perencanaan dengan metode ini dilakukan dengan membagi barang yang
tersedia ke dalam tiga kelompok yang didasarkan pada volume penjualan
tahunan dan jumlah investasinya. Persediaan kelompok A berisi 20% dari
total persediaan dengan biaya total persediaan 70-80%, persediaan
kelompok B berisi 30% dari total persediaan dengan biaya total persediaan
15-20%, dan persediaan kelompok C berisi 50% dari total item dengan
biaya total persediaan sebesar 5%.
6) Metode Vital, Esensial, dan Non Esensial (VEN)
Perencanaan dengan metode ini dilakukan dengan mengelompokkan obat
yang didasarkan kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan.
b. Pengadaan
Berdasarkan Cara Pelayanan Farmasi yang Baik (CPFB), pengadaan adalah
kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan hasil perencanaan. Teknik
pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan dalam jenis dan jumlah
yang tepat dengan harga yang ekonomis dan memenuhi persyaratan mutu,
keamanan dan kemanfaatan.
Obat-obatan dan perbekalan farmasi yang diperoleh apotek harus bersumber
dari pabrik farmasi, Pedagang Besar Farmasi (PBF), apotek lain atau sarana
distribusi lain yang sah dan harus memenuhi Daftar Obat Wajib Apotek.
Pengadaan barang meliputi proses pemesanan, pembelian, dan penerimaan
barang.
c. Penyimpanan
1) Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka
harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas
pada wadah baru, wadah sekurangkurangnya memuat nomor batch dan
tanggal kedaluwarsa.
2) Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga
terjamin keamanan dan stabilitasnya.
3) Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan
kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
4) Pengeluaran obat memakai sistem First Expire First Out (FEFO) dan First
In First Out (FIFO) (Menteri Kesehatan RI, 2014).
4. Administrasi
Berdasarkan Permenkes RI No. 35 tahun 2014, dalam menjalankan Pelayanan
Kefarmasian di Apotek perlu dilaksanakannya beberapa kegiatan administrasi,
diantaranya:
a) Administrasi Umum
Administrasi umum meliputi pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika,
psikotropika dan dokumentasi yang disesuaikan dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
b) Administrasi Khusus
Administrasi khusus merupakan administrasi pelayanan meliputi
pengarsipan, resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil
monitoring penggunaan obat.
1) Peracikan
Menyiapkan obat (menimbang, mencampur, meracik) sesuai dengan
permintaan yang terdapat pada resep. Kemudian obat dimasukkan dalam wadah
dan diberikan paraf pada pengendalian resep. Dalam melaksanakan peracikan,
obat harus dibuat sesuai prosedur tetap sesuai dengan memperhatikan dosis,
jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar (Hartini dan Sulasmono,
2007).
2) Pemberian Etiket
Etiket harus jelas dan dapat dibaca. Obat yang diserahkan atas dasar resep,
harus dilengkapi dengan etiket berwarna putih untuk obat dalam dan warna biru
untuk obat luar. Pada etiket harus dicantumkan: nama dan alamat apotek, nama
dan surat izin pengelolaan apoteker pengelola apotek, nomor dan tanggal
pembuatan, nama pasien, aturan pemakaian.
3) Kemasan obat yang diberikan
Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga
terjaga kualitasnya (Hartini dan Sulasmono, 2007).
4) Penyerahan obat
Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir
terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh
apoteker disertai dengan pemberian informasi kepada pasien (Hartini dan
Sulasmono, 2007).
5) Informasi obat
Informasi obat kepada pasien, sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian
obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan
dan minuman yang harus dihindari selama terapi (Hartini dan Sulasmono,
2007).
apotek menyertakan Surat Pesanan (SP) yang berisi nama obat dan jumlah obat
yang dipesan. SP dibuat rangkap dua, satu untuk PBF dan yang lain untuk arsip
apotek (Winanti,dkk., 2013). Obat keras disimpan dalam lemari kaca biasa dengan
penyusunan secara alfabetis. Pelayanan resep obat keras didasarkan atas resep
dokter, kecuali obat yang masuk ke dalam daftar OWA.
Gambar 3. Tanda Khusus Obat Narkotika (Kiri) dan Tanda Khusus Obat
Psikotropika (Kanan)
b) Obat Tradisional
Menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2009, obat tradisional adalah bahan
atau ramuan bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian
(galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah
digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat.
c) Kosmetik
Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan
pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital
bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mengubah
penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara
tubuh pada kondisi baik (PerMenKes 1176, 2010).
d) Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Lainnya
PerMenKes No. 35 tahun 2014, alat kesehatan adalah instrumen, aparatus,
mesin, dan/atau implan yang tidak mengandung obat, digunakan untuk mencegah,
mendiagnosa, menyembuhkan, dan meringankan penyakit, merawat orang sakit
serta memulihkan kesehatan pada manusia dan/atau membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh. Pengelolaan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
lainnya diatur dalam Undang-Undang RI No.36 Tahun 2009 pasal 106.
F. Evaluasi
1. Audit sediaan farmasi
Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan dengan
pengukuran kinerja bagi yang memberikan pelayanan dengan menentukan kinerja
yang berkaitan dengan standar yang dikehendaki. Audit sediaan farmasi dilakukan
oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap proses dan hasil pengelolaan.
Audit sediaan farmasi tidak hanya terhadap sediaan farmasi tetapi juga meliputi
perbekalan farmasi lainnya seperti alat kesehatan, bahan medis habis pakai dan
lainnya. Audit sediaan farmasi dapat dilakukan melalui stock opname yakni
kegiatan penghitungan fisik persediaan yang ada di gudang untuk kemudian dijual.
Tujuan dilakukannya stock opname ini adalah untuk mengetahui keakuratan catatan
pembukuan yang merupakan salah satu fungsi sistem pengedalian sediaan farmasi
di apotek. Audit sediaan farmasi juga mengevaluasi tempat penyimpanan dan
tanggal kadaluwarsa.
2. Audit SOP manajemen
Audit Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan kegiatan penilaian
mengenai kesesuaian aktivitas yang dilakukan dibandingkan dengan SOP yang
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Aspek Legalitas dan Organisasi
1. Sejarah Pendirian Apotek dan Peraturan Perundang-Undangan Terkait Apotek
Apotek Sanata Dharma didirikan pada tanggal 19 Juni 2002 berlokasi di
komplek Kampus III Universitas Sanata Dharma, Paingan, Maguwoharjo, Depok,
Sleman, Yogyakarta. Tujuan didirikannya apotek ini adalah guna memberikan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat sekitar, karyawan, dosen, dan mahasiswa
Universitas Sanata Dharma, selain itu juga sebagai sarana pembelajaran bagi
mahasiswa S1 Farmasi dan Profesi Apoteker.
Berdasarkan Kepmenkes RI No.1332/ MENKES/ SK / 10/2002 mengenai
ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek dan Perda No.16 tahun 2014, Apotek
Sanata Dharma telah memperoleh Surat Izin Apotek (SIA) bernomor
503/646/DKS/2002, dan telah mempebaharui Surat Izin Apotek (SIA) dengan
nomor 503/5546/DKS/2013 dengan seorang APA yaitu Sri Siwi Rahayu, S.Si.,
Apt., dan Apoteker Pendamping yakni Bernadetta Wenni Sukma Windarti, S.Farm.,
Apt., serta seorang tenaga tata usaha yaitu FX. Budianto.
b) Study Kelayakan
Study kelayakan Apotek Pendidikan Sanata Dharma dibuat pada saat
pendirian apotek pada tanggal 19 Juni 2002. Studi kelayakan merupakan
gagasan atas suatu proyek untuk menentukan layak atau tidaknya
dilaksanakan. Aspek-aspek penilaian study kelayakan Apotek Pendidikan
Sanata Dharma yaitu :
Aspek Finansial
Sumber modal utama Apotek berasal dari Yayasan Sanata Dharma.
Dalam studi kelayakan ini dilakukan perhitungan BEP dan laba rugi untuk
mengetahui omset Apotek.
Aspek Hukum
Apotek Pendidikan Sanata Dharma telah memiliki kelengkapan
dokumen sebagaimana diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Aspek pasar dan pemasaran
Apotek Pendidikan Sanata Dharma didirikan di lingkungan Universitas
Sanata Dharma (USD) dengan mayoritas konsumennya adalah mahasiswa
USD. Pendirian Apotek ini masih berada satu wilayah dengan Institut
Pertanian (INSTIPER) Yogyakarta, pemukiman penduduk dan beberapa
perumahan seperti Taman Cemara, Candi Gebang, Candi Indah dan Jambu
Sari. Apotek ini mudah dijangkau oleh mahasiswa dan karyawan USD,
selain itu juga memudahkan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
dan konsultasi kesehatan yang maksimal maka tata ruangan dibuat
senyaman mungkin dengan fasilitas yang memadai.
Aspek manajemen/organisasi
Apotek Pendidikan Sanata Dharma memiliki SDM yang terdiri dari
seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA), seorang Apoteker
Pendamping (APING), seorang petugas administrasi dimana masing-
masing tenaga kerja mempunyai tugas, tanggung jawab dan wewenang
sesuai dengan bidang dan perannya di Apotek.
B. Aspek Bisnis
1. Permodalan
Apotek Pendidikan Sanata Dharma merupakan apotek pendidikan yang
didirikan oleh Yayasan Sanata Dharma selaku pemilik saranan apotek. Modal awal
pendirian apotek ini sebesar Rp. 225.000.000,-, terdiri atas modal tetap sebesar Rp
175.000.000,- yang digunakan untuk memberli perlengkapan apotek sebesar Rp
25.000.000,- dan persediaan obat serta alat kesehatan sebesar Rp 150.000.000,-,
dan modal operasional sebesar Rp 50.000.000,-. Modal ini tidak termasuk
bangunan apotek karena bangunan sudah disediakan oleh Yayasan Sanata Dharma.
Sejak tahun 2008 hingga sekarang, manajemen dan pengelolaan Apotek
Pendidikan Sanata Dharma dialihkan ke Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma dari Yayasan Sanata Dharma, sehingga semua kegiatan serta kebijakan
operasional apotek menjadi tanggung jawab FF USD. Pemberian gaji karyawan
serta pengelolaan pajak, sepenuhnya masih ditanggung oleh pihak Yayasan Sanata
Dharma
2. Perhitungan BEP
BEP merupakan nilai penjualan yang diperoleh dimana apotek tidak
mengalami keuntungan maupun kerugian atau mencapai titik impas. Berdasarkan
perhitungan BEP pada proposal awal pendirian apotek tahun 2002 diperkirakan
BEP apotek akan tercapai setelah 4 tahun yaitu pada tahun 2006, tetapi pada tahun
2008 Apotek Pendidikan Sanata Dharma belum mecapai BEP. Pada tahun 2008,
Apotek Pendidikan Sanata Dharma mengalami perubahan sistem pengelolaan,
yaitu yang sebelumnya dikelola oleh Yayasan Sanata Dharma menjadi FF USD
sehinggan perhitungan BEP diulang kembali dengan asumsi bahwa pada tahun
2008 merupakan tahun ke-0 dan tahun 2009 merupakan tahun ke-1.
Terdapat beberapa hal yang dapat menjadi faktor penyebab Apotek
Pendidikan Sanata Dharma belum mencapai BEP, yaitu:
a. Lokasi Apotek Pendidikan Sanata Dharma yang kurang strategis karena tidak
terletak di tepi jalan utama paingan sehingga beberapa masyarakat tidak
mengetahui keberadaan apotek.
b. Minat beli masyarakat yang berada di sekitar Apotek Pendidikan Sanata Dharma
rendah sehingga menyebabkan keuntungan yang diperoleh kecil.
c. Tujuan awal pendirian apotek yang mengutamakan segi pelayanan kesehatan
dan pendidikan dibandingkan segi bisnis.
d. Jadwal praktik dokter di Klinik Pratama Sanata Dharma hanya dua kali dalam
sehari dan setiap praktik hanya dua jam sehingga penghasilan yang diperoleh
dari pelayanan resep belum optimal.
Berdasarkan perhitungan BEP tahun 2009-2014 menunjukkan bahwa omzet
yang diperoleh Apotek Pendidikan Sanata Dharma lebih besar dibandingkan
perhitungan BEP serta setiap tahunnya mengalami peningkatan keuntungan namun
tidak signifikan. Pembiayaan gaji karyawan apotek sendiri ditanggung oleh
Yayasan Sanata Dharma sehingga keuntungan yang diperoleh apotek digunakan
untuk keperluan operasional apotek.
7) Pemeriksaan jumlah stok barang yang masuk dan keluar dengan teliti
(stelling) setiap hari sehingga dapat mencegah adanya kehilanagan barang
yang tidak terdeteksi serta mencegah kerugian bagi apotek.
8) Terdapat kebijakan obat-obatan gratis yang dapat meringankan beban bagi
mahasiswa, karyawan, dan keluarga karyawan Universitas Sanata Dharma
setelah melakukan pemeriksaan kesehatan.
9) Terdapat kebijakan pembayaran biaya obat di luar resep serta daftar obat
gratis dengan cara pemotongan gaji bagi dosen dan karyawan tetap
Universitas Sanata Dharma.
4. Perpajakan
Apotek Pendidikan Sanata Dharma termasuk sebuah badan usaha sehingga
apotek ini diwajibkan membayar pajak. Pembayaran pajak apotek ditanggung oleh
Yayasan Sanata Dharma kecuali pajak pertambahan nilai. Pajak yang wajib dibayar
oleh apotek meliputi:
a. PPh 21, merupakan pajak penghasilan pribadi atau perorangan. Pajak tersebut
dibebankan kepada karyawan sesuai gaji yang diterima. PPh 21 ini dibayarkan
secara langsung oleh Yayasan Sanata Dharma.
b. PPN (Pajak Pertambahan Nilai), pajak ini dibebankan kepada apotek untuk
setiap pembelian perbekalan farmasi. Pajak yang dibayar sebesar 10% dari setiap
harga netto perbekalan farmasi. PPN yang harus dibayarkan oleh apotek ini
dibebankan kepada konsumen dengan dimasukkan dalam harga jual perbekalan
farmasi di apotek.
c. PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), pajak ini dikenakan atas tanah dan bangunan
yang digunakan. Besar pajak yang harus dibayarkan tergantung dari luas tanah
dan bangunan serta lokasi apotek. Pajak ini dibayarkan sekali setahun sebelum
tanggal 1 Oktober oleh Yayasan Sanata Dharma.
5. Kewirausahaan
Apoteker merupakan badan usaha yang memiliki dua fungsi, yaitu sebagai
unit pelayanan kesehatan (patient oriented) serta unit bisnis (profit oriented).
obat yang akan dipesan pada PBF. Pencatatan barang pada buku defekta rutin
dilakukan setiap hari.
c. Penyimpanan
Apotek Pendidikan Sanata Dharma tidak memiliki ruang gudang khusus
untuk menyimpan barang-barang persediaan, biasanya barang yang datang akan
langsung ditata dalam rak atau etalase. Untuk barang yang dibeli dalam jumlah
banyak akan disimpan pada lemari penyimpanan yang terletak di bawah rak
penataan. Obat-obat OTC ditata pada etalase dan rak di tempat yang mudah terlihat
yaitu terletak di bagian depan Apotek, sedangkan untuk obat-obat non-OTC (obat
keras, obat generik, OWA, obat paten dan obat-obat yang sering diresepkan oleh
dokter) ditata pada rak di bagian dalam Apotek sehingga tidak terlihat langsung dan
tidak dapat diakses oleh pasien atau konsumen.
Penataan Obat non-OTC dibedakan menjadi obat generic, obat paten dan
obat paten selain bentuk sediaan tablet dan kapsul. Penataan obat non_OTC
dilakukan secara alfabetis dan bentuk sediaannya sedangkan obat OTC ditata
berdasarkan farmakologi dan bentuk sediaan. Metode penyimpanan dan
pengeluaran obat di Apotek Pendidikan Sanata Dharma sudah sesuai dengan
PerMenKes RI Nomor 35 Tahun 2016, yaitu menggunakan sistem First In First Out
(FIFO) dan First Expired First Out (FEFO) di mana obat yang pertama datang atau
waktu kadaluarsa lebih pendek disusun pada bagian terdepan supaya obat dengan
waktu kadaluwarsa lebih pendek ataupun obat yang telah lama ada di Apotek dapat
terjual lebih dahulu.
Penyimpanan obat-obat narkotika, psikotropika dan termolabil dilakukan
diruang peracikan apoteek. Obat-obat narkotika-psikotropika disimpan di dalam
lemari peyimpanan khusus dengan dua pintu dan dua kunci yang berbeda
sedangkan utnuk obat-obatan yang bersifat termolabil diletakkan dalam lemari
pendingin.
d. Administrasi
Apotek Sanata Dharma melakukan dua proses administrasi, antara lain:
1) Administrasi Umum, meliputi pencatatan dan pengarsipan pembelian serta
penjualan barang, pencatatan OWA, dan pelaporan narkotika-psikotropika.
Obat yang digunakan untuk pengobatan sendiri meliputi obat bebas, obat
bebas terbatas dan OWA (Obat Wajib Apotek). Penggunaan OWA dicatat ke dalam
buku khusus OWA, dimana pencatatan meliputi nama obat, nama dan alamat
pasien, harga obat, indikasi, dan aturan pemakaian obat. Pencatatan dilakukan
untuk kepentingan apabila sewaktu-waktu terjadi penyidakan dokumen dari
BPOM.
kecil resep dari luar. Resep yang diterima oleh Apoteker akan diskrining,
meliputi :
1) Persyaratan Administrasi
Dilakukan pemeriksaan kesesuaian identitas pasien (nama dan umur)
dengan resep untuk mencegah kesalahan terutama pada pemberian dosis,
identitas dokter penulis resep yang mencakup nama dan nomor izin
praktek, tanggal resep, serta otorisasi berupa tanda tangan atau paraf
dokter.
2) Kesesuaian Farmasetik
Mengecek nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan yang tertulis pada
resep, ketersediaan obat di apotek dan kesesuaian untuk pasien yang
bersangkutan (suitable), serta apabila obat tersebut merupakan resep
racikan apakah terjadi inkompatibilitas antar komponen yang diracik.
Pengecekan kesesuaian farmasetis juga mencakup ketepatan dosis, aturan
pakai, cara dan teknik penggunaan, apakah sudah tercantum dengan benar
pada resep dan sesuai dengan identitas pasien.
3) Pertimbangan klinis
Perlu dilakukan untuk melihat adanya kemungkinan Drug Related
Problem (DRP). Apoteker mengecek apakah obat yang diresepkan sesuai
dengan indikasi, dosis, aturan pakai, cara penggunaan, serta ama
penggunaan obat terhadap umur, berat badan, serta kondisi penyakit
pasien. Apoteker juga mengkaji apakah ada interaksi atau tidak antar
obat/komponen dalam resep.
pengobatan, hal- hal yang perlu dihindari pasien selama pengobatan. Pelayanan
OWA pada Apotek Sanata Dharma disertai dengan pendokumentasian pada buku
OWA yang berisi tanggal, nama, alamat, keluhan, nama OWA, jumlah obat serta
aturan pakai.
tanggal kadaluarsa paling dekat diambil terlebih dahulu dan sistem FIFO
apabila OTC sejenis memiliki tanggal kadaluarsa yang sama, sehingga
OTC yang baru datang dari distributor diletakkan di bagian belakang,
tujuannya agar OTC yang lama dapat terjual dan diambil lebih dahulu.
3) Distribusi
Pelayanan dilakukan langsung oleh Apoteker, dan dibantu oleh
mahasiswa PKPA atau mahasiswa magang. Pelayanan obat bebas, obat
bebas terbatas, kosmetik, obat tradisional dilakukan tanpa resep dokter dan
disertai dengan pemberian informasi yang jelas dan mudah dipahami oleh
pasien. Informasi obat yang diberikan mencakup indikasi, efek samping
obat, kontraindikasi, dan lain-lain. Apabila pasien atau konsumen tidak
mengetahui obat apa yang akan dibeli, maka Apoteker menanyakan
keluhan pasien tersebut kemudian menyarankan obat apa yang cocok
untuk pasien atau konsumen tersebut.
4) Pemusnahan
Di Apotek Pendidikan Sanata Dharma, proses penanganan untuk obat-
obat yang belum kadaluarsa tetapi dalam kondisi rusak maupun kemasan
rusak biasanya dilakukan proses retur ke PBF yang menyuplai obat
tersebut. Namun, dalam hal ini proses retur harus berdasarkan perjanjian
awal pembelian obat. Obat-obat yang telah mendekati masa kadaluarsa,
biasanya PBF akan menerima retur sebelum masa ED obat habis (tiga
sampai enam bulan sebelum ED) atau sesuai dengan kesepakatan diawal
pembelian, sehingga perlu dilakukan pengontrolan kadaluarsa dengan
mengecek buku ED untuk obat-obat yang mendekati masa ED tersebut.
d. Pengelolaan Obat Rusak, Kadaluarsa, Pemusnahan Obat dan Resep
Pengelolaan obat-obatan yang kadaluarsa atau rusak di Apotek Pendidikan
Sanata Dharma dilakukan dengan mengecek buku ED dan buku retur untuk
mengecek obat-obat yang mendekati ED (6 bulan sebelum ED). Pencatatan
ED obat segera dilakukan setiap kali obat datang dari PBF sehingga seluruh
obat dipastikan tercatat. Pengecekan obat-obat yang mendekati waktu
kadaluarsa dilakukan setiap pergantian bulan, sehingga bisa segera dilakukan
F. Evaluasi
1. Audit sediaan farmasi
Kegiatan audit sediaan farmasi yang dilakukan oleh Apotek Pendidikan
Sanata Dharma adalah stok opname. Kegiatan stok opname dilakukan setiap
pergantian shift kerja di apotek, yaitu pagi dan sore hari. Stok opname dilakukan
dengan menghitung jumlah fisik dari setiap produk sediaan farmasi yang terjual
pada shift sebelumnya. Kemudian hasil perhitungan tersebut dicatat dan dicocokkan
ke dalam kartu steling. Hasil stok opname akan sesuai ketika jumlah fisik sediaan
farmasi sama atau sesuai dengan sisa produk yang tertera pada kartu steling. Stok
opname dilakukan setiap pergantian shift dengan tujuan untuk mengontrol serta
pengendalian terhadap sediaan farmasi agar terhindar dari ketidaksesuaian yang
dapat menyebabkan kerugian.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Praktik Kerja Profesi Apoteker di Apotek Pendidikan Sanata Dharma
Meningkatkan pemahaman calon Apoteker tentang peran, fungsi, dan tanggung
jawab Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di apotek, diantaranya
pengelolaan sediaan farmasi, pelayanan farmasi klinis, dan melakukan evaluasi
pelayanan kefarmasian.
2. Pelaksanaan PKPA di Apotek Pendidikan Sanata Dharma memberikan bekal
kepada calon Apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan
pengalamam praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek.
3. Pelaksanaan PKPA di Apotek Pendidikan Sanata Dharma memberikan
kesempatan kepada calon Apoteker untuk mempelajari strategi dan
pengembangan apotek.
4. Pelaksanaan PKPA di Apotek Pendidikan Sanata Dharma mempersiapkan calon
Apoteker dalam memasuki dunia kerja.
5. Pelaksanaan PKPA di Apotek Pendidikan Sanata Dharma memberikan
gambaran tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian di apotek dan
penyelesaiannya.
B. Saran
1. Skrining resep yang terdokumentasi secara berkala dilakukan oleh Apoteker
ketika menerima resep baik dari klinik atau dari luar. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi kejadian medication error dalam proses pelayanan kefarmasian di
apotek.
2. Meningkatkan komunikasi antara Apotek dan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma sehingga kegiatan pengelolaan apotek dapat berjalan lebih baik
dan lancar.
3. Apoteker meminta FF USD untuk memberi bantuan dan kesempatan untuk
Apoteker mengikuti pelatihan berkelanjutan seperti training dan seminar.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lampiran 4. Format SP