Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

APOTIK PURI BAKTI

Periode (31 Juli – 28 Agustus 2023)

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan

Program Pendidikan Ahli Madya Farmasi

Disusun Oleh :

1. Alwan Balawi (21030002)


2. Gilang Maulana Hakim (21030008)
3. Sita Andita Yasmin (21030017)
4. Siti Syifa Nurhaliza (21030018)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III (D3) FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH A.R FACHRUDDIN

2023
Lembar Pengesahan

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

APOTIK PURI BAKTI

(Jl. Mendut Raya No.21, Bencongan Indah, Kec. Klp. Dua, Kabupaten
Tangerang, Banten)Disusun Oleh :

1. Alwan Balawi (21030002)


2. Gilang Maulana Hakim (21030008)
3. Sita Andita Yasmin (21030017)
4. Siti Syifa Nurhaliza (21030018)

Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan kerja lapangan

Program Studi Diploma III (D3) Fakultas Farmasi

Universitas Muhammadiyah A.R Fachruddin

Telah diperiksa dan disahkan :

Pada Hari : Tanggal :


Apoteker Pembimbing PKL Dosen Pembimbing PKL

apt. Nurul Hidayatri, M. Farm apt. Sefi Megawati, M.Sc


Mengetahui,

Ketua Program Studi D3 Farmasi


Fakultas Farmasi

apt. Saru Noliqo Rangkuti, S.Farm., M.Si

i
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena
berkat dan rahmat dan kasih-nya penyusun dapat menyelesaikan Laporan Praktik
Kerja Lapangan di Apotik Puri Bakti tepat pada waktunya. Laporan ini disusun
berdasarkan hasil pengamatan dan pengumpulan data selama mahasiswa
melakukan kegiatan Praktik Kerja Lapangan di Apotik Puri Bakti.

Dalam penyusunan laporan ini, penulis mendapat bimbingan dan bantuan


dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan Terimakasih kepada :

1. Apt. Drs. Jaka Supriyanta., M.farm selaku Rektor Universitas A.R.


Fachruddin Tangerang.
2. Apt. Saru Noliqo Rangkuti., M.Si selaku ketua program studi Diploma III
(D3) Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah A.R. Fachruddin.
3. Apt. Sefi Megawati M.Sc selaku dosen pembimbing dalam penyusunan
Laporan Hasil Praktik Kerja Lapangan di Apotik Puri Bakti.
4. Apt. Nurul Hidayatri, M. Farm selaku pembimbing Praktik Kerja Lapangan
Apotek Puri Bakti yang selalu memberikan arahan dan bimbingan selama
melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di Apotik Puri Bakti.
5. Apt. Dra Erniati selaku pemilik apotik dan pemberi sarana pembelajaran.
6. Seluruh karyawan Apotek Puri Bakti yang telah memberikan petunjuk,
bimbingan, pengarahan serta informasi.
7. Pihak – pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
memberikan bantuan dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan ini. Atas
bantuan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis, mendapat
limpahan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa. Akhir kata, penulis mohon maaf
apabila ada kesalahan selama kegiatan Praktik Kerja Lapangan dan penulisan
laporan Praktik Kerja Lapangan di Apotek Puri Bakti ini.

Tangerang, 05 September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan .................................................................................... i

Kata Pengantar ........................................................................................... ii

Daftar Isi ..................................................................................................... iii

Daftar Singkatan ......................................................................................... v

Daftar Lampiran ......................................................................................... vi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1


1.2 Tujuan ....................................................................................... 2
1.3 Waktu Pelaksana PKL ............................................................. 2

BAB II

TINJAUAN PUATAKA

2.1 Dfinisi ........................................................................................ 3


2.1.1 Apotek....................................................................... 3
2.1.2 Apoteker ................................................................... 3
2.1.3 Tenaga Teknis Kefarmasian ..................................... 4
2.2 Psikotropika dan Narkotika ...................................................... 4
2.3 Peraturan Perundang-undang yang Melandasi Praktek
Kefarmasian di Apotek .............................................................. 6
2.3.1 Menurut (Permenkes no 51 tahun 2009) ................. 6
2.4 Pelayanan Farmasi Klinik ......................................................... 9

iii
BAB III

KEGIATAN SELAMA PKL

3.1 Sejarah Apotek Puri Bakti ........................................................ 12


3.2 Lokasi Apotek ............................................................................ 12
3.3 Pengenalan Ruang Apotek ........................................................ 12

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil .......................................................................................... 14


4.2 Pembahasan .............................................................................. 14

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan ................................................................................ 18


5.2 Saran .......................................................................................... 19

Daftar Pustaka ............................................................................................ 20

iv
DAFTAR SINGKATAN

Alkes Alat Kesehatan

APA Apoteker Penanggung Jawab Apotek

BPOM Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan

FEFO First Expired First Out

FIFO First In First Out

SO Stok Opname

PSA Penanggung Sarana Apotek

v
DAFTAR LAMPIRAN

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek


kefarmasian oleh apoteker. Sebuah apotek harus dikelola oleh seorang apoteker
yang professional agar dapat memberikan pelayanan kefarmasian yang
professional. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan maksud mencapai hasil
yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Tisa Amalia, 2019).

Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan yang memiliki


peranan penting dalam meningkatkan kesehatan masyarakat, harus mampu.
menjalankan fungsinya dalam memberikan pelayanan kefarmasian dengan baik,
yang berorientasi langsung dalam proses penggunaan obat pada pasien. Selain
menyediakan dan menyalurkan obat serta perbekalan farmasi, apotek juga
merupakan sarana penyampaian informasi mengenai obat atau persediaan farmasi
secara baik dan tepat, sehingga dapat tercapai peningkatan kesehatan masyarakat
yang optimal dan mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan
(KEPMENKES, 2002).

Di samping berfungsi sebagai sarana pelayanan kesehatan dan unit bisnis,


apotek juga merupakan salah satu tempat pengabdian dan praktik tenaga teknis
kefarmasian dalam melakukan pekerjaan kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian
adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan
obat, bahan obat dan obat tradisional (PP No. 51 Tahun 2009). Semua aspek dalam
pekerjaan kefarmasian tersebut dapat disebut juga sebagai pelayanan kefarmasian.
Dimana suatu sistem pelayanan kesehatan dikatakan baik, bila struktur dan fungsi
pelayanan kesehatan dapat menghasilkan pelayanan kesehatan yang memenuhi
persyaratan sebagai berikut, yaitu: tersedia, adil dan merata, tercapai, terjangkau,

1
dapat diterima, wajar, efektif, efisien, menyeluruh, terpadu, berkelanjutan,
bermutu, dan berkesinambungan (Azwar, 1996).

Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan yang bertanggung jawab


langsung kepada pasien yang berhubungan dengan sediaan farmasi yang bertujuan
untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Musdalipah dkk, 2017).

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, merupakan dasar dalam


penyelenggaraan pelayanan di apotek. Apoteker memiliki tanggung jawab penuh
dalam memberikan informasi obat kepada masyarakat. Kendala yang dihadapi
dalam pelayanan kefarmasian di apotek adalah kompetensi dari tenaga farmasi
itu sendiri, terutama pengetahuan mengenai peraturan perundang-undangan
kefarmasian yang berlaku (Harmita Boky, dkk. 2021).

Berdasarkan paparan diatas, maka penting bagi mahasiswa farmasi untuk


melaksanakan program kegiatan PKL (Praktik Kerja Lapangan) yang diharapkan
dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam dunia kerja.

1.2 Tujuan
a. Meningkatkan dan memperluas wawasan, pengalaman, dan
keterampilan yang dapat digunakan untuk bersaing dalam dunia kerja.
b. Mendapat gambaran mengenai kondisi sebenarnya dalam dunia kerja
dibidang kefarmasian.
c. Menumbuhkan sikap disiplin, tanggung jawab, dan profesionalitas agar
siap bersaing dalam dunia kerja.
1.3 Waktu Pelaksanaan PKL
Waktu pelaksanaan PKL D3 Farmasi adalah 24 hari dimulai dari tanggal 31
Juli – 28 Agustus 2023.
 Shift Pagi dari jam 07.30 – 15.30
 Shift Middle dari jam 11.00 – 19.00
 Shift Siang dari jam 13.00 – 21.00

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

2.1.1 Apotek

Apotek adalah sarana pelayanan kesehatan untuk membantu meningkatkan


kesehatan bagi masyarakat dan sebagai tempat praktik tenaga profesi apoteker
dalam melakukan pekerjaan kefarmasian kemudian apotek juga merupakan salah
sani tempat usaha yang memerlukan manajemen untuk melakukan kegiatannya
dengan memberikan kepuasan kepada masyarakat atas pelayanannya (Nasution dan
Sulindawaty, 2022).

Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilaksanakannya


praktek kefarmasian oleh Apoteker. Pelayanan kefarmasian adalah pelaynan
langsung yang betanggungjawab pada pasien (patient orinted) yang berkaitan
dengan kesediaan farmasi (drag orinted) dengan maksud mencapai hasil terapi
yang optimal dalam meningkatkan kualitas hidup pasien (Alwiah Mukaddas, dkk.
2018).

Apotek merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab


kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan tujuan untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien (Permenkes No. 35 Tahun 2014 tentang
Standar pelayanan kefarmasian di Apotek).

2.1.2 Apoteker

Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah Lulus sebagai apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker. (Permenkes No. 35 Tahun 2014 tentang
Standar pelayanan kefarmasian di Apotek). Apoteker adalah seseorang yang
mempunyai keahlian dan kewenangan dibidang kefarmasian, baik di apotek, rumah
sakit, industri, pendidikan, dan bidang lainnya yang masih berkaitan dengan bidang
kefarmasian (Lalu dan Baiq, 2022)

3
Keberadaaan apoteker di apotek tidak hanya terkait dengan permasalahan
obat, namun apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan
perilaku agar dapat menjalankan profesi secara professional dan berinteraksi
langsung dengan pasien, termasuk untuk pemberian informasi obat dan konseling
kepada pasien yang membutuhkan. Apoteker harus juga memahami dan menyadari
kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error),
mengidentifikasi, mencegah, mengatasi masalah farmakoekonomi, dan farmasi
sosial (sociopharmacoeconomy). Hal ini bila dikaitkan dengan standar pelayanan
kefarmasian di apotek menjadikan peranan apoteker di apotek sangatlah penting
(Permenkes RI, 2014).

2.1.3 Tenaga Teknis Kefarmasian

Tenaga Teknis Kefarmasian merupakan tenaga kesehatan yang memiliki


kewenangan dan kompetensi dalam membantu profesi apoteker dalam
menyelenggarakan pelayanan farmasi di apotek. TKK dalam melakukan pelayanan
farmasi memiliki kewenangan terbatas. Pelayanan yan dilakukan oleh TKK
dibawah supervisi dan tanggung jawab apoteker (Muhammad Ikhsan, 2022).

2.2 Psikotropika dan Narkotika

Narkotika dan Psikotropika merupakan golongan obat atau substansi yang


dikelola dengan hukum yang ketat oleh pemerintah karena potensi penyalahgunaan
dan ketergantungan yang besar. Namun, keduanya juga memiliki manfaat dalam
bidang medis apabila digunakan sesuai aturan dan ilmu yang terkini.

Narkotika sendiri, sesuai Undang-Undang No. 35 tahun 2009 Narkotika


adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis
maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan yang
diatur dalam perundangan, terbagi atas golongan berikut:

4
1. Narkotika Golongan I

Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan


kesehatan namun dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapat digunakan
untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk
reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan
Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Contohnya
adalah Heroin, Kokain, Ganja, Meskalina, Amfetamin, Metamfetamin dan lain
sebagainya

2. Narkotika Golongan II

Narkotika golongan II adalah Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan


sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan Pihak yang menyerahkan dan pengguna harus memiliki bukti yang
sah dari kepemilikan dan pemberian narkotika tersebut. Contoh narkotika golongan
II: Fentanil, Hidrokodon, Morfin, Metadon,

3. Narkotika Golongan III

Sama seperti halnya golongan II, golongan III juga dapat digunakan dalam
pengobatan dengan syarat-syarat yang sama. Golongan ini memiliki resiko
ketergantungan lebih kecil daripada golongan diatasnya. Contoh: Kodein,
Buprenorfin

Psikotropika dan Narkotika merupakan sekelompok obat yang berpengaruh


pada kerja tubuh terutama otak. Satu sisi narkoba merupakan obat atau bahan yang
bermanfaat dibidang pengobatan, pelayanan kesehatan, dan pengembangan ilmu
pengetahuan. Namun, disisi lain dapat menimbulkan ketergantungan apabila
dipergunakan tanpa adanya pengendalian (Qomariyatus Sholihah, 2013).

Psikotropika dan Narkotika merupakan bahan yang berbahaya yang


mempengaruhi kondiis kejiwaan atau psikologi seseorang, baik dari pikiran, prilaku
dan perasaan seseorang dimana efek samping dari penggunaan obat ini adalah
kecanduan atau menyebabkan ketergantungan terhadapnya (Apriska, dkk. 2022)

5
Sesuai dengan Permenkes No.3 Tahun 2015 tentang peredaran, penyiapan,
pemusnahan, dan pelaporan narkotika, psikotropika, dan prekusor farmasi dan
peraturan kepala badan pom tentang pedoman teknis cara distribusi obat yang baik,
maka setiap sumber daya manusia di apotek wajib mengetahui dan menjalankan
aturan terkait psikotropika dengan baik dan benar. Bila pengetahuannya baik, maka
diharapkan semua apotek sudah menjalankan peraturan dan perundang-undangan
tersebut dengan benar. Pada beberapa kasus dijumpai bahwa masih banyak praktik
yang tidak benar terutama dalam pelayanan di apotek (Fiya Dinda Syafitri &
Yuliawati, 2021).

2.3 Peraturan-Peraturan yang Melandasi Praktek Kefarmasian di Apotek

2.3.1 Menurut (Permenkes No.51 tahun 2009)

Pasal 1

Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu


Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau
penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.

Pasal 2

Pekerjaan Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus


dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk
itu.

Pasal 3

Pekerjaan Kefarmasian dilakukan berdasarkan pada nilai ilmiah, keadilan,


kemanusiaan, keseimbangan, dan perlindungan serta keselamatan pasien atau
masyarakat yang berkaitan dengan sediaan farmasi yang memenuhi standar dan
persyaratan keamanan, mutu, dan kemanfaatan.

6
Pasal 4

Tujuan pengaturan Pekerjaan Kefarmasian untuk:

a. Memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh


dan/ atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian.
b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan kekerjaan
kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta peraturan perundang-undangan.
c. Memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan Tenaga
Kefarmasian.

Fasilitas Kefarmasian

Sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian, berupa:

a. Apotek
b. Instalasi farmasi rumah sakit
c. Puskesmas
d. Klinik
e. Toko Obat
f. Praktek bersama.

Pasal 20

Dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan


kefarmasian, apoteker dapat dibantu oleh apoteker pendamping dan/ atau tenaga
teknis kefarmasian.

Pasal 21

1) Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada fasilitas pelayanan


kefarmasian, Apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian.
2) Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh
Apoteker.
3) Dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat Apoteker, Menteri dapat
menempatkan Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK

7
pada sarana pelayanan kesehatan dasar yang diberi wewenang untuk
meracik dan menyerahkan obat kepada pasien. Standar Prosedur
Operasional yaitu prosedur tertulis berupa petunjuk operasional tentang
Pekerjaan Kefarmasian.

Pasal 23

Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker harus menetapkan


Standar Prosedur Operasional.Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara
tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuai perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 24

Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan


kefarmasian, apoteker dapat:

1) Mengangkat seorang apoteker pendamping yang memiliki SIPA;


2) Mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen
aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau
pasien; dan (3) Menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada
masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 51

1) Pelayanan kefarmasian di apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah


sakit hanya dapat dilakukan oleh apoteker.
2) Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki STRA.
3) Dalam melaksanakan tugas pelayanan kefarmasian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), apoteker dapat dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang
telah memiliki STRTTK.
(PERMENKES, 2009)

8
2.3.2 Menurut UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan:

Pasal 108

1) Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian


mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Ketentuan mengenai pelaksanaan praktik kefarmasian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(UU KESEHATAN, 2009)
2.4 Pelayanan Farmasi Klinik

Pelayanan farmasi klinik di apotek merupakan bagian dari pelayanan


kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
(PERMENKES, 2016).

Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan yang bertangguang jawab


langsung kepada pasien yang berhubungan dengan sediaan farmasi yang bertujuan
untuk meningkatkan kehidupan pasien, Sedangkan standar pelayanan kefarmasian
adalah meliputi standar pengelolaan sediaan farmasi dan pelayanan farmasi klinis
dan didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian (Mayang Aditya Ayuning
Siwi, 2020).

Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik


kefarmasian oleh apoteker, sedangkan apoteker adalah sarjana farmasi yang telah
lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Apotek
didirikan sebagai sarana pelayanan kefarmasian yang menyediakan obat maupun
alat-alat kesehatan denga kualitas serta keamanan terjamin. Standar pelayanan
kefarmasian di apotek merupakan dasar dalam pelayanan apotek dan sebagai tolak

9
ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian, dalam
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian (Mayang Aditya Ayuning Siwi, 2020).

Pelayanan swamedikasi harus sesuai standar pengobatan yang wajar, yaitu


tepat pasien, tepat obat, tepat dosis, kewaspadaan terhadap efek samping obat dan
interaksi obat. Sejalan dengan perkembangan zaman, semakin banyak orang yang
menerapkan pengobatan sendiri dari semua lapisan masyarakat tidak hanya para
sarjana. Ada banyak kesalahan pengobatan dalam pelaksanaan swamedikasi.
Kesalahan pengobatan atau di sebut juga medication error di sebabkan pengetahuan
masyarakat yang terbatas tentang obat, pengaplikasian dan informasi obat
(Nurintan Kurnia Manikam, dkk. 2021).

A. Pengkajian dan Pelayanan Resep


Kegiatan pengkajian resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan
pertimbangan klinis.
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan
ketersediaan, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai
pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep dilakukan
upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error).
B. Dispensing
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian
informasi obat.
C. Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan Informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak,
dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek
penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat.
Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas dan herbal.
Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan
metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif,
efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping,
interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari obat dan
lain-lain.

10
D. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran
dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat
dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali
konseling, apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat
kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health
Belief Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau
keluarga pasien sudah memahami obat yang digunakan.
E. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care)
Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat
melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah,
khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit
kronis lainnya.
F. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien
mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan
memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
G. Monitoring Efek Samping Obat ( MESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau
memodifikasi fungsi fisiologis.
(PERMENKES, 2016).

11
BAB III

KEGIATAN SELAMA PKL

3.1 Sejarah Apotek Puri Bakti

Apotek Puri Bakti didirikan pada tanggal 9 Oktober 1995 oleh Apoteker Dra.
Erniati. Apt yang sekaligus menjadi pemilik Apotek Puri Bakti. Apotek Puri Bakti
di buka di JI. Mendut Raya No.21, Bencongan Indah, Kec. Klp. Dua Kabupaten
Tangerang, Banten 15810.

Apotek Puri Bakti didirikan pada bulan Oktober tahun 1995. Saat itu, daerah
Perumnas terdapat apotek pertama yang didirikan, namun tidak bertahan lama. Hal
ini yang membuat pemilik Apotek Puri Bakti, Apt. Dra. Erniati, tergugah untuk
mendirikan apotek. Setelah 5 (lima) tahun setelah didirikan, Apotek Puri Bakti
masih minim pembeli dikarenakan akses jalan menuju apotek belum sebagus saat
ini. Beberapa tahun setelahnya, apotek ini mulai dikenal banyak masyarakat sekitar.
Setelah pembangunan jalan, Apotek Puri Bakti semakin ramai dikunjungi pembeli
hingga saat ini.

3.2 Lokasi Apotek

Apotek Puri Bakti terletak di Jl. Mendut Raya No.21, Bencongan Indah, Kec.
Klp. Dua, Kabupaten Tangerang, Banten 15810. Lokasi Apotek sangat strategis dan
mudah diakses karena banyak dilewati oleh banyak kendaraan. Daerah sekitar
Apotek Puri Bakti merupakan daerah yang cukup ramai dimana lokasinya dekat
dengan Kawasan Rumah Sakit Siloam, perumahan dan perkampungan. Apotek Puri
Bakti mempunyai tempat parkir yang cukup luas dapat menampung kendaraan roda
dua maupun roda empat dan di khususkan untuk pelanggan apotek dan karyawan
Apotek Puri Bakti.

3.3 Pengenalan Ruang Apotek

13
Apotek Puri Bakti memiliki bangunan yang cukup luas yang terdiri dari satu
lantai. Berikut pembagian tata ruang apotek:

1) Ruang Tunggu Pasien


2) Ruang Konsultasi
3) Ruang Khusus Apoteker
4) Ruang Peracikan
5) Ruang Obat Bebas dan Bebas Terbatas
6) Ruang Obat Keras
7) Ruang Alat Kesehatan
8) Ruang Administrasi
9) Ruang Kasir
10) Toilet

14
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Selama proses kerja lapangan di apotek Puri Bakti mahasiswa


mendapatkan gambaran nyata dan ikut serta melakukan semua kegiatan di
apotek Puri Bakti secara langsung meliputi kegiatan sebagai berikut:

1. Adminisitrasi
Kegiatan administrasi yang mahasiswa lakukan di apotek Puri Bakti
meliputi:
a. Perencanaan
b. Pengadaan barang
c. Penerimaan barang
d. Penyimpanan barang
e. Pengarsipan dokumen
2. Pelayanan
Kegiatan pelayanan yang mahasiswa lakukan di apotek Puri Bakti
meliputi:
a. Pelayanan obat non-resep
b. Pelayanan obat resep
c. Pelayanan obat melalui media sosial (Whatsapp)

4.2 Pembahasan

Apotek Puri Bakti adalah apotek swasta yang terletak di kabupaten


tangerang, apotek ini dipilih karena mampu memberikan pelayanan yang baik
dan sesuai dengan ketentuan syarat yang ada.

PKL atau singkatan dari Praktik Kerja Lapangan merupakan bentuk


penyelenggaraan pelatihan kejuruan yang diikuti oleh mahasiswa untuk
meningkatkan keahlian guna menciptakan lulusan kefarmasian yang kompeten.
Praktik kerja lapangan dilakukan selama 1 bulan mulai dari tanggal 31 juli

19
sampai 28 agustus 2023, di apotek Puri Bakti dengan jumlah 4 mahasiswa,
melakukan 3x pergantian shift sebagai berikut:

1. Shift pagi dilaksanakan pada pukul 07.30 – 15.30


2. Shift Middle dilaksanakan pada pukul 11.00 – 19.00
3. Shift Siang dilaksanakan pada pukul 13.00 – 21.00
Setiap shift dilakukan oleh 2 orang mahasiswa/i.

A. Teknis pelaksanaan

Pelaksanaan praktik kerja lapangan adalah seluruh kegiatan praktik


kerja yang terdiri dari:

1) Kegiatan wilayah pkl (Kehadiran, observasi/pelaksanaan jadwal


induk harian/jam, diskusi, kolaborasi, pencatatan).
2) Dibimbing oleh apoteker yang bertanggung jawab dan karyawan
yang bertugas.
3) Mengisi logbook harian checklist setiap kegiatan yang dilakukan
setiap hari.
B. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya di apotek
Puri Bakti
1. Perencanaan sediaan perbekalan farmasi
a. Perencanaan dilakukan oleh Apoteker penanggung jawab apotek
atau *pemilik apotek.
b. Perencanaan dilakukan 2 kali dalam seminggu yaitu dilakukan
pada hari senin dan kamis.
c. Perencanaan dilakukan dengan sistem forcasting yang terdapat
pada aplikasi dan dikombinasikan dengan metode VEN dan Pola
penyakit yang digunakan oleh apotek Puri Bakti.
2. Pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan farmasi
a. Pengadaan dilakukan oleh apoteker penenggung jawab apotek
Puri Bakti atau pemilik apotek.
b. Pengadaan dilakukan ke PBF resmi dan dilakukan melalui aplikasi
PBF, Via Whatsapp atau melalui sales yang berkunjung langsung
ke apotek.

20
c. Pengadaan dilakukan dengan menulis surat pesanan terkait obat
yang ingin dipesan dan diserahkan kepada pihak PBF.
3. Penerimaan sediaan dan perbekalan farmasi
a. Barang datang biasanya pada hari pemesanan dan paling lambat 1
hari setelah pemesanan, barang datang akan disertai dengan faktur
pembelian.
b. Diperiksa kesesuaian antara faktur dan barang datang dari
distributor seperti: jumlah barang, kemasan dan kekuatan sediaan,
tanggal kadaluarsa dan nomor batch.
c. Diisi form checklist dan buku barang datang dan surat pesanan
jika telah sesuai antara faktur dan barang.
d. Faktur asli dan surat pesanan asli akan diberikan kembali kepada
distributor, untuk copy faktur dan copy surat pesanan akan di
simpan di apotek Puri Bakti.
e. Dilakukan input faktur kedalam sistem pembelian yang ada di
apotek Puri Bakti (nama obat, jumlah obat, kekuatan dan kemasan
sediaan dll) dengan itu maka stok obat akan terisi otomatis, hal ini
dilakukan sebelum penyimpanan obat agar tidak terjadi penjualan
obat secara manual/tanpa struk ke pasien.
4. Penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan farmasi.
a. Penyimpanan dilakukan berdasarkan golongan obat keras, obat
bebas, obat bebas terbatas, dan alat kesehatan.
b. Penyimpanan obat berdasarkan golongan obat keras disimpan di
ruangan penyimpanan belakang berdasarkan bentuk sediaan,
kemudian disusun sesuai abjad dan penyimpanan secara FIFO
(first in first out) obat yang terlebih dahulu datang akan
dikeluarkan terlebih dahulu, dan FEFO (first expired first out) atau
obat yang tanggal expired nya lebih dahulu akan dikeluarkan guna
mengurangi penumpukan obat dan kerugian.
c. Penyimpanan obat berdasarkan golongan obat bebas dan obat
bebas terbatas disimpan dirak / etalase ruangan depan berdasarkan
bentuk sediaan, kemudian disusun sesuai abjad dan penyimpanan

21
secara FIFO (first in first out) obat yang terlebih dahulu datang
akan dikeluarkan terlebih dahulu, dan FEFO (first expired first
out) atau obat yang tanggal expired nya lebih dahulu akan
dikeluarkan guna mengurangi penumpukan obat dan kerugian.
d. Untuk obat – obat yang mendekati tanggal kadaluarsa dilkukan
penyimpanan ditempat khusus guna memaksimalkan penjualan
dan meminimalisir kerugian.
5. Pelayanan obat non-resep
a. Mahasiswa melakukan pelayanan penyerahan obat non resep dan
memberikan PIO (pelayanan informasi obat) kepada pasien dengan
bahasa yang sopan dan mudah dimengerti.
b. Mahasiswa melakukan swamedikasi kepada pasien jika pertanyaan
pasien masih bisa dipertanggung jawabkan.
c. Mengarahkan pasien kepada apoteker atau asisten apoteker yang
bertanggung jawab jika pertanyaan berada di luar kemampuan
mahasiswa.
d. Melakukan transaksi pembelian pada sistem pembelian di apotek
Puri Bakti yang dilakukan oleh karyawan yang bertugas, dan
menyerahkan obat kepada pasien atau pembeli.
6. Pelayanan Resep
a. Dilakukan penerimaan resep dan melakukan skrining resep.
b. Dilakukan perhitungan dosis atau jumlah obat pada resep yang
telah di skrining
c. Menyiapkan obat berdasarkan dosis dan jumlah obat yang telah
dihitung.
d. Melakukan peracikan dan pengemasan obat pada resep dengan
standar yanng berlaku.
e. Melakukan pemberian etiket pada resep yang telah selesai dibuat.
f. Menyerahkan obat resep kepada pasien atau yang bersangkutan
dengan PIO (pelayanan informasi obat) yang baik dan mudah
dimengerti.

22
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Setelah dilakukannya Praktik Kerja Lapangan (PKL) pada Apotek Puri
Bakti mulai dari tanggal 31 Juli sampai 29 Agustus 2023. Maka dapat ditarik
kesimpulan adalah :
1. Perencanaan dilakukan setiap seminggu 2 kali dilakukan oleh apoteker
dilakukan dengan sistem forcasting yang terdapat pada aplikasi dan
dikombinasikan dengan metode VEN dan Pola penyakit yang
digunakan oleh apotek Puri Bakti.
2. Pengadaan dilakukan oleh apoteker penenggung jawab apotek Puri
Bakti atau pemilik apotek, pengadaan dilakukan ke PBF resmi dan
dilakukan melalui aplikasi PBF, Via Whatsapp atau melalui sales yang
berkunjung langsung ke apotek, dan Pengadaan dilakukan dengan
menulis surat pesanan terkait obat yang ingin dipesan dan diserahkan
kepada pihak PBF.
3. Penerimaan Barang datang biasanya pada hari pemesanan dan paling
lambat 1 hari setelah pemesanan, barang datang akan disertai dengan
faktur pembelian, diperiksa kesesuaian antara faktur dan barang datang
dari distributor lalu iisi form checklist dan buku barang datang dan surat
pesanan jika telah sesuai antara faktur dan barang setelah itu dilakukan
input faktur kedalam sistem pembelian yang ada di apotek Puri Bakti.
4. Penyimpanan dilakukan berdasarkan golongan obat keras, obat bebas,
obat bebas terbatas, dan alat kesehatan. Penyimpanan obat berdasarkan
golongan obat keras disimpan di ruangan penyimpanan belakang dan
obat bebas/bebas terbatas disimpan dirak / etalase ruangan depan
berdasarkan bentuk sediaan, kemudian disusun sesuai abjad dan
penyimpanan secara FIFO (first in first out) obat yang terlebih dahulu
datang akan dikeluarkan terlebih dahulu, dan FEFO (first expired first

23
out) atau obat yang tanggal expired nya lebih dahulu akan dikeluarkan
guna mengurangi penumpukan obat dan kerugian.
5. Pelayanan non resep mahasiswa melakukan pelayanan penyerahan obat
non resep dan memberikan PIO (pelayanan informasi obat) jika
pertanyaan berada di luar kemampuan mahasiswa kemudian
mengarahkan pasien kepada apoteker atau asisten apoteker yang
bertanggung jawab.
6. Pelayanan resep dilakukan penerimaan dan melakukan skrining resep
setelah itu dilakukan perhitungan dosis atau jumlah obat dan
menyiapkan obat berdasarkan dosis dan jumlah obat yang telah
dihitung lalu melakukan peracikan dan pengemasan obat serta
pemberian etiket pada resep.
5.1 Saran
Pengelolaan sistem manajemen serta pelayanan obat resep dan non
resep telah dilakukan dengan sangat baik, kerja sama antar karyawan di
apotek Puri Bakti juga terjalin dengan sangat baik masing-masing
karyawan melakukan pekerjaannya dengan profesional. Dengan itu kami
mengharapkan kepada apotek Puri Bakti untuk terus bisa mempertahankan
dan meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien.

24
DAFTAR PUSTAKA

Amalia Tisa, 2019. Evaluasi Standar Pelayanan Kefarmasian Apotek Di Apotek X


Berdasarkan Permenkes Nomor 73 Tahun 2016. Jurnal Infokar, 1(1).

Azwar. Azrul. (1996). Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Sinar Harapan.

Apriska, dkk. (2022). Efek Psikotropika dan Narkotika terhadap Kesehatan Mental.
Jurnal Ilmu Keperawatan, 10(1), 1-10.

Harmita Boky, S., Iriani, M., & Wati, S. (2021). Kendala dalam pelaksanaan
standar pelayanan kefarmasian di apotek di Kabupaten Sorong. Jurnal
Manajemen dan Pelayanan Farmasi, 11(3), 267–275.
doi:10.22435/jmpf.v11i3.1144

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1479/narkotika-dan-psikotropika ( Di
akses pada 15 oktober 2023)

Ikhsan, Muhammad. 2022. Peran Tenaga Teknis Kefarmasian Dalam Pelayanan


Kefarmasian (Pengelolaan Sediaan Farmasi Dan Farmasi Klinik). Jurnal
Health Sains, 3(1).

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang


Pekerjaan Kefarmasian.

Lalu, M., & Baiq, I. (2022). Apoteker: Peran dan Fungsinya dalam Pelayanan
Kesehatan. Yogyakarta: Deepublish.

Menteri Kersehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 922/MENKES/PER/X/1993
Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta.

Musdalipah, A., Sudarwati, S., & Indriyani, H. (2017). Analisis pelayanan


kefarmasian di Puskesmas Tosiba Kabupaten Kolaka. Warta Farmasi, 6(2),
23–31.

20
Mukaddas, Alwiah, dkk. 2018. Apotek Pendidikan Tadulako: Implementasi
Pharmaceutical Care Secara Professional pada Lingkup Farmasi
Komunitas. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 24(4), 865-869.

Nasution, R., & Sulindawaty, R. (2022). Manajemen apotek dalam memberikan


kepuasan kepada masyarakat. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi,
12(1), 1–11.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang


Pekerjaan Kefarmasian.

Qomariyatus Sholihah. (2013). Narkoba: Pengertian, Bahaya, dan Pencegahan.


Yogyakarta: Deepublish.

21
22
23

Anda mungkin juga menyukai