Anda di halaman 1dari 77

KARYA TULIS ILMIAH

FORMULASI SEDIAAN SALEP EKSTRAK DAUN KELOR


(Moringa oleifera L.) SEBAGAI ANTIBAKTERI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Memperoleh Gelar Ahli Madya Ahli
Madya Farmasi

Oleh:
FALENSIA PUSPITA SARI
NPM : 19 512 044

PROGRAM STUDY D-III FARMASI


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SAINS DAN TEKNOLOGI JAYAPURA
2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera) Sebagai


Antibakteri

Oleh:

Falensia Puspita Sari


NPM. 19512044

Telah Disetujui Oleh Dosen Pembimbing


Dan Diketahui oleh Ketua Program Studi
Untuk diujikan Tim Penguji
Pada Hari Jumat, Tanggal 1 Juli 2022

Mengetahui,

Program Studi Farmasi Dosen Pembimbing


Ketua

apt. Rima Anglia, M. Farm apt. Nurul Huda, M.Farm

ii
LEMBAR PENGESAHAN
FORMULASI SEDIAAN SALEP EKSTRAK DAUN KELOR
(Moringa oleifera L.) SEBAGAI ANTIBAKTERI

Oleh:

FALENSIA PUSPITA SARI


NPM. 19512044
Telah Diseminarkan Didepan Dewan Penguji Untuk Memperoleh Gelar Ahli
Madya Farmasi pada hari senin Tanggal 4 Juli 2022

Dewan penguji

apt. Nurul Huda, M.Farm (Pembimbing) (………………….…..…..)

apt. Nur Aida, M.Farm (Penguji I) (………………….……....)

apt. Drs. Rakhmad Barus (Penguji II) (………………………….)

Mengetahui,

Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Program Studi D-III Farmasi

Dekan Ketua

Herlando Sinaga, M.Si apt. Rima Anglia, M.Farm

iii
PERNYATAAN KEASLIAN KTI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Falensia Puspita Sari

NPM : 19512044

Tempat, Tanggal Lahir : Tanah- Merah, 09 April 2000

Alamat : Kampung Wet, Boven diguel-Papua

Dengan ini saya menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah dengan judul

“Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera L.) Sebagai

Antibakteri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar

Ahli Madya/Kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, ditulis atau diterbitkan oleh

orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan di

dalam daftar pustaka.

Jayapura, Juli 2022


Yang Menyatakan

Falensia Puspita Sari

iv
LEMBAR MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto :
Sesulit apa pun tantangan yang dihadapi, selalu ada jalan keluar.

Persembahan :

Karya Tulis Ilmiah ini ku persembahkan kepada :

1. Tuhan Yesus yang selalu ada dan menyertai serta membimbing setiap

waktu.

2. Orang tua tercinta, Ibu Yuliana Manep dan Ibu Diana Ameron atas
kepercayaan, dukungan dan doa yang selalu diberikan kepada penulis
3. Saudara tercinta Muhamad Tachir Nurdin dan Saudari Anunsiata Dian yang
telah memberikan kepercayaan dan bantuan kepada penulis agar bisa
melangkah maju.
4. Alm Ibunda tercinta Fransiska Tikuk yang sudah merawat dan
membesarkan penulis.
5. Teman-teman Farmasi angkatan 2019 tersayang yang selalu mendukung,

membantu dan memberikan semangat bagi penulis dalam menyusun KTI.

6. Almamater tercinta Program Studi D-III Farmasi Fakultas Ilmu-Ilmu

Kesehatan Universitas Sains dan Teknologi Jayapura.

v
Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Daun Kelor
(Moringa oleifera L.) Sebagai Anbakteri

Oleh:

Falensia puspita sari


NPM. 19512044

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian “Formulasi Salep Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera
L.)” Penelitian dilakukan selama 3 bulan pada bulan april sampai juli 2022,
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui formula terbaik salep dari ekstrak daun
kelor. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan eksperimen
laboratorium. Populasi dalam penelitian ini adalah semua tanaman daun kelor yang
tumbuh di Daerah Koya Barat Kecamatan Muara Tami Jayapura. Sampel yang
digunakan adalah daun kelor sebanyak 4 kg. Metode ekstraksi yang digunakan
adalah maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 96%. Pembuatan selep dengan
memvariasikan cera alba dengan konsentrasi FI : 5%, FII : 10%, FII :15%.
Selanjutnya dilakukan evaluasi sifat fisik dan kestabilan sediaan salep meliputi uji
organoleptis, uji homogenitas, uji pH, uji daya sebar, uji daya lekat, uji stabilitas,
uji iritasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula sediaan salep dari ekstrak
daun kelor terbaik yaitu FIII dengan konsentrasi cera alba 15% mempunyai warna
hijau tua, berbau khas, konsistensi setengah padat, homogen, memiliki pH 6,1, daya
sebar 5,1, uji daya lekat 04,52 detik, stabil, dan tidak mengiritasi kulit.

Kata kunci : Daun Kelor, Formulasi, Sediaan Salep

KATA PENGANTAR

vi
Puji syukur penulis aturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa.Karena hanya
atas berkat dan rahmatnya. Penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini yang
berjudul “Formulasi sediaan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera L.)” Adapun
penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini bertujuan untuk memenuhi syarat dalam
memperoleh Gelar Ahli Madya Farmasi pada program study Farmasi, Fakultas
Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Sains dan Teknologi Jayapura. Terwujudnya
Karya Tulis Ilmiah ini tidak Terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah
mendorong dan membimbing penulis baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh
karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Sains dan Teknologi Jayapura


2. Bapak Herlando Sinaga,. S Kep., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu-Ilmu
Kesehatan
3. Ibu apt. Rima Anglia, M .Farm selaku Ketua Program Studi Diploma III
Farmasi Universitas Sanis Dan Teknologi Jayapura
4. Ibu apt. Nurul Huda, M. Farm, selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan arahan-arahan dan bimbingan Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Dosen PengujiI apt. Nur Aida, M.Farm yang telah memberi masukan dalam
penulisan Karya Tulis Ilmiah.
6. Dosen Penguji II apt. Drs. Rakhmad Barus yang telah memberi masukan
dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah.
7. Seluruh Dosen dan staf di lingkungan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Sains Dan Teknologi Jayapura
8. Orang tua tercinta, Ibu Yuliana Manep dan Ibu Diana Ameron atas
kepercayaan, dukungan dan doa yang selalu diberikan kepada penulis
9. Saudara tercinta Muhamad Tachir Nurdin dan Saudari Anunsiata Dian yang
telah memberikan kepercayaan dan bantuan kepada penulis agar bisa
melangkah maju.
10. Alm Ibunda tercinta Fransiska Tikuk yang sudah merawat dan
membesarkan penulis.

vii
11. Teman-teman seangkatan dan seperjuangan mahasiswa program Study D-
III Farmasi angkatan 2019.
12. Semua pihak yang tidak dapat saya sebut satu persatu atas bantuan dan
dukungan yang diberikan selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari
kesempurnaan, dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman dari
penulis oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan ada kritik, segala
saran dan revisi yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhir kata,
semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan, terutama dalam bidang kefarmasian.

Jayapura, Juli 2022

Penulis

viii
DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ............................................................................. i


LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. iii


PERNYATAAN KEASLIAN KTI ...................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................. vi
LEMBAR MOTTO DAN PERSEMBAHAN ..................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................... vii
DAFTAR ISI .......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xi
DAFTAR TABEL ................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 2
1.3 Tujuan Penelitian................................................................... 2

1.4 Manfaat Penelitian................................................................. 2


1.5 Keaslian Penelitian ................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman kelor ....................................................................... 5


2.2 Simplisia ............................................................................... 14
2.3 Ekstraksi ................................................................................ 15
2.4.Kulit ...................................................................................... 17
2.5 Antibakteri ............................................................................ 20

2.6 Sediaan Salep ........................................................................ 20


2.7. Uraian Bahan Formulasi ...................................................... 25

ix
2.8. Evaluasi sediaan salep .......................................................... 27
2.9. Kerangka Konsep ................................................................. 28
2.10. Defenisi Operasional .......................................................... 30
BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian ...................................................................... 31


3.2 Lokasi dan waktu penelitian ................................................. 31
3.3 Populasi dan sampel .............................................................. 31

3.4 Alat dan bahan ...................................................................... 32


3.5 Rancangan Formulasi ............................................................ 32
3.6 Prosedur kerja ....................................................................... 33
3.7. Evaluasi salep ....................................................................... 35
3.8. Penyajian dan analisa ........................................................... 37

3.9. Alur penelitian ...................................................................... 37


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil ..................................................................................... 38


4.2. Pembahasan .......................................................................... 43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan .......................................................................... 47


5.2. Saran..................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 48

x
DAFTAR GAMBAR

Hal

2.1 Tanaman Kelor .................................................................................. 5


2.2 Akar Kelor......................................................................................... 7
2.3 Batang Kelor .................................................................................... 7
2.4 Daun Kelor ........................................................................................ 8
2.5 Bunga Kelor ...................................................................................... 9
2.6 Struktur Umum Flavonoid ................................................................ 12
2.7 Struktur Umum Tanin ....................................................................... 12
2.8 Struktur Umum Saponin ................................................................... 13
2.9 Struktur Umum Polifenol ................................................................. 14
2.10 Struktur Kulit .................................................................................. 18
2.11Struktur Umum Propilen Paraben ................................................... 25
2.12 Gambar Kerangka Konsep .............................................................. 29
3.1 Gamabar Alur Skema Penelitian ...................................................... 37

xi
DAFTAR TABEL

Hal

1.1 Keaslian Penelitian ...................................................................... 3


2.1 Defenisi Operasional ................................................................... 30

3.1 Rancangan Formulasi .................................................................. 32


4.1 Rendemen simplidia .................................................................... 38
4.2 Rendemen ekstrak daun kelor ..................................................... 38
4.3 Karakteristik ekstrak daun kelor ................................................. 39
4.4 Data pengamatan organoleptis salep ekstrak daun kelor ............ 39
4.5 Uji homogenitas salep ekstrak daun kelor .................................. 40
4.6 Uji pH salep ekstrak daun kelor ................................................. 40
4.7 Uji daya sebar salep ekstrak daun kelor ...................................... 41
4.8 Uji daya lekat salep ekstrak daun kelor....................................... 41
4.9 Uji stabilitas salep ekstrak daun kelor ......................................... 42

4.10 Uji iritas salep ekstrak daun kelor ............................................. 43

xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang

Kulit merupakan organ yang menutupi seluruh tubuh manusia, dan

mempunyai daya proteksi terhadap pengaruh luar. Kulit sangat mendukung

penampilan seseorang sehingga perlu dirawat, dipelihara, dan dijaga kesehatannya,

dengan perawatan dan pemeliharaan, maka penampilan kulit akan terlihat sehat,

terawat, seta senantiasa memancarkan kesegaran, penyakit kulit seperti bisul dan

eksim dapat disebabkan oleh bakteri (Jawetz dkk, 2001).

Tanaman obat adalah semua jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai

ramuan obat, baik secara tunggal maupun campuran yang dianggap dan dipercaya

dapat menyembuhkan suatu penyakit atau dapat memberikan pengaruh terhadap

kesehatan. Keuntungan tanaman obat tradisional yaitu mudah diperoleh dan dapat

ditanam di pekarangan rumah sendiri (Rahayu dkk, 2006).

Sejak ribuan tahun yang lalu, obat dan pengobatan tradisional telah ada di

indonesia, jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dengan obat-obatan modernya

dikenal masyarakat (Wijaya kusuma, 2008). Tumbuhan obat yang terdapat di

indonesia sangat beragam salah satunya adalah daun kelor. Indonesia memiliki

beranerakarangaman jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan obat.

Terdapat berbagai produk sediaan farmasi menggunakan bahan alam sebagai bahan

obatnya. Salah satu bahan alam yang telah diuji daya antibakaterinya ialah daun

kelor (Moringa oleifera L.) Kelor merupakan tumbuhan yang diakui memiliki

banyak kegunaan secara nasional dan internal dalam kehidupan.

1
2

Salep merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang digunakan pada

kulit sehat, sakit atau terluka yang dimaksudkan untuk efek topikal. Komposisi

salep terdiri dari bahan obat atau zat aktif dan basis salep atau biasa dikenal dengan

sebutan zat pembawa bahan aktif (Ansel, 1989).

Berdasarkan penelitian Djumaati dkk, (2018) Menyatakan bahwa daun

kelor memiliki kandungan bahan aktif seperti flavovoid sebagai bahan antimikroba,

alkaloid dan fenol sebagai antibakteri dengan konsentrasi 5%,10%,15% dapat

menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan daya hambat yang

paling baik yaitu pada konsentrasi 15% dengan diameter rata-rata 22,5 mm.

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera L).

1.2.Rumusan masalah

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah formulasi

terbaik sediaan salep ekstrak daun kelor sebagai antibakteri.

1.3. Tujuan penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui formulasi terbaik sediaan salep

ekstrak daun kelor.

1.4. Manfaat penelitian


3

a. Bagi Civitas akademik

Sebagai bahan referensi untuk meningkatkan ilmu pengetahuan

dibidang farmasi terutama formulasi sediaan salep ekstrak daun kelor

(Moringa oleifera L.)

b. Bagi Masyarakat

Sebagai sumber informasi tentang tanaman bahan alam sebagai

pemanfaat formulasi sediaan salep ekstrak daun kelor (Moringa Oleifera L.)

c. Bagi penulis

Untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan

terutama tentang formulasi dan evaluasi sediaan salep ekstrak daun kelor

(Moringa oleifera L) serta sebagai syarat akademik memperoleh gelar D-III

farmasi.

Tabel 1.1 keaslian penelitian

No Peneliti Judul Penelitian Metode Variabel Analisa


Penelitian Penelitian Penelitian
4

1 Wahyudi, Sediaan salep ekstrak Eksperimental Ekstrak Deskriptif


Dkk (2018) daun kelor (Moringa daun kelor
oleifera) sebagai
penyembuhan luka
bakar topical pada
kelinci (oryctolagus
cuniculus)
2 Djumaati , Formulasi sediaan Deskriptif Ekstrak Deskriptif
Dkk (2018) salep ekstrak etanol etanol daun
daun kelor (Moringa kelor
oleifera ). Dan uji
aktivitas
antibakterinya
terhadap bakteri
staphylococcus
aureus)
3 Nina jusnita, Formulasi nanoemulsi Ekstraksi Ekstrak Deskriptif
Dkk (2019) ekstrak daun kelor daun kelor
(Moringa oleifera
lamk)
Sedangkan peneliti sendiri tertarik untuk mengambil judul “Formulasi Sediaan

Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera L)”, yang membedakan dengan peneliti

sebelumnya adalah terletak pada tempat, waktu, dan variable peneliti.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman kelor

Kelor (Moringa oleifera L) adalah sejenis tumbuhan dari suku

Moringaceace. Tumbuhan kelor asli berasal dari India yang dikenal dengan

nama sohanjna. Tumbuhan dapat tumbuh banyak diberbagai negara semi-

tropis dan tropis salah satunya Negara Indonesia dan dikenal dengan nama

yang berbeda-beda. Walaupun diketahaui tanaman kelor berasal dari india,

tetapi pengembangan terluas sebenarnya di Afrika. Salah satu paling berjasa

dalam pengembangan tanaman kelor adalah Lowell Fugi (Mardiana, 2013).

Gambar 2.1 Tanaman kelor (data primer 2022)

a. Klasifikasi tanaman kelor

Klasifikasi tanaman kelor (Moringa oleifera L) menurut (Heyne, 1987)

adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Tracheobionta (vascular plants)

Superdivisi : Spermatophyta (seed plants)

5
6

Divisi : Mangnoliophyta (flowering plants)

Kelas : Magnoliopsida (dicotyledons)

Sub kelas : Dilleniidae

Famili : Moringaceacae

Genus : Moringa

Spesies : Moringa oleifera lamk

b. Morfologi tanaman kelor

Tanaman kelor (Moringa oleifera L.) merupakan pohon yang dapat

tumbuh dengan cepat, tingginya bisa mencapai 8 m. Kelor merupakan

tanaman asli dari Himalaya, dan secara umum dibudayakan pada iklim

tropis atau panas, pada daerah jawa dapat ditemukan sampai 300 m di atas

permukaan laut dan mungkin masihh diperoleh pada daerah yang lebih

tinggi. Dapat dibudidayakan secara generative dan vegetative seperti stek

(Heyne, 1987).

a. Akar (radix)

Akar tanaman kelor merupakan akar tunggang. Kulit akar

memiliki rasa pedas dan berbau tajam, bagian dalam berwarna

kuning pucat, bergaris halus tapi terang dan melintang (Heyne,

1987). Pohon tumbuh dari biji akan memiliki perakaran yang dalam,

membentuk akar tunggang yang lebar dan serabut yang tebal. Akar

tunggang tidak terbentuk pada pohon yang diperbanyak dengan stek.

Akarnya berbau dan berasa khas yang sulit dibedakan dengan indera

penciuman dan perasa (Heyne, 1987).


7

Gambar 2.2. Akar tanaman kelor (data primer 2022)

b. Batang (caulis)

Merupakan tumbuhan yang berbatang jenis batang berkayu.

Bentuknya bulat dan permukaannya kasar. Batangnya dapat tumbuh

hingga tujuh sampai sebelas atau dua belas meter. Batang kayunya

mudah pata dan cabangnya jarang. Warna dari batang pokonya ialah

kelabu (Heyne, 1987).

Gambar 2.3.Batang tanaman kelor (data primer 2022)

c. Daun (folium)

Merupakan daun majemuk, bertangkai panjang, tersusun

berseling, helai daun saat mudah berwarna hijau muda setelah

dewasa hijau tua, bentuk helai daun bulat telur, panjang 1-2 cm,
8

lebar 1-2 cm, tipislemas, ujung dan pangkal tumpul tepi rata,

susunan pertulangan memyirip, permukaan atas dan bawah halus.

Daun bersirip tak sempurna, daun kecil sebesar ujung jari berbentuk

telur (Heyne, 1987).

Gambar 2.4 Daun tanaman kelor (data primer 2022)

d. Bunga

Bunga besar muncul di ketiak daun bertangkai panjang,

kelopak berwarna putih agak krem, menebar aroma khas.

Bunganysa berwarna putih kekuning-kekuningan terkumpul dalam

pucuk lembaga dibagian ketiak dan tudung pelepah bunganya

berwarna hijau. Bunga berukuran 10-15 cm, memiliki 5 kelopak

yang mengelilingi 5 benang sari dan 5 staminodia. Bunga kelor

keluar sepanjang tahun dengan aroma yang khas (Heyne, 1987).


9

Gambar 2.5 Bunga tanaman kelor (data primer 2022)

e. Buah atau polong

Buah atau polong kelor berbentuk segi tiga memanjang yang

disebut klentang (Jawa) dengan panjang 20-60 cm, ketika muda

berwarna hijau-setelah tua menjadi coklat, biji di dalam polong

berbentuk bulat, ketika mudah berwarna hijau terang dan berubah

berwarna coklat kehitaman ketika polong matang dan kering.

Buahnya berisi bahan yang baunya khas seperti rempah, berwarna

putih dan terdapat biji yang bersayap (Heyne, 1987).

f. Biji

Biji berbentuk bulat dengan lambung semi-permeabel

berwarna kecoklatan. Lambung sendiri memiliki tiga sayap putih

yang menjalar dari atas ke bawah.Bijinya berbau khas, memiliki

bentuk segitiga dan bersayap tiga seperti selaput, dalam bentuk sisir

dengan paruk yang menajam. Setiap buahnya mengandung lima

sampai dua puluh biji didalamnya (Heyne, 1987).


10

c. Manfaat daun kelor untuk kesehatan tubuh:

Kaya antioksidan, menurunkan kadar gula darah, mengurangi

peradangan, menurunkan kolesterol, melindungi dari keracunan arsen,

mencegah sel kanker, menjaga kesehatan mata, melancarkan pencernaan,

menlancarkan ASI, mencegah hipertensi, menjaga daya tahan tubuh,

mengatasi asam lambung, sebagai obat cacing, sumber vitamin C, mencegah

gangguan ginjal (Krisnadi, 2015).

d. Kandungan Kimia Daun Kelor

Tanaman kelor mangandung 539 senyawa yang dikenal dalam

Pengobatan tradisional Afrika dan India yaitu bertindak sebagai stimulan

Jantung dan peredaran darah, antitumor, antipiretik, antiepilepsi,

Antiinflamasi, diuretik, antihipertensi, menurunkan kolesterol, antioksidan,

Antidiabetik, antibakteri, dan antijamur. Ekstrak daun kelor mengandung

tanin 8,22%,Saponin 1,75%, dan fenol 0,19%. Daun kelor memiliki

kandungan bahan aktif seperti flavonoid, saponin, tanin, dan polifenol

sebagai antimikrobia. Mekanisme bahan aktif antibakteri ini yaitu dengan

peningkatan Permeabilitas dari dinding sel bakteri sehingga membran sel

bakteri rusak dan Bakteri lisis (Esimone dkk., 2006).

Daun kelor sebagai sumber antioksidan alami yang baik karena

Kandungan berbagai jenis senyawa antioksidan pada daun kelor seperti

asam Askorbat, flavonoid, fenolik, dan karotenoid. Tingginya konsentrasi

asam Askorbat, zat estrogen dan β-sitosterol, besi, kalium, fosfor, tembaga,

vitamin A, B, C yang membuat daun kelor memiliki banyak manfaat bagi


11

kesehatan kandungan kimia asam amino yang terdapat pada daun kelor

berbentuk asam aspartat, asam glutamat, alanin, valin, leusin, isoleusin,

histidin, arginin, Triptofan, sistein, dan metionin.Aroma yang dimiliki daun

kelor agak langu, namun aroma akan berkurang ketika dipetik dan dicuci

bersih lalu disimpan pada suhu ruang 30ºC sampai 32 ºC. Bau langu yang

terdapat pada daun kelor disebabkan oleh enzim yaitu enzim protease

(Kurniasih, 2013).

1. Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa fenolik yang dapat berubah jika

ditambahkan senyawa yang bersifat busa dan ammonia. Flavonoid di alam

merupakan senyawa yang larut dalam air. Ikatan flavonoid dengan gula

menyebabkan banyaknya bentuk kombinasi yang dapat terjadi di dalam

tumbuhan, sehingga flavonoid pada tumbuhan jarang ditemukan dalam

keadaan tunggal (Harbone, 1987). Golongan flavonoid mempunyai cincin

piran yang menghubungkan rantai tiga karbon dengan salah satu dari cincin

benzena (Robinson, 1995). Menurut Robinson (1995), flavonoid

mempunyai kemampuan berinteraksi dengan DNA bakteri dan

menghambat fungsi membran sitoplasma bakteri dengan mengurangi

fluiditas dari membran dalam dan membran luar sel bakteri. Hal tersebut

menyebabkan kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri dan membran sel

tidak berfungsi lagi, termasuk untuk perlekatan dengan substrat. Hasil

interaksi tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding

sel bakteri, mikrosom, dan lisosom. Ion hidroksil secara kimia


12

menyebabkan perubahan komponen organik dan transport nutrisi, sehingga

menimbulkan efek toksis terhadap sel bakteri. Menurut Robinson senyawa

flavonoid terdapat kandungannya pada daun kelor. Struktur umum

flavonoid dapat dilihat pada Gambar 2.6

Gambar 2.6 Struktur umum flavonoid (Robinson, 1995)

2. Tanin

Tanin termasuk senyawa fenol dengan berat molekul besar, terdiri

dari gugus hidroksil dan beberapa gugus yang bersangkutan seperti

karboksil untuk membentuk kompleks kuat yang efektif dengan protein dan

beberapa makromolekul. Bale-Smith dan Swain yang dikutip Haslam

(1989), menjelaskan tanin sebagai senyawa fenolik larut air dengan massa

molar sekitar 300-3000, menunjukkan reaksi alami fenol,mempresipitasi

alkaloid, gelatin, dan protein lain (Robinson,1995). Menurut Robinson

senyawa tanin terdapat kandungan di dalam daun kelor. Struktur umum

tanin dapat dilihat pada Gambar 2.7.


13

Gambar 2.7 Struktur Umum Tanin (Robinson, 1995)

3. Saponin

Menurut Robinson (1995), saponin merupakan glikosida alami yang

terkait dengan steroid alkaloid atau triterpena. Saponin mempunyai aktivitas

farmakologi yang cukup luas yaitu imunomodulator, antitumor,

antiinflamasi, antivirus, antijamur, efek hipoglikemik, dan efek

hipokolesterol. Saponin juga mempunyai sifat yang beragam seperti terasa

manis, pahit, dapat berbentuk buih, dapat menstabilkan emulsi, dan

menyebabkan haemolisis. Menurut Robinson senyawa saponin terdapat

kandungan di dalam daun kelor. Struktur saponin dapat dilihat pada Gambar

2.8

Gambar 2.8 Struktur Saponin Steroid (Robinson, 1995)


14

4. Polifenol

Polifenol memiliki tanda khas yakni memiliki banyak gugus

hidroksil dalam molekulnya. Zat ini juga dikenal dengan nama tanin terlarut

yaitu metabolit sekunder yang terdapat dalam daun, biji dan buah

daritumbuhan tingkat tinggi yang bersifat antioksidan kuat. Polifenol secara

alami dapat ditemukan dalam sayuran, buah, kacang, minyak zaitun, dan

minuman (Robinson, 1995). Menurut Robinson senyawa polifenol terdapat

kandungan pada daun kelor. Struktur umum polifenol dapat dilihat pada

Gambar 2.9

Gambar 2.9 Struktur umum polifenol (Robinson, 1995)

2.2 Simplisia

Simplisia atau herbal yaitu bahan alam yang telah dikeringkan yang

digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan,

kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari

60°C (Depkes, 1995). Istilah simplisia dipakai untuk menyebut bahan-

bahan obat alam yang masih berada dalam wujud aslinya atau belum

mengalami perubahan bentuk (Gunawan, 2010). Jadi simplisia adalah

bahan alamiah yang dipergunaknan sebagai obat yang belum


15

mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa

bahan yang telah dikeringkan. Simplisia di bagi menjadi tiga golongan

yaitu simplisia nabati, simplisia hewani, simplisia mineral (Melinda,

2014).

1. Simplisia Nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh bagian

tanaman atau eksudat tanaman adalaha isi sel yang sesecara spontan

keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari

selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan

dari tanaman (Melinda, 2014).

2. Simplisia Hewani

Simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat

berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat murni

(Nurhayati Tutik,2008). Contohnya adalah minyak ikan dan madu

(Gunawan,2010)

3. Simplisia Mineral

Simplisia yang berupa bahan pelican atau mineral yang belum diolah

atau yang telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat

kimia murni. Contohnya serbuk dan serbuk tembaga (Gunawan,2010).

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah jenis pemisahan satu atau beberapa bahan dari

suatu padatan atau cairan. Proses ekstraksi bermula dari pengumpulan

ekstrak dengan pelarut kemudiaan terjadi kontak antara bahan dan


16

pelarut sehingga pada bidang datar antar muka bahan ekstraksi dan

pelarut terjadi pengedapan massa dengan cara difusi. Bahan ekstraksi

yang telah tercampur dengan pelarut yang telah menembus kapiler-

kapiler dalam suatu bahan padat dan melarutkan ekstrak larutan dengan

konsentrasi lebih tinggi dibagian dalam bahan ekstraksi dan terjadi

difusi yang memacu keseimbangan konsentrasi larutan dengan larutan

diluar bahan (Sudjadi, 1988):

Ekstraksi dengan larut dapat dilakukan dengan cara dingin dan cara panas.

Berikut jenis-jenis ekstraksi tersebut (Sudjadi, 1988):

a. Ekstraksi Secara Dingin

1. Metode Maserasi

Merupakan cara penyaringan sederhana yang dilakukan dengan cara

meredam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari

pada temperature kamar dan terlindungi dari cahaya. Metode maserasi

digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia

yang mudah larut dalam cairan penyari tidak mengandung benzoin,

tiraks dan lilin.

2. Metode Sokletasi

Merupakan penyaringan simplisia secara berkesinambungan, cairan

penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondesasi

menjadi molekul-molekul air oleh pendingin baik dan turun menyari

simplisia dalam klonsong dan selanjutnya masuk kembali kedalam labu

alas bulat setelah melewati pipa sifon.


17

3. Metode Perkolasi

Merupakan cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui

serbuk simplisia yang telah dibasahi. Keuntungan metode ini adalah

tidak memerlukan langkah tambahan yaitu sampel pada (marc) telah

terpisah dari ekstrak. Kerugiaannya adalah kontrak antara sampel padat

tidak merata atau terbatas dibandingkan dengan metode refluks, dan

pelarut menjadi dingin selama proses perkolasi sehingga tidak

melarutkan komponen secara efisien.

b. Ekstraksi Cara Panas

1. Metode Refluk

Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk

mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan

tahan pemanasan langsung. Kerugiannya adalah membutuhkan

volume total pelarut dan sejumlah manipulasi dari operator.

2. Metode Destilasi Uap

Merupakan metode yang popular untuk ekstraksi minyak-minyak

menguap (essensila) dari sampel tanaman. Metode destilasi uap air

diperuntungkan untuk menyari simplisia yang mengandung minyak

menguap atau mengandung komponen kimia yang mempunyai titik

didih tinggi pada tekanan udara normal.

2.4 Kulit
18

Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar untuk

menutupi dan melindungi permukaan tubuh. Kulit berhubungan dengan

selaput lender yang melapisi rongga lubang masuk. Pada permukaan kulit

bermuara kelenjar keringat dan kelenjar mukosa. Kulit di sebut juga

integument atau kutis yang tumbuh dari dua macam jaringan yaitu jaringan

epitel yang menumbuhkan lapisan epidermis dan jaringan pengikat yang

menumbuhkan lapisan dermis atau kulit dalam (Syaifuddin, 2009).

Gambar 2.10 Struktur kulit (Syaifuddin, 2009)

Secara umum struktur kulit manusia terdiri dari lapisan epidermis, dermis,

dan subkutan antara lain :

a. Epidermis

Epidermis tersusun atas lapisan tanduk (lapisan korneum) dan

lapisan Malpighi. Lapisan korneum merupakan lapisan kulit mati, yang

dapat mengelupas dan digantikan oleh sel-sel baru. Lapisan Malpighi

terdiri dari atas lapisan spinosum dan lapisan germinativum. Lapisan

spinosum berfungsi menahan gesekan dari luar. Lapisan germinativum

mengandung sel-sel yang aktif membelah, menggantikan lapisan sel-sel


19

pada lapisan korneum. Lapisan Malpighi juga berfungsi sebagai

pelindung dari bahaya sinar matahari terutama sinar ultraviolet.

b. Dermis

Lapisan ini mengandung pembuluh darah, akar rambut, ujung saraf,

kelenjar keringat, dan kelenjar minyak. Kelenjar keringat menghasilkan

keringat. Banyaknya keringat yang dikeluarkan dapat mencapai 2000 ml

setiap hari, tergantung pada kebutuhan tubuh dan pengaturan suhu.

Keringat mengandung air, garam, dan urea. Fungsi lain sebagai alat

ekskresi adalah sebagai organ penerima rangsangan, pelindung terhadap

kerusakan fisik, penyinaran, dan bibit penyakit, serta untuk penganturan

suhu tubuh.

Pada suhu lingkungan tinggi (panas), kelenjar keringat menjadi aktif

dan pembuluh kapiler di kulit melebar. Melebarnya pembuluh kapiler

akan memudahkan proses pembuangan air dan sisa metabolisme.

Aktifnya kelenjar keringat mengakibatkan keluarnya ke permukaan kulit

dengan cara penguapan. Penguapan mengakibatkan suhu dipermukaan

kulit turun sehingga kita tidak merasakan panas lagi. Sebaliknya, saat

suhu lingkungan rendah, kelenjar keringat tidak aktif dan pembuluh

kapiler di kulit menyepit.

Pada keadaan ini dara tidak membuang sisa metabolisme dan air,

akibatnya penguapan sangat berkurang, sehingga suhu tubuh tetap dan

tubuh tidak mengalami kedinginan. Keluarnya keringat dikontrol oleh

hipotalamus. Hipotalamus adalah bagian dari otak yang terdiri dari


20

sejumlah nucleus dengan berbagai fungsi yang sangat peka terhadap

steroid dan glukokotikoid, glukosa, dan suhu.

c. Hypodermis

Lapisan ini terletak dibawah dermis. Lapisan ini banyak mengandung

lemak. Lemak berfungsi sebagai cadangan makanan, pelindung tubuh

terhadap benturan, dan menahan panas tubuh.

2.5 Antibakteri

Antibakteri adalah suatu senyawa yang digunakan untuk mengambat

bakteri. Antibakteri biasanya terdapat dalam suatu organisme sebagai metabolit

sekuder. Mekanisme senyawa antibakeri secara umum dilakukan dengan cara

merusak dinding sel, mengubah permeabilitas membrane, mengganggu sintesis

protein, dan menghambat kerja enzim (Pelczar, 2008). Senyawa yang berperan

dalam merusak dinding sel antara lain fenol, flavonoid, dan alkaloid. Senyawa

fitokimia tersebut berpotensi sebagai antibakteri alami (Pelczar, 2008).

2.6 Sediaan salep

Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan

sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar

atau basis salep yang cocok. Salep dapat mengandung obat atau tidak

mengandung obat disebut basis salep (Ansel, 2011).

a. Penggolongan basis salep

Dalam sediaan salep, dasar komposisi basis merupakan hal yang penting

karena akan mempengaruhi kecepatan pelepasan obat dari basisnya. Dasar

salep umumnya bertendensi memperlambat atau menghambat absorpsi obat


21

menembus epidermis dan permukaan mukosa sehingga secara tidak

langsung mempengaruhi khasiat dari obat yang dikandungnya (Ansel,

2011).

Setiap salep mempunyai basis yang beranekaragam dan mempunyai sifat

hidrofob. Basis memiliki daya sebar yang baik dan menjamin pelepasan bahan obat

yang memuaskan (Ansel, 2011).

Menurut Ansel (2011), pemilihahn basis salep yang dipakai dalam formulasi

sediaan salep tergantung faktor-faktor berikut:

1. Laju pelepasan yang diinginkan bahan obat dari basis salep.

2. Keinginan peningkatan absorpsi obat dari basis salep

3. Kelayakan melindungi lembab dari kulit oleh basis salep

4. Kekentalan atau viskositas dari basis salep.

Bahan dasar salep tidak ada yang ideal dan juga tidak ada yang memiliki

semua sifat yang diinginkan. Pemilihannya adalah untuk mendapatkan dasar salep

yang secara umum menyediakan segala yang dianggap sifat yang paling diharapkan

(Ansel, 2011).

Berdasarkan komposisinya, dasar salep dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Dasar salep hidrokarbon


22

Dasar salep hidrokarbon (dasar salep berlemak) bebas air, preparat

yang berair mungkin dapat dicampurkan hanya dalam jumlah sedikit saja,

bila lebih minyak sukar bercampur. Kerjanya sebagai bahan penutup saja.

Tidak mongering atau tidak ada perubahan dengan berjalannya waktu.

Dasar salep hidrokarbon yaitu vaselin, jelene, minyak tumbuh tumbuhan.

2. Dasar salep absorpsi

Dasar salep absorpsi dibagi dua tipe, yaitu :

a. Yang memungkinkan pencampuran larutan berair, hasil dari

pembentukan emulsi air dan minyak (misalnya : Petrolatum hidrofolik

dan lanolin anhidrida).

b. Yang sudah menjadi emulsi air minyak (dasar emulsi), memungkinkan

bercampurnya sedikit penambahan jumlah larutan berair (misalnya :

Lanolin).

3. Dasar salep yang dapat dibersihkan dengan air merupakan emulsi minyak

dalam air yang dapat dicuci dari kulit dan pakaian dengan air. Atas dasar ini

bahan tersebut sering dikatakan sebagai bahan dasar salep “tercuci air”.

4. Dasar salep yang dapat larut dalam air tidak seperti dasar salep yang tidak

larut dalam air, yang mengandung kedua duanya, komponen yang larut

maupun yang tidak larut dalam air, dasar yang larut dalam air hanya

mengandung komponen yang larut dalam air. Tetapi, seperti dasar salep

yang dapat dibersihkan dengan air basis yang dapat dicuci dengan air. Basis

yang larut dalam air biasanya disebut sebagai greaseless karena tidak

mengandung bahan berlemak (Ansel, 2011).


23

b. Kelebihan dan kekurangan salep

Adapun kelebihan sediaan salep yaitu:

1. Sebagai bahan pembawa subtansi obat untuk pengobatan kulit

2. Sebagai bahan pelumas pada kulit

3. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan

kulit dengan larutan berair dan rangsang kulit.

4. Sebagai obat luar

Adapun kekurangan sediaan salep berdasarkan basisnya yaitu :

a. Kekurangan basis hidrokarbon

Sifatnya yang berminyak dapat meninggalkan noda pada pakaian serta sulit

tercuci, agak sulit dibersihkan dari permukaan kulit.

b. Kekurangan basis absorbsi

Kurang tepat bila dipakai sebagai pendukung bahan antibiotik dan bahan

kurang stabil dengan adanya air mempunyai sifat hidrofil atau dapat

mengikat air.

c. Syarat dasar salep yang baik

Menurut Ansel, (1989), untuk memperoleh salep yang baik, salep

harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Stabil salep harus stabil selama masih digunakan untuk mengobati, oleh

karena itu, bebas inkompibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban

yang ada dalam kamar.


24

2. Lunak salep banyak digunakan untuk kulit teriritasi, inflamasi, dan

dibuat sedemikian rupa sehingga semua zat keadaan yang halus dan

seluruh produk harus lunak dan homogen.

3. Mudah dipakai, kebanyakan keadaan salep adalah mudah digunakan,

kecuali sediaan salep yang dalam keadaan sangat kaku (keras) atau

sangat encer. Salep tipeemulsi umumnya paling mudah dihilangkan dari

kulit.

4. Dasar salep yang cocok, dasar salep harus dapat campur secara fisika dan

kimia dengan obat yang kandunganya.

Dasar salep tidak boleh merusak atau menghambat aksi terapi dari

obatnya pada daerah yang diobati. Selain itu dasar salep perlu ddipilih

untuk maksud dapat membentuk lapisan film penutup atau yang dapat

mudah dicuci sesuai yang diperlukan.

d. Metode pembuatan salep

Menurut Ansel (1989), salep dibuat dengan dua metode umum, yaitu

metode pencampuran dan metode peleburan. Metode untuk pembuatan

tertentu terutama tergantung pada sifat-sifat bahannya.

1. Pencampuran, dalam metode pencampuran, komponen dari salep

dicampur dengan segala cara sampai sediaan yang rata tercapai.

2. Peleburan, pada metode peleburan, semua atau beberapa komponen dari

salep dicampurkan dengan melebur bersama dan didinginkan dengan

pengandukan yang konstan sampai mengental. Komponen yang tidak

dicairkan biasanya ditambahkan pada cairan yang sedang mengental


25

setelah didinginkan. Bahan yang mudah menguap ditambahkan terakhir

bila temperature dari campuran telah cukup rendah tidak mesnyebabkan

penguaraian atau penguapan dari komponen.

2.7 Uraian Bahan Formulasi

a. Cera alba

Cera alba banyak digunakan pada formulasi sediaan topical dengan

konsentrasi 5%-20% yang digunakan sebagai bahan pengental pada salep

dan krim. Cera alba larut dalam kloroform, eter, minyak menguap, dan

sedikit larut dalam etanol 96% namun praktis tidak larut dalam air. Titik

lebur cera alba 61°-65° (Kibbe, 2006).

b. Propil parapen

Propilen parapen banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba

pada salep, produk makanan, dan formulasi farmasi. Propilen parapen dapat

digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan ester paraben lainnya atau

dengan agen antimikroba lainnya. Paraben efektif pada rentang pH yang

luas dan memiliki spectrum yang luas dari aktivitas antimikroba. Propilen

paraben (0,18% b/v) sering digunakan dalam formulasi farmasi sediaan

parentral. Aktivitas antimikrobadari propilen paraben berkurang apabila

digunakan bersama sukfaktan non ionic (Rowe, 2009). Struktur kimia dari

propil paraben ditunjukkan pada gambar 2.11

Gambar 2.11 Struktur kimia propilen paraben


26

c. Oleum mentol

Oleum mento atau mentholum adalah I-mentol alam yang diperoleh

dari minyak arsiri beberapa spesies Menth. titik lebur 41°-44, berbau tajam

seperti minyak permen, tidak berwarna, rasa panas dan aromatik. Sukar

larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol (96%), dalam kloroform,

dan dalam eter P, mudah larut dalam parafir cair P, penyimpanan dalam

wadah tertutup rapat, ditempat sejuk.

d. Vaselin putih

Vaselin putih adalah golongan lemak mineral yang diperoleh dari

minyak bumi. Titik cair sekitar 10-50°C, mengikat 30% air, tidak berbau,

transparan, konsistensi lunak. Sifat dasar salep ini sukar dicuci, tidak

mengering dan tidak berubah dalam waktu lama. Salep ini digunakan untuk

memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan sebagai penutup

(Yanhendri, 2012)

e. Adeps lanae

Pemerian massa seperti lemak, lengket, warna kuning bau khas.

Kelarutan tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air lebih kurang

2x beratnya, agak sukar larut dalam etanol dingin, lebih larut dalam etanol

panas, mudah larut dalam eter dan kloroform. Kegunaan emulsifying agent,

basis salep. Stabilitas dapat mengalami autoksidasi selama penyimpanan,

untuk mencegah ditambah oksidan. Penyimpanan ditempat yang tertutup

baik, terlindung cahaya, sejuk dan kering.


27

2.8 Evaluasi sediaan salep

a. Uji organoleptis

Pengamatan yang dilakukan dalam uji ini adalah bentuk sediaan bau

dan warna sediaan. Parameter kualitas salep yang baik adalah bentuknya

sediaan setengah padat, salep berbau khas ekstrak yang digunakam dan

berwarna seperti ekstrak (Anief, 1997).

b. Uji homogenitas

Uji homogenitas sediaan salep dilakukan untuk melihat perpaduan

bahan bahan (bahan dan zat aktif) sehingga menjadi bentuk salep yang

homogen. Jika terdapat perbedaan sifat pada basis dan zat aktif akan terjadi

proses penggumpulan sehingga mengakibatkan bentuk sediaan yang

memiliki partikel lebih besar dari sediaan (Lacman, 1994).

c. Uji pH

Pengukuran Uji pH sediaan dapat diukur dengan menggunakan alat

potensiometrik (pH meter) pengukur dilakukan pada suhu ruang tujuan uji

pH yaitu untuk mengetahui pH dari sediaan apakah sesuai dengan pH kulit,

antaral 4,5-6,5 (Tranggono Fatma,2007).

d. Uji daya sebar

Salep ditimbang sebanyak 0,5 gr diletakkan dikaca bulat berdiameter

15 cm, kaca lainnya diletakkan diatasnya selama 1 menit. Kemudiaan

diameter lebar salep diukur. Setelahnya ditambahan dan didiamkan selama

menit, lalu diukur diameter yang konstan. Sediaan salep yang nyaman

memiliki daya sebar sekitar 5-7 cm (Astuti dkk, 2010)


28

e. Uji daya lekat

Sediaan salep secukupnya diletakkan diatas gelas objek yang

telah ditentukan luasnya kemudiaan letakkan gelas objek lain diatas

salep tersebut. Salep diantara lempeng gelas diletakan dengan beban

50 gram selama kurang lebih 5 menit. Gelas objek dilepas dengan

beban seberat 40 gram kemudiaan dicatat waktu pada saat kedua gelas

objek tersebut terlepas. Syarat daya lekat pada sediaan topical adalah

tidak kurang dari 4 detik (Ulaen dkk, 2012).

f. Uji stabilitas (cyling test)

Sediaan salep disimpan pada suhu 4°C selama 24 jam lalu

dikeluarkan dan ditempatkan pada suhu 40°C selama 24 jam.

Perlakuan ini adalah suatu siklus. Percobaan dilakukan sebanyak 3

siklus kondisi fisik dan pH sediaan dibandingkan sebelum dan sesudah

uji tersebut dilakukan. (Ulaen dkk, 2012)

g. Uji iritasi

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui efek iritasi dari

sediaan salep yang dibuat. Reaksi iritasi positif ditandai oleh adanya

kemerahan, gatal-gatal, atau bengkak pada kulit yang diberi salep

(Irsan dkk, 2013)

2.9 Kerangka konsep

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kelor yang

dijadikan simplisia di ambil Koya Barat Kecamatan Muara Tami Jayapura.

Daun kelor merupakan tanaman obat-obatan tradisional yang mempunyai zat


29

gizi yang tinggi. Daun kelor mengandung Senyawa flavonoid, alkaloid, fenol

yang mampu memberikan efek antibakteri (Djumaati dkk, 2018).

Daun kelor dibuat menjadi simplisia sebanyak 200 gram serbuk daun kelor

kemudian diekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol 96% dengan

perbandingan 1:7,5 dan dengan variasi basis cera alba dengan konsentrasi

5%,10%,15%. Ekstrak yang diperoleh, kemudian dijadikan sediaan salep

ekstrak daun kelor

Formulasi salep yang telah dibuat, kemudian dilakukan evaluasi sediaan

salep, syarat uji homogenitas dari salep adalah terjadinya titik penggumpalan

pada hasil pengolesan sampai titik akhir, syarat uji daya sebar yang baik yaitu

rentang 5-7 cm, dan uji daya lekat yang baik yaitu tidak kurang dari 4 detik, pH

4,5-6,5, uji stabilitas, uji iritasi.

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ditujukan pada gambar. Skema

Kerangka Konsep

Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera L)

Formulasi Sediaan Salep Ekstrak


Daun Kelor dengan Variasi Cera
Alba FI 5%, FII 10%, FIII 15%

Sediaan Salep Ekstrak Daun


Kelor dengan Formula Terbaik

Gambar 2.12. Kerangka Konsep Penelitian


30

2.10 Defenisi Operasional Variabel

Berdasarkan kerangka konsep dapat didefenisikan operasional yang

ditinjukkan pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Definisi operasional

No Variabel Defenisi Operasional Alat/Cara Hasil Ukur Skala


Ukur
1 Daun Kelor Daun yang masih Neraca Gram Nominal
belum terlalu tua Analitik
diperoleh dari daerah
koya
2 Maserasi Metode yang Gelas ukur Ml Nominal
digunakan untuk
mendapat kan
ekstrak dengan
menggunakan
pelarut 96%
3 Ekstrak Ekstrak adalah Neraca Gram Nominal
sediaan pekat yang Analitik
diperoleh dengan
mengekstraksi zat
aktif dari simplisia
Daun Kelor
4 Salep Hasil formulasi Neraca Gram Nominal
sediaan salep ekstrak Analitik
Daun Kelor
5 Evaluasi Uji organoleptic Panca MS/TMS Ordinal
Sediaan Indera
Uji homogenitas Panca MS/TMS Ordinal
Indera
Uji Ph pH Meter Derajat Nominal
Keasaman
Uji Daya sebar Penggaris Cm Nominal

Uji Daya Lekat Kaca Objek Detik Nominal


BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis penelitian
Jenis dari penelitian ini dilakukan adalah metode deskriptif dengan

pendekatan eksperimen di Laboratorium untuk membuat salep ekstrak daun

kelor (Moringa oleifera L).

3.2 Lokasi dan Waktu penelitian

1. Lokasi penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmasi Fakultas Ilmu-Ilmu

kesehatan Universitas Sains dan Teknologi Jayapura.

2. Waktu pengambilan

Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan dimulai dari bulan April

sampai Juli 2022.

3.3 populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah semua tanaman

daun kelor (Moringa oleifera L) yang tumbuh di Daerah Koya Barat

Kecamatan Muara Tami Jayapura.

2. Sampel

Dalam penelitian ini adalah daun kelor sebanyak 4 kg

31
32

3.4 Alat dan Bahan

a. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan ekstrak daun

kelor adalah alat timbangan digital, pemotong, blender, wadah

maserasi, batang pengaduk, pH meter, gelas beker, lumpang, cawan

porselin, lap, aluminium foil, oven, dan waterbath

b. Bahan

Bahan yang digunakan yaitu ekstrak daun kelor, Etanol 96%, cera

alba, Vaselin album, Adeps lanae, propilen paraben, oleum mentol

c. Rancangan Formulasi

Adapun rancangan formulasi sediaan salep ekstrak daun kelor

dengan bahan sebagai berikut untuk sediaan salep 20 gram

3.5 Rancangan Formula Salep Ekstrak Daun Kelor

Tabel 3.1 Rancangan Formula Salep Ekstrak Daun Kelor 20 gr


Bahan Kegunaan Syarat Formulasi salep
konsentrasi %
FI FII FIII
Ekstrak daun Zat aktif _ 20 20 20
kelor
Cera alba Penstabil/pengental 5%-20% 5 10 15

Propil paraben Pengawet 0,18% 0,01 0,01 0,01

Adeps Lanae Basis salep 10-50% 10 10 10

Vaseline Album Basis salep Ad 100 100 100 100

Oleum mentol Pengaroma _ qs qs qs


Sumber : Faradiba (2020) dimodifikasi
33

3.6. Prosedur kerja

a. Pengambilan sampel

Sampel daun kelor diambil di Daerah Koya Barat Kecamatan Muara

Tami Jayapura

b. Pengelolaan sampel

1. Sampel daun kelor sebanyak 4 kg yang dicuci hingga bersih pada air

yang mengalir.

2. Kemudian dilakukan sortasi basah lalu diangin-anginkan untuk

mengurangi kadar air.

3. Sampel kemudian dirajang dan diangin-anginkan, lalu dikeringkan

dengan cara dijemur dibawa panas matahari selama 2 hari

4. Setelah kering dilakukan proses penggilingan atau dihaluskan

menggunakan blender untuk mendapatkan simplisia daun kelor.

5. Serbuk sampel simplisia daun kelor kemudian disimpan dalam wadah

tertutup baik.

c. Pembuatan ekstrak etanol daun kelor

1. Sampel simplisia daun kelor ditimbang sebanyak 200 gram dan

dimasukan kedalam wadah maserasi

2. Maserasi dilakukan dengan perbandingan 1:7,5 direndam selama 3 hari

dengan cairan penyari etanol 96% sebanyak 1000 ml (sampai sampel

terendam semua) kedalam wadah maserasi yang berisi sampel.

3. Wadah maserasi kemudian ditutup dengan aluminium foil dan ditutup

rapat dengan penutupnya.


34

4. Proses maserasi dibiarkan selama 3 hari pada temperature kamar yang

terlindungi dari cahaya, dan selama penyimpanan sesekali diaduk.

5. Sampel kemudian disaring dan ditampung

6. Residu atau ampas dimasukkan kembali kedalam toples dan

ditambahkan pelarut etanol 96% sebanyak 500 mL, kemudian dibiarkan

ditempat yang sejuk, terlindungi dari cahaya selama 2 hari, sesekali

diaduk, kemudian disaring dan ditampung lagi.

7. Fitrat yang diperoleh dikumpulkan dan diuapkan diatas waterbath

dengan suhu paling rendah 60°C sehingga diperoleh ekstrak kental.

d. Pembuatan sediaan salep

1. Alat dan bahan disiapkan Vaseline putih, Adeps lanae, dan Cera alba

2. Bahan yang telah disiapkan tersebut kemudiaan ditimbang sesuai

dengan formula yang telah ditentukan.

3. Cera alba dan Adeps lanae dileburkan diatas waterbath sambil diaduk

pada suhu 70°C.

4. Cera alba dan adeps lanae dicampur dengan vaselin putih yang telah

dileburkan dilakukan secara kontinu, diaduk agar merata dan tidak

mengumpal.

5. Kemudiaan masukkan Propilen paraben, gerus hingga berbentuk basis

salep.

6. Tambahkan ekstrak kelor dan minyak mint secukupnya dan aduk hingga

homogen.
35

7. Sediaan salep dikeluarkan dari lumpang, dan dimasukan dalam wadah

salep.

8. Sediaan salep yang telah jadi di evaluasi

3.7 Evaluasi sediaan

a. Uji organoleptis

Pengujian organoleptis dilakukan dengan mengamati sediaan

sediaan salep dari bentuk, bau, dan warna (Hernani dkk, 2012).

b. Uji homogenitas

Pengujian homogenitas dilakukan dengan cara salep ditimbang 0,5

gram, kemudian dioles pada kaca objek, kemudian lakukan pengamatan

salep tersebut dilakukan homogen jika terdapat persamaan warna yang

merata dan tidak ditemukan partikel dalam sediaan (Hernani dkk, 2012).

c. Pengujian pH

Sebanyak 0,5 gram salep diencerkan dengan 5 ml aquades, lalu di

cek pH larutan menggunakan pH meter, standar pengujian dengan pH kulit,

antara 4,5-6,5 (Hernani dkk, 2012).

d. Uji daya sebar

Uji daya sebar dilakukan untuk menjamin pemerataan salep saat

diaplikasikan pada kulit. ditimbang 0,5 gram kemudiaan diletakkan

ditengah kaca bulat berskala. Diatas salep diletakkan kaca bulat lain atau

bahan transparan lain dan pemberat sehingga kaca bulat dan pemberat 150

gram, didiamkan selama 1 menit, kemudiaan dicatat diameter

penyebarannya (Hernani dkk, 2012)


36

e. Uji daya lekat

Uji daya lekat bertujuan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan oleh

salep untuk melekat pada kulit. Sediaan salep secukupnya diletakkan diatas

gelas objek yang telah ditentukan luasnya kemudiaan letakkan gelas objek

lain diatas salep tersebut. Salep diantara lempeng gelas objek diletakkan

dengan beban 50 gram selama kurang lebih 5 menit. Gelas objek dilepas

dengan beban seberat 40 gram kemudiaan dicatat waktu pada saat kedua

gelas objek tersebut terlepas (Rahmawati, 2010).

f. Uji stabilitas (Cycling test)

Sediaan salep disimpan pada suhu 4°C selama 24 jam lalu dikeluarkan

dan ditempatkan pada suhu 40°C selama 24 jam. Perlakukan ini adalah suatu

siklus. Percobaan dilakukan sebanyak 3 siklus kondisi fisik dan pH sediaan

dibandingkan sebelum dan sesudah uji tersebut dilakukan (Rahmawati,

2010).

g. Uji iritasi

Pengujian ini dilakukan pada kulit 6 orang sukarelawan bahan uji

dilakukan dengan uji tempel terbuka (open test). Uji tempel terbuka

dilakukan dengan mengoleskan pada punggung tangan dengan diameter 2

cm, kemudian dibiarkan terbuka dan diamati reaksi yang terjadi. Uji

dilakukan sebanyak 2 kali (pagi dan sore). Reaksi iritasi kulit positif ditandai

dengan adanya reaksi kemerahan (eritema) dan edema pada daerah kulit

yang diberi perlakuan (Irsan ddk, 2013).


37

3.8. Penyajian dan Analisa Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian yaitu berupa data ketiga formulasi

salep ekstrak daun kelor ditabulasikan dan dinarasikan serta selanjutnya dianalisa

secara eksperimen dan disajikan dalam bentuk tabel.

3.9.Alur penelitian

Adapun alur penelitian ditunjukkan pada gaambar berikut :

Daun kelor

Maserasi Pembuatan
Ekstraksi Simplisia

Ekstrak etanol
96% Daun Kelor

Formulasi Salep Ekstrak Etanol Daun Kelor


dengan variasi cera alba FI 5%,FII 10%,FII 15%

Evaluasi Salep
Salep Ekstrak a. Uji organoleptis
Etanol Daun Kelor b. Uji homogenitas
c. Uji pH
Analisa Data d. Uji daya sebar
e. Uji daya lekat
f. Uji stabalitas
Kesimpulan g. Uji iritasi
Gambar 3.1. Skema Alur Penelitian
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

Hasil penelitian yang dilakukan pada bulan April sampai Juli 2022 di

Laboratorium Farmasetika Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Sains

dan Teknologi Jayapura adalah sebagai berikut :

a. Rendemen

Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah tanaman kelor

(Moringa oleifera L) bagian dari simplisia yang digunakan adalah daun kelor

diambil dari Koya Barat Muara Tami sebanyak 4 kg dan setelah dilakukan

sortasi diperoleh sebanyak 3 kg, serbuk simplisia daun kelor yang dihasilkan

sebanyak 600 gram.

Tabel 4.1 Rendemen Simplisia


No Tanaman Berat sampel Berat simplisia Rendemen
setelah yang telah (%)
dilakukan dihaluskan (gram)
sortasi (gram)
1. Daun Kelor 3000 600 20

Sumber : Data primer (2022)

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan hasil perhitungan berat sampel

setelah dilakukan sortasi sebanyak 3000 gr dan berat simplisia yang telah

dihaluskan sebanyak 600 gr hasil dari perhitungan rendemen simplisia yaitu

20%.

Tabel 4.2 Rendemen Ekstrak Daun Kelor


No Tanaman Berat Serbuk Ekstrak kental Rendemen
kering (gram) (gram) (%)
1. Daun Kelor 200 57,77 28,88

Sumber : Data primer (2022)

38
39

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan hasil perhitungan berat serbuk

kering sebanyak 200 gr dan yang didapatkan ekstrak kental sebanyak 57,77

gr hasil dari perhitungan rendemen ekstrak daun kelor yaitu 28,88 %

b. Hasil ekstrak

Ekstrak Daun kelor yang dihasilkan diamati secara organoleptis pada

Tabel 4.3 sebagai berikut :

Tabel 4.3 Karakteristik Ekstrak Daun Kelor


No Karakteristik Ekstrak Daun Kelor Hasil
1 Bentuk Kental
2 Bau Khas
3 Warna hijau tua
4 Berat 57,77
Sumber : Data primer (2022)

Berdasarkan hasil pengamatan secara organoleptis ekstrak daun kelor

memiliki bentuk kental dengan warna hijau tua dan berbau khas daun kelor

dengan ekstrak yang didapatkan sebanyak 57,77 gram

c. Hasil Uji Organopleptis, Uji Homogenitas, Uji pH

Hasil uji organopleptis, uji homogenitas, uji pH yang didapatkan dari

tiga formula dapat dilihat pada tabel 4.4 sebagai berikut :

Tabel 4.4 Data Pengamatan Uji Organoleptis, Homogenitas, pH


No Keterangan FI FII FIII
1 Bau Khas Khas Khas
2 Warna hijau tua hijau tua hijau tua
3 Bentuk Setengah padat Setengah padat Setengah padat
4 Homogen Homogen Homogen Homogen
5 Ph 5,4 5,6 6,1
Sumber : Data primer (2022)

Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan hasil pengujian organoleptis,


40

homogenitas, dan pH dari ketigaformula pada uji organoleptis yaitu berbau

khas, berwarna hijau tua, membentuk setengah padat pada uji homogenitas

yaitu homogen, pada uji pH didapatkan hasil FI 5,4, FII 5,6, FII, 6,1

d. Hasil Uji Daya Sebar

Hasil uji daya sebar yang didapatkan dari tiga formula dapat dilihat pada

Tabel 4.5 sebagai berikut:

Tabel 4.5 Uji Daya Sebar Ekstrak Daun Kelor


No Salep Uji Daya Sebar (cm)
1 F1 5,1
2 F2 5,2
3 F3 5,1

SSumber : Data Primer (2022)


Berdasarkkan tabel 4.5 hasil pengujian daya sebar salep dari ketiga

formulamenunjukkan hasil daya sebar yang berbeda FI 5,1 cm, FII 5,2, FIII

5,1

e. Hasil uji daya lekat

Hasil uji daya lekat yang didapatkan dari tiga formula dapat dilihat pada

Tabel 4.6 sebagai berikut.

Tabel 4.6 Uji Daya Lekat Ekstrak Daun Kelor


No Salep Uji daya lekat
(detik)
1 F1 03,47
2 F2 04,45
3 F3 04,52
Sumber : Data Primer (2022)
41

Berdasarkan tabel 4.6 hasil pengujian daya lekat salep dari formula

menunjukan hasil daya lekat yaitu FI 03,47 detik, FII 04,45 detik, FIII 04,52

detik.

f. Hasil uji stabilitas

Hasil uji stabilitas dengan disimpan dalam kulkas dengan suhu 4°C selama

24 jam lalu dikeluarkan dan dimasukkan di dalam oven dengan suhu 40°C

selama 24 jam, dapat dilihat pada tabel 4.7 sebagai berikut.

Tabel 4.7 Data Uji Stabilitas Salep Ekstrak Daun Kelor


No Salep Siklus Organoleptis pH Homogenitas
ke- Warna Bau Bentuk

1 FI 1 Kecoklatan Khas Setengah padat 6,1 Homogen


2 Kecoklatan Khas Setengah padat 6,2 Homogen
3 Kecoklatan Khas Setengah padat 6,0 Homogen
2 F2 1 Kecoklatan Khas Setengah padat 5,7 Homogen
2 Kecoklatan Khas Setengah padat 6,3 Homogen
3 Kecoklatan Khas Setengah padat 6,0 Homogen
3 F3 1 Kecoklatan Khas Setengah padat 5,8 Homogen
2 Kecoklatan Khas Setengah padat 5,8 Homogen
3 Kecoklatan Khas Setengah padat 6,1 Homogen
Sumber : Data Primer (2022)

Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan hasil pengujian stabilitas dengan

disimpan pada suhu 4°C selama 24 jam lalu dikeluarkan dan ditempatkan

pada suhu 40°C selama 24 jam bahwa hasil pengamatan selama 3 siklus pada

suhu dingin dan suhu panas. Dilihat dari siklus 1 sampai 3 formula III yang

memenuhi persyaratan dengan mengalami perubahan pada pH disetiap

siklusnya sedangkan formula I dan II memilki pH yang tinggi dan tidak

memenuhi persyratan karena mengalami perubahan pada pHnya.


42

g. Hasil uji iritasi

Hasil uji iritasi yang didapatkan dari tiga formula dapat dilihat pada

table 4.10 sebagai berikut:

Tabel 4.10 Data Uji Iritasi Salep Ekstrak Daun Kelor


No Keterangan FI FII FIII
1 Relawan 1 Tidak iritasi Tidak iritasi Tidak iritasi
2 Relawan 2 Tidak iritasi Tidak iritasi Tidak iritasi
3 Relawan 3 Tidak iritasi Tidak iritasi Tidak iritasi
4 Relawan 4 Tidak iritasi Tidak iritasi Tidak iritasi
5 Relawan 5 Tidak iritasi Tidak iritasi Tidak iritasi
6 Relawan 6 Tidak iritasi Tidak iritasi Tidak iritasi
Sumber : Data primer (2022)
Berdasrkan tabel 4.10 menunjukkan hasil pengujian iritasi F1,F2, dan

F3 bahwa tidak terdapat efek iritasi pada keenam relawan jadi formula salep

yang terbuat dari ekstrak daun kelor ini aman untuk digunakan

4.2. Pembahasan

Sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu semua tanaman kelor

(Moring oleifera L) yang tumbuh di Koya Barat Kecamatan Muara Tami

Jayapura sebanyak 4 kg. Daun kelor (Moringa oleifera L) yang diperoleh

dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran yang menempel.

Sampel kemudiaan dikeringkan dengan cara dijemur dibawa panas matahari

selama 2 hari kemudiaan dihaluskan dengan menggunakan blender hingga

menjadi serbuk. Maserasi dilakukan dengan perbandingan 1:7,5 sampel

simplisia ditimbang sebanyak 200 gram dan direndam dengan penyari etanol

96% sebanyak 1000 ml hari pertama perendaman dilakukan selama 3 hari,

penyaring filtrat sebanyak 500 ml hari ke dua, hasil penyaringan kemudian


43

diuapkan dengan menggunakan waterbath dan diperoleh ekstrak sebanyak

57,77 gram.

Dalam pembuatan sediaan salep, bahan-bahan yang digunakan terdiri

dari zat aktif dan eksipienya. Bahan-bahan yang digunakan adalah antara lain

ekstrak daun kelor sebagai bahan aktif : cera alba sebagai konsentrasi yang

dibedakan 5%,10%,15% , propilen paraben 0,01%, adeps lanae 10%,

Vaseline album 100%, oleum mentol 2 tetes.

Berdasarkan tabel 4.1 adalah untuk rendemen simplisia menunjukkan

hasil perhitungan berat sampel setelah dilakukan sortasi sebanyak 3000 gr

berat simplisia yang telah dihaluskan sebanyak 600 gr hasil perhitungan

rendemen simplisia yaitu 20%.

Rendemen simplisia
Berat simplisia basah = 3000 gram
Berat ekstrak daun kelor yang diperoleh = 600 gram
600
% Rendemen = 3000 x 100 %

= 20 %

Berdasarkan tabel 4.2 untuk rendemen ekstrak daun kelor menunjukkan

hasil perhitungan berat serbuk kering sebanyak 200 gr dan yang didapatkan

ekstrak kental sebanyak 57,77% gr hasil dari perhitungan rendemen ekstrak

daun kelor yaitu 28,88%.


44

Rendemen ekstrak simplisia

Berat simplisia = 200 gram

Berat ekstrak daun kelor yang diperoleh = 57,77

57,77
% Rendemen = x 100%
200

= 28,88 %

Berdasarkan tabel 4.3 karakteristik ekstrak daun kelor hasil pengamatan

secara organoleptis ekstrak daun kelor memiliki bentuk kental dengan warna

hijau tua dan berbau khas daun kelor dengan ekstrak yang didapatkan

sebanyak yaitu 57,77%.

Berdasarkan tabel 4.4 hasil uji organoleptis FI memiliki bau khas,

warna hijau tua, bentuk setengah padat, FII hasil uji organoleptis memiliki

bau khas, warna hijau tua, bentuk setengah padat, FIII hasil uji organoleptis

memiliki bau khas, warna kecoklatan, bentuk setengah padat (lampiran

gambar pada hal 58). Perbedaan konsentrasi ekstrak daun kelor pada sediaan

akan mempengaruhi warna dan bentuk salep ekstrak daun kelor (Moringa

oleifera L) tersebut (Hernani dkk, (2012)). Hasil uji organoleptis pada tabel

4.4 masing- masing formula memiliki warna yang sama dikarenakan

konsentrasi ekstrak daun kelor yang digunakan pada sediaan sama dan

akan mempengaruhi warna dan bentuk salep ekstrak daun kelor, uji

organoleptis dilakukan bertujuan untuk mengetahui bau, warna, bentuk pada

salep.

Hasil uji homogenitas pada tabel 4.4 masing-masing formulasi FI, FII,

dan FIII menunjukan hasil yang homogen dan tidak terdapat butiran kasar
45

(lampiran gambar pada hal 58) pada gelas objek Hernani dkk (2012). Selama

±2 minggu salep disimpan pada suhu kamar 25˚C, salep tetap homogen dan

tidak mengalami perubahan. Hasil pengujian homogenitas ini sesuai dengan

persyaratan Farmakope Indonesia (1979) yaitu jika salep dioleskan pada

sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus menunjukan

susunan yang homogen yang dapat dilihat dengan tidak adanya partikel yang

bergerombol dan menyebar secara merata. Tujuan di lakukan uji

homogenitas yaitu untuk mengetahui suatu sediaan apakah bersifat

homogenitas atau sebaliknya.

Hasil uji pH pada tabel 4.4 bertujuan untuk mengetahui keamanan

sediaan salep saat digunakan sehingga tidak mengiritasi kulit hasil pH yaitu

FI 5,4, FII 5,6, FIII 6,1 (lampiran pada hal 58). Sediaan memiliki pH yang

masih aman karena masih masuk dalam rentang pH kulit yaitu 4,5- 6,5

Hernani ddk, (2012). Nilai pH yang kurang dari 4,5 dapat mengiritasi kulit

sementara nilai pH yang melebihi 6,5 dapat membuat kulit menjadi bersisik.

Tranggono, (2007) Perbedaan pH pada tiap-tiap formula dikarenakan alat

pH yang digunakan untuk uji tidak memiliki hasil yang akurat karena buffer

untuk pengujian tidak sesuai.

Hasil uji daya sebar pada Tabel 4.5 masing-masing formulasi FI, FII

dan FIII, bahwa hasil FI menunjukan hasil uji daya sebarnya yaitu 5,1 cm,

dan hasil uji FII menunjukan hasil 5,2 cm, dan FIII menunjukan hasil uji

daya sebar yaitu 5,1 cm (lampiran gambar pada hal 59). Dari hasil pengujian

bahwa ketiga formula salep ekstrak daun kelor (Moringa oleifera L)


46

menunjukan hasil uji daya sebar yang memenuhi persyaratan yaitu uji daya

sebar sediaan topikal. Syarat daya sebar sediaan topikal yaitu sekitar 5-7 cm

. Hasil uji daya sebar salep FII menunjukan bahwa terdapat perbedaan daya

sebar yang signifikan antara FI dan FIII hal ini dikarenakan masa basis salep

hidrokarbon memiliki konsistensi yang encer dankonsentrasi ekstrak daun

kelor (Moringa oleifera L) sehingga salep mudah menyebar tanpa ada

tekanan besar, pengujian daya sebar dilakukan bertujuan untuk mengetahui

suatu sediaan mempunyai daya sebar yang memenuhi persyaratan sesuai

standar sediaan topikal (Hernani dkk, 2012)

Hasil uji daya lekat pada tabel 4.6 masing-masing formula FI, FII dan

FIII, bahwa hasil FI menunjukkan hasil uji daya lekatnya yaitu 03:47detik,

dan hasil FII menunjukkan hasil uji daya lekarnya yaitu 04:45 detik, dan FIII

menunjukkan hasil uji daya lekatnya yaitu 04,52 detik (lampiran gambar

pada hal 60). Dari hasil uji daya lekat menunjukkan bahwa FIII dan FII yang

mencapai standar 4 detik daya lekat yang baik adalah tidak kurang dari 4

detik. Pengujian daya lekat bertujuan untuk mengetahui waktu yang

dibutuhkan oleh salep untuk melekat pada kulit (Rahmawati, 2010).

Berdasarkan tabel 4.7 adalah menunjukkan hasil pengujian stabilitas

dengan disimpan pada suhu 4°C selama 24 jam lalu dikeluarkan dan

ditempatkan pada suhu 40°C selama 24 jam bahwa hasil pengamatan selama

3 siklus pada suhu dingin dan suhu panas. Dilihat dari siklus 1 sampai 3

formula III yang memenuhi persyaratan dengan mengalami perubahan pada

pH disetiap siklusnya sedangkan formula I dan II memilki pH yang tinggi


47

dan tidak memenuhi persyaratan karena mengalami perubahan pada pHnya.

Namun pH formula sediaan masih dalam kisaran jumlah pH yang sama

karena adanya bahan tambahan lainnya. Menurut SNI (1998), persyaratan

nilai pH yang aman untuk kulit adalah 4,5 hingga 6,5 tapi semua sesuai

standar.

Hasil uji iritasi dari FI, FII, dan FIII menggunakan ekstrak daun kelor

sesuai Tabel 4.8 adalah tidak menunjukkan adanya iritasi pada kulit,

sehingga salep ini baik digunakan (lampiran gambar pada hal 62-63). Salep

yang memiliki nilai pH tidak boleh terlalu asam karena dapat mengiritasi

kulit dan tidak boleh terlalu basa karena dapat membuat kulit menjadi

bersisik. Menurut Irsan dkk (2013), salep harus memenuhi persyaratan yaitu

tidak berbau tengik, homogen, terdistribusi merata dan tidak mengiritasi

kulit. Hasil uji iritasi dilakukan bertujuan untuk mengetahui aman atau tidak

sediaan salep untuk kulit.

Setelah dilihat satu persatu dalam proses evaluasi sediaan salep, maka

dapat dilihat bahwa formula terbaik salep ekstrak daun kelor adalah formula

III, yang memenuhi syarat sediaan topikal setelah dilakukan pengujian uji

organoleptis, uji homogenitas, uji pH, uji daya sebar, uji daya lekat, uji

stabilitas, uji iritasi.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang formulasi terbaik sediaan

salep menggunakan ekstrak daun kelor hasil uji adalah FIII dengan

bentuk setengah padat, berwarna hijau tua, bersifat homogen, pH 6,1,

uji daya sebar 5,1, uji daya lekat 04:52 detik pada uji stabilitas disimpan

pada suhu 4°C dan ditempatkan di suhu 40°C mengalami perubahan pH

pada lemari es dan oven, dan tidak megiritasi kulit.

5.2 Saran

a. Diharapkan untuk penulis selanjutnya agar dapat melakukan

penelitian mengenai daun kelor dengan melakukan uji efektivitas

zat aktif

b. Disarankan kepada penulis selanjutnya agar dapat membuat bentuk

sediaan lainnya seperti gel, krim, lotion.

48
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 1997, Ilmu meracik obat, Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Ansel, H. C. 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi,diterjemahjan oleh

Farida Ibrahim, edisi IV, Universitas Indonesia Press: Jakarta.

Ansel, 2011.Pengantar Sediaan Farmasi. Universitas Indonesia Press: Jakarta

Astuti I. Y., D. Hartanti, dan A. Aminiati. 2010. Peningkatan Aktivitas Antijamur

Candida albacans Salep Minyak Atsiri Daun Sirih (Piperbettle LINN.)

melalui Pembentuk Kompleks Inklusi dengan β-siklodekstrin. Majalah

Obat Tradisional.

Esimone, C.O., Iroha, I.R. Ibezim, E.C. Okeh, C.O., Okpana, E,M. 2006 Tanaman

Daun kelor. Aft. J. Biotechnol., 5(11)

Dirjen POM, 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Depkes RI

Faradiba, 2011, Formulasi Salep Ekstrak Dietil Eter Daging Variasi Buah Pare

(Momordika chantia L.) Dengan Berbagai Variasi Basis, Skrips,Fakultas

Farmasi Universitas Muslim Indonesia: Makassar.

Gunawan D. 2010.Ilmu Obat Alam.Jilid 1. Penebar Swadaya: Jakarta

Fitriyanti Djumaati, Paulina V. Y. Yamlean, Widya Astuty Lolo. Formulasi Sediaan

Salep Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa oleifera L) dan Uji Aktivitas

Antibakterinya Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus.Program Studi

FMIPA UNSRAT Manado

49
50

Hernani, M,.Mufrod & Sugiyono. Formulasi Salep Ekstrak Air Tokek (Gekko

gecko L.) Untuk Penyembuhan Luka. Jurnal Ilmiah. Universitas Gadjah

Mada. 2012. 8(1): 120-126.

Harborne, J.B.,1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan, Terbitan Kedua, Penerbit, Penerbit ITB, Bandung, 8-15.

Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia, Volume II, Yayasan Sarana Wana

jaya : Diedarkan oleh Koperasi Karyawan, Badan Litbang Kehutanan,

Jakarta

Irsan, M.A, Manggav, E., Pakki., Usmar., 2013, Uji Iritasi Krim Antioksidan

Ekstrak Biji Lengkeng (Euphoria longana Stend) pada Kulit

Kelinci(Oryctolatus cuniculus), Majalah Farmasi dan Farmakologi,

17(2):55-60

Jawetz, E., Melnick, J. L., Adelberg, E.A., 2001, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi

XXII, diterjemahkan oleh Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran

Universitas Airlangga, Penerbit Salemba Medika: Jakarta.

Kibbe, A. H., 2006, Handbook of Pharmaceutical Exicipients, 5th Edition, 214-216,

Pharmaceutical Press London, United Kingdom dan American

Pharmaceutical Association, Wahington, D.C

Kurniasih 2013, Khasiat danManfaat Daun Kelor, Pustaka Baru Press, Yogyakarta

Krisnadi, A.D. 2015. Kelor Super Nutrisi, Moringa oleifera. Com, Blora
51

Lachman, L., Liberman, H. A dan Kaning, J. L., 1994.Teori dan Praktek Farmasi

Industri Edisi Ketiga. Universitas Indonesia: Jakarta.

Mardian, L. (2013). Daun Kelor (Moringa Oleifera L), Jakarta : Penebar Swadaya

Melinda. 2014. Aktivitas Antibakteri Daun Pacar (Lowsonia inermis L), Skripsi

Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Nurhayati, Tutik. (2008). Uji efek sediaan instan rimpang kencur (Kaempreferia

galangan L)sebagaitonikum terhadap mencit jantan galur swiss

Webster.(Skripsi).Surakarta Farmasi Universitas Muhammadiyah

Sukakarta.

Pelczar MJ, Chan ESC. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi2. Ratna SH dkk,

Penerjemah: Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: Elements of Mikrobiologi.

Sirait M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Bandung: ITB.

Rahayu M, surnarti S, Sulistiarini D,Prawiroatmodjo S,2006 pemanfaatan

tumbuhan Obat Secara Tradisional Oleh Masyarakat Lokal Di Pulau

Wawonii Sulawesi Tenggara. Jurnal Biodiversitas,7(3): 245-250

Rahmawati, A. 2010.Pengaruh Pemberian Topical Daun Binahong Tumbuk

Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Pada Mencit.Skripsi.Solo: FK UNS

Robinson., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, ITB, Bandung.


52

Rowe, R. C., Sheskey, P,J., an Quinn, M E., 2009. Handbook of Pharmaceutical

Excipients, 6 Edition, Pharmaceutical Press and The American Pharmacist

Association: London

Sudjadi, 1988, Metode Pemisahan, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada.

Syaifuddin, 2009.Anatomi Tubuh Manusia. Edisi II. Penerbit Salemba Medika.

Jakarta.

Tranggono dan Fatma. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Komestik. Penerbit

Pustaka Utama: Jakarta

Ulaen, Selfie P.J., Banne, Yos Suatan & Ririn A., 2012, Pembuatan Salep Anti

Jerawat dari Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthrrhiza Roxb.),

Jurnal Ilmiah Farmasi, 3(2).

Wijaya kusuma, H. M. 2008.Ramuan Lengkap Herbal Sembuhkan

Penyakit.Pustaka Bunda. Jakarta.

Yanhendri, S. W. 2012. Berbagai Bentuk Topikal dalam Dermatologi, Jurnal

Cermin Dunia Kedokteran, Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas, Padang. (39)6: 21-22


LAMPIRAN
Lampiran 1 perhitungan bahan dalam formula

Bahan Kegunaan Syarat Formulasi salep


konsentrasi %
FI FII FIII
Ekstrak daun Zat aktif _ 20 20 20
kelor
Cera alba Penstabil/pengental 5%-20% 5 10 15

Propil paraben Pengawet 0,18% 0,01 0,01 0,01

Adeps Lanae Basis salep 10-50% 10 10 10

Vaseline Album Basis salep Ad 100% 100 100 100

Oleum mentol Pengaroma _ qs qs qs

Formula I :

20
Ekstrak daun kelor : 100 x 20 gr = 4 +10% = 4,4 gr
5
Cera alba : 100 x 20 gr = 1 + 10% = 1,1 gr
0.01
Propilen paraben : 100 x 20 gr = 0,002 + 10% = 0,0022 gr
10
Adeps lanae : x 20 gr = 2 + 10% = 2,2 gr
100

Vaseline album : 20 gr - (4,4+ 1,1+0,0022+ 2,2)


: 20 gr – ( 7, 7022) = 12, 2978

53
54

Formula II :
20
Ekstrak daun kelor : 100 x 20 gr = 4 + 10% = 4,4 gr
10
Cera alba : 100 x 20 gr = 2 + 10% = 2,2 gr
0,01
Propilen paraben : x 20 gr = 0,002 + 10 % = 0,0022 gr
100

10
Adeps lanae : 100 x 20 gr = 2 + 10% = 2,2 gr

Vaseline album : 20 gr – (4,4+2,2+0,0022+2,2)

: 20 gr – (8,8022) = 11, 1978

Formula III :
20
Ekstrak daun kelor : 100 x 20 gr = 4 + 10% = 4,4 gr
15
Cera alba : 100 x 20 gr = 3 + 10% = 3,3 gr
0,01
Propilen paraben : x 20 gr = 0,002 + 10% = 0,0022 gr
100

10
Adeps lanae : 100 x 20 gr = 2 + 10% = 2,2 gr

Vaseline album : 20 gr – (4,4+3,3+0,0022+2,2)


: 20 gr – (9,9022) = 10, 0978
55

Lampiran 2
Perhitungan % Rendemen Simplisia dan Rendemen ekstrak simplisia
1. Rendemen simplisia
Berat simplisia basah = 3000 gram
Berat ekstrak daun kelor yang diperoleh = 600 gram
600
% Rendemen = 3000 x 100 %

= 20 %

2. Rendemen ekstrak simplisia

Berat simplisia = 200 gram

Berat ekstrak daun kelor yang diperoleh = 57,77


57,77
% Rendemen = x 100%
200

= 28,88 %
56

Lampiran 3 dokumentasi proses penelitian

Pengambian sampel dan Pembuatan Simplisia

Pencucian sampel Simplisia dikeringkan

Ayak serbuk daun kelor Penimbangan simplisia serbuk

Maserasi Penyaringan
57

Proses penguapan Ekstrak kental

Lampiran 4 Pembuatan Salep Ekstrak Daun Kelor

Penimbangan bahan Pembuatan salep


58

Lampiran 5 Uji Evaluasi Sediaan Salep Ekstrak Daun Kelor


1. Uji Organoleptis 2. Uji homogenitas

2. Uji Ph

➢ Formula 1

➢ Formula 2
59

➢ Formula 3

3. Uji daya sebar

Gambar FI Gambar FII

Gambar FIII
60

4. Uji daya lekat

Gambar FI

Gambar FII

Gambar FIII
61

5. Uji Stabilitas

➢ Uji PH siklus pertama Formula I

➢ Uji PH siklus kedua Formula II


62

➢ Uji PH siklus ketiga Formula III

6. Uji Iritasi

➢ Relawan 1 Formula I, II, III

➢ Relawan 2 Formula I, II, III

➢ Relawan 3 Formula I, II, III


63

➢ Relawan 4 Forrmula I, II, III

➢ Relawan 5 Formula I, II, III

➢ Relawan 6 Formula I, II, III


64
65

Anda mungkin juga menyukai