OLEH
CITRA ANOLIA HARISTYAN
NIM : 1351810028
OLEH
CITRA ANOLIA HARISTYAN
NIM : 1351810028
Disetujui Oleh:
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Mengetahui
Direktur Akademi Farmasi Surabaya
PADA TANGGAL
27 Agustus 2021
OLEH
TIM PENGUJI KARYA TULIS ILMIAH
AKADEMI FARMASI SURABAYA
Mengetahui
Wakil Direktur I Bidang Akademik
Ketua PPPM
Akademi Farmasi Surabaya
iv
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan naskah Karya Tulis Ilmiah ini
tulus kepada setiap orang yang telah hadir selama perjalanan studi penulis,
1. Ibu apt. Ninik Mas Ulfa, S.Si., Sp.FRS., selaku Direktur Akademi
2. Jajaran akademisi Bapak apt. M.A. Hanny Ferry F., S.Farm., M.Farm.,
dan Kerjasama.
4. Ibu Cicik Herlina Y., S.T., M.Si., selaku Pembimbing I yang telah
6. Bapak apt. M.A. Hanny Ferry F., S.Farm., M.Farm., selaku Penguji yang
vii
telah berkenan memberikan tambahan ilmu dan wawasan kepada penulis.
7. Bapak apt. M.A. Hanny Ferry F., S.Farm., M.Farm., selaku Dosen Wali
yang telah memberikan ilmu, motivasi serta saran kepada penulis dalam
9. Ayah dan Ibu tercinta, Aris Sudiarso dan Hartutik yang telah
Farmasi Surabaya.
Karya Tulis Ilmiah ini, oleh karena itu kritik dan saran penulis harapkan untuk dapat
menyempurnakan Karya Tulis Ilmiah ini. Semoga hasil dari penelitian ini dapat
bidang kesehatan.
Penulis
viii
RINGKASAN
Kata kunci: ayam kampung, formalin, lidah buaya, saponin, spektrofotometri UV-
Vis.
ix
ABSTRACT
x
DAFTAR ISI
xii
3.8.1 Pembuatan pereaksi nash ........................................................ 34
3.8.2 Penetapan kadar larutan formalin 37% ................................... 34
3.8.3 Pembuatan larutan induk dan larutan standar formalin .......... 37
3.8.4 Penentuan panjang gelombang maksimum dengan menggu-
nakan larutan standar formalin 6 mg/L .................................. 37
3.8.5 Pembuatan kurva kalibrasi ...................................................... 38
3.8.6 Penyiapan sampel ayam .......................................................... 38
3.8.7 Penyiapan larutan pereduksi lidah buaya ................................ 38
3.8.8 Reduksi formalin pada sampel ayam ...................................... 39
3.8.9 Ekstraksi formalin pada sampel ayam .................................... 39
3.8.10 Analisis kuantitatif dengan menggunakan pereaksi nash ..... 39
3.9 Teknik Pengolahan Data .......................................................................... 40
BAB IV HASIL PENELITIAN .......................................................................... 41
4.1 Standarisasi Formalin............................................................................... 41
4.1.1 Standarisasi larutan natrium hidroksida (NaOH).................... 41
4.1.2 Standarisasi larutan asam sulfat (H2SO4)................................ 42
4.1.3 Standarisasi larutan formalin (CH2O) ..................................... 43
4.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimal Formalin ............................... 43
4.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi ..................................................................... 44
4.4 Pengamatan Kadar Formalin pada Sampel .............................................. 45
BAB V PEMBAHASAN ..................................................................................... 47
5.1 Standarisasi Formalin............................................................................... 48
5.1.1 Standarisasi larutan natrium hidroksida (NaOH).................... 48
5.1.2 Standarisasi larutan asam sulfat (H2SO4)................................ 49
5.1.3 Standarisasi larutan formalin (CH2O) ..................................... 49
5.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimal Formalin ............................... 50
5.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi ..................................................................... 50
5.4 Pengamatan Kadar Formalin pada Sampel .............................................. 51
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 54
6.1 Kesimpulan .............................................................................................. 54
6.2 Saran ........................................................................................................ 54
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 55
xiii
LAMPIRAN ......................................................................................................... 61
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR TABEL
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
tidak hanya ditemukan pada produk yang beredar di pasar tradisional saja, tetapi
desinfektan dari formalin disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab
pasar tradisional [1]. Makanan yang sering kali ditambahkan formalin sebagai
pengawet diantaranya tahu, bakso, kerupuk, ikan kering, dan ikan laut [2].
Salah satu bahan pangan lain yang rentan mengandung formalin adalah daging
Indonesia karena rasanya yang lezat serta gizinya tinggi. Sayangnya, daging ayam
memiliki daya simpan yang singkat sedangkan harganya relatif mahal. Daging
diolah. Oleh sebab itu, untuk menghindari kerugian besar produsen sering
menambahkan bahan pengawet [3]. Formalin merupakan salah satu pengawet non
sebuah produk ketika membeli, maka dari itu produsen akan menggunakan Bahan
1
2
pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan [4]. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 mengatur jenis-jenis BTP
yang diperbolehkan dan batas maksimum kadar BTP yang boleh ditambahkan pada
makanan [5]. BTP seperti asam borat, asam salisilat, dan formalin tidak boleh
penggunaannya yang praktis dan murah dibandingkan dengan pengawet lainnya serta
Formalin adalah nama dagang larutan formaldehida dalam air dengan kadar 36
– 40%, tidak berwarna dan baunya sangat menusuk dan biasanya ditambah metanol
hingga 15% sebagai penstabil [4]. Formalin adalah salah satu jenis desinfektan yang
biasa digunakan sebagai bahan pengawet spesimen hayati atau kadaver dan bahan
campuran industri [7]. Dalam industri non pangan, zat yang memiliki rumus kimia
CH2O ini biasa dimanfaatkan sebagai pembunuh kuman sehingga digunakan sebagai
pembersih, bahan pembentuk pupuk berupa urea, bahan perekat untuk produk kayu
lapis, dan juga pengawet mayat [4]. Konsumsi formalin dalam jumlah banyak akan
jangka waktu yang lama dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker [8]. Cahyadi
[9] juga menyebutkan bahwa kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga
dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel atau jaringan), diare
3
bercampur darah, kencing bercampur darah, dan kematian yang disebabkan adanya
dari dampak buruk formalin. Tindakan tersebut dapat dilakukan dengan cara
Lidah buaya (Aloe vera L.) merupakan salah satu tanaman yang dapat
digunakan untuk mereduksi kadar formalin secara alami karena kaya akan senyawa
saponin. Tanaman lidah buaya memiliki kandungan senyawa saponin yang cukup
tinggi karena sekitar 5,651% per 100 g [3]. Cara kerja saponin pada gel lidah buaya
dapat menurunkan kadar formalin yang dikenal sebagai reaksi saponifikasi (proses
pembentukan sabun) dimana sabun termasuk golongan zat surfaktan. Zat surfaktan
memiliki daya pembersih yang lebih baik dibandingkan air saja [11].
saponin pada lidah buaya terbukti efektif dalam menurunkan kadar formalin pada
makanan. Rianingsih et al. [12] menyebutkan bahwa lidah buaya (Aloe vera L.)
pada fillet ikan bandeng. Sopandi dan Nurfi [3] juga mengemukakan konsentrasi
lidah buaya (Aloe vera L.) 60% dengan perendaman 60 menit dapat menurunkan
Lidah buaya dinilai aman dikonsumsi. Tanaman ini telah digunakan sejak lama
lidah buaya dapat tumbuh baik hampir di seluruh daerah di Indonesia. Lidah buaya
4
adalah salah satu jenis tanaman yang mudah didapat dan harganya terjangkau.
Apakah variasi konsentrasi perendaman larutan lidah buaya (Aloe vera L.)
(Aloe vera L.) terhadap penurunan kadar formalin pada daging ayam kampung.
Mengetahui apakah variasi konsentrasi pereduksi lidah buaya 30%, 60%, dan
90% lebih besar memberikan pengaruh terhadap penurunan kadar formalin pada
1. Dapat memberikan informasi ilmiah mengenai lidah buaya (Aloe vera L.)
kampung.
(Aloe vera L.) terhadap penurunan kadar formalin pada ayam kampung.
lidah buaya (Aloe vera L.) dapat digunakan sebagai pereduksi kadar
TINJAUAN PUSTAKA
Lidah buaya (Aloe vera L.) merupakan sejenis tanaman berduri yang berasal
dari daerah kering di benua Afrika. Aloe vera Linn atau yang memiliki sinonim
Aloe barbadensis Mill ini ditemukan oleh Phillip Miller, seorang pakar botani
Inggris pada tahun 1768. Berikut adalah kedudukan taksonomi dari lidah buaya
[13]:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Lilifrorae
Famili : Liliceae
Genus : Aloe
Lidah buaya dapat tumbuh di daerah beriklim dingin dan juga di daerah kering,
seperti Afrika, Asia dan Amerika. Hal ini disebabkan bagian stomata daun lidah
buaya dapat tertutup rapat pada musim kemarau karena untuk menghindari
hilangnya air daun. Lidah buaya dapat tumbuh pada suhu optimum untuk
dengan musim kering agak panjang, sehingga lidah buaya termasuk tanaman yang
6
7
prospek yang cukup tinggi. Hal ini karena potensi sumber daya alam Indonesia yang
telah terbukti sangat sesuai untuk budidaya tanaman lidah buaya, yaitu seperti yang
terutama di pulau Jawa dan Kalimantan [14]. Selain itu, masyarakat juga sering
menjadikan lidah buaya sebagai tanaman hias yang ditanam di pekarangan rumah
Menurut Purwaningsih [14] ciri fisiologi dari tanaman Aloe vera L. adalah:
1. Batang tanaman lidah buaya (Aloe vera L.) berbatang pendek. Batangnya
tertutup oleh daun-daun yang rapat dan sebagian terbenam dalam tanah.
anakan. Aloe vera L. yang bertangkai panjang juga muncul dari batang
2. Daun tanaman lidah buaya (Aloe vera L.) berbentuk pita dengan helaian
mengandung getah atau lendir (gel). Tanaman lidah buaya tahan terhadap
kekeringan karena di dalam daun banyak tersimpan cadangan air yang dapat
pedang dengan ujung meruncing, permukaan daun dilapisi lilin, dengan duri
lemas dipinggirnya. Panjang daun dapat mencapai 50-75 cm, dengan berat
3. Bunga lidah buaya (Aloe vera L.) berwarna kuning atau kemerahan berupa
pipa yang mengumpul, keluar dari ketiak daun. Bunga berukuran kecil,
4. Akar tanaman lidah buaya (Aloe vera L.) berupa akar serabut yang pendek
dan berada di permukaan tanah. Panjang akar berkisar antara 50-100 cm.
Tanaman lidah buaya telah lama dikenal sebagai bahan obat tradisional dan
antipenuaan, serta tabir surya alami. Selain itu, lidah buaya juga berkhasiat untuk
obat cacingan, susah kencing, susah buang air besar (sembelit), batuk, radang
koroner [14].
9
Bagian dari lidah buaya yang paling sering digunakan adalah daging dari
daunnya. Daun lidah buaya juga biasa diolah menjadi berbagai produk makanan
dan minuman. Hal tersebut disebabkan oleh kombinasi kandungan zat gizi dan non
gizi yang memiliki khasiat bagi kesehatan. Lidah buaya mempunyai kandungan zat
gizi yang diperlukan tubuh dengan cukup lengkap, yaitu vitamin A, B1, B2, B3,
B12, C, E, kolin, inositol dan asam folat. Kandungan mineralnya antara lain terdiri
dari kalsium (Ca), magnesium (Mg), potasium (K), sodium (Na), besi (Fe), zinc
(Zn) dan kromium (Cr) [14]. Selain itu, lidah buaya juga mengandung lemak tak
jenuh asam arakidonat dan fosfatidil kolina [15]. Daunnya mengandung flavonoid,
Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang menimbulkan busa jika dikocok
dalam air dan memiliki kemampuan sebagai pembersih [17]. Tanaman lidah buaya
memiliki kandungan senyawa saponin yang cukup tinggi karena sekitar 5,651% per
100 g [3]. Saponin dapat digunakan untuk mereduksi kadar formalin secara alami.
Cara kerja saponin pada gel lidah buaya dapat menurunkan kadar formalin yang
termasuk golongan zat surfaktan. Zat surfaktan memiliki daya pembersih yang lebih
baik dibandingkan air saja. Surfaktan memiliki gugus amfipatik yang dapat
membentuk emulsi air dan formalin. Setelah formalin diikat oleh senyawa saponin,
Ayam kampung (Gallus gallus domesticus) adalah ayam lokal Indonesia yang
merupakan keturunan dari ayam hutan merah (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau
10
(Gallus varius) [18]. Menurut Williamson dan Payne [19] klasifikasi ayam
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Aves
Subkelas : Neornithes
Superordo : Neognathae
Ordo : Galliformes
Famili : Phasianidae
Genus : Gallus
Saat ini, ayam kampung telah banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia.
Selain untuk pemenuhan gizi, ayam kampung juga dipelihara sebagai pemanfaatan
pekarangan dan juga sebagai tambahan pendapatan sehingga ayam kampung sangat
membutuhkan lahan yang luas serta penyediaan pakan mudah dan murah [20].
Ayam kampung memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dibandingkan dengan
ayam ras. Ayam jantan memiliki jengger berwarna merah, tegak, dan bergerigi serta
kaki yang lebih panjang dan kuat dibandingkan dengan ayam betina. Rasyaf [20]
menyatakan bahwa bentuk tubuh ayam kampung kompak dengan susunan otot yang
baik, bentuk jari kaki tidak begitu panjang, kuat dan ramping serta kukunya tajam
dan sangat kuat. Ayam kampung memiliki warna bulu yang bervariasi, mulai dari
hitam, putih, coklat, kuning kemerahan atau kombinasi dari warna-warna tersebut.
yaitu lebih lincah, aktif bergerak dan dapat bertahan jika dipelihara secara umbaran
[22]. Kendala yang dimiliki ayam kampung adalah sistem pemeliharaan yang masih
variasi mutu genetik, tingkat kematian tinggi, pemberian pakan belum sesuai
ayam kampung relatif lambat, sehingga memerlukan waktu yang lebih lama untuk
bisa dijual. Maka dari itu, harga daging ayam kampung relatif lebih mahal dari pada
Bahan Tambahan Pangan (BTP) secara umum adalah bahan yang biasanya
tidak digunakan sebagai bahan makanan dan biasanya bukan merupakan komponen
khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
[24]. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun
12
2012, Bahan Tambahan Pangan yang selanjutnya disingkat BTP adalah bahan yang
mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, meningkatkan tampilan, serta
Saat ini hampir semua jenis makanan maupun minuman yang dijual
memperpanjang daya simpan (shelf life) makanan, serta rasa dan teksturnya lebih
Tahun 2012 mengatur jenis-jenis BTP yang diperbolehkan dan batas maksimum
kadar BTP yang boleh ditambahkan pada makanan. BTP yang digunakan dalam
(preservative) dan lain-lain. BTP yang sering digunakan khususnya pada makanan
dan minuman antara lain pewarna, pemanis, dan penyedap rasa, aroma, dan
pengawet [5].
BTP sudah lama digunakan dalam pengawetan makanan. Orang romawi kuno
biasa menggunakan garam untuk mengawetkan daging. Saat ini, BTP seperti asam
sorbat, asam benzoat, dan natrium sulfit boleh digunakan sebagai pengawet
yang dilarang digunakan diantaranya asam borat, asam salisilat, dan formalin [5].
13
2.4 Formalin
Formalin atau metanal adalah senyawa organik dengan rumus kimia CH2O
yang merupakan golongan aldehid paling sederhana karena hanya mempunyai satu
atom karbon. Formalin adalah nama dagang larutan formaldehida dalam air dengan
kadar 36 – 40%, tidak berwarna dan baunya sangat menusuk dan biasanya ditambah
metanol hingga 15% sebagai penstabil [4]. Formalin dikenal sebagai bahan
Menurut Cahyadi [25], formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna
atau hampir tidak berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput
lendir hidung dan tenggorokan. Berat jenis formalin sekitar 1,08 gr/mL.
Formaldehid dapat bercampur dalam air dan alkohol, tetapi tidak bercampur dengan
kloroform dan eter. Sifat formalin mudah larut dalam air dikarenakan adanya
elektron bebas pada oksigen sehingga dapat mengadakan ikatan hidrogen molekul
air.
Dalam udara bebas formalin berada dalam wujud gas, tetapi bisa larut dalam
air dan biasanya dijual dalam kadar larutan 37% dengan merek dagang formalin
atau formol. Umumnya, larutan ini ditambahkan 10-15% metanol sebagai penstabil.
Formalin dapat dioksidasi oleh oksigen atmosfer menjadi asam format, karena itu
pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian dan pembasmi lalat dan
vegetatif, jamur atau virus, tetapi kurang efektif melawan spora bakteri. Formalin
Efek sporodisnya yang meningkat tajam dengan adanya kenaikan suhu. Larutan
formaldehid 0,5% dapat membunuh bakteri dalam waktu 6-12 jam dan dapat
membunuh spora dalam waktu 2-4 hari. Sedangkan larutan 8% dapat membunuh
spora dalam waktu 18 jam. Sifat antimikrobial dari formaldehid merupakan hasil
15
bakteri dalam makanan yang mengandung banyak protein, maka formalin bereaksi
dengan protein dalam makanan dan membuat makanan menjadi awet [4]. Beberapa
contoh produk yang sering mengandung formalin diantaranya tahu, bakso, daging
ayam, kerupuk, ikan kering, dan ikan laut [2]. Formalin sering disalahgunakan
diantaranya makanan dengan formalin menjadi tidak lembek, tidak mudah rusak,
tentang Pangan dan UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hal ini
Akibat yang ditimbulkan dapat berupa luka bakar pada kulit, iritasi pada saluran
pernafasan, reaksi alergi hingga bahaya kanker pada manusia. Formalin merupakan
bahan kimia yang bersifat toksik, dimana toksisitas formalin telah dievaluasi oleh
16
Cancer), ATSR (Agency for Toxic Substances and Disease Registry, USA) dan IPC
1. Dampak akut. Efek pada kesehatan manusia langsung terlihat sepert iritasi,
alergi, kemerahan, mata berair, mual, muntah, rasa terbakar, sakit perut dan
pusing.
2. Dampak kronik. Efek pada kesehatan manusia terlihat setelah terkena dalam
jangka waktu yang lama dan berulang dapat menyebabkan iritasi parah,
mata berair, gangguan pada pencernaan, hati, ginjal, pankreas, sistem saraf
3. Dampak jangka pendek. Jika terkena mata, maka akan terjadi iritasi, gatal
hati, jantung, otak, limpa, dan ginjal. Jika terhirup maka dapat menyebabkan
mengantuk, luka pada ginjal dan sensitasi pada paru. Efek neuropsikologis
tinggi maka formalin dapat menyebabkan pengeluaran air mata yang hebat
5. Apabila tertelan maka mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit
perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi (tekanan darah rendah), kejang,
tidak sadar hingga koma. Selain itu juga dapat terjadi kerusakan hati,
jantung, otak, limpa, pancreas, system susunan saraf pusat dan ginjal.
Salah satu metode yang banyak digunakan dalam analisis formalin adalah
dengan penambahan pereaksi nash. Pereaksi nash dibuat dari 150 gram ammonium
asetat yang dilarutkan dalam 700 mL air, ditambahkan 3 mL asam asetat glasial dan
[30]. Reagen nash yang ditambahkan pada formaldehida akan membentuk 3,5
Selain analisis kualitatif, pereaksi nash juga dapat digunakan untuk analisis
dengan cara larutan formalin dengan konsentrasi 5 mg/L dipipet sebanyak 5,0 mL
ke dalam labu ukur 10,0 mL kemudian volumenya dicukupkan sampai tanda batas
(40±2°C) selama 30 menit. Jika bereaksi dengan formalin akan terjadi perubahan
warna yang paling baik untuk digunakan dalam analisis formalin secara kuantitatif
validasi metode menunjukkan batas deteksi formalin dengan peraksi nash pada
menyebutkan bahwa metode ini relatif selektif dan sensitif akan tetapi memerlukan
pada suatu objek kaca atau kuarsa yang disebut kuvet. Sebagian dari cahaya tersebut
akan diserap dan sisanya akan dilewatkan menuju ke detektor. Nilai absorbansi dari
cahaya yang di serap sebanding dengan konsentrasi larutan di dalam kuvet [34].
a. Sumber cahaya
dan insentitasnya tinggi. Terdapat dua jenis sumber cahaya pada spektrofotometer
gelombang 190 – 380 nm dan memiliki waktu 500 jam pemakaian. Sedangkan
lampu wolfram dipakai pada panjang gelombang 350 – 2.200 nm dan memiliki
b. Monokromator
c. Kuvet
contoh atau cuplikan yang akan dianalisis. Kuvet biasanya terbuat dari kuarsa,
plexiglass, kaca, plastik dengan bentuk tabung empat persegi panjang 1 x 1 cm dan
tinggi 5 cm. Pengukuran pada daerah UV memakai kuvet kuarsa, sedangkan pada
d. Detektor
cahaya pada berbagai panjang gelombang, detektor akan mengubah cahaya menjadi
sinyal listrik yang selanjutnya akan ditampilkan oleh rekorder dalam bentuk jarum
adalah bahwa metode ini memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas
zat yang sangat kecil. Selain itu, hasil yang diperoleh cukup akurat, dimana angka
yang terbaca langsung dicatat oleh detektor dan tercetak dalam bentuk angka digital
ultraviolet (200 – 350 nm) dan sinar tampak (350 – 800 nm). Serapan cahaya UV
20
dapat ditangkap oleh mata manusia. Kelemahan dari metode ini yaitu sampel yang
dapat dianalisa dengan metode ini hanya sampel yang memiliki warna, untuk
sampel yang tidak memiliki warna harus terlebih dulu dibuat berwarna dengan
kemudian akan diteruskan ke kuvet berisi larutan sampel yang mengandung suatu
zat dengan konsentrasi tertentu. Pada tahap ini, ada cahaya yang diserap
(diabsorbsi) oleh sampel dan ada juga yang dilewatkan. Cahaya yang dilewatkan
dari elektro-elektron ikatan sigma (σ) dan pi (π) maupun elektron nonikatan (n)
yang ada dalam molekul organik. Elekton-elektron ini berada di bagian luar dari
dari orbital ikatan atau nonikatan (orbital dasar) ke tingkat orbital anti-ikatan atau
disebut dengan tingkat eksitasi, sehingga transisi elektron sering dinyatakan sebagai
transisi elektron dari tingkat dasar ke tingkat tereksitasi. Tingkat tereksitasi dari
molekul organik hanya ada dua jenis, yaitu pi bintang (π*) dan sigma bintang (σ*)
[37].
panjang gelombang yang paling besar atau energi paling kecil. Umunya senyawa
organik yang hanya memiliki ikatan sigma, akan mengabsorbsi panjang gelombang
UV pada panjang gelombang dibawah 200 nm. Absorbsi pada panjang gelombang
tersebut disebut dengan absorpsi di daerah ultraviolet vakum (daerah di bawah 200
nm), yaitu merupakan daerah yang sukar memperoleh informasi mengenai struktur
molekul organik. Sedangkan molekul organik yang memiliki ikatan π atau memiliki
22
elektron nonikatan akan mengabsorpsi pada panjang gelombang yang lebih besar
[37].
23
Daging ayam salah satu bahan pangan yang rentan akan adanya
penambahan formalin karena mudah mengalami pembusukan setelah
pemotongan
2.9 Hipotesis
Dari rumusan masalah diatas, dapat diambil hipotesis penelitian yaitu adanya
pengaruh larutan lidah buaya (Aloe vera L.) terhadap penurunan kadar formalin
METODE PENELITIAN
± 5 g yang direndam selama 1 jam dalam 50 mL larutan pereduksi lidah buaya (Aloe
vera L.) dengan konsentrasi 0%, 30%, 60%, dan 90%. Sampel hasil perendaman
erlenmeyer bertutup selama 1 jam pada suhu 50±2 °C sambil dikocok selama 1
menit setiap 15 menit. Kemudian dibiarkan dingin lalu saring ke dalam labu ukur
dalam labu ukur 10,0 mL, volumenya dicukupkan dengan pereaksi nash sampai
tanda batas, dipanaskan selama 30 menit pada suhu 50±2 °C lalu dibiarkan dingin
UV-Vis pada panjang gelombang maksimum, dan dicatat serapan yang didapat dan
Surabaya. Penyusunan naskah Proposal hingga Karya Tulis Ilmiah ini dilakukan
mulai dari bulan Oktober 2020 sampai bulan Maret 2021. Pelaksanaan penelitian
25
26
3.3.1 Sampel
Sampel yang digunakan yaitu daging ayam kampung yang diperoleh dari pasar
5 g. Total sampel yang digunakan dalam penelitian yaitu sebesar 25 gram dalam 5
macam perlakuan.
yaitu purposive sampling. Dalam hal ini, peneliti menentukan sendiri kriteria apa
yang dapat dipilih sebagai sampel. Dalam penelitian ini, dipilih sampel daging
ayam kampung yang masih segar, tekstur daging tidak keras, berwarna pucat, dan
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi larutan lidah buaya
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kadar formaldehid pada sampel
hasil perendaman.
Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah lama perendaman, yaitu selama 1
jam. Konsentrasi larutan formalin perendam sampel dibuat kadar 5.000 mg/L.
27
Larutan Na2SO3 2 N
0,5 2 4 6 8 10
Kurva kalibrasi
Gambar 3.2. Pembuatan Kurva Kalibrasi
29
30 60 90
Dibuang kepala, ekor, dan isi perutnya kemudian bersihkan dengan air
untuk menghilangkan darah yang masih menempel
3.6.1 Alat
Aquadest, larutan baku formalin 37% merk Merck, amonium asetat, asetil
aseton, asam asetat glasial, natrium hidroksida, asam oksalat, indikator fenolftalein
Bahan alam yang digunakan dalam penurunan kadar formalin pada penelitian
ini adalah lidah buaya (Aloe vera L.) yang diperoleh dari daerah Pogalan,
Trenggalek, Jawa Timur. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah ayam
Lidah buaya yang digunakan yaitu jenis Aloe vera L., yang berukuran 15-25
cm, kulit daun berwarna hijau muda, dan daging daun (gel) tidak berwarna.
Daging ayam kampung yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jenis Gallus
gallus domesticus yang memiliki tekstur daging tidak keras, berwarna pucat, dan
3.7.3 Formalin
Formalin yang digunakan dalam penelitian ini adalah formalin merk Merck
mL asam asetat glasial menggunakan pipet ukur dan tambahkan 150 gram amonium
asetat. Kemudian larutan diencerkan dengan aquadest hingga 1 L dan diaduk hingga
homogen.
Larutan NaOH 0,02 N 100 ml dibuat dengan menimbang NaOH sebanyak 0,08
NaOH kemudian dimasukkan pada labu ukur 100 ml dan tambahkan aquadest bebas
0,0630 gram, kemudian dilarutkan dengan aquadest. Masukkan C2H2O4 pada labu
35
ukur 50 ml dan tambahkan aquadest hingga tanda batas. Kocok perlahan hingga
homogen.
(C2H2O4) 0,02 N
sekunder NaOH 50 mL ke dalam buret. Titrasi hingga terbentuk warna merah muda
yang konstan. Catat hasil yang didapatkan dan hitung kadar sebenarnya dari NaOH.
memipet larutan H2SO4 36 N sebanyak 2 mL, masukkan ke dalam labu ukur 25 mL.
memipet larutan H2SO4 3N sebanyak 1,7 mL, masukkan ke dalam labu ukur 250
mL. Tambahkan aquades hingga tanda batas. Kocok perlahan hingga homogen.
(NaOH) 0,02 N
Pipet larutan baku primer NaOH 0,02 N yang sudah distandarkan sebanyak 10
indikator metil merah. Masukkan larutan baku sekunder H2SO4 0,02 N sebanyak
36
50 mL ke dalam buret. Titrasi hingga terjadi perubahan warna dari larutan kuning
menjadi larutan kemerahan yang konstan. Catat hasil yang didapatkan dan hitung
ukur 200 mL. Tambahkan aquadest hingga tanda batas. Kocok perlahan hingga
homogen.
gram, kemudian larutkan menggunakan sedikit etanol. Masukkan larutan pada labu
ukur 10 mL dan tambahkan etanol hingga tanda batas. Kocok perlahan hingga
homogen.
kemudian masukkan ke dalam labu ukur 250 ml. Tambahkan aquades hingga tanda
erlenmeyer 100 mL. Tambahkan 2 tetes indikator timolftalein (jika timbul warna
biru berarti larutan terlalu basa, diperlukan beberapa tetes asam sulfat hingga warna
dalam erlenmeyer (warna biru akan muncul kembali). Masukkan larutan baku
sekunder asam sulfat 0,02 N 50 mL ke dalam buret. Titrasi hingga warna biru tepat
hilang. Catat hasil yang didapatkan dan hitung kadar sebenarnya dari larutan
formalin.
Larutan induk formalin 1.500 mg/L dibuat dengan cara memipet dengan
seksama larutan formalin kadar 32,5% sebanyak 1,2 mL, kemudian masukkan ke
dalam erlenmeyer 250,0 mL dan tambahkan aquadest hingga tanda batas. Tutup
dan kocok hingga homogen. Simpan larutan dalam wadah tertutup rapat.
Larutan standar formalin 100 mg/L dibuat dengan cara larutan induk formalin
yang telah dibuat dipipet sebanyak 6,7 mL menggunakan pipet ukur. Masukkan ke
dalam erlenmeyer bertutup ukuran 100,0 mL dan tambahkan aquadest hingga tanda
batas. Tutup dan kocok hingga homogen. Simpan larutan dalam wadah tertutup
rapat.
Pipet menggunakan pipet ukur larutan standar formalin 100 mg/L yang telah
dibuat sebelumnya sebanyak 6,0 mL. Masukkan ke dalam erlenmeyer bertutup dan
menjadi 6 mg/L. Larutan tersebut dipipet 5,0 mL, kemudian dimasukkan ke dalam
labu ukur 10,0 mL dan ditambahkan pereaksi nash hingga tanda batas. Campuran
dikocok dan dipanaskan pada suhu 50±2 °C selama 30 menit. Kemudian larutan
38
Larutan baku kerja dibuat dengan konsentrasi 0,5; 2,0; 4,0; 6,0; 8,0 dan 10,0
5,0 mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL. Tambahkan dengan pereaksi
nash hingga tanda batas. Kemudian larutan dihomogenkan dan dipanaskan pada
suhu 50±2 °C selama 30 menit. Larutan didinginkan pada temperatur kamar. Diukur
Sampel ayam yang diperoleh dibuang bagian kepala, ekor, dan isi perutnya
kemudian dibersihkan dengan cara dibilas air bersih untuk menghilangkan darah
yang masih menempel. Sampel kemudian diambil dagingnya dengan cara di-fillet
5.000 mg/L selama 1 jam di dalam wadah bertutup. Hasil rendaman sampel ayam
dipisahkan ayam dan filtratnya dengan cara disaring. Kemudian lakukan analisis
Lidah buaya (Aloe vera L.) yang mempunyai kematangan sama, panjang daun
15-25 cm, kulit daun berwarna hijau muda, dan daging daun atau lendir tidak
berwarna, dicuci dengan air untuk menghilangkan kotoran yang masih menempel.
Kemudian diambil daging daunnya yang berwarna bening dan dilumatkan dengan
blender. Setelah itu, timbang dengan seksama sebanyak 30, 60, dan 90 gram.
39
Lumatan daging daun lidah buaya diperas dan perasan disaring, kemudian diambil
sebanyak 50,0 mL dengan cara diukur dengan labu ukur 50 mL dan masukkan ke
Sampel ayam yang telah direndam larutan formalin 5.000 mg/L selama 1 jam
kemudian ditambahkan larutan lidah buaya dengan variasi konsentrasi 0%, 30%,
60%, dan 90% dan direndam selama 1 jam pada wadah bertutup. Rendaman sampel
ayam dipisahkan ayam dan filtratnya dengan cara disaring menggunakan kain
katun.
sebanyak 50 mL. Panaskan pada suhu 50±2 °C selama 1 jam sambil dikocok
selama 1 menit setiap 15 menit. Biarkan dingin pada temperatur ruangan lalu
disaring ke dalam labu ukur 100,0 mL. Volume dicukupkan hingga batas
pengenceran dengan cara memipet larutan sebanyak 1,0 mL ke dalam labu ukur 10
Masing-masing filtrat yang diperoleh dari sampel ayam dipipet dengan pipet
ukur sebanyak 5,0 mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL dan
dipanaskan pada suhu 50±2 °C selama 30 menit lalu dibiarkan dingin pada
Data yang diinginkan pada penelitian ini adalah kadar formaldehid sisa pada
sampel ayam dari setiap perlakuan yang diberikan. Teknik pengolahan data dari
penelitian ini adalah menghitung kadar formaldehid sisa yang masih terdapat dalam
sampel daging ayam yang sudah diberi perlakuan perendaman selama 1 jam pada
bahan pereduksi lidah buaya. Variasi konsentrasi bahan pereduksi lidah buaya yang
digunakan yaitu 0%, 30%, 60%, dan 90%. Cara menghitung kadar formaldehid
Wf
Kadar formaldehid pada sampel ayam (µg/g) =
Ws
Keterangan:
Wf = V x C
Keterangan:
HASIL PENELITIAN
Pengujian pengaruh larutan lidah buaya (Aloe vera L.) terhadap penurunan
kadar formalin pada ayam dengan metode spektrofotometri UV-Vis ini dilakukan
perendaman sampel pada larutan lidah buaya konsentrasi 30%, 60%, dan 90%
untuk menurunkan kadar formalin yang ada di dalamnya. Dari penelitian ini dapat
kadar formalin pada daging ayam kampung. Untuk menghitung kadar formalin di
(NaOH) 0,02 N dengan larutan baku asam oksalat (C2H2O4) 0,02 N menggunakan
indikator fenolftalein P. Titrasi dihentikan apabila sudah tercapai titik akhir titrasi
yang ditandai dengan terbentuknya warna merah muda yang konstan [38]. Hasil
41
42
NaOH yaitu sebesar 8,23 mL. Setelah dihitung, normalitas NaOH berdasarkan data
tersebut yaitu sebesar 0,0243 N. Dari hasil ini diketahui bahwa terdapat perubahan
dari normalitas yang diharapkan yaitu sebesar 0,02 N (Lampiran 1). Selanjutnya
Standarisasi ini dilakukan dengan cara mentitrasi larutan asam sulfat (H2SO4)
0,02 N dengan larutan baku natrium hidroksida (NaOH) yang sebelumnya telah
perubahan warna dari larutan kuning menjadi larutan kemerahan yang konstan
apabila telah mencapai titik akhir titrasi [38]. Tujuan dilakukan standarisasi ini
adalah untuk mengetahui normalitas sebenarnya dari larutan H2SO4. Hasil titrasi
H2SO4 yaitu sebesar 14,16 mL. Hasil ini digunakan untuk menentukan normalitas
data tersebut yaitu sebesar 0,0172 N (Lampiran 1). Kemudian larutan H2SO4 dapat
timoftalein. Titrasi dihentikan apabila warna biru tepat hilang yang menandakan
tercapainya titik akhir titrasi (TAT) [38]. Hasil standarisasi larutan formalin dapat
H2SO4 yang digunakan yaitu sebesar 25,55 mL. Kemudian dilakukan perhitungan
kadar formalin dengan menggunakan ketentuan pada SNI ISO yaitu 1 mL H2SO4
0,02 N setara dengan 0,6 mg formalin [38]. Didapatkan konsentrasi formalin yaitu
sebesar 1.318,38 mg/L, dimana persentase formalin yang sebenarnya adalah 32,5%
untuk penentuan panjang gelombang maksimal dan pembuatan kurva kalibrasi yang
nm. Dari pengukuran ini diperoleh panjang gelombang maksimal formalin yaitu
412 nm.
0.8
0.6
Absorbansi
0.4
0.2
0
350
363
376
389
402
415
428
441
454
467
480
493
506
519
532
545
558
571
584
597
610
623
636
649
662
675
688
-0.2
Panjang gelombang
Kurva kalibrasi dapat ditentukan berdasarkan serapan dari larutan baku kerja
pada konsentrasi 0,5; 2,0; 4,0; 6,0; 8,0 dan 10,0 mg/L yang diukur pada panjang
Absorbansi yang diperoleh dari masing-masing larutan baku dapat dilihat pada
tabel 4.4.
antara konsentrasi dengan absorbansi. Persamaan regresi linier yang diperoleh yaitu
y = 0,2915x - 0,2907, dimana nilai koefisien relasi (r) yaitu 0,998. Kurva kalibrasi
dapat diterima jika nilai koefisien korelasi (r) ≥ 0,995 [39]. Kurva linieritas antara
45
konsentrasi dengan absorbansi dapat dilihat pada gambar 4.2. Pada gambar tersebut
dapat dilihat hubungan linier antara konsentrasi dengan absorbansi, yaitu dimana
Kurva Kalibrasi
2
R² = 0,997
1
0.5
0
0.5 2 4 6 8 10
Konsentrasi (mg/L)
Sampel daging ayam kampung berformalin yang telah direndam pada larutan
pereduksi lidah buaya konsentrasi 0%, 30%, 60%, dan 90% kemudian diuji
diukur serapannya pada panjang gelombang maksimal formalin yaitu 412 nm.
Kadar formalin pada sampel dapat dihitung dengan kurva regresi linier yang telah
didapatkan sebelumnya, dimana nilay “y” adalah absorbansi dari sampel. Hasil
pengujian kadar formalin pada sampel dapat dilihat pada tabel 4.5. Kurva hasil
PEMBAHASAN
Daging ayam kampung merupakan salah satu sumber protein yang digemari
pembusukan setelah pemotongan apabila tidak segera diolah. Oleh sebab itu, untuk
Formalin merupakan salah satu pengawet non pangan yang sekarang banyak
dilakukan oleh Sopandi dan Nurfi [3] mengenai reduksi kadar formalin pada ayam
L.) 60% dengan perendaman 60 menit dapat menurunkan kadar formalin hingga
Pada penelitian ini formalin yang digunakan adalah formalin tidak murni
100%, yaitu formalin dengan kadar 37%. Oleh karena itu untuk mengetahui
konsentrasi formalin secara tepat dan akurat, perlu dilakukan standarisasi formalin
pereaksi nash. Digunakan metode spektrofotometri UV-Vis karena metode ini lebih
sederhana, cepat, ekonomis dan sensitif [33]. Formalin diamati pada daerah Visible
47
48
pada daerah Visible, dan terpisah dari senyawa pengganggu lain yang memiliki
serapan di daerah UV. Selain itu, modifikasi kimia ini dapat digunakan untuk
mengubah molekul yang tidak mengabsorbsi menjadi senyawa turunan yang stabil
yang memiliki serapan yang bermakna [41]. Susanti [41] juga menyatakan bahwa
Digunakan pereaksi nash karena pereaksi ini menunjukkan hasil yang lebih
sensitif dalam analisis formalin. Suryadi et al. [33] menyatakan bahwa pereaksi
nash merupakan pereaksi warna yang paling baik untuk digunakan dalam analisis
(NaOH) karena NaOH memiliki sifat yang higroskopis dan tidak stabil [42]. Tujuan
pada suasana basa yaitu pada pH 8,3-10 dan akan memberikan perubahan warna
49
pada titik akhir titrasi yaitu merah muda [38]. Reaksi yang terjadi pada standarisasi
Asam sulfat memiliki sifat yang tidak stabil dan mudah menguap [42], oleh
sebenarnya dari larutan asam sulfat. Untuk menstandarisasi larutan asam sulfat
(H2SO4), digunakan larutan NaOH yang telah distandarisasi sebelumnya. Titrasi ini
menggunakan indikator metil merah. Indikator ini bekerja pada pH 4,2-6,3 dan akan
memberikan perubahan warna menjadi larutan kemerahan pada saat mencapai titik
akhir titrasi (TAT) [38]. Reaksi yang terjadi pada standarisasi H2SO4 dengan larutan
yang bertujuan untuk mengubah larutan formaldehida menjadi basa, dimana larutan
selanjutnya larutan formalin dapat dititrasi dengan larutan H2SO4. Indikator yang
digunakan pada standarisasi ini adalah timolftalein. Indikator ini bekerja pada pH
9,3-10,5 dan akan memberikan perubahan warna dari biru menjadi bening atau
50
tidak berwarna [38]. Tujuan dilakukan standarisasi ini adalah untuk mengetahui
Pada penentuan panjang gelombang formalin ini digunakan larutan baku kerja
maksimal formalin adalah 412 nm dengan absorbansi sebesar 0,9 (Dapat dilihat
pada gambar 4.1). Hasil ini sesuai dengan literatur yaitu panjang gelombang
Kurva kalibrasi dibuat dengan menggunakan larutan baku kerja 0,5; 2,0; 4,0;
6,0; 8,0 dan 10,0 mg/L yang diukur serapannya menggunakan spektrofotometer
UV-Vis pada panjang gelombang 412 nm. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
konsentrasi standar formalin maka semakin besar pula absorbansi yang didapat
[44]. Larutan baku kerja dibuat dari larutan induk formalin 100 mg/L yang
relasi (r) yaitu 0,998. Harga koefisien korelasi (r) yang mendekati nilai 1
dihasilkan [44]. Hal ini dapat diartikan bahwa kurva kalibrasi yang didapatkan
linier.
51
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah daging ayam kampung yang
didapatkan dari Pasar Wonokromo. Pada preparasi sampel, daging ayam kampung
formalin 5.000 mg/L. Proses ini dilakukan pada wadah tertutup untuk menghindari
penguapan formalin, karena formalin adalah bahan yang mudah menguap [25].
Larutan pereduksi lidah buaya dibuat dengan konsentrasi 30%, 60%, dan 90%.
Sebanyak 250 gram daging lidah buaya yang mempunyai kematangan sama
kemudian diambil sebanyak 50 mL pada labu ukur. Metode ini mengacu pada
penelitian yang sudah dilakukan oleh Sopandi dan Nurfi [3]. Tujuan pelumatan
kemudian dilakukan proses ekstraksi sampel daging ayam, yaitu dengan merendam
selama 1 jam dan dilakukan pengadukan selama 1 menit setiap 15 menit. Hal ini
bertujuan untuk membantu mengeluarkan formalin dari sampel daging ayam agar
pelarutnya. Penyaringan ini dilakukan karena hasil filtrat yang diuji harus jernih
dan tidak mengandung zat pengotor atau partikel-partikel yang dapat menganggu
nash. Larutan filtrat dan nash kemudian dipanaskan pada suhu 50±2 °C selama 30
menit. Pemanasan ini bertujuan untuk membantu reaksi antara formalin dengan
reagen nash sehingga terbentuk senyawa kompleks yang berwarna kuning [44].
Setelah ditambahkan reagen nash, semua larutan dari sampel tidak berwarna.
Sedangkan setelah dipanaskan, terjadi perubahan warna pada tiap larutan sampel
yaitu menjadi kuning. Warna kuning tersebut sebagai indikator adanya kandungan
reaksi antara reagen nash dengan formalin yang menghasilkan senyawa kompleks
(pereduksi 0%) diperoleh absorbansi sebesar (1) 0,269; (2) 0,268; (3) 0,267.
Dimana setelah dihitung dengan kurva kalibrasi didapatkan kadar formalin larutran
kontrol sebesar (1) 379,56 µg/g, (2) 378,89 µg/g, dan (3) 378,21 µg/g. Dari hasil
ini dapat diketahui kadar formalin pada sampel tanpa perendaman dengan larutan
lidah buaya masih sangat tinggi. Maka dari itu perlu adanya tindakan untuk
53
mengurangi kadar formalin yang ada dalam makanan salah satunya dengan cara
Sampel yang direndam dengan larutan pereduksi lidah buaya 30% diperoleh
rata-rata kadar formalin sebesar 294,13 µg/g, dimana persentase penurunan kadar
formalin mencapai 22,37%. Pada sampel larutan pereduksi 60% diperoleh rata-rata
kadar formalin sebesar 269,52 µg/g, dan persentase penurunan kadar formalin
mencapai 28,87 % . Sedangkan pada sampel larutan pereduksi 90% diperoleh rata-
rata kadar formalin sebesar 265,70 µg/g, dimana persentase penurunan kadar
formalin mencapai 29,87 % . Ini menunjukkan bahwa tanaman lidah buaya (Aloe
vera L.) dapat mereduksi kandungan formalin pada daging ayam kampung. Hal ini
juga sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sopandi dan Nurfi [3] yang
Lidah buaya dapat mereduksi kadar formalin pada daging ayam karena adanya
senyawa saponin yang tinggi di dalamnya, yaitu sekitar 5,651% per 100 g [3]. Cara
kerja saponin pada gel lidah buaya dapat menurunkan kadar formalin yang dikenal
golongan zat surfaktan. Zat surfaktan memiliki daya pembersih yang lebih baik
dibandingkan air saja. Surfaktan memiliki gugus amfipatik yang dapat membentuk
emulsi air dan formalin. Setelah formalin diikat oleh senyawa saponin, saponin
6.1 Kesimpulan
bahwa larutan lidah buaya (Aloe vera L.) memiliki pengaruh terhadap penurunan
kadar formalin pada daging ayam kampung. Dari penelitian ini diketahui bahwa
6.2 Saran
larutan lidah buaya (Aloe vera L.) yang dapat digunakan untuk mereduksi
buaya (Aloe vera L.) dalam mereduksi kadar formalin pada ayam kampung.
54
DAFTAR PUSTAKA
8. Chen X, Lu P, Wang D dan, Yang S jin, Wu Y, Shen HY, et al. The Role of
MiRNAs in Drug Resistance and Prognosis of Breast Cancer Formalin-fixed
Paraffin-embedded Tissues. Gene. 2016 Dec 31;595(2):221–6. Available
from: Doi: 10.1016/j.gene.2016.10.015.
9. Cahyadi KD, Yuliawati AN, Lestari GAD. Studi Efektivitas Reduksi Kadar
Formalin pada Tahu dengan Perendaman Air Kunyit, Air Cuka dan Air
Garam dalam Upaya Penyediaan Pangan Aman. J Ilm Ibnu Sina Ilmu Farm
55
56
10. Juliadi D, Yuliasih NW, Pramitha DAI, Agustini NPD. Uji Pengaruh Variasi
Konsentrasi Perendaman Larutan Asam Jawa terhadap Penurunan Kadar
Formalin pada Sosis. J Ilm Medicam [Internet]. 2018 Sep 29 [cited 2021 Jan
4];4(2):71–7. Available from: http://e-
journal.unmas.ac.id/index.php/Medicamento/article/view/853.
11. Gusviputri Arwinda, Njoo Meliana P. S., Aylianawati NI. Pembuatan Sabun
dengan Lidah Buaya (Aloe vera) sebagai Antiseptik Alami. J Ilm Widya Tek
[Internet]. 2017 Oct 3 [cited 2020 Oct 16];12(1):11–21. Available from:
http://journal.wima.ac.id/index.php/teknik/article/view/1439.
12. Rianingsih, P Anisa Fadhilah, Ma’ruf W RL. Efektivitas Lidah Buaya (Aloe
vera) di dalam Mereduksi Formalin pada Fillet Ikan Bandeng (Chanos
chanos Forsk) Selama Penyimpanan Suhu Dingin [Internet]. J Pengolah dan
Bioteknol Has Perikan. 2013;2(434):1–32. Available from:
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jpbhp/article/view/3780.
14. Purwaningsih D. Prospek dan Peluang Usaha Pengolahan Produk Aloe vera
L. Jurdik Kimia, FMIPA UNY [Internet]. 2016 [cited 2020 Nov
17];14(01):59-76. Available from: http://staff. uny. ac.
id/sites/default/files/tmp/makalah% 20lidah% 20buaya. pdf.
25. Wisnu C. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Edisi
Kedua. Jakarta: Bumi Aksara; 2009.
27. Alsuhendra, Ridawati. Bahan Toksik dalam Makanan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya; 2013.
29. Uzairu A, Harrison GFS, Balarabe ML, Nnaji JC. Concentration Levels of
Trace Metals in Fish and Sediment from Kubanni River, Northern Nigeria.
Bull Chem Soc Ethiop [Internet]. 2009 Apr 1 [cited 2020 Nov 19];23(1):9–
17. Available from:
https://www.ajol.info/index.php/bcse/article/view/21293.
33. Suryadi H, Kurniadi M. Analisis Formalin dalam Sampel Ikan dan Udang
Segar dari Pasar Muara Angke. Pharm Sci Res [Internet]. 2014 Jul 1 [cited
2020 Nov 19];7(3):16–31. Available from:
http://psr.ui.ac.id/index.php/journal/article/view/3458.
38. Standar Nasional Indonesia. 2015. Cara Uji Kadar Formalin yang Dilepas
(Metode Absorbsi Uap ). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Available
from:https://jdih.bsn.go.id/public_assets/file/512139c6e0faf9bf7fdb7d4ef1c
75b46.pdf, editor.
39. Lusiana U. Penerapan Kurva Kalibrasi, Bagan Kendali Akurasi dan Presisi
sebagai Pengendalian Mutu Internal pada Pengujian COD dalam Air
Limbah. Jurnal Biopropal Industri [Internet]. 2012 Jun 1 [cited 2021 Jul
1];3. Available from: https://media.neliti.com/media/publications/54685-
ID-none.pdf.
41. Susanti S. Penetapan Kadar Formaldehid pada Tahu yang Dijual di Pasar
Ciputat dengan Metode Spektrofotometri UV-Vis Disertai Kolorimetri
Menggunakan Pereaksi Nash (Skripsi). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta:
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan, 2010; 2010 [cited 2021 Sep 1].
Available from:
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/2545.
44. Yulianti CH, Safira AN. Analisis Kandungan Formalin pada Mie Basah
Menggunakan Nash dengan Metode Spektrofotometri UV-Vis. J Pharm Sci
[Internet]. 2020 Jan [cited 2021 Jul 1];5(1). Available from:
http://www.ejournal.akfarsurabaya.ac.id/index.php/jps/article/view/156/132
Available from:
https://jom.unpak.ac.id/index.php/Farmasi/article/viewFile/704/644#:~:text
=Saponin memiliki karakteristik berupa buih,serta iritasi pada selaput lendir.
47. Tang W, David FB, Wilson MM, Barwick BG, Leyland-Jones BR, Bouzyk
MM. DNA Extraction from Formalin-fixed, Paraffin-embedded Tissue.
Cold Spring Harbor Protocols [Internet]. 2009 Feb 1 [cited 2020 Nov 11].
Available from:
https://www.researchgate.net/profile/Mark_Bouzyk/publication/41421454
_.
LAMPIRAN
100 mL
Valensi NaOH = 1
Massa 1.000
Jawab :N= x x Valensi NaOH
Mr NaOH Volume
Massa 1.000
0,02 N = x x 1
40 g/mol 100 mL
50 mL
Valensi H2C2O4 = 2
Massa 1.000
Jawab :N= x x Valensi H2C2O4
Mr H2C2O4 Volume
Massa 1.000
0,02 N = x x 2
126,07 g/mol 50 mL
61
62
Massa 1.000
N = x x Valensi H2C2O4
Mr H2C2O4 Volume
0,0630 g 1.000
N = x x 2
126,07 g/mol 50 mL
N = 0,02 N
N (NaOH) = 0,0243 N
V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 36 N = 25 mL x 3 N
V1 = 2,08 mL ~ 2 mL
V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 3 N = 250 mL x 0,02 N
V1 = 1,67 mL ~ 1,7 mL
63
Keterangan:
N (H2SO4) = 0,0172 N
b 37 gram 37.000 mg
= = = 370.000 mg/L
v 100 mL 0,1 L
V1 x N1 = V2 x N2
V1 = 1,01 mL ~ 1 mL
64
N(Na2SO3) = 1 mol/L x 2
N(Na2SO3) = 2 N
1 mL asam sulfat 0,02 N setara dengan 0,6 mg formalin [38]. Maka dapat
0,0172 N
Massa formaldehid = x 0,6 mg/mL
0,02 N
1.318,38 mg/L
- Persentase : x 37% = 32,5 %
1.500 mg/L
65
30 gram
Konsentrasi 30 % : x 100 mL = 30 gram
100 mL
60 gram
Konsentrasi 60 % : x 100 mL = 60 gram
100 mL
90 gram
Konsentrasi 90 % : x 100 mL = 90 gram
100 mL
Massa
Massa Teoritis
No Sampel Larutan Sebenarnya
(gram)
(gram)
Replikasi 1
Y = 0,2915 X – 0,2907
0,368 + 0,2907
X =
0,2915
µg
X = 2,2597 ⁄mL
µg
C = 2,2597 ⁄mL x 100
µg
C = 225,97 ⁄mL
Wf = V x C
µg
Wf = 100 mL x 225,97 ⁄mL
Wf = 22.597 µg
67
Wf
Kadar formalin sampel =
Ws
22.597 µg
Kadar formalin sampel =
5,0731 g
µg
Kadar formalin sampel = 4.454,28 ⁄g
Replikasi 2
Y = 0,2915 X – 0,2907
0,369 + 0,2907
X =
0,2915
µg
X = 2,2631 ⁄mL
µg
C = 2,2631 ⁄mL x 100
µg
C = 226,31 ⁄mL
Wf = V x C
µg
Wf = 100 mL x 226,31 ⁄mL
Wf = 22.631 µg
Wf
Kadar formalin sampel =
Ws
22.631 µg
Kadar formalin sampel =
5,0731 g
68
µg
Kadar formalin sampel = 4.460,98 ⁄g
Replikasi 3
Y = 0,2915 X – 0,2907
0,367 + 0,2907
X =
0,2915
µg
X = 2,2563 ⁄mL
µg
C = 225,63 ⁄mL
Wf = V x C
µg
Wf = 100 mL x 225,63 ⁄mL
Wf = 22.563 µg
Wf
Kadar formalin sampel =
Ws
22,563 µg
Kadar formalin sampel =
5,0731 g
µg
Kadar formalin sampel = 4.447,58 ⁄g
µg µg µg
4.454,28 ⁄g + 4.460,98 ⁄g + 4.447,58 ⁄g
Kadar formalin awal =
3
69
µg
13.362,84 ⁄g
Kadar formalin awal =
3
µg
Kadar formalin awal = 4.454,28 ⁄g
B. Pereduksi konsentrasi 0%
Replikasi 1
Y = 0,2915 X – 0,2907
0,269 + 0,2907
X =
0,2915
µg
X = 1,9200 ⁄mL
µg
C = 1,92 ⁄mL x 10
µg
C = 19,2 ⁄mL
Wf = V x C
70
µg
Wf = 100 mL x 19,2 ⁄mL
Wf = 1.920 µg
Wf
Kadar formalin sampel =
Ws
1.920 µg
Kadar formalin sampel =
5,0585 g
µg
Kadar formalin sampel = 379,56 ⁄g
Replikasi 2
Y = 0,2915 X – 0,2907
0,268 + 0,2907
X =
0,2915
µg
X = 1,9166 ⁄mL
µg
C = 1,9166 ⁄mL x 10
µg
C = 19,166 ⁄mL
Wf = V x C
µg
Wf = 100 mL x 19,166 ⁄mL
Wf = 1.916,6 µg
71
Wf
Kadar formalin sampel =
Ws
1.916,6 µg
Kadar formalin sampel =
5.0585 g
µg
Kadar formalin sampel = 378,89 ⁄g
Replikasi 3
Y = 0,2915 X – 0,2907
0,267 + 0,2907
X =
0,2915
µg
X = 1,9132 ⁄mL
µg
C = 1,9132 ⁄mL x 10
µg
C = 19,132 ⁄mL
Wf = V x C
µg
Wf = 100 mL x 19,132 ⁄mL
Wf = 1.913,2 µg
Wf
Kadar formalin sampel =
Ws
1.913,2 µg
Kadar formalin sampel =
5,0585 g
72
µg
Kadar formalin sampel = 378,21 ⁄g
µg µg µg
379,56 ⁄g + 378,89 ⁄g + 378,21 ⁄g
Kadar formalin =
3
µg
1.136,66 ⁄g
Kadar formalin =
3
µg
Kadar formalin = 378,89 ⁄g
Replikasi 1
Y = 0,2915 X – 0,2907
0,142 + 0,2907
X =
0,2915
µg
X = 1,4844 ⁄mL
µg
C = 14,844 ⁄mL
Wf = V x C
µg
Wf = 100 mL x 14,844 ⁄mL
Wf = 1.484,4 µg
Wf
Kadar formalin sampel =
Ws
1.484,4 µg
Kadar formalin sampel =
5,0507 g
µg
Kadar formalin sampel = 293,90 ⁄g
Replikasi 2
Y = 0,2915 X – 0,2907
0,144 + 0,2907
X =
0,2915
µg
X = 1,4912 ⁄mL
µg
C = 1,4912 ⁄mL x 10
µg
C = 14,912 ⁄mL
Wf = V x C
µg
Wf = 100 mL x 14,912 ⁄mL
74
Wf = 1.491,2 µg
Wf
Kadar formalin sampel =
Ws
1.491,2 µg
Kadar formalin sampel =
5.0507 g
µg
Kadar formalin sampel = 295.25 ⁄g
Replikasi 3
Y = 0,2915 X – 0,2907
0,141 + 0,2907
X =
0,2915
µg
X = 1,4810 ⁄mL
µg
C = 1,4810 ⁄mL x 10
µg
C = 14,81 ⁄mL
Wf = V x C
µg
Wf = 100 mL x 14,81 ⁄mL
Wf = 1.481 µg
Wf
Kadar formalin sampel =
Ws
75
1.481 µg
Kadar formalin sampel =
5,0507 g
µg
Kadar formalin sampel = 293,23 ⁄g
µg µg µg
293,90 ⁄g + 295.25 ⁄g + 293,23 ⁄g
Kadar formalin =
3
µg
882.38 ⁄g
Kadar formalin =
3
µg
Kadar formalin = 294,13 ⁄g
µg µg
378,89 ⁄g - 294.13 ⁄g
Persen penurunan (%) = µg x 100%
378,89 ⁄g
Replikasi 1
Y = 0,2915 X – 0,2907
76
0,108 + 0,2907
X =
0,2915
µg
X = 1,3678 ⁄mL
µg
C = 1,3678 ⁄mL x 10
µg
C = 13,678 ⁄mL
Wf = V x C
µg
Wf = 100 mL x 13,678 ⁄mL
Wf = 1.367,8 µg
Wf
Kadar formalin sampel =
Ws
1.367,8 µg
Kadar formalin sampel =
5,0662 g
µg
Kadar formalin sampel = 269,99 ⁄g
Replikasi 2
Y = 0,2915 X – 0,2907
0,107 + 0,2907
X =
0,2915
µg
X = 1,3643 ⁄mL
77
µg
C = 1,3643 ⁄mL x 10
µg
C = 13,643 ⁄mL
Wf = V x C
µg
Wf = 100 mL x 13,643 ⁄mL
Wf = 1.364,3 µg
Wf
Kadar formalin sampel =
Ws
1.364,3 µg
Kadar formalin sampel =
5,0662 g
µg
Kadar formalin sampel = 269,29 ⁄g
Replikasi 3
Y = 0,2915 X – 0,2907
0,107 + 0,2907
X =
0,2915
µg
X = 1,3643 ⁄mL
µg
C = 1,3643 ⁄mL x 10
µg
C = 13,643 ⁄mL
78
Wf = V x C
µg
Wf = 100 mL x 13,643 ⁄mL
Wf = 1.364,3 µg
Wf
Kadar formalin sampel =
Ws
1.364,3 µg
Kadar formalin sampel =
5,0662 g
µg
Kadar formalin sampel = 269,29 ⁄g
µg µg µg
269,99 ⁄g + 269,29 ⁄g + 269,29 ⁄g
Kadar formalin =
3
µg
808,57 ⁄g
Kadar formalin =
3
µg
Kadar formalin = 269,52 ⁄g
µg µg
378,89 ⁄g - 269,52 ⁄g
Persen penurunan (%) = µg x 100%
378,89 ⁄g
Y = 0,2915 X – 0,2907
0,101 + 0,2907
X =
0,2915
µg
X = 1,3437 ⁄mL
µg
C = 1,3437 ⁄mL x 10
µg
C = 13,437 ⁄mL
Wf = V x C
µg
Wf = 100 mL x 13,437 ⁄mL
Wf = 1.343,7 µg
Wf
Kadar formalin sampel =
Ws
1.343,7 µg
Kadar formalin sampel =
5,0573 g
µg
Kadar formalin sampel = 265,70 ⁄g
80
µg µg
378,89 ⁄g - 265,70 ⁄g
Persen penurunan (%) = µg x 100%
378,89 ⁄g
Keterangan:
0.6
0.4
0.2
0
392
490
350
364
378
406
420
434
448
462
476
504
518
532
546
560
574
588
602
616
630
644
658
672
686
700
-0.2
Panjang gelombang
6 ppm
- panjang gelombang maksimal = 412 nm - absorbansi = 0,9
Kurva Kalibrasi
2
y = 0,2915x - 0,2907
Absorbansi
1.5 R² = 0,997
1
0.5
0
0.5 2 4 6 8 10
Konsentrasi (mg/L)
81
0.3 0.3
0.2 0.2
Absorbansi
Absorbansi
0.1 0.1
0 0
350
365
380
395
410
425
440
455
470
485
500
515
530
545
560
575
590
406
350
364
378
392
420
434
448
462
476
490
504
518
532
546
560
574
588
-0.1 -0.1
Panjang Gelombang (nm) Panjang Gelombang (nm)
Pereduksi 0% (Replikasi 3)
0.3
0.2
Absorbansi
0.1
0
350
365
380
395
410
425
440
455
470
485
500
515
530
545
560
575
590
-0.1
Panjang Gelombang (nm)
0.15 0.2
0.1 0.15
Absorbansi
Absorbansi
0.1
0.05
0.05
0 0
382
542
350
366
398
414
430
446
462
478
494
510
526
558
574
590
382
542
350
366
398
414
430
446
462
478
494
510
526
558
574
590
-0.05 -0.05
Panjang Gelombang (nm) Panjang Gelombang (nm)
0.15
0.1
Absorbansi
0.05
0
430
590
350
366
382
398
414
446
462
478
494
510
526
542
558
574
-0.05
Panjang Gelombang (nm)
0.15 0.15
Absorbansi
Absorbansi
0.1 0.1
0.05 0.05
0 0
560
350
365
380
395
410
425
440
455
470
485
500
515
530
545
560
575
590
350
365
380
395
410
425
440
455
470
485
500
515
530
545
575
590
Panjang Gelombang (nm) Panjang Gelombang (nm)
0.15
Absorbansi
0.1
0.05
0
350
365
380
395
410
425
440
455
470
485
500
515
530
545
560
575
590
Panjang Gelombang (nm)
0.15 0.15
Absorbansi
0.1 0.1
Absorbansi
0.05 0.05
0 0
560
350
365
380
395
410
425
440
455
470
485
500
515
530
545
575
590
382
542
350
366
398
414
430
446
462
478
494
510
526
558
574
590
-0.05
Panjang Gelombang (nm) Panjang Gelombang (nm)
0.15
Absorbansi
0.1
0.05
0
350
365
380
395
410
425
440
455
470
485
500
515
530
545
560
575
590
0.4 0.4
0.3 0.3
Absorbansi
Absorbansi
0.2 0.2
0.1 0.1
0 0
350
365
380
395
410
425
440
455
470
485
500
515
530
545
560
575
590
350
365
380
395
410
425
440
455
470
485
500
515
530
545
560
575
590
-0.1 -0.1
Panjang Gelombang (nm) Panjang Gelombang (nm)
0.4
0.3
Absorbansi
0.2
0.1
0
350
365
380
395
410
425
440
455
470
485
500
515
530
545
560
575
590
-0.1
Panjang Gelombang (nm)
- λ maks. = 412 nm
Series1
- absorbansi = 0,367
84
D. Preparasi sampel
F. Ekstraksi formalin