MOHAMAD IRFAN
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PANCASAKTI
MAKASSAR
2019
i
UJI TOKSISITAS EKSTRAK HERBA PEGAGAN (Centella
asiatica L.) TERHADAP LARVA UDANG (Artemia salina
Leach)DENGAN METODE BRINE SHRIMP
LETHALITY TEST (BSLT)
SKRIPSI
Program Studi
Farmasi
MOHAMAD IRFAN
512 17 011 029
i
SKRIPSI
MOHAMAD IRFAN
Menyetujui
Tim pembimbing
i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan
tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat
dibuktikan sebagian keseluruhan skripsi ini hasil karya orang lain, saya bersedia
Makassar, 2019
Yang menyatakan,
Mohamad Irfan
i
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat
Muhammad SAW. Amiin. Penulisan ini diajukan untuk memenuhi salah satu
syarat guna menempuh ujian akhir pada pendidikan Strata Satu Jurusan Farmasi
keterbatasan sebagai manusia biasa yang membutuhkan bantuan orang lain. Oleh
sebab itu penulis telah melibatkan berbagai pihak, guna penyempurnaan penulisan
skripsi ini baik berupa buah pikiran maupun dukungan moril, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis dengan penuh rasa
hormat menyampaikan terima kasih kepada Ibu Syachriyani., S.Si., M.Si., Apt
selaku pembimbing pertama dan Bapak Farid Fani Temarwut., S.Farm., Apt
selaku pembimbing kedua, atas bantuan dan bimbingannya yang telah diberikan
i
Dengan selesainya skripsi ini, penulis tak lupa pula menyampaikan rasa
Pancasakti.
Universitas Pancasakti.
Farmasi yang telah banyak memberikan bantuan dan arahan selama mengikuti
ini. Untuk Doa dan kasih sayang, perhatian dan segala dukungan baik moril
dan kesehatan, Amin. Untuk Semua Keluargaku yang telah mendukung dan
i
memberikan perhatian selama ini sehingga saya dapat menyelesaikan
8. Kepada ke lima saudara saya, Nurdia werbay, Moh. Jawin werbay, Moh.
syarif Werbay, Moh. Rifai Werbay dan Moh. Abdullah Werbay yang
tanjing, Deviyana, Jasminti, Fadly, dan Moh fitrah. Semoga kebaikan dan
bantuan yang telah diberikan pada penulis, bernilai amal ibadah disisi Allah
SWT Amin. Harapan penulis kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Makassar, 2019
Mohamad Irfan
i
ABSTRAK
i
ABSTRACT
Keywords; Herbs Pegagan, Extract, Toxicity Test, artemia salina Leach and
BSLT
i
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGAJUAN i
PRAKATA v
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR GAMBAR xv
BAB. I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan Penelitian 3
D. Manfaat Penilitian 3
A. Kajian Teori 4
a. Klasifikasi Tanaman 4
i
b. Morfologi Tumbuhan 5
c. Kandungan Kimia 6
d. Khasiat Tumbuhan 6
2. Ekstrak 6
a. Maserasi 7
c. Perkolasi 7
d. Soxhletasi 8
e. Refluks 8
f. Infus 12
g. Dekokta 13
i. Fraksinasi 18
3. Uji Toksisitas 21
a. Klasifikasi 24
b. Morfologi 25
i
BAB. III METODE PANELITIAN 29
C. Populasi Sampel 29
1. Populasi 29
2. Sampel 29
D. Bahan Uji 30
1. Persiapan Bahan 30
F. Definisi Operasional 32
G. Analisis Data 33
A. Hasil Pengamatan 35
B. Pembahasan 37
i
BAB. V PENUTUP 40
A. Kesimpulan 40
B. Saran 40
DAFTAR PUSTAKA
i
DAFTAR TABEL
Halaman
i
DAFTAR GAMBAR
Halaman
GAMBAR 11 : Rotavapor 11
i
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
Lampiran 5 : Probit 45
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
substansial, dan hal ini tentu berlaku untuk banyak produk yang tersedia sebagai
bergantung pada praktisi obat tradisional tanaman obat dalam rangka memenuhi
alasan sejarah dan budaya. Produk tersebut telah menjadi lebih luas tersedia
Admintration, 2002).
Umbelliferae Apiaceae. Di Cina, Asia Tenggara, India, Sri Lanka, Oceania, dan
Afrika, tanaman ini telah lama digunakan sebagai sayuran. Di Asia Tenggara,
untuk meningkatkan memori dan untuk pengobatan penyakit kulit dan gangguan
nervine. Tanaman ini sudah lama digunakan oleh orang-orang Jawa di Indonesia.
i
Di Cina, lebih dari 2000 tahun yang lalu, menjadi salah satu "keajaiban ramuan
bertanggung jawab untuk efek Farmakologi selain kaya flavonoid dan terpenoids
(Roy D.C. dkk, 2013). Centelloid adalah istilah yang diberikan untuk berbagai
konstituen Metabolit sekunder yang diproduksi oleh pabrik yang terutama terdiri
serta senyawa volatil lain ditemukan dalam jumlah yang menonjol dalam minyak
esensial dari Pegagan pada analisis dengan spektrometri massa kromatografi gas
menguap Centella asiatica, menggunakan metode spektral (Yu QL. dkk, 2007).
toksisitas dari suatu ekstrak, seperti ekstrak pegagan (Fajarningsih dkk, 2006). Uji
toksisitas dengan metode BSLT dapat dilakukan dengan cepat, murah dan mudah,
i
Beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait dari tanaman Pegagan
yaitu Studi Toksisitas Akut dan Sub Kronis Ekstrak Pegagan Standar ECa 233
(Chivapat S. dkk, 2011). Studi Toksisitas Akut dan Sub Akut Ekstrak Aseton
Daun Pegagan pada hewan Uji Model Eksperimental (Chauhan P.K; Singh V,
Ekstrak Herba Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) Terhadap Larva Udang
(Artemia salina Leach) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)”.
B. Rumusan Masalah
ini adalah Bagaimana Toksisitas Ekstrak Herba Pegagan (Centella asiatica (L.)
Urban) Terhadap Larva Udang (Artemisia salina Leach) dengan Metode Brine
C. Tujuan penelitian
Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) Terhadap Larva Udang (Artemia salina
i
D. Manfaat Penelitian
dan sebagai sumber rujukan data ilmia untuk penelitian lanjutan tentang
Tradisional.
i
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
a. Klasifikasi Tanaman
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub devisio : Angiospermae
Klass : Dicotyledone
Ordo : Umbilales
Family : Umbilaferae
Genus : Centella
Spesies : Centella asiatica L. Urban (Backer dkk, 1986)
b. Morfologi tumbuhan
ataupun di ladang agak basah (Besung, 2009). Herba pegagan tumbuh merayap
i
Herba pegagan memiliki daun satu helaian yang tersusun dalam roset akar dan
terdiri dari 2 –10 helai daun. Daun berwarna hijau dan berbentuk seperti kipas,
buah berbentuk pinggang atau ginjal. Herba pegagan juga memiliki daun
Herba pegagan memiliki tangkai daun berbentuk seperti pelepah, agak panjang
dan berukuran 5-15 cm. Pada tangkai herba pegagan dipangkalnya terdapat daun
sisik yang sangat pendek, licin, tidak berbulu, berpadu dengan tangkai daun.
Herba pegagan memiliki bunga putih atau merah muda yang tersusun dalam
karangan yang berbentuk payung. Buah pegagan berbentuk lonjong atau pipih,
berbau harum dan rasanya pahit, panjang buah 2-2,5 mm. Buah pegagan
berdinding agak tebal, kulitnya keras, berlekuk dua, berusuk jelas, dan berwarna
fenolik, minyak atsiri (Minija dkk, 2003), dan saponin dari pegagan yang dapat
i
d. Asiaticoside
Kandungan utama senyawa aktif dari herba pegagan yang berperan dalam
penyakit kulit, TBC, gangguan mental (Jamil dkk, 2007). Telah diteliti
yang dihasilkan fibroblas dan kekuatan tarik (tensile strength) yang berperan
untuk menautka tepi luka dan memperkuat jaringan luka (Sikareepaisan dkk,
2010). Oleh karena itu, asiatikoside dapat digunakan untuk menyembuhkan luka
bakar yang terjadi karena kerusakan jaringan ikat yang di dalamnya mengandung
sel fibroblas.
2. Ekstrak
aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa serbuk yang
yaitu ekstrak cair (extracta fluida/ liquida), ekstrak kental (extracta spissa), ekstrak
kering (extracta sicca). Ekstrak cair biasanya masih mengandung sejumlah pelarut
tertentu (kadar air lebih dari 20%), ekstrak kental merupakan ekstrak yang
pelarutnya telah diuapkan sampai batas tertentu (kadar air 10-20%). Ekstrak
i
tumbuhan obat yang dibuat dari simplisia nabati dapat digunakan sebagai bahan
awal, bahan antara atau bahan produk jadi. Ekstrak sebagai bahan awal
dianalogkan dengan komoditi bahan baku obat yang dengan teknologi fitofarmasi
diproses menjadi produk jadi, sedangkan ekstrak sebagai bahan antara merupakan
bahan yang dapat diproses lagi menjadi fraksi-fraksi, isolat senyawa tunggal
ataupun sebagai campuran dengan ekstrak lain. Adapun sebagai produk jadi
berarti ekstrak yang berada dalam sediaan obat jadi siap digunakan (Anonim,
2000).
a. Maserasi
cara merendam simplisia dalam cairan penyari pada suhu biasa atau
sederhana.
(mencegah reaksi yang dikatalis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok
kembali. Waktu lamanya maserasi antara 4-10 hari. Secara teoritis pada
i
besar perbandingan cairan pengekstraksi terhadap simplisia, akan semakin
dapat digunakan untuk zat yang tahan dan tidak tahan pemenasan.
Kelemahan cara maserasi adalah banyak pelarut yang terpakai dan waktu
- Remaserasi
- Maserasi melingkar
i
kemudian disaring lagi hingga diperoleh sari sebanyak 100 bagian. Sari yang
diperoleh ditutup dan disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya
(Depkes, 1986).
c. Perkolasi
umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari tahap
berbentuk silindris atau kerucut, yang memiliki jalan masuk dan keluar yang
(Ansel, 1989).
d. Soxhletasi
rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap
i
penyari yang jatuh kedalam klonsong menyari zat aktif di dalam simplisia
dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan
turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi.
(penguraian secara kimia). Selain itu, ekstrak kental sulit untuk ditakar
i
e. Refluks
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses
f. Infus
penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, terperatur
terukur 96-98°C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM, 2000).
g. Dekokta
Dekokta adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥ 30°C) dan
h. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur yang lebih tinggi dari
i. Fraksinasi
heksan, etil asetat, dan metanol. Untuk menarik lemak dan senyawa non
polar digunakan n-heksan, etil asetat untuk menarik senyawa semi polar,
i
sedangkan metanol untuk menarik senyawa-senyawa polar. Dari proses ini
akan larut dalam pelarut yang non polar sedangkan senyawa senyawa yang
bersifat polar akan larut dalam pelarut yang bersifat polar juga (Mutiasari,
2012).
3. Uji Toksisitas
toksik/racun yang terdapat pada bahan sebagai sediaan single dose atau campuran.
Toksisitas akut ini diteliti pada hewan percobaan yang menunjukkan evaluasi
keamanan dari kandungan kimia untuk penggunaan produk rumah tangga, bahan
toksisitas suatu bahan (kimia) pada hewan uji. Secara umum uji toksisitas dapat
tentang gejala keracunan, penyebab kematian, urutan proses kematian dan rentang
dosis yang mematikan hewan uji (Lethal concentration atau disingkat LC50) suatu
bahan. Uji toksisitas akut merupakan efek yang merugikan yang timbul segera
sesudah pemberian suatu bahan sebagai dosis tunggal, atau berulang yang
i
Berikut merupakan jenis dari uji toksisitas :
2. Sub akut : pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia untuk jangka
waktu 3 bulan.
mendapatkan senyawa bioaktif. Uji hayati yang digunakan untuk tujuan ini
sebaiknya sederhana, cepat, ekonomis, dan memiliki korelasi statistik yang valid
dengan bioaktivitas yang diinginkan (Anderson, 1991). Salah satu uji bioaktivitas
yang mudah, cepat, murah dan akurat yaitu dengan menggunakan larva udang
Artemia salina Leach dikenal dengan istilah Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).
Meyer dkk. (1982). Uji mortalitas larva udang merupakan salah satu metode uji
bioaktivitas pada penelitian senyawa bahan alam. Penggunaan larva udang untuk
kepentingan studi bioaktivitas sudah dilakukan sejak tahun 1956 dan sejak saat itu
telah banyak dilakukan pada studi lingkungan, toksisitas dan penapisan senyawa
bioaktif dari jaringan tanaman. Uji ini merupakan uji pendahuluan untuk
i
mengetahui residu pestisida, anastetik lokal, senyawa turunan morpin, mikotoksin,
karsinogenitas suatu senyawa dan polutan untuk air laut serta sebagai alternatif
metode yang murah untuk uji sitotoksisitas (Hamburger & Hostettmann 1991).
berdasarkan nilai Lethal Concentration 50% (LC50), yaitu suatu nilai yang
menunjukkan konsentrasi zat toksik yang dapat menyebabkan kematian hewan uji
sampai 50%. Data mortalitas yang diperoleh kemudian diolah dengan analisis
probit untuk menentukan nilai LC50 pada derajat kepercayaan 95%. Senyawa
kimia memiliki potensi bioaktif jika mempunyai nilai LC50 kurang dari 1.000
µg/ml (Meyer dkk. 1982). Uji BSLT dengan menggunakan larva udang Artemia
salina dilakukan dengan menetaskan telur telur tersebut dalam air laut yang
dibantu dengan aerasi. Telur Artemia salina akan menetas sempurna menjadi larva
dalam waktu 24 jam. Larva Artemia salina yang baik digunakan untuk uji BSLT
adalah yang berumur 48 jam sebab jika lebih dari 48 jam dikhawatirkan kematian
persediaan makanan (Meyer dkk. 1982). Kista ini berbentuk bulatan-bulatan kecil
berkualitas baik, apabila diinkubasi dalam air berkadar garam 5-70 permil akan
menetas sekitar 18-24 jam. Artemia salina yang baru menetas disebut nauplius,
berwarna orange, berbentuk bulat lonjong dengan panjang sekitar 400 mikron,
lebar 170 mikron dan berat 0,002 mg. Nauplius berangsur-angsur mengalami
menjadi dewasa. Pada setiap pergantian kulit disebut instar (Mudjiman 1995).
i
Keunggulan penggunaan larva udang salina untuk uji BSLT ini ialah sifatnya
yang peka terhadap bahan uji, waktu siklus hidup yang lebih cepat, mudah
dibiakkan dan harganya yang murah. Sifat peka. salina kemungkinan disebabkan
mudah dibiakkan. Larva yang baru saja menetas berbentuk bulat lonjong dan
badannya terdiri dari sepasang sungut kecil (anteluena atau antena I) dan sepasang
sungut besar (antena atau antena II). Di bagian depan di antara kedua sungut kecil
1988).
Filum : Arthopoda
Class : Crustaceae
Subclass : Branchiopoda
Bangsa : Anostraca
i
Famili : Artemiidae
Suku : Artemia
b. Morfologi
dan tergolong udang primitif. Nama Artemia diberikan untuk pertama kali
oleh Shlosscer yang menemukannya di suatu danau asin pada tahun 1755.
Artemia semula diberi nama Cancer salina oleh Linnaeus pada tahun 1778
melengkapi jasad renik ini menjadi Artemia salina Leach (Harefa, 2003).
1-2 cm. Dapat ditemukan pada air yang salinitasnya tinggi, seperti danau
asin, air laut, tidak dapat hidup di air tawar. Daur hidup Artemia salina L.
i
kepadatan telur dalam media penetesan (Hendrawati, 2009). Telur Artemia
salina L. dapat bertahan dalam kondisi kering dan dapat disimpan cukup
lama. Telur ini bila diberi air laut pada suhu 23 ºC maka ia akan menetes
dalam 1-2 hari dan dapat langsung digunakan dalam uji toksisitas. Uji
dalam uji ini adalah efek toksikan (respon) terhadap hewan uji. Respon
kematian untuk hewan uji seperti Artemia salina Leach. Nilai LC50
Proses penetasan Artemia salina Leach ada beberapa tahapan yaitu tahap
Tahap hidrasi terjadi penyerapan air sehingga telur yang diawetkan dalam
tahap pecahnya payung yang terjadi beberapa saat sebelum naupli (larva)
i
6. Habitat Artemia salina Leach.
Artemia salina Leach. memiliki resistensi luar biasa pada perubahan dan
mampu hidup pada variasi salinitas air yang luas dari seawater (2.9- 3.5%) sampai
the great salt lake (25-35%), dan masih dapat bertoleransi pada kadar garam 50%
(jenuh). Beberapa ditemukan di rawa asin hanya pada pedalaman bukit pasir
pantai, dan tidak pernah ditemui di lautan itu sendiri karena di lautan terlalu
buatan manusia yang biasa digunakan untuk mendapatkan garam dari lautan.
Insang membantunya agar cocok dengan kadar garam tinggi dengan absorbsi dan
ekskresi ion-ion yang dibutuhkan dan menghasilkan urin pekat dari glandula
maxillaris. Hidup pada variasi temperatur air yang tinggi pula, dari 6-37°C dengan
temperatur optimal untuk reproduksi pada 25°C (suhu kamar). Keuntungan hidup
pada lokasi berkadar garam tinggi adalah sedikitnya predator namun sumber
jenis Artemia salina Leach. ovovivipar, anakan yang keluar dari induknya sudah
berupa arak atau burayak yang dinamakan nauplis, sehingga sudah langsung dapat
hidup sebagai Artemia salina Leach. muda. Sedangkan pada cara ovipar, yang
keluar dari induknya berupa telur bercangkang tebal yang dinamakan siste. Proses
i
untuk menjadi nauplis masih harus melalui proses penetasan terlebih dahulu.
Kondisi ovovivipar biasanya terjadi bila keadaan lingkungan cukup baik, dengan
kadar garam kurang dari 150 per ml dan kandungan oksigennya cukup. Oviparitas
terjadi apabila keadaan lingkungan memburuk, dengan kadar garam lebih dari 150
per mil dan kandungan oksigennya kurang. Telur ini memang dipersiapkan untuk
lingkungan baik kembali, telur akan menetas dalam waktu 24-36 jam (Mudjiman,
Artemia salina Leach. yang sudah dewasa dapat hidup sampai enam bulan.
Sementara induk-induk betinanya akan beranak atau bertelur setiap 4-5 hari
sekali, dihasilkan 50-300 telur atau nauplius. Nauplis akan dewasa setelah
berumur 14 hari, dan siap untuk berkembang biak (Mudjiman, 1995). Artemia
salina Leach. dapat diperjualbelikan dalam bentuk telur istirahat yang disebut
diameter berkisar 200-300 mikron. Kista yang berkualitas baik akan menetas
sekitar 18-24 jam apabila diinkubasi air yang bersalinitas 5-70 permil. Ada
beberapa tahapan pada proses penetasan Artemia salina Leach. ini yaitu tahap
hidrasi, tahap pecah cangkang dan tahap payung atau tahap pengeluaran. Tahap
hidrasi terjadi penyerapan air sehingga kista yang diawetkan dalam bentuk kering
tersebut akan menjadi bulat dan aktif bermetabolisme. Tahap selanjutnya adalah
tahap pecah cangkang dan disusul tahap payung yang terjadi beberapa saat
i
8. Perilaku Artemia salina Leach.
cahaya, di alam hal tersebut dibuktikan dengan adanya gerakan tubuh menuju ke
permukaan karena sinar matahari sebagai sumber cahaya secara alami, dimana
akan selalu di permukaan saat siang hari dan tenggelam pada malam hari.
Intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat pula mengakibatkan respon fototaksis
negatif sehingga ia akan menjauhi cahaya. Artemia salina Leach. yang baru
menetas mempunyai perilaku geotaksis positif, hal ini terjadi ketika nauplius
tingkat toksisitas dari suatu zat atau bahan pencemar. Suatu senyawa kimia
dikatakan bersifat racun akut jika senyawa tersebut dapat menimbulkan efek racun
dalam jangka waktu singkat, dalam hal ini 24 jam, sedangkan jika senyawa
tersebut baru menimbulkan efek dalam jangka waktu yang panjang, disebut racun
kronis (karena kontak yang berulang-ulang walaupun dalam jumlah yang sedikit)
menyebakan keatian sebanyak 50% dari organisme uji yang dapat diestimasi
dengan grafik dan perhitungan pada suatu waktu pengamatan tertentu, misalnya
LC50 24 jam, LC50 48 jam, LC50 96 jam (Dhahiyat dkk, 1997) sampai waktu
i
hidup hewan uji. Selanjutnya pengujian efek toksik dihitung dengan menentukan
mortalitas dengan cara: akumulasi mati dibagi jumlah akumulasi hidup dan mati
(total) dikali 100%. Grafik dibuat dengan log konsentrasi sebagai sumbu x
regresi linier y = a + bx. Suatu zat dikatakan aktif atau toksik bila nilai LC50<
1000 µg/ml untuk ektrak dan < 30 µg/ml untuk suatu senyawa (Juniarti et al.,
berdasarkan LC50, yaitu kategori sangat tinggi / highly toxic apabila mampu 22
membunuh 50% larva pada konsentrasi 1 – 10 µg/ml, sedang / medium toxic pada
konsentrasi 10 – 100 µg/ml, dan rendah / low toxic pada konsentrasi 100 – 1000
µg/ml, seperti pada tabel kriteria tingkatan nilai toksisitas akut LC50 pada
lingkungan perairan :
i
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Alat
penguap, timbangan analitik, gelas ukur 100 mL, erlenmeyer 300 mL,
pengaduk kaca, penyaring Buchner, rotary evaporator, beaker glass 100 mL,
desikator, pipet tetes, pipet ukur, tabung reaksi, penjepit, corong kaca, labu
ukur, pipet mikro, bejana untuk penetasan telur udang, lampu dan botol vial
2. Bahan
(Centella asiatica (L.) Urban), etanol, etil asetat dan n-heksana, asam sulfat,
logam Mg, Formaldehid, asam klorida, asam asetat anhidrida, reagen mayer,
gelatin, kertas saring, aluminium foil, larva udang (Artemia salina Leach),
1. Lokasi
Waktu Penelitian
i
C. Populasi Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah Larva udang yang diperoleh dari
2. Sampel
D. Bahan Uji
Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah herba pegagan
1. Persiapan bahan
simplisia diserbukan.
i
2. Ekstraksi senyawa aktif dengan maserasi
dua kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Dikumpulkan semua
2009)
ekstrak sebanyak 0,1 gram dan dilarutkan dengan DMSO sebanyak 50 mℓ (500
i
ppm), kemudian dibuat pengenceran ekstrak dengan konsentrasi 20 ppm dengan
cara pipet mℓ dari larutan stock kedalam wadah kemudian dicukupkan dengan
air laut hingga 20 mℓ, untuk konsentrasi 40 ppm dengan cara pipet mℓ dari
larutan stock kedalam wadah kemudian dicukupkan dengan air laut hingga mℓ,
untuk konsentrasi 60 ppm dengan cara pipet mℓ dari larutan stock kedalam
wadah kemudian dicukupkan dengan air laut hingga mℓ, untuk konsentrasi 80
ppm dengan cara pipet mℓ dari larutan stock kedalam wadah kemudian
dicukupkan dengan air laut hingga 20 mℓ, untuk konsentrasi 100 ppm dengan
cara pipet mℓ dari larutan stock kedalam wadah kemudian dicukupkan dengan
c. Penetasan telur
sedangkan di ruang sebelahnya diberi air laut. Ke dalam air laut dimasukkan ±
50−100 mg telur udang untuk ditetaskan. Pada bagian telur ditutup dengan
aluminium foil, dan lampu dinyalakan selama 24−48 jam untuk meneteskan
d. Uji Toksisitas
membuat larutan stok 500 ppm. Dari larutan stok tersebut kemudian dipipet
i
60 ppm, 80 ppm, 100 ppm dan satu kontrol negatif. Selanjutnya dimasukkan
berisi 10 ml air laut dan setetes larutan ragi roti, kemudian ditambahkan air
F. Definisi Operasional
2. Uji Toksisitas adalah uji untuk mendeteksi efek toksis suatu zat pada sistem
biologi
3. LC50 adalah perhitungan atau menentukan keaktivan dari suatu ekstrak atau
senyawa
4. BSLT ( Brine Shrimp lethality test) adalah merupakan metode uji yang
5. Herba ialah tumbuhan yang mempunyai daun, buah, batang dan akar, yang
mengandung satu atau lebih bahan aktif yang dapat digunakan untuk
menyembuhkan penyakit.
G. Analisis Data
Data yang diperoleh dibuat dalam bentuk tabel dan grafik, kemudian
dapat diketahui dengan melakukan uji LC50 menggunakan program MINITAB 14.
i
akumulasi mati
Persen kematian (%) = x 100 %
akumulasi total
Grafik dibuat dengan log konsentrasi sebagai sumbu x terhadap mortalitas sebagai
y = a + bx.
Suatu zat dikatakan aktif atau toksik bila nilai LC 50 < 1000 ppm untuk ektrak dan <
i
BAB IV
A. Hasil Pengamatan
Tabel 4.1. Data hasil pengamatan kematian larva udang (Artemia salina
Leach) setelah 24 jam perlakuan
i
Tabel 4.2. Data hasil pengamatan kontrol kematian larva udang (Artemia
salina Leach) setelah 24 jam perlakuan
B. Pembahasan
Telah dilakukan penelitian uji toksisitas ekstrak herba pegagan (Centella
asiatica L.) terhadap larva udang (Artemia salina Leach) dengan metode Brine
Shrimp Lethality Test (BSLT), metode ini adalah salah satu bentuk pengujian
toksisitas akut dengan melihat nilai LC50 yang merupakan ukuran aktivitas suatu
digunakan dalam pengujian hewan uji terhadap larva udang (Artemia salina
Leach).
i
Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak herba
pegagan (Centella asiatica L.) yang di peroleh dari daerah Malino Provinsi
diambil pada pagi hari (pukul 08.00- 11.00) dan bagian tumbuhan yang diambil
Heksan yang direndam selama 6 jam dan didiamkan selama 18 jam untuk
memperoleh ekstrak cair lalu ekstrak cair tersebut diuapakan dengan vakum
udang (Artemia salina Leach) dengan metode Brine Shrimp Lethally Test
(BSLT) yang di diamkan selama 1 x 24 jam pada climatic chamber dengan suhu
Pada penelitian ini bahan uji ekstrak herba pegagan (Centella asiatica L.)
dengan sampel uji larva udang (Artemia salina Leach) di uji dengan variasi
konsentarasi 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm, 100 ppm, dan kontrol negative
pada kontrol negatif terdapat 10 ekor larva mati dan 5 ekor hidup dengan %
total larva yang mati 14 dan persen mortalitasnya 31 %, pada konsentrasi 40 ppm
untuk replikasi 1 sampai 3 total larva yang mati 18 dan persen mortalitasnya 40
%, pada konsentrasi 60 ppm untuk replikasi 1 sampai 3 total larva yang mati 25
i
dan persen mortalitasnya 56 %, pada konsentrasi 80 ppm untuk replikasi 1 sampai
3 total larva yang mati 29 dan persen mortalitasnya 64 %, pada konsentrasi 100
ppm untuk replikasi 1 sampai 3 total larva yang mati 30 dan persen mortalitasnya
67 %.
ppm, replikasi 1-3 total larva yang mati 2 dan persen mortalitasnya 4 %.
Konsentrasi 40 ppm, replikasi 1-3 total larva yang mati 3 dan persen
mortalitasnya 7 %. Konsentrasi 60 ppm, replikasi 1-3 total larva yang mati 7 dan
mati 9 dan persen mortalitasnya 20 %. Konsentrasi 100 ppm, replikasi 1-3 total
Dilihat dari data yang diperoleh kematian larva Aretmia salinaa Leach
yang dimatikan sampel dan larutan DMSO dapat dilihat pada perhitungan %
kematian.
Data perhitungan nilai LC50 dengan analisis probit dapat dilihat pada
lampiran 4. Berdasarkan hasil analisis probit diperoleh nilai LC50 herba pegagan
(centella asiatica L.) yaitu 100 ppm. Berdasarkan hasil yang diperoleh
maka mortalitas terhadap Artemia juga semakin besar. Hal ini sesuai dengan
maka sifat toksiknya akan semakin tinggi yaitu dengan hasil nilai LC50 < 1000
ppm dari
i
Mayer (1982) dalam Farihan (2006) melaporkan bahwa suatu ekstrak
kematian 50% hewan uji pada konsentrasi kurang dari 1000 ppm.
i
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
berikut:
1. Ekstrak herba pegagan (centella asiatica L.) bersifat toksik pada larva udang
2. Berdasarkan dengan metode reed and muench diperoleh nilai LC50 sebesar
100 ppm.
A. Saran
selanjutnya dapat dilanjutkan uji toksisitas Sub akut ekstrak herba pegagan
i
DAFTAR PUSTAKA
Food and Drug Administration Guidance for (2000) Industry: Botanical Drug
Products, Washington DC, Center for Drug Evaluation and Research.
Francis S.C, Thomas M.T. (2016). Essential oil profiling of Centella asiatica (L.)
Urban medicinally important herb. South Indian J Biol Sci.
Jamil S.S, Nizami Q, Salam M. (2007). Centella asiatica (Linn.) Urban review.
Nat Prod Radiance.
James J.T, Dubery I.A.(2009). Pentacyclic triterpenoids from the medicinal herb,
(Centella asiatica (L.) Urban.) Molecules.
P.K. Chauhan1 and V. Singh. Acute and Subacute Toxicity study of the Acetone
Leaf extract of Centella asiatica in Experimental Animal Models. Asian
Pacific Journal of Tropical Biomedicine.Elsevier.
Roy D.C, Barman S.K, Shaik M.M. (2013). Current updates on Centella asiatica:
Phytochemistry, pharmacology and traditional uses. Medical Plant
Research.
Yu Q.L, Duan H.Q, Takaishi Y, Gao W.Y. (2006). A Novel Triterpene from
Centella asiatica. Molecules.
Backer, C.A., Van den Brink Jr, R.C.B. 1965. Flora Of Java. Nedherland: Noordh
of Gronirgen
Winarto, W.R dan Maria Surbakti. (2003). Khasiat dan Manfaat Pegagan. Jakarta:
Agromedia Pustaka.
MacKay D. & Miller A. L., (2003), Nutritional Support for Wound Healing,
Alternative Medicine Review, 8, 369-370.
i
Sikarrepaisan, P., Suksamrarn, A., & Supaphol, P., (2008), Electrospun Gelatin
Fiber Mats Containing A Herbal Centella asiatica Extract and Release
Characteristic of Asiaticoside, Nanotechnology, 2.
Ansel, HC. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Ed.4). (Fanda Ibrahim,
Penerjemah). Jakarta : UI Press.
Dhahiyat, Y. dan Djuangsih. 1997. Uji Hayati (Bioassay); LC50 (Acute Toxicity
Tests) Menggunakan Daphnia dan Ikan. PPSDAL LP Universitas
Padjadjaran, Bandung.
Harefa, F., 1987, Pembudidayaan Artemia salina untuk Pakar Udang dan Ikan,
Penerbit Swadaya, Jakarta.
i
Wibowo, S., Bagus S. S. U., Th. Dwi S., dan Syamdidi. (2013). Artemia untuk
Pakan Ikan dan Udang, Penebar Swadaya Grup, Jakarta.
Mudjiman, A. 1995. Udang Renik Air Asin (Artemia salina). Bhatara Karya
Aksara, Jakarta.
Mudjiman, A. 1988. Udang Renik Air Asin (Artemia salina). Bhatara Karya
Aksara, Jakarta
Anonim (2011). Acuan Sediaan Herbal (Vol. 5). Jakarta : Badan POM RI.
i
Lampiran 1. Skema kerja
Herba Pegagan
(Centella asiatica (L.)
- Sortasi basah
- Sortasi kering
- Uji kadar air
Larva Udang
(Artemia salina) Simplisia kering herba
pegagan
- Penetasan
- Maserasi dengan pelarut
n-Heksan
Data
Analisis data
Kesimpulan
i
Lampiran 2. Perhitungan Pengenceran, Perhitungan Presentase Kematian,
Perhitungan Kontrol Kematian dan Perhitungan Nilai LC50
a. Perhitungan Pengenceran
Ekstrak herba pegagan (Centella asiatica (L.)
5 𝑚𝑔 5 𝑚𝑔
= = 500 𝑝𝑝𝑚
10 𝑚ℓ 0,01 𝑚ℓ
i
V1= 0,8 ml
Jadi dipipet 0,8 ml dari larutan stock kemudian dicukupkan volumenya dengan
air laut hingga 10 ml.
- Untuk 60 ppm dalam 10 ml
V1 .N1=V2 .N2
V1× 500 =10x 60
V1=(10 x 600)/500
V1=600/500
V1=1,2 ml
Jadi dipipet 1,2 ml dari larutan stock kemudian dicukupkan volumenya dengan
air laut hingga 10 ml.
- Untuk 80 ppm dalam 10 ml
V1 .N1=V2 .N2
V1× 500 =10× 80
V1=(10 x 800)/500
V1=800/500
V1=1,6 ml
Jadi dipipet 1,6 ml dari larutan stock kemudian dicukupkan volumenya dengan
air laut hingga 10 ml.
- Untuk 100 ppm dalam 10 ml
V1 .N1=V2 .N2
V1× 500 =10×100
V1=(10× 1000)/500
V1=1000/500
V1= 2 ml
Jadi dipipet 2 ml dari larutan stock kemudian dicukupkan volumenya dengan air
laut hingga 10 ml.
i
b. Perhitungan Presentase Kematian Larva
𝐤𝐮𝐦𝐮𝐥𝐚𝐭𝐢𝐟 𝐦𝐚𝐭𝐢
Persen kematian (%) = × 𝟏𝟎𝟎%
𝐤𝐮𝐦𝐮𝐥𝐚𝐭𝐢𝐟 𝐭𝐨𝐭𝐚𝐥
4,6
1. 20 ppm = 10,3 + 4,6 = 14,9 = × 100%
14.9
= 31 %
6
2. 40 ppm = 9 + 6 = 15 = × 100%
15
= 40 %
8,3
3. 60 ppm = 6,6 + 8,3 = 14,9 = × 100%
14,9
= 56 %
9,6
4. 80 ppm = 5,3 + 9,6 = 14,9 = × 100%
14,9
= 64 %
45
5. 100 ppm = 0 + 45 = 45 = × 100%
45
= 100 %
i
c. Perhitungan Kontrol Kematian Larva
𝐤𝐮𝐦𝐮𝐥𝐚𝐭𝐢𝐟 𝐦𝐚𝐭𝐢
Persen kematian (%) = × 𝟏𝟎𝟎%
𝐤𝐮𝐦𝐮𝐥𝐚𝐭𝐢𝐟 𝐭𝐨𝐭𝐚𝐥
0,6
6. 20 ppm = 14,3 + 0,6 = 14,9 = × 100%
14.9
= 4%
1
7. 40 ppm = 14 + 1 = 15 = × 100%
15
= 7%
2,3
8. 60 ppm = 12,6 + 2,3 = 14,9 = × 100%
14,9
= 16 %
3
9. 80 ppm = 12 + 3 = 15 = × 100%
15
= 20 %
7
10. 100 ppm = 8 + 7 = 15 = × 100%
15
= 47 %
i
d. Tabel Perhitungan Nilai LC50
Untuk mendapatkan nilai probit diatas, maka konsep yang digunakan adalah
sebagai berikut :
1. 20 ppm = 31 % - 4 %
= 27 %
2. 40 ppm = 40 % - 7 %
= 33 %
3. 60 ppm = 56 % - 16 %
= 40 %
4. 80 ppm = 64 % - 20 %
= 44 %
= 53
i
Lampiran 3. Tabel Probit
i
Lampiran 4. Data Hasil Analisis LC50
nilai probit
5.20
5.10
5.00 y = 0.9307x + 3.1282
R² = 0.9368
4.90
4.80
nilai probit
4.70
Linear (nilai probit)
4.60
4.50
4.40
4.30
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50
i
Tabel 2. Hasil LC50
LC 50
No. Kode
(ppm)
i
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian
i
Gambar 5.3 Proses pemotongan sampel
i
Gambar 5.5 Perajangan dan proses pengeringan herba pegagan (Centella
asiatica L.)
Gambar 5.6 Hasil proses pengeringan herba pegagan (Centella asiatica L.)
i
Gambar 5.7 Proses maserasi n-Heksan
i
Gambar 5.9 Ekstrak kental herba pegagan (Centella asiatica L.)
i
Gambar 5.11 Penimbangan ekstrak kental
i
Gambar 5.13 Telur larva Udang (Artemia salina Leach)
Gambar 5.14 Proses penetasan telur larva udang (Artemia salina Leach)
i
Gambar 5.15 Proses pemipetan larva udang (Artemia salina Leach)
i
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN