Anda di halaman 1dari 71

SKRIPSI

UJI TOKSISITAS EKSTRAK HERBA PEGAGAN (Centella


asiatica L.) TERHADAP LARVA UDANG (Artemia salina
Leach)DENGAN METODE BRINE SHRIMP
LETHALITY TEST (BSLT)

MOHAMAD IRFAN

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PANCASAKTI
MAKASSAR
2019

i
UJI TOKSISITAS EKSTRAK HERBA PEGAGAN (Centella
asiatica L.) TERHADAP LARVA UDANG (Artemia salina
Leach)DENGAN METODE BRINE SHRIMP
LETHALITY TEST (BSLT)

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana

Program Studi
Farmasi

Disusun dan Diajukan oleh :


Kepada

MOHAMAD IRFAN
512 17 011 029

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PANCASAKTI
MAKASSAR
2018

i
SKRIPSI

UJI TOKSISITAS EKSTRAK HERBA PEGAGAN (Centella asiatica L.)


TERHADAP LARVA UDANG (Artemia salina Leach)
DENGAN METODE BRINE SHRIMP
LETHALITY TEST (BSLT)

Disusun dan diajukan oleh :

MOHAMAD IRFAN

512 17 011 029

Menyetujui

Tim pembimbing

Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua

Syachriyani, S.Si., M.Si., Apt. Farid Fani Temarwut, S.Farm., Apt.

Ketua Program Studi Farmasi

Muh. Aris, S.Si., M.Si., Apt.

i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Mohamad Irfan

Nomor Mahasiswa : 512 17 011 029

Program Studi : Farmasi

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-

benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan

tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat

dibuktikan sebagian keseluruhan skripsi ini hasil karya orang lain, saya bersedia

menerima sangsi atas perbuatan tersebut.

Makassar, 2019

Yang menyatakan,

Mohamad Irfan

i
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat

dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat

beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabiullah

Muhammad SAW. Amiin. Penulisan ini diajukan untuk memenuhi salah satu

syarat guna menempuh ujian akhir pada pendidikan Strata Satu Jurusan Farmasi

Universitas Pancasakti Makassar.

Skripsi ini berjudul UJI TOKSISITAS EKSTRAK HERBA PEGAGAN


(Centella asiatica L.) TERHADAP LARVA UDANG (Artemia salina Leach)
DENGAN METODE BRINE SHRIMP
LETHALITY TEST (BSLT)
Dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari akan

keterbatasan sebagai manusia biasa yang membutuhkan bantuan orang lain. Oleh

sebab itu penulis telah melibatkan berbagai pihak, guna penyempurnaan penulisan

skripsi ini baik berupa buah pikiran maupun dukungan moril, sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis dengan penuh rasa

hormat menyampaikan terima kasih kepada Ibu Syachriyani., S.Si., M.Si., Apt

selaku pembimbing pertama dan Bapak Farid Fani Temarwut., S.Farm., Apt

selaku pembimbing kedua, atas bantuan dan bimbingannya yang telah diberikan

mulai dari pengembangan minat terhadap permasalahan penelitian ini,

pelaksanaan penelitian sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini.

i
Dengan selesainya skripsi ini, penulis tak lupa pula menyampaikan rasa

terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Rektor Universitas Pancasakti atas kesempatan yang diberikan kepada penulis

untuk menambah dan meningkatkan ilmu pengetahuan.

2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Pancasakti.

3. Ketua jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Pancasakti.

4. Kepala Laboratorium Biokima Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Hasanuddin Makassar yang telah memberikan izin untuk

menggunakan fasilitas laboratorium.

5. Kepala Perpustakaan Universitas Pancasakti atas segala bantuannya yang telah

menyediakan buku dan literature yang relevan untuk skripsi ini.

6. Bapak/ibu dosen serta staf karyawan Fakultas MIPA khususnya Jurusan

Farmasi yang telah banyak memberikan bantuan dan arahan selama mengikuti

pendidikan selama ini.

7. Teristimewa pada (almr) Ayahanda Ismail Werbay dan Ibunda tercinta

Nurjanah. F. Labonu yang telah begitu sabar dalam menasehati, mendidik

dan memotivasi ananda hingga mampu mengenyam pendidikan hingga saat

ini. Untuk Doa dan kasih sayang, perhatian dan segala dukungan baik moril

dan materil, semoga ALLAH Subhana Wataalah memberikan umur panjang

dan kesehatan, Amin. Untuk Semua Keluargaku yang telah mendukung dan

i
memberikan perhatian selama ini sehingga saya dapat menyelesaikan

pendidikan jurusan farmasi di Universitas Pancasakti.

8. Kepada ke lima saudara saya, Nurdia werbay, Moh. Jawin werbay, Moh.

syarif Werbay, Moh. Rifai Werbay dan Moh. Abdullah Werbay yang

selalu memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis.

9. Para sahabat, saudara, dan rekan-rekan Mahasiswa konversi seperjuangan

dalam suka duka melangkah bersama menjadi farmasis yang professional.

Terkhususnya Ananta srywahyuni, andryani, Sri noor rahmani, Febry nan

tanjing, Deviyana, Jasminti, Fadly, dan Moh fitrah. Semoga kebaikan dan

bantuan yang telah diberikan pada penulis, bernilai amal ibadah disisi Allah

SWT Amin. Harapan penulis kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita

semua.

Makassar, 2019

Mohamad Irfan

i
ABSTRAK

MOHAMAD IRFAN UJI TOKSISITAS EKSTRAK HERBA PEGAGAN


(Centella asiaticaL.) TERHADAP LARVA UDANG (Artemia salina Leach)
DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT). (Dibimbing
oleh SYACHRIYANI dan FARID FANI TEMARWUT)
Ekstrak Herba Pegagan (Centella asiatica L.) adalah tanaman obat
potensial yang dapat mengatasi berbagai jenis penyakit. Manfaat tanaman ini
sangat besar di dunia kedokteran. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
menentukan tingkat toksisitas ekstrak herba pegagan dengan menggunakan
pelarut n-Heksan dan juga untuk mengetahui pada konsentrasi berapa ekstrak
herba pegagan (Centella asiatica L.) dapat memberikan efek toksik. Penelitian ini
dilakukan dengan mengekstraksi sampel dengan pelarut n-Heksan kental
menggunakan rotavapor. Ekstrak pegagan yang diperoleh lalu diuji toksisitasnya
terhadap larva udang (Artemia salina Leach) dengan metode BSLT dengan
konsentrasi 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm, dan 100 ppm. Dengan
menggunakan media air laut, kemudian dihitung data kematian larva udang
berdasarkan jumlah larva udang yang mati, terhadap total larva yang digunakan.
Hasil penelitian menunjukkan pada konsentrasi 40 ppm, ekstark herba
pegagan (Centella asiatica L.) sudah mempunyai tingkat kematian yang tinggi
terhadap larva udang (Artemia salina Leach), sehingga berdasarkan analisis probit
diperoleh nilai LC50<100 ppm dari 40,64 ppm
Kata kunci; Herba Pegagan, Ekstrak, Uji Toksisitas, artemia salina leach dan
BSLT

i
ABSTRACT

MOHAMAD IRFAN TEST THE TOXICITY OF PEGAGAN HERBA


EXTRACT (Centella asiatica L.) ON SHRIMP LARVA (Artemia salina Leach)
USING BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT) METHOD. (Supervised
by SYACHRIANI and FARID FANI TEMARWUT)
Herba Pegagan Extract (Centella asiatica L.) is a potential medicinal
plant that can overcome various types of diseases. The benefits of this plant are
very large in the medical world. This study was conducted with the aim to
determine the toxicity level of extract of gotu kola herb using n-hexane solvent
and also to determine the concentration of how much extract of Centella asiatica
L. herb can have toxic effects. This research was carried out by extracting samples
with thick n-hexane solvent using a rotary evaporator. Gotu kola extract was then
tested for its toxicity against shrimp larvae (Artemia salina Leach) with the BSLT
method with concentrations of 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm, and 100 ppm.
By using seawater media, then the mortality data of shrimp larvae were calculated
based on the number of dead shrimp larvae, on the total larvae used.

The results showed that at a concentration of 40 ppm, the extract of


Pegagan herb (Centella asiatica L.) had a high mortality rate for shrimp larvae
(Artemia salina Leach), so based on probit analysis, LC50 <100 ppm from 40.64
ppm was obtained.

Keywords; Herbs Pegagan, Extract, Toxicity Test, artemia salina Leach and
BSLT

i
DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGAJUAN i

HALAMAN PEGESAHAN iii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI iv

PRAKATA v

ABSTRAK viii

ABSTRACT ix

DAFTAR ISI x

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN xvii

BAB. I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 3

C. Tujuan Penelitian 3

D. Manfaat Penilitian 3

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA 4

A. Kajian Teori 4

1. Tanaman Herba Pegagan 4

a. Klasifikasi Tanaman 4

i
b. Morfologi Tumbuhan 5

c. Kandungan Kimia 6

d. Khasiat Tumbuhan 6

2. Ekstrak 6

a. Maserasi 7

b. Maserasi Menggunakan Mesin Pengaduk 7

c. Perkolasi 7

d. Soxhletasi 8

e. Refluks 8

f. Infus 12

g. Dekokta 13

i. Fraksinasi 18

3. Uji Toksisitas 21

4. Brine Shrimp Lethality (BSLT) 22

5. Artemia Salina Leach 23

a. Klasifikasi 24

b. Morfologi 25

6. Habitat Artemia Salina Leach 25

7. Perkembangan dan Siklus Hidup 25

8. Perilaku Artemia Salina Leach 26

9. Lethal Concentration – 50 (LC-50) 26

i
BAB. III METODE PANELITIAN 29

A. Alat dan Bahan 29

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 29

C. Populasi Sampel 29

1. Populasi 29

2. Sampel 29

D. Bahan Uji 30

E. Teknik Pengambilan Data 30

1. Persiapan Bahan 30

a. Pengambilan Bahan Uji 30

b. Pengolahan Bahan Uji 31

2. Ekstraksi Senyawa Aktif dengan Maserasi 31

3. Toksisitas Dengan Larva Udang (Artemia salina Leach) 31

a. Pembuatan Larutan Ragi 31

b. Pembuatan Larutan Stok 32

c. Penetasan Telur Larva 32

d. Uji Toksisitas Kematian Larva 32

F. Definisi Operasional 32

G. Analisis Data 33

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN 35

A. Hasil Pengamatan 35

B. Pembahasan 37

i
BAB. V PENUTUP 40

A. Kesimpulan 40

B. Saran 40

DAFTAR PUSTAKA

i
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Tingkatan Nilai Toksisitas Akut 23


Tabel 4.1. Data hasil pengamatan kematian larva udang (Artemia salina
Leach) setelah 24 jam perlakuan 35
Tabel 4.2. Data hasil pengamatan kontrol kematian larva udang (Artemia
salina Leach) setelah 24 jam perlakuan 35

Tabel Perhitungan Nilai LC50 35

Tabel 1. Log [Sampel] VS Nilai Probit 45

Tabel 2. Hasil LC50 44

i
DAFTAR GAMBAR

Halaman

GAMBAR 1 : Tumbuhan Herba Pegagan (Centella asiatica L) 1

GAMBAR 2 : Hewan Larva Udang (Artemia salina Leach) 2

GAMBAR 3 : Pencucian herba pegagan (Centella asiatica L.) 3

GAMBAR 4 : Proses pemotongan sampel 4

GAMBAR 5 : Sortasi kering herba pegagan (Centella asiatica L.) 5

GAMBAR 6 : Perajangan dan proses pengeringan herba pegagan


(Centella asiatica L.) 6

GAMBAR 7 : Hasil proses pengeringan herba pegagan


(Centella asiatica L.) 7

GAMBAR 8 : Proses maserasi n-Heksan 8

GAMBAR 9 : Ekstrak cair herba pegagan (Centella asiatica L.) 9

GAMBAR 10 : Ekstrak kental herba pegagan (Centella asiatica L.) 10

GAMBAR 11 : Rotavapor 11

GAMBAR 12 : Penimbangan ekstrak kental 12

GAMBAR 13 : Proses melarutkan ekstrak pegagan dan pembuatan


larutan stok 12

GAMBAR 14 : Telur larva Udang (Artemia salina Leach) 13

GAMBAR 15 : Proses penetasan telur larva udang


(Artemia salina Leach) 14

GAMBAR 16 : Proses pemipetan larva udang (Artemia salina Leach 15

GAMBAR 17 : Pengamatan larva udang yang mati 16

i
DAFTAR LAMPIRAN

halaman

Lampiran : Skema Kerja 40

Lapiran 2 : Perhitungan Pengenceran 42

Lampiran 3 : Perhitungan Presentase Kematian Larva Udang 43

Lampiran 4 : Perhitungan Nilai LC50 44

Lampiran 5 : Probit 45

Lampiran 6 : Data Hasil Analisis LC50 46

Lampiran 7 : Dokumentasi Hasil Penelitian 47

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Penggunaan obat-obatan herbal menyiratkan penggunaan sejarah yang

substansial, dan hal ini tentu berlaku untuk banyak produk yang tersedia sebagai

'obat herbal tradisional'. Di banyak negara berkembang, sebagian besar penduduk

bergantung pada praktisi obat tradisional tanaman obat dalam rangka memenuhi

kebutuhan perawatan kesehatan. obat-obatan herbal sering mempertahankan

alasan sejarah dan budaya. Produk tersebut telah menjadi lebih luas tersedia

secara komersial, terutama di negara-negara maju karena memiliki potensi yang

besar dalam pengembangannya sebagai herbal medicine (Food and Drug

Admintration, 2002).

Tanaman Pegagan (Centella asiatica) ini umumnya dikenal sebagai Gotu

Kola, Asiatic pennywort, India pennywort atau Spadeleaf dalam family

Umbelliferae Apiaceae. Di Cina, Asia Tenggara, India, Sri Lanka, Oceania, dan

Afrika, tanaman ini telah lama digunakan sebagai sayuran. Di Asia Tenggara,

digunakan sebagai obat tradisional untuk pengobatan berbagai penyakit seperti

penyakit kulit, rematik, peradangan, sifilis, penyakit mental, epilepsi, histeria,

dehidrasi, dan diare (Yu QL. dkk, 2006).

Pegagan (Gotu Kola) di India dalam dunia Kedokteran di gunakan

untuk meningkatkan memori dan untuk pengobatan penyakit kulit dan gangguan

nervine. Tanaman ini sudah lama digunakan oleh orang-orang Jawa di Indonesia.

i
Di Cina, lebih dari 2000 tahun yang lalu, menjadi salah satu "keajaiban ramuan

kehidupan" (Nizami Q. dkk, 2007).

Kandungan kimia pegagan digunakan untuk pengobatan berbagai

penyakit. Komponen kimia telah diidentifikasi mengarah ke sifat terapeutik.

Asam asiatik, asiaticoside, dan madecassoside membentuk konstituen utama yang

bertanggung jawab untuk efek Farmakologi selain kaya flavonoid dan terpenoids

(Roy D.C. dkk, 2013). Centelloid adalah istilah yang diberikan untuk berbagai

konstituen Metabolit sekunder yang diproduksi oleh pabrik yang terutama terdiri

dari pentacyclic triterpenoid saponin (James J.T. dkk, 2009). P-cymene-(44%)

serta senyawa volatil lain ditemukan dalam jumlah yang menonjol dalam minyak

esensial dari Pegagan pada analisis dengan spektrometri massa kromatografi gas

(GC-MS) ( Francis S.T; Thomas M.T,2016).

Estimasi kuantitatif dari triterpenoids menunjukkan kandungan

asiaticoside tertinggi (6,42%), triterpen dan saponin, asam 2α,3β,2,3-

trihydroxyurs dan 2α, 3β, 2,3 trihydroxyurs, asam α-l-rhamnopyranosy, O-β-

dglucopyranosyl, O-β-d glucopyranosyl ester, telah terisolasi struktur minyak

menguap Centella asiatica, menggunakan metode spektral (Yu QL. dkk, 2007).

Uji toksisitas dengan menggunakan metode BSLT dimaksudkan untuk

menentukan potensial suatu senyawa sebagai racun dengan mengetahui tingkat

toksisitas dari suatu ekstrak, seperti ekstrak pegagan (Fajarningsih dkk, 2006). Uji

toksisitas dengan metode BSLT dapat dilakukan dengan cepat, murah dan mudah,

sehingga banyak digunakan sebagai tahapan awal (skrining) dalam penapisan

ekstrak bahan aktif (Elzi puspita sari dkk, 2018).

i
Beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait dari tanaman Pegagan

yaitu Studi Toksisitas Akut dan Sub Kronis Ekstrak Pegagan Standar ECa 233

(Chivapat S. dkk, 2011). Studi Toksisitas Akut dan Sub Akut Ekstrak Aseton

Daun Pegagan pada hewan Uji Model Eksperimental (Chauhan P.K; Singh V,

2012). Kemudian Histopatologi Ginjal Tikus Putih akibat Pemberian Ekstrak

Pegagan (Centella asiatica) Peroral (Putu N, 2013).

Dengan demikian peneliti tertatik melakukan penelitian “Uji Toksisitas

Ekstrak Herba Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) Terhadap Larva Udang

(Artemia salina Leach) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada penelitian

ini adalah Bagaimana Toksisitas Ekstrak Herba Pegagan (Centella asiatica (L.)

Urban) Terhadap Larva Udang (Artemisia salina Leach) dengan Metode Brine

Shrimp Lethality Test (BSLT).

C. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui Toksisitas Ekstrak Herba

Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) Terhadap Larva Udang (Artemia salina

Leach) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).

i
D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat

mengenai penggunaan tumbuhan pegagan yang berlebihan dapat terjadi toksisitas

dan sebagai sumber rujukan data ilmia untuk penelitian lanjutan tentang

penggunaan tanaman pegagan sebagai alternatif pengobatan atau sebagai Obat

Tradisional.

i
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Tanaman Herba Pegagan

Gambar 2.1: Herba Pegagan

a. Klasifikasi Tanaman
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub devisio : Angiospermae
Klass : Dicotyledone
Ordo : Umbilales
Family : Umbilaferae
Genus : Centella
Spesies : Centella asiatica L. Urban (Backer dkk, 1986)

b. Morfologi tumbuhan

Herba pegagan (Centella asiatica L. Urban) merupakan tanaman liar

yang banyak tumbuh di perkebunan, ladang, tepi jalan, pematangan sawah

ataupun di ladang agak basah (Besung, 2009). Herba pegagan tumbuh merayap

menutupi tanah, tidak memiliki batang, tinggi tanaman antara 10 – 50 cm.

i
Herba pegagan memiliki daun satu helaian yang tersusun dalam roset akar dan

terdiri dari 2 –10 helai daun. Daun berwarna hijau dan berbentuk seperti kipas,

buah berbentuk pinggang atau ginjal. Herba pegagan juga memiliki daun

yang permukaan dan punggungnya licin, tepinya agak melengkung ke atas,

bergerigi, dan kadang-kadang berambut, tulangnya berpusat di pangkal dan

tersebar ke ujung serta daunnya memiliki diameter 1-7 cm (Winarto, 2003).

Herba pegagan memiliki tangkai daun berbentuk seperti pelepah, agak panjang

dan berukuran 5-15 cm. Pada tangkai herba pegagan dipangkalnya terdapat daun

sisik yang sangat pendek, licin, tidak berbulu, berpadu dengan tangkai daun.

Herba pegagan memiliki bunga putih atau merah muda yang tersusun dalam

karangan yang berbentuk payung. Buah pegagan berbentuk lonjong atau pipih,

berbau harum dan rasanya pahit, panjang buah 2-2,5 mm. Buah pegagan

berdinding agak tebal, kulitnya keras, berlekuk dua, berusuk jelas, dan berwarna

kuning (Winarto, 2003).

c. Kandungan dan Khasiat

Kemampuan pegagan untuk menyembuhkan luka bakar karena salah satu

kandungan dari tanaman ini mengandung asiaticoside, senyawa flavonoid,

fenolik, minyak atsiri (Minija dkk, 2003), dan saponin dari pegagan yang dapat

menstimulasi pembentukan kolagen (Mackay dkk, 2003) dan untuk revitalisasi

sel, agar mempercepat penyembuhan luka bakar (Permadi, 2008).

i
d. Asiaticoside

Kandungan utama senyawa aktif dari herba pegagan yang berperan dalam

penyembuhan luka bakar adalah senyawa asiatikoside (Sikareepaisan dkk, 2011).

Selain itu, asiatikoside mempunyai khasiat dalam menyembuhkan berbagai

penyakit kulit, TBC, gangguan mental (Jamil dkk, 2007). Telah diteliti

sebelumnya, aktivitas farmakologi senyawa asiatikoside dalam proses

penyembuhan luka bakar adalah dengan meningkatkan sintesis kolagen tipe 1

yang dihasilkan fibroblas dan kekuatan tarik (tensile strength) yang berperan

untuk menautka tepi luka dan memperkuat jaringan luka (Sikareepaisan dkk,

2010). Oleh karena itu, asiatikoside dapat digunakan untuk menyembuhkan luka

bakar yang terjadi karena kerusakan jaringan ikat yang di dalamnya mengandung

sel fibroblas.

2. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa serbuk yang

tersisa diperlakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan. Berdasarkan konsistensinya, ekstrak dapat dibagi menjadi 3 bentuk,

yaitu ekstrak cair (extracta fluida/ liquida), ekstrak kental (extracta spissa), ekstrak

kering (extracta sicca). Ekstrak cair biasanya masih mengandung sejumlah pelarut

tertentu (kadar air lebih dari 20%), ekstrak kental merupakan ekstrak yang

pelarutnya telah diuapkan sampai batas tertentu (kadar air 10-20%). Ekstrak

i
tumbuhan obat yang dibuat dari simplisia nabati dapat digunakan sebagai bahan

awal, bahan antara atau bahan produk jadi. Ekstrak sebagai bahan awal

dianalogkan dengan komoditi bahan baku obat yang dengan teknologi fitofarmasi

diproses menjadi produk jadi, sedangkan ekstrak sebagai bahan antara merupakan

bahan yang dapat diproses lagi menjadi fraksi-fraksi, isolat senyawa tunggal

ataupun sebagai campuran dengan ekstrak lain. Adapun sebagai produk jadi

berarti ekstrak yang berada dalam sediaan obat jadi siap digunakan (Anonim,

2000).

Metode ekstraksi yang sering digunakan adalah :

a. Maserasi

Maserasi berasal dari kata “macerare” artinya melunakkan. Maserasi

adalah penarikan simplisia. Maserasi adalah cara penarikan simplisia dengan

cara merendam simplisia dalam cairan penyari pada suhu biasa atau

pemakaian pemanasan. Ph. Belanda menetapkan suhunya 150-250

(Syamsuni, 2007). Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling

sederhana.

Bahan yang dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope umumnya

terpotong-potong atau berupa serbuk kasar disatukan dengan pengekstraksi.

Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindung dari cahaya langsung

(mencegah reaksi yang dikatalis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok

kembali. Waktu lamanya maserasi antara 4-10 hari. Secara teoritis pada

suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolute. Semakin

i
besar perbandingan cairan pengekstraksi terhadap simplisia, akan semakin

banyak hasil yang diperoleh (Sjahid, 2008).

Kelebihan cara maserasi adalah alat yang digunakan sederhana dan

dapat digunakan untuk zat yang tahan dan tidak tahan pemenasan.

Kelemahan cara maserasi adalah banyak pelarut yang terpakai dan waktu

yang dibutuhkan cukup lama (Anonim, 2011).

b. Maserasi dengan menggunakan mesin pengaduk

Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus menerus, waktu proses

maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.

- Remaserasi

Cairan penyari dibagi 2 Seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan

cairan penyari pertama, sesudah dienap tuangkan dan diperas, ampas

dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.

- Maserasi melingkar

Penyarian yang dilakukan dengan cairan penyari yang selalu bergerak

dan menyebar sehingga kejenuhan cairan penyari dapat merata.

Maserasi umumnya dilakukan dengan cara: Memasukkan simplisia

yang sudah diserbukkan dengan derajat halus 4/8 sebanyak 10 bagian

kedalam bejana maserasi yang dilengkapi pengaduk mekanik, kemudian

ditambahkan 75 bagian cairan penyari, ditutup, dan dibiarkan selama 5 hari

pada temperatur kamar terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang

diaduk. Setelah 5 hari, disaring kedalam wadah penampungan kemudian

ampasnya diperas dan ditambah cairan penyari secukupnya dan diaduk

i
kemudian disaring lagi hingga diperoleh sari sebanyak 100 bagian. Sari yang

diperoleh ditutup dan disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya

selama 2 hari, endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan

(Depkes, 1986).

c. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut sampai sempurna yang

umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari tahap

pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya

(penetasan/ penampungan ekstrak). Perkolasi dilakukan dalam wadah

berbentuk silindris atau kerucut, yang memiliki jalan masuk dan keluar yang

sesuai. Bahan pengekstraksi yang dialirkan terus-menerus melalui serbuk

simplisia. Jika pada maserasi sederhana tidak terjadi ekstraksi yang

sempurna dari simplisia maka akan terjadi keseimbangan konsentrasi antara

larutan dalam sel dengan cairan disekelilingnya, maka pada perkolasi

melalui suplai bahan pelarut segar, perbedaan konsentrasi tadi selalu

dipertahankan. Dengan demikian ekstraksi total secara teoritis

dimungkinkan (praktis jumlah bahan yang dapat diekstraksi mencapai 95%)

(Ansel, 1989).

d. Soxhletasi

Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia

ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian

rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap

dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan

i
penyari yang jatuh kedalam klonsong menyari zat aktif di dalam simplisia

dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan

turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi.

Pada ekstrak tumbuhan (umumnya konsentrasi etanolnya berbeda-beda),

jika bahan pengekstrasinya diuapkan sebagian atau seluruhnya, maka

diperoleh ekstrak yang dikelompokkan menurut sifat – sifatnya menjadi :

1. Ekstrak cair (extractum fluidum), merupakan suatu ekstrak yang dibuat

sedemikian rupa sehingga satu bagian simplisia sebanding dengan dua

(kadang-kadang lebih) bagian ekstrak cair.

2. Ekstrak encer (extractum tenue), sediaan seperti ini memiliki konsistensi

madu dan dapat dituang.

3. Ekstrak kental (extractum spissum), sediaan ini diliat dalam keadaan

dingin dan tidak dapat dituang. Kandungan airnya berjumlah sampai

30%. Tingginya kandungan air menyebabkan suatu instabilitas sediaan

obat (kontaminasi bakteri) dan bahkan instabilitas bahan aktifnya

(penguraian secara kimia). Selain itu, ekstrak kental sulit untuk ditakar

(penimbangan dan sebagainya).

4. Ekstrak kering (extractum siccum), ekstrak ini memiliki konsistensi

kering dan mudah digosokkan. Melalui penguapan cairan pengekstraksi

dan pengeringan terbentuk suatu produk yang memiliki kandungan

lembab tidak lebih dari 5%. Voight (1994).

i
e. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan

dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses

pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses

ekstraksi sempurna (Ditjen POM, 2000).

f. Infus

Infus adalah ekstraksi menggunakan pelarut air pada temperatur

penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, terperatur

terukur 96-98°C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM, 2000).

g. Dekokta

Dekokta adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥ 30°C) dan

temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).

h. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur yang lebih tinggi dari

temperatur ruangan kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur

40-50°C (Ditjen POM, 2000)

i. Fraksinasi

Fraksinasi pada prinsipnya adalah proses penarikan senyawa pada suatu

ekstrak dengan menggunakan dua macam pelarut yang tidak saling

bercampur. Pelarut yang umumnya dipakai untuk fraksinasi adalah n-

heksan, etil asetat, dan metanol. Untuk menarik lemak dan senyawa non

polar digunakan n-heksan, etil asetat untuk menarik senyawa semi polar,

i
sedangkan metanol untuk menarik senyawa-senyawa polar. Dari proses ini

dapat diduga sifat kepolaran dari senyawa yang akan dipisahkan.

Sebagaimana diketahui bahwa senyawa-senyawa yang bersifat non polar

akan larut dalam pelarut yang non polar sedangkan senyawa senyawa yang

bersifat polar akan larut dalam pelarut yang bersifat polar juga (Mutiasari,

2012).

3. Uji Toksisitas

Toksisitas adalah suatu keadaan yang menandakan adanya efek

toksik/racun yang terdapat pada bahan sebagai sediaan single dose atau campuran.

Toksisitas akut ini diteliti pada hewan percobaan yang menunjukkan evaluasi

keamanan dari kandungan kimia untuk penggunaan produk rumah tangga, bahan

tambahan makanan, kosmetik, obat-obatan (Donatus, 2005)

Uji toksisitas dilakukan untuk mendapatkan informasi atau data tentang

toksisitas suatu bahan (kimia) pada hewan uji. Secara umum uji toksisitas dapat

dikelompokkan menjadi uji toksisitas jangka pendek/akut, dan uji toksisitas

jangka panjang. Uji toksisitas akut dimaksudkan untuk mendapatkan informasi

tentang gejala keracunan, penyebab kematian, urutan proses kematian dan rentang

dosis yang mematikan hewan uji (Lethal concentration atau disingkat LC50) suatu

bahan. Uji toksisitas akut merupakan efek yang merugikan yang timbul segera

sesudah pemberian suatu bahan sebagai dosis tunggal, atau berulang yang

diberikan dalam 24 jam (Donatus, 2005).

i
Berikut merupakan jenis dari uji toksisitas :

1. Akut : pemaparan bahan kimia selama kurang dari 24 jam.

2. Sub akut : pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia untuk jangka

waktu 1 bulan atau kurang.

3. Subkronik : pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia untuk jangka

waktu 3 bulan.

4. Kronik : pemaparan berulang terhadap bahan kimia untuk jangka waktu

lebih dari 3 bulan(Priyanto, 2010).

4. Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

Penelitian fitokimia saat ini lebih ditekankan pada penelitian untuk

mendapatkan senyawa bioaktif. Uji hayati yang digunakan untuk tujuan ini

sebaiknya sederhana, cepat, ekonomis, dan memiliki korelasi statistik yang valid

dengan bioaktivitas yang diinginkan (Anderson, 1991). Salah satu uji bioaktivitas

yang mudah, cepat, murah dan akurat yaitu dengan menggunakan larva udang

Artemia salina Leach dikenal dengan istilah Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).

Meyer dkk. (1982). Uji mortalitas larva udang merupakan salah satu metode uji

bioaktivitas pada penelitian senyawa bahan alam. Penggunaan larva udang untuk

kepentingan studi bioaktivitas sudah dilakukan sejak tahun 1956 dan sejak saat itu

telah banyak dilakukan pada studi lingkungan, toksisitas dan penapisan senyawa

bioaktif dari jaringan tanaman. Uji ini merupakan uji pendahuluan untuk

mengamati aktivitas farmakologi suatu senyawa. Adapun penerapan untuk sistem

bioaktivitas dengan menggunakan larva udang tersebut, antara lain untuk

i
mengetahui residu pestisida, anastetik lokal, senyawa turunan morpin, mikotoksin,

karsinogenitas suatu senyawa dan polutan untuk air laut serta sebagai alternatif

metode yang murah untuk uji sitotoksisitas (Hamburger & Hostettmann 1991).

Senyawa aktif yang memiliki daya bioaktivitas tinggi diketahui

berdasarkan nilai Lethal Concentration 50% (LC50), yaitu suatu nilai yang

menunjukkan konsentrasi zat toksik yang dapat menyebabkan kematian hewan uji

sampai 50%. Data mortalitas yang diperoleh kemudian diolah dengan analisis

probit untuk menentukan nilai LC50 pada derajat kepercayaan 95%. Senyawa

kimia memiliki potensi bioaktif jika mempunyai nilai LC50 kurang dari 1.000

µg/ml (Meyer dkk. 1982). Uji BSLT dengan menggunakan larva udang Artemia

salina dilakukan dengan menetaskan telur telur tersebut dalam air laut yang

dibantu dengan aerasi. Telur Artemia salina akan menetas sempurna menjadi larva

dalam waktu 24 jam. Larva Artemia salina yang baik digunakan untuk uji BSLT

adalah yang berumur 48 jam sebab jika lebih dari 48 jam dikhawatirkan kematian

Artemia salina bukan disebabkan toksisitas ekstrak melainkan oleh terbatasnya

persediaan makanan (Meyer dkk. 1982). Kista ini berbentuk bulatan-bulatan kecil

berwarna kelabu kecoklatan dengan diameter berkisar 200-300 μm. Kista

berkualitas baik, apabila diinkubasi dalam air berkadar garam 5-70 permil akan

menetas sekitar 18-24 jam. Artemia salina yang baru menetas disebut nauplius,

berwarna orange, berbentuk bulat lonjong dengan panjang sekitar 400 mikron,

lebar 170 mikron dan berat 0,002 mg. Nauplius berangsur-angsur mengalami

perkembangan dan perubahan morfologis dengan 15 kali pergantian kulit hingga

menjadi dewasa. Pada setiap pergantian kulit disebut instar (Mudjiman 1995).

i
Keunggulan penggunaan larva udang salina untuk uji BSLT ini ialah sifatnya

yang peka terhadap bahan uji, waktu siklus hidup yang lebih cepat, mudah

dibiakkan dan harganya yang murah. Sifat peka. salina kemungkinan disebabkan

oleh keadaan membran kulitnya yang sangat tipis sehingga memungkinkan

terjadinya difusi zat dari lingkungan yang mempengaruhi metabolisme dalam

tubuhnya. salina ditemukan hampir pada seluruh permukaan perairan di bumi

yang memiliki kisaran salinitas 10 - 20g/l, hal inilah yang menyebabkannya

mudah dibiakkan. Larva yang baru saja menetas berbentuk bulat lonjong dan

berwarna kemerah-merahan dengan panjang 400 μm dengan berat 15 μg. Anggota

badannya terdiri dari sepasang sungut kecil (anteluena atau antena I) dan sepasang

sungut besar (antena atau antena II). Di bagian depan di antara kedua sungut kecil

tersebut terdapat 21 bintik merah yang berfungsi sebagai mata (oselus). Di

belakang sungut besarnya terdapat sepasang mandibula (rahang) yang kecil,

sedangkan di bagian perut (ventral) sebelah depan terdapat labrum (Mudjiman

1988).

5. Artemia salina Leach

a. Klasifikasi (Wibowo, 2013)

Filum : Arthopoda

Class : Crustaceae

Subclass : Branchiopoda

Bangsa : Anostraca

i
Famili : Artemiidae

Suku : Artemia

Jenis : Artemia salina Leach

Gambar 2.2 : Artemia salina Leach

b. Morfologi

Artemia salina Leach atau Brine Shrimp merupakan zooplankton

dan tergolong udang primitif. Nama Artemia diberikan untuk pertama kali

oleh Shlosscer yang menemukannya di suatu danau asin pada tahun 1755.

Artemia semula diberi nama Cancer salina oleh Linnaeus pada tahun 1778

melengkapi jasad renik ini menjadi Artemia salina Leach (Harefa, 2003).

Klasifikasi Artemia salina dalam sistematika hewan adalah sebagai berikut

(Bougis, 1979 & Fathiyawati, 2008).

Artemia salina L. termasuk crustaceae yang ukurannya mencapai

1-2 cm. Dapat ditemukan pada air yang salinitasnya tinggi, seperti danau

asin, air laut, tidak dapat hidup di air tawar. Daur hidup Artemia salina L.

memerlukan waktu 25 hari (Kristanti, dkk, 2008). Penetesan telur Artemia

salina L. yang baik perlu memperhatikan beberapa faktor yaitu: hidrasi

dari kista-kista, aerasi, penyinaran, suhu, derajat keasaman (pH), dan

i
kepadatan telur dalam media penetesan (Hendrawati, 2009). Telur Artemia

salina L. dapat bertahan dalam kondisi kering dan dapat disimpan cukup

lama. Telur ini bila diberi air laut pada suhu 23 ºC maka ia akan menetes

dalam 1-2 hari dan dapat langsung digunakan dalam uji toksisitas. Uji

toksisitas pada hewan uji dimaksudkan untuk ekstrapolasi hasil terhadap

manusia untuk mencari dosis yang aman. Parameter yang digunakan

dalam uji ini adalah efek toksikan (respon) terhadap hewan uji. Respon

tersebut dapat dilihat hanya berupa immobilisasi ke dalam tiap tabung

berisi konsentrasi toksikan yang berbeda dimasukkan 10 ekor hewan uji,

disertai dengan tabung kontrol. Immobilisasi ini sudah dianggap sebagai

kematian untuk hewan uji seperti Artemia salina Leach. Nilai LC50

diperoleh dengan ekstrapolasi kurva (Soemirat, 2005). Penetasan telur

dilakukan dengan memasukkan telur Artemia salina Leach ke dalam air

laut sambil diaerasi untuk mengontakkan dengan udara selama 4 jam.

Proses penetasan Artemia salina Leach ada beberapa tahapan yaitu tahap

hidrasi, pecahnya cangkang dan tahap payung atau tahap pengeluaran.

Tahap hidrasi terjadi penyerapan air sehingga telur yang diawetkan dalam

bentuk kering tersebut akan menjadi bulat dan aktif bermetabolisme.

Tahap selanjutnya yaitu tahap pecahnya cangkang yang disusul dengan

tahap pecahnya payung yang terjadi beberapa saat sebelum naupli (larva)

keluar dari cangkang (Isnanstyo,1995 Farihah, 2008)

i
6. Habitat Artemia salina Leach.

Artemia salina Leach. memiliki resistensi luar biasa pada perubahan dan

mampu hidup pada variasi salinitas air yang luas dari seawater (2.9- 3.5%) sampai

the great salt lake (25-35%), dan masih dapat bertoleransi pada kadar garam 50%

(jenuh). Beberapa ditemukan di rawa asin hanya pada pedalaman bukit pasir

pantai, dan tidak pernah ditemui di lautan itu sendiri karena di lautan terlalu

banyak predator. Artemia salina Leach. juga mendiami kolom-kolom evaporasi

buatan manusia yang biasa digunakan untuk mendapatkan garam dari lautan.

Insang membantunya agar cocok dengan kadar garam tinggi dengan absorbsi dan

ekskresi ion-ion yang dibutuhkan dan menghasilkan urin pekat dari glandula

maxillaris. Hidup pada variasi temperatur air yang tinggi pula, dari 6-37°C dengan

temperatur optimal untuk reproduksi pada 25°C (suhu kamar). Keuntungan hidup

pada lokasi berkadar garam tinggi adalah sedikitnya predator namun sumber

makanannya sedikit (Emslie, 2003).

7. Perkembangan dan Siklus Hidup

Artemia salina Leach. dibedakan menjadi dua golongan berdasarkan cara

berkembangbiaknya, antara lain perkembangbiakan secara biseksual dan

partenogenetik. Keduanya dapat terjadi secara ovipar maupun ovovivipar. Pada

jenis Artemia salina Leach. ovovivipar, anakan yang keluar dari induknya sudah

berupa arak atau burayak yang dinamakan nauplis, sehingga sudah langsung dapat

hidup sebagai Artemia salina Leach. muda. Sedangkan pada cara ovipar, yang

keluar dari induknya berupa telur bercangkang tebal yang dinamakan siste. Proses

i
untuk menjadi nauplis masih harus melalui proses penetasan terlebih dahulu.

Kondisi ovovivipar biasanya terjadi bila keadaan lingkungan cukup baik, dengan

kadar garam kurang dari 150 per ml dan kandungan oksigennya cukup. Oviparitas

terjadi apabila keadaan lingkungan memburuk, dengan kadar garam lebih dari 150

per mil dan kandungan oksigennya kurang. Telur ini memang dipersiapkan untuk

menghadapi keadaan lingkungan yang buruk, bahkan kering. Bila keadaan

lingkungan baik kembali, telur akan menetas dalam waktu 24-36 jam (Mudjiman,

1995; Kanwar, 2007).

Artemia salina Leach. yang sudah dewasa dapat hidup sampai enam bulan.

Sementara induk-induk betinanya akan beranak atau bertelur setiap 4-5 hari

sekali, dihasilkan 50-300 telur atau nauplius. Nauplis akan dewasa setelah

berumur 14 hari, dan siap untuk berkembang biak (Mudjiman, 1995). Artemia

salina Leach. dapat diperjualbelikan dalam bentuk telur istirahat yang disebut

kista. Kista ini berbentuk bulatan-bulatan kecil berwarna kecoklatan dengan

diameter berkisar 200-300 mikron. Kista yang berkualitas baik akan menetas

sekitar 18-24 jam apabila diinkubasi air yang bersalinitas 5-70 permil. Ada

beberapa tahapan pada proses penetasan Artemia salina Leach. ini yaitu tahap

hidrasi, tahap pecah cangkang dan tahap payung atau tahap pengeluaran. Tahap

hidrasi terjadi penyerapan air sehingga kista yang diawetkan dalam bentuk kering

tersebut akan menjadi bulat dan aktif bermetabolisme. Tahap selanjutnya adalah

tahap pecah cangkang dan disusul tahap payung yang terjadi beberapa saat

sebelum nauplius keluar dari cangkang (Kurniastuty, dkk, 1995)

i
8. Perilaku Artemia salina Leach.

Artemia salina Leach. bersifat fototaksis positif yang berarti menyukai

cahaya, di alam hal tersebut dibuktikan dengan adanya gerakan tubuh menuju ke

permukaan karena sinar matahari sebagai sumber cahaya secara alami, dimana

akan selalu di permukaan saat siang hari dan tenggelam pada malam hari.

Intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat pula mengakibatkan respon fototaksis

negatif sehingga ia akan menjauhi cahaya. Artemia salina Leach. yang baru

menetas mempunyai perilaku geotaksis positif, hal ini terjadi ketika nauplius

tenggelam ke bawah setelah menetas akibat efek gravitasi. Gerakan phyllopodia

mendorong makanan bergerak ke anterior (lokomosi). Gerakan anggota tubuhnya

untuk mendorongnya menuju arah sumber makanan (Emslie, 2003).

9. Lethal Concentration – 50 (LC-50)

Uji toksisitas merupakan uji hayati yang berguna untuk menentukan

tingkat toksisitas dari suatu zat atau bahan pencemar. Suatu senyawa kimia

dikatakan bersifat racun akut jika senyawa tersebut dapat menimbulkan efek racun

dalam jangka waktu singkat, dalam hal ini 24 jam, sedangkan jika senyawa

tersebut baru menimbulkan efek dalam jangka waktu yang panjang, disebut racun

kronis (karena kontak yang berulang-ulang walaupun dalam jumlah yang sedikit)

(Harmita, 2009). LC50 (Median Lethal Concentration) yaitu konsentrasi yang

menyebakan keatian sebanyak 50% dari organisme uji yang dapat diestimasi

dengan grafik dan perhitungan pada suatu waktu pengamatan tertentu, misalnya

LC50 24 jam, LC50 48 jam, LC50 96 jam (Dhahiyat dkk, 1997) sampai waktu

i
hidup hewan uji. Selanjutnya pengujian efek toksik dihitung dengan menentukan

nilai LC50. Untuk mendapatkan nilai LC50, terlebih dahulu menghitung

mortalitas dengan cara: akumulasi mati dibagi jumlah akumulasi hidup dan mati

(total) dikali 100%. Grafik dibuat dengan log konsentrasi sebagai sumbu x

terhadap mortalitas sebagai sumbu y. Nilai LC50 merupakan konsentrasi dimana

zat menyebabkan kematian 50% yang diperoleh dengan memakai persamaan

regresi linier y = a + bx. Suatu zat dikatakan aktif atau toksik bila nilai LC50<

1000 µg/ml untuk ektrak dan < 30 µg/ml untuk suatu senyawa (Juniarti et al.,

2009). Selanjutnya mengklasifikasikan tingkat toksisitas suatu ekstrak

berdasarkan LC50, yaitu kategori sangat tinggi / highly toxic apabila mampu 22

membunuh 50% larva pada konsentrasi 1 – 10 µg/ml, sedang / medium toxic pada

konsentrasi 10 – 100 µg/ml, dan rendah / low toxic pada konsentrasi 100 – 1000

µg/ml, seperti pada tabel kriteria tingkatan nilai toksisitas akut LC50 pada

lingkungan perairan :

Tingkat Racun Nilai LC50 / (Mg/L)


Sangat Beracun (Very toxic) <1
Beracun (Toxic) 1-100
Moderat (Moderately toxic) 100-1000
Sedikit Beracun (Slightly toxic) 1000-10.000
Hampir tak beracun (Almost non-toxic) 10.000-100.000
Tak beracun ( Non toxic) >100.000

Tabel 2.1. Tingakatan nilai toksiksitas akut (Pitayono, 2010).

i
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Alat dan Bahan

1. Alat

Adaput alat yang digunakan oven, blender, kaca arloji, cawan

penguap, timbangan analitik, gelas ukur 100 mL, erlenmeyer 300 mL,

pengaduk kaca, penyaring Buchner, rotary evaporator, beaker glass 100 mL,

desikator, pipet tetes, pipet ukur, tabung reaksi, penjepit, corong kaca, labu

ukur, pipet mikro, bejana untuk penetasan telur udang, lampu dan botol vial

2. Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pegagan

(Centella asiatica (L.) Urban), etanol, etil asetat dan n-heksana, asam sulfat,

logam Mg, Formaldehid, asam klorida, asam asetat anhidrida, reagen mayer,

asam asetat glasial, reagen Dragendrof, regen Lieberman-Burchard, larutan

gelatin, kertas saring, aluminium foil, larva udang (Artemia salina Leach),

dimetil sulfoksida (DMSO),

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Fakultas MIPA

Universitas Hasanuddin Makassar (UNHAS).

Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai selesai

i
C. Populasi Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah Larva udang yang diperoleh dari

pembudidayaan di Universitas Hasanuddin Makassar (UNHAS).

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah larva udang

D. Bahan Uji

Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah herba pegagan

E. Teknik Pengambilan Data

1. Persiapan bahan

a) Pengambilan Bahan uji

Tumbuhan pegagan (Centella asiatica (L.) Urban), yang

diambil adalah keseluruhan bagian tumbuhan kecuali bagian akar.

b) Pengolahan Bahan Uji

Tumbuhan yang masih segar yang sudah diambil pada

tumbuhan pegagan (Centella asiatica (L.) Urban), dikumpul, dicuci

dengan air mengalir hingga bersih, lalu dipotong-potong kecil

kemudian ditimbang sebagian berat awal simplisia lalu dikeringkan

dengan cara diangin-anginkan ditempat yang tidak terkena sinar

matahari langsung. Setelah kering simplisia ditimbang, untuk

menghitung susut pengeringannya, setelah kadar air di bawah 10 %,

simplisia diserbukan.

(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟)


Kadar air < 10 % = 𝑋 100 %
(𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙)

i
2. Ekstraksi senyawa aktif dengan maserasi

Ekstraksi komponen aktif dilakukan dengan cara ekstraksi maserasi /

perendaman dengan pelarut n-heksana. Serbuk herba pegagan ditimbang

sebanyak 500 g direndam dengan pelarut n-heksan dan dimaserasi selama 6

jam pertama sambil sekali-sekali diaduk, kemudian didiamkan selama 18 jam.

disaring dan ampas yang diperoleh dimaserasi kembali, sekurang kurangnya

dua kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Dikumpulkan semua

maserat, lalu diuapkan dengan vakum rotator evaporator hingga diperoleh

ekstrak kental kemudian dikeringkan diatas waterbath. (Farmakope Herba

Indonesia, 2009) Analisis Rendemen yang diperoleh ditimbang beratnya untuk

mengetahui rendemen ekstrak tersebut.

Hitung rendemen yang diperoleh yaitu presentase bobot serbuk

simplisia yang digunakan dengan penimbangan. (Farmakope Herba Indonesia,

2009)

(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ)


% Rendamen = 𝑋 100%
(𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙)

3. Toksisitas dengan larva udang Artemia salina Leach

a. Pembuatan Larutan Ragi

Ditimbang ragi (Saccharomyces cerevisiae) sebanyak 1 g lalu dilarutkan

dalam 10 mℓ air laut.

b. Pembuatan Larutan Stok

Hasil ekstrak yang diperoleh di buat larutan stock dengan menimbang

ekstrak sebanyak 0,1 gram dan dilarutkan dengan DMSO sebanyak 50 mℓ (500

i
ppm), kemudian dibuat pengenceran ekstrak dengan konsentrasi 20 ppm dengan

cara pipet mℓ dari larutan stock kedalam wadah kemudian dicukupkan dengan

air laut hingga 20 mℓ, untuk konsentrasi 40 ppm dengan cara pipet mℓ dari

larutan stock kedalam wadah kemudian dicukupkan dengan air laut hingga mℓ,

untuk konsentrasi 60 ppm dengan cara pipet mℓ dari larutan stock kedalam

wadah kemudian dicukupkan dengan air laut hingga mℓ, untuk konsentrasi 80

ppm dengan cara pipet mℓ dari larutan stock kedalam wadah kemudian

dicukupkan dengan air laut hingga 20 mℓ, untuk konsentrasi 100 ppm dengan

cara pipet mℓ dari larutan stock kedalam wadah kemudian dicukupkan dengan

air laut hingga 20 mℓ.

c. Penetasan telur

Disiapkan bejana untuk penetasan telur udang. Di satu ruang dalam

bejana tersebut diletakkan lampu untuk menghangatkan suhu dalam penetasan,

sedangkan di ruang sebelahnya diberi air laut. Ke dalam air laut dimasukkan ±

50−100 mg telur udang untuk ditetaskan. Pada bagian telur ditutup dengan

aluminium foil, dan lampu dinyalakan selama 24−48 jam untuk meneteskan

telur. (Jazilah N. dkk , 2014)

d. Uji Toksisitas

Perlakuan uji toksisitas dilakukan sebanyak 3 kali ulangan pada

masing-masing ekstrak sampel. Botol disiapkan untuk pengujian, masing-

masing ekstrak membutuhkan 8 botol dan 3 botol sebagai kontrol. Ekstrak

ditimbang sebanyak 100 mg dan dilarutkan dengan 100 mL n-Heksan untuk

membuat larutan stok 500 ppm. Dari larutan stok tersebut kemudian dipipet

sesuai dengan konsentrasi masing-masing larutan menjadi 20 ppm, 40 ppm,

i
60 ppm, 80 ppm, 100 ppm dan satu kontrol negatif. Selanjutnya dimasukkan

larva udang sebanyak 15 ekor ke dalam masing-masing botol yang sudah

berisi 10 ml air laut dan setetes larutan ragi roti, kemudian ditambahkan air

laut sampai volumenya 100 ml. Pengamatan dilakukan selama 24 jam

terhadap kematian larva udang. (Jazilah N. dkk , 2014).

F. Definisi Operasional

1. Toksisitas adalah kelebihan penggunakan dosis obat yang berpengaruh

terhadap tubuh manusia

2. Uji Toksisitas adalah uji untuk mendeteksi efek toksis suatu zat pada sistem

biologi

3. LC50 adalah perhitungan atau menentukan keaktivan dari suatu ekstrak atau

senyawa

4. BSLT ( Brine Shrimp lethality test) adalah merupakan metode uji yang

digunakan untuk pengujian sitotoksik pada ekstrak.

5. Herba ialah tumbuhan yang mempunyai daun, buah, batang dan akar, yang

mengandung satu atau lebih bahan aktif yang dapat digunakan untuk

menyembuhkan penyakit.

G. Analisis Data

Data yang diperoleh dibuat dalam bentuk tabel dan grafik, kemudian

dideskripsikan hasilnya. Tingkat toksisitas larva udang Artemia salina Leach

dapat diketahui dengan melakukan uji LC50 menggunakan program MINITAB 14.

(Jazilah N. dkk , 2014), selanjutnya dihitung mortalitas dengan cara:

i
akumulasi mati
Persen kematian (%) = x 100 %
akumulasi total

Grafik dibuat dengan log konsentrasi sebagai sumbu x terhadap mortalitas sebagai

sumbu y. Nilai LC50 merupakan konsentrasi dimana zat menyebabkan kematian

50 % yang diperoleh dengan memakai persamaan regresi linier :

y = a + bx.

Suatu zat dikatakan aktif atau toksik bila nilai LC 50 < 1000 ppm untuk ektrak dan <

30 ppm untuk suatu senyawa. (Jazilah N. dkk , 2014)

i
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Dari hasil pengamatan uji toksisitas ekstrak herba pegagan (Centella


asiatica L.) terhadap larva udang (Artemia salina Leach) dengan metode brine
shrimp lethality test (BSLT), maka diperoleh hasil pengamatan kematian larva
udang air asin yang dilakukan setelah 24 jam perlakuan, dan dapat dilihat pada
table di bawah ini.

Tabel 4.1. Data hasil pengamatan kematian larva udang (Artemia salina
Leach) setelah 24 jam perlakuan

Konsentrasi Replikasi Hidup Mati % Kematian


1 11 4
20 ppm 2 10 5
31
3 10 5
Rata-rata 10,3 4,6
Konsentrasi Replikasi Hidup Mati % Kematian
1 10 5
40 ppm 2 9 6
40
3 8 7
Rata-rata 9 6
Konsentrasi Replikasi Hidup Mati % Kematian
1 7 8
60 ppm 2 7 8
56
3 6 9
Rata-rata 6,6 8,3
Konsentrasi Replikasi Hidup Mati % Kematian
1 6 9
80 ppm 2 5 10
64
3 5 10
Rata-rata 5,3 9,6
Konsentrasi Replikasi Hidup Mati % Kematian
1 0 15
100 ppm 2 0 15
100
2 0 15
Rata-rata 0 45

i
Tabel 4.2. Data hasil pengamatan kontrol kematian larva udang (Artemia
salina Leach) setelah 24 jam perlakuan

Konsentrasi Replikasi Hidup Mati % Kematian


1 15 0
20 ppm 2 14 1
4
3 14 1
Rata-rata 14,3 0,6
Konsentrasi Replikasi Hidup Mati % Kematian
1 15 0
40 ppm 2 14 1
6
3 13 2
Rata-rata 14 1
Konsentrasi Replikasi Hidup Mati % Kematian
1 13 2
60 ppm 2 13 2
16
3 12 3
Rata-rata 12,6 2,3
Konsentrasi Replikasi Hidup Mati % Kematian
1 12 3
80 ppm 2 12 3
20
3 12 3
Rata-rata 12 3
Konsentrasi Replikasi Hidup Mati % Kematian
1 8 7
100 ppm 2 8 7
47
3 8 7
Rata-rata 8 7

B. Pembahasan
Telah dilakukan penelitian uji toksisitas ekstrak herba pegagan (Centella

asiatica L.) terhadap larva udang (Artemia salina Leach) dengan metode Brine

Shrimp Lethality Test (BSLT), metode ini adalah salah satu bentuk pengujian

toksisitas akut dengan melihat nilai LC50 yang merupakan ukuran aktivitas suatu

senyawa dalam menghambat fungsi biologis atau biokimia yang banyak

digunakan dalam pengujian hewan uji terhadap larva udang (Artemia salina

Leach).

i
Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak herba

pegagan (Centella asiatica L.) yang di peroleh dari daerah Malino Provinsi

Sulawesi Selatan. Proses pengambilan herba pegagan (Centella asiatica L.)

diambil pada pagi hari (pukul 08.00- 11.00) dan bagian tumbuhan yang diambil

adalah keseluruhan bagian tumbuhan kecuali akar. Proses pengerjaan herba

pegagan (Centella asiatica L.) dengan cara di ekstraksi menggunakan pelarut n-

Heksan yang direndam selama 6 jam dan didiamkan selama 18 jam untuk

memperoleh ekstrak cair lalu ekstrak cair tersebut diuapakan dengan vakum

rotator evaporator hingga di peroleh ekstrak kental.

Ekstrak kental herba pegagan kemudian di uji toksisitasnya pada larva

udang (Artemia salina Leach) dengan metode Brine Shrimp Lethally Test

(BSLT) yang di diamkan selama 1 x 24 jam pada climatic chamber dengan suhu

ruang (20oC-25 oC).

Pada penelitian ini bahan uji ekstrak herba pegagan (Centella asiatica L.)

dengan sampel uji larva udang (Artemia salina Leach) di uji dengan variasi

konsentarasi 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm, 100 ppm, dan kontrol negative

yang sudah ditambahkan dengan air laut sebanyak 10 ml.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil

pada kontrol negatif terdapat 10 ekor larva mati dan 5 ekor hidup dengan %

kematian sebesar 3,36 % , pada konsentrasi 20 ppm untuk replikasi 1 sampai 3

total larva yang mati 14 dan persen mortalitasnya 31 %, pada konsentrasi 40 ppm

untuk replikasi 1 sampai 3 total larva yang mati 18 dan persen mortalitasnya 40

%, pada konsentrasi 60 ppm untuk replikasi 1 sampai 3 total larva yang mati 25

i
dan persen mortalitasnya 56 %, pada konsentrasi 80 ppm untuk replikasi 1 sampai

3 total larva yang mati 29 dan persen mortalitasnya 64 %, pada konsentrasi 100

ppm untuk replikasi 1 sampai 3 total larva yang mati 30 dan persen mortalitasnya

67 %.

Sedangkan untuk kontol negative larutan DMSO pada konsentrasi 20

ppm, replikasi 1-3 total larva yang mati 2 dan persen mortalitasnya 4 %.

Konsentrasi 40 ppm, replikasi 1-3 total larva yang mati 3 dan persen

mortalitasnya 7 %. Konsentrasi 60 ppm, replikasi 1-3 total larva yang mati 7 dan

persen mortalitasnya 16 %. Konsentrasi 80 ppm, replikasi 1-3 total larva yang

mati 9 dan persen mortalitasnya 20 %. Konsentrasi 100 ppm, replikasi 1-3 total

larva yang mati 30 dan persen mortalitasnya 67 %.

Dilihat dari data yang diperoleh kematian larva Aretmia salinaa Leach

yang dimatikan sampel dan larutan DMSO dapat dilihat pada perhitungan %

kematian.

Data perhitungan nilai LC50 dengan analisis probit dapat dilihat pada

lampiran 4. Berdasarkan hasil analisis probit diperoleh nilai LC50 herba pegagan

(centella asiatica L.) yaitu 100 ppm. Berdasarkan hasil yang diperoleh

menunjukkan bahwa semakin besar nilai konsentrasi masing – masing ekstrak

maka mortalitas terhadap Artemia juga semakin besar. Hal ini sesuai dengan

Harborne (1987), yang menyebutkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak

maka sifat toksiknya akan semakin tinggi yaitu dengan hasil nilai LC50 < 1000

ppm dari

i
Mayer (1982) dalam Farihan (2006) melaporkan bahwa suatu ekstrak

menunjukkan aktivitas ketoksikan dalam BSLT jika ekstrak dapat menyebabkan

kematian 50% hewan uji pada konsentrasi kurang dari 1000 ppm.

i
BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Ekstrak herba pegagan (centella asiatica L.) bersifat toksik pada larva udang

karena memiliki nilai LC50 < 1000 ppm.

2. Berdasarkan dengan metode reed and muench diperoleh nilai LC50 sebesar

100 ppm.

A. Saran

Berdasarkan pada kesimpulan diatas maka disarankan untuk penelitian

selanjutnya dapat dilanjutkan uji toksisitas Sub akut ekstrak herba pegagan

(centella asiatica L.)

i
DAFTAR PUSTAKA

Food and Drug Administration Guidance for (2000) Industry: Botanical Drug
Products, Washington DC, Center for Drug Evaluation and Research.

Francis S.C, Thomas M.T. (2016). Essential oil profiling of Centella asiatica (L.)
Urban medicinally important herb. South Indian J Biol Sci.

Jamil S.S, Nizami Q, Salam M. (2007). Centella asiatica (Linn.) Urban review.
Nat Prod Radiance.

James J.T, Dubery I.A.(2009). Pentacyclic triterpenoids from the medicinal herb,
(Centella asiatica (L.) Urban.) Molecules.

Nur Jazilah, A. Ghanaim F, Rachmawati N, Ahmad A. (2014). Uji Toksisitas


Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia I (Ten.) Steenis) Terhadap
Larva Udang Artemia salina Leach Dengan Metode Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT) ALCHEMY.

P.K. Chauhan1 and V. Singh. Acute and Subacute Toxicity study of the Acetone
Leaf extract of Centella asiatica in Experimental Animal Models. Asian
Pacific Journal of Tropical Biomedicine.Elsevier.

Roy D.C, Barman S.K, Shaik M.M. (2013). Current updates on Centella asiatica:
Phytochemistry, pharmacology and traditional uses. Medical Plant
Research.

Yu Q.L, Duan H.Q, Takaishi Y, Gao W.Y. (2006). A Novel Triterpene from
Centella asiatica. Molecules.

Depkes. Republik Indonesia (2009). Famakope Herba Indonesia edisi 1: Jakarta

Backer, C.A., Van den Brink Jr, R.C.B. 1965. Flora Of Java. Nedherland: Noordh
of Gronirgen

Winarto, W.R dan Maria Surbakti. (2003). Khasiat dan Manfaat Pegagan. Jakarta:
Agromedia Pustaka.

MacKay D. & Miller A. L., (2003), Nutritional Support for Wound Healing,
Alternative Medicine Review, 8, 369-370.

Voight Rudolf.(1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Gadjah Mada


University Press: Yogyakarta

i
Sikarrepaisan, P., Suksamrarn, A., & Supaphol, P., (2008), Electrospun Gelatin
Fiber Mats Containing A Herbal Centella asiatica Extract and Release
Characteristic of Asiaticoside, Nanotechnology, 2.

Anonim, (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, 9,


14,Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Ansel, HC. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Ed.4). (Fanda Ibrahim,
Penerjemah). Jakarta : UI Press.

Ariyanto, R., 2006. Uji Aktivitas Antioksidan, Penentuan Kandungan Fenolikdan


Flavonoid Total Fraksi Kloroform dan Fraksi Air Ekstrak Metanolik
Pegagan (Centella asiatica L. Urban), skripsi. Fakultas Farmasi
Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.

Bougis, P. 1979. Marine Plankton Ecology. New York: American Elseiver


Publishing Company

Depkes RI, 1986, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta. 6-7, 93-94, 265, 338-339, 691.

Dhahiyat, Y. dan Djuangsih. 1997. Uji Hayati (Bioassay); LC50 (Acute Toxicity
Tests) Menggunakan Daphnia dan Ikan. PPSDAL LP Universitas
Padjadjaran, Bandung.

Donatus, I.A. 2005., Toksikologi Dasar. Laboratorium Farmakologi dan


Toksikologi. Yogyakarta. Fakultas Farmasi. UGM.

Emslie, S. 2003. Artemia salina Leach.-Brine Shrimp-Ses Monkeys.


http://www.animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/information/
Ar t emia_salina.html [28 JULI 2018]

Harefa, F., 1987, Pembudidayaan Artemia salina untuk Pakar Udang dan Ikan,
Penerbit Swadaya, Jakarta.

Hendrawati, A. R. E. 2009. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Daun Kemangi


(Ocimum sanctum Linn.) terhadap Larva Artemia salina Leach dengan
Metode Brime Shrimp Lethality Test (BSLT). Laporan Akhir Karya
Tulis Ilmiah. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Semarang.

Isnansetyo, A Dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Fitoplankton Dan


zooplankton. Kanisius. Yogyakarta.116 hal.

Kristanti, A. N, dkk. 2008. Buku Ajar Fitokimia. Surabaya: Airlangga University


Press.

i
Wibowo, S., Bagus S. S. U., Th. Dwi S., dan Syamdidi. (2013). Artemia untuk
Pakan Ikan dan Udang, Penebar Swadaya Grup, Jakarta.

Meyer., 1982.”Brine Shrimp: A Covenient General Bioassay forActive Plant


Constituents”, Planta Medika 45:31-34.

Mudjiman, A. 1995. Udang Renik Air Asin (Artemia salina). Bhatara Karya
Aksara, Jakarta.

Priyanto., 2010., Toksikologi Ed:2. Depok: Leskonfi Lembaga Studi dan


Konsultasi Farmakologi.

Fathiyawati. 2008. Uji Toksisitas Ekstrak Daun Ficus racemosa L. terhadap


Artemia salina Leach dan profil Kromatografi Lapis Tipis. Tesis (tidak
dipublikasikan). Fakultas Farmasi UMS. Surakarta.

Mudjiman, A. 1988. Udang Renik Air Asin (Artemia salina). Bhatara Karya
Aksara, Jakarta

Anonim (2011). Acuan Sediaan Herbal (Vol. 5). Jakarta : Badan POM RI.

i
Lampiran 1. Skema kerja

Herba Pegagan
(Centella asiatica (L.)

- Sortasi basah
- Sortasi kering
- Uji kadar air
Larva Udang
(Artemia salina) Simplisia kering herba
pegagan
- Penetasan
- Maserasi dengan pelarut
n-Heksan

Ekstrak Uji rendamen

Uji toksisitas dengan metode


(Brine Shrimp Lethality) BSLT

20 ppm 40 ppm 60 ppm 80 ppm 100 ppm Kontrol


negatif

- Kematian larva udang

Data

Analisis data

Kesimpulan

i
Lampiran 2. Perhitungan Pengenceran, Perhitungan Presentase Kematian,
Perhitungan Kontrol Kematian dan Perhitungan Nilai LC50

a. Perhitungan Pengenceran
Ekstrak herba pegagan (Centella asiatica (L.)

5 𝑚𝑔 5 𝑚𝑔
= = 500 𝑝𝑝𝑚
10 𝑚ℓ 0,01 𝑚ℓ

Jadi, larutan stok yang dilarutkan sebanyak 500 ppm.


Dibuat pengenceran
- Untuk 10 ppm dalam 10 ml
V1 .N1=V2 .N2
V1×500 =10×10
V1=(10 x 10)/500
V1 =100/500
V1= 0,2 ml
Jadi dipipet 0,2 ml dari larutan stock kemudian dicukupkan volumenya dengan
air laut hingga 10 ml.
- Untuk 20 ppm dalam 10 ml
V1 .N1=
V1× 500 =10× 20
V1=(10 x 20)/500 V2 .N2
V1=200/500
V1= 0,4 ml
Jadi dipipet 0,4 ml dari larutan stock kemudian dicukupkan volumenya dengan
air laut hingga 10 ml.
- Untuk 40 ppm dalam 10 ml
V1 .N1=V2 .N2
V1× 500 =10× 40
V1=(10 x 40)/500
V1=400/500

i
V1= 0,8 ml
Jadi dipipet 0,8 ml dari larutan stock kemudian dicukupkan volumenya dengan
air laut hingga 10 ml.
- Untuk 60 ppm dalam 10 ml
V1 .N1=V2 .N2
V1× 500 =10x 60
V1=(10 x 600)/500
V1=600/500
V1=1,2 ml
Jadi dipipet 1,2 ml dari larutan stock kemudian dicukupkan volumenya dengan
air laut hingga 10 ml.
- Untuk 80 ppm dalam 10 ml
V1 .N1=V2 .N2
V1× 500 =10× 80
V1=(10 x 800)/500
V1=800/500
V1=1,6 ml
Jadi dipipet 1,6 ml dari larutan stock kemudian dicukupkan volumenya dengan
air laut hingga 10 ml.
- Untuk 100 ppm dalam 10 ml
V1 .N1=V2 .N2
V1× 500 =10×100
V1=(10× 1000)/500
V1=1000/500
V1= 2 ml
Jadi dipipet 2 ml dari larutan stock kemudian dicukupkan volumenya dengan air
laut hingga 10 ml.

i
b. Perhitungan Presentase Kematian Larva

𝐤𝐮𝐦𝐮𝐥𝐚𝐭𝐢𝐟 𝐦𝐚𝐭𝐢
Persen kematian (%) = × 𝟏𝟎𝟎%
𝐤𝐮𝐦𝐮𝐥𝐚𝐭𝐢𝐟 𝐭𝐨𝐭𝐚𝐥

4,6
1. 20 ppm = 10,3 + 4,6 = 14,9 = × 100%
14.9

= 31 %

6
2. 40 ppm = 9 + 6 = 15 = × 100%
15

= 40 %

8,3
3. 60 ppm = 6,6 + 8,3 = 14,9 = × 100%
14,9

= 56 %

9,6
4. 80 ppm = 5,3 + 9,6 = 14,9 = × 100%
14,9

= 64 %

45
5. 100 ppm = 0 + 45 = 45 = × 100%
45

= 100 %

i
c. Perhitungan Kontrol Kematian Larva

𝐤𝐮𝐦𝐮𝐥𝐚𝐭𝐢𝐟 𝐦𝐚𝐭𝐢
Persen kematian (%) = × 𝟏𝟎𝟎%
𝐤𝐮𝐦𝐮𝐥𝐚𝐭𝐢𝐟 𝐭𝐨𝐭𝐚𝐥

0,6
6. 20 ppm = 14,3 + 0,6 = 14,9 = × 100%
14.9

= 4%

1
7. 40 ppm = 14 + 1 = 15 = × 100%
15

= 7%

2,3
8. 60 ppm = 12,6 + 2,3 = 14,9 = × 100%
14,9

= 16 %

3
9. 80 ppm = 12 + 3 = 15 = × 100%
15

= 20 %

7
10. 100 ppm = 8 + 7 = 15 = × 100%
15

= 47 %

i
d. Tabel Perhitungan Nilai LC50

Kode sampel [sampel] Sumbu x % kematian Sumbu y


(ppm) (log [sampel])larva - kontrol(nilai probit)
20 1.30 27 4.39
40 1.60 33 4.56
Sampel 60 1.78 40 4.75
80 1.90 44 4.85
100 2.00 53 5.08

Untuk mendapatkan nilai probit diatas, maka konsep yang digunakan adalah

sebagai berikut :

Ppm = % kematian larva - % kematian kontrol

1. 20 ppm = 31 % - 4 %

= 27 %

Nilai probit = 4,39

2. 40 ppm = 40 % - 7 %

= 33 %

Nilai probit = 4,56

3. 60 ppm = 56 % - 16 %

= 40 %

Nilai probit = 4,75

4. 80 ppm = 64 % - 20 %

= 44 %

Nilai probit = 4,85

5. 100 ppm = 100 % - 47 %

= 53

Nilai probit = 5,08

i
Lampiran 3. Tabel Probit

i
Lampiran 4. Data Hasil Analisis LC50

Tabel 1. Log [Sampel] VS Nilai Probit

log[sampel] nilai probit


1.30 4.39
1.60 4.56
1.78 4.75
1.90 4.85
2.00 5.08

Kurva Regresi LC50

nilai probit
5.20
5.10
5.00 y = 0.9307x + 3.1282
R² = 0.9368
4.90
4.80
nilai probit
4.70
Linear (nilai probit)
4.60
4.50
4.40
4.30
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

Untuk LC 50 (x), nilai probit adalah 5 (y), dimasukkan


ke persamaan regresi y = 0.9307x + 3.1282
y - 3.1282/0.9307 = x
5 - 3.1282/0.9307 = 1.638
Jadi log x = 1.638
x = antilog 1.638
x = 40.64 ppm
LC 50 sampel = 40.64 ppm

i
Tabel 2. Hasil LC50

LC 50
No. Kode
(ppm)

1 Sampel 40.64 ppm

i
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian

Gambar 5.1 Pengambilan simplisia herba pegagan (Centella asiatica L.)

Gambar 5.2 Pencucian herba pegagan (Centella asiatica L.)

i
Gambar 5.3 Proses pemotongan sampel

Gambar 5.4 Sortasi kering herba pegagan (Centella asiatica L.)

i
Gambar 5.5 Perajangan dan proses pengeringan herba pegagan (Centella
asiatica L.)

Gambar 5.6 Hasil proses pengeringan herba pegagan (Centella asiatica L.)

i
Gambar 5.7 Proses maserasi n-Heksan

Gambar 5.8 Hasil penyaringan ekstrak cair herba pegagan


(Centella asiatica L.)

i
Gambar 5.9 Ekstrak kental herba pegagan (Centella asiatica L.)

Gambar 5.10 Rotavapor

i
Gambar 5.11 Penimbangan ekstrak kental

Gambar 5.12 Proses melarutkan ekstrak pegagan dan pembuatan


larutan stok

i
Gambar 5.13 Telur larva Udang (Artemia salina Leach)

Gambar 5.14 Proses penetasan telur larva udang (Artemia salina Leach)

i
Gambar 5.15 Proses pemipetan larva udang (Artemia salina Leach)

Gambar 5.16 Pengamatan larva udang yang mati

i
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Lambang/Singkatan Arti dan Keterangan


% Perseratus / dibagi seratus
< Kurang dari
> Lebih dari
μg Microgram
Ʃ Penjumlahan bilangan
˚c Derajat celcius
dkk Dan kawan-kawan
H2O Air
IV Intravena/pemberian obat secara langsung pada vena
K Kalium
LC Lethal consentration / konsentrasi kematian
LD Lethal dosis / dosis kematian
mg Miligram
mL Mililiter
Na Natrium
No Nomor
O₂ Oksigen
OH Ion poliatomik oksigen dan hydrogen

Anda mungkin juga menyukai